Anda di halaman 1dari 40

Mengenal Konsep Dakwah dan Puasa Jamaah Tabligh Muslim

Nama Jamaah Tabligh menghiasi pemberitaan pada awal Juni lalu ketika 16 warga negara
Indonesia dipulangkan dari Marawi, sebuah kota mayoritas muslim di Filipina Selatan, sejak
organisasi teroris global ISIS menguasai kota pada 23 Mei lalu. Ke-16 warga tersebut adalah
anggota Jamaah Tabligh. Penampilan fisik mereka umumnya memelihara jenggot, celana agak
cingkrang, mengenakan serban atau jubah. Mereka sama sekali tidak terkait dengan gerakan
ISIS. Organisasi yang berdiri pada 1927 di kawasan dekat Delhi, India, ini dikembangkan oleh
Muhammad Ilyas, seorang pendakwah yang menekankan siar agama nonpolitis. Mayoritas
pengikutnya tersebar di Asia Selatan. Bagi publik awam di Indonesia, Jamaah Tabligh mungkin
dikenal berkat sebagian pengikutnya dari kalangan selebritas, seperti rocker Gito Rollies, Ilsyah
Ryan Reza dan Loekman Hakim dari grup band Noah, serta Salman Sakti dari Sheila on 7. Di
Jakarta, Anda bisa menemukan pusat kegiatan Jamaah Tabligh di Masjid Jami Kebon Jeruk. Ini
adalah salah satu masjid kuno di kawasan barat Jakarta yang dibangun berkat peran seorang
Tionghoa bernama Chau Tsien Hwu 1786. Sekarang masjid ini menjadi pusat penting dalam
aktivitas dakwah Jamaah Tabligh. Satu petang pekan lalu menjelang waktu berbuka puasa,
suasana masjid dipenuhi ratusan jemaah, yang tengah bersiap menyantap kurma, kue, dan air
mineral. Makanan ini ditempatkan di atas nampan bundar. Ada empat orang yang makan
bersama di satu nampan tersebut. "Ini makanan dari orang. Bentuk pengorbanan di jalan Allah,"
kata Ali Mahsud, anggota Jamaah dari Lampung, yang ikut makan bersama kawannya sesama
asal Lampung bernama Herman dan Ahmad dari Palembang. Mengapa harus makan bersama
di atas satu nampan? Dalam anjuran Jamaah Tabligh, praktik makan bersama macam ini
menjadi "sunah" Rasulullah karena pada zaman Nabi, Rasul sering menyantap hidangan
berbuka puasa bersama para sahabat dalam satu wadah. Dengan cara ini, "Kita merasakan
kebersamaan dan persaudaraan," ujar seorang jemaah. Sesudahnya ratusan jemaah
mengambil wudu untuk menunaikan salat Magrib. Usai salat, mereka mengumandangkan
salawat dan doa selagi panitia yang bergiliran tugas rutin setiap hari mengatur bahwa para
jemaah bisa mengambil makanan di dapur, terletak di belakang masjid. Sama seperti hidangan
berbuka, makanan itu disajikan dalam satu nampan untuk empat orang. Menurut Salman,
pendakwah dari Tulang Bawang, Lampung, ada tiga macam cara kita makan saat berbuka
puasa: makan adil, makan zalim, dan makan ikram. Pada umumnya, masjid berbuka puasa
dengan makan adil. Maksudnya, makan adil adalah makanan yang dibagi satu persatu kepada
para jemaah seperti nasi kotak. Makan zalim, kata Salman, siapa yang duluan datang, dialah
yang lebih banyak makan. Sementara bagi mereka, dengan anjuran yang sudah jadi kebiasaan,
makan ikram lebih diutamakan. "Makan ikram itu saling merasakan kebersamaan satu sama
lain," ujar Salman. Makan ikram juga bisa mengurangi kita buang-buang makanan, menurut
Salman. Orang yang makan nasi sedikit akan menyisakan dan mubazir; sebaliknya, ada orang
yang makan banyak tapi makanannya tidak cukup. "Jadi makan ikram lebih baik karena ada
orang yang makan dikit dan banyak sehingga makanan yang disediakan dalam nampan besar
itu bisa habis. Cara makan ini mengikuti sunah Rasulullah," terang Salman. Khuruj Tak kalah
dengan pusat bisnis di kawasan Hayam Wuruk di kawasan dekat masjid, suasana Masjid
Kebon Jeruk tanpa henti selama 24 jam. Selama bulan Ramadan, para jemaah dari berbagai
daerah di Indonesia berdatangan, bahkan beberapa dari luar negeri seperti Pakistan, Malaysia,
Yordania, Mekkah, dan Bangladesh. Seluruh aktivitas keseharian para jamaah dilakukan di
masjid. Mereka tidur, makan, cuci baju, dan mandi di masjid. Bahkan semua hal menyangkut
kendala, berbagi pengalaman, rencana kegiatan, pengiriman jemaah untuk kegiatan ceramah di
Indonesia maupun luar negeri dibahas dalam musyawarah di masjid. Kegiatan ini rutin setiap
pagi, sekitar jam 6:30 hingga selesai salat Asar. Herman, anggota Jamaah dari Lampung,
mengatakan sesudah salat Asar bahwa ada koleganya baru pulang dari sebuah perjalanan
dakwah dan berbagi pengalaman seta mengajak jemaah lain untuk melakukan hal serupa.
Kegiatan berbagi pengalaman ini biasanya dilangsungkan usai Asar, dibagi ke dalam beberapa
kelompok, baik yang pulang dakwah dari daerah-daerah di Indonesia maupun dari luar negeri.
Sesudahnya, para jemaah mendengarkan ceramah umum dari pendakwah selama setengah
jam. Selama ramadan, aktivitas ini sudah berlangsung selama 10 hari. Ceramah tersebut, ujar
Herman, bukan hanya menunggu berbuka puasa, tetapi juga usai salat Subuh. Saat saya
datang ke sana, mereka tengah mempersiapkan apa yang disebut dalam istilah mereka
sebagai khuruj, yakni bepergian untuk berdakwah. Rencananya mereka akan ke Mekkah pada
16 Juni mendatang. "Jamaah yang sudah berpengalaman memberikan nasihat kepada
pendakwah, bagaimana menjaga akhlak di tempat orang, berhubungan dengan ulama, umara
(penguasa), dan masyarakat setempat," kata Salman, yang sudah berdakwah di Singapura,
India, Bangladesh, dan Amerika Serikat. Pada setiap perjalanan dakwah, Jamaah Tabligh
membentuk sebuah kelompok, minimal terdiri lima orang dan maksimal 12 orang. Tujuannya
adalah mempererat silahturahmi sesama jemaah. Kelompok-kelompok ini ditempatkan di
masing-masing lantai Masjid Kebon Jeruk. Ada kelompok yang akan berdakwah ke luar negeri,
mengisi lantai empat masjid, lantai tiga untuk tamu dakwah dari luar negeri, lantai dua untuk
dakwah domestik, dan lantai satu untuk beribadah. Bagi yang merencanakan dakwah ke luar
negeri, mereka akan menunggu visa dari negara tujuan. Dalam konsep Jamaah Tabligh,
seseorang yang dinilai sebagai pengikut Jamaah sudah melaksanakan khuruj. Sandarannya
adalah Surat Al 'Imran ayat 104 dan 110, yang memerintahkan perbuatan dan seruan kebajikan.
Selama proses khuruj, seorang jemaah harus melewati sejumlah tahapan, termasuk membaca
riwayat nabi dan sahabatnya, mengajak warga sekitar untuk ikut terlibat dalam pengajian
Jamaah, rutin melapor perkembangannya kepada pimpinan, dan mau tidur di masjid. Mereka
juga akan diuji keyakinannya: 3 hari dalam sebulan, 40 hari dalam setahun; dan 4 bulan sekali
seumur hidup. Menurut Salman, proses ini dilakoni untuk mencapai lima sifat bertahap: iman,
ibadah, usaha, relasi, dan akhlak. "Setiap tahapan itu menguji sifat kita," ujarnya. Ali Mahsud
dari Lampung semula menentang ajaran Jamaah Tabligh, tetapi pelan-pelan ia melewati tiga
tahapan khuruj. Mahsud bergabung dengan Jamaah sejak 1993; ia sudah berdakwah ke India
dan Bangladesh, masing-masing selama dua bulan. Dakwah ini, sekalipun ke luar negeri, harus
dari kantong pribadi. “Semua pengorbanan ini untuk tabungan di akhirat,” kata Mahsud, percaya
diri.
Jamaah Tabligh
Jamaah Tabligh didirikan oleh syeikh Muhammad Ilyas bin Syeikh Muhammad Ismail, bermazhab
Hanafi, Dyupandi, al-Jisyti, Kandahlawi (1303-1364 H). Syeikh Ilyas dilahirkan di Kandahlah sebuah
desa di Saharnapur, India. Ilyas sebelumnya seorang pimpinan militer Pakistan yang belajar ilmu
agama, menuntut ilmu di desanya, kemudian pindah ke Delhi sampai berhasil menyelesaikan
pelajarannya di sekolah Dioband, kemudian diterima di Jam’iyah Islamiyah fakultas syari’ah selesai
tahun 1398 H. Sekolah Dioband ini merupakan sekolah terbesar untuk pengikut Imam Hanafi di anak
benua India yang didirikan pada tahun 1283H/1867M.
<>
Di Indonesia, hanya membutuhkan waktu dua dekade, Jamaah Tabligh (JT) sudah menggurita.
Hampir tidak ada kota di Indonesia yang belum tersentuh oleh model dakwah mereka. Tanda
kebesaran dan keluasan pengaruhnya sudah ditunjukkan pada saat mengadakan “pertemuan
nasional” di Pesantren Al-Fatah Desa Temboro, Magetan, Jawa Timur pada tahun 2004. Kenyataan
ini sungguh di luar dugaan untuk sebuah organisasi yang relatif baru dan tidak mempunyai akar di
Indonesia.

Merebaknya JT sebenarnya hanyalah salah satu sekuen dari perkembangan serupa di banyak
negara. Kelompok ini sekarang sedang mewabah di seluruh dunia, dan menjadi ujung tombak
gerakan islamisasi di negara-negara atau daerah-daerah non-muslim. Mereka bisa karena
menawarkan format Islam yang lebih ramah, sederhana, sentuhan personal serta tekanan
pengayaan spritualitas personal. Format semacam ini bagaimanapun mengisi ruang kosong yang
ditinggakan oleh kapitalisme dan modernisme.

Meskipun demikian, JT tetap menimbulkan kontroversi. Sebagian kalangan menuduh kelompok ini
adalah bagian dari jaringan Islam garis keras. Namun, sebagian lainnya, justru berpendapat berbeda.
JT dianggap semata-mata komunitas dakwah yang bersifat apolitis. Adanya perbedaaan
pandangan yang sangat tersebut menunjukkan komunitasnya ini sesungguhnya belum banyak
dieksplorasi sehingga tidak mudah dipahami. Hal ini sebenarnya wajar, mengingat komunitas ini
relatif kurang terbuka kepada publik.

Pemikiran Dasar

Dalam gerakan Islam kontemporer, Jamaah Tabligh adalah gerakan dakwah yang mempunyai
pengikut yang terbesar, pengikutnya hampir ada di setiap negara baik yang dihuni oleh mayoritas
muslim maupun non Muslim. Banyaknya pengikut Jamaah Tabligh di berbagai negara tidak terlepas
dari pemikiran yang ditawarkan Jamaah Tabligh kepada pengikutnya. Ada dua prinsip yang sangat
fundamental bagi Jamaah Tabligh yaitu tidak melibatkan diri dalam politik praktis dan tidak
membahas masalah keagamaan yang bersifat khilafiyah.

Pemikiran Jamaah Tabligh lebih jauh bisa dikatakan bertolak belakang secara diametral dengan
gerakan dakwah Islam lainnya. Sedikitnya ada empat prinsip dalam Jamaah Tabligh yang paradoks
dengan gerakan dakwah Islam lain;

Pertama, menurut Jamaah Tabligh, pada saat ini pintu ijtihad sudah ditutup. Sebab menurut Jamaah
Tabligh, syarat-syarat ijtihad yang dikemukakan ulama salaf sudah tidak ada lagi di kalangan ulama
saat ini. Karena itu, ada keharusan bagi kaum muslimin untuk bertaklid. Pemikiran sangat
bertentangan dengan pemikiran Muhammad Abduh, pemikir muslim dari Mesir, yang membuka pintu
ijtihad seluas-luasnya agar kaum muslimin dapat maju.

Kedua, pendekatan dakwah dan ibadah yang digunakan adalah dengan cara tasawuf, tidak dengan
politik, sosial, budaya ataupun perlawanan bersenjata. Sebab Jamaah Tabligh sangat meyakini
bahwa tasawuf adalah cara untuk mewujudkan hubungan dengan Allah dan memperoleh kelezatan
iman. Mengutamakan ibadah mahdhoh, sebagaimana tasawuf, banyak ditentang oleh gerakan Islam
lainnya terutama oleh gerakan Wahabi, Hizbut Tahrir, Ikhwanul Muslimin dll.

Ketiga, Jamaah Tabligh tidak memandang perlu nahi munkar, dengan alasan bahwa fase sekarang
menurut Jamaah Tabligh adalah fase mewujudkan iklim yang kondusif bagi masuknya kaum
muslimin ke dalam Jamaah mereka. Dengan prinsip ini, kehadiran Jamaah Tabligh di berbagai
tempat nyaris tak mendapat resistensi. Prinsip ini banyak mendapat kritik dari berbagai kalangan
pemikir Islam, sebab dengan demikian (tanpa nahi munkar) Islam seperti agama Hindu, hanya
menyeru kebaikan, tanpa mau mencegah kemunkaran.

Keempat, Jamaah Tabligh memisahkan antara agama dan politik. Setiap anggota tidak berhak
mengkaji politik atau terjun ke dalam urusan yang berhubungan dengan pemerintahan. Sebab
menurut Jamaah Tabligh politik praktis hanya akan membawa kepada perpecahan.

Konsep Khuruj

Salah satu ciri khas gerakan Jamaah Tabligh adalah adanya konsep khuruj (keluar untuk
berdakwah). Dalam konsepsi Jamaah Tabligh, seseorang akan dianggap sebagai pengikut Jamaah
Tabligh, jika sudah turut serta dalam khuruj. Sebab khuruj bagi Jamaah Tabligh merupakan sebuah
kewajiban.

Konsep khuruj yang dibangun Jamaah Tabligh berdasarkan landasan teologis pimpinan Jamaah
Tabligh. Landasan hukum khuruj bagi jamaah tabligh berdasarkan ayat-ayat al-Qur’an (Al-Imran : 104
dan Al-Imran :110).

