Anda di halaman 1dari 16

I.

Definisi

Bronkiektasis merupakan dilatasi dari bronkus akibat kerusakan dari jaringan elastin
yang bersifat irreversibel. Bronkiektasis bukan merupakan penyakit primer, tetapi
akibat obstruksi atau infeksi persisten yang ditimbulkan oleh berbagai penyebab. Jika
sudah terbentuk, bronkiektasis akan menimbulkan kompleks gejala yang didominasi
oleh batuk dan pengeluaran sputum purulen dalam jumlah yang besar. Diagnosis
bronkiektasis dibantu dengan pemeriksaan bronkografi, tapi akhir-akhir ini
bronkografi jarang dilakukan dan digantikan dengan pemeriksaan High Resoluted
Computed Tomography (HRCT). Bronkiektasis sering dikategorikan penyakit infeksi
saluran pernapasan dengan diagnosis bronkiektasis terinfeksi.1

II. Epidemiologi
Prevalensi bronkiektasis lebih tinggi pada penduduk dengan golongan sosio ekonomi
yang rendah. Prevalensi dan perawatan di Rumah Sakit meningkat seiring dengan
usia. Studi di Amerika Serikat menunjukkan prevalensi bronkiektasis 4,2 per 100.000
orang pada orang yang berusia 18-34 tahun, meningkat menjadi 271,8 per 100.000
pada orang berusia 75 tahun.1

III. Etiologi
Beberapa hal yang dapat menyebabkan bronkiektasis antara lain:1
a. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital dapat menyebabkan bronkiektasis karena defek langsung
dari struktur bronkus. Sindrom Williams Campbell pertama kali dideskripsikan
tahun 1960 setelah adanya kasus 5 orang anak dengan ketiadaan kartilago
pada bronkus.
Sindrom Mounier- Kuhn merupakan suatu sindrom dengan pembesaran dari
trakea dan bronkus yang biasanya terjadi pada dewasa muda. Penyebab pasti
belum diketahui dengan baik, tetapi pemeriksaan histologi menunjukkan
adanya atrofi dari otot polos pada bronkus. Defek anatomi kongenital lainnya
yang dapat menyebabkan bronkiektasis adalah sindrom Swyer-James dan
Yellow-nail.

1
b. Defek mukosiliar
Abnormalitas struktur dan motilitas siliar bisa terjadi akibat defek primer di
struktur ataupun defek sekunder akibat faktor eksternal seperti bakteri ataupun
zat toksik yang terhirup.
Diskinesia siliar primer
Diskinesia siliar primer adalah defek genetik mutasi pada gen DNAI1 dan
DNAH5. Pasien yang menderita diskinesia siliar primer biasanya sering
memiliki gejala sinusitis, otitis media, dan infertilitas.
Diskinesia siliar sekunder
Beberapa bakteri misalnya Pseudomonas aeuruginosa dan Hemofilus
influenza dapat menganggu mekanisme pertahanan kerja mukosiliar, Partikel
yang terhirup misalnya asap rokok juga diketahui dapat menghambat fungsi
siliar.
c. Obstruksi saluran napas
PPOK dan asma dapat menyebabkan bronkiektasis. Hal ini diasumsikan
bronkiektasis karena keduanya jelas telah terbukti menyebabkan peradangan
saluran napas dan penyumbatan saluran nafas, baik melalui bronkospasme
atau obstruksi saluran nafas yang persisten dalam kasus PPOK.
d. Infeksi
Penyakit infeksi seperti TB dan pneumonia juga dapat menyebabkan
bronkiektasis.
e. Defek sistem imun
Hal tersering yang ditemukan pada pasien bronkiektasis dengan defek sistem
imun adalah common variable immune deficiency (CVID), X-linked
agammaglobulinaemia (XLA) dan penyakit granulomatosa kronis (CGD).
f. Idiopatik
Beberapa penelitian menujukkan tidak ada penyebab yang mendasari dari
bronkiektasis. Mayoritas pasien dengan idiopatik bronkiektasis adalah wanita
dan bukan perokok.

