1, Maret 2017
FARISDA AMALIA
Jurusan Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Universitas Negeri Surabaya
E-Mail: farisda.amalia@gmail.com
Artono
Jurusan Pendidikan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum
Universitas Negeri Surabaya
Abstrak
Perkembangan pers Tionghoa pada masa kolonial cukup signifikan. Pers yang berkembang, khususnya surat
kabar, merupakan fenomena penting pada masa pergerakan nasional di Indonesia. Pada akhir abad ke-19 menjadi awal
bagi gerakan nasionalisme Tiongkok atau Pan-Tionghoa yang menyebarkan ide-ide nasionalisme di Pulau Jawa. Gerakan
ini mendapat dukungan kuat dari kaum Tionghoa peranakan yang kecewa terhadap pemerintahan Kolonial Hindia
Belanda. Kesadaran akan identitas mereka sebagai kaum Tionghoa peranakan terwujud dalam Tiong Hoa Hwe Koan
(THHK). .
Berdasarkan hasil analisis sumber menunjukkan bahwa bersamaan dengan, ide-ide nasionalisme yang muncul
mendapat wadah dalam persuratkabaran Tionghoa peranakan yang yang mulai muncul dan berkembang pada awal abad
ke-20. Pewarta Soerabaia yang lahir pada 1902 merupakan surat kabar Tionghoa peranakan pertama yang muncul dan
berkembang di Surabaya pada saat itu. Pewarta Soerabaia adalah salah satu surat kabar terkemuka milik The Kian Sing,
yang merupakan tokoh Peranakan Tionghoa di Surabaya dan ikut bersimpati kepada Republik Tiongkok. Ia ikut
menyuarakan nasionalisme di Daratan Tiongkok berdasarkan ajaran Dr Sun Yat Sen. Dalam ajarannya, Sun Yat Sen
menulis perkembangan kemerdekaan Tiongkok tidak akan sempurna selama bangsa-bangsa di Asia belum merdeka. Surat
kabar ini menjadi wahana bagi kaum nasionalis dalam menyebarkan ide-ide nasionalisme Tiongkok yang tercermin pada
isi dari pemberitaannya, sehingga masyarakat Tionghoa peranakan khususnya di Surabaya menjadi semakin tersadarkan
akan arti penting nasionalisme. Itu artinya bahwa peranan pers Tionghoa dan Pewarta Soerabaia sebagai salah satu media
yang cukup berpengaruh di Surabaya ialah pers yang dapat menyalurkan aspirasi dan tujuan tokoh-tokoh pergerakan
Tionghoa peranakan di Surabaya, serta mendorong pemikiran masyarakat Tionghoa akan kesadaran terhadap
Nasionalisme Tiongkok.
Kata Kunci: Tionghoa Peranakan, Pers Tionghoa, PEWARTA SOERABAIA, Nasionalisme Tiongkok
Abstract
The development of the Chinese Press was significant in the colonial period. The growing press, especially
newspapers, was an important phenomenon during the national movement in Indonesia. In the last years of the nineteenth
century was a beginning of the chinese’s nationalist movement for spreading the ideas of nationalism in Java. This
movement was supported by Peranakan Chinese who were disappointed with the Dutch East Indies Colonial
administration. The awareness of their identity as the Peranakan manifested in Tiong Hoa Hwe Koan (THHK).
The result showed that the emergence of nationalist ideas got the place in the newspapers of Peranakan Chinese,
which emerged and developed in the early 20th century. Pewarta Soerabaia, which born in 1902, was the first newspapers
of Peranakan Chinese in Surabaya at that time. Pewarta Soerabaia is one of the leading newspapers belonging to The
Kian Sing, which is a figure of Peranakan Chinese in Surabaya and had sympathy to the Republic of China. He
participated in voicing nationalism in Mainland China based on doctrine of Dr. Sun Yat Sen. In Dr. Sun Yat Sen’s
doctrine, he wrote that the development of the Chinese independent would not be complete throughout the nations of Asia
have not independent yet. This newspapers become a means for the nationalists in spreading the ideas of Chinese
nationalism which reflected in the content of the preaching, so that the Peranakan Chinese community, especially in
Surabaya become aware about the significance of nationalism. That means that the role of the Chinese press and Pewarta
Soerabaia as a media of influence in Surabaya was press that can channel the aspirations and objectives figures of the
Peranakan Chinese’s movement in Surabaya, as well as encouraging Chinese people's minds about the awareness of
Chinese nationalism.
Keywords: Peranakan Chinese, the Chinese Press, PEWARTA SOERABAIA, Chinese Nationalism
1535
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
1536
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
1537
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
Sungai Pegirian, seperti daerah Pegirian, Kapasan, timur perkampungan Melayu, sedang perkampungan di
Jembatan Merah, Ampel, dan Perak. sebelah timur sungai Pegirian adalah kampung Pandean,
Pada 1906 Surabaya ditetapkan menjadi kotapraja.6 Sawahan, Srenganan, Kebon Topaten, Bata Putih, dan
Sejak itu secara administratif terdapat dua lembaga Kebon Dalam.10
pemerintahan lokal di Surabaya. Pertama, pemerintahan 2. Masyarakat Tionghoa Surabaya
kotapraja yang bertugas mengatur urusan-urusan yang Masyarakat Tionghoa dapat ditemui di hampir seluruh
berhubungan dengan kota serta msyarakat Eropa Timur kota besar di Indonesia dengan variasi jumlah yang
dan Timur Asing. Kedua, pemerintahan pamong praja, berbeda.11 Salah satu kota besar tempat bermukim
yakni pemerintahan lokal untuk masyarakat pribumi. 7 masyarakat Tionghoa di Indonesia adalah Surabaya, Jawa
Berdasarkan penggolongan etnik, masyarakat Surabaya Timur. Seperti yang kita ketahui bahwasanya Surabaya
terbagi dalam tiga lapisan. Berada di lapisan Pertama, merupakan kota terbesar kedua setelah Batavia, juga
orang-orang Belanda dan Eropa lainnya. Lapisan Kedua, menjadi pusat pemerintahan kedua bagi Pemerintah
orang-orang dari bangsa Timur Asing yaitu orang Melayu, Kolonial Hindia Belanda. Dalam masyarakat kolonial,
Tionghoa, Arab dan India. Lapisan Ketiga atau terendah orang Tionghoa dianggap lebih rendah dari bangsa Eropa
dihuni oleh orang-orang Pribumi. Pembagian ini dan mendapat perlakuan yang tidak adil hingga
merupakan hasil pemisahan Regerings Reglement 1854.8 menyinggung perasaan mereka. Kira-kira pada tahun
Perkampungan Eropa terletak sisi barat sungai Kalimas 1821, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Peraturan
dari selatan ke utara. Bagian baratnya berbatasan Pas-Jalan atau Passenstelsel, yang berisi bahwa setiap
dengan perkampungan penduduk pribumi, seperti orang Tionghoa kalau bepergian atau berdagang dari satu
kampung Pekalongan, Gatotan, Krembangan, Kramat kota ke kota lain diharuskan membawa pas-jalan.12 Tujuan
Ujung, Pesapen, Kalisasak, Dapuan, Tambak, dari peraturan ini ialah untuk membatasi aktivitas orang
Gringsing, Kebalen, dan Petukangan. Perkampungan Tionghoa.13 Pelaksanaan politik pemerintah Belanda
Tionghoa peranakan, Melayu, dan Madura terletak di terhadap penduduk Tionghoa di Surabaya tidak jauh
sepanjang sisi timur sungai Kalimas. Perkampungan berbeda dengan kota-kota lain di Jawa. Penunjukan
Tionghoa peranakan berhadap-hadapan dengan wilayah pemukiman khusus untuk masyarakat Tionghoa
perkampungan Eropa yang hanya dipisahkan oleh atau yang lebih dikenal dengan peraturan wijkenstelsel.14
sungai Kalimas dan di sebelah timur berbatasan dengan Dengan kata lain orang Tionghoa tidak boleh tinggal
perkampungan Jawa, seperti kampung Slompretan, diantara bangsa lain. Ketidakbebasan ini dirasakan benar
Belakan Kidul, Wonokusumo, Belakan Lor, oleh penduduk Tionghoa.
