Disusun oleh :
NPM : 180310210005
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
Jawa Barat 45363
Identitas Jurnal:
Rangking SINTA : S4
Jurnal yang ditulis oleh Aji Cahyo Baskoro, beliau merupakan dosen di Program
Studi Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, ini berjudul “Islam dalam
Pandangan Surat Kabar Jepang di Jawa (1916-1941)” merupakan jurnal yang dimuat di
Historia Madania yang berada di bawah lembaga Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati dalam edisi Volume 5, No (1) pada tahun 2021. Jurnal tersebut
mendapatkan peringkat SINTA S4 sebagai jurnal yang secara khusus membicarakan
mengenai persoalan sejarah.
Tulisan di dalam jurnal ini mengangkat sebuah topik yang cukup menarik
sekaligus masih relatif jarang dibahas secara mendalam dalam kajian maupun literatur
kesejarahan di Indonesia. Dalam tulisan tersebut, penulis mengangkat tema mengenai
persoalan hubungan antara orang-orang Jepang yang melakukan imigrasi ke Hindia
Belanda dengan gagasan maupun perkembangan Islam di Hindia Belanda, khususnya di
Jawa.
Sumber-sumber yang didapatkan dari surat kabar tersebut tentu saja menjadi
sumber primer dalam memaparkan hasil analisa dan argumentasi penulis. Selain
melalui penelusuran sumber dari surat kabar, penulis juga melengkapinya dengan
sumber-sumber sekunder, seperti buku maupun jurnal, dengan tujuan untuk
mempertajam serta membedah topik ini secara lebih komprehensif. Tentunya dalam
melakukan penelitian sejarah, metode-metode kesejarahan diterapkan sebagai bagian
integral. Mulai dari pencarian sumber, melakukan verifikasi, proses
menginterpretasikan fakta, hingga historiografi yang kemudian dituangkan dalam jurnal
ini.
Para imigran dari Jepang yang datang ke Hindia Belanda dari tahun ke tahun
relatif mengalami peningkatan. Bahkan catatan dari sensus penduduk yang dilakukan
oleh pemerintah Jepang saja hingga tahun 1939 tercatat ada sekitar 6.469 orang Jepang
yang menetap di Hindia Belanda. Populasi dari para imigran ini memiliki jumlah
terbesar di daerah Jawa dengan 4.932 orang, artinya ada sekitar dua pertiga lebih para
imigran tersebut menetap di Jawa.
Yang menarik adalah para imigran Jepang yang bertempat tinggal di Hindia
Belanda ini didominasi oleh perempuan, biasanya mereka bekerja sebagai seorang
pelacur untuk menyambung hidupnya. Namun meskipun tidak semua perempuan
imigran tersebut menjadi seorang pelacur, akan tetapi bisnis prostitusi tetaplah menjadi
bagian yang cukup vital dalam menunjang perekonomian mereka. Bisnis prostitusi
perlahan-lahan mulai ditinggalkan sekitar tahun 1910-an, hal tersebut disebabkan oleh
dibukanya Konsulat Jepang di Batavia untuk memaksa para pekerja dalam bisnis
pelacuran untuk mengganti pekerjaannya karena dianggap sebagai aib dari negara
Jepang. Setidaknya berkat hal tersebut mendorong perdagangan menjadi pekerjaan
yang dominan dilakukan oleh para imigran Jepang di Jawa, bahkan mereka berhasil
membuka beberapa toko. Dalam perkembangan berikutnya, toko-toko tersebut menjadi
sarana penting dalam pembentukan komunitas orang-orang Jepang di Hindia Belanda
secara lebih mapan, baik dalam segi sosial maupun ekonomi.
Berbagai surat kabar Jepang di Jawa semakin banyak bermunculan. Sebut saja
surat kabar Tjahaja Selatan yang menggunakan bahasa Melayu serta terbit secara
mingguan pada 1916, tahun 1920 terbit sebuah harian bernama Java Nippo di Batavia.
Dan terakhir di Semarang terbit Sinar Selatan pada 1934.
Dengan lahirnya berbagai terbitan surat kabar-surat kabar tersebut tentu saja
mereka juga ikut larut dalam suasana di zaman itu ketika tumbuh berbagai gagasan
pemikiran maupun organisasi-organisasi pergerakan yang lebih modern. Diantara
banyaknya organisasi pergerakan yang tumbuh di Indonesia di era Pergerakan Nasional,
organisasi Sarekat Islam menjadi sebuah organisasi yang dikenal oleh masyarakat pada
waktu itu. Organisasi yang berdiri tahun 1912 di Surakarta ini memiliki pengaruh yang
cukup besar karena memiliki pengikut yang loyal serta kritis dalam menyampaikan
aspirasi maupun keluhan dalam bidang ekonomi dan sosial.
