“Sejarah Mentalitas Oleh Sartono Kartodirdjo dalam Pendekatan Ilmu Sosial dalam
Metodologi Sejarah”
??? Apakah sebenarnya penggerak utama tingkah laku pelaku sejarah, atau yang
menyebarkan semangat suatu bangsa, atau mendasari watak suatu nation?
Jawabannya harus dicari dengan kata kunci seperti : Ideologi, mitos, etos, jiwa, ide-ide,
mentalitas, nilai-nilai, dan religi. -> memberi inspirasi serta membentuk pola sikap yang
radikal serta penuh dedikasi terhadap suatu ide.
Misalnya saja : Religi -> Weber => Etika Protestan. Bahwa kerja adalah anugerah dari
Tuhan, Keuntungan yang diperoleh juga merupakan anugerah dari Tuhan, sehingga
harus dimanfaatkan secara baik.
Voltaire (1694-1778) menulis sejarah kebudayaan yang berjudul Essai Sur tes moers et
l’esprit des nations (karangan tentang adat istiadat dan jiwa bangsa-bangsa). Istilah
“jiwa” digunakan untuk mencakup konsep mentalitas, semangat, atau etos dari bangsa-
bangsa.
Istilah “jiwa” merupakan suatu abstraksi, mencakup totalitas karakteristik atau sifat-
sifat suatu bangsa yang terwujud sebagai suatu kepribadian atau perwatakannya.
Perwatakan suatu bangsa juga mencakup kompleksitas nilai-nilai, ideologi, sejarah dan
mitosnya, etos, dsb.
Konsep “Etos” sangat erat hubungannya dengan kepribadian atau mentalitas suatu
bangsa. Etos menunjuk kepada seluruh proses pembiasaan yang menghasilkan pemolaan
atau pelembagaan nilai-nilai dan terwujud sebagai sikap, watak, dan mentalitas. Apabila
proses pembiasaan itu berjalan secara intensif dan kontinu dari generasi ke generasi
maka tumbuhlah kelembagaan pada masyarakat yang kuat sehingga seluruh pribadinya
menunjuk kepada cap atau watak tertentu.
Dalam suatu masyarakat proses sosialisasi itu selalu dijalankan dan dilembagakan, dan
akhirnya mengendap sebagai tradisi. Pembiasaan : sosialisasi (istilah sosiologi),
enkulturasi (istilah antropologi, dan internalisasi (istilah ...).
Konsep kesadaran kolektif dimiliki oleh suatu kolektifitas, kelompok sosial, atau
komunitas pada saat tertentu dalam sejarahnya. => collective behaviour. Nasib bersama,
penderitaan dan penghinaan yang diderita merupakan identitas kolektif. Lazimnya
identitas itu bertumpu pada suatu ideologi atau nilai-nilai yang dihayati bersama
sehingga tumbuh identitas kolektif. => masuk dalam bidang mental serta mentifactnya.
Kehidupan rakyat serta kebudayaannya, meliputi folklore, folkbelief, folksong, folkways
(norma) yang ada diluar kebudayaan dominan. Folkbelief (kepercayaan rakyat) yang masih
hidup didaerah pedesaan dan lingkungan tradisional. Mitos, dongeng, cerita rakyat
sebagai fakta mental (mentifact) dapat diterima, namun substansinya tidak dapat begitu
saja diterima sebagai fakta historis sehingga sejarawan harus berhati-hati
menafsirkannya.
Dalam kehidupan suatu kelompok terdapat gaya hidup yang menunjukkan kompleks ciri-
ciri yang merupakan suatu sintesis sehingga tampak adanya koherensi dan konsistensi.
Gaya hidup terutama dimanifestasikan dalam hal-hal yang tampak (kasat mata) seperti
bentuk tempat tinggal, pakaian, dll; atau dalam unsur-unsur yang mencerminkan
mentalitas seperti pola bicara, dll. Dibelakang kelakuan lahiriah itu ada nilai-nilai yang
mendasari atau mentalitas.
“Pendekatan Teoritis”
Dalam perspektif filsafat fenomonologis, pada hakikatnya berbagai realitas kehidupan
manusia berakar atau berasal dari kesadaran.
Sejarah mentalitas dikaji untuk mengungkap mentifact selaku dasar atau pangkal proses
atau struktur dari berbagai segi kehidupan manusia.
Kesadaran adalah realitas primer. Realitas tersebut terutama adalah segala sesuatu yang
diciptakan oleh manusia, yaitu segala bentuk kebudayaannya. Semua fakta yang nampak
sebenarnya merupakan ekspresi dari apa yang terjadi dalam mental orang, antara lain
pikiran, ide, kepercayaan, dan segala macam unsur kesadaran.
Kesadaran merupakan prinsip hidup utama dari homo sapiens dan merupakan realitas
primer. Realitas tersebut adalah segala sesuatu yang diciptakan oleh manusia berupa
kebudayaan. Semua fakta yang tampak sebenarnya bersumber pada ekspresi atau mental
orang (pikiran, ide, kepercayaan, angan-angan dan segala macam unsur kesadaran.
Kesadaran sangat penting peranannya sebagai faktor penggerak atau pencipta fakta-
fakta sejarah lainnya (revolusi, perang, pemberontakan, gerakan, dll) sehingga perlu
dikaji mentifact dalam segala bentuknya yang kesemuanya menjadi objek studi sejarah
mentalitas/intelektual/ide-ide.
Mentalitas sering bertalian erat dengan etos masyarakat, berupa keseluruhan nilai yang
menentukan gaya hidup kelompok. Sejarah peradaban perlu mencakup sejarah
mentalitas masyarakatnya, jika tidak maka akan sulit memahami gejala-gejalanya.
Perkembangan teknologi juga sangat tergantung pada etos masyarakatnya, sehingga
seluruh peradaban material perlu dikaitkan dan diterapkan dengan kulturnya, khususnya
nilai-nilai.
Ada korelasi antara ide (jalan pikiran) dengan lokasi sosial penduduknya. Struktur
pikiran khususnya dan struktur kesadaran pada umumnya perlu dipahami dalam
hubungan dalam latar belakang sosio-kultural masyarakat dimana si pemikir hidup.
Ideologi Karl Marx sebagai contohnya, disatu pihak mencerminkan aliran-aliran pikiran
yang berpengaruh pada masanya, dan dipihak lain itu mencoba membenarkan suatu
tujuan perjuangan atau kepentingan kelas sosial tertentu.
Dalam arti yang lebih luas, sejarah intelektual mencoba mencari dan mengerti
penyebaran karya manusia (ide-ide) pada masyarakat tertentu, dan mencoba memahami
hubungan antara ide/pemikiran dan kecenderungan/kepentingan, serta faktor-faktor
nonintelektual (=sosiokultural) pada umumnya.
“Cara Kerja” :
Sejarawan intelektual berkepentingan dengan berbagai ide, mengelompokkan iden
dengan afiliasinya. Akan tetapi perhatian utama adalah memikirkan apa yang akan terjad
dengan ide-ide tersebut dalam masyarakat. Sejarawan intelektual berkonsentrasi dalam
memberikan tekanan tentang apa yang diartikan ide-ide itu oleh para ahli, dan apa arti
ide-ide tersebuit bagi banyak orang.
Contoh sejarawan intelektual adalah George Sarton, Willian Dilthey, Max Webber.
Contoh-contoh :
o Herodotus : kepercayaan agama orang-orang Mesir.
o Thucydides : sifat nasional orang Athena & Sparta.
o Machiaveli : pengaruh kepercayaan agama dari orang Romawi terhadap hasil-hasil
kerja politiknya.
o Max Weber : Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme (The Protestant Ethic (=etos)
and Spirit (=semangat) of Capitalism).
“Perdebatan” :
Secara formal sejarah intelektual dianggap tidak cukup ilmiah, sebab bila dibandingkan
dengan sifat materi yang konkrit dari sejarah kelembagaan ekonomi, dan sosial maka
materi sejarah intelektual kelihatannya samar-samar dan susah ditetapkan sebagai bagian
dari kehidupan nyata. Sejarah intelektual telah mendapat suatu pengakuan akademis
dan telah terbukti sebagai jembatan yang sangat efektif antara sejarawan, dan mereka
yang mempraktekkan ilmu-ilmu sosial. Sejarawan intelektual selalu mencoba menjadi
seorang pemikir daripada seorang pencerita.
Ketiga, studi hubungan antara apa yang dikatakan orang dan apa yang dilakukannya.
“melakukan” mempunyai kompleksitas yang nyata, tetapi “mengatakan” adalah
penyederhanaan dari apa yang dikerjakan dalam jaringan otak. Perdebatan menunjukkan
ada banyak macam interpretasi terhadap apa yang sebenarnya terjadi.
Sejarawan intelektual mencoba menilai sifat dari efek-efek suatu ide atau kumpulan ide-
ide yang menyebabkab manusia berhadapan dengan persoalan penilaian. Sejarawan tidak
dapat menhindari menjadi pengembara, meskipun ia berusaha menjadi pembuat peta.
Contoh karya Rosseau :
Sekelompok orang berpendapat bahwa dengan karya itu Rosseau mengusahakan suatu
kekuasaan yang berdaulat yang kekuasaannya mutlak, dan pengaruhnya terhadap
aktivitas politik pasti untuk membenarkan arbitrasi mereka totalitarisme demokrasi.
Kelompok lain menganggap bahwa Rosseau menginginkan kemauan umum diwakili oleh
suatu imperativ moral yang dicita-citakan dan pengaruh yang sebenarnya adalah untuk
memajukan kebebasan demokrasi dan liberal.
“Tipe-tipe penelitian” :
Sejarah Intelektual dapat menerima pendekatan sejarah perbandingan yang mencoba
membedakan dengan jelas elemen-elemen yang umum atau yang unik dalam ide-ide dan
sikap-sikap yang kelihatan pada waktu dan tempat yang berbeda.
Sejarah kesusastraan dan eksperimen-eksperimen yang nyata, dan kelompok-kelompok
yang hidup dalam masyarakat dibawah pengaruh pemikiran utopia. Suatu unsur dari
sejarah intelektual yang memberi ketenangan tentang ide-ide yang sugestif dalam
pengertian rakyat.
o Perhatian untuk tradisi intelektual dipicu oleh Hegel yang merajai alam pikiran pada abad
ke-19.
o Sesudah PDII perhatian untuk sejarah intelektual agak dikesampingkan dalam
keseluruhan penelitian sejarah, karena perhatian dipusatkan pada kejadian sosio-
ekonomis.
o Dewasa ini sejarah intelektual diberi tempat terhormat lagi dalam keseluruhan pengkajian
sejarah. Para ahli menjadi sadar bahwa struktur alam pikiran manusia kadang-kadang
lebih lama bertahan daripada struktur-struktur sosio ekonomis. Alam pikiran itu
kadang-kadang secara tidak langsung mempengaruhi perbuatan manusia daripada
struktur-struktur dalam “lantai bawah” (kejadian sosio-ekonomi.
o Secara intelektual, orang Eropa dewasa ini merupakan anak cucu Fajar Budi dan
Romantic, tetapi secara material ditopang oleh struktur tunjangan sosial yang baru
berasal dari kurun waktu sesudah PDII.
o Konsekuensinya :
Pertama, sejarah intelektual atau sejarah alam pikiran harus diberikan tempat tersendiri
di dalam keseluruhan pengkajian sejarah dengan macam-macam cabangnya. Otonomi dan
daya tahan struktur-struktur alam pikiran membuktikan bahwa tidak dapat disamakan
dengan garis perkembangan sosio-ekonomis semata-mata.
Menurut Karl Mannhein (1893-1947) konteks sosial merupakan satu-satunya kunci untuk
memahami system intelektual yang dikembangkan dalam konteks itu. Pengetahuan akibat
penelitian intelektual selalu berdasarkan kesosialan dan hanya dapat diteliti secara
memadai dengan sarana-sarana sosiologi, sehingga lahirlah istilah sosiologi pengetahuan.
Sejarah alam pikiran merupakan suatu arus otonom didalam kejadian histories. Struktur-
struktur intelektual sendiri mempunyai kemampuan untuk melahirkan struktur-struktur
intelektual baru.
Mendekati masa silam dari sudut sejarah intelektual juga dimaksudkan untuk
mengetahui kaitan struktur-struktur intelektual.
o Kedua, bila kita mempelajari masa silam dengan harapan agar hasil penelitian historis ada
gunanya bagi orientasi di masa kini maka yang paling banyak memenuhi harapan adalah
penelitian sejarah alam pikiran.
Dalam sistem-sistem intelektual itu seing terdapat sebuah unsur universal, sehingga
ratusan tahun sesudah dikembangkan, masih merupakan titik pangkal yang berguna,
bahkan mutlak perlu diperhatikan dalam diskusi-diskusi mengenai hubungan-hubungan
antara manusia dan masyarakat.
Varian-Varian dalam Sejarah Intelektual :
Objek penelitian sejarah intelektual adalah segala sesuatu yang oleh budi manusia
tercapai tercapai pada masa silam. Bagaimana pola-pola pemikiran manusia pada masa
silam, bagaimana mereka mengalami dunia ini, sarana-sarana konseptual mana yang yang
mereka miliki untuk mengatur kenyataan yang mengelilingi mereka, adalah beberapa
kenyataan yang mengelilingi mereka, adalah beberapa pertanyaan penting yang dipelajari
dalam sejarah intelektual.
#Varian pertama :
o Objek sejarah intelektual terletak antara dua bidang penelitian lain, yaitu sejarah filsafat
dan sejarah ilmu pengetahuan di satu pihak dan sejarah mentalitas dan sosiologi
pengetahuan di lain pihak.
o Dalam kalangan sejarah intelektual, perhatian utama dicurahkan kepada sejarah teori
politik, karena bagian dari sejarah intelektual membuka untuk lebih memahami
perkembangan sejarah politik dan institusional di Eropa.
#Varian kedua :
o Sering juga dibedakan antara sejarah intelektual di satu pihak dan sejarah ide-ide di lain
pihak.
o Sejarah intelektual menyusun kembali pembekalan intelektual dalam suatu kurun waktu
tertentu, yaitu : pendapat-pendapat yang umum berlaku pada suatu periode tertentu,
bagaimana kompleks ide-ide saling berkaitan, bagaimana alam pikiran mempengaruhi seni
bangun atau sastra.
o Dalam sejarah intelektual, ide-ide itu merupakan cirri khas bagi suatu kurun waktu-waktu
tertentu, seolah-olah dipandang “dari luar”.
o Selanjutnya aspek-aspek yang beraneka ragam dalam suatu lingkungan kebudayaan dapat
diterangkan dengan ide-ide itu.
#Varian ketiga :
o Dalam sejarah ide-ide, ide-ide lebih diteliti “dari dalam”, misalnya : dilacak bagaimana satu
ide berkembang dari abab ke abad, bagaimana ide itu menyesuaikan diri, memperoleh
bentuk dalam berbagai keadaan sejarah tanpa kehilangan identitasnya, sehingga kita
mengenalnya kembali. Ide lalu dapat disamakan dengan konsep maupun pernyataan-
pernyataan singkat.
o Cpntoh telaah mengenai sejarah ide-ide oleh Arthur O. Lovejoy, The Great ChainnOf
Being (1936). Ide yang di teliti adalah konsep, bahwa dalam kenyataan segala kemungkinan
terwujud dalam suatu harmoni yang sempurna. Selanjutnya ide-ide ini dianalisis menurut
unsur-unsur yang logis, kemudian dilacak dalam tulisan Plato, Spinoza, Leibniz, dan lain-
lain. Ternyata ide itu memainkan peranan yang tak terduga dalam sejarah alam pikiran
Barat.
o Karya Freidreich Meinecke, Die Idee der staatsrason (1924) melukiskan konflik antara
kekuasaan dan etika dalam pandangan Machiavelli sampai abad ke-19.
o R. Kosseleck dkk menulis sebuah kamus ide-ide dasar dalam sejarah. Terdapat sekitar 150
ide dasar, dipaparkan arti dan perubahan dalam arti semenjak tahun 1750-1850. kurun
waktu ini dipilih karena sejumlah pengertian sosial dan politik telah berubah di dunia
barat akibat pengaruh modernisasi.
*Kosseleck menemukan tiga macam perubahan pokok, yaitu :
- pengertian sosial dan politik memperoleh arti sehingga dapat dipergunakan dalam
kalangan yang makin luas di masyarakat.
- pengertian-pengertian kehillangan sifatnya yang statis dan diselaraskan dengan
perkembangan sejarah.
- konsep-konsep sesudah tahun 1750 dapat dipakai untuk maksud-maksud politik dan
ideologis.
Ankersmith (bagian 2)
o Asal usul metodologis :
Cara kerja seorang peneliti sejarah intelektual tidak berbeda jauh dari cara kerja
seorang sejarawan. Metodologi sejarah : Heuristik, Kritik, Interpretasi, dan
Historiografi.
Asal usul pembaruan metodologis diajukan oleh Q. Skinner, J.G.A. Pocock, dan M.
Faucault.
# Q. Skinner
Skinner mengkritik dua aspek dalam sejarah intelektual tradisional, yaitu :
o Kontekstualisme, yaitu usaha untuk mengerti konsep-konsep politis dan filsafati dari
keadaan sosio-ekonomis dan historis yang meliputinya pada waktu konsep itu dilahirkan.
o Pandangan dasar dalam kontekstualisme bahwa suatu filsafat (politik) selalu bertujuan
membenarkan secara teoritis, hubungan sosial-ekonomi yang sedang terjadi, sehingga
seorang filsuf politik membela pendapat tertentu.
o Menurut Skinner, harus dibedakan antara penelitian mengenai apa yang dimaksudkan
seorang filsuf ketika menulis sesuatu dan mengapa ia membela pandangan tertentu.
o Seorang sosiolog pengetahuan dan kontekstualis, menerima sebagai data apa yang
sebetulnya merupakan tugas seorang peneliti sejarah intelektual, yakni apa yang
dimaksudkan pengarang ketika ia menulis sebuah teks filsafat politik.
o Menurut tekstualisme, setiap teks filsafat politik mengandung sebuah jawaban dasar.
Andaikata teks itu tidak dengan serta merta menyajikan suatu jawaban maka sang
peneliti harus mencari jawaban dari teks tersebut.
o Menurut Skinner, kesalahan tekstualisme adalah berusaha memeras teks dan menyajikan
lebih banyak daripada apa yang terkandung dalam teks itu. Sikap itu disebabkan karena
dogma “pertanyaan-pertanyaan abadi” uang sepanjang sejarah berpengaruh dalam alam
pikiran politik.
o Menurut Skinner, tiada pertanyaan-pertanyaan abadi. Setiap kurun waktu mempunyai
pertanyaan-pertanyaan sendiri yang khas dalam bidang filsafat politik. Dari seorang
filsuf politik yang hidup pada abad ke-15, tidak dapat diharapkan agar ia memberi
jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang baru muncul pada abad ke-18. Kritik
Skinner terhadap tekstualisme berasal dari sudut pandang pengkajian sejarah.
o Skinner menolak setiap usaha dari para peneliti sejarah intelektual untuk menempatkan
seorang filsuf diluar kerangka waktunya sendiri. Antitekstualisme yang diperjuangkan
Skinner mengandung suatu penolakan terhadap sejarah ide-ide yang meneliti
perkembangan sebuah ide dari masa ke masa tanpa memperhatikan bahwa ide itu diberi
wujud tertentu oleh pertanyaan-pertanyaam yang khas bagi suatu periode tertentu
dalam sejarah.
#J.G.A. Pocock :
o Yang ditekankan tentang bahasa. Secara tradisional penggunaan bahasa dianggap kurang
penting, fokusnya adalah : kenyataan historis dan penafsirannya.
o Bahasa dan pengistilahannya merupakan wahana linguistik yang netral yang dipakai oleh
seorang pengarang untuk mengungkapkan penafsirannya. Tetapi menurut Pocock,
bahasa dan peristilahan yang dipakai oleh seorang filsuf politik merupakan faktor yang
jauh lebih penting. Bahasa dan peristilahan dalam filsafat politik merupakan sebuah
objek historis yang dapat dan harus diteliti.
o Seorang sejarawan intelektual tidak hanya berurusan dengan ide-ide, melainkan juga
dengan bahasa dan terminology yang mereka pakai untuk mengungkapkan ide-ide.
Sarana-sarana konseptual dan terminology mengarahkan ide-ide mereka ke suatu
pemikiran tertentu.
o Misalnya : pengistilahan “country” dan “court”.
Konsep court mencakup modernisasi Negara Inggris dan masyarakatnya sesudah 1988,
ide tentang pembebasan.
Country : kadang diartikan “Negara” dan kadang diartikan “desa”. Jadi harus mengkaji
tentang asal muasal kata itu diluncurkan.
#M. Faucault :
o Penulis sebuah teks bukanlah pengarangnya, melainkan prinsip yang memberi kesatuan,
keberkaitanm dan penataan kepada arti-arti yang terkandung dalam kata-kata yang
dipergunakan dalam teks itu. Dengan kata lain, bahasa dan arti kata yang diutamakan,
sedangkan maksud pengarang dinisbikan.
o Bagi Faucault, masa silam pada hakikatnya merupakan suatu lautan manusia yang
ngomong-ngomong dan berbicara, lautan kata dan bahasa yang dipakai dalam keadaan
yang beraneka ragam
Yang ingin dilakukan adalah membuat struktur didalam lautan omongan manusia pada
masa silam.
o Konsep episteme yang dipakai oleh Faucault memiliki tiga sifat utama :
1) Episteme menentukan bagaimana kita melihat dan mengalami kenyataan.
2) Episteme selalu dikaitkan dengan larangan, penyangkalan, dan pengesampingan.
3) Dalam episteme bagaimana diungkapkan suatu hubungan tertentu antara bahasa dan
kenyataan.
*persamaan antara Pocock dan Faucault adalah tetap mengutamakan “bahasa”.
Perkembangan Pemikiran :
Barat -> dimulai zaman “Yunani”, lalu ekspansi Alexander The Great ke Timur (=Persia).
Kelak mengadopsi sedikit demi sedikit budaya Persia.
Masa antara Yunani dan Romawi disebut Helenistik (Hellas artinya menyerupai).
Ide dasarnya dari Yunani ( kebebasan berpikir; rasional : menggunakan akal; sistematis :
berurutan, misalnya Silogisme -> menarik kesimpulan; kesemestaan : alam + manusia; dan
abstrak) + mengadopsi dari Persia.
“Romawi” :
Dasar pemikiran yang disebutkan diatas masih dikembangkan, namun orang-orang
Romawi menambahkan pemikiran yang tidak abstrak kemudian
dikonkritkan/aplikatif/operasional. Misalnya : Colosseum.
Lalu akan stagnant ketika abad pertengahan karena pemikiran bersifat dogmatis. Abad
pertengahan : Theos = ketuhanan, dogmatis, kepercayaan. => didasari oleh wahyu Ilahi.
Lalu mengalami pergeseran pada masa “Renaissance”, dibangkitkan lagi bebas dalam
pemikiran.
Islam -> mengeksplore ajaran dalam Al-Qur’an -> mendorong Islam menuju kejayaan ->
berkembang abad ke-8.
Timur : Persia, India (berkembang karena lingkungan alam, sentralnya Gunung Himalaya),
dan Cina. => dasarnya pada harmoni/keseimbangan, bersifat simbolik.
Kecerdasan seseorang dipengaruhi oleh kemampuan nala terhadap permasalahan di
sekitar kita, bisa masalah sosial, ekonomi, politik, etc juga dalam kemampuan
menggunakan panca indra secara empiris.
Intelektual = kemampuan nalar (permasalahan disekitar, pemikiran low dan high) +
empiric. Misalnya : orang Yunani yang memikirkan tentang kosmos dan antropos
(manusia)
Teknologi :
- bukan hanya hal-hal yang bersifat “wah” saja, tapi juga hal-hal kecil yang berguna.
- Merupakan penerapan dari pengetahuan ilmiah kea lam.
- Merupakan pengetahuan sistematis tentang seni industrial atau penerapan pengetahuan
ilmiah untuk industri. Bisa diartikan sebagai ilmu terapan (applied science), dibagi empat
: teknologi fisik, teknologi biologis, teknologi sosial, dam teknologi pikir.
Science (ilmu) itu mengalami perkembangan sejak dari masa pra sejarah. Zaman batu :
palaeolitikum, , mesolitikum, neolitikum.
Batu yang digunakan pada zaman batu tersebut disebut “alat”.
??? kenapa disebut “alat”?
Karena mempunyai kegunaan. Kecerdasan mereka berkembang karena terbukti dengan
penggunaan alat dan bisa memilih batu mana yang bisa dijadikan alat. Selain itu juga
dengan adanya teknik menanam.
Ilmu :
1. Purba : zaman batu
2. 1500-600SM : kemampuan menulis, sehingga bisa meyebar.
3. Zaman Yunani : mengajarkan konsep-konsep berpikir logis, pidato.
4. Zaman Romawi : lebih menyumbang di bidang militer.
5. Abad pertengahan : tidak banyak perkembangan ilmu