Anda di halaman 1dari 12

Tarekat

A. Definisi Tarekat.

Asal kata tarekat dalam bahasa arab ialah thariqah yang berarti jalan, keadaan,
aliran, atau garis pada sesuatu .1 Tarekat adalah “jalan” yang ditempuh para sufi
dan dapat digambarkan sebagai jalan yang berpangkal dari syariat, sebab jalan
utama disebut syar’, sedangkan anak jalanan disebut thariq.

Kata turunan ini menunjukkan bahwa menurut anggapan para sufi, pendidikan
mistik merupakan cabang dari jalan utama yang terdiri dari hukum ilahi, tempat
berpijak bagi setiap muslim. Tak mungkin ada anak jalan tanpa ada jalan utama
tempat berpangkal. Pengalaman mistik tak mungkin didapat bila perintah syariat
yang mengikat itu tidak ditaati terlebih dahulu dengan saksama.2

Dalam perkembangan selanjutnya, kata thariqah menarik perhatian kaum sufi


dan mereka menjadikannya sebagai istilah khusus yang mempunyai arti tertentu.
Menurut L. Massignon, sebagaimana dikutip oleh Aboe Bakar Atjeh, thariqah
dikalangan sufi mempunyai dua pengertian, yaitu :

1. Cara pendidikan akhlak dan jiwa bagi mereka yang berminat menempuh
hidup sufi. Arti seperti dipergunakan oleh kaum sufi pada abad ke-9 dan
ke-10 M.
2. Thariqah berarti suatu gerakan yang lengkap untuk memeberikan latihan-
latihan rohani dan jasmani dalam segolongan orang Islam menurut ajaran
dan keyakinan tertentu.3

Menurut harun Nasution tarekat berasal dari kata Thariqah, yaitu jalan yang
harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam tujuannya berada sedekat mungkin

1
Luis makluf, al-munji fi al-lughat wa al-a’lam, dear al-masyriq, Beirut, 1986, hlm 465
2
Annemarie Schimel, Dimensi Mistik dalam Islam,terj. Supardi Djoko Damono dkk, dari Mystical
Dimension Of Islam (1975), Pustaka Firdaus, Jakarta, 1986,hlm. 101.
3
Aboe Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawuf, Ramadhani, Solo, 1984, hlm. 63

1
dengan Allah Tariqah kemudian mengandung arti organisasi (tarekat). Tiap tarikat
mempunyai syekh, upacara ritual, dan bentuk zikir sendiri.4

Sejarah timbulnya tarekat

Ditinjau dari segi historisnya, kapan dan tarekat mana yang mula – mula
timbul sebagai suatu lembaga, sulit di ketahui dengan pasti. Harun Nasution
menyatakan bahwa setelah Al – Ghazali menghalalkan tasawuf yang sebelumnya
dikatakan sesat, tasawuf berkembang d dunia islam tetapi perkembangannya
melalui tarekat.

Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan


organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka
timbullah tarekat. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut
ribat. Ini merupakan tempat murid-murid berkumpul melestarikan ajaran
taaswufnya, ajaran tasawuf walinya dan ajaraan taaswauf syekhnya.

Organisasi serupa mulai timbul pada abad ke 12M, tetapi belum menonjol dan
baru tampak perkembangannya pada abad-abad berikutnya. Di samping untuk
pria, ada juga tarekat untuk wanita, tetapi tidak berkembang dengan baik seperti
tarekat untuk pria.

Teori lain sejarah kemunculan tarekat dikemukakan Jhon O Voll. Ia


menjelaskan bahwa penjelsan mistis terhadap Islam muncul sejak awal sejarah
Isalam, dan para sufi yang mengembangkan jalan-jalan spiritual personal mereka
dengan melibatkan prakti-praktik ibadah, pembacaan kitab suci dan kepustakaan
tentang kesalehan.

Para sufi ini kadang-kadang terlibat konflik dengan otoritas-otoritas dalam


komunitas Islam dan memberikan alternative terhadap orientasi yang lebih
bersifat legalistic, yang disampaikan oleh kebanyakan ulama.

4
Harun nasution, islam ditinjau dari berbagai aspeknya , jilid II, UI Press, Jakarta, 1986, hlm.
89.

2
Tarekat-tarekat di seluruh Dunia Islam mengambil beragam bentuk.
Rentangnya mulai dari tarekat sederhana berupa serangkaian kegiatan ibadah
hinnga organisasi antarwilayah yang amat besat dengan struktur yang
didefinisikan secara hati-hati. Tarekat-tarekat ini juga mencakup organisasi-
organisasi berumur pendek yang berkembang di seputar individu tertentu serta
struktur yang berusia lebih panjang dengan koherensi institusional.

Pada awal kemunculannya, atrekat berkembang dari dua daerah, yaitu


Khurasan [Iran] dan Mesopotamia [Irak]. Pada periode ini mulai timbul beberapa,
diantaranya tarekat Yasafiyah yang didirikan oleh Ahmad Al-Yasfi {562
H/1169M], tarekat Khawajagawiyah yang disponsori oleh Abd Al-khaliq Al-
Ghuzdawani [617 H/ 1122 M], tarekat Naqsabandiyah yang didirikan oleh
Muhammad Bahaudin An-Naqsabandi Al-awisi Al-Bukhari [1389 M] di
Turkistan, tarekat Khalawatiyah yang didirikan noleh Umar Al-khawalati [1397
M]

Di daerah Mesopotamia masih banyak tarekat yang muncul dalam periode ini
dan cukup terkenal, tetapi tidak termasuk rumpun Al-Junaidi. Tarekat-tarekat ini
antara lain adalah:

1. Tarekat Qadariyah yang didrikan oleh Muhy Ad-Din Abd Al-Qadir Al-
Jailani [471 H /1078M]
2. Tarekat Syadziliyah yang dinisbatkan kepad Nur Ad-Din Ahmad Asy-
Syadzili [593-656 H/ 1196-1258 M
3. Tarekat Rifa’iyah yang didirikan oleh Ahmad bin Ali Ar-Rifai [1106-1182
M]

B. Syeh dan Guru ( Mursyid ).

Kedudukan guru sangat penting dalam tarekat. Selain sebagai pemimpin


yang mengawasi muridnya agar tidak terjerumus dalam hal yang negarif guru
juga merupakan pemimpin kerohanian. Oleh karena itu jabatan sebagai guru

3
tidak dapa diberikan dan dipangku oleh sembarang orang. Adapun syaratnya
yaitu :

1. Ia harus alim dan ahli dalam memberikan tuntunan- tuntunan kepada


murid-muridnya, baik dalam ilmu fiqh, aqa'id dan tauhid serta ilmu umum
lainnya.
2. Ia mengenal atau arif dengan segala sifat-sifat kesempurnaan hati, segala
adab-adabnya, segala kegelisahan jiwa dan penyakitnya, begitu juga
mengetahui cara menyehatkannya kembali serta memperbaikinya sebagai
semula.
3. Ia mempunyai belas kasihan terhadap orang Islam, khusus terhadap murid-
muridnya.
4. Mursyid itu hendaklah pandai menyimpan rahasia murid - muridnya, tidak
membuka kebaikan mereka terutama di depan mata umum, tetapi
sebaliknya mengawasi dengan pandangan Sufinya yang tajam serta
memperbaikinya dengan cara yang sangat bijaksana.
5. Ia tidak menyalah gunakan amanah muridnya, tidak mempergunakan harta
benda murid-muridnya itu dalam
6. bentuk dan pada kesempatan apa pun juga, begitu juga tidak boleh
menginginkan apa yang ada pada mereka.
7. Ia tidak sekali-kali menyuruh atau memerintah murid-muridnya itu dengan
suatu perintah, kecuali jika yang demikian itu layak dan pantas juga
dikerjakan olehnya sendiri, demikian juga dalam melarang segala macam
perbuatan.
8. Seorang mursyid hendaklah ingat sungguh sungguh, tidak terlalu banyak
bergaul apalagi bercengkerama bersenda-gurau dengan murid - muridnya.
9. Ia mengusahakan segala ucapan bersih dari pengaruh nafsu dan keinginan,
terutama tentang ucapan-ucapan yang pada pendapatnya akan memberi
bekas kepada kehidupan bathin murid-muridnya itu.
10. Seorang mursyid yang jijaksana selalu berlapang dada, ikhlas, tidak ingin
memberi perintah kepada seseorang murid itu apa yang tidak sanggup.

4
11. Apabila ia melihat ada seorang murid, yang karena selalu bersama-sama
dan berhubungan dia, memperlihatkan kebesaran dan ketinggian hatinya,
makïi segera ia memerintah murid itu pergi berkhalwat pada suatu tempat
yang tidak jauh, juga tidak terlalu dekat dengan mursyidnya itu.
12. Apabila ia melihat bahwa kehormatan terhadap dirinya sudah kurang
dalam anggapan dan hati murid-muridnya, hendaklah ia mengambil siasat
yang bijaksana untuk mencegah yang demikian itu, karena kepercayaan
dan kehormatan yang berkurang itu, merupakan musuh terbesar baginya.
13. Jangan dilupakan olehnya memberi petunjuk-petunjuk tertentu dan pada
waktu-waktu tertentu kepada murid-muridnya untuk memperbaiki hal
mereka. Ketiga belas sesuatu yang harus mendapat perhatiannya yang
penuh ialah kebangsaan rohani yang sewaktu-waktu timbul pada muridnya
yang masih dalam didikan. Kadang-kadang murid itu menceritakan
kepadanya tentang sesuatu ru'yah yang dilihatnya, mukasyafah yang
terbuka baginya, dan musyadah yang dihadapinya, yang di dalamnya
terdapat perkara-perkara yang istimewa, maka hendaklah ia berdiam diri,
jangan banyak berbicara tentang itu. Sebaliknya hendaklah ia memberikan
amal lebih banyak yang dapat menolak sesuatu yang tidak benar, dan
dengan itu ia mengangkat muridnya ke tingkat yang lebih tinggi dan lebih
mulia.
14. Apabila seorang mengundangnya, maka ia menerima undangan itu dengan
penuh kehormatan dan penghargaan, begitu juga dengan rasa merendahkan
diri.
15. Hendaklah ia suka bertanya tentang seseorang murid yang tidak hadir atau
kelihatan serta memeriksa sebab-sebab ia tidak hadir itu. Serta adab
(prilaku-prilaku) lainnya yang sesuai dengan al-qur’an dan as-sunnah.

Mursyid adalah sebutan untuk seseorang guru pembimbing dalam dunia


thoriqoh, yang telah memperoleh izin dan ijazah dari guru mursyid diatasnya yang
terus bersambung sampai kepada guru mursiyd shohibuth Thoriqoh yang berasa

5
dari Rasulullah SAW untuk mentalqin zikir atau wirid thoriqoh kepada orang
orang yang datang meminta bimbingannya (Murid).

Mursyid merupakan penghubung antara murid dengan Allah, dan juga


merupakan pintu yang harus dilalui oleh setiap muridnya untuk menuju kepada
Allah SWT. Seorang Syaikh atau mursyid yang tidak mempunyai mursyid yag
benar di atasnya, menurut Al – Khurdy, maka mursyidnya adalah setan. Seseorang
tidak boleh melakukan irsyad ( bimbingan dzikir kepada orang lain kecuali setelah
memperoleh pengajaran yang sempurna dan mendapat izin atau ijazah dari guru
mursyid di atasnya yang berhak dan mempunyai silsilah yang benar sampai
kepada Rasulullah.

Mursyid mempunyai kedudukan yang terpenting dalam ilmu thoriqoh, karna


ia buakn hanya sebagai pembimbing yang mengawasi murid – muridnya dalam
kehidupan lahiriyah sehari – harinya agar tidak menyimpang dari ajaran islam dan
terjerumus dalam kemaksiatan, tetapi ia juga merupakan pemimpin kerohanian
bagi para muridnya agar bisa terhubung dengan Allah SWT.

Karena ia merupakan wasilah ( perantara ) antara si murid dan Allah SWT.


Demikian keyakinan yang terdapat dikalangan ahli thoriqoh. Oleh karna itu,
jabatan ini tidak boleh dipangku oleh sembarang orang sekalipun pengetahuannya
tentang ilmu thoriqoh cukup lengkap, tetapi yang terpenting ia harus memiliki
kebersihan rohani dan kehidupan batin yang tulus dan suci.

Seorang mursyid yang diakui keabsahanya itu sebenarnya tidak boleh dari
seorang jahil yang hanya menduduki jabatan itu karena didorong oleh nafsu
belaka. Mursyid yang arif yang memilii sifat – siafat dan kesungguhan yang telah
disebitkan diatas itulah yang diperbolehkan memimpin suatu thoriqah.

Ada bermacam – macam sebutan yang mulia diberikan kepada seorang guru
mursyid, antara lain yaitu ;

1. Nasik
Nasik adalah orang yang sudah mengerjakan mayoritas perintah agama .
2. Abid

6
Abid adalah orang yang ahli dan ikhlas mengerjakan ibadahnya.
3. Imam
Imam adalah orang yang ahli memimpin tidak saja dalam segala bentuk
syariat, tetapi juga masalah aqidah (keyakinan).
4. Syaikh

Syaikh adalah orang yang menjadi sesepuh atau yang dituakan dari satu
perkumpulan.

5. Saadah

Saadah adalah penghulu atau orang yang dihormati dan diberi kekuasaan

penuh, dan lain lain.

Tugas dan fungsi mursyid adalah membimbing, mendidik, dan menempa para
salik yang juga disebut murid (orang-orang yang memiliki kesungguhan belajar
mengenal Allah) dalam memahami jalan-jalan spiritual menuju Allah. Mursyid
dengan tekun menuntun salik.

Seorang guru mursyid sangat penting dalam suluk tarekat karena seorang
murid tidak bisa sampai menuju kepada Allah SWT tanpa disertai dengan seorang
mursyid yang sempurna (al-Kurdi, 1994: 447). Figur mursyid yang sempurna
merupakan perantara antara diri sang murid dengan Allah SWT untuk dapat
meraih derajat mulia di sisi-Nya.

Langkah itu mulai dari proses pembersihan dan pencucian diri (tadzkiyah al-
nafs) hingga di antara mereka mencapai pemahaman yang mendalam (ma’rifah)
terhadap Al-Haq. Tugas dan fungsi mursyid di hadapan para salik menyerupai
Rasulullah SAW di depan para sahabatnya.

Pentingnya keberadaan mursyid dalam tarekat dapat diketahui dari beberapa


fungsinya, yaitu:

1. Sebagai pelestari sanad (transmisi) dalam ajaran tarekat.

7
Tradisi sanad tidak hanya melekat dalam pembahasan ilmu hadits
melainkan terdapat juga dalam tarekat, karena tarekat yang memiliki sanad
atau silsilah yang bersambung (muttasil) sampai kepada Rasulullah Saw
sajalah yang dapat diakui (mu’tabarah).

2. Mursyid sebagai penyebar benih kalimat thayyibah (talqin).

Seorang murid tarekat sebelum memasuki ajaran tarekat ia harus


melakukan proses baiat terlebih dahulu kepada ahlinya.

3. Sebagai tawassul

keberadaan mursyid dalam tarekat digunakan sebagai wasilah atau


tawassul (penghubung) bagi seorang murid menuju jalan ma’rifat Allah SWT
sehingga kata wasilah ini kemudian mempunyai arti tertentu dalam tarekat,
yaitu hubungan dengan guru (Abu Bakar Aceh, 103:1996).

4. Sebagai rabitah

Rabitah yaitu sejenis dengan tern wasilah hanya saja secara spesifiknya
lebih berkaitan dengan mursyid tarekat.

5. Sebagai tawajjuh

Arti dari kata tawajjuh sendiri ialah tatap muka, yaitu proses mengajar
seorang mursyid dengan secara langsung dan berhadap-hadapan kepada
muridnya.

C. Murid dan Murod.

Yang dimaksud dengan "murîd" adalah individu yang telah melepaskan diri
dari daya dan kekuatannya, yang sepenuhnya berserah kepada kehendak sang
Mahakuasa sang Mahamutlak yang di tangan-Nya tergenggam kendali segala
sesuatu, dari atom sampai galaksi.

Adapun yang dimaksud dengan "murâd" adalah jiwa bahagia yang telah
bergerak hanya dengan apa yang diinginkan oleh Allah SWT. Dan tertutup sama

8
sekali dari yang selain Dia, sehingga sang hamba tidak lagi memiliki keinginan
atau pun hasrat selain ridha Allah SWT. Demikianlah ia menjadi sosok yang
diingini dan menjadi perhatian Allah SWT.

Murid adalah orang yang berkehendak sedangkan murod adalah objek


kehendak. Dapat dikatakan bahwa setiap murid sesungguhnya murad. Jika ia
bukan murad ( yang dikehendaki Allah ) niscaya ia tidak akan menjadi murid,
sebab tak ada sesuatu pun yang bisa terjadi kecuali dengan kehendak Allah.
Selanjutnya setiap murad adalah murid sebab jika Allah menghensdaki secara
khusus dia akan menganugrahinya keberhasilan dalam memiliki kehendak
(terhadap nya).

Pengikut suatu tarekat dinamakan murid. Murid yang sudah melepaskan


kemauannya dalam menempuh jalan kearah kemauan atau iradat inilah yang
disebut murad.

Murad adalah murid yang dicari oleh seorang guru. Adab dalam tarekat adalah
merupakan suatu ajaran yang sangat prinsip, tanpa adab tidak mungkin seorang
murid dapat mencapai tujuan suluk-nya. Secara garis besar adab oleh seorang
murid ada empat, yaitu adab kepada Allah dan Rasul-Nya, adab kepada Syekh
(Mursyid atau gurunya), adab kepada diri sendiri dan adab kepada Ikhwan
(Sudara seiman).

Adapun adab seorang murid terhadap seorang mursyid menurut Amru dalam
majalah An-Najah yang di kutip dari buku Adabul ‘alim wal Muta’allim karya
Imam Nawawi bab Adab-adab seorang murid yaitu:

1. Hendaknya ia selalu membersihkan hatinya dari berbagai kotoran agar


baik dalam menerima ilmu dan penjagaannya serta buah dari ilmu tersebut.

2. Hendaknya memutus hubungan yang menyibukkan dari kesempurnaan


dalam mendapatkan ilmu, dan ridho dengan sedikit dari makanan serta
bersabar dari kesempitan hidup. Berkata Asy Syafi’I rahimahullah :
Tidaklah seseorang mencari ilmu [ ilmu diin ] dengan kekayaan dan

9
kemuliaan jiwa dan mendapatkan keberuntungan. Akan tetapi barang siapa
mencarinya dengan kehinaan diri dan kesempitan hidup dan berhidmat
terhadap ‘ulama ia akan mendapat keberhasilan. Dan berkata juga :
tidaklah ilmu didapatkan kecuali dengan kesabaran dan kehinaan. Dan
beliau juga berkata : tidaklah pencari ilmu itu akan berhasil kecuali dengan
kebangrutan, dan dikatakan : dan tidak pula kekayaan serta kecukupan.

3. Hendaklah ia tawadhu’ terhadap ilmu dan guru, dengan ketawadhu’an ia


akan mendapatkan ilmu.

4. Mereka berkata dan janganlah mengambil ilmu kecuali dari orang yang
telah sempurna keilmuannya, dan nampak kebaikan dinnya, dan telah
sempurna pengetahuannya, dan telah terkenal penjagaan dan
kepemimpinannya.

5. Mereka berkata dan janganlah mengambil ilmu dari orang-orang yang


mengambil ilmunya hanya dari buku-buku tanpa dibacakan kepada
seorang syaikh atau syaikh yang pandai. Maka barang siapa yang tidak
mengambil ilmu kecuali dari buku akan terjerumus dalam kesalahan
[pengucapan] dan banyak darinya kerumitan dan penyimpangan.

6. Dan hendaknya melihat gurunya dengan rasa hormat, dan berkeyakinan


atas kesempurnaan dan kepandiannya dalam berbidang. Maka ia akan
dapat lebih banyak mengambil manfaat serta mengilmui apa yang ia
dengarkan dari gurunya dalam ingatannya. Bahwa orang-orang dahulu jika
pergi pada gurunya bershodaqah dengan sesuatu. Dan berdo’a : Ya Allah
semoga engkau menutupi ‘aib guru saya dariku, dan janganlah engkau
jauhkan barokah ilmunya dariku.

7. Diantara adab murid hendaknya memilih ridho guru walaupun menyelisihi


pendapatnya. Dan tidak mencela dihadapannya. Dan tidak
menyebarkannya secara sembunyi-sembunyi. Dan hendanya membantah

10
aibnya jika ia mendengarnya. Jika ia lemah hendanya ia berpisah dari
majlis.

8. Janganlah masuk kecuali dengan izinnya. Dan jika masuk satu kelompok
hendaklah mendahulukan yang lebih utama dan lebih tua.

9. Hendaklah masuk dengan keadaan yang paling baik, kosongnya hati dari
berbagai kesibukan, bersih dengan siwak, memotong kumis, serta
menghilangkan bau yang tidak sedap.

10. Memberikan salam terhadap seluruh hadirin dengan suara yang bisa
diderkan seluruh ruangan. Dan menghususkan terhadap syaikhnya sebagai
tambahan penghormatan, demikian pula memberi salam ketika keluar
majlis. Dan dalam sebuah hadist ada perintah tentang hal tersebut serta
tidaklah berpaling pada siapa saja yang mengingkarinya. Dan telah kami
permasalaahn ini dalam kitab al adzkar.

11
Kesimpulan

Thariqah, yaitu jalan yang harus ditempuh oleh seorang calon sufi dalam
tujuannya berada sedekat mungkin dengan Allah Tariqah kemudian mengandung
arti organisasi (tarekat).

Tarekat adalah organisasi dari pengikut sufi-sufi besar. Mereka mendirikan


organisasi-organisasi untuk melestarikan ajaran-ajaran tasawuf gurunya. Maka
timbullah tarekat. Tarekat ini memakai suatu tempat pusat kegiatan yang disebut
ribat. Ini merupakan tempat murid-murid berkumpul melestarikan ajaran
taaswufnya, ajaran tasawuf walinya dan ajaraan taaswauf syekhnya.

Mursyid adalah sebutan untuk seseorang guru pembimbing dalam dunia


thoriqoh, yang telah memperoleh izin dan ijazah dari guru mursyid diatasnya yang
terus bersambung sampai kepada guru mursiyd shohibuth Thoriqoh yang berasa
dari Rasulullah SAW untuk mentalqin zikir atau wirid thoriqoh kepada orang
orang yang datang meminta bimbingannya (Murid).

Murid adalah orang yang berkehendak sedangkan murod adalah objek


kehendak. Dapat dikatakan bahwa setiap murid sesungguhnya murad. Jika ia
bukan murad ( yang dikehendaki Allah ) niscaya ia tidak akan menjadi murid,
sebab tak ada sesuatu pun yang bisa terjadi kecuali dengan kehendak Allah.
Selanjutnya setiap murad adalah murid sebab jika Allah menghensdaki secara
khusus dia akan menganugrahinya keberhasilan dalam memiliki kehendak
(terhadap nya).

12

Anda mungkin juga menyukai