Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SENI BUDAYA

ANALISIS NASKAH DRAMA

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 3

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Karya sastra merupakan karya yang dipenuhi dengan simbolik atau tanda-
tanda yang tidak mudah ditafsirkan dengan angan-angan, artinya sebaik atau
sebagus apapun penafsiran seseorang tentang karya sastra tetap ada batasan dan
ketentuan, misalnya drama. Drama merupakan bentuk dari karya sastra berupa
gambaran seni yang datang dari nyanyi dan tarian ibadat Yunani kuno, yang di
dalamnya dengan jelas terorganisasi dialog dramatis, sebuah konflik dan
penyelesaian digambarkan di atas panggung. Sebuah karya sastra tidak lagi indah
dan bebas untuk diimajinasikan, karena adanya batasan terorganisasi yang
diselesaikan di atas panggung, sebaliknya drama menjadi seni yang dapat
menghancurkan persepsi seseorang terhadap suatu karya sastra.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Bagaimana hakikat drama sebagai sebuah karya sastra?
1.2.2. Bagaimana unsur intrinsik naskah drama “Matahari di Sebuah Jalan
Kecil” karya Arifin Chairin Noer?

1.3. Tujuan
1.3.1 Untuk mengetahui hakikat drama sebagai sebuah karya sastra.
1.3.1. Untuk mengetahui unsur intrinsik naskah drama “Matahari di Sebuah
Jalan Kecil” karya Arifin Chairin Noer.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Hakikat Drama sebagai Sebuah Karya Sastra


Drama adalah salah satu bentuk karya sastra yang menggambarkan
kehidupan dengan menyampaikan konflik melalui dialog. Drama dikatakan
bermanfaat bagi pembaca jika pembaca melihat teks drama dan bermanfaat
bagi penonton jika penonton tersebut menyaksikan sebuah pertunjukan
drama.
Kajian tentang drama pada saat sekarang dapat dikatakan sulit
ditemukan karena pembaca teks drama hanya menikmati cerita di dalamnya
tanpa ada sikap kritis, bahkan penonton drama pun terkesan acuh akan
pertunjukkan yang dilihatnya karena ketidakpahaman penonton terhadap
teks drama sebelum dipentaskan. Drama memiliki tiga unsur yang
terkandung di dalamnya, yaitu teks drama, unsur pementasan, dan unsur
penonton.

2.2. Unsur Intrinsik Naskah Drama


2.2.1 Plot
Dalam sebuah karya sastra fiksi berbagai peristiwa disajikan dalam
urutan tertentu. Peristiwa yang diurutkan dalam menbangun cerita itu
disebut dengan alur (plot). Plot merupakan unsur fiksi yang paling
penting karena kejelasan plot merupakan kejelasan tentang keterkaitan
antara peristiwa yang dikisahkan secara linier dan kronologis akan
mempermudah pemahaman kita terhadap cerita yang ditampilkan.
Plot meliputi hal-hal berikut ini:
2.2.1.1 Tahap Awal

3
Tahap awal merupakan tahap perkenalan pada sebuah cerita.
Perkenalan dari segi setting, waktu, perkenalan tokoh-tokoh, dan lain-
lain.
Di sebuah jalan kecil terdapat sebuah pabrik es yang sudah sangat
tua. Di depan bangunan pabrik es itu ada seorang wanita tua yang
berjualan makanan berupa pecel. Pelanggannya kebanyakan dari pekerja
pabrik juga. Saat itu yang berada di halaman pabrik tersebut ada Si Tua,
Si Peci, Si Kurus, Si Kacamata, dan Si Pendek. Mereka sedang makan
sekaligus mengeluh tentang harga makanan dan kebutuhan pokok yang
terus beranjak naik sedangkan gaji mereka tak kunjung naik. Dibuktikan
dengan adanya kutipan naskah sebagai berikut.

“Tetapi sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya


dan pabrik itu memiliki gedung yang sangat tua. Di depan gedung
itulah para pekerja pabrik mengerumuni Simbok yang berjualan
pecel di halaman”.

2.2.1.2 Tahap Tengah


Tahap tengah merupakan tahap yang menampilkan pertentangan
atau konflik yang sudah mulai dimunculkan pada tahap sebelumnya,
menjadi semakin meningkat, dan semakin menegangkan. Konflik
pertama yang muncul dalam naskah drama tersebut. Datanglah seorang
pemuda yang ikut makan. Jam istirahat bagi para pekerja sudah habis
jadi mereka memutuskan untuk kembali ke dalam pabrik, sedangkan
yang tersisa disitu tinggal seorang pemuda. Setelah selesai makan dan
hendak membayar ternyata dompet pemuda itu ketinggalan dan ia
meminta ijin kepada simbok untuk mengambil dompetnya dirumah.
Akan tetapi, simbok tidak percaya kepada pemuda itu dan terus
memaksa pemuda tersebut untuk membayar makanannya. Dibuktikan
dengan adanya kutipan dialog sebagai berikut.

4
“Semua tertawa. Lonceng bekerja berdentang. Mereka masing-masing
menghitung dan menyerahkan uang pada Simbok kemudian pergi
bekerja, lewat jalan samping. Yang terakhir adalah si
pendek.....Pemuda menghabiskan makannya dengan lahap sekali,
setelah membuang cekodongnya ia minta air yang biasa disediakan oleh
penjual pecel itu. Ia berdiri, merogoh saku celana. Ia cemas, saku baju
dirogohnya. Ia makin cemas, Simbok memperhatikan dengan biasa”.

Suasana semakin tegang ketika datang satu persatu pekerja yang


ikut terlibat maupun melihat kejadian tersebut, mereka membela
simbok dan terus memojokkan pemuda itu dikarenakan alasan pemuda
tersebut tidak masuk akal. Mereka terus berdebat dan akhirnya mereka
menyuruh pemuda tersebut untuk meninggalkan bajunya sebagai
jaminan. Dapat dibuktikan dengan adanya kutipan naskah sebagai
berikut.

“Dari pintu munculah si kacamata, si tua, si peci dan lain-lain,


kecuali si pendek….
SI KACAMATA: Ada apa?
SI PECI: Makan tidak bayar.
SI TUA: Siapa, pemuda ini?
SI PECI: Ya, pemuda ini?
SI KACAMATA: Segagah ini?
SI PECI: Kalau tidak gagah barangkali tidak berani ia menipu
(pada pemuda) Hei, pemuda. Kau punya uang tidak?

2.2.1.3 Tahap Akhir


Tahap akhir merupakan tahapan penyelesaian dari klimaks atau
puncak permasalahan sebuah cerita. Tahap akhir menjadi penyelesaian
dari konflik cerita yang berujung bahagia atau menyedihkan. Tergantung
pengarang yang menentukan akhir dari cerita yang ditulisnya.
Kemudian setelah semuanya pergi dan kembali bekerja, si pemuda
tersebut menceritakan yang sebenarnya kepada simbok bahwa dia tidak
bermaksud untuk berbohong. Dia datang ke kota ini dengan tujuan
mencari pekerjaan akan tetapi malang nasibnya dia tak juga kunjung
mendapat pekerjaan dan sudah tiga hari ini dia tidak makan. Simbok pun
tersentuh hatinya mendengar cerita pemuda tersebut dan akhirnya

5
mengembalikan baju pemuda itu kembali. Dan membiarkan pemuda
tersebut pergi. Akan tetapi, selang beberapa lama baru diketahui jika
sebenarnya pemuda tersebut telah sering menipu dimana-mana. Adapun
dibuktikan dengan adanya kutipan sebagai berikut.

