Anda di halaman 1dari 7

TUGAS REVIEW JURNAL

“ISLAM DALAM PANDANGAN SURAT KABAR JEPANG DI JAWA


(1916-1941)”

Disusun oleh :

Nama : Muhammad Firyal Dzikri

NPM : 180310210005

Dosen Pengampu : Ayu Septiani, M.Hum.

Mata Kuliah : Pergerakan Nasional

FAKULTAS ILMU BUDAYA

UNIVERSITAS PADJADJARAN

2022

Jl. Raya Bandung Sumedang KM.21, Hegarmanah, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang,
Jawa Barat 45363
Identitas Jurnal:

Nama Penulis : Aji Cahyo Baskoro

Afiliasi Penulis : Program Studi Sejarah Universitas Sanata Dharma,


Yogyakarta

Judul Jurnal : Islam dalam Pandangan Surat Kabar Jepang di Jawa


(1911-1941)

Nama Jurnal : Historia Madania

Edisi Jurnal : Volume 5, No (1)

Tanggal Terbit : 2021

Lembaga yang Menerbitkan : Universitas Islam Negeri Sunan Gunung Djati

Rangking SINTA : S4

Jurnal yang ditulis oleh Aji Cahyo Baskoro, beliau merupakan dosen di Program
Studi Sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, ini berjudul “Islam dalam
Pandangan Surat Kabar Jepang di Jawa (1916-1941)” merupakan jurnal yang dimuat di
Historia Madania yang berada di bawah lembaga Universitas Islam Negeri Sunan
Gunung Djati dalam edisi Volume 5, No (1) pada tahun 2021. Jurnal tersebut
mendapatkan peringkat SINTA S4 sebagai jurnal yang secara khusus membicarakan
mengenai persoalan sejarah.

Tulisan di dalam jurnal ini mengangkat sebuah topik yang cukup menarik
sekaligus masih relatif jarang dibahas secara mendalam dalam kajian maupun literatur
kesejarahan di Indonesia. Dalam tulisan tersebut, penulis mengangkat tema mengenai
persoalan hubungan antara orang-orang Jepang yang melakukan imigrasi ke Hindia
Belanda dengan gagasan maupun perkembangan Islam di Hindia Belanda, khususnya di
Jawa.

Penulis mengangkat persoalan ini dengan melakukan penelitian terhadap


berbagai surat kabar-surat kabar Jepang di Hindia Belanda sepanjang tahun 1916
hingga 1941 untuk melihat perspektif para imigran tersebut dalam menilai Islam,
berbagai pandangan dari orang-orang Jepang tersebut yang kemudian dimuat melalui
penerbitan surat kabar.
Dalam proses penelusuran sumber, penulis hanya membatasi penelitiannya ke
dalam tiga surat kabar saja yang terbit di Jawa dengan rentang tahun antara 1916
hingga 1941. Alasan utama mengapa hanya memilih tiga surat kabar saja dikarenakan
tiga surat kabar tersebut lebih banyak membahas dan menerbitkan tulisan-tulisan yang
berkaitan dengan Islam. Adapun ketiga surat kabar tersebut yaitu Tjahaja Selatan yang
diterbitkan di Surabaya pada 1916, Java Nippo pada 1920 hingga 1937 di Batavia, dan
Sinar Selatan di Semarang pada 1938 hingga 1941.

Sumber-sumber yang didapatkan dari surat kabar tersebut tentu saja menjadi
sumber primer dalam memaparkan hasil analisa dan argumentasi penulis. Selain
melalui penelusuran sumber dari surat kabar, penulis juga melengkapinya dengan
sumber-sumber sekunder, seperti buku maupun jurnal, dengan tujuan untuk
mempertajam serta membedah topik ini secara lebih komprehensif. Tentunya dalam
melakukan penelitian sejarah, metode-metode kesejarahan diterapkan sebagai bagian
integral. Mulai dari pencarian sumber, melakukan verifikasi, proses
menginterpretasikan fakta, hingga historiografi yang kemudian dituangkan dalam jurnal
ini.

Adapun pendekatan yang dilakukan penulis dalam melakukan penelitian ini


yaitu lebih menekankan terhadap pendekatan politik, meskipun sedikit disinggung pula
terkait perspektif orang-orang Jepang di Jawa terhadap Islam dalam kehidupan
sehari-hari. Pendekatan politik tentu saja berkaitan dengan semakin kuatnya pengaruh
Islam melalui gerakan organisasi, seperti Sarekat Islam, maupun faktor-faktor global
lainnya yang nanti akan coba saya jelaskan.

Tulisan ini membuka pembahasannya dengan melihat dinamika terbentuknya


kelompok imigran orang-orang Jepang ke Jawa, momentum dari imigrasi ini merupakan
buah dari berakhirnya politik isolasi yang diterapkan Jepang dan berakhir ketika
dilaksanakannya Restorasi Meiji tahun 1868. Pada hakikatnya alasan mereka melakukan
migrasi lebih didasarkan terhadap faktor mencari peruntungan perekonomian di negeri
yang hendak mereka tuju, salah satunya ke Hindia Belanda.

Para imigran dari Jepang yang datang ke Hindia Belanda dari tahun ke tahun
relatif mengalami peningkatan. Bahkan catatan dari sensus penduduk yang dilakukan
oleh pemerintah Jepang saja hingga tahun 1939 tercatat ada sekitar 6.469 orang Jepang
yang menetap di Hindia Belanda. Populasi dari para imigran ini memiliki jumlah
terbesar di daerah Jawa dengan 4.932 orang, artinya ada sekitar dua pertiga lebih para
imigran tersebut menetap di Jawa.

Yang menarik adalah para imigran Jepang yang bertempat tinggal di Hindia
Belanda ini didominasi oleh perempuan, biasanya mereka bekerja sebagai seorang
pelacur untuk menyambung hidupnya. Namun meskipun tidak semua perempuan
imigran tersebut menjadi seorang pelacur, akan tetapi bisnis prostitusi tetaplah menjadi
bagian yang cukup vital dalam menunjang perekonomian mereka. Bisnis prostitusi
perlahan-lahan mulai ditinggalkan sekitar tahun 1910-an, hal tersebut disebabkan oleh
dibukanya Konsulat Jepang di Batavia untuk memaksa para pekerja dalam bisnis
pelacuran untuk mengganti pekerjaannya karena dianggap sebagai aib dari negara
Jepang. Setidaknya berkat hal tersebut mendorong perdagangan menjadi pekerjaan
yang dominan dilakukan oleh para imigran Jepang di Jawa, bahkan mereka berhasil
membuka beberapa toko. Dalam perkembangan berikutnya, toko-toko tersebut menjadi
sarana penting dalam pembentukan komunitas orang-orang Jepang di Hindia Belanda
secara lebih mapan, baik dalam segi sosial maupun ekonomi.

Pembentukan dari kelompok imigran Jepang tersebut turut berpengaruh


terhadap munculnya berbagai surat kabar-surat kabar yang diampu oleh orang-orang
Jepang itu sendiri di Jawa. Penerbitan surat kabar tersebut tentu saja bukan tanpa
alasan, sebab surat kabar dijadikan sebagai media dalam berkomunikasi sekaligus
sebagai bahan legitimasi mengenai eksistensi mereka, dengan adanya dasar legitimasi
tersebut serta sebagai media berkomunikasi tentu saja berbagai gagasan mereka dapat
dituangkan serta disebarluaskan kepada para pembaca.

Berbagai surat kabar Jepang di Jawa semakin banyak bermunculan. Sebut saja
surat kabar Tjahaja Selatan yang menggunakan bahasa Melayu serta terbit secara
mingguan pada 1916, tahun 1920 terbit sebuah harian bernama Java Nippo di Batavia.
Dan terakhir di Semarang terbit Sinar Selatan pada 1934.

Dengan lahirnya berbagai terbitan surat kabar-surat kabar tersebut tentu saja
mereka juga ikut larut dalam suasana di zaman itu ketika tumbuh berbagai gagasan
pemikiran maupun organisasi-organisasi pergerakan yang lebih modern. Diantara
banyaknya organisasi pergerakan yang tumbuh di Indonesia di era Pergerakan Nasional,
organisasi Sarekat Islam menjadi sebuah organisasi yang dikenal oleh masyarakat pada
waktu itu. Organisasi yang berdiri tahun 1912 di Surakarta ini memiliki pengaruh yang
cukup besar karena memiliki pengikut yang loyal serta kritis dalam menyampaikan
aspirasi maupun keluhan dalam bidang ekonomi dan sosial.

Apabila kita pahami kembali bagaimana posisi SI ketika itu, setidaknya hal
tersebut menggambarkan besarnya pengaruh SI di Hindia Belanda. Tak ayal apabila
surat kabar Jepang juga turut mengikuti perkembangan dari SI, mereka lebih cenderung
mendukung SI dibandingkan menyokong pemerintah kolonial Belanda, salah satu
buktinya tertera dalam surat kabar Tjahaja Selatan yang terbit tanggal 2 Juli 1916
membahas mengenai permohonan kepindahan regent Surabaya. Dalam surat kabar
tersebut bahkan penulisnya lebih mendukung kebesaran pengaruh dari Tjokroaminoto
dibandingkan regent tersebut. Dalam hal ini Islam menurut pandangan surat kabar
Jepang tersebut dapat menjadi senjata yang cukup efektif dalam menghantam
kolonialisme.

