Anda di halaman 1dari 22

ENTITAS DAN INTRUMEN AKUNTANSI SYARIAH

“RUMAH SAKIT SYARIAH”


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah Entitas Dan Intrumen Akuntansi Syariah

Dosen Pengampu :
Robiatul Auliyah, S.E., M.SA

Nama Kelompok :
1. Reni Munawaroh (170221100001)
2. Ziana Yustika Fitri (170221100098)
3. A’an Dwi Amrulloh (170221100103)
4. Hafifatul Masruroh (170221100108)

PROGRAM STUDI AKUNTANSI


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA
BANGKALAN
2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Rumah sakit merupakan bagian penting dari sistem kesehatan. Rumah sakit
menyediakan pelayanan kuratif komplek, pelayanan gawat darurat, pusat alih
pengetahuan dan teknologi yang juga berfungsi sebagai pusat rujukan. Dalam
Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Pasal 29 huruf b
menyebutkan bahwa rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan yang
aman, bermutu, anti diskriminasi dan efektif dengan mengutamakan kepentingan
pasien sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, kemudian pada Pasal 40
ayat (1) disebutkan bahwa dalam upaya peningkatan mutu pelayanan rumah
sakit wajib dilakukan akreditasi secara berkala minimal tiga tahun sekali. Dari
undang-undang tersebut diatas akreditasi rumah sakit penting untuk dilakukan
dengan alasan agar mutu dan kualitas diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam
sistem pelayanan di rumah sakit ( Depkes, 2009 ).
Ekonomi Syariah yang dulunya identik dengan lembaga keuangan syariah
seperti perbankan syariah, asuransi syariah, dan pasar modal syariah kini mulai
merambah sektor bisnis lainnya. Dalam beberapa tahun ke belakang ada konsep
pariwisata syariah dengan hadirnya hotel syariah, dan yang terbaru adalah
konsep Rumah Sakit Syariah. Walau Rumah Sakit Islam sudah sejak lama
berdiri, namun Rumah Sakit yang secara pelayanan dan keuangannya
berdasarkan konsep syariah baru mulai dicanangkan.
Dalam fatwa tentang rumah sakit syariah, MUI menekankan aturan dalam
pengaturan akad yang sah menurut Islam. Selain itu diatur juga tentang
pelayanan, kosmetik, obat-obatan, makan, minuman, serta penggunaan dana
rumah sakit. Bagi rumah sakit yang ingin mendapatkan sertifikasi syariah,
nantinya harus menyimpan dananya di bank syariah. Begitu juga dengan
makanan, minuman, dan obat-obatan pun harus medapatkan sertifikasi halal dari
MUI. Selain jaminan di bidang obat-obatan dan makanan, fatwa ini juga
mengatur adanya Dewan Pengawas Syariah (DPS) pada setiap rumah sakit
syariah. Selama ini peran DPS lebih sering kita lihat pada industri keuangan
syariah, misalnya bank syariah dan asuransi syariah. Penempatan DPS di rumah
sakit syariah menjadi terobosan baru dalam pengembangan industri syariah
bidang kesehatan.
Munculnya Rumah Sakit Syariah ini juga dilatarbelakangi oleh adanya
kasus pelecehan yang dilakukan oleh perawat terhadap pasien di beberapa rumah
sakit yang ada di Indonesia. Perawat tidak menjalankan tugas dan kinerjanya
dengan wajar malah menyalahgunakannya kepada pasien. Sehingga
menimbulkan efek jera kepada pasien di rumah sakit. Oleh karena itu Pada 23
Agustus 2017 Rumah Sakit Islam Sultan Agung, Semarang mendeklarasikan diri
sebagai rumah syariah pertama di Indonesia. Hal ini dinyatakan dengan
penyerahan sertifikat Rumah Sakit Syariah Pertama di Indonesia dari DSN MUI
kepada pihak Rumah Sakit yang bertempat di Kantor Dewan Syariah Nasional
– Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) di Jl. Dempo No. 19 Pegangsaan,
Menteng, Jakarta Pusat.
Pemberian sertifikat Rumah Sakit Syariah kepada RSI Sultan Agung
Semarang adalah sebagai buah kelanjutan atas penunjukannya sebagai Pilot
Project Rumah sakit syariah bersama Rumah Sakit Nur Hidayah Bantul di tahun
2016 silam. Alhamdulillah, setelah dilaksanakan Survey Sertifikasi pada tanggal
9 Juni 2017 oleh DSN-MUI, RSI Sultan Agung dinilai telah memenuhi
persyaratan sebagai Rumah Sakit dengan prinsip syariah sesuai dengan Buku
Standar dan Instrumen Penilaian Rumah Sakit Syariah yang diterbitkan oleh
DSN- MUI yang terdiri dari 13 standar dan 173 elemen penilaian. Olehnya,
penerimaan sertifikat ini menjadi barometer teraplikasinya terstandarnya
manajemen dan pelayanan pada setiap aspek dalam semua jajaran rumah sakit
dengan konsep syariah.
Rumah Sakit Syariah adalah rumah sakit yang seluruh aktivitasnya
berdasarkan pada Maqashid–al Syariah–al Islamiyah. Konsep yang
diungkapkan oleh Imam As-Syatibi Al-Maliki ini menjelaskan bahwa dalam
rangka memelihara kebutuhan manusia, maka perlu adanya pemeliharaan
terhadap lima hal pokok yaitu memelihara Agama (hifdz ad-diin), memelihara
Jiwa (hifdz an-nafs), memelihara Keturunan (hifdz an-nasl), memelihara Akal
(hifdz al-aql), dan memelihara Harta (hifdz al-mal). Konsep inilah yang menjadi
tolak ukur yang kemudian dielaborasikan dalam bentuk penyusunan standar
terstruktur terhadap penyelenggaraan operasional rumah sakit syariah. Rumah
sakit syariah beroperasi dengan mengadopsi standar-standar syariah yang telah
disertifikasi oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI). Pedoman tersebut tercantum dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI
No. 107/DSN-MUI/X/106. Diantara yang diatur berisi lima hal, yakni tentang
akad, pelayanan, obat-obatan dan pengelolaan dana finansial.

