Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN

TEMPAT PENGOLAHAN SAMPAH TERPADU (TPST) BANTARGEBANG

MATA KULIAH PENYEHATAN TANAH DAN PENGELOLAAN SAMPAH


-B

Disusun Oleh Kelompok 6:

1. Aprila Yuliade (P2.31.33.1.17.006)


2. Christian Anggakusuma R. (P2.31.33.1.17.009)
3. Rizky Amalia (P2.31.33.1.17.032)
4. Rizqia Syaffa Sabila (P2.31.33.1.17.033)

2 D-IV A

Dosen :

Catur Puspawati, ST., MKM

Tugiyo, SKM, M.Si

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAKARTA II


Jln. Hang Jebat III/F3 Kebayoran Baru Jakarta 12120 Telp. 021.7397641, 7397643

Fax. 021. 7397769 E-mail : info@poltekkesjkt2.ac.id Website : http://poltekkesjkt2.ac.id

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Dalam menjalani aktivitas hidup sehari-hari, manusia tidak lepas dari kebutuhannya
terhadap lingkungan. Manusia memperoleh daya dan tenaga serta pemenuhan kebutuhan
baik kebutuhan primer, sekunder, tersier, serta segala keinginan lainnya dari lingkungan.
Masalah lingkungan timbul karena adanya interaksi antara aktivitas ekonomi dan eksistensi
sumberdaya alam yang dapat berdampak kepada degradasi lingkungan maupun sumberdaya
itu sendiri. Aktivitas ekonomi yang dilakukan tanpa memperhatikan keseimbangan ekologi
dapat menyebabkan penurunan daya dukung atau bahkan dapat menyebabkan kerusakan
lingkungan dan sumberdaya alam.

Aktivitas manusia berjalan seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dimana


penduduk dengan segala aktivitasnya merupakan salah satu komponen penting dalam
timbulnya permasalahan lingkungan. Salah satu permasalahan lingkungan yang terkait
dengan aktivitas manusia adalah sampah. Aktivitas manusia akan menghasilkan sisa
(buangan) yang dinamakan sampah. Sampah yang ditimbulkan dari aktivitas konsumsi
masyarakat dikenal dengan limbah domestik.

Di Indonesia, masalah penanganan sampah merupakan salah satu tantangan yang


harus dihadapi oleh pengelola perkotaan. Salah satu wilayah di Indonesia yang memberikan
kontribusi sampah yang cukup besar adalah Provinsi DKI Jakarta. Menurut Dinas Kebersihan
Provinsi DKI Jakarta, setiap hari sampah di Jakarta mencapai 26.444 Ton. Sampah yang
mampu di angkut Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta dari seluruh Provinsi di Jakarta
adalah 25.904 Ton. Dan sisa sampah yang tidak terangkut berjumlah 504 Ton.

Berikut Tabel Jumlah Produksi dan Terangkut Sampah Jakarta per Kota Madya

1
KOTA MADYA TAHUN 2013 TAHUN 2014
Jakarta Pusat 5.466 Ton 5.383 Ton
Jakarta Utara 4.413 Ton 4.393 Ton
Jakarta Selatan 5.489 Ton 5.341 Ton
Jakarta Barat 5.500 Ton 5.279 Ton
Jakarta Timur 5.576 Ton 5.508 Ton

*sumber : Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Tahun 2014

Sampah yang dihasilkan wilayah DKI Jakarta dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah Bantargebang Bekasi yang memiliki luas areal sebesar 108 hektar. Setiap
harinya sekitar 6000 ton sampah di buang ke TPA Bantargebang, maka di tempat tersebut
terdapat gunungan sampah yang tingginya mencapai 25 meter.

Untuk itu diperlukan sistem pengolahan sampah yang efektif, sehingga sampah-
sampah yang dihasilkan dapat diolah sebaik mungkin dapat meminimalisir dampak sampah
jika tidak diolah.

1.2 Tujuan
 Mahasiswa memahami tentang sistem pengolahan sampah di TPST Bantar Gebang.
 Mahasiswa memahami tentang pemanfaatan sampah organik melalui proses
Komposting di TPST Bantar Gebang.
 Mahasiswa memahami tentang pengolahan Air Lindi melalui Instalasi Pengolahan Air
Sampah (IPAS) di TPST Bantar Gebang.

