Anda di halaman 1dari 5

Gerakan 30 September/ PKI dan

Penumpasannya
A. Persiapan Aksi G 30 S/PKI

Pada masa demokrasi terpimpin, kedudukan PKI dalam perpolitikan


Indonesia semakin kuat. Untuk mencapai tujuannnya dalam merebut
kekuasaan, PKI melakukan tindakal dakan sebagai berikut.
1. Menggalang kekuatan massa buruh tani dan pemuda ini diwujudkan
dengan membentuk organisasi massa, seperti Barisan Tani
Indonesia (BTI), Pemuda Rakyat (PR). Sentral Gabungan
Mahasiswa Indonesia (CGMI), dan Gerakan Wanita Indonesia
(Gerwani).
2. Membentuk Biro Khusus yang bertugas mempersiapkan kader-kader
untuk dimasukkan ke berbagai organisas politik, termasuk dalam
tubuh ABRI.
3. Melancarkan strategi kerja di wilayah lawan. Artinya menyusupkan
kader-kademya ke dalam organisasi politik lainnya.
4. PKI memengaruhi presiden untuk melenyapkan lawan-lawan
politiknya. Hal ini akhirnya terwujud dengan dibubarkannya
partai Masyumi, PSI, dan Murba. Selain itu berhasil memecah
PNI menjadi dua kubu.
5. Melancarkan fitnah terhadap TNI AD. Dalam hal ini menyebarkan isu
adanya Dewan Jenderal di tubuh TNI yang akan melakukan
kudeta terhadap pemerintah.
6. PKI memulai kampanyenya untuk membentuk Angkatan Kelima
dengan mempersenjatai pendukungnya. Tindakan yang diambil
PKI ini sangat ditentang oleh para pimpinan Angkatan Darat.
7. Melakukan rapat rahasia untuk menyusun strategi gerakan dan
pembagian tugas. Rencana gerakan diserahkan kepada Syam
Kamaruzaman sebasai Ketua Biro Khusus.
B. Pelaksanaan G 30 S/PKI

Sebelum melakukan gerakan, PKI menentukan strategi dan pimpinan


gerakan. Sesuai hasil rapat rahasia yang telah dilaksanakan, PKI
menetapkan Letkol Untung (Komandan Batalyon I Resimen
Cakrabirawa) sebagai pemimpin formal seluruh gerakan. Selanjutnya,
membagi kekuatan fisik gerakan menjadi tiga kelompok tugas.
1. Komando Penculikan dan Penyergapan (Pasopati) dipimpin oleh
Lettu Dul Arief.
2. Komando Penguasaan Kota (Bima Sakti) dipimpin oleh Kapten
Suradi.
3. Komando Basis (Gatotkaca) dipimpin oleh Mayor Udara Gatot
Sukresno.

Pada tanggal 1 Oktober 1965 dini hari, seluruh komando gerakan mulai
melancarkan aksinya. Dalam aksinya, Komando Penculikan dan
Penyergapan bertujuan untuk menculik para perwira senior Angkatan
Darat. Para perwira senior Angkatan Darat yang berhasil diculik
tersebut selanjutnya di bawa ke Lubang Buaya (dekat Pangkalan Udara
Utama Halim Perdana Kusuma) untuk dibunuh. Jenazahnya kemudian
dikubur-kan dalam sebuah sumur tua. Para perwira Angkatan Darat
yang gugur tersebut adalah sebagai berikut. . ^
1. Letjen TNI Ahmad Yani (Men/Pangad atau Menteri/Panglima
Angkatan Darat).
2. Mayjen TNI R. Suprapto (Deputi II Pangad).
3. Mayjen TNI M.T. Haryono (Deputi III Pangad).
4. Mayjen TNI Siswondo Parman (Asisten I Pangad).
5. Brigjen TNI D.I. Panjaitan (Asisten IV Pangad).
6. Brigjen TNI Sutoyo Siswomiharjo (Inspektur Kehakiman).

Dalam aksi tersebut, Jenderal TNI A.H. Nasution yang juga menjadi
sasaran penculikan berhasil menyelamatkan diri. Akan tetapi, putrinya
yang bernama Ade Irma Suryani Nasution dan Lettu Pierre Tendean
(ajudannya) tewas dalam penculikan tersebut. Korban lainnya adalah
pengawal kediaman Dr. J. Leimena, Pembantu Letnan Polisi Karel
Satsuit Tubun.
Di Yogyakarta, G 30 S/PKI juga melakukan aksi penculikan dan
pembunuhan terhadap dua perwira Angkatan Darat. Kedua perwira
Angkatan Darat tersebut adalah Kolonel Katamso Darmokusumo dan
Letkol Sugiono. Selanjutnya, kesepuluh korban penculikan tersebut
ditetapkan sebagai Pahlawan Revolusi oleh pemerintah.

Selain berhasil menculik para perwira AD, PKI berhasil menguasai RRI
Pusat dan Kantor Telekomunikasi. Melalui RRI, Letnan Kolonel Untung
mengumumkan beberapa pengumuman kepada rakyat Indonesiasebagai
berikut.
1. PKI berhasil mengamankan sejumlah perwira AD anggota Dewan
Jenderal yang dianggap akan merebut kekuasaan negara. Rencana
komplotan Dewan Jenderal dapat digagalkan oleh gerakan yang
dipimpin oleh Letkol Untung.
2. Letkol Untung menyiarkan pengumuman dekret tentang pembentukan
Dewan Revolusi yang beranggotakan 45 orang. Dewan ini
diketuai oleh Letnan Kolonel Untung dan dibantu oleh empat
orang wakil, yaitu Brigjen (Darat) Suparjo, Letkol (Udara) Heru,
Kolonel (Laut) Sunardi, serta Letkol (Polisi) Anwas.
3. Letkol Untung mengumumkan pendemisioneran atau pembekuan
Kabinet Dwikora.
4. Letkol Untung mengumumkan keluarnya dekret tentang penurunan
dan penaikan pangkat. Setelah dekret tersebut keluar, pangkat di
atas letkol dihapuskan dan pangkat para tentara yang mendukung
gerakan dinaikkan satu tingkat.