2
IV. Klasifikasi
Berikut klasifikasi bronkiektasis berdasarkan kelainan anatomis:2

Gambar 1. Klasifikasi bronkiektasis


a. Bronkiektasis tabung (tubular, silindris, fusiformis), merupakan bronkiektasis
yang paling ringan dan sering ditemukan pada bronkiektasis yang menyertai
bronchitis kronik.
b. Bronkiektasis kantong (saccular) merupakan bentuk bronkiektasis yang klasik,
ditandai dengan adanya dilatasi dan penyempitan bronkus yang bersifat
irregular. Bentuk ini kadang – kadang berbentuk kisata (cystic bronkiektasis).
c. Bronkiektasis varicose merupakan bentuk diantara bentuk tabung dan kantung.
Istilah ini digunakan karena perubahan bentuk bronkus menyerupai varises
pembuluh vena.

V. Patofisiologi
Patofisiologi yang dominan dari bronkiektasis adalah inflamasi pada saluran
nafas yang berhubungan dengan infeksi bakteri. Hipotesis “lingkaran setan” mengenai
bronkiektasis diusulkan oleh Cole. Cole menjelaskan bahwa awalnya terjadi
kelemahan mekanisme mukosiliar sehingga memungkinkan infeksi dan kolonisasi di
saluran pernapasan. Bakteri menyebabkan inflamasi saluran pernapasan, selanjutnya
terjadi proliferasi bakteri sehingga terjadi kerusakan/ destruksi lebih lanjut pada
saluran nafas. Dengan demikian, siklus yang berkelanjutan menyebabkan kerusakan
progresif. Inti dari siklus tersebut adalah penurunan dari sistem mukosiliar.3

3
Gambar 2. Hipotesis Cole

Sistem mukosiliar ditunjukkan dalam Gambar 3.

Gambar 3. Mekanisme Pertahanan Mukosiliar


Sistem mukosiliar merupakan sistem yang bekerja secara aktif dan simultan
tergantung pada gerakan silia untuk mendorong gumpalan mukus dan benda asing
yang terperangkap masuk saat menghirup udara. Sistem ini disebut sebagai lini
pertama dan dasar dalam mekanisme pertahanan tubuh untuk menjaga agar saluran
pernafasan atas selalu bersih dan sehat dengan membawa partikel debu, bakteri, virus,
allergen, toksin dan benda asing lainnya yang tertangkap pada lapisan mukus ke arah
nasofaring.3

4
Penyakit seperti bronkiektasis, penyakit inflamasi kronis terjadi peningkatan
ukuran dan jumlah sel sekretori mukosa, yaitu hipertrofi kelenjar submukosa,
hiperplasia dan metaplasia sel goblet akan meluas ke bronkiolus yang dalam keadaan
normal harus bebas dari mukus. Oleh karena itu, terjadi sekresi lendir berlebihan
pada bronkiektasis di seluruh saluran nafas termasuk bronkiolus, dimana pada kondisi
normal mukus tidak ada pada bronkiolus. Silia tidak dapat membersihkan mukus yang
berlebihan tersebut. Peningkatan produksi mukus pada bronkiektasis, bersamaan
dengan penurunan sistem mukosiliar, menyebabkan munculnya gejala batuk kronis,
produksi sputum dan infeksi berulang.3

Gambar 4. Patogenesis Bronkiektasis


Beberapa bakteri yaitu Haemophilus influenzae, Streptococcus pneumoniae
dan Pseudomonas aeruginosa mampu menginhibisi kerja mukosiliar dengan
memproduksi mediator inflamasi. Bakteri juga menghancurkan epitel, mengeluarkan
faktor kemotaktik untuk menarik sejumlah besar neutrofil yang nantinya dapat
merusak epitel dan mukosa bronkial.3

5
VI. Manifestasi Klinis
Berikut perbedaan manifetasi klinis bronkiektasis, PPOK, dan asma pada tabel 1.3,4
Tabel 1.Manifestasi Klinis PPOK, Bronkiektasis, Asma
Gejala PPOK Bronkiektasis Asma
Batuk + + +
Produksi sputum + ++ +/-
Dispneu ++ + +
Wheezing + +/- ++
Hemoptisis - + -
Demam +/- + -
Letargi +/- + -
Infeksi berulang + ++ +

VII. Diagnosis
Anamnesis

Manifestasi klinis dari bronkiektasis adalah batuk dan produksi sputum harian yang
mukopurulen sering berlangsung bulanan sampai tahunan. Batuk kronik yang
produktif merupakan gejala yang menonjol. Terjadi hampir 90% pasien.1,3
Sputum yang bercampur darah atau hemoptisis dapat menjadi akibat dari kerusakan
jalan napas dengan infeksi akut. Sputum yang dihasilkan dapat berbagai macam,
tergantung berat ringannya penyakit dan ada tidaknya infeksi sekunder. Sputum dapat
berupa mukoid, mukopurulen, kental dan purulen. Dispnea terjadi pada 75 % pasien.
Penurunan berat badan sering terjadi pada pasien dengan bronkiektasis yang berat.
Hal ini terjadi akibat peningkatan kebutuhan kalori berkaitan dengan peningkatan
kerja pada batuk dan pembersihan sekret pada jalan nafas. Namun, pada umumnya
semua penyakit kronik disertai dengan penurunan berat badan.3

6
Gambar 5. Sputum 3 Lapis Bronkiektasis

Pemeriksaan Fisik
Ditemukannya suara napas tambahan pada pemeriksaan fisik, termasuk
crackles (70 %), wheezing (34 %), dan ronki basah halus (44 %) adalah petunjuk
untuk diagnosis. Clubbing finger atau jari tabuh dulunya adalah gambaran yang sering
ditemukan, tapi saat ini prevalensi gambaran tersebut hanya 3 %.3,4

Gambar 6. Clubbing finger

7
Pemeriksaan Penunjang
 Kultur sputum
Kultur sputum merupakan pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan
dalam penegakkan diagnosis dan terkait dengan tata laksana. Hemofilus influenza
bakteri yang paling sering ditemukan pada hampir 35% pasien. Selain itu,
Stafilokokus aureus, streptokokus pneumonia, dan pseudomonas aeruginosa juga
sering ditemukan. Pseudomonas aeruginosa pada bronkiektasis menunjukkan
prognosis yang lebih buruk dan penyakit paru yang lebih berat.4
 Rontgen thoraks
Dengan pemeriksaan foto thoraks, maka pada bronkiektasis dapat ditemukan
gambaran seperti dibawah ini:4,5
a. Ring shadow
Terdapat bayangan seperti cincin dengan berbagai ukuran (dapat
mencapai diameter 1 cm). Dengan jumlah satu atau lebih bayangan cincin
sehingga membentuk gambaran ‘honeycomb appearance’ atau ‘bounches of
grapes’ (gambar 7). Bayangan cincin tersebut menunjukkan kelainan yang
terjadi pada bronkus.

b. Tramline shadow
Gambaran ini dapat terlihat pada bagian perifer paru. Bayangan ini terlihat
terdiri atas dua garis paralel yang putih dan tebal yang dipisahkan oleh daerah
berwarna hitam. Gambaran seperti ini sebenarnya normal ditemukan pada
daerah parahilus.Tramline shadow yang sebenarnya terlihat lebih tebal dan
bukan pada daerah parahilus

Gambar 7. Gambaran honeycomb appearance.