Selain mengikuti sekaligus mengambil sikap dalam melihat perkembangan Islam


di Hindia Belanda, surat kabar tersebut juga berusaha menentang berbagai anggapan
yang mencurigai serta memojokan Islam. Penulis memberikan contoh dari dua surat
kabar, yang pertama adalah surat kabar dari Java Nippo pada 29 Mei 1921 dengan judul
“Arabs in Java” menjelaskan bahwa Islam seringkali dicurigai oleh pemerintah kolonial
tanpa alasan yang pasti dan yang kedua berjudul “The Significance of Jihad” terbit pada
17 Februari 1921 melihat anggapan miring terhadap Islam dalam skala yang lebih luas.

Meskipun lebih dominan untuk dekat dengan Islam, surat kabar Jepang pun
seringkali memiliki sikap kritis terhadap Islam. Sikap kritis tersebut termanifestasikan
di dalam tulisan berjudul “Raad Agama Affaire di Pekalongan” dan dimuat oleh Sinar
Selatan tanggal 17 Juni 1939 dengan isi mengkritisi tindakan penghulu di Pengadilan
Agama Pekalongan dengan kasus penyalahgunaan jabatan dalam lembaga keagamaan.

Selain persoalan politik, tentu saja dibahas juga mengenai kehidupan sosial dari
orang-orang Jepang ketika berjumpa dengan Islam. Dalam rubrik berjudul “Jawa Fujin
Haiku-shu” di Jawa dan dimuat oleh Java Nippo tahun 1937 menggambarkan suasana
dari perayaan lebaran di Jawa, lengkap dengan penggambaran suasana dari suara
petasan, bedug serta ramainya momentum perayaan terbesar umat Islam tersebut.

Hal yang sangat menarik dan baru saya ketahui yaitu peranan surat kabar Jepang
di Jawa juga ikut serta mengikuti, menanggapi, serta mengambil sikap pada era
pergerakan, khususnya yang berkaitan dengan perkembangan Islam. Selain itu hal yang
tak kalah menarik serta baru diketahui oleh saya adalah perjumpaan antara Islam
dengan orang-orang Jepang di Jawa tidak hanya terjadi karena faktor lokal saja, seperti
tumbuhnya gerakan SI. Maksud dari faktor lokal tersebut ialah bahwa Islam bukan
sebatas dipandang sebagai ritus keagamaan saja, tetapi juga dapat menjadi kekuatan
dalam melawan kolonialisme Belanda.

Selain faktor lokal yang telah disebutkan di bagian sebelumnya, ternyata


keterkaitan antara munculnya kabar berita di Jawa dengan kedekatannya dengan Islam
juga dipengaruhi oleh faktor global manakala terjadinya keserasian antara
Pan-Islamisme dengan Asianisme dalam melawan kolonialisme. Bahkan pada 1909 saja
di Jepang berdiri sebuah organisasi Ajia Gikai yang menjadi penghubung antara Jepang
dengan dunia Islam. Bahkan banyak bermunculan organisasi seperti Ajia Gikai ini yang
berdampak kepada makin banyaknya pembahasan mengenai Islam di Jepang pada
pertengahan dasawarsa 1920-an.

Saya kira itu hal yang menarik yang baru saja saya ketahui ketika media-media
Jepang ternyata memang menaruh perhatian terhadap Islam di Hindia Belanda.
Meskipun orientasinya lebih cenderung karena alasan politik dibandingkan alasan
religi, akan tetapi hal tersebut dapat memberikan perspektif baru bagaimana orang
Jepang di Jawa pada masa itu melihat perkembangan Islam yang terbilang dinamis.

Meskipun kajian yang terdapat dalam jurnal ini sangatlah menarik, akan tetapi
ada beberapa hal yang belum lengkap pembahasannya atau bahkan sepertinya belum
sempat untuk dibahas. Pembahasan yang menurut saya belum lengkap yaitu mengenai
proses imigrasi dari orang-orang Jepang tersebut menuju Jawa serta bagaimana
dinamika pertemuan antara para imigran Jepang dengan Islam, terlebih lagi
ketertarikan surat kabar-surat kabar dalam melihat perkembangan Islam. Kedua hal
tersebut yang saya rasa belum terlalu tuntas untuk dibahas.

Terakhir mengenai hal yang belum dibahas dalam jurnal ini berkaitan dengan
respon dari kelompok Islam sendiri dengan hadirnya beberapa surat kabar Jepang yang
turut menaruh simpati kepada mereka, apakah mereka mengapresiasi atau terdapat
kemungkinan lainnya. Lalu tidak dibahas pula mengenai bagaimana sikap surat
kabar-surat kabar Jepang tersebut terhadap organisasi bercorak Islam lainnya di masa
itu, selain SI, seperti NU atau Muhammadiyah. Dan terakhir adalah belum dibahasnya
terkait respon pemerintah kolonial dengan adanya beberapa artikel dalam surat kabar
Jepang tersebut yang lebih condong mendukung gerakan Islam. Hal-hal tersebut yang
belum sempat dibahas dalam jurnal ini, meskipun secara keseluruhan jurnal tersebut
memang memberikan perspektif baru serta memperkaya topik sejarah di Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai