Anda di halaman 1dari 274

ITS - SURABAYA 2015

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Pengetahuan Bahan Teknik
Bahan atau material merupakan kebutuhan bagi manusia mulai zaman dahulu
sampai sekarang yaitu bahan yang dapat di peroleh manusia dan dapat diproses untuk
menampilkan sifat yang di inginkan membuat benda. Kehidupan manusia modern selalu
berhubungan dengan kebutuhan bahan seperti pada transportasi, rumah, pakaian,
komunikasi, rekreasi, produk makanan dll. Kini kita menyadari bahwa material salah satu
sumber daya utama bagi manusia, setara dengan ruang hidup, makanan, energi, informasi,
dan tenaga manusia sendiri.

Slide no.3. Mobil


Suatu sistem yang tersusun atas material-material, masing-masing dengan karakteristik yang cocok
untuk pemrosesan, bentuk yang sesuai untuk perakitan, dan sifat yang spesifik untuk pemakaian.

Berkat penyempurnaan-penyempurnaan material yang dilakukan oleh para peneliti


dan ahli teknologi selama ini, orang dapat membuat produk yang lebih baik. Misal,

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 1


ITS - SURABAYA 2015

pakaian kita lebih mampu melindungi dari cuaca dan lebih menarik, perkakas meringankan
beban kita, rumah kita lebih menjadi lebih nyaman, persenjataan kita semakin canggih
sehingga kita akan terlindungi dari ancaman musuh hinggga kendaraan yang lebih canggih
lainnya.
Pada 50 tahun terakhir para saintis menemukan hubungan sifat - sifat bahan dengan elemen
struktur bahan. Sehingga bisa diciptakan puluhan ribu jenis bahan yang mempunyai sifat -
sifat yang berbeda.

1.2 Klasifikasi Bahan Teknik


Secara garis besar bahan teknik dapat diklafikasikan sebagai berikut :

BAHAN

LOGAM BUKAN LOGAM


• Keramik
• Polimer
• Komposit
• Dll

LOGAM BESI LOGAM BUKAN BESI


• Besi
• Baja
• Baja Paduan L. MULIA L. REFRAKTORI
• Baja tahan karat
• Baja Perkakas
Perak - V
Emas - Co
L. BERAT Platina - Dll L. RINGAN

• Plutonium
L. RADIO AKTIF • Radium
• Uranium
• Dll

Nikel - Perunggu (Cu + Sn) - Al - Avional


Seng - Kuningan (Cu + Zn) - Mg - Dll
Tembaga - Dll - Berylium
Chrom

L. MURNI L. PADUAN L. MURNI L. PADUAN

Slide no.5. Klasifikasi bahan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 2


ITS - SURABAYA 2015

Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :


1. Bahan Logam, yang dapat dibagi menjadi :
a. Logam Ferrous
b. Logam Non-ferrous
2. Bahan Non-logam, yang dapat dibagi menjadi :
a. Plastik ( polimer ) adalah senyawa karbon dengan rantai
molekul panjang, termasuk bahan plastik
dan karet.
b. Keramik ( ceramic ) campuran / senyawa
logam + non logam

c. Komposit ( composite ) adalah campuran lebih dari satu bahan


(misal ; keramik dengan polimer )
a. Semi konduktor : adalah bahan-bahan
yang mempunyai sifat setengah
menghantar. elektronik : IC, transistor
b. Biomaterial : bahan yang digunakan pada komponen-
komponen yang dimasukkan ketubuh manusia
untuk menggantikan bagian tubuh yang sakit atau rusak.
Dalam dunia Teknik Mesin pada umumnya memang bahan logam, terutama logam
ferrous, memegang peranan yang sangat penting, tetapi bahan-bahan lain tetap tidak dapat
diabaikan. Bahan-bahan non-logam seringkali juga dipergunakan karena bahan-bahan
tersebut memiliki sifat khas yang tidak dimiliki oleh bahan-bahan logam. Juga
perkembangan teknologi sering menuntut digantikannya logam dengan bahan lain, seperti
plastik misalnya yang sudah mendapat tempat dalam konstruksi mesin.
Bahan-bahan dari jenis keramik makin banyak mendapat tempat, mulai dari
berbagai abrasive, pahat potong, batu tahan api, kaca dll, bahkan juga teknologi, roket dan
penerbangan angkasa luar sangat memerlukan keramik.
Perkembangan bahan logam ferrous telah mencapai kemajuan sangat tinggi, terlihat
dengan banyaknya jenis baja/besi yang telah diproduksi dan dengan kualitas yang makin
tinggi. Tetapi perkembangan teknologi menuntut pula penggunaan berbagai jenis logam
non-ferrous, baik yang masih “tradisional”, seperti tembaga, seng, timah dll, juga yang
relatif baru, sebagai serat (fibre), seperti dikenal sekarang sudah ada serat grafit (graphite

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 3


ITS - SURABAYA 2015

fibre), serat gelas (glass fibre) dan beberapa serat logam. Serat-serat tersebut mempunyai
kekuatan yang lebih tinggi daripada yang berbentuk massif.

1.3 Kegunaan Bahan Teknik


Dalam dunia teknik mesin pada umumnya bahan logam, terutama logam ferrous,
memegang peranan yang sangat penting, tetapi bahan-bahan lain tetap tidak di abaikan.
Bahan-bahan non-logam seringkali juga dipergunakan karena bahan-bahan tersebut
memiliki sifat khas yang tidak dimiliki oleh bahan-bahan logam. Dalam perkembanngan
teknologi sering menunutu digantikannya logam dengan bahan lain, seperti plastic,
keramik,karet dll.
Bahan-bahan keramik sering dipakai dalam permesinan, mulai dari berbagai
abrasive, pahat potong, batu tahan api, kaca dll, bahkan teknologi roket dan penerbangan
angkasa lua sangat memerlukan keramik.

Slide no.6. Pesawat dan konstruksi jembatan


Pemakaian bahan semakin luas, karena bahan tersebut memiliki rasio kekuatan-berat yang tinggi dan
umumnya dapat diproses dengan mudah

1.4 Dampak dari Pengembangan Bahan


Perkembangan material telah mencapai kemajuan yang sangat tinggi, terlihat
banyaknya jenis material yang ditemukan dan dikembangkan yang talah diproduksi dan
dengan kualitas yang makin tinggi. Dengan perkembangan teknologi material menuntut
pula penggunaan berbagai jenis logam non-ferrous, baik yang sudah tradisional, seperti
tembaga, seng, timah, dll.
Dengan teknologi yang berkembang maka diporoleh material yang lebih ringan dan
kuat serta dimensi yang menyusut. Hal tersebut tidak terlepas dari rekayasa material yang

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 4


ITS - SURABAYA 2015

dikembangkan oleh sarjana-sarjana ilmu bahan. Dalam hal ini berdampak juga pada cost
(harga) dari suatu produk, semisal komponen mobil yang semakin ringan dan kuat
sehingga menghemat konsumsi bahan bakar serta perangkat elektronik sebelum ditemukan
material pengganti berukuran amat besar dan tidak efisien seperti computer zaman dulu,
radio, Hp, mobil dll

Slide no.7. Dampak dari perkembangan bahan teknik

1.5 Sifat-Sifat Bahan Teknik


Untuk dapat menggunakan bahan teknik dengan tepat, maka harus dikenali dengan
baik sifat-sifat bahan teknik yang mungkin akan dipilih untuk dipergunakan. Sifat-sifat ini
tentunya sangat banyak macamnya, karena sifat ini dapat ditinjau dari berbagai bidang
keilmuan, seperti ditunjukan pada slide no.9

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 5


ITS - SURABAYA 2015

- Sifat Fisis
Dimensi, Porosity, Berat jenis, Massa Jenis, Kandungan air, Mikrostruktur, Makrostr
uktur, dll

- Sifat Kimia
Alkali, Asam, Senyawa, Ketahanan terhadap korosi, ketahanan terhadap cuaca, dll

- Sifat Kimia Fisis


Ketahan terhadap penyusutan dan pengembangan akan kelembaban, dll

- Sifat Akustik
Kemampuan menyerap bunyi, memantulkan bunyi, dll

- Sifat optik
Kemampuan menyerap cahaya, memantulkan cahaya, warna, dll

- Sifat Thermal
Konduksi, Specific heat, Pemuaian, Penyusutan, dll

- Sifat Elektik dan Magnetik


Permibilitas magnit

- Sifat Mekanik
Kuat, Kaku, Keras, Ulet, Getas, elastis, Plastis, Tangguh, fatig, dll

Slide no.9. Sifat bahan teknik

Beberapa sifat-sifat bahan teknik di tinjau dari berbagai bidang keilmuan , dapat
dijelaskan sebagai berikut,
1.5.1. Sifat Fisis
Adalah salah satu sifat bahan yang berdasarkan hitungan besaran dan satuan,
dimensi, massa jenis, dan besaran pokoknya lainnya.

1.5.2. Sifat Kimia


Sifat kimia umumnya merujuk pada sifat suatu materi pada kondisi ambien atau
sekitar, yaitu pada suhu kamar, tekanan atmosfer, dan atmosfer beroksigen). Dengan sifat
ini bahan dapat diketahui dapat tahan oleh zat kimia. Dalam teknik mesin, sifat kimia ini
digunakan untuk mengukur ketahanan suatu bahan logan terhadap korosi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 6


ITS - SURABAYA 2015

1.5.3. Sifat Kimia Fisis


Sifat kimia fisis adalah suatu sifat yang menyatakan kemampuan suatu bahan dalam
menerima perubahan fisik dan kimia yang biasanya terjadi perubahan dalam bentuk
dimensi, berat, massa, luas, volume dan lain-lain. Akan tetapi, tidak hanya terjadi
perubahan sifat fisis. Pada saat bersamaan terjadi perubahan sifat kimia. Pada perubahan
sifat kimia biasanya terjadi korosi seperti yang telah dijelaskan dalam sifat kimia. Pada
sifat kimia fisis, akibat dari gangguan dari perubahan massa, luas, volume dan reaksi kimia
seperti korosi suatu bahan dapat mengalami penyusutan dan pengembangan bahan. Dengan
megetahui sifat kimia fisis, kita dapat memilih bahan yang mempuyai sifat kimia dan fisis
yang baik dan tidak mudah rusak.

1.5.4. Sifat Akustik


Akustik Ruang terdefinisi sebagai bentuk dan bahan dalam suatu ruangan yang
terkait dengan perubahan bunyi atau suara yang terjadi. Akustik sendiri berarti gejala
perubahan suara karena sifat pantul benda atau objek pasif dari alam. Akustik ruang sangat
berpengaruh dalam reproduksi suara, misalnya dalam gedung rapat akan sangat
mempengaruhi artikulasi dan kejelasan pembicara. Akustik ruang banyak dikaitkan dengan
dua hal mendasar, yaitu :
a. Perubahan suara karena pemantulan dan
b. Gangguan suara ketembusan suara dari ruang lain.
Dibutuhkan seorang ahli yang berlandaskan teori perhitungan dan pengalaman
lapangan untuk mewujudkan sebuah ruang yang ideal, seperti home theatre, ruangan
karaoke, raung rekaman , ruang pertemuan dan sejenisnya termasuk ruang tempat ibadah.

1.5.5. Sifat Optik


Optik adalah cabang fisika yang menggambarkan kelakuan dan sifat cahaya dan
interaksi cahaya dengan materi. Optik menerangkan dan diwarnai oleh gejala optik.
Bidang optik biasanya menggambarkan sifat cahaya tampak, inframerah dan
ultraviolet; tetapi karena cahaya adalah gelombang elektromagnetik, gejala yang sama juga
terjadi di sinar-X, gelombang mikro, gelombang radio, dan bentuk lain dari radiasi
elektromagnetik.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 7


ITS - SURABAYA 2015

1.5.6. Sifat Thermal


Sifat thermal adalah suatu sifat yang menyatakan kemampuan suatu bahan dalam
menerima panas, perubahan panas, pemuaian akibat panas. Sifat termal ini sangat
diperhitungkan dalam pemilihan bahan karena kita dapat mengetahui pemuaian dan
penyusutan bahan yang disebabkan oleh panas. Kita juga dapat mengetahui ketahanan
bahan dari peningkatan suhu panas agar tidak terjadi kerusakan.

1.5.7. Sifat Elektromagnetisme


Elektromagnetisme adalah fisika tentang medan elektromagnetik: sebuah bidang
dalam fisika, yang mempelajari ruang, yang terdiri dari medan listrik dan medan magnet.
Medan listrik dapat diproduksi oleh muatan listrik statik, dan memberikan kenaikan pada
gaya listrik, yang menyebabkan listrik statik dan membuat aliran arus listrik dalam
konduktor listrik. Medan magnetik dapat diproduksi oleh gerakan muatan listrik, superti
arus listrik yang mengalir sepanjang kabel dan memberikan kenaikan pada gaya magnetik
yang dihubungkan dengan magnet. Istilah "elektromagnetisme" berasal dari kenyataan
bahwa medan listrik dan magnet adalah saling "berpelintiran", dan, dalam banyak kondisi,
tidak mungkin untuk memisahakan keduanya. Contohnya, perubahan dalam medan magnet
memberikan kenaikan ke medan listrik; ini adalah fenomena dari induksi elektromagnetik,
yang merupakan dasar dari operasi generator listrik, motor induksi, dan transformer.

1.5.8. Sifat Mekanik


Sifat mekanik adalah salah satu sifat yang menyatakan kemampuan suatu bahan
untuk menerima beban, gaya, energi tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan tersebut.
Sering kali suatu bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi kurang baik pada sifat
yang lain maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan tersebut dengan berbagai
cara. Pada baja, baja memiliki sifat mekanik yang cukup baik tetapi mempunyai sifat yang
tahan korosi yang kurang baik, maka pada baja sering kali diperbaiki dengan pengecatan
atau galvanizing dll. Berikut ini beberapa sifat mekanik yang penting antara lain :
Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain :
a. Kekuatan (strength)
b. Kekerasan (hardness)
c. Kekenyalan (elasticity)
d. Kekakuan (stiffness)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 8


ITS - SURABAYA 2015

e. Plastisitas (plasticity)
f. Ketangguhan (toughness)
g. Kelelahan (fatigue)
h. Merangkak (creep)

Berbagai sifat mekanik di atas juga dapat dibedakan menurut cara pembebanannya,
yaitu sifat mekanik statik, sifat terhadap beban statik, yang besarnya tetap atau berubah
dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap beban yang berubah-
ubah atau mengejut. Ini perlu dibedakan karena tingkah laku bahan mungkin berbeda
terhadap cara pembebanan yang berbeda.
Tentu tidak semua sifat tersebut di atas perlu dipertimbangkan dalam pemilihan
bahan untuk suatu keperluan. Dalam dunia Teknik Mesin biasanya sifat mekanik
memegang peranan sangat penting, disamping beberapa sifat kimia (terutama sifat tahan
korosi), sifat thermal dan sifat fisik. Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam
dunia teknik, dan akan dibahas tersendiri.
Dari kelompok sifat fisik, density (berat jenis) kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Strukturmikro biasanya perlu dipelajari secara khusus, karena
strukturmikro berkaitan erat dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat tahan
korosi dll.
Untuk komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal menjadi
penting. Panas jenis (specific heat), thermal conductivity dan thermal expansion seringkali
harus diperhitungkan.

1.6 Pemilihan Bahan


Demi kemudahan, bahan diklasifikasikan menjadi beberapa tipe yang memiliki
karakteristik yang sama. Salah satu cara pengelompokan bahan, berdasarkan ikatan atom
dan struktur, menghasilkan logam, polimer, dan keramik. Pengelompokan ini berkaitan
erat dengan pemrosesan. Material dapat juga dikelompokkan berdasarkan sifat dasar
seperti sifat mekanik, listrik atau optic. Selanjutanya kelompok tersebut dibagi lagi
menjadi sub kelompok, sebagai contoh, material listrik biasanya diindentifikasi sebagai
konduktor, semikonduktor dan isolator

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 9


ITS - SURABAYA 2015

a) b)

c)

Slide no.10. a. Konverter Digital-Analog. b. Struktur Internal ( rangkaian) Kalkulator


c. Logam Dalam Mesin Jet

a) Konverter Digital-Analog
Kinerja perangkat mikroprosesor ini bergantung pada rangkaian internalnya
b) Struktur Internal ( rangkaian) Kalkulator
Semua perangkat, produk, dan system memerlukan material, yang harus
dispesifikasi sesuai desain, diawasi mutunya dalam produksi, serta dimonitor saat
dipakai.
c) Logam Dalam Mesin Jet
Mesin merupakan suatu system kompleks yang dirancang untuk mengkonversi
energi bahan baker menjadi energi tenaga gerak. Setiap jenis logam dipilih dan
diproses untuk memenuhi fungsi tertentu yang serasi dengan material lain.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 10


ITS - SURABAYA 2015

Memilih bahan untuk suatu keperluan sebenarnya bukan suatu hal yang sulit, asalkan
tidak disertai dengan berbagai persyaratan, seperti harus mudah diperoleh, dapat
diolah/dikerjakan dengan teknologi yang tersedia dan menghasilkan produk dengan mutu
yang sesuai dengan spesifikasi dan harga yang mudah.
Sebenarnya prinsip pemilihan bahan sederhana saja, hanya sekedar mempertemukan
persyaratan/sifat-sifat yang diminta oleh suatu desain peralatan/konstruksi, dengan sifat-
sifat dan kemampuan-kemampuan bahan yang dapat dipergunakan. Cuma saja dalam
menentukan persyaratan/sifat-sifat apa yang harus dipenuhi suatu bahan, seringkali tidak
mudah. Kemudian kalaupun syarat-syarat dan sifat yang akan diminta sudah dapat
ditentukan, masih ada kesulitan lain, mungkin informasi tentang bahan apa yang tersedia
tidak lengkap, atau informasi tentang sifat bahan yang tersedia tidak lengkap.
Seandainyapun informasi itu sudah lengkap, mungkin sekali akan dijumpai bahwa
tidak ada bahan yang mampu memenuhi semua persyaratan, atau ternyata ada banyak jenis
bahan yang memenuhi semua persyaratan. Dalam hal ini akan perlu dilakukan
pemilihan ulang dengan mengurangi/ menambah persyaratan lagi, sehingga dapat
diperoleh suatu pilihan yang optimum.

Biasanya persyaratan yang diminta oleh suatu desain/ konstruksi antara lain :
 sifaf mekanik, seperti kekuatan, kekakuan, keuletan, ketangguhan, kekerasan dll.
 sifat fisik, seperti heat conductivity, electrical coductivity, heat expansion, bentuk
dan dimensi, strukturmikro dll.
 Sifat kimia, seperti aktifitas terhadap bahan kimia tertentu, sifat tahan korosi dll.
 dan lain-lain.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 11


ITS - SURABAYA 2015

Properties (Sifat dari bahan)

Availability (tersedianya) dari bahan

Teknologi yang tersedia

Durability (daya tahan)

Cost (Faktor ekonomis)

Estetika, Ergonomik

Slide no.11. Pemilihan Bahan Teknik

Dan bebrapa faktor lain yang turut dipertimbangkan dalam Pemilihan bahan untuk
suatu desain/konstruksi, antara lain :
 Availability dari bahan, apakah bahan tersedia di pasaran, di mana dapat diperoleh,
seberapa banyak bahan yang dapat diperoleh dll.
 Teknologi yang tersedia untuk mengolah bahan tsb sampai menjadi produk yang
siap dipasarkan.
 Berbagai faktor ekonomis, misalnya harga bahan, harga produk dll
 Estetika dan ergonomik merupakan segi keindahan dan kenyamanan

Perlu pula diketahui bahwa suatu bahan dengan komposisi kimia yang sama
mungkin akan memiliki sifat yang berbeda, sifat yang berbeda, sifat bahan tidak hanya
tergantung pada komposisi kimia saja, tapi struktur dari bahan juga ikut berpengaruh.
Misalnya saja baja dengan suatu komposisi kimia tertentu, pada suatu kondisi akan bersifat
ulet, tetapi pada kondisi yang lain mungkin akan dapat bersifat getas. Perubahan sifat ini
terjadi karena adanya perubahan struktur pada susunan atom dalam kristalnya.
Proses pemilihan bahan kadang-kadang memang cukup sulit, tetapi seringkali juga
dapat disederhanakan. Misalnya saja dengan mempersempit daerah pemilihan, dengan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 12


ITS - SURABAYA 2015

memberi prioritas pada bahan yang biasanya digunakan untuk konstruksi yang sejenis.
Seperti dalam dunia Teknik Mesin, biasanya baja karbon akan mendapat prioritas pertama
untuk dipertimbangkan ( karena dalam konstruksi biasanya orang banyak menggunakan
baja karbon, mudah diperoleh, harga relatif murah ), baru kemudian bila baja karbon tidak
memenuhi syarat dicoba mempertimbangkan penggunaan bahan-bahan lain seperti baja
paduan, paduan non-ferrous dll.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 13


ITS - SURABAYA 2015

BAB 2
SIFAT MEKANIK DAN PENGUJIANNYA

Dalam dunia teknik mesin biasanya sifat mekanik memegang peranan sangat penting,
disamping beberapa sifat kimia ( terutama sifat tahan korosi), sifat thermal dan sifat fisik.
Korosi merupakan masalah yang sangat serius dalam dunia teknik, dan akan dibahas
tersendiri.
Dari kelompok sifat - sifat fisik tersebut, density ( berat jenis ) kadang-kadang perlu
dipertimbangkan. Struktur mikro biasanya perlu dipelajari secara khusus karena struktur
mikro berkaitan erat dengan sifat-sifat lain, seperti kekuatan, keuletan, sifat bahan korosi
dan lain lain.
Untuk komponen yang nantinya akan terkena panas tentunya sifat thermal menjadi
penting. Panas jenis ( specific heat ), thermal conductivity dan thermal expansion
seringkali harus diperhitungkan.

2.1 Sifat Mekanik

Sifat mekanik adalah salah satu sifat terpenting, karena sifat mekanik menyatakan
kemampuan suatu bahan (tentunya juga komponen yang terbuat dari bahan tsb ). Untuk
menerima beban atau gaya dan energy tanpa menimbulkan kerusakan pada bahan atau
komponen tsb. Seringkali bila suatu bahan mempunyai sifat mekanik yang baik tetapi
kurang baik pada sifat yang lain maka diambil langkah untuk mengatasi kekurangan
tersebut dengan berbagai cara , misalnya saja baja, baja mempunyai sifat mekanik yang
baik (memenuhi syarat untuk suatu pemakaian ) tetapi mempunyai sifat tahan korosi yang
kurang baik,maka seringkali sifat tahan korosinya ini diperbaiki dengan pengecatan atau
galvanishing dll, jadi tidak harus mencari bahan lain yang selain kuat juga tahan korosi.

Beberapa sifat mekanik yang penting, ditunjukkan pada slise no. 2

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 14


ITS - SURABAYA 2015

Kekuatan (Strength)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah

Kekerasan (Hardness)
Kemampuan bahan untuk tahan terhadap penggoresan, pengkikisan (abrasi), indentasi / penetrasi

Kekenyalan (Elasticity)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan perubahan bentuk yang permanen setelah
tegangan dihilangkan

Kekakuan (Stiffness)
Kemampuan bahan untuk menerima tegangan / beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk
(deformasi) atau defleksi

Plastisitas (plasticity)
Kemampuan bahan untuk mengalami sejumlah deformasi plastik (yang permanen) tanpa mengakibatkan
kerusakan

Ketangguhan (Toughness)
Kemampuan bahan untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan

Kelelahan (Fatigue)
Merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress)
yang besarnya masih jauh di bawah batas kekuatan elastiknya

Merangkak (creep)
Kecenderungan suatu bahan untuk mengalami deformasi plastik yang besarnya merupakan fungsi waktu,
pada saat bahan tadi menerima beban yang besarnya relatif tetap

Slide no.2. Sifat bahan teknik

Berdasarkan slide no.2. dapat dijelaskan sebagai berikut :


- Kekuatan ( strength ) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan bahan menjadi patah. Kekuatan ini ada beberapa
macam, tergantung pada jenis beban yang bekerja, yaitu kekuatan
tarik,kekuatan geser,kekuatan tekan ,kekuatan torsi dan kekuatan lengkung.
- Kekerasan ( hardness ) dapat didefinisikan sebagai kemampuan bahan untuk
tahan terhadap penggoresan, pengikisan (abrasi), indentasi atau penetrasi. Sifat
ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance). Kekerasan juga
mempunyai korelasi dengan kekuatan.
- Kekenyalan ( elasticity) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan tanpa menyebabkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen
setelah tegangan dihilangkan. Bila suatu benda mengalami tegangan maka akan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 15


ITS - SURABAYA 2015

terjadi perubahan bentuk. Bila tegangan yang bekerja besarnya tidak melewati
suatu batas tertentu maka perubahan bentuk yang terjadi hanya bersifat
sementara, perubahan bentuk itu akan hilang bersama dengan hilangnya
tegangan, tetapi bila tegangan yang bekerja melampaui batas tersebut maka
sebagaian dari perubahan bentuk itu tetap ada walaupun tegangan dihilangkan.
kekenyalan juga menyatakan seberapa banyak perubahan bentuk elastic yang
dapat terjadi sebelum perubahan bentuk yang permanen mulai terjadi, dengan
kata lain kekenyalan menyatakan kemampuan bahan untuk kembali ke bentuk
dan ukuran semula setelah menerima beban yang menimbulkan deformasi.
- Kekakuan (stiffness) menyatakan kemampuan bahan untuk menerima
tegangan/ beban tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi)
atau defleksi. Dalam beberapa hal kekakuan ini lebih penting daripada
kekuatan.
- Plastisitas (plasticity ) menyatakan kemampuan bahan untuk mengalami
sejumlah deformasi plastic ( yang permanen ) tanpa mengakibatkan terjadinya
kerusakan.
Sifat ini sangat diperlukan bagi bahan yang akan diproses dengan berbagai
proses pembentukan seperti forging, rolling, extruding dll. Sifat ini sering juga
disebut sebagai keuletan ( ductility ).
Bahan yang mampu mengalami deformasi plastic cukup banyak dikatakan
sebagai bahan yang mempunyai keuletan tinggi (ductile). Sedangkan bahan
yang tidak menunjukkan terjadinya deformasi plastic dikatakan sebagai bahan
yang mempunyai keuletan rendah atau getas ( brittle ).
- Ketangguhan ( toughness ) menyatakan kemampuan bahan untuk menyerap
sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan. Juga dapat
dikatakan sebagai ukuran banyaknya energi yang diperlukan untuk
mematahkan suatu benda kerja, pada suatu kondisi tertentu. Sifat ini
dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga sifat ini sulit diukur.
- Kelelahan ( fatigue ) merupakan kecenderungan dari logam untuk patah bila
menerima tegangan berulang-ulang (cyclic stress ) yang besarnya masih jauh di
bawah batas kekuatan elastiknya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 16


ITS - SURABAYA 2015

Sebagian besar dari kerusakan yang terjadi pada komponen mesin disebabkan
oleh kelelahan. Karenanya kelelahan merupakan sifat yang sangat penting,
tetapi sifat ini juga sulit diukur karena sangat banyak faktor yang
mempengaruhinya.
- Merangkak ( creep ) merupakan kecenderungan suatu logam untuk
mengalami deformasi plastic yang besarnya merupakan fungsi waktu, pada saat
bahan tadi menerima beban yang besarnya relatif tetap.
Berbagai sifat mekanik yang disebutkan diatas juga dapat dibedakan menurut cara
pembebanannya, yaitu sifat mekanik static, sifat terhadap beban static yang besarnya tetap
atau berubah dengan lambat, dan sifat mekanik dinamik, sifat mekanik terhadap beban
yang berubah-ubah atau mengejut. Sifat – sifat ini perlu dibedakan karena tingkah laku
bahan mungkin berbeda terhadap cara pembebanan yang berbeda.

