Anda di halaman 1dari 25

MAKALAH UJIAN AKHIR SEMESTER

MATA KULIAH AGAMA KATOLIK


DAN ETIKA

“HUKUM KASIH yang PANCASILAIS”


Oleh : Ignatius Wahyu Aji Wibowo

2019
JAKARTA
1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................1

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................3

1.1 Latar belakang..........................................................................................................3


1.2 Rumusan masalah.....................................................................................................4
1.3 Tujuan penulisan......................................................................................................4

BAB II ISI..................................................................................................................................5

2.1 Pancasila jatidiri bangsa...........................................................................................5


2.2 Dinamika pancasila..................................................................................................6
2.3. Merefleksikan Pancasila berdasarkan terang Iman Katolik....................................7
2.3.1 Sila pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa ..............................................7
2.3.2 Sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab.................................9
2.3.3 Sila ketiga : Persatuan Indonesia.............................................................12

2.3.4 Sila keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan


Dalam Permusyawaratan Perwakilan.......................................................................................15
2.3.5 Sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia................18
BAB III PENUTUP..................................................................................................................21
3.1 Kesimpulan.............................................................................................................21
3.2 Saran.......................................................................................................................21
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................22
LAMPIRAN.............................................................................................................................23

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah nama resmi sebuah Negara yang berada
di kawasan Asia Tenggara yang juga dijuluki sebagai nusantara itu. Disebut sebagai negara
kesatuan karena latarbelakang negara tersebut yang terdiri atas penduduk yang majemuk,
ribuan suku, bahasa, dan berbagai agama dan kepercayaan yang turut mewarnai negara
tersebut. Menurut data Departemen Dalam Negeri mengatakan bahwa Indonesia memiliki
17.504 pulau dengan 7.870 pulau telah memiliki nama, dan 9.634 pulau belum memiliki nama.
Selain itu, tercatat pula sebanyak 1.340 suku bangsa menurut sensus BPS pada tahun 2010.
Dari dua latar belakang tersebut yaitu secara geografis dan antropologis, sudah meyakinkan
dan tidak bisa dipungkiri lagi bahwa Bangsa Indonesia adalah bangsa yang majemuk.

Menjaga kemajemukan bangsa supaya tetap damai, dan bersatu tentu memiliki
kesulitan yang lebih dari pada menjaga bangsa yang tunggal. Maka dari itu Ir. Soekarno yang
kemudian menjadi presiden pertama republik Indonesia merumuskan Pancasila yang kemudian
digunakan sebagai dasar negara. Menurut kesaksian Ir. Soekarno sendiri, dia tidak “membuat”
Pancasila tetapi dia hanya menemukan kembali dari Bangsa Indonesia itu sendiri. Karena dari
zaman dahulu bangsa Indonesia sudah majemuk, dan tetap hidup rukun serta bersatu. Nilai-
nilai yang mendasari kehidupan bangsa Indonesia itulah yang kemudian ditemukan oleh Ir.
Soekarno dan dirumuskan menjadi lima dasar yaitu Pancasila.

Katolik adalah salah satu Agama yang umatnya turut hidup dan bersatu dalam
kebangsaan Indonesia. Kekristenan terutama katolik telah masuk ke Indonesia dibawa oleh
orang-orang Eropa ketika menyambangi Indonesia sejak abad ke 7 yaitu di kota Barus (dahulu
disebut Pancur) Sumatra Utara dan terus berdinamika dan berkembang hingga saat ini memiliki
jumlah umat sekitar 7 juta orang atau sekitar 3 persen dari seluruh jumlah penduduk di
Indonesia. Bangsa Indonesia yang juga seorang Katolik tentu secara alami seharusnya turut
memiliki tanggungjawab dalam memajukan bangsa dan negara Indonesia sendiri karena turut
hidup bersama dalam satu atap Indonesia. Tapi apakah selama ini orang Katolik sudah
menunjukkan tanggungjawab yang ‘real’ dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di
Indonesia?.

3
Semboyan Mgr. Albertus Soegijapranoto yang terkenal adalah 100% Katolik 100%
Indonesia adalah semboyan yang mengingatkan umat Katolik Indonesia bahwa dalam
pendalaman iman Katolik yang kuat dapat dengan sadar bertidak dan bertanggungjawab
terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara di Indonesia. Makalah ini akan membahas dan
menganalisa berbagai dinamika kehidupan berbangsa dan bernegara negara Indonesia dengan
dasar negaranya Pancasila terutama relevansi penerapan semboyan 100% Katolik, 100%
Indonesia bagi umat Katolik Indonesia.

1.2 Rumusan masalah


 Apa itu Pancasila?
 Apa saja dinamika Indonesia saat ini?
 Bagaimana sikap orang Katolik Indonesia seharusnya dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara?

1.3 Tujuan penulisan


 Mengetahui dan memahami pengertian dan makna Pancasila sebagai dasar negara
 Mengetahui dan memahami dinamika Indonesia saat ini
 Mengetahui dan memahami sikap orang Katolik Indonesia yang seharusnya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara

4
BAB II
ISI

2.1 Pancasila jati diri bangsa

Bangsa adalah kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan
kebudayaan dalam arti umum, dan menempati wilayah tertentu di muka bumi. Indonesia dapat
dikatakan sebagai bangsa, karena perwujudan dari pengertian bangsa berdasarkan Kamus
Besar Bahasa Indonesia tersebut. Sedangkan Indonesia juga dapat dikatakan sebagai negara,
karena telah merdeka dan berdiri sendiri memiliki pemerintahan yang berdaulat, rakyat, dan
wilayah yang telah diakui oleh negara lain. Sebagai sebuah negara tentu Indonesia memiliki
sebuah dasar negaranya sendiri, yaitu yang dikenal sebagai Pancasila.