1.3 Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari, Tanggal : Jum'at, 26 April 2019
Waktu : 09.00 - 12.00
Tempat : Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur
Batu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi.
BAB II

GAMBARAN UMUM TPST BANTARGEBANG.

2.1 Sejarah Berdirinya TPST Bantargebang

2
Bantar Gebang, nama salah satu kecamatan di Kota Bekasi ini sudah tak asing lagi di
telinga masyarakat. Di tanah seluas 108 hektare ini merupakan salah satu tempat yang sangat
diandalkan Jakarta. Ibu kota sangat bergantung dengan keberadaan TPST Bantar Gebang.
ilansir dari buku berjudul 'Konflik Sampah Kota' yang ditulis Ali Anwar. Pesatnya
pertumbuhan penduduk jasa dan perdagangan di Jakarta membuat volume sampah di Ibu
Kota mengalami peningkatan.
Pada awal sampai pertengahan 1980-an volume sampah di Jakarta sudah mencapai
12.000 meter kubik per hari. Pada mulanya DKI memilih lokasi pembuangan akhir di Ujung
Menteng, Jakarta Timur. Namun tampaknya tidak strategis karena sudah dipadati perumahan
dan industri. Selanjutnya pilihan jatuh ke luar Jakarta yakni wilayah Bodetabek. Setelah
melalui berbagai pertimbangan DKI memilih Kota Bekasi (saat itu masih menjadi bagian
Kabupaten Bekasi).
Ada dua wilayah yang menjadi lokasi yakni, kawasan Medan Satria dan Bantar
Gebang. Pada 30 Januari 1985, Badan Kerja Sama Pembangunan (BKSP) Jabodetabek dan
Pemprov Jabar secara resmi mengajukan surat ke Bupati Bekasi Suko Martono terkait
rencana DKI untuk membebaskan lahan di dua tempat tersebut.
Surat ini langsung direspon Bupati. Setelah melakukan kajian akhirnya dipilih Bantar
Gebang sebagai lokasi pembuangan sampah. Itu dikarenakan disana terdapat kolam-kolam
raksasa berukuran ratusan hektare bekas pengerukan tanah. Setelah melakukan berbagai
pembahasan akhirnya Yogie SM selaku Gubernur Jabar saat itu menyetujui izin lokasi
pembebasan tanah dengan 15 syarat, pada 26 Januari 1986. Sejak itulah TPA kini TPST
Bantar Gebang resmi beroperasi hingga kini.

TAHUN PENGELOLA
AGUSTUS 1989 – 2004 DINAS KEBERSIHAN PROV. DKI JAKARTA
2004 – 2006 PIHAK SWASTA
2007 – NOVEMBER 2008 DINAS KEBERSIHAN PROV. DKI JAKARTA
DESEMBER 2008 – JULI
PIHAK SWASTA
2016

3
SEKARANG DINAS LINGKUNGAN HIDUP PROV. DKI JAKARTA

2.2 Lokasi dan Tata Letak TPST Bantargebang


 Lokasi : Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan Kelurahan Sumur
Batu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi
 Luas Area : 110,3 Ha terdiri dari : Luas efektif TPST 81,91 % dan sisanya 18,09%
untuk prasarana seperti Jalan masuk, Jalan Kantor dan Instalasi Pengolahan Lindi.
 Status Tanah : Milik Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

2.3 Kegiatan TPST Bantargebang


Mulai Beroperasi : Tahun 1989 oleh BKLH Provinsi DKI Jakarta dan BKL Provinsi
Jawa Barat yang kemudian direvisi dengan surat persetujuan kelayakan lingkungan AMDAL,
RKL dan RPL No. 660.1/206.BPLH. AMDAL/III/2010 tanggal 11 Maret 2010
Volume Sampah : Rata-rata 6.500 ton – 7.000 ton/hari.

