Anda di halaman 1dari 12

BARU

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL II


Topik

: Penuangan Logam (Casting)

Kelompok

: A6

Tgl. Praktikum

: Senin, 28 September 2015

Pembimbing

: Sri Yogyarti, drg, MS

NAMA :
1
2
3
4
5

Rizantika Alfanta
Annisa Noor Ragilia
Vitra Nuraini Helmi
Fenella Andrata
Raissa Tryantakarina

021411131026
021411131028
021411131029
021411131030
021411131031

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS AIRLANGGA
SURABAYA
2015
1

TUJUAN

Setelah melakukan praktikum mahasiswa diharapkan:


a
b

Mampu melakukan penuangan logam campur dengan benar


Mampu menganalisa hasil penuangan berdasarkan hasil pengamatan
2

ALAT DAN BAHAN

Bahan
a Logam campur Cu alloy
2 Alat
a Glass Lab
b Kompor
c Preheating furnace
d Alat tuang sentrifugal dan crucible casting
e Blow torch
f Penjepit bumbung tuang
g Pisau model
h Pisau malam
i Jangka sorong
j Master die

f.
b.

a.

3
1

CARA KERJA

Persiapan alat:
a
b
c
d

Kompor untuk burn out sudah siap dinyalakan


Glass lab dalam keadaan bersih
Pinset besar dan kecil disediakan
Preheating furnace (oven) sudah dinyalakan

c.

e.
d.

Alat casting sentrifugal sudah dalam keadaan siap dengan cara

memutar lengan pemutar sebanyak 3 putaran

Gambar 2. Memutar Alat Sentrifugal


f
2

Crucible casting dimasukkan kedalam furnace

Burn out dan preheating


a
b

Melepaskan crucible former dari casting ring


Melakukan burn out malam dengan cara meletakan casting ring diatas

kompor dengan posisi bagian datar dari casting ring berada diatas, sedangkan
bagian crucible menghadap ke bawah (api) dengan sudut 45

Gambar 3. Proses Burn Out malam diatas kompor


c

Menyalakan api kompor, bahan tanam tuang pada casting ring dibakar

sampai malam habis.


d
Setelah malam terbakar habis, casting ring diambil dan diletakan
dengan posisi bagian crucible berada diatas. Pastikan malam terbakar habis.
Pengecekan dilakukan dengan cara segera menutupkan glass lab pada bagian
cruciblecasting ring. Jika kaca tidak buram maka malam telah terbakar habis dan
uap air telah hilang. Jika kaca terlihat buram karena ada uap air yang menempel
pada kaca, maka pembakaran diulangi sampai malam benar-benar terbakar habis

dan tidak ada uap air. Uap air tersebut berasal dari bahan tanam tuang yang
mengalamai pemecahan molekul air dan powder
A

B
B

Gambar 4. (a) Kaca jernih tidak ada uap air, (b) Kaca buram ada uap air
e

Furnacedinyalakan, kemudian casting ring dimasukan ke dalamfurnace tersebut. Pintu


furnace ditutup dan ditunggu sampai mencapai suhu 750C. Suhu tersebut disesuaikan
dengan titik lebur logam yang digunakan pada percobaan ini yaitu Cu Alloy, yang memiliki
titik lebur sekitar 700C. Suhu furnace harus sedikit lebih tinggi daripada titik cair logam.

Gambar 5. Casting ring dipanaskan didalam preheating furnace


3

Pengecoran (casting)
a

Menyiapkan alat tuang sentrifugal dengan cara memutar lengan

pemutar sebanyak 3x, hal ini disesuaikan dengan besar mould dan berat logam,
kemudian lengan pemutar tersebut ditahan dengan menaikkan batang penahan.
b
Meletakkan cawan tuang (crucible casting) yang telah dipanaskan agar
logam lebih cepat panas pada alat tuang sentrifugal, kemudian logam diletakkan
pada cawan tuang dengan posisi sejajar agar logam mencair bersamaan.
c
Mengeluarkan casting ring dari oven, casting ring diletakkan pada alat
sentrifugal.

Memanaskan logam dengan api torch sampai cair, kemudian lengan

pemutar ditarik sedikit, batang penahan akan turun kemudian lengan pemutar
dilepas sehingga berputar.

Gambar 6. Pemanasan logam dengan api torch


e

Gaya sentrifugal akan mendorong logam masuk ke dalam mould

casting ring, putaran diperlambat dengan cara menekan porosnya sampai lengan
pemutar berhenti berputar.
f
Mengambil casting ring, diletakkan dan didiamkan sebentar lalu
dimasukkan kedalam air (queenching)

Gambar 7. Memasukkan casting ring ke dalam air


g

Mengeluarkan hasil tuangan setelah dingin dari dalam casting ring dan

membersihkannya dari bahan tanam dibawah air mengalir.

Gambar 8. Bahan tanam tuang dibersihkan dari casting ring

Mengambil hasil tuangan dan diberi tanda sesuaikan dengan tanda

waktu penanaman. hasil tuangan dipasang pada master die dan dilihat marginal fit
nya
i

Mengelompokkan berdasarkan rasio bubuk dan air bahan tanam dan

dipisahkan bila ada hasil tuangan yang mengalami kegagalan.


4

Analisa Hasil Praktikum

Hasil
Cetaka
n

Jenis

Porus

Sayap

Bintil

Kekasaran

Marginal fit (mm)

Norma

Tidak

Tidak

+++

Kasar

0.065

Ada

Ada

Encer

Tidak

Tidak

++

Sedang

0,17

Ada

Ada

Tidak

Tidak

Kasar

0,19

Ada

Ada

Tidak

Tidak

Sedang

0,02

Ada

Ada

Kental

Kental

Keterangan :
+++ Banyak sekali bintil
++ Banyak bintil
+
Sedikit bintil
5

ANALISIS PRAKTIKUM
Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa marginal space terbesar dimiliki oleh hasil

restorasi nomor 3 dengan perbandingan bubuk dan cairan besar sehingga memiliki
konsistensi yang kental. Sedangkan marginal space paling kecil dimiliki hasil restorasi
nomor 1 dengan perbandingan bubuk dan cairan normal sehingga konsistensinya pun normal.
Hasil restorasi nomor 1 memiliki bintil paling banyak sedangkan hasil restorasi nomor 3 dan
4 memiliki bintil paling sedikit. Tidak ditemukan porositas maupun sayap pada semua hasil
restorasi.

PEMBAHASAN
Casting adalah proses dimana wax pattern dari restorasi dikonversi untuk

mereplikasikan dental alloy. Tahap awal yang dilakukan adalah pembuangan malam. Pada
tahap ini, bumbung tuang harus benar-benar dipastikan bersih dari malam. Lalu, memanaskan
bumbung tuang (mould). Pemanasan mould investment harus dilakukan pada tingkat yang
memungkinkan uap dan gas-gas lain dibebaskan tanpa meretakkan cetakan. Juga penting
bahwa suhu cetakan yang dipanaskan cukup untuk memungkinkan terjadinya ekspansi termal
dan inversi serta suhu ini tidak dibiarkan turun secara signifikan sebelum pengecoran
dimulai. Ini menandakan bahwa cetakan harus dipanaskan sampai sekitar 750oC untuk
memungkinkan

pendinginan

yang

mungkin

terjadi

sebelum

pengecoran

dimulai.

Keseimbangan suhu antara logam cair dan suhu cetakan penting dalam hal memproduksi
sebuah casting yang lengkap dan akurat dengan struktur butir halus. Logam harus cukup
panas untuk dipastikan bahwa logam sepenuhnya cair dan tetap begitu selama pengecoran ke
dalam cetakan, tetapi tidak boleh terlalu panas karena dapat mengakibatkan logam mulai
mengoksidasi atau tertundanya kristalisasi saat mencapai ujung-ujung rongga cetakan atau
penyebab rusaknya interaksi dengan dinding cetakan. (Mc.cabe,2008, p.80)
Kemudian alat tuang sentrifugal diputar 3 kali. Kemudian logam dicairkan dengan
semburan api di dalam crucible casting yang sudah dipanaskan dan dicekatkan pada lengan
mesin . Sifat lengan ini akan mempercepat putaran awal dari crucible casting dan bumbung
tuang, sehingga meningkatkan kecepatan linear dari logam cair ketika logam memasuki
cetakan. (Anusavice,2012,p.220)
Pada proses pemanasan logam harus diperhatikan. Pengaturan nyala api dengan torch
harus sesuai, tidak boleh overheating atau kurang pemanasan. Jika pemanasan terlalu lama
maka dapat menyebabkan adanya porositas pada logam.
Jika pemanasan logam kurang tepat atau api tidak diatur dengan baik bisa membuang
waktu dan merusak logam melalui oksidasi yang berlebihan atau inklusi gas.
Ada identifikasi dari zona-zona nyala api, sebagai berikut:
a

Zona Pembakaran (Combustion zone)


Pijaran api yang dihasilkan pada zona ini berwarna hijau dan kemudian
langsung mengelilingu pijaran bagian dalam. Gas dan udara terbakar sebagian.
Zona ini merupakan zona yang mengoksidasi dan harus dijauhkan dari proses
peleburan logam (Anusavice 2012, p.221)

Zona Reduksi (Reducing zone)


Pijaran api mulai berwarna biru yang muncul dari ujung zona api
berwarna hijau. Zona reduksi merupakan zona api yang terpanas dan sangat
baik untuk peleburan logam. Pijaran api biru ini harus tetap diarahkan ke alloy
ketika proses peleburan (Anusavice 2012, p.221).

Zona Oksidasi (Oxidizing zone)


Zona oksidasi merupakan zona pembakaran terjadi karena adanya oksigen

di udara. Zona oksidasi harus dihindari karena panas yang dihasilkan lebih
kesil daripada panas api zona reduksi dan dapat mengoksidasi alloy
(Anusavice 2012, p.222).
Berdasarkan zona zona tersebut, peleburan alloy yang terbaik adalah menggunakan
zona reduksi. Hal ini dikarenakan oksidasi pada api dizona ini sangat kecil. Api yang
memiliki banyak oksidasi harus dihindarkan dari peleburan karena menyebabkan hasil
casting berwarna hitam setelah bahan tanam. fPeleburan dengan zona reduksi menghasilkan
permukaan logam menjadi lebih terang dan terlihat mengkilap.

Kesalahan dalam melakukan tahapan-tahapan pada proses casting dapat menimbulkan


defek yang menyebabkan hasil casting mempunyai marginal fit dan estetik yang buruk.
Beberapa defek mungkin terjadi pada hasil casting yang telah dibuat, antara lain:
1. Permukaan Kasar
Hasil restorasi juga mungkin memiliki permukaan yang kasar. Hal ini dapat
disebabkan oleh karena saat gipsum (investment material) dipanaskan dalam oven terlalu

lama (overheating) sehingga terdapat unsur-unsur ringan yang hilang yaitu sulfur dan
mengkaibatkan rusaknya bahan tanam. Sulfur bereaksi dengan oksigen sehingga
menghasilkan gas SO2. Karena sulfur hilang menjadi gas tersebut maka permukaan dari
gipsum (investment material) menjadi kasar sehingga mould yang dihasilkan pun kasar dan
logam cair yang dimasukkan ke dalam mould nantinya membeku dan akan memiliki tekstur
permukaan yang kasar seperti permukaan mould. Permukaan hasil restorasi yang kasar pun
juga bisa dikarenakan overheating selama proses casting sehingga unsur dari logam yang
paling ringan dapat menguap sehingga komposisinya pun berkurang. (Anusavice 2003, pg
435)
Permukaan hasil restorasi seharusnya merupakan reproduksi yang akurat dari
permukaan model malam asalnya. Kasarnya atau ketidak beraturannya permukaan luar dari
tuangan memerlukan tindakan penyelesaian dan pemolesan tambahan. Kekasaran permukaan
dirumuskan sebagai ketidaksempurnaan permukaan yang relatif halus dan merata, yang
tingginya, kelebarannya dan arahnya menentukan pola dominan dari seluruh permukaan.
Dalam kondisi optimal, kekasaran permukaan dari tuangan gigi akan lebih besar daripda
model malamnya. Perbedaan ini mungkin berkaitan dengan ukuran partikel dari bahan tanam
dan kemampuannya untuk mereproduksi model malam dalam rincian mikroskopik. Teknik
yang tidak benar akan menjurus ke kekasaran permukaan yang sangat menonjol, serta
ketidakteraturan permukaan. (Anusavice 2003, pg 434)
Jumlh air dan bubuk bahan tanam harus diukur dengan akurat. Semakin tinggi rasio
bubuk dan cairan, semakin kasar tuangannya. Jika cairan yang digunakan terlalu sedikit,
adonan akan terlau kental dan tidak dapat menanam model malam dengan benar. Pada
penanaman hampa udara, udara tidak dapat dikeluarkan dengan smepurna. Smeua ini
menghasilkan permukaan tuangan yang kasar. (Anusavice 2003, pg 435)
2. Porositas
Hasil restorasi logam yang memiliki porositas disebabkan oleh overheating saat
proses casting. Pada saat proses penuangan logam berlangsung terlalu lama akan
mengakibatkan suhu pada logam

yang dicairkan meningkat trelampau tinggi, hal ini

menyebabkan logam mendidih seperti halnya air yang dipanaskan, akibat dari proses
pendidihan ini dihasilkan gelembung udara, ketika alat pemutar sentrifugal diputar, secara
otomatis gelembung udara ini juga masuk ke dalam mould dan menyebabkan rongga atau
porositas terhadap hasil restorasi.

Porositas bisa terjadi di bagian dalam maupun luar dari hasil restorasi. Porositas di
bagian luar merupakan pengaruh dari kekasaran permukaan, namun umunya juga merupakan
manifestasi dari porositas bagian dalam. Porositas di bagian dalam juga dapat menurunkan
keuatan hasil restorasi dan juga menyebabkan perubahan warna. Prositas dapat disebabkan
oleh karena jarak antara ujung atas model malam dengan tepi bumbung tuang lebih dari 7
mm sehingga saat proses penuangan logam, udara tidak bisa keluar dan tekanan logam tidak
sempurna sehingga mengakibatkan udara terjebak dan terjadi back pressure yang dapat
menyebabkan gaseous porosity. Jika porositas tersebut terlampau parah, dapat menyebabkan
marginal space yang besar sehingga memungkinkan terjadinya karies sekunder. Porositas
pada hasil restorasi tidak dapat dihindari sepenuhnya, namun dapat dikurangi dengan
menggunakan teknik yang benar. (Anusavice 2003, pg 437)
3. Bintil
Pada seluruh hasil tuangan praktikum didapatkan bubbling (bintil). Bubbling di
casting muncul sebagai bulatan - bulatan banyak yang menempel pada permukaan dari
casting (Mc Cabe 2008, hal 82). Bintil pada hasil casting disebabkan oleh gelembung udara
yang terjebak selama prosedur penanaman dan hasil manipulasi yang tidak homogen. Dalam
pembuatan secara manual, bintil dapat dihilangkan dengan cara pencampuran mekanik
dengan getaran yang baik untuk menghindari udara terjebak. Hal tersebut dilakukan sebelum
dan sesudah pencampuran. (Anusavice 2013, 224)

4. Marginal space
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan, semua logam hasil tuangan memiliki
marginal space. Hal ini berarti seluruh logam hasil tuangan tidak memenuhi marginal fit.
Marginal space yang dihasilkan terjadi karena kurangnya kompensasi terhadap shrinkage
pada logam cair. Hal ini dikarenakan kurangnya setting expansion pada bahan tanam tuang
yang digunakan sebagai mould. (Bhat 2006,p.465)
Marginal space diukur dengan menggunakan jangka sorong. Adanya marginal space
adalah akibat adanya gelembung pada bahan tanam tuang yang menyebabkan udara terjebak..
Hal ini disebabkan oleh W/P rasio yang rendah menyebabkan bahan tanam lebih kecil
sehingga tidak pas dengan shrinkage yang terjadi dan menyebabkan timbulnya marginal
space Begitu pula jika w/p rasio yang terlalu tinggi akan menyebabkan timbulnya marginal

space akibat adanya kekasaran dan bintil pada bagian dalam dari hasil casting.
(Annusavice,2003,pg.306,316.)

5. Hasil yang tidak utuh


Praktikum kami menghasilkan hasil casting yang utuh, namun kami akan menjelaskan
tentang penyebab hasil yang tidak utuh. Ada beberapa hal yang dapat menyebabkan hasil
casting yang tidak utuh. Penyebab pertama adalah kurangnya gaya dorong. Jika gaya dorong
tidak cukup kuat untuk memasukkan logam cair ke dalam mould, maka logam cair ini tidak
dapat mengalir ke seluruh permukaan mould dan menghasilkan pengisian mould yang tidak
sempurna. Pada alat tuang sentrifugal yang kami gunakan, gaya dorong ini bergantung pada
kecepatan rotasi lengan mesin (McCabe, 2008, hal. 82).
Penyebab kedua hasil yang tidak utuh adalah perlekatan sprue pada model malam yang
tidak sesuai ketentuan. Sprue seharusnya diletakkan pada bagian yang tertebal, sehingga
dapat membantu membentuk heat sink yang lebih besar di beberapa daerah dan dapat
mencegah solidifikasi sebelum waktunya. Dalam hal ini pemilihan diameter sprue dan jarak
sprue dari ujung casting ring juga berperan penting terhadap keutuhan hasil casting
(McCabe, 2008, hal. 81).
Selain itu, logam yang tidak mencair sempurna atau temperature mould yang terlalu rendah
menyebabkan proses solidifikasi terjadi sebelum mould terisi sempurna. Keadaan ini
membuktikan bahwa keseimbangan antara temperature logam cair dan mould sangat
berpengaruh terhadap pengisian mould (McCabe, 2008, hal. 82).
7

KESIMPULAN
Tahapan dari proses casting terdiri dari proses burn out (pembuangan malam), pre

heating (memanaskan casting ring ke dalam preheating furnace), dan pengecoran (casting)
dengan bantuan alat sentrifugal casting. Semua tahapan ini harus dilakukan dengan
sempurna. Defek dari proses casting dapat berupa sayap dan bintil, hasil casting tidak
sempurna, porositas, distorsi dan marginal fit tidak sesuai.

DAFTAR PUSTAKA
Anusavice KJ.2013. Phillips science of dental materials. 12th ed. St. Louis: Elsevier Inc. p. 220-222

Craig RG, et al. 2002. Restorative Dental Material. 11th ed. Mosby Elsevier : Missouri.
McCabe,

JF.,

Walls,

Blackwell :Munksgaard.

AWG.

2008.

Applied

Dental

Materials.

9th

ed.

Anda mungkin juga menyukai