Anda di halaman 1dari 2

Tugas Mingguan Critical Review

Nama : M. Farid Fatan

Kelas :D

Mata kuliah : Pemikiran Politik Indonesia pertemuan ke-4

Dosen : Muhammad Adiz Wasisto, S.H.,M.A.

NIM : 2210413130

Pandangan dan Pemikiran Nasionalisme Soekarno terhadap Politik

Tinjauan kritis ini dilakukan sebagai bentuk analisis dan observasi terhadap bahan bacaan
yang diberikan pada minggu keempat mata kuliah Pemikiran Politik Indonesia. Topik
penelitian adalah “Pemikiran Politik Nasionalisme”. Bahan bacaan yang dijadikan sumber
kajian kritis ini adalah buku berjudul Pemikiran Politik Indonesia 1945-1965, Bab 4,
Nasionalisme Radikal, Marhaen, Simbol Kekuasaan Rakyat Indonesia (1957), halaman:

151-161 oleh Herbert Feith dan Lance Castle. Penulis pertama-tama menunjukkan bahwa
nasionalisme radikal adalah satu-satunya dari lima subkelompok ideologi kita yang secara
sah dapat mengklaim sebagai pusat politik Indonesia. Sebetulnya istilah “nasionalisme
radikal” akan tepat untuk menggambarkan urusan publik di Indonesia. "Nasionalisme murni
dan sederhana" orang Indonesia pada masa kolonial, yang tujuan politik utamanya adalah
untuk memperoleh kemerdekaan dan partisipasinya dalam nasionalisme bukan bagian dari
komitmen yang lebih luas terhadap Islam atau sosialisme, memunculkan nasionalisme
radikal. Meski tidak semua "nasionalis murni dan sederhana" adalah nasionalis radikal,
nasionalisme radikal selalu hadir di antara mereka. Pada masa pasca kemerdekaan,
nasionalisme radikal sendiri berhasil mempertahankan statusnya sebagai arus ideologis yang
unik. Konsep "nasionalisme yang murni dan sederhana" pada dasarnya telah hilang, dan
kaum nasionalis moderat sekarang lebih cenderung memiliki pandangan yang dapat
diklasifikasikan sebagai sosialis demokratik atau konservatif Jawa daripada nasionalis
langsung. Sementara reputasi Sukarno di antara para pemimpin ideologis Indonesia antara
tahun 1945 dan 1965, reputasinya di kalangan nasionalis radikal saat itu luar biasa. Karena
pengaruh politik Sukarno yang sangat besar dan ketidakmampuan mereka untuk memajukan
argumen mereka dengan kekuatan yang sama seperti dia, sebagian besar filsuf nasionalis
radikal lainnya tidak melakukan apa-apa selain menggemakan ide-idenya. Bahkan, banyak
kutipan Sukarno yang ditemukan di tempat lain dalam buku ini dapat dilihat sebagai
tambahan bab tentang nasionalisme radikal. Namun, ideologi Sukarno lebih unik daripada
Sjahrir, Natsir, dan Aidit, yang semuanya milik partainya sendiri. Bagian dari permintaan
maaf Marhaen yang dipilih penulis sebagai kutipan terakhir dalam jilid ini mengubah
nasionalisme radikal menjadi kategori pemikiran Jawa yang menyeluruh. Menurut penelitian,
adat dan faksi feodal, sisa-sisa kapitalisme nasional dan perusahaan multinasional besar
masih ada di masyarakat Indonesia. Semua faktor ini sangat menghambat perkembangan
masyarakat Marhaenis. Benih baru yang harus kita tabur meliputi, pertama, benih demokrasi
di semua bidang politik, bisnis, dan masyarakat. Setiap orang, laki-laki atau perempuan,
berhak untuk memilih atau dipilih sebagai wakil di Majelis Nasional atau Majelis Provinsi.
Berkat representasi rakyat, kami dapat mengontrol apa yang terjadi di negara ini.

Pada bagian ini, saya sebagai mahasiswa ilmu politik berpendapat dan menyimpulkan bahwa
iklim politik di Indonesia dipengaruhi oleh berbagai ideologi yang saling bertentangan dalam
analisis ini. Sayangnya, pemikiran politik yang didasarkan pada bentuk tatanan sosial dan
pemerintahan, yang pada gilirannya masih terus berkembang dan memerlukan kajian yang
lebih mendalam untuk membentuk tipologi yang ada. Oleh karena itu, inti dari argumen yang
baru saja disampaikan menunjukkan bahwa pemikiran politik nasionalis harus dipahami,
dianalisis secara kritis dan dipertahankan dengan segala cara. Tetapi saya ingin bertanya,
apakah itu suatu bentuk nasionalisme, di mana negara memperoleh kebenaran politik dari
partisipasi rakyat, kehendak rakyat atau representasi politik, apakah itu suatu bentuk
nasionalisme? 

Anda mungkin juga menyukai