A. Pendahuluan
Dewasa ini jumlah angkatan kerja di Indonesia lebih dari seratus juta jiwa,
dengan penyebaran yang tidak merata 70%-80% masih belum teroganisir
(sector informal). Di era globalisasi dan pasar bebas, K3 merupakan salah
satu yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi antar negara dan mempunyi
aturan sendiri dan mesti dipatuhi oleh seluruh negara anggota termasuk
Indonesia. Hal ini merupakan kenyataan dan tantangan berat harus kita
hadapi.
Pembangunan kesehatan bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan
dan kemampuan hidup setiap orang agar terwujud derajat kesehatan yang
optimal, yang akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Untuk
mencapai hal tersebut manusia harus berupaya dalam bentuk bekerja,
berkarya. Agar kinerja optimal diperlukan suatu upaya lain
bagi pemeliharaan kesehatan jasmani maupun rohani, yaitu upaya
kesehatan dan keselamatan kerja yang merupakan kebutuhan pokok bagi
pekerja, dan juga masyarakat sekitar atau dapat terkena dampaknya.
Kesehatan kerja merupakan upaya kelima dan 15 upaya kesehatan yang
tercantun dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, dalam pasal 23
dinyatakan bahwa kesehatan kerja diselenggarakan untuk mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal, agar setiap pekerja dapat bekerja secara
sehat tanpa membahayakan diri sendiri dan masyarakat sekeliling, agar
diperoleh produktivitas kerja yang optimal, sejalan dengan program
perlindungan tenaga kerja. Kesehatan kerja adalah kesehatan fisik maupun
fisik pekerja sehubungan dengan pekerjaannya. Pelaksanaan upaya
kesehatan kerja ini tentunya dapat dilaksanakan diseluruh tempat kerja agar
pekerja terhindar dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.
B. Latar Belakang
Dalam UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan pada pasal 23
disebutkan bahwa setiap tempat kerja wajib menyelenggarakan kesehatan
kerja,khususnya tempat kerja yang mempunyai risiko bahaya kesehatan,
mudah terjangkit penyakit atau mempunyai keryawan paling sedikit 10.
Orang. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-orang
sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga
puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunnyai risiko kesehatan
maupun penyakit akibat kecelakaan kerja, oleh karena itu petugas
puskesmas tersebut mempunyai risiko tinggi, karena sering kontak dengan
agent penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuh maupun tertusuk
jarum suntik bekas yang mungkin dapat berperan sebagai transmisi
beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV,AIDS dan juga potensial sebagai
media penularan penyakit yang lain.
Berdasarkan Kepmenkes Nomor 128/MENKES/II/2004 tentang
Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) menyatakan
bahwa Puskesmas merupakan Unit pelaksana Teknis Dinas Kesehatan
kabupaten/Kota yang bertanggung jawab dalam menyelenggarakan
pembangunan Kesehatan di wilayah kerjanya. Jumlah Puskesmas pada
Februari 2007 sebanyak 8.114 Puskesmas Pembantu 22.347 dan dilengkapi
dengan sarana kendaraan roda empat sebanyak 6.544, ambulance sebanyak
1.335 dan perahu sebanyak 616 buah serta jumlah petugas di Puskesmas
mencapai 166.154 orang (Ditjen Binkesmas 2007) Risiko petugas
Puskesmas terhadap kesehatan dan penyakit akibat kecelakaan kerja dapat
digambarkan sepeti hasil penelitian di Jakarta Timur 2004, menunjukan
bahwa rendahnya perilaku petugas kesehatan di Puskesmas terhadap
kepatuhan melaksanakan setiap prosedur tahapan kewaspadaan universal
dengan benar hanya 18,3%, status vaksin hepatitis B petugas kesehatan
Puskesmas masih rendah sekitar 12,5%, riwayat pernah tertusuk jarum
bekas sekitar 84,2% (kuwat Sri Hudoyo Th 2004) Mengingat tingginya risiko
kesehatan dan keselamatan kerja bagi petugas di puskesmas dan adanya
amanat dalam undang-undang untuk menerapkan kesehatan kerja ditempat
kerja, maka perlu penerapan kesehatan kerja dan kesehatan kerja
diwilayah puskesmas.oleh karna itu perlu pedoman manajemen kesehatan
kerja dipuskesmas.
Kesehatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan suatu satuan yang
saling berkaitan,sehigga sulit untuk dipisahkan. Rendahnya pengetahuan
pekerja informal akan kesehatan dan kesehatan kerja menyebabkan mereka
sangat beresiko untuk terkena penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja.
Untuk mencegah berbagai penyakit dan kecelakaan kerja serta untuk
meningkatkan akses pelayanan kesehatan kerja bagi pekerja informal, maka
pekerja informal tersebut perlu diberdayakan dalam bidang kesehatan kerja
sehingga mereka dapat hidup sehat dan selamat serta produktif dalam
bekerja. Agar upaya pemberdayaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan
untuk memudahkan petugas kesehatan/petugas terkait
melakukan pembinaan maka pekerja informal tersebut perlu didorong untuk
membentuk suatu wadah untuk melaksanakan kegiatan kesehatan dan
keselamatan kerja yang dikenal dengan Pos Upaya Kesehatan Kerja (Pos
UKK). Pos UKK adalah merupakan wadah dari serangkaian upaya
pemeliharaan kesehatan pekerja yang terencana, teratur dan
berkesinambungan yang diselenggarakan dari, oleh dan untuk masyarakat
pekerja