Pecantian, dan Gili. Kampung Melayu terletak di Orang-orang Tionghoa dan Timur Asing hidup secara
sebelah utara perkampungan Tionghoa peranakan. Kedua mengelompok dikawasan tertentu. Di Surabaya terdapat
perkampungan ini sebelah timur dan utara berbatasan Kampung Pecinan, Kampung Arab, serta Kampung
dengan perkampungan pribumi.9 Melayu. Tempat yang ditunjuk sebagai pemukiman
Sementara itu, perkampungan pribumi yang masyarakat Tionghoa berada di sebelah timur Jembatan
menyebar kebanyakan mendiami daerah sungai Pegirian Merah, daerah di sepanjang aliran Sungai Mas. Wilayah
yang merupakan cabang dari sungai Kalimas sebelah tersebut antara lain daerah Kapasan, Kembang Jepun,
utara. Perkampungan pribumi ini dibagi menjadi dua Jalan Panggoeng, Songoyudan, Bibis, dan Bongkaran.
bagian yang dibatasi oleh aliran sungai Pegirian. Bersebelahan dengan Kampung Tionghoa adalah
Perkampungan pribumi di sisi barat sungai Pegirian Kampung Arab dan Melayu. Jembatan Merah digunakan
berturut-turut dari selatan ke utara adalah Pasar sebagai penghubung antara kampung Pecinan dan daerah
Paseban, Pesawahan Baru, Ketapan, Ngampel, Eropa.15. Beberapa peraturan ini yang menimbulkan rasa
Kapuran, Pencarian, Nyamplungan, dan Girian. ketidakpuasan diantara kalangan Tionghoa, ketidakpuasan
Semua perkampungan tersebut menjadi pembatas sebelah orang Tionghoa diperkuat lagi oleh politik pendidikan
1538
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
pemerintah Kolonial yang tidak memberikan kesempatan kehidupan Cina mereka masih terlihat seperti agama dan
bagi anal-anak Tionghoa untuk masuk ke sekolah kepercayaan, gaya hidup, kebudayaan dan orientasi hidup.
pemerintah. Ada tanda fisik yang menunjukkan golongan Tionghoa
Totok pada masa itu, yakni menggunakan dan memelihara
kuncir panjang.yang dikepang rapi dan dililit dengan pita
warna merah.19 Pakaian yang mereka kenakan adalah baju
panjang dengan lengan lebar dan celana panjang longgar
yang biasanya berwarna hitam atau gelap. Sedangkan
perempuan Tionghoa totok memakai pakaian pekki yang
terdiri dari baju kurung panjang, celana longgar dan
berselop bordur. Kaki perempuan totok biasanya kecil,
sebab sudah menjadi tradisi bagi mereka, kaki bayi
perempuan dimasukkan dalam bambu.20 Para pendatang
baru ini biasanya tidak langsung mendapat pekerjaan
Sumber: Noerdjanah. Andjarwati 2010. Komunitas Tionghoa
tetap.
Surabaya.Yogyakarta: Penerbit Ombak
4. Tionghoa Peranakan
Masyarakat Tionghoa di Surabaya terbentuk sebagai
hasil dari aktivitas invidu yang tidak terorganisasi. Mereka Orang-orang Tionghoa di kota Surabaya merupakan
datang secara sukarela berbeda dari apa yang terjadi pada perantau yang sudah sangat lama tinggal di kota ini.
pemukiman Tionghoa di distrik pertambangan, mereka Orang-orang Eropa yang paling awal datang di kota
lebih bebas dalam aktivitas kehidupan. Kebebasan ini Surabaya sudah melihat orang-orang Tionghoa di kota ini.
membuat hidup orang-orang Tionghoa di Jawa lebih Menurut kenyataannya dalam tahun 30-an peranakan
dinamis dalam keberagamannya. Pada masa kolonial Tionghoa di Indonesia dapat dikatakan terdiri dari 3
Belanda di Surabaya masih berkuasa ,golongan Tionghoa golongan dan 3 macam aliran besar. Menurut
terbagi dalam dua golongan yakni totok dan peranakan. kenyataannya yang dinamakan peranakan Tionghoa
3. Tionghoa Totok adalah:
1. Mereka yang dilahirkan dari seorang ibu dan
Tionghoa totok dapat dikenali dari bahasa yang
ayah asal dari Tiongkok dan menurut ketentuan
digunakan. Dalam pergaulan sehari-hari mereka memang
hukum kolonial Belanda, yaitu Wet op
sudah menggunakan bahasa setempat. Namun dari
Nederlandsch adalah “Onderdaan” Belanda.
dialeknya masih kentara bahwa mereka Tionghoa Totok.
Hal ini disebabkan karena mereka masih menggunakan 2. Mereka yang lahir dari perkawinan campuran,
bahasa asli sebagai bahasa utama di lingkungan keluarga yaitu pria Tionghoa dan wanita Pribumi. Sebagai
dan sesame Tionghoa yang satu suku. Pemakaian bahasa anak diakui sah oleh ayahnya dan didaftarkan
asli ileh suatu komunitas Tionghoa dengan sendirinya sebagai anak sahnya dengan diberi nama
sudah menyatakan suatu indentitas orang Tionghoa. keluarga (she).
Seperti pemakaian dialek bahasa Tionghoa oleh kelompok
Tionghoa Totok yang membedakannya dari Tionghoa 3. Mereka yang dilahirkan dari perkawinan
Peranakan.16 Sedangkan untuk menjalin hubungan dengan campuran, ayah pribumi dan ibu Tionghoa.
masyarakat pribumi, mereka menggunakan bahasa Karena pengaruh sosial-ekonomis dan
setempat karena tuntutan untuk dapat berkomunikasi masyarakat, diberi nama keluarga Tionghoa (she)
dengan masyarakat setempat.17 Golongan peranakan dan dididik dalam lingkugan masyarakat
menyebut kaum totok dengan sebutan singkeh yang berarti golongan Tionghoa.21
tamu baru. karena mereka lahir di luar Indonesia atau
Negeri Cina dan masih berdarah murni Tionghoa, maka Ada satu tipe lagi dari peranakan yaitu anak yang lahir dari
mereka disebut totok. hasil perkawinan antara laki-laki peranakan dan wanita
Para pendatang baru tersebut terdiri dari berbagai peranakan yang diberi nama Tionghoa. Bila dilihat secara
suku bangsa. Perbedaan suku bangsa ini membawa umum, antara totok dan peranakan sulit untuk dibedakan.
perbedaan pula pada bahasa asli mereka, sehingga belum Namun dalam kehidupan sehari-hari mereka memiliki
tentu sesama pendatang dapat berkomunikasi dengan baik. banyak perbedaan.