Apabila kita pahami kembali bagaimana posisi SI ketika itu, setidaknya hal
tersebut menggambarkan besarnya pengaruh SI di Hindia Belanda. Tak ayal apabila
surat kabar Jepang juga turut mengikuti perkembangan dari SI, mereka lebih cenderung
mendukung SI dibandingkan menyokong pemerintah kolonial Belanda, salah satu
buktinya tertera dalam surat kabar Tjahaja Selatan yang terbit tanggal 2 Juli 1916
membahas mengenai permohonan kepindahan regent Surabaya. Dalam surat kabar
tersebut bahkan penulisnya lebih mendukung kebesaran pengaruh dari Tjokroaminoto
dibandingkan regent tersebut. Dalam hal ini Islam menurut pandangan surat kabar
Jepang tersebut dapat menjadi senjata yang cukup efektif dalam menghantam
kolonialisme.
Meskipun lebih dominan untuk dekat dengan Islam, surat kabar Jepang pun
seringkali memiliki sikap kritis terhadap Islam. Sikap kritis tersebut termanifestasikan
di dalam tulisan berjudul “Raad Agama Affaire di Pekalongan” dan dimuat oleh Sinar
Selatan tanggal 17 Juni 1939 dengan isi mengkritisi tindakan penghulu di Pengadilan
Agama Pekalongan dengan kasus penyalahgunaan jabatan dalam lembaga keagamaan.
Selain persoalan politik, tentu saja dibahas juga mengenai kehidupan sosial dari
orang-orang Jepang ketika berjumpa dengan Islam. Dalam rubrik berjudul “Jawa Fujin
Haiku-shu” di Jawa dan dimuat oleh Java Nippo tahun 1937 menggambarkan suasana
dari perayaan lebaran di Jawa, lengkap dengan penggambaran suasana dari suara
petasan, bedug serta ramainya momentum perayaan terbesar umat Islam tersebut.
Hal yang sangat menarik dan baru saya ketahui yaitu peranan surat kabar Jepang
di Jawa juga ikut serta mengikuti, menanggapi, serta mengambil sikap pada era
pergerakan, khususnya yang berkaitan dengan perkembangan Islam. Selain itu hal yang
tak kalah menarik serta baru diketahui oleh saya adalah perjumpaan antara Islam
dengan orang-orang Jepang di Jawa tidak hanya terjadi karena faktor lokal saja, seperti
tumbuhnya gerakan SI. Maksud dari faktor lokal tersebut ialah bahwa Islam bukan
sebatas dipandang sebagai ritus keagamaan saja, tetapi juga dapat menjadi kekuatan
dalam melawan kolonialisme Belanda.
Saya kira itu hal yang menarik yang baru saja saya ketahui ketika media-media
Jepang ternyata memang menaruh perhatian terhadap Islam di Hindia Belanda.
Meskipun orientasinya lebih cenderung karena alasan politik dibandingkan alasan
religi, akan tetapi hal tersebut dapat memberikan perspektif baru bagaimana orang
Jepang di Jawa pada masa itu melihat perkembangan Islam yang terbilang dinamis.
Meskipun kajian yang terdapat dalam jurnal ini sangatlah menarik, akan tetapi
ada beberapa hal yang belum lengkap pembahasannya atau bahkan sepertinya belum
sempat untuk dibahas. Pembahasan yang menurut saya belum lengkap yaitu mengenai
proses imigrasi dari orang-orang Jepang tersebut menuju Jawa serta bagaimana
dinamika pertemuan antara para imigran Jepang dengan Islam, terlebih lagi
ketertarikan surat kabar-surat kabar dalam melihat perkembangan Islam. Kedua hal
tersebut yang saya rasa belum terlalu tuntas untuk dibahas.
Terakhir mengenai hal yang belum dibahas dalam jurnal ini berkaitan dengan
respon dari kelompok Islam sendiri dengan hadirnya beberapa surat kabar Jepang yang
turut menaruh simpati kepada mereka, apakah mereka mengapresiasi atau terdapat
kemungkinan lainnya. Lalu tidak dibahas pula mengenai bagaimana sikap surat
kabar-surat kabar Jepang tersebut terhadap organisasi bercorak Islam lainnya di masa
itu, selain SI, seperti NU atau Muhammadiyah. Dan terakhir adalah belum dibahasnya
terkait respon pemerintah kolonial dengan adanya beberapa artikel dalam surat kabar
Jepang tersebut yang lebih condong mendukung gerakan Islam. Hal-hal tersebut yang
belum sempat dibahas dalam jurnal ini, meskipun secara keseluruhan jurnal tersebut
memang memberikan perspektif baru serta memperkaya topik sejarah di Indonesia.