4
Luas Zona Lahan Urug Saniter

Zona Luas(Ha)
Zona I 18,3
Zona II 17,7
Zona III 25,41
Zona IV 11,0
Zona V 9,5
Luas Zona yang ada 81,91
Total Luas TPST
110,3
Bantargebang

Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas
Lingkungan Hidup dalam pelaksanaan pengolahan sampah terpadu. Unit Pengelola Sampah
Terpadu dipimpin oleh seorang Kepala Unit yang dalam melaksanakan tugas dan fungsinya
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas.
Unit Pengelola Sampah Terpadu mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan
sampah terpadu, dengan menyelenggarakan fungsi, antara lain:
 Penyusunan pedoman, standar dan prosedur teknis Unit Pengelola Sampah Terpadu
 Pengaturan dan pelaksanaan kegiatan di Pengolahan Sampah Terpadu
 Pengaturan dan pelaksanaan kegiatan pengangkutan sampah dari tempat pengolahan
sampah terpadu menengah ke tempat pemrosesan akhir
 Pengaturan dan pelaksanaan kegiatan sistem monitoring pengolahan sampah terpadu
dengan sistem informasi dan teknologi informasi
 Pelaksanaan penyediaan prasarana dan sarana kerja teknis kebersihan sebagai
pendukung pelaksanaan pengelolaan dan/ atau pengolahan sampah terpadu dan
pengelolaan kawasan mandiri
 Pelaksanaan penggunaan prasarana dan sarana kerja teknis kebersihan untuk
pengelolaan dan/atau pengolahan sampah terpadu dan pengelolaan kawasan mandiri
 Pengelolaan dan/atau pengelolaan pengolahan sampah terpadu dengan menggunakan
teknologi yang ramah lingkungan

5
 Pelaksanaan koordinasi dan kerjasama dengan SKPD/UKPD dan instansi terkait
dalam rangka pelaksanaan pengelolaan dan/atau pengolahan sampah terpadu dan
pengelolaan kawasan mandiri
 Pelaksanaan koordinasi pengawasan dan pengendalian pengelolaan dan/atau
pengolahan sampah terpadu dan pengelolaan kawasan mandiri dengan SKPD /UKPD
dan instansi terkait
 Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi pengelolaan dan/atau pengolahan
sampah terpadu dan pengelolaan kawasan mandiri dan instansi pemerintah dan/atau
swasta
 Pelaksanaan pemeliharaan dan perawatan prasarana dan sarana kerja teknis
kebersihan
 Pelaksanaan publikasi kegiatan dan pengaturan acara Unit Pengelola Sampah Terpadu
 Penerimaan, pemungutan, penatausahaan, penyetoran, pelaporan dan
pertanggungjawaban retribusi sampah pada area pengelolaan dan/atau pengolahan
sampah terpadu dan area pengelolaan kawasan mandiri

Unit Pengelola Sampah Terpadu Dinas Lingkungan Hidup, mempunyai kegiatan strategis
berupa:
 Pengelolaan TPST Bantargebang
 Pengelolaan sampah pada kawasan secara mandiri
 Rencana Pengelolaan Intermediate Treatment Facilities (ITF)

Intermediate Treatment Facility

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta
berupaya untuk menangani permasalahan sampah tersebut dengan membangun alternatif
fasilitas pengolahan sampah di dalam kota. Fasilitas pengolahan sebagaimana dimaksud yaitu
Pembangkit Listrik Tenaga Sampah atau Intermediate Treatment Facility (ITF). Sesuai
dengan Masterplan Pengelolaan Sampah Provinsi DKI Jakarta tahun 2012-2032, fasilitas
tersebut akan dibangun di 4 (empat) lokasi berbeda di DKI Jakarta, antara lain di Sunter,

6
Marunda, Cakung, dan Duri Kosambi, sehingga apabila fasilitas ini dibangun, maka akan
dapat mengurangi ketergantungan dengan TPST Bantargebang.
Pembangunan PLTSa/ITF ini bertujuan untuk mereduksi sampah sebanyak 80- 90%
dari kapasitas total jumlah sampah pada setiap fasilitas PLTSa/ITF (Kementerian ESDM RI,
2015). Pengolahan sampah tersebut melalui perubahan bentuk, komposisi, dan volume
sampah dengan menggunakan teknologi pengolahan sampah tepat guna dan ramah
lingkungan yang memenuhi persyaratan teknis, finansial, dan sosial. Klasifikasi teknologi
yang akan dibangun dan dioperasikan tersebut terbagi ke dalam 4 (empat) jenis yaitu dengan
menggunakan Teknologi Incinerator, Gasifikasi, Pyrolisis, dan Refuse Derived Fuel (RDF).