Beres sudah, orang-orang sudah mulai bekerja. Di halaman ada


simbok dan si pemuda. Gemuruh mesin kembali nyata. Lewat
seorang perempuan menjajakan jenang gendul sangat nyaring
suaranya.
PEMUDA: Mbok, mula-mula maksud saya tidak akan menipu.
Sesudah dua hari ini saya hanya minum air mentah saja. Tidak
makan apa-apa.
SIMBOK: (diam)
PEMUDA: Seminggu yang lalu saya masih di Klaten, bekerja di sebuah
bengkel. Ya aku tidak cukup dapat makan. Sebab itulah aku
mencari pekerjaan di sini.
SIMBOK: (diam)

2.2.2 Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah fiksi ada istilah tokoh, penokohan atau
perwatakan. Kehadiran tokoh dalam cerita fiksi merupakan unsur yang
sangat penting bahkan menentukan. Hal ini karena tidak mungkin ada
cerita tanpa kehadiran tokoh yang diceritakan dan tanpa adanya gerak
tokoh yang akhirnya menbentuk alur cerita.
Penokohan atau perwatakan, yaitu orang yang berperan dalam
drama. Perwatakan penokohan dapat dibedakan menjadi berikut ini.
Protagonis, yaitu tokoh yang mendukung cerita.
Tokoh dalam naskah tersebut yang menjadi tokoh pendukung dalam
cerita drama tersebut merupakan tokoh yang berperan sebagai
SIMBOK.
a. Antagonis, yaitu tokoh yang menentang cerita.
Pemuda. Seseorang yang menjadi seseorang yang berbohong dalam
sebuah masalah ketika dia makan tidak bayar dengan alasan uangnya
tertinggal dirumahnya. Dibuktikan dengan adanya kutipan dialog
sebagai berikut.

6
Sikurus ”bohong. Kau tadi sudah bohong sebab itupun kau pasti
pembohong.” Dan “sejak sekarang saya akan memanggilmu
pembohong”.

Penjaga malam ”Bajigur! Bajigur! Kurang ajar dia. Tapi dia tak jadi
menipu di sini bukan? Kemana ia? Jangkrik anak itu! Belut!
Simbok “Ada apa? Ada apa?
Penjaga malam “Pasti dia. Kemarin malam dia juga menipu di
sebuah warung di pasar Kauman”.
Simbok “Haa….? (menelan ludah) Ya, Allah”.

b. Tritagonis, yaitu tokoh pembantu, baik untuk tokoh protagonis


maupun antagonis. Tokoh tritagonis dalam naskah drama tersebut
sebagai penengah dari titik konflik yang membantu persoalan antara
tokoh protagonis dan antagonis. Hal tersebut dapat dibuktikan dalam
kutipan sebagai berikut.

1. SI PECI: Ia menolak melepaskan bajunya.


2. SI SOPIR: Itu tidak adil, ia bisa menolak untuk telanjang badan
tapi ia makan tanpa bayar seenaknya. Itu tidak adil. (pada
pemuda) He, anak muda. Kau pemuda Indonesia, bukan? Tidak,
jangan mengangguk! Kalau kau meng-iya-kan pertanyaan saya
kau sama dengan mengatakan bahwa pemuda Indonesia itu
dibolehkan makan di warung tanpa bayar. Tidak, tanah ini akan
menangis mendengar cerita itu. Dengarkan! Dulu waktu sehabis
perang saya juga pernah menjadi pencopet, tanpa perduli lagi.
Tapi malang rupanya tangan ini terlampau kasar sehingga
tangan ini lebih suka diborgol, dalam penjara. Nah, di tempat
yang sepi itu aku mengakui bahwa aku telah menyakiti orang,
menyakiti hati dari tanah yang kita cintai ini dan pasti Tuhan
akan menutup pintuNya bagi orang semacam aku. Sebab itulah
setelah aku keluar dari rumah yang baik dan mulia itu, kemudian
aku menjadi lebih maklum bahwa kita tak boleh berbuat jahat.
Tidak, jangan. Tapi dengarlah lagi! Kau tahu, kalau kau berjalan
ke arah barat dari arah sini kau akan sampai pada sebuah
perempatan, di mana berdiri beberapa batang pohon beringin.
Kau tentu sudah tahu di belakang pohon beringin itu berderet
asrama. Dan kau tahu asrama apa itu? (lama) Asrama Polisi!
Nah, kau suk kuantarkan ke asrama itu?

Sopir tersebut datang sebagai penengah dari pertikaian konflik. Si


sopir mampu meredamkan amarah para pegawai pabrik untuk
membantu SIMBOK (tokoh protagonis) sebagai orang yang kena

7
tipu dan membantu PEMUDA (tokoh antagonis) dari penghakiman
orang-orang tersebut.
2.2.3 Dialog
Dialog, yaitu percakapan dalam drama. Dalam drama, dialog harus
memenuhi dua tuntutan berikut ini.
a. Dialog harus menunjang gerak dan laku tokohnya
Gerakan dalam sebuah naskah drama biasanya dituangkan dalam
bentuk tanda kurung. Tanda tersebut merupakan bentuk gerakan
yang harus dilakukan ketika sebuah naskah dipentaskan. Dengan
adanya dialog akan lebih memperjelas maksud dan tujuan antar
tokoh.

SI TUA : (menerima pecel) Sedikit sekali.


SIMBOK : (tak menghiraukan dan terus melayani
yang lain)
SI PECI : Ya, sedikit sekali (menyuapi mulutnya)
SI TUA : Tempe lima rupiah sekarang.
SI KACAMATA : Beras mahal (membuang cekodongnya)
kemarin istriku mengeluh.

b. Dialog dalam pentas harus lebih tajam daripada dialog sehari-hari.

PENJAGA MALAM: Bajigur! Bajigur! Kurang ajar dia. Tapi


dia tak jadi menipu di sini bukan? Kemana ia? Jangkrik
anak itu! Belut!
SIMBOK: Ada apa? Ada apa?
PENJAGA MALAM: Pasti dia. Kemarin malam dia juga menipu
di sebuah warung di pasar Kauman.
SIMBOK: Haa….? (menelan ludah) Ya, Allah.

2.2.4 Latar (setting)


Kehadiran latar dalam sebuah cerita fiksi sangat penting. Karya
fiksi sebagai sebuah dunia dalam kemungkinan adalah dunia yang
dilengkapi dengan tokoh penghuni dan segala permasalahannya.
Kehadiran tokoh ini mutlak memerlukan tempat dan waktu.

8
Latar atau setting adalah sesuatu yang menggambarkan situasi atau
keadaan dalam penceriteraan.
Setting/landasan/tempat kejadian cerita biasanya disebut juga latar cerita.
Setting biasanya mencakup hal-hal berikut.
a) Setting tempat berhubungan dengan tempat peristiwa tersebut terjadi.
Tempat dalam naskah terjadi hanya berlangsung di tempat tunggal. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kutipan naskah berkiut.

sebuah pabrik es yang tidak kecil berdiri di pinggirnya dan pabrik


itu memiliki gedung yang sangat tua. Di depan gedung itulah para
pekerja pabrik mengerumuni SIMBOK yang berjualan pecel di
halaman.

Berdasarkan kutipan tersebut menunjukkan bahwa adanya sebuah


pabrik es yang di depan gedung itu terdapat sebuah halaman yang
digunakan sebagai tempat untuk SIMBOK untuk berjualan pecel.

b) Setting waktu berarti apakah lakon terjadi di waktu siang, sore, atau
malam hari. Setting waktu dalam cerita naskah tersebut terjadi dalam
waktu satu kurun waktu saja.

Sebentar lagi berkas-berkas di langit akan buyar dan matahari akan


memulai memancarkan sinarnya yang putih, terang dan panas.

Dalam kutipan tersebut, adanya petunjuk sinar yang terang dan


panas menggambarkan terjadinya peristiwa pada siang hari.
c) Menurut Nurgiyantoro setting sosial berhubungan dengan perilaku
kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan dalam
karya fiksi. Latar sosial sangat erat kaitanya dengan kehidupan sosial
masyarakat. Kemudian itu, latar sosial juga meliputi tata cara
kehidupan masyarakat mencakup barbagai masalah ialah berupa
kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup,
cara berpikir dan bersikap, serta status tokoh yang bersangkutan.

9
Semua tertawa. Lonceng bekerja berdentang. Mereka masing-
masing menghitung dan menyerahkan uang pada SIMBOK
kemudian pergi bekerja, lewat jalan samping. Yang terakhir adalah
si pendek.

Lokasi peristiwa yang dirujuk oleh pengarang merupakan tempat


peristiwa yang terjadi tempat makan pecel berada di halaman pabrik.
Oleh karena itu, para tokoh yang digambarkan lebih dominan para
pekerja pabrik. Secara tidak langsung pengarang mengambil latar
sosial status tokoh sebagai pekerja pabrik.

2.2.5 Tema
Secara etimologis kata tema berasal dari istilah meaning, yang
berhubungan arti, yaitu sesuatu yang lugas, khusus, dan objektif. Tema
atau nada dasar cerita merupakan gagasan pokok yang terkandung dalam
drama. Tema dalam sebuah drama dikembangkan melalui alur dramatik
dalam tokoh-tokoh protagonis dan antagonis dengan perwatakan yang
memungkinkan konflik dan diformulasi dalam bentuk dialog. Dialog
tersebut mengejawatkan tema dari lakon/naskah.
Landasan cerita (ide struktural dalam cerita). Tema juga disebut
sebagai gagasan ide atau pokok pikiran dalam suatu cerita, tema dalam
sebuah cerita dapat menyampaikan amanat (pesan moral kepada
pembaca). Dalam penyampaian tema pengarang tidak langsung
menyebutkannya tetapi menjadi tugas pembaca untuk smencari suatu
tema dalam sebuah cerita.
Dalam naskah drama berjudul “Matahari di Sebuah Jalan Kecil”
memiliki tema yang berlingkup pada kehidupan sosial masyarakat. Hal
ini didasari dari dialog-dialog yang mencoba membahas tentang
masalah-masalah atau realita yang ada di masyarakat, bangsa dan
negara, seperti menjamurnya korupsi, masalah ekonomi, kesejahteraan
hidup, dan ketimpangan sosial. Selain itu, ditampilkan mengenai
seseorang yang pandai bersilat lidah sehingga ia dapat lari dari sebuah
kesalahan. Realita-realita tersebut digambarkan secara utuh dan

10
kompleks, sehingga membuat pembaca dapat menafsirkan sendiri
kesatuan tema tersebut.

2.2.6 Amanat
Amanat atau pesan pengarang yang hendak disampaikan pengarang
melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau penonton. Amanat
adalah maksud yang terkandung dalam suatu drama. Dari sebuah karya
sastra adakalanya dapat diangkat suatu ajaran moral atau pesan yang
ingin disampaikan pengarang, itulah yang disebut amanat. Jika
permasalahan yang diajukan juga diberi jalan keluarnya oleh pengarang,
makan jalan keluarnya itulah yang disebut amanat.
Amanat berkaitan dengan pesan yang hendak disampaikan oleh
seorang penulis kepada pembaca untuk bisa memaknai dari keseluruhan
isi naskah drama. Amanat berisi pesan moran dan nilai kehidupan yang
dapat dijadikan renungan berpikir dan implementasi bertindan pembaca
nantinya sesuai dengan kaidah atau norma yang berlaku. Amanat yang
coba ditampilkan dalam naskah drama di atas, yaitu
a) Bagi Pemerintah, kehidupan rakyat saat ini sudahlah sangat berat
dan menderita hendaknya jangan ditambah susah lagi dengan
naiknya harga kebutuhan pokok dalam masyarakat. Meski sekarang
sangatlah berbeda dengan zaman Belanda dulu, tetapi beban hidup
jauh lebih berat saat ini. Orang miskin tambah miskin (buruh dan
kaum pinggiran) dan yang kaya tambah kaya (ketimpangan sosial).
Dibuktikan dengan adanya kutipan sebagai berikut.

SI KACAMATA : Kemarin sore istriku berbelanja ke warung


nyonya pungut. Pulang-pulang ia menghempaskan nafasnya
yang kesal. Harga beras naik lagi, katanya.
SI PECI : Apa yang tidak naik?
SI TUA : Semua naik.
SI KURUS : Gaji kita tidak naik.
SI TUA : Uang seperti tidak ada harganya sekarang.
SI KURUS : Tidak seperti dulu…. Ah memang tak ada harganya.

11
b) Bagi semua kalangan, bahwasanya tindakan berbohong atau
menipu orang lain sangatlah tidak baik. Sepandai-pandainya seorang
penipu pasti suatu saat akan terjebak juga dalam aksinya tersebut.
Selain itu, kita harus selektif dalam menilai seseorang, ucapan kata
di bibir sekarang bukanlah menjadi jaminan utama seseorang
tersebut baik, bisa saja orang tersebut adalah penjahat yang busuk
yang nantinya akan melukai atau menjatuhkan diri kita sendiri.

Dengarkan! Dulu waktu sehabis perang saya juga pernah menjadi


pencopet, tanpa perduli lagi. Tapi malang rupanya tangan ini terlampau
kasar sehingga tangan ini lebih suka diborgol, dalam penjara. Nah, di
tempat yang sepi itu aku mengakui bahwa aku telah menyakiti
orang, menyakiti hati dari tanah yang kita cintai ini dan pasti Tuhan
akan menutup pintuNya bagi orang semacam aku. Sebab itulah
setelah aku keluar dari rumah yang baik dan mulia itu, kemudian aku
menjadi lebih maklum bahwa kita tak boleh berbuat jahat.

12
BAB III
PENUTUP

2.3 Simpulan
Naskah drama berjudul “Matahari di sebuah Jalan Kecil” karya
Arifin C. Noor setelah dikaji secara struktural memberikan sejumlah
pembelajaran dan hasil analisis struktur naskah tersebut. Diantaranya dari
segi : 1) tema, 2) latar, 3) penokohan, 4) plot dan 5) amanat. Tema dalam
naskah tersebut mengenai segelumit keadaan sosial yang ada dalam
masyarakat yang di dalamnya tersaji berbagai nilai dan unsur kehidupan
seperti kejujuran, keadilan, dan tanggung jawab. Latar yang ada pada
naskah drama tersebut meliputi: 1) latar tempat yaitu Kendal, halaman
depan pabrik es dan 2) latar waktu : Pagi menjelang siang hari.
Penulis menggambarkan nama para tokoh dengan menggunakan
simbol dan berikut nama para tokoh dalam naskah drama tersebut: si Tua,
si Pendek, si Kurus, si Peci, si Kacamata, Simbok, Pemuda, Penjaga
malam, Perempuan, dan si Sopir. Plot yang ada dalam naskah tersebut
meliputi: 1) pemaparan, 2) Pertikaian Awal, dan 3) Klimaks. Penulis
memposisikan dirinya sebagai orang ketiga dalam naskah tersebut.
Amanat naskah: bahwasanya tindakan berbohong atau menipu orang lain
sangatlah tidak baik. Sepandai-pandainya seorang penipu pasti suatu saat
akan terjebak juga dalam aksinya tersebut.

2.4 Saran
Dalam menyusun makalah ini, penulis tentu masih banyak
kekurangan. Dan penulis berharap pembaca dapat mengambil sesuatu yang
positif dan bermanfaat dari pembahasan naskah drama berjudul “Matahari
di Sebuah Jalanm Kecil” ini. Untuk itu dibutuhkan saran dan kritik yang
membangun dari para pembaca. Untuk kedepannya, diharapkan
menganalisis naskah ini dengan gaya dan pendekatan yang lebih
mendalam dan mutakhir lagi.

13

Anda mungkin juga menyukai