LAPORAN AWAL
MODUL PENGECORAN
1906356456
KELOMPOK 9
FAKULTAS TEKNIK
DEPOK
FEBRUARI 2022
1. Tujuan Percobaan
a. Memahami perancangan system saluran turun dan penambah yang sesuai dengan
dimensi logam yang akan dicor
b. Memahami cara pembuatan cetakan pasir yang sesuai dengan rancangan pola yang
ada
c. Memahami tahapan persiapan dan proses peleburan logam
d. Memahami cara penuangan logam cair ke dalam cetakan pasir yang telah dibuat
e. Memahami jenis-jenis cacat yang dapat terjadi pada logam serta cara
penanggulangannya
f. Memahami sifat logam hasil coran yang sesuai dengan komposisi paduan yang
digunakan
2. Dasar Teori
a. Proses Peleburan Alumunium
Alumunium merupakan logam yang ringan dengan nomor atom 13 dan berat atom
26,98 gram. Pada udara bebas, alumunium mudah teroksidasi membentuk lapisan tipis
oksida Al2O3 yang tahan terhadap korosi. Alumunium bersifat amfoter yaitu mampu
bereaksi dengan larutan asam maupun basa. Struktur Kristal yang dimiliki alumunium
adalah FCC, sehingga alumunium memiliki keuletan pada temperature yang rendah.
Alumunium memiliki kekuatan yang rendah, tetapi strength to weight ratio yang lebih
tinggi dibandingkan baja, sehingga proses konstruksi yang memerlukan sifat ringan
cenderung menggunakan alumunium.
Alumunium merupakan logam berwarna putih dan lunak, serta terdapat banyak pada
kerak bumi. Alumunium terdapat di kerak bumi dengan persentase 8,07% - 8,23%.
Alumunium memiliki beberapa sifat yang menguntungkan seperti ketahanan korosi akibat
lapisan oksida, berat sekitar satu pertiga baja, mudah ditekuk, mudah diperlakuan mesin,
mudah cor, mudah ditarik, dan diekstrusi. Alumunium merupakan logam yang tahan
terhadap korosi dikarenakan fenomena pasivasi. Alumunium merupakan konduktor panas
dan elektrik yang baik. Namun, alumunium komersial selalu mengandung impurities
sebesar 0.8% seperti besi, silicon, tembaga, dll. Impurity dapat menurunkan sifat hantar
listrik dan korosi yang dimiliki oleh alumunium, tetapi meningkatkan kekuatan
dibandingkan alumunium murni. Dalam pengecoran, alumunium dapat dituang dengan
metode penuangan apapun dan dapat menjalani deforming melalui proses apapun.
- Menyiapkan dapur pembakaran dan memastikan bahan bakar terhubung dengan burner
ke dalam saluran input bahan bakar
- Memeriksa cawan lebur untuk kebocoran dan membersihkan cawan lebur untuk
mendapatkan kualitas alumunium yang optimal, serta tidak tercampur dengan kotoran
- Mengatur jumlah bahan udara dan gas yang digunakan pada proses peleburan agar
tidak menggunakan bahan bakar yang berlebihan
- Menimbang alumunium dan memasukkan ke dalam cawan lebur
- Ketika cawan lebur berwarna merah, alumunium akan menyusut dan mengalami
peleburan. Sisa alumunium dibuang dan alumunium cair akan dilanjutkan untuk diaduk
- Alumunium cair dilanjutkan pada penuangan dalam cetakan
Pembekuan atau solidifikasi merupakan proses transformasi logam cair menjadi fasa
solid. Solidifikasi dimulai ketika logam cair bersentuhan dengan dinding cetakan yang
akan memberikan heat transfer dari logam cair kepada dinding cetakan. Pendinginan pada
daerah yang bersentuhan atau dekat dengan dinding cetakan akan berlangsung secara cepat,
sehingga menghasilkan butir yang halus dengan orientasi acak. Bagian tengah logam cair
yang jauh dari dinding cetakan akan mengalami pendinginan yang lebih lambat, sehingga
Kristal akan tumbuh dari inti mengarah ke bagian dalam produk dan menghasilkan butir
columnar. Pada casting, logam cair yang berada dekat dengan dinding cetakan akan
membeku terlebih dahulu, sehingga solute akan menjadi lebih banyak dibandingkan bagian
tengah logam cair yang jauh dari dinding cetakan. Oleh karena itu, segregasi akan terjadi
pada daerah yang membeku lebih lambat. Hal tersebut akan menyebabkan butir menjadi
tidak homogen dan menurunkan mechanical properties materialnya
Proses solidifikasi rentan terhadap cacat seperti shrinkage, porosity, dan crack. Proses
pembekuan berkaitan dengan perubahan fasa dari liquid menjadi solid. Waktu total proses
solidifikasi dapat dihitung menggunakan Chrovinov’s Rule sebagai berikut:
𝑉
𝑇𝑆𝑇 = 𝐶𝑚 ( )𝑛
𝐴
Keterangan:
TST = Total solidification time
Cm = Mold constant
V = Volume casting
A = Surface area casting
N = Constant (n=2)
c. Cacat pada Produk Pengecoran
Cacat pada pengecoran logam dapat dibagi menjadi:
- Misrun, yaitu logam cair mengalami solidifikasi sebelum mengisi seluruh bagian
cetakan dikarenakan temperature penuangan yang rendah dengan penuangan dengan
waktu yang lama. Hal tersebut dapat diatasi dengan menentukan temperature
penuangan diatas temperature melting dengan waktu penuangan yang tepat
- Cold shut, yaitu terdapat 2 atau lebih aliran logam cair yang menjalani solidifikasi di
waktu berbeda dikarenakan fusion yang tidak optimal. Hal tersebut dapat diatasi
dengan menentukan jumlah dan letak saluran masuk agar campuran dapat lebih merata
- Inklusi, yaitu terdapat pengotor di dalam logam cair yang berasal dari oksidasi material.
