Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ahmad Hassan (1887-1958) adalah ikon utama organisasi Pembaharu

Islam abad ke20, Persatuan Islam, sekalipun ia baru bergabung sekitar tiga tahun

setelah organisasi ini berdiri. Bahkan, boleh dikatakan bahwa A.Hassan lah yang

telah memberi warna dan identitas bagi Persatuan Islam. Pemikiran-pemikiran

A.Hassanlah yang nanti menjadi fondasi dasar pengembangan pemikiran di

Persatuan Islam. Oleh sebab itu, tidak heran apabila membicarakan Persis,

terutama pada paruh pertama abad ke-20 harus membicarakan A.Hassan.

demikian pula sebaliknya. Apabila A.Hassan dibicarakan, maka sosoknya itu

tidak bisa dipisahkan dari organisasi yang ia ikut bergabung di dalamnya itu.

A.Hassan adalah Persis dan Persis adalah A.Hassan. Paling tidak ungkapan ini

benar sampai menjelang Indonesia merdeka.1

Apa yang dilakukan A.Hassan bersama Persis juga telah memberi warna

yang khas dalam perkembangan sejarah bangsa ini. Walaupun Persis bukan

organisasi dengan banyak pengikut seperti Muhammadiyyah dan NU, namun

gerakannya yang khas memperlihatkan kepeloporan dan pengaruhnya yang cukup

penting di Indonesia, walaupun tidak harus selalu disebut paling menentukan.

Kepeloporan itulah yang menandai kontribusi A.Hassan dan Persis terhadap

perkembangan sejarah Indonesia pada masa-masa berikutnya.

1
Tiar Anwar Bachtiar, Risalah Politik A.Hassan. (Jakarta: Pembela Islam, 2013), p.9.
Penulis ingin mengeksplorasi bagaimana pemikiran Politik A.Hassan dan

apa peran yang diberikan A.Hassan bersama Persis bagi bangsa ini.

Membicarakan masalah ini cukup penting mengingat beberapa hal. Pertama,

selama ini dalam memori historis pada umumnya bangsa ini banyak yang tidak

merekam tokoh penting yang satu ini, juga gerakan persis yang di dalamnya ia

bergabung. Padahal, ada beberapa peristiwa penting dalam sejarah bangsa atau

tokoh yang dianggap penting bangsa ini yang berhubungan dengan sosok

A.Hassan dan Persis. Kedua, sampai saat ini Persis termasuk salah satu organisasi

yang masih bertahan dan cenderung brekembang dengan baik, tidak menunjukan

tren menurun menuju kehancuran. Fenomena ini menandakan bahwa Persis telah

ikut berkontribusi dalam proses “menjadi” Indonesia. Ini tentu saja tidak bisa

dilepaskan dari peran A.Hassan yang sudah meletakkan tiang pancang intelektual

bagi gerakan ini. Ketiga, dalam konteks perkembangan intelektual di negeri ini,

semestinya tidak aka nada seorang pengkaji pun yang layak untuk tidak mengupas

A.Hassan saat ia membahas perkembangannya pada paruh pertama abad ke-20.

Untuk itu, ada beberapa isu yang akan dikupas dalam tulisan ini, antara lain

tentang pemikiran politik A.Hassan tentang negara dan demokrasi juga

kepeloporan intelektualnya pada paruh pertama abad ke-20.2

A.Hassan dalam konteks ini bukanlah aktivis politik, walaupun

hubungannya banyak juga dengan para aktivis politik. Hanya saja karena concern-

nya bukan pada persoalan-persoalan politik praktis, maka hubungannya dengan

2
Ibid hal 12
para aktivis politik pun dalam konteks yang ia geluti, yaitu pemikiran Islam.

Contoh paling populer adalah A.Hassan dengan Soekarno.

Selain hubungan A.Hassan dengan tokoh nasionalis Sukarno sebagai

hubungan guru dan murid dalam masalah-masalah agama, A.Hassan juga

memiliki murid yang cerdas, berbakat, dan sangat berpengaruh dalam sejarah

Indonesia, yaitu Mohammad Natsir. M. Natsir yang sama-sama seperti Soekarno

datang ke Bandung untuk melanjutkan studi, justru malah berubah haluan saat

bertemu dengan A.Hassan. M.Natsir pun akhirnya memutuskan untuk ikut aktif di

dalam politik melalui Masyumi yang mengantarkannya pada jabatan-jabatan

strategis di pemerintahan dan akhirnya menjadi Perdana Menteri tahun 1950.3

Setelah kita tahu posisi A.Hassan bila disandingkan dengan tokoh-tokoh

yang dianggap sebagai pelopor pergerakan nasionalis di Indonesia, maka

kemudian perlu ditanyakan apa yang telah disumbangkan A.Hassan untuk Isam di

Indonesia dan untuk Indonesia pada umumnya yang berkaitan dengan konsep

Negara dan Demokrasi?