G. Penumpasan 0 30 S/PKI

Upaya penumpasan G 30 S/PKI dilancarkan mulai sore hari tanggal 1


Okt 1965. Penumpasan ini dipimpin oleh Panglima Komando Strategis
Angkatan Darat (Kostrad), Mayjen Suharto. Langkah pertama yang
ditempuh adalah melakukan konsolidasi dan koordinasi di tubuh
Angkatan Darat. Hal ini penting untuk menggalang persatuan dan
kesatuan kembali di dalam tubuh Angkatan Darat yang sebelumnya di
dipecah-belah oleh PKI.
Di bawah pimpinan Kolonel Sarwo EdhiWibowo, pasukan RPKAD
berhasil merebut kembali gedung RRI Pusat dan Kantor Pusat
Telekomunikasi yang sebelumnya dikuasai kaum pemberontak.
Selanjutnya, pasukan RPKAD bersama Batalyon Kujang/Siliwangi dan
Batalyon Kavaleri menuju basis kaum pemberontak di sekitar Lapangan
Udara Utama Halim Perdana Kusuma. Pengepungan terhadap kaum
pemberontak terus dilakukan. Akhirnya, pada sore hari tanggal 2
Oktober 1965, Lapangan Udara Utama Halim Perdana Kusuma dapat
dikuasai oleh pasukan RPKAD. tanggal 3 Oktober 1965, pasukan
RPKAD berhasil mengamankan dan membersihkaan daerah Lubang
Buaya. Atas petunjuk Kopral Satu Polisi Sukitman, para perwira k( G 30
S/PKI berhasil ditemukan di Lubang Buaya.

Setelah keadaan dapat dikendalikan, upaya penumpasan G 30 S/PKI


difokuskan di Jawa Tengah yang merupakan basis PKI. Operasi
penumpasan G 30 S/PKI di Tengah dipimpin oleh Panglima KodamVII
Diponegoro, Brigjen Suryosumpeno. operasi penumpasan G 30 S/PKI di
Jawa Tengah berhasil menangkap sejumlah pimpinan PKI yang lari dari
Jakarta. Para tokoh PKI, seperti Kolonel Sahirman, Kolonel Mulyono,
dan D.N. Aidit berhasil ditembak mati. D.N. Aidit yang merupakan
pemimpin PKI ditembak mati di daerah Surakarta pada tanggal 22
November 1965. Adapun kolonel Untung tertangkap di daerah Tegal.
Tokoh-tokoh PKI lainnya, seperti Nyono, Omar Dhani, Sudisman, dan
Dr. Subandrio juga berhasil ditangkap. Mereka kemudian diajukan ke
sidang Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub).

D. Demonstrasi Pembubaran PKI dan Organisas


Massanya

Gerakan G 30 S/PKI menuai protes di kalangan rakyat Indonesia.


Mereka menentang Gerakan G 30 S/PKI yang dianggap keji. Rakyat
di berbagai daerah di Indonesia menuntut pembubaran PKI. Pada
tanggal 4 Oktober 1965, rakyat mendirikan Kesatuan Aksi
Pengganyangan Kontra Revolusi Gerakan 30 September atau KAP-
Gestapu pada tahap selanjutnya, berbagai elemen masyarakat di
Indonesia mendirikan beberapa kesatuan aksi. Kesatuan aksi yang
muncul saat itu, antara lain
1. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI);
2. Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia (KAPPI);
3. Kesatuan Aksi Pelajar Indonesia (KAPI);
4. Kesatuan Aksi Buruh Indonesia (KABI); ^
5. Kesatuan Aksi Sarjana Indonesia (KASI);
6. Kesatuan Aksi Wanita Indonesia (KAWI);
7. Kesatuan Aksi Guru Indonesia (KAGI);
8. Kesatuan Aksi Pengusaha Nasional Indonesia (KAPNI).

Bersama organisasi politik dan organisasi massa lainnya yang


menentang G 30 S/PKI, kesatuan-kesatuan aksi tersebut menyatukan
barisan dalam bentuk Front Pancasila. Pada tanggal 12 Januari 1966,
KAMI, KAPPI dan kesatuan aksi lainnya mengadakan demonstrasi di
halaman gedung DPR-GR. Mereka mengumandangkan Tritura (tiga
tuntutan rakyat). Isi Tritura meliputi
1. bubarkan PKI dan ormas-ormasnya; -^
2. bersihkan Kabinet Dwikora dari unsur-unsur G 30 S/PKI;
3. turunkan harga atau perbaiki ekonomi.

Aksi demonstrasi yang dipelopori oleh KAMI mendapat dukungan luas


di ibu kota. Aksi tersebut menyebar ke kota-kota lain di seluruh wilayah
Indonesia. Demonstrasi yang dilancarkan oleh kesatuan aksi yang
dikenal sebagai Angkatan 66 tersebut makin memanas. Puncak gerakan
itu terlihat ketika mahasiswa berusaha memboikot pelan-tikan Kabinet
Dwikora yang Disempurnakan pada tanggal 24 Februari 1966. Aksi ini
mengakibatkan gugurnya seorang mahasiswa UI yang bernama Arif
Rahman Hakim. la kemudian dikenal sebagai Pahlawan Ampera.

Anda mungkin juga menyukai