Pada tanggal 1 Juni 1945 istilah Pancasila pertama kali muncul dalam sidang BPUPKI
yang membahas dasar negara Indonesia yang diucapkan oleh Ir. Soekarno guna menamai
rumusannya yang berupa lima poin dasar negara Indonesia. Pancasila sendiri berasal dari frasa
bahasa sansekerta yaitu ‘panca’ berarti lima, dan sila berarti ‘dasar atau asas’. Frasa pancasila
terdapat pada kitab Sutasoma karangan Mpu Tantular pada zaman Majapahit yang menjelaskan
tentang lima asas untuk hidup bermasyarakat yang baik. Ir. Soekarno terinspirasi sehingga turut
menamai rumusan dasar negaranya sebagai Pancasila.

Ir. Soekarno berkesaksian bahwa Pancasila bukan ia ciptakan, tetapi ia temukan


kembali melalui permenungannya terhadap jati diri bangsa Indonesia sendiri. Kehidupan
masyarakat Indonesia yang selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap budayanya,
mengandalkan kerjasama, olah rasa, persatuan, hidup rukun, gotongroyong, dan musyawarah
adalah hasil permenungannya sehingga dia merumuskan menjadi lima dasar yang dinamainya
Pancasila. Jadi dapat dikatakan bahwa Pancasila adalah bangsa Indonesia itu sendiri, atau
DNA dari bangsa Indonesia itu sendiri.

Bangsa yang maju adalah bangsa yang tidak melupakan jati dirinya, tentu disini sudah
jelas bahwa Pancasila adalah jati diri bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia yang sedari dulu
adalah bangsa yang majemuk, ribuan suku bangsa, bahasa, dan letak geografis yang berbeda-
beda dan terpisah-pisah oleh lautan tentu tidak mudah dan merupakan karunia Tuhan yang
luarbiasa apabila secara budaya dan kultural dapat bersatu dan hidup baik. Ir. Soekarno dapat
dikatakan memang hanya menemukan kembali Pancasila karena Pancasila sendiri adalah Jati
diri bangsa Indonesia sesungguhnya.

5
2.2 Dinamika Pancasila

Dalam merawat sebuah kesatuan dan persatuan suatu negara tentu tidak mudah,
apalagi negara dengan latarbelakang yang sangat majemuk seperti Indonesia. Merawat dan
menjaga kesatuan bangsa dan negara yang majemuk tak semudah menjaga kesatuan bangsa
dan negara yang tunggal atau tidak majemuk. Bangsa yang tunggal dapat mudah diatur dan
dijaga persatuannya karena memang lebih sedikit ruang potensial konflik yang terjadi, ruang
perbedaan pemahaman, ruang yang memicu perpecahan lebih sedikit dari pada bangsa dan
negara yang majemuk walaupun tetap tidak bisa dipungkiri konflik dan perpecahan pasti terjadi
tetapi potensinya lebih kecil daripada bangsa dan negara yang majemuk. Pancasila sebagai
sebuah rumusan yang ditemukan kembali perlu dirawat dalam pengamalannya dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Merawat lebih susah daripada menemukan
Pancasila, karena merawat Pancasila itu selamanya.
Dari awal dirumuskan hingga sekarang, Pancasila menjalani berbagai dinamika.
Pancasila sebelum disahkan seperti sekarang, dahulu adalah rumusan Piagam Jakarta yang
dimana terdapat perbedaan pada sila pertama nya. Sila pertama versi Piagam Jakarta banyak
ditentang terutama oleh golongan Indonesia Timur yang notabene adalah golongan non-Islam.
Karena sila pertama tersebut berbunyi : “ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat
Islam bagi pemeluk-pemeluknya”. Tentu akan wajar bila golongan bangsa Indonesia yang tidak
memeluk Islam menjadi tersinggung karena pada rumusan negaranya sendiri mewajibkan
menjalankan syariat Islam, walaupun hanya bagi pemeluknya saja tetapi Islam adalah golongan
mayoritas tentu pelaksanaan sila tersebut akan mempersulit golongan lain yang bukan Islam.
Demi kelanggengan negara yang abadi dan menjauhkan konflik horisontal yang akan terjadi,
maka sila pertama piagam Jakarta dirubah menjadi “Ketuhanan yang Maha Esa” dan
digunakan dalam Pancasila hingga sekarang.

Berbagai pemberontakan juga bermunculan disaat awal mula Negara Indonesia berdiri.
Pemberontakan yang menolak Pancasila dan bentuk negara Indonesia yang berupa Negara
Kesatuan. Pemberontakan tersebut seperti DI/TII (Darul Islam / Tentara Islam Indonesia),
Permesta, Pemberontakan PKI, dan GAM (Gerakan Aceh Merdeka). Pemberontakan-
pemberontakan tersebut secara gamblang menolak Pancasila dan bentuk negara Indonesia yang
berupa negara kesatuan sehingga ingin merdeka dan melepaskan diri dari Negara Kesatuan
Republik Indonesia. DI/TII dan GAM menginginkan supaya Indonesia adalah negara Islam,
dan Pemberontakan-pemberontakan PKI menginginkan supaya Indonesia berideologikan
Komunis.

6
Lantas apakah dewasa ini Pancasila sudah terawat dengan baik? Apakah upaya-upaya
yang bertentangan dengan Pancasila masih terjadi? Kita akan membahasnya sila per-sila dan
membandingkannya dengan peristiwa yang terjadi pada saat ini melalui sub bab berikut.

2.3 Merefleksikan Pancasila berdasarkan terang Iman Katolik

Pancasila adalah dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia yang kita sebagai warga
negara Indonesia harus rawat kelangsungannya. Pancasila juga merupakan jati diri Bangsa
Indonesia sendiri, jadi bila Pancasila diganti otomatis sudah bukan bangsa Indonesia lagi.
Mengganti Pancasila berarti mengganti negara juga, itulah yang dikatakan Mahfud .M.D. salah
seorang tokoh nasional dalam tiap kesempatannya ketika membahas Pancasila.

Umat katolik Indonesia merupakan bagian dari bangsa Indonesia, tentu harus turut serta
dalam menegakan dan mengamalkan Pancasila. Sebenarnya bila disadari dalam terang iman
katolik, semua sila dalam Pancasila adalah peng-aplikasian dari hukum yang paling utama dan
terutama dalam Iman Katolik yaitu Hukum Kasih (Matius 23:37-40) yang berbunyi “Kasihilah
Tuhan Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu, dan Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”. Kasih yang tertinggi yang
dapat kita bayangkan adalah mengasihi diri sendiri, oleh sebab itu kita harus mengasihi sesama
kita seperti diri kita sendiri. Sila pertama hingga sila kelima dalam Pancasila bila kita
renungkan adalah penerapan dari hukum kasih tersebut, maka umat Katolik perlu bersyukur
karena dalam DNA mereka sendiri sudah Pancasilais, maka apabila seorang Katolik dapat
secara 100% Kekatolikannya maka dia 100% pula Indonesia.

Lantas apakah kondisi sekarang kita tidak perlu menjaga Pancasila? Kita akan
membahas sila-per-sila pada Pancasila terkait dinamikanya sekarang ini.

2.3.1 Sila Pertama : Ketuhanan Yang Maha Esa

Sila ini memiliki dinamika yang lebih kompleks dari sila-sila yang lain, karena
menyangkut tentang Ketuhanan dan mengingat ada banyak agama yang hidup berdampingan
di Indonesia maka pertanyaannya Agama mana yang digunakan sebagai acuan? Tuhan yang
mana?. Ketuhanan Yang Maha Esa ditempatkan pada sila pertama karena dari sejak dahulu
kala bangsa Indonesia selalu mengandalkan Tuhan dalam setiap budayanya, dan bangsa
Indonesia juga menyadari bahwa kemerdekaan Indonesia adalah anugerah Tuhan yang luhur.

Pada sila ini juga mengatakan bahwa kehidupan beragama dan ber-Tuhan dijamin oleh
Pancasila dan memang ada pada jati diri bangsa Indonesia sendiri. Kebebasan beragama dan

7
memeluk kepercayaan juga diaplikasikan melalui Undang-Undang Dasar 1945 yaitu pada pasal
28 E ayat 1 dan 2 UUD 1945 yang berbunyi :

(1) Setiap orang berhak memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih
pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan,
memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak
kembali.

(2) Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran
dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya

Maka secara tidak langsung, kebebasan beragama terjamin secara konstitusi di negara
Indonesia. Tetapi baru-baru ini ada sebuah peristiwa yang turut mencoreng Pancasila terutama
pada sila pertama ini yaitu terjadi di Sukatani, Bekasi dimana direncanakan akan ada
pembangunan Pura yang berdiri disana ditolak oleh warga. Setelah diselidiki ternyata
penolakan tidak hanya oleh warga daerah Sukatani sendiri tetapi warga diluar Sukatani juga
turut datang dan menolak rencana pembangunan tempat beribadah agama Hindu tersebut.
Awalnya penolakan warga disekitar karena lahan pura akan merusak pemakaman yang berada
di dekat lahan pura tersebut. Tetapi niat pemilik lahan yang sekaligus yang akan mendirikan
pura justru akan turut membangun dan memperbagus area pemakaman warga tersebut, tetapi
penolakan tetap ada dan seorang warga bernama Dede setuju bahwa penolakan pembangunan
pura adalah karena perbedaan agama yang mayoritas agama daerah itu adalah Islam.

8
Gambar 2.3.1 Penolakan rencana pembangunan Pura di Sukatani, Bekasi1
Penolakan tersebut tentu sangat tidak tepat, karena negara sendiri sudah menjamin
kebebasan beragama dan berkepercayaan seluruh warganya tanpa terkecuali. Pembangunan
tempat ibadah bukan semata-mata untuk gerakan islamisasi/ kristenisasi/ hinduisasi, tetapi
lebih ke kemudahan fasilitas untuk beribadah seluruh warga negara dan dijamin oleh negara.
Maka sikap intoleran oleh warga Sukatani adalah tidak pantas dan tidak relevan dengan nilai-
nilai luhur Pancasila, dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia sendiri.

Sebagai umat Katolik, tentu kita harus tidak mencontoh sikap intoleran. Menghargai
oranglain beribadah, beragama, dan mendirikan tempat ibadah sesuai kepercayaannya adalah
wujud mengasihi sesama kita manusia, sesuai dengan hukum paling utama yaitu hukum kasih.
Pada Surat Santo Paulus kepada jemaat di Roma (Roma 12 :10) Paulus mengatakan bahwa
“Hendaklah kamu saling mengasihi sebagai saudara dan saling mendahului dalam memberi
hormat”. Perkataan Paulus yang terilhami oleh Roh Kudus tersebut tentu terus mengingatkan
kita untuk terus bertoleransi apalagi bersaudara. Kita sebagai bangsa Indonesia adalah
bersaudara sebagai bangsa, maka memberi kebebasan dalam beragama adalah bentuk
mengasihi sesama kita bangsa Indonesia, karena dengan begitu kita menghargai keberadaan
saudara kita tersebut. Maka muncul pertanyaan kapan kita mengasihi? Santo Paulus
menegaskan bahwa “salinglah mendahului hormat” jadi tanpa ada yang memulai, kita harus
mendahului untuk mengasihi dan menghormati.

2.3.2 Sila kedua : Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Kemanusiaan adalah hal paling dasar dalam hidup kita selaku manusia. Kemanusiaan
adalah bagaimana cara diri kita sendiri menerapkan sesuatu yang dinyatakan manusiawi,
seperti berpakaian sebagaimana mestinya, makan makanan yang layak, menjalani hidup yang
layak, dan lain-lain. Indonesia pada DNA-nya memiliki rasa kemanusiaan yang tinggi dalam
setiap budaya-budayanya, baik budaya suku, daerah atau regional, dan nasional. Maka dari itu
Pancasila menjunjung nilai kemanusiaan dalam sila keduanya.

Budaya seperti gotongroyong, bekerjasama, bahu-membahu, ikatan sosial yang kuat


dan tenggangrasa terhadap sesama sudah ada dalam budaya Indonesia jauh sebelum Indonesia
merdeka. Hal tersebut terbukti dalam setiap peninggalan sejarah bangsa Indonesia terutama

1
https://news.detik.com/berita/d-4539725/rencana-pembangunan-pura-di-sukatani-bekasi-ditolak-warga

9
Candi, memiliki relief yang menggambarkan corak kehidupan bersama-sama yang hangat,
harmonis,dan gotongroyong yang kuat.

Gambar 2.3.2.1 Gambar relief candi Borobudur, bukti kehidupan sosial yang kuat2
Tetapi, belakangan nilai-nilai luhur kemanusiaan bangsa Indonesia tersebut tercoreng
oleh beberapa oknum yaitu ditolaknya seorang seniman yang bernama Slamet Jumiarto
tinggal di daerah Pleret, Yogyakarta karena dia beragama Katolik. Walaupun dimulai dengan
permasalahan perbedaan agama, tetapi berujung pada permasalahan kemanusiaan, dimana
sampai seorang manusia dilarang hidup dan berteduh hanya karena dia beragama lain.
Penolakan tersebut atas dasar bahwa lingkungan tempat Slamet Jumiarto dari dahulu sudah
Islam semua, dan mengatasnamakan leluhur, para warga tersebut melarang pemeluk agama
lain untuk tinggal didaerah mereka. Permasalahan tersebut tentu sudah menjadi “krisis
kemanusiaan”, andai kata tidak ada tempat lain lagi dan hanya ada tempat tinggal didaerah itu
yang bisa untuk dihuni, tetapi dilarang ditempati hanya karena beragama lain, tentu hal
tersebut adalah larangan atas dasar yang konyol.

2
www.images.google.com

10
Gambar 2.3.2.2 Slamet Jumiarto ditolak tinggal oleh warga Pleret Bantul, Yogyakarta3
“Memanusiakan manusia” adalah formula dasar dalam menerapkan kemanusiaan
dalam setiap aspek kehidupan bersama, terutama berbangsa dan bernegara. Untuk mengetahui
apakah perbuatan kita sudah bersifat kemanusiaan tentu mudah, dengan mempertanyakan
kepada diri sendiri, apakah kita sudah memanusiakan manusia terhadap sesama kita sendiri?

Tuhan Allah sudah menegaskan dengan gamblang bagaimana caranya kita supaya
memanusiakan manusia, yaitu tertulis jelas dalam kitab Imamat 19 : 13-18, yang berbunyi :

Im 19:13 Janganlah engkau memeras sesamamu manusia dan janganlah engkau merampas;
janganlah kautahan upah seorang pekerja harian sampai besok harinya.

Im 19:14 Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta janganlah kautaruh batu
sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu; Akulah TUHAN.

3
https://mediaindonesia.com/read/detail/227217-cerita-penolakan-izin-tinggal-karena-beda-agama

11
Im 19:15 Janganlah kamu berbuat curang dalam peradilan; janganlah engkau membela orang kecil
dengan tidak sewajarnya dan janganlah engkau terpengaruh oleh orang-orang besar,
tetapi engkau harus mengadili orang sesamamu dengan kebenaran.

Im 19:16 Janganlah engkau pergi kian ke mari menyebarkan fitnah di antara orang-orang
sebangsamu; janganlah engkau mengancam hidup sesamamu manusia; Akulah TUHAN.

Im 19:17 Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu, tetapi engkau harus berterus
terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau mendatangkan dosa kepada
dirimu karena dia.

Im 19:18 Janganlah engkau menuntut balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang
sebangsamu, melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah
TUHAN.

Sekali lagi, hukum kasih yang kedua yaitu “kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu
sendiri” semakin ditegaskan oleh Allah dan dalam hal kemanusiaan sangatlah relevan.

Umat Katolik sudah kaya akan nilai-nilai kemanusiaan, maka sangat disayangkan
apabila seorang katolik justru tidak mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan tersebut. Paus
Fransiscus menegaskan bahwa “Jangan mengaku seorang Katolik bila masih berbisnis kotor,
dan memberi upah yang tidak layak!” dalam audiensinya bersama umat katolik dunia.
Memanusiakanlah manusia seperti dirimu sendiri.

2.3.3 Sila ketiga : Persatuan Indonesia

Indonesia adalah negara yang sangat majemuk, maka Indonesia dituntut untuk bersatu
mengingat potensi konflik yang begitu banyak. Kebersatuan seluruh bangsa Indonesia sudah
berlangsung dari zaman dahulu sesuai uraian sebelumnya, maka dapat dikatakan pula bahwa
“Bersatu adalah Indonesia” itu sendiri.

Latarbelakang masyarakat Indonesia yang berbeda-beda membuat cara pandang dan


pendapat yang berbeda-beda pula. Tentu hal tersebut tidak bisa dipungkiri, karena Indonesia
yang begitu majemuk. Tetapi bila dalam setiap perbedaan cara pandang dan pendapat tetap
didasarkan pada semangat persatuan tentu tidak masalah, menjadi berbahaya bila hanya karena
perbedaan pendapat persatuan Indonesia menjadi dikorbankan hal tersebut jelas tidak sesuai
dengan spiritualitas Pancasila.

Pada penghujung bulan Maret 2019, melalui orasinya Amien Rais mengatakan bahwa
akan mengerahkan People Power bila terdapat kecurangan pemilu pada pemilu tahun 2019,
terutama pemilu presiden. Ketika pemilu telah selesai dilaksanakan dan real count KPU sudah

12
mencapai 70% lebih, menyatakan bahwa pasangan Jokowi-Amin telah unggul daripada
pasangan Prabowo-Sandi kubu Amien Rais. Berbagai studi Litbang dan survey juga
menyatakan hasil yang sama, tetapi semakin santer Amien Rais menuduh bahwa kecurangan
terjadi secara masif, maka dapat dikatakan ancaman People Power berpotensi tinggi dilakukan
karena bagi mereka hasil pemilu tersebut mereka dicurangi, tentu kecurangan tersebut harus
dengan bukti yang otentik sehingga memang ditunjukkan adanya kecurangan, tetapi bila ada
kecurangan dan menyelesaikannya dengan people power tentu hal tersebut sangat tidak bijak.
Indonesia adalah negara Hukum, tentu alangkah mulianya bila diselesaikan dalam jalur hukum
tanpa harus mengorbankan persatuan bangsa.

Perbedaan pendapat terutama dalam pemilihan Presiden adalah hal yang sangat wajar
dalam sebuah negara demokrasi dan berideologi Pancasila, tetapi bila sudah mengorbankan
semangat persatuan maka hal tersebut adalah bertentangan dengan jati diri negara itu sendiri.
People Power adalah upaya pengerahan masa bagaimanapun caranya untuk menentang dan
menegakkan keyakinan mereka sendiri, maka people power dapat dikatakan sebagai upaya
makar. Bila memang sudah berbeda dan kalah, seyogyanya dengan ksatria dan rendah hati
menerima kekalahan, itulah sikap mulia yang sebenarnya dimiliki oleh bangsa Indonesia
sendiri.

13
Gambar 2.3.3 Orasi People power oleh Amien Rais4

Ada kisah yang menarik yang dinubuatkan oleh Nabi Yesaya tentang bangsa yang
menjunjung tinggi kemakmurannya. Bangsa yang menjunjung tinggi kemakmuran, kedamaian,
dan persatuan warganya adalah bangsa yang Roh Tuhan hinggap padanya. Situasi aman, damai,
dan sejahtera digambarkan dengan indah pada ayat-ayat tersebut, yaitu pada Yesaya 11:1-10
yang berbunyi :

Yes 11:1 Suatu tunas akan keluar dari tunggul Isai, dan taruk yang akan tumbuh dari pangkalnya
akan berbuah.

Yes 11:2 Roh TUHAN akan ada padanya, roh hikmat dan pengertian, roh nasihat dan keperkasaan,
roh pengenalan dan takut akan TUHAN;

Yes 11:3 ya, kesenangannya ialah takut akan TUHAN. Ia tidak akan menghakimi dengan sekilas
pandang saja atau menjatuhkan keputusan menurut kata orang.

Yes 11:4 Tetapi ia akan menghakimi orang-orang lemah dengan keadilan, dan akan menjatuhkan
keputusan terhadap orang-orang yang tertindas di negeri dengan kejujuran; ia akan
menghajar bumi dengan perkataannya seperti dengan tongkat, dan dengan nafas
mulutnya ia akan membunuh orang fasik.

4
https://nasional.tempo.co/read/1190977/amien-rais-ancam-people-power-jika-ada-kecurangan-di-pilpres

14
Yes 11:5 Ia tidak akan menyimpang dari kebenaran dan kesetiaan, seperti ikat pinggang tetap terikat
pada pinggang.

Yes 11:6 Serigala akan tinggal bersama domba dan macan tutul akan berbaring di samping
kambing. Anak lembu dan anak singa akan makan rumput bersama-sama, dan seorang
anak kecil akan menggiringnya.

Yes 11:7 Lembu dan beruang akan sama-sama makan rumput dan anaknya akan sama-sama
berbaring, sedang singa akan makan jerami seperti lembu.

Yes 11:8 Anak yang menyusu akan bermain-main dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu
akan mengulurkan tangannya ke sarang ular beludak.

Yes 11:9 Tidak ada yang akan berbuat jahat atau yang berlaku busuk di seluruh gunung-Ku yang
kudus, sebab seluruh bumi penuh dengan pengenalan akan TUHAN, seperti air laut yang
menutupi dasarnya.

Yes 11:10 Maka pada waktu itu taruk dari pangkal Isai akan berdiri sebagai panji-panji bagi bangsa-
bangsa; dia akan dicari oleh suku-suku bangsa dan tempat kediamannya akan menjadi
mulia.

Bahkan dikatakan bahwa serigala dapat tinggal bersama dengan domba, macan tutul
berbaring disamping kambing adalah gambaran yang indah buah-buah apabila Roh Tuhan
hinggap dalam bangsa tersebut yang digambarkan sebagai gunung Tuhan. Pertanyaannya
adalah bagaimana kita sebagai orang Katolik mengusahakan bangsa kita sendiri menjadi
Gunung Tuhan? Tentu kita perlu menjadikan diri kita layak sehingga Roh Tuhan dapat hinggap
dalam diri kita. Berbuat baik melaksanakan dengan sungguh hukum Kasih yang diajarkan oleh
Allah sendiri terutama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, adalah cara yang komplit
dalam menjadikan bangsa kita menjadi seperti Gunung Tuhan.

2.3.4 Sila keempat : Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam
Permusyawaratan Dan Perwakilan

Kepentingan bersama harus diutamakan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara


ditengah yang berlatarbelakang bangsa majemuk, bangsa Indonesia. Bila hanya diutamakan
kepentingan segelintir orang dan hanya beberapa kelompok saja, tentu kesenjangan sosial dan
kemakmuran tidak merata dan kemakmuran nasional tidak dapat diwujudkan. Demi dapat
mengetahui dengan jelas kepentingan publik yang seperti apa yang harus diperjuangkan, maka
diharapkan seluruh aspek bangsa dapat menyuarakan aspirasi, pendapat, dan solusinya kepada
“pusat” supaya dapat dipertimbangkan kebijakan yang akan diambil.

Sila keempat menyatakan bahwa mengutarakan pendapat dan berdemokrasi adalah hal
yang dijunjung tinggi dan berpengaruh terhadap kemajuan bangsa. Diseluruh budaya

15
nusantara, bermusyawarah merupakan sebuah hal yang keseharian dilakukan bila ada sesuatu
yang hendak diputuskan. Tetapi ada kabar kurang membahagiakan tentang kebebasan
berpendapat di Indonesia, yaitu pada 2015 lalu, data menunjukan bahwa larangan berpendapat
justru marak terjadi di kalangan pendidikan perguruan tinggi terutama di Jawa Tengah. AJI
(Aliansi Jurnalis Independen) mengatakan bahwa jurnalis-jurnalis mahasiswa di beberapa
kampus di Jawa Tengah ‘diberedel’ oleh elit kampus karena muatan jurnal nya yang berpotensi
mencoreng nama kampus. Padahal justru hal tersebut dapat memecut semua orang terutama
kampus tersebut supaya menjadi lebih baik, dan menjadi bahan introspeksi bersama.

Tindakan pembungkaman pendapat tersebut tentu menodai Pancasila terutama sila


keempat, yang dimana sila keempat memfasilitasi seluruh masyarakat Indonesia untuk
berdemokrasi.

Gambar 2.3.4 Artikel berita larangan berpendapat di kampus Jawa Tengah5

Didalam alkitab sendiri, budaya untuk bermusyawarah sudah diterapkan oleh para
rasul, terutama pada konsili pertama di Yerusallem yang membahas tentang siapakah yang
diselamatkan? Yang bersunat (golongan Yahudi) atau tidak bersunat (golongan diluar Yahudi),

5
https://nasional.tempo.co/read/730950/larangan-berpendapat-marak-di-kampus-jawa-tengah

16
hingga akhirnya dirumuskan bahwa hanya oleh kasih karunia Tuhan Yesus sendiri kita dapat
beroleh keselamatan, tidak hanya terbatas satu bangsa saja. (kisah para rasul 15 : 1-21).

Kis 15:1 Beberapa orang datang dari Yudea ke Antiokhia dan mengajarkan kepada saudara-
saudara di situ: "Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh
Musa, kamu tidak dapat diselamatkan."

Kis 15:2 Tetapi Paulus dan Barnabas dengan keras melawan dan membantah pendapat mereka
itu. Akhirnya ditetapkan, supaya Paulus dan Barnabas serta beberapa orang lain dari
jemaat itu pergi kepada rasul-rasul dan penatua-penatua di Yerusalem untuk
membicarakan soal itu.

Kis 15:3 Mereka diantarkan oleh jemaat sampai ke luar kota, lalu mereka berjalan melalui Fenisia
dan Samaria, dan di tempat-tempat itu mereka menceriterakan tentang pertobatan orang-
orang yang tidak mengenal Allah. Hal itu sangat menggembirakan hati saudara-saudara
di situ.

Kis 15:4 Setibanya di Yerusalem mereka disambut oleh jemaat dan oleh rasul-rasul dan penatua-
penatua, lalu mereka menceriterakan segala sesuatu yang Allah lakukan dengan
perantaraan mereka.

Kis 15:5 Tetapi beberapa orang dari golongan Farisi, yang telah menjadi percaya, datang dan
berkata: "Orang-orang bukan Yahudi harus disunat dan diwajibkan untuk menuruti hukum
Musa."

Kis 15:6 Maka bersidanglah rasul-rasul dan penatua-penatua untuk membicarakan soal itu.

Kis 15:7 Sesudah beberapa waktu lamanya berlangsung pertukaran pikiran mengenai soal itu,
berdirilah Petrus dan berkata kepada mereka: "Hai saudara-saudara, kamu tahu, bahwa
telah sejak semula Allah memilih aku dari antara kamu, supaya dengan perantaraan
mulutku bangsa-bangsa lain mendengar berita Injil dan menjadi percaya.

Kis 15:8 Dan Allah, yang mengenal hati manusia, telah menyatakan kehendak-Nya untuk menerima
mereka, sebab Ia mengaruniakan Roh Kudus juga kepada mereka sama seperti kepada
kita,

Kis 15:9 dan Ia sama sekali tidak mengadakan perbedaan antara kita dengan mereka, sesudah Ia
menyucikan hati mereka oleh iman.

Kis 15:10 Kalau demikian, mengapa kamu mau mencobai Allah dengan meletakkan pada tengkuk
murid-murid itu suatu kuk, yang tidak dapat dipikul, baik oleh nenek moyang kita maupun
oleh kita sendiri?

Kis 15:11 Sebaliknya, kita percaya, bahwa oleh kasih karunia Tuhan Yesus Kristus kita akan beroleh
keselamatan sama seperti mereka juga."

Kis 15:12 Maka diamlah seluruh umat itu, lalu mereka mendengarkan Paulus dan Barnabas
menceriterakan segala tanda dan mujizat yang dilakukan Allah dengan perantaraan
mereka di tengah-tengah bangsa-bangsa lain.

Kis 15:13 Setelah Paulus dan Barnabas selesai berbicara, berkatalah Yakobus: "Hai saudara-
saudara, dengarkanlah aku:

17
Kis 15:14 Simon telah menceriterakan, bahwa sejak semula Allah menunjukkan rahmat-Nya kepada
bangsa-bangsa lain, yaitu dengan memilih suatu umat dari antara mereka bagi nama-Nya.

Kis 15:15 Hal itu sesuai dengan ucapan-ucapan para nabi seperti yang tertulis:

Kis 15:16 Kemudian Aku akan kembali dan membangunkan kembali pondok Daud yang telah roboh,
dan reruntuhannya akan Kubangun kembali dan akan Kuteguhkan,

Kis 15:17 supaya semua orang lain mencari Tuhan dan segala bangsa yang tidak mengenal Allah,
yang Kusebut milik-Ku demikianlah firman Tuhan yang melakukan semuanya ini,

Kis 15:18 yang telah diketahui dari sejak semula.

Kis 15:19 Sebab itu aku berpendapat, bahwa kita tidak boleh menimbulkan kesulitan bagi mereka
dari bangsa-bangsa lain yang berbalik kepada Allah,
Kis 15:20 tetapi kita harus menulis surat kepada mereka, supaya mereka menjauhkan diri dari
makanan yang telah dicemarkan berhala-berhala, dari percabulan, dari daging binatang
yang mati dicekik dan dari darah.

Kis 15:21 Sebab sejak zaman dahulu hukum Musa diberitakan di tiap-tiap kota, dan sampai sekarang
hukum itu dibacakan tiap-tiap hari Sabat di rumah-rumah ibadat."

Kita dikaruniai oleh Tuhan akal budi dan rasionalitas, maka hendaklah kita sebagai
seorang katolik mempergunakannya dengan baik dan diterapkan dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara terutama dalam membudayakan musyawarah dan kebebasan berpendapat,
karena para rasul sendiri telah menerapkannya.

2.3.5 Sila kelima : Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Indonesia sebagai bangsa yang majemuk harus menjunjung tinggi nilai keadilan.
Karena bila nilai keadilan gagal diterapkan, maka akan berpotensi perpecahan yang luarbiasa.
Nilai-nilai keadilan dicantumkan dalam Pancasila karena memang nilai keadilan adalah sesuatu
yang harus ditegakkan dengan baik di negara Indonesia.

Beberapa waktu lalu ada kasus yang terjadi di Indonesia yang dapat dikatakan
mencoreng keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Kasus tersebut adalah
dipidanakannya Meiliana di Medan, Sumatera Utara karena dia telah mengkritik suara Adzan
Masjid yang terlalu keras, Meiliana yang seorang warga Tionghoa mengusulkan agar suaranya
dikecilkan sedikit, tetapi oleh warga masjid hal tersebut mereka anggap sebagai penodaan
agama dan akhirnya Meiliana dilaporkan dan dijatuhkan hukuman penjara selama 18 bulan.

18
Tentu hal tersebut sangat miris, mengingat secara logika, mengusulkan mengecilkan
volumen adzan apakah dapat dikatakan sebagai penodaan agama? Pasal penodaan agama
sendiri kurang jelas, karena setiap orang dapat merasa agamanya dinodai bila orang tersebut
“merasa” dinodai. Disini membuktikan bahwa belum seluruh ornamen penegak hukum sendiri
secara total menjiwai Pancasila.

Gambar 2.3.5 Meiliana divonis 18 bulan penjara6

Kita sebagai umat katolik tentu harus menegakkan keadilan kesiapapun juga tanpa
pandang bulu. Karena dengan menegakkan keadilan kita turut mengasihi sesama kita manusia
dan mengasihi Tuhan Allah kita. Dalam bacaan kitab suci pada Matius 20 : 1-16 Tuhan Yesus
menggambarkan bagaimana keadilan itu adalah bagian dari Kerajaan Allah. Oleh sebab itu,
kita wajib menerapkan keadilan bagi siapapun juga tanpa pandangbulu.

Mat 20:1 "Adapun hal Kerajaan Sorga sama seperti seorang tuan rumah yang pagi-pagi benar
keluar mencari pekerja-pekerja untuk kebun anggurnya.

6
https://news.okezone.com/read/2018/08/25/340/1941179/vonis-18-bulan-meiliana-cermin-ketidakadilan-
hukum

19
Mat 20:2 Setelah ia sepakat dengan pekerja-pekerja itu mengenai upah sedinar sehari, ia menyuruh
mereka ke kebun anggurnya.

Mat 20:3 Kira-kira pukul sembilan pagi ia keluar pula dan dilihatnya ada lagi orang-orang lain
menganggur di pasar.

Mat 20:4 Katanya kepada mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku dan apa yang pantas
akan kuberikan kepadamu. Dan merekapun pergi.

Mat 20:5 Kira-kira pukul dua belas dan pukul tiga petang ia keluar pula dan melakukan sama seperti
tadi.

Mat 20:6 Kira-kira pukul lima petang ia keluar lagi dan mendapati orang-orang lain pula, lalu katanya
kepada mereka: Mengapa kamu menganggur saja di sini sepanjang hari?

Mat 20:7 Kata mereka kepadanya: Karena tidak ada orang mengupah kami. Katanya kepada
mereka: Pergi jugalah kamu ke kebun anggurku.

Mat 20:8 Ketika hari malam tuan itu berkata kepada mandurnya: Panggillah pekerja-pekerja itu dan
bayarkan upah mereka, mulai dengan mereka yang masuk terakhir hingga mereka yang
masuk terdahulu.

Mat 20:9 Maka datanglah mereka yang mulai bekerja kira-kira pukul lima dan mereka menerima
masing-masing satu dinar.

Mat 20:10 Kemudian datanglah mereka yang masuk terdahulu, sangkanya akan mendapat lebih
banyak, tetapi merekapun menerima masing-masing satu dinar juga.

Mat 20:11 Ketika mereka menerimanya, mereka bersungut-sungut kepada tuan itu,

Mat 20:12 katanya: Mereka yang masuk terakhir ini hanya bekerja satu jam dan engkau menyamakan
mereka dengan kami yang sehari suntuk bekerja berat dan menanggung panas terik
matahari.

Mat 20:13 Tetapi tuan itu menjawab seorang dari mereka: Saudara, aku tidak berlaku tidak adil
terhadap engkau. Bukankah kita telah sepakat sedinar sehari?

Mat 20:14 Ambillah bagianmu dan pergilah; aku mau memberikan kepada orang yang masuk terakhir
ini sama seperti kepadamu.

Mat 20:15 Tidakkah aku bebas mempergunakan milikku menurut kehendak hatiku? Atau iri hatikah
engkau, karena aku murah hati?

Mat 20:16 Demikianlah orang yang terakhir akan menjadi yang terdahulu dan yang terdahulu akan
menjadi yang terakhir."

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Menjadi seorang Katolik yang total dan maksimal otomatis kita menjadi seorang yang
total dan maksimal pula dalam berpancasila. Ajaran utama dalam Katolik adalah hukum Kasih
yang bila seluruh sila-sila Pancasila ditarik akarnya semua merujuk pada hukum yang diajarkan
oleh Tuhan Yesus sendiri tersebut. Kita sebagai seorang Katolik tentunya harus bersyukur dan
bangga karena sebenarnya Pancasila sudah menjadi DNA kita sendiri didalam ajaran Katolik.
Cukup menerapkan dengan baik hukum yang paling terutama tersebut, dan menjadi 100%
Katolik, kita akan dengan sadar menjadi 100% Indonesia.

3.2 Saran

Orang Katolik harus terus melestarikan penerapan nilai-nilai hukum Kasih di tiap aspek
kehidupannya.

21
DAFTAR PUSTAKA
Etimologi :
KBBI online, https://kbbi.web.id/bangsa

Dasar pemikiran makalah :


Artikel-artikel katekis dari www.katolisitas.org

Artikel berita :
https://news.detik.com/berita/d-4539725/rencana-pembangunan-pura-di-sukatani-bekasi-ditolak-warga
https://mediaindonesia.com/read/detail/227217-cerita-penolakan-izin-tinggal-karena-beda-agama
https://nasional.tempo.co/read/1190977/amien-rais-ancam-people-power-jika-ada-kecurangan-di-pilpres
https://nasional.tempo.co/read/730950/larangan-berpendapat-marak-di-kampus-jawa-tengah
https://news.okezone.com/read/2018/08/25/340/1941179/vonis-18-bulan-meiliana-cermin-ketidakadilan-
hukum

kutipan alkitab diambil dari :


http://www.ekaristi.org/bible/index.php

gambar relief candi diambil dari :


www.images.google.com

22
LAMPIRAN

23
SOAL UAS MATA KULIAH AGAMA KATOLIK
SEMESTER GANJIL 2018/2019

Mahasiswa membuat makalah dengan tema “100% Katolik, 100% Indonesia”. Isi makalah tersebut mencakup:

1. Membuat analisis terhadap kondisi bangsa Indonesia terkait masing-masing sila dalam Pancasila. Berikan
contohnya dengan menyertakan tautannya.

Untuk tiap-tiap sila, berikan contoh-contoh kondisi yang Anda lihat sekarang, sbb:
a. Terkait sila-1 : Masalah intoleransi – tuliskan contoh peristiwa yang Anda lihat dan cantumkan
tautannya
b. Terkait sila-2 : Masalah hak-hak asasi manusia - tuliskan contoh peristiwa yang Anda lihat dan
cantumkan tautannya
c. Terkait sila-3 : Cinta Tanah Air - tuliskan contoh peristiwa yang Anda lihat dan cantumkan tautannya
d. Terkait sila-4 : Kepemimpinan nasional - tuliskan contoh peristiwa yang Anda lihat dan cantumkan
tautannya
e. Terkait sila-5 : Keadilan sosial - tuliskan contoh peristiwa yang Anda lihat dan cantumkan tautannya

2. Untuk tiap-tiap sila, berikan saran untuk pengamalannya dalam terang iman Katolik (berikan contoh ayat-
ayatnya)

3. Kesimpulan umum.

Sumber rujukan:

1. Petrus Danan Widharsana dan RD.Victorius Rudy Hartono, Pengajaran Iman Katolik, Kanisius: 2017
2. Petrus Danan Widharsana, Mengamalkan Pancasila dalam terang Iman Katolik, Kanisius: 2018
3. E-book: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Pendidikan Agama Katolik, 2016

Makalah dibuat oleh masing-masing mahasiswa secara mandiri (tidak boleh mencontek) dan diserahkan pada
tanggal sesuai jadwal UAS jam 12:00 (paling lambat) dalam bentuk hardcopy ke Sekretariat (dikumpulkan ke
ketua kelas) dan softcopy (MS WORD) ke email ke: kuliah.agama.katolik@gmail.com

24
25

Anda mungkin juga menyukai