Begitu juga dengan hadist, khuruj didasarkan pada satu hadits Nabi yang berbunyi "apabila ummatku
di akhir zaman mengorbankan 1/10 waktunya di jalan Allah, akan diselamatkan." Maka setiap hari
mereka juga harus menyisakan 2,5 jam waktu mereka untuk berdakwah. Yang lebih menekankan
kepada aspek pembinaan suluk/akhlak, ibadah-ibadah tertentu seperti dzikir, zuhud, dan sabar.

Penafsiran akan arti khuruj yang dimaksud oleh ayat di atas, berdasarkan mimpi pendiri Jama’ah
Tabligh ini, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi, yang bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran
110 yang berbunyi : “Kuntum khoiru ummatin ukhrijat linnasi …” menurutnya kata ukhrijat dengan
makna keluar untuk mengadakan perjalanan (siyahah).

Konsep khuruj dalam aplikasinya terdiri dari tiga tahap;


• 3 hari dalam sebulan
• 40 hari dalam setahun
• 4 bulan sekali dalam hidup
Dalam khuruj yang dilakukan, tempat dan target dakwah sudah ditentukan. Biasanya mereka
yang khuruj berkelompok terdiri dari 5-10 orang. Mereka biasanya diseleksi oleh
anggota syura Jamaah Tabligh siapa saja yang layak untuk khuruj. Mereka yang khuruj dikirim ke
berbagai kampung yang telah ditentukan. Di kampung tempat berdakwah, para Jamaah Tabligh ini,
menjadikan masjid sebagai base camp. Kemudian mereka berpencar ke rumah-rumah penduduk
untuk mengajak masyarakat lokal untuk menghadiri pertemuan di masjid dan mereka akan
menyampaikan pesan-pesan keagamaan.

Konteks Politik

Apabila mencermati ajaran dan metode dakwahnya, JT memang tetap setia dengan pendekatan
non-politik. Pendekatan ini telah sukses menarik kalangan non-muslim maupun muslim yang kurang
taat untuk menjaid muslim shaleh.

Namun, JT sesungguhnya tidak pernah menarik garis tegas dengan gerakan-gerakan Islam radikal.
Oleh karena itu, politisasi JT selalu terjadi. Hal ini ditunjang oleh metode pembinaan pasca tabligh
yang lemah, menjadikan massa penganut JT mudah dimanfaatkan oleh kelompok-kelompok Islam
lainnya.

Inilah yang terjadi di Pakistan. Konstituen JT yang meluas pada akhirnya dimanfaatkan oleh
beragam kekuatan. Presiden Pakistan, Mohammad Rafique Tarar dan Perdana Menteri Pakistan,
Nawaz Sharif, adalah tokoh penting yang pernah memfasilitasi perkembangan JT di Pakistan.
Sayangnya, JT juga pernah terlibat usaha kudeta militer di Pakistan pada tahun 1995. Di samping
itu, beberapa anggotanya juga terlibat dalam organisasi Harakat ul-Mujahideen, sebuah kelompok
Islam garis keras di Pakistan.

Sekarang ini bahkan diyakini bahwa sebagian besar pendukung Taliban di Afganistan, juga
merupakan konstituen JT.

Jaringan Jamaah Tabligh

Pengikut Jamaah Tabligh tersebar di lima benua terdiri dari 215 negara. Adapun pusat Jamaah
Tabligh berada di perkampungan Nidzammudin, Delhi, India. Mereka memiliki masjid sebagai pusat
tabligh yang dikelilingi oleh 4 kuburan wali. Dari Niszamudin inilah gerakan Jamaah Tabligh
dikendalikan.

Meski pusat gerakan di India, namun negara lainnya seperti Banglades dan Pakistan tidak kurang
pentingnya dalam gerakan Jamaah Tabligh. Sehingga poros India-Pakistan-Bangladesh, menjadi
semacam base camp bagi para aktivis jamaah tabligh. Setiap orang disarankan meluangkan empat
bulan khuruj-nya ke tiga negara di Asia Selatan tersebut. Sebab ketiga negara tersebut, India-
Pakistan-Bangladesh bisa diibaratkan sebagai centre of excellence sebagaimana Universitas Al-
Azhar, Madinah, Harvard, Oxford, atau MIT bagi ilmu-ilmu.

Pentingnya ketiga tempat ini, terlihat dari antusiasnya anggota jamaah Tabligh dalam menghadiri
acara ijtima’ yang diadakan setiap tahun. Pada tahun 1998 telah diadakan konferensi internasional
tahunan di Raiwind dekat Lahore dan di Tongi dekat Dhaka, Banglades, yang telah dihadiri lebih dari
satu juta kaum muslimin dari 94 negara. Konferensi internasional Jamaah Tabligh tahunan ini
merupakan berkumpulnya umat Islam terbesar kedua setelah haji di Mekkah, 'the second biggest
muslims gathering after hajj'.

Konferensi internasional tahunan jamaah tabligh ini juga diadakan di Amerika Utara dan Eropa.
Konferensi tersebut bisa mendatangkan 10.000 muslim, dari seluruh negara-negara di Amerika Utara
dan Eropa, mungkin salah satu perkumpulan terbesar muslim di Barat.

Untuk mengadakan acara Internasional tersebut atau ijtima’ dana didapatkan dari para donatur
jamaah tabligh. Para donatur tersebut pada umumnya adalah para pedagang yang juga anggota
jamaah tabligh. Para donatur menyumbang seikhlasnya, namun karena pada umumnya para donatur
adalah wiraswastawan, maka kebutuhan untuk ijtima’ selalu tertutupi.

Dalam menjalankan organisasi jamaah tabligh, mempunyai beberapa kantor perwakilan yang
menjadi koordinator dakwah disetiap wilayah. Seperti disebutkan di atas kantor utama Jamaah
Tabligh, yang dikenal dengan nama Markaz di Nizamudin, New Delhi, India. Kantor utama di Eropa
adalah di Dewsbury, Inggris. Asia Timur berpusat di Jakarta, Indonesia. Untuk Afrika berpusat di
Derbun, Afrika Selatan.

Meski tersebar di berbagai negara dan memiliki anggota ratusan ribu, namun jamaah tabligh secara
administratif tidak mencatat setiap anggotanya. Keanggotaan lebih ditentukan melalui ikatan
emosional. Keanggotaan terkontrol bila ada acara-acara ritual mingguan, bulanan atau
ketika khuruj. Demikian juga dengan struktur organisasi, nyaris dibilang tak mempunyai struktur,
yang ada hanya amir dan para pembantunya yang tidak terstruktur.

Jamaah Tabligh di Indonesia

Jamaah Tabligh di Indonesia meski tak sepopuler organisasi masyarakat seperti Muhammadiyah
atau NU, namun Jamaah Tabligh terbilang mempunyai anggota yang cukup banyak. Anggota
Jamaah Tabligh di Indonesia sangat bervariasi, mulai dari artis sampai dengan tentara, kalangan
profesional dll. Pusat markaz jamaah tabligh di Indonesia berada di Jakarta, khususnya di masjid
Masjid Kebon Jeruk di Jl Hayam Wuruk, Jakarta Kota.

Di masjid yang sudah berusia lebih dua abad ini, kita akan menjumpai ratusan jamaah yang hampir
seluruhnya berjenggot. Mereka juga menggunakan surban, pakaian takwa dan peci putih, yang biasa
dipakai umat Islam di Indonesia. Tapi kita juga akan mendapati jamaah yang memakai surban
dengan baju panjang sampai lutut, untaian tasbih atau tongkat di tangan, janggut berjenggot, dahi
hitam, dan aroma minyak cendana, khas jamaah dari Asia Timur.

Pada acara ijtima’ internasional rombongan jamaah tabligh dari Indonesiapun turut hadir.
Rombongan dari Indonesia datang berasal dari berbagai profesi, antara lain pimpinan pondok
pesantren, pengusaha muda, eksekutif muda, artis, pedagang kaki lima, pegawai negeri, dan bupati.
Artis Gito Rollies adalah salah seorang di antaranya. Acara ijtima’ untuk skala Indonesia juga pernah
dilakukan di Medan, Lampung, dan Jakarta.
Acara ijtima’ jamaah tabligh untuk skala Asia Tenggara, baru-baru ini (2004) dilakukan di di Pondok
Pesantren (Ponpes) Al-Fatah Desa Temboro, Kecamatan Keras, Magetan. Acara yang dihadiri oleh
sekitar 20.000 anggota Jamaah Tabligh -- ini terbilang istimewa, sebab calon wakil presiden Yusuf
Kalla turut hadir dalam acara pembukaan tersebut. Acara ijtima’ ini merupakan awal dari
acara khuruj yang menjadi program Jamaah Tabligh.

Sebanyak 20.000 anggota Jamaah Tabligh siap khuruj ke berbagai pelosok di Indonesia. Anggota
jamaah sebanyak 20.000 orang – yang juga dihadiri, dari negera-negara ASEAN, Saudi Arabia,
Pakistan, India dan beberapa negara muslim lainnya -- tersebut akan dipecah dalam rombongan,
masing-masing rombongan terdiri atas 7 hingga 12 orang. Tempat yang akan dikunjungi Papua,
Maluku, Sulawesi, Kalimantan dan Sumatera. Mereka semua dibekali dengan surat jalan dan
identitas diri. Kemudian setelah tiba di tempat yang dituju, mereka harus melapor ke pihak
keamanan.

Jumlah Anggota

Jumlah anggota Jamaah Tabligh dibagi pada tiga kategori. Pertama, anggota aktif, yang dimaksud
dengan anggota aktif, adalah mereka yang selalu berdakwah (membaca Riyadhus Shalihin atau
kitab yang dijadikan referensi oleh Jamaah Tabligh, setelah shalat dhuhur atau Asar di berbagai
masjid) dan juga pada umumnya anggota aktif selalu memakai pakaian yang dianggap sunnah
seperti pakaian putih dengan sorban dan berjenggot dan juga selalu rutin menghadiri pengajian
mingguan setiap Jum’at malam. Jumlah anggota aktif ini tidak terlalu banyak ada sekitar 7.500
orang diseluruh Indonesia. Jumlah anggota aktif ini juga terkait dengan pekerjaan, pada umumnya
anggota aktif adalah para pedagang atau wiraswastawan.

Kategori kedua adalah anggota yang setengah aktif, mereka adalah anggota Jamaah Tabligh yang
kadang-kadang mau berdakwah (membaca Riyadhus Shalihin atau kitab yang dijadikan referensi
oleh Jamaah Tabligh, setelah shalat dhuhur atau Asar di berbagai masjid), mereka juga kadang-
kadang memakai pakaian putih dan sorban dan juga kadang-kadang mengahadiri pengajian Jum’at
malam. Jumlah anggota kategori kedua ada sekitar 10.000 orang di seluruh Indonesia. Anggota
kategori kedua, pada umumnya menjadi pegawai, sehingga mempunyai waktu yang terbatas.

Kategori ketiga, anggota tidak aktif atau masih pada tahap belajar. Karakter anggota ini, tidak pernah
mau berdakwah kecuali kalau diajak oleh anggota aktif. Pada umumnya belum begitu paham dasar-
dasar Islam. Tidak pernah berpakaian putih (gamis) dan bersorban dan pada umumnya malu kalau
menyatakan diri sebagai anggota Jamaah Tabligh. Keterkaitannya dengan Jamaah Tabligh jika
diajak khuruj dan mempunyai waktu mereka pada umumnya ikut serta khuruj. Kategori ketiga tidak
mempunyai kaitan dengan status pekerjaan. Jumlah anggota non aktif ini sekitar 15.000 orang.

