Anda di halaman 1dari 8

LP IMPAKSI GIGI

Dibimbing Oleh Ns. Heri Kristanto., S.Kep., M.Kep Sp.KMB


Untuk Memenuhi tugas matakuliah Clinical Study II

Disusun Oleh
 Abidah Rahmi
Rahmi Hilmy
135070207113017

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2017
Pengertian
Gigi ampaksi adalah gigi yang erupsinya terhalang oleh gigi tetangga, tulang sekitar,
 jaringan patologis dan gigi yang posisinya tidak sesuai dengan lengkung rahang. Gigi permanen
manusia yang paling sering mengalami impaksi adalah gigi molar ketiga bawah, lalu gigi molar
ketiga atas selanjutnya gigi caninus atas. Archer menulis bahwa frekwensi impaksi gigi molar
ketiga atas yang terbanyak dibandingkan dengan molar ketiga bawah (Kresnanda, 2008).
Frekwensinya berturut-turut gigi molar ketiga bawah, gigi molar ketiga atas, gigi caninus
atas, gigi premolar bawah, gigi caninus bawah, gigi premolar atas, gigi incisivus atas atau
bawah (Rusli, 2013)

Etiologi
1. Penyebab lokal:
a. Posisi yang tidak teratur dari gigi-geligi dalam lengkung rahang.
b. Densitas (kepadatan) tulang di atas dan sekitarnya.
c. Keradangan yang menahun dan terus menerus sehingga dapat menyebabkan
bertambahnya jaringan mukosa di sekitarnya.
d. Tanggalnya gigi sulung yang terlalu cepat, ini mengakibatkan hilang atau
berkurangnya tempat untuk gigi permanen penggantinya.
2. Penyebab sistemik :
a. Herediter : Dimana rahangnya sempit sedangkan gigi geliginya besar.
b. Miscegenation (percampuran ras) : Misalnya, perkawinan campuran dari satu ras
yang mempunyai gen dominan,
c. gigi besar dan ras lainnya dominan pada rahang yang kecil atau sempit.
3. Penyebab postnatal
Semua keadaan-keadaan yang dapat mengganggu pertumbuhan anak, misalnya
penyakit: ricketsia, anemia, syphilis, TBC, gangguan kelenjar endokrin, malnutrisi. Keadaan
yang jarang ditemukan:
 Cleidoncranial disostosis
Keadaan kongenital yang jarang ditemukan, dimana terlihat cacat ossifikasi dari
tulang tengkorak, hilangnya sebagian atau seluruhnya tulang clavicula,
terlambatnya exfoliasi gigi sulung, gigi permanen tidak erupsi dan terdapat
rudimenter supernumerary teeth.
 Oxycephali
Suatu keadaan dimana terlihat kepala yang meruncing seperti kerucut. Pada
keadaan ini terdapat gangguan pada tulang-tulang kepala.
 Progeria
Bentuk tubuh yang kekanak-kanakan ditandai dengan perawakan kecil, tidak
adanya rambut pubis, kulit berkerut, rambut berwarna keabu-abuan tetapi wajah,
sikap serta tingkah lakunya seperti orang tua.
( Bianto, 2011)

Epidemiologi
Kasus-kasus gigi impaksi sering dijumpai dalam praktek dokter gigi sehari-hari.
Pengertian gigi impaksi bermacam-macam tetapi artinya hampir sama. Pada prinsipnya gigi
impaksi adalah gigi yang tidak dapat erupsi seluruhnya atau sebagian karena tertutup oleh
tulang atau jaringan lunak atau keduanya (). Semua jenis gigi dapat memiliki kemungkinan
untuk tidak dapat tumbuh. Tersering adalah gigi molar ketiga rahang bawah dan rahang atas,
gigi kaninus dan gigi premolar. Pada umumnya gigi molar ketiga akan tumbuh menembus gusi
pada awal usia 18-20 tahun karena 28 gigi permanen lainnya sudah tumbuh keseluruhannya,
sehingga gigi molar ketiga sering sekali tidak memperoleh cukup tempat untuk tumbuh karena
tertahan oleh gigi molar kedua didepannya. Sehingga gigi molar ketiga akan tumbuh sebagian
atau salah arah. Keadaan semacam ini dikenal dengan sebutan gigi tertanam atau gigi impaksi
(Coen 2012)

Klasifikasi
Klassifikasi menurut PELL & GREGORY Berdasarkan hubungan letak gigi molar ketiga bawah
terhadap ramus mandibula dan distal molar kedua bawah :
1. Klas I : Dimana terdapat ruangan yang cukup untuk ukuran mesiodistal mahkota gigi
molar ketiga bawah antara ramus mandibula dan permukaan distal gigi molar kedua
bawah.
2. Klas II : Ruangan antara permukaan distal gigi molar kedua bawah dan ramus
mandibula lebih kecil dari ukuran mesiodistal mahkota gigi molar ketiga bawah.
3. Klas III: Semua gigi molar ketiga bawah terletak dalam ramus mandibula.

Berdasarkan hubungan dengan dalamnya posisi gigi molar ketiga dalam tulang rahang.
1. Posisi A : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di atas atau pada batas garis
oklusal gigi rahang bawah.
2. Posisi B : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis oklusal, tetapi
masih di atas garis servikal dari gigi molar kedua.
3. Posisi C : Bagian tertinggi dari gigi molar ketiga terletak di bawah garis servikal dari
molar kedua.

Pemeriksaan Dan Diagnosa


Impaksi dapat diperkirakan secara klinis apabila gigi antagonisnya sudah erupsi dan
hampir bisa dipastikan apabila gigi yang terletak pada sisi yang lainnya erupsi. Pada kasus
tertentu, gigi impaksi tidak dapat terlihat secara klinis tetapi dapat menyebabkan gangguan
pada daerah rongga mulut seperti rasa sakit, resorbsi gigi yang berdekatan dan abses (Bianto,
2011).
Dental radiogram ini mernegang peranan yang pentjng dalam menegakkan diagnosis
yang secara klinis tidak terlihat, merencanakan perawatan dan mengevaluasi hasil perawatan.
Untuk menunjang ini, diperlukan radiogram yang dibuat dengan teknik yang tepat (Kresnanda,
2014)

Penatalaksanaan
a. Pertumbuhan rahang yang kurang sempurna atau ketidak seimbangan antara besarnya gigi
dan besarnya rahang. Keadaan ini dapat menyebabkan maloklusi, sebab gigi molar ketiga
adalah gigi terakhir bererupsi dan tidakmendapatkan ruangan yang cukup pada lengkung
rahang, pengeluaran gigi molar ketiga hampir selalu diindikasikan sebelum perawatan
orthodonti untuk merawat maloklusi oleh karena letak gigi yang berdesakan.
 b. Erupsi sebagian atau impaksi, Erupsi yang tertahan juga merupakan  prophylactic gigi molar
ketiga, utamanya bila operkulum di atas mahkota gigi selalu terkena trauma dan adanya
hypertrophy gingival. ( Bianto, 2011)

Menurut Pederson (1996) ada 6 tahap untuk pencabutan gigi molar ketiga rahang bawah
impaksi, yaitu (Paramaputri, 2014) :
1. Sedasi, persyaratan pertama untuk keberhasilan pembedahan gigi impaksi adalah pasien
yang rileks dan anastesi lokal yang efektif atau pasien yang teranastesi dengan baik.
Pemberian sedatif oral tertentu pada sore hari sebelum dan satu jam sebelum pembedahan
merupakan teknik yang bisa diterima. Sering kali anastesi umum merupakan pilihan yang cocok
untuk pembedahan impaksi.
2. Desain flap, ada pendapat bahwa persyaratan kedua untuk pembedahan impaksi adalah
flap yang didisain dengan baik dan ukurannya cukup. Flap mandibula yang sering digunakan
adalah envelope tanpa insisi tambahan, direfleksikan dari leher molar pertama dan molar kedua
tetapi dengan perluasan distal kearah lateral atau bukal kedalam region molar ketiga. Aspek
lingual mandibula dihindari untuk mencegah cedera pada nervous lingualis. Flap serupa
digunakan pada lengkung rahang atas, tetapi diletakkan diatas tuberositas sedangkan
perluasan distalnya tetap ke lateral atau bukal. Jalan masuk menuju molar ketiga impaksi yang
dalam pada kedua lengkung rahang sering diperoleh dengan insisi serong tambahan ke
anterior.
3. Pengambilan tulang, pengambilan tulang mandibula terutama dilakukan dengan bur dan
dibantu dengan irigasi saluran saline. Teknik yang bisa
digunakan adalah membuat parit sepanjang bukal dan distal mahkota dengan maksud
melindungi crista oblique externa namun tetap bisa mendapatkan jalan masuk yang cukup
kepermukaan akar yang akan dipotong.
4. Pemotongan yang terencana, gigi yang impaksi biasanya dipotong-potong. Kepadatan dan
sifat tulang mandibula menjadikan pemotongan terencana pada kebanyakan gigi impaksi
menjadi sangat penting apabila ingin diperoleh arah pengeluaran yang tidak terhalang.
Tindakan ini harus dilakukan secara hati-hati untuk menghindari fraktur dinding alveolar lingual
atau tertembusnya bagian tersebut dengan bur karena ada kemungkinan terjadi cedera nervous
lingualis. Dasar pemikiran dari pemotongan adalah menciptakan ruang yang bisa digunakan
untuk mengungkit dan mengeluarkan segmen mahkota atau sisa akar.
5. Tindakan sesudah pencabutan gigi , sesudah gigi impaksi berhasil dikeluarkan dengan
baik, sisa-sisa folikel dibersihkan seluruhnya. Kegagalan melakukan hal ini bisa mengakibatkan
penyembuhan yang lama atau perkembangan patologis dari sisa epitel odontogenik. Setelah
folikel dibersihkan, alveolus diirigasi dengan saline dan diperiksa dengan teliti. Yang penting
bekenaan dengan impaksi gigi bawah adalah kondisi bundel neurovascular alveolaris inferior
yang sering terjadi pada kedalaman alveolus. Semua potongan gigi dan serpihan tulang juga
serpihan periosteu dan mukosa harus dihilangkan. Tepi-tepi tulang harus dihaluskan dengan
bur dan kikir tulang. Penjahitan dilakukan terutama untuk menstabilkan jaringan terhadap
processus alveolaris dan terhadap aspek distobukal molar kedua didekatnya. Foto sinar-X
dibuat sesudah operasi selesai untuk kasus-kasus yang sulit dimana ada kemungkinan terjadi
fraktur mandibula atau cedera struktur sekitarnya.
Gambar 2.4 Setelah dilakukan penjahitan
6. Intruksi pasca bedah, tekankan perlunya meminum obat analgesik sebelum rasa sakit
timbul, seperti juga aplikasi dingin untuk mengontrol pembengkakan. Obat-obat pengontrol rasa
sakit sesudah pembedahan biasanya lebih potent daripada yang diresepkan sesudah
pencabutan dengan tang. Puncak rasa sakit sesudah pembedahan impaksi adalah selama
kembalinya sensasi daerah operasi sedangkan pembengkakan maksimal biasanya terjadi 24
 jam pasca pencabutan.
7. Tindak lanjut, kontrol dilakukan pada saat melepas jahitan, biasanya hari keempat atau
kelima sesudah operasi pada kunjungan ini daerah operasi diperiksa dengan teliti yaitu
mengenai penutupan mukosa dan keberadaan beku darah.

Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi
b. Kebutuhan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh b.d. kesulitan mengunyah makanan
c. Gangguan harga diri b.d. stigma berkenaan dengan kondisi
d. Kurang pengetahuan b.d kurang terpapar informasi mengenai penyakit
e. Resiko infeksi b.d trauma pada kulit

Intervensi Keperawatan
No Dx Tujuan Intervensi Rasional
1 1 setelah diberikan asuhan NIC : Pain Management o Memonitor nyeri yang
keperawatan selama 3x24 jam o Kaji ulang keluhan nyeri, pasien rasakan
diharapkan rasa nyeri pasien perhatikan lokasi atau dengan PQRST
berkurang dengan KH tercapai karakter dan intensitas. o Untuk meningkatkan
skor 4-5 pada NOC : o Berikan posisi yang kenyamanan klien
nyaman pada pasien. o  Meningkatkan
NOC : Pain Level o Dorong menggunakan relaksasi dan
Indikator 1 2 3 4 5 teknik non-farmakologi mengurangi nyeri
Skala dan farmakologi untuk o Diberikan untuk
nyeri memanajemen nyeri, menghilangkan nyeri
Rasa o Kolaborasi pemberian dan memberikan
nyaman/ obat sesuai indikasi relaksasi mental dan
Nyeri (analgesik). fisik.
berkurang
DAFTAR PUSTAKA
Ruslin, M. 2013. Ondontektomi : Penatalaksanaan Gigi Impaksi. Departemen Bedah Mulut dan
Maksilofasial, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Hasanuddin : PT GAKKEN

Mansjoer, Arif dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran. (fk). Media Aesculapius.

Nurarif, Huda. 2016. Asuhan Keperawatan Praktis berdasarkan penerapan diagnosa Nanda,
NIC, NOC dalam berbagai kasus. Yogyakarta : Mediaction

Prawirohardjo Sarwono. 2010. Ilmu Kandungan Yayasan Bina Pustaka. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Wilkinson Judith M. 2007. Diagnosis Keperawatan NIC dan NOC. Jakarta. EGC.

Yonika, Austin. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Ny. R Dengan Gangguan Sistem Reproduksi:
Mioma Uteri Di Bangsal Dahlia Rsud Pandan Arang Boyolali. Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta
Patofisiologi

Posisi gigi tidak teratur, rahang


sempit (gigi besar), Penyakit

Gigi tidak dapat erupsi


seluruhnya/sebagian karena
tertutup tulang/jaringan

Gigi tidak dapat tumbuh / tidak


ada tempat untuk tumbuh

Gigi tertanam/tumbuh di
dalam

Gigi menekan syaraf


dibawahnya dan syaraf gigi di
sampingnya

Syaraf gusi terjepit

Nyeri Akut Aktivasi nociceptor nyeri

Pembengkakan/infamasi pada
gusi

Kesulitan dalam mengunyah Kesulitan ketika berbicara


atau mengatupkan mulut
Klien tidak nafsu makan atau
klien malas makan Gangguan Rasa Nyaman,
Gangguan Komunikasi
Kebutuhan Nutrisi kurang dari Verbal
kebutuhan tubuh

Anda mungkin juga menyukai