4
5
pompa ideal untuk pemompaan air dari front tambang yaitu 1 unit pompa
Airlux dengan kapasitas debit 6 m3/jam yang beroperasi, dengan pompa
Airlux dengan kapasitas debit 6 m3/jam dengan maksimal head 12m; head
total aktual 25,08 m pada front lubang C1. Sehingga dibutuhkan
penambahan unit pompa 1 unit Airlux dengan kapasitas debit 6 m3/jam yang
sama. Ukuran dimensi dan bentuk rancangan sump ideal yang direncanakan
yaitu: sump berbentuk persegi empat dengan dimensi panjang 2 m, lebar 1
m, kedalaman 2 m.
5. Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Aris Rinaldi (2016) dalam
Prosiding, Ilmiah Tahunan Ke-1 Perhimpunan Ahli Airtanah Indonesia (PIT-
PAAI) Jurusan Studi Teknik Airtanah Institut Teknologi Bandung Yang
Berjudul Analisis Keputusan Hidrogeologi : Optimasi Sump pada Sistem
Tambang Terbuka. Metode penelitian ini menggunakan metode studi kasus
dan simulasi dengan data penelitian berupa data primer dan sekunder, yang
merupakan parameter input dalam memodelkan interaksi air permukaan dan
airtanah dalam optimasi sump pada sistem tambang terbuka. Hasil dari
penelitian ini adalah Dari penelitian yang dilakukan, maka dengan
mempertimbangkan volume air yang masuk dan terakumulasi serta jumlah
air yang dikeluarkan melalui pemompaan, untuk menjaga kondisi sump
tetap aman dan tidak meluap, dibutuhkan setidaknya dua pompa. Alternatif
tersebut merupakan model keputusan terbaik dengan mengoperasikan satu
atau dua buah pompa yang disesuaikan dengan kecenderungan volume air di
dalam sump.
2.1.2 Struktur Geologi
Struktur geologi adalah struktur perubahan lapisan batuan sedimen akibat
kerja kekuatan tektonik, sehingga tidak lagi memenuhi hukum superposisi
disamping itu struktur geologi juga merupakan struktur kerak bumi produk
deformasi tektonik. Cekungan Ombilin terbentuk sebagai akibat gerak mendatar
menganan sistem sesar Sumatera pada masa Paleosen awal
(Marhaendrasworo,1999). Akibatnya terjadi tarikan yang dibatasi oleh sistem
sesar normal berarah utara - selatan. Daerah tarikan tersebut dijumpai di bagian
8
utara cekungan pada daerah pengundakan mengiri antara sesar Sitangkai dan sesar
Silungkang yaitu terban Talawi. Sedangkan bagian selatan cekungan merupakan
daerah kompresi yang ditandai oleh terbentuknya sesar naik dan lipatan (terban
Sinamar). Ketebalan batuan sedimen di cekungan Ombilin mencapai 4.500 m
terhitung sangat tebal untuk cekungan berukuran panjang 60 km dan lebar 30
km. Dari hasil beberapa penyelidikan yang telah dilakukan, daerah penelitian
diyakini terletak pada sub-cekungan Kiliran yang merupakan bagian dari suatu
sistim cekungan intramontana (cekungan antar pegunungan), yang merupakan
bagian tengah bentangan Pegunungan Bukit Barisan. Cekungan-cekungan tersebut
mulai berkembang pada pertengahan Tersier, sebagai akibat pergerakan ulang dari
patahan-patahan yang menyebabkan terbentuknya cekungan-cekungan tektonik di
daerah tinggi (intra mountain basin). Cekungan-cekungan yang terbentuk di
antara pegunungan tersebut merupakan daerah pengendapan batuan-batuan tersier,
yang merupakan siklus sedimentasi tahap kedua.
2.1.3 Stratigrafi Regional
Stratigrafi merupakan salah satu cabang dari ilmu geologi, yang berasal dari
bahasa Latin, Strata (perlapisan, hamparan) dan Grafia (memerikan,
menggambarkan). Secara regional stratigrafi daerah Sawahlunto dapat dibagi
menjadi dua bagian utama, yaitu komplek batuan Pra – Tersier dan komplek
batuan Tersier. Stratigrafi berdasarkan umurnya dapat dibagi menjadi dua bagian
utama, yaitu :
1. Komplek batuan Pra Tersier terdiri dari:
a. Formasi Silungkang
Nama formasi ini mula-mula diusulkan oleh Klompe, Katili dan Sukendar pada
tahun 1958. Secara petrografi formasi ini masih dapat dibedakan menjadi empat
satuan yaitu :
Satuan lava andesit, satuan lava basalt, satuan tufa andesit, dan satuan tufa basalt.
Umur dari formasi ini di perkirakan Perm sampai Trias.
b. Formasi Tuhur
9
Formasi ini di cirikan oleh lempung abu-abu kehitaman berlapisan baik dengan
sisipan-sisipan batu pasir dan batu gamping hitam. Formasi ini diperkirakan
berumur Trias.
2. Komplek batuan Tersier terdiri dari:
a. Formasi Singkarewang.
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada
tahun 1975. Formasi ini terutama terdiri dari serpih gampingan sampai napal
berwarna coklat kehitaman, berlapis halus dan mengandung fosil ikan serta
tumbuhan. Formasi ini di perkirakan berumur Eosen Tengah – Eosen Atas.
b. Formasi Sawahlunto
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kusumadinata dan Matasak
pada tahun 1979. Formasi paling penting karena mengandung batubara yang
dicirikan oleh adanya batu lanau, batu lempung, dan berselingan dengan batubara.
Diperkirakan umur formasi ini Oligosen.
c. Formasi Brani
Formasi ini terdiri dari konglomerat dan batu pasir kasar yang berwarna
cokelat keunguan, dengan kondisi terpilah baik (well sorted), padat, keras, dan
umumnya memperlihatkan adanya suatu perlapisan. Formasi ini diperkirakan
berumur Paleosen.
d. Formasi Sawahtambang
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada
tahun 1975. Bagian bawah formasi ini dicirikan oleh beberapa siklus endapan
yang terdiri dari batu pasir konglomerat, batu lanau dan batu lempung, sedangkan
bagian atas didominasi oleh batu pasir konglomerat tanpa adanya sisipan lempeng
atau batu lanau. Umur formasi ini diperkirakan lebih tua dari Miosen bawah.
e. Formasi Ombilin
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Kastowo dan Silitonga pada
tahun 1975. Formasi ini terdiri dari lempung gampingan, napal dan pasir
gampingan yang berwarna abu-abu kehitaman, berlapis tipis dan mengandung
fosil. Umur dari formasi ini diperkirakan Miosen bawah.
10
f. Formasi Ranau
Nama formasi ini pertama kali diusulkan oleh Marks pada tahun 1961.
Formasi ini terdiri dari tufa batu apung berwarna abu-abu kehitaman. Umur dari
formasi ini diperkirakan Pleistosen.
akhirnya mengalir ke laut. Air yang meresap ke dalam tanah sebagian mengalir
di dalam tanah (perlokasi) mengisi air tanah yang kemudian keluar sebagai mata
air atau mengalir ke sungai. Akhirnya aliran air di sungai akan sampai ke laut.
Proses tersebut berlangsung terus menerus yang disebut dengan siklus hidrologi.
2.Infiltrasi
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980), infiltrasi merupakan proses
masuknya air hujan kedalam lapisan permukaan tanah dan turun ke permukaan
tanah. Proses infiltrasi terjadi karena hujan yang jatuh di atas permukaan tanah
sebagian atau seluruhnya akan mengisi pori-pori tanah. Curah hujan yang
mencapai permukaan tanah yang tidak terinfiltrasi akan menjadi air limpasan
(run off). Faktor-faktor yang mempengaruhi infiltrasi adalah :
a. Faktor tanah terutama yang berkaitan dengan sifat-sifat fisik tanah
b. Faktor-faktor lain seperti kemiringan tanah, kelembaban tanah dan suhu
air.
3.Evaporasi
Menurut Sosrodarsono dan Takeda (1980), peristiwa berubahnya air
menjadi uap dan bergerak dari permukaan tanah dan permukaan air ke udara
disebut evaporasi (penguapan). Faktor – faktor yang mempengaruhi evaporasi
adalah:
a. Radiasi sinar matahari, karena proses perubahan air dari wujud cair
13
5. Presipitasi
Presipitasi dalam siklus hidrologi adalah turunnya air dari atmesfer bumi
menuju permukaan laut dan permukaan bumi dalam bentuk yang berbeda-beda.
Hal ini terjadi karena atmosfer yang mengandung berbagai macam gas salah
satunya uap air menjadi jenuh, uap air yang jenuh berkondensasi atau berubah
menjadi lebih padat (dalam hal ini menjadi cair) dan selanjutnya turun atau jatuh
ke permukaan bumi.
2.2.2 Analisa Hidrologi
Penerapan ilmu hidrologi dapat dijumpai dalam beberapa kegiatan seperti
perencanaan dan operasi pembangunan air, serta penyediaan air untuk berbagai
keperluan. Analisa hidrologi penting dilakukan untuk memperkirakan debit
rancangan. Adapun analisis yang dilakukan pada analisa hidrologi adalah sebagai
berikut:
1. Pengukuran Curah Hujan
Menurut Suwandhi (2004) hujan merupakan air yang jatuh dari atas
menuju ke permukaan bumi dan merupakan uap air di atmosfir yang
terkondensasi lalu
4
jatuh dalam bentuk tetesan air. Curah hujan adalah jumlah atau volume air hujan
yang jatuh pada satu satuan luas, dinyatakan dalam satuan mm. 1 mm berarti
2
pada luasan 1 m jumlah air hujan yang jatuh sebanyak 1 liter. Berdasarkan
pergerakan udara penyebab turunnya hujan dapat dibedakan 3 tipe hujan:
a. Hujan konvektif, yaitu hujan yang disebabkan oleh naiknya udara panas ke
daerah udara dingin. Udara panas tersebut mendingin dan terjadi kondensasi.
Hujan tipe ini umumnya berjangka waktu pendek, daerah hujannya terbatas
dan intensitasnya bervariasi dari hujan sangat ringan sampai sangat lebat. Tipe
hujan ini sering terjadi di daerah khatulistiwa.
b. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi di daerah pegunungan
dan disebabkan oleh naiknya massa udara lembab karena punggung pegunungan.
Hujan siklon, yaitu hujan yang berhubungan dengan front udara (front udara
panas dan front udara dingin) (Budiarto, 1997). Berikut analisa curah hujan yang
dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Curah hujan rencana
Curah hujan merupakan data yang paling utama dalam perencanaan
kegiatan pengendalian air pada tambang terbuka. Pengolahan data curah hujan
dimaksudkan untuk mendapatkan data curah hujan yang siap pakai untuk suatu
perencanaan sistem penyaliran. Pengolahan data ini dapat dilakukan dengan
beberapa metode, salah satunya adalah metode Gumbel, yaitu suatu metode yang
didasarkan atas distribusi normal (distribusi harga ekstrim). Distribusi ini
digunakan untuk model nilai – nilai ekstrim yang terkait dengan banjir dan curah
hujan. Gumbel beranggapan bahwa distribusi variabel-variabel hidrologis tidak
terbatas, sehingga harus digunakan distribusi dari harga-harga yang terbesar
(harga maksimal).
Pengolahan data curah hujan yang dilakukan dengan menggunakan metode
Gumbel, dimana curah hujan rencana dihitung dengan menggunakan rumus
sebagai berikut
S
X= x + (Y-Yn) ...................................................................................(2.1)
Sn
Keterangan:
X = Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T tahun
x = Harga rata – rata sampel data curah hujan (dalam hal ini curah hujan
bulanan maksimum)
S = Simpangan baku (standar deviasi) data sampel curah hujan
Y = Reduce variate, mempunyai nilai yang berbeda pada setiap periode ulang
Yn = Reduced mean, yang tergantung pada jumlah sample
Sn = Reduced standard deviation yang juga tergantung pada jumlah sample
Nilai curah hujan maksimum rata-rata ( x ) dapat dihitung dengan rumus
∑X
x = ..................................................................................................(2.2)
n
Keterangan:
X = Curah hujan maksimum pada tahun x
n = Lama tahun pengamatan
Pada persamaan distribusi Gumbell di atas, hanya harga curah hujan rata-rata dan
standar deviasi nilai curah hujan yang diperoleh dari hasil pengolahan data. Untuk
harga-harga selain itu diperoleh dari tabel tetapan, dalam hubungannya
S=
√ ∑ (Xi-X) 2
n-1
...........................................................................................(2.3)
Sn =
√ ∑ (Yn-Yn')2
n-1
.....................................................................................(2.6)
Keterangan :
Yn = Reduce mean
Yn’ = Rata-rata Reduce mean
2.2.3 Air Limpasan
Bila curah hujan melampaui kapasitas penyerapan Infiltrasi, maka
besarnya limpasan permukaan akan segera meningkat sesuai dengan peningkatan
intensitas curah hujan, akan tetapi besarnya air limpasan ini tidak sebanding
dengan peningkatan curah hujan karena disebabkan oleh efek penggenangan di
permukaan tanah. Air limpasan disebut juga dengan air permukaan tanah.
Besarnya air limpasan adalah besarnya curah hujan dikurangi besarnya
penyerapan dan penguapan. Besarnya air limpasan tergantung pada banyak faktor,
sehingga tidak semuanya air yang berasal dari curah hujan akan menjadi sumber
bagi suatu sistem penyaliran (drainase).
Sumber utama air limpasan permukaan pada suatu tambang terbuka adalah
air hujan. Jika curah hujan yang relatif tinggi pada daerah tambang maka perlu
penanganan air hujan yang baik sistem penyaliran, agar produktifitas tambang
tidak menurun.
Air limpasan adalah bagian dari curah hujan yang mengalir diatas
permukaan tanah menuju sungai, danau atau laut (Asdak, 1995). Air hujan yang
jatuh kepermukaan tanah yang langsung masuk ke dalam tanah disebut infiltrasi.
Aliran itu terjadi karena curah hujan yang mencapai permukaan bumi tidak dapat
terinfiltrasi, baik yang disebabkan karena intensitas curah hujan atau faktor lain
misalnya kelerengan, bentuk dan kekompakan permukaan tanah serta vegetasi.
Dari sekian banyak faktor yang paling banyak atau besar pengaruhnya
adalah kondisi penggunaan lahan dan perbedaan ketinggian daerah, faktor-faktor
ini digabungkan dan dinyatakan oleh suatu angka yang disebut koefisien limpasan
tabel 2.7. Penentuan besar debit air limpasan maksimum ditentukan dengan
metode “Rasional”. Metode ini hanya berlaku untuk menghitung debit limpasan
curah hujan yang dinyatakan dengan rumus :
Q = 0,002778 .C .I . A……………………………………………………..…..(2.7)
Keterangan :
Q = Debit aliran limpasan m3/detik
C = Koefisien limpasan
I = Intensitas curah hujan mm/jam
A = Luas daerah tangkapan Hujan Ha
1. Daerah Tangkapan Hujan Catchment Area
Air hujan yang mempengaruhi secara langsung suatu sistem penyaliran
tambang adalah air hujan yang mengalir di atas permukaan tanah air
permukaan
ditambah sejumlah pengaruh air tanah.
Air hujan air permukaan yang mengalir ke areal penambangan tergantung
pada kondisi daerah tangkapan hujan yang dipengaruhi oleh daerah sekitarnya.
Luas daerah tangkapan hujan dapat ditentukan berdasarkan analisa peta topografi,
berdasarkan kondisi daerahnya seperti adanya daerah hutan, lokasi penimbunan,
kepadatan alur drainase, serta kondisi kemiringan.
2. Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah jumlah air hujan yang jatuh dalam areal
tertentu dalam jangka waktu yang relatif sangat singkat dinyatakan dalam mm/dtk,
mm/mnt atau mm/jam. Intensitas curah hujan biasanya disimbolkan dengan huruf
I dengan satuan mm/jam, yang artinya tinggi/kedalaman yang terjadi adalah
sekian mm dalam periode waktu satu jam.
Hubungan antara intensitas hujan, lama hujan,dan frekuensi hujan biasanya
dinyatakan dengan lengkung Intensitas-Durasi-Frekuensi (IDF = Intensity
Duration Frequency Curve), diperlukan data hujan jangka pendek, misalnya 5
menit, 10 menit, 30 menit, 60 menit dan jam-jaman untuk membentuk lengkung
IDF.
Seandainya curah hujan harian didaerah penelitian diketahui tidak
terdistribusi merata setiap tahun, maka menurut Mononobe (1992), Intensitas
curah hujan dapat dihitung dengan rumus perkiraan intensitas curah hujan untuk
waktu lama waktu hujan sembarang yang dihitung dari data curah hujan harian
yaitu :
R 24 24 2
I= ( )
24 t
3
………………………………………………..……….……..(2.8)
Keterangan :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
t = Lama waktu hujan (jam)
R24 = Curah hujan harian maksimum (mm)
3. Koefisien Limpasan
Menurut Budiarto (1997) Angka koefisien limpasan dipengaruhi oleh
kondisi topografi dan rapat tidaknya vegetasi. Koefisien tersebut merupakan
parameter yang nantinya akan menggambarkan hubungan antara curah hujan
dengan limpasan, yaitu akan memperkirakan jumlah air hujan yang mengalir
menjadi limpasan langsung di permukaan. Koefisien limpasan dipengaruhi oleh
faktor-faktor tutupan tanah, kemiringan dan lamanya hujan. Beberapa perkiraan
koefisien limpasan terlihat pada Tabel 2.7 berikut ini :
Tabel 2.7 Harga koefisien limpasan
Kemiringan Tutupan/Jenis Lahan Koefisien limpasan (C)
< 3% Sawah, Rawa, 0,2
Hutan, Perkebunan, 0,3
(Datar) Perumahan 0,4
Hutan, Perkebunan, 0,4
Perumahan, 0,5
3%-15% (Sedang) Semak-semak agak jarang, 0,6
lahan terbuka 0,7
Hutan, 0,6
Perumahan, 0,7
Semak-semak agak jarang 0,8
>15% (Curam) Lahan Terbuka daerah Tambang 0,9
(Sumber: Suwandhi, 2004)
2.2.4 Air Tanah
Menurut Tood, (1960) air tanah dapat ditampung pada beberapa bagian
wilayah (zona), yaitu:
1. Zona air tanah : bermula dari permukaan tanah dan berkembang ke dalam
tanah melalui akar tanaman. Kedalaman yg dicapai tergantung tipe tanah dan
vegetasi. Zona ini dapat diklasifikasikan menjadi zona air higroskopis, yaitu air yg
langsung diserap dari udara di atas permukaan tanah; air kapiler dan air gravitasi,
yaitu air yg 2. Zona pertengahan (intermediate zona) : zona ini terletak antara
permukaan tanah dan permukaan air tanah dan merupakan daerah infiltrasi.
3. Zona kapiler (capillary zona) : zona ini terbéntang dari permukaan air tanah ke
atas sampai ketinggian yg dapat dicapai oleh gerakan air kapiler.
4. Zona jenuh (saturated zona). Zona yg terletak di atas lap kedap air dan semua
pori-pori tanahnya terisi oleh air.
5. Air gravitasi : air yang bergerak ke lap lebih dalam karena gaya gravitasi atau
bergerak pada zona jenuh. Air ini dibedakan:
a. Capillary gravitation water : yaitu air yang bergerak karena pengaruh gaya
berat dan kapiler
b. Downward gravitation water : yaitu air yang bergerak melalui pori-pori non
kapiler dan menuju ke air bawah tanah
6. Uap air (water vapour) : air dalam keadaan sebagai uap dalam pori-pori tanah
1. Air osmotic : air yg terpengaruh gaya osmotik dan banyak terdapat dalam sel-
sel jasad hidup.
2. Air higroskopik : air yg terdapat pada permukaan partikel tanah dan diikat kuat
karena gaya permukaan.
3. Air tersier : air yg terikat karena gaya kapiler pada pori-pori tanah dan
berhubungan dengan air bawah tanah.
4. Held water : atau (half wasser) yaitu air yg berada pada partikel tanah dgn tega
ngan permukaan tanah pd tekanan normal dan dpt bergerak tdk bersatu dgn air
tanah Iainnya atau air bawah tanah.
Menurut Seyhan (1990), lebih dari 98% dari semua air di atas bumi
tersembunyi di bawah permukaan dalam pori-pori batuan dan bahan-bahan
butiran. 2% sisanya adalah apa yang kita lihat di danau, sungai dan reservoir.
Jumlah air tanah yang besar memerankan peranan penting dalam sirkulasi air
alami.
Perhitungan debit air tanah biasanya dilakukan pada kondisoi pengontrolan
air tanah yang sulit diatasi. Persamaan yang sering digunakan untuk menghitung
debit air tanah yaitu persamaan Thiem (Thiem, 1906) yang dasar perhitungannya
adalah pengurangan air dalam kapiler adalah sebagai berikut:
K 2 π m(s 1−s 2)
Q=
R ....................................................……………………(2.9)
C μ log 10 ( )
r
Keterangan
Q : Laju aliran
K : Permeabilitas
m : Ketebalan kejenuhan rata-rata dari dua titik yang pengamatan
R : Jari-jari titik pengamatan jauh
r : Jari-jari pengamatan titik terdekat
C : Konstanta
μ : Viskositas
S1 : Pengukuran air tanah pada titik terdekat
S2 : Penurunan air tanah pada titik terdekat
Kenaikan tinggi permukaan air pada sump diukur saat tidak hujan dan tidak
dilakukan pemompaan, karena jika terjadi hujan, maka air yang masuk ke
dalam sump akan dipengaruhi oleh air limpasan akibat adanya curah hujan.
menurut Puradimaja (1993), dilihat dari tipologinya di Indonesia, sistem
akuifer memiliki lima tipologi sistem akuifer, antara lain sebagai berikut:
1. Sistem Akuifer Endapan Gunungapi. Sistem ini terjadi pada area gunung
berapi dimana lapisan pembawa air mulai dari permukaan gunung yang terdiri
dari batuan piroklastik yang turun ke bagian dalam gunung berapi menuju
aliran lava dan selanjutnya masuk kedalam batuan dasar gunung berapi;
2. Sistem Akuifer Endapan Aluvial. Sistem ini terdapat pada jenis tanah
endapan aluvial yang terdapat di sepanjang aliran sungai yang jenis tanahnya
masih muda dan belum terkonsolidasi dengan sempurna sehingga lapisan tanah
ini dapat mengalirkan air atau meresapkan air menuju permukaan dalam
lapisan tanah;
akuifer. Menurut Kodoatie (2012), jenis akuifer terdiri dari tiga jenis, yaitu:
3. Akuifer semi tertekan, atau leaky aquifer. Akuifer yang memiliki air yang
jenuh dan dibatasi oleh lapisan atas berupa akuitard dan lapisan bawah yang
merupakan akuiklud. Jenis akuifer ini merupakan jenis akuifer yang sempurna
karena pada lapisan atas dibatasi oleh lapisan semi-lolos air dan lapisan bagian
bawah adalah lapisan lolos air atau semi-lolos air.
2.2.5 Evapotranspirasi
Menurut Suwandi (2004), debit air yang masuk ke lokasi tambang secara
keseluruhan merupakan penjumlahan debit limpasan yang ditambah dengan
debit air tanah yang kemudian akan mengalami pengurangan, karena terjadi
proses evapotranspirasi, untuk menentukan debit total air yang masuk dapat
digunakan persamaan berikut:
Q total = R + S – ET.........................................................................................(2.12)
Q total = Q limpasan permukaan + Q air tanah - Qevapotrasnpirasi..............(2.13)
Keterangan:
3
R = volume limpasan (m )
3
S = volume air tanah (m )
3
ET = volume evapotranspirasi (m )
2.2.7 Pompa
Menurut Sularso (1983), pompa merupakan alat yang digunakan untuk
memindahkan suatu cairan dari suatu tempat ke tempat lain dengan cara
menaikkan tekanan cairan tersebut. Kenaikan tekanan cairan tersebut digunakan
untuk mengatasi hambatan-hambatan penyaliran. Hambatan-hambatan
penyaliran itu dapat berupa perbedaan tekanan, perbedaan ketinggian, atau
hambatan gesek. Pada sistem penyaliran tambang pompa sangatlah berperan
penting untuk pengisapan air. Dalam perencanaan sistem pemompaan, maka
perlu diketahui penjelasan berikut ini:
1. Klasifikasi Pompa
Pompa jenis ini merupakan pompa dengan ruangan kerja yang secara
periodik berubah dari besar ke kecil atau sebaliknya, selama pompa
bekerja. Energi yang diberikan kepada cairan ialah energi potensial, sehingga
cairan berpindah volume per volume, yang termasuk dalam kelompok pompa
pemindah positif antara lain pompa reciprocating, pompa diahfragma, pompa
rotary.
b. Pompa kerja dinamis (non positive displacement pump)
Pompa jenis ini adalah suatu pompa dengan volume ruang yang tidak
berubah pada saat pompa bekerja. Energi yang diberikan pada cairan
adalah energi kecepatan, sehingga cairan berpindah karena adanya perubahan
energi kecepatan yang kemudian dirubah menjadi energi dinamis di
dalam rumah pompa itu sendiri, yang termasuk dalam kelompok pompa kerja
dinamis antara lain: Pompa kerja khusus dan pompa sentrifugal (Centrifugal
Pumps). Pompa sentrifugal (Gambar 2.2) memiliki prinsip kerja dengan
mengubah energi kinetik (kecepatan) cairan menjadi energi potensial melalui
suatu impeller yang berputar dalam casing. Gaya sentrifugal yang timbul karena
adanya gerakan sebuah benda atau partikel melalui lintasan lengkung.
Susunan paralel dapat digunakan bila diperlukan kapasitas yang besar yang
tidak dapat diatasi oleh satu pompa saja, atau bila diperlukan pompa
cadangan yang akan dipergunakan bila pompa utama rusak/diperbaiki. Pada
rangkaian ini, kapasitas pemompaan bertambah sesuai dengan kemampuan debit
masing-masing pompa namun head tetap. Penyusunan pompa secara paralel
dapat digambarkan pada Gambar 2.4
Head tekanan adalah perbedaan head tekanan yang bekerja pada permukaan
zat cair pada sisi tekan dengan head tekanan yang bekerja pada permukaan zat
cair pada sisi isap. Head tekanan dapat dinyatakan dengan rumus:
hp = h pa - h pb ...............................................................................................(2.15)
Keterangan :
hp = Head tekanan pada permukaan air (m)
hpa = tekanan pada permukaan air yang akan dipindahkan
hpb = tekanan pada permukaan air buangan
c. Kerugian Head (Head Loss)
Kerugian energi per satuan berat fluida dalam pengaliran cairan dalam
sistem perpipaan disebut sebagai kerugian head (head loss). Head loss meliputi
head loss akibat gesekan pada pipa lurus (head loss mayor) dan head loss
diakibatkan oleh sambungan, katup, belokan dan sebagainya (head loss minor).
Untuk menghitung besarnya head loss mayor dan minor tersebut diperlukan
persamaan Hazen-William yaitu sbagai berikut: (Sularso dan Tahara, 2000).
a. Mayor head loss (mayor losses)
L V2
hlp = f . .
D 2. g
..................................................................................................(2.16)
Keterangan :
Hlp = Mayor head loss
f = Faktor gesekan
L = Panjang pipa
V = Kecepatan rata-rata cairan dalam pipa
D = Diameter pipa
b. Minor head loss (minor losses)
Merupakan kerugian head pada fitting dan valve yang terdapat sepanjang
sistem perpipaan. Dapat dicari dengan menggunakan rumus:
V2
hlf = n . k . ..................................................................................................
2. g
(2.17)
Keterangan:
hlf = Minor head loss
n = Jumlah fitting/valve untuk diameter yang sama
k = Koefisien gesekan
V = Kecepatan rata-rata cairan dalam pipa
g = Kecepatan gravitasi
c. Total Kerugian Head
Pipa untuk keperluan pemompaan biasanya terbuat dari baja. tetapi untuk
tambang yang tidak terlalu dalam dapat mengunakan pipa HDPE (High Density
Polyethylene). Pada dasarnya bahan apapun yang digunakan harus memperhatikan
kemampuan pipa untuk menekan cairan didalamnya. Sistem perpipaan akan
sangat berhubungan erat dengan daya serta head pompa yang dibutuhkan. Hal ini
terjadi karena sistem perpipaan tidak akan terlepas dari adanya gaya gesekan pada
pipa. belokan. pencabangan. bentuk katup. serta perlengkapan pipa lainnya. Hal
ini akan menyebabkan terjadinya kehilangan energi sehingga turunnya tekanan di
dalam pipa.
Tabel 2.8 Konstanta Hazen-Williams Berbagai Jenis Pipa
No Jenis Pipa Nilai C
1 Pipa besi cor baru 130
2 Pipa besi cor lama 100
3 Pipa besi cor lama / permukaan dalam kasar 70
4 Pipa baja baru 130
5 Pipa baja sedang / setengah pakai 100
6 Pipa baja lama 80
7 Pipa Plastik "Polyethylene" 140
(Sumber : Mays, 1988.)
Panjang pipa ekivalen merupakan nilai pipa beserta aksesorisnya dianggap
sama dengan pipa lurus, panjang pipa ekivalen dapat dilihat pada Tabel 2.9
Tabel 2.9. Panjang Pipa Ekuivalen
Nama Alat Panjang Pipa Lurus Ekivalen
o
Ellbow Belokan 10 10.67 D
o
Ellbow Belokan 20 13.3 D
Ellbow Belokan 30 o 16.5 D
o
Ellbow Belokan 45 20 D
Ellbow Belokan 90 o 32 D
Pipa U 75 D
Pipa T 60 D
Pipa Y 500 D
Flowmeter 10D
Gate valve 7D
Katup bola (DN
60 D
150)
Katup bola (DN
67
200)
(Sumber : Mays, 1988.)
2.3.9 Kolam Pengendap Lumpur (KPL)
Kolam pengendapan lumpur menurut Anonim (1983) (State of Alaska
Depertement Of Enivirontental Conservastion) merupakan sarana untuk
menghindari pencemaran perairan umum oleh air limpasan dari tambang yang
mengandung material padat akibat erosi. Penentuan lokasi dan kapasitas KPL
harus direncanakan dengan memperhatikan rencana tambang agar biaya
pembuatannya dan penanganan lumpur tidak memerlukan biaya besar.
1. Bentuk Kolam Pengendapan
Walaupun bentuknya dapat bermacam-macam. namun pada setiap kolam
pengendap akan selalu ada 4 zona penting yang terbentuk karena proses
pengendapan material padatan (Anonim, 1983) (State of Alaska Depertement Of
Enivirontental Conservastion). Keempat zona zona adalah sebagai berikut :
a. Zona masukan adalah tempat masuknya aliran air berlumpur kedalam
kolam pengendapan dengan anggapan campuran antara padatan dan cairan
terdistribusi secara merata.
b. Zona pengendapan adalah tempat dimana partikel akan mengendap.
material padatan disini tempat dimana partikel akan mengendap. material
padatan disini akan mengalami proses pengendapan disepanjang saluran
masing-masing ceck dam.
c. Zona endapan lumpur adalah tempat dimana partikel padatan dalam
cairan mengalami sedimentasi dan terkumpul pada bagian bawah saluran
pengendap.
d. Zona keluaran adalah tempat keluarnya buangan cairan yangt relative
bersih zone ini terletak pada akhir saluran.
2. Perhitungan Prosentase Pengendapan