Anda di halaman 1dari 26

I.

Pendahuluan

Pertimbangan utama dari casting design adalah kualitas produk akhir dan
besar yield pada casting. Hal ini sangat dipengaruhi oleh desain dari gating &
riser system yang diterapkan. Jika tidak sesuai, maka hasil casting dapat
mengalami cacat seperti porosity, shrinkage, blowhole, dan incomplete filling.
Semua ini dapat didesain secara otomatis dalam software yang dinamakan
MAGMASOFT. Pada program ini, tata letak sistem gating dapat diatur
sedemikian rupa untuk mengindari defect dari sand casting. Simulasi proses
casting dihitung dalam sebuah layout proses, yang dilakukan oleh seorang
operator. Penilaian gating system casting mana yang cocok dengan kondisi proses
sangat ditentukan oleh operator. Perubahan paramater sesedikit apapun pada
proses akan berdampak besar pada casting.

Prasyarat utama untuk optimasi adalah standar kualitas dan kriteria yang
dapat dinilai oleh software. Untuk desain sistem gating, kriteria utama yang
digunakan adalah untuk menciptakan tata letak yang seimbang dan mengisi cavity
dengan turbulensi seminimal mungkin. Jumlah udara yang terperangkap
berbanding lurus dengan pola pengisian turbulen. Jumlah udara ini dapat
diminimalisir dengan mengubah waktu pengisian.
Derajat kebebasan untuk optimasiasi juga digunakan sebagai variabel
(bukan nilai tetap) , dan dapat diubah dengan software. Gating system dibuat
dengan model parametris, sehingga dapat software dapat mengubah desain dan
memeriksa nilai yang dicapai pada hasil simulasi. Dimensi Setelah mennganilisa
dan mengetahui desain yang optimum, langkah selanjutnya adalah
mengimplementasikan desain yang diusulkan.

II. Sand Casting

Sand casting adalah suatu proses manufaktur yang menggunakan logam


cair dan cetakan untuk menghasilkan bentuk yang mendekati bentuk geometri
akhir produk jadi. Pengecoran dengan cetakan pasir adalah yang tertua dari segala
macam metoda pengecoran. Cetakan pasir merupakan cetakan tang paling banyak
digunakan, karena memiliki beberapa keunggulan diantaranya:

 Dapat mencetak loga dengan titik lebur yang tinggi, seperti baja, nikel, dan
titanium;
 Dapat mencetak benda cor dengan berbagai macam ukuran;
 Jumlah produksi dari satu sampai jutaan.

Secara umum, tahapan yang digunakan dalam metode sand casting adalah:

1. Tempatkan pola di pasir untuk membuat cetakan


2. Menggabungkan pola dan pasir dalam sistem gating
3. Hapus pola
4. Mengisi rongga cetakan dengan logam cor
5. Membiarkan logam mendingin
6. Melepaskan cetakan pasir dan menghapus casting

Syarat umum pasir cetak adalah:

 Mampu menahan logam cair waktu dituang kedalamnya


 Permeabilitas yang cocok (pasir dengan udara), shg gas atau udara
yg terjadi dalam cetakan dapat keluar dan tidak masuk ke logam
cor jadi ga menimbulkan porositas
 Distribusi besar butir pasir yg cocok. Butir halus memperhalus
permukaan, namun memnghambat gas keluar shg cacat
 Tahan panas
Kemampuan sand casting dirangkum dalam tabel dibawah:

Typical Feasible
Bentuk Thin walled : complex Flat Thin-walled :
Solid : cylindrical cylindrical
Solid : Cubic Cylindrical thin walled :
Solid : complex cubic

Ukuran Berat: 1 ox – 450 ton Berat: 1 oz – 450 ton


Material Logam Plumbum
Baja paduan Timah
Baja karbon Titanium
Cast iron ZInc
Stainless steel
Alumunium
Tembaga
Magnesium
Nikel
Kekasaran permukaan 300 - 600 μin 125 - 2000 μin
akhir
Batas toleransi ± 0.03 in. ± 0.015 in.
Ketebalan dinding 0.125 – 5 in. 0.09 – 40 in.
maksimum
Kuantitas yang dapat 1 - 1000 1 - 1000000
dihasilkan
Waktu untuk Hari Jam
memanufaktur (Lead
time)
Keuntungan 1. Dapat memproduksi bagian yang sangat besar
2. Dapat membuat bentuk yang rumit
3. Banyak pilihan material yang bisa dikerjakan
4. Perkakas dan alat yang dibutuhkan tidak
banyak dan tidak mahal
5. Scrap dapat digunakan kembali
6. Lead time yang relatif sebentar
Kekurangan 1. Kekuatan material rendah
2. Kemungkinan porositas tinggi
3. Permukaan akhir dan toleransi buruk
4. Kebanyakan butuh secondary machining
5. Kecepatan produksi rendah
6. Biaya tenaga kerja mahal
Aplikasi Engine blocks, manifolds, machine bases, gears,
pulleys

Namun, proses sand casting juga tidak luput dari defect. Defect yang umumnya
muncul pada sand casting adalah:
Surface Defects
 Disebabkan karena desain dan kualitas cetakan pasir yang jelek
 Jenis-jenisnya:
1. Blow
a. Rongga besar yang diproduksi oleh gas yang menggantikan bentuk
logam cair

2. Scar
Disebabkan permeabilitas atau venting yang tidak tepat, dan biasanya
muncul pada permukaan casting yang cembung.
3. Scab
a. Cacat ini terjadi ketika sebagian dari permukaan cetakan terangkat
atau rusak, sehingga reses yang dibuat diisi oleh logam.
b. Ketika logam dituang kedalam cavity, gas dapat terlepas dan dapat
memecah pasir yang kemudian akan hanyut, sehingga cavitu yang
dihasilkan diisi oleh logam.

4. Drop
a. Adalah proyeksi tidak beraturan pada permukaan cope casting.
b. Cacat ini disebabkan oleh adanya bagian dari pasir cetakan yang
patah dan masuk ke rongga, sebagai akibat dari pengepakan
cetakan yang lemah, kekuatan rendah dari pasir pencetakan,
kerusakan peralatan pencetakan, goncangan kuat dan pemogokan
di flask ketika merakit cetakan.
c. Pasir lepas yang jatuh ke dalam rongga juga akan menyebabkan
permukaan pengecoran yang kotor, baik di permukaan atas atau
bawah pengecoran, tergantung pada kerapatan relatif pasir dan
cairan.
5. Penetration
a. Ini adalah kerak yang kuat dari pasir yang menyatu pada
permukaan pengecoran yang dihasilkan dari tidak cukupnya
refractoriness bahan-bahan cetakan, kandungan kotoran yang
besar, kemasan cetakan yang tidak memadai dan buruknya kualitas
pencucian cetakan.
b. Ketika logam cair dituangkan ke dalam rongga cetakan, di tempat-
tempat ketika pengepakan pasir tidak memadai, beberapa logam
akan mengalir di antara partikel pasir dengan jarak ke dinding
cetakan (tidak penuh) dan tersolidifikasi. Ketika pengecoran
dilepas, gumpalan logam ini tetap menempel pada pengecoran.

6. Buckle
a. adalah bagian rendah yang memanjang, cukup dangkal, lebar, yang
terjadi di permukaan coran datar. Ini memanjang dalam garis yang
cukup lurus di seluruh permukaan datar.
b. Hal ini disebabkan oleh ekspansi pasir yang disebabkan oleh
panasnya logam, ketika pasir memiliki deformasi panas yang tidak
memadai.
III. Casting Product

Casing Turbin Uap Direct Condensing 3,5 MW

Turbin uap merupakan suatu mekanisme penggerak yang banyak


digunakan pada industri, baik pada industri pembangkit listrik maupun industri
proses. Penelitian dan pengembangan turbin uap sendiri di Indonesia dimulai
sejak tahun 2004, tentang desain dan kajian kemampuan industri manufaktur
dalam negeri, kemudian dilanjutkan tahun 2005 tentang pengembangan turbin uap
back pressure 450 HP, tahun 2006-2007 pengembangan turbin uap back pressure
2 MW, tahun 2008 pengembangan turbin uap back pressure 4 MW dan tahun
2009-2010 pengembangan turbin uap direct condensing 3,5 mw.
Namun, dalam pelaksanaannya permasalahan yang selalu muncul dari
tahun ke tahun adalah kegagalan pada produk coran casing. Kegagalaan tersebut
disebabkan terjadinya cacat coran yang tidak dapat diterima kode / standard API
6.11. Dalam standard API 6.11 memberikan ketentuan bahwa produk cor casing
harus bebas dari cacat ( sound casting ), sehingga harus dilakukan pengecoran
ulang yang sangat tidak efisien dari segi waktu dan biaya. Pada industri
pembangkit lsitrik, uap yang dihasilkan boiler akan dialirkan ke turbin uap untuk
menggerakkan blade dari turbin dan poros turbin uap, yang kemudian putaran
tersebut diteruskan untuk menggerakkan generator sehingga dapat menghasilkan
listrik. Sedangkan pada industri proses, seperti pada industri gula, selain untuk
pembangkit listrik pabrik ( power house ), turbin uap juga digunakan untuk
menggerakkan gilingan tebu pada stasiun gilingan ( exctraction station ).

Prinsip kerja turbin uap berdasarkan siklus dan tekanan uap keluar turbin dibagi
menjadi dua, yaitu :

a. Turbin uap back pressure, tekanan uap keluar ini masih tinggi ( di atas
tekanan atmosfer ) sehingga masih dpaat dimanfaatkan untuk proses
seperti pemanasan
b. Turbin uap direct condensing, tekanan uap keluar turbin ini sangat rendah
( vacuum atau di bawah tekaanan atmosfer ) sehingga uap tersebut
langsung dialirkan ke kondensor dan kemudian diubah menjadi air untuk
disirkulasikan kembali ke boiler, sesuai dengan siklus rankine yang
digambarkan pada gambar di atas.

Komponen utama turbin uap terdiri dari blade ( sudu ) diam, blade
gerak,dan poros yang keseluruhan bagiannya diselubungi oleh casing. Casing
turbin uap ini berfungsi untuk menjaga tekanan dalam turbin agar tidak terjadi
kebocoran dan sebagai pelindung bagian dalam turbin uap dari benda-benda
asing. Casing pada turbin uap juga berfungsi untuk meletakkan semua komponen
turbin uap pada posisinya agar performance-nya sesuai dengan rancangan.

Kemudian kegunaan dari casing adalah sebagai berikut :

 Tempat kedudukan dari stator atau sudu-sudu diam yang mengarahkan


aliran uap pada sudu gerak (putar) dan sebagai tempat
 Pengamanan terhadap kemungkinan adanya bahaya kebocoran uappanas
dan terpentalnya rotating blade dari rotor atau disk (piringan).
 Tempat kedudukan governor valve
 Sebagai appearance atas produk

Penamaan casing ditentukan dari posisi dibagian dibawah disebut Lower


Casing (Bottom Casing) dan bagian atas disebut Upper Casing (Top Casing).
Selain posisi, penamaan juga menggunakan tekanan uap yang terjadi pada bagian
tersebut, yaitu High Pressure Casing, Intermediate atau Medium
Pressure Casing dan Low Pressure Casing. Penamaan juga didasarkan pada
posisi arah radial yaitu Inner Casing dan Outer Casing terhadap Dimensi serta
bentuk serta jumlahnya ditentukan dari kapasitas turbin uap
Dapat terlihat dari gambar, hasil produk dalam proses manufaktur logam
yang berbeda. Fokus dalam makalah ini adalah hasil produk casting casing pada
turbin. Material casting turbin uap ini dibuat menggunakan baja JIS G5151 Grade
SCPH2 yang tahan terhadap tekanan pada temperatur tinggi dengan spesifikasi
material ditunjukkan dalam tabel dan sebagai pembanding dengan standard
internasional lainnya pada material JIS G 5151 Grade SCPH2 adalah
ASME/ASTM SA-216 WCB, UNS Number J030002 dan CEN ( European
Normal ) 10213 -2 GP 280 GH, yang memiliki standard perbedaan minor baik
komposisi kimia ataupun sifat mekanisnya.

Spesifikasi JIS G 5151 Grade SCPH2

SCPH 2 merupakan salah satu jenis baja karbon yaitu paduan besi-karbon
yang mengandung unsur karbon kurang dari 2,0 % dengan tambahan unsur
pengikut seperti silikon ( S ), fosfor ( P ), mangan ( Mn ), dan sulfur ( S ).
Berdasarkan kadar karbonnya SCPH 2 termasuk jenis baja karbon sedang dengan
rentangan kadar karbon 0,2 %- 0,5 %. Dengan bertambahnya kadar karbon pada
baja karbon akan meningkatkan nilai kekuatan, sedangkan keuletan berkurang dan
menjadi sukar untuk dilas. Baja cor memiliki kandungan karbon lebih dari 0,80
%, merupakan baja hypereutectoid dengan struktur mikro terdiri dari pearlite dan
sementit. Sedangkan baja hypoeutectoid mempunyai kadar karbon kurang dari 0,8
%, struktur mikronya terdiri dari ferrit dan perlite.

Sifat / mechanical properties yang diharapkan dari casing ini adalah :

 Ketahanan Hot Corrosion yang baik


 Ketahanan akan Interdiffusion yang baik
 Ketahanan akan thermal fatigue yang baik dan ketahanan oksidasi yang baik
 Ketahanan Creep yang baik
 Ketahanan Stress Corrosion Cracking yang baik
 Tensile strength yang baik (untuk menahan centrifugal dan bending stress)
 Ductility yang yang terproporsi dengan kekuatan (mengakomodasi stress
peaks dan stress concentrations)
 Material damping baik (untuk mengurangi vibration stress)

IV. Perancangan dan perhitungan Coran Casing TUDC 3.5 MW


a. Perancangan Sistem Saluran
Dalam proses pengecoran logam, produk hasil coran dapat
mengalami berbagai macam kecacatan apabila tidak direncanakan dengan
baik desain cetakannya. Pada saat mendesain cetakan coran dibutuhkan
perancangan
sistem saluran
(gating system)
sehingga cacar-
cacat tersebut
akan terjadi
diluar produk
utama dari coran. Sistem aliran ini berfungsi sebagai pengarah aliran
logam cair ke dalam rongga cetakan. Secara umum gating system akan
berbentuk seperti gambar berikut.

Berikut merupakan tahapan-tahapan dalam merancang sistem saluran:

1. Menghitung volume dan luas permukaan produk coran


2. Menentukkan material coran yang akan digunakan
3. Menghitung berat produk coran
4. Mengestimasi ketebalan kritis dari gambar kerja
5. Menentukkan waktu tuang
Untuk mendapatkan waktu tuang dapat memakai rumus dan
diagram empiris dari besi cor.
6. Menentukkan laju penuangan cairan logam

Untuk menentukkan nilai ini dapat digunakan rumus berikut


dengan nilai p yang menyesuaikan massa produk cast.

7. Mengestimasi logam k berdasarkan faktor komposisi dengan


persamaan dan tabel berikut.

8. Menghitung laju penuangan yang di-adjust Ra dari


fluiditas logam dan efek gesekan sistem saluran
(factor c). Factor c memiliki nilai 0.85-0.9 untuk sprue tirus dan 0.7-
0.75 untuk sprue lurus. Nilai k dapat diambil sama dengan 1 untuk
logam selain besi tuang. Hal ini dapat diraih dengan rumus berikut.
9. Menentukkan tinggi sprue efektif berdasarkan penempatan pola dalam
cetakan dengan persamaan berikut.

10. Menghitung luas sprue dengan persamaan berikut.

11. Menghitung luas runner dan luas total gate yang dapat menggunakan
2 jenis metode sebagai berikut.
a. Metode gating ratio
Ukuran yang dapat digunakan untuk logam berat dapat digunakan
gating ratio 1:2:2 atau dapat digunakan pula 1:2:1,5
b. Metode persamaan analisis
Luas runner dapat digunakan persamaan berikut.

Sedangkan luas total gate dapat menggunakan persamaan berikut.


b. Perancangan Sistem Penambah (Riser)
Riser akan menambah suplai logam cair agar penyusutan dalam
pembekuan coran dapat diimbangi. Penempatan riser yaitu ditempat yang
mengalami penyusutan atau pada bagian yang paling akhir membeku.
Riser pula dapat ditempatkan pada bagian atas casting atau sisi casting.
Top risering biasanya untuk logam ringan karena memungkinkan tekanan
metalostatik riser. Penempatan riser berdasarkan besar jarak pengisiannya
memenuhi tabel berikut.

c. Proses Simulasi Pengecoran


Proses simulasi pengecoran dapat dilakukan dengan software Z-
Cast v2.5. dari hasil gambar 3d CAD yang telah dilengkapi sistem saluran
disimpan dalam tipe stl file (streolithograpghy). Kemudian dilakukan
simulasi dengan parameter dan pendekatan sesuai dengan kondisi
pengecoran casing serta menggunakan analisis pembekuan untuk
memprediksi potensi cacat (shrinkage). hasil simulasi dilakukan
pengulangan sampai mendapatkan desain pengecoran optimum.

Proses simulasi pada umumnya terdiri dari pre processing, solver


dan past processing. Secara skematis terdapat pada gambar berikut.
Tahapan awal simulasi casting TUDC ini dilakukan untuk
mengetahui kecenderungan cacat yang terbentuk dengan berbagai
alternatif desain sistem saluran yang ada. Simulasi dilakukan karena
ukuran benda cor yang cukup besar.

Input Parameter

Metode : Gravity Casting


Jenis Material : ASTM A216 (max 0,25 C dan max 0,70 Mn)
Mold : GreenSand
Temperatur tuang : 1550Celcius
Penyusutan : 8%
Solid Fraction : 70 %

Terdapat 4 Design yang dibuat yaitu

1. Upper Inlet Casing

2. Lower Inlet Casing


3. Upper Exhaust Casing

4. Lower Exhaust Casing


Hasil analisis dan Pemilihan desain pengecoran dari proses
simulasi pengecoran diatas dijadikan dasar dalam perencanaan pengecoran
serta pembuatan gambar produksi dengan mempertimbangkan hasil
simulasi, rekomendasi dan kemudahan dalam proses pengecoran.
]
Hasil yang diperoleh dapat kita amati melalui pemeriksaan kualitas
casting kualitas coran casing turbin uap direct condensing 3,5 M. Dilakukan
serangkaian pengujian yang meliputi : pengujian visual, pengujian material
(pengujian komposisi kimia, pengujian tarik dan kekerasan), pengujian
mikrostruktur serta pengujian hidrostatik.

1. Pengujian Visual
Hasil coran casing turbin uap direct condensing 3,5 MW secara
visual lebih baik jika dibandingkan dengan coran casing turbin uap back
pressure. Perbedaan tersebut ditunjukan dengan kontur permukaan coran
yang lebih bagus, halus dan teratur. Akan tetapi untuk lebih memastikan
kualitas coran casing tersebut perlu dilakukan serangkaian pengujian baik
pengujian material maupun pengujian tidak merusak lainya seperti
pengujian ultrasonik. Agar kualitas coran casing dapat benar-benar teruji
dan dipertanggungjawabkan.

2. Pengujian Material Destructive Test

Pada pengujian material, terdapat beberapa uji yang dilakukan untuk


mendapatkan hasil, yaitu :
a. Komposisi Kimia

Menurut Standar material yang ditetapkan pada JIS G5151 Grade


SCPH2 komposisi kimia bahwa kandungan dari Karbon (C), Silikon (Si),
Mangan (Mn), Phospor (P) dan Sulfur (S) harus kurang dari 0,30 %C;
0,60 %Si; 1,00 %Mn; 0,04 %P dan 0,04 % S.

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi kimia kempat


bagian casing TUDC 3,5 MW dapat diterima sesuai dengan spesifikasi
material JIS G5151 Grade SCPH2.

b. Sifat Mekanik
Spesimen casing TUDC 3,5 MW baik upper inlet casing, lower
inlet casing, upper exhaust casing maupun lower exhaust casing telah
memenuhui standar material JIS G5151 Grade SCPH2. Pada semua
parameter hasil pengujian tarik baik tegangan luluh, kekuatan tarik,
perpanjangan maupun pengecilan luas material casing ini telah sesuai
dengan spesfikasi. Didukung juga dengan hasil pengujian kekerasan juga
masih diatas 137 HB nilai minimum yang disyaratkan. Hal tersebut pun
telah tertera pada table diatas.

V. Pengujian Material Non Destructive Test

Pengujian tidak merusak (Non Destructive Test) yang dilakukan


untuk casing turbin uap direct condensing 3,5 MW adalah pengujian
Ultrasonic yang dilakukan pada seluruh permukaan casing. Standar yang
digunakan dalam pengujian ialah ASTM A609 (Quality Level 2).Dalam
kriteria penerimaan (Acceptance Criteria) untuk ASTM A609 (Quality
Level 2) adalah benda uji akan mengalami reject jika diskontinyu secara
individu tidak melebihi 600 mm2 atau jika terbentuk kluster diskontinyu
tidak melebihi 1300 mm2. Hasil pengujian ultrasonik yang telah
dilaksanakan menunjukan hasil yang sangat baik. Dari keempat casing
TUDC 3,5 MW hanya terdapat 2 lokasi cacat di bagian upper dan lower
exhaust casing, dengan diskontinyu yang masih diizinkan untuk dilakukan
perbaikan tanpa reject (max. Individual discountinuity 600 mm2).

Pada lower exhaust casing terjadi diskontinu L x W = (7 X 80)


mm2 di bagian sekitar pipa sistem pelumasan pada dudukan bearing dan
rotor dengan kedalaman sekitar 40 – 45 mm dari permukaan casing dan
berprofil planar. Sedangkan untuk upper exhaust casing, terdapat cacat di
bagian yang sama yaitu dudukan bearing (sisi atas). Diskontinu pada
bagian ini lebih mendekati permukaan casing pada kedalaman 20-25 mm
dengan L X W = (30 X 20) mm2 dan berprofil spherical.

Berdasarkan hasil pengujian ultrasonik tersebut, untuk bagian inlet


casing dapat dilakukan tahap pengujian hidrostatik. Sedangkan untuk
exhaust casing harus dilakukan perbaikan dahulu sebelum dilanjutkan
pengujian hidrostatik. Tahap perbaikan tersebut dilakukan dengan cara
dibuka pada bagian cacat (gouging) dan dilakukan pengelasan.

VI. Pengujian Mikrostruktur


Pengujian struktur mikro ini dilakukan pada keempat sampel
bagian casing TUDC 3,5 MW, yaitu upper inlet, lower inlet, upper exhaust
dan lower exhaust casing dengan tujuan untuk mengetahui fasa -fasa yang
terbentuk pada material coran. Material SCPH 2 ini memiliki kadar karbon
kurang dari 0,8 %C sehingga termasuk baja hypoeutektoid dengan struktur
mikronya terdiri dari fasa ferrit dan perlit.
Fasa ferit dapat ditunjukan pada bagian foto struktur mikro yang
berwarna terang, sedangkan yang berwarna gelap merupakan fasa pearlit.
Fasa pearlit ini mempunyai sifat lebih keras daripada ferrit. Pada bagian
lower inlet casing yang mempunyai kerapatan struktur pearlit lebih tinggi
jika dibandingkan dengan bagian yang sampel casing yang lain, sehingga
bagian ini mempunyai nilai kekerasan yang lebih tinggi pula yaitu 168
HB.

VII. Pengujian Hidrostatik


Pengujian hidrostatik dilakukan berdasarkan standar API 611
(American Petrolium Institute 611), dengan cara memberikan tekanan
sebesar 1,5 kali MAWP (Maximum Allowable Working Pressure) dan
diobservasi pada tekanan uji selama 15 menit. Pengujian ini bertujuan
untuk mendeteksi kebocoran (leak test) dengan memberikan air bertekanan
diatas tekanan kerja maksimum pada material uji.
Turbin uap direct condensing 3,5 MW ini bekerja pada tekanan
23,5 kg/cm2 sehingga tekanan yang diberikan untuk pengujian hidrostatik
ini sebesar 35 kg/cm2. Setiap kenaikan tekanan dilakukan pemeriksaan
terhadap kebocoran casing dan setelah mencapai tekanan 35 kg/cm2
dan dilakukan observasi selama 15 menit.
Hasil yang didapatkan setelah pengujian hidrostatik bahwa pada
tekanan sampai dengan 1,5 kali dari tekanan kerja maksimum yaitu 35
kg/cm2 absolut dan ditahan selama 15 menit untuk dilakukan observasi
(sesuai standar API 6.11), casing TUDC 3,5 MW tidak mengalami
kebocoran.

Referensi

 https://nptel.ac.in/courses/107103012/module2/lec1.pdf (diakses 25
September 2018 pukul 19.00)
 http://www.santarosa.edu/~yataiiya/E45/PROJECTS/Sand%20Casting%2
0Semester%20Presentation.pdf (diakses 25 September 2018 pukul 19.30)
 http://www.me.nchu.edu.tw/lab/CIM/www/courses/Manufacturing%20Pro
cesses/Ch11-CastingProcesses-Wiley.pdf (diakses 25 September 2018
pukul 19.30)
 http://www.hargreavesfoundry.co.uk/userfiles/attachments/pages/96/castir
onproduction.pdf (diakses 25 September 2018 pukul 19.30)

Anda mungkin juga menyukai