Membaca A.Hassan dari aktivisme poitiknya memang tidak akan

menemukan sesuatu yang powerfull mengingat posisi A.Hassan yang bukan

politisi dan ebih memosisikannya sebagai guru. Sebagai guru, ia telah melahirkan

politisi-politisi handal dan berkarakter seperti M. Natsir dan M. Isa Anshary,

kedua-keduanya adalah murid A.Hassan di Persatuan Islam dan menjadi aktivis

3
A.Hassan, A.B.C Politik. (Bangil: Pesantren Persatuan Islam, 1939), p.33.
Masyumi setelah zaman kemerdekaan. A.Hassan sendiri memilih untuk tidak ikut

terjun dalam politik praktis dan tetap memosisikan diri sebagai guru.4

Oleh sebab itu, yang paling penting dalam melihat peran A.Hassan dalam

politik adalah menggali warisan pemikirannya. Sampai saat ini penulis baru dapat

menemukan tiga buku A.Hassan yang terkait langsung dengan politik antara lain

A.B.C Poltik, Islam dan Kebangsaan dan Kedaulatan dalam Islam. Kita akan

membaca pemikiran A.Hassan ini mulai dari pengenalannya terhadap apa yang

dipahaminya tentang realitas poitik. Pengenalan A.Hassan ini tercermin dari

karyanya A.B.C Politik.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang yang dipaparkan diatas, dapat ditarik

sebuah rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana pemikiran politik A.Hassan tentang Negara dan

Demokrasi?

2. Bagaimana relevansi pemikiran A.Hassan tentang Negara dan

Demokrasi dalam system politik Indonesia?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan peninjauan dalam permasalahan yang telah dipaparkan oleh

penulis sebelumnya, yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah:

4
Tiar Anwar Bachtiar dan Pepen Irfan Fauzan, Persis dan Politik; Sejarah Pemikiran dan
Aksi Politik Persis 1923-1997. (Jakarta: Pembela Isam, 2012), p.41.
1. Untuk mengetahui bagaimana pemikiran politik A.Hassan tentang

Negara dan Demokrasi.

2. Untuk mengetahui bagaimana relevansi pemikiran A.Hassan tentang

Negara dan Demokrasi dalam system politik Indonesia.

D. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi hanya pada permasalahan pemikiran politik

A.Hassan tentang Negara dan Demokrasi.

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Dengan tujuan yang ditetapkan diatas, hasil penelitian ini diharapkan dapat

berguna bagi berbagai pihak, diantaranya: Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan sumbangan bagi pengembangan ilmu-ilmu social, khususnya ilmu

politik. Pengembangan tersebut diharapkan bisa menjadi bahan materi bagi

perkuliahan dan peneitian-peneitian selanjutnya yang berkenaan dengan kajian

pemikiran politik Islam.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan menjadi manfaat bagi peneiti untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan dandiharapkan dapat menjadi masukan

seluruh civitas akademika Universitas Siliwangi dan menjadi bahan rujukan atau

referensi bagi khususnya mahasiswa Fisip Unsil dalam memahami tokoh-tokoh

pemikiran politik Islam Indonesia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Terbentuk Negara

1. Definisi Negara

Berbagai pengertian tentang Negara banyak dikemukakan oleh para

ilmuan politik. Masing-masing ahli politik mengemukakan definisi yang berbeda

mengenai Negara. Harold Laski seorang ilmuan politik asal Inggris memberikan

pengertian Negara sebagai suatu masyarakat yang diintegrasikan karena

mempunyai wewenang yang bersifat memaksa dan yang secara sah lebih berkuasa

daripada individu atau kelompok yang merupakan bagian dari masyarakat. 5 lain

hal nya dengan Max Weber, seorang sosiolog yang paling berpengaruh dalam

perkembangan ilmu social mengemukakan bahwa Negara adalah suatu

masyarakat yang mempunyai monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara

sah dalam suatu wilayah. Pengertian dua imuan politik di atas menekankan pada

satu ha yang sama, yaitu suatu organisasi masyarakat yang berwenang

menggunakan kekerasan secara legal. Negara berkuasa mengatur masyarakat dan

dapat memaksakan suatu undang-undang atau peraturan kepada masyarakat dalam

suatu wilayah.

2. Proses Terbentuknya Negara6

5
Prof. Miriam Budiardjo, Dasar-dasar Ilmu Politik. (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama,
2008), p.49.
6
https://diahsulistiyanti.wordpress.com/2015/03/14/proses-terbentuknya-negara/
(Diakses 6 juni 2016)
Proses Terbentuknya Negara Pada umumnya ada 3 (tiga) pendekatan

dalam mempelajari terjadinya negara, yaitu:

a. Pertumbuhan Primer dan Sekunder

1) Fase Genootschaft

Kehidupan manusia diawali dan sebuah keluarga, kemudian berkembang

luas menjadi kelompok-kelompok masyarakat hukum tertentu (suku). Sebagai

pimpinan, kepala suku bertanggungjawab terhadap penyelenggaraan kehidupan

bersama. Kepala suku merupakan primus interpares (orang pertama di antara yang

sederajat) dan memimpin suatu suku, yang kemudian berkembang luas baik

karena faktor alami maupun karena penaklukan-penaklukan. Kepala suku sebagai

primus interpares kemudian menjadi seorang raja dengan cakupan wilayah yang

lebih luas. Untuk menghadapi kemungkinan adanya wilayah/suku lain yang

memberontak, kerajaan membeli senjata dan membangun semacam angkatan

bersenjata yang kuat sehingga raja menjadi berwibawa. Dengan demikian lambat

laun tumbuh kesadaran akan kebangsaan dalam bentuk negara nasional.

2) Fase Negara Nasional

Pada awalnya negara nasional diperintah oleh raja yang absolut dan

tersentralisasi. Semua rakyat dipaksa mematuhi kehendak dan perintah raja.

Hanya ada satu identitas kebangsaan. Fase demikian dinamakan fase nasional.

3) Fase Negara Demokrasi


Rakyat yang semakin lama memiliki kesadaran kebangsaan kemudian

tidak ingin diperintah oleh raja yang absolut. Ada keinginan rakyat untuk

mengendalikan pemerintahan dan memilih pemimpinnya sendiri yang dianggap

dapat mewujudkan aspirasi mereka. Fase mi lebih dikenal dengan “kedaulatan

rakyat”, yang pada akhirnya mendorong lahirnya negara demokrasi. Menurut

pendekatan pertumbuhan sekunder, negara sebelumnya telah ada. Namun karena

adanya revolusi, intervensi, dan penakiukan, muncullah negara yang

menggantikan negara yang ada tersebut.

b. Pendekatan Teoritis

Pendekatan teoritis pertumbuhan negara adalah pendekatan yang

berdasarkan pada pendapat-pendapat para ahli yang masuk akal dan berbagai hasil

penelitian.

c. Pendekatan factual

Pendekatan faktual adalah pendekatan yang didasarkan pada kenyataan-

kenyataan yang benar-benar terjadi, yang diungkap dalam sejarah (kenyataan

historis).

3. . Unsur-unsur Negara7

a. Unsur Konstuktif adalah unsur yang mutlak harus ada pada saat

negara didirikan. Harus ada wilayahnya, Harus ada rakyatnya, dan

Harus ada pemerintahnya.

7
https://diahsulistiyanti.wordpress.com/2015/03/14/proses-terbentuknya-negara/
(Diakses 6 juni 2016)
b. Unsur Deklaratif adalah unsur yang tidak mutlak pada saat negara

berdiri, tetapi unsur ini boleh di penuhi atau menyusul di penuhi

setelah negara berdiri. Harus ada tujuannya, Harus ada Kedaulatan.

4. Bentuk-Bentuk Negara

a. Negara kesatuan (unitarisem) adalah suatu Negara yang merdeka

dan berdaulat, dimana kekuasaan untuk mengurus seluruh

pemerintahan dalam Negara itu ada pada pusat Negara kesatuan

dengan sistem sentralisasi. Didalam sistem ini, segala sesuatu

dalam Negara langsung diatur dan diurus pemerintah pusat. Negara

kesatuan dengan sistem desentralisasi. Didalam Negara ini daerah

diberi kewenangan untuk mengatur dan mengurus rumah

tangganya sendiri.

b. Negara serikat (federasi) adalah Negara yang terjadi dari

penggabungan beberapa Negara yang semua berdiri sendiri sebagai

Negara yang merdeka, berdaulat, kedalam suatu ikatan kerjasa

yang efektif untuk melaksanakan urusan secara bersama.

5. Tugas-Tugas Negara

Negara merupakan alat (agency) atau wewenang (authory) yagn mengatur

atau mengendalikan persoalan-persoalan bersama atas nama masyarakat. Oleh

karena itu Negara mempunyai dua tugas yaitu :

a. Mengatur dan mengendalikan gejala-gejala kekuasaan yang

asosial, artinya yang bertentangan satu sama lain supaya tidak

menjadi antagonisme yang membahayakan.


b. Mengorganisasi dan mengintegrasikan kegiatan manusia dan

golongan-golongan kearah tercapainya tujuan-tujuan dari

masyarakat seluruhny atau tujuan sosial.

B. Tentang Demokrasi8

1. Pengertian Demokrasi

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya

memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup

mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung

atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan

hukum. Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang

memungkinkan adanya praktik kebebasan politik secara bebas dan setara.

Kata demokrasi (democracy) sendiri sudah ada sejak abad ke-16 dan

berasal dari bahasa Perancis Pertengahan dan Latin Pertengahan lama. Suatu

pemerintahan demokratis berbeda dengan bentuk pemerintahan yang

kekuasaannya dipegang satu orang, seperti monarki, atau sekelompok kecil,

seperti oligarki. Apapun itu, perbedaan-perbedaan yang berasal dari filosofi

Yunani inisekarang tampak ambigu karena beberapa pemerintahan kontemporer

mencampur aduk elemen-elemen demokrasi, oligarki, dan monarki. Karl Popper

mendefinisikan demokrasi sebagai sesuatu yang berbeda dengan kediktatoran atau

tirani, sehingga berfokus pada kesempatan bagi rakyat untuk mengendalikan para

pemimpinnya dan menggulingkan mereka tanpa perlu melakukan revolusi.

8
http://www.softilmu.com/2015/01/pengertian-ciri-macam-macam-demokrasi-
adalah.html?m=1 (Diakses 6 juni 2016)
2. Jenis-jenis Demokrasi

Ada beberapa jenis demokrasi, tetapi hanya ada dua bentuk dasar.

Keduanya menjelaskan cara seluruh rakyat menjalankan keinginannya. Bentuk

demokrasi yang pertama adalah demokrasi langsung, yaitu semua warga negara

berpartisipasi langsung dan aktif dalam pengambilan keputusan pemerintahan. Di

kebanyakan negara demokrasi modern, seluruh rakyat masih merupakan satu

kekuasaan berdaulat namun kekuasaan politiknya dijalankan secara tidak

langsung melalui perwakilan; ini disebut demokrasi perwakilan. Konsep

demokrasi perwakilan muncul dari ide-ide dan institusi yang berkembang pada

Abad Pertengahan Eropa, Era Pencerahan, dan Revolusi Amerika Serikat dan

Perancis.

3. Contoh Negara yang Menganut Sistem Demokrasi

Kata "demokrasi" pertama muncul pada mazhab politik dan filsafat

Yunani kuno di negara-kota Athena. Dipimpin oleh Cleisthenes, warga Athena

mendirikan negara yang umum dianggap sebagai negara demokrasi pertama pada

tahun 508-507 SM. Cleisthenes disebut sebagai "bapak demokrasi Athena.

Demokrasi Athena berbentuk demokrasi langsung dan memiliki dua ciri

utama: pemilihan acak warga biasa untuk mengisi jabatan administratif dan

yudisial di pemerintahan, dan majelis legislatif yang terdiri dari semua warga

Athena. Demokrasi Athena tidak hanya bersifat langsung dalam artian keputusan

dibuat oleh majelis, tetapi juga sangat langsung dalam artian rakyat, melalui

majelis, boule, dan pengadilan, mengendalikan seluruh proses politik disebagian

besar warga negara terus terlibat dalam urusan publik. Meski hak-hak individu
tidak dijamin oleh konstitusi Athena dalam arti modern (bangsa Yunani kuno

tidak punya kata untuk menyebut "hak"), penduduk Athena menikmati kebebasan

tidak dengan menentang pemerintah, tetapi dengan tinggal di sebuah kota yang

tidak dikuasai kekuatan lain dan menahan diri untuk tidak tunduk pada perintah

orang lain.

C. Hubungan Agama dan Negara

Pencarian mengenai konsep merupakan salah satu isu sentral dalam

sejarah pemikiran politik Islam. Pemikiran politik Islam sesungguhnya upaya

pencarian landasan intelektual bagi fungsi dan peranan Negara atau pemerintahan

sebagai factor instrumental untuk memenuhi kepentingan dan kesejahteraan

masyarakat. Pemikiran politik Islam dalam hal ini merupakan ijtihad dalam

rangka menemukan nilai-nilai Islam dalam konteks system dan proses yang

berkembang.

Awal mula hubungan agama dan Negara terjadi pada abad pertengahan di

eropa. Yaitu kekaisaran Romawi yang mayoritas agama Kristen mendominasi

dalam kehidupan bernegara. Pada saat itu muncul istilah Negara teokrasi mutlak

atau absolut dari Santo Agustinus.

Dalam agam Islam terjadi perdebatan tentang hubungan agama dan

Negara. Hal ini terjadi karena perbedaan penafsiran terhadap teks AlQuran dan

AlHadits. Perbedaan penafsiran ini karena sifat Islam yang multi imtepretatif.

Islam memiliki prinsip-prinsip yang tetap dalam nilai serta ibadah namun dalam

hal muamalah memiliki konteks yang perbedaan penafsiran dalam setiap

zamannya. Karena itu tidak dipungkiri terdapat perdebatan panjang daam hal
penafsiran hubungan agama dan Negara. Meskipun terjadi perdebatan tersebut,

kaum muslimin meyakini bahwa Islam merupakan agama yang sempurna.

Menurut Manawir Sjadzali terdapat tiga paradigma dalam melihat

hubungan agama dengan Negara, yaitu: pertama paradigm integralistik dalam

konsep ini agama dan Negara menyatu yang artinya hubungan dimana agama dan

Negara memiliki kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Ini dapat diartikan bahwa

Negara merupakan lembaga politik sekaligus lembaga kenegaraan atau yang lebih

dikenal Negara Agama. Paradigm ini dianut oleh kelompok Syi’ah dengan

menyebut Negara (ad-dawlah) diganti dengan istilah imamah (kepemimpinan)

sebagai lembaga kenegaraan.

Kedua paradigma simbiotik. Dalam paradigma ini dapat diartikan

hubungan agama dan Negara memiliki hubungan timbal balik atau saling

membutuhkan. Menurut pandangan simbiotik bahwa agama harus dijaankan

secara baik, senada dengan apa yang dikatakan Mawardi kepemimpinan Negara

sebagai instrument kehidupan bernegara. Negara tidak dapat terlepas agama,

karena tanpa agama akan terjadi kekisruhan dan kekacauan.

Ketiga paradigma sekuleristik. Paradigma ini berbeda dengan paradigma

integralistik maupun simbiotik, yaitu menolak atau memisahkan dan membedakan

hubungan antara agama dan Negara dengan tidak adanya hubungan antara system

kenegaraan dan agama. Daam pandangan ini Negara adalah hubungan manusia

dengan manusia lain atau urusan duniawi.

D. Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan menggunakan metode penelitian studi tokoh sering

digunakan dalam penelitian. Berikut ini adalah peneitian terdahulu mengenai studi

tokoh:

Pemikiran Politik A.Hassan. Oleh Agustya Rahman, Mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum Jurusan Jinayah Siyasah tahun 2015

Metode penelitian dan model yang digunakan sama dengan yang akan

digunakan pada penelitian ini, yaitu metode penelitian studi tokoh. Perbedaan

yang mendasar dari kedua peneliti ini adalah objeknya. Dalam penelitian Agustya

Rahman objek penelitiannya adalah pandangan Politik A.Hassan secara umum.

Penelitian yang dilakukan oleh Agustya Rahman tersebut memberikan kontribusi

terhadap penelitian ini yaitu daam hal metode penelitian studi tokoh.
BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif.

Penelitian kualitatif adalah sebagai sebuah proses penyelidikan untuk memahami

masalah sosial atau masaah manusia berdasarkan pada penciptaan gambar holistic

yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara

terperinci dan disusun dalam sebuah latar ilmiah. Penelitian kualitatif merupakan

focus perhatian dengan beragam metode, yang mencakup pendekatan

interpretative dan naturalistic terhadap subjek kajiannya.9

Selain itu, penelitian ini merupakan jenis penelitian studi tokoh. Penelitian

studi tokoh yaitu penelitian terhadap kehidupan seseorang tokoh dalam

hubungannya dengan masyarakat, sifat-sifat, watak, pemikiran dan ide serta

pengaruh pemikirannya dan idenya dalam perkembangan sejarah. Dalam hal ini,

yang akan diteliti adalah Pemikiran politik A.Hassan tentang Negara dan

Demokrasi. Dengan demikian, kajian dalam penelitian ini akan difokuskan hanya

kepada pemikiran politik A.Hassan tentang Negara dan Demokrasi.10

B. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan historis dengan

menginterpretasikan karya sang tokoh untuk menangkap arti dan nuansa yang
9
Hamid Patalima, Metode Penelitian Kualitatif. (Bandung: Alfabeta, 2013), p.3.
10
Irsandy Maulida. Pemikiran Politik Mohammad Natsir Mengenai Dasar Negara Isam.
(Tasikmalaya: Universitas Siliwangi Program Studi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, 2012),p.48.
dimaksudkan tokoh secara khas. Studi tokoh sendiri bersifat historis factual, yang

menekankan pada pemikiran sang tokoh. Objek yang diteliti dalam metode ini

beragam, misalnya aspek-aspek dari pemikiran si tokoh yang diteliti. Aspek-aspek

dalam penelitian model ini dapat berupa pemikiran si tokoh yang diteliti, seluruh

karya atau topic karyanya, madzhab atau aliran si tokoh dan bias juga hanya satu

buku karya si tokoh.11 Dengan demikian, penelitian ini diharapkan mampu

memahami dan menggambarkan dengan baik pemikiran Politik A.Hassan tentang

Negara dan Demokrasi.

C. Fokus Penelitian

Penetapan focus penelitian penting adanya untuk membatasi dan mengarahkan

kajian yang akan dibahas. Ada dua tujuan dari memfokuskan penelitian, yaitu:

1. Membatasi bidang studi

2. Untuk memenuhi kriteria inklusi-ekslusi atau kriteria masuk-keluar

informasi yang baru diperoleh. Dengan adanya suatu focus penelitian,

seorang peneliti akan dapat mengetahui dengan pasti data mana dan

data tentang apa yang perlu dikumpulkan dan data mana yang

walaupun mungkin menarik tetapi tidak relevan.

Dengan melihat perumusan masalah, maka focus penelitian ini adalah

Pemikiran Politik A.Hassan tentang Negara dan Demokrasi.

DAFTAR PUSTAKA

11
Ibid hal 49
Bachtiar, Tiar Anwar dan Pepen Irfan Fauzan. 2012. Persis dan Politik; Sejarah

Pemikiran dan Aksi Politik Persis 1923-1997. Jakarta: Pembela Islam

Media

Bachtiar, Tiar Anwar. 2013. Risalah Politik A. Hassan. Jakarta: Pembela Islam

Media

Budiardjo, Miriam. 2010. Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama

Hassan, Ahmad. 1939. ABC Politik. Bangi: Pesantren Persatuan Islam

Maulida, Irsandy. 2012. Pemikiran Politik Mohammad Natsir Mengenai Dasar

Negara Islam. Tasikmalaya: Universitas Siliwangi Program Studi Ilmu

Sosia dan Ilmu Politik

Patalima, Hamid. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta

Sulistiyanti, Diah. 2015. Terbentuknya Negara.


https://diahsulistiyanti.wordpress.com/2015/03/14/proses-terbentuknya-
negara/
Soft Ilmu. 2015. http://www.softilmu.com/2015/01/pengertian-ciri-macam-
macam-demokrasi-adalah.html?m=1

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Pembatasan Masalah

E. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Terbentuk Negara

1. Definisi Negara

2. Proses Terbentuknya Negara

3. Unsur-unsur Negara

4. Bentuk-bentuk Negara

5. Tugas-tugas Negara

B. Tentang Demokrasi

1. Pengertian Demokrasi

2. Jenis-jenis Demokrasi

3. Contoh Negara yang Menganut Sistem Demokrasi

C. Hubungan Agama dan Negara

D. Penelitian Terdahulu
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

B. Pendekatan Penelitian

C. Fokus Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai