Anda di halaman 1dari 66

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari
empat kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak. Konsistensi feces cair/encer,
dapat berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah atau lendir saja
(Ngastiyah. 2005)
Gastroenteritis merupakan penyakit yang banyak di Indonesia terutama
pada bayi dan anak, penyakit ini sering mengakibatkan kematian karena
penanganannya kurang tepat dan terlambat mendapatkan pengobatan yang efektif.
Di Amerika Serikat ada 211 – 375 juta kasus diare terjadi setiap tahun,
yakni 73 juta kasus diantaranya berkonsultasi ke dokter, 1,8 juta kasus opname di
Rumah Sakit dan 3.100 kasus diantaranya mengalami kematian. Di Indonesia
khususnya di kota Medan sepanjang tahun 2006 tercatat 42.050 kasus diare,
dimana pasiennya sempat mendapat perawatan di 39 Puskesmas atau di RSU dr.
Pringadi (http://2www.info_ibu.com). Data yang diperoleh dari RS RK Charitas
Palembang pada tahun 2006 sebanyak 2.008 penderita terdiri dari 473 orang
penderita dewasa dan 1.535 penderta anak-anak dan balita. Pada bulan Januari
sampai dengan Juni 2007 ada 240 penderita terdiri dari 41 penderita dewasa dan
199 penderita anak-anak.
Sehubungan dengan begitu banyaknya anak yang menderita
Gastroenteritis dan berhubung penulis mendapatkan kasus penyakit gastroenteritis
maka semakin mendorong penulis untuk mendalami Asuhan Keperawatan
Penyakit Gastroenteritis khususnya pada pasien By”J” di Pavilyun Theresia
kamar 12-5 RS RK Charitas Palembang. Dalam hal ini perawat ikut menentukan

1
2

keberhasilan penyembuhan penyakit gastroenteritis, dipengaruhi oleh asuhan


keperawatan. Untuk itu perlu memahami konsep tinjauan teoritis medik
gastroenteritis; pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi penyakit,
patofisiologi, manifestasi klinis, komplikasi, pemeriksaan diagnostik dan
penatalaksanaan medik.

B. Ruang Lingkup Penulisan


Sehubungan dengan keterbatasan waktu, pengalaman, pengetahuan dan
keterbatasan sumber yang penulis alami, maka penulis hanya memfokuskan pada
Asuhan Keperawatan pada Klien By “J” dengan Gangguan Sistem Pencernaan
“Gastroenteritis” di RS RK Charitas Palembang Pavilyun Theresia kamar 12-5
pada tanggal 05 Juli 2007 – 07 Juli 2007.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Penulis dapat mengungkapkan pola pikir ilmiah dalam
menyelesaikan masalah kesehatan yang dihadapi pasien secara komprehensif
dengan gangguan sistem saluran pencernaan ; Gastroenteritis secara
langsung.
2. Tujuan Khusus
Penulis mampu :
a. Mengkaji klien dengan Gangguan Sistem Pencernaan; Gastroenteritis.
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan; Gastroenteritis..
c. Menyusun rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan
sistem pencernaan ; Gastroenteritis.
d. Mengimplementasikan rencana yang telah disusun dalam bentuk
pelaksanaan tindakan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan; Gastroenteritis.
3

e. Melakukan evaluasi tindakan keperawatan yang sudah dilaksanakan pada


klien dengan gangguan pencernaan ; Gastroenteritis.
f. Menyusun laporan hasil pengamatan dan asuhan keperawatan kasus dalam
bentuk Karya Tulis Ilmiah sesuai dengan pedoman yang telah ditetapkan.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis ilmiah
ini adalah metode deskriptif yaitu metode yang bersifat menggambarkan suatu
keadaan secara objektif selama mengamati pasien, mulai dari pengumpulan data
sampai melakukan evaluasi yang disajikan dalam bentuk naratif.
Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam karya tulis ilmiah ini
penulis menggunakan metode pengumpulan data sebagai berikut :
1. Wawancara
Wawancara dilakukan secara allo anamnese dengan keluarga (nenek dan ibu
klien) untuk memperoleh data yang diharapkan.
2. Observasi
Penulis mengadakan pengamatan langsung pada pasien sehingga penulis
dapat mengumpulkan data dengan tepat.
3. Pemeriksaan Fisik
Sumber data berikut dilakukan pada pasien dengan cara : inspeksi, palpasi,
perkusi auskultasi untuk melengkapi data.
4. Studi Dokumentasi
Untuk melengkapi data melalui catatan status pasien, catatan keperawatan
pasien, data-data medik dan pemeriksaan diagnostik.
5. Studi Kepustakaan
Penulis dalam penyusunan asuhan keperawatan serta konsep dasar tentang
asuhan keperawatan pada pasien dengan Gastroenteritis adalah dari beberapa
buku sumber.
4

E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan Asuhan Keperawatan ini terdiri dari lima
bab yaitu : BAB I Pendahuluan, dalam bab ini penulis menjelaskan tentang latar
belakang masalah, ruang lingkup penulisan, metode penulisan, dan sistematika
penulisan. Bab II Tinjauan Teori, Bab ini penulis menjelaskan tentang landasan
teori medis yaitu pengertian, anatomi fisiologi, etiologi, klasifikasi penyakit,
patofisiologi, komplikasi pemeriksaan diagnostik, penatalaksanaan medik. Dan
konsep dasar asuhan keperawatan yaitu pengkajian, diagnosa keperawatan,
perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, discharge planning dan patoflow diagram.
Bab III Tinjauan Kasus, Bab ini merupakan penerapan asuhan keperawatan secara
langsung pada pasien dengan pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari
pengkajian, daftar diagnosa keperawatan, rencana tindakan, catatan keperawatan,
dan catatan perkembangan. Bab IV Pembahasan, bab ini berisi tentang
kesenjangan antara tinjauan teori dengan tinjauan kasus yang meliputi :
pengkajian, diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, pelaksanaan
keperawatan dan evaluasi. Bab V Penutup, bab ini meliputi kesimpulan dan saran.
5

BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Medis


1. Pengertian
Gastroenteritis adalah pergerakan yang cepat dari materi tinja
disepanjang usus besar yang disebabkan karena adanya infeksi baik oleh virus
maupun oleh bakteri pada fraktus intestinalis (Guyton and Hall, 1997).
Gastroenteritis adalah kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang
tidak biasa (lebih dari 3 kali sehari), juga perubahan dalam jumlah dan
konsistensi / feces cair) (Brunner and Suddarth. 2000)
Gastroenteritis ada inflamasi membrane mukosa lambung dan usus
halus (Cecily Betz, 2002).
Gastroenteritis adalah keadaan frekuensi buang air besar lebih dari 4
kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer dapat
berwarna hijau atau dapat pula bercampur lendir dan darah/lendir saja.
(Ngastiyah, 2005).
Gastroenteritis adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja
berbentuk cairan / setengah cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih
banyak dari biasanya lebih dari 200 gram / 200 ml / 24 jam. (Aru W. Sudoyo,
2006).
6

5
2. Anatomi Fisiologi

Gambar 2-1. Sistem Pencernaan Sumber : Wolf Heidegger’s. Atlas of Human


Anatomy, Jakarta : Widya Medika, 1991, hal. 20
7

a. Mulut
Mulut adalah permulaan saluran pencernaan yang terdiri atas 2
bagian yaitu :
1) Bagian luar yang sempit / vestibula yaitu ruang di antara gusi, gigi,
bibir, dan pipi.
2) Bagian rongga mulut / bagian dalam yaitu rongga mulut yang dibatasi
sisinya oleh tulang maksilaris, palatum dan mandibularis disebelah
belakang bersambung dengan faring.
Pencernaan mulut dibantu oleh ptyalin yaitu enzim yang
dikeluarkan oleh kelenjar saliva untuk membasahi dalam metabolisme
makanan.

b. Faring
Merupakan organ yang menghubungkan rongga mulut dengan
kerongkongan (Esofagus) di dalam lengkung faring terdapat tonsil
(amandel) yaitu kumpulan kelenjar linfe yang banyak mengandung
limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. Di sini terletak
persimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang
rongga mulut dan rongga hidung. Di depan ruas tulang belakang makanan
melewati epigiotis lateral melalui resus piriformis masuk ke esophagus
tanpa membahayakan jalan udara. Pada waktu yang sama jalan udara
ditutup sementara. Permulaan menelan, otot mulut dan lidah konraksi
secara bersamaan.

c. Esofagus
Merupakan saluran yang menghubungkan tekak dengan lambung,
panjangnya ± 25 cm, mulai dari faring sampai pintu masuk kardiak di
bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lendir
8

(mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot melingkar sirkuler dan lapisan


otot memanjang longitudinal. Esophagus terletak di belakang trakea dan di
depan tulang punggung setelah melalui thorax menembus diafragma
masuk ke dalam abdomen menyambung dengan lambung.

d. Gaster / Lambung
Merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang paling
banyak terutama di daerah epigaster, lambung terdiri dari bagian atas
fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik,
terletak di bawah diafragma di depan pankreas dan limfa, menempel di
sebelah kiri fundus uteri, pencernaan dalam lambung dibantu oleh
pepsinogen untuk mencerna protein, lemak dan asam garam lambung
berdistensi untuk menampung makanan yang masuk, pada awalnya
pylorus tetap tertutup dan efek dari gelombang peristaltik pada saat ini
adalah mencampur makanan dan untuk memaparkan makanan dengan
cairan lambung kemudian sfingter pylorus mula-mula relaksasi dan
membiarkan sejumlah kecil makanan melewatinya setiap waktu.

Fungsi lambung terdiri dari :


1) Menampung makanan, menghancurkan dan menghaluskan makanan
oleh peristaltik lambung dan getah lambung.
2) Getah cerna lambung yang dihasilkan :
a) Pepsin ; fungsinya memecah putih telur menjadi asam amino
(albumin dan pepton)
b) Asam garam (HCl) fungsinya mengasamkan makanan sebagai
antiseptic dan desinfektan dan membuat suasana asam pada
pepsinogen sehingga menjadi pepsin.
c) Renin fungsinya sebagai ragi yang membekukan susu dan
membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu).
9

d) Lapisan lambung ; jumlahnya sediki memecah lemak menjadi


asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung.

Sekresi getah lambung mulai terjadi pada awal orang makan, bila
melihat makanan dan mencium bau makanan maka sekresi lambung akan
terangsang. Rasa makanan merangsang sekresi lambung karena kerja saraf
sehingga menimbulkan rangsangan kimiawi yang menyebabkan dinding
lambung melepaskan hormon yang disebut sekresi getah lambung. Getah
lambung dihalangi oleh sistem saraf simpatis yang dapat terjadi pada
waktu gangguan emosi seperti marah dan rasa takut.

e. Usus halus / Intestinum Minor


Pencernaan makanan lebih lanjut dilakukan di dalam usus halus
dengan bantuan aksi getah usus. Usus halus adalah bagian dari sistem
pencernaan yang berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum
panjangnya ± 6 m, merupakan saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorbsi hasil pencernaan. Lapisan usus halus ; lapisan
mukosa (sebelah dalam), lapisan otot melingkar (M. sirkuler), lapisan otot
memanjang (M.longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu :

1) Duodenum
Disebut juga usus dua belas jari, panjangnya ± 25 cm,
berbentuk sepatu kuda melengkung ke kiri, pada lengkungan ini
terdapat pankreas. Sedangkan pada bagian kanan duodenum ini
terdapat selaput lendir yang membukit disebut papila vateri. Pada
papila vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan
saluran pankreas (duktus pankreatikus. Empedu dibuat di hati untuk
dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus dan fungsinya
10

mengemulsi lemak dengan bantuan lipase. Pankreas juga


menghasilkan ; amilase yang berfungsi mencerna hidrat arang
menjadi disakarida dan tripsin yang berfungsi mencerna protein
menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar.
Kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi untuk
memproduksi getah intestinum.

2) Yeyenum dan Ileum


Yeyenum dan Ileum mempunyai panjang sekitar ± 6 m. 2/5
bagian atas adalah yeyenum dan 3/5 adalah ileum. Lekukan yeyenum
dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior dengan
perantaraan lipatan teritonium yang berbentuk kipas dikenal sebagai
mesenterium. Akar mesenterium memungkinkan keluar dan masuknya
cabang-cabang arteri dan vena mesentrika superior pembuluh limfe
dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang membentuk
mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai
batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum
dengan perantaraan lubang yang bernama orifisium ileoseikalis,
orifisium ini diperkuat oleh sfingter ileoseikalis dan pada bagian ini
terdapat katup valvula seikalis atau valvula baukhini yang berfungsi
untuk mencegah cairan dalam kolon asendens tidak masuk kembali ke
dalam ileum.

Fungsi usus halus terdiri dari ;


1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui
kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
3) Karbohidrat diserap dalam bentuk monosakarida.
11

Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan getah


usus yang menyempurnakan makanan :
1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
2) Eripsin, menyempurnakan pencernaan protein menjadi asam amino
a) Lactase mengubah lactase menjadi monosakarida
b) Maltosa mengubah maltosa menjadi monosakarida
c) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida

f. Usus Besar / Intestinum Mayor


Terdiri atas kolon asenden, transversum, desenden dan sigmoid
serta rectum. Peristaltik di bagian ini sangat kuat dan feces cair dalam usus
asenden dan transversum terdorong, kemudian air diserap ke usus
desenden. Bahan kotoran yang terdapat di dalam ujung usus sebagian
besar berupa feces dan menggumpal di dalam rektum akhirnya keluar
melalui anus.

g. Rektum
Terletak di bawah kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum
mayor dengan anus, terletak dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan
os koksigis.

h. Anus
Adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan
rectum dengan dunia luar (udara luar). Terletak di dasar pelvis,
dindingnya diperkuat oleh tiga sfingter ;
1) Sfingter ani internus (sebelah atas) bekerja tidak menurut kehendak
2) Sfingter levator ani, bekerja juga tidak menurut kehendak
12

3) Sfingter ani eksternus (sebelah bawah) bekerja menurut kehendak.

3. Etiologi
a) Faktor Infeksi
1) Infeksi internal yaitu infeksi pencernaan makanan yang merupakan
penyebab utama diare pada anak meliputi infeksi enteral sebagai
berikut :
a) Infeksi bakteri : Vibrio E Colli, Salmonella, Stigella,
Campylobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagainya.
b) Infeksi virus ; enterovirus (virus Echo, Coxsackie, Poliomyeletis)
Adenovirus, Rostavirus, Astrovirus dan lain-lain)
c) Infeksi Parasit ; cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris,
Strongyloides) ; Protozoa (Entamoeba histolytica, Grandia lamblia,
Trichomonas hominis), Jamur (Candida Albicans).
2) Infeksi Parenteral ialah infeksi di luar alat pencernaan makanan seperti
Otitis Media Akut (OMA), Tonsilitis / Tonsilofaringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis, dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur di bawah 2 tahun.

b) Faktor Malabsorbsi
1) Malabsorbsi karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltosa, dan
sukrosa) ; monosakarida (intoleransi gluksosa, fruktosa, dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering
intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak
3) Malabsorbsi protein
c) Faktor Makanan
Makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan
13

d) Faktor Psikologis
Rasa takut dan cemas (jarang, tetapi dapat terjadi pada anak yang
lebih besar)

4. Klasifikasi penyakit
Klasifikasi penyakit diare yaitu :
a. Diare Akut
Yaitu diare yang berlangsung kurang dari 15 hari. Sedangkan
menurut World Gastroenterology organitation Global Guidelines 2005,
diare akut didefinisikan sebagai pasase tinja cair / lembek dengan jumlah
lebih banyak dari normal, berlangsung kruang dari 14 hari.

b. Diare Kronik
Adalah diare yang berlangsung lebih dari 15 hari.

c. Diare Persisten
Merupakan istilah yang dipakai di luar negeri yang menyatakan
diare berlangsung selama 15 sampai 30 hari yang merupakan kelanjutan
dari diare akut (peralihan akut dan kronik, dimana lama diare kronik yang
dianut yaitu yang berlangsung lebih dari 30 hari).

d. Diare Infektif
Adalah bila penyebabnya infeksi sedangkan diare non infektif bila
tidak ditemukan infeksi sebagai penyebab pada kasus tersebut.

e. Diare Organik
Adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik,
hormonal atau toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan
penyebab organik.
14

5. Patofisiologi
Diare adalah peningkatan keenceran dan frekuensi tinja. Diare dapat
terjadi akibat adanya makanan / zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit ke dalam rongga usus. Isi rongga usus yang
berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul
diare. Hal ini disebut diare osmotik atau karena iritasi saluran cerna.
Penyebab tersering iritasi adalah infeksi virus atau bakteri di usus
halus distal atau usus besar. Iritasi usus oleh suatu pathogen mempengaruhi
lapisan mukosa usus sehingga terjadi peningkatan produk-produk sekretorik,
termasuk mukus. Iritasi oleh mikroba juga mempengaruhi lapisan otot
sehingga terjadi peningkatan motilitas. Peningkatan motilitas menyebabkan
banyak air dan elektrolit terbuang karena waktu yang tersedia untuk
penyerapan zat-zat tersebut di kolon berkurang. Individu yang mengalami
diare berat dapat meninggal akibat syok hipovolemik dan kelainan elektrolit.
Selain itu diare dapat terjadi akibat rangsangan tertentu misalnya
toksin, yang dikeluarkan oleh bakteri adalah contoh dari bahan yang sangat
merangsang. Motilitas secara langsung menyebabkan sekresi air dan elektrolit
ke dalam usus besar, sehingga unsur-unsur plasma yang penting ini terbuang
dalam jumlah besar.
Diare juga dapat disebabkan oleh faktor psikologis, misalnya
ketakutan atau jenis-jenis stress tertentu, yang diperantarai oleh stimulasi usus
oleh saraf parasimpatis.

6. Manifestasi Klinik
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat,
nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare. Tinja cair
mungkin disertai lendir atau lendir dan darah. Warna tinja makin lama makin
15

berubah kehijau-hijauan karena bercampur dengan empedu. Anus dan daerah


sekitarnya timbul lecet karena sering defekasi dan tinja makin lama makin
asam sebagai akibat makin banyak asam laktat yang berasal dari laktosa yang
tidak diabsorbsi oleh usus selama diare. Gejala muntah dapat timbul sebelum
atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau
akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah
banyak kehilangan cairan dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai tampak yaitu :
a. Berat badan menurun
b. Turgor berkurang
c. Mata dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi)
d. Selaput lendir, bibir dan mulut serta kulit tampak kering

Berdasarkan keadaan klinis dehidrasi dibagi dalam 3 tingkatan yaitu :


a. Dehidrasi Klinis : Kehilangan cairan 2 % - 5 % dari berat badan.
Gambaran klinis : Dehidrasi, turgor kulit kurang plastis, suara serak,
pasien belum jatuh dalam keadaan pre syok.
b. Dehidrasi Sedang : Kehilangan cairan 5 % - 8 % dari berat badan.
Gambaran klinis : Turgor jelek, suara serak, pasien jatuh dalam pre syok /
syok, nadi cepat, nafas cepat dan dalam.
c. Dehidrasi Berat : Kehilangan cairan 8 % - 10 % dari berat badan.
Gambaran klinis : Turgor jelek, suara serak, pasien jatuh kedalam pre syok
/ syok, nadi cepat, nafas cepat, kesadaran menurun, otot kaku.
Penentuan derajat dehidrasi. Derajat dehidrasi dapat ditentukan
dan berdasarkan :
1) Keadaan Klinis : ringan, sedang dan berat
2) Berat jenis plasma : pada dehidrasi BJ plasma meningkat
a. Dehidrasi Berat : BJ plasma 1,032 –
1,040
16

b. Dehidrasi Sedang : BJ plasma 1,028 –


1,032
c. Dehidrasi Ringan : BJ plasma 1,025 –
1,028

Tabel 2-1 Kehilangan cairan pada dehidrasi berat menurut berat badan
pasien dan umur
Berat Badan Umur PWL* NWL** CWL*** Jumlah
0-3 Kg 0-6 bulan 150 125 25 300
3-10 Kg 1 Bulan-2 Th 125 100 25 250
10-15 Kg 2-5 Th 100 80 25 205
15-25 Kg 5-10 Th 80 25 25 130

Keterangan :
* PWL : Previus Water Losses (ml/KgBB) (cairan yang hilang karena
muntah)
**NWL : Normal Water Losses (ml/KgBB) (karena urine, penguapan
kulit, pernafaan)
***CWL : Concomitant Water Losses (ml/KgBB) (karena diare dan
muntah-muntah terus)

7. Komplikasi
Akibat diare dan kehilangan cairan dan elektrolit dapat terjadi berbagai
komplikasi, sebagai berikut :
a. Dehidrasi
Dehidrasi dapat timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas
karena nausea dan muntah, terutama pada anak kecil dan lanjut usia.
17

Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus yang meningkat, berkurangnya


jumlah air kecil dengan warna urine gelap, tidak mampu berkeringat dan
perubahan ortostatik.

b. Syok hipovolemik
Syok yang terjadi karena penurunan abnormal volume cairan
sirkulasi (plasma dalam tubuh).

c. Kematian
Bila diare tidak ditangani dengan cepat dan tepat maka dapat
menimbulkan kematian.

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Pemeriksaan darah tepi lengkap.
b. Pemeriksaan analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin, dan berat jenis
plasma.
c. Pemeriksaan urine lengkap.
d. Pemeriksaan tinja lengkap dan biarkan tinja dari colok di dubur.
e. Pemeriksaan biakan empedu bila demam tinggi dan dicurigai infeksi
sistemik.
f. Pemeriksaan sediaan malaria serta serologi heliobakter.

9. Penatalaksanaan Medik
Dasar pengobatan diare adalah :
a. Pemberian cairan per oral
Pada pasien dengan dehidrasi ringan dan sedang cairan diberikan
peroral berupa cairan yang berisikan NaCl dan NaHCO3, KCl dan glukosa.
Untuk diare akut dan kolera pada anak di atas umur 6 bulan kadar Natrium
90 meq/l, pada anak di bawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan,
18

sedang kadar Natrium 50 – 60 meq/l. Formula lengkap sering disebut


oralit. Cairan sederhana dapat dibuat sendiri (formula tidak lengkap)
hanya mengandung garam dan gula (NaCl dan sukrosa), atau air tajin yang
diberi garam dan gula, untuk pengobatan sementara di rumah sebelum
dibawa berobat ke rumah sakit / pelayanan kesehatan untuk mencegah
dehidrasi lebih jauh.

b. Diet
Pasien diare tidak dianjurkan puasa kecuali bila muntah-muntah
hebat. Pasien dianjurkan justru minum minuman sari buah, teh, minuman
tidak bergas, makanan mudah cerna seperti pisang, nasi, keripik dan sup.
Susu sapi harus dihindari karena adanya lactase transien yang disebabkan
oleh infeksi virus dan bakteri, minuman beralkohol dan berkafein harus
dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

c. Obat-obatan
1) Obat anti diare
Obat-obat ini dapat mengurangi gejala-gejala :
a) Yang paling efektif yaitu derivat opioid misalnya loperamide,
difenoksilat-atrofin dan tinktur opium. Loperamide paling disukai
karena tidak adiktif dan memiliki efek samping paling kecil.
Bismuth subsalisilat merupakan obat lain yang dapat digunakan
tetapi kontraindikasi pada pasien HIV karena dapat menimbulkan
Ensefelopati Bismuth. Obat antimotilitas penggunaannya harus
hati-hati pada pasien disentri yang panas (termasuk infeksi
shigella) bila tanpa disertai anti mikroba, karena dapat
memperlama penyembuhan penyakit.
b) Obat yang mengeraskan tinja : atapulgite 4 x 2 tab/hari, smectite
3 x 1 sachet diberikan tiap diare/ BAB encer sampai diare berhenti.
19

c) Obat anti sekretorik/anti enkephalinase : Hidrasec 3 x 1 tab/hari.


2) Obat anti mikroba
Karena kebanyakan pasien memiliki penyakit yang ringan, self
limited disease karena virus/bakteri non invasif, pengobatan empirik
tidak dianjurkan pada semua pasien. Pengobatan empirik diindikasikan
pada pasien-pasien yang diduga mengalami infeksi bakteri invasif,
diare turis (traveler’s diarea) atau imunosupresif. Obat pilihan yaitu
Kuindon (misalnya siprofloksasin 500 Mg 2 x / hari selama 5-7 hari).
Obat ini baik terhadap bakteri pathogen invansif termasuk campylobac
bacter, shigella, salmonella, yersinia, dan aeromonas spesies.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Nama lengkap, tempat tinggal, jenis kelamin, tanggal lahir, umur,
asal suku, nama orang tua, pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama
Buang air besar (BAB) lebih 3 x sehari, < 4 kali dan cair (diare
tanpa dehidrasi), BAB 4-10 kali dan cair (dehidrasi ringan, sedang), BAB
> 10 kali (dehidrasi berat).

c. Riwayat penyakit sekarang


1) Bayi menangis, gelisah, suhu tubuh meningkat, nafsu makan
berkurang
2) Tinja makin cair mungkin disertai lendir/darah
3) Anus dan daerahnya timbul lecet karena sering defekasi
4) Gejala muntah dapat terjadi
5) Bila terjadi dehidrasi berat, gejala dehidrasi mulai tampak
20

6) Diuresis : terjadi oliguria (kurang dari 1 ml/Kg/BB/Jam)

d. Riwayat kesehatan
1) Riwayat imunisasi terutama campak karena diare lebih sering terjadi
atau berakibat berat pada anak dengan campak atau yang baru
menderita campak 4 minggu terakhir sebagai akibat dari penurunan
kekebalan pada pasien.
2) Riwayat alergi terhadap makanan atau obat-obatan (anti biotik)
3) Riwayat penyakit yang sering terjadi pada anak-anak berusia dibawah
2 tahun biasanya batuk, pilek, kejang yang terjadi sebelum atau setelah
diare

e. Riwayat nutrisi
1) Pemberian ASI penuh pada anak umur 4-6 bulan sangat mengurangi
resiko diare dan infeksi yang serius.
2) Pemberian susu formula apakah di buat dengan air masak dan
diberikan dengan botol (dot) karena botol yang tidak bersih akan
menimbulkan pencemaran.
3) Perasaan haus anak diare tanpa dehidrasi tidak merasa haus (minum
biasa) pada dehidrasi ringan atau sedang anak merasa haus dan ingin
minum banyak sedangkan pada dehidrasi berat anak malas, minum
atau tidak bisa minum.

f. Pemeriksaan fisik
1) Keadaan umum : - Baik, sadar (tanpa dehidrasi)
- Gelisah, rewel (dehidrasi ringan)
- Lesu, Lunglai (dehidrasi berat)
21

2) Berat badan
Anak diare dengan dehidrasi biasanya mengalami penurunan
berat badan sebagai berikut :
Tabel 2-2 Tabel Tingkat dehidrasi dengan persentase kehilangan berat badan.
% Kehilangan Berat Mulut &
Tingkat
Badan Kulit Mata Lidah
Dehidrasi
Bayi Anak besar
Dehidrasi 5% 3% Turgor kembali Kelopak Kering
Ringan 50ml/Kg (30 ml/Kg) dengan lambat mata cekung
(cubitan kembali (cowong)
dalam waktu 2 detik)

Dehidrasi 5 – 10 % 6% Turgor kembali Kelopak Kering


Sedang 50-100 (60 ml/Kg) dengan lambat mata cekung
ml/Kg (cubitan kembali (cowong)
dalam waktu 2 detik)

Dehidrasi 10 – 15 % 9% Turgor kembali Kelopak Sangat


Berat 100-150 (90 ml/Kg) sangat lambat mata sangat kering
ml/Kg (cubitan kembali cekung
lebih dari waktu 2
detik)

3) Kepala mengalami dehidrasi ubun-ubun biasanya cekung


4) Abdomen kemungkinan mengalami distensi, kram dan bising usus
yang meningkat
5) Anus, apakah ada iritasi atau tidak.

2. Diagnosa yang mungkin timbul


a. Diare berhubungan dengan inflamasi. iritasi / malabsorbsi usus, adanya
toksin, penyempitan segmental lumen.
22

b. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan absorbsi


nutrien, status metabolik.
c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
ganguan absorbsi nutrien, status hipermetabolik
d. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi
kulit/jaringan, eksoriasi, fisuria perirektal, fistula.
e. Resiko tinggi kerusakan intergritas jaringan yang berhubungan dengan
resiko terhadap kekurangan cairan/nutrisi
f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kesalahan interprestasi
informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber.

3. Perencanaan
a) Diare yang berhubungan dengan inflamasi, iritasi/malabsorbsi usus
adanya toksin/ penyempitan segmental.
Hasil yang diharapkan :
Diare teratasi
Kriteria hasil :
− Melaporkan penurunan frekuensi defekasi
− Mengatakan bahwa konsistensi feces sudah kembali normal
Intervensi:
1) Observasi dan catat frekuensi defekasi, karakteristik , jumlah dan
faktor pencetus.
Rasional :
Membantu membedakan penyakit individu dan mengkaji beratnya
episode.
2) Tingkatkan tirah baring
23

Rasional :
Istirahat menurunkan motilitas usus untuk menurunkan laju
metabolisme bila infeksi atau perdarahan sebagai komplikasi.
3) Pertahanan status puasa sampai frekuensi dan volume defekasi
menurun untuk mencegah iritasi gastrik lebih lanjut.
Rasional :
Untuk mengidentifikasi keadaan keseimbangan volume cairan tubuh
3) Mulai pemberian makanan berupa larutan elektrolit dalam porsi kecil
tetapi diberikan sering sesuai pesanan.
Rasional :
Minuman bikarbonat dapat menggantikan natrium dan kalium yang
hilang pada diare dan muntah
4) Beri ASI atau secara berangsur diberikan formula dari ½ sampai 1
porsi penuh sesuai petunjuk
Rasional :
Untuk secara bertahap memenuhi volume cairan sesuai dengan
kebutuhan tubuh
5) Kaji kemampuan pasien menerima setiap perubahan diet dan formula
yang mengakibatkan pengeluaran yang kuat / banyak jika jumlah feces
yang keluar meningkat secara bermakna.
Rasional :
Mengidentifikasikan perubahan defekasi dengan adanya perubahan
diet
6) Tingkatkan diet dari cair menjadi lebih padat seperti pisang, nasi, selai,
apel, dan roti panggang (pada anak yang lebih besar)
Rasional :
Secara bertahap untuk memenuhi nutrisi sesuai dengan kebutuhan
24

b. Kekurangan volume cairan yang berhubungan dengan gangguan absorbsi


nutrien, status hipermetabolik.
Hasil yang diharapkan :
Mempertahankan volume cairan adekuat.
Kriteria hasil :
− Membran mukosa mulut lembab.
− Turgor kulit elastis, tanda-tanda vital stabil.
− Keseimbangan masuk dan haluaran dalam kosentrasi / jumlah.
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala dini defisit volume cairan misalnya membran
mukosa kering (bibir, mulut), urine kuning kecoklatan, berat jenis
urine > 1,025.
Rasional :
Penurunan volume yang bersirkulasi menyebabkan kekeringan
jaringan dan pemekatan urine, deteksi dini memungkinkan terapi
penggantian cairan segera untuk memperbaiki defisit
2) Awasi masukan dan haluaran, karakter dan jumlah feces perkirakan
kehilangan yang tak terlihat misalnya keringat
Rasional :
Memberikan informasi tentang keseimbangan cairan fungsi ginjal dan
kontrol penyakit usus juga merupakan pedoman untuk penggantian
cairan.
3) Kaji tanda-tanda vital (nadi, suhu, nafas).
Rasional :
Takikardi, demam dapat menunjukkan respon terhadap dan atau efek
kehilangan cairan
4) Ukur berat badan tiap hari
25

Rasional :
Indikator cairan dan status nutrisi.
5) Kaji kemampuan anak untuk rehidrasi melalui mulut.
Rasional :
Membantu untuk mempertahankan keseimbangan cairan.
6) Kolaborasi medik dalam pemberian obat sesuai indikasi antidiare, anti
emetik, anti piretik
Rasional :
Antidiare : menurunkan kehilangan cairan dari usus
Antiemetik : digunakan untuk mengontrol mual / muntah pada
eksarsebasi akut
Antipiretik : mengontrol demam, menurunkan kehilangan tak terlihat
7) Kolaborasi medik dalam pemberian cairan parenteral sesuai indikasi
Rasional :
Mempertahankan istirahat usus dan memerlukan penggantian cairan
untuk memperbaiki kehilangan cairan tubuh

c. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


gangguan absorbsi nutrien status hipermetabolik.
Hasil yang diharapkan :
Kebutuhan nutrisi terpenuhi secara adekuat.
Kriteria hasil :
− Menunjukkan BB yang ideal
− Mampu menghabiskan porsi makan yang disediakan
Intervensi :
1) Kaji status nutrisi BB awal, derajat kekurangan BB dan integritas
mukosa oral
26

Rasional :
Untuk mengetahui derajat kekurangan nutrisi
2) Kaji tanda-tanda vital
Rasional :
Untuk mengetahui keadaan umum pasien
3) Observasi masukan dan keluaran
Rasional :
Untuk mengetahui keseimbangan cairan
4) Timbang BB tiap hari
Rasional :
BB yang turun merupakan indikator langsung kehilangan cairan
5) Berikan makanan cair sedikit tapi sering
Rasional :
Meningkatkan keadekuatan pasien dan penetuan kebutuhan nutrisi
6) Kolaborasi medik dalam pemberian cairan
Rasional :
Untuk menambah kebutuhan cairan

d. Nyeri (akut) berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit


atau jaringan, eksoriasi fisura perirektal, fistula
Hasil yang diharapkan
Nyeri teratasi
Kriteria hasil :
− Melaporkan hasil nyeri hilang / terkontrol
− Tampak rileks dan mampu tidur, istirahat dengan tepat
Intervensi :
1) Kaji karakter, intensitas dan letak nyeri
27

Rasional :
Membantu dan memberikan terapi untuk toleransi nyeri
2) Anjurkan pasien berbaring dalam posisi terlentang dengan bantalan
penghangat diatas abdomen
Rasional :
Tindakan ini meningkatkan relaksasi otot gastrointestinal
3) Berikan aktivitas hiburan dan periode istirahat sering
Rasional :
Mengalihkan perhatian pasien terhadap nyeri
4) Berikan tindakan nyaman (misal : pijatan punggung)
Rasional :
Meningkatkan relaksasi, menfokuskan kembali mekanisme koping
5) Bersihkan area rektal dengan sabun ringan dan di lap setelah defekasi
dan berikan perawatan kullit
Rasional :
Melindungi kulit dari asam usus

e. Resiko tinggi kerusakan intergritas jaringan yang berhubungan dengan


resiko terhadap kekurangan cairan / nutrisi.
Hasil yang diharapkan
Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria hasil :
− Menunjukkan jaringan yang bersih dan utuh
− Turgor kulit dan warnanya normal
Intervensi :
1) Kaji area perirektal terhadap inflamasi abses atau fistula
Rasional :
Deteksi dini dapat membantu dalam pemberian intervensi yang tepat
28

2) Jaga daerah popok bersih dan kering


Rasional :
Popok yang lembab / basah mempercepat timbulnya proses infeksi dan
ketidaknyamanan pasien
3) Cuci kulit dengan suhu yang lembut dan air setiap kali setelah
defekasi, kekeringan dengan seksama, berikan salep, topikal sesuai
dengan pesanan
Rasional :
Memperkecil terjadinya iritasi kulit pada daerah perianal
4) Biarkan daerah bokong terbuka terhadap udara sebanyak mungkin
Rasional :
Daerah bokong kering, memperkecil terjadinya iritasi kulit
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian salep kulit setelah
mengganti popok
Rasional :
Menjaga integritas kulit dari iritasi terutama daerah sekitar anus dan
bokong.

f. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis dan


kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kesalahan interpretasi
informasi kurang mengingat tidak mengenai sumber.
Hasil yang diharapkan :
Pengetahuan pasien tentang pemahaman proses penyakit dan
pengobatannya meningkat.
Kriteria hasil :
− Pasien mengatakan paham tentang proses penyakit dan regimen
pengobatan
29

− Pasien dapat mengidentifikasi situasi dan tindakan khusus untuk


menerimanya
Intervensi :
1. Tentukan persepsi pasien dan keluarga tentang proses penyakit
Rasional :
Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan
belajar individu
2. Berikan instruksi dalam penatalaksanaan diet, penekanan makanan
untuk dihindari buah-buahan dan sayuran mentah, alkohol, coklat dan
makanan yang menghasilkan gas.
Rasional :
Pengetahuan dasar yang akurat memberikan kesempatan pasien untuk
membuat keputusan / pilihan
3. Tekankan pentingnya perawatan kulit misalnya : teknik cuci tangan
dengan baik dan perawatan perineal yang baik
Rasional :
Menurunkan penyebaran bakteri dan resiko iritasi kulit / kerusakan
infeksi.
4. Berikan informasi tentang obat-obatan termasuk nama, dosis, tujuan,
waktu pemberian, efek samping, dan interaksi, jelaskan pentingnya
untuk menghindari pemakaian obat yang dijual bebas
Rasional :
Meningkatkan pemahaman dan dapat meningkatkan kerjasama dalam
program.
30

4. Pelaksanaan
Pada tahap ini merupakan realisasi dari rencanan asuhan keperawatan
yang telah ditentukan dengan tujuan memenuhi kebutuhan pasien secara
optimal

5. Evaluasi
Tahapan akhir dari proses keperawatan ialah mengevaluasi respon
pasien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil
yang diberikan dan diharapkan telah tercapai. Hasil asuhan keperaatan yang
diharapkan tercapai pada pasien dengan Gangguan Sistem Pencernaan
Gastroenteritis yaitu :
a. Melaporkan pola defekasi normal
b. Mempertahankan keseimbangan cairan
1) Mengkonsumsi cairan per oral dengan adekuat.
2) Melaporkan tidak ada keletihan dan kelemahan otot.
3) Menunjukkan membran mukosa lembab dan turgor jaringan normal.
4) Mengalami keseimbangan asupan dan haluaran.
5) Mengalami berat jenis urin normal.
c. Mengalami penurunan tingkat ansietas
d. Mempertahankan integritas kulit
1) Mempertahannkan kulit tetap bersih setelah defekasi
2) Menggunakan pelembab atau salep sebagai barier kuli
e. Tidak mengalami kompikasi
1) Elektrolit tetap dalam rentang normal
2) Tanda vital stabil
3) Tidak ada disritmia atau perubahan dalam tingkat kesadaran
31

6. Discharge Planning
a. Jelaskan penyebab diare.
b. Ajarkan untuk mengenal komplikasi diare
c. Ajarkan untuk mencegah penyakit diare dan penularan ; ajarkan tentang
standar pencegahan.
d. Ajarkan perawatan anak ; pemberian makanan/minuman (misalnya oralit).
e. Ajarkan mengenal tanda-tanda dehidrasi, ubun-ubun dan mata cekung,
turgor kulit tidak elastis, membrane mukosa kering.
f. Jelaskan obat-obatan yang diberikan ; efek samping dan kegunaannya.
32

C. Patoflow Diagram
Faktor Malabsorbsi Faktor Inveksi Faktor makanan (makanan Faktor Psikologis (takut,
(karbohidrat, lemak, protein (Virus, Bakteri, Parasit) basi, beracun) cemas)

Masuk ke dalam sistem Merangsang kerja sistem


pencernaan saraf simpatis
Gangguan absorbsi usus
halus terhadap zat-zat
penting tersebut Mengandung toksin Pelepasan asetilcolin &
muatan fleksus
meisentrikus
Toksin terikat pada mukosa
usus
Mempengaruhi lapisan
otot-otot polos usus

Peningkatan produksi Iritasi mukosa usus Peningkatan motilitas usus


mukus mukosa usus

 Hiperperistaltik usus
Peningkatan produksi sekretorik  Rasa tidak enak
Tinja menjadi lebih
Gastrointesntinal  Mulas
asam
Pergerakan materi pada
usus terlalu cepat

Peningkatan produksi Iritasi kulit sekitar anus MK: Nyeri


gastrin saat defekasi

Merangsang sekresi asam


HCl MK: gangguan
integritas kulit sekitar
anus
Suasana asam pada usus
halus

Gangguan sistem ansorbsi


Air & elektrolit

Penatalaksanaan :  BAB cair > 4 x MK: Diare


− Pemberian oralit DIARE  Perut mulas
− Pemasangan infus  Mual, muntah
 Berat badan menurun MK: Gangguan
Air & elektrolit pemenuhan kebutuhan
Banyak terbuang nutrisi

MK : Kurang Pengetahuan
Kehilangan cairan Asidosis metabolik
MK : Kurang volume cairan
ekstraseluler berlebih  Tachipnea
 Nyeri / kram perut
Dehidrasi  TD menurun
 Lemah, pucat  Turgor kulit menurun
 Kulit kurang elastis MK: Kurang
 Mata &ubun-ubun cekung Ketidakseimbangan
volume cairan elektrolit
 Mukosa mulut kering

Hilangnya cairan dalam


intraseluler

Syok hipovolemik KEMATIAN


 Tachicardi
 Gelisah, pucat
 Ekstermitas dingin
 Sianosis
33

BAB III
TINJUAN KASUS

A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa yang mengkaji : Vincentia Tri Yuwandhini


Unit : Anak
Ruang / Kamar : Theresia / 12-5
Tanggal Masuk Rumah Sakit : 4 Juli 2007
Tanggal Pengkajian : 5 Juli 2007
Waktu Pengkajian : 06.30 WIB
Auto Anamnese : -
Allo Anamnese : Keluarga klien
1. IDENTITAS
a. Klien :
Nama Initial : By. “J”
Umur : 11 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Anak Ke : 1 (Satu)
Warga Negara : Indonesia
Bahasa yang digunakan : Belum bisa bicara
Pendidikan : Belum Sekolah
Agama : Islam
Alamat : Bukit Besar

b. Orang Tua/ Penanggung Jawab


Ayah Ibu Penanggung Jawab
Nama : Tn “H” Ny. “D” Tn. “H”

32
34

Umur : 22 Th 28 Th
Agama/Suku : Islam/China Islam/Palembang
Kebangsaan : Indonesia Indonesia
Pendidikan : SMA SMA
Pekerjaan : Buruh Ibu Rumah Tangga
Alamat : Bukit Besar Bukit Besar

2. DATA MEDIK
Klien dikirim dari UGD Rumah Sakit RK Charitas oleh kelurga klien
dengan diagnosa medik : GEAD dan Diagnosa saat pengkajian GE

3. KEADAAN UMUM
Keadaan Sakit
Klien tampak sakit sedang dan terbaring lemah, terpasang infuse Ka EN
3A 16 tetes / menit set makro di kepala, aktivitas klien dibantu oleh perawat /
keluarga.

4. TANDA-TANDA VITAL
Dari hasil pengkajian tingkat kesadaran klien ditemukan kesadaran
Kualitatif Compos mentis, kesadaran Kualitatif dengan Skala Glasgow :
respon motorik : 6, respon bicara : 5, respon membuka mata : 4, dengan
jumlah : 15, maka kesimpulan klien sadar penuh. Suhu klien 360C melalui
Axillar Nadi 100 x/menit teratur dan penuh pada arteri radialis, frekuensi
pernapasan 25 x/menit, irama teratur. Jenis pernapasan dada.

5. PENGUKURAN
Tinggi Badan : 75 cm
Berat Badan : 7.000 gram
Lingkar Kepala : 44 cm
35

Lingkar lengan : 14 cm
Lingkar dada : 46 cm

6. GENOGRAM

11 bln

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Klien
11 bln

: Tinggal Serumah

7. KAJIAN POLA KESEHATAN


a. Kajian Persepsi Kesehatan-pemeliharaan Kesehatan
Riwayat prenatal ibu sering muntah dan mendapatkan vaksinasi,
riwayat kelahiran, bayi lahir cukup bulan dan lahir secara spontan ditolong
oleh bidan dengan BB lahir 3.800 gram dan PB 49 cm. Tidak ada kelainan
bawaan dan tidak terjadi trauma kelahiran.
Riwayat tumbuh kembang anak : Ibu klien mengatakan saat ini
klien sudah dapat merangkak dan belajar untuk berjalan, pada umur 8
36

bulan klien sudah mampu mengucapkan kata mama, papa dan dada, gigi
incisivus atas dan bawah sudah tumbuh dua buah.
Riwayat penyakit yang pernah dialami ; klien pernah dirawat di
Rumah Sakit Siti Khotijah Palembang tanggal 30 Juni 2007 dengan
demam. Pada saat dirawat klien menerima makanan berupa coklat dari
pasien lain yang menderita penyakit GE dan dirawat satu ruangan dengan
klien. Keesokan harinya klien BAB lebih dari empat kali dengan
konsistensi encer. Karena tidak mengalami perubahan setelah dirawat 5
hari maka klien pindah berobat ke Rumah Sakit RK Charitas dan
dianjurkan oleh dokter BGD untuk opname, sekarang klien sedang dalam
perawatan.
Riwayat vaksinasi, klien sudah mendapatkan vaksinasi BCG, DPT
I – III, Polio I – III, Campak dan Hepatitis I - III.
1) Data Subjektif
a) Keadaan sebelum sakit :
Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien makan nasi Tim
dan minum susu dan air putih, lingkungan tempat tinggal cukup
bersih dan klien mandi 2x sehari pagi dan sore.
b) Keadaan sejak sakit :
Ibu Klien mengatakan sejak sakit klien hanya mandi 1 x
sehari setiap pagi dan hanya di lap saja dengan air hangat.
2) Data Objektif
a) Observasi
Kebersihan rambut klien bersih dan tidak berminyak, kulit
kepala bersih tidak tampak ada ketombe, kebersihan kulit bersih
tidak ada lesi, hygiene rongga mulut bersih tidak bau, kebersihan
genetalia bersih tidak ada peradangan, kebersihan anus bersih tidak
ada sisa feces.
37

2. Kajian Nutrisi Dan Metabolik


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien makan 3 x sehari,
pagi siang dan sore hari jenisnya nasi tim, selain itu klien juga sering
minum air putih 2 gelas / hari dan minum susu ± 350-500 cc setiap
hari, makanan klien sehari-hari selalu dijaga.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan sejak sakit klien tidak selera makan,
klien makan makanan yang disediakan dari rumah sakit dan tidak
dihabiskan hanya makan ¼ porsi saja, selain itu klien juga hanya
minum air putih ½ gelas dan minum susu ± 100-250 cc/hari.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Klien tampak minum air putih ½ gelas dan minum susu ± 150
cc dan klien makan habis ¼ porsi, BB klien 7.000 gram.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan rambut baik
berwarna hitam, hidrasi kulit lembab, palpebrae tidak ada edema,
conjugtiva anemis, sclera an ikterik, keadaan hidung tidak ada secret,
rongga mulut bersih, gusi berwarna merah muda dan tidak ada
peradangan, gigi geligi berupa gigi susu, klien belum mampu untuk
mengunyah keras, lidah bersih dan tidak ada pembesaran tonsil,
pharing tidak ada peradangan.
Pemeriksaan Fisik pada Abdomen
Pada pemeriksaan inspeksi : bentuk abdomen simetris tidak ada
bayangan vena, auskultasi peristaltik usus 30 x / menit, palpasi : masa
tidak teraba, hidrasi kulit lembab, tidak terdapat nyeri, hepar tidak
terjadi pembesaran, keadan kulit negatif untuk spider naevi, uremic
38

frost, edema dan icteric dan tidak ditemukan tanda-tanda peradangan.


Tidak ditemukan adanya lesi.
Pemeriksaan Diagnostik di laboratorium tangal 5 Juli 2007,
Haemoblobin 11,2 g/dl, Eosinophil 5%, Limphosit 54%, leukosit
16.400 sel/mm3, Retikulosit 17 O/oo
Terapi
Klien diberikan diet BS, LLM dan dipasang infuse KaEN 3A
16 tetes/menit set makro di kepala.

3. Kajian Pola Eliminasi


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan bahwa klien BAB teratur 1 x tiap pagi,
warna kuning, konsistensi lembek, BAK ± 4 -5 x/hari, warna kuning
jernih. Klien masih ngompol.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan kemarin klien BAB lebih dari 5x/hari,
konsistensi encer, tetapi hari ini klien BAB pada waktu subuh
berwarna kuning dan mulai berampas, tidak ada darah maupun lendir,
BAK ± 5 – 6 x/hari warna kuning jernih. Saat BAB dan BAK dibantu
oleh ibunya.
b) Data Obsyektif
1) Observasi
Klien tidak menggunakan kateter dan kolostomi, selama 4 jam
klien ngompol sebanyak 2 kali
2) Pemeriksaan Fisik
Peristaltik usus 30 x/menit dan pemeriksaan palpasi suprapubika
kandung kemih kosong, tidak ada nyeri ketuk ginjal di sebelah kanan
dan kiri, tidak ada peradangan pada mulut urethra. Pada pemeriksaan
39

anus tidak ditemukan peradangan dan negative untuk fisura, hemoroid


dan prolapsus recti

4. Kajian Pola Aktivitas dan Latihan


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien sering bermain
dengan saudara-saudaranya dan sering merangkak, apabila diganggu
saat bermain klien menangis.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan klien hanya mau di gendong.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Aktivitas harian klien pada umumnya masih mendapat bantuan
dari orang lain, mulai dari makan, mandi, berpakaian, kerapian, buang
air besar, buang air kecil. Untuk mobilisasi di tempat tidur dan
ambulasi klien sudah dapat mandiri. Postur tubuh klien tegap, gaya
jalan belum seimbang, tidak ada cacat pada anggota gerak, tidak ada
fiksasi dan tracheostomie.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik, perfusi pembuluh perifer kuku kembali
dalam waktu ± 1 detik, inspeksi bentuk thorax simetris, sianosis tidak
ada. Auskultasi suara nafas vesikuler, suara ucapan jelas, suara
tambahan tidak ada. Pada pemeriksaan jantung inspeksi ictus cordis
tidak terlihat, palpasi ictus cordis teraba.
Pemeriksaan lengan dan tungkai ;
Atropi otot tidak ada, rentang gerak aktif, kematian dan
kekauan sendi tidak ditemukan, Reflex patologik ; babinski kiri dan
kanan tidak ditemukan, clubbing jari-jari tidak ditemukan, varises
40

tungkai tidak ada, inspeksi pada columna vertebraris tidak ditemukan


kelainan bentuk.
Columna Vertebralis pada saat inspeksi tidak ada kelainan
bentuk, nyeri tekan pada palpasi tidak ada. N III-IV-VI baik, dapat
menggerakkan bola mata berputar atas, bawah, samping kiri dan
kanan. N XI baik dapat mengangkat bahu kiri dan kanan dan dapat
menggerakkan kepala.

5. Kajian Pola Tidur dan Istirahat


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan klien tidur malam hari selama ± 9 jam
mulai pukul 20.00 – 05.00 WIB dan sering terbangun pada malam hari
untuk minum susu. Klien bangun pukul 05.00 kemudian mengajak
bermain. Klien tidur siang selam ± 4 jam mulai 10.00- 12.00 WIB dan
mulai dari pukul 14.00 -16.00 WIB.
2) Keadaan sejak sakit
Ibu klien mengatakan klien tidur malam hari selama ± 10 jam
mulai pukul 19.00 – 05.00 WIB dan jarang terbangun pada malam hari
untuk minum susu. Klien bangun pukul 05.00 WIB. Klien tidur siang
selam ± 4 jam mulai 10.00- 12.00 WIB dan mulai dari pukul 14.00
-16.00 WIB..
b) Data Obyektif
1) Observasi
Pada siang hari klien tampak istirahat tidur, tidak tampak ekspresi
mengantuk pada wajah klien dan klien tidak sering menguap serta
palpebrae inferior tidak berwarna gelap.
41

6. Kajian Pola Persepsi Kognitif : Perseptual


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan klien dapat mengenal orang lain dan mau
diajak bermain, klien sudah mampu mengucapkan kata mama, papa
dan dada.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan klien mau diajak bermain dengan orang
yang sudah dikenalnya, tetapi klien takut kepada perawat/orang yang
baru dikenalnya, klien tidak mengalami gangguan pendengaran,
penglihatan, karena pada waktu dipanggil namanya klien menoleh ke
arah orang yang memanggilnya.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Saat didekati perawat / orang lain yang belum dikenal, klien
tampak agak ketakutan dan ingin menangis, saat dipanggil namanya
klien menoleh ke arah orang yang memanggilnya.
2) Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan penglihatan didapatkan hasil cornea jernih,
visus jelas dapat mengenal gambar, pupil isokor ukuran 3 mm, lensa
mata jernih, tekanan intra ocular kanan dan kiri sama. Pada
pemeriksaan pendengaran didapatkan hasil pina simetris, canalis
bersih, tidak ada serumen, membran timpani utuh. Tes pendengaran
baik, tidak ada gangguan pendengaran.

7. Pola Persepsi Diri / Konsep Diri


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
42

Ibu klien mengatakan sangat menyayangi klien, karena klien


lucu dan bisa menghiburnya.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan sangat sayang dengan klien, dan sedih
dengan keadaan klien yang sedang sakit. Ibu berharap agar klien cepat
sembuh dan dapat berkumpul kembali di rumah.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Kontak mata saat bicara fokus, rentang perhatian kurang karena
klien agak ketakutan dan ingin menangis, postur tubuh tegap.
2) Pemeriksaan Fisik
Kelainan bawaan yang nyata tidak ada, bentuk abdomen simteris,
tidak tampak bayangan vena, tidak teraba adanya benjolan massa,
tidak ditemukan lesi pada kulit dan tidak menggunakan protesa.

8. Pola Peranan dan Hubungan Dengan Sesama


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan klien adalah anak pertama, keluarga
klien sangat memperhatikan menyayangi klien, klien diasuh sendiri
oleh kedua orang tuanya, klien mau bermain dan mau digendong
dengan orang yang sudah dikenalnya.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan sejak sakit klien hanya mau digendong saja.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Klien tampak selalu digendong oleh Ibunya dan kedua orang
tuanya.
9. Pola Reproduksi-Seksualitas
43

a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien mengatakan klien berjenis kelamin perempuan dan
tidak ada kelainan pada klien.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan klien berjenis kelamin perempuan dan
tidak ada kelainan pada klien.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Tidak tampak adanya kelainan pada alat kelamin klien.
2) Pemeriksaan Fisik
Klien berjenis kelamin perempuan.

10. Mekaninsme Koping dan Toleransi Terhadap Strees


a) Data Subyektif
1) Keadaan Sebelum Sakit
Ibu klien akan menangis apabila klien lapar atau mainannya
diambil.
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan apabila menangis, klien akan minta
gendong ibunya.
b) Data Obyektif
1) Observasi
Klien tampak digendong ibunya, apabila menangis.

11. Pola Sistem Nilai Kepercayaan atau Keyakinan


a) Data Subyektif

1) Keadaan Sebelum Sakit


44

Ibu klien mengatakan ajaran agama yang diajarkan kepada


klien adalah agama Islam
2) Keadaan Sejak Sakit
Ibu klien mengatakan klien belum bisa sholat dan ibu klien selalu
berdoa untuk kesembuhan klien.

Tanda Tangan Mahasiswa yang mengkaji

(VINCENTIA TRI YUWANDHINI )

46
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59

BAB IV
PEMBAHASAN

Setelah penulis mempelajari teori tentang Asuhan Keperawatan klien


dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Gastroenteritis dan melaksanakan secara
langsung Asuhan Keperawatan pada klien By. “J”, ternyata antara teori yang di dapat
60

dengan kenyataan yang ditemukan didalam praktek lapangan terdapat kesenjangan.


Hal ini disebabkan karena tingkat kegawatan, persepsi individu, dan juga pemahaman
keluarga terhadap penyakit atau keadaaan yang dialami saat ini.
Uraian mengenai kesenjangan ini penulis amati dan temukan mulai dari
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi sebagai
berikut ;

A. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan, oleh karena
itu pengkaji perlu melakukan secara teliti, cermat dan sistematis melalui
wawancara, observasi dan pemeriksaan fisik secara langsung, serta di dukung
oleh sumber-sumber seperti catatan medika dan hasil pemeriksaan penunjang.
Setelah penulis secara cermat mempelajari teori pengkajian pasien dengan
Gangguan Sistem Pencernaan; Gastroenteritis maka penulis mendapatkan tanda
dan gejala yang khas berdasarkan teori yaitu : hiperperistaltik usus, rasa tidak
enak, mulas, BAB cair > 4 x, mual, muntah, berat badan menurun, lemah, pucat,
kulit kurang elastis, mata dan ubun-ubun cekung, mukosa mulut kering,
tachikardi, gelisah, ekstremitas dingin, sianosis, tachipnea, nyeri / kram perut,
tekanan darah menurun, turgor kulit menurun.
Pada pengkajian pasien By.”J” dengan Gastroenteritis, yang dikaji penulis
selama 3 hari tanggal 5 juli penulis menemukan tanda dan gejala tinja berwarna
kuning dan sudah mulai berampas, anorexia, BAK lancar, mukosa bibir lembab,
konjungtiva anemia, furgo kulit elastis..
59 penulis berpendapat adanya kesenjangan dari
Berdasarkan uraian di atas
tanda dan gejala antara teori dengan kajian keperawatan secara langsung pada
klien By “J”. Sebelumnya klien sudah opname selama 5 hari di Rumah Sakit Siti
Khodijah Palembang namun karena tidak ada perubahan maka klien dibawa ke
Rumah Sakit RK Charitas. Selama klien dirawat di paviliun Theresia Rumah
Sakit RK Charitas, penulis mengalami hambatan dalam pengkajian keperawatan
61

karena klien masih berumur 11 bulan. Saat didekati klien agak takut dan ingin
menangis. Untuk mengatasi permasalahan tersebut penulis melakukan pendekatan
dan kerjasama dengan orang tua atau keluarga klien.

