Anda di halaman 1dari 6

PEMBAHASAN

Casting adalah proses dimana wax pattern dari restorasi dikonversi untuk
mereplikasikan dental alloy. Proses casting digunakan untuk membuat restorasi gigi
seperti inlay, onlay, mahkota, jembatan, dan removable partial denture (Craig,2002, pg.516).
Secara garis besar proses casting meliputi waxing, spruing, investing (penanaman), burnout,
dan casting.

Dalam praktikum casting ini terdapat empat kali pengecoran dengan mould dalam bumbung
tuang yang memiliki rasio w/p yang berbeda. Bahan tanam tuang yang digunakan pada
praktikum ini adalah gypsum bonded, pengaruh rasio w/p berpengaruh terhadap besarnya
ekspansi termal yang berhubungan dengan adanya jumlah padatan. Oleh karena itu jelas bahwa
semakin banyak air yang digunakan dalam mencampur bahan tanam, ekspansi termal yang
dicapai akan kurang selama pemanasan berurut sehingga mengkompensasi tidak layak. Jumlah
air dan bahan tanam harus diukur secara akurat. Semakin tinggi rasio w/p, hasil casting akan
kasar. Namun, jika terlalu sedikit air yang digunakan, bahan tanam mungkin tidak dapat
dikelola karena tebal dan tidak dapat diterapkan pada model dengan benar. Dalam vakum
bahan tanam, udara mungkin tidak cukup dihilangkan. Dalam keadaan ini dapat menyebabkan
permukaan pada pengecoran kasar.

Burnout dilakukan setelah material gypsum-bonded mengalami setting. Material tersebut


dipanaskan hingga semua malam telah habis, dibuktikan dengan menggunakan glass lab yang
diletakkan di atas bumbung tuang dengan crucible menghadap ke atas. Selanjutnya dilakukan
preheating pada investment materials sesuai dengan titik lebur logam alloy. Pemanasan
cetakan mould harus dilakukan pada tingkat yang memungkinkan uap dan gas-gas lainnya akan
dibebaskan tanpa meretakkan cetakan, oleh karena itu diperlukan bahan yang sesuai antara
bahan tanam tuang dengan logam casting. Selain itu, preheating bertujuan untuk menjaga
logam tetap cair saat mengisi ruang restorasi. Hal yang perlu diperhatikan juga adalah suhu
mould tidak boleh dibiarkan jatuh signifikan sebelum casting dimulai untuk mencegah
pendinginan logam yang terlalu cepat sehingga logam tidak dapat mengisi seluruh bagian
mould (McCabe & Walls, 2008, p. 80).

Keseimbangan antara suhu logam cair dan suhu cetakan penting agar dapat memproduksi
sebuah hasil tuangan yang lengkap dan akurat serta mempunyai struktur halus. Logam harus
cukup panas untuk memastikan bahwa logam sepenuhnya cair dan tidak mendingin dahulu
sebelum masuk ke dalam cetakan, tetapi tidak boleh terlalu panas karena dapat
mengakibatkan logam mulai mengoksidasi atau tertundanya kristalisasi saat mencapai ujung-
ujung cetakan atau dapat merusak interaksi dengan dinding cetakan. (Mc.cabe,2008, pg.80).

Proses melting dilakukan pada casting crucible menggunakan blow torch. Logam paling baik
dicairkan dengan menempatkannya pada bagian dalam dinding crucible. Dalam posisi ini,
operator dapat mengawasi proses pencairan, dan ada kesempatan bagi gas-gas di dalam
semburan api untuk dipantulkan dari permukaan logam, bukan diserap oleh permukaan logam.
Casting crucible dibuat dari bahan alumina, quarsa, dan zirconiaaluminai tidak akan leleh saat
proses casting terjadi (Annusavice, 2013)
Proses melting pada logam cair akan memperlihatkan beberapa perubahan. Perubahan-
perubahan tersebut secara berurutan adalah:

1. Logam membara dan memerah


2. Logam mengkilat
3. Logam membulat
4. Logam menyusut
5. Logam mencair

Salah satu cara melihat pemanasan ini sudah sesuai adalah logam yang dipanaskan akan
menjadi terang dan jernih, serta dengan mengetukkan piringan dibawah crucible casting yang
bila logam pada crucible casting bergerak, maka logam telah cair. Jika terlalu lama dipanasi
maka logam akan berwarna merah gelap, hal tersebut menandakan telah terjadi oksidasi dan
pemanasan tidak efektif dan kusam. Posisi blow torch juga tidak boleh terlalu dekat, karena
juga akan menyebabkan oksidasi. Zona api pada blow torch yaitu Zona Kombusi, Zona
Reduksi, dan Zona Oksidasi. Zona kombusi adalah zona api yang berwarna hijau dan paling
dekat dengan inner cone. Zona reduksi adalah zona api yang berwarna biru, terletak tepat di
luar zona kombusi. Zona ini merupakan nyala api yang paling panas. Zona oksidasi adalah
zona api yang berada di outer cone, pada zona ini terjadi pembakaran dengan oksigen di udara.
Dalam praktikum ini zona api yang digunakan adalah zona reduksi yang merupakan tempat
nyala api yang paling panas yang digunakan untuk melelehkan logam (Annusavice et al 2013,
p. 221).
Quenching dilakukan segera setelah logam cair yang terdapat pada bumbung tuang mengalami
solidifikasi. Quenching dilakukan dengan memasukkan bumbung tuang ke dalam air. Ada dua
manfaat melakukan quenching yaitu logam dalam kondisi annealed untuk burnishing,
polishing dan prosedur lain yang serupa. Fungsi quenching adalah membuat bahan tanam tuang
menjadi lunak sehingga hasil casting dapat dengan mudah diambil. Bahan tanam tuang menjadi
lunak setelah dimasukkan ke dalam air akibat perubahan struktur kimia bahan tanam tuang dari
sulfat dihidrat menjadi sulfat hemihidrat sehingga bahan tanam tuang menjadi bergranuler.
Selain itu, quenching juga menyebabkan hasil casting menjadi halus karena ikatan kimia hasil
casting akan menjadi rapat kembali (Annusavice et al 2013, p. 222).

Hasil casting yang didapatkan pada praktikum mengalami beberapa kegagalan seperti adanya
marginal fit,bintil, sayap, porus, mahkota tidak lengkap, bagian marginal membulat,hasil tidak
lengkap dan permukaan kasar.
1. Marginal Space
Marginal space dapat terbentuk karena lengan pemutar yang dihentikan sebelum logam
mengalami solidifikasi pada casting machine, akibatnya logam cair yang terisi ke
bagian marginal pada mould akan kembali sehingga logam cair tidak memenuhi bagian
marginal. Marginal space juga dapat terbentuk oleh karena jumlah putaran dari lengan
pemutar yang tidak sesuai dengan berat logam. Jumlah putaran yang lebih sedikit
mengakibatkan logam cair tidak mengalami solidifikasi sempurna sehingga akan
terbentuk marginal space.

2. Bintil
Bintil pada hasil casting dapat disebabkan oleh kesalahan dalam penggunaan
wetting agent. Wetting agent dapat membantu mencegah pengumpulan gelembung
udara di permukaan model malam. Namun, penggunaan wetting agent yang terburu-
buru tanpa menunggu hingga wetting agent mengering akan mengakibatkan bintil pada
hasil casting. Hal ini terjadi karena wetting agent akan menghasilkan gelembung udara
sehingga akan membentuk suatu lubang pada mould (Annusavice et al 2013, p. 224).
Selain itu, bintil dapat disebabkan karena gelembung udara yang terbentuk pada mould.
Bahan tanam tuang pada dasarnya berfungsi sebagai ventilasi udara namun jika jarak
dari mould dan puncak bumbung tuang melebihi 7 mm maka akan menyebabkan udara
terjebak pada bahan tanam tuang dan mould. Udara yang terjebak pada mould akan
menyebabkan porositas pada bahan tanam tuang. Saat casting, logam cair akan mengisi
porositas pada bahan tanam tuang sehingga hasil casting akan membentuk bintil.

3. Sayap
Sayap dapat terbentuk disebabkan karena panas yang terlalu tinggi sehingga
menyebabkan keretakan pada mould. Keretakan pada mould dapat terbentuk karena
sulfur tidak tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu yang lama, akibatnya akan terjadi
pemutusan ikatan rantai dari sulfur dan menyebabkan retakan pada mould. Celah akibat
retakan tersebut kemudian diisi oleh logam sehingga terbentuklah sayap (McCabe &
Walls 2008, p. 81).

4. Porositas
Porositas dapat terjadi pada permukaan internal maupun eksternal dari hasil
casting. Porositas terlihat seperti lubang permukaan pada hasil casting. Investment
material yang pecah, maupun partikel berupa kotoran yang jatuh atau masuk ke dalam
sprue, menyatu dengan casting dan membentuk lubang pada permukaan pada hasil
casting. Karena alasan ini semua cetakan harus ditangani dengan sprue menghadap ke
bawah (McCabe & Walls 2008, p. 82). Porositas juga dapat terjadi karena udara yang
terjebak pada investment saat casting, hal ini terjadi karena udara yang terjebak akan
menimbulkan back pressure sehingga mencegah alloy yang leleh untuk mengisi celah-
celah kecil yang kosong. Solusi untuk hal ini adalah dengan memberikan jarak antara
wax pattern dan puncak dari bumbung tuang sebesar 6 mm, sehingga udara yang
terdapat pada mould akan mudah untuk mengalir (Annusavice et al 2013, p. 207). Pada
dasarnya, semakin banyak kristal gipsum yang terdapat pada bahan tanam tuang maka
semakin sedikit porositas yang dapat terbentuk. Sebaliknya, semakin sedikit jumlah
Kristal gipsum pada bahan tanam tuang dan semakin banyak jumlah air yang
digunakan, maka tingkat porositas akan semakin tinggi (Annusavice et al 2013, p. 207).
5. Hasil Tidak Lengkap
Penyebab hasil tidak lengkap adalah karena terhalangnya cairan alloy untuk mengisi
mould secara utuh. Ada beberapa faktor yang dapat menghambat jalannya cairan
logam, yaitu:
1. Pembuangan sisa malam yang tidak sempurna dari dalam mould
Jika terlalu banyak hasil pembakaran yang tertinggal di dalam mould, maka pori-pori dari
bahan tanam tertutup malam sehingga udara tidak dapat keluar seutuhnya. Jika ada cairan
atau partikel malam yang tertinggal, maka kontak dari alloy dengan sisa malam dapat
menimbulkan back pressure untuk menghalangi alloy masuk ke dalam mould. Kegagalan
ini terlihat berupa tepi yang membulat (Annusavice et al 2013, p. 227-8).
2. Pengaruh Benda Asing yang masuk ke dalam mould
3. Kecepatan casting machine Pemutaran casting machine yang lambat, sehingga gaya
sentrifugal kecil, lelehan logam tidak dapat memasuki seluruh permukaan mould space
dengan cepat.

6. Marginal space
Marginal space dapat terbentuk karena lengan pemutar yang dihentikan sebelum logam
mengalami solidifikasi pada casting machine, akibatnya logam cair yang terisi ke bagian
marginal pada mould akan kembali sehingga logam cair tidak memenuhi bagian marginal.
Marginal space juga dapat terbentuk oleh karena jumlah putaran dari lengan pemutar yang
tidak sesuai dengan berat logam. Jumlah putaran yang lebih sedikit mengakibatkan logam cair
tidak mengalami solidifikasi sempurna sehingga akan terbentuk marginal space.

7. Bagian Marginal Membulat


Bagian marginal membulat terjadi karena pembuangan atau burn out pada wax pattern yang
tidak sempurna dari dalam mould. Jika terlalu banyak hasil pembakaran yang tertinggal di
dalam mould, maka pori-pori dari bahan tanam tertutup malam sehingga udara tidak dapat
keluar seutuhnya. Jika ada cairan atau partikel malam yang tertinggal, maka kontak dari alloy
dengan sisa malam dapat menimbulkan back pressure untuk menghalangi alloy masuk ke
dalam mould. Kegagalan ini terlihat berupa tepi yang membulat (Annusavice et al 2013, p.
227-8).

8. Penggunaan Asbes
Fungsi asbes adalah untuk menyerap air pada bahan tanam tuang dan memberikan ruang bahan
tanam tuang saat terjadi ekspansi. Pada dasarnya, ekspansi pada bahan tanam tuang terjadi ke
segala arah, namun karena pada praktikum kali ini tidak menggunakan asbes maka ekspansi
hanya mengarah ke dasar dan puncak bumbung tuang.

9. Hasil Longgar dan Hasil Kekecilan


Hasil Longgar dapat terbentuk karena pengaruh perbandingan bubuk dan cairan. Semakin
tinggi perbandingan bubuk dan cairan maka ekspansi yang dihasilkan juga semakin tinggi.
Sebaliknya, semakin kecil perbandingan bubuk dan cairan maka ekspansi yang dihasilkan juga
semakin kecil. Pada hasil casting casting yang longgar, perbandingan bubuk dan cairan
cenderung lebih besar dari normal sehingga ekspansi yang terjadi lebih besar dari yang
diinginkan mengakibatkan hasil casting akan menjadi longgar. Sebaliknya pada hasil casting
yang kekecilan, ekspansi yang terjadi lebih kecil dari normal sehingga hasil casting akan
menjadi lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA
Anusavice, K. J., Shen, C., & Rawls, H. R. 2013. Phillips’ Science of Dental Materials. 12th
ed. Missouri: Elsevier Saunders. pp. 195, 198, 201, 207, 221, 224, 227-8
McCabe, J. F. & Walls, A.W.G. 2008. Applied Dental Materials. 9th ed. Victoria: Blackwell
Publishing Ltd. pp. 50,

Anda mungkin juga menyukai