Anda di halaman 1dari 33

TOKSISITAS AKUT TIMOKUINON TERHADAP EMBRIO

IKAN ZEBRA (Danio rerio)

EDWIN KORDINATA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Toksisitas Akut


Timokuinon terhadap Embrio Ikan Zebra (Danio rerio) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2017

Edwin Kordinata
NIM B04130092
ABSTRAK

EDWIN KORDINATA. Toksisitas Akut Timokuinon terhadap Embrio Ikan


Zebra (Danio rerio). Dibimbing oleh KUSDIANTORO MOHAMAD dan
MOKHAMAD FAHRUDIN.

Jintan hitam (Nigella sativa) banyak digunakan sebagai obat tradisional.


Timokuinon, salah satu kandungan utama dalam minyak esensial dari jintan hitam,
telah dilaporkan memiliki beberapa efek farmakologis, seperti antioksidan,
antikanker, antiarterosklerosis, dan antiinflamasi. Meskipun demikian, toksisitas
timokuinon masih terbatas pada hewan uji rodensia. Penelitian ini bertujuan untuk
menguji toksisitas akut timokuinon dan menganalisis abnormalitas pada embrio
ikan zebra. Pengujian toksisitas mengunakan metode fish embryo acute toxicity
test dari OECD dengan konsentrasi timokuinon yang diujikan yaitu 0.5 µM, 1.0
µM, 1.5 µM, 2.0 µM, 2.5 µM, dan 3.0 µM. Nilai probit kematian embrio
dianalisis untuk menentukan LC50 dan abnormalitas mayor ditentukan dengan
persentase ≥ 50%. Hasil penelitian menunjukkan toksisitas yang tinggi dengan
nilai LC50 sebesar 3.09 µM. Abnormalitas mayor yang terjadi akibat paparan
timokuinon adalah kelainan pada sumbu tubuh (79.25%), kantung kuning telur
(75.51%), dan notokorda (60.38%). Dapat disimpulkan bahwa timokuinon
memiliki potensi sitotoksik yang tinggi dan menyebabkan abnormalitas yang
spesifik pada embrio ikan zebra.
Kata kunci : embriotoksisitas, LC50, Nigella sativa, notokorda, sumbu tubuh

ABSTRACT
EDWIN KORDINATA. Acute Toxicity of Thymoquinone in Zebrafish (Danio
rerio) Embryo. Supervised by KUSDIANTORO MOHAMAD and
MOKHAMAD FAHRUDIN.

Black seed (Nigella sativa) has been widely used as a tradisional herb
medicine. Thymoquinone, a major compound of black seed, has been reported
having various pharmacological effects, such as antioxidants, anticancer,
antiartherosclerosis, and antinflammatory. However, toxicity test of
thymoquinone is limited only to rodents. This study aims to examine the acute
toxicity of thymoquinone and to analyze abnormalities in the zebrafish embryos.
The acute toxicity was done using OECD method for fish embryo acute toxicity
test with the concentrations of thymoquinone that used in this study were 0.5 µM,
1.0 µM, 1.5 µM, 2.0 µM, 2.5 µM, and 3 µM. The probit value of embryonic
mortality was used to determine LC50 and major abnormality was determine by
percentage ≥ 50%. The result of the study showed that thymoquinone has high
toxicity with LC50 value was 3.09 µM. Major abnormalities due to thymoquinone
exsposure occured in body axis (79.25%), yolk sac (75.51%), and notochord
(60.38%). It was concluded that the thymoquinone has high potency of
cytotoxicity and cause spesific abnormalities in the zebrafish embryo.
Key words: body axis, embryotoxicity, LC50, Nigella sativa, notochord
TOKSISITAS AKUT TIMOKUINON TERHADAP EMBRIO
IKAN ZEBRA (Danio rerio)

EDWIN KORDINATA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN


INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkah
dan limpahan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Toksisitas Akut Timokuinon terhadap Embrio Ikan Zebra (Danio rerio). Shalawat
dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, sosok yang
sepantasnya menjadi contoh dan teladan ummat.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Drh
Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet dan Drh Mokhamad Fahrudin, PhD, PAVet
sebagai dosen pembimbing yang telah membantu, membimbing, memberikan
arahan dan nasihat dalam penelitian; kedua orang tua tercinta dan keluarga yang
selalu memberikan dukungan dan do’a; serta Bapak Bayu Febram Prasetyo, SSi,
Apt, MSi sebagai dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis
selama kuliah dan turut memberikan arahan dan dukungan.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pak Wahyudin, AMd,
kakak-kakak pascasarjana yang telah membantu selama bekerja di Laboratorium
Embriologi serta Anggit atas kerjasamanya selama penelitian. Ucapan terima
kasih juga penulis sampaikan kepada keluarga DKM An-Nahl 47-52 yang selalu
memberikan dukungan dan do’anya; teman-teman “Yang Terbaik”, serta “Kita
Keluarga 50” yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan
sebagai pembelajaran kedepannya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2017

Edwin Kordinata
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Timokuinon 2
Ikan Zebra (Danio rerio) 4
METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Bahan 5
Alat 6
Prosedur dan Tahapan Kerja 6
Waktu Pengamatan 7
Analisis Data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Toksisitas Timokuinon 8
Abnormalitas Embrio Setelah Paparan Timokuinon 10
SIMPULAN DAN SARAN 16
Simpulan 16
Saran 16
DAFTAR PUSTAKA 16
LAMPIRAN 20
RIWAYAT HIDUP 25
DAFTAR TABEL
1 Nilai LC50 timokuinon 8
2 Jumlah abnormalitas embrio ikan zebra akibat paparan berbagai
konsentrasi timokuinon 12

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia timokuinon 2
2 Mekanisme kerja timokuinon sebagai antikanker 3
3 Ikan zebra (Danio rerio) 4
4 Pelat multisumur 6
5 Diagram alir seleksi embrio 7
6 Viabilitas embrio ikan zebra akibat paparan berbagai konsentrasi
timokuinon 9
7 Persentase embrio ikan zebra menetas akibat paparan berbagai
konsentrasi timokuinon 10
8 Persentase abnormalitas embrio ikan zebra akibat paparan berbagai
konsentrasi timokuinon 11
9 Gambaran penurunan viabilitas dan peningkatan abnormalitas embrio
ikan zebra akibat paparan berbagai konsentrasi timokuinon 11
10 Abnormalitas sumbu tubuh embrio ikan zebra akibat paparan berbagai
konsentrasi timokuion 13
11 Abnormalitas notokorda embrio ikan zebra akibat paparan berbagai
konsentrasi timokuion 14
12 Abnormalitas sumbu tubuh yang disertai abnormalitas lain akibat
paparan timokuinon 15

DAFTAR LAMPIRAN
1 Data persentase hidup, menetas dan mati embrio ikan zebra akibat
paparan berbagai konsentrasi timokuinon 20
2 Tabel analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan
timokuinon 48 jam pascafertilisasi 21
3 Analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan timokuinon
48 jam pascafertilisasi 22
4 Tabel analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan
timokuinon 96 jam pascafertilisasi 23
5 Analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan timokuinon
96 jam pascafertilisasi 24
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Jintan hitam (Nigella sativa) merupakan bahan alami yang banyak


digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati sakit kepala, batuk,
sakit perut, asma, diare, rhematik, dan penyakit lainnya (Galli-Mustahib et al.
2004). Secara empiris, jintan hitam digunakan sebagai peluruh kentut, rhematik,
sakit kepala, pencegah muntah, pencahar, infeksi saluran kemih, dan antimikroba.
Abdulelah dan Zainal-Abidin (2007), menyatakan bahwa di Timur Tengah bahan
ini digunakan juga sebagai obat antimalaria. Kandungan utama yang terdapat
dalam minyak esensial jintan hitam adalah timokuinon, selain itu juga terdapat
kandungan ρ-cymene, carvacrol, 4-terpeniol, anethole, dan sesquiterpene
longifolone (Burits dan Bucar 2000). Timokuinon dilaporkan memiliki efek
sebagai antioksidan (Badary et al. 2003), antikanker (Khan et al. 2011; Ahmad et
al. 2013), antiarterosklerosis (Dahri et al. 2005; Nader et al. 2010), dan
antiinflamasi (El-Mezayen et al. 2006).
Mekanisme kerja timokuinon sebagai antikanker yaitu menginduksi
apoptosis sel kanker dengan meningkatkan regulasi gen apoptosis dan
menurunkan regulasi gen antiapoptosis serta menekan aktivitas akt-pathway
(Khan et al. 2011). Timokuinon sebagai antikanker dilaporkan dapat menginduksi
apoptosis HCT-116 pada sel kanker kolon (Galli-Muhtasib et al. 2004),
antiproliferasi HL-60 pada kejadian human myeloblastic leukemia (El-Mahdy et
al. 2005), serta menginduksi apoptosis dan menghambat proliferasi pancreatic
ductal adenocarsinoma (Chehl et al. 2009).
Ikan zebra merupakan hewan coba yang sering digunakan sebagai model
dalam penelitian embriotoksik dan teratologi (Yang et al. 2009; Truong et al.
2011). Ikan zebra sebagai hewan model dalam penelitian embriotoksik dan
teratologi memiliki beberapa keuntungan di antaranya ukuran tubuh kecil, embrio
transparan sehingga mudah untuk mengamati perkembangan organ tubuh,
perkembangan embrio yang terjadi di luar tubuh sehingga lebih mudah diamati
dan perkembangan embrio ikan zebra yang cepat (Yang et al. 2009). Selain itu,
ukuran tubuh ikan zebra dewasa 2.54-3.81 cm sehingga tidak memerlukan tempat
perlakuan yang besar dalam penggunaannya sebagai hewan coba (Hill et al. 2005).
Ikan zebra dewasa mampu bertelur 200-300 telur perhari dan dapat berlangsung 5-
7 hari. Selain itu, ikan zebra memiliki masa perkembangan dan pertumbuhan yang
relatif singkat yaitu 3-6 bulan (Hill et al. 2005).

Perumusan Masalah

Timokuinon merupakan senyawa aktif yang diperoleh dari minyak esensial


jintan hitam. Timokuinon memiliki efek sebagai antioksidan, antikanker,
antiarterosklerosis, dan antiinflamasi tetapi toksisitas timokuinon masih belum
banyak diteliti. Perlu dilakukan penelitian toksisitas timokuinon dengan
menggunakan embrio yang merupakan sel yang aktif membelah sebagai model uji
toksisitas timokuinon.
2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menguji toksisitas akut timokuinon dan


menentukan abnormalitas (kelainan) mayor pada embrio ikan zebra (Danio rerio).

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran empiris mengenai


toksisitas dan pengaruh paparan timokuinon terhadap perkembangan embrio ikan
zebra (Danio rerio).

TINJAUAN PUSTAKA

TIMOKUINON

Timokuinon (C10H12O2) merupakan kandungan senyawa aktif yang


diperoleh dari minyak esensial jintan hitam (Nigella sativa) (Yi et al. 2008).
Kandungan timokuinon yang diperoleh dari minyak esensial jintan hitam sebesar
(30±48%), selain itu kandungan lain yang terdapat dalam dalam minyak esensial
jintan hitam yaitu ρ-cymene (7±15%), carvacrol (6±12%), 4-terpeniol (2±7%),
anethole (1±4%), dan sesquiterpene longifolone (1±8%) (Burits dan Bucar 2000;
Ahmad et al. 2013).

Gambar 1 Struktur kimia timokuinon (Galli-Mustahib et al. 2006)

Kandungan senyawa aktif yang diperoleh dari minyak esensial jintan hitam
memiliki berbagai efek antara lain stimulan sistem imun, antioksidan,
antiinflamasi, dan antikanker (Randhawa dan Al-Ghamdi 2011). Kandungan
senyawa aktif minyak esensial jintan hitam yang memiliki efek sebagai antikanker
yaitu timokuinon dan α-hederin (Randhawa dan Al-Ghamdi 2011). Selain
memiliki efek sebagai antikanker, timokuinon juga memiliki efek antioksidan
(Badary et al. 2003), antikarsinogenik dan antimutagenik (Bourgou et al. 2008;
Khalder et al. 2010), antijamur, antibakteri, dan antidiabetes (Ahmad et al. 2013).
Nagi dan Almakiki (2009) melaporkan bahwa timokuinon yang diberikan
secara oral efektif menaikkan aktivitas guinone reduktase dan gluthation
transferase dan membuat timokuinon bertindak sebagai agen propilaksis melawan
3

bahan kimia karsinogenesik dan toksik pada kanker hati. Timokuinon yang
diberikan peroral 0.01% di dalam air minum selama satu minggu sebelum dan
sesudah perlakuan methylcholantherene (MCA) secara signifikan menghambat
perkembangan fibrosarcoma dan tumor burden sebanyak 43% dan 34%
dibandingkan dengan kelompok yang hanya diberikan perlakuan MCA (Khan et
al. 2011). Timokuinon dapat menghambat angiogenesis secara in vitro dan in vivo
sehingga mencegah terjadinya tumor angiogenesis pada penelitian human prostate
cancer (PC3) yang dilakukan pada tikus (Yi et al. 2008). Timokuinon secara in
vitro dan in vivo dapat menghambat tumor angiogenesis dan menginduksi
apoptosis SaOS-2 pada sel kanker tulang (Ahmad et al. 2013). Timokuionon
menginduksi apoptosis pada sel, proliferasi sel, dan menghambat migrasi PC3 sel
kanker, menghambat faktor pertumbuhan vaskularisasi endotel (Yi et al. 2008),
menghambat HepG2 pada sel kanker hati (Ahmed et al. 2008; Hassan et al. 2008),
serta menginaktivasi MCF-7 pada sel kanker mamari ( Farah dan Begum 2003).
Timokuinon yang dikombinasikan dengan doxorubicin dan 5-flurourasil dapat
berfungsi sebagai antiproliferasi sel kanker mamari (Ahmad et al. 2013) serta
timokuinon yang dikombinasikan dengan melatonin dan retonic acid
menurunkan efek karsinogenik dimethylbenz (α) antrasene (DMBA) pada kanker
mamari pada tikus ( El-Aziz et al. 2005).

Gambar 2 Mekanisme timokuinon sebagai antikanker (Khan et al. 2011)

Menurut Khan et al. (2011), mekanisme kerja timokuinon sebagai


antikanker yaitu menginduksi kematian sel (apoptosis) pada jaringan kanker
dengan meningkatkan regulasi ekspresi gen apoptosis dan menurunkan regulasi
ekspresi gen antiapoptosis, menekan aktivitas melalui defosforilasi yang akan
menghambat kelangsungan sel kanker, menonaktifkan jalur N-kaffa B dengan
menginduksi produksi sitokin, dengan demikian mengendalikan ekspresi
onkogenik, meningkatkan aktivitas enzim antioksidan dan melindungi sel
4

terhadap kanker, melindungi sel dari radiasi terapi kanker, serta mencegah
kerusakan pada enzim sitokrom P450.

IKAN ZEBRA (Danio rerio)

Ikan zebra berasal dari India, Burma, Malaka, dan Sumatera (OECD 2013;
Engeszer et al. 2007). Ikan zebra memiliki 45 jenis. Ikan zebra hidup di perairan
yang luas dan pergerakan air yang tenang (Spence et al. 2008). Ikan zebra
termasuk jenis ikan omnivora atau pemakan segalanya namun secara alamiah
makan ikan zebra adalah zooplankton dan serangga (Spence et al. 2008). Ikan
zebra memiliki temperatur normal berkisar antara 25-28 oC. Derajat keasaman
(pH) normal untuk ikan zebra berkisar antara 6.8-7.5 (Brand et al. 2002).
Klasifikasi ikan zebra (Spence et al. 2008) sebagai berikut
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Actinopterigil
Ordo : Cypriniformes
Family : Cyprinidae
Genus : Brachydanio
Spesies : Danio rerio

Gambar 3 Ikan zebra (Danio rerio) (Parichy et al.2009)

Ikan zebra betina dewasa beratnya mencapai 0.65±0.13 g dan ikan zebra
jantan dewasa beratnya mencapai 0.5±0.1 g (OECD 2013). Ikan zebra memiliki
lima garis berselingan yaitu berwarna biru kehitaman dan perak kekuningan.
Garis biru kehitaman mengandung pigmen warna yaitu melanophores dan
iridiophores sedangkan garis perak kekuningan mengandung pigmen warna yaitu
xantophores dan iridiophores (Schilling 2002). Secara alamiah dalam proses
interaksi ikan zebra terjadi proses hierarkhi-dominasi. Hubungan dominasi-
bawahan terjadi diantara kedua jenis ikan zebra baik ikan zebra jantan maupun
ikan zebra betina. Dominasi ikan zebra dihubungkan dengan ukuran tubuh dan
tingkat agresif (Paull et al. 2010).
Ikan zebra jantan dan betina sulit dibedakan dikarenakan perbedaan ukuran
tubuh yang tidak terlalu berbeda secara signifikan (Pyron 2003). Ikan zebra jantan
memiliki bentuk tubuh yang lebih langsing dibandingkan ikan zebra betina yang
memiliki bentuk tubuh lebih lebih gemuk apabila gonad sudah matang. Selain itu,
ikan zebra jantan memiliki pigmentasi tubuh lebih pudar dibandingkan ikan zebra
betina. Ikan zebra betina mampu menghasilkan 100-1000 butir telur dalam sekali
pembuahan dengan diameter telur berkisar 1-1.5 mm (Matthews et al. 2002). Ikan
5

zebra yang siap dipijah berumur kira-kira 6-24 bulan (Lammer et al. 2008).
Pemijahan ikan zebra dapat dilakukan 2-3 hari sekali. Telur yang sudah matang
akan dilepaskan selama 1 jam. Perbandingan jumlah ikan zebra jantan dan ikan
zebra betina saat dilakukan pemijahan yaitu 2:1. Perilaku kawin ikan zebra
dipengaruhi oleh paparan terhadap mitra kawin antara satu sama lain yaitu selama
24 jam sebelum matahari terbit supaya ikan zebra jantan terangsang untuk
mendeteksi hormon gonad betina (Delaney et al. 2002).
Menurut Kimmel et al. (1995), perkembangan embrio ikan zebra terbagi
menjadi 8 tahap. Tahap pertama yaitu zigot terjadi 0-3/4 jam setelah fertilisasi.
Tahap ini dimulai dari telur yang baru dibuahi sampai pembelahan pertama. Zigot
memiliki ukuran 7 mm. Tahap kedua pembelahan terjadi ¾-21/4 jam setelah
fertilisasi. Tahap ini dimulai dari pembelahan pertama atau blastomer. Interval
pembelahan terjadi setiap 15 menit. Sel mulai membelah dari 2 sel, 4 sel, 8 sel
sampai 64 sel. Tahap blastula terjadi 21/4-51/4 jam setelah fertilisasi. Tahap ini
cakram embrional mulai terlihat seperti bola. Proses paling penting pada tahap ini
yaitu embrio mulai memasuki midblastula transisi (MBT) dan membran kuning
telur serta memasuki tahap epiboli. Tahap gastrulasi terjadi 51/4-10 jam setelah
fertilisasi. Tahap ini terjadi perkembangan epiboli. Tahap segmentasi terjadi
perkembangan somit dan perkembangan kuncup ekor mulai menonjol dan
memanjang. Tahap faring dimulai pada hari kedua dan ketiga. Tahap ini terjadi
pigmentasi pada mata, terlihat refleks, sirkulasi, dan sumbu tubuh. Tahap hatching
embrio keluar dari korion. Tahap larva muda, tahap ini ditandai dengan
perkembangan gelembung berenang dan perilaku menghindar (bergerak).
Menurut Parichy et al. (2009), tahap perkembangan pada ikan zebra
meliputi tahap embrio, menetas, larva, remaja, dan dewasa. Larva merupakan
tahap peralihan dari embrio menuju tahap remaja namun belum mencapai tahap
remaja. Tahap remaja ditandai dengan telah terbentuk pola tubuh secara lengkap
termasuk sisik, mencapai kematangan seksual, dan hilangnya lipatan sirip. Tahap
dewasa ditandai dengan kemampuan memproduksi gamet dan kematangan sifat
seksual sekunder untuk persiapan masa pembuahan.

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan Juni 2017 di


Laboratorium Embriologi, Divisi Anatomi Histologi dan Embriologi, Departemen
Anatomi Fisiologi dan Farmakologi, Fakultas Kedokteran Hewan, Institut
Pertanian Bogor.

Bahan

Hewan percobaan yang digunakan yaitu embrio ikan zebra (Danio rerio)
sebanyak 336 embrio. Embrio ikan zebra diperoleh dari petani ikan Cibinong,
Bogor. Bahan yang digunakan egg-water (0.06 g sea salt ; Westerfield 2007) yang
6

sudah diaerasi, timokuinon 99% (Sigma-Aldrich St Louis MO, USA) dan DMSO
(dimetil sulfoksida; Sigma-Aldrich St Louis MO, USA).

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu pelat multisumur, mikroskop
binokuler (Olympus 324009), mikroskop stereo (Carton DSZT44), cawan petri,
gelas piala, mikropipet berukuran 10 µL, 100 µL, 1000 µL, aerator, dan kertas
saring 0.45 µm.

Prosedur dan Tahapan Kerja

Pengenceran timokuinon

DMSO sebanyak 0.2 µL/2000 µL (0.01%) dilarutkan ke dalam pure water


(milli-Q®, Millipore) dan selanjutnya ditambahkan timokuinon. Konsentrasi
timokuinon yang digunakan pada penelitian adalah 0.5 µM (T1), 1.0 µM (T2), 1.5
µM (T3), 2.0 µM (T4), 2.5 µM (T5), dan 3.0 µM (T6). Timokuinon yang telah
dilarutkan, disaring dengan kertas saring 0.45 μm dan dimasukkan ke dalam pelat
multisumur (Gambar 4), pada masing-masing konsentrasi ditambahkan kontrol
internal (egg-water) dan kontrol pelarut (DMSO 0.01%).

Pn : perlakuan ke-n
Ki : kontrol internal
Gambar 4 Pelat multisumur (Lammer et al. 2008; OECD 2013)

Seleksi embrio

Embrio ikan zebra dimasukkan ke dalam gelas piala yang diisi media sel
telur (egg-water) yang telah diaerasi selama 2 jam dan disaring dengan kertas
saring 0.45 µm. Embrio dipindahkan ke dalam cawan petri sebanyak 30 dan
diperiksa fertilitasnya menggunakan mikroskop binokuler. Telur yang berhasil
7

dibuahi ditandai dengan warna transparan dan kantung amnion utuh sedangkan
telur yang gagal dibuahi ditandai dengan warna yang tidak transparan (putih susu)
(Lammer et al. 2008).

Uji toksisitas

Uji toksisitas timokuinon menggunakan Fish Acute Embryo Toxicity (FET)


test sesuai Guidelines for The Testing of Chemicals No 236 OECD (OECD 2013).
Embrio ikan zebra yang telah diseleksi selanjutnya dipindahkan ke dalam masing-
masing pelat multisumur (Gambar 5). Embrio ikan zebra dipindahkan ke dalam
pelat multisumur dengan menggunakan mikropipet 100 µL, dimulai dari
kelompok kontrol internal, kontrol pelarut dan larutan uji. Konsentrasi timokuinon
yang digunakan yaitu sebesar 0.5 µM, 1.0 µM, 1.5 µM, 2.0 µM, 2.5 µM, 3.0 µM
dan masing-masing konsentrasi menggunakan 20 embrio ikan zebra. Uji toksisitas
dilakukan 2 kali pengulangan.

Gambar 5 Diagram alir seleksi embrio (Lammer et al. 2008; OECD 2013)

Waktu pengamatan

Pengamatan pada embrio dilakukan 24 jam, 48 jam, 72 jam, dan 96 jam


setelah embrio dipapar timokuinon. Pengamatan dilakukan terhadap hidup
mati/kematian dan abnormalitas embrio. Pengamatan hidup mati didasarkan
terjadinya koagulasi embrio, pembentukan somit, pelepasan ekor, dan denyut
jantung ≥ 24 jam setelah paparan timokuinon, serta kemampuan hatching keluar
dari korion ≥ 48 jam setelah paparan timokuinon. Pengamatan abnormalitas
(kelainan) meliputi normal tidaknya sumbu tubuh dan ekor, pigmentasi, otak,
rahang, mata, gelembung pendengaran, jantung, darah, sirkulasi darah, somit,
notokorda, dan kantung kuning telur.
8

Analisis Data

Data hidup mati dianalisis berdasarkan nilai probit menggunakan Statistical


Package for the Social Sciences (SPSS) Statistics versi 22 untuk mendapatkan
nilai LC50. Data abnormalitas embrio dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Toksisitas Timokuinon

Nilai lethal concentration50 (LC50) adalah konsentrasi suatu bahan yang


menyebabkan kematian minimal 50 % dari jumlah populasi hewan coba (OECD
2013). Perhitungan LC50 menggunakan probit dari data kematian dalam penelitian
ini adalah 48 dan 96 jam setelah pemaparan timokuinon (OECD 2013). Nilai
LC50 timokuinon yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 3.33 µM untuk 48
jam pascafertilisasi (jpf) dengan R2 = 0.88 dan 3.09 µM untuk 96 jpf dengan R2 =
0.97.

Tabel 1 Nilai LC50 Timokuinon


Timokuinon
Waktu LC50 (µM) R2
48 Jam 3.33 0.88
96 Jam 3.09 0.97

Semakin toksik suatu senyawa maka semakin kecil konsentrasi yang


diperlukan untuk mengakibatkan kematian pada hewan coba. Motaghed et al.
(2013), melaporkan timokuinon menghambat proliferasi MCF-7 pada kanker
mamari dengan IC50 25 µM, menghambat perkembangan dari sel fibrosarcoma
dengan cara menghambat pengabungan timidine H3 ke dalam sel dan menghambat
pertahanan sel fibrosarcoma dengan IC50 sebesar 15 mM (Galli-Mustahib et al.
2006; Badary dan El-Din 2001). LD50 timokuinon yang diberikan secara
intraperitonial pada mencit sebesar 90.3 mg/kg (Mansour et al. 2001). Kurkumin
dilaporkan bersifat toksik pada embrio ikan zebra dengan nilai LC50 sebesar 7.5
µM (Wu et al. 2007; Shiau et al. 2011). Nilai LC50 timokuinon yang diperoleh
menunjukkan nilai yang lebih kecil dibandingkan nilai LC50 kurkumin. Hal ini
menunjukkan bahwa timokuinon bersifat lebih toksik dibandingkan kurkumin
pada embrio ikan zebra. Timokuinon menghambat vaskularisasi pemburuh darah
intersegmental dan toksik pada embrio ikan zebra (Paramasivam et al. 2012).
Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan Gambar 6, dapat dilihat
persentase embrio ikan zebra yang hidup setelah dipaparkan timokuinon.
Peningkatan konsentrasi timokuinon yang diberikan mengakibatkan terjadinya
penurunan viabilitas embrio, semakin lama waktu papar maka semakin banyak
embrio ikan zebra yang mati (Gambar 6). Lama paparan yang diberikan pada
embrio menyebabkan embrio akan lebih banyak menyerap zat aktif sehingga
menyebabkan toksisitas bagi tubuh yang berakibat pada kematian embrio ikan
zebra (Wu et al. 2007). Viabilitas embrio mulai mengalami penurunan pada 24
9

jam setelah pemaparan timokuinon. Kontrol pelarut (DMSO 0.01%) dan kontrol
internal (egg-water) tidak menyebabkan penurunan viabilitas pada embrio ikan
zebra. Konsentrasi T1 tidak menyebabkan penurunan viabilitas pada embrio ikan
zebra. Konsentrasi T2, T3, T4, T5, dan T6 menyebabkan penurunan viabilitas
embrio ikan zebra berturut-turut sebesar 5% (38/40), 10% (36/40), 20% (32/40),
37.5% (25/40), dan 50% (20/40). Timokuinon pada konsentrasi rendah belum
bersifat toksik sedangkan pada konsentrasi tinggi bersifat toksik dan dapat
menyebabkan kematian embrio ikan zebra. Wu et al. (2007), melaporkan bahwa
viabilitas embrio ikan zebra menurun ≥ 50% dengan konsentrasi kurkumin 5.0
µM. Pada penelitian ini konsentrasi timokuinon yang menyebabkan viabilitas
embrio ikan zebra menurun ≥ 50% adalah 3.0 µM. Hal ini menunjukkan
timokuinon memerlukan konsentrasi yang lebih kecil dibandingkan kurkumin
untuk menyebabkan kematian pada embrio ikan zebra.

Gambar 6 Viabilitas embrio ikan zebra pada berbagai paparan konsentrasi


timokuinon.

Proses hatching (menetas) pada embrio ikan zebra terjadi 48 jam setelah
fertilisasi (Kimmel et al. 1995). Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa
proses menetas pada embrio ikan zebra mengalami penurunan sejalan dengan
peningkatan konsentrasi timokuinon (Gambar 7). Kontrol pelarut (DMSO 0.01%)
dan kontrol internal (egg-water) menyebabkan embrio ikan zebra menetas 100%
(40/40) pada 48 jam waktu paparan. Konsentrasi T1 menyebabkan embrio ikan
zebra menetas pada 24 jam waktu paparan sebanyak 5% (2/40) dan embrio ikan
zebra menetas 100% (40/40) setelah 48 jam waktu paparan. Konsentrasi T2
menyebabkan embrio ikan zebra menetas terjadi pada 48 jam setelah paparan
timokuinon dan embrio ikan zebra menetas sebesar 97.5% (39/40). Konsentrasi
T3 menyebabkan embrio ikan zebra pada 24 jam waktu paparan sebesar menetas
sebesar 2.5% (1/40) dan embrio ikan zebra yang menetas sebesar 92.5% (37/40)
setelah 48 jam waktu paparan. Konsentrasi T4 menyebabkan embrio ikan zebra
menetas pada 24 jam setelah paparan sebesar 5% (2/40) dan embrio ikan zebra
menetas sebesar 80% (32/40) setelah 48 jam waktu paparan. Konsentrasi T5
10

menyebabkan embrio ikan zebra menetas sebesar 60% (24/40). Konsentrasi T6


menyebabkan embrio ikan zebra menetas 24 jam setelah paparan timokuinon
sebesar 5% (1/40) dan embrio ikan zebra menetas sebesar 50% (20/40) setelah 48
jam waktu paparan.
Wu et al. (2007), melaporkan bahwa kurkumin pada konsentrasi rendah
sebesar 5.0 µM menyebabkan ≥ 50% embrio ikan zebra menetas sedangkan pada
konsentrasi tinggi sebesar ≥ 7.5 µM menyebabkan ≥ 50% embrio ikan zebra
terhambat proses menetas. Berdasarkan hasil penelitian memperlihatkan bahwa
timokuinon konsentrasi T1 menyebabkan proses menetas embrio ikan zebra
terjadi 100%. Konsentrasi T6 menyebabkan 50% embrio ikan zebra menetas.
Konsentrasi yang dibutuhkan timokuinon untuk menghambat proses menetas
lebih kecil dibandingkan konsentrasi kurkumin seperti yang telah dilaporkan Wu
et a.l (2007). Peningkatan konsentrasi paparan timokuinon menyebabkan proses
menetas embrio ikan zebra menurun.

Gambar 7 Persentase embrio ikan zebra menetas akibat paparan berbagai


konsentrasi timokuinon.

Abnormalitas Embrio Ikan Zebra setelah Paparan Timokuinon

Kematian embrio dapat disebabkan oleh abnormalitas yang terjadi akibat


paparan timokuinon. Peningkatan abnormalitas pada perkembangan embrio
dipengaruhi oleh waktu papar dan konsentrasi timokuinon yang diberikan.
Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 8), dapat dilihat semakin besar konsentrasi
timokuinon, kejadian abnormalitas semakin meningkat. Abnormalitas pada
embrio ikan zebra terjadi setelah 24 jam pemaparan timokuinon. Kontrol pelarut
(DMSO 0.01%) dan kontrol internal (egg-water) tidak menyebabkan abnormalitas
pada embrio ikan zebra. Konsentrasi T1 tidak menyebabkan abnormalitas pada
embrio ikan zebra. Konsentrasi T2, T3, dan T4 menyebabkan abnormalitas pada
embrio ikan zebra sebesar 7.89% (3/38), 30.55% (11/36), 31.25% (10/32), serta
T5 dan T6 lebih dari 50% setelah 96 jam terpapar timokuinon. Timokuinon
dengan konsentrasi rendah belum menyebabkan abnormalitas pada embrio,
11

sedangkan konsentrasi yang tinggi dapat menyebabkan abnormalitas pada embrio.


Semakin besar konsentrasi dan lama waktu papar, maka akan menyebabkan
abnormalitas semakin meningkat.

Gambar 8 Persentase abnormalitas embrio ikan zebra menetas akibat paparan


berbagai konsentrasi timokuinon

Berdasarkan hasil penelitian (Gambar 9), dapat dilihat penurunan viabilitas


dan peningkatan abnormalitas yang terjadi pada embrio ikan zebra akibat paparan
berbagai konsentrasi timokuinon. Konsentrasi T1 tidak menyebabkan penurunan
viabilitas dan abnormalitas pada embrio ikan zebra. Konsentrasi T2, T3, T4, T5,
dan T6 menyebabkan penurunan viabilitas dan peningkatan abnormalitas pada
embrio ikan zebra. Peningkatan konsentrasi paparan timokuinon menyebabkan
penurunan viabilitas dan peningkatan abnormalitas pada embrio ikan zebra.

Gambar 9 Gambaran penurunan viabilitas dan peningkatan abnormalitas embrio


ikan zebra akibat paparan berbagai konsentrasi timokuinon.
12

Abnormalitas (kelainan) yang terjadi pada embrio dapat memberikan


gambaran target organ yang akan dirusak oleh bahan toksik atau menunjukkan
suatu efek samping dari bahan uji. Pada umumnya bahan atau senyawa memiliki
target organ spesifik. Berdasarkan hasil penelitian yang ditunjukkan pada Tabel 2
dapat dilihat abnormalitas yang terjadi pada embrio ikan zebra setelah dipaparkan
timokuinon. Abnormalitas mayor adalah jumlah abnormalitas tertentu dibagi
jumlah embrio yang mengalami abnormalitas. Abnormalitas mayor menunjukkan
nilai persentase ≥ 50% ( Busquet et al. 2008). Abnormalitas mayor yang terjadi
akibat paparan timokuinon yaitu sumbu tubuh (79.25%) yakni berupa bent, curly
up dan kompleks (Gambar 10), edema dan pembesaran kantung kuning telur
(75.47%), serta abnormalitas bentuk notokorda (60.38%) (Gambar 11).
Abnormalitas minor menunjukkan nilai persentase ≤ 50%. Abnormalitas minor
yang terjadi akibat paparan timokuinon yaitu sirkulasi (43.40%), jantung
(41.51%), dan tubuh (trunk) (22.64%).

Tabel 2 Jumlah abnormalitas embrio ikan zebra akibat paparan berbagai


konsentrasi timokuinon
Timokuinon
Bagian tubuh/organ
Jumlah abnormalitasa* [%]b
Gelembung pendengaran 0 0
Jantung (edema perikardium) 22 41.51
Kantung kuning telur 42 75.47*
Mata 0 0
Notokorda 32 60.38*
Otak 0 0
Pigmentasi 0 0
Rahang 0 0
Sirip ekor 0 0
Sirkulasi (koagulasi darah) 23 43.40
Somit 0 0
Sumbu tubuh 40 79.25*
Tubuh 12 22.64
Jumlah embrio abnormal 53
a
Jumlah abnormalitas, satu embrio bisa memiliki lebih dari satu abnormalitas
b
Jumlah abnormalitas dibagi jumlah embrio abnormal
*Abnormalitas mayor ≥ 50%

Sumbu tubuh (mildline) merupakan bagian penting dalam pertumbuhan dan


perkembangan bentuk tubuh. Pembentukan sumbu tubuh erat kaitannya dengan
notokorda dan lempeng dasar (floor plate ) (Brand et al. 1996). Menurut Brand et
al. (1996), ada sebanyak 27 gen yang berpengaruh dalam pembentukkan sumbu
tubuh yang dapat memengaruhi bentuk tubuh atau perkembangan tulang belakang.
Menurut Schler dan Talbof (2005), β-catenin merupakan protein yang berperan
menyusun dan membentuk dorsal-ventral sumbu tubuh. β-catenin mengumpul
pada batas bawah blastomer sejak tahapan 128 sel (Daugan et al. 2003). Menurut
Bisgrove et al. (2005), sumbu tubuh sisi kiri-kanan dipengaruhi oleh gen polaris
dan polycystin 2 (pkd2).
13

Abnormalitas sumbu tubuh merupakan abnormalitas mayor yang


disebabkan oleh paparan timokuinon (Tabel 2, Gambar 10). Menurut Brand et al.
(1996), abnormalitas sumbu tubuh antara lain schmalspur, iguana, ballonhead,
curly up, sinus, monorail dan curly down. Abnormalitas sumbu tubuh yang terjadi
pada embrio ikan zebra akibat paparan timokuinon yaitu curly up, bent dan
kompleks. Abnormalitas sumbu tubuh bent (Gambar 10D, konsentrasi T3).
Abnormalitas sumbu tubuh bent diperlihatkan tubuh membengkok ke samping.
Abnormalitas sumbu tubuh curly up (Gambar 10E, konsentrasi T4; Gambar 10F,
konsentrasi T5 dan Gambar 10G, konsentrasi T6). Abnormalitas sumbu tubuh
curly up diperlihatkan tubuh membengkok naik. Abnormalitas embrio ikan zebra
(Gambar 10H, konsentrasi T6) berupa abnormalitas sumbu tubuh yang kompleks,
terjadi kerusakan notokorda, sumbu tubuh, dan tubuh.
Menurut Brand et al. (1996), abnormalitas sumbu tubuh curly up terjadi
akibat adanya mutasi pada gen curly up pada alel ty30, tp85a, tc321, tg226d dan
abnormalitas sumbu tubuh bent terjadi akibat adanya kerusakan pada medula
spinalis. Menurut Brisgove et al. (2005), abnormalitas sumbu tubuh curly up juga
dipengaruhi oleh gen polaris dan pkd2 (polycystin) serta protein β-catenin (Schier
dan Talbof 2005). Menurut Willaret et al. (2012), abnormalitas sumbu tubuh
(Gambar 10H konsentrasi T6) tergolong kelas III dan terjadi akibat pengaruh gen
SLc2a10 antisense oligonukleotida splice-MO.

Gambar 10 Abnormalitas sumbu tubuh pada embrio ikan zebra yang disebabkan
oleh timokuinon. A. Normal, kontrol 72 jpf, B. Normal, konsentrtrasi
0.5 µM , C. Normal, konsentrtrasi 1.0 µM, D. Bengkok ke samping
(bent), konsentrasi 1.5 µM, E. Bengkok ke atas (curly up),
konsentrtrasi 2.0 µM, F. Bengkok ke atas, konsentrasi 2.5 µM, G.
Bengkok ke atas, konsentrasi 3.0 µM, H. Kompleks, konsentrasi 3.0
µM. Bar: 200 µm.

Kantung kuning telur merupakan tempat penyimpanan sumber nutrisi bagi


embrio ikan zebra selama perkembangan (Kimell et al. 1995). Abnormalitas
14

kantung kuning telur (Tabel 2) merupakan abnormalitas mayor yang disebabkan


oleh paparan timokuinon. Abnormalitas kantung kuning telur yang terjadi berupa
edema, pembesaran atau perubahan bentuk kantung kuning telur. Sehingga ketika
kantung kuning telur mengalami abnormalitas maka akan berdampak pada
terganggunya proses penyerapan makanan dan nutrisi.
Notokorda berfungsi dalam pembentukkan tulang belakang dan berperan
penting dalam pergerakan (lokomosi), perkembangan dan berperan dalam
menentukan pola jaringan tubuh seperti somit, usus dan medula spinalis (Thomas
dan Stemple 2004). Gray et al. (2014), melaporkan bahwa abnormalitas notokorda
yang terjadi pada masa embrio dapat menyebabkan kelainan pada collumna
vertebralis pada saat dewasa, ukuran tubuh ikan lebih pendek juga dapat
mengakibatkan kelainan pada organ lain yaitu edema perikardium, ukuran mata
mengecil, gangguan perkembangan rahang atas, dan mengakibatkan kematian.
Haendel et al. (2004), menjelaskan bahwa abnormalitas pada notokorda
menyebabkan proses menetas embrio terhambat dan terjadi paralisis pada embrio
sehingga embrio tidak dapat berenang. Abnormalitas notokorda (Tabel 2, Gambar
11) merupakan abnormalitas mayor yang disebabkan oleh paparan timokuinon.
Abnormalitas notokorda berupa bentuk notokorda terbentuk tonjolan (Gambar
11C, konsentrasi T1), bergelombang (Gambar 11D, konsentrasi T2; Gambar 11F,
konsentrasi T5), tidak jelas (samar) (Gambar 11E, konsentrasi T4), serta
bergelombang dan bergerigi (Gambar 11G, konsentrasi T6).

Gambar 11 Abnormalitas notokorda pada embrio ikan zebra yang disebabkan


oleh timokuinon. A. Normal, kontrol 72 jpf, B. Normal, konsentrasi
0.5 µM, C. Tonjolan, konsentrasi T2 1.0 µM, D. Bergelombang,
konsentrasi 1.5 µM, E. Samar, konsentrasi 2.0 µM, F. Bergelombang,
konsentrasi 2.5 µM, G.Bergelombang dan bergerigi, konsentrasi 3.0
µM. Bar: 200µm

Pada abnormalitas minor, sirkulasi embrio ikan zebra dimulai kira-kira 24-
26 jam pascafertilisasi (jpf). Awalnya darah mengalir melalui lengkung (loop)
peredaran tunggal. Darah keluar dari jantung melalui bulbus arteriosus dan aorta
15

ventral yang bercabang ke kiri dan kanan kemudian masuk ke dalam lengkung
aorta mandibula (Isogai 2001). Abnormalitas sirkulasi yang terjadi pada embrio
ikan zebra yaitu berupa koagulasi darah (Tabel 2). Menurut Thisse dan Zon
(2002), jantung berkembang dari lapisan mesoderm lateral. Jantung mulai
memompa 24 jam pascafertilisasi (jpf) (Chen et al. 1996). Abnormalitas pada
jantung berupa edema perikardium (Tabel 2). Chen (2013), menjelaskan bahwa
abnormalitas edema perikardium bisa terjadi karena multifaktor. Embrio ikan
zebra yang mengalami stress oleh faktor apapun dapat berakibat pada terjadinya
gangguan sirkulasi dan gangguan fungsi jantung (edema perikardium).
Abnormalitas tubuh (trunk) dapat terjadi akibat adanya abnormalitas pada
notokorda. Menurut Gray et al. (2014), melaporkan bahwa abnormalitas
notokorda yang terjadi pada masa embrio dapat mengakibatkan tubuh menjadi
lebih pendek dari ukuran normal. Abnormalitas pada tubuh (Tabel 2) akibat
paparan timokuinon berupa tubuh pendek.
Abnormalitas sumbu tubuh yang disertai abnormalitas lain akibat paparan
timokuinon dapat dilihat pada Gambar 12. Abnormalitas sumbu tubuh sebesar
79.25% dan mengalami abnormalitas notokorda (55%), jantung (38%), kantung
kuning telur (26%), sirkulasi (12%) dan tubuh (5%). Hal ini menunjukkan adanya
keterkaitan antara abnormalitas sumbu tubuh dan notorkorda dan sesuai Thomas
dan Stemple (2004).

Gambar 12 Abnormalitas sumbu tubuh yang disertai abnormalitas lain akibat


paparan timokuinon.

Notokorda memiliki peran dalam penentuan sumbu tubuh (midline). Gen


hedgehog berfungsi dalam pembentukan sumbu tubuh (midline), terdiri atas
echidna hedgehog terdapat pada notokorda (chordamesoderm), tiggywinkle
hedgehog terdapat di lempeng dasar (floorplate), dan sonic hedgehog terdapat
pada keduanya. Adanya gangguan yang mengakibatkan terganggunya gen tersebut
dapat berakibat pada organ yang dipengaruhinya (Thomas dan Stemple 2004).
16

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Toksisitas timokuinon pada embrio ikan zebra terjadi pada LC50 yakni pada
konsentrasi 3.09 µM. Peningkatan konsentrasi timokuinon menyebabkan
penurunan viabilitas, penurunan proses menetas, dan peningkatkan abnormalitas
embrio ikan zebra. Abnormalitas mayor yang disebabkan oleh timokuinon adalah
kelainan pada sumbu tubuh, kantung kuning telur dan notokorda. Timokuinon
bersifat sangat toksik pada embrio ikan zebra.

Saran

Penelitian lebih lanjut sebaiknya perlu dilakukan untuk mengetahui apakah


abnormalitas sumbu tubuh dan notokorda yang terjadi akibat paparan timokuinon
adalah efek terapi atau efek samping dari kerja obat. Penelitian lain juga perlu
dilakukan untuk mengetahui mekanisme timokuinon dalam menyebabkan
abnormalitas sumbu tubuh dan notokorda pada embrio ikan zebra.

DAFTAR PUSTAKA

[OECD] The Organization for Economic Co-operation and Development. 2013.


OECD Guidelines for The Testing of Chemicals No. 236. Fish Embryo
Acute Toxicity (FET) Test. Paris (FR) : OECD.
Abdulelah HAA, Zainal-Abidin BAH. 2007. In vivo anti-malaria tests of Nigella
sativa (Black seed) different extracts. Am J Pharmacol Toxicol. 2(2): 46-50.
Ahmad A, Husain A, Mujeeb M, Khan SA, Najmi AK, Siddique NA, Damanhouri
ZA, Anwar F. 2013. A review on therapeutic potential of Nigella sativa: a
miracle herb. Asian Pac J Trop Biomed. 3(5): 337-352.
Ahmed WA, Hassan SA, Galeb FM, El-Taweel M, Abu-Bedair FA. 2008. The in
vitropromising therapeutic activity of thymoquinone on hepatocellular
carcinoma (HepG2) cell line. Glob Vet. 2(5): 233–241.
Badary OA, El-Din AMG. 2001. Inhibitory effects of thymoquinone against 20-
methylcholanthrene-induced fibrosarcoma tumorigenesis. Cancer Detec
Prev. 25: 362-368.
Badary OA, Taha RA, El-Din AMG, Adbel-Wahab MH. 2003. Thymoquinones a
potent superoxide anion scavenger. Drug Chem Toxicol. 26: 87-98.
Bisgrove BW, Snarr BS, Emrazian A, Yost HJ. 2005. Polaris and Polycystin-2 in
dorsal forerunner cells and Kupffer’s vesicle are required for specification
of the zebrafish left–right axis. Dev Biol. 287: 274–288.
Bourgou S, Ksouri R, Bellila A, Skandrani I, Falleh H, Marzouk B. 2008.
Phenolic composition and biological activities of Tunisian Nigella sativa L.
shoots and roots. Cancer Res Biol. 331: 48-55.
Brand M, Granato M, Nusslein-Volhard C. 2002. Keeping and raising zebrafish.
Zebrafish. 261: 7-37.
17

Brand M, Heisenberg CP, Warga RM, Pelegri F,Karlstrom RO, Beuchle D, Picker
A, Jiang YJ, Furutani-Seiki M, Van Eeden FJM et al. 1996. Mutations
affecting development of the midline and general body shape during
zebrafish embryogenesis. Dev. 123: 129-142.
Burits M, Bucar F. 2000. Antioxidant activity of Nigella sativa essential oil.
Phytother Res. 14: 323–328.
Busquet F, Nagel R, von Landenberg F, Mueller SO, Huebler N, Broschard TH.
2008. Development of a new screening assay to identify proteratogenic
substances using zebrafish Danio rerio embryo combined with an
exogenous mammalian metabolic activation system (mDarT). Toxicol Sci.
104(1): 177–188.
Chehl N, Chipitsyna G, Gong Q, Yeo CJ, Arafat HA. 2009. Anti-inflammatory
effects of the Nigella sativa seed extract thymoquinone in pancreatic cancer
cells. HPB. 11 (5): 373-381.
Chen JN. 2013. Impaired cardiovascular function caused by different stressors
elicits a common pathological and transcriptional response in zebrafish
embryo. Zebrafish. 10(3): 389-400.
Chen JN, Haffter P, Odenthal J, Vogelsang E, Brand M, van Eeden FJM,
Furutani-Seiki M, Granato M, Hammerschmidt M, Heisenberg CP, et al.
1996. Mutations affecting the cardiovascular system and other internal
organs in zebrafish. Dev. 123: 293-302.
Dahri AH, Chandiol AM, Rahoo AA, Memon RA. 2005. Effect of Nigella sativa
(kalonji) on serum cholesterol of albino rats. J Ayub Med Coll Abbottabad.
17: 72-74.
Delaney M, Follet C, Ryan N, Hanney N,Lusk-Yablick J, Gerlach G. 2002. Sosial
interaction and distribussion of female zebrafish (Danio rerio) in a large
aquarium. Biol Bull. 203: 240-241.
Dougan ST, Warga RM, Kane DA, Schier AF, Talbot WS. 2003. The role of the
zebrafish nodal-related genes squint and cyclops in patterning of
mesendoderm. Dev. 130: 1837–51.
El-Aziz MA, Hassan HA, Mohamed MH, Meki AR, Abdel-Ghaffar SK, Hussein
MR. 2005. The biochemical and morphological alterations following
administration of melatonin, retinoic acid and Nigella sativa in mammary
carcinoma: an animal model. Int J Exp Pathol. 86: 383-396.
El-Mahdy MA, Zhu Q, Wang QE, Wani G, Wani AA. 2005. Thymoquinone
induces apoptosis through activation of caspase-8 and mitochondrial events
in p53-null myeloblastic leukemia HL-60 cells. Int J Cancer. 117: 409-417.
El-Mezayen R, El-Gazzar M, Nicolls MR, Marecki JC, Dreskin SC, Nomiyama H.
2006. Effect of thymoquinone on cyclooksigenese expression and
prostaglandin production in a mouse model of allergic airway inflamation.
Immunol Lett. 106(1): 78-81.
Engeszer RE, Patterson LB, Rao AA, Parichy DM. 2007. Zebrafish in the wild: a
review of natural history and new notes from the field. Zebrafish. 4(10): 21-
38.
Farah IO, Begum RA. 2003. Effect of Nigella sativa (N. sativa L.) and oxidative
stress on survival pattern of MCF-7 breast cancer cells. Biomed Sci Instrum.
39: 359-364.
18

Galli-Muhtasib H, Diab-Assaf M, Boltze C, Al-Hmaira J, Hartig R, Roessner A,


Schneider-Stock R. 2004. Thymoquinone extracted from black seed
triggers apoptotic cell death in human colorectal cancer cell via a p53-
dependent mechanism. Int J Oncol. 25: 857-866.
Galli-Muhtasib H, El-Najjar N, Schneider-Stock R. 2006. The medicinal potential
of black seed (Nigella sativa) and its component. Adv Phytomed. 2: 133-153.
Gray RS, Wilm TP, Smith J, Bagnat M, Dale RM, Topczewskki J, Johnson
SL,Solnica-Krezel L. 2014. Loss of col8a1a function during zebrafish
embryogenesis results in congenital vertebral malformations. Dev Biol.
386(1): 72-85.
Haendel MA, Tilton F, Bailey GS, Tanguay RL. 2004. Development toxicity of
the dithiocarbamate pesticide sodium metam in zebrafish. Toxicol Sci.
81(2): 390-400.
Hassan SA, Ahmed WA, Galeb FM, El-Taweel MA, Abu-Bedair FA. 2008. In
vitro challenge using thymoquinone on hepatocellular carcinoma (HepG2)
cell line. Iran J Pharmol Res. 7(4): 283-290.
Hill AJ, Teraoka H, Heideman W, Peterson RE. 2005. Zebrafish as a model
vertebrate for investigating chemical toxicity. Toxicol Sci. 86(1): 6-19.
Isogai S, Horiguchi M, Weinstein BM. 2001. The vascular anatomy of the
developing zebrafish : an atlas of embryonic and early larval development.
Dev Biol. 230: 278-301.
Khader M, Bresgen N, Eckl PM. 2010. Antimutagenic effects of ethanolic
extracts from selected Palestinian medicinal plants. J Ethnopharmacol. 127:
319-324.
Khan MA, Chen HC, Tania M, Zhang DZ. 2011. Anticancer activites of Nigella
sativa (black cumin). Afr J Tradit Complement Altern Med. 8: 226-232.
Kimmel CB, Ballard WW, Kimmel SR, Ulman B, Schilling TF. 1995. Stages of
embryonic development of the zebrafish. Dev Dynam. 203: 253-310.
Lammer E, Carr GJ, Wendler K, Rawling JM, Belanger SE, Braunbeck. 2008. Its
the fish embryotoxic test (FET) with the zebrafish (Danio rerio) a potential
alternative for the fish acute test. Comp Biochem Physiol. 149: 196-209.
Mansour MA, Ginawi OT, El-Hadiyah T , El-Khatib AS, Al-Shabanah OA, Al-
Sawaf HA. 2001. Effects of volatile oil constituents of Nigella sativa on
carbon tetrachloride-induced hepatotoxicity in mice: evidence for
antioxidant effects of thymoquinone. Res Commun Mol Pathol Pharmacol.
110: 239–251.
Matthews M, Trevarrow B, Matthews J. 2002. Avirtual tour of the guide for
zebrafish users. Lab Anim. 31(3): 34-40.
Motaghed M, Al-Hassan FM, Hamid SS. 2013. Cellular responses with
thymoquinone treatment in human breast cancer cell line MCF7.
Pharmacognosy Res. 5(3): 200–206.
Nader MA, El-Agamy DS, Suddek GM. 2010. Protective effects of propolis and
thymoquinone on development of atherosclerosis in cholesterol-fed rabbits.
Arch Pharm Res. 33: 637-643.
Nagi MN, Almakki HA. 2009. Thymoquinone supplementation induces quinone
reductase and glutathione transferase in mice liver: possible role in
protection against chemical carcinogenesis and toxicity. Physiother Res. 23:
1295-1298.
19

Paramasivam A, Kalaimangai M , Sambantham S, Anandan B , Jayaraman G.


2012. Anti-angiogenic activity of thymoquinone by the down-regulation of
VEGF using zebrafish (Danio rerio) model. Biomed Prev Nutr. 2: 169–173.
Parichy DM, Elizondo MR, Mills MG, Gordon TN, Engeszer RE. 2009. Normal
table of postembryonic zebrafish development : staging by externally visible
anatomy of the living fish. Dev Dynam. 238: 2975-3015.
Paull GC, Filby AL, Giddins HG, Coe TS, Hamilton PB, Tyler CR. 2010.
Dominance hierarchies in zebrafish (Danio rerio) and their relationship with
reproductive succes. Zebrafish. 7(1): 109-117.
Pyron M. 2003. Female preferences and male interaction in zebrafish (Danio
rerio). Can J Zoolog. 81(1): 122-125.
Randhawa MA, Al-Ghamdi MS. 2011. Anticancer activity of Nigella sativa
(black seed) - a review. Am J Chin Med. 39(6): 1075-1091.
Shiau RJ, Shih PC, Wen YD. 2011. Effect of silymarin on curcumin induced
mortality in zebrafish (Danio rerio) embryos and larvae. Indian J Exp Biol.
49: 491–497.
Schier AF, Talbot WS. 2005. Molecular genetics of axis formation in zebrafish.
Annu Rev Genet. 39: 561-613.
Schilling TF. 2002. The Morphology of Larva and Adult Zebra Fish. Zebrafish.
59-94.
Spence R, Gerlach G, Lawrence C, Smith C. 2008. The behaviour and ecology of
the zebrafish (Danio rerio). Biol Rev. 83: 13-34.
Thisse C, Zon LI. 2002. Organogenesis heart and blood formation from the
zebrafish point of view. Sci. 295: 457-462.
Thomas KA,Stemple DL. 2004. Development of the zebrafish organizer and
notochord. Fish Dev Genet. 2: 86-120.
Truong L, Stacey L, Harper SL, Tanguay RL. 2011. Evaluation of embryotoxicity
using the zebrafish model. Methods Mol Biol. 691: 271–279.
Westerfield M. 2007. The Zebrafish Book: A guide for the Laboratory Use of
Zebrafish (Danio rerio). Zebrafish International Resource Center. Eugene
(OR): University of Oregon Press.
Willaert A, Khatri S, Callewaert BL, Coucke PJ, Crosby SD, Lee JGH, Davis EC,
Shiva S, Tsang M, De Paepe A et al. 2012. GLUT10 is required for the
development of the cardiovascular system and the notochord and connects
mitochondrial function to TGFb signaling. Hum Mol Genet. 21(6): 1248-
1259.
Wu JY, Lin CY, Lin TW, Ken CF, Wen YD. 2007. Curcumin affects
development of zebrafish embryo. Biol Pharm Bull. 30(7): 1336-1339.
Yang L, Ho NY, Alshut R, Legradi J, Weiss C, Reischii M, Mikut R, Liebel U,
Misller F, Strahle U. 2009. Zebrafish embryos as models for embryotoxic
and teratologic effect of chemicals. Reprod Toxicol. 28: 245-253.
Yi T, Cho SG, Yi Z, Pang X, Rodriguez M, Wang Y, Sethi G, Aggarwal BB, Liu
M. 2008. Thymoquinone inhibits tumor angiogenesis and tumor growth
through suppressing AKT and extracellular signal-regulated kinase
signaling pathways. Mol Cancer Ther. 7: 1789-1796.
20

Lampiran 1 Data persentase hidup, menetas dan mati embrio ikan zebra akibat
paparan berbagai konsentrasi timokuinon

T1 T2 T3 T4 T5 T6
24 100 97.5 97,5 82.5 75 62.5
48 100 97.5 97,5 80 75 62.5
Hidup
72 100 95 92.5 80 65 62.5
96 100 95 90 80 62.5 50
24 5 0 2,5 5 0 5
48 100 92.5 57.5 65 55 55
Menetas
72 100 97.5 95 80 57.5 55
96 100 97.5 95 80 60 55
24 0 2.5 2.5 17.5 25 37.5
48 0 2.5 2.5 20 25 37.5
Mati
72 0 5 7.5 20 25 37.5
96 0 5 10 20 37.5 50
21

Lampiran 2 Tabel analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan
timokuinon 48 jam pascafertilisasi
22

Lampiran 3 Analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan


timokuinon 48 jam pascafertilisasi

Log konsentrasi
23

Lampiran 4 Tabel analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan
timokuinon 96 jam pascafertilisasi
24

Lampiran 5 Analisis probit kematian embrio ikan zebra akibat paparan


timokuinon 96 jam pascafertilisas

Log konsentrasi
25

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Way Tuba, Kecamatan Gunung Labuhan, Kabupaten
Way Kanan, Provinsi Lampung pada tanggal 08 Juli 1995 dari ayah Damiri R
Sejati dan ibu Megawati. Penulis adalah putra pertama dari tiga bersaudara.
Penulis lulus dari SMA N 1 Bukit Kemuning, Kecamatan Bukit Kemuning,
Kabupaten Lampung Utara, Provinsi Lampung dan pada tahun yang sama penulis
lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur SNMPTN dan
diterima di Fakultas Kedokteran Hewan.
Selama menjadi mahasiswa, sejak Tingkat Persiapan Bersama (TPB)
sampai lulus dari Fakultas Kedokteran Hewan penulis aktif mengikuti berbagai
organisasi mahasiswa dan kepanitiaan. Penulis aktif mengikuti organisasi
mahasiswa selama masa menempuh pendidikan diantaranya Staff Divisi
Pendidikan Himpunan Mahasiswa Profesi (HIMPRO) Ornithologi dan Unggas
(2014-2015), Kepala Departemen Pengembangan Sumberdaya Mahasiswa
(PSDM) DKM An-Nahl (2014-2015), Staff Pendidikan Himpunan Mahasiswa
Profesi (HIMPRO) Ornithologi dan Unggas (2015-2016), Ketua DKM An-Nahl
(2015-2016) dan Ketua Forum Silaturahmi Lembaga Dakwah Kampus Veteriner
(FSLDKV) Indonesia (2016-2018).
Selain aktif mengikuti organisasi mahasiswa, penulis juga aktif mengikuti
kepanitian kegiatan mahasiswa diantaranya Sekretaris Umum Festival Ramadhan
Asrama 50 (2013), Wakil Ketua Pelaksana Semarak Bidik Misi Institut Pertanian
Bogor (2013), Sekretaris Masa Perkenalan Kampus Mahasiswa Baru (MPKMB)
51 (2014), Sekretaris Stadium General Mahasiswa FKH 50 (2014), Ketua
Pelaksana Kunjungan Rumah Potong Hewan Unggas HIMPRO Ornithologi dan
Unggas (2015), Ketua Pelaksana Pelatihan Vaksinasi dan Nekropsi Unggas
HIMPRO Ornithologi dan Unggas (2015), Panitia Kontes Ayam Ketawa Nasional
HIMPRO Ornithologi dan Unggas (2014) dan Ketua Pelaksana Seminar Nasional
DKM An-Nahl (2015). Penulis pernah berpartisipasi di kegiatan pengabdian
masyarakat IPB Goes to Field Lembaga Pengembangan dan Pengabdian
Masyarakat (LPPM) IPB (2015) di Pekalongan, Provinsi Jawa Tengah.

Anda mungkin juga menyukai