* Wakil ketua umum PBNU

Dulu Saya Ikut Jamaah Tabligh, Kenapa


Saya Keluar Dari Kelompok Ini?
Ini adalah sebuah kisah nyata yang saya alami sendiri bersama
jamaah tabligh selama 6 tahun, dulu saya merupakan salah satu
pengikut dan pembela mati-matian jamaah tabligh. Sebuah
jamaah baru dari India yang didirikan oleh syaikh Maulana Ilyas al
kandahlawi bersama teman dan keluarganya yang sudah tidak asing
lagi bagi kita semua.
Jamaah tabligh memang sangat handal dalam mempengaruhi
orang-orang awam, Kyai, Ustadz, dan tentu dalam tanda
petik “tidak semua”. Mereka dulu sangat menyejukkan hati dan
pikiran saya, namun setelah saya masuk lebih dalam secara
kritis ternyata saya temukan penyimpangan-penyimpangan
yang luar biasa.
Sebenarnya saya sudah merasakan ketidakberesan dengan jamaah
ini, 3 tahun setelah saya ikut dengan aktifitas mereka, namun saya
coba untuk berhusnudzon kepada mereka, karena mereka juga
mengamalkan sunnah, dan mendakwahkan sunnah ( sunnah-sunnah
tertentu yang lazim, itupun sudah terkotori oleh bid’ah ).
Mengapa saya keluar dari JT…???
Ini berawal ketika saya berinteraksi dengan empat
manhaj ( manhaj tabligh, manhaj NU , manhaj ikhwani/hizbi
dan manhaj salaf), keberadaan saya dalam interaksi ketat antara
keempat manhaj inilah yang membuat saya terpacu untuk mencari
kebenaran yang lebih rojih diantara 4 itu. Silih berganti saya masuk
kepada keempatnya, karena saya sejak dulu berkeyakinan,
kebenaran hanya satu, dan golongan yang selamat pasti hanya
satu ( berdalil dari hadits iftiraqul ummah), dan saya harus
mencari satu kebenaran itu, satu golongan itu… ibaratnya saya
seperti musafir yang mencari satu berlian yang langka di
zaman ini.
Di NU saya dilahirkan dan dibesarkan, keluarga saya dari umi dan
abah adalah NU tulen dari generasi ke generasi, saya sangat
terwarnai pada waktu itu, namun al hamdulillah meskipun demikian,
saya berangkat dari pemikiran NU yang hanif, dimana abah tidak
mau bertaklid dengan ke NU an meskipun beliau berpemahaman NU
( asy’ariyah), beliau menolak sufiyah, dan tabaruk di kuburan.
Alhamdulillah sejak awal saya sudah berbasic seperti ini. Walaupun
pemahaman abah sedemikian itu, namun saya juga pernah ziarah
kekuburan wali (yang dianggap wali oleh mereka), namun saya
langsung timbul pertanyaan, masa orang yang sudah meninggal
bisa ngasih bantuan, menghubungkan dengan Allah?Itu yang
langsung terbesit dari benak saya.
Sampai pada titik klimaksnya saya kenal dengan Ikhwanul Muslimin
di sekolah SMA saya dulu, dan mulailah perbandingan pemahaman
saya lakukan, melalui dialog dengan mereka dan berdiskusi dengan
mereka, dan tibalah pada klimaksnya saya berittikad untuk keluar
dari keyakinan NU dan beralih pada pemahaman ikhwanul muslimin
yang pada waktu itu mendirikan PK (Partai Keadilan), mulailah saya
dengan interaksi, aktifitas PK saya sering ikuti, mulai dari kajian liqo’
sampai turun kejalan untuk kampanye.
Setelah saya mengenal PK lebih jauh, saya berfikir kenapa begitu
militan sekali mereka ini, sampai bikin sistem partai, padahal secara
logika umat islam akan semakin terkotak-kotak, maka dari
sinilah saya mengenal Jamaah Tabligh di masjid kampung
saya.
Dan melaui diskusi panjang lebar otomatis dengan basic
pemahaman ikhwani dan NU yang masih merwarnai saya, sampai
titik akhir saya merasa kalah dengan bujukan JT, pada waktu itu
saya melihat JT lebih simpel, sifatnya menyatukan umat baik dari
NU, muhammadiyah, dll bisa masuk tanpa susah payah…
Inilah yang membuat saya tertarik pada JT. Dan disinilah saya
berlama-lama sampai 6 tahun bergabung dengan mereka…
Suatu hari saya keluar 3 hari dengan karkun di daerah
bawen bersama orang tua halaqoh bawen (ungaran-
semarang) saat itu saya sudah bergabung selama 3 tahun
dengan JT, dan saya sudah menikah.
Saya mencari kontrakan rumah dan saya di tawari di rumah karkun
juga yang sudah belasan tahun ikut JT, bahkan sudah pernah
ke IP ( IP = India Pakistan, pada waktu itu tertib khuruj belum
sampai ke bangladesh tapi ke India dan Pakistan, sekarang ada
tertib keluar 4 bulan IPB, India, Pakistan dan bangladesh).
Saya putuskan mengajak istri saya tinggal di rumah karkun itu, dan
alangkah terkejutnya saya ketika saya, ketika karkun pemilik rumah
itu menyodorkan secarik kertas yang berisi amalan wirid agar
di baca sebelum mendiami rumahnya.
Amalan itu adalah membaca allahumma anzilni mubarakan wa anta
khairun munzilin sebanyak 4444 kali, tentu saya terima saja
walaupun keyakinan saya berseberangan dengan dia, bahkan saya
tidak mengamalkan amalan tersebut setelahnya.
Dan semakin terkejut lagi ketika di rumahnya yang super besar itu
terdapat rajah-rajah, jimat, hizib dan tulisan-tulisan tanpa terbaca di
setiap pintu, jendela, dan kamar yang intinya sebagai tolak
kebakaran, tolak maling, tolak jin dll.
Istighfar saya tak habis-habis saat itu, dan lebih anehnya lagi ketika
itu saya sampaikan pada senior lain mereka justru tersenyum dan
berkata…
“Satu hati saja…ga masalah”, dari sinilah saya mulai ragu…
Dan saya sampaikan pada teman-teman karkun sehingga
merekapun menyuruh saya keluar lebih lama yaitu 40 hari, dan
akhirnya terwujud di jogja, saya bergabung dengan
beberapa karkun senior yang beristri wanita salafy ( murid
ja’far umar tholib ) yang menjadi dosen di UAD jogja. Dari sana
saya yakin bahwa JT lebih bagus dari salafy, buktinya istri karkun
itu seorang salafy, pada waktu itu saya terus bertanya2, kok bisa
ya???
Padahal salafy kan kuat-kuat dalam berdalil dan menyesatkan JT,
(pada waktu itu saya juga sudah kenal lasykar jihad Ja’far Umar
Tholib) dan juga sering berdebat dengan mereka dalam masalah
agama dan membela JT.
Semua yang dituduhkan JT kepada salafy saya koreksi dan telusuri
kebenarannya, demikian juga dengan tuduhan salafy pada JT juga
saya telusuri kebenaranya.
Saat saya dapat selebaran fatwa sesat JT dari ulama timur tengah,
saya langsung ambil bantahan dari buku yang juga merupakan
bantahan dari JT atas fatwa tersebut, yaitu sebuah buku karangan
abdul kholiq pirzada dari mesir yang diterjemahkan oleh ust.
Masrohan ahmad dari semarang (ust.JT) yang berjudul ” maulana
ilyas diantara penentang dan para pengikutnya” (sekarang buku itu
masih ada) berisi tentang fatwa terbaru dari ulama kibar timur
tengah, disana juga disertakan ulama-ulama penentang dan
pendukungnya,
Saya tidak merasa puas dengan buku itu karena masih rancu dan
simpang siur, maka saya tanya kepada salah satu salafy, namanya
abu umar cilacap ( semoga allah memberkahi kehidupannya).
Dari beliau saya belajar tentang manhaj salaf, belajar tauhid, belajar
hadits shahih dan belajar tentang iftiraqul ummah, termasuk belajar
amalan-amalan sunnah dan mengenali bid’ah.
Ketika saya sampai pada masalah bid’ah dan sunnah/ tentang
manhaj 4 imam, luar biasa detailnya pembahasan ilmu ini sehingga
dibutuhkan kematangan akidah, kelurusan akidah dan pelepasan
baju fanatik golongan.
Saya pada waktu itu terus membuktikan ilmu yang saya dapatkan
pada kajian salaf, kepada aktifitas JT selama ini dan saya mulai ragu
dan ragu, semakin lama saya keluar khuruj dengan JT,
semakin terbukti apa yang ada dalam ilmu salaf itu…
Bahkan saya sering ngajak karkun ngaji salaf dan banyak dari
mereka menolaknya, dengan congkak mereka berkata” saya tidak
mau ngaji salaf karena bikin orang suka hujat dan
membid’ahkan”
Diantara mereka juga ada yang ngaji salaf namun berada pada
kondisi seperti saya.. yaitu ragu-ragu terhadap JT. Suatu hari saya
berdebat dengan seorang amir tentang masalah penyamaan
Rasulullah dengan kodok, dan saya terkejut ketika mereka
bilang yang penting niatnya bagus, berikut nukilan tulisan saya
atas kejengkelan saya pada penyamaan itu yang juga saya tulis di
comment blog JT dan salafi :
“Saya punya banyak pengalaman di JT yang sangat membuat saya
naik darah dan naik pitam, walaupun saya dulu belum keluar dari JT,
yaitu ketika amir shaf bayan maghrib amir itu menyamakan Nabi
Shallallahu’alaihi wasallam dengan kodok (na’udzubillah) mereka
bilang” Nabi Muhammad ibarat kodok yang hidup pada dua
alam yang memperingatkan ikan-ikan agar tidak mau terpancing
kail manusia ( keduniaan), begitu juga nabi juga memperingatkan
manusia karena ia pernah melihat neraka dan syurga, sekaligus
hidup di dunia bercakap dengan manusia memberi nasehat pada
manusia yang lain.”
Alangkah murkanya saya ketika amir itu setelah saya
luruskan malah bilang yang penting niatnya baik, dia bilang
innamal a’malu biniyyat”
Bahkan saya dituduh membuat tidak satu hatinya jamaah yang
ikut khuruj karena mendebat amir. Ini pengalaman saya ketika
saya khuruj di wilayah ungaran jawa tengah.
Orang tua halaqah bawen (senior tabligh di bawen jateng
semarang), pernah memberi saya amalan membaca allohumma
anzilni munzalan mubarokan wanta khoirul munzilin sebanyak 4444,
karena saya baru mau menempati rumah kontrakan miliknya.
Dan saya juga mendapati di jendela-jendela, pintu-pintu, ada azimat
dan rajah/hizib serta macam-macam lafadz tak terbaca yang
katanya untuk tolak balak.
Ini saya alami sendiri, jadi jika mereka menyangkal mereka tidak
melakukan kebid’ahan dan kesyirikan dan bahkan pernah ngaku
bukan sufi, itu karena mereka tidak tahu menahu dengan JT itu
sendiri.
Bagaimana mungkin jamaah yang mengaku menghidupkan
sunnah mengajarkan wirid bid’ah, amalan kencing berdehem
dan berjingkat, menjilati jari ala mereka dengan membaca doa
tertentu setelah makan, katanya supaya tangannya bisa kuat
saaat menghadapi lawan ( pukulan brojo musti ) ini saya dengar
dan saya alami sendiri bahkan saya dulu ikut
mendakwahkannya.
Ketika ditanya ilmu jawabanya ngawur
*saya pernah bertanya pada mereka tentang islam, maka mereka
menjawab islam itu : syariat, hakikat, ma’rifat. (sama dengan kitab
bathil al hikam sufiyah) dan bahkan dalam takrir yang diulang ulang
dalam tertib dan buku panduan tabligh mereka mengatakan ahli
thariqoh (sufi) bagi mereka adalah termasuk tiang / pilar agama
islam yang jika tidak ada maka akan robohlah islam, (na’udzubillah).
Nah anehnya ketika saya tanyakan apakah mereka sufiyah
mereka bilang tidak, kami hanya belajar dari thoriqohnya sufi.
(bingung kan?)
Dilain tempat saya tanya karkun jogja, apa antum tau bahwa kita
harus menghormati orang sufi, mereka menjawab saya bukan sufi
tapi orang islam.
Tidak ada kaidah yang baku karena mereka berkata tanpa
kesatuan hati dan fikir sebagaimana yang mereka gembar
gemborkan, kalaulah dia sehati dan sefikir itu apabila dalam tertib-
tertib tabligh aja sedangkan masalah tauhid mereka menyerahkan
pada masing-masing yang diyakininya, ini kan repot dan bahaya…
Ya saya langsung mengadakan studi kritis dengan keluar 4o hari
dan hasilnya saya semakin kuat untuk segera keluar dari
JT, dan sampai sekarang saya sudah bertaubat dari pemikiran
dan aktifitas JT (ini saya nukil dari perjalanan kisah saya bersama
JT )”
Demikian sebagaimana yang saya kutip
dari : www.mantanjt.blogspot.com
Berbicara tentang jamaah tabligh… [1]
Jama’ah tabligh mengamalkan hadits-hadits dha’if dan palsu
Hal ini, salah satu hal berbahaya yang dimiliki oleh jama’atut
tabligh. Mereka meriwayatkan segala hadits atau kabar yang ada,
walaupun tanpa kendali dan tali kekang. Padahal rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
“Barang siapa yang berkata atasku apa-apa yang tidak pernah aku
katakan, maka tempatkanlah tempat duduknya di neraka” [2].
Dalam hadits yang lain : “sesungguhnya kedustaan atasku tidak
seperti kedustaan atas orang lain. Maka barang siapa yang berdusta
atasku dengan sengaja, tempatkanlah tempat duduknya di neraka”
[3].
Dan dalam hadits yang keempat, beliau bersabda : “barang siapa
yang mengatakan sebuah hadits dariku dia mengira (menyangka)
hadits tersebut dusta, maka ia salah satu diantara dua pendusta”
[4].
“yura” artinya “yudzon”, yaitu “diperkirakan”. Maka, perhatikanlah!
Sekedar penyangka/mengira saja (sudah dianggap dusta), apalagi
orang yang jahil (tidak tahu menahu) terhadap hadits tersebut.
Orang yang berkata : “saya belum yakin, apakah hadits ini shahih
atau tidak shahih ?”.
Hanya sekedar mengira saja, dan belum pasti dalam mengetahui
apakah hadits tersebut shahih atau tidak shahih, hal ini telah
memasukan pelakunya ke dalam golongan orang-orang yang
tertuduh berdusta atas nabi,
Oleh karena itu imam ibnu hibban menyebutkan hadis ini dalam
muqodimah kitabnya al-majruhin dan muqaddimah kitab ash-
shahih-nya, beliau berkata : “maka orang yang ragu-ragu terhadap
apa yang diriwayatkannya sama seperti orang yang berdusta atas
rasulullah”.
Dalam hal ini, jama’attut-tabligh memiliki keajaiban-keajaiban dan
keanehan-keanehan yang luar biasa hadits yang mereka sebutkan
jika seandainya pun shahih kadang mereka tidak bisa mengucapkan
lafazh-nya dan tidak memahami makna nya dengan baik dan benar.
Dan hadits yang tidak shahih berupa hadits dha’ifun jiddan (lemah
sekali), maudhu’ (palsu), dan yang tidak ada asal-usulnya sama
sekali; pada mereka sangat banyak dan saya, bersama mereka
dalam hal ini memiliki beberapa kisah dan khabar.
Suatu saat salah seorang diantara mereka (jama’atut tablihg)
menyebutkan sebuah hadits yang tidak ada asal usulnya sama
sekali. Maka, saya katakan kepadanya: “hadits ini tidak ada asal-
usulnya”.
Dia pun dengan kebodohannya menjawab :”akan tetapi hadits dha’if
boleh digunakan dalam fadha’ilul a’mal (keutamaan-keutamaan
dalam beramal, pent)”.
Lihatlah ,dia berkata haditsnya dha ,if …,padahal saya katakan-
tadi-“ tidak ada asal – asulnya…” yakni , hadits tersebut dusta
(palsu). Dia tidak bisa membedakan.
Dia mengira bahwa kalimat “ haditsnya dho’if” itu berlaku pula pada
hadits palsu, hadits yang tidak ada asal usulnya sama sekali, dan
yang lemah sekali. Dia tidak mengetahui bahwa syarat pertama dari
sekian syarat bolehnya berdalil dengan hadits dha’if adalah tidak
boleh terlalu parah ke dha’f-annya.
Pada saat yang lain, salah seorang di antara mereka, membaca
hadits dari kitab riyadhush-shalihin. Kalian tahu bahwa kitab
riyadhush-shalihin, tulisan (pada hadits-haditsnya) ber-harakat
sempurna. Dia membacanya dengan tanpa kaidah sama sekali. Yang
marfu’ (ber-harakat dhammah) dia baca manshub (ber-harakat fa-
hah), yang manshub dibaca majrur (ber-harakat kasrah), dan begitu
seterusnya. Sampai akhirnya, ia sampai pada penyebutan sebuah
hadits. Saya masih tetap diam memperhatikan. Ia pun menyebutkan
hadits [5] dan berkata :
(para malaikat akan bershalawat mendoakan kebaikan kepada salah
seorang di antara kalian selama ia berada di mashlaahu..),
sedangkan, lafazh hadits tersebut (seharusnya) : “fimushallahu”.
Yakni. Di tempat shalatnya (masjidnya).
Kalian tahu perbedaan arti mashla dan mushalla ?
Apa arti al-mashla ? Al-masla artinya baitun-nar, yakni rumah api,
atau tempat pembakaran. Itulah makna al-mashla secara bahasa.
Saya pun tidak bisa diam dan lantas berteriak :
“wahai saudaraku! Mushallahu.. bukan mashlahu!”.
Akhirnya, setelah shalat ia menghampiri saya dan beralasan: “Demi
Allah, sebenarnya saya sedang sakit,” saya pun berkata: “wahai
saudaraku! Kamu sakit? Mengapa tadi duduk di depan
(berceramah)? Jangan duduk disana berdusta atas nabi!” [6].
Imam ibnu hibban telah menukil dalam muqaddimah kitabnya
raudhatul-‘uqala, beliau betkata: “orang yang salah (keliru) dalam
membaca hadits rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, sama
seperti orang yang berdusta atasnya, karena rasululah tidak pernah
mengucapkan hadits dengan keliru”, apa yang dimaksud dengan
keliru dalam pembacaan hadits? Yakni, ia merubah i’rab-nya
(struktur bahasa) dan susunan katanya. Lihatlah, rasulillah berkata
“fii mushallahu”, sedangkan dia berkata “fii mashlahu’!.
Sebenarnya, saya masih banyak memiliki bermacam pengalaman
bersama mereka. Sampai dalam masalah akidah sekalipun (mereka
memiliki keanehan dan keajaiban). Dan tidak mengapa jika saya
sebutkan lagi satu pengalaman saya bersama sebagian ikhwan
saya, di salah satu masjid yang imam-nya salah seorang dari
mereka (jama’atut-tabligh).
Kawan-kawan kami, seperti biasa sering melakukan diskusi bersama
imam masjid tersebut. Namun, ia pun sering menghindar dari
kawan-kawan kami itu, dan tidak mau duduk-duduk bersama
mereka. Sampai akhirnya datanglah sekelompok jama’atut-tabligh
dari Pakistan ke masjid tersebut.
Sang imam pun termotivasi oleh kedatangan mereka. Hingga
akhirnya ia sendiri yang mendatangi sekelompok kawan-kawan kami
para pemuda salafiyyin seraya berkata:
“saya adalah seorang ‘alim dari para ulama dakwah”.
Kemudian, datanglah seorang dari kawan kami dan berkata:
“saya ingin bertanya sebuah pertanyaan saja”.
Sang imam pun menjawab: “silahkan”.
Pemuda tadi melanjutkan dan berkata: “Dimanakah Allah?”
Sang imam terhenyak sejenak, ia melihat-lihat dan terdiam. Lalu
tiba-tiba menjawab:
“Silahkan kamu tanya kepada para masyayikh (ulama) negeri
kalian!”
Pemuda itu pun langsung berkata:
“Apakah Allah di negeri kalian berbeda dengan allah dinegeri kami?”
Allah maha esa.. Allah itu satu! Allah berfirman : “Apakah kamu
merasa aman terhadap allah yang (berkuasa) di langit bahwa dia
akan menjungkir balikan bumi bersama kamu, sehingga dengan
tiba-tiba bumi itu berguncang?. (QS. Al-mulk/67:16).
Jama’ah tabligh dan bid’ah
Pada mereka terdapat bid’ah yang banyak. Bahkan dakwah mereka
terbangun di atas bid’ah-bid’ah. Karena tiang penyangga utama
dakwah mereka adalah al-khuruj (keluar), dengan aturan-aturan
sebagai berikut.
Yakni, dalam setiap bulan (keluar) tiga hari. Dalam setahun, empat
puluh hari. Dalam seumur hidup, empat bulan. Dan dalam satu
pekan terdapat dua jaulah (perjalanan).
Yang pertama, dilakukan di masjid yang dilakukan shalat di
dalamnya, dan yang kedua pindah-pindah. Dan dalam setiap hari
terdapat dua halaqah semacam perjalanan)[7] yang pertama,
dilakukan di masjid yang dilakukan shalat di dalamnya, dan yang
kedua dilakukan di rumah.
Dan mereka tidak akan ridha dengan seseorang, kecuali jika orang
tersebut berpegang teguh dengan aturan-aturan seperti ini.
Sehingga tidak diragukan lagi bahwa hal ini merupakan bid’ah
dalam agama yang sama sekali tidak diizinkan oleh allah.
Selain keterangan di atas, sebenarnya masih banyak bentuk bid’ah
pada mereka. Akan tetapi aturan-aturan seperti di atas telah
menjerumuskan dalam sebuah bahaya besar.
Yaitu, mewajibkan apa-apa yang semestinya tidak
wajib. Maksudnya, mereka mengharuskan orang agar konsisten
dengan aturan-aturan seperti ini. Bahkan mereka menjadikan hal ini
sebagai simbol dan standar kebaikan dan keburukan seseorang.
Jadi jika anda berpegang teguh dengan aturan-aturan mereka
berupa khuruj selama empat bulan, tiga hari, atau empat puluh hari,
maka kamu tidak demikan, maka kamu orang yang lalai dan lemah
menurut mereka.
Sampai-sampai, pernah suatu saat ketika kami berada di luar negeri
(dalam rangka berdakwah, pent), dan berjumpa dengan sekelompok
dari mereka. Lalu mereka berkata kepada kami: “khuruj-lah (keluar-
lah) kalian!”.
Kami pun menjawab: “ya kami sekarang sedang khuruj (keluar).
Kami dari yordania, dan kini kami di eropa. Kami sedang khuruj fi
sabilillah (keluar di jalan allah)!”.
Ataukah khuruj yang mereka maksud harus dengan urutan-urutan
dan batasan-batasan jama’atut-tabligh? Demikianlah, yang ternyata
mereka inginkan.
Sekarang kami di sini (indonesia), meninggalkan negeri kami arab
dan datang ke sini. Ini disebut khuruj (keluar) atau dukhul (masuk)?
Ini khuruj! Tapi khuruj kami adalah khuruj yang berdasarkan ilmu,
khuruj yang sesuai dengan manhaj, dan khuruj yang sesuai dengan
aqidah. Namun sayangnya, mereka (jama’atut tablig) tetap tidak
menganggapnya sama sekali.
Begitulah, bid’ah jam’atut tabligh sangat banyak.
Diantara bid’ah mereka ialah bid’ah tashawwuf. Jama’atut tabligh
membai’at pengikut mereka yang sudah lama dan konsisten dengan
mereka dalam empat thariqat shufiyah, sebagaimana yang tertulis
dengan tulisan syaikh dan tokoh besar mereka (yang bernama)
in’am al hasan.
Saya memiliki sebuah surat yang ia tulis langsung, yang ditujukan
kepada syaikh saat al-husyayyin. Didalam surat tersebut, in’am
hasan berkata:
”kami membaiat orang-orang lama dari para pengikut kami dalam
berdakwah, atas empat tariqat shufiyah ; asy-syahrawardiyyah, an-
naqsyabandiyyah, al-jisytiyyah, al-qodiriyyah”.
Selain itu, merekapun memiliki kebiasaan mengusap-usap
kuburan, bertabbaruk dengan orang-orang shaleh, dan al-
murabathah (berdiam diri sambil menghadap ke satu arah tertentu,
pent).
Saya teringat peristiwa yang saya alami pada tahun
1982. Pada saat itu saya masih remaja. Saya pergi ke negeri al-
haramain asy-syarifain (saudi arabia), dan itulah ziarah pertama
saya ke negeri tersebut.
Disana saya mencari sebagian masyayikh untuk mengambil ijazat
hadits dari mereka. Sebagaimana sayapun mengambil faidah dari
sebagian mereka. Saya bertanya : “dimana syaikh muhammad
zakaria al-kandahlawi ?”.
Dia berkata : “di sana, di darul- ‘ulumisy-syar’iyyah”. Dahulu dekat
dengan al-haram, dan kini dipindahkan ke al_masjidun-nabawi.
Maka saya pun pergi menuju ke tempat tersebut. Saya mengetuk
pintu. Lalu keluarlah seseorang. Saya berkata kepadanya: “saya
ingin bertemu dengan syaikh muhammad zakariya, saya dari
yordania, saya seorang penuntut ilmu”.
Orang itu berkata: “syaikh tidak bisa bertemu denganmu!”
Saya bertanya: “mengapa?.
Ia menjawab: “syaikh sedang ber-muabathah menghadap kuburan!
Begitulah! Ternyata dia sedang duduk di dalam ruangannya yang
dekat dengan al-haram sambil menghadap ke kuburan. Itulah yang
disebut dengan al-murabathah.
Inilah kenyataannya! Ia (muhammad zakariya al kandahlawi)
memiliki karya tulis dengan judul fadha-ilul a’mal dan juga
disebut dengan tablighi nishab.
Adapun oleh saya, maka saya namakan yablighi nashshab,
karena dipenuhi oleh hadits-hadits dha’if, khurafat, bid’ah-
bid’ah, dan kesesatan-kesesatan lainnya. Wal ‘iyaadzu billaah.
Demikian keadaan jama’atut-tabligh dalam segala perkaranya.
Jama’ah tabligh dan tauhid uluhiyyah
Mereka tidak pernah berbicara masalah tauhid, terutama tauhid al-
uluhiyyah dan al-asma’ washshifat. Mereka tidak berbicara masalah
tauhid, melainkan hanya tauhid ar-rububiyyah. Yakni, tentang
siapakah yang maha pencipta? Allah. Yang memberi rizki? Yang
maha menghidupkan? Yang maha mematikan? Allah.
Inilah yang yang menjadi kebiasaan dan dengungan mereka.
Padahal, tauhid ini tidak pernah diingkari sama sekali oleh orang-
orang kafir dahulu. Allah berfirman : “dan sesungguhnya jika kamu
yanyakan kepada mereka siapakah yang menciptakan langit dan
bumi?”, Tentu mereka akan menjawabl allah..” (qs. Luqman/31:25).
[8]
Akan tetapi, mereka (orang-orang kafir dan musyrik dahulu) tidak
mendapatkan manfaat dari keimanan mereka terhadap tauhid
rububiyyah belum mengantaskannya dari lingkkaran kekufuran.
Sebab, mereka hanya beriman terhadap tauhid ar-rububiyyah, akan
tetapi keliru dalam ber-tauhid al-uluhiyyah (peribadatan kepada
allah dengan segala macam bentuknya yang disyariatkan, pent),
sebagaimana yang mereka ucapkan dalam firman allah berikut :
“..Kami Tidak menyembah mereka (sesembahan-sesembahan selain
allah) melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada allah
dengan sedekat-dekatnya… (qs. Az-zumar/39:3)
Lalu datanglah jama’atut-tabligh dan berkata:
“tidak! Ini (tauhid) membuat umat lari. Ini membuat umat menjauh
(dari dakwah)”.
Oleh karena itu sekali lagi mereka tidak pernah menyinggung
masalah tauhid ini. Mereka hanya berbicara masalah fadha-ilul
a’mal.
Jama’ah tabligh menganggap bid’ah lebih baik dari pada
sunnah
Amir (pemimpin) mereka yang berada di al-hudaidah pernah
berkata:
“bid’ah yang menyatukan umat lebih baik daripada sunnah
yang memecah-belah umat”!
Seorang yang ‘alim dan pandai dalam permasalahan agama
seharusnya tidak berkata dengan sesuatu yang batil. Dia malah
berkata: “(bid’ah yang menyatukan umat lebih baik daripada
sunnah yang memecah-belah umat)”.
Na’uzubillah!
Sesungguhnya satu perkataan ini saja sudah cukup sebagai bukti
tentang kebodohan mereka. Bagaimana mungkin sebuah bid’ah
sapat mempersatukan umat? Lalu, apakah bid’ah memang dapat
menyatukan umat?
Seandainya pun sebuah bid’ah itu mampu menyatukan umat,
sesungguhnya hal itu seperti firmanallah tentang bani israil (baca:
kaum yahudi, pent) berikut : “…kamu kira mereka itu bersatu,
padahal hati mereka berpecah belah…(qs. Al-hasyr/59:14).
Sehingga seandainya pun sebuah bid’ah mampu menyatukan umat
tetapi hal itu pada zhahir-nya saja. Adapun pada batinnya, justru
memecah belah mereka. Ini berbeda halnya dengan sunnah,
seandainya pun secara zhahir, terlihat memecah-belah umat, maka
sungguh, pada hakikatnya justru menyatukan mereka.
Bukanlah kalian tahu bahwa di antara nama-nama al-qur’an ialah al-
furqan (pembeda)? Lalu mengapa (disebut) al-furqan? Karena al-
qur’an membedakan antara yang haq dan yang batil.
Dalam shahih al-bulhari :”.. dan muhammad memcah-belah antara
manusia.” [9].
Beliau memecah-belah manusia dengan al-haq atau dengan
kebatilan? Tentu dengan al-haq, dan beliau pun memerangi
kebatilan. Demikian pula dengan para pengikut beliau. Mereka
memcah-belah umat dengan al-haq; karena dengan al-haq, jelaslah
semua yang batil dan para pelakunya. Sedangkan bid’ah, jika pun
menyatukan umat, maka sesungguhnya menyatukan di atas
kebatilan. Dan hakikat persatuan tersebut adalah persatuan di atas
kerusakan dan kebinasaan.
Jama’ah tabligh dan ahlus-sunnah
Saya pernah mendengarkan ucapan salah seorang dari mereka,
tatkala ia melihat sebuah kitab yang sedang saya baca yang
membahas tentang jama’ah-jama’ah. Dalam kitab tersebut terdapat
pembahasan tentang jama’atut-tabligh.
Dia berkata: “kitab ini lebih berbahaya dari pada yahudi dan
nasrani!.
Saya yakin, orang itu belum membaca kitab tersebut; karena
memang jama’atut –tabligh tidak suka membaca. Mereka tidak suka
menuntut ilmu! Ilmu mereka hanya terbatas pada riyadhush-
shalihin, fadha-ilul a’mal atau tablighi nashshab. Selain itu,
tidak ada.
Seandainya pun ada, maka sesungguhnya hal itu berasal dari
kesungguhan usaha pribadi tertentu saja. Sungguh indah perkataan
imam abu hatim ar-razi :
“tanda ahlul-bida’ ialah mencela ahlul-atsar (ahlus-sunnah)” [10].
Sebagian ulama salaf berkata: “tidaklah engkau melihat ulama salaf
berkata: “tidaklah engkau melihat mubtadi’ (ahlul-bid’ah),
melainkan pasti ia membenci ahlul-hadits (ahlus-sunnah)”. [11]
Tidak syak lagi, tatkala kita mengingkari dan menentang jama’atut-
tabligh, baik tentang kegiatan khuruj mereka, aturan-aturan mereka,
maupu pemikiran-pemikiran mereka, dan segala penyimpangan
mereka, maka pastilah mereka tidak akan ridha dengan kita. Mereka
membenci kita. Mereka pun membenci apa yang kita dakwahkan
kepada kaum muslimin. Padahal, tidaklah kita berdakwah,
melainkan berdakwah supaya orang menuju sunnah.
Tatkala mereka mendakwahkan dan mengajak orang lain
menuju golongan dan kelompoknya, kita senantiasa
mengajak dan mendakwahkan manusia menuju sunnah
nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam. Seorang penyair berkata:
“maka cukuplah bagi kalian perbedaan ini di antara kita
Dan setiap bangunan akan mengeluarkan apa yang ada di dalamnya
Pandangan jama’ah tabligh tentang belajar ilmu syar’i
Dalam pokok-pokok dakwah mereka yang enam, mereka
menyatakan tentang “ilmu”. Akan tetapi , ilmu mereka hanya
sebatas riyadhush-shalihin, hayatush-shahabah, dan fada-ilil
a’mal.
Hayatush-shahabah untuk kalangan orang-orang arab, sedangkan
fada-ilil a’mal atau tablighi nashshab untuk orang-orang selain arab.
Kitab hayatush-shahabah terdiri dari empat jilid besar. Kemudian
sebagian kawan kami –para penuntut ilmu- mentahqiq dan
menyaring kembali isi kitab itu. Sehingga jadilah kini, kitab tersebut
hanya dalam satu jilid saja. Hadits-hadits yang shahih ternyata
hanya dalam satu jilid, adapun tiga jilid lainnya berisi hadits-
hadits dah’if, palsu, sangat lemah dan munkar.
Kemudian, sebagian orang yang menginginkan kebaikan untuk
kaum muslimin dengan mencetak ulang kitab yang sudah
merupakan intisari dari hadits-hadits yang shahih saja dalam satu
jilid tersebut. Dalam jilid tersebut. Dalam jilid kitab tersebut –
sengaja- ditulis “cetakan umum untuk seluruh kaum muslimin,
terkhusus untuk jama’atut tabligh”. Mengapa ditulis demikian?
Dengan tujuan pendekatan kepada mereka.
Akhirnya dicetaklah dengan jumlah yang sangat banyak, dan
dikirimkan ke salah satu markaz terbesar jama’atut tabligh di
yordania sebanyak seribu kitab. Ternyata, apa yang mereka
lakukan? Mereka membakar seluruh kitab.
Salah satu amir mereka berdiri sambil memegang kitab itu dan
berkata:
“kitab ini telah dipalsukan dengan mengatasnamakan jama’atut-
tabligh!”
Padahal. Seluruh yang ada dalam satu jilid kitab tersebut, hadits-
haditsnya sudah disaring dan dipilih dalam keadaan shahih
seluruhnya. Namun, ternyata warisan leluhur mereka jauh
lebih mereka cintai daripada al-haq dan ahlul-haq, dan
daripada sunnah-nya ahlul-sunnah. Sungguh amat disesalkan!
Kemudian, salah satu bentuk kebencian mereka terhadap ilmu, jika
kamu bertanya kepada salah satu tokoh ulama atau pembesar
mereka dalam masalah fikih –misalnya-, lalu kamu berkata
kepadanya:
“terjadi pada diri saya begini dan begitu, bagaimana hukumnya?”
Maka ia akan berkata kepadamu: “kami tidak membicarakan masa’il
(permasalahan fiqih), kami hanya berbicara masalah fadha’il
(keutamaan-keutamaan)!”
Saya memiliki bantahan terhadap jawaban mereka itu, bukankah
fadha’il (keutamaan-keutamaan) itu ada dengan sebab masa’il
(permasalah fiqih)? Keutamaan segala sesuatu dapat kita ketahui
dari kesimpulan pembahasan-pembahasan (fikih) yang ada.
Tatkala kita membicarakan –misalnya- seseorang yang hafal dan
faham benar tentang fadha’ilush-shalah (keutamaan-keutamaan
shalat), apakah orang tersebut hanya sekedar hafal dan faham
benar tentang fadha’ilush-shalah, dan ia tidak pernah melakukan
shalat?
Maka saya katakan disini, al-fadha’il (keutamaan-keutamaan dalam
beramal), jika dibandingkan dengan al-masa’il (permasalahan fiqih),
seperti wudhu’ jika dibandingkan dengan shalat; yakni, apakah ada
seseorang yang selalu berwudhu’ tetapi sama sekali tidak pernah
melakukan shalat? Kalau begitu, apa faidah dia berwudhu? Bahkan
wudhu’ tersebut bisa menjadi penghujatnya kelak!
Jadi apa fungsi seseorang mengetahui dan memahami al-fadha’il
(keutamaan-keutamaan dalam beramal), jika ia tidak mau
mengetahui, menerapkan dan mempraktekkan al-masa-il
(permasalahan fikih)? Sedang nabi bersabda: “ barang siapa yang
alla kehendaki kebaikan padanya, allah akan jadikan ia pandai
dalam agama..”. [12]
Berarti, jika mereka (jama;atut-tabligh) tidak mau mengetahui al-
haq, dan tidak mau perhatikan terhadap al-haq, maka keadaan
mereka yang jauh dari ilmu; merupakan salah satu tanda bahwa
allah tidak memberikan taufiq-nya kepada mereka. Anggapan
mereka, bahwa saat ini bukan waktu untuk menuntut ilmu! Mereka
menyangka saat ini adalah waktu untuk berdakwah.
Apakah ada sebuah dakwah yang dilakukan tanpa dasar ilmu?
Apakah boleh berdakwah tanpa ilmu?
Pandangan jama’ah tabligh terhadap golongan lain
Mereka beranggapan, tidak ada keselamatan bagi manusia
kecuali dengan menempuh jalan mereka. Mereka
mengumpamakannya seperti kapal nabu nuh. Orang yang
menaikinya selamat, dan oarang yang tidak mau menaikinya
binasa.
Mereka berkata:
“sesungguhnya dakwah kami seperti kapal nabi nuh”.
Hal ini telah kami dengar sendiri dari mereka di yordania dan di
yaman.
Jama’atut-tabligh, bukan jama’ah sunnah. Dan sebenarnya,
kalimat “safinatu nuh” “kapal nabi nuh”, kutipan dari imam malik,
saat beliau membicarakan nilai penting sunnah bagi seorang
muslim. Kata beliau: “(as-sunnah bagaikan kapal nabi nuh. Barang
siapa menungganginya, ia selamat. Dan barang-siapa yang
tertinggal darinya, ia binasa)”. [13]
Ternyata, mereka (jama’atut-tabligh) menukilkan kalimat yang haq,
untuk kemudian mereka letakkan pada sesuatu yang tidak haq.
Sedangkan allah berfirman: “dan taatilah allah dan rasul, supaya
kamu diberi rahmat. (qs. ’ali imran/3:132)
Jadi, taat kepada allah dan rasul-nya itulah sunnah, yang jika
seseorang tertinggal darinya, ia akan binasa, dan yang
mengikutinya akan selamat. Bukan jama’atut-tabligh, yang tidak
memahami al-haq dan tidak membersihkan hak yang semestinya
kepada ahlul-haq.
Pandangan jama’ah tabligh terhadap penuntut ilmu syar’i
Mereka tidak siap untuk menuntut ilmu. Mereka beranggapan bahwa
waktu yang digunakan untuk menuntut ilmu adalah sia-sia. Padahal
allah telah berfiman, yang artinya: katakanlah: “inilah jalan
(agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak
(kamu) menuju allah dengan hujjah yang nyata, maha suci allah,
dan aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik:. (qs.
Yusuf/12:108).
Yang dimaksud dengan al-bashirah, ialah hujjah dengan ilmu dan
pengetahuan. Oleh karena itu, allah pun berfirman:
“maka tetaplah kamu pada jalan yang benar, sebagaimana
diperhatikan kepadamu..” Qs. Hud/11 ayat 112- dan perintah allah
tidak mungkin dipraktekan dan dilaksanakan tanpa ilmu.
Sehingga bagaimanakah mereka berdakwah menuju allah, dan
mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dan petunjuk,
sementara itu mereka tidak menuntut dan tidak menghormati ilmu
sama sekali?
Saya pernah mendengar salah satu senior mereka memberikan
perumpamaan untuk membuat orang tidak sedang terhadap ilm.
Kurang lebih dia berkata:
“perumpamaan orang-orang yang menuntut ilmu dan tidak
berdakwah, bagaikan seseorang yang mempelajari buku tentang
teori belajar berenang. Dia mempelajarinya sampai samapi benar-
benar hafal dan menguasainya. Kemudian suatu saat, dia sedang
berjalan di tepi pantai, lalu menjumpai seseorang yang sedang
hampir tenggelam sambil berteriak-teriak meminta pertolongan.
Tapi orang tadi (yang hafal buku teori berenang) justru berkata:
“tunggulah sebentar, saya buka dulu buku teori belajar berenang.
Saya akan baca cara menolong orang yang tenggelam”.
Lihatlah perumpamaan batil yang buruk ini wal’iyadzu billah!
Di manakah letak persamaan antara ilmu dan perumpamaan ini?
Lagipula, apakah semua orang hanya sibuk dengan membaca dan
belajar buku teori belajar berenang saja? Mereka mendapatkan
perumpamaan seperti ini dari waswasatusy-syaithan (bisikan setan),
sehinga membuat orang-orang tidak suka ilmu, dan akhirnya
mereka pun jauh dari ilmu, dan akhirnya mereka pun jatuh dari ilmu
dan para ulama.
Peringatan
Salah satu hal yang berbahaya pula pada jama’atut tabligh adalah
merubah-ubah makna hadits dari makna yang sesungguhnya.
Contohnya hadits yang berbunyi: “dari (tanda-tanda) kebaikan islam
seseorang adalah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat
baginya”.[14]
Apa yang mereka artikan dari makna hadits ini? Mereka berkata:
“jika kamu melihat apapun yang terjadi di masjid, maka
jangan kamu ingkari; karena rasul telah bersabda.., “
mereka pun membawakan hadits tadi.
Lihatlah! Dengan pemahaman seperti itu, mereka membatalkan
amar ma’ruf dan nahi minkar dengan hujjah hadits di atas. Ini
adalah kebatilan!
Lalu, apakah amar ma’ruf dan nahi munkar tidak bermanfaat bagi
kita? Hingga bisa-bisanya mereka berhujjah dengan hadits di atas?
Inilah substansi kebatilan.
Demikianlah, sebagian bid’ah mereka wal ‘iyadzu tabaraka wa
ta’ala.
Nasehat untuk jamaah tabligh… [15]
Agama adalah nasehat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “agama adalah
nasehat, kami (para sahabat) bertanya : untuk siapa wahai
rasulullah ? Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab :
untuk allah, kitab-naya, rasul-nya, dan untuk para pemimpin kaum
muslimin dan orang-orang muslim”. (hr.muslim).
Sabagai aplikasi sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di
atas, maka saya ingin menyampaikan nasehat kepada seluruh
kelompok dakwah islam, agar senantiasa berpegang teguh
dengan al-qur’an dan hadits-hadits yang shahih berdasarkan
pemahaman para ulama salaf, seperti : para sahabat, tabi’in,
pata imam mujtahidin dan orang-orang yang senantiasa meniti jejak
mereka.
Kepada jama’ah tabligh
1. Nasehat saya kepada mereka, agar perpegang teguh dalam
dakwahnya dengan al-qur’an dan sunnah yang shahih, dan
hendaklah mereka belajar al-qur’an, tafsir, dan hadits. Sehingga
dakwah mereka benar-benar berdasarkan ilmu, sebagaimana
firman allah ta’ala : “katakanlah : “inilah jalan (agama) ku, aku
dan orang-orang yang mengikutiku mengajak (kamu) kepada
allah dengan hujjah yang nyata.” (qs.yusuf : 108).
Dan sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : “sesungguhnya
ilmu (bisa diperoleh) hanya dengan belajar.” (hadits hasan, lihat
shahihul jami)
2. Mereka harus berpegang teguh dengan hadits-hadits yang
shahih dan menjauhi hadits-kadits yang dhaif (lemah) dan
maudu’ (palsu), sehingga mereka tidak masuk pada yang
disinyalir rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam : ”cukup
seseorang dikatakan berdusta jika menceritakan semua apa
yang didengarnya.” (hr.muslim).
3. Kepada al-ahbab (orang-orang yang saya cintai) agar tidak
memisahkan antara amar ma’ruf dan nahi munkar, karena allah
banyak menyebutkan secara bersamaan dalam ayat-ayat al-
qur’an, seperti firman allah ta’ala : “dan hendaklah ada di
antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma’
ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang
yang beruntung.” (qs. Ali imran : 104).
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga punya perhatian serius
dan memerintahkan kamum muslimin untuk merubah kemungkaran,
sebagaimana sabdanya shallallahu ‘alaihi wa sallam : “barang siapa
di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaklah merubah
dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka hendaklah
merubah dengan lisannya, dan apabila tidak mampu, maka dengan
hatinya, dan itu adalah selemah-lemah iman.” (hr.muslim)
4. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah kepada tauhid
dengan serius, dan mendahulukannya atas yang lainnya, demi
mengamalkan sabda rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam :
“jadikanlah per tama kali yang kalian dakwahkan kepada
mereka adalah syahadat (kalimat tauhid) la ilaha illallah.”
(hr.bukhari dan muslim). Dalam Riwayat lainnya, rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “sampai mereka (benar-
benar) mentauhidkan allah.” (hr.bukhari).
“mentauhidkan allah”, maksudnya adalah : mengesakan allah dalam
semua jenis ibada, lebih-lebih dalam hal do’a, karena rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “do’a adalah ibadah,”
(hr.tirmidzi. Beliau berkata : hadits ini hasan shahih).
Nasihat umum kepada seluruh kelompok
Saya sekarang sudah tua renta, umur saya sekarang telah
mencapai 70 tahun, dan saya mengharapkan kebaikan bagi
semua kelompok, oleh karena itu untuk mengamalkan hadits nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam “agama itu nasehat”, saya ingin
menyampaikan bebrapa nasehat ini :
1. Agar semua kelompok berpegang teguh dengan al-qur’an dan
sunnah nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai bentuk
ketaatan terhadap firman allah : “dan berpeganglah kamu
semuanya kepada tali (agama) allah, dan jangan kamu
bercerai-berai..”(QS.ali imran : 103). Dan sabda rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam : “telah saya tinggalkan kepada
kalian dua perkara, selama kalian berpegang teguh dengan
kedudukannya, maka tidak akan tersesat, yaitu (kitabullah al-
qur’an dan sunnah nabinya shallallahu ‘alaihi wa sallam).”
(hr.malik dan dishahihkan oleh al-albani dalam shahihul jami).
2. Apabila jama’ah-jama’ah yang ada berselisih, hendaknya
mereka kembali kepada al-qur’an fan hadits serta amalan para
sahabat, allah ta’ala berfirman : “kemudian jika kamu berlainan
pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada allah
(al-qur’an) dan rasul (sunnahnya), jika kemu benar-benar
beriman kepada allah dan hari kemudian. Yang demikian itu
lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya,”(qs.an-nisa :
59). Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “wajib
bagi kalian untuk berpegang dengan sunnahku dan sunnahnya
para khulafaur rasyidin yang mendapat petunjuk, berpegang
teguhlah dengannya.” (hadits shohih riwayat imam ahmad).
3. Hendaklah mereka memperhatikan dakwah tauhid yang
menjadi prioritas dan pusat perhatian al-qur’an. Dan rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai dakwahnya kepada tauhid
dan memerintahkan para sahabatnya agar memulai dengannya.
4. Sesungguhnya saya telah masuk dan bergaul dengan
kelompok-kelompok dakwah islam, dan saya lihat
bahwa dakwah salafiyahlah yang konsisten dengan al-
qur’an dan sunnah menurut pemahaman salafus
shaleh, yaitu rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam para
sahabatnya dan para tabiin. Dengan sungguh rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam telah memberi isyarat tentang
kelompok tang satu ini dalam sabdanya : “ketahuilah
bahwasanya orang-orang sebelum kamu dari ahlikitab
berpecah belah menjadi tujuh puluh dua golongan, dan umat ini
akan berpecah belah menjadi tujuh puluh tiga golongan, tujuh
puluh dua di dalam neraka dan yang satu di surga yaitu al-
jama’ah.” (hr.ahmad dan dinyatakan holeh al-hafidz ibnu hajar).
“semua di dalam neraka kecuali satu yaitu apa yang saya dan
para sahabatku ada diatasnya.” (hr.tirmidzi dan dihasankan
oleh al-albani). Dalam hadits diatas rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam mengabarkan kepada kita, bahwasanya orang yahudi
dan nasrani berpecah belah menjadi lebih banyak dari mereka,
dan kelompok-kelompok yang banyak ini terancap masuk
neraka, karena menyimpangnya dan jatuhnya dari kitab allah
dan sunnah nabi-nya. Dan bawasanya hanya satu kelompok
yang selamat dari neraka dan masuk surga, yaitu al-jama’ah
(kelompok yang berpegang teguh dengan al-qur’an dan sunnah
serta amalan para sahabat). Keistimewaan Dakwah
salafiyah adalah dakwah kepada tauhid, memerangi
syirik, mengetahui hadits-hadits yang shahih dan
memperingatkan umat dari hadits yang dha’if (lemah)
dan maudhu’ (palsu), serta memahami hokum-hukum
syariat dengan dalil-dalilnya. Dan ini sungguh sangat
penting bagi setiap muslim. Oleh karena itu, saya
menasehati seluruh saudara-saudaraku kaum muslimin,
agar senantiasa konsisten dengan dakwah salafiyah,
karena dakwah tersebut adalah dakwah yang selamat
dan kelompok yang mendapat pertolongan. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “akan senantiasa ada
dari umatku satu kelompok yang tanpak diatas kebenaran,
tidak memudharatkan mereka orang yang menghinakan
mereka sampai dating urusan allah.” (hr.muslim). Midah-
midahan allah menjadikan kit ate rmasuk kelompok yang
selamat dan mendapat pertolongan.
Footnote :
[1] naskah ini merupakan ringkasan dari keterangan syaikh ‘ali
hasan al-halabi terhadap kitab hadzihi d’watuna wa ‘aqidatuna
(inikah dakwah dan aqidah kami), karya syaikh muqbil bin hadi al
wadi’i pada point ke-16 tentang jama’ah tabligh. Penjelasan ini
disampaikan syaikh ‘ali bin al-halabi pada acara daurah syar’iyyah
viii, di trawas, mojokerto, yang berlangsung pada 29 muharram – 6
shafar 1429 h atau 7-13 februari 2008. Diterjemahkan oleh ustadz
abu “abdillah arief budiman bin usman rozali dengan beberapa
tambahan subjudul dan footnote dari penterjemah. Yang dimuat
pada majalah as-sunnah edisi 01/thn.xii/1429h/2008m. Peringkasan
dilakukan karena keterbatasan halaman. Mohon maaf.
[2] hr al-bukhari (1/52 no. 109), dan lain-lain dari salmah bin al
‘akwa
[3] hr al-bakhari (1/434 no. 1229), muslim (1/10 no.4), dan lain-lain,
dari al-mughiirah bin syu’bah
[4] muslim dalam muqaddimah shahih-nya (1/8), dari al-mughirah
bin syu’bah
[5] hr al-bukhari (1/171 no. 434), muslim (1/459 no. 649), dan lain-
lain, dari abu hurairah. Dan lafazh hadits nabi di atas dalam shahih
al-bakhari
[6] apa hubungan antara penyakitnya dengan kesalahan dalam
membaca harakat pada hadits nabi di atas? Sungguh sebuah alasan
yang secara zhahirnya mengada-ada dan tidak tepat pula. Wallahul-
musta’an
[7] orang mungkin memahami; bukanlah ini hanya aturan untuk
ketertiban seperti jam dan jadwal sekolaj? Jawabannya: tidak
demikian, sebab aturan yang mereka buat sebagai disiplin
beragama, sedangkan jam dan jadwal hanya aturan administrasi
dan tidak terkait dengan disiplin beragama.
[8] lihat pula ayat-ayat serupa dalam surat al-ankabut/29 ayat 61,
az-zumar/39 ayat 38, dan az-zukhruf/43 ayat 9. (pent)
[9] hr. al-bukhari (6/2655 no.6852) dari hadits jabir bin abdillah
[10] lihat syarhu usull i’tiqadi ahlis-sunnati wal-jama’ah (1/200),
karya al-imam abul-qasim hibatullah bin al-hasan bin manshur ath-
thabari al-lalika’i (418 h)
[11] lihat szammul-kalami wa ahlihi (2/72 no.229), karya abu ismail
abdullah bin muhammad al-anshari al-harawi (396-481 h)
[12] hr al-bukhari (1/39 no.71), muslim (2/718 no. 1073), dan lain-
lain, dari hadits mu’awiyyah bin abi sufyan
[13] lihat dzammul-kalami wa ahlihi (5/80-81 no. 872).
[14] hr at-tirmidzi (4/558 no. 2317), ibnu majah (2/1315 no. 376),
dan lain-lain, dari abu hurairah. Dan hadits ini dishahihkan oleh
syaikh al-albani dan shahih sunan at-tarmidzi (2/530-531 no. 2317),
shahih sunan ibnu majah (3/302 no.3226), dan kitab-kitab beliau
lainnya.
[15] dialihbahasakan oleh abdurrahman hadi lc. Dari kitab “kaifa
ihtadaitu ila at-tauhid wa ash-shiratil mustaqim” oleh : syaikh
muhammad bin jamil zainu
Disalin dari majalah adz-dzakhiirah vol.6 no.6 edisi 38 – 1429h]
Sumber artikel:

Sudahkah Anda Mengenal Jama’ah


Tabligh?
JAMA’AH TABLIGH
Jama’ah Tabligh termasuk ahlul bid’ah dan firqah sesat yang menyesatkan dari
firqah shufiyyah. Firqah tabligh ini terbit dari India yang dilahirkan oleh seorang
shufi tulen bernama Muhammad Ilyas.

Kemudian firqah sesat ini mulai mengembangkan ajarannya dan masuk ke


negeri-negeri Islam seperti Indonesia dan Malaysia dan lain-lain.
Firqah tabligh ini dibina atas dasar kejahilan di atas kejahilan yang dalam dan
merata yang diawali oleh pendirinya, pengganti-penggantinya,Amir-amirnya,
tokoh-tokohnya, syaikh (guru)-syaikhnya, murid-muridnya, istimewa pengikut-
pengikutnya dari orang-oang awam.
Kejahilan mereka terhadap Islam, mereka hanya melihat Islam dari satu bagian
dan tidak secara keseluruhan sebagimana yang Allah perintahkan, “Wahai orang-
orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam (ajaran) Islam scara kaffah
(keseluruhan).” (Al-Baqarah: 208).
Kerusakan aqidah mereka yang dipenuhi dengan kesyirikan yang berdiri di atas
manhaj shufiyyah. Ibadah mereka yang dipenuhi dengan bid’ah yang sangat jauh
dari Sunnah. Akhlak dan adab mereka yang dibuat-buat sangat jauh dari akhlak
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya.

Mereka sangat fakir dan miskin dari ilmu karena mereka sangat menjauhi ilmu.
Kebencian dan kedengkian mereka yang sangat dalam kepada imam-imam Ahlus
Sunnah wal Jama’ah seperti Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnul Qayyim,
Muhammad bin Abdul Wahhab dan lain-lain.

Bahkan salah seorang amir dari firqah tabligh ini pernah berkata dengan sangat
marah sekali, “Kalau seandaiya aku mempunyai kekuatan sedikit saja, pasti akan
aku bakar kitab-kitab Ibnu Taimiyyah dan Ibnul Qayyim dan Ibnu Abdul Wahab.
Dan aku tidak akan tinggalkan sedikitpun juga dari kitab-kitab mereka yang ada
di permukaan bumi ini.” (Dari kitab al-Qaulul Baligh fit Tahdzir min Jama’atit
Tabligh hal. 44-45 oleh Syaikh Hamud bin Abdulah bin Hamud at-Tuwaijiriy).

Alangkah besarnya kebencian dan permusuhan mereka terhadap pembela-


pembela Sunnah.

BID’AH-BID’AH JAMA’AH TABLIGH


Di antara bid’ah-bi’ah Jama’ah Tabligh ialah “ushul sittah” (dasar yang enam)
yaitu:
Pertama: Kalimat Thayyibah.
Yaitu dua kalimat syahadat: Asyhadu alla ilaaha illallah wa asy hadu ana
muhammadar-rasulullah. Yang mereka maksudkan hanya terbatas pada
tauhid rububiyyah, yaitu mengesakan Allah di dalam penciptaan-Nya, kekuasaan-
Nya, pengaturan-Nya dan lain-lain yang masuk ke dalam tauhid rububiyyah.
Tauhid inilah yang mereka amalkan dan menjadi dasar di dalam dakwah mereka.
Adapun tauhid uluhiyyah atau tauhid ubudiyyah (yaitu mengesakan Allah di dalam
beribadah kepada-Nya) dan tauhid asma’ wassifat (mengesakan Allah di dalam
nama dan sifat-Nya tanpa ta’wil) tidak ada pada mereka baik secara ilmu maupun
amal dan dakwah. Oleh karena itu, mereka mmembatasi berhala, istimewa pada
zaman ini, hanya lima macam berhala:
1. Berusaha mencari rezeki dengan menjalani sebab-sebabnya seperti
berdagang atau membuka toko dan lain-lain dari jalan yang halal.
Inilah yang dikatakan berhala oleh Jama’ah Tabligh! Karena dia akan melalaikan
manusia dari kewajiban agama kecuali kalau mereka khuruj (keluar di jalan Allah
menurut istilah firqah Jama’ah Tabligh) bersama Jama’ah Tabligh!?
2. Berhala yang kedua yaitu: Keluarga dan teman.
Karena mereka ini pun melalaikan manusia dari mengakkan
kewajiban kecuali kalau mereka khuruj bersama Jama’ah Tabligh!?
3. Berhala yang ketiga yaitu: Nafsu Ammaarah Bissuu’ (nafsu yang
mmerintahkan berbuat kejahatan).
Karena menurut mereka nafsu ammaarah ini menghalangi menusia dari
berbuat kebaikan dan dari jalan Allah seperti khuruj bersama Jama’ah Tabligh.
Jama’ah Tabligh adalah ahlul bid’ah, jahil dan sesat bersama khuruj bid’ah
mereka, maka merekalah yang lebih berhak mengkuti nafsu ammaarah. Adapun
orang yang menyalahi Jama’ah Tabligh dan berpaling dari mereka serta
memperingati manusia dari bid’ahnya firqah tabligh, maka diharapkan orang
tersebut jiwanya thayyibah (baik) marena ia mengajak manusia kepada kebaikan
dan melarang dari kejahatan dan pelakunya.
4. Berhala yang keempat: Hawa Nafsu.

Karena menurut Jama’ah Tabligh hawa nafsu ini akan menghalangi manusia dari
kebaikan seperti khuruj bersama mereka.

Sesungguhnya Jama’ah Tabligh yang lebih berhak dikatakan sebagai pengikut-


pengikut hawa nafsu kaena mereka termasuk ahlul bid’ah. Sedangkan ahlul
bid’ah adalah orang yang mengikuti hawa nafsu oleh karena itu ulama kita
menamakannya ahlul ahwaa’. Di antara bukti bahwa Jama’ah Tabligh pengikut
hawa nafsu mereka membai’at manusia atas dasar beberapa tarekat shufiyyah
sebagaimana akan datang penjelasannya.
Pengantar
Pada pembahasan yang lalu, kita telah mengemukakan sedikit penjelasan
tentang apa dan bagaimana sebenarnya firqoh sesat Jama’ah Tabligh itu, dan
sedikit penjelasan tentang bid’ah-bid’ah yang dilakukan oleh firqoh Jama’ah
Tabligh (JT). Pada pembahasan kali ini, kita akan melanjutkan tulisan dari
Fadhilatul Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat hafidzohullahmenganai bid’ah-
bid’ah dan kesesatan firqoh ini…selamat membaca…(admin)
5. Berhala yang kelima yaitu: Syaithon
Yang terakhir ini menurut firqoh tabligh sangat besar menghalangi manusia dari
kebaikan seperti khuruj bersama Jama’ah Tabligh.
Pada hakikatnya Jama’ah Tablighlah yang dihalangi oleh syaithan dari kebenaran
yang sangat besar yaitu mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dan
diperintah untuk mengerjakan kejahatan yang besar yaitu bid’ah. Karena bid’ah
lebih dicintai iblis dari maksiat dan sangat dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya.
Sedangkan Jama’ah Tabligh tergolong ahlul bid’ah yang mengikuti
sunnahnya shufiyyah.
Kedua: Shalat Lima Waktu, shalat Jum’at, shalat jama’ah di masjid, shalat yang
khusyu’, shalat pada shaf yang pertama, memperbanyak shalat-shalat sunnah
dan lain-lain.

Yang pada hakikatnya amal-amal di atas diwajibkan dan sangat disukai di dalam
agama. Akan tetapi Jama’ah Tabligh telah melalaikan beberapa kewajiban untuk
menegakkan amal-amal di atas di antaranya:
Ilmu
Mereka beramal dengan kebodohan tanpa ilmu kecuali ilmu fadhaa-il (keutamaan
keutamaan amal) sebagaimana akan datang keterangannya pada dasar yang
ketiga.
Mengikuti Sunnah
Mereka meninggalkan mengikuti Sunnah Nabi shallallahu ’alaihi wasallam dengan
berpegang kepada bid’ah, taqlid dan ta’ashshub madzhabiyyah.
Melalaikan mempelajari rukun-rukun, kewajiban-kewajiban dan hukum-hukum
dari amal-amal di atas
Oleh karena itu, kita lihat mereka tidak mengerti cara shalat
Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Adapun masjid, maka mereka mangajak ke
masjid-masjid tempat mereka berkumpul.
Ketiga: Ilmu.

Yang mereka maksudkan dengan ilmu ialah:

1. Ilmu fadhaa-il yaitu tentang mempelajari keutamaan-keutamaan amal


menurut mereka. Adapun ilmu tauhid dan ahkaam (hukum-hukum) dan
masalah-masalah fiqhiyyah (fikih) dan ilmu berdasarkan dalil-dalil al-Kitab
dan Sunnah, mereka sangat jauh sekali dan melarangnya bakhan
memeranginya.
2. Ilmu tentang rukun iman dan Islam. Akan tetapi mereka memelajarinya
atas dasar tarekat-tarekat shufiyyah, khurafat-khurafat, hikayat-hikayat yang
batil dan ta’ashshub madzhabiyyah.
Keempat: Memuliakan atau menghormati kaum Muslimin.
Menurut firqoh tabligh, setiap orang yang mengucapkan dua kalimat ”Laa ilaaha
illallah muhammadar-rasulullah”, maka wajib bagi kita memuliakan dan
menghormatinya meskipun orang tersebut telah mengerjakan sebesar-besar
dosa besar seperti syirik. Menurut mereka: ”Kami tidak membenci pelaku
maksiat akan tetapi yang kami benci adalah maksiatnya!!”

Di dalam dasar yang keempat ini, mereka sangat berlebihan menghormati atau
memuliakan kaum muslimin dengan meninggalkan nahi munkar dan nasihat dan
dengan cara yang dibuat-buat.

Kalima: Mengikhlaskan niat agar jauh dari riya’ dan sum’ah (memperdengarkan
amal kebaikan).
Akan tetapi, mereka meninggalkan Sunnah dan mengikuti-mengikuti cara-cara
ikhlas di dalam tashawwuf.
Keenam: Khuruj. Menurut Jama’ah Tabligh makna khuruj keluar di jalan Allah
berdakwah yang merupakan jihad yang paling besar. Mereka membatasi dakwah
hanya dengan khuruj berjama’ah bersama mereka selama tiga hari dan
seterusnya. Khuruj ini mempunyai kedudukan dan keutamaan yang besar di dalam
bid’ah mereka melebihi shalat, sedekah, puasa, dan haji dan lain-lain.
Keutamaan khuruj ini pernah saya dengar langsung dari salah seorang amir
mereka di Pekanbaru pada tahun 1995 di Masjid Agung An-Nur selepas shalat
maghrib. Ketika amir itu telah selesai dari ceramah bid’ahnya dan mengajak
kaum muslimin mengerjakan bid’ah yang lain yaitu khuruj, saya tanyakan mana
dalilnya dari Al-Kitab dan Sunnah tentang keutamaan khuruj yang saudara
katakan tadi? Amir itu sangat terkejut dan mengingkari apa yang telah dia
katakan di atas.

Kemudian saya meminta kepada Jama’ah Tabligh yang hadir di masjid itu untuk
menjadi saksi bahwa amir mereka betul-betul telah mengucapkannya. Besar
harapan saya bahwa mereka akan membenarkan apa yang saya katakan dan
menjadi saksi di dalam kebenaran bukan menjadi saksi palsu.

Akan tetapi harapan saya hilang ketika mereka semuanya mengingkari saya dan
membenarkan amir mereka. Tidak ada saksi bagi saya kecuali Allah Yang Maha
Mendengar dan Maha Melihat kemudian seorang ikhwan kita yang duduk di
samping saya. Lalu saya pun meninggalkan masjid sambil berkata bahwa mereka
ini semuanya pembohong!

Aqidah dan amalan khuruj mereka berasal dari mimpinya pendiri Jama’ah Tabligh
yaitu Muhammad Ilyas. Dia bermimpi menafsirkan ayat Al-Qur’an surat Ali
Imaran ayat 110 yang artinya:
”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada
yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar dan beriman kepada Allah.”
Berkata Muhammad Ilyas di dalam mimpinya itu ada yang mengatakan
kepadanya tentang ayat di atas: ”Sesungguhnya engkau (diperintah) untuk
keluar kepada manusia seperti para Nabi.”
Tidak syak lagi bagi ahli ilmu bahwa tafsir Muhammad Ilyas atas jalan mimpi
mengikuti cara-cara shufiyyah adalah tafsir yang sangat batil dan rusak.
Tafsir syaithaniyyah yang mewahyukan kepada Muhammad Ilyas yang akibatnya
timbulnya bid’ah khuruj yang menyelisihi manhaj para Shahabat. Terang-terangan
atau tersembunyi tafsir Muhammad Ilyas ini menujukkan bahwa dia mendapat
wahyu dan diperintah oleh Allah seperti perintah Allah kepada Nabi dan Rasul.
Yang pada hakikatnya, syaithanlah yang mewahyukan kepada dia dan kaum shufi
yang lainnya demi membuat bid’ah besar.
Bid’ahnya Jama’ah Tabligh adalah mereka bermanhaj dengan manhaj shufi di
dalam aqidah, dakwah, ibadah, akhlaq dan adab dan lain-lain. Baik orang-
perorangnya, amir-amirnya dan guru-gurunya.

Bid’ahnya Jama’ah Tabligh, amir dan sebagian dari guru-guru mereka dibai’at
atas empat macam tarekat shufiyyah yaitu:

1. Naqsyabandiyyah
2. Qaadiriyyah
3. Jisytiyyah
4. Sahruwiyyah

Demikianlan amir tertinggi mereka membai’at pengikut-pengikutnya atas dasar


empat tarekat di atas.
Mereka sangat berpegang dan memuliakan kitab mereka: Tablighi
Nishaab (Kitab Tablighi Nishaab dinamakan juga kitab Fadlaa-il a’maal) oleh
Muahmmad Zakaria Kandahlawiy secara manhaj maupun dakwah. Kitab Tablighi
Nishaab ini dipenuhi dengan berbagai macam bid’ah, syirik, tashawwuf, khurafat,
hadits-hadits dha’if dan maudlu’.
Di antara bid’ah syirkiyyat (syirik-ed) yang terdapat di dalam kitab ini ialah
memohon syafa’at kepada Nabi shallallahu ’alaihi wasallam. Dan beliau pernah
mengeluarkan tangannya dari kubur beliau untuk menyalami Ahmad Ar-Rifaa’iy
(ketua shufi dari tarekat Ar-Rifaa’iyyah). Demikian juga dengan kitab Hayaatush
Shahabah oleh Muhammad Yusuf Kandahlawiy.
Kitab ini pun dipenuhi dengan khurafat-khurafat dan cerita-cerita bohong serta
hadits-hadits dla’if dan maudlu’. Kedua kitab di atas yang sangat diagungkan dan
dimuliakan oleh Jama’ah Tabligh adalah masuk ke dalam kitab-kitab bid’ah dan
syirik serta sesat.
Bid’ahnya Jama’ah Tabligh, bahwa mereka telah membatasi Islam pada sebagian
ibadah. Yang sebagian ini pun mereka penuhi dan mencampur-adukkan dengan
berbagai macam bid’ah dan syirkiyyat. Mereka berpaling dari syari’at-syari’at
Islam yang lain seperti tauhid, hukum, dan jihad dan lain-lain.
Mereka meninggalkan ilmu dan ahli ilmu. Mereka memperingati pengikut-
pengikut mereka dari menuntut ilmu dan duduk di majelis para Ulama kecuali
orang yang mendukung mereka. Dengan demikian meratalah dan tersebarlah
kejahilan-kejahilan yang dalam di antara mereka dan hilangnya ilmu dari mereka.
Oleh karena itu yang menjadi timbangan mereka di dalam memutuskan segala
urusan ialah dengan jalan: Istihsan (menganggap baik sesuatu perbuatan tanpa
dalil), perasaan, mimpi-mimpi dan karamah-karamah (yang pada hakikatnya
wahyu dan bantuan dari syaithan).
Mereka mengajak manusia ke jalan Allah dan masuk ke dalam agama Allah tanpa
ilmu sama sekali dan tanpa bashirah (hujjah dan dalil). Inilah dari sebesar-besar
sebab yang membawa mereka menyimpang dari ajaran Islam dan terjerumus ke
dalam lembah kesasatan bid’ah dan syirik. Bagaimana mungkin mereka
mengajak manusia kepada sesuatu yang mereka tidak paham dan tidak
mengetahuinya!? Lihatlah! Mereka
mengajak kepada Islam dan mengikuti perintah Allah dan Sunnah rasul-Nya
padahal mereka tidak mengetahui dan memahaminya!? Sebenarnya merekalah
yang lebih berhak dan sangat berhajat kepada Islam dan seluruh ajarannya
dengan cara belajar dan mehaminya dari Ulama bukan mengajar atau berdakwah
kepada manusia!
Di antara bid’ah besar Jama’ah Tabligh ialah bahwa mereka selalu berdalil
dengan hadits-hadits dha’if, sangat dha’if, maudlu’/ palsu dan hadits-hadits yang
tidak ada asal-usulnya sama sekali (laa ashlaa lahu).
Di antara bid’ah besar Jama’ah Tabligh ialah bahwa mereka telah membuat
kelompok (firqah) yang menyendiri dan memisahkan diri dari kaum muslimin.
Mereka tidak mengajak kaum muslimin kecuali kepada firqah-nya baik secara
manhaj, ilmu dan dakwah. Adanya imam tertinggi dan amir-amir dan bai’at yang
ditegakkan di dalam firqah tabligh ini. Mereka mengajak kaum muslimin ke
masjid-masjid dan markas-markas mereka untuk ijtima’ (berkumpul) umumnya
sepekan sekali.
Di antara bid’ah besar jama’ah tabligh ialah berkumpulnya ratusan ribu jama’ah
di Bangladesh pada setiap tahunnya. Di antara ijtima’ bid’iyyah ini keluarlah
berbagai macam bid’ah i’tiqad dan amaliyyah yang begitu banyak dikerjakan oleh
jama’ah tabligh. Sehingga sebagian dari mereka mengatakan berkumpulnya
mereka di Dakka ibu kota Bangladesh pada setiap tahunnya lebih utama dari
berkumpulnya jama’ah haji di Makkah.
Mereka meyakini bahwa bahwa berdo’a pada akhir ijtima’ di atas mustajab.
Mereka meyakini bahwa akad nikah pada hari itu diberkati. Oleh karena itu
sebagian dari mereka mengundurkan akad nikahnya sampai hari ijtima’ tahunan
di Bangladesh untuk memperolah barakahnya.

sampai hari ijtima’ tahunan di Bangladesh untuk memperolah barakahnya.

Di antara bid’ah besar jama’ah tabligh ialah bahwa mereka


mewajibkan taqlid dan bermanhaj dengan manhaj tashawwuf sebagaimana
telah ditegaskan oleh salah seorang imam mereka yaitu Muhammad Zakaria
pengarang kitab Tablighi Nishaab atau kitab Fadlaa-illul a’maal, ”…kami
menganggap pada zaman ini taqlid itu wajib sebagaimana kami
menganggap tashawwuf syar’i itu sedekat-sedekat jalan untuk mendekatkan
diri kepada Allah Ta’ala. Maka orang yang menyalahi kami dalam dua perkara
di atas (taqlid dan tashawwuf) maka dia telah berlepas diri dari jama’ah
kami…” (Jamaa’atut Tablligh, Aqaa-iduha, Ta’ri-fuha hal. 69 dan 70 oleh ustad Abi
Usamah Sayyid Thaaliburrahman). Ini menunjukkan bahwa jama’ah tabligh dibina
atas dasar taqlid dan tashawwuf.
Di antara bid’ah besar jama’ah tabligh ialah berdusta atas nama Allah salah
seorang ima mereka yang bernama Muhammad Zakaria pengarang kitab Fadlaa-
ilul a’maal dengan tegas mengatakan: Bahwa Allah telah menguatkan madzhab
hanafi dan Jama’ah Tabligh!!! (Jamaa’atut Tabligh, Aqaa-iduha, ta’rifuha hal. 91
oleh ustadz Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman).
Subhanallah! Sungguh ini satu dusta besar yang telah dibuat oleh Muhammad
Zakaria atas nama Allah. Apakah Allah telah mewahyukan kepadanya setelah
terputusnya wahyu bahwa Allah yang telah menguatkan madzhab Hanafi dan
Jama’ah tabligh!? Tidak syak lagi bagi orang yang beriman bahwa Muhammad
Zakaria telah mendapat wahyu dari syaithan.
Di antara bid’ah besar Jama’ah tabligh ialah berdusta atas nama
Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam. Berkata Muhammad
Zakaria, ”Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam telah
membagi waktu menjadi tiga bagian: Sepertiga di dalam rumahnya bersama
keluarganya, sepertiga mengirim jama’ah untuk tabligh dan sepertiga beliau
menyendiri.” (Jamaa’atut Tabligh, Aqaa-iduha, Ta’rifuha hal. 92 dan 93 oleh Ustadz
Abi Usamah Sayyid Thaaliburrahman). Subhanallah! Orang ini tidak punya rasa
malu berdusta atas nama Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam untuk
menguatkan Jama’ah tablighnya yang sesat dan menyesatkan.
Di antara bid’ah besar Jama’ah Tabligh ialah
bahwa ketentuan dan ketetapan berdirinya Jama’ah Tabligh
berdasarkan wahyu dari Allah yang Allah masukkan ke dalam hati pendiri
jama’ah tabligh yaitu Muhammad Ilyas. (Jamaa’atut Tabligh, Aqaa-iduha, ta’rifuha hal
98 dan 99 oleh Ustadz Abi Usamah sayyid Thaaliburrahman). Oleh karena itu
tidak boleh ada perubahan sedikitpun juga meskipun Ulama Ahlus Sunnah telah
memperingatkan mereka akan kesesatan mereka.
–Selesai-
((Disalin dari buku Sudahkah Anda Mengenal Jama’ah Tabligh? Karya Ustadz Abdul
Hakim bin Amir Abdat hal. 28-55, cetakan Darul Qalam-Jakarta))

Perkataan Para Petinggi Jamaah Tablig


Dari Negeri Tempat Asalnya Kelompok
Jamaah ini berasal
Beberapa mantan JT dan Para Ulama lainnya yang telah memahami dengan
benar tentang JT ini mereka semua telah sepakat atas sesatnya JT ini. berikut
kita ikuti penjelasan beliau-beliau semoga kita dikaruniakan kefahaman yang
benar oleh Allah Subhanawataala agar bisa mensikapi dengan benar :

1. Telah berkata Asy Syaikh Sardar Muhammad Al-Bakistabu Rohimahullah :

” inilah pengalamanku selama 10 (sepuluh) tahun, saya bersama JT …. sungguh


JT dan ulamanya, mereka taklid buta terhadap Abu Hanifah dan berlebihan
terhadapnya, bahwa semua yang keluar dari Ulamanya JT selalu dibawa
(ditafsirkan) kepada kebaikan walaupun sudah jelas bertentangan dengan Al-
Qur’an dan As-Sunnah, sementara semua ucapan setiap orang yang bukan dari
JT maka ucapan itu dianggap kedustaan dan mengada-ada.

JT telah membedakan antara dunia dengan agama (sekuler) JT men-imani 4


thoriqoh Sufi yaitu Al-Jistiyah,An-Naqsabandiyah,Al-Qodiriyah dan As-
Sahrowardiyah.

Orang JT meyakini bahwa seseorang yang meninggal dunia belum berbaiat


kepada salah satu Thoriqoh ini maka matinya mati jahiliyah.

Orang – orang JT lebih mencintau Syaikh-syaikh mereka diatas kecintaanya


kepada Rasululloh dan lebih takut kepada murka syaikh mereka daripada
kemurkaan Alloh dan Rosul-Nya.

Orang JT meyakini bahwa aqidah yang dibawa Rosululloh adalah kesyirikan


sedangkan aqidah yang ada pada syaikh-syaikh ad-duyubandiyah dari JT itulah
keimanan dan Islam. syariat itu ada dua, ada yang dari Rasululloh dan ada yang
datang dari syaikhnya JT”.

2. Asy-Syaikh Abdurrohim Syah Ad-Duyubandi.

Beliau telah melalui waktu yang sangat panjang bersama pendiri JT yaitu
Muhammad Ilyas dan Putra Muhammad Ilyas yaitu Muhammad Yusuf, beliau
berkata :

” Sesungguhnya tentang keadaan JT ini harus kita sampaikan kepada ummat


karena sesungguhnya mereka itu adalah pada dai yang belum sampai kepada
derajat dai, mereka memulai kegiatannya dengan latihan berbicara didepan
muslimin.. padahal kita dapati manusia tidak berani berbicara masalah
kedokteran jika mereka belum menguasai ilmunya, tetapi JT ini sangat
menganggap enteng/remeh dalam urusan agama walaupun belum mengerti apa-
apa, kenapa mereka (orang-orang JT) begitu beraninya ? karena keyakinan
mereka ,barang siapa yang khuruj dua kali atau tiga kali jangan ditanya lagi
tentang ketinggian derajat mereka, para ulam di hadapan mereka tidak ada apa-
apanya.”

3. Asy – Syaikh Ihtisyamul Hasan Al-Kandahlawi Ad-Duyubandi

Beliau adalah suami saudarinya Muhammad Ilyas (Ipar). beliau bukan hanya
mantan Amir JT, tetapi sudah menjadi kholifahnya JT pada kurun waktu pertama.
beliau, dalam waktu yang lama memimpin JT bersama Muhammad Ilyas Al-
Kandahlawi, beliau berkata :

“Sesungguhnya dakwah yang muncul dari Markas Nizhomuddin Dahli bukanlah


dakwah Ilmu dan Fiqih yang mencocoki al-kitab dan as-sunnah…. maka bagi
seluruh masyaikh yang telah menegakan dakwah dan tabligh agar mencocoki
Thoriqohnya Salafush Sholeh dan ulama yang benar.”

4. Asy-Syaikh Saifurrohman bin Ahmad Ad-Dahlawi

beliau berkata :

“Sungguh benar orang yang mengatakan bahwa Yahudinya Ummat Islam adalah
Syi’ah sedangkan Yahudinya Ahlusunnah adalah orang yang taklid kepada Hanafi
seperti JT, yang mereka menjadi penolong-penolong kejahilan dan taklid, mereka
adalah penyembah-penyembah tokoh – tokoh mereka dan mereka
menganggungkan tokoh-tokoh mereka, mereka telah menyuburkan kebid’ahan
didalam muslimin, mereka mewajibkan kepada muslimin perkara yang tidak
diwajibkan oleh Alloh subhanawataala mereka telah membuat syariat dengan
suatu syariat yang tidak disyariatkan oleh Alloh subhanawataala dan
rosulnyaNya .
Rosululloh shallallahu alaihi wasallam telah bersabda : “Barangsiapa mencintai
ahli Bid’ah sungguh dia telah menolong menghancurkan Islam.”

Beliau juga bersabda : ” Artinya Sesungguhnya Alloh subhanawataala menahan


taubat bagi ahli Bid’ah (shohih al-jamiush Shoghir)

Termasuk prinsipnya JT adalah menolah semua nash dari Al-Qur’an dan As-
Sunnah yang menjelaskan wajibnya mengingkari thoghut dan perintah untuk
melarang dari kemungkaran dengan penolakan yang pasti.”

4. Asy-Syaikh Taqiyyuddin Al-Hilaly Rohimahullah

Beliau mempersaksikan JT dengan mengatakan :

” Telah muncul pada abad ke 14 ini dinegeri – negeri Muslimin, mulai dari timur
samapi barat, gerakan dakwah yang pelakunya menampakkan
keikhlasan,sabar,sanggup menahan beban didalam berdakwah. mereka kerahkan
seluruha jiwa dan raganya demi pelaksanaan dakwah, yaitu dakwahnya suatu
kaum yang menamakan dirinya ahli tabglih (Jama’ah Tabligh). mereka
meletakkan 6 rukun sebagai dasar dakwah mereka (gerakan dakwah mereka
disebut Khuruj). Khuruj bagi JT merupakan pondasi dasar dakwa mereka (artinya
JT tidaka akan berkembang tanpa khuruj, pent). kedudukan khuruj ini seperti 2
kalimat syahadat di kalangan ahli istiqomah.

Barang siapa yang mau menerima dan menyibukkan diri dengan khuruj, mereka
akan dicintai dan dimulaikan dan dimintakan ampun (oleh orang-oran JT).
sedangkan kesesatan dan bid’ah dalah bagi siapa saja yang tidak mau khuruj
dengan JT walaupun orang tersebut telah melaksanakan seluruj kewajiban,
fardhu-fardhu dan sunnah-sunnah. dengan khuruj ini, ukuran orang-orang JT
mencintai dan membenci (memusuhi).

Sungguh dakwah JT ini telah menimbukan bahaya besar dikalangan muslimin,


baik bahaya dunia maupun akhirat, diantaranya yaitu :
1. berbagai bid’ah dan perselisihan terhadap sunnah Nabi.
2. melalaikan kewajiban terhadap keluarga , kedua orang tua, dan Istri-istri
mereka dengan tidak menunaikan hak-hak mereka.
3. telah memalingkan para penuntut ilmu yang bermanfaat , baik ilmu dunia
maupun agama (karena selalu diajak Khuruj,pent)
4. terbengkalainya pekerjaan (karena selalu khuruj).
5. berapa banyak terjadinya pertengkaran dan perpisahan antara orang tua
dengan anaknya, antara suami dengan istri-istri.

Hanya kepada Allah subhanawataala kami mengeluhkan,kemudian manusia atas


bahaya kerusakan dan penyesatan besar yang ditimbulkan dari gerakan
dakwahnya JT ini,
Maka Wajib hukumnya bagi muslimin yang sedikit memiliki ilmu untuk
mengurangi kerusakan dan kejelekan yang diakibatkan gerakan dakwah JT ini
dengan cara menjelaskan kepada muslimin kesesatan dan penyesatan JT
sabagai pengamalan Firman Allah Subhanawataala : “

‫ب ِ ُ ُأنوولللئع ن‬
١٥٩:‫ك ُينللنعننهننم ُٱلللـَّنه ُنوينللنعننهننم ُٱل لللععننوُنن ُ﴿البقرة‬ ‫س ُعفىِ ُٱللعكلت ع‬ ‫ل‬
‫ت ُنوٱللهنندلى ُعمنن ُبنلععد ُنماَّ ُبنيلنلنه ُعللنلاَّ ع‬
‫إعلن ُٱللعذينن ُينلكتننموُنن ُنماَ ُنأنَنزللنناَّ ُعمنن ُٱللبنييلن ع‬

Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa yang telah Kami turunkan


berupa keterangan-keterangan (yang jelas) dan petunjuk, setelah Kami
menerangkannya kepada manusia dalam Al Kitab, mereka itu dilaknati Allah dan
dilaknati (pula) oleh semua (mahluk) yang dapat melaknati,
Dikutip dari kitab : Jama’ah Tabligh (menurut mantan pengikutnya) penyusun :
Abu Ummah Abdurrohim bin Abdulqohhar Al-Atsary

Catatan untuk Jamaah Tabligh


Tanpa gembar-gembor, Jamaah Tabligh tengah menggelar pertemuan tahunan bishwa
ijtema (pertemuan internasional) di Turaq, tak jauh dari Dhaka, Bangladesh. Acara ini
berlangsung pada 11-14 dan 19-21 Januari 2018, yang diikuti jutaan anggota jemaah
dari 150-an negara. Isinya adalah kegiatan-kegiatan ibadah, seperti ceramah agama,
berzikir, dan semacamnya. Kegiatan ini sepenuhnya steril dari pembicaraan politik dan
khilafiyah.

Di tengah aktivisme kelompok-kelompok Islam yang bergelora di Tanah Air kini,


Jamaah Tabligh adalah fenomena tersendiri. Kelompok ini berkembang luas meski
bukan kelompok yang terlibat aktif dalam isu-isu sosial dan politik. Mereka bahkan
bercirikan sebagai kelompok "apolitis".

Jamaah Tabligh saat ini dipandang sebagai kelompok dakwah Islam terbesar di dunia.
Berawal dari inisiatif Syekh Maulana Ilyas al-Kandahlawi di India pada 1925 dan
menyebar di negara-negara Asia Selatan, mereka kini dipandang sebagai kelompok
dakwah terdepan dan paling banyak pengikutnya di dunia. Di Indonesia, jemaah ini
juga mengalami perkembangan pesat.

Kehadiran mereka di ruang publik ditandai dengan pakaian yang khas: jubah panjang,
celana cingkrang, dan berjenggot. Tampilannya mirip anggota Salafi-Wahabi. Bedanya,
mereka biasa mengenakan serban dan membawa tasbih, sedangkan kaum Salafi-
Wahabi tidak mengenakannya bahkan menganggap keduanya sebagai bidah.
Perempuan di kelompok ini biasanya mengenakan pakaian dan jilbab panjang hitam
serta bercadar.
Keanggotaan kelompok tersebut meliputi hampir semua negara muslim dari Maroko
hingga negara-negara di Asia Tenggara, kendati keanggotaan itu sepertinya tak
tercatat secara rapi. Sepengetahuan saya, mereka juga tak memiliki kartu anggota.
Sifat keanggotaannya cair. Mereka anti-politik, anti-khilafiyah, dan tak mau
menyalahkan kelompok Islam lain, tapi merangkul semua golongan. Mereka juga tak
menegaskan konsep jihad dan nahi mungkar. Hal-hal inilah yang sering disebut-sebut
sebagai kekuatan penting kelompok tersebut sehingga cepat menyebar dan mudah
diterima masyarakat muslim, termasuk di Indonesia.

Khusus di Indonesia, perkembangan kelompok ini didukung oleh ajaran-ajaran mereka


yang sangat dekat dengan amaliyah kebanyakan umat Islam Indonesia, katakanlah
Nahdliyin (warga Nahdlatul Ulama), dari masalah mazhab, tasawuf, dan seterusnya,
hingga gaya yang ramah dan bijak dalam pergaulan. Perbedaan dengan Nahdliyin
praktis hanya doktrin khuruj (ke luar daerah untuk berdakwah).

Namun, di balik kekuatan jemaah ini, sesungguhnya ada hal-hal yang perlu dicatat.
Catatan pertama adalah kurangnya sikap tegas mereka terhadap kelompok-kelompok
Islam garis keras atau musuh-musuh bangsa yang lain. Ini berawal dari sikap mereka
yang ingin merangkul semua lapisan umat Islam. Mereka berupaya sama sekali tak
mencaci siapa pun, kendati belakangan mereka juga terpaksa membalas caci maki
kelompok Salafi (Wahabi) di Tanah Air dan Timur Tengah yang begitu agresif
menyerang mereka. Itu sebabnya mereka juga menabukan pembicaraan masalah
khilafiyah.

Ini sesungguhnya bisa membahayakan mereka sendiri dan juga umat Islam pada
umumnya. Sebab, kelompok kekerasan dan teror itu akan menggunakan segala cara
untuk menyusup ke kelompok-kelompok anti-kekerasan sebagaimana banyak terjadi
di Pakistan dan Afganistan. Akibatnya, kelompok ini rawan untuk disusupi.

Dalam kontestasi gerakan keislaman, sikap ini bisa berakibat fatal. Mereka mungkin
jarang menjadi sasaran kelompok teror karena memang tak memusuhinya. Namun
sikap itu membuat mereka dianggap menoleransi gerakan radikal.

Catatan lain adalah tentang komitmen keindonesiaan. Sepengetahuan saya, kelompok


ini jarang sekali menyebut pentingnya komitmen keindonesiaan. Tujuan terpenting
kelompok ini adalah membangun pribadi dan komunitas muslim "global" yang saleh.
Mereka memiliki komitmen kuat sebagai bagian dari jemaah muslim global, tapi
hampir tak menyebut mengenai keharusan muslim membela keindonesiaan. Padahal
ini adalah hal yang sangat krusial dalam konteks kehidupan bersama di bingkai negara
dan bangsa saat ini.
Sejarah umat Islam di Nusantara adalah sejarah keislaman dan kebangsaan sekaligus.
Keduanya tak terpisahkan. Catatan ini tak hanya berlaku bagi Jamaah Tabligh di
Indonesia. Di negara-negara lain, mereka ditagih untuk menegaskan komitmen
kebangsaan mereka.

Di tengah kontestasi hebat antara kelompok politik Islam yang memiliki komitmen
kebangsaan dan yang berorientasi trans-nasional, posisi jemaah ini tentu kurang
produktif bagi penguatan nasionalisme. Ini yang sedikit membedakan mereka dari
kelompok-kelompok keislaman Tanah Air yang memang sejak awal telah menyertai
perjuangan kemerdekaan bangsa ini dari penjajahan.

Ibnu Burdah
Dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai