Material Dan Metalurgi PDF
Material Dan Metalurgi PDF
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pengetahuan Bahan Teknik
Bahan atau material merupakan kebutuhan bagi manusia mulai zaman dahulu
sampai sekarang yaitu bahan yang dapat di peroleh manusia dan dapat diproses untuk
menampilkan sifat yang di inginkan membuat benda. Kehidupan manusia modern selalu
berhubungan dengan kebutuhan bahan seperti pada transportasi, rumah, pakaian,
komunikasi, rekreasi, produk makanan dll. Kini kita menyadari bahwa material salah satu
sumber daya utama bagi manusia, setara dengan ruang hidup, makanan, energi, informasi,
dan tenaga manusia sendiri.
pakaian kita lebih mampu melindungi dari cuaca dan lebih menarik, perkakas meringankan
beban kita, rumah kita lebih menjadi lebih nyaman, persenjataan kita semakin canggih
sehingga kita akan terlindungi dari ancaman musuh hinggga kendaraan yang lebih canggih
lainnya.
Pada 50 tahun terakhir para saintis menemukan hubungan sifat - sifat bahan dengan elemen
struktur bahan. Sehingga bisa diciptakan puluhan ribu jenis bahan yang mempunyai sifat -
sifat yang berbeda.
BAHAN
• Plutonium
L. RADIO AKTIF • Radium
• Uranium
• Dll
fibre), serat gelas (glass fibre) dan beberapa serat logam. Serat-serat tersebut mempunyai
kekuatan yang lebih tinggi daripada yang berbentuk massif.
dikembangkan oleh sarjana-sarjana ilmu bahan. Dalam hal ini berdampak juga pada cost
(harga) dari suatu produk, semisal komponen mobil yang semakin ringan dan kuat
sehingga menghemat konsumsi bahan bakar serta perangkat elektronik sebelum ditemukan
material pengganti berukuran amat besar dan tidak efisien seperti computer zaman dulu,
radio, Hp, mobil dll
- Sifat Fisis
Dimensi, Porosity, Berat jenis, Massa Jenis, Kandungan air, Mikrostruktur, Makrostr
uktur, dll
- Sifat Kimia
Alkali, Asam, Senyawa, Ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap cuaca, dll
- Sifat Akustik
Kemampuan menyerap bunyi, memantulkan bunyi, dll
- Sifat optik
Kemampuan menyerap cahaya, memantulkan cahaya, warna, dll
- Sifat Thermal
Konduksi, Specific heat, Pemuaian, Penyusutan, dll
- Sifat Mekanik
Kuat, Kaku, Keras, Ulet, Getas, elastis, Plastis, Tangguh, fatig, dll
Beberapa sifat-sifat bahan teknik di tinjau dari berbagai bidang keilmuan , dapat
dijelaskan sebagai berikut,
1.5.1. Sifat Fisis
Adalah salah satu sifat bahan yang berdasarkan hitungan besaran dan satuan,
dimensi, massa jenis, dan besaran pokoknya lainnya.
e. Plastisitas (plasticity)
f. Ketangguhan (toughness)
g. Kelelahan (fatigue)
h. Merangkak (creep)
Berbagai sifat mekanik di atas juga dapat dibedakan menurut cara pembebanannya,
yaitu sifat mekanik statik, sifat terhadap beban statik, yang besarnya tetap atau berubah
dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap beban yang berubah-
ubah atau mengejut. Ini perlu dibedakan karena tingkah laku bahan mungkin berbeda
terhadap cara pembebanan yang berbeda.
Tentu tidak semua sifat tersebut di atas perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
bahan untuk suatu keperluan. Dalam dunia Teknik Mesin biasanya sifat mekanik
memegang peranan sangat penting, disamping beberapa sifat kimia (terutama sifat tahan
korosi), sifat thermal dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam
dunia teknik, dan akan dibahas tersendiri.
Dari kelompok sifat fisik, density (berat jenis) kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Strukturmikro biasanya perlu dipelajari secara khusus, karena
strukturmikro berkaitan erat dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat tahan
korosi dll.
Untuk komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal menjadi
penting. Panas jenis (specific heat), thermal conductivity dan thermal expansion seringkali
harus diperhitungkan.
a) b)
c)
a) Konverter Digital-Analog
Kinerja perangkat mikroprosesor ini bergantung pada rangkaian internalnya
b) Struktur Internal ( rangkaian) Kalkulator
Semua perangkat, produk, dan system memerlukan material, yang harus
dispesifikasi sesuai desain, diawasi mutunya dalam produksi, serta dimonitor saat
dipakai.
c) Logam Dalam Mesin Jet
Mesin merupakan suatu system kompleks yang dirancang untuk mengkonversi
energi bahan baker menjadi energi tenaga gerak. Setiap jenis logam dipilih dan
diproses untuk memenuhi fungsi tertentu yang serasi dengan material lain.
Memilih bahan untuk suatu keperluan sebenarnya bukan suatu hal yang sulit, asalkan
tidak disertai dengan berbagai persyaratan, seperti harus mudah diperoleh, dapat
diolah/dikerjakan dengan teknologi yang tersedia dan menghasilkan produk dengan mutu
yang sesuai dengan spesifikasi dan harga yang mudah.
Sebenarnya prinsip pemilihan bahan sederhana saja, hanya sekedar mempertemukan
persyaratan/sifat-sifat yang diminta oleh suatu desain peralatan/konstruksi, dengan sifat-
sifat dan kemampuan-kemampuan bahan yang dapat dipergunakan. Cuma saja dalam
menentukan persyaratan/sifat-sifat apa yang harus dipenuhi suatu bahan, seringkali tidak
mudah. Kemudian kalaupun syarat-syarat dan sifat yang akan diminta sudah dapat
ditentukan, masih ada kesulitan lain, mungkin informasi tentang bahan apa yang tersedia
tidak lengkap, atau informasi tentang sifat bahan yang tersedia tidak lengkap.
Seandainyapun informasi itu sudah lengkap, mungkin sekali akan dijumpai bahwa
tidak ada bahan yang mampu memenuhi semua persyaratan, atau ternyata ada banyak jenis
bahan yang memenuhi semua persyaratan. Dalam hal ini akan perlu dilakukan
pemilihan ulang dengan mengurangi/ menambah persyaratan lagi, sehingga dapat
diperoleh suatu pilihan yang optimum.
Biasanya persyaratan yang diminta oleh suatu desain/ konstruksi antara lain :
sifaf mekanik, seperti kekuatan, kekakuan, keuletan, ketangguhan, kekerasan dll.
sifat fisik, seperti heat conductivity, electrical coductivity, heat expansion, bentuk
dan dimensi, strukturmikro dll.
Sifat kimia, seperti aktifitas terhadap bahan kimia tertentu, sifat tahan korosi dll.
dan lain-lain.
Estetika, Ergonomik
Dan bebrapa faktor lain yang turut dipertimbangkan dalam Pemilihan bahan untuk
suatu desain/konstruksi, antara lain :
Availability dari bahan, apakah bahan tersedia di pasaran, di mana dapat diperoleh,
seberapa banyak bahan yang dapat diperoleh dll.
Teknologi yang tersedia untuk mengolah bahan tsb sampai menjadi produk yang
siap dipasarkan.
Berbagai faktor ekonomis, misalnya harga bahan, harga produk dll
Estetika dan ergonomik merupakan segi keindahan dan kenyamanan
Perlu pula diketahui bahwa suatu bahan dengan komposisi kimia yang sama
mungkin akan memiliki sifat yang berbeda, sifat yang berbeda, sifat bahan tidak hanya
tergantung pada komposisi kimia saja, tapi struktur dari bahan juga ikut berpengaruh.
Misalnya saja baja dengan suatu komposisi kimia tertentu, pada suatu kondisi akan bersifat
ulet, tetapi pada kondisi yang lain mungkin akan dapat bersifat getas. Perubahan sifat ini
terjadi karena adanya perubahan struktur pada susunan atom dalam kristalnya.
Proses pemilihan bahan kadang-kadang memang cukup sulit, tetapi seringkali juga
dapat disederhanakan. Misalnya saja dengan mempersempit daerah pemilihan, dengan
memberi prioritas pada bahan yang biasanya digunakan untuk konstruksi yang sejenis.
Seperti dalam dunia Teknik Mesin, biasanya baja karbon akan mendapat prioritas pertama
untuk dipertimbangkan ( karena dalam konstruksi biasanya orang banyak menggunakan
baja karbon, mudah diperoleh, harga relatif murah ), baru kemudian bila baja karbon tidak
memenuhi syarat dicoba mempertimbangkan penggunaan bahan-bahan lain seperti baja
paduan, paduan non-ferrous dll.
BAB 2
SIFAT MEKANIK DAN PENGUJIANNYA
Dalam dunia teknik mesin biasanya sifat mekanik memegang peranan sangat penting,
disamping beberapa sifat kimia ( terutama sifat tahan korosi), sifat thermal dan sifat fisik.
Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam dunia teknik, dan akan dibahas
tersendiri.
Dari kelompok sifat - sifat fisik tersebut, density ( berat jenis ) kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Struktur mikro biasanya perlu dipelajari secara khusus karena struktur
mikro berkaitan erat dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat bahan korosi
dan lain lain.
Untuk komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal menjadi
penting. Panas jenis ( specific heat ), thermal conductivity dan thermal expansion
seringkali harus diperhitungkan.
Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting, karena sifat mekanik menyatakan
kemampuan suatu bahan (tentunya juga komponen yang terbuat dari bahan tsb ). Untuk
menerima beban atau gaya dan energy tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan atau
komponen tsb. Seringkali bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi
kurang baik pada sifat yang lain maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan
tersebut dengan berbagai cara , misalnya saja baja, baja mempunyai sifat mekanik yang
baik (memenuhi syarat untuk suatu pemakaian ) tetapi mempunyai sifat tahan korosi yang
kurang baik,maka seringkali sifat tahan korosinya ini diperbaiki dengan pengecatan atau
galvanishing dll, jadi tidak harus mencari bahan lain yang selain kuat juga tahan korosi.
Kekuatan (Strength)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah
Kekerasan (Hardness)
Kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengkikisan (abrasi), indentasi / penetrasi
Kekenyalan (Elasticity)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen setelah
tegangan dihilangkan
Kekakuan (Stiffness)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) atau defleksi
Plastisitas (plasticity)
Kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastik (yang permanen) tanpa mengakibatkan
kerusakan
Ketangguhan (Toughness)
Kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan
Kelelahan (Fatigue)
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress)
yang besarnya masih jauh di bawah batas kekuatan elastiknya
Merangkak (creep)
Kecenderungan suatu bahan untuk mengalami deformasi plastik yang besarnya merupakan fungsi waktu,
pada saat bahan tadi menerima beban yang besarnya relatif tetap
terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati
suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi hanya bersifat
sementara, perubahan bentuk itu akan hilang bersama dengan hilangnya
tegangan, tetapi bila tegangan yang bekerja melampaui batas tersebut maka
sebagaian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun tegangan dihilangkan.
kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk elastic yang
dapat terjadi sebelum perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan
kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk
dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.
- Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan/ beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi)
atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada
kekuatan.
- Plastisitas (plasticity ) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastic ( yang permanen ) tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan.
Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai
proses pembentukan seperti forging, rolling, extruding dll. Sifat ini sering juga
disebut sebagai keuletan ( ductility ).
Bahan yang mampu mengalami deformasi plastic cukup banyak dikatakan
sebagai bahan yang mempunyai keuletan tinggi (ductile). Sedangkan bahan
yang tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastic dikatakan sebagai bahan
yang mempunyai keuletan rendah atau getas ( brittle ).
- Ketangguhan ( toughness ) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap
sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat
dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini
dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sifat ini sulit diukur.
- Kelelahan ( fatigue ) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila
menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress ) yang besarnya masih jauh di
bawah batas kekuatan elastiknya.
Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan
oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting,
tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang
mempengaruhinya.
- Merangkak ( creep ) merupakan kecenderungan suatu logam untuk
mengalami deformasi plastic yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat
bahan tadi menerima beban yang besarnya relatif tetap.
Berbagai sifat mekanik yang disebutkan diatas juga dapat dibedakan menurut cara
pembebanannya, yaitu sifat mekanik static, sifat terhadap beban static yang besarnya tetap
atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap beban
yang berubah-ubah atau mengejut. Sifat – sifat ini perlu dibedakan karena tingkah laku
bahan mungkin berbeda terhadap cara pembebanan yang berbeda.
Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap specimen/ batang uji yang standar.
Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai
dengan suatu standar.
Salah satu bentuk batang uji dapat dilihat pada slide no.3, pada bagian tengah dari
batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang
uniform dan pada bagian ini disebut “ panjang uji” (gauge length ), yaitu bagian yang
dianggap menerima pengaruh dari pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya
selama proses pengujian.
Batang uji ini dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin tarik
pada ujung-ujungnya dan ditarik kearah memanjang secara perlahan. Selama penarikan
setiap saat pertambahan panjang gauge tercatat dalam grafik yang tersedia pada mesin
tarik, besarnya gaya tarik yang bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang terjadi
sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji
putus.
Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis
lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil
tersebut berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja ( hukum hook ).
Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit.
Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mula-mula
akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja.
Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P (proportionality limit),
setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi
berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan panjang
yang lebih besar. Dan bahkan pada suau saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada
penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Dikatakan batang uji
mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu
beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagi
proporsional).
Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu batas maksimum, dan untuk
logam yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan
menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji
putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang
setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi hanya disekitar necking
tersebut. Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam –
logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban
maksimum.
Bila pengujian dilakukan dengan cara sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan
perlahan-lahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai
nol,dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi
sampai nol, demikian terus berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang
kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastic, pada saat menerima beban
akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan
hilang dan batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Keadaan ini berlangsung sampai batas elastic (elastic limit, titik E). Jadi untuk
beban rendah,pertambahan panjang mengikuti garis OP
Jika beban melebihi batas elastic, maka ketika beban dihilangkan pertambahan
panjang tidak seluruhnya hilang, masih terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau
pertambahan panjang yang elastic.
Diagram tegangan - regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik
dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah
batas elastik, titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit. Maka yang
dianggap sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah titik luluh (yield point ) Y.
Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu batas maksimum, dan untuk
logam yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan
menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji
putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang
setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi hanya disekitar necking
tersebut. Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam –
logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban
maksimum.
Bila pengujian dilakukan dengan cara sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan
perlahan-lahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai
nol,dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi
sampai nol, demikian terus berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang
kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastic, pada saat menerima beban
akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan
hilang dan batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Keadaan ini berlangsung sampai batas elastic (elastic limit, titik E). Jadi untuk
beban rendah,pertambahan panjang mengikuti garis OP
Jika beban melebihi batas elastic, maka ketika beban dihilangkan pertambahan
panjang tidak seluruhnya hilang, masih terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau
pertambahan panjang yang elastic.
Diagram tegangan - regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik
dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah
batas elastik, titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit. Maka yang
dianggap sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah titik luluh (yield point ) Y.
Diagram tegangan - regangan seperti contoh diatas, dimana yield tampak jelas dan
patah terjadi tidak pada beban maksimum melainkan setelah terjadinya necking,
sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa logam yang cukup ulet,
seperti baja karbon rendah yang dianil. Pada logam yang lebih getas yield kurang nampak,
bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada beban maksimum.
Pada saat batang uji menerima beban sebesar F kg maka batang uji (yaitu panjang
uji) akan bertambah panjang sebesar ∆L mm.
= F/Ao
Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :
= (L-Lo)/Lo = ∆L / Lo
Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm 2, kg/cm2, psi (pond per square inch)
atau MPa (Mega Pascal = 106 N/m2). Sedangkan untuk regangan dapat dinyatakan dengan
persentase pertambahan panjang, satuannya adalah persen (%) atau mm/mm, atau in/in.
Kekuatan elastik menyatakan kemampuan untuk menerima beban atau tegangan tanpa
berakibat terjadinya deformasi plastik (perubahan bentuk yang permanen). Kekuatan
elastik ini ditunjukkan oleh titik yield (besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya
yield).
Untuk logam-logam yang ulet yang memperlihatkan terjadinya yield dengan jelas,
tentu batas ini mudah ditentukan, tetapi untuk logam-logam yang lebih getas dimana yield
tidak tampak jelas atau sama sekali tidak terlihat,maka yield dapat dicari dengan
menggunakan off set method.
Harga yang diperoleh dengan cara ini dinamakan off set yield strength (kekuatan
luluh). Dalam hal ini yield dianggap mulai terjadi bila sudah timbul regangan plastik
sebesar 0,2 % atau 0,35% (tergantung kesepakatan). Secara grafik, off set yield strength
dapat dicari dengan menarik garis elastik dari titik regangan 0,2 % atau 3,5 % hingga
memotong kurva.
Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena tegangan yang
bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/ strength dari bahan, supaya
tidak terjadi dformasi plastik.
Kekakuan ( stiffness ) Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat
beban(dalam batas elastiknya) akan mengalami deformasi elastik tetapi hanya sedikit saja.
E = σel / εel
Makin besar harga E, makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama saja
sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi, harga ini hampir tidak terpengaruh oleh
komposisi kimia, laku-panas dan proses pembentukannya (sifat mekanik lain akan
terpengaruh oleh hal-hal tersebut).
Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting daripada
kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas, bila rancang bangunnya kurang kaku maka
akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan dengan mesin tersebut akan
kurang akurat.
Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poissons ratio. Bila batang uji ditarik
secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi regangan ke arah
memanjang sebesar x , juga akan mengalami regangan ke arah melintang yaitu sebesar
y. Poisson’s ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan kearah melintang
dengan regangan ke arah memanjang, pada tegangan yang masih dalam batas elastik.
V=- y / x
Dari hubungan diatas dapat dilihat bahwa modulus resilien ditentukan oleh σel dan
E. Tetapi karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak berubah maka modulus
resilien hanya ditentukan oleh σel , kekuatan elastik (yield point/strength ).
Karena harga σel baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum ult , maka
bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus resiliennya juga makin
tinggi.
Resilien adalah sifat penting bagi bagian – bagian yang harus menerima tegangan
dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya pegas pada alat
transportasi, selain menerima tegangan, juga harus mampu berdeformasi secara elastik
cukup banyak.
UTS = u = F max / Ao
UTS atau Kekuatan tarik ini sering dianggap sebagai data terpenting yang diperoleh
dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan – perhitungan kekuatan dihitung
atas dasar kekuatan ini (sekarang ada kecenderungan untuk mendasarkan perhitungan
kekuatan pada dasar yang lebih rasional yaitu yield point/yield strength). Pada baja,
kekuatan tarik akan naik seiring dengan naiknya kadar karbon dan paduan.
Keuletan (ducility) menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara plastis tanpa
menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastik yang terjadi setelah batang
uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan presentase perpanjangan (percentage
elongetion).
Do = (L - Lo) / Lo x 100 %
Dh = (A0 – Af ) / Ao x 100 %
Pada baja, dan juga pada logam-logam lain,keuletan banyak ditentukan oleh
struktur mikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan, lakupanas dan
tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan kadar karbon akan menaikkan
kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan makin rendah.
Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :
atau
UT = f . u + y )/2
Dimana :
y = yield point/strength
Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai, kait krann dan
lain-lain seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield pointnya,
untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup tinggi.
Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak
dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit diterapkan seberapa besar sebenarnya ketangguhan
yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, sulit untuk mengukur seberapa besar sebenarnya
ketangguhan suatu barang jadi yang terbentuk dari bahan tertentu, karena banyak hal yang
mempengaruhi ketangguhan. Antara lain adanya cacat, bentuk dan ukuran cacat, bentuk
dan ukuran benda, kondisi pembebanan/strain rate, temperatur dan lain-lain yang banyak
diantaranya sulit diukur. Ketangguhan ditentukan oleh kekuatan dan keuletan, dimana
kedua sifat ini biasanya berjalan bertentangan, artinya bila kekuatan naik maka keuletan
menurun, ini dapat dilihat dengan membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya
rendah tetapi keuletannya tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih
tinggi tetapi keuletannya lebih rendah) dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat
tinggi tetapi juga sangat getas).
Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu, misalnya untuk perhitungan pada proses
pembentukan (rolling,forging,dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail yang
memerlukan ketelitian lebih tinggi akan menggunakan diagram tegangan – regangan
sebenarnya (true stress – true strain diagram).
Definisi:
P/Ao P/A
(1 + ε )
(1 + ε ).
Kedua hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu
maka tegangan dan regangan sebenarnya harus diitung berdasarkan pengukuran nyata pada
batang uji, beban dan luas penampang setiap saat.
Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara tegangan/regangan
nominal dengan tegangan/regangan nominal sesudah melampaui tegangan maksimum akan
terjadi penurunan,sedang pada diagram tegangan-regangan sebenarnya terus naik hingga
putus.
Dari data yang terkumpul dari berbagai logam atau paduan tampak adanya hubungan
yang hampir linier antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya, yang diplot
pada grafik log-log.
Ada beberapa persamaan matematik yang diajukan unutk menyatakan hubungan
tersebut. Salah satu persamaan yang dianggap cukup representative untuk banyak bahan
teknik adalah :
Harga k adalah harga true stress pada true stress strain . harga n dapat
diturunkan dari persamaan diatas :
n= = =
Pernyataan matematik diatas berlaku untuk daerah plastik,dan juga hanya sampai
saat terjadi necking. Diluar itu akan terjadi penyimpangan. Berikut ditunjukkan grfaik
hubungan true stress-strain untuk beberapa bahan dan konstantanya berdasarkan
persamaan matematik diatas.
maka ⁄ dan ( ⁄ ) ( ⁄ )
Sehingga ⁄ (1+ .
Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara tepat,
karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri sesuai dengan
persepsi dan keperluannya. Dalam engineering yang menyangkut logam, kekerasan sering
dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa
cara pengujian kekerasan yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, yaitu :
Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling banyak
digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai indentor.
Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu selama
waktu tertentu pula( antara 10 sampai 30 detik) . Karena penusukan (indentasi) itu maka
pada permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan. Kekerasan Brinell dihitung
sebagai :
BHN =
Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standar menggunakan bola baja
yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian kekerasan baja)
atau 100 kg atau 500 kg (untuk logam non ferrous yang lebih lunak) dengan lama
penekanan 10 sampai 15 detik. Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga
tebal bahan (supaya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal) boleh
digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan selalu dipenuhi
persyaratan ⁄ Dengan memenuhi persyaratan tersebut, maka hasil
pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya tekan/diameter bola indentor
yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30,unutk tembaga atau paduan
tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5.
o Indetor
Baja P/D2 = 30
o Waktu penekanan
Slide no.17. Pengujian Kekerasan Brinel
Untuk pengujian logam yang sangat keras (diatas 500 BHN) bahan indentor dari baja
yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai terdeformasi,
maka digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur sampai kekerasan
sekitar 650 BHN.
dengan menggunakan dial indicator, dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya
menunjukkan skala kekerasan Rockwell.
Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada kombinasi
jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan jenis indentor
serta besar beban utama dapat dilihat pada slide no. 21,
Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C, untuk mengukur kekerasn
logam yang sangat keras biasanya digunakan Rockwell C atau Rockwell A (untuk yang
sangat keras). Disamping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial
Rockwell yang menggunakan beban awal 3 kg, indentor kerucut intan (diamond cone,
brale) dan beban utama 15, 30, atau 45 kg. Biasanya digunakan untuk spesimen yang tipis.
Bahan diuji
Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja disini
digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut puncak
antara 2 sisi yang berhadapan 1360. Tapak tekannya tentu akan berbentuk bujur sangkar,
dan diukur panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata – ratanya.
Hasil pengujian kekerasan vickers ini tidak bergantung pada besarnya gaya tekan
(tidak seperti pada brinell), dengan demikian Vickers dapat mengukur kekerasan bahan
mulai dari yang lunak (5HVN) sampai yang amat keras (1500HVN) tanpa perlu mengganti
gaya tekan. Besarnya gaya tekan yang dipilah antara 1 – 120 kg, tergantung pada
kekerasan / ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur dan
tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis).
Cara Pengujian
VHN (2 F sin ) / d 2 1,854 F / d 2
2
Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Brinell, juga
menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung dengan luas
permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyek tapak tekan.
Dengan cara ini hasil pengamatan tidak lagi terpengaruh oleh besarnya gaya tekan
yang digunakan untuk menekan indentor (tidak seperti Brinell). Hasilnya akan sama
walaupun pengukuran dilakukan dengan gaya tekan yang berbeda. Walaupun demikian
ternyata pengujuian Meyer tidak banyak digunakan.
Prinsip kerja
Hampir sama dengan Brinell Gaya tekan (kg)
Menggunakan indetor bola
Pm =
Mengukur luas proyeksi tapak tekan
Luas Proyeksi Tekan (mm2)
Indentor yang digunakan juga sama seperti pada Vickers biasa, juga cara
perhitungan angka kekerasannya, namun gaya tekan yang digunakan kecil sekali, 1 – 1000
gram, dan panjang diagonal indentasi diukur dalam mikron.
Pada Knoop microhardness test, digunakan indentor piramid intan dengan alas
berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1:7
Karena indentornya, maka Knoop akan menghasilkan indentasi yang sangat dangkal
(dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk pengujian kekerasan pada
lapisan yang sangat tipis atau getas.
14,229 P
HK =
L2
yang diuji harus horisontal, titik pengujian tidak boleh terlalu dekat dan tidak terlalu dekat
dengan spesimen.
Brinell standar akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar, karena
itu biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda yang kecil /
tipis. Rockwell hanya meninggalkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak
mengakibatkan cacat pada permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil ini.
Rockwell tidak baik digunakan pada bahan-bahan yang tidak homogen, seperti pada besi
tuang kelabu dimana terdapat bagian-bagian yang sangat lunak (grafit). Untuk ini
sebaiknya digunakan Brinell, disamping itu brinell tidak menuntut kehalusan permukaan
yang terlalu tinggi,cukup dengan gerinda kasar.
Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual akan
memakan waktu dan memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran.
Kadang – kadang pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkiinan
terjadi sinking dan ridging. Sinking terjadi pada logam yang dianil sedangkan ridging
terjadi pada logam yang terdeformasi dingin.
Vickers dapat mengukur kekerasan mulai dari yang sangat lunak sampai yang
sangat keras,tidak terpengaruh oleh besarnya gaya tekan yang dipakai ,sangat mudah untuk
membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya adasatu skala
saja. Tetapi Vickers sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sehingga diperlukan
persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan. Karenanya biasanya vickers
digunakan dalam laboratorium penelitian.
Demikian pula dengan microhardness test dan Rockwell superficial, memerlukan
persiapan spesimen yang sangat teliti, perlu dilakukan grinding mulai dari yang kasar
sampai yang halus, dilanjutkan dengan polishing, seperti halnya pada persiapan spesimen
metallografy. Pengujian ini dapat digunakan untuk benda yang sangat tipis untuk daerah
yang sangat kecil. Ini juga hanya untuk laboratorium.
Untuk keperluan praktis kadang – kadang perlu diadakan konversi atas hasil
pengukuran kekerasan suatu cara ke cara lain. Ternyata hal ini tidak mudah, karena adanya
perbedaan pada prinsip kerja dari masing – masing cara pengukuran kekerasan.
Karena hubungan konversi ini bersifat empiri, dan juga hanya berlaku untuk satu
Slide no.31. Konversi angka kekerasan
jenis logam tertentu saja, sehingga masing – masing logam harus memiliki hubungan
konversi sendiri – sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak dibuat adalah hubungan
konversi antara brinell (BHN), Rockwell (RA, RB, RC, Superficial), dan Vickers (HV atau
VHN atau DPHN) untuk baja.
Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya patah getas yang dilakukan
pada peneliti,salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujian pukul takik).
Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (notch) yang dipukul dengan sebuah
bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu metode Charpy (banyak
dipakai di Amerika dan negara-negara lain) dan metode Izod yang digunakan di Inggris.
Pada metode Izod,batang uji dijepit pada satu ujung sehingga takikan berada didekat
penjepitnya. Bandul / pemukul yang diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul
ujung yang lain dari arah takikan.
Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu h. Pada
posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar Wh (W = berat pemukul). Dari posisi
ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas,memukul batang uji hingga patah, dan pemukul
masih terus berayun sampai ketinggian h1. Pada posisi ini sisa energi potensial adalah
Wh1. Selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah energi yang digunakan untuk
mematahkan batang uji.
Titik tumpu
pendulum
Titik berat
h1 h
W .LCos Cos
IS
A
kgm / mm2
Dimana:
W = berat dari pendulum (kg)
h1 = Ketinggian pendulum sebelum diayunkan (m)
h2 = Ketinggian pendulum setelah keadaan patah (m)
= Sudut awal (o)
= Sudut akhir (o)
L = jarak antara titik berat darl pendulum ke sumbu putar 0 (m).
Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan
banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji,dengan notasi IS atau Ct
satuannya kg m atau ft lb atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah ketangguhan
juga,ketangguhan terhadap beban mengejut dan pada batang uji yang bertakik,notch
toughness. Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang rendah.
Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tidak dapat digunakan untuk
keperluan perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat
suatu bahan dengan bahan lain, apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan yang
lebih baik daripada bahan lain. Hal ini disebebkan karena banyak sekali faktor yang
mempengaruhi impact strength yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi
pengujian denagan kondisi pemakaian. Misalnya saja pada pengujian kecepatan
pembebanan sudah tertentu sedang pada pemakaian kecepatan pembebanan dapat
bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial state of stress,yang dipengaruhi oleh
bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda kerja,tentunya semua ini akan
menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor tersebut berbeda. Karena itu untuk
pengujian pukul takik ini bentuk dan ukuran batang uji serta bentuk dan ukuran takikan
harus benar-benar sama. Barulah hasil pengujian dapat dibandingkan satu sama lain.
Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10x10 mm dengan bentuk takikan V
(V-notched) atau U (U-notched atau key hole). V-notched biasanya digunakan untuk
logam yang dianggap ulet sedang U-notched biasanya digunakan untuk logam yang getas.
Bentuk dan ukuran batang uji yang standar dapat dilihat pada slide no .
Selain mengukur impact strength,impact test juga digunakan untuk mempelajari pola
perpatahannya,apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture) atau
dengan pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya. Untuk mempelajari
ini dilakukan pengamatan visual pada permukaan patahan. Patahan getas tampak berkilat
dan berbutir (dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture) sedang patahan ulet
tampak lebih suram dan berserabut (fibrous fracture atau shear fracture).
Hal ketiga yang dapat diukur dengan impact test adalah keuletan yang ditunjukkan
dengan persentase pengecilan penampang pada patahan. Suatu impact test akan lebih
bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur pengujian, sehingga dapat dipelajari
bagaimana pengaruh temperatur terhadap pola perpatahan suatu bahan.
Dari serangkaian pengujian yang dilakukan pada berbagai temperatur dibuat suatu grafik
impact strength – temperatur, atau grafik % cleavage fracture – temperatur. Dari grafik
tersebut kemudian dapat ditentukan temperatur transisi. Bentuk grafik impact strength –
temperatur dan cara menentukan temperatur transisi dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Dalam pemilihan bahan, seringkali bukan hanya besarnya impact strength yang
perlu diperhatikan, tetapi juga temperatur transisinya. Dalam hal ini lebih disukai bahan
yang mempunyai temperatur transisi lebih rendah, walaupun impact strength
maksimumnya tidak lebih tinggi. Seperti terlihat pada gambar 2.19, baja B walaupun
memiliki impact strength lebih rendah tetapi lebih disukai karena temperatur transisinya
lebih rendah.
Ada beberapa cara untuk menguji tingkah laku bahan terhadap beban yang
berulang-ulang (cyclic load) ini, ada yang dengan alternating tensile, reversing flexural
bending, rotating bending dan lain-lain.
Pengujian kelelahan yang banyak dilakukan adalah pengujian kelelahan dengan rotating
bending, seperti pada Gambar 2.23.
Untuk pengujian kelelahan ini digunakan sejumlah batang uji yang mempunyai
bentuk, ukuran, cara pengerjaan dan surface finish yang sama dan terbuat dari bahan yang
sama. Masing-masing batang uji diuji dengan cyclic load yang besarnya berbeda-beda.
Batang uji pertama diberi beban hingga mencapai tegangan cukup tinggi, dan setelah
mengalami sejumlah siklus pembebanan batang uji itu patah. Diambil batang uji
berikutnya, diberi beban yang lebih rendah, demikian selanjutnya sampai semua batang uji
selesai teruji. Dari setiap batang uji dicatat besarnya tegangan yang bekerja, dan jumlah
siklus yang dialami sampai saat patah. Dari data yang terkumpul dibuat sebuah grafik
tegangan – jumlah siklus, atau stress-number of cycle, S – N curve (Gb.2.24).
Besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya fatigue failure pada suatu jumlah
siklus tertentu dinamakan fatigue strength. Jadi setiap titik pada S-N curve menunjukkan
fatige strength harus pula dinyatakan jumlah siklusnya, misalnya 30.000 psi pada N = 106
(biasanya yang sering digunakan pada perhitungan desain adalah fatigue strength pada N =
106 sampai N = 5 x 106, pada logam non-ferrous).
Pada baja akan dijumpai suatu batas minimum tegangan yang mengakibatkan
terjadinya kelelahan, pada jumlah siklus tak terhingga. Batas itu dinamakan fatigue limit.
Pada logam non-ferrous tidak dijumpai fatigue limit.
mudah terjadinya kelelahan. Disamping itu perlu diketahui bahwa adanya tegangan
akan mempercepat terjadinya korosi, adanya korosi akan mempercepat terjadinya
kelelahan. Ini dinamakan corrosion fatigue.
2.2.5 C r e e p (merangkak)
Pada temperatur tinggi (temperatur yang lebih tinggi dari setengah titik cair dalam
0
K), bahan-bahan seperti logam, keramik, plastik (polimer) akan memperlihatkan
plasitisitas yang tergantung pada waktu (time dependant plasticity), pada temperatur tsb.
Regangan akan dapat bertambah dengan bertambahnya waktu (tidak perlu ada penambahan
tegangan) bahkan tidak tergantung apakah tegangan itu lebih besar atau lebih kecil dari
yield strengthnya. Peristiwa bertambahnya regangan (plastik) dengan bertambahnya waktu
ini dinamakan c r e e p (merangkak). Creep seringkali harus diperhitungkan dalam proses
pemilihan bahan, terutama yang bekerja pada temperatur relatif tinggi dan tegangan tinggi.
Ada tiga tahapan dalam peristiwa creep, yaitu primary creep yang terjadi sesaat
setelah pembebanan, pada tahap ini kenaikan regangan mula-mula cepat lalu menurun, dan
pada tahap kedua kenaikan regangan (laju creep/creep rate) akan konstan, dinamakan
steady state creep.
Gb.2.25 Schematic illustration of creep curve showing time dependent plastic strain
Pada tahap ketiga laju kenaikan regangan berjalan dengan cepat dan akhirnya
bahan tadi akan putus. Dalam peristiwa di atas tegangan konstan. Ketiga tahapan creep tsb.
Digambarkan secara grafik pada gambar di bawah (Gb. 2.25).
Sebagian besar dari “masa kerja” atau “umur hidup” suatu benda kerja yang
mengalami dreep berada pada daerah steady state creep, dan karenanya besarnya creep rate
pada daerah steady state creep sangat menentukan.
Creep adalah juga suatu proses yang stress dependent dan thermally activated,
karenanya creep rate akan naik dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur. Gambar di
bawah menunjukkan pengaruh temperatur dan tegangan terhadap creep rate (Gb. 2.26)
Gb.2.26 Stress and temperature dependence of the steady state creep rate
Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan
regangan mencapai t (strain pada saat putus). Karena creep rate akan meningkat dengan
naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka umur hidup sampai patah akan menurun bila
tegangan dan/atau temperatur dinaikkan (lihat gambar 2.27).
2. Dasar Teori
Pada pengujian tarik dipakai benda uji standar yang dicekam pada sebuah
mesin penguji, kemudian benda tersebut ditarik dengan kecepatan pembebanan
tertentu. Selama proses penarikan ini mesin akan menujukkan diagram seperti
pada gambar dibawah ini:
Dari gambar 1 a terlihat bahwa untuk baja karbon rendah pada saat
penarikan sampai beban Fp, penambahan panjang yang terjadi sebanding dengan
beban yang dikenakan. jika benda uji ditarik oleh kekuatan yang tidak melebihi
batas ini makan benda uji tersebut akan mengalami deformasi elastis, yng berarti
beda tersebut akan kembali ke panjang semula setelah tegangan dihilangkan. Jika
tegangan yang diberikan lebih besar maka benda tersebut akan mengalami
deformasi plastis.
Fp
σp = (kg/mm2)
A0
titik ini disebut pula dengan batas proposional /proposional limit. Karena pada
batas tersebut hubungan antara F-Δλ adalah sebanding maka grafiknya berupa
garis lurus. Dan pada daerah ini berlaku hukum Hooke yaitu:
σ=Eε
dimana:
σ = Tegangan (kg/mm2)
E = Modulus elastisitas (kg/mm2)
ε = Regangan (mm/mm)
Kebanyakan logam titik luluh ini tidak tampak jelas, seperti ditunjukan pada
gambar 1.b. Oleh sebab itu penentuan titik luluh sangat tergantung dari pada alat
ukur yang digunakan. Semakin teliti maka akan semakin rendah titik luluhnya.
Untuk menyeragamkan interpetasi, maka diambil kesepakatan yaitu: luluh terjadi
pada saat defaormasi permanen mencapai batas tertentu. Adapun batas
deformasi permanen/ plastis yang sering digunakan adalah 0,1% dan 0,2%. Untuk
menentukan tegangan yang bersesuaian dengan deformasi permanent tersebut,
dapat dilakukan denagn menarik garis lurus dari titik regangan sebesar 0,1% atau
0,2% sejajar denagn denagan bagian linier dari kurva tegangan-regangan.
Fu
σu = (kg/mm2)
A0
Dari diagram uji tarik (kurfa F-Δλ ) dapat di transformasikan menjadi kurfa
tegangan-regangan teknik dengan hubungn sebagai berikut:
F
σt =
A0
εt = x 100%
0
dimana:
Specimen dibuat sesuai dengan standar JIS Z 2201 dan metode pengujian
tarik berdasarkan standar JIS Z 2201.
Keterangan:
5. Prosedur percobaan
6. Hasil
Setelah dilakukan uji tarik, catatlah data tersebut dalam sebuah tabel
seperti berikut:
...
Nb:
Pertannyaan :
BAB 2B
PRAKTIKUM UJI KEKERASAN
1. Pendahuluan
2. Dasar Teori
Pada pengujian kekerasan Rockwell, angka kekerasan yang diperoleh
merupakan fungsi dari kedalaman indentasi pada specimen akibat pembebanan
statis. Pada pengujian dengan metode Rockwell dapat digunakan dua bentuk
indentor, yaitu berbentuk bola dari baja yang dikeraskan dengan berbagai
diameter, dan berbentuk kerucut dari intan (diamond cone). Beban yang diberikan
pada saat indentasi disesuaikan dengan bentuk dan dimensi indentor, seperti
tercantum pada table 1. pengujian ini banyak dilakukan di industri karena
pelaksanaannya lebih cepat, dimana angka kekerasan specimen uji dapat dibaca
langsung pada dial mesin.
Prosedur pengujian kekerasan Rockwell dilakukan dengan melakukan
indentor dengan beban awal 10 kg, yang menyebabkan kedalaman indentasi h,
jarum penunjuk diset pada angka nol skala hitam, kemudian beban mayor
diberikan. Cara kerja ini secara skematik ditunjukkan pada gambar. 1.
Keterangan :
kedalamanindentasi (mm)
R B = 130 -
0,002
kedalamanindentasi (mm)
R C = 100 -
0,002
Group I
Group II
Group III
Dari table.1. terlihat bahwa skala merah untuk indentor bola, sedangkan
skala hitam untuk indentor kerucut intan. Disamping itu dari berbagai skala
Rockwell skala B dan C yang banyak digunakan. Rockwell skala B digunakan
untuk logam lunak, seperti kuningan, bronze, dan logam yang kekerasannya
sedang seperti baja karbon rendah, baja karbon sedang yang dianneal. Rockwell
skala C digunakan untuk material yang kekerasannya di atas 100 pada skala B.
Daerah kerja skala C di atas 20. Baja yang terkeras sekitar R C = 70.
1
2
3 9
4
7
8
Keterangan :
Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi
tidak setimbang, serta baja yang telah dilakukan pengerasan permukaan.
5. Prosedur Percobaan
1. Permukaan (atas dan bawah) specimen harus datar, halus, serta bebas
dari kotoran, minyak, benda asing, maupun cacat.
2. Memasang indentor pada pemegang indentor.
3. Menempatkan indentor pada mesin.
4. Dashpot/pengatur beban diatur pada pembebanan 100 kg (untuk Rockwell
B) atau 150 kg (untuk Rockwell C).
5. Putarlah handwheel untuk mengangkat landasan dengan perlahan untuk
menaikkan penetrator sampai penunjuk kecilnya berada pada tanda
merah dan penunjuk besarnya berputar tiga kali dan berhentilah dengan
arah vertical.
6. Putarlah kerangka luar dari indicator untuk mendapatkan garis panjang
tertulis di antara garis b dan c sejajar dengan penunjuk besar
(diperbolehkan memutar searah jarum jam atau berlawanan jarum jam).
7. Tariklah handle untuk mengaplikasikan gaya uji utama, pada saat itu
penunjuk besar dari indicator berputar berlawanan dengan arah jarum
jam.
8. Ketika penunjuk indicator berhenti, doronglah handle pelepasnya dengan
perlahan untuk melepaskan gaya uji utamanya.
9. Melihat angka kekerasan pada skala dial di mesin (skala merah untuk
Rockwell B dan skala hitam untuk Rockwell C).
10. Putarlah handwheel untuk menurunkan dan mengambil benda uji.
Apabila ingin mengadakan pengujian baru, ulangi menurut prosedur
nomor 5-9 seperti dijelaskan di atas.
6. Hasil
BAB 2C
PRAKTIKUM UJI IMPAK
1. Pendahuluan
2. Dasar Teori
Uji impak bisa diartikan sebagal suatu test yang mengukur toughness atau
kekenyalan suatu material; yaitu kemampuan suatu material untuk menyerap
energi sebelum terjadinya ke patahan.
Dalam hal ini energi didapat dari suatu bandul yang mempunyai
ketinggian tertentu dan berayun memukul benda test, berkurangnya energi
potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan
energi yang dapat diserap oleh benda uji tesebut.
FCC
BCC Metal,
Ceramic, Polymer
Impact Energy
brittle tough
High Strength
Material
Transition
Temperature
Temperature
kulan searah dengan takikan. Sedangkan pada metoda Izod, batang uji
ditunjang/dijepit pada salah satu ujungnya, diletakan vertikal dan arah pukulan
berlawanan dengan takikan.
Titik tumpu
pendulum
Titik berat
h1 h
Dimana:
l = jarak antara titik berat rat darl pendulum ke sumbu putar 0 (m).
Dan akhirnya kekuatan impak dari logam dapat dihitung dengan rumus:
IS = WICos Cos kgm / mm 2
A
Dimana :
A = luas penampang test piace pada bagian yang tertakik (mm 2).
Keterangan:
Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi
tidak setimbang dengan ukuran yang disesuaikan dengan standar
10
8
R 0,25
10
2
45°
55
Panjang = 55 mm
Lebar = 10 mm
Tebal = 10 mm
Dalam takikan = 2 mm
Jari-jari takikan = 0,25 mm
Sudut takikan = 45 0
4. Prosedur Percobaan
a. Memasang benda uji pada penumpu dengan takikan tepat berada pada
tengah-tengah, bagian bertakik diletakkan disebelah dalam sehingga
bandul akan memukul benda uji pada sisi yang berlawanan dengan sisi
spesimen uji yang bertakik.
b. Bandul dinaikkan setinggi h atau sebesar sudut (140°)
c. Atur posisi jarum penunjuk skala pada posisi nol.
5. Hasil
a) Apakah ada perbedaan terhadap hasil dari masing masing benda uji yang
sejenis. Berikan analisa anda terhadap adanya perbedaan ini.
b) Hitunglah energi untuk mematahkan tes pieces (E) dari hasil rata-rata secara
teoritis berdasarkan rumus yang ada, kemudian bandingkan dengan hasil
percobaan anda berdasarkan praktek.
c) Jelaskan sumber-sumber yang mengakibatkan terjadinya perbedaan
perhituggan secara teoritis dan yang terjai pada percobaan.
d) Gambarkan frakture (sketsa) dari batang uji dan tunjukan mana yang ductile
dan yang brittel.
e) Bagaimana pengaruh laku panas pada benda uji terhadap kekuatan impak
dari suatu beban.
BAB 3
STRUKTUR KRISTAL
3.1 Struktur Atom
Telah diketahui bahwa semua zat terdiri dari atom, dan atom sendiri terdiri
dari inti (terdiri dari sejumlah proton dan neutron) yang dikelilingi oleh sejumlah
elektron. Elektron-elektron ini menempati cell tertentu. Suatu atom dapat
mempunyai satu atau lebih cell. Setiap cell dapat ditempati oleh elektron sebanyak
2n2, dimana n adalah nomor cell (dihitung mulai dari yang terdalarn sebagai Cell
norrior 1).
Jumlah elektron pada cell terluar banyak menentukan sifat dari unsur tsb
Atorn yang rnemiliki jumlah elektron yang sama pada cell terluar, yaitu unsur pada
group yang sama akan memiliki sifat yang hampir sama. Semua gas mulia
memiliki delapan elektron pada cell terluar, kecuali helium yang hanya memiliki
satu cell dan jumlah elektron pada cell itu adalah dua, semuanya adalah unsur
yang sangat stabil, tidak bereaksi dengan unsur lain.
Atom-atom dapat membuat ikatan dengan atom yang sejenis atau atom lain
membentuk molekul dari suatu zat atau senyawa. Dalam beberapa hal atom-atom
juga dapat menjalin ikatan dengan atom sejenis atau atom lain tanpa membentuk
molekul, seperti halnya pada logam
1. Ikatan ionik
2. Ikalan kovalen atau homopolar
3. Ikalan logam
Sebaliknya bila suatu atom lain yang memiliki tujuh eiektron pada cell
terluarnya, ia cenderung akan menerima salu elektron lagi dari luar. Dan bila hal
ini terjadi maka atom ilu akan menjadi bermuatan negatif (karena kelebihan
elektron), ia akan menjadi ion negatif. Dan bila kedua ion ini berdekatan akan
terjadi tarik menarik karena kedua ion itu memiliki muatan listrik yang berlawanan.
Kedua atom itu akan terikat satu sama lain dengan gaya tarik menarik itu, ikatan
ini dinamakan ikatan ionik (ionic bonding).
Sebagai contoh, atom Na (dengan satu elektron pada cell terluar) yang
berada dekat atom Cl (dengan tujuh elektron pada cell terluar). Dalam keadaan
ini akan terjadi perpindahan satu elektron dari atom Na ke atom Gl. Kedua atom
itu akan menjadi ion, atom Na menjadi ion Na+, atom Cl menjadi ion Cl -, karena
muatannya berlawanan akan terjadi tarik menarik, menjadi suatu ikalan ionik,
(slide no. 4), dikenal sebagai senyawa garam, yang sifatnya berbeda dari kedua
atom pembentuknya. Hal ini memperlihatkan betapa kuatnya suatu ikatan ionik.
Ikatan akan terjadi melalui elektron yang saling dipinjamkan itu. Elektron ini masih
mempunyai ikatan dengan atorn asalnya, tetapi juga sudah terikat dengan atom yang
meminjamnya.
Di sini juga terjadi saling meminjamkan elektron, hanya saja jumlah atom
yang bersama-sama saling meminjamkan elektron valensinya (elektron yang
berada pada cell terluar) ini tidak hanya antara dua atau beberapa atom tetapi
dalam jumlah yang tak lerbatas. Setiap atom menyerahkan eiektron valensinya
untuk digunakan bersama. Dengan demikian akan ada ikatan tarik menarik antara
atom-atom yang saling berdekatan. Jarak antar atom ini akan tetap (untuk kondisi
yang sama), bila ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik menarik akan
menariknya kembali ke posisi semula, dan bila bergerak terlalu mendekat maka
akan timbul gaya tolak menolak karena inti-inti atom berjarak terlalu dekat padahal
muatan listriknya sama, sehingga kedudukan atom relatif terhadap atom lain akan
telap.
Ikatan seperli ini biasa terjadi pada logam, karena itu dinamakan ikatan
logam. Pada ikatan ini inti-inti atom terletak beraturan dengan jarak tertentu,
sedang elektron yang saling dipinjamkan seolah-olah membentuk "kabut elektron"
yang mengisi sela-sela antar inti (lihat slide no. 6). Elektron-elektron ini tidak
terikat pada salah satu atom tertentu atau beberapa atom saja, tetapi setiap
elektron dapat saja pada suatu saat berada pada suatu atom, dan pada saat
berikutnya berada pada atom lain. Karena itulah logam dikenal mudah
mengalirkan listrik dan panas.
Mengingat atom-atom pada logam menempati posisi tertentu relatif
terhadap alom lain, maka dapat dikatakan bahwa atom logam tersusun secara
teratur menurut suatu pola tertentu. Susunan atom yang teratur ini dinamakan
kristal, dan susunan atom pada logam selalu kristalin, tersusun beraturan dalam
suatu kristal.
Susunan atom-atorn yang teratur dalam tiga dimensi menurut suatu pola
tertentu dinamakan kristal Bila dari inti-inti atom dalam suatu kristal
ditarik garis-garis imajiner melalui inti-inti atom tetangganya maka akan
diperoleh suatu kerangka tiga dimensi yang disebut space latlice (kisi
ruang). Space lattice ini dapat dianggap tersusun dari sejumlah besar unit
cell (sel satuan). Unit cell merupakan bagian terkecil dari space lattice,
yang bila disusun ke arah sumbu-sumbunya akan membentuk space lattice.
Pada slide no.7. tampak sebagian dari suatu space lattice dan satu unit
cellnya digaris tebal. Suatu unit cell dinyatakan dengan lattice parameter (panjang
rusuk-rusuk dan sudut antara rusuk-rusuk).
• Kristal
Susunan atom yang teratur dalam tiga dimensi menurut pola tertentu
• Kisi Ruang (space lattice)
Kerangka tiga dimensi yang diperoleh dari garis-garis imajiner yang ditarik melalui
inti-inti atom tetangganya
• Sel Satuan (unit cell)
Bagian terkecil dari space lattice yang mempunyai bangun tertentu
pada lattice sebagai titik pusat koordinat ruang. Selanjutnya Indeks Miller
ditentukan dengan cara sebagai berikut :
1. Tentukan panjang potongan ketiga sumbu koordinat, diukur dari pusat
koordinat sampai ke titik potong sumbu dengan bidang yang dimaksud.
Ranjang ini dinya-takan dalam satuan jarak atom pada sumbu yang
bersangkutan. Pada contoh dibawah, di sumbu x, satuannya adalah a, di
sumbu y satuannya b dan di s'jmbu z satuannya c.sumbu x y z panjang
polongan 231
2. Ambil kebalikan dari harga-harga di atas, dari contoh diperoleh :
1/2 , 1/3 , 1/1 <—? ^Z^
3. Sederhanakan perbandingan harga di atas menjadi bilangan bulat, h, k, 1.
Ketiga bilangan inilah Indeks Miller. Untuk contoh di atas diperoleh
Indeks Miller -.3,2,6.
4. Tulis riama bidang kristalografi dengan memberi tanda kvrung
(parentheses) pada Indeks MiHernya. Secara umum bidang kristalografi
ditulis bidang (hkl).Bidang pada contoh dinamakan bidang (326). Untuk
penggal sumbu yang jatuhpada arah negalip. Indeks Millernya akan
berharga negatip, untuk itu padaangka Indeks Miller diberi tanda negatip
di atasnya, dan bidang kristalografiyang mempunyai harga negatip pada
sumbu x dan positip pada kedua sumbu lain, maka bidang itu dilulis
sebagai bidang (hkl).
Bidang yang sejajar dinyatakan dengan Indeks Miller yang sama. Seperti
ter-lihat pada slide no.14. a, bidang (222) yang sejajar dengan bidang
(111), Indeks Miller dari bidang (222) dapat disederhanakan menjadi (111).
Demi-kian juga pada b, Indeks Miller dari bidang (022) dan bidang (033)
dapat disederhanakan menjadi (011). Juga pada slide no.14. c, semua
bidang iiu dinyala-kan sebagai bidang (100). Jadi Indeks Miller dari suatu
bidang akan menya-takan juga bidang lain yang sejajar dengannya.
Slide no.14. Bidang didalam lattice kristal yang terdapat susunan atom-atom dan dinyatakan
dengan Index Miller
iniadalah keluarga bidang (110) untuk sistem BCC, dan keluarga bidang (111)
untuk sistem FCC. Pada bidang-bidang ini mudah terjadi slip
3.5 Kristalisasi
Dengan turunnya lemperatur maka energi atom makin rendah dan makin
sulit bergerak dan mulai mencari/mengatur kedudukannya relattf terhadap atom
lain, mulai membentuk lattice. Ini terjadi pada tempat yang relatif lebih
dingin di-mana sekelompok atom menyusun diri membentuk inti kristal.
Inti-inti ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi selanjutnya. De-
ngan makin turunnya temperatur makin banyak atom yang ikut bergabung dengan
inti yang sudah ada atau membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan
menarik atom-atom lain dari cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk
mengisi tempat kosong pada lattice yang akan dibentuk.
Slide no.16. proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat pembekuan, perubahan
dari fase cair ke fase padat
Cacat titik dapat berupa kekosongan (vacancy) yang terjadi karena tidak
terisinya suatu posisi atom pada lattice. Juga dapat terjadi karena salah tempat,
posisi yang seharusnya kosong ternyata ditempati atom, terjadi sisipan interstitial).
Mungkin juga ada atom "asing" yang menggantikan tempat yang seharusnya diisi
alom, terjadi substitusi ('substitutionals)',
substitutional, bila atom penggganti lebih besar maka atom sekitarnya terdorong
menjauh, dan bila lebih kecil tertarik mendekat.
Slide no.22. a) vacancy, (b) interstitial atom, (c) small substitutional atom, (d) large
substitutional atom, (e) Frenkel defect, (f) Schottky defect.
Cacat garis, cacat yang menimbulkan distorsi pada lattice yang berpusat
pada suatu garis, sering disebut dislokasi. Pada dasarnya ada 2 macam dislokasi
yaitu edge dislocation dan screw dislocation, dan dapat juga terjadi dislokasi yang
merupakan kombinasi keduanya.
Semua cacat diatas dapat bergeser dalam suatu lattice, baik karena pengaruh
thermodinamik maupun gaya mekanik. slide no. 25. menunjukkan bagaimana
suatu edge dislocalion dapat bergeser
aran gaya geser Gaya geser selerusnya akan mendorong garis dislokasi ini dari
satu baris atom ke baris atom berikutnya. Baris atom yang telah tergeser ini
dikatakan telah mengalami dan bidang tempat terjadinya pergeseran ini
dinamakan bidang slip (slip plane) bidang yang padat atom.
Pengertian mengenai dislokasi jika bermanfaat untuk menjelaskan berbagai
sifat logam, antara lain, deformasinya. penguatan dan lain-lain.
Cacat bidang yang selalu terdapat pada krislai logam adalah grain
boundary. Pada batas butir selalu terdapat distorsi baik karena pengaruh
tegangan permukaan tnaupun akibat dari interaksi dengan atom-atom dari kristal
tetangganya. Karena setiap butir kristal mempunyai orientasi yang berbeda satu
sama lain, maka pada batas antara satu butir dengan butir lain akan terjadi
ketidak-teraluran susunan atom (dibandingkan dengan bagian dalam dari
kristal). Pada slide no. 26. dapat dilihat susunan atom pada suatu batas butir.
Tampak bahwa batas butir merupakan daerah yang penuh dislokasi, karenanya ia
merupaka daerah yang penuh dengan tegangan. Jadi batas butir merupakan
tempat yang menyimpan banyak energi, karena itu banyak peristiwa transformasi
dimulai dari batas butir ini.
Bila suatu krislal mengalami tegangan maka susunan alom pada kristal itu
akan mengalami perubahan posisi, perubahan ini bersifat sementara bila
tegangan yang bekerja tidak cukup besar dan akan bersifat permanen bila
legangan sudah melampaui yield. Bila tegangan telah melampaui yield maka garis
dislokasi sudah bergeser dan mungkin telah mencapai batas butir, sehingga butir
kristal mengalami perubahan bentuk yang permanen. Perubahan bentuk pada
butir kristal akibal terjadinya hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk pada bentuk luar benda. Deformasi (perubahan bentuk) dapat terjadi
dengan terjadinya slip alau twmning, atau kombinasi keduanya.
Seperti diketahui pada suatu sistem kristal mungkin terdapat lebih dari
satu bidang yang padat atom, bidang-bidang ini merupakan satu keluarga,
demikian pula dengan arah slip. Karenanya slip dapat terjadi pada beberapa
bidang dan arah tertentu, ini dinamakan sistem slip (slip system) dari sistem
kristal.
slide no. 29. Menunjukkan beberapa sistem slip dari berbagai kristal logam .
Slip tidak terjadi dengan menggesernya seluruh atom pada bidang slip
secara sekaligus. Slip terjadi dengan bergesernya garis dislokasi sedikit
demi sedikit. Bila slip terjadi dengan pergeseran sekaligus seluruh atom
pada bidang slip, maka akan diperlukan gaya yang sangat besar, beberapa ribu
kali lebih besar dari pada yang diperlukan untuk menggeser garis dislokasi.
Karena itulah kekuatan logam lebih rendah daripada kekuatanya yang dihitung
dengan menjumlahkan gaya yang perlu unLuk memutuskan ikatan antar atomnya.
Untuk dapat terjadinya slip harus ada gaya geser yang cukup, bila gaya
geser itu belum cukup besar maka distorsi yang ditimbulkannya hanya bersifat
sementara, elastik. Perubahan bentuk akan terjadi bila telah terjadi slip,
dan slip akan dapat terjadi bila gaya geser yang bekerja pada kristal telah
mencapai crytical resolued shear stress, semacam yeild stress suatu kristal
Terjadinya slip dengan adanya cara beregesernya garis dislokasidapat
digambarkan dengan analogi gerakan dari ulat, cacing atau permadani untuk
menggeser permadani yang teiah digelarkan dilantai dengan menarik sekaligus
seluruh tentu akan sangat berat. Akan lebih mudah bila mula-mula dibuat suatu
lekukan pada tepi permadani (analog dengan garis dislokasi) dan mendorong
tekukan lersebut hingga tekukan mencapai ujung lain dari permadani slide no. 27.
Bila slip telah terjadi hingga ke seberang butir kristal maka slip ini akan diteruskan
ke butir berikutnya dan karena butir berikutnya mempunyai orientasi yang
berbeda, arah bidang slip akan berbeda maka dislokasi akan tertahan pada batas
butir, dan untuk membuat slip berikutnya pada bidang yang sama akan me-
merlukan gaya yang lebih besar. Karenanya slip akan mudah terjadi pada bidang
lain yang sejajar dengan bidang slip mula-mula.
Karena itu dapat dimen^erti bahwa logam yang telah mengalami deformasi
akan menjadi lebih kuat dan keras. Di samping itu juga dapat dijelaskan mengapa
logam dengan butiran yang lebih halus akan menjadi lebih kuat dan keras.
Ada beberapa perbedaan antara slip dan twnning, yailu bahwa pada
slip orientasi seluruh kristal tetap sama sedang pada twinning sebagian
kristal akan berubah orentasinya. Jarak pergeseran atom pada slip dapat hingga
beberapa jarak atom, sedliig pada twinning jarak pergeseran ini hanya sedikit,
tidak sampai satu jarak atom. Pada twinning pergerakan atom itu terjadi sekaligus
seluruh atom (pada twinned region) bergerak bersamaan sedang pada slip
sebagian demi sebagian.
Dari hal di atas lampak bahwa untuk terjadinya twinning diperlukan tenaga
yang cukup besar, karena itu tidak banyak logam yang padanya dijumpai twinning,
sebab mungkin sebelum twinning dapat terjadi, slip sudah terjadi lebih dulu.
Twinning dapat terjadi' bila kemungkinan untuk slip kecil, yaitu bila slip system
terbatas seperti pada logam dengan kristal HGP yang memiliki hanya sediki slip
system (karena itu twinning biasanya tidak lerjadi pada BCC dan FGC).
Regangan yang terjadi dengan twinning kecii sekali, sehingga twinning
bukanlah suatu mekanisme deformasi yang utama, tetapi tetap cukup penting
karena dengan twinning terjadi perubahan orientasi krista! yang memungkinkan
salah satu sistem slipnya akan bersesuaian dengan arah gaya geser yang
bekerja dan slip akan dapat terjadi.
Twinning dapat terjadi sebagai akibat gaya mekanik, disebut meckanical
twins, atau dapat juga terjadi pada kristal yang telah dideformasi lalu dianneal,
disebul annealing twins
Pada mikroskop twinning dapat ditandai dengan adanya dua garis sejajar di
tengah kristal, dan slip dapat diketahui dengan adanya slip lines sejumlah garis
sejajar pada kristal
Suatu logam dikatakan mengalami pengerjaan dingin (cold work) bila butir-
butir kristalnya berada dalam keadaan terdistorsi setelah mengalami deformasi
plastik. Dalam keadaan ini pada kristal terdapat berbagai dislokasi
setelah terjadi slip dan/atau twinning.
Sebagai akibat dari pengerjaan dingin int bebercoa sifat mekariik akan
mengalami perubahan, yaitu Tensile strength, Yield strength dan kekerasan akan
naik, sedang keuletan akan menurun, dengan makin tingginya derajat deformasi
dingin yang dialami. Pembentukan dengan pengerjaan dingin, seperti cold rolling,
cold drawing dan lain-lain.
Juga sifat penghantaran listrik akan mengalami penurunan dengan naiknya
derajat deformasi dingin. Hal ini terutama akan sangat terasa pada logam yang
bukan logam murni (paduan).
3.8. Rekristalisasi
Sebagai akibat dari cold working kekerasan, kekuatan tarik dan tahanan
listrik akan naik, sedang keuietan akan menurun. Juga terjadi peningkatan jumlah
3.8.1. Recovery
batas butir dan bidang slip. Di sini kelompok-kelompok atom (cluster of atoms)
membentuk kristal baru berupa ind (nucleus) kristal. Inti ini kernu-dian menyerap
atom-atom di sekitarnya sehingga inti bertumbuh menjadi kristal yang lebih besar,
dan akhirnya kristal lama yang terdeformasi akan habis.
Rekristalisasi terjadi melalui pengintian (nucieation) dan pertumbuhan
(growth). Untuk memulai suatu proses rekristalisasi (seperti juga semua proses
dengan nucleation and growth) diperlukan masa inkubasi. Masa inkubasi ini di-
perlukan sebagai waktu untuk pengumpulan sejumlah energi yang cukup untuk
memulai rekristalisasi. Mulanya laju rekristalisasi (dinyatakan dengan persentase
kristal yang telah berrekristalisasi, rendah kemudian makm cepat dan akhirnya
melambat lagi menjelang akhir proses.
Rekristalisasi dapat terjadi pada temperatur tertentu yang dinamakan
temperatur rekristalisasi, yaitu temperatur dimana logam yang dideformasi
dingin akan mengalami rekristalisasi yang tepat selesai dalam satu jam. Tingginya
temperatur rekristalisasi ini dipengaruhi oleh besarnya deformasi dingin
sebelumnya. Temperatur rekristalisasi makin rendah bila logam telah
rnengalami deformasi dingin makin besar
Logam yang dideformasi pada temperatur di atas temperatur
rekristalisasinya akan langsung mengalami rekristalisasi dan setelah deformasi
selesai akan diperoleh kristal yang sama dengan kristal sebelum mengalami
deformasi. Pengerjaan seperti ini dinamakan pengerjaan panas (hot work). Cold
working tidak merubah sifat mekanik karena tidak menimbulkan distorsi pada
kristal.
Butir (grain) kristal yang besar mempunyai free energy yang lebih rendah,
karenanya bulir kristal cenderung untuk tumbuh lebih besar hingga mencapai
ukuran maksimurn untuk temperatur tsb. Makin tinggi temperatur pernanasan
makin besar juga ukuran butir yang terjadi. Bahkan laju pertumbuhan butir ini
makin tinggi dengan makin tingginya temperatur pemanasan
Bila setelah pemanasan hingga temperatur yang dianggap cukup lalu
logam didinginkan kembali dengan lambat maka besar butir setelah mencapai
temperatur kamar tidak berbeda banyak dengan besarnya pada saat sebelum
didinginkan (asalkan selama pendinginan tidak terjadi perubahan fase).
BAB 3A
PRAKTIKUM UJI METALOGRAFI
1. Pendahuluan
Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan,
tapi juga tergantung pada struktur mikronya. Suatu paduan dengan komposisi
kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda dan sifat
mekaniknyapun akan berbeda.
Untuk dapat melihat struktur mikro suatu paduan (material) maka
diperlukan mikroskrop dengan perbesaran yang tinggi, yaitu sampai 1000 kali.
2. Dasar Teori
Struktur mikro adalah gambar atau konfigurasi distribusi fase-fase, yang
apabila diamati dengan mengunakan mikroskop optic akan dapat dipelajari antara
lain:
Type Fase
Mewakili nama khas pada logam tertentu misalnya pada besi dapat berupa
ferrit, perlit, eutectoid dan sebagainya.
Ukuran butiran
Mewakili dimensi dari fase dibandingkan dengan dimensi lainnya, misalnya
ukuran grafit dan ukuran butiran.
Distribusi
Mewakili daerah penyebaran masing-masing fase daiantara luasan yang
menjadi pengamatan dalam sample tersebut.
Orientasi.
grafit
ferrit pearlit
austenit
Bainit martensit
Gambar. 3. Hasil setelah etsa
Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak
setimbang yang disesuaikan dengan kebutuhan
Baja dibuat ukuran pxlxt = 20x20x10 mm
4. Prosedur percobaan
Adapun aliran proses percobaan adalah sebagai berikut:
Analisa Kesimpulan
4.1. Material
4.2. Etsa
4.3. Mikroskop
4.4. Hasil
Setelah didapatkan struktur mikro, susulah laporan praktikum berdasarkan
pedoman sebagai berikut:
5. Lampiran
5.1 Mikroskop
Gambar. 4. Mikroskop
Keterangan
1 Tombol Power
2 Panel untuk memilih pengamatan (lensa atau camera)
3 Tempat benda kerja
4 Panel untuk mengeser kearah XY
5 Lensa
6 Panel untuk mengeser kearah Z
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyalakan power (1) setelah
menyalakan olympus video. Setelah itu letakan benda pada tempatnya (3), lalu
periksalah perbesaran yang diinginkan pada panel (5) dengan memutarnya secara
perlahan. Langkah selanjutnya, menaikkan benda kerja dengan memutar panel
(6). Panel (6) terdiri dari dua bagian, yang pertama untuk menaikan secara cepat
dan bagian yang lain untuk memfokuskan pemgamatan. Setelah fokus, geser
benda kerja melalui panel (4) hingga di dapat struktur mikro yang jelas.
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah nyalakan tombol MAIN
SWITCH, kemudian nyalakan mikroskop. Untuk mengambil gambar tekan
EXPOSE hingga lampu indikator card menyala, biarkan prosesnya selesai. Ulangi
hingga beberapa gambar sesuai kebutuhan. Untuk melihat hasil penyimpanan
pada olympus video tekan MODE, silakan geser (pada tombol arah di olympus
video) untuk melihat gambar yang lain. Jangan lupa mengembalikan setingan
denga menekan MODE kembali. Sebelum menyimpan gambar sebaiknya
perhatikan indikator pengamatan yang tertera pada LCD pojok kiri bawah
berwarna putih berbentuk garis panjang (strip). Apabila strip putih telah
menyentuh garis merah, hal ini berarti posisi fokus perbesaran adalah maksimum
dan ambilah gambar pada posisi ini. Apabila belum didapat kondisi maksimum,
putarlah panel (6) pada mikroskop hingga didapat fokus yang diinginkan. Hal yang
perlu diperhatikan adalah jangan sekali-kali mengubah setingan, apabila ada hal
yang kurang jelas tanyalah pada greader atau bacalah buku petunjuk.
Etsa :
Mikrostruktur
I. Grafit
Bentuk :
Ukuran :
Susunan :
Pembulatan : %
Ferit :
Perlit :
Austenit :
Cr Carbide :
Ledeburit :
Perbesaran : x
BAB 3A
PRAKTIKUM UJI METALOGRAFI
1. Pendahuluan
Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan,
tapi juga tergantung pada struktur mikronya. Suatu paduan dengan komposisi
kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda dan sifat
mekaniknyapun akan berbeda.
Untuk dapat melihat struktur mikro suatu paduan (material) maka
diperlukan mikroskrop dengan perbesaran yang tinggi, yaitu sampai 1000 kali.
2. Dasar Teori
Struktur mikro adalah gambar atau konfigurasi distribusi fase-fase, yang
apabila diamati dengan mengunakan mikroskop optic akan dapat dipelajari antara
lain:
Type Fase
Mewakili nama khas pada logam tertentu misalnya pada besi dapat berupa
ferrit, perlit, eutectoid dan sebagainya.
Ukuran butiran
Mewakili dimensi dari fase dibandingkan dengan dimensi lainnya, misalnya
ukuran grafit dan ukuran butiran.
Distribusi
Mewakili daerah penyebaran masing-masing fase daiantara luasan yang
menjadi pengamatan dalam sample tersebut.
Orientasi.
grafit
ferrit pearlit
austenit
Bainit martensit
Gambar. 3. Hasil setelah etsa
Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak
setimbang yang disesuaikan dengan kebutuhan
Baja dibuat ukuran pxlxt = 20x20x10 mm
5. Prosedur percobaan
Adapun aliran proses percobaan adalah sebagai berikut:
Analisa Kesimpulan
5.1. Material
4.2. Etsa
4.3. Mikroskop
4.5. Hasil
Setelah didapatkan struktur mikro, susulah laporan praktikum berdasarkan
pedoman sebagai berikut:
5. Lampiran
5.1 Mikroskop
Gambar. 4. Mikroskop
Keterangan
1 Tombol Power
2 Panel untuk memilih pengamatan (lensa atau camera)
3 Tempat benda kerja
4 Panel untuk mengeser kearah XY
5 Lensa
6 Panel untuk mengeser kearah Z
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyalakan power (1) setelah
menyalakan olympus video. Setelah itu letakan benda pada tempatnya (3), lalu
periksalah perbesaran yang diinginkan pada panel (5) dengan memutarnya secara
perlahan. Langkah selanjutnya, menaikkan benda kerja dengan memutar panel
(6). Panel (6) terdiri dari dua bagian, yang pertama untuk menaikan secara cepat
dan bagian yang lain untuk memfokuskan pemgamatan. Setelah fokus, geser
benda kerja melalui panel (4) hingga di dapat struktur mikro yang jelas.
Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah nyalakan tombol MAIN
SWITCH, kemudian nyalakan mikroskop. Untuk mengambil gambar tekan
EXPOSE hingga lampu indikator card menyala, biarkan prosesnya selesai. Ulangi
hingga beberapa gambar sesuai kebutuhan. Untuk melihat hasil penyimpanan
pada olympus video tekan MODE, silakan geser (pada tombol arah di olympus
video) untuk melihat gambar yang lain. Jangan lupa mengembalikan setingan
denga menekan MODE kembali. Sebelum menyimpan gambar sebaiknya
perhatikan indikator pengamatan yang tertera pada LCD pojok kiri bawah
berwarna putih berbentuk garis panjang (strip). Apabila strip putih telah
menyentuh garis merah, hal ini berarti posisi fokus perbesaran adalah maksimum
dan ambilah gambar pada posisi ini. Apabila belum didapat kondisi maksimum,
putarlah panel (6) pada mikroskop hingga didapat fokus yang diinginkan. Hal yang
perlu diperhatikan adalah jangan sekali-kali mengubah setingan, apabila ada hal
yang kurang jelas tanyalah pada greader atau bacalah buku petunjuk.
Etsa :
Mikrostruktur
I. Grafit
Bentuk :
Ukuran :
Susunan :
Pembulatan : %
Ferit :
Perlit :
Austenit :
Cr Carbide :
Ledeburit :
Perbesaran : x
BAB 4
SUSUNAN PADUAN
4.1 Definisi
Slide no. 2. Time temperature cooling curve for the solidification of a small crucible
of liquid antimony
4.3 Compound
4.4. Diffusi
Jarak tempuh diffuse akan tergantung pada lamanya waktu yang tersedia
untuk berlangsungnya diffuse. Karena itu diffuse dikatakan sebagai suatu proses
yang temperature activated and time dependent. Tentunya juga semua proses
transformasi yang berlangsung dengan terjadinya diffuse, seprti pertumbuhan butir
(grain growth) dan homogenisasi butir, adalah juga proses yang diffusion
controlled, jadi juga temperature activated and time dependent. Artinya dapat tidak
suatu perubahan berlangsung tergantung pada lamanya waktu yang tersedia
untuk diffusi.
Suatu larutan terdiri dari dua bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent
(pelarut). Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah
bagian yang lebih banyak.
Biasanya jumlah solute yang dilarutkan oleh solvent merupakan fungsi
temperatur, makin meningkat dengan naiknya temperatur. Ada tiga kemungkinan
kondisi larutan yaitu tidak jenuh (unsaturated), jenuh (saturated) dan lewat jenuh
(supersaturated). Larutan dikatakan tidak jenuh bila jumlah solute yang terlarut
masih dibawah jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada temperatur dan
tekanan yang dimaksud. Jika jumlah solute yang larut tepat mencapai batas
kelarutannya dalam solvent, dikatakan sebagai larutan jenuh. Larutan lewat jenuh
terjadi bila jumlah solute yang larut telah melampaui batas kelarutannya pada
temperatur dan tekanan tersebut.
Dalam keadaan lewat jenuh ini larutan berada dalam kondisi tidak
ekuillibrium, ia tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan
sedikit energi saja cenderung akan menjadi stabil, mencapai ekuillibrium, dengan
terjadinya pengendapan/pemisahan solute, sehingga larutan menjadi larutan
jenuh.
Suatu larutan solid solution (larutan padat) adalah larutan dalam keadaan
padat, terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi dalam satu jenis
space lattice. Biasanya kelarutan (solubility) dalam keadaan padat jauh lebih
rendah daripada kelarutan pada keadaan cair.
Larutan padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku solvent
yang murni. Pada umumnya larutan tidak membeku pada satu temperatur tertentu
tetapi pembekuan terjadi pada suatu daerah temperatur tertentu (range of
temperature). Pembekuannya tidak terjadi pada temperatur konstan, pembekuan
berlangsung bersamaan dengan penuruna temperatur (lihat slide no.10).
Slide no. 10. Time Temperature cooling curve for the solidification of a small crucible of 50
percent antimony 50 percent bismuth alloy
Dari gambar di atas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50%
Bi terjadi pada temperatur yang lebih rendah daripada beku antimon (1770 oF) dan
lebih tinggi daripada titik beku bismuth (520 oF). Larutan mulai membeku pada 940
o
F dan selesai pada temperatur 660oF.
Ada dua jenis larutan padat yaitu larutan padat substitusional
(substitutional solid solution) dan larutan padat interstisial (interstitial solid
solution).
Pada larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi)
atom solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan
seri yang kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan
larutan padat.
Pada alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu
1. Crystal structure factor. Complete solid solubility, kemampuan
membentuk larutan padat dengan segala komposisi (kelarut-
padatan lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute
dan solvent, struktur kristalnya tidak sama. Jadi pada
substitutional solid solution kedua unsurnya harus memiliki
struktur kristal sama.
Larutan ini terbentuk bila atom dengan diameter yang sangat kecil dapat
masuk (menyisip) di rongga antar atom dalam struktur lattice dari solvent dengan
diameter yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur
lattice sangat kecil maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang dari
satu angstrom, yang dapat menyisip dan membentuk larutan padat interstitial.
Atom tersebut adalah hidrogen (0,46 A), boron (0,97), carbon (0,71), dan oksigen
(0,60)
Larutan padat interstitial biasanya mempunyai kelarut-padatan sangat
terbatas dan biasanya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam besi,
yang sangat banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.
Larutan padat, interstitial maupun substitusional mempunyai struktur lattice
yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.
Distorsi ini akan menganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karena
adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan
salah satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.
Berbeda dengan intermetalic dan interstetitial compound, larutan padat
mudah dipisahkan/diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya
dipengaruhi oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat
luas, sehingga tidak dapat dinyatakan dengan suatu rumus kimia.
Pada skema di bawah dapat dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu
paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya
merupakan kombinasi dari beberapa fase.
Alloy Structure
Homogeneous Mixture
BAB 5
DIAGRAM FASE
Telah diketahui bahwa banyak macam struktur yang mungkin terjadi pada
suatu paduan. Karena sifat suatu bahan banyak tergantung pada
jenis,jumlah/banyaknya dan bentuk dari fase yang terjadi, maka sifat akan
berubah bila hal-hal di atas berubah. Karena itu perlu diketahui dari suatu paduan
pada kondisi bagaimana suatu fase dapat terjadi dan pada kondisi bagaimana
suatu perubahan fase akan terjadi.
Sejumlah besar data mengenai perubahan fase dari berbagai system paduan
telah dikumpulkan dan dicatat dalam bentuk diagram yaitu diagram fase, atau
dikenal juga sebagai diagram keseimbangan atau diagram equilibrium.
Suatu diagram fase, idealnya akan menggambarkan hubungan antara fase,
komposisi dan temperature, pada kondisi keseimbangan. (equilibrium, yaitu
kondisi dimana tidak terjadi perubahan yang tergantung pada waktu). Kondisi
equilibrium dapat didekati dengan pemanasan dan pendinginan yang sangat
lambat, sehingga bila ada perubahan fase yang harus terjadi maka akan tersedia
waktu yang cukup untuk mencapai kondisi keseimbangan.
Dalam praktek pemanasan atau pendinginan yang sangat lambat tentu tidak
praktis sehingga temperature perubahan fase akan menjadi lebih tinggi (pada
pemanasan)
Dan lebih rendah (pada pendinginan), bila dibandingkan dengan temperature
perubahan fase yang ditunjukan pada diagram keseimbangan. Besarnya
perbedaan temperature ini tergantung pada besarnya penyimpangan dari keadaan
keseimbangan (yaitu tergantung pada kecepatan pemanasan/pendinginan).
Diagram fase ada berbagai macam, diagram fase untuk system paduan
yang terdiri dari dua komponen dinamakan diagram biner, terner untuk yang tiga
komponen dst. Yang biasa dipergunakan adalah diagram biner, diagram terner
jarang digunakan karena datanya sulit didapat dan diagramnya sendiri cukup sulit
untuk dipergunakan. Diagram biner inipun banyak jenisnya tetapi disini akan
dibicarakan beberapa yang penting saja.
Diagram fase dari suatu paduan mungkin dapat termasuk salah satu jenis
diagram fase sederhana seperti yang akan dibahas disini atau mungkin juga
merupakan gabungan dari beberapa jenis diagram fase yang sederhana.
Perubahan fase pada transformasi dapat terjadi dari fase cair ke padat
atau sebaliknya dan dari fase padat ke padat. Ada beberapa jenis reaksi yang
dapat terjadi pada setiap transformasi. Transformasi pada reaksi yang sama akan
mempunyai diagram yang sama.
Yang akan dibahas disini adalah system paduan untuk komponen yang
dapat saling melarutkan secara tak terbatas (completely soluble ,dapat
membentuk larutan dengan segala komposisi) pada keadaan cair. Pada
transformasi cair-padat ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada
paduan :
Kedua komponennya tetap larut tak terbatas pada keadaan padat.
Kedua komponen saling tidak melarutkan pada keadaan padat (tidak
membentuk larutan padat ), terjadi reaksi eutektik.
Kedua kompunen dapat saling melarutkan secara terbatas (partly
soluble) pada keadaan padat.
Kedua komponen mengalami reaksi peritektik.
Pada keadaan padat mungkin juga tidak lagi ada perubahan fase, tetapi
pada beberapa system paduan dapat terjadi transformasi padat-padat, antara lain
:
Transformasi allotropic.
Reaksi eutectoid
Reaksi peritektoid
5.1 Diagram fase dua komponen yang larut padat tak terbatas
Dalam hal ini kedua komponen paduan bisa membentuk larutan baik pada
fase cair maupun padat dengan segala komposisi. Maka satu-satunya
kemungkinan adalah bahwa larutan padatnya adalah larutan padat substitusional.
Kedua komponen harus memiliki bentuk lattice kristal yang sama dan jari-jari
atomnya juga hampir sama (bedanya tidak lebih dari 8%)
Untuk membuat diagram fasenya diambil satu seri paduan dari kedua
komponen tersebut, mulai dari A 100% B 0% (A murni) sampai A 0% B 100% (B
murni). Semua contoh paduan masing-masing dipanaskan sampai mencair.
Paduan 1, A 100% B 0%, diambil dan didinginkan sangat lambat serta
diamati perubahan fase yang terjadi selama pendinginan. Ternyata paduan 1 ini
mulai membeku pada temperature TA, dan pembekuan selesai pada temperetur
yang sama, dikenal dengan titik beku logam A. Paduan 2, A 80% , B 20% , mulai
membeku pada temperature T 1 dan selesai membeku pada temperature T 2.
Pengamatan dilanjutkan pada paduan yang lain dan dicatat temperature awal
dan akhir pembekuan (pembekuan merupakan salah satu perubahan fase dari
cair ke padat). semua data tersebut kemudian digambarkan dalam suatu grafik
dengan temperature sebagai ordinat dan waktu sebagai absisnya.
Slide no.5. menunjukan bahwa elemen murni mulai dan selesai membeku
pada temperature yang sama, sedang larutan padat mulai membeku dan selesai
membeku pada temperature yang berbeda. Grafik yang lebih banyak gunanya,
yaitu diagram fase, diturunkan dari grafik diatas, titik-titik awal pembekuan dan titik
akhir pembekuan diplot pada suatu grafik dimana temperatur sebagai ordinat dan
komposisi sebagai absisnya. Akan diperoleh garis awal terjadinya pembekuan,
dinamakan garis liquidus, dan garis akhir pembekuan dinamakan garis solidus
Pada diagram fase ini daerah diatas garis liquidus adalah diagram fase
larutan cair (liquid solution) dan daerah di bawah garis solidus adalah daerah
larutan padat (solid solution). Daerah di antara kedua garis tersebut adalah daerah
dua fase yaitu larutan cair dan larutan padat biasanya diberi dengan huruf yunani,
α,β,γ dst.
Dari suatu diagram fase dapat diketahui fase/struktur apa yang akan terjadi
pada suatu paduan dengan komposisi tertentu pada suatu temperature tertentu.
Diagram fase juga dapat digunakan untuk memperkirakan komposisi kimia suatu
fase dari suatu paduan tertentu pada temperature tertentu. Juga dapat digunakan
untuk memperkirakan perbandingan berat dari fase-fase yang ada pada suatu
paduan dengan komposisi tertentu pada temperature tertentu.
Untuk mencari komposisi kimia suatu fase pada temperature tertentu, ditarik
garis mendatar dari temperature yang dimaksud hingga memotong garis batas
daerah fase yang diamati. Garis ini dinamakan tie line, lihat slide no.7
Suatu paduan 80% A 20% B pada temperature T terdiri dari dua fase,
larutan cair dan larutan padat. Komposisi larutan cair pada temperature T
ditunjukan oleh titik potong Tie-line, garis mo, dengan garis batas daerah fase
laruaatan cair, yaitu titik o. dengan menarik garis vertical dari o ke bawah akan
terlihat komposisi larutan cair pada temperature T adalah 74%A 26%B. dengan
cara yang sama dapat dicari komposisi larutan padat pada temperature T,
ditunjukan oleh titik m, yaitu 90%A 10%B.
mengandung banyak logam A maka sisa cairan akan mengandung A lebih sedikit
dari pada semula L1 (69%A 31%B).
Dengan menurunnya temperature maka banyak larutan padat yang terbentuk
dan komposisi larutan cair makin kaya B, larutan padat juga makin kaya B, pada
temperature T2 ditunjukan oleh L2 dan α2. pada temperature ini, kristal α2
terbentuk mengelilingi kristal α1 disamping juga terbentuk dendrite α2 baru ,
seperti terlihat pada slide no.14. untuk mencapai equilibrium, dimana pada
temperature T2 kristal yang ada semuanya harus mempunyai komposisi α2 maka
harus terjadi diffusi atom B menuju kristal α1 di bagian tengah yang lebih kaya A.
dan ini hanya mungkin terjadi bila pendinginan sangat lambat.
Dalam praktek ternyata cukup sulit melakukan pendinginan yang betul betul
setimbang. Karena diffuse dalam bentuk padat berlangsung dengan laju sangat
lambat maka dengan pendinginan biasa (tidak setimbang) akan terjadi
penyimpangan terhadap keadaan equilibrium seperti yang ditunjukan oleh
diagram kesetimbangan. Dengan laju pendinginan yang sedikit lebih cepat dari
pada laju pendinginan yang equilibrium maka perubahan akan terjadi pada
temperature yang lebih rendah daripada temperature perubahan untuk kondisi
equilibrium.
Suatu paduan seperti pada slide no.16 sekarang didinginkan dengan laju
pendinginan yang lebih tinggi , pembekuan akan mulai pada T 1 membentuk
larutan padat berkomposisi α (slide no.17). Pada T2 komposisi larutan
Seperti telah dijelaskan didepan bawah adanya atom yang terlarut dalam
suatu system kristal akan menyababkan terjadinya distorsi pada sistem kristal
logam pelarutnya, sehingga tentunya akan menyebabkan terjadinya perubahan
sifat paduan. Makin banyak atom yang terlarut makin besar distorsi yang akan
terjadi makin naik pula kekuatan dan kekerasan paduan. Karena pada system
paduan ini kedua komponen dapat berfungsi sebagai pelarut maka tentu akan ada
suatu komposisi paduan.
5.2. Diagram fase untuk komponen yang saling tidak melarutkan padatan
Hokum Raoult menyatakan bahwa titik beku suatu zat murni akan menurun
bila ditambahkan zat lain, asalkan zat itu dapat larut dalam keadaan cair tetapi
tidak larut dalam keadaan padat. Banyaknya penurunan titik beku ini sebanding
dengan berat molekul zat terlarut.
Diagram fase untuk system paduan dua komponen yang saling melarutkan
pada keadaan cair tetapi sama sekali tidak melarutkan dalam keadaan padat. Ini
dapat dibuat dari sejumlah kurva pendinginan dari satu seri paduan, analog
dengan cara pembuatan diagram fase dari system paduan terdahulu. Gambar
satu seri kurva pendingnan serta gambar struktur mikronya pada temperature
kamar dari system paduan ini dapat dilihat pada slide no.18.
Dalam keadaan murni logam A dan B membeku pada satu temperature
tertentu(terlihat kurva pendinginnya menunjukan garis mendatar pada titik
bekunya). Bila B ditambahkan pada logam A, titik awal pembekuan akan menurun,
demikian juga bila a ditambahkan pada logamB, titik awal pembekuan juga
turun.paduan dengan komposisi ini dinamakan paduan dengan komposisi
eutektik.
Slide no.19. Diagram fase dibuat dengan menghubungkan titik awal pembekuan
Agar liquid tetap dalam keadaan equilibrium maka dari liquid akan membeku
sejumlah solid B. bila B yang membeku ini sedikit lebih maka sisa liquid akan
terlalu kaya A, komposisi liquid akan tergeser ke sebelah kiri E, akan terbentuk agi
solid A. Demikian seterusnya liquid akan membeku dengan terbentuknya solid A
dan solid B secara bergantian, dan struktur yang terjadi akan berupa campuran
yang sangat halus yang dapat dilihat dengan mikroskop.ini dinamakan eutektik
mixture., seperti tampak pada slide no.2.
Setiap paduan hipoeutektik dalam keadaan padat akan selalu terdiri dari
butir-butir kristal logam A dan eutectic mixturenya. Solid A yang terbentuk
sebelum terjadinya reaksi eutektik dinamakan A primer atau a proeutektik.
Paduan 3, paduan hipereutektik, akan membeku dengan cara yang
mirip/sama dengan paduan 2, kecuali bahwa proeutektik yang terbentuk adalah
solid B.
Proeutektic A Proeutektic B
Eutektic mixture
40 %
AElectr B
Sebagai contoh suatu diagram fase jenis ini adalah diagram fase untuk
system paduan alumunium-silikon pada slide no.23.
Sebenarnya jarang sekali terjadi paduan antara dua logam yang sama sekali
saling tidak melarutkan dalam keadaan padat, atau saling melarutkan dengan
kelarutan tak terbatas, seperti halnya pada kedua jenis sistem paduan yang telah
diuraikan di atas. Yang lebih sering terjadi adalah kedua logam dapat saling
melarut-padatkan secara terbatas, logam A dapat melarutkan logam B sampai
jumlah tertentu, dan/atau logam B dapat melarutkan logam A sampai jumlah
tertentu juga. Diluar batas itu akan terbentuk eutektik. Diagram fase untuk sistem
paduan semacam itu dapat dilihat pada slide no.24
Dari slide no.24. terlihat bahwa di atas garis liquidus adalah daerah fase
tunggal larutan cair (liquid). Karena A dapat melarut-padatkan B dan B dapat
melarut-padatkan A, maka dari liquid tidak akan terbentuk kristal logam A dan/atau
logam B murni, tetapi akan terbentuk larutan padat atau campuran larutan padat.
Daerah di bawah garis solidus T AF adalah fase tunggal larutan padat α dan
daerah di bawah garis solidus T BG juga daerah fase tunggal, larutan padat β.
Daerah yang terletak di antara dua gaerah fase tunggal pastilah daerah dua fase,
yang terdiri dari fase-fase yang berada di kiri kanannya. Daerah antara daerah
larutan padat β dan liquid akan terdiri dari larutan padat α dan liquid, daerah
antara daerah larutan padat β dan daerah liquid terdiri dari larutan padat β dan
liquid, daerah antara larutan padat α dan daerah larutan padat β terdiri dari larutan
padat α dan larutan padat β. Garis yang membatasi antara daerah fase tunggal
larutan padat dengan daerah campuran larutan padat dinamakan garis solvus,
yang juga menunjukkan batas kelarutan (maximum solid solidity) logam B pada
logam A (larutan padat α) dan batas kelarutan logam A pada logam B (larutan
padat β).
Untuk mempelajari perubahan yang terjadi selama pendinginan lamabat
pada beberapa paduan dari sistem paduan jenis ini, perhatikan diagram fase
suatu sistem paduan di slide no.23. Paduan 1, 95A – 5B akan mengalami
perubahan sama seperti perubahan selama pembekuan sistem paduan larutan
padat (diagram fase jenis yang pertama), ketika temperatur memotong garis
liquidus di titik T t mulai terjadi pembekuan menjadi larutan padat α yang sangat
kaya A, dan pembekuan terus berlanjut dengan pembentukan kristal yang makin
kaya B (mengikuti garis solidus). Pada temperatur T 4 pembekuan selesai dan
selanjutnya kristal larutan padat α bertumbuh dan diffusi terus berlangsung hingga
kristal menjadi homogen. Pada temperatur kamar akan diperoleh kristal larutan
padat α dengan 5% B, yang homogen.
Paduan 2, 30A – 70B, adalah komposisi eutektik dan pembekuan terjadi
sebagaimana halnya pembekuan pada komposisi eutektik yang telah dibahas di
depan. Hanya saja eutektik yang terjadi di sini bukan eutektik antara logam A dan
logam B tetapi terdiri dari larutan padat α dan larutan padat β. Perbandingan berat
larutan padat α dan larutan padat β pada temperatur eutektik TE dapat dihitung
dengan lever rule, yaitu EG : FE. Dengan pendinginan selanjutnya pada α dan β
akan terjadi perubahan komposisi karena perubahan batas kelarutan (yang
ditunjukkan oleh masing-masing garis solvus), sehingga juga pada temperatur di
bawah TE akan terjadi sedikit perubahan berat α : β (pada temperatur kamar
perbandingan ini menjadi KJ : KH).
Slide no.25. The cooling curve and microstructure at various temperature during
solidification of a 60A - 60B alloy
Slide no.26. The cooling curve and microstructure at various temperature for an 85A – 15B
alloy.
Pada reaksi eutektik itu pada pendinginan liquid (satu fase) mengalami reaksi
menjadi dua fase solid, pada pemanasan kedua solid bereaksi menjadi suatu solid
baru. Biasanya solid baru yang terjadi sebagai hasil reaksi peritektik ini adalah
suatu intermediate phase alloy, tetapi dalam beberapa hal mungkin juga terjadi
suatu terminal solid solution.
Slide no.27. Phase diagram showing the formation of an incongruent melting intermediate
phase by a peritectic reaction
reaksi berikutnya akan berjalan lebih lambat, karena atom-atom yang akan
bereaksi harus berdiffusi melintasi hasil reaksi peritektik itu (lihat slide no.27).
ketika seluruh reaksi selesai maka liquid akan habis dan solid A masih tersisa,
sehingga pada gambar strutur mikronya (slide no.28) tampak solid A dikelilingi
senyawa AmBn. Paduan lain yang berada di sebelah kiri titik G tentunya akan
mengalami peristiwa yang sama, hanya jumlah relatif antara setiap struktur.
Slide no.28. Schematic picture of the peritectic reaction. Envelope AmBn incerases in
thickness by diffusion of A atoms outwards and B atom inward.
Slide no.29. Slow cooling of a 90A – 10B alloy showing the microstructure at various
temperature
Slide no.29. The cooling curve and the microstructure at various temperature during the
sloew cooling at 65A – 25B alloy.
Perubahan dari satu bentuk kristal ke bentuk kristal yang lain pada keadaan
padat dinamakan transformasi allotropik. Pada suatu diagram fase perubahan
allotropik ditunjukkan oleh sebuah atau beberapa titik pada garis vertikal yang
menyatakan logam murni. Contoh diagram fase yang memperlihatkan adanya
perubahan allotropik dapat dilihat pada slide no.32. Pada diagram itu larutan padat
gamma dibatasi loop. Jadi logram murni A dan paduan kaya A akan mengalami
dua kali perubahan (transformasi) allotropik. Banyak diagram fase yang
memperlihatkan hal seperti diatas, termasuk sistem paduan Fe-Si, Fe-MO, dan
Fe-Cr. Karena larutan padat yang dikelilingi loop ini adalah larutan padat gamma,
maka daerah ini dinamakan gamma loop.
Slide no.32. hypothetical equlibrium showing metal A undergoing two allotropic changes.
Pada beberapa sistem paduan gamma loopnya tidak tertutup, seperti halnya
pada sistem paduan Fe-Ni . Dari kedua gambar ini tampak bahwa temperatur
transformasi allotropik dari logam murni akan mengalami perubahan karena
adanya paduan yang larut pada logam murni itu.
Eutectoid mixture terdiri dari fase yang ada pada ujung-ujung garis
temperatur eutectoid (OP), yaitu larutan padat alpha (titik O) dan larutan padat
beta (titik P). Titik menunjukkan temperatur perubahan allotropik pada logam A
murni, sedang garis solvus MN menunjukkan bahwa paduan yang berkadar B
lebih tinggi akan mengalami perubahan allotropik pada temperatur yang lebih
rendah, mencapai minimum pada titik N. Garis solvus FN menunjukkan batas
kelarut-padatan B pada gamma, kelarutannya makin rendah dengan menurunnya
temperatur. Titik N disebut titik eutectoid. Komposisinya adalah komposisi
eutectioid. Paduan dengan komposisi di sebelah kiri komposisi eutectoid
dinamakan paduan hipoeutectoid dan yang di sebelah kanannya dinamakan
paduan hipereutectoid.
Paduan 1 bila didinginkan dengan sangat lambat akan mulai membeku pada
x1 dan selesai membeku pada x2 dengan terbentuknya larutan padat gamma.
Selanjutnya akan tetap berupa larutan padat gamma yang homogen sampai
temperatur xs. Disini akan mulai terjadi transformasi allotropik dari gamma menjadi
alpha. Perlu diperlihatkan bahwa alpha melarutkan B jauh lebih sedikit daripada
gamma, sebab itu untuk membentuk alpha maka sebagian atom B yang tadinya
berada pada daerah yang akan menjadi alpha harus berdiffusi ke daerah lain pada
gamma sehingga sisa larutan padat gamma akan menjadi lebih kaya B (mengikuti
garis solvus MN). Pada saat paduan mencapai temperatur eutectoid x4 komposisi
sisa gamma akan mencapai komposisi eutectoid (titik N) dan sisa gamma akan
mengalami reaksi eutectoid, bertransformasi menjadi eutectoid mixture, berupa
lapisan tipis alpha dan beta berselang-seling
(A) = 0.1%C ferrite/pearlite, (B) = 0.25%C more pearlite, (C) = 0.83%C all pearlite, (D) = 1.4%C
pearlite/cementite
Perubahan yang terjadi pada pendinginan lambat paduan 2 dan 3 tentu akan
mudah dipelajari, karena peristiwanya hampir sama saja, hanya peru diingat
bahwa paduan hipereutectoid batas kelarut-padatan B dalam gamma akan
mengikuti garis solvus FN, sehingga akan ada B yang keluar dari gamma berupa
beta.
tetapi tidak menyangkut fase cair. Secara umum reaksi ini dapat dituliskan
sebagau berikut:
Pada reaksi peritektik seringkali didapatkan reaksi yang tidak selesai karena
tidak cukupnya waktu untuk berdiffusi, pada reaksi peritektoid tuntasnya reaksi
akan lebih sulit lagi, karena seluruhnya adalah fase padat dimana tentunya diffusi
lebih sulit terjadi.
Dengan demikian tidaklah sulit untuk memberi label pada semua daerah
pada suatu diagram fase, memberi penjelasan apa arti titik, garis dan daerah pada
diagram itu, menentukan berbagai reaksi yang mungkin terjadi pada suatu garis
mendatar, menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada pendinginan
lambat suatu paduan dan menggambarkan struktur mikro suatu paduan pada
temperatur tertentu, dan lain-lain. Bentuk-bentuk reaksi yang biasa dijumpai pada
suatu diagram fase ditabulasikan pada tabel di bawah ini.
BAB 6
DIAGRAM KESETIMBANGAN Fe – Fe3C
Pada garis dengan temperatur 11300 C berlangsung reaksi eutektik dan pada
garis dengan temperatur 7230 C berlangsung reaksi eutektoid. Diagram itu juga
sudah diberi label dengan istilah yang umum dipakai pada suatu diagram fase,
label dengan huruf yunani menandakan larutan padat. Dan karena pemakaian
yang begitu luas, maka setiap struktur yang ada pada diagram besi-karbida besi
memiliki nama khusus yang banyak dikenal. Slide no..2. adalah diagram fase Fe-
Fe3C dengan label nama yang umum digunakan pada sistem paduan besi-karbon.
(pearlite)
Ferrit adalah larutan padat interstisi karbon dalam besi atau besi ,
keduanya mempunyai struktur kristal BCC (Body Centerred Cubic), di bawah
tempertur Currie (770oC – A2), ferrit bersifat ferromagnetik, lunak dan ulet
(kondisi anil)
Austenit adalah larutan padat interstisi karbon dalam besi , mempunyai
struktur kristal FCC (Face Cetered Cubic), bersifat tidak ferromagnetik, lunak dan
ulet (kondisi besi murni).
Sementit adalah karbida besi Fe3C, merupakan senyawa instistisi
mempunyai struktur kristal ortorombik bersifat keras dan getas.
Ledeburit adalah suatu stuktur duplek dari austenit dan sementit Fe3C,
hasil dari reaksi eutektik, mengandung 4,3% C, terbentuk pada temperatur 1130 o
C.
pendinginan
pemanasan
Pearlit adalah suatu struktur duplek dari ferrit dan sementit Fe3C, dari
reaksi eutektoid, mengandung 0,8% C, dan terbentuk pada temperatur 723 o C.
pendinginan
Austenit 0,77% C <== 723o C (A1- A31) ==> Ferrit 0,02% C + Sementite Fe3C
6,7% C
pemanasan
Besi dikenal sebagai salah satu logam yang memiliki sifat allotropi. Allotropi
adalah perubahan fase besi karena pengaruh temperatur. Allotropi memiliki
bentuk lattice yang berbeda pada temperatur berbeda. Besi memiliki tiga macam
modifikasi allotropik. Besi murni cair yang didinginkan, akan mulai membeku pada
1535oC menjadi besi delta dengan struktur BCC. Pada 1400oC akan mengalami
transformasi allotropik menjadi besi gamma ( γ ) dengan struktur FCC. Besi
gamma ini tetap stabil sampai temperatur 9100C, dimana terjadi lagi transformasi
allotropik menjadi besi alpha (α) non magnetik dengan struktur BCC. Pada
pendinginan selanjutnya tidak lagi terjadi perubahan fase. Pada 768oC terjadi
perubahan dari α magnetik, tetapi tidak terjadi perubahan struktur kristal, tidak
terjadi perubahan fase. Pada setiap kali terjadi perubahan ditandai dengan adanya
pemberhentian penurunan temperatur (tampak sebagai garis mendatar pada
kurva pendinginan, slide no.2.). Ini berarti bahwa perubahan fase berlangsung
secara isothermal.
Semua proses transformasi tersebut berlangsung dengan adanya diffusi,
karena itu proses transformasi ini memerlukan waktu dan selama itu akan
dikeluarkan sejumlah panas laten, sehingga temperatur tertahan, dan tidak
menurun.
Masing – masing bentuk allotropik besi ini mempunyai kemampuan
melarutkan karbon yang berbeda – beda :
Transformasi yang dibahas kali ini adalah transformasi yang terjadi pada
kondisi ekuilibrium. Untuk pembahasan ini digunakan diagram fase seperti terlihat
pada slide no.2.
pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi itu sehingga pada
temperature dibawah garis 2 struktur terdiri dari liquid dan austenit. Semakin
rendah temperature semakin banyak liquid yang menjadi austenit, sehingga pada
garis 3 seluruhnya sudah menjadi austenit.
Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada garis 4 atau (pada A3), akan
mulai terjadi transformasi allotropic γ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan
terbentuknya inti-inti ferrit pada butir austenit. Austenit pada paduan ini
mengandung 0,25%C sedang ferrit di temperature ini hanya mampu melarutkan
sedikit sekali karbon, karena itu austenit yang akan menjadi ferrit harus melepas
karbonnya sehingga sisa austenit akan menjadi lebih banyak mengandung karbon.
Makin rendah temperaturnya semakin banyak ferrit yang terbentuk dan semakin
tinggi kadar karbon pada sisa austenit (komposisi austenit akan mengikuti garis
A3). Pada saat mencapai garis 5 masih ada 0,25/0,80 % austenit, kadar karbonnya
0,8% (komposisi eutectoid). Sisa asutenit ini selanjutnya akan mengalami reaksi
eutectoid menjadi perlit. Pada temperature di bawah A1 paduan akan terdiri dari
ferrit (proeutectoid) dan perlit. Gambar struktur mikro dari setiap tingkatan
transformasi ini digambarkan pada slide no.6.
Setelah reaksi eutectoid berakhir, akan terdiri dari ferrit proeutectoid dan
perlit. Ferrit proeutektoid adalah ferrit yang terbentuk sebelum terjadinya reaksi
eutectoid, istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan ferrit yang
terbentuk pada saat reaksi eutectoid (ferrit yang terdapat pada perlit). Pada
pendinginan selanjutnya sudah tidak lagi terdapat perubahan fase dan strukturnya
tetap terdiri dari butir-butir kristal ferrit dan butir kristal perlit. Pada mikroskop ferrit
tampak berwarna putih sedang perlit berwarna agak kehitaman (lihat slide no.7.)
Slide no.6. Mikro struktur dari besi hypoeutektoid, terlihat dahulu ferrit ( putih ) dan pearlite
( pembesaran 600x).
hanya mengumpul pada batas butir austenit, menyelubungi butir austenit itu. Pada
mikroskop sementit ini tampak seperti jaringan yang membatasi austenit, karena
itu sementit seperti ini dinamakan cementite network. Secara tiga dimensi jaringan
sementit ini sebenarnya merupakan lempengan yang kontinyu dan membungkus
austenit.
Slide no.8. Memperlihatkan strukturmikro yang terjadi pada setiap tahapan perubahan
selama pendinginan baja hypereutektoid
6.6. Transformasi pada besi tuang hypoeutektoid (2,0 < %C < 4,3)
Paduan ini mulai membeku pada garis 1 (slide no.11) dengan terbentuknya
inti austenit yang selanjutnya bertumbuh jadi dendrit austenit. Austenit yang mula-
mula terjadi mengandung sedikit sekali karbon, makin rendah temperaturnya
makin tinggi kadar karbonnya ( mengikuti garis solidus), sedang liquid juga
mengandung banyak karbon dengan makin turunnya temperatur ( mengikuti garis
liquidus) , sehingga waktu temperatur paduan mencapai garis 2 (temperatur
eutektik) austenit sudah mengandung 2,0% C, sedang liquid mengandung 4,3 %
C (komposisi eutektik). Pada saat mencapai temperatur ini paduan dengan 2,5 %
C terdiri dari austenit sebanyak (4,3%-2,5%)/(4,3%-2,0%) bagian dan sisa liquid
sebanyak (2,5%-2,0%)/(4,3%-2,0%) bagian. Sisa liquid sebanyak itu kemudian
mengalami reaksi eutektik :
Setelah selesainya reaksi eutektik (ingat bahwa reaksi eutektik dan reaksi
eutektoid berlangsung secara isothermal) paduan akan terdiri dari austenit
proeutektik (disebut juga austenit primer, yang terbentuk langsung dari liquid) dan
ledeburit. Pada pendinginan selanjutnya kemampuan austenit melarutkan karbon
akan menurun, sehingga akan ada sementit yang keluar dari austenit. Sementit
yang keluar dari austenit ini dinamakan juga sementit sekunder. Keluarnya
sementit dari austenit terus berlangsung sampai temperatur mencapai garis 3 (
pada garis temperatur kritis bawah A 1, temperatur eutectoid). Kandungan karbon
dalam austenit terus menurun karena keluarnya sementit itu, dan pada saat
mencapai garis 3 kadar karbon dalam austenit menjadi 0,8% ( komposisi
eutectoid), dan austenit selanjutnya akan mengalami reaksi eutektoid menjadi
perlit. Di bawah temperatur kritis bawah ini sudah tidak lagi terjadi perubahan fase.
Pada temperatur kamar paduan ini akan terdiri dari perlit, sementit dan
ledeburit (dengan austenitnya yang sudah bertransformasi menjadi perlit). Gambar
struktur mikronya terlihat pada slide no.9. Yang berwarna kehitaman adalah perlit (
tampak masih memperlihatkan bentuk dendritik), yang berwarna putih adalah
sementit dan yang putih dengan bintik-bintik hitam adalah ledeburit.
Slide no.9. Besi tuang putih hypoeutektik terdiri dendrit perlit dan cementite network disela
dendrit.
Pada besi tuang kelabu tidak seluruh karbon berupa sementit (senyawa
interstisial Fe3C), sebagian besar dari karbonnya akan berupa karbon bebas,
grafit. Untuk membahas transformasi pada sistem paduan Fe-Grafit ini dipakai
diagram fase yang berbeda yaitu diagram fase Fe – Grafit, (slide no.11.).
- Reaksi eutektik dan eutektoid terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.
- Reaksi eutektik tidak menghasilkan sementit tetapi grafit.
- Pada pendinginan austenit yang keluar bukan sementit tetapi grafit.
- Komposisi eutektik dan eutektoid sedikit bergeser ke kiri (eutektik dan
eutektoid pada sistem Fe-Grafit mengandung karbon lebih sedikit)
Grafit pada besi tuang kelabu biasa berupa flake (serpih) yang bersambung
satu sama lain menjadi satu kesatuan yang kontinyu, walaupun pada gambar
mikronya tampa terpisah satu sama lain (slide no.12.). Karena grafit sangat lunak,
getas, kekuatannya sangat rendah, dan dalam besi tuang ini terbentuk serpih
(flake) yang ujung flake ini merupakan takikan yang tajam, maka besi tuang
kelabu mempunyai kekuatan, keuletan dan ketangguhan rendah. Tidak dapat
dibentuk dengan rolling, drawing, forging dsb.
Pada gambar struktur mikronya (slide no.13.), grafit tampak seperti garis-
garis tebal yang terputus/terpisah yang berada dalam suatu matriks. Matriks ini
dapat berupa ferrit (slide no.13a.), perlit (slide no.13b.) atau campuran ferrit +
perlit. Matriks Ferrit dapat diperoleh bila semua karbon berupa grafit, sedang
matriks perlit terjadi bila hanya ada sebagian karbon dapat menjadi sementit (
terdapat pada lamel-lamel dalam perlit).
(a) (b)
BAB 7
BESI DAN BAJA
Besi dan baja merupakan logam yang paling banyak digunakan manusia untuk
berbagai keperluan. Bahan ini telah banyak memberikan sumbangsihnya tehadap
perkembangan budaya manusia. Ada beberapa hal yang membuat logam ini banyak
digunakan manusaia antara lain :
Salah satu kelemahan besi adalah mudah mengalami korosi. Korosi menimbulkan
banyak kerugian karena mengurangi umur pakai berbagai barang atau bangunan yang
menggunakan besi atau baja. Sebenarnya korosi dapat dicegah dengan mengubah besi
menjadi baja tahan karat (stainless steel), akan tetapi proses ini terlalu mahal untuk
kebanyakan penggunaan besi.
Besi tidak digunakan dalam keadaan murni melainkan sebagai paduan, terutama
dengan karbon yang dikenal sebagai besi dan baja tuang. Perbedaan antara besi dan baja
tuang adalah kadar karbon yang mempengaruhi sifat mekanik dan struktur mikronya.
Di pasaran terdapat banyak sekali macam baja untuk berbagai keperluan. Dengan
banyaknya macam baja maka perlu diklasifikasikan untuk memudahkan pengenalan dan
pemilihanya. Ada klasifikasi baja yang dikelompkan berdasar kekuatanya seperti St 37, St
42, St 50 dan seterusnya. Selain itu ada juga klasifikasi menurut komposisi kimianya, yang
dikelompokan menjadi baja karbon rendah, baja karbon menengah, baja karbon tinggi, baja
paduan rendah dan baja paduan tinggi. Dapat juga dikelompokan menurut strukturnya, baja
hypoeutektoid, baja eutektoid, baja hyperuetektoid. Bahkan ada juga yang mengelompokan
berdasarkan penggunaanya, pembuatanya, bentuknya, dan lain – lain.
Di pasaran dapat dijumpai baja dengan berbagai bentuk barang setengah jadi seperti
pelat, strip, sheet, pipa, batang profil dan lain – lain. Pada gambar dibawah digambarkan
secara garis besar setengah jadi dari bijih besi.
Keseluruhan pada proses gambar itu dapat dibagi menjadi beberapa tahapan pengerjaan:
Pengolahan bijih besi menjadi besi kasar (PIG IRON) atau besi spons (sponge iron,
atau direct iron, DRI)
Pengolahan besi kasar (pig iron) / besi spons menjadi baja dalam bentuk antara lain
ingot atau billet / slab / bloom
Pengolahan bentuk baja menjadi barang setengah jadi / bahan baku seperti pelat,
strip, sklep, batang kawat, batang profil, dan lain – lain. Diantara bentuk - bentuk
tersebut ada juga yang masih harus diolah kembali menjadi bentuk setengah jadi
lain seperti kawat, pipa , G.Isheet, tin Plated sheet dan lain – lain.
Kadang – kadang seluruh proses diatas dikerjakan dalam satu kompleks pabrik baja
yang besar, tetapi dapat juga dikerjakan dalam beberapa pabrik yang terpisah,
misalnya ada pabrik yang mengerjakan mulai dari billet sampai suatu barang
setengah jadi, dan banyak juga pabrik yang mengerjakan mulai tahapan yang lebih
ke hilir lagi mulai dari batang kawat menjadi kawat atau kabel dari sklep menjadi
pipa dan lain – lain.
Di alam besi tidak terdapat sebagai logam murni tetapi berupa oksida, sulfida,
karbonat, silikat, dan lain – lain yang disebut bijih besi.
Biji besi (Iron Ore)
Bijih besi selain mengandung salah satu atau beberapa senyawa seperti yang di
deskripsikan di atas juga mengandung unsur atau senyawa lain yang dianggap sebagai
pengotoran. Bijih besi yang banyak diolah adalah yang berupa oksida, yaitu :
Untuk memperoleh besi dari bijih besi yang dilakukan proses reduksi dengan
menggunakan bahan reduktor yang kuat (biasanya karbon) dan fluks. Dengan pemanasan,
fluks berfungsi sebagai bahan pengikat kotoran sehingga kotoran mudah mencair dan
menjadi terak yang akan mudah dipisahkan dan dibuang selama proses dan pembuatan besi
Cara yang selama ini banyak digunakan adalah dengan reduksi bertingkat dalam
sebuah dapur tinggi (blast furnace). Sebagai bahan reduktor digunakan coke (kokas) yang
dibuat dari pemanasan batubara sampai temperatur 2100 oF (1150oC), kemudian
didinginkan dengan udara menggunakan tower. Coke atau kokas ini juga berfungsi
sebagai bahan bakar . karbon yang banyak terdapat dalam coke akan terbakar dan
menghasilkan kalor untuk memanaskan / mencairkan muatan dapur tinggi. Selain itu
pembakaran karbon juga menghasilkan gas CO2 yang akan mereduksi oksida besi. Besi
yang dihasilkan masih belum dapat digunakan untuk membuat suatu barang, masih perlu
diolah lebih lanjut menjadi baja atau besi tuang dan lain – lain.
Belakangan ini juga dikembangkan cara lain yaitu dengan reduksi langsung (direct
reduction). Pada cara ini bijih besi dihancurkan menjadi serbuk lalu dicampur dengan
sejumlah bahan pengikat dan digumpalkan (pelletizing) menjadi bola – bola kecil (pellet).
Pellet ini dimasukan kedalam kilang putar (rotary kiln) yang dilalui oleh gas panas hasil
pembakaran bahan bakar gas yang biasanya berupa gas alam. Gas panas ini mengandung
banyak gas H2 dan CO yang secara langsung akan meredusi oksida besi dalam pellet itu.
Dengan cara ini tidak terjadi pencairan dan hasilnya adalah bola – bola kecil yang porous
(berpori pori) seperti spons , karena itu dinamakan besi spon (sponge iron) atau disebut
juga reduce iron, DRI. Besi spons ini selanjutnya dapat diolah menjadi baja atau besi
tuang, sama seperti halnya besi kasar. Proses ini mempunyai prospek cukup cerah karena
dapat digunakan untuk bijih besi dengan kualitas (kadar Fe) yang tidak begitu tinggi dan
biaya investasinya jauh lebih murah dari pada biaya investasi dapur tinggi.
Dapur tinggi digunakan untuk mengolah bijih besi menjadi besi kasar. Bahan yang
dimasukan ke dalam dapur tinggi ini adalah bijih besi, cokes, batu kapur sebagai fluks
dan udara panas. Udara panas di hembuskan kedalam dapur tinggi melalui lubang –
lubang (tuyeres) yang terdapat pada sekeliling bagian bawah dapur. Udara panas ini
seringkali dicampur dengan oksigen untuk mempertinggi efisiensi bahan padat yaitu
bijih besi , cokes dan batu kapur, menjadi cairan besi dan terak (slag). Cairan ini
selanjutnya melalui tap hole untuk cairan besi dan slag hole untuk terak.
Gas CO2 yang terjadi di sekitar tuyere mengalir ke atas melalui sela – sela bijih
besi , cokes dan batu kapur. Karena itu CO2 panas ini akan memanaskan bahan bahan
tadi dan bereaksi sebagai berikut :
CO2 + C 2CO
Fe2O3 + CO 2FeO + CO2
FeO + CO Fe + CO2
Karena temperatur yang tinggi maka Fe akan mencair. Dan batu kapur akan
berdekomposisi :
Reaksi reduksi terjadi pada bagian stack dari dapur tinggi dan disempurnakan
dengan bosh , sehingga di bosh sudah terjadi pencairan. Karena terjadinya pencairan
pada bagian bawah dapur tinggi maka muatan yang ada di atasnya akan turun sedikit
demi sedikit. Dan secara berkala dilakukan pengisian kembali dari bagian atas.
Besi cair yang dikeluarkan dari tap hole kemudian di tuang menjadi balok – balok
kecil yang dinamakan pig iron (besi kasar) , atau dibawa / disiapkan untuk diolah
menjadi baja. Besi kasar masih mengandung karbon dan pengotoran lain dalam jumlah
cukup besar sehingga besi ini sangat getas , tidak dapat langsung di gunakan membuat
suatu benda kerja. Besi kasar ini perlu dicairkan kembali untuk diolah menjadi beja
atau besi tuang.
Terak (slag) banyak mengandung unsur – unsur pengotoran seperti Si , P , S ,dan
lain – lain, dapat diolah menjadi bahan bengunan atau untuk bahan pupuk. Sedang gas
yang keluar dari bagian atas dapur tinggi tidak dibuang karena masih banyak
mengandung CO dan senyawa lain yang mempunyai nilai bakar. Gas ini (blast furnace
gas) disalurakan ke instalasi pemanas udara , instalasi pembangkit tenaga dan dijual.
Pemanas udara ini terdiri dari sepasang stove yang bekarja bergantian di dalamnya,
setelah cukup panas , aliran gas dihentikan dan udara mulai dialirkan melalui kisi
pemanas yang telah panas itu. Udara akan terpanasi, dan di alirkan menuju dapur
tinggi untuk digunakan. Sementara stove yang satu memanaskan udara stove yang lain
memancarkan kisi – kisi pemanas, bekerja bergantian.
dan seringkali ditambahkan besi kasar. Pengisian dilakukan melalui charging door
begantian antara coke dan besi. Pembakaran terjadi di sekitar tuyere sehingga di
daerah ini akan terjadi pancairan besi dan terak. Cairan ini akan turun ke dasar dapur
dan akan di keluarkan bila cairan yang terkumpul sudah cukup banyak. Penambahan
bahan baku juga dilakukan secara berkala dan dapur ini dapat bekerja kontinyu selama
16 jam. Dapur ini banyak digunakan karena harganya relative murah.
STOVE
Baja pada dasarnya adalah padauan besi – karbon dengan kadar karbon tidak lebih dari
2,0 % disamping juga mungkin mengandung sejumlah unsur paduan dan unsur
pengotoran. Baja dibuat dari besi kasar / besi spons dengan mengurangi kadar karbon dan
unsur lain yang kurang disukai. Ada beberapa macam cara pembuatan baja antara lain :
a. Dengan konvertor
b. Dengan dapur Siemens – martin ( open hearth furnace)
c. Dengan dapur listrik
Cara pembuatan baja dapat juga diklasifikasikan menurut derajat keasaman terak yang
dihasilkan, ada proses asam (acid) ada proses basa (basic). Pemilihan proses ini tergantung
pada jenis pengotoran yang ada pada bahan yang diolah, unsur pengotoran apa yang harus
dibuang dari bahan dasar unsur pengotoran apa yang masih tertinggal dalam baja yang
dihasilkan, karena ini akan berpengaruh kepada mutu produk. Misalnya untuk besi kasar
yang mengandung banyak Si dan Mn dipakai proses asam, tetapi proses ini tidak dapat
menghilangkan P. sedangkan untuk menghilangkan P diperlukan proses basa.
Seringkali dalam pembuatan baja tidak cukup bila diproses dengan salah satu proses
saja, perlu di kombinasikan dua macam proses untuk dapat mengatasi kekurangan masing
– masing proses. Ini dikenal sebagai proses duplex. Kombinasi dari proses duplex dapat
dipakai:
a. Basic and acid open hearth furnace
b. Basic open hearth and basic electric furnace
c. Bessemer converter and basic open hearth furnace
Pada proses yang memeperoleh energi dari pembakaran (konvertor dan open hearth
furnace) baja yang dihasilkan mengandung banyak nitrogen (yang berasal dari udara
pembakaran), ini memberikan sifat buruk pada baja. Untuk mengatasi hal ini dan untuk
mempercepat pembakaran, akhir – akhir ini banyak digunakan oksigen sebagai pengganti
udara (oxygen process).
Akhir – akhir ini oxygen process (terutama yang basic) makin mendesak cara yang
lain, konvertor konvensional sudah ditinggalkan, bahkan open hearth furnace juga sudah
banyak yang digantikan oleh basic oxygen process, setidaknya orang sudah tidak lagi
membuat open hearth furnace yang baru.
Penggunaan dapur listrik (electric furnace) juga makin meluas tetapi mengingat
kapasitanya yang tidak cukup besar biasanya hanya digunakan pada pabrik yang relatif
kecil atau untuk memproduksi baja paduan, terutama baja paduan dengan unsur paduan
yang mempunyai titik lebur tinggi seperti tungsten, titanium dan lain – lain.
Perkembangan teknologi menuntut peningkatan mutu baja yang akan digunakan dalam
suatu konstruksi selain dengan pemaduan – pemaduan dengan unsur paduan yang tepat
juga dituntut adanya pengurangan kadar pengotoran (impuritie). Untuk itu lahirlah clean
steel, baja dengan kadar impurities yang sangat rendah, bahkan ultra clean steel. Untuk
membuat clean steel perlu ditambahkan beberapa proses refining pada proses pembuatan
baja. Dengan refining ini kadar S, P, N, O, H dan lain – lain dapat ditekan sangat rendah.
Ini memberikan sifat yang sangat baik bagi baja (ketangguhan, terutama untuk suhu rendah
sangat baik , kelelahan, keuletan, dan lain – lain)
Lubang pengisian terdapat di bagian atas. Konvertor ini dapat digulingkan sehingga lubang
pengisian tepat menghadap ke atas. Pengisian dilakukan pada saat posisi horizontal,
kemudian konvertor ditegakan kembali sambil udara mulai dihembuskan. Dengan adanya
udara yang mengandung oksigen yang lewat dari dalam besi cair itu maka sebagian besi
mulai bereaksi.
2Fe + O2 2FeO
Sebagian oksida besi ini menjadi terak dan yang lain bereaksi denga Si dan Mn
Si + 2FeO SiO2 + 2 Fe
Ma + FeO Mn + Fe
Reaksi – reaksi itu menimbulkan panas exothermic dan akan menaikkan temperatur cairan.
Oksida mangan dan oksida silicon ini akan menjad terak. Pada saat Si dan Mn hampir
habis temperatur menjadi sangat tinggi dan karbon mulai terbakar :
C + FeO Fe + CO
CO berupa gas dan keluar melalui mulut konvertor, disini CO akan terbakar lagi menjadi
CO2. Pada saat ini tampak adanya nyala api yang panjang dan terang. Bila nyala api mulai
memendek dan berganti menjadi asap kemerahan yang menandakan bahwa karbon sudah
hampir habis, maka penghembusan harus segera di hentikan, jika tidak dihentikan maka
besi akan terbakar habis.
Setelah itu konvertor dimiringkan dan cairan dikeluarkan. Dalam cairan ini banyak
terdapat oksigen yang terlarut. Untuk itu perlu diberikan deoxydiser berupa ferromangan,
ferrosilicon atau alumunium ke dalam baja cair itu untuk menghilangkan oksigen.
Pengaturan kadar karbon dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah besi kasar
kedalam baja cair.
penghembusan mula – mula besi, silicon dan mangan yang akan teroksider, menjadi terak.
Setelah itu karbon, dan baru kemudian phosphor yang akan teroksidasi menjadi terak.
2P + 5FeO + 4CaO (CaO)4P2O9 + 5Fe
Setelah phosphor habis menjadi terak maka proses dihentikan dan terak dulu, baru
kemudian dilakukan deoksidasi dan proses – proses selanjutnya.
Ada beberapa macam oksigen process yang sudah digunakan antara lain :
a. L – D (line – donawile) process
Konvertor yang digunakan mirip dengan konvertor biasa hanya saja tidak ada lubang udara
di bagian bawahnya. Oksigen dihembuskan lewat mulutnya melalui sebuah pipa oksigen
lance ke permukaan besi cair
b. Kaldo process
Bentuk konvertor ini masih mirip dengan yang diatas, hanya saja pada proses ini dipasang
pada posisi miring dan dapat berputar pada sumbunya dengan adanya pemutaran ini maka
pencampuran akan lebih efektif.
c. Rotor process
Konvertor ini berupa suatu silinder yang dipasang horizontal dan dapat berputar terhadap
sumbunya, disini digunakan dua oxygen lance, satu di tujukan ke permukaan dan yang lain
ke bawah permukaan besi cair.
Sebenarnya masih banyak lagi proses yang lain tapi karena tiap pabrik membuat
sedikit modifikasi dari cara – cara yang ada, disamping banyaknya juga cara – cara yang
sedang dikembangkan / dalam penelitian.
Karena temperatur yang tinggi pada ruang bakar maka muatan dapur yang diletakan di
ruang bakar akan mencair bila muatan berupa bahan padat, dan cairan ini akan mendidih
sehingga reaksi oksidasi dari unsur pengotoran / pembentuk terak akan dapat berlangsung.
Muatan dapur diisikan melalui pintu pengisian (charging door). Muatan ini dapat
berupa bahan padat atau berupa besi cair. Pada proses basa juga ditambahkan batu kapur
sebagai pembentuk terak / pengikat phosphor. Reaksi yang berlangsung sama saja saperti
reaksi yang berlangsung pada konvertor, sebagian Fe, Si dan Mn akan teroksider dan
membentuk terak. Terak ini mengapung di permuakaan cairan sehingga menghalangi
kontak antara cairan dengan udara. Untuk dapat berlanjutnya reaksi oksidasi maka kedalam
cairan harus ditambahkan bijih besi (sebagai pembawa oksigen) sehingga semua Si, Mn
dan juga C dapat teroksider. Reaksi ini berlangsung dalam cairan dibawah terak yang
mengapung sehingga tidak tersentuh udara.
Proses dalam dapur ini berjalan sangat lambat dapat mencapai 6 – 14 jam, sedangkan
konvertor hanya 15 menit atau mungkin juga kurang. Karena proses dalam dapur cukup
lambat maka akan dapat dilakukan analisis kimia dari cairan pada setiap saat sehingga
komposisi kimia dapat dikontrol dengan mudah. Selain itu karena cairan besi tidak
tesentuh langsung oleh udara maka baja yang dihasilkan tidak banyak mengandung
nitrogen seperti halnya pada Bessemer.
Seperti halnya pada open hearth furnace terak yang terapung dipermukanan cairan
akan menghalangi masuk dan bereaksinya udara kedalam cairan. Unutk melanjutkan reaksi
oksidasi juga perlu ditambahkan bijih besi atau kerak tempa (oksida besi) atau kadang –
kadang juga dengan hembusan oksigen pada permukaan cairan.
sebanding dengan bertambahnya kekuatan dan kekerasan. Dan akan mencapai kekuatan
maksimum bila strukturnya seluruhnya pearlit (0,8% C eutectoid).
Pada baja hypereutectoid, strukturnya terdiri dari pearlit dan sementit yang berupa
network. Kekerasan memang akan lebih tinggi, tetapi kekuatanya akan sedikit menurun
dibandingkan baja eutectoid.
Baja tiga komponen terdiri dari satu unsur pemadu dalam penambahan Fe dan C.
Baja empat komponen atau lebih terdiri dua unsur atau lebih pemadu dalam
penambahan Fe dan C. Sebagai contoh baja paduan yang terdiri: 0,35% C, 1% Cr,3% Ni
dan 1% Mo.
3. Berdasarkan strukturnya:
Baja pearlit (sorbit dan troostit) yang unsur-unsur paduan relatif kecil maximum
5% Baja ini mampu pada proses pemesinan, sifat mekaniknya meningkat oleh heat
treatment (hardening & tempering).
Baja martensit yang unsur pemadunya lebih dari 5 %, sangat keras dan sukar pada
proses pemesinan.
Baja austenit yang terdiri dari 10 – 30% unsur pemadu tertentu (Ni, Mn atau CO)
Misalnya : Baja tahan karat (Stainless steel), non magnetik dan baja tahan panas (heat
resistant steel).
Baja ferrit yang terdiri dari sejumlah besar unsur pemadu (Cr, W atau Si) tetapi
karbonnya rendah, tidak dapat dikeraskan
Baja karbid atau ledeburit yang terdiri sejumlah karbon dan unsur-unsur
pembentuk karbid (Cr,W,Mn,Ti,Zr).
4. Berdasarkan penggunaan :
Baja konstruksi (structural steel) dibedakan lagi menjadi tiga golongan tergantung
persentase unsur pemadunya, yaitu baja paduan rendah (maksimum 2 %), baja paduan
menengah (2- 5 %), baja paduan tinggi (lebih dari 5 %). Sesudah di heat treatment baja
jenis ini sifat-sifat mekaniknya lebih baik dari pada baja karbon biasa.
Baja Perkakas (Tool Steel) dengan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja
perkakas adalah tahan pakai, seperti tajam atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet.
Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang
diberikan antara lain:
o Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W oleh AISI), Shock
resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat
loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
o Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang
berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan
D didinginkan di udara.
o Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 – 500)ºC dan
didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung tungsten dan
molybdenum sehingga sifatnya keras.
o High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan tungsten dan
molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas
tetapi tidak tahan kejut.
o Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan
tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi.
Baja dengan sifat fisik khusus yang dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu
baja tahan karat (mengandung 0,1-0,45% C dan 12-14% Cr), baja tahan panas (yang
mengandung 12-14% Cr tahan hingga suhu 750-800oC, sementara yang mengandung 15-
17% Cr tahan hingga suhu 850-1000oC), dan baja tahan pakai pada suhu tinggi (ada yang
terdiri dari 23-27% Cr, 18-21% Ni, 2-3% Si, ada yang terdiri dari 13-15% Cr, 13-15% Ni
Baja paduan istimewa yang terdiri 35-44% Ni dan 0,35% C dan memiliki koefisien
muai yang rendah, yaitu :
Invar yang memiliki koefisien muai sama dengan nol pada suhu 0 – 100 °C,
digunakan untuk alat ukur presisi.
Platinite yang memiliki koefisien muai seperti glass, sebagai pengganti platina.
Elinvar yang memiliki modulus elastisitas tak berubah pada suhu 50°C sampai
100°C. Digunakan untuk pegas arloji dan berbagai alat ukur fisika.
Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan
Tahan temperatur rendah maupun tinggi
Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil
Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus
Tahan terhadap oksidasi
Kuat dan dapat ditempa
Mudah dibersihkan
Mengkilat dan tampak menarik
Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap
abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat
mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka baja ini
diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti: tembaga (Cu), nikel
(Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.
ini adalah dengan memanaskan kembali besi tuang putih pada temperatur yang cukup
tinggi dalam beberapa waktu sehingga sebagian atau seluruh sementit akan terurai menjadi
ferrit dan grafit (temper carbon). Sifat mekanik besi tuang mampu tempa ini mirip dengan
baja dan dapat digunakan untuk pipa fittings, sprockel, roll, pump, dll. Bahkan juga
camshaft dan crank shaft mobil.
Bila sebagian atau seluruh karbon berupa grafit maka sifat mekaniknya akan
ditentukan oleh bentuk dan distribusi grafit di dalam matriks pada struktur mikronya, dan
tentunya juga struktur / sifat dari matriks itu sendiri. Matriks ini dapat berupa ferrit, pearlit,
martensit atau bainit, atau campuran dari dua atau beberapa struktur tersebut.
Besi tuang yang paling banyak digunakan adalah besi tuang kelabu (gray cast iron),
yaitu besi tuang dengan grafit berbentuk flake (serpih, berbentuk lempengan melengkung).
Besi tuang ini kekuatan tariknya tidak begitu tinggi dan keuletanya juga rendah sekali (nil
ductility) sehingga tidak dapat dibentuk dengan cara selain penuangan seperti machining.
Ketangguhanya pun rendah, disebabkan oleh bentuk grafitnya yang berupa flake ini berupa
takikan, yang sangat menurunkan ketangguhan. Walaupun demikian penggunaan besi
tuang kelabu ini sangat meluas, karena terdapat banyak sifat yang menguntungkan antara
lain :
a. Mudah dituang menjadi bentuk yang rumit
b. Mudah dimachining
c. Tahan aus/gesekan, karena grafit berfungsi sebagai pelumas
d. Kekuatan tekan (compressive streght) tinggi
e. Sifat tahan korosi lebih baik dari pada baja konstruksi biasa
f. Harganya murah dibandingkan besi karbon lain.
Karena sifat itu besi tuang kelabu ini banyak digunakan untuk bed mesin perkakas,
engine block, pump casing, pipa dll. Mengingat kekuatan tariknya yang rendah maka
hendaknya besi tuang ini digunakan pada bagian yang menerima beban tekan, bukan beban
tarik atau beban bending. Kekuatan besi tuang ini akan lebih tinggi bila grafitnya
terdistribusi lebih halus dan matriknya memiliki kekuatan lebih tinggi misalnya pearlite.
Kecenderungan untuk membentuk grafit atau sementit pada besi tuang dipengaruhi
oleh komposisi kimia dan laju pendinginan terutama pada saat pembekuan.
Dengan laju pendinginan yang tinggi akan cenderung terbentuk sementit, karena itu
bila diinginkan terbentuknya besi tuang kelabu maka laju pendinginan harus cukup lambat.
Kadar karbon yang lebih tinggi juga akan mendorong terbentuknya grafit.
Grafitisasi juga akan lebih mudah terjadi bila besi tuang mengandung sejumlah
unsur penstabil grafit (graphitizing element), misalnya silicon. Beberapa unsur lain seperti
mangan dan belerang akan mendorong terbentuknya sementit, unsur – unsur ini dinamakan
carbide stabilizer.
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa salah satu penyebab rendahnya keuletan
dan ketangguhan besi tuang kelabu adalah terbentuknnya grafit yang berupa flake, dimana
setiap tepi flake ini berupa takikan yang sangat menurunkan kekuatan, keuletan dan
ketangguhan. Tentunya sifat – sifat tersebut akan menjadi lebih baik jika grafit tidak
terbentuk flake, dan akan ideal bila grafit itu berbentuk bola seperti besi tuang nodular.
Besi tuang lain adalah besi tuang nodular (nodular cast iron) atau disebut juga
spherodial graphite cast iron karena grafitnya bebentuk spheroid (Bola), mempunyai
kekuatan, keuletan dan ketangguhan yang jauh lebih tinggi dari pada besi tuang kelabu
biasa. Karena keuletanya yang tinggi besi tuang ini dinamakan juga ductlile cast iron.
Karena keunggulanya ini besi tuang nodular makin banyak menggantikan besi tuang
kelabu. Spherodial grapite dapat diperoleh dengan menambahkan sedikit inoculating
agents ke dalam besi cair sesaat sebelum penuangan. Karena inoculating agents yang biasa
di pakai adalah magnesium atau kalsium silicide atau cerium, mempunyai affinity yang
tinggi terhadap belerang, maka sebelum panambahan inoculants, kandungan belerang
harus dihilangkan.
Gambar 7.12
Kekuatan besi tuang ini sangat tergantung pada matriksnya. Matriksnya dapat dibuat
ferritik, pearlitik, bainitik, martensitik atau austenitic, tergantung pada komposisi kimia
dan pendinginan / proses laku panasnya.
BAB 8
TRANSFORMASI DIAGRAM FASE
Slide no. 3. Tranformasi fase pada saat pemanasan baja dengan komposisi (a) 0,8% C, (b)
0,8% C, (c) 0,45% C, (d) 0,45% C, (e) 1,2%, (f). Dimana A= austenit, C = cementit,
F = ferrit, P = perlit
Dari diagram itu dapat dilihat bahwa laju pemanasan berpengaruh terhadap
temperatur transformasi, makin tinggi laju pemanasan makin tinggi tempertur
transformasinya. Laju pemanasan ke suatu temperatur juga berpengaruh terhadap
laju transformasi dan laju pelarutan, makin tinggi laju pemanasan makin tinggi laju
transformasi dan pelarutan.
Slide no. 7. Transformasi fasa pada saat pendinginan (TTT diagram) dengan beberapa
variasi cara pendinginan pada baja dengan komposisi (a) 0,8% C, (b) 0,45% C,
(c) 1,0% C. Dimana A= austenit, B = bainit, C = cementit, F = ferrit, P = perlit, M
= martensit, Ms = awal pembentukan martensit
Slide no. 9. Beberapa kurva pendinginan yang disuperimpos pada IT diagram baja
eutektoid, menunjukan transformasi pada pendinginan.
Slide no.10. Beberapa kurva pendinginan yang disuperimpos pada IT diagram baja
hipoeutektoid, menunjukan transformasi pada pendinginan.
Slide no. 11. Perlambatan transformasi akibat pengaruh besar butir austenite
BAB 9
LAKU PANAS DENGAN KONDISI
EQUILIBRIUM
9.1 Tujuan
Laku panas dengan kondisi equilibrium adalah laku panas yang dilakukan dengan
kondisi equilibrium (mendekati equilibrium) sehingga akan menghasilkan struktur mikro
yang sedikit banyak mendekati kondisi pada diagram fasenya. Secara umum, laku panas ini
dapat disebut dengan annealing.
Annealing adalah suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan
terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Pada dasarnya
annealing dilakukan dengan pemanasan suatu logam atau paduan sampai temperatur
tertentu, kemudian melakukan penahanan atau holding time pada temperature tersebut
selama waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan, selanjutnya mendinginkan
logam atau paduan tersebut dengan laju pendinginan yang cukup lambat menggunakan
beberapa variasi media pendingin, seperti : carbide, udara, dll. Annealing dapat dilakukan
terhadap benda kerja dengan kondisi dan tujuan yang berbeda-beda. Tujuan dari dilakukan
annealing adalah untuk mendapatkan salah satu atau kombinasi dari beberapa tujuan
berikut:
Melunakkan
Menghaluskan butir kristal
Menghilangkan tegangan dalam
Memperbaiki machinabillity
Memperbaiki sifat kelistrikan atau kemagnitan
Dilihat dari fungsinya dalam suatu rangkaian proses produksi, annealing dapat
dianggap sebagai suatu langkah dalam mempersiapkan suatu bahan atau benda kerja untuk
pengerjaan, laku panas berikutnya, atau berupa proses akhir yang menentukan sifat dari
produk akhir.
Macam atau jenis annealing ada banyak dan dapat diklasifikasikan tergantung
beberapa hal, antara lain : pada jenis dan kondisi benda kerja, temperature pemanasan,
lamanya holding time, laju pendinginan, dan lain-lain. Contoh annealing antara lain : full-
annealing, process annealing, stress relief annealing, normalising, spheroidising,
homogenising, dan lain-lain. Pada umumnya dalam membicarakan annealing, bila tidak
disebut secara spesifik tentang jenis annealing, maka yang dimaksud adalah full annealing.
Proses full annealing biasanya digunakan untuk membuat baja lebih lunak,
menghaluskan butir kristal, dan dalam beberapa hal juga memperbaiki machinability
(kemampuan diolah dengan proses permesinan).
Proses ini dilakukan dengan memanaskan baja sampai ke atas temperatur kritis
(untuk baja hypoeutektoid, 25°- 50° C di atas termperatur kritis A3, untuk baja
hypereutektoid, 25° - 50° C diatas temperatur kritis A1), kemudian diikuti oleh
pendinginan yang cukup lambat (terutama selama melewati daerah temperatur
transformasi). Pendinginan dilakukan bersama dapur atau dalam bahan yang mempunyai
sifat penyekat panas yang baik. Karena pendinginan dilakukan dengan sangat lambat maka
kondisi ini dianggap sangat dekat dengan keadaan equilibrium, sehingga dalam hal ini
proses dapat dianggap sesuai dengan diagram equilibrium besi-karbida besi (diagram Fe-
Fe3C).
Gambar 9.1 Perubahan struktur mikro baja karbon 0.2% C pada pemanasan dan
pendinginan lambat (annealing). (a) struktur awal. Ferlit dan pearlit
butiran kasar. (b) sedikit diatas A1. Pearlit bertransformasi menjadi
austenite, ferrit belum berubah. (c) diatas A3 seluruhnya austenite
halus. (d) setelah pendinginan lambat, ferrit dan pearlit berbutir
temperatur pemanasannya terlalu tinggi, holding time terlalu lama atau salah satu
diantaranya maka akan menghasilkan butiran kristal austenite yang terlalu kasar. Dan bila
didinginkan lambat akan menghasilkan ferrit dan pearlite yang juga kasar.
Baja dapat menjadi keras apabila mendapat pengerjaan dingin, atau bila mengalami
pemanasan pada temperatur yang cukup tinggi dan didinginkan dengan cukup cepat.
Dalam beberapa hal pengerasan ini kurang disukai, untuk menghilangkan efek pengerasan
ini, baja dapat dilunakkan dengan full annealing. Dengan pemanasan pada annealing ini
akan terbentuk kristal austenite, dan bila didinginkan dengan lambat maka akan dihasilkan
kristal ferrit dan pearlite (pada baja hypoeutektoid) atau pearlite dan sementit network
(pada baja hypereutectoid) yang lebih lunak dari sebelumnya.
Setelah temperatur pemanasan ini dicapai, keadaan ini dipertahankan beberapa saat
agar austenite menjadi lebih homogen, kemudian dilakukan pendinginan lambat. Biasanya
pendinginan ini dilakukan didalam dapur pemanas, atau ditimbun dalam suatu bahan
penyekat panas.
Gambar 9.2. Daerah temperature pemanasan untuk annealing, nurmalising, dan hardening untuk
baja karbon.
Gambar 9.3. Daerah temperature pemanasan untuk annealing, nurmalising, dan hardening untuk
baja karbon.
Karena pendinginan pada full annealing ini sangat lambat, dapat dianggap
mendekati keadaan equilibrium maka struktur yang terjadi dapat diramalkan dari diagram
Fe-Fe3C, jadi untuk baja dengan kadar karbon tertentu dapat diramalkan beberapa bagian
pearlite dan bagian ferrit atau cementitnya. Sebaiknya juga dengan melihatnya dengan
mikroskop beberapa bagian pearlit dan ferrit / cementit agar dapat dihitung berapa kadar
karbon baja itu. Dan untuk baja hypoeutektoid dapat juga diperkirakan kekuatan tariknya :
annealing. Tetapi sesudah itu benda kerja dicelupkan dalam garam cair(salt balt) yaitu
garam yang dipanaskan hingga mencair dengan temperature sedikit dibawah temperature
kritis A1 (subcritical temperature) dan dibiarkan disana sampai transformasi austenite ke
pearlite selesai, lalu didinginkan di udara. Temperature salt balt sekitar 650°C.
9.3 Normalising
Dari gambar 2.2 dapat dilihat bahwa temperatur pemanasan untuk normalising
lebih tinggi daripada temperatur pemanasan untuk full anneaaling, sampai sekitar 50° C
diatas temperatur kritis atas A3 untuk baja hypoeutectoid, diatas temperatur Acm untuk baja
hypereutectoid, dan pendinginan dilakukan di udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada
pendinginan pada annealing. Karena pandinginan yang lebih cepat ini maka kesempatan
untuk pembentukan ferrit proentectoid (pada baja hypoeutectoid) atau sementit
proeutecyoid (pada baja hyperentectoid) akan lebih kecil. Sehingga ferrit proeutectoid atau
sementit proeutectoid yang terjadi akan lebih sedikit dan perlit akan lebih banyak (bila
dibandingkan dengan struktur yang diperoleh pada full annealing). Lihat gambar 2.3 yang
memperlihatkan struktur mikro dari baja karbon 0,52%C yang dinormalising. Pada gambar
itu tampak bahwa ferrit (putih) hanya sedikit padahal bila diannealing akan tampak ferrit
sebanyak kurang lebih 3/8 bagian.
Dari sini dapat dikatakan bahwa normalising merubah letak titik eulektoid, menjadi
lebih ke kiri pada baja hypoeutectoid, dan menjadi lebih ke kanan pada baja
hypereutectoid. Jadi eutectoid tidak lagi 0,8% C.
Pendinginan yang lebih cepat ini juga akan menyebabkan lamel sementit pada perlit
menjadi lebih tipis (lihat gambar 2.4) juga sementil network ( pada baja hypereutectoid)
menjadi lebih tipis atau terputus-putus.
Gambar .9.5. .Perbedaan tebal lamel pearlit yang terjadi pada annealing dan nomalising.
Jadi pada umumnya hasil dari normalising mempunyai struktur mikro lebih halus,
sehingga untuk baja dengan komposisi kimia yang sama akan mempunyai yield strengh,
ultimate strength, kekerasan, dan impact strenghtnya yang lebih tinggi dari pada yang
diperoleh dengan full anneaing dan machinabilitynya akan menjadi lebih baik.
Normalising juga sering dilakukan terhadap benda hasil tuangan atau hasil tempa
untuk menghilangkan tegangan dalam dan menghaluskan butiran kristalnya, sehingga
diperoleh sifat mekanik yang lebih baik.
austenit yang terlalu kasar ini didinginkan lebih cepat (seperti halnya pada normalising),
ferrit proeutectoid akan dapat berbentuk Widmanstaten structure. Widmanstaten structure
ini berupa pelat-pelat ferrit yang sejajar , yang tumbuh di dalam butir kristal austenit yang
terlalu besar tadi (lihat gambar 2.5). pada kondisi pendinginan yang agak cepat ini inti-inti
ferrit proeutectoid tidak tumbuh secara normal menjadi butir-butir kristal, tetapi ia akan
tumbuh dengan cepat membentuk ferrit berupa oelat-pelat ke arah bidang kristalografik
tertentu di dalam butir kristal austenit.
9.4. Spheroidizing
Baja hypereutectoid yang dianneal mempunyai struktur yang terdiri dari perlit yang
“terbungkus” oleh jaringan sementit. Adanya jaringan sementit yang sangat ini
menyebabkan baja ini mempunyai machinability rendah. Untuk memperbaikinya maka
cementit network tersebut harus “dihancurkan” ,yaitu dengan spheroidizing.
srtuktur mikro baja hypereutectoid 1,1% yang dianneal, strukturnya terdiri dari perlit yang
“dibungkus” oleh jaringan sementit. Pada Gambar 2.7 terlihat struktur mikro baja yang
sama tetapi yang dispheroidizing, tampak spheroidit yang tersebar dalam matriks ferit.
Dalam keadaan ini baja mempunyai ductility dan machinability yang maksimum,
sebaliknya kekerasan minimum. Speroidit ini akan makin besar bila holding time makin
panjang.
Sebenarnya kedua cara annealing ini hampir sama, temperatur pemanasannya tidak
melampaui temperatur kritis bawah A1, untuk baja karbon biasanya suhu tidak melebihi
550 – 650 o C. Stress relief annealing bertujuan untuk menghilangkan tegangan dalam yang
timbul sebagai akibat dari proses pengerjaan dingin atau machining yang dialami
sebelumnya. Benda kerja yang baru mengalami pengerjaan dingin atau machining yang
berat akan menyimpan tegangan dalam. Adanya tegangan dalam ini akan
mengakibatkannya menjadi getas. Untuk menghindari itu perlu dilakukan stress relief
annealing.
9.6 Homogenising
Struktur mikro dari benda tuangan biasanya dendritik, dan pada benda tersebut
terjadi coring (karena pendinginan tidak ekuilibrium). Hal ini akan memberikan sifat
mekanik yang kurang baik bagi benda tersebut. Untuk itu perlu dilakukan suatu usaha
untuk membuat struktur mikro menjadi lebih homogen, yaitu dengan homogenising.
BAB 10
LAKU PANAS KONDISI NON
EKUILIBRIUM
10.1 Pengerasan(hardening)
Pengerasan adalah salah satu proses laku panas dengan kondisi non-equilibrium,
laku panas yang pendinginannya berlangsung pada kondisi non – equilibrium, pendinginan
yang sangat cepat, sehingga struktur mikro yang. diperoleh adalah struktur mikro yang
tidak equilibrium.
Dalam beberapa hal, terutama bila diperlukan sifat tahan aus dari suatu bagian,
maka sifat kekerasan sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung pada
komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon, makin keras.
Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan merubah mikrostrukturnya. Kekerasan
yang sangat tinggi dapat diperoleh dengan melakukan proses laku panas untuk
memperoleh struktur martensit. Proses ini dinamakan proses pengerasan(hardening).
Pada suatu kondisi pemanasan belum tentu semua karbon dalam baja akan larut
didalam austenite, tergantung juga pada tingginya temperature pemanasan. Karena itu
kekerasan yang terjadi setelah proses hardening banyak tergantung pada beberapa hal yaitu
tingginya temperature austenitising, homogeneity dari austenite, laju pendinginan, kondisi
permukaan benda kerja, ukuran/berat benda kerja yang dikeraskan dan hardenability dari
baja itu sendiri.
Untuk baja hypereutectoid, bila temperature pemanasan tarlalu tinggi, maka kadar
karbon didalam austenitnya akan terlalu besar, sehingga pada pendinginan kembali
mungkin akan banyak tersisa austenite yang tidak bertransformasi(retained austenite),
yang juga akan mengakibatkan tidak tercapainya kekerasan yang maksimum, disamping
juga kemungkinan terjadinya distorsi/retak akan lebih besar.
Misalnya saja pada baja hypoeutektoid, pada waktu pemanasan mencapai kritis
bawah maka perlit mulai bertransformasi menjadi austenite dengan komposisi sekitar 0.8%
C, dan pada temperature yang lebih tinggi ferrit juga mulai menjadi austenite, tetapi
austenite yang terjadi ini masih mengandung karbon hanya sedikit. Pada saat temperature
pemanasan baru mencapai temperature kritis atas tentu saja masih aka nada austenite
dengan komposisi yang tidak sama satu dengan lainnya. Kalau sesudah itu dilakukan
quenching tentu juga akan didapatkan martensit dengan kadar karbon yang berbeda,
bahkan mungkin saja ada austenite yang tidak menjadi martensit(karena austenite dengan
kadar karbon rendah akan memiliki CCR yang sangat tinggi, yang mungkin tidak akan
tercapai oleh kondisi pendinginan yang digunakan).
Untuk membuat austenite menjadi lebih homogeny maka perlu diberi kesempatan
pada atom-atom untuk berdiffusi secara sempurna, artinya pada saat pemanasan perlu
diberi holding time yang cukup untuk dapat mencapai austenite yang homogen. Lamanya
holding time ini tergantung pada laju pemanasan, makin tinggi laju
pemanasannya(misalnya pemanasan dengan menggunakan salt bath) maka makin panjang
holding time yang harus diberikan. Pemanasan dengan menggunakan dapur listrik
biasa(laju pemanasannya rendah) tidak memerlukan holding time yang lama, karena
diffuse sudah berlangsung cukup banyak selama pemanasan mendekati temperature
austenitising.
tebal(tebal 0.005 inch) dapat memengaruhi laju pendinginan yang terjadi. Pendingian akan
terhambat, sehingga mungkin menyebabkan tidak tercapainya CCR. Juga ada
kecenderungan dari scale ini untuk pecah dan terlepas, sehingga menyebabkan laju
pendinginan di permukaan yang satu tidak sama dengan permukaan lain, tentunya juga
akan menghasilkan kekerasan yang berbeda-beda. Karena itu pembentukan scale ini
sedapat mungkin dicegah.
1. Cooper plating, melpiskan tembaga pada permukaan benda kerja sebagai pelindung
terhadap atmosfer, untuk mencegah terbentuknya scale.
2. Protective atmosfer, memasukkan gas yang tidak bereaksi dengan baja ke dalam
dapur pemanas. Biasanya gas yang digunakan adalah gas hydrogen, amoniak atau
gas-gas hasil pembakaran gas hydrocarbon, seperti methan atau propan.
Pembakaran gas ini dilakukan tersendiri, diluar dapur pemanas.
3. Liquid-salt pots(salth bath), pemanasan dilakukan dalam garam yang dicairkan,
yang bersifat netral terhadap baja, sehingga baja yang dipanaskan tercelup dalam
garam cair yang netral dan tidak akan teroksidir.
4. Cast iron chips, baja yang dipanaskan ditimbun dengan keping-keping besi
tuang(cast iron chips), sehingga oksigen yang masuk ke dapur pemanas lebih dulu
bereaksi dengan besi tuang tidak mencapai bajanya.
Bentuk yang sama dengan ukuran yang lebih besar akan memerkecil angka
perbandingan luas permukaan per berat. Dengan demikian bila didinginkan dalam media
pendingin yang sama laju pendinginan yang terjadi akan lebih rendah. Benda kerja yang
lebih kecil lebih mudah menjadi martensit.
BAB 11
HARDENABILITY
Hardness HRC
Carbon Content
Gambar. 10.1 Hubungan antara kadar karbon dalam austenite, jumlah martensit dan
kekerasan yang terjadi
Gambar diatas memperlihatkan kekerasan yang akan dicapai bila dapat diperoleh
sejumlah martensit dengan kadar karbon tertentu, tidak memperlihatkan bagaimana
sejumlah martensit itu diperoleh.
Bila sebuah benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka yang
paling cepat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan, atau dengna kata
lain bahwa laju pendinginan di permukaan akan paling tinggi, dan makin ke dalam akan
makin rendah (lihat Gambar 10.2)
Gambar tersebut memperlihatkan kurva pendinginan dari beberapa titik pada benda
kerja. Bila kurva pendinginan ini di plot pada diagram transfomasi (CCT diagram) akan
dapat terjadi bahwa bagian dekat permukaan mencapai CCR sedang bagian yang lebih
dalam mungkin tidak mencapai CCR (martensit makin sedikit), sehingga tentunya makin
ke dalam makin kurang keras.
Gambar. 11.2 Kurva pendinginan pada posisi di dalam batang berdiameter 1 inch, di
quench dalam air
Suatu batang baja setelah diquench, dipotong lalu diukur kekerasan dari titik-titik
pada penampang itu, mulai dari permukaan hingga ke pusatnya. Dari sini akan didapat
kurva distribusi kekerasan dari batang baja itu, disebut juga hardness-penetration diagram
atau hardness-traverse diagram. Gambar 9.4 memperlihatkan kurva distribusi kekerasan
dari tiga macam baja, masing-masing dengan diameter yang sama 100 mm. Ketiga baja
tersebut mempunyai kadar karbon yang hamper sama, hanya unsure paduannnya yang
berbeda karena itu kekerasan sehubungan dengan penurunan laju pendinginan pada titik
yang lebih ke dalam, akan berbeda.
Laju pendinginan pada benda kerja yang besar akan lebih lambar dari pada benda
kerja dengan ukuran yang lebih kecil, sehingga mungkin saja suatu baja yang sama bila
dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dapat mencapai kekerasan yang tinggi sampai ke
bagian tengahnya, sedangkan yang dibuat dengan ukuran lebih besar mungkin hanya
bagian permukaan saja yang dapat mencapai kekerasan maksimum (lihat Gamabr 9.5).
Pada batang dengan diameter 25 mm kekerasaannya pada kedalaman 12.5 mm masih sama
dengan kekerasan di permukaan, tetapi pada batang dengan diameter 50 mm pada titik
dengan kedalaman yang sama kekerasannya sudah lebih rendah, apalagi batang dengan
diameter 100 mm, jauh lebih rendah lagi. Hal ini tampak dengan makin terjalnya hardness
traverse diagram dari batang dengan diameter yang makin besar.
Dan perlu diingat bahwa pada suatu baja dengan komposisi kimia dan austenite
grain size yang sama, bila mengalami pendinginan dengan laju pendinginan yang sama
akan mempunyai struktur yang sama dan karenanya akan mempunyai kekerasan yang
sama, tidak tergantung pada bentuk dan ukuran benda kerja serta kondisi pendinginan.
Ada dua cara yang sering dilakukan untuk mengukur/menguji hardenability, yaitu
dengan acara Jominy dan dengan cara Grossman.
A B
Gambar 9.6 Jominy hardenability
Dari baja yang akan diuji dibuat spesimen berbentuk batang silindrik diameter 25 mm (1n)
panjang 100 mm (4n). Spesimen dipanaskan sampai temperature austenitising yang
dianjurkan untuk baja tersebut dan dengan holding time yang memadai. Setelah itu
spesimen dikeluarkan dari dapur dan ditempatkan ke suatu pemegang (frame) dan
ujungnya disemprot dengan pancaran air yang keluar dari sebuah nozzle berdiameter 12,5
mm (1/2n). Jarak antara ujung spesimen dengan ujung nozzle 12,5 mm (1/2n), tinggi
pancaran air (bebas) 65 mm (2 1/2n), lihat Gambar 3.9. Setelah dingin spesimen diambil
dan diukur kekerasannya sepanjang sisi silinder. Dari hasil pengukuran kekerasan itu lalu
dibuat grafik kekerasan terhadap jarak dari ujung quench, seperti Gambar 3.10, grafik ini
dinamakan hardenability curve.
Setiap titik spesimen Jominy ini mengalami pendinginan dengan laju tertentu, yang
besarnya dapat dianggap sama untuk titik yang sama pada spesimen lain. Besarnya laju
pendinginan pada setiap titik pada spesimen Jominy. Karena pada suatu baja dengan
komposisi kimia tertentu yang mengalami laju pendinginan yang sama akan mempunyai
struktur yang sama dan kekerasannya akan sama maka dengan memperhitungkan laju
pendinginan yang akan terjadi pada suatu titik pada suatu benda kerja akan dapat
diramalkan berapa kekerasan yang akan terjadi pada titik itum dengan melihat pada titik
pada spesimen Jominy yang mengalami pendinginan dengan laju yang sama. Sehingga dari
sini akan dapat diramalkan bagaimana distribusi kekerasan pada penampang suatu benda
kerja.
Kekerasan maksimum suatu baja pada dasarnya tergantung pada kadar karbon,
sedangkan hardenability tergantung pada komposisi kimia ( kadar karbon dan unsur
paduannya) dan besar butir austenitnya. Gambar 9.8 memperlihatkan perbandingan
hardenability 3 jenis baja, yang masing-masing mempunyai kadar karbon yang sama tetapi
mengandung unsur paduan yang berbeda. Dari situ tampak bahwa kekerasan maksimum
ketiga baja itu sama, tetapi baja AISI 4840 mempunyai hardenability paling tinggi, ia tetap
dapat mencapai kekerasan yang tinggi walaupun didinginkan dengan laju pendinginan
yang rendah (pada Jominy distance 12/10n = laju pendinginan 15,3 oF/detik, baja AISI
4340 dapat mencapai kekerasan 50 Rc, sedangkan baja yang lain lebih rendah
Gambar. 11.8 Kurva hardenability baja paduan AISI 4340, 4140 dan 5140
standar baja komposisi kimia ditetapkan dalam batas-batas range tertentu, sehingga
hardenability suatu baja dari suatu standar akan dapat sangat bervariasi. Sedangkan untuk
beberapa keperluan diperlukan baja dengan hardenability yang lebih terjamin. Untuk itu
kemudian dibuat standar baja dengan jaminan pada hardenabilitynya, bukan hanya
komposisi kimianya. Pada standar AISI baja ini dinyatakan dengan member huruf H di
belakang nomor kode bajanya. Misalnya pada AISI 4140H, baja ini dijamin mempunyai
hardenability dalama batas-batas tertentu, seperti dinyatakan dengan hardenability bund
baja itu. Dengan hardenability band ini dapat diketahui batas-batas maksimum/minimum
kekerasan baja itu pada jarak Jominy tertentu atau batas-batas jarak Jominy yang
menghasilkan kekerasan tertentu.
Gambar 11.9. Penetrasi kekerasan baja 1046 (kiri) dan 6140 (kanan), pada
berbagai diameter
Diameter kritis ideal merupakan ukuran dari hardenability suatu baja dan tidak
equivalensinya terhadap titik pada spesimen jominy yang mengalami pendinginan dengan
laju pendinginan yang sama. Dengan melihat data hardenabilitynya dapat dicari mana yang
mampu memberi kekerasan itu.
Dengan prinsip yang sama, data hardenability juga dapat dipergunakan untuk
menetapkan kondisi pendinginan untuk dapat mencapai kekerasan tertentu dari suatu
benda kerja. Atau sebaliknya dpat dipergunakan untuk meramalkan tebalnya kekerasan
yang terjadi bila suatu baja didinginkan dengan suatu kondisi pendinginan tertentu. Data
hardenability juga sangat membantu dalam meramalkan apakah baja yang didinginkan
dengan suatu kondisi pendinginan akan mengalami pengerasan.
11.4 Tempering
Baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit, pada kondisi quenched,
biasanya sangat getas, sehingga tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Pembentukan
martensit juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat tinggi, dan ini sangat tidak disukai.
Karena itu biasanya, atau hampir selalu setelah pengerasan kemudian segera diikuti
dengan tempering, untuk menghilangkan/mengurangi tegangan sisa dan mengembalikan
sebagian keuletan dan ketangguhannya. Kembalinya sebagian keuletan/ketangguhan ini
didapat dengan mengorbankan sebagian kekuatan dan kekerasan yang tel;ah dicapai pada
proses pengerasan.
Tempering dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan tadi
pada temperatur di bawah temperatur kritis bawah(A1), membiarkannya beberapa saat
pada temperatur tersebut, lalu didinginkan kembali. Dengan pemanasan kembali ini
martensit, yang merupakan suatu struktur metastabil yang berupa larutan padat
supersaturated dimana karbon terperangkap dalam struktur body center tetragonal BCT,
akan mulai mengeluarkan karbon yang berpresipitasi sebagai karbida besi, sedang BCT
berangsur mulai menjadi BCC(besi alpha Ferrit). Dengan keluarnya karbon maka tegangan
di dalam struktur BCT akan berkurang sehingga kekerasannya juga berkurang. Turunnya
kekerasan ini akan semakin banyak bila temperatur pemanasan semakin tinggi/holding
time makin lama.
Secara umum dapat dikatakan bahwa bila temperatur tempering makin tinggi maka
kekerasannya akan makin rendah sedang ketangguhannya akan semakin tinggi. Pernyataan
ini memang benar bila ketangguhan diukur dengan test tarik, tetapi tidak
Gambar 11.11 Kekerasan dan impact strength sebagai fungsi temperature tempering.
seluruhnya benar bila ketangguhan diukur dengan impact test. Kebanyakan baja akan
mengalami penurunan ketangguhan(notch bar toughness) bila ditemper pada temperatur
antara 400-800 farenheit(200-425 celcius), sedang kekerasannya juga tetap menurun.
Karena itu temperatur tempering 200-425 celcius dianggap sebagai pemisah antara
penggunaan yang memerlukan kekerasan tinggi dengan yang memerlukan ketangguhan
tinggi. Bila yang didinginkan adalah kekerasan yang tinggi atau sifat bahan tahan aus
maka tempering dilakukan pada temperatur di bawah 200 derajat celcius, bila yang
diinginkan adalah ketangguhan yang tinggi maka tempering dialkukan pada temperatur
diatas 425 derajat celcius. Bila pada benda kerja tidak terdapat “stress raiser” atau takikan,
tempering pada temperatur antara 200-425 celcius tidak berakibat buruk.
Tegangan sisa sebagian besar akan hilang bila di lakukan tempering pada temperatur
200 derajat celcius, dan hampir habis samasekali pada 500 derajat celcius.
Beberapa jenis baja paduan memperlihatkan fenomena yang dikenal sebagai temper
britellness, yaitu turunnya ketangguhan impact bila ditemper pada 550-675 derajat celcius
dan didinginkan lambat. Hal ini mungkin ditimbulkan karena terjadinya presipitasi suatu
fase dari kristal ferrit. Temper britellness sering terjadi pada baja chrom nikel dan baja
paduan lain dengan kadar karbon yang relatif tinggi. Tampaknya chrom, nikel, mangan
dan fosfor mendorong terjadinya kecenderungan untuk mengalami temper britellness,
sedang molybden mencegahnya. Untuk menghindari terjadinya temper britellness dapat
dilakukan dengan memercepat pebdinginan setelah tempering.
Martensit, seperti telah diterangkan di depan, adalah suatu larutan padat lewat jenuh
dari karbon yan terperangkap dalam struktur besi body center tetragonal. Ini adalah
struktur yang metastabil, akan dapat berubah menjadi struktur yang stabil(yaitu besi BCC)
bila diberi energi(misalnya energi panas, seperti yang dilakukan dengan tempering).
Dengan memberikan panas maka BCT secara berangsur akan menjadi BCC, karena BCC
tidak mampu melarutkan karbon maka karbon yan tadinyaterperangkap itu akan
berpresipitasi keluar dan membentuk karbida. Dengan makin tingginya temperatur
tempering maka karbida ini akan menggumpal makin besar
Bila baja karbon ditemper pada temperatur antara 40-200 derajat celcius akan
diperoleh struktur yang bila dietch akan bewarna gelap, yang dinamakan black martensit,
dalam hal ini martensit mulai berkurang tetragonalnya, dan mulai terbentuk presipitat
karbida besi(epsilon karbid) yang sangat halus(submikroskopik). Terjadinya presipitat
yang sangat halus ini sedikit menaikkan kekerasan. Baja masih memiliki
kekerasan/keuletan tinggi. Ketangguhan/keuletan rendah dan sebagian tegangan sisa mulai
hilang.
Gambar 11.12 Tempered dan nontempered martensite pada baja 1045, water
quenched, tempered 600 F
Gambar 11.13 Baja 1045 water quenched, tempered 1150 F, sorbite (precipitated
carbide particle in ferrite matrix).
bila semua produk tempering disebut sebagai tempered martensit. Produk transformasi
martensit dan austenit didasarkan pada sebuah bagan gambar dibawah ini
Gambar 11.15 Skema struktur yang terjadi pada pemanasan martensit dari baja eutectoid.
Pada proses tempering sebenarnya adalah proses pemberian energi panas kepada
martensit, tentunya banyaknya energi yan disalurkan akan tergantung tidak hanya pada
temperatur tetapi juga waktu. Pada pembahasan diatas waktu tempering dianggap sama
yaitu 1 jam. Hasil yang sama akan diperoleh dengan menggunakan temperatur yang
lebih tinggi dan waktu yang lebih pendek atau temperatur yang lebih rendah dan waktu
yang lebih panjang.
Gambar 11.16. Variasi impact strength terhadap temperature pengujian, pada 3 macam
struktur yang distemper. Kekuatan sama, 125.000 psi.
Gambar
Gambar 9.18Diagram
11.18 Diagram transformasi
transformasi
dengan skema pendinginan
dengan skema pendinginan
martemperingmartempering
Cara lain untuk mencegah terjadinya distorsi / retak pada saat melakukan pengerasan
baja yaitu dengan martempering. Martempering adalah pengerasan benda kerja melalui
pendinginan dari suhu pengerasan ke dalam larutan garam-garaman atau metal bath (di
bawah Ms) dan menahan sampai suhunya merata kemudian diikuti dengan pendinginan
sampai suhu kamar.
Bagaimana arah dan besarnya tegangan sisa yang terjadi pada suatu proses laku panas
merupakan masalah yang cukup kompleks karena dipengaruhi oleh banyak faktor,
terutama bentuk / ukuran benda kerja, hardenabilitynya, koefisien perambatan panas dan
muai panasnya, media pendinginnya, dan lain-lain.
Pada temperature yang lebih tinggi, yield dan kekuatan patah menjadi lebih rendah dan
struktur yang terjadi, misalnya ferit, perlit, bainit, dan martensit mempunyai sifat / keuletan
yang berbeda satu sama lain sehingga reaksinya terhadap tegangan yang timbul pun akan
berbeda. Namun demikian, masalah tegangan sisa ini perlu mendapat perhatian pada saat
melakukan suatu proses laku panas, terutama pengerasan.
Hardness HRC
Carbon Content
Gambar.1. Hubungan antara kadar karbon dalam austenite, jumlah martensit dan
kekerasan yang terjadi
Percobaan jominy ini berguna untuk mendapatkan data hardenability, sehingga dapat
dipergunakan dalam memilih baja yang sesuai dengan kebutuhan. Data hardenability ini juga dapat
dipergunakan untuk menetapkan kondisi pendinginan. Untuk dapat mencapai kekerasan tertentu
dari suatu benda kerja atau dapat dipergunakan untuk meramalkan besarnya pengerasan yang
terjadi bila suatu baja didinginkan dengan suatu kondisi pendinginan tertentu..
2. Dasar Teori
Suatu baja pada dasarnya memiliki kekerasan maksimum yang tergantung pada pada
komposisi kimia (kadar karbon dan unsur paduannya) dan martensit yang terbentuk pada saat
pendinginan. Makin tinggi kadar karbonnya berpengaruh terhadap banyaknya martensit yang
terbentuk, sehingga berpengaruh terhadap kekerasan.
4. Prosedur percobaan
1) Benda kerja dimasukkan ke dalam oven pemanas dengan temperatur austenisasi dan diberi
holding time selama waktu tertentu
2) Setelah itu benda uji dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada nozzle selama 10 menit.
3) Setelah dingin benda uji dibersihkan permukaannya dengan menggunakan kertas gosok.
4) Benda uji diukur nilai kekerasannya.
5. Hasil
Setelah didapatkan data hasil uji jominy, susunlah laporan praktikum berdasarkan pedoman
sebagai berikut:
1. Jelaskan pengaruh pendinginan (termasuk media pendinginan dan laju pendinginan)
terhadap kekerasan logam. Mengapa demikian?
2. Jelaskan pengaruh hoding time terhadap kekerasan suatu logam.
3. Mengapa terdapat perbedaan kekerasan pada jarak tertentu dalam jouminy test. Dan
mengapa pada titik tertentu cenderung naik ataupun turun nilai kekerasannya.
4. kondisi seperti apakan yang dapat memaksimalkan kekerasan suatu logam, dan apa
kerugiannya terhadap sifat mekanik yang lain.
BAB 12
PENGERASAN PERMUKAAN
12.1 Macam macam carburising
Kemudian Cat ini adalah atom karbon aktif, yang dapat berdiffusi kedalam
baja. Karbonat pada carburizing compound berfungsi sebagai energizer atau
aktifator yang mempercepat prosses carburizing yaitu dengan menghasilkan
sejumlah CO2 dari reaksi dekomposisinya :
BaCO2 BaO + CO2
Dengan kemudian bereaksi dengan karbon membentuk CO.
Temp.(F)
Time(H)
1500 1550 1600 1650 1700 1750
1 0.012 0.015 0.018 0.021 0.025 0.029
2 0.017 0.021 0.025 0.030 0.035 0.041
3 0.021 0.025 0.031 0.037 0.043 0.051
4 0.024 0.029 0.035 0.042 0.050 0.059
5 0.027 0.033 0.040 0.047 0.056 0.066
6 0.030 0.036 0.043 0.052 0.061 0.072
7 0.032 0.039 0.047 0.056 0.066 0.078
8 0.034 0.041 0.050 0.060 0.071 0.083
9 0.036 0.044 0.053 0.063 0.075 0.088
10 0.038 0.046 0.056 0.067 0.079 0.093
11 0.040 0.048 0.059 0.070 0.083 0.097
12 0.042 0.051 0.061 0.073 0.087 0.102
13 0.044 0.053 0.064 0.076 0.090 0.106
14 0.046 0.055 0.066 0.079 0.094 0.110
15 0.047 0.057 0.068 0.082 0.097 0.114
16 0.048 0.059 0.071 0.084 0.100 0.117
17 0.050 0.060 0.073 0.087 0.103 0.121
18 0.051 0.062 0.075 0.090 0.106 0.125
19 0.053 0.064 0.077 0.092 0.109 0.128
20 0.054 0.066 0.079 0.094 0.112 0.131
21 0.055 0.067 0.081 0.097 0.114 0.134
22 0.056 0.069 0.083 0.099 0.117 0.138
23 0.058 0.070 0.085 0.101 0.120 0.141
24 0.059 0.072 0.086 0.102 0.122 0.144
Tebal kulit pengerasan case depth juga tergantung pada lama holding time
dan temperatur holding time serta kandungan synide dalam salt bath (biasanya
digunakan campuran 40 – 50 % NaCN), sedang selama pemakaiannya kandungan
cyanide ini terus berkurang karena itu secara periodic komposisi salt bath harus
selalu diperiksakan, dipertahankan konstan.
Pada salt bath proses diffesi dapat berlangsung lebih cepat, juga tidak tejadi scale
(permukaan bersih) sehingga juga dapat lengsung diquench. Hanya saja sesudah
selesai seluruh proses benda kerja harus dibersihkan dari sisa-sisa garam untuk
menghindari korosi. Di samping itu proses ini harus dilakukansangat berhati-hati
karena garam cyanide adalah senyawa yang sangat beracun..
kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir yang berlebihan. Baja yang mengalami hal ini
dinamakan coarse greined steel. Bila dari sini langsung diquench mungkin akan diperoleh
benda keja yang getas/terdistorai. Baja yang mengandung unsure paduan yang dapat
mencegah terjadinya pertumbuhan butir, dinamakn fine greined steel, dapat langsung
diquench.
Seperti telah dijelaskan didepan bahwa pada bagian luar kulit kadar karbonya tinggi
(hyperenektoid), bila langsung diquench akan mengakibatkan terjadinya auntenit sisa yang
berlebihan, dalam hal ini sebaiknya dilakukan pendinginan dan pemanasan kembali untuk
meratakan kadar karbon pada kulit. Demikian pula halnya dengan baja paduan, sebaiknya
tidak langsung diquench.
Secara akematis bebrapa perlakuan panas setetelah carburizing dengan keternagan
mengenai kondisi yang terjadi pada kulit (case) dan intinyan (core). Kekerasan yang sangat
tinggi (sampai Rc 70) langsung terjadi setelah terjadinya nitride, tanpa perlu melakukan
quenching. Dengan demikian benda kerja terhindar dari kemungkinan distrosi/retak dan
tegangan sisa. Nitrida yang terbentuk sangat stabil, kekerasanya hampir tidak berubah
dengan pemanasan walaupun sampai lebih dari 600 0C (dibandingkan dengan mertensil
yang mulai menjadi lunak pada temperature yang jauh lebih rendah 200 0C).
Walaupun proses nitriding ini berlangsung lama sekali tetapi tebal kulit yang terjadi
tipis sekali. Baja untuk dinitriding biasanya tidak boleh terlalu lunak, 0,3 – 0,4 % C, agar
mampu mendukung kulit yang terlalu tipis tadi. Biasanya benda benda kerja harus sudah
dinathicinhg halus dan ukuran sudah sangat mendekati ukuran akhir, sehingga sesudah di
natriding tidak ada lagi proses machining selain pholising/lapping.
Baja yang dinitriding mempunyai sifat tahan aus yang sangat baik, juga sifat
terhadap kelelehan menjadi lebih baik. Demikian juga sifat korosinya
salt bath juga sam dengan yag terjadi pada liquid carburizing hanya saja karena
temperature pemanasan yang dipakai lebih rendah, maka diffuse nitrogen cukup banyak.
Dengan salt bath yang mengandung g 25 – 45 % NaCN pada pemansan 550 – 600
0
C dan holding time selam 5 – 30 menit akan diperoleh kulit (case) yang sangat tipis, 0,02
– 0.04 mm. kulit ini memiliki kekerasan tinggi dan tahan aus. Hal ini sering dilakukan
terhadap baja perkakas (HSS, high speed steel).
Gyaniding yang sering dilakukan adalah dengan mengunakan salt bath dengan
kandungan cyanide sekitar 30%, dengan pemansan pada 800-850 0C., holding time bisa
sampai 1,5 jam. Pada kulit diperoleh kandungan nitrogen sampai 0,5 %, dengan kadar
karbon 0,5 – 0,8 %. Walupun kadar karbonya rendah kekerasan yang tinggi dapat tercapai
setelah diquench.
Dengan mengunakan salt baht mengandung sedikit cyanide (6-10% NaCN dan
tempertur lebih tinggi 900-950 0C. dapat diperoleh kulit yang lebih tebal, sampai 1.5 mm.
dan kadar karbon pada kulit dapat mencapai 1-1,2 % sedang nitrogenya hanya 0,2%.
Pada cyaniding komposisi salt bath dan temperature pemanasan sanggat
berpengaruh terhadap tebal dan komposisi kimia dari kulit. Dengan temperayr pemansan
makin timggi dan kandunagan NaCN dalam salt bath yang makin rendah akan
menghasilkan case depth (tebal kulit) yang makin besar, dan kadar karbon dari kulit yang
makin tinggi (kadar nitrogen makin rendah). Umtuk proses yang menghasilkan kulit
dengan kadar karbon yang cukup tinggi (> 0,1 % C) perlu dilakukan quenching dan
tempering.
Carbonitriding, dapat diangap sebagai modifikasi dari gas carburizing, mengunakan
gas seperti pada gas carburizing (campuran gas-gas terdiri dari karbon monoksida dan gas
hidro karbon) yang diperkaya dengan gas ammonia. Dengan demikian yang berdiffusi juga
bukan hanya karbon tetapi karbon dan nitrogen. Proses berlangsung pada temperature yang
lebih rendah.
Dengan larutnya karbon dan nitrogen pada kulit maka ini akan mempertinggi
hardenabilty, sehingga quenching tidak perlu terlalu drastic pendinginannya, apalagi juga
temperatur pemanasan selama difusi lebih rendah, maka kemungkinan terjadinya
distorsi/retak akan lebih rendah.
Kekerasan yang dihasilkan dari cyaniding dan carbonitriding akan lebih stabil
daripada yang diperoleh dari carburising, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak mudah
menjadi lunak karena pemanasan.
Pada flame hardening dan induction hardening komposisi kimia dan permukaan
benda kerja tidak berubah. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan hanya bagian
permukaan. Pada flame hardening ini dilakukan dengan menyemburkan api dengan
intensitas tinggi ke permukaan, biasanya dengan api dari brander oxyacetylene, sehingga
sebelum panas sampai menjalar ke bagian dalam permukaan sudah mencapai temperature
austenising. Kemudian segera di quench. Dengan demikian di bagian permukaan terbentuk
martensit, sedang di bagian dalam tetap seperti semula. Karena itu baja yang akan di flame
hardening harus mempunyai hardenability yang memadai, kadar karbonnya 0,30%-0,60%.
Proses ini cukup sederhana sehingga dapat dikerjakan secara manual dengan
menggunakan welding torch (brander las acetylen) permukaan dipanaskan sampai ke
temperature austenising lalu benda kerja dicelup ke dalam air atau minyak. Tetapi cara ini
hanya dapat dilakukan terhadap benda kerja dengan ukuran kecil. Untuk ukuran yang lebih
besar diperlukan brander dan peralatan khusus. Pada brander selain penyembur api juga
terpasang penyemprot air di dekatnya , juga diperlukan alat untuk mengatur gerakan
brander/benda kerja.
Kekerasan kulit terutama tergantung pada kadar karbon dari bajanya. Sedang tebal
kulit tergantung pada seberapa tebal bagian permukaan yang mengalami pemanasan
sampai menjadi austenite dan didinginkan dengan laju pendinginan mencapai laju
pendinginan kritis. Hal ini banyak tergantung pada intensitas pemanasan, yang ditentukan
oleh jarak antara permukaan benda kerja dengan ujung brander, dan lamanya pemanasan
atau kecepatan gerakan antara brander dengan benda kerja. Dengan mengatur variable-
variabel tersebut akan dapat diperoleh kedalaman pengerasan yangdiinginkan. Setelah
diquench benda kerja perlu distemper untuk mengurangi tegangan sisa.
Pada prinsipnya induction hardening sama dengan flame hardening, hanya saja di
sini pemanasan ditimbulkan oleh arus induksi yang terjadi karena adanya medan magnit
yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Dari teori kelistrikan diketahui bahwa disekitar
konduktor yang dialiri arus listrik akan timbul medan magnit yang besar dan arahnya
tergantung pada besar dan arah arus yang mengalir. Bila yang mengalir itu arus bolak-balik
besar dan arah medan magnit yang timbul juga akn selalu berubah, dan medan magnit yang
besarnya berubah ini dapat menimbulkan arus listrik., arus induksi yang disebut eddy
current, pada konduktor yang ferromagnetic. Arus induksi ini akan menimbulkan panas,
dank arena arus induksi ini terjadi pada permukaan maka panas akan terjadi di permukaan .
panas yang timbul ini akan sangat intans bila arus bolak-balik yang menimbulkan induksi
ini adalah arus bolak-balik dengan frekwensi tinggi. Untuk menimbulkan pemanasan pada
suatu benda kerja maka benda kerja diletakkan di dekat koil yang dialiri arus bolak-balik
frekuensi tinggi. Ada beberapa bentuk koil yang sering digunakan (Lihat gambar 10.6)
Baja yang diinduction-hardening biasanya memperlihatkan distorsi yang lebih sedikit dari
pada yang yang di quench dari dapur. Baja yang telah mengalami quench dan temper dapat
dikeraskan dengan kulit yang sangat tipis dan kekerasan yang cukup tinggi.
BAB 12 A PRAKTIKUM
PROSES LAKU PANAS
1. Pendahuluan
Proses laku panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan
kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam dalam keadaan padat, sebagai upaya
untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Dari sini tampak bahwa proses laku panas dapat
digunakan untuk melakukan manipulasi sifat mekanik sesuai dengan kebutuhan dan
keperluan.
Baja adalah paduan yang banyak diproduksi atau digunakan dan juga paling sering
diberikan laku panas dalam proses produksinya. Proses laku panas pada baja pada
umumnya akan melibatkan transformasi atau dekompisisi austenit inilah yang akan
menentukan sifat fisik dan mekanik baja yang mengalami proses laku panas.
Proses laku panas pada dasarnya terdari dari beberapa tahapan dimulai dengan
pemanasan sampai ketemperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan beberapa saat,
baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu. Yang membedakan
proses laku-panas dengan proses laku-panas yang lain adalah :
1. Tinggi temperatur pemanasan.
2. Lamanya waktu penahanan
3. Laju pendinginan.
Selama pemanasan, yang biasa dilakukan hingga mencapai daerah austenit, baja akan
mengalami transformasi fase, akan terbentuk austenit. Dengan memberikan waktu
penahanan yang cukup akan memberikan kesempatan kepada atom-atom untuk berdiffusi
menghomogenkan austenit yang baru terbentuk itu. Pada pendinginan kembali, austenit
akan bertransformasi lagi dan struktur mikro yang terbentuk tergantung pada laju
pendinginan. Dengan laju pendinginan yang berbeda akan terbentuk strukturmikro yang
berbeda, tentunya sifat mekaniknyapun akan berbeda.
2. Dasar Teori
Adapun laku panas yang dilakukan, karena mempunyai tujuan tertentu, seperti
a. Temperatur austenitising :
- Baja hypoeutektoid 25 – 50 oC di atas temperatur kritis atas A3
- Baja hypereutektoid 25 – 50 oC di atas temperatur kritis bawah A1
b. Waktu penahanan (holding time)
Agar austenit menjadi lebih homogen, maka perlu diberi kesempatan pada atom-atom
untuk berdifusi
c. Laju Pendinginan
Laju pendinginan tergantung beberapa faktor, antara lain :
Jenis media pendinginnya
Temperatur media pendingin
Kuatnya sirkulasi
4. Prosedur percobaan
4.1. Laku panas kondisi setimbang dan tidak setimbang
1) Benda kerja dimasukkan ke dalam oven pemanas dengan temperatur yang telah
ditentukan dan diberi waktu penahanan sesuai dengan ketentuan (Setiap kelompok
mempunyai tugas temperatur pemanasan dan waktu penahanan yang berbeda)
2) Setelah itu benda kerja dikeluarkan dari oven dengan mengunakan tang penjepit
dan didinginkan dengan medium udara untuk laku panas kondisi setimbang, serta
dengan medium air untuk laku panas kondisi tidak setimbang
3) Bendakerja dibiarkan sampai dingin.
4) Setelah didapat hasil proses tersebut kemudian benda kerja di ampelas dengan
menggunakan kertas gosok sampai rata dan mengkilat.
5) Kemudian dilakukan uji kekerasan dan metalografi
5 Hasil
Selama proses laku panas berlangsung, amatilah proses kerjanya kemudian rangkumlah
pertanyaan berikut dalam sebuah laporan praktikum.
1) Apakah yang dimaksud dengan laku panas kondisi setimbang dan laku panas
kondisi tidak setimbang.
2) Apakah tujuan laku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak
setimbang., jelaskan.
3) Apakah perbedaan antara laku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi
tidak setimbang, jelaskan.
4) Pada laku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak setimbang,
mengapa temperatur pemanasan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah,
jelaskan.
5) Bagaimanakah cara untuk pengerasan permukaan.