Akibatnya pendatang baru dari negeri Cina ini pada awal Berbeda dari Tionghoa Totok, kehidupan kaum
kedatangan mengelompok sesama suku.18 Tradisi dan adat peranakan lebih terbuka dan lebih mudah beradaptasi
1539
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
dengan masyarakat setempat. Golongan peranakan di Arab terpilah-pilah jenis pekerjaaanya sebagai pedagang
Surabaya hingga tahun 1916 masih menggunakan kuncir perantara, buruh, dan pekerja bebas lainnya. Orang-
panjang. Hal ini disebabkan pada pola pendidikan yang orang Belanda dan Eropa lebih banyak menguasai
mereka terima dan peraturan yang ditetapkan oleh perekonomian yang penting sebagai pemilik
penguasa Belanda. Golongan peranakan, terutama para perusahaan, industri, perkebunan, dan pemilik modal.
pemuda, lebih sering mengenakan pakaian model barat Penduduk pribumi kebanyakan bekerja sebagai tenaga
dengan kemeja panjang. Cara berpakaian inilah yang buruh kasar, tukang becak, kuli pelabuhan, dan buruh
membedakan mereka medari Tionghoa totok. Golongan pabrik.
Tinghoa peranakan juga lebih terbuka dalam hal menerima Dalam hal pendidikan, pemerintah Belanda
pengaruh kebudayaan, agama, dan kepercayaan memisahkan sarana pendidikan bagi setiap etnis. Selain
setempat.22 Hal ini terjadi karena mereka tidak terlalu itu, mereka memandang status sosial seseorang untuk
fanatic dengan memegang ajaran leluhur. Akibatnya, dapat diterima bersekolah. Bukti lain dari diskriminasi
lambat laun dan tanpa mereka sadari, mereka telah ialah dalam hal pemukiman. Biasanya pemukiman orang
melahirkan sebuah kebudayaan baru yang memaduka Belanda dan Eropa menempati wilayah dengan fasilitas
unsure kebudayaan Tionghoa dengan pribumi maupun lengkap seperti jalan beraspal, penerangan, aliran air
dengan unsur kebudayaan lainnya, yang pada akhirnya bersih, kendaraan,trem listrik, taman , dan sebagainya. 23
membuat identitas mereka sendiri berbeda. Suatu identitas Pada kenyataannya orang-orang Cina lebih bersifat
sebagai orang peranakan yang bukan pribumi, tetapi juga eksklusifisme.24 Ciri khas ini disebabkan oleh perlakuan
tidak asing. Meskipun demikian, golongan peranakan pemerintah kolonial yang juga melegalkan dan
sebenarnya bukan merupakan golongan ras seperti memposisikan orang-orang Cina berbeda dengan
Tionghoa Totok. penduduk pribumi, dari perlakuan ekonomi, orang-orang
5. Interaksi Sosial Masyarakat Tionghoa Cina juga sering diprioritaskan untuk menjalakan usaha
Surabaya ekonomi tertentu seperti pemborongan, sehingga pada
Berangkat dari sistem pemisahan lapisan masyarakat perkembangan selanjutnya menimbulkan kecemburuan
atau yang lebih dikenal dengan Regerings Reglement sosial.
dalam kehidupan sosial di Surabaya orang-orang Belanda Perkembangan Pemerintah Hindia Belanda
dan Eropa menerapkan perbedaan pemisahan terhadap menempatkan orang-orang Tionghoa pada lapisan sosial
laisan bawahnya. Dalam sistem pemerintahan misalnya, dan mendapat perlakukan tertentu. Orang-orang Tionghoa
pemerintah Belanda membentuk dua jalur. Pertama, dengan pribumi diciptakan dalam suatu pelapisan sosial
pemerintahan kolonial diperuntukkan bagi warga Belanda tertentu. Orang-orang Tionghoa di tempatkan dalam
dan Eropa serta orang-orang Timur Asing, dan kedua daerah yang disebut “pecinan”. Di daerah itu orang-orang
pemerintahaan pamong praja bagi orang-orang Indonesia. Tionghoa diberi kebebasan untuk memelihara adat-istiadat
Pemukiman khusus yang di dasarkan atas perbedaan leluhurnya, membangun pusat perdagangan, dan
etnis, yaitu pemukiman orang-orang Tionghoa, pemerintah kolonial Belanda mengangkat pemuka
pemukiman orang-orang Arab, dan pemukiman orang- masyarakatnya yang disebut kapiten. Sebagai kaum
orang Eropa. Sedangkan pemukiman orang-orang minoritas, orang-orang Tionghoa pada hakekatnya
pribumi menyebar di banyak tempat karena tidak diatur menginginkan interaksi yang lebih longgar untuk
secara khusus untuk tinggal di kawasan tertentu. Latar menghilangkan dikotomi antara pribumi dan nonpribumi.
belakang yang demikian dalam kehidupan sosial di Sebaliknya, bagi orang pribumi senantiasa dihantui oleh
Surabaya mempengaruhi sistem sosial lainnya. Seperti ketakutan terjadinya dominasi Tionghoa terhadap kaum
dalam bidang ekonomi seakan-akan terjadi pemisahan pribumi.
dalam profesi yang digeluti. Pemisahan jenis pekerjaan ini
tidak serta merta terjadi. Ada kesinambungan antara B. Framing Surat Kabar Pewarta Soerabaia dalam
profesi pekerjaan yang digeluti lapisan masyarakat Pemberitaan Nasionalisme Tiongkok tahun 1937-1940
Hindia Belanda dengan perubahan sosial akibat
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan pemerintah 1. Struktur Frame Surat Kabar Pewarta Soerabaia
Kolonial Hindia Belanda. Misalnya, etnis Tionghoa Pojok berita tanggal 13 Januari 1937 (judul:
peranakan lebih banyak berprofesi sebagai pedagang Sedikit Sadja)
perantara yang menghubungkan masyarakat pribumi
dengan orang-orang Eropa. Jenis profesi ini sudah sejak
lama digeluti oleh etnis Tionghoa peranakan, yaitu sejak
kedatangan mereka di Indonesia sebagai pedagang di
pantai-pantai utara Pulau Jawa. Sementara itu, orang
Timur Asing lainnya seperti, orang India, Jepang, dan
22 24
Leo Suryadinata,1984, Dilema Minoritas Hariyo. P. Kultur Cina dan Jawa.(Jakarta:
Tionghoa,(Jakarta:Grafiti Press). Hlm 87 Sinar Harapan.1994).hlm 23
23
William H. Frederick, Pandangan dan Gejolak
Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi Indonesia
(Surabaya 1926-1946), (Jakarta:Gramedia,1989).hlm 3
1540
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
1541
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
1542
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
Seperti halnya pada tahun-tahun sebelumnya 2. Pembingkaian Framing Surat Kabar Pewarta
yang menjadikan segala informasi mengenai Tiongkok Soerabaia
sebagai Headline dari Pewarta Soerabaia. Pada berita kali Pada bagian sebelumnya penulis telah
ini juga headline yang disajikan berjudul “Taro memaparkan beberapa sample berita yang telah di analisis
Kapertja’an Pada Tiongkok”. Secara Sintaksis, latar menggunakan metode framing. Pemberitan surat kabar
informasi dari berita tersebut masih sama, yakni mengenai Pewarta Soerabaia mengenai Nasionalisme Tiongkok
peperangan antara Tiongkok Jepang. Namun dalam hal ini pada tahun 1937-1940 terlihat secara jelas. Dari berita-
cara penyampaian oleh wartawan dengan diselingi opini berita tersebut terlihat Pewarta Soerabaia menjunjukkan
dari penulis. Kemudian secara Skrip, kelengkapan berita pandangannya. Hal tersebut dapat dilihat dari penekanan-
5W+1H sudah terpenuhi dengan baik. Secara Tematik, penekanan keduanya pada suatu hal. Berawal dari revolusi
kronolgi berita yang disampaikan menekankan pada 1911 pecah, Dr. Sun Yat Sen mencita-citakan Cina baru
bagaimana Tiongkok menjadi kuat ketika terjadi yang didasarkan San Min Chu I. Sun Yat Sen menulis
peperangan. Sehingga menimbulkan kepercayaan pada perkembangan kemerdekaan Tiongkok tidak akan
masyarakat Tionghoa di luar Tiongkok. Penenkanan yang sempurna selama bangsa-bangsa di Asia belum merdeka.
ingin disampaikan penulis melalui opini yang dibuat Dalam masyarakat kolonial yang memupuk rasa
seperti pada kutipan berikut ini: segolongan, orang Tionghoa yang berasa nasibnya tidak
baik dengan wajar telah berorientasi ke Tiongkok dan
menggantungkan harapan mereka pada Tiongkok. Pada
waktu itu nasionalisme didaratan Tiongkok sudah mulai
bangkit dan menjalar ke Asia Tenggara.
Seperti yang selalu termuat pada surat kabar
Pewarta Soerabaia selalu memberitakan perkembangan
terbaru dari keadaan yang berada di Tiongkok, hal ini
1543
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
dapat dilihat saat-saat tahun 30-an Pewarta Soerabaia sejatinya tentu harus lah bersifat obyektif, walaupun
masih tetap berdiri meskipun saat itu sedang terjadi krisis terkadang subyektifitas wartawan ataupun redaksi juga
ekonomi atau Malaise. Selama tahun 1937-1940 tercatat tidak dapat terelakkan. Hal ini juga terlihat pada Pewarta
beberapa artikel dan tulisan yang mengkritik kebijakan Soerabaia, walaupun kelengkapan unsur 5W+1H dalam
pemerintah Kolonial Hindia Belanda. Tulisan-tulisan yang berita sudah terpenuhi namun sesuai analisis frame yang
diturunkan dalam surat kabar ini kebanyakan pengetahuan sudah penulis lakukan khususnya dalam aspek Retoris,
mengenai Tiongkok berupa ulasan dan cerita. Tujuan surat beberapa kali Pewarta Soerabaia mencoba melakukan
kabar Pewarta Soerabaia ini dalam memberitakan penekanan-penekanan yang cenderung mendukung sikap
pengetahuan tentang Tiongkok adalah untuk Tiongkok.
membangkitkan para pembacanya yang kebanyakan Pada masa ini kesadaran akan eksistensi mereka
terdiri dari kaum Tionghoa terhadap asal-usul keturunan. mulai tumbuh. penerbitan harian “Pewarta Soerabaia”
Tulisan-tulisan akan pengetahuan mengenai Tiongkok ternyata membuat masyarakat peranakan Tionghoa yang
tersebut pada than 1937-1940 sebagian besar tulisannya ada di Surabaya memperhatikan perkembangan di
terdapat di halaman paling depan, atau yang bisa disebut Tiongkok, yang menggambarkan harapan akan ada
dengan “headline” dari surat kabar ini. Hal tersebut bukan perbaikan nasib bagi orang Tionghoa. Kesetiaan terhadap
tanpa alasan, penempatan tulisan-tulisan mengenai negeri Tiongkok adalah tanpa syarat. Sebagai seorang
Tiongkok yang dijadikan sebagai headline tersebut agar Tionghoa peranakan yang merasa dirinya sebagai bagian
menjadi daya tarik dari Pewarta Soerabaia ini. dari bangsa Tionghoa yang besar, dan berkewajiban untuk
Pada sekitar tahun 1937 Pewarta Soerabaia lebih mengabdi pada negeri Tiongkok. Kaum Tionghoa
banyak menyajikan tulisan yang berkaitan dengan peranakan harus membantu negeri Tiongkok agar menjadi
aktivitas pergerakan yang berada di Tiongkok, dimana kuat. Mereka percaya jika Tiongkok menjadi kuat, maka
pada pemberitaan yang termuat dalam surat kabar tersebut akan mampu melindungi kepentingan Tionghoa
berusaha membut pembacanya menjadi lebih memahami peranakan di Hindia Belanda dan negara-negara lainnya,
Tiongkok. Kata-kata yang digunakan terkadang secara sehingga nasib Tionghoa peranakan tidak lagi terombang-
preventif mengajak pembacanya untuk tetap dalam ambing karena menjadi minoritas yang lemah di negeri
koridor Nasionalisme Tiongkok. Masih sama dengan apa asing. Hal itu yang menimbulkan perasaan Nasionalisme
yang terjadi pada tahun 1937 sampai 1939, pada tahun Tionghoa di kalangan peranakan Tionghoa pun mulai
1940 hal tersebut juga terjadi. Namun memang pada tahun muncul. Golongan Tionghoa telah menjadikan surat kabar
1940 pemberitaannya tidak segencar pada tahun 1937. sebagai sarana komunikasi yang sangat membantu. Selain
Meski begitu masih dapat ditemui pemberitaan mengenai faktor keuntungan ekonomi, kondisi di mana golongan
Tiongkok. Tionghoa memerlukan sarana untuk menyuarakan
Penggunaan kata “Kapertjaja’an” terus diulang. pendapatnya secara khusus merupakan pendorong bagi
Seolah-olah memang penulis hendak meyakinkan pada mereka untuk terjun di industri pers.
pembaca akan hal yang ingin disampaikan, yakni untuk Pewarta Soerabaia sebagai surat kabar Melayu
bersatu sebagai satu ras dan percaya akan negeri Tionghoa yang ada di Surabaya juga sangat banyak
Tiongkok. Penggunaan kata tersebut pada setiap tulisan memberikan sumbangan dalam menyebarkan informasi
yang disajikan mempunyai makna yang dalam. Hal yang bersifat nasionalis Tiongkok. Melalui berbagai
tersebut bermakna untuk menumbuhkan rasa simpati pemberitaan yang terkandung didalamnya, maka memang
terhadap Tiongkok, juga sebagai perwujudan rasa dapat dilihat secara tersirat surat kabar tersebut memang
nasionalis. Kepercayaan terhadap negeri Tiongkok yang berorientasi pada Nasionalis Tiongkok, namun memang
telah merdeka untuk kehidupan kebangsaan pada tidak radikal seperti Sin Po. Dan dalam tahun-tahun 1937-
masyarakat Tionghoa yang terkhusus di luar Tiongkok. 1940 menjadi tahun tumbuh suburnya Nasionalisme
Dan sasaran penulis ialah masyarakat Tionghoa yang ada Tiongkok yang tercermin pada pemberitaan dalam tiap
di Surabaya. Karna surat kabar ini menjadi sarana harinya.
penghubung antara negeri Tiongkok dan masyarakat
Tionghoa Surabaya pada saat itu.
Dari segi intensitas, Pewarta Soerabaia memiliki C.Kebangkitan Nasionalisme Tiongkok Dibalik Surat
intensitas yang tinggi dalam pemberitaan seputar Kabar Pewarta Soerabaia
Tiongkok. Hampir tiap hari headline yang disajikan ialah 1. Munculnya Nasionalisme Tiongkok Pada Pers
pemberitan seputar Tiongkok. Sedikit membahas Peranakan Tionghoa Surabaya
mengenai Pojok Berita, bagian ini merupakan tempat bagi Ide kesadaran Identitas kaum Tionghoa
pihak redaktur pers dalam menyatakan sikap, pandangan, peranakan yang muncul sebagai antitesa terhadap politik
dan pendiriannya tentang suatu hal, selain tajuk rencana Apharteid Kolonial Hindia Belanda ini menjadi alat
tentunya. Maka dapat dipahami bahwa sifat Pojok Berita pemersatu kaum Tionghoa peranakan dan berkembang
adalah opini, yang tentu saja bersifat subyektif. pesat bersamaan dengan pers yang menjadi pendukung
Penempatan pembahasan masalah Nasionalisme Tiongkok laju pergerakan nasional di Hindia Belanda. Kehidupan
pada Pojok Berita memperlihatkan bahwa Pewarta pers Tionghoa terus berkembang menyuarakan identitas
Soerabaia ingin mempertegas posisinya. Dan bila kita mereka, meskipun keberadaannya terus menerus diancam
baca kembali beberapa Pojok Berita dari surat kabar kebijakan pembredelan oleh pemerintah Kolonial Hindia
Pewarta Soerabaia, terlihat jelas bahwa posisi mereka Belanda. Aspek yang paling mudah dalam melihat dampak
adalah Pro terhadap Nasionalisme Tiongkok. Berita pers Tionghoa peranakan dengan gerakan nasionalisme
1544
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
adalah aspek politik. Pers Tionghoa Peranakan yang pernah diselenggarakan oleh orang Tionghoa di Jawa
dipergunakan oleh tokoh pergerakan untuk menyebarkan sejak timbulnya gerakan Cina Raya. Rapat yang di ketuai
ide-ide perjuangan pergerakannya. Hal itu digunakan H.H Kan ini mempersilahkan 5 tokoh Tionghoa untuk
dengan pertimbangan keamanan dan efektivitas pers diberi kesempatan dalam menyampaikan pendapat.
Tionghoa peranakan. Pers Tionghoa peranakan dianggap Bersama keempat tokoh lainnya, The Kian Sing, Hauw
relatif aman karena posisinya yang netral, sedangkan pers Tek Kong, Kwee Hing Tjiat, Liem Tjioe Kwie, dan Kwee
pribumi lebih mudah terdeteksi dan akhirnya dibredel dan King Hien. The Kian Sing mengungkapkan bahwa orang
pemimpin atau penyumbang pemikirannya ditangkap dan Tionghoa Hindia Belanda tidak perlu mengirim wakil ke
di asingkan oleh pemerintah Kolonial Belanda. Volksraad.
Peristiwa ini mendorong orang Tionghoa Berkat dukungan para peserta dari golongan
peranakan di Surabaya yang telah berakulturasi ke dalam nasionalis Tiongkok yang bersemangat, The Kian Sing
masyarakat setempat dan mempunyai hubungan yang diperbolehkan berbicara sekehendaknya. Ia mengajukan
tipis. dengan negeri Tiongkok untuk meninjau kembali argumen yang asalnya disajikan ole Sin Po, tetapi dengan
identitasnya. Satu identifikasi baru dengan Tiongkok menyesuaikan beberapa hal. The Kian Sing
muncul dan nasionalisme mulai tumbuh sebagai suatu menggambarkan Volksraad sebagai suatu jebakan
sentimen yang kuat dalam masyarakat Tionghoa kolonial dan mengatakan bahwa opsir Tionghoa pada
peranakan di Hindia Belanda. Pembentukan organisasi Volksraad tidak mewakili masyarakat Tiongoa Hindia
kaum Tionghoa peranakan dengan surat kabar-surat Belanda, sebagaimana diperlihatkan dalam kenyataan
kabar yang menjadi corong dari organisasi yang bahwa mereka diangkat oleh penguasa Belanda. Akhirnya
menerbitkan secara tidak langsung berpengaruh ia menyoroti hubungan antara Volksraad, dan Undang-
terhadap kesadaran kaum pribumi yang kemudian Undang tentang Kaula Negara Belanda (WNO). Pidato
memunculkan gerakan nasionalisme Tiongkok. The Kian Sing sering diselingi oleh sorak-sorai para
Pewarta Soerabaia sebagai surat kabar Melayu pendukungnya. Ia tampak berhasil dalam mempengaruhi
Tionghoa yang ada di Surabaya juga sangat banyak para peserta dan mengobarkan rasa nasionalisme kaum
memberikan sumbangan dalam menyebarkan informasi Tionghoa peranakan. Argumennya mengenai hubungan
yang bersifat nasionalis Tiongkok. Melalui berbagai Volksraad dan milisi militer sangat efektif. Terdengar
pemberitaan yang terkandung didalamnya, maka memang teriakan “Jangan ambil bagian dari Volksraad”, ketika
dapat dilihat secara tersirat surat kabar tersebut memang The Kian Sing mengakhiri pidatonya. 25
berorientasi pada Nasionalis Tiongkok, namun memang
tidak radikal seperti Sin Po. Secara otomatis surat kabar Pada dasawarsa kedua dan ketiga abad ke-20
itu menjadi corong dari organisasi yang menerbitkannya perkembangan orientasi politik dan kebudayaan sangat
atau mendukung organisasi tertentu, sehingga muncul berguna untuk melihat kondisi masyarakat Tionghoa di
istilah organisasi setengah resmi. Setelah pemunculannya Surabaya. Ternyata gerakan nasionalisme Tiongkok di
maka organisasi dan surat kabar tersebut mendorong lebih Surabaya masih tetap aktif mempengaruhi masyarakat
lanjut rasa nasionalisme serta memperkuat perkembangan Tionghoa disana. Melalui surat kabar Pewarta Soerabaia,
gerakan Cina Raya, yaitu mempersatukan orang Tionghoa mereka melancarkan kritik, terhadap pemerintahan
Hindia Belanda dan mengarakan orientasinya secara Kolonial Belanda dengan pemberitaanya di dalamnya.
politik ke negeri Cina atau Tiongkok. Mereka mengecam sistim pengangkatan pemimpin
Tionghoa oleh pemerintah Hindia Belanda. Karena
3. Kehidupan Masyarakat Pasca Munculnya ditunjuk dan diangkat oleh pemerintah, pemimpin
Nasionalisme Tiongkok Tionghoa tersebut dianggap lebih berpihak pada Belanda
dan mementingkan diri sendiri ketimbang mementingkan
Kebangkitan nasionalisme Tiongkok dikalangan kelompokya.26
kaum Tionghoa peranakan di jawa mencapai puncaknya Golongan yang beraliran Nasionalis Tiongkok ini
pada tahun 1917, yang ditandai oleh pembukaan dekat dengan aliran Sin Po yang berkembang di
Konperensi Semarang. Dalam konperensi itu kelompok- Batavia.mereka mempunyai pendirian “sekali Tionghoa
kelompok nasionalis Tiongkok diwakili oleh dua harian tetap Tionghoa”. Hal ini mempertegas dengan anggapan
Pewarta Soerabaia (dari Surabaya) dan Sin Po (dari bahwa orang Tionghoa sebagai golongan tersendiri, tidak
Batavia). Konperensi yang diselenggarakan pada 4 boleh menggantungkan diri pada penguasa barat, dan
November 1917 di Semarang ini dihadiri oleh 700 orang harus memperbaiki kedudukan sosial ekonomi serta
yang terdiri dari para anggota dewan daerah dari golongan mengembangkan dengan berdiri di kaki sendiri. Gerakan
Tionghoa di Jawa yang menaruh minat pada masalah itu, ini adalah sebuah ekspresi ketidakpuasan penduduk
dan wakil-wakil dari 39 perhimpunan Tionghoa, THHK, Tionghoa terhadap pemerintah kolonial yang mengkotak-
Siang Hwee, dan organisasi-organisasi Cina Raya lainnya. kotakkan masyarakat, khususnya terhadap politik Belanda
Konperensi yang bertujuan untuk memilih anggota yang yang diskriminatif pada golongan Tionghoa. Keadaan
akan di kirim sebagai perwakilan Tionghoa pada ekomomi yang memburuk akibat malaise dan berujung
Volksraad. Konperensi ini merupakan pertemuan terbesar pada krisis ekonomi yang melanda Indonesia sangat
25 26
Suryadinata, Leo. 1986. Politik Tionghoa Pewarta Soerabaia, 13 maret 1914
Peranakan di Jawa 1917 – 1942, cetakan pertama.
Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.Hlm. 30
1545
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
terasa, hingga tahun 1935 melahirkan suatu kesadaran sendiri pergolakan politik yang berhubungn dengan
bagi Tionghoa peranakan terhadap negeri Cina. perkembangan Nasionalisme juga sedang bergejolak, hal
Sebab-sebab tumbuhnya kesadaran nasional yang ini mendorong terbentuknya kelompok orang Tionghoa
bermuara pada perlunya kemajuan, kesejahteraan, dan yang lebih berorientasi pada persoalan politik dan
kemerdekaan bangsa itu dapat dilacak pada banyak faktor. kebangsaan.
Tanpa disadari, misalnya, bahwa proses penaklukan dan Lahirnya kesadaran nasional akan identias golongan
pendudukan Belanda atas wilayah Indonesia yang luas, etnis Tionghoa peranakan mengilhami orang-orang
yang semula masyarakatnya tercerai-berai itu, mendorong Tionghoa untuk menerbitkan surat kabar dengan tujuan
terbentuknya sebuah komunitas politik yang dibayangkan untuk menyebarkan gagasan-gagasan mereka tentang rasa
yang dalam perkembangan selanjutnya menuju ke arah kebanggaan sebagai bangsa Tinghoa dan rasa
proses pencarian identitas dan integrasi nasional.27 ketidakadilan yang selama ini mereka terima akibat
Pengaruh revolusi Dr Sun Yat Sen juga turut banyaknya peraturan pemerintah Kolonial Belanda
menumbuhkan rasa nasionalisme orang-orang Tionghoa melalui apa yang dinamakan sistem surat pas dan sistem
di Hindia Belanda termasuk orang Tinghoa yang berada di kampung.29 yang sangat membatasi ruang gerak
Surabaya. Ketika gerakan yang dipimpin Dr. Sun Yat Sen kebebasan mereka. Kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan
berhasil menggulingkan kerajaan Manchu, maka oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda ini semakin
disurabaya telah diadakan demonstrasi pencukuran kuncir menekan kehidupan orang-orang Tionghoa peranakan.
dengan upacara. Semenjak itu istilah “Cina” dihapus. Pewarta Soerabaia memberikan informasi yang
”Cina” yang mengandung unsur penghinaan diganti jernih dan opini-opini dari tokoh terkemuka, sehingga
dengan “Tionghoa”.28 Disamping itu ajaran San Min Chu pemikirannya dapat tersebar secara luas dan dapat menjadi
I dari Dr. Sun Yat Sen yang memperjelas bahwa rakyat- pegangan masyarakat dalam mengidentifikasi masalah
rakyat di Asia perlu kerjasama, saling membantu untuk sosial yang ada. Pers dalam hal ini Pewarta Soerabaia
mencapai dan menyempurnakan kemerdekaannya. menjadi barometer perasaan kolektif dan menjadi wakil
Loyalitas mereka kepada pemerintah Hindia Belanda dari opini publik. Apa yang dirasakan kaum Tionghoa
menyurut. Dan pers pun terbit dengan suburnya sebagai peranakan yang tercermin melalui surat kabar ini secara
“corong” dari organisasi-organisasi pergerakan itu. tidak langsung mempengaruhi kesadaran kaum Tionghoa
Dengan pers sebagai sarana untuk mengkomunikasikan Peranakan di Surabaya akan identitas bangsanya sendidri
gagasan mereka. Bagian yang cukup signifikan dari di Tiongkok. Pewarta Soerabaia menjadi wahana bagi
adanya Nasionalisme Tiongkok itu adalah menumbuhkan kaum nasionalis dalam menyebarkan ide-ide
kesadaran politik akan identitas golongan Tionghoa nasionalisme, sehingga masyarakat Tionghoa peranakan
peranakan di Hindia Belanda, khususnya Surabaya. menjadi semakin tersadarkan akan identitas mereka. Pers
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pasca Tionghoa secara umum dipandang mampu memberi
munculnya nasionalisme maka ikut mempengaruhi inspirasi bagi perkembangan kesadaran berbangsa di
kehidupan masyarakat Tionghoa di Surabaya. kalangan warga keturunan Tionghoa di Hindia Belanda
(Indonesia sekarang). Pewarta Soerabaia pun berpotensi
4. Pengaruh Pemberitaan Nasionalisme Tiongkok membangkitkan kesadaran kolektif, yang menjurus
Pada Surat Kabar Pewarta Soerabaia bagi kepada upaya membangkitkan kesadaran kaum Tionghoa
Masyarakat Tionghoa di Surabaya di Surabaya tentang arti pentingnya “nasionalisme”.
Pada awal abad ke-20 terjadi perubahan yang Karenanya, pers di masa pergerakan nasional Indonesia
signifikan berkaitan dengan kedatangan orang Tionghoa. tidak lepas dari kondisi sosial-politik yang menempatkan
Para pendatang Tionghoa di Surabaya, yang semula pers pada sub-sistem masyarakat kolonial, yang berfungsi
datang karena tujuan ekonomi mulai datang dengan memberikan penggambaran tentang realitas kehidupan
membawa tujuan politik. Pergolakan politik dan perang di masyarakat dari berbagai aspek kehidupan. Pewarta
Tiongkok yang sedang berlangsung mengakibatkan Soerabaia dengan demikian, telah membuka pikiran
banyak pelarian menuju kta-kota besar yang ada di rakyat dan sekaligus sebagai alat propaganda dalam arus
Indonesia termasuk Surabaya. Mereka tidak saja mencari pergerakan.
perlindungan tetapi juga dukungan politik karena Lebih lanjut, setelah melihat apa yang dilakukan
kebanyakan dari mereka adalah aktifis pendukung oleh Pewarta Soerabaia pada pembahasan sebelumnya,
kelompok yang sedang berperang. Sementara di Indonesia hal tersebut telah membuktikan teori dari Jurgen
27
Anderson, Benedict R.O’G.,Imagined wakil yang dianggap mampu menangani kaum Tionghoa
Community, Reflection on the Origin and Spread of dengan cara menunjuk salah satu di antara mereka yang
Nationalism, (London and New York: Verso, 1990), terkaya. Sistem ini dikembangkan secara lamban-laun
hlm.15. antara tahun 1619 dan 1837. (b). Sistem pemukiman
28 (Wijkenstelsel), mula-mula diterapkan tahun 1835,
Siauw Giok Tjhan, op.cit., hlm.14-15.
kemudian diubah tahun 1866. (c). Sistem pas jalan
29
Kebijakan-kebijakan pemerintah kolonial (Passenstelsel), sistem surat jalan ini resmi dijalankan
yang dikeluarkan dan diterapkan khusus untuk orang- tahun 1863. Lihat Suryadinata,Leo. Negara dan Etnis
orang Tionghoa antara lain; (a). Sistem Opsir. Sebenarnya Tionghoa; Kasus Indonesia, (Jakarta: LP3ES,
ini bukan sistem, namun pemerintah memerlukan seorang 2002), hlm.73-76.
1546
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
1547
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
golongan Tionghoa peranakan mulai menyadari warga Tionghoa selalu mendapatkan perlakuan
identitasnya. Namun, dalam perkembangan selanjutnya, diskriminatif hampir disemua aspek kehidupan. Bahkan
terdapat perbedaan pemikiran mengenai identitas di dalam diskriminasi terhadap golongan minoritas tersebut di
golongan Tionghoa peranakan itu sendiri. Selama periode legalkan oleh pemerintah Kolonial Belanda dengan
1937-1940, aliran pemikiran pada Pewarta Soerabaia ini berbagai peraturan yang dikeluarkan atas nama Negara
mulai berkembang dan ide-idenya mulai menyebar yang seperti contohnya saja, wijkenstelsel dan Passenstelsel.
bersamaan dengan berkembangnya pers sebagai media Belajar dari peristiwa ini sudah saatnya kita
komunikasi efektif telah mengakibatkan pemikiran dari menghilangkan aspek-aspek yang berbau diskriminatif
masyarakat Tionghoa peranakan di Surabaya mengalami tersebut dalam keseharian kita terhadap masyarakat
reorientasi. Selain itu, kecenderungan keberpihakan Tionghoa. Skripsi ini hadir dan menjadi perhatian penulis
Pewarta Soerabaia terhadap pandangan-pandangan bahwasanya sudah seharusnya pers Tionghoa peranakan
melalui isi dari tulisan-tulisannya pada penduduk menjadi suatu hal yang sangat patut untuk diperhitungkan
Tionghoa peranakan akan pentingnya Nasionalisme jasanya dalam pergerakan Nasional, terlepas dari beberapa
Tiongkok cukup kentara selama periode ini. Meskipun surat kabar yang berada di pihak Belanda. Secara tidak
demikian, memang pada awal penerbitannya langsung dari Pers Tionghoa Peranakan keadaannya yang
kecenderungan Pewarta Soerabaia pada nasionalisme cenderung stabil, sehingga menciptkan sebuah pergerakan
Tiongkok masih belum kentara memperlihatkan yang stabil pula. Maka akan sangat salah persepsi jika kita
keberpihakannya pada aliran politik yang mengarah ke terburu-buru menyimpulkan bahwa mereka kaum
Nasionalisme Tiongkok. Tionghoa peranakan tidak ikut andil penting dalam
pergerakan Nasional. Tidak melulu mengenai
perdagangan, nyatanya pers Tionghoa Peranakan bisa
PENUTUP membangun tempatnya sendiri dalam hal nasionalisme
a. Kesimpulan melalui sebuah surat kabar.
Walaupun surat kabar yang di terbitkan oleh peranakan
Berdasarkan penjelasan yang sudah diuraikan dalam
Tionghoa yang tidak semuanya ditunjukkan untuk
bab-bab terdahulu dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepentingan nasional, tetapi kenyataannya bahwa pers
kesadaran identitas kaum Tionghoa peranakan yang dipicu
Tionghoa Peranakan telah menjalankan perannya dalam
oleh sistem apartheid telah mendorong lahirnya kesadaran
meramaikan pergolakan pers Nusantara, meski awalnya
identitas kaum Tionghoa peranakan akan keberadaannya
hanya dibuat untuk tujuan ekonomi, lalu kemudian
di tanah Hindia Belanda. Sistem apartheid yang
memberikan pelajaran yang berorientasi pada Tiongkok,
dilaksanakan oleh pemerintah Kolonial Hindia Belanda
di samping itu kita juga dapat menilai seberapa besar
menjadi pemicu bagi munculnya kesadaran orang-orang
pengaruh Tiongkok di Nusantara pada masa Kolonial
Tionghoa peranakan. Bersamaan dengan itu gerakan
melalui Surat kabar yang diterbitkan oleh kaum Tionghoa
nasionalisme yang dihembuskan oleh para nasionalis
Peranakan.
Tiongkok semakin mendorong kaum Tionghoa peranakan
Dalam pembelajaran sejarah penelitian ini dapat
memikirkan nasib mereka dalam bumi rantauan.
digunakan sebagai bahan pembelajaran, khususnya untuk
Pewarta Soerabaia sebagai surat kabar Melayu
siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah
Tionghoa yang ada di Surabaya juga sangat banyak
pada KD 3.6 Menganalisis dampak politik, budaya, sosial-
memberikan sumbangan dalam menyebarkan informasi
ekonomi dan pendidikan pada masa penjajahan Barat
yang bersifat nasionalis Tiongkok. Melalui berbagai
dalam kehidupan bangsa Indonesia masa kini.
pemberitaan yang terkandung didalamnya, maka memang
Pada penelitian ini, K.D 3.6 diaplikasikan sebagai
dapat dilihat secara tersirat surat kabar tersebut memang
materi belajar para peserta didik. Oleh penulis hal tersebut
berorientasi pada Nasionalis Tiongkok, namun memang
dirasa sesuai dikarenakan batasan waktu dalam penelitian
tidak radikal seperti Sin Po. Secara otomatis surat kabar itu
ini sesuai dengan batasan waktu dalam K.D diatas. Dalam
menjadi corong dari organisasi yang menerbitkannya atau
penelitian ini juga terdapat informasi-informasi yang
mendukung organisasi tertentu, sehingga muncul istilah
berkaitan dengan kehiduapan sosial dan budaya yang
organisasi setengah resmi. Setelah pemunculannya maka
berkembang pada masa tersebut, sehingga penelitian ini
organisasi dan surat kabar tersebut mendorong lebih lanjut
relevan dengan materi yang ingin disampaikan. Dari hasil
rasa nasionalisme serta memperkuat perkembangan
penelitian ini dapat membantu mengembangkan cara
gerakan Cina Raya, yaitu mempersatukan orang Tionghoa
berpikir peserta didik, dimana dalam melakukan analisis
Hindia Belanda dan mengarakan orientasinya secara
mereka dapat menggunakan pendekatan-pendekatan sosial
politik ke negeri Cina atau Tiongkok.
lainnya, seperti dalam penelitian ini yang menggunkan
b. Saran pendekatan wacana. kemudian diharapkan pola pikir
Berdasarkan kesimpulan di atas, saran yang perlu di belajar mereka dapat lebih berkembang, dan kemudian
ingat bahwa sebuah peristiwa sejarah bisa kita jadikan mereka dapat melakukan analisis dampak peristiwa
cermin dan pelajaran yang berharga dalam kehidupan sejarah dengan kehidupan masa kini.
manusia saat ini. Kita tahu bahwa persoalan hubungan Hasil dari penelitian ini juga dapat membantu
mayoritas dan minortas di Indonesia menjadi persoalan mengembangkan pengetahuan dari peserta didik mengenai
krusial dan sangat rentan untuk terjadinya konflik atau pers yang berkembang di Indonesia pada masa kolonial,
perbedaan, sehingga diperlukan kesalingpahaman yang khususnya untuk pers peranakan Tionghoa. Peserta didik
mendalam. Pada masa kolonial hingga bertahun-tahun diajak untuk memaknai peristiwa dimasa lalu, bahwa
1548
AVATARA, e-Journal Pendidikan Sejarah Volume 5, No. 1, Maret 2017
dijaman yang belum mengalami kemajuan seperti pada Onghokha,2008, Gerakan Cina,” Anti Cina, Kapitalisme
masa sekarang, kaum Tionghoa sudah memiliki pemikiran Cina, dan Gerakan Cina, ed. Wasmi Alhaziri,
yang maju terhadap suatu media massa yang pada saat itu Jakarta: Komunitas Bambu.
kaum Tionghoa hanya dianggap sebelah mata atau dengan
Rahmadi, F. 1990. Perbandingan Sistem Pers. Jakarta:
kata lain terjadi pendiskriminasian oleh pemerintah
Kolonial Hindia Belanda, dari situ diharapkan dapat Penerbit Gramedia.
memunculkan rasa bangga terhadap bangsanya, dan Siauw Giok Tjhan.1981.Lima Jaman Perwujudan
menguatkan rasa nasionalis yang kuat. Peserta didik juga Integrasi Wajar.Jakarta-Amsterdam: Teratai.
diajak untuk berempati pada kondisi kaum Tionghoa Soebagio,I.N.1977. Sejarah Pers Indonesia.,Jakarta:
berkaitan dengan isu-isu mengenai penindasan terhadap Penerbit Dewan Pers.
kaum Tionghoa yang masih terjadi sampai pada saat ini, Suryadinata. Leo.1984. Dilema Minoritas Tionghoa.
sehingga mereka dapat lebih menghargai kaum Tionghoa.
Jakarta: Grafiti Press
Munculnya fakta bahwa pers sebagai media komunikasi
bagi masyarakat Tionghoa pada jaman dahulu merupakan .1994. Politik Tionghoa Peranakan di
hal yang sangat penting untuk diperjuangan, serta Jawa. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan
diharapkan dapat menjadi motivasi peserta didik untuk 2002.Negara dan Etnis Tionghoa;
tidak mendiskriminasikan masyarakat Tionghoa seperti Kasus Indonesia, Jakarta: LP3ES
yang terjadi pada masa pemerintahan Kolonial. .2010. Etnis Tionghoa dan Nasionalisme
Indonesia,Jakarta: Penerbit Kompas.
DAFTAR PUSTAKA Tan. Mely G.1979. Golongan Etnis Tionghoa di
Koran : Indonesia. Jakarta: Gramedia
Pewarta Soerabaia , 5 Januari 1937 Tim Peneliti Sejarah Pers di Indonesia. 2002. Beberapa
Pewarta Soerabaia , 8 Januari 1937 Segi Perkembangan Sejarah Pers diIndonesia.
Pewarta Soerabaia , 9 Januari 1937
Jakarta: Kompas.
Pewarta Soerabaia, 13 Januari 1937
Pewarta Soerabaia, 8 Februari 1937 Toniputera,Ivan. 2011. History of China. Jogjakarta: Ar-
Pewarta Soerabaia, 9 Februari 1937 Ruzz Media.
Pewarta Soerabaia, 4 February 1938 Vasanty,Puspa.1998.”Kebudayaan Orang Tionghoa di
Pewarta Soerabaia, 25 February 1938 Indonesia”. Jakarta: Penerbit Djambatan
Pewarta Soerabaia, 26 February 1938
Pewarta Soerabaia, 19 Agustus 1939
Jurnal Online:
Pewarta Soerabaia, 25 Agustus 1939
Pewarta Soerabaia, 5 Oktober 1939 http://file.upi.edu/Direktori/FPIPS/JUR._PEND._SEJAR
Pewarta Soerabaia, 17 Oktober 1939 AH/196210091990011-
Pewarta Soerabaia, 18 Oktober 1939 SUWIRTA/q.artikel.suwirta.mimbar.1999.ok.pdf diakses
Pewarta Soerabaia, 5 February 1940 7 February 2016 pada 15.30 WIB
Pewarta Soerabaia, 21 Juni 1940 http://susurgalur-
Pewarta Soerabaia, 22 Juni 1940 jksps.com/wpcontent/uploads/2013/09/04.ahkos.pgri.sulu
r.3.2013.pdf diakses 8 Maret 2016 pada 14.14 WIB
Buku :
Adam, Ahmat. 2003. Sejarah Awal Pers dan Kebangkitan http://staff.uny.ac.id/system/files/penelitian/Ririn%20Dar
Kesadaran Keindonesiaan. Jakarta: Penerbit ini,%20SS.,M.Hum./mozaik-NASIONALISME.pdf
Hasta Mitra diakses 27 Maret 2016 pada 23.20 WIB
Benny G. Setiono.2008. Tionghoa Dalam Pusaran http://ejournal.unesa.ac.id/article/2181/38/article.pdf
Politik.Jakarta: Transmedia diakses pada 1 Juli 2016 pada 22.26 WIB
Frederick ,William H.1989.Pandangan Dan Gejolak; http://ejournal.unesa.ac.id/article/20892/38/article.pdf
Masyarakat Kota dan Lahirnya Revolusi diakses pada 29 Agustus 2016 pada 13.08 WIB
Indonesia (Surabaya 1926-1946).Jakarta:
Gramedia
Ismail Taufik,1977. Sejarah dan Perkembangan Pers di
Indonesia, Jakarta:Triyinc.
Kasdi, Aminuddin. 2005. Memahami Sejarah. Unesa
University Press
Noerdjanah. Andjarwati.2010. Komunitas Tionghoa
Surabaya. Yogyakarta: Penerbit Ombak.
1549