2.2. Pengujian Mekanik


Untuk mengetahui atau mengukur sifat logam tersebut perlu dilakukan pengujian.
pengujian biasanya dilakukan terhadap contoh (sample) bahan yang dipersiapkan menjadi
specimen atau batang uji (test piece) dengan bentuk dan ukuran yang standar. Demikian
juga prosedur pengujian harus dilakukan dengan cara- cara yang standar (mengikuti suatu
standar tertentu), baru kemudian dari hasil pengukuran pada pengujian dapat diambil
kesimpulan mengenai sifat mekanik yang diuji.
Sebenarnya hasil pengujian yang paling mendekati kenyataan akan dapat diperoleh bila
pengujian dilakukan terhadap benda komponen atau keseluruhan konstruksi dengan bentuk
dan ukuran sebenarnya (full-scale) dan pengujian dilakukan dengan pembebanan yang
mendekati keadaan yang sebenarnya. Tetapi cara ini terlalu mahal,tidak praktis dan bahkan
kadang- kadang sulit dianalisis.
Beberapa pengujian mekanik yang bayak dilakukan adalah pengujian tarik (tensile
test), pengujian kekerasan (hardness test),pengujian pukul-takik (impact test),kadang-
kadang juga pengujian kelelahan (fatigue test), creep test, bending test, compression test
dan beberapa fabrication test.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 17


ITS - SURABAYA 2015

2.2.1 Pengujian Tarik (Tensile Test)

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap specimen/ batang uji yang standar.
Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai
dengan suatu standar.

Slide no.3. Sifat bahan teknik

Salah satu bentuk batang uji dapat dilihat pada slide no.3, pada bagian tengah dari
batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang
uniform dan pada bagian ini disebut “ panjang uji” (gauge length ), yaitu bagian yang
dianggap menerima pengaruh dari pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya
selama proses pengujian.

Batang uji ini dipasang pada mesin tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin tarik
pada ujung-ujungnya dan ditarik kearah memanjang secara perlahan. Selama penarikan
setiap saat pertambahan panjang gauge tercatat dalam grafik yang tersedia pada mesin
tarik, besarnya gaya tarik yang bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang terjadi
sebagai akibat dari gaya tarik tersebut. Penarikan berlangsung terus sampai batang uji
putus.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 18


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.4. Diagram Tegangan Regangan Nominal

Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis
lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil
tersebut berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja ( hukum hook ).

Slide no.5. Diagram Tegangan Regangan Nominal Material ulet

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 19


ITS - SURABAYA 2015

Hal ini berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit.
Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mula-mula
akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang bekerja.
Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P (proportionality limit),
setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak lagi
berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan panjang
yang lebih besar. Dan bahkan pada suau saat dapat terjadi pertambahan panjang tanpa ada
penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinya. Dikatakan batang uji
mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan sesudah itu
beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagi
proporsional).
Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu batas maksimum, dan untuk
logam yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan
menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji
putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang
setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi hanya disekitar necking
tersebut. Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam –
logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban
maksimum.
Bila pengujian dilakukan dengan cara sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan
perlahan-lahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai
nol,dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi
sampai nol, demikian terus berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang
kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastic, pada saat menerima beban
akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan
hilang dan batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Keadaan ini berlangsung sampai batas elastic (elastic limit, titik E). Jadi untuk
beban rendah,pertambahan panjang mengikuti garis OP
Jika beban melebihi batas elastic, maka ketika beban dihilangkan pertambahan
panjang tidak seluruhnya hilang, masih terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau
pertambahan panjang yang elastic.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 20


ITS - SURABAYA 2015

Diagram tegangan - regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik
dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah
batas elastik, titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit. Maka yang
dianggap sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah titik luluh (yield point ) Y.
Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu batas maksimum, dan untuk
logam yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan
menurun lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji
putus. Pada saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang
setempat (local necking) dan pertambahan panjang akan terjadi hanya disekitar necking
tersebut. Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam –
logam yang lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban
maksimum.
Bila pengujian dilakukan dengan cara sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan
perlahan-lahan sampai suatu harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai
nol,dinaikkan lagi sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi
sampai nol, demikian terus berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang
kecil disamping berlaku Hukum Hook juga logam masih elastic, pada saat menerima beban
akan bertambah panjang tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan
hilang dan batang uji kembali ke bentuk dan ukuran semula.
Keadaan ini berlangsung sampai batas elastic (elastic limit, titik E). Jadi untuk
beban rendah,pertambahan panjang mengikuti garis OP
Jika beban melebihi batas elastic, maka ketika beban dihilangkan pertambahan
panjang tidak seluruhnya hilang, masih terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau
pertambahan panjang yang elastic.
Diagram tegangan - regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik
dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah
batas elastik, titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit. Maka yang
dianggap sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah titik luluh (yield point ) Y.
Diagram tegangan - regangan seperti contoh diatas, dimana yield tampak jelas dan
patah terjadi tidak pada beban maksimum melainkan setelah terjadinya necking,
sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa logam yang cukup ulet,

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 21


ITS - SURABAYA 2015

seperti baja karbon rendah yang dianil. Pada logam yang lebih getas yield kurang nampak,
bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada beban maksimum.

2.2.1.1. Pengertian Tegangan - Regangan

Pada saat batang uji menerima beban sebesar F kg maka batang uji (yaitu panjang
uji) akan bertambah panjang sebesar ∆L mm.

Pada saat itu batang uji bekerja tegangan yang besarnya :

= F/Ao

Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :

= (L-Lo)/Lo = ∆L / Lo

Dimana Ao = luas penampang batang uji mula-mula.


Lo = panjang mula-mula
L = panjang saat menerima beban

Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm 2, kg/cm2, psi (pond per square inch)
atau MPa (Mega Pascal = 106 N/m2). Sedangkan untuk regangan dapat dinyatakan dengan
persentase pertambahan panjang, satuannya adalah persen (%) atau mm/mm, atau in/in.

2.2.1.2. Sifat mekanik di daerah elastik

Kekuatan elastik menyatakan kemampuan untuk menerima beban atau tegangan tanpa
berakibat terjadinya deformasi plastik (perubahan bentuk yang permanen). Kekuatan
elastik ini ditunjukkan oleh titik yield (besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya
yield).

Untuk logam-logam yang ulet yang memperlihatkan terjadinya yield dengan jelas,
tentu batas ini mudah ditentukan, tetapi untuk logam-logam yang lebih getas dimana yield
tidak tampak jelas atau sama sekali tidak terlihat,maka yield dapat dicari dengan
menggunakan off set method.

Harga yang diperoleh dengan cara ini dinamakan off set yield strength (kekuatan
luluh). Dalam hal ini yield dianggap mulai terjadi bila sudah timbul regangan plastik
sebesar 0,2 % atau 0,35% (tergantung kesepakatan). Secara grafik, off set yield strength

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 22


ITS - SURABAYA 2015

dapat dicari dengan menarik garis elastik dari titik regangan 0,2 % atau 3,5 % hingga
memotong kurva.

Slide no.6. Diagram Tegangan Regangan Nominal Material ulet

Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena tegangan yang
bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/ strength dari bahan, supaya
tidak terjadi dformasi plastik.

Kekakuan ( stiffness ) Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat
beban(dalam batas elastiknya) akan mengalami deformasi elastik tetapi hanya sedikit saja.

Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisitas ( Young’s Modulus, E)

E = σel / εel

Makin besar harga E, makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama saja
sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi, harga ini hampir tidak terpengaruh oleh

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 23


ITS - SURABAYA 2015

komposisi kimia, laku-panas dan proses pembentukannya (sifat mekanik lain akan
terpengaruh oleh hal-hal tersebut).

Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting daripada
kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas, bila rancang bangunnya kurang kaku maka
akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan dengan mesin tersebut akan
kurang akurat.

Slide no.8. Diagram Tegangan Regangan Nominal Material ulet

Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poissons ratio. Bila batang uji ditarik
secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi regangan ke arah
memanjang sebesar x , juga akan mengalami regangan ke arah melintang yaitu sebesar
y. Poisson’s ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan kearah melintang
dengan regangan ke arah memanjang, pada tegangan yang masih dalam batas elastik.

V=- y / x

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 24


ITS - SURABAYA 2015

Harga ngatif diberikan karena regangan ke arah melintang mempunyai harga


negatif , sedangkan kearah memanjang mempunyai harga positif. Harga V untuk logam
biasanya berkisar antara 0,25 dan 0,35. Makin besar harga V suatu logam maka logam itu
makin kurang kaku.

Resilien (Resilience) menyatakan kemampuan untuk menyerap energi (kerja) tanpa


mengakibatkan terjadinya deformasi plastik. Jadi dapat dinyatakan dengan banyaknya
energi yang diperlukan untuk mencapai batas elastik. Resilien dinyatakan dengan modulus
resilien (modulus of resilience) yang didefinisikan sebagai banyaknya energi yang
diperlukan untuk meregangkan satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastik. Ini
dapat dinyatakan secara grafik sebagai luasan di bawah grafik daerah elastik,

besarnya modulus of resilience :

UR = ½ σel . εel = σel 2 / 2E

Dari hubungan diatas dapat dilihat bahwa modulus resilien ditentukan oleh σel dan
E. Tetapi karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak berubah maka modulus
resilien hanya ditentukan oleh σel , kekuatan elastik (yield point/strength ).

Karena harga σel baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum ult , maka
bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus resiliennya juga makin
tinggi.
Resilien adalah sifat penting bagi bagian – bagian yang harus menerima tegangan
dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya pegas pada alat
transportasi, selain menerima tegangan, juga harus mampu berdeformasi secara elastik
cukup banyak.

2.2.1.3. Sifat mekanik di daerah plastik


Kekuatan tarik (Tensile strength) menunjukan kemampuan untuk menerima beban tanpa
menjadi rusak atau putus. Ini dinyatakan