Anda di halaman 1dari 5

KONSEP IMAN DAN TAQWA DALAM ISLAM

Kata Iman dalam bahasa arab merupakan bentuk Masdar dari fi’il madli amana, yang berarti
percaya (yakin). Iman juga dapat diartikan Percaya dan Kepercayaan. Arti yang pertama
menggambarkan tentang sikap mental atau jiwa dari seseorang yang mempercayai atau
meyakini, sedangkan arti yang kedua Menunjuk kepada sesuatu yang dipercayai. Secara
istilah, iman adalah membenarkan secara lisan, (iqrar lisany), membenarkan dengan hati
(tashdiq qalby), dan melaksanakan dengan segala anggota badan (‘amal rukny). Pembenaran
dalam iman disertai dengan berarti pembenaran (tashdiq) yang teguh, diserai dengan
ketundukan dan penyerahan jiwa. Jika dikaitkan dengan Islam, iman berarti sikap mental
seorang Muslim yang mempercayai pokok-pokok kepercayaan yang enam (rukun iman),
menerima hal tersebut sebagai kebenaran yang tidak perlu diragukan dan berperilaku sesuai
dengan hal tersebut (Hanafi, 2013: 37). Sebagaimana dalam sebuah hadist, Abu Hurairah RA
meriwayatkan:

“adalah nabi SAW suatu hari hadir dan duduk bersama para sahabat. Kala itu datanglah
bersamanya seorang lelaki (malaikat dalam rupa manusia), lalu bertanya: Apakah iman itu?
Nabi SAW menjawab: Iman ialah engkau mengimani (membenarkan sambil mengakui) Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Rasul-Nya, dan engkau mengimani hari kebangkitan” (HR. Al-
Bukhri dan Muslim).

Keimanan adalah perbuatan yang bila diibaratkan pohon, mempunyai pokok dan cabang.
Sebagaimana disabdakan Nabi SAW: “Iman itu ada enam puluh sekian cabang”. Sabda-sabda
Rasullah SAW seperti malu adalah sebagian dari iman, kebersihan sebagian dari iman, cinta
bangsa dan negara sebagian dari iman, bersikap ramah sebagian dari iman, menyingkirkan
duri atau yang lainnya yang dapat membuat orang sengsara dan menderita, itu juga sebagian
dari iman sangat sering kita dengar. Diantara cabang – cabang keimanan tersebut, yang
paling pokok adalah keimanan kepada Allah SWT.

Taqwa berasal dari kata Waqa, Yaqi, Wiqayah, yang berarti takut, menjaga, memelihara dan
melindungi. Secara istilah taqwa dapat diartikan sikap memelihara keimanan yang
diwujudkan dalam pengamalan ajaran agama Islam secara utuh dan konsisten ( istiqomah ).
Yaitu dengan menjalankan perintah-perintah-Nya dan menjauhi larangan-larangan-Nya. Jadi,
Seorang muslim yang bertaqwa pasti selalu berusaha melaksanakan perintah Allah SWT dan
menjauhi segala larangan-Nya dengan segenap kesanggupannya. Taqwa merupakan sikap
abstrak yang tertanam dalam hati setiap muslim, yang aplikasinya berhubungan dengan
syariat agama dan kehidupan sosial. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Takwa itu terletak di
sini”, sambil beliau menunjuk ke dada (hati) nya sebanyak tiga kali. Allah SWT berfirman
dalam surat Al- Hujurat (49: 13)

Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang
perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling
kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal.(Al- Hujurat, 49: 13).

Adapun karakteristik seseorang yang beriman sekaligus bertaqwa antara lain sebagai berikut:

1. Memelihara shalat dan amanat serta janji, menunaikan zakat, dan menjauhi segala
perbuatan maksiat sebagaimana yang terdapat dalam surat Al-Mu’minuun (23: 2-9).
2. Tidak pernah menuntut yang bukan haknya dan tidak menahan hak orang lain.
3. Apabila memperoleh kebahagiaan dan kesenangan, dia bersyukur. Sebagaimana
firman Allah dalam surat An-Nisa’ (4): 147:

Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah adalah
Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui. (An-Nisa’, 4: 147).

4. Apabila mendapatkan musibah, penderitaan atau bencana, dia bersabar, sebagaimana


firman Allah dalam surat Al-Baqarah (2): 155-156:

Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-
orang yang sabar. (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan: “Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji’uun”.(Al- Baqarah, 2: 155-156).

5. Rela dan ikhlas atas segala ketentuan yang Allah yang dilimpahkan kepadanya.
Firman Allah dalam surat Al-An’am (6): 162:

Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk


Allah, Tuhan semesta alam. (Al- An’am, 6: 162).

6. Apabila mempunyai rencana, maka ia bertawakkal terlebih dahulu kepada Allah


SWT. Firman Allah dalam surat Ali-Imran (3): 159:

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka.
Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekelilingmu. Karena itu maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah
membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya. (Ali- Imran, 3: 159).

CARA MEMELIHARA DAN MENINGKATKAN KUALITAS IMAN DAN TAQWA

Pada prinsipnya, iman adalah syarat sedangkan taqwa adalah tujuan. Kedudukan iman
sebagai syarat menunjukkan bahwa kewajiban melaksanakan ibadah puasa hanya dapat
disahuti melalui wadah keimanan ini. Mengingat bahwa nilai-nilai iman berfluktuasi, maka
sudah pasti nilai-nilai puasa juga demikian. Oleh karena itu, melalui wadah iman ini pulalah
maka tujuan dari puasa yaitu menuju jenjang taqwa sangat mudah direalisasikan. Iman dan
taqwa merupakan dua sisi mata uang yang sangat sulit untuk dipisahkan dan bahkan kedua-
duanya saling membutuhkan. Dengan kata lain, jenjang taqwa tidak akan pernah terwujud
bila tidak diawali dengan keimanan. Dan keimanan itu sendiri tidak akan memiliki nilai
apapun bila tidak sampai kederjatketaqwaan.

Perpaduan antara iman dan taqwa merupakan kemuliaan sebagaimana yang telah dijelaskan
dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, Al-Qur’an dengan tegas menyebutkan bahwa manusia
yang paling mulia di sisi Allah adalah orang-orang yang paling taqwa. Prediket kemuliaan ini
sangat ditentukan oleh kualitas taqwa, semakin tinggi tingkat ketaqwaan seseorang, maka
semakin mulia pula kedudukannya pada pandangan Allah. Perpaduan antara iman dan taqwa
ini tidak akan terjadi secara otomatis karena iman memiliki persyaratan untuk menuju nilai
kesempurnaannya. Persyaratan ini dapat dilihat melalui aturan-aturan yang diberlakukan
kepada iman yaitu memadukan keyakinan dengan perbuatan. Tanpa melakukan perpaduan ini
maka iman akan selalu bersifat statis karena berada pada tataran ikrar tidak pada tataran
aplikasi. Oleh karena itu, maka kata ‘iman’ selalu digandeng dalam Al-Qur’an dengan amal
shaleh (Amanu Wa ‘Amilu Ash-Shalihat) supaya keberadaan iman terkesan lebih
energik. Penggandengan kata ‘iman’ dengan perbuatan baik ini menunjukkan adanya upaya-
upaya khusus yang harus dilakukan untuk menjaga keeksisan iman itu sendiri. Perlunya
upaya khusus ini karena posisi manusia masih sangat labil jika masih berada pada level iman.
Untuk menguatkan posisi ini maka orang-orang yang beriman diperintahkan untuk
melakukan perbuatan-perbuatan baik untuk menuju kestabilan.

Adapun cara untuk memelihara serta meningkatkan kadar kualitas iman dan taqwa anatar lain
sebagi berikut:

1. Pelajarilah berbagai ilmu agama Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits.
2. Perbanyaklah membaca Al-Qur’an dan renungkan maknanya Ayat-ayat Al-Qur’an
memiliki target yang luas dan spesifik sesuai kebutuhan masing-masing orang yang
sedang mencari atau memuliakan Tuhannya. Sebagian ayat Al-Qur’an mampu
menggetarkan hati seseorang yang sedang mencari kemuliaan Allah, dilain pihak Al-
Qur’an mampu membuat menangis seorang pendosa, atau membuat tenang seorang
pencari ketenangan. Sebagaimana firman Allah SWT ”Dan Kami turunkan dari Al
Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan
Al Qur’an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang lalim selain kerugian.”
(QS, al-Israa’ 17:82).
3. Pelajarilah ilmu mengenai Asma’ul Husna, Sifat-sifat Allah Yang Maha Agung.
Bila seseorang memahami sifat Allah yang Maha Mendengar, Maha Melihat dan
Maha Mengetahui, maka ia akan menahan lidahnya, anggota tubuhnya dan gerakan
hatinya dari apapun yang tidak disukai Allah. Bila seseorang memahami sifat Allah
yang Maha Indah, Maha Agung dan Maha Perkasa, maka semakin besarlah
keinginannya untuk bertemu Allah di hari akhirat kelak, sehingga iapun secara cermat
memenuhi berbagai persyaratan yang berikan Allah SWT untuk bisa bertemu dengan-
Nya (yaitu dengan memperbanyak amal ibadah). Bila seseorang memahami sifat
Allah yang Maha Santun, Maha Halus dan Maha Penyabar, maka iapun merasa malu
ketika ia marah, dan hidupnya merasa tenang karena tahu bahwa ia dijaga oleh
Tuhannya secara lembut dan sabar.
4. Dengan memahami perilaku, keagungan dan perjuangan Rasulullah SAW, maka akan
menumbuhkan rasa cinta kita terhadapnya, kemudian berkembang menjadi keinginan
untuk mencontoh semua perilaku beliau dan mematuhi pesan-pesan beliau selaku
utusan Allah SWT. Seorang sahabat RA mendatangi Rasulullah saw dan bertanya,
“Wahai Rasul Allah, kapan tibanya hari akhirat?”. Rasulullah saw balik bertanya :
“Apakah yang telah engkau persiapkan untuk menghadapi hari akhirat?”. Si sahabat
menjawab , “Wahai Rasulullah, aku telah sholat, puasa dan bersedekah selama ini,
tetap saja rasanya semua itu belum cukup. Namun didalam hati, aku sangat mencintai
dirimu, ya Rasulullah”. Rasulullah saw menjawab, “Insya Allah, di akhirat kelak
engkau akan bersama orang yang engkau cintai”. (HR Muslim). Dengan begitu,
jelaslah bahwa mencintai Rasulullah adalah salah satu jalan menuju surga, dan
membaca riwayat hidupnya (siroh) adalah cara terpenting untuk lebih mudah
memahami dan mencintai Rasulullah SAW.
5. Mempelajari Jasa-jasa dan Kualitas Agama Islam
Perenungan terhadap syariat Islam, hukum-hukumnya, akhlak yang diajarkannya,
perintah dan larangannya, akan menimbulkan kekaguman terhadap kesempurnaan
ajaran agama Islam ini. Tidak ada agama lain yang memiliki aturan dan etiket yang
sedemikian rincinya seperti Islam, dimana untuk makan dan ke WC pun ada adabnya,
untuk aspek hukum dan ekonomi ada aturannya, bahkan untuk berhubungan suami -
istripun ada aturannya.
6. Mempelajari Kehidupan Orang-orang Sholeh (generasi Shalafus Sholihin, para
sahabat Rasulullah SAW, murid-murid para sahabat, tabi’in dan tabi’it tabi’in)
Mereka adalah generasi-generasi terbaik dari Islam. Mereka adalah orang-orang yang
kadar keimanannya diibaratkan sebesar gunung Uhud. Sementara manusia di zaman
ini diibaratkan kadar keimananya tak lebih dari sebutir debu dari gunung Uhud. Umar
RA pernah memuntahkan makanan yang sudah masuk ke perutnya ketika tahu bahwa
makanan yang diberikan padanya kurang halal sumbernya. Sejarah lain menceritakan
tentang lumrahnya seorang tabi’in meng-khatamkan Qur’an dalam satu kali sholatnya.
Atau cerita tentang seorang sholeh y ang lebih dari 40 tahun hidupnya berturut-turut
tidak pernah sholat wajib sendiri kecuali berjamaah di mesjid. Atau seorang sholeh
yang menangis karena lupa mengucap doa ketika masuk mesjid. Inilah cerita-cerita
teladan yang mampu menggetarkan hati seorang yang sedang meningkatkan
keimanannnya.

IMAN DAN TAQWA DALAM KEHIDUPAN MASA SEKARANG

Dalam kehidupan sekarang yang serba modern, telah banyak menimbulkan kekacauan-
kekacauan. Hal ini tidak lain disebabkan karena berkurangnya tingkat keimanan dan
ketaqwaan manusia terhadap Allah SWT. Sangat banyak kejadian dan peristiwa yang
disebabkan karena semakin menipisnya iman dan taqwa di masa kini. Sebagai seorang
muslim, marilah kita untuk selalu dan terus meningkatkan kualitas iamn dan taqwa kepada
Allah SWT, dengan mengerjakan segal yang diperintahkan-Nya dan menjauhi semua
larangan-Nya.

Dengan semakin berkembangnya zaman, banyak hal positif yang dapat kita ambil disamping
banyaknya dampak negatif yang bermunculan. Agar kita terjauh dari dampak negatif
tersebut, maka sudah seharusnya kita menjaga dan menjauhi diri dari apa-apa yang dilarang
Allah SWT. Dampak-dampak negatif tersebut tidak lain dapat terjadi karena mulai goyahnya
iman dan ketaqwaan manusia. Hal ini tentu akan menyebabkan manusia bertindak dengan
semau dan seenaknya sendiri tanpa memperdulikan nilai-nilai dan norma-norma Islam.

Beriku beberapa contoh dari banyaknya permasalahan masyarakat muslim dalam kehidupan
modern masa kini diantaranya:

1. Tuntutan hidup yang semakin kompleks telah menyebabkan manusia untuk


menghalalkan segala cara untuk mendapatkan keiginannya.
2. Agama sudah dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dengan pengaturan kehidupan.
3. Pola masyarakat sudah bergeser dari yang sederhana dan sosial-religius ke arah
individual, materialistis dan sekuler.
4. Terlalu mencintai hal-hal yang bersifat duniawi tanpa pernah memikirkan kehidupan
di akhirat.
5. Pernikahan dan lembaga pernikahan mulai tidak mendapat respon dari masyarakat
sebab lebih cenderung untuk memilih hidup bersama tanpa nikah.
6. Keinginan terhadap karier dan materi yang begitu tinggi telah menyebabkan
hubungan interpersonal baik di dalam keluarga ataupun di masyarakat menjadi
terganggu apalagi ibadah kepada Allah SWT yang tidak di pikirka sama sekali.
Berdasarkan uraia diatas, adapun kesimpulan yang dapat diambil antara lain:

1. Keimana dan ketaqwaan merupakan dua hal yang sangat diutamakan dalam Islam.
Ciri orang yang beriman dan bertaqwa yaitu melaksanakan semua perintah Allah
SWT dan menjauhi segala larangan-Nya.
2. Untuk memelihara dan meningkatkan kualitas iman dapat dilakukan dengan
menjadikan Al Quran dan Hadist sebagai pedoman hidup.
3. Keimanan dan ketaqwaan umat Islam masa sekarang mulai tergoyahkan dengan
banyaknya tantangan dan tuntutan kehidupan yang semakin kompleks.

Anda mungkin juga menyukai