8
c. Tubular shadow Ini merupakan bayangan yang putih dan tebal. Lebarnya
dapat mencapai 8 mm. Gambaran ini sebenarnya menunjukkan bronkus yang
penuh dengan sekret. Gambaran ini jarang ditemukan, namun gambaran ini
khas untuk bronkiektasis (gambar 6B).

(A) (B)
Gambar 8. (A). Tanda panah menunjukan gambaran Ring shadow, (B).
Gambaran tubular shadow.
 Bronkografi
Merupakan pemeriksaan foto dengan pengisian media kontras ke dalam sistem
saluran bronkus pada berbagai posisi (AP, Lateral, Oblik). Pemeriksaan ini selain
dapat menentukan adanya bronkiektasis, juga dapat menentukan bentuk-bentuk
bronkiektasis yang dibedakan dalam bentuk silindris (tubulus, fusiformis), sakuler
(kistik) dan varikosis.4

Gambar 9. Bronkografi

9
 CT-Scan thorax
CT-Scan adalah pemeriksaan penunjang terbaik untuk mendiagnosis
bronkiektasis, mendukung hasil foto thorax dan melihat letak kelainan jalan napas
yang tidak dapat terlihat pada foto polos thorax. CT-Scan mempunyai sensitivitas
sebesar 97% dan spesifisitas sebesar 93%. Modalitas ini juga mampu mengetahui
lobus mana yang terkena, terutama penting untuk menentukan apakah diperlukan
pembedahan.4,5
CT-Scan, terutama resolusi tinggi dapat menghasilkan gambar yang
menunjukan dilatasi saluran napas dengan ketebalan dengan ketebalan 1,0-1,55 mm
ini pemeriksaan ini adalah teknik standar atau untuk mengkonfirmasi diagnosis
bronkiektasis.4,5

Gambar 10. Pada CT scan menunjukan pelebaran dinding


bronkus (tanda *) dan plug mukus (tanda panah)

VIII. Penatalaksanaan
Prinsip penatalaksanaan pasien bronkiektasis antara lain:6
 Mengobati penyakit yang mendasari
 Meningkatkan kerja mukosiliar atau drainase mukus
 Mengobati infeksi
 Tata laksana obstruksi jalan napas

10
a. Drainase mukus
Fisioterapi merupakan terapi dasar bronkiektasis, untuk meningkatkan drainase.
Tujuan fisioterapi adalah mengontrol gejala dan dengan demikian meningkatkan
kualitas hidup, mengurangi eksaserbasi dan mempertahankan fungsi paru. Fisioterapi
dianggap sebagai salah satu standar terapi bronkiektasis yang disebabkan fibrosis
kistik, tetapi penelitian mengenai manfaat fisioterapi untuk pasien non fibrosis kistik
masih terbatas. Pasien diletakkan dengan posisi tubuh sedemikaian rupa sehingga
dapat dicapai drainase sputum secara maksimal. Tiap kali melakukan drainase
postural dikerjakan selama 10-20 menit samapi sputum tidak keluar lagi dan tiap hari
dikerjakan 2 sampai 4 kali. Prinsip drainase postural ini adalah usaha mengeluarkan
sputum dengan bantuan gravitasi. Untuk keperluan tersebut, posisi tubuh saat
dilakukan drainase postural harus disesuaikan dengan letak bronkiektasisnya.
Tujuannya adalah untuk menggerakkan sputum dengan pertolongan gaya gravitasi
agar menuju ke hilus paru bahkan mengalir sampai tenggorokan sehingga mudah
dibatukkan keluar2,6

11
Gambar 9. Drainase Postural

b. Vaksinasi
Hasil penelitian mengenai efektivitas vaksinasi influenza pada pasien bronkiektasis
masih sangat terbatas.6
c. Antibiotik
Dalam eksaserbasi akut bronkiektasis, antibiotik harus diberikan jika gejala sesak
semakin berat dan sputum menjadi mukopurulen atau purulen. Volume diamati dan
dahak telah mengasumsikan kuning-hijau atau nada hijau. Jika ada hasil kultur bakteri
sputum, antibiotik harus diberikan sesuai dengan hasil kultur. Apabila tidak ada,
antibiotik spektrum luas harus dipilih untuk pengobatan awal. Untuk rawat jalan,
golongan kuinolon seperti levofloxacin atau ciprofloxacin dapat diberikan. Pemberian
bromheksin dosis tinggi juga dapat diberikan untuk membantu pengeluaran sputum.6
d. Menghambat proses inflamasi
Kortikosteroid oral sering diberikan dalam akut eksaserbasi bronkiektasis, sama
halnya dengan eksaserbasi akut PPOK. Untuk steroid inhalasi jangka panjang
memberikan manfaat. Tsang et al. menunjukkan dalam studi dari 73 pasien dengan
bronkiektasis terjadi pengurangan eksaserbasi dan produksi sputum ketika
menggunakan steroid inhalasi.6

12
e. Pembedahan
Indikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis yang terbatas yang tidak berespon
terhadap tindakan konservatif yang adekuat, dan pasien bronkiektasis yang terbatas
tetapi sering mengalami infeksi berulang, hemoptisis masif, dan abses paru.
Kontraindikasi pembedahan berupa pasien bronkiektasis dengan PPOK, dan pasien
dengan komplikasi korpulmonum kronik dekompensata.6

Gambar 9. Skema Tatalaksana Bronkiektasis

13
IX. Prognosis
Prognosis pasien bronkiektasis tergantung pada beberapa kriteria berikut:7

Kriteria Skor
Umur
<50 tahun 0
50-69 2
70-79 4
80+ 6
BMI
<18,5 2
18,5-25 0
26-29 0
>30 0
FEV1% predicted
>80 0
50-80 1
30-49 2
<30 3
Riwayat MRS
Pernah 0
Tidak 5
Eksaserbasi dalam 1 tahun
0 0
1-2 0
3/lebih 2
Kolonisasi Pseudomonas sp
Tidak 0
Ya 3
Kolonisasi mikroba lainnya
Tidak 0

14
Ya 1
Gambaran radiologi: >3 lobus terkena atau bronkiektasis sistik
Tidak 0
Ya 1

Berikut interpretasi dari skor tersebut.7


Skor Mortalitas (%)
0-4 5%
5-8 7-10%
>9 30-35%

X. Komplikasi
Infeksi yang berulang dan radang menyebabkan berlanjutkan nekrosis saluran nafas
dan destruksi jaringan paru. Tergantung pada perluasan pertumbuhan penyakit, lebih
lanjut dapat terjadi kor-pulmonale.4

15
DAFTAR PUSTAKA

1. Bilton, D dan Jones, AL. “Bronchiectasis epidemiology and causes” Biomedical


Research Unit into Advanced Lung Disease. (2011)
2. Neves, PC., Miguel, G., Pounce, P. “Non Cystic Fibrosis Bronchiectasis” Interactive
CardioVascular and Thoracic Surgery 13. (2011) p: 619-625
3. King, PT dan Daviskas, E. “Pathogenesis and diagnosis of bronchiectasis” Breathe
(2010) .Vol. 6. No 4
4. Drain, M dan Elborn, JS. “ Assessment and investigation of adults with
bronchiectasis” Eur Respir Mon (2011) Vol 52. p: 32–43
5. Perera, PL dan Scraton. “Radiological features of bronchiectasis” Eur Respir Mon
(2011) Vol 54. p: 44–67
6. Rademacher, J dan Welte,T. “Bronchiectasis-Diagnosis and Treatment” Dtsch
Arztebl Int.(2011) Vol. 108. p: 809–15
7. Chalmers, JD, Goeminne,P, Aliberti, AD. “The Bronchiectasis Severity Index An
International Derivation and Validation Study” American Journal of Respiratory and
Critical Care Medicine. (2014) Vol. 189.No. 5

16

Anda mungkin juga menyukai