Abstract - This study aims to determine the effect of learning model Conceptual Understanding Procedures
LKPD assisted on the ability of solving physics problems of high school students. This research is a quasi
experimental research using untreated control group design with pretest and posttest. The population is all
students of class XI IPA SMAN 4 Mataram. While the sampling using purposive sampling technique consisting
of students class XI IPA 4 as experimental class and students of class XI IPA 1 as a control class. The problem
solving capability data is obtained through a written test in the form of a description item. The result of
hypothesis test analysis shows that there is influence of learning model of LKPD-assisted Conceptual
Understanding Procedures toward the ability of problem solving physics.
Keywords: Conceptual Understanding Procedures (CUPs), LKPD, physics problem solving skills
Upaya perancangan pembelajaran inovatif proses pembelajaran pada kegiatan inti. Dan untuk
dengan menggunakan strategi yang efektif kegiatan awal dan akhir sama halnya dengan
terhadap pemahaman konsep dan kemampuan langkah-langkah pada model-model pembelajaran
pemecahan masalah siswa perlu dilakukan (Dwi et lainnya. Oleh karena itu dalam langkah-langkah
al, 2013). Pengorganisasian proses pembelajaran pembelajaran CUPs diharapkan dapat membimbing
sangat penting dalam meningkatkan kemampuan peserta didik memahami konsep baru, sehingga
pemecahan masalah peserta didik. Proses kemampuan pemecahan masalah peserta didik
pembelajaran yang baik tidak hanya meningkat.
memperhatikan penyampaian konsep, tetapi juga Penelitian terkait dengan model
memperhatikan proses kemampuan pemecahan pembelajaran CUPs antara lain dilakukan oleh
masalah oleh peserta didik. Pengorganisasian Ismawati et al (2014) menyatakan bahwa model
proses pembelajaran dapat menggunakan model pembelajaran Conceptual Understanding
pembelajaran yang baik dan melibatkan peran aktif Procedures terbukti lebih efektif untuk
peserta didik. Salah-satu model pembelajaran yang meningkatkan pemahaman konsep dan curiosity
dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa pada pelajaran fisika. Selain itu, Hikmah et al
pemecahan masalah adalah model pembelajaran (2015) menyimpulkan bahwa penerapan model
Conceptual Understanding Procedures (CUPs). pembelajaran Conceptual Understanding
CUPs dikembangkan dengan Procedures dapat meningkatkan aktivitas dan hasil
menggunakan pendekatan konstruktivisme, yaitu belajar matematika siswa kelas X SMAN 7
model pembelajaran yang didasarkan pada Mataram tahun ajaran 2014/2015. Penelitian
keyakinan bahwa peserta didik dapat membangun Anggreni et al (2013) menyatakan bahwa model
pemahaman konsep mereka sendiri dengan pembelajaran Conceptual Understanding
memperluas atau memodifikasi pengalaman yang Procedures berpengaruh terhadap hasil belajar
dimiliki peserta didik. Model pembelajaran CUPs matematika pada siswa kelas V SD Gugus VII
adalah suatu model pembelajaran dimana pada Komping Sujana, Denpasar Barat tahun ajaran
peserta didik ditanamkan bagaimana membuat 2012/2013.
kesimpulan atas materi yang dipelajari. Menurut Selain pemilihan model pembelajaran yang
Prastiwi et al (2014) menyatakan bahwa CUPs tepat, peran media pembelajaran juga secara teori
merupakan model pembelajaran yang dirancang berpengaruh terhadap kemampuan pemecahan
untuk membantu perkembangan pemahaman siswa masalah fisika peserta didik. Trianto (2010)
dalam menemukan konsep yang sulit. Model menjabarkan istilah media pembelajaran adalah
pembelajaran CUPs menegaskan pentingnya peran sebagai penyampai medium sebagai pesan (the
aktif individu dan tanggung jawab atas pencapaian carriers of massages) dari beberapa sumber saluran
pemahaman bersama oleh kelompok (Hidayati & ke penerima pesan (the receiver of the massages).
Sinulingga, 2015). Media pembelajaran dapat membangkitkan
Pada penerapan model pembelajaran CUPs, motivasi peserta didik untuk belajar dan sangat
peserta didik dibagi dalam kelompok-kelompok membantu keefektifan proses pembelajaran
kecil. Setiap kelompok beranggotakan tiga peserta (Suranti et al, 2016). Salah satu alternatif media
didik (triplet), namun pembagian kelompok dapat yang dapat digunakan adalah media lembar kerja
menyesuaikan jumlah peserta didik dalam kelas. peserta didik (LKPD). LKPD merupakan sebutan
Pembagian kelompok dilakukan secara heterogen, baru yang awalnya dikenal dengan LKS. Perubahan
artinya setiap kelompok harus beranggotakan nama LKS menjadi LKPD disebabkan oleh
minimal satu peserta didik putra, kemampuan perubahan paradigma atau pandangan pendidikan
kognitif peserta didik dalam satu kelompok juga tentang guru dan siswa.
harus konvergen (rendah-sedang-tinggi). Saregar et LKS yaitu materi ajar yang sudah dikemas
al (2016) menyatakan bahwa model CUPs sedemikian rupa, sehingga siswa diharapkan dapat
dibangun atas tiga fase, yaitu (1) fase individu; (2) mempelajari materi ajar tersebut secara mandiri
fase kerja kelompok; dan (3) fase presentase. Tiga (Damayanti, 2013). Hal ini didukung oleh Lubis &
fase utama pembelajaran CUPs di atas, digunakan Lestari (2017) yang menyatakan bahwa LKS
peneliti sebagai skenario untuk melaksanakan merupakan media pembelajaran yang dapat
15
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (ISSN. 2407-6902) Volume III No 1, Juni 2017
dikembangkan oleh guru, yang berperan sebagai (2013) menyatakan bahwa masalah adalah suatu
fasilitator dalam kegiatan pembelajaran. LKS persoalan/pertanyaan membutuhkan
digunakan sebagai acauan atau memandu penyelesaian/jawaban yang tidak bisa diperoleh
pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan juga secara langsung. Pemecahan masalah dapat
sebagai alat pembelajaran (Sukmawati & Lestari, diartikan sebagai proses menghilangkan masalah
2017). yang ada, dimana didalamnya terdapat hubungan
Kelebihan dari penggunaan LKPD dalam atau konsep-konsep yang diperolehnya dalam
pembelajaran akan meningkatkan efisiensi, memecahkan masalah (Sambada, 2012). Hal ini
motivasi, serta memfasilitasi belajar aktif didukung oleh Santrock (2011) yang menyatakan
eksperimental, konsisten dengan belajar yang bahwa pemecahan masalah adalah mencari cara
berpusat pada peserta didik dan membantu untuk yang tepat untuk mencapai suatu tujuan.
belajar lebih baik. Lembar kegiatan siswa dapat Belajar pemecahan masalah pada hakikatnya
berupa panduan untuk latihan pengembangan aspek adalah belajar berpikir (learning to think) atau
kognitif maupun panduan untuk mengembangkan belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir
semua aspek pembelajaran dalam bentuk panduan atau bernalar mengaplikasikan pengetahuan-
eksperimen atau demonstrasi (Sahidu, 2013). Hal pengetahuan yang telah diperoleh sebelumnya
ini sejalan dengan pendapat Hermansyah et al untuk memecahkan masalah-masalah baru yang
(2015) yang menyatakan bahwa praktek belum pernah dijumpai (Gunawan et al, 2015).
penggunaan LKPD atau yang sering diebut LKS Kemampuan pemecahan masalah adalah
merupakan kumpulan materi, contoh soal, dan kemampuan kognitif tingkat tinggi, tahap berpikir
latihan soal. pemecahan masalah setelah tahap evaluasi yang
Menurut Prastowo (2015) ada empat poin menjadi bagian dari tahapan kognitif Bloom
tujuan dari penyusunan LKS, yaitu: (1) menyajikan (Venisari et al, 2015). Sedangkan menurut Rahmat
bahan ajar yang memudahkan peserta didik untuk et al (2014) Kemampuan pemecahan masalah
berinteraksi dengan materi yang diberikan; (2) memerlukan suatu keterampilan dan kemampuan
menyajikan tugas-tugas yang meningkatkan khusus yang dimiliki masing-masing peserta didik,
penguasaan peserta didik terhadap materi yang yang mungkin akan berbeda antar peserta didik
diberikan; (3) melatih kemandirian belajar peserta dalam menyelesaikan suatu masalah. Siswa perlu
didik; dan (4) memudahkan pendidik dalam memahami dan menggabungkan konsep yang satu
memberikan tugas kepada peserta didik. dengan yang lainnya dalam memecahkan masalah
Peneliti berpendapat bahwa lembar kerja fisika (Hastuti et al, 2016). Menurut Sulistyowati,
peserta didik adalah suatu bahan ajar cetak berupa et al (2012), salah-satu strategi memecahkan
lembaran-lembaran berisi permasalahan berkaitan masalah yang biasa digunakan adalah pemecahan
dengan materi optik yang harus dikerjakan oleh masalah sistematis (systematic approcach to
peserta didik untuk melakukan kegiatan agar problem solving). Kemampuan memecahkan
peserta didik memperoleh pengetahuan dan masalah sangat dibutuhkan oleh peserta didik.
keterampilan yang perlu dikuasai secara mandiri. Memecahkan suatu masalah merupakan suatu
LKPD memuat identitas, petunjuk, informasi aktivitas dasar manusia karena dalam menjalani
penting, langkah-langkah untuk menyelesaikan kehidupan manusia pasti berhadapan dengan
suatu tugas, dan permasalahan yang harus masalah (Hertiavi et al, 2010).
diselesaikan. Suatu tugas yang diperintahkan dalam Oleh karena itu, dengan menggabungkan
lembar kegiatan harus jelas tujuan yang akan suatu model CUPs dengan bantuan LKPD
dicapainya. memungkinkan proses pembelajaran lebih efektif.
Penggunaan LKPD sebagai alat bantu Masalah-masalah fisika dapat disajikan melalui
dalam melaksanakan proses pembelajaran lembar kerja peserta didik sehingga peserta didik
diharapkan mampu meningkatkan kemampuan akan terlibat didalamnya, proses pembelajaran lebih
pemecahan masalah fisika. Setiap individu menarik, tujuan pembelajaran dapat tersampaikan
memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk dengan baik, dan kemampuan peserta didik dalam
menyelesaikan/ memecahkan masalah dalam memecahkan masalah dapat dilakukan.
kehidupan sehari-hari. Menurut Husna & Fatimah
16
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (ISSN. 2407-6902) Volume III No 1, Juni 2017
Data pada Tabel 1 terlihat bahwa nilai rata- Grafik 1. Perbandingan Skor Rata-rata
rata kemampuan awal kelas eksperimen 15,89 Kedua Kelas
sedangkan kelas kontrol 14,73. Sedangkan nilai
rata-rata kemampuan akhir kelas eksperimen dan Hasil tabulasi skor dan perhitungan tes
kelas kontrol berturut-turut 64,31 dan 38,64. Secara awal dan tes akhir kemampuan pemecahan masalah
lebih terperinci terkait hubungan nilai antara tes peserta didik tiap-tiap IPM (Indikator Pemecahan
awal dan tes akhir untuk data nilai tertinggi, Masalah), yang ditunjukkan Tabel 2 berikut.
terendah dan nilai rata-rata digambarkan dalam
grafik berikut.
Tabel 2. Persentase Nilai Rata-rata KPM Peserta Didik Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Kelas Kemampuan IPM-1 IPM-2 IPM-3 IPM-4 IPM-5 IPM-6
Eksperimen 38% 19% 7% 8% 10% 15%
Awal 8% 10%
Kontrol 35% 26% 1% 8%
Eksperimen 87% 60% 49% 50% 69% 70%
Akhir
Kontrol 65% 41% 18% 37% 30% 41%
Berdasarkan Tabel 2 diketahui bahwa kemampuan pemecahan masalah peserta didik kelas
persentase nilai rata-rata kemampuan pemecahan kontrol pada IPM-1 mendapat persentase KPM
masalah peserta didik kelas eksperimen maupun dalam kategori tinggi dengan nilai rata-rata 65% ,
kelas kontrol setiap indikator mengalami peningkatan untuk IPM-2 dan IPM-6 dalam kategori sedang
setelah diberi perlakuan. IPM-1 mendapat persentase dengan nilai rata-rata 41%, kemudian untuk IPM-3,
KPM dalam kategori rendah dengan nilai rata-rata IPM-4, dan IPM-5 kategori rendah dengan nilai rata-
37% untuk kelas eksperimen dan 35% kelas kontrol. rata berturut-turut 18%, 27% dan 30%. Dalam hal ini
Kemudian untuk IPM-2 mendapat persentase KPM peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada
dengan dalam kategori sangat rendah dengan nilai kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan
rata-rata 19% untuk kelas eksperimen dan kategori kelas kontrol.
rendah untuk kelas kontrol dengan nilai rata-rata Kemampuan pemecahan masalah yang lebih
26%, sedangkan untuk kedua kelas pada IPM-3 tinggi disebabkan pembelajaran berpusat pada
sampai dengan IPM-6 mendapat persentase KPM peserta didik dan peserta didik diminta untuk
dalam kategori sangat rendah. Sedangkan setelah mencari jawaban atas permasalahan tersebut
diberikan perlakuan hasil akhir kemampuan sehingga peserta didik kemudian bereksplorasi lebih
pemecahan masalah meningkat secara signifikan dalam untuk memecahkan permasalahan tersebut
pada kelas eksperimen, dimana kemampuan sehingga berakibat meningkatnya kemampuan
pemecahan masalah peserta didik kelas eksperimen pemecahan masalah peserta didik.
pada IPM-1 mendapat persentase KPM dalam Pengujian data diawali dari pengujian
kategori sangat tinggi dengan nilai rata-rata 87% homogenitas data dan normalitas data tes awal dan
kemudian untuk IPM-2, IPM-5, dan IPM-6 mendapat tes akhir menentukan jenis uji-t yang digunakan.
persentase tinggi dengan nilai rata-rata berturut-turut Berdasarkan data tes awal yang diperoleh
60%, 69%, dan 70%, untuk IPM-3 dan IPM-4 menunjukkan bahwa yaitu
mendapat persentase KPM dalam kategori sedang
, maka kedua sampel dikatakan
dengan nilai rata-rata 49% dan 50%. Sedangkan
homogen. Pada tes akhir juga terlihat bahwa
18
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (ISSN. 2407-6902) Volume III No 1, Juni 2017
Tabel 2 di atas menunjukkan peningkatan sehingga peserta didik kemudian bereksplorasi lebih
kemampuan pemecahan masalah peserta didik pada dalam untuk memecahkan permasalahan tersebut
masing masing kelas setiap indikator, dan persentase sehingga membuat pemahaman peserta didik lebih
rata-rata peningkatan kedua kelas. Persentase rata- bermakna dan berakibat meningkatnya kemampuan
rata N-gain pada kelas eksperimen lebih tinggi dari pemecahan masalah peserta didik.
pada persentase rata-rata N-gain pada kelas kontrol, Perhitungan rata-rata N-gain juga dilakukan
dimana persentase rata-rata N-gain pada kelas untuk mengetahui peningkatan kemampuan
eksperimen sebesar 59% dengan kategori sedang, pemecahan masalah peserta didik per indikator.
dan pada kelas kontrol sebesar 26% dengan kategori Indikator pemecahan masalah pada penelitian ini
rendah. Selisih persentase rata-rata N-gain kelas terdiri atas enam indikator, yaitu (1) memahami, (2)
eksperimen dan kelas kontrol adalah sebesar 33%. memilih, (3) membedakan, (4) menerapkan, (5)
Kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen menggunakan, dan (6) mengidentifikasi. Hasil
yang lebih tinggi disebabkan pembelajaran berpusat perhitungan persentase N-gain per indikator pada
pada peserta didik dan peserta didik diminta untuk kedua kelas ditunjukkan pada Grafik 2 berikut.
mencari jawaban atas permasalahan tersebut
19
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (ISSN. 2407-6902) Volume III No 1, Juni 2017
Grafik di atas menunjukkan bahwa pada pada fase kerja kelompok. Hal tersebut dilakukan
indikator pemecahan masalah 1 (IPM-1), kelas agar peserta didik mampu menemukan sendiri
eksperimen mengalami peningkatan kemampuan jawaban permasalahan dengan melalui kerja
pemecahan masalah yang lebih tinggi dibandingkan kelompok maupun diskusi kelas berdasarkan
dengan kelas kontrol, dimana peningkatan pada kelas keberagaman jawaban yang mereka miliki.
ekperimen sebesar 79% dan peningkatan pada kelas Temuan dalam penelitian ini memperkuat
kontrol sebesar 44%. Perbedaan yang lain juga beberapa penelitian sebelumnya diantaranya adalah
terjadi pada IPM-2, IPM-3, IPM-4, IPM-5, dan IPM- penelitian yang dilakukan Siswanto et al, (2013)
6, dimana kelas eksperimen mengalami peningkatan menyatakan bahwa implementasi model Conceptual
yang lebih tinggi daripada kelas kontrol. Peningkatan Understanding Procedures dapat meningkatkan
paling rendah untuk kelas eksperimen ada pada kemampuan kognitif C2 peserta didik yang
indikator kemampuan membedakan dan menentukan. berpengaruh besar terhadap peningkatan hasil belajar
Sedangkan pada kelas kontrol ada pada indikator peserta didik. Penelitian Hidayati & Sinulingga,
memilih. (2015) menyatakan bahwa ada perbedaaan
Hasil penelitian yang sudah dilakukan siginifikan akibat pengaruh model pembelajaran
menggambarkan bahwa kemampuan pemecahan Conceptual Understanding Procedures (CUPs)
masalah peserta didik berbeda. Kelas eksperimen terhadap hasil berlajar siswa pada materi pokok
maupun kelas kontrol mengalami peningkatan, listrik dinamis di kelas X. Penelitian Gummah et al,
namun peningkatan kelas eksperimen lebih baik (2014) menyatakan bahwa melalui penerapan model
daripada peningkatan pada kelas kontrol. Hal ini pembelajaran kooperatif teknik Conceptual
disebabkan karena peneliti menerapkan model Understanding Procedures (CUPs) dapat
pembelajaran CUPs berbantuan LKPD pada kelas meningkatkan hasil belajar dan aktivitas siswa kelas
eksperimen. Dalam pembelajaran CUPs terdapat tiga VIII SMP Negeri 13 Mataram. Penelitian Saregar et
fase pembelajaran yang dilaksanakan oleh peserta al (2016) menyatakan bahwa terdapat perbedaan
didik pada kelas eksperimen. Menurut Saregar, rerata kemampuan berpikir tingkat tinggi peserta
Latifah & Sari (2016) menyatakan bahwa tiga fase didik antara menggunakan model Conceptual
model Conceptual understanding Procedures Understanding Procedures dengan menggunakan
dibangun atas tiga fase, yaitu (1) fase individu, (2) model konvensional. Penelitian Prastiwi et al, (2014)
fase kerja kelompok, dan (3) fase presentase. Pada juga menyatakan bahwa penerapan pembelajaran
fase kerja individu peserta didik mengerjakan lembar Conceptual Understanding Procedures efektif
kerja individu berupa suatu permasalahan pada terhadap kemampuan koneksi matematika siswa.
materi fisika yang kemudian didiskusikan kembali Hasil penelitian ini membuktikan penggunaan model
20
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (ISSN. 2407-6902) Volume III No 1, Juni 2017
Masalah Fisika. Jurnal Pendidikan Fisika dan Prastowo, A. 2015. Panduan Kreatif Membuat
Teknologi, 2(3), 129-135. Bahan Ajar Inovatif. Jogjakarta: DIVA Press.
Hermansyah, H., Gunawan, G., & Herayanti, L. Rahmat, M., Muhardjito, M., & Zulaikah, S. (2014).
(2015). Pengaruh Penggunaan Laboratorium Kemampuan Pemecahan Masalah Melalui
Virtual Terhadap Penguasaan Konsep dan Strategi Pembelajaran Thinking Aloud Pair
Kemampuan Berpikir Kreatif Siswa pada Problem Solving Siswa Kelas X SMA. Jurnal
Materi Getaran dan Gelombang. Jurnal Fisika Indonesia. 18(54), 108-112.
Pendidikan Fisika dan Teknologi, 1(2), 97-
Rokhmat, J. 2015. Penerapan Pendekatan Berpikir
102.
Kausalitik Ber-scaffolding dalam
Hertiavi, M. A., Langlang, H., & Khanafiyah, S. Meningkatkan KPM Hukum Newton tentang
(2010). Penerapan model pembelajaran Gerak. Prosiding Seminar Nasional Fisika.
kooperatif tipe jigsaw untuk peningkatan
Sagala, S. 2013. Konsep dan Makna Pembelajaran.
kemampuan pemecahan masalah siswa
Bandung: Alfabeta.
SMP. Jurnal Pendidikan Fisika
Indonesia, 6(1), 53-57. Sahidu, C. 2013. Pengembangan Program
Pembelajaran Fisika (P3F). Mataram: FKIP
Hidayati, F., & Sinulingga, K. (2015). Pengaruh
Press.
Model Pembelajaran Conceptual
Understanding Procedures (Cups) Terhadap Sambada, D. (2012). Peranan Kreativitas Siswa
Hasil Belajar Siswa Pada Materi Pokok Terhadap Kemampuan Memecahkan Masalah
Listrik Dinamis Di Kelas X Semester II SMA Fisika dalam Pembelajaran
Negeri 1 Binjai TP 2014/2015. INPAFI Kontekstual. Jurnal Penelitian Fisika dan
(Inovasi Pembelajaran Fisika), 3(4), 59-66. Aplikasinya, 2(2), 37-42.
Hikmah, N., Baidowi, B., & Kurniati, N. (2014). Santrock, J. W. 2011. Educational Psychology Fifth
Penerapan Model Pembelajaran Conceptual Edition. New York: McGraw-Hill.
Understanding Procedures (CUPs) untuk Saregar, A., Latifah, S., & Sari, M. (2016). The
Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Effectiveness of Model Learning CUPs:
Matematika Siswa Kelas X SMA Negeri 7 Impact on The Higher Order Thinking Skill
Mataram. Jurnal Pijar MIPA. 9(2), 84-88. Students at Madrasah Aliyah Mathla'ul Anwar
Husna, M., & Fatimah, S. (2013). Peningkatan Gisting Lampung. Jurnal Ilmiah Pendidikan
kemampuan pemecahan masalah dan Fisika Al-BiRuNi, 5(2), 235-246.
Komunikasi matematis siswa Sekolah Sinambela, K. N., & Turnip, B. M. (2015). Pengaruh
Menengah Pertama melalui model Model Pembelajaran Berbasis Masalah
pembelajaran kooperatif tipe Think-pair-share Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Materi
(TPS). Jurnal Peluang, 1(2), 81-92. Gerak Lurus di Kelas X SMA Negeri 5
Ismawati, F., Nugroho, S. E., & Dwijananti, P. Medan TP 2014/2015. INPAFI (Inovasi
(2014). Penerapan Model Pembelajaran Pembelajaran Fisika), 3(3), 95-103.
Conceptual Understanding Procedures (Cups) Siswanto, B., Sriyono, dan Maftukhin, A. 2013.
untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Implementasi Model Conceptual
Curiosity Siswa pada Pelajaran Fisika. Jurnal Understanding Procedures (CUPs) dalam
Pendidikan Fisika Indonesia. 10(1), 22-27. Pembelajaran Fisika untuk Meningkatkan
Lubis, R. R., & Lestari, R. (2017). Pengembangan Kemampuan Kognitif C2 Siswa Kelas X
Lembar Kerja Siswa Berbasis Inkuiri Untuk SMK YPT Purworejo. Radiasi. 4(1), 38.
Kelas Viii Smp Negeri 5 Rambah Samo Pada Sugiana, I. N., Harjono, A., Sahidu, H., & Gunawan,
Materi Gerak Pada Tumbuhan. Jurnal Ilmiah G. (2016). Pengaruh Model Pembelajaran
Mahasiswa FKIP Prodi Biologi, 3(1). Generatif Berbantuan Media Laboratorium
Prastiwi, I., Soedjoko, E., & Mulyono, M. (2014). Virtual Terhadap Penguasaan Konsep Fisika
Efektivitas Pembelajaran Conceptual Siswa pada Materi Momentum dan
Understanding Procedures Untuk Impuls. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Meningkatkan Kemampuan Siswa Pada Teknologi, 2(2), 61-65.
Aspek Koneksi Matematika. Jurnal Kreano.
5(1): 41-47.
22
Jurnal Pendidikan Fisika dan Teknologi (ISSN. 2407-6902) Volume III No 1, Juni 2017
Sugiyono. 2012. Statistika Untuk Penelitian. Suranti, N. M. Y., Gunawan, G., & Sahidu, H.
Bandung: Alfabeta. (2016). Pengaruh Model Project Based
Learning Berbantuan Media Virtual Terhadap
Sukmawati, N. A., & Lestari, R. (2017).
Penguasaan Konsep Peserta didik pada Materi
Pengembangan Lembar Kerja Siswa Berbasis
Alat-alat Optik. Jurnal Pendidikan Fisika dan
Inkuiri Terbimbing Untuk Kelas VII SMP
Teknologi, 2(2), 73-79.
Muhammadiyah Rambah Pada Materi
Pencemaran Dan Kerusakan Trianto. 2010. Model Pembelajaran Terpadu.
Lingkungan. Jurnal Ilmiah Mahasiswa FKIP Jakarta: Bumi Aksara.
Prodi Biologi, 3(1).
Venisari, R., Gunawan, G., & Sutrio, S. (2015).
Sulistyowati, N., Widodo, A. T. W. T., & Sumarni, Penerapan Metode Mind Mapping pada
W. (2012). Efektivitas Model Pembelajaran Model Direct Instruction untuk Meningkatkan
Guided Discovery Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika
Kemampuan Pemecahan Masalah Siswa SMPN 16 Mataram. Jurnal Pendidikan
Kimia. Chemistry in Education, 1(2), 49-55. Fisika dan Teknologi, 1(3), 193-199.
23