1.2 Rumusan Masalah


I.2.1 Bagaimana Penerapan Prinsip Syariah pada Rumah Sakit Syariah?
I.2.2 Bagaimana Sistem Pengelolaan dari Rumah Sakit Syariah?
I.2.3 Bagaimana akad-akad yang diterapkan oleh Rumah Sakit Syariah?
1.3 Tujuan Penulian
I.3.1 Menjelaskan penerapan Prinsip Syariah pada Rumah Sakit Syariah
I.3.2 Menjelaskan Sistem Pengelolaan Rumah Sakit Syariah
I.3.3 Menjelaskan akad-akad yang diterapkan oleh Rumah Syariah
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Rumah Sakit Syariah

Rumah Sakit Syariah adalah rumah sakit yang seluruh aktivitasnya


berdasarkan pada Maqashid al-Syariah al-Islamiyah. Konsep yang diungkapkan
oleh Imam As-Syatibi Al-Maliki ini menjelaskan bahwa dalam rangka memelihara
kebutuhan manusia, maka perlu adanya pemeliharaan terhadap lima hal pokok yaitu
memelihara Agama (hifdz ad-diin), memelihara Jiwa (hifdz an-nafs), memelihara
Keturunan (hifdz an-nasl), memelihara Akal (hifdz al-aql), dan memelihara Harta
(hifdz al-mal).

Rumah sakit syariah merupakan rumah sakit yang dalam pengelolaannya


mendasarkan pada maqashid syariah (tujuan diadakannya syariah) yaitu seperti
penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan penjagaan harta. Rumah sakit dengan
label syariah memiliki tanggung jawab yang lebih, karena tidak hanya sekedar
memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien. Namun, pelayanan kesehatan
yang diberikan dengan upaya untuk menjaga akidah, ibadah, dan serta muamalah
sesuai dengan nilai-nilai islam menurut Ayuningtyas (2008 dalam Oktariana, 2009).

Konsep inilah yang menjadi tolak ukur yang kemudian dikolaborasikan


dalam bentuk penyusunan standar terstruktur terhadap penyelenggaraan
operasional rumah sakit syariah. Rumah sakit syariah beroperasi dengan
mengadopsi standar-standar syariah yang telah disertifikasi oleh Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Pedoman tersebut tercantum
dalam Fatwa Dewan Syariah Nasional MUI No. 107/DSN-MUI/X/106. Diantara
yang diatur berisi lima hal, yakni tentang akad, personalia hukum, pelayanan, obat-
obatan dan pengelolaan dana finansial.

Pada 24-25 Maret 2017 lalu telah ditetapkan standar dan instrumen
sertifikasi rumah sakit (RS) syariah. Sertifikasi itu ditetapkan Majelis Upaya
Kesehatan Islam Seluruh Indonesia (MUKISI), sebagai wadah yang menghimpun
penyelenggara sarana kesehatan Islam, bersama Dewan Syariah Nasional (DSN)
Majelis Ulama Indonesia (MUI). Standar sertifikasi rumah sakit syariah merupakan
kado istimewa bagi bangsa Indonesia. Pasalnya, standar yang ditetapkan DSN MUI
itu yang pertama di dunia. Negara-negara di Timur Tengah pun, yang jadi pusat
kajian Islam, belum pernah mengeluarkan fatwa dan standar tentang pelayanan
kesehatan berbasis syariah. Saat ini sudah ada sekitar 10 rumah sakit yang mendapat
label syariah, kesepuluh rumah sakit itu adalah RS Islam Sultan Agung, Semarang,
RS Nur Hidayah Bantul, Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah, Wonosobo, RS
Islam Sari Asih Ar Rahman, Tangerangn, RS Sari Asih Ciledug, Tangerang, RS
Sari Asih Sangiang, Tangerang, RS Muhammadiyah, Lamongan, RS Awal Sehat,
Wonogiri, RS Islam Yogyakarta PDHI, Yogyakarta, RS PKU Muhammadiyah,
Yogyakarta.

Ketua MUKISI, Masyhudi mengatakan perkembangan rumah sakit berbasis


di Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan yang sangat signifkan.
Kondisi ini menunjukkan bahwa ghirah umat untuk mencari pengobatan di rumah
sakit yang Islami semakin kuat. Keterlibatan seluruh Sumber daya dan lingkungan
rumah sakit yang ada menjadi kunci suksesnya implementasi syariah di rumah
sakit. Komitmen yang kuat dari rumah sakit dan masyarakat sekitar menjadikan
demand yang tinggi terhadap rumah sakit Syariah dan merupakan potensi yang luar
biasa untuk menerapkan prinsip maqashid syariah di rumah sakit di Indonesia.

Sertifikasi Rumah Sakit Syariah memberi peluang dan harapan bagi


penyelenggara pelayanan kesehatan dan masyarakat (umat) untuk meningkatkan
mutu dan keselamatan pasien dalam perspektif fisik, psikis dan spiritual serta
dakwah dalam kerangka pengembangan peradaban Islam. Di samping itu dengan
adanya sertifikasi ini semakin meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat
bahwa rumah sakit syariah menitikberatkan sasarannya pada kesesuaian dengan
prinsip syariah, keselamatan pasien dan mutu pelayanan yang berkualitas serta
memberikan pengakuan kepada RS yang telah menerapkan standar akreditasi
syariah yang ditetapkan. Sehingga masyarakat juga akan semakin aman karena
mereka yakin saya berobat di sana Insya Allah obat-obatan halal dan makanan yang
disajikan juga halal. Kedepannya semoga konsep syariah yang menjadi komitmen
dalam rumah sakit berlabel syariah dapat ditingkatkan kualitas dan pelayanannya,
agar masyarakat dapat bergumam dan percaya bahwa rumah sakit seperti inilah
yang kita butuhkan.