B. Diagnosa Keperawatan
Dignosa keperawatan ditegakkan berdasarkan analisa data yang di dapat
pada waktu pengkajian. Masalah yang di dapat bersifat aktual dan potensial yang
dapat diatasi atau dikurangi ataupun dicegah dengan tindakan keperawatan.
Dalam diagnosa keperawatan teori dengan Gangguan Sistem Saluran
Pencernaan Gastroenteritis, penulis menemukan beberapa diagnosa keperawatan
yaitu :
1. Diare berhubungan dengan inflamasi ; iritasi/malabsorbsi usus, adanya toksin,
penyempitan segmental lumen.
2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan gangguan sistem absorbsi
nutrien, status metabolik.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan
gangguan absorbsi nutrien, status metabolik.
4. Nyeri berhubungan dengan hiperperistaltik, diare lama, iritasi kulit / jaringan,
eksoriasi, fisura perirektal, fistula.
5. Resiko tinggi kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan resiko
terhadap kekurangan cairan / nutrisi.
6. Kurang pengetahuan (kebutuhan belajar) tentang kondisi, prognosis, dan
kebutuhan pengobatan yang berhubungan dengan kesalahan interpretasi
informasi, kurang mengingat, tidak mengenal sumber.

Setelah penulis merumuskan diagnosa keperawatan berdasarkan masalah


klien By “J” kemudian penulis memprioritaskan berdasarkan kebutuhan klien,
maka diagnosa keperawatan yang muncul adalah :
62

1. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan


anorexia.
2. Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan kurang informasi tentang
penyebab penyakit.
3. Resiko kurang volume cairan berhubungan dengan asupan cairan tidak
adekuat.
4. Potensial peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan mikroorganisme yang
menembus saluran gastrointestinal.
Diagnosa keperawatan secara teori, tidak seluruhnya ditemukan oleh
penulis pada kasus By “J” hal tersebut terjadi karena diagnosa keperawatan dari
klien By ”J” sesuai dengan masalah kesehatan dan tanda serta gejala-gejala yang
ditemukan pada klien By”J” dengan gastroenteritis.

C. Perencanaan Keperawatan
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan, langkah selanjutnya adalah
menerapkan dan menyusun rencana tindakan. Langkah ini memberikan pedoman
pada tindakan yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah kesehatan klien dan
keluarga dalam pembuatan perencanaan penulis menetapkan berdasarkan pada
tinjauan teori sesuai dengan diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien By.
“J”.
Sebelum menyusun rencana tindakan keperawatan, pertama-tama penulis
menerapkan tujuan yang diharapkan agar dalam membuat rencana tindakan
keperawatan mengarah kepada tujuan atau hasil yang diharapkan.

D. Pelaksanaan Keperawatan.
Tindakan keperawatan merupakan realisasi dari rencana tindakan
keperawatan, jadi tidak semua rencana tindakan keperawatan yang ada pada teori
dilaksanakan pada klien. Dalam melaksanakan tindakan keperawatan penulis
63

berpedoman pada rencana tindakan yang telah disusun sesuai dengan tujuan yang
akan dicapai.
Hambatan yang penulis hadapi dalam pelaksanaan adalah terbatasnya
waktu disediakan untuk itu penulis melibatkan perawat ruangan, orang tua dan
keluarga klien untuk melanjutkan pelaksanaan Asuhan Keperawatan agar tetap
berkesinambungan dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.

E. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi merupakan alat untuk mengetahui tingkat keberhasilan Asuhan
Keperawatan, merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan. Penulis belum memperoleh
semua hasil yang ditetapkan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai karena
keterbatasan waktu dan untuk mencapai tujuan yang belum tercapai itu
dilimpahkan kepada perawat ruangan untuk tetap mengevaluasi atau mengkaji
ulang sehingga perawatan tetap dapat diteruskan sampai tujuan yang ingin dicapai
terwujud.

BAB V
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Setelah mengkaj dan melakukan Asuhan Keperawatan pada klien By “J”
dengan Gangguan Sistem Pencernaan ; Gastroenteritis yang dirawat di Pavilyun
64

Theresia Rumah Sakit RK Charitas Palembang selama tiga hari mulai dari tanggal
5 Juli 2007 sampai dengan 7 Juli 2007, maka penulis dapat mengambil
kesimpulan sebagai berikut ;
1. Pada saat pengkajian terjadi kerjasama antara pasien dengan penulis sehingga
mampu mengumpulkan data dan menemukan masalah keperawatan data juga
diperoleh melalui pemeriksaan fisik secara langsung kepada pasien, tetapi
tidak semua masalah keperawatan yang ada dalam teori ditemukan pada
pasien dengan penyakit yang sama.
2. Diagnosa keperawatan yang ada pada teori tidak semuanya timbul pada
pasien, hal ini dikarenakan dalam membuat diagnosa keperawatan disesuaikan
dengan data dan keadaan pasien saat pengkajian.
3. Perencanaan difokuskan pada tindakan yang bertujuan mengatasi masalah
pasien, juga perlu membuat kriteria hasil sesuai dasar landasan, mengevaluasi
tindakan yang diberikan kepada pasien.
4. Pelaksanaan keperawatan pada pasien dilakukan sesuai dengan masalah
keperawatan yang timbul, tetapi tidak semua diagnosa keperawatan secara
teoritis dilakukan implementasi.
5. Pada tahap evaluasi yang dilakukan pada klien By. “J” sudah mengalami
perubahan yang mana pada hari pertama satu diganosa keperawatan sudah
teratasi yaitu masalah kurangnya pengetahuan keluarga terhadap penyebab
penyakit klien.
B. SARAN 63
Berdasarkan kesimpulan yang telah ada maka penulis memberi beberapa
saran, antara lain :
1. Perawat hendaknya meningkatkan kerja sama dengan pasien untuk menggali
permasalahan pasien sehingga setiap masalah keperawatan dapat teratasi.
2. Karena tidak semua diagnosa keperawatan secara teori timbul pada kenyataan,
maka perawat perlu mengetahui landasan teori dengan Gangguan Sistem
65

Pencernaan ; Gastroenteritis sehingga bila diagnosa tidak muncul harus


diketahui penyebabnya.
3. Perencanaan keperawatan yang tepat dapat menjadi penentu keberhasilan
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Gastroenteritis .
Untuk itu perawat perlu memperluas pengetahuan dan keterampilan tentang
asuhan keperawatan sehingga dapat membuat perencanaan yang tepat dan
cepat.
4. Pelaksanaan keperawatan hendaknya lebih memfokuskan pada masalah atau
diagnosa keperawatan yang ada untuk mengatasi masalah pasien.
5. Untuk mengatasi perkembangan pasien perlu dilakukan evaluasi terhadap
pasien yang sesuai dengan permasalahan yang dapat dilakukan secara
berkesinambungan agar setiap masalah yang belum teratasi bisa dilanjutkan
perencanaannya.

DAFTAR PUSTAKA

Bauhgman, Diane. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

Bettz, Cecily. L. 2002. Buku Keperawatan Pediatri Edisi 3. Jakarta : EGC.

Corwin, Elizabeth. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.


66

Doenges, Marylin. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Heidegger’s, Wolf.1991. Atlas of Human Anatomy. Jakarta : Widya Medika.

http://2www.info_ibu.com

Markum, Alf. 1991. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I. Jakarta : FKUI.

Nelson. 1999. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15. Jakarta : EGC

Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit. Jakarta : EGC.

Suddarth, Brunner. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Edisi 8.


Jakarta : EGC

Sudoyo, Aru.W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

Syaiffudin. 1997. Anatomi Fisiologi. Jakarta : EGC

Wong, Donna. L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4. Jakarta :


EGC

Yuliani, Rita. 2000. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : Depkes RI.

Anda mungkin juga menyukai