Oksidasi yang dihasilkan disebut dengan dross. Hal tersebut dapat diatasi dengan
mengkontrol temperature holding, penggunaan scrap yang sesuai, menjaga
kelembaban udara, dan menggunakan ladle yang tidak terlalu dalam
- Shrinkage, yaitu penyusutan pada logam cair ketika tahapan solidifikasi. Hal tersebut
dapat diatasi dengan menggunakan chiller dan riser
- Porositas, yaitu solidifikasi yang terjadi dengan waktu yang cepat, sehingga udara
terjebak di dalam logam. Hal tersebut dapat diatasi dengan membakar cetakan pasir,
menjaga kelembaban udara, dan memastikan komposisi sesuai
- Hot tears, yaitu retakan yang terjadi akibat penyusutan berlebih pada produk cor. Hal
tersebut dapat diatasi dengan menghindari bentuk cetakan bersudut dan penambahan
grain refiner
- Swell, yaitu pengembangan pada produk cor dikarenakan cetakan mengembang akibat
tekanan logam cair. Hal tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan kekuatan pasir
cetak dengan cara menurunkan kadar air
- Shift, yaitu cacat akibat kesalahan penyusunan cup dan drag yang tidak sejajar. Hal
tersebut dapat diatasi dengan pengecekan posisi sebelum tahapan penuangan
- Fin, yaitu cacat yang disebabkan adanya celah antara cup dan drag, sehingga bentuk
sirip terbentuk pada pinggiran benda cor. Hal tersebut dapat diatasi dengan menjaga
posisi agar tidak bercelah
- Rat tail, yaitu cacat yang disebabkan permukaan cetakan mengembang dan logam cair
memasuki bagian tersebut dan menghasilkan bentuk ekor tikus. Hal tersebut dapat
diatasi dengan memperbaiki cetakan yang digunakan
Cacat pada pengecoran pasir cetak dapat dibagi menjadi:
- Sand blow, yaitu terperangkapnya gas saat penuangan dikarenakan permeabilitas buruk
- Pin holes, yaitu cacat sand blow dengan ukuran lebih kecil dan tersebar
- Sand wash, yaitu erosi pada cetakan akibat penuangan yang tidak tepat dan
menyebabkan bentuk cetakan berubah
- Scabs, yaitu timbulnya bagian kasar pada permukaan akibat reaksi logam cair dan pasir
cetak
- Penetration, yaitu logam cair memasuki cetakan akibat fluiditas logam
- Mold shift, yaitu pergesaran cope dan drag, sehingga menimbulkan step pada produk
cor
- Core shift, yaitu pergeseran inti cetakan akibat daya apung logam
- Mold crack, yaitu retakan pada cetakan, sehingga logam akan melebur membentuk sirip
pada produk cor
3. Alat dan Bahan
a. Ember
b. Gelas ukur
c. Cangkul
d. Gerinda
e. Masker
f. Timbangan
g. Rammer
h. Kuas
i. Sarung tangan
j. Kacamata
k. Mangkuk
l. Flask
m. Ladle
n. Pasir silica
o. Fluks
p. Air
q. Pasir resin
r. Degasser
s. Logam Al
t. Gula tetes
u. Bentonite
4. Flow Chart Percobaan
a. Perancangan Pola dan Gating System
Mengukur dan
memperhitungkan Membuat pola
Membuat design
dimensi, serta kayu dari benda
benda cor dengan
berat benda cor cor dan sistem
sistem salurannya
dengan sistem salurannya
saluran
b. Pasir Cetak
i. Facing Sand
Menimbang
Periksa Mencampur
pasir silika,
peralatan, bahan hingga Facing sand siap
bentonit, air,
bahan, dan pola tercampur digunakan
dan aditif sesuai
kayu merata
ketentuan
Backing sand
didapatkan dari sisa Aduk backing sand
Backing sand siap
pengecoran hingga halus
digunakan
kelompok menggunakan tangan
sebelumnya
c. Pembuatan Cetakan
•Menyiapkan flask dan pisahkan antara kup dan drag, letakkan drag dengan posisi terbalik pada alas rata dan ditaburkan
1 tepung kanji
•Atur posisi pola pada tengah cetakan dan taburi dengan tepung kanji
2
•Tutupi pola dengan salah satu bagian facing sand, dan padatkan hingga pasir merata menutupi pola benda cetakan
4
•Padatkan pasir yang terdapat pada drag dengan menggunakan rammer, lakukan hingga pasir kuat dan padat
6
•Pasang belahan bola, gating system, dan riser pada kup dengan posisi sesuai, lalu taburkan tepung kanji
8
•Tutup pola dengan sisa facing sand, dan padatkan menggunakan rammer
9
•Tambahkan backing sand hingga kup terisi penuh, dan padatkan menggunakan rammer
10
•pisahkan kup dan drag dengan hati-hati agar pasir tidak rontok dan pola menghadap atas
11
•Lepaskan pola dari cetakan dengan hati-hati mengetuk perlahan pola hingga terlepas cetakan pasir, dan angkat pola
12 dengan baut
•Perbaiki bagian cetakan yang rusak dengan pasir repairing, yaitu facing sand dengan komposisi gula lebih banyak
13
•Lakukan coating
16
•Panaskan cetakan hingga kering dan letakkan inti, yang kemudian dibersihkan dengan kuas
17
e. Peleburan
•Lapisi ladle dengan thermal coat
1
•Nyalakan dapur dan biarkan terbakar hingga kemerahan, serta panaskan ladle dengan
3 membakar briket batubara
•Setelah mencair, kecilkan dapur dan lakukan pemaduan dan aduk hingga homogen
7
•Periksa temperature logam cair dengan thermocouple, dan matikan ketika telah
12 mencapai temperature tuang, serta lakukan tapping
f. Penuangan
•Atur posisi pengangkat kowi, ladle, dan cetakan
1
•Kembalikan logam cair dan panaskan kembali jika temperature logam cair lebih rendah dari
7 temperature ruang
•Hancurkan pasir
12
Pada paduan Al-Cu, hot tear terjadi pada load rendah dan range temperature 93% hingga
96% solid. Komposisi alloy dan superheat menentukan struktur butir dan ketahan terhadap hot
tearing suatu paduan. Pada Al-Cu, struktur butir berubah dari bentuk columnar menjadi equiaxed
seiring pertambahannya unsur paduan dan menyebabkan pengurangan panjang crack. Cu sebagai
paduan alloy berperan terhadap tear resistance dikarenakan hubungannya dengan alloy freezing
range. Penambahan Cu akan meningkatkan alloy freezing range dan menurunkan tear resistance
material dikarenakan alloy menjadi terpapar pada vulnerable stage dalam waktu yang lebih lama.
Butir, ukuran butir, dan bentuk butir memiliki pengaruh pada hot tearing paduan Al-Cu.
Al-Cu merupakan paduan yang memiliki bentuk butir columnar yang lebih rentan terhadap
terjadinya hot cracking dikarenakan persebaran tegangan menjadi terkonsentrasi pada ujung butir
dan tidak merata pada seluruh daerah, sehingga hot cracking akan rentan terjadi. Penggunaan grain
refinement dapat digunakan pada paduan Al-Cu untuk mengubah bentuk butir yang awalnya
berbentuk columnar menjadi equiaxed dan mendapatkan distribusi butir yang lebih homogen pada
seluruh daerah material. Oleh karena itu, paduan Al-Cu yang menggunakan grain refiner akan
menghasilkan panjang retakan yang lebih rendah dibandingkan dengan paduan Al-Cu yang tidak
menggunakan grain refiner
Referensi:
- Li, S., and D. Apelian. "Hot tearing of aluminum alloys." International Journal of
Metalcasting 5.1 (2011): 23-40.
- Braccini, M., et al. "Hot tearing phenomena in Al-Cu alloys: grain refinement
effect." Matériaux & techniques 88.5-6 (2000): 19-24.
- Sabau, Adrian S., et al. "Hot-tearing of multicomponent Al-Cu alloys based on casting load
measurements in a constrained permanent mold." TMS 2017 146th Annual Meeting &
Exhibition Supplemental Proceedings. Springer, Cham, 2017.