Identifikasi Jasa Pengelolaan Sampah.


 Menggunakan Teknologi Pengolahan Sampah Modern.
 Membutuhkan ketersediaan lahan untuk pembangunan fasilitas pengolahan sampah.
 Memerlukan waktu untuk pembangunan Fasilitas Pengolahan Sampah kurang lebih 3
tahun.
 Investasi Jangka Panjang bagi pemberi Layanan sehingga membutuhkan kontrak
selama 20 tahun.
 Adanya korelasi antara hasil pengolahan sampah menjadi listrik sebagai faktor
pengurang biaya Jasa Pengolahan Sampah.

Kebutuhan Dinas Lingkungan Hidup Atas Jasa Pengolahan Sampah


 Merupakan kebutuhan wajib bagi pemerintahan daerah dalam pengolahan sampah.
 Pengelolaan sampah saat ini masih menggunakan sanitary landfill dan cenderung
open dumping.
 Untuk mengurangi ketergantungan pengelolaan sampah di wilayah lain (Bekasi).
 Keterbatasan Lahan yang dimiliki oleh Pemprov DKI.
 Jumlah sampah perhari mencapai 6.600 Ton perhari dengan pertumbuhan lebih
kurang 500 ton perhari setiap tahunnya.

Peluang Dinas Lingkungan Hidup Atas Jasa Pengolahan Sampah


 Adanya banyak calon penyedia jasa pengolahan sampah yang berminat (hasil market
sounding).
 Beberapa calon penyedia jasa yang berminat memiliki lahan di Provinsi DKI Jakarta.
 Dinas Kebersihan DKI Jakarta tidak memerlukan biaya investasi pembangunan
fasilitas pengolahan sampah.
 Dinas Kebersihan DKI Jakarta mendapatkan manfaat pengolahan sampah didalam
kota sendiri.

7
 Penghematan biaya transportasi, Operasional (BBM, pelumas), perawatan, termasuk
biaya suku cadang kendaraan angkut sampah.
 Mendapatkan beberapa penyedia Jasa Pengolahan sampah sehingga tidak memiliki
ketergantungan terhadap satu penyedia saja.

2.4 Gambaran Pengelolaan di TPST Bantargebang


 Sistem Pengolahan Sampah

8
 Sistem Penimbangan Sampah Online
Unit Pengelola Sampah Terpadu (UPST) Dinas Lingkungan Hidup Provinsi
DKI Jakarta sebagai pelaksana pekerjaan monitoring dan penimbangan sampah di
TPST Bantargebang, menggunakan penimbangan masuk dan keluar secara digital
dengan sensor loadcell dan didukung dengan aplikasi web-based yang dapat diakses
secara online oleh pihak yang berkepentingan.

 Komposting

9
 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (Power House)

 Instalasi Pengolahan Air Sampah

10
 Pencucian Kendaraan Angkutan Sampah
Pencucian kendaraan pengangkut sampah bertujuan agar seluruh kendaran
pengangkut sampah milik Dinas Provinsi DKI Jakarta menjadi bersih dari sisa
pembuangan sampah serta tidak menimbulkan aroma dan bau yang tidak sedap.

 Penghijauan

11
Tanaman yang digunakan untuk ruang terbuka hijau bukan merupakan
tanaman pangan. Perencanaan revegetasi dan buffer area (green boundary) harus
dilakukan dengan penyiapan lapisan tanah dan perbaikan kualitas dan atau
penyediaan kualitas tanah yang baik dengan cara penambahan nutrisi, menjaga suhu
tanah dan menjaga kelembaban kadar air dengan menyiramnya saat kering.
Untuk mengurangi bau sampah dapat dipilih jenis pohon dengan kriteria
pohon yang beraroma dan bermanfaat mengurangi polusi udara. Pada jalur menuju
lokasi TPA digunakan jenis pohon pengarah. Karena pepohonan tersebut selain
berfungsi sebagai pengarah dan fungsi keindahan, maka pepohonan tersebut mampu
menyerap polusi dan pepohonan tersebut juga berfungsi untuk mendukung keindahan
lingkungan. Tanaman jenis perdu yang beraroma juga dapat digunakan dimana bau
harum tanaman tersebut akan mampu mereduksi bau sampah di lingkungan TPST
Bantargebang. Revegetasi pada TPST Bantargebang diharapkan dapat berfungsi
untuk mereduksi polusi udara, menjaga kestabilan sampah/tanah urugan landfill dan
keindahan.

BAB III

12
HASIL PRAKTIK LAPANGAN

3.1 Sistem Pengolahan Sampah di TPST Bantargebang

Sampah yang berasal dari Jakarta dibersihkan secara berkala kemudian diangkut ke
TPST Bantargebang. Kemudian setiap kendaraan truk yang masuk ke TPST Bantargebang
akan didata, validasi, dan ditimbang menggunakan komputer. Setelah validasi data, kemudian
pembongkaran sampah dari truk ke titik buang secara estafet. Menggunakan alat berat.
Sampah organik nantinya akan diolah dalam pengolangan komposting. Kemudian pemadatan
sampah. Sampah diratakan dan dipadatkan dengan alat berat. Setelah diratakan dan
dipadatkan, kemudian sampah ditutup dengan cara penimbunan tanah setebal 20cm. Apabila,
ketinggian sampah mencapai 5m penutupan tanah menjadi 30cm. Tumpukan sampah landfill
perlu diproses lanjutan, antara lain: terasering/countering landfill, power house (power
landfill gas). IPAS (proses pengolahan air sampah).

3.2 Komposting

Sumber bahan baku komposting adalah sampah pasar sekitar +/- 40 ton/hari. Sampah
pasar/organik akan diolah menjadi kompos. Berikut langkah-langkah pengomposan sampah
organik di TPST Bantargebang. Pertama, Receiving Area. Pada receiving area sampah
organik yang diterima dari pasar diaduk dengan alat berat secara berkala sampai kurang
lebih 30 hari. Kedua, Mixer & Crusher. Pada langkah ini sampah yang sudah 30 hari diaduk
dengan alat berat kemudian dipisahkan dari material non organik seperti kayu, batu, tesktil,
dan plastik. Dilanjutkan sampai bahan kompos menjadi serbuk halus. Ketiga, Granulator.
Serbuk bahan kompos tadi setelah dipisahkan, kemudian diproses menjadi butiran/granule.
Keempat, Rotary Dryer & Coller. Selanjutnya granule tadi dikeringkan dalm waktu yang
telah ditentukan. Kelima, Packing. Setelah kering, granule tadi siap dikemas untuk
didistribusikan.

3.3 Power House

13
Power house ini menghasilkan energi terbarukan dengan mengubah gas yang
dihasilkan dari sampah menjadi energi listrik. Power house ini mulai produksi tahun 2011
dengan kapasitas 19 MW dan mempunyai gas engine sebanyak 12 unit. Proses yaitu gas
diambil dari pipa landfill yang ditanam dibawah tumpukan sampah, setelah itu pipa
digabungkan dari beberapa line yang ditanam di zona existing dilanjutkan ke pipa utama
pertemuan header pipa dari zona I sampai zona V. Kemudia ditampung dalam tabung
penampungan dan pendinginan dari pipa utama. Setelah itu menuju mesin blower dan chiller
untuk pemisahan gas CH4, O2, dan CO2. Gas engine dijalankan dengan menggunakan bahan
bakar CH4. Panel export dan impor untuk penjualan listrik yang dihasilkan, dan panel
penerimaan dari PLN yang digunakan sebagai operasional pembangkit.

3.4 Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS)

Sistem IPAS di TPST Bantargebang menggunakan dua metode, yaitu:


 Metode konvensional aerasi dan koagulasi (+/- 200m3/hari).
 Metode advanced ozxidation process dengan kombinasi ozone, UV, hydrogen
peroksida (65-70 m3/hari).
Baku mutu : Permen KLHK No. 59 Tahun 2016

Rasio Berat Sampah dan Jumlah Penduduk

Trend TPST Bantargebang berdasarkan rata-rata berat sampah per hari (ton/hari)

14
Trend TPST Bantargebang berdasarkan rata-rata kendaraan masuk per hari(rit/hari)

Komposisi Sampah TPST Bantargebang (%)

15
3.5 Hasil Kunjungan TPST Bantar Gebang

Sesampainya di lokasi kami dikumpulkan terlebih dahulu di suatu ruangan untuk


mendengarkan sambutan dan penjelasan gambaran seputar TPST Bantar Gebang serta
ditambah sesi tanya jawab. Setelah itu, kami melanjutkan ke lokasi yang pertama yaitu naik
ke tumpukan sampah seperti gunung yang sudah dilapisi dan mendengarkan penjelasan
kembali disana ditambah dengan sesi tanya jawab. Kemudian, kami menuju ke tempat
pengolahan kompos dari sampah organik. Dilanjut dengan perjalanan menyusuri taman atau
semacam hutan buatan di sekitaran TPST tersebut. Setelah berkeliling kami dilanjut dengan
mengunjungi IPAS (Instalasi Pengolahan Air Sampah). Disana air sampah atau lindi
(leacheate) yang dhasilkan dari gunung sampah tersebut dialiri ke IPAS tersebut yang lalu
diolah agar tidak mencemari lingkungan dan setelah diolah lalu dibuang kembali ke
lingkungan sesuai dengan standar baku mutu. Setelah melihat IPAS, dilannjutkan untuk
melihat Power Plan. Tapi disayangkan kami tidak bias melihat kesana karena ada sesuatu hal.

BAB IV

PENUTUP

16
4.1 Kesimpulan
 Bantar Gebang, nama salah satu kecamatan di Kota Bekasi ini sudah tak asing lagi di
telinga masyarakat. Di tanah seluas 108 hektare ini merupakan salah satu tempat yang
sangat diandalkan Jakarta. Ibu kota sangat bergantung dengan keberadaan TPST Bantar
Gebang. ilansir dari buku berjudul 'Konflik Sampah Kota' yang ditulis Ali Anwar.
 Bantar Gebang, Berlokasi di Kelurahan Ciketing Udik, Kelurahan Cikiwul dan
Kelurahan Sumur Batu, Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi. Dengan Luas Area
110,3 Ha terdiri dari luas efektif TPST 81,91 % dan sisanya 18,09% untuk prasarana
seperti Jalan masuk, Jalan Kantor dan Instalasi Pengolahan Lindi. Status Tanah Milik
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
 Gambaran Pengelolaan Di Tpst Bantargebang:
 Sampah Jakarta
Sampah dari Jakarta dibersihkan secara berkala kemudian diangkut ke TPST
Bantargebang.
 Penimbangan
Setiap kendaraan yang masuk ke TPST Bantargebang akan didata, validasi dan
ditimbang menggunakan computer.
 Unloading
Pembongkaran dari truk ke titik buang secara estafet menggunakan alat berat.
Sampah organik dititik pengolahan kompos.
 Pemadatan
Meratakan dan memadatkan sampah dengan alat berat.
 Timbun Tanah
Penutupan tanah harian setebal 120cm, apabila ketinggian sampah mencapai 5cm
penutupan tanah menjadi 30cm.
 Landfill
Tumpukan sampah di Landfill perlu diproses lanjutan, antara lain: IPAS, Power
House, Terasering/Counturing Landfill.

4.2 Saran
 Lahan atau taman terbuka semestinya dijadikan tempat rekreasi, agar warga sekitar
dapat mengetahui hasil dari proses komposting.
 Lebih menjalankan program Sanitari Landfill
 Diharapkan agar progam-program yang belum terlaksana agar terlaksana ditahun-tahun
berikutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

https://upst.dlh.jakarta.go.id/

https://metro.sindonews.com/read/955291/31/asal-muasal-tpa-bantar-gebang-1422125286

18
LAMPIRAN

19
20
21
22

Anda mungkin juga menyukai