2.2 Dasar Hukum Terbitnya Rumah Sakit Syariah


Kita pahami bahwa kesehatan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang fundamental bagi produktifitas seseorang. Terbitnya Rumah Sakit
yang bernuansa syariah, salah satunya disebabkan oleh jumlah muslim yang sangat
besar di Indonesia memerlukan hadirnya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai
dengan kaidah Islam untuk membantu penyembuhan, pemeliharaan kesehatan,
sekaligus mampu menjadi sarana peningkatan keimanan seorang Muslim yang
menjalani pengobatan dan pelayanan kesehatan. Dengan terbitnya Rumah sakit
syariah maka DSN-MUI menerbitkan pedoman penyelenggara rumah sakit
berdasarkan prinsip syariah dengan menimbang (No. 107/DSN-MUI/X/106) :

a. bahwa masyarakat memerlukan penjelasan tentang pedoman penyelenggaraan


rumah sakit berdasarkan prinsip syariah
b. bahwa ketentuan hukum mengenai pedoman penyelenggaraan rumah sakit
berdasarkan prinsip syariah belum diatur dalam fatwa DSN-MUI
c. bahwa atas dasar pertimbangan huruf a dan b, DSN-MUI memandang perlu
menetapkan fatwa tentang pedoman penyelenggaraan rumah sakit berdasarkan
prinsip syariah untuk dijadikan pedoman.

Dengan mengingat beberapa hadist yang membahas tentang dunia


kesehatan antara lain :

1. Firman Allah swt.:


a. Q.S. an-Nisa' (4): 29:
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan
yang berlaku atas dasar suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu
membunuh dirimu. Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu."
b. Q.S. al-Baqarah (2): 275:
"Orang-orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit
gila. Keadaan mereka yang demikian itu disebabkan mereka berkata
(berpendapat) bahwa sesungguhnyajual beli itu sama dengan riba, padahal
Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Orang-orang yang
telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya, lalu terus berhenti (dari
mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum
datang larangan); -dan urusannya (terserah) kepada Allah. Orang yang kembali
(mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni-penghuni neraka; mereka
kekal di dalamnya."
c. Q.S. al-Ma'idah (5): 1:
"Hai orang yang beriman! Penuhilah akad-akad itu ... ".
d. Q.S. an-Nisa' (4): 58:
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia.
hendaklah dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-
baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha
Melihat. "
e. Q.S. asy-Syu'ara (26): 80:
"Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku. "
f. Q.S. al-Isra (17): 82:
"Dan Kami turunkan dari AI-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat
bagi orang-orang yang beriman dan AI-Qur'an itu tidaklah menambah kepada
orang-orang yang zalim selain kerugian. "
g. Q.S. Ali 'lmran (3): 159:
"Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka,
mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepada-Nya. "
h. Q.S. al-Ma'idah (5): 2:
"Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa,
danjangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan
bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya."
i. QS al-Tawbah (9): 105:
"Dan katakanlah (wahai Muhammad): Kalian kerjakanlah, niscaya Allah,
Rasul-Nya, dan orang-orang beriman akan melihat pekerjaan kalian. Dan
kalian akan dikembalikan kepada (Dia) Yang Maha mengetahui yang ghaib
dan yang nyata. kemudian Dia akan mengkhabarkan apa-apa yang telah kalian
kerjakan. "
j. J. Q.S. al-Maidah (5): 3:
"Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan)
yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang
jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu
menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala.
Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib
dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah
putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut
kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan
untukmu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni'mat-Ku, dan telah
Ku-ridhai Islam itujadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena
kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang. "

2. Hadis Nabi saw.:

a. Hadis Nabi saw. riwayat Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah: Dari Amr bin Auf
al Muzani bahwa Rasulullah saw. bersabda: "Shulh (penyelesaian sengketa
melalui musyawarah untuk mufakat) dapat dilakukan di antara kaum muslimin
kecuali sulh yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram;
dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang
mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram. "
b. Hadis Nabi riwayat Muslim dari Nu'man bin Basyir: "Perumpamaan orang
beriman dalam kasih sayang mereka, saling mengasihi dan saling mencintai
bagaikan satu tubuh; jikalau satu bagian menderita sakit, maka bagian lain akan
turut merasakan susah tidur dan demam. "
c. Hadis Nabi saw. riwayat Ibnu Majah dari 'Ubadah bin al-Shamit r.a., riwayat
Ahmad dari Ibnu 'Abbas r.a., riwayat Malik dari bapaknya Yahya al-Mazini
r.a., dan riwayat aI-Hakim dan al-Daruquthni dari Abu Sa'id al-Khudriy r.a.:
"Tidak boleh membahayakan/merugikan orang lain dan tidak boleh (pula)
membalas bahaya (kerugian yang ditimbulkan oleh orang lain) dengan bahaya
(perbuatan yang merugikannya). "
d. Hadis Nabi saw. riwayat lbn Hibban dari bapaknya Ja'far bin Amr r.a., riwayat
al-Tirmidzi dan al-Baihaqi dari Anas bin Malik r.a. : "Seseorang bertanya
kepada Rasulullah saw. terkait untanya, apakah saya (boleh) membiarkan
(tidak mengikat) unta saya kemudian bertawakkal (kepada Allah)? Rasulullah
saw. bersabda: "Ikatlah untamu dan bertawakallah (kepada Allah). "
e. Hadis Nabi saw. riwayat 'Abd ar-Razzaq: Dari Abi Sa'id ra., sesungguhnya
"Barang siapa mempekerjakan upahnya. "
f. Hadis Nabi saw. riwayat Ibn Majah: Rasulullah saw. bersabda: pekerja,
beritahukanlah Diriwayatkan dari Ibnu Umar ra., ia berkata, Rasulullah saw.
bersabda: "Berikanlah upah pekerja sebelum keringatnya kering."
g. Hadis Nabi saw. riwayat Riwayat Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Ibn
Majah, Ahmad, Ibn Hibban, al-Hakim, al-Baihaqi, al-Humaidi, al-Thabrani,
lbn Abi Syaibah, al-Bazzar, Ibn Abi 'Asim, al-Diya' al-Muqaddasi, Abu al-
Qasim Ibn Basyran, dan Abu Zur'ah al-'Iraqi: Dari Usamah Ibn Syuraik bahwa
dia berkata: "Seseorang datang dan bertanya: 'Wahai Rasulallah, apakah kita
(harus) berobat?' Beliau saw. bersabda: 'Iya benar, karena sesungguhnya Allah
tidaklah menurunkan suatu penyakit kecuali Dia pun menurunkan penawarnya.
(Penawar tersebut) diketahui oleh orang yang tahu, dan tidak diketahui oleh
orang yang tidak tahu '."
h. Lafadz hadis yang lain, riwayat lbn Majah, Abu Dawud, dan al-Tirmidzi yang
juga mensahihkannya): Dalam redaksi yang lain disebutkan bahwa seseorang
bertanya: "Wahai Rasulallah, apakah kita (harus) berobat?" Beliau saw.
menjawab: "Iya benar. Wahai hamba-hamba Allah, berobatlah kalian, karena
sesungguhnya Allah tidaklah meletakkan suatu penyakit kecuali Dia letakkan
pula penawarnya atau obatnya, kecuali satu penyakit". Para sahabat pun
bertanya: "Wahai Rasulallah, apakah yang satu penyakit itu?" Beliau
menjawab: "Tua renta". dalam redaksi yang lain: kecuali "Syam", yaitu
kematian.
i. Hadis riwayat Muslim, al-Nasa'i, Ahmad, ai-Hakim, lbn Hibban, AI-Baihaqi,
Abu Ya'la, al-Thahawi, al-Khathib ai-Baghdadi, Abu Zur'ah al-'Iraqi,
Muhammad Tbn Ishaq Ibn Mandah, dan Taj al-Din al-Subki: Dari Jabir, bahwa
Nabi saw. bersabda: "Bagi setiap penyakit ada obatnya. Apabila suatu obat
cocok untuk suatu penyakit, maka orang itupun sembuh dengan seizin Allah
Ta 'ala".
I. Hadis riwayat Imam Ahmad, lbn Majah, dan al-Tirmidzi: Dari Abu Khuzamah
yang bertanya: "Wahai Rasulullah, bagaimana pendapatmu tentang ruqyah
yang kami lakukan, dan obat-obatan yang kami gunakan, serta pelindung yang
kami pakai, Apakah hal itu dapat menolak ketentuan (qadar) Allah?" Beliau
saw .. pun menjawab: "Semua (yang engkau sebutkan itu) tbagian dari qadar
Allah".
j. J. Hadis riwayat Imam Ahmad, Muslim, Abu Dawud, Ibn Majah, Ibn Hibban,
dan al-Tirmidzi: Dari Wa'il ibn Hujr al-Hadhrami, Thariq ibn Suwaid al-Ju'fi
bertanya kepada Nabi saw .. tentang khamr, maka Rasulullah saw. melarang
(untuk menggunakannya). Thariq berkata: "Aku menggunakannya hanya
sebagai obat", Nabi saw. Pun menjawab: "Sesungguhnya khamr bukan obat,
tetapi penyakit",
k. Hadis Nabi saw. riwayat Abu Dawud: Dari Abu al-Darda', Rasulullah saw.
bersabda: "Sesungguhnya Allah telah menurunkan penyakit dan obatnya, dan
Dia menjadikan setiap penyakit ada obatnya, maka berobatlah, dan janganlah
kalian berobat dengan yang haram",
I. Hadis riwayat Imam al-Bukhari, al-Tirmidzi, Ahmad, al-Darimi, al-Baihaqi,
lbn Hibban, al-Humaidi, Abu Dawud al-Thayalisi, 'Abd al-Razzaq, Ibn al-
Jarud, Abu Va"la, al-Thahawi, al-Daruquthni, dan al-Baghawi: Ibn Mas'ud
berkata tentang benda yang memabukkan: "Sesungguhnya Allah tidak
menjadikan kesembuhan penyakit kalian pada sesuatu yang diharamkan ".
l. Hadis riwayat Muslim, Abu Dawud, al-Nasa'i, Ibn Majah, al-Tirmidhi, dan
Imam Ahmad: Dari Abu Hurairah, "Rasulullah saw. melarang berobat dengan
benda yang menjijikkan (al-khabits), yaitu yang dapat mematikan (al-summ)".
m. Riwayat al-Bukhari: Al-Zuhri berpendapat tentang air kencing unta: "Kaum
muslimin telah menggunakan air kencing unta sebagai obat, dan mereka pun
memandangnya sebagai hal yang biasa'',
n. Hadis riwayat Imam Ahmad, al-Nasa'i, dan al-Thabrani: "Sesungguhnya Allah
memberikan pahala pada setiap perbuatan, bahkan hingga suapan seorang
hamba ke dalam mulutnya'',
o. Hadis riwayat al-Bukhari, Abu Dawud, al-Tirmidzi, al-Nasa'i, Malik, al-
Daruquthni, al-Thabrani, dari Said ibn Zaid: "Pohon yang ditanam pada tanah
orang lain tanpa izin tidak menghasilkan sesuatu hak apapun "
p. Hadis riwayat Thabrani, Abu Ya'la, al-Thabrani, al-Baihaqi, Ibn 'Adi, dan Abu
Nu'aim: "Sesungguhnya Allah menyukai seseorang yang mengerjakan sesuatu
dengan cermat. "

3. Kaidah fikih :

"Pada dasarnya, segala bentuk muamalat diperbolehkan kecuali ada dalil yang
mengharamkannya atau meniadakan kebolehannya ".
"Kemudaratan harus dihilangkan. "
"Keadaan darurat (menyebabkan) dibolehkannya (hal-hal) yang terlarang. "
"Keperluan (akan sesuatu) dapat menempati posisi (setara dengan) darurat. "
4. Aqwal ulama:

a. Pendapat al-Syathibi: "Sedangkan perbuatan itsar (mendahulukan orang lain)


atas diri sendiri ialah pengguguran hak (kepentingan) pribadi yang paling berat,
yaitu meninggalkan kepentingan diri sendiri demi untuk kepentingan orang lain,
yang didasarkan pada keyakinan yang benar dan senantiasa tulus dalam
bertawakkal kepada Allah, dan menanggung kesulitan diri sendiri dalam rangka
menolong saudaranya yang seiman atas dasar cinta karena Allah; dan hal itu
merupakan manifestasi akhlak yang terpuji dan perbuatan yang mulai. Hal ini
merupakan perbuatan dan akhlak Rasulullah saw. yang diridhai .... "
b. Setelah mendasarkan argumentasinya dengan sejumlah hadis, al-Syathibi
menjelaskan: "Kesimpulannya bahwa perbuatan itsar didasarkan pada
pengorbanan kepentingan pribadi seseorang yang bersifat pragmatis, sehingga ia
bersedia menanggung kesulitan yang menimpa dirinya disebabkan ia
mendahulukan kepentingan orang lain, tindakan ini tidak tercela selama tidak
melanggar tujuan syariah (maqashid al-syariah). Namun demikian, Jika tindakan
terse but melanggar tujuan syariah maka tidak dipandang sebagai pengguguran
hak atau kepentingan pribadi dan juga bukan perbuatan terpuji menurut syariah.

2.3 Ketentuan Pengelolaan Rumah Sakit Syariah

2.3.1 Akad dan Personalia Hukum

1. Akad antara Rumah Sakit dengan Tenaga Kesehatan adalah akad Ijarah atas
jasa pelayanan kesehatan; Rumah Sakit sebagai pengguna jasa (Musta 'jir),
dan Tenaga Kesehatan sebagai pemberi jasa (Ajir),
2. Akad antara Rumah Sakit dengan Pasien adalah akad ijarah; Rumah Sakit
sebagai pemberi jasa (Ajir), dan Pasien sebagai pengguna jasa (Musta 'jir),
dalam upaya pengobatan penyakit yang dialami pasien.
3. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Alat Kesehatan dan Pemasok Alat
Laboratorium (selanjutnya disebut Pemasok) dapat berupa:

a. Akad ijarah; Rumah Sakit sebagai penyewa (musta'jir), dan pemasok


sebagai pihak yang menyewakan (mu'jir);
b. Akad ijarah muntahiyah bi al-tamlik; akad sewa yang diakhiri dengan
pemindahan kepemilikan barang sewa dari mu 'jir kepada musta 'jir;
c. Akad bai '; Rumah Sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok
sebagai penjual (ba'i );
d. Akad mudharabah; Rumah Sakit sebagai pengelola (mudharib), dan
pemasok sebagai pemilik modal (shahib ai-mal); atau
e. Akad musyarakah mutanaqishah; rumah sakit dan pengelola menyatukan
modal usaha dan porsi kepemilikan modal pemasok berkurang karena
pemindahan kepemilikan modal kepada rumah sakit secara bertahap.
4. Akad antara Rumah Sakit dengan Pemasok Obat dapat berupa:

a. Akad bai '; rumah sakit sebagai pembeli (musytari), dan pemasok obat
sebagai penjual (ba'i'), baik secara tunai (naqdan), angsuran (taqsith),
maupun tangguh (ta Jil); atau
b. Akad wakalah bi al-ujrah; Rumah Sakit sebagai wakil, dan pemasok obat
sebagai pemberi kuasa (muwakkil) untuk menjual obat kepada pasien.

Landasan Aturan Terkait Akad

1. Dalam hal para pihak menggunakan akad ijarah, maka berlaku ketentuan
dan syarat akad ijarah yang terdapat dalam fatwa DSN-MUl Nomor
09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah.
2. Dalam hal para pihak menggunakan akad jual-beli, maka berlaku ketentuan
dan syarat akad jual-beli yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor
04/DSN-MUIIIV/2000 tentang Murabahah.
3. Dalam hal para pihak menggunakan akad al-Ijarah Muntahiyyah bi al-
Tamlik, maka berlaku ketentuan dan syarat akad Ijarah Muntahiyyah bi al-
Tamlik yang terdapat dalam fatwa DSN-MUI Nomor 27IDSN-
MUIIIII12002 tentang al-ljarah al-Muntahiyyah bi al-Tamlik.
4. Dalam hal para pihak menggunakan akad Musyarakah Mutanaqishah, maka
berlaku ketentuan dan syarat akad Musyarakah Mutanaqishah yang terdapat
dalam fatwa DSN-MUI Nomor 73/DSN-MUIIXII2008 tentang Musyarakah
Mutanaqishah.
5. Dalam hal para pihak menggunakan akad mudharabah, maka berlaku
ketentuan dan syarat akad mudharabah yang terdapat dalam fatwa DSN-
MUI Nomor 07/DSN-MUIIIV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah
(Qiradh).
6. Dalam hal para pihak menggunakan akad Wakalah bi al-Ujrah, maka
berlaku ketentuan dan syarat akad Wakalah bi al-Ujrah yang terdapat dalam
substansi fatwa DSN-MUI Nomor IO/DSN-MUI/IV12000 tentang
Wakalah, dan fatwa DSN-MUI Nomor 52/DSN-MUTlIII12006 tentang
Akad Wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

2.3.2 Ketentuan Pelayanan

1. Rumah Sakit dan semua pihak yang bekepentingan (stakeholders) wajib


memenuhi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan sebaik-
baiknya.
2. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan yang sesuai dengan Panduan
Praktik Klinis (PPK), clinical pathway dan atau standar pelayanan yang
berlaku.
3. Rumah Sakit wajib mengedepankan aspek kemanusiaan dalam
memberikan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien,
tanpa memandang ras, suku, dan agama.
4. Rumah Sakit wajib berkornitmen untuk selalu bersikap amanah, santun
dan ramah, serta senantiasa berusaha untuk memberikan pelayanan yang
transparan dan berkualitas.
5. Rumah sakit wajib mengedepankan aspek keadilan, dan kewajaran dalam
membuat perhitungan biaya yang akan dibebankan kepada pasien.
6. Rumah Sakit wajib memberikan pelayanan dan konsultasi spiritual
keagamaan yang sesuai kebutuhan untuk kesembuhan pasien.
7. Pasien dan Penanggung Jawab pasien wajib mematuhi semua peraturan
dan prosedur yang berlaku di Rumah Sakit.
8. Rumah Sakit, pasien dan penanggung jawab pasien wajib mewujudkan
akhlak karimah.
9. Rumah Sakit wajib menghindarkan diri dari perbuatan maksiat, risywah,
zhulm dan hal-hal yang bertentangan dengan syariah.
10. Rumah Sakit waj ib memiliki Dewan Pengawas Syariah.
11. Rumah Sakit wajib mengikuti dan merujuk fatwa Majelis Ulama Indonesia
terkait dengan masalah hukum Islam kontemporer bidang kedokteran (al-
masa'il al-fiqhiyah al-waqi 'iyah al-thibbiyah).
12. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait tatacara ibadah yang wajib
dilakukan pasien muslim (antara lain terkait ketentuan tata cara bersuci
dan shalat bagi yang sakit).
13. Rumah Sakit wajib memiliki panduan terkait standar kebersihan Rumah
Sakit.

2.3.3 Ketentuan Penggunaan Obat-obatan, Makanan, Minuman, Kosmetika,


dan Barang Gunaan

1. Rumah Sakit wajib menggunakan obat-obatan, makanan, minuman,


kosmetika, dan barang gunaan halal yang telah mendapat sertifikat Halal
dari Majelis Ulama Indonesia (MUI);
2. Apabila obat yang digunakan belum mendapat sertifikat Halal dari MUl,
maka boleh menggunakan obat yang tidak mengandung unsur yang haram;
3. Dalam kondisi terpaksa (dharurat), penggunaan obat yang mengandung
unsur yang haram wajib melakukan prosedur informed consent.
2.3.4 Ketentuan Penempatan, Penggunaan dan Pengembangan Dana Rumah
Sakit

1. Rumah Sakit wajib menggunakan jasa Lembaga Keuangan Syariah dalam


upaya penyelenggaraan rumah sakit, baik bank, asuransi, lembaga
pembiayaan, lembaga penjaminan, maupun dana pensiun;
2. Rumah Sakit wajib mengelola portofolio dana dan jenis-jenis asset lainnya
sesuai dengan prinsip-prinsip syariah;
3. Rumah Sakit tidak boleh mengembangkan dana pada kegiatan usaha
dan/atau transaksi keuangan yang bertentangan dengan prinsip-prinsip
syariah. .
4. Rumah Sakit wajib memiliki panduan pengelolaan dana zakat, infaq,
sedekah, dan wakaf.

2.4 Urgensi Akreditasi Rumah Sakit Syariah

Akreditasi Rumah Sakit Syariah adalah pengakuan oleh lembaga yang


memiliki otoritas untuk melaksanakan suatu penilaian terhadap rumah sakit dalam
menjalankan prinsip syariah dan standar tertentu lainnya yang telah ditetapkan.

Adapun tujuan dari akreditasi Rumah Sakit Syariah di antaranya adalah;

a. Memberikan jaminan bahwa institusi rumah sakit yang terakreditasi telah


memenuhi prinsip syariah dan standar mutu yang ditetapkan oleh Pemerintah,
sehingga mampu memberikan perlindungan bagi masyarakat,
b. Mendorong rumah sakit untuk terus-menerus melakukan perbaikan dan
penyempurnaan serta mempertahankan standar kualitas yang tinggi,
c. Hasil akreditasi dapat dimanfaatkan sebagai dasar pertimbangan serta
pengakuan dari khalayak baik internal maupun eksternal.

Melalui proses akreditasi rumah sakit syariah diharapkan dapat dijadikan


sebagai sarana syiar dan dakwah keislaman yang rahmatan lil alamin,
meningkatkan kepercayaan dan kepuasan masyarakat bahwa rumah sakit syariah
menitikberatkan sasarannya pada kesesuaian dengan prinsip syariah, keselamatan
pasien dan mutu pelayanan yang berkualitas serta memberikan pengakuan kepada
RS yang telah menerapkan standar akreditasi syariah yang ditetapkan.

2.5 Pelaksanaan Akreditasi Rumah Sakit Syariah

Pertanyaan yang mengganjal hati sebagian orang adalah, siapa yang


melaksanakan akreditasi rumah sakit syariah? Idealnya penyelenggara akreditasi
rumah sakit syariah adalah sebuah lembaga independen yang dibentuk berdasarkan
amanat Undang-Undang dan dalam tataran teknis melibatkan Majelis Ulama
Indonesia, Asosiasi Rumah Sakit Islam, institusi pendidikan kesehatan, praktisi dan
akademisi serta asosiasi profesi lainnya agar memiliki payung hukum serta
kredibilitas yang kuat. Proses akreditasi dapat bersifat sukarela sesuai keinginan
rumah sakit dalam rangka merebut pangsa pasar konsumen muslim.

Adapun aspek akreditasi syariah yang dilakukan terhadap rumah sakit meliputi:
Aspek Administrasi dan manajemen rumah sakit (SDM, keuangan, pemasaran,
stratejik, organisasi dll), Aspek Logistik rumah sakit (bahan farmasi, makanan,
bahan habis pakai dll), Aspek Pelayanan Kesehatan (layanan medis dan layanan
penunjang medis) dan Arsitektur serta desain interior rumah sakit

2.6 Implementasi Rumah Sakit Berbasis Syariah


RS Sultan Agung Semarang
Alamat : Jl. Raya Kaligawe Km. 4 Semarang
Nomor Telepon : 024 658 0019, 7041 2424
Nomor Fax : 024 – 658 1928
Email : rs@rsisultanagung.co.id
Website : www.rsisultanagung.co.id
Motto :Mencintai Allah Menyayangi Sesama
Visi :
Rumah Sakit Islam terkemuka dalam pelayanan
kesehatan, Pendidikan dan Pembangunan Peradaban
Islam, menuju masyarakat sehat sejahtera yang dirahmati
Allah.

Misi :
1. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang selamat
menyelamatkan dijiwai semangat Mencintai Allah
Menyayangi Sesama.
2. Menyelenggarakan pelayanan pendidikan dalam
rangka membangun generasi khaira ummah.
3. Membangun peradaban Islam menuju masyarakat
sehat sejahtera yang dirahmati Allah.

Sejarah berdirinya Rumah Sakit Sultan Agung

Rumah Sakit Sultan Agung didirikan pada tanggal 17 Agustus 1971. Rumah
Sakit yang terletak di Jl. Raya Kaligawe KM.4 dan berdekatan dengan pusat
pertumbuhan industri ( LIK & Terboyo Industri Park ), RSI SA memulai
pengabdiannya dengan pelayanan poliklinik umum, Kesehatan Ibu dan Anak untuk
warga sekitar dua tahun berikutnya diresmikan sebagai Rumah Sakit Umum pada
tanggal 23 Oktober 1973 dengan SK dari Menteri kesehatan nomor I 024/Yan
Kes/I.O.75 tertanggal 23 Oktober 1975 diresmikan sebagai RS Tipe C (RS Tipe
Madya).
RSI Sultan Agung dengan menjadi rumah sakit (rs) pertama di Indonesia.
Kepastian itu disampaikan Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia (MUI) DR
H. Anwar Abbas, MM M.Ag ketika menyerahkan menyerahkan sertifikat
penetapan RS Syariah dari DSN MUI kepada Dirut RSI Sultan Agung, dr H
Masyhudi, AM, M.Kes dalam ceremony "Tasyakuran penetapan RSI Sultan Agung
sebagai RS Syariah.
"Bisa jadi, RSI Sultan Agung menjadi rumah sakit pertama di dunia untuk
konsep pelayanan kesehatan berbasis Syariah. Kita juga mendorong rumah sakit di
Indonesia yang memakai nama Islam segera melakukan sertifikasi Syariah"
tuturnya. Dalam ceremony itu juga dihadiri perwakilan MUI Jawa Tengah, ketua
Yayasan Badan Wakaf Sultan Agung, H. Hasan Thoha, MBA, rs mitra RSI Sultan
Agung, perwakilan beberapa rektor universitas dsb.
MUI, lanjutnya, akan memotivasi RS-terutama dengan identitas Islam-untuk segera
melakukan pengajuan penilaian sertifikasi syariah kepada DSN- MUI. Dirut RSI
Sultan Agung, dr H Masyhudi, AM, M.Kes, dalam kesempatan yang sama
memaparkan untuk menjadi rs syariah ini membutuhkan waktu dan proses
setidaknya 2 tahun. "Ada 51 persyaratan standar serta 173 elemen penilaian.
Misalnya, terkait dengan keuangan di rs syariah ini juga harus ada akad syariah,
seperti ijarah, mudharabah, serta murabahah. RS Syariah juga bukan hanya rs Islam
saja. Namun rs milik pemerintah pun juga tidak tertutup kemungkinan bisa menjadi
RS Syariah" katanya.
Kemudian, lanjut dr Masyhudi, terkait dengan pelayanan pasien di RSI
Sultan Agung, sudahmenerapkan prinsip Islam. Misalnya pemasangan kateter
sesuai gender, himbauan pemakaian hijab bagi pasien perempua ketika akan divisite
dokter laki-laki. “Bahkan laundry juga diharuskan menggunakan prinsipg syariah
dan masih banyak elemen lain,” jelasnya. RSI Sultan Agung untuk kedua kalinya
meraih Sertifikat Halal Instalasi Gizi RSI Sultan Agung dan Sertifikat Status Sistem
Jaminan Halal. Sertifikat itu diserahkan oleh ketua Lembaga Pengkajian Pangan,
Obat-obatan, dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI) Jawa
Tengah, Prof DR Ahmad Rofiq , MA
Fasilitas pelayanan RS Sultan Agung Semarang
Instalasi Laboratorium RSI Sultan Agung
Panel Demam
Tujuan : Membantu mengetahui penyebab demam seperti :
 Demam Typhoid
 Demam Berdarah
 Malaria
 Infeksi Saluran Kemih dsb

Membantu mengetahui penyebab demam seperti :

 Hematologi Rutin
 Urin Rutin
 IGM Salmonella
 Anti Dengue IgG lgM
 Malaria (Sediaan Apus Darah Tepi)

Panel Fungsi Kesehatan Reproduksi Pria

Kegunaan :Serangkaian tes untuk mengetahui kesuburan pria

Jenis Pemeriksaan :

 Analisa Sperma
 Testosteron
 LH
 FSH dll

Panel Skrinning tumor

Digunakan untuk mendeteksi tumor maupun follow up terapi pada tumor

Jenis Pemeriksaan

 CEA
 PSA (Tumor Prostat)
 Pap Smear (Tumor Leher Rahim)
 AFP (Tumor Hati)
 Dan pertanda tumor lain
Unit laboratorium yang berfungsi sebagai :

1. Pemeriksaan HBS Ag
2. Alat pemeriksaan Herman (T3, T4 dan TSH)
3. Alat pemeriksaan HIV
4. Alat pemeriksaan virus Rubella
5. Alat pemeriksaan Toksoplasma
6. Alat pemeriksaan Tumor

Panel Gangguan Fungsi Tiroid

Untuk mendeteksi adanya gangguan fungsi kelenjar tiroid secara dini.

Jenis Pemeriksaan :

 T3
 FT 4
 TSH s

Instalasi Laboratorium Patologi Anatomi (PA)


Pelayanan pemeriksaan PA RSI Sultan Agung
 Hispatologi
 Histologi Operasi dan Biopsi
 Sitologi
 Sputum 1x,
 Sputum 3x,
 Cairan lain-lain,
 Bilasan,
 Sikatan,
 Aspiarasi tanpa tindakan,
 Urine,
 Pap test
 Dan beberapa jenis pemeriksaan lainnya

Dokter Instalasi PA RSI Sultan Agung

 dr .Kasno, Sp.PA (K)


 dr. Sumarno, Msi, Med, Sp.PA

Instalasi Farmasi
Jenis pelayanan farmasi klinik di Rumah Sakit menurut standar pelayanan
kefarmasian Permenkes 58 tahun 2014:
1. Pengkajian dan pelayanan Resep
2. Penelusuran riwayat penggunaan Obat
3. Rekonsiliasi Obat
4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)
5. Konseling
6. Visite
7. Pemantauan Terapi Obat (PTO)
8. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)
9. Evaluasi Penggunaan Obat (EPO)
10. Dispensing sediaan steril
11. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
12. Handling cytostatic

CT Scan GE OPTIMA CT 660 (1000)


Dilengkapi tekhnologi Adaptive Statistical Iterative Reconstruction Technique
(ASir) yang memungkinkan melakukan pengambilan gambar untuk diagnosis
dengan kemampuan mendeteksi obyek secara lebih baik dan perbedaan kontras
rendah. CT Scan dengan tekhnologi terkini ini mampu menghilangkan sruktur
tulang secara ototmatis.
Jenis Pemeriksaan CT Scan GE OPTIMA CT 660 (1000)

1. CT Angiografi untuk memeriksa pembuluh darah di seluruh tubuh


2. CT Perfusion untuk analisis dan deteksi dini stroke
3. CT Colonoscopy untuk melakukan Virtual Colonoscopy
4. Thoracic VCAR untuk analisa penyakit paru-paru dan pemeriksaan
jantung

Perbedaan Rumah Sakit Syariah dan Non Syariah

KARAKTERISTIK
ISLAMI/SYARIAH NON SYARIAH
BISNIS
Azaz Aqidah Islami Sekuler
Motivasi Dunia-Akhirat Duniawi
Benefit Profit
Orientasi Keberlangsungan Pertumbuhan
Kebarokahan Keberlangsungan
Tinggi dewi reward
Etos Kerja Tinggi karena ibadah
duniawi
Maju Maju
Produktif Produktif
Sikap Mental
Demi keimanan dan Demi aktualisasi diri dan
ketaqwaan uang
Keahlian Demi pengabdian Demi reward
Amanah Menghalalkan segala cara
Operasional
Sidiq
Modal Halal Apapun OK
Keuangan Sistem Syariah Modern
Marketing Syariah Marketing Semua cara
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Rumah Sakit Syariah adalah rumah sakit yang seluruh aktivitasnya
berdasarkan pada Maqashid al-Syariah al-Islamiyah (tujuan diadakannya
syariah) yaitu seperti penjagaan agama, jiwa, keturunan, akal dan penjagaan
harta. Rumah sakit dengan label syariah memiliki tanggung jawab yang lebih,
karena tidak hanya sekedar memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien.
Namun, pelayanan kesehatan yang diberikan dengan upaya untuk menjaga
akidah, ibadah, dan serta muamalah sesuai dengan nilai-nilai islam,
Rumah sakit syariah beroperasi dengan mengadopsi standar-standar syariah
yang telah disertifikasi oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI). Dengan terbitnya Rumah sakit syariah maka DSN-MUI
menerbitkan pedoman penyelenggara rumah sakit berdasarkan prinsip syariah
yakni (No. 107/DSN-MUI/X/106)
Akad-akad atau transaksi yang digunakan oleh Rumah Sakit Syariah denan
para pemangku kepentingan adalah Akad Ijarah, Ijarah muntahiyah bil al-
tamlik, ba’i, mudharabah, musyarakah, dan wakalah bil ujrah
3.2 Saran
Penulis mengharapkan adanya penelitian lebih lanjut terkait Rumah sakit
syariah dan diharapkan kepada para pembaca makalah untuk memberikan
saran kepada penulis untuk perbaikan penulisan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA

Ayuningtyas & Fazriyah. (2008) Analisis Potensi Pasar dan Atribut Pelayanan RSI
Depok. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. Vol. 3 (No. 1). Hlm. 17-22

dakwatuna.com, 27 Agustus, Menggagas Akreditasi Rumah Sakit Syariah dalam


https://www.dakwatuna.com/2014/08/27/56326/menggagas-akreditasi-
rumah-sakit-syariah/#axzz5x9HJK6NO, Diakses pada 20 Agustus 2019
pukul 20:44

DSN MUI, 2016, Pedoman Penyelenggaraan Rumah Sakit Berdasarkan Prinsip


Syariah, diakses pada 19 Agustus 2019 dalam
https://drive.google.com/file/d/0BxTllNihFyzeGtndWNWTWRkbXM/vie

Dyah Wiji Puspita Sari, M. Abdurrouf , Rismawati. (2018). Pelayanan


keperawatan berbasis syariah dan loyalitas pasien di rumah sakit islam.
Jurnal Keperawatan dan Pemikiran Ilmiah Sari. 4 (7). 109-117

Faizin, Mu’adil. (2018). Analisis fatwa dsn-mui tentang pedoman penyelenggaraan


rumah sakit syariah. Vol. 06 (No. 02). Hlm. 12-23

Farhan, Muhammad. (2018). “Penerapan Prinsip-Prinsip Syariah Dalam Rumah


Sakit Islam Sultan Agung Semarang”. Fakultas Syariah dan Hukum. UIN
Syarif Hidayatullah. Jakarta

Hikmah pratiwi hafid. (2016). Pengaruh pelayanan dengan prinsip-prinsip syariah


terhadap kepuasan pasien pada rs ibnu sina Makassar. Fakultas Ekonomi
Dan Bisnis Islam. Universitas Islam Negeri Alauddin. Makasar

Risetkita.id. (2018). Konsep Syariah yang Dibawa Ke Rumah Sakit: Inikah yang
Dibutuhkan Masyarakat? dalam http://risetkita.id/2018/05/13/konsep-
syariah-yang-dibawa-ke-rumah-sakit-inikah-yang-dibutuhkan-
masyarakat/2/
Rumah Sakit Sultan Agung Semarang, 2019, Profil Rumah Sakit Sultan Agung
Semarang, diakses 19 Agustus 2019 dalam http: www.rsisultanagung.co.id/

Sulistiadi, W & Rahayu, S. (2016). Potensi penerapan maqashid syariah dalam


rumah sakit syariah di indonesia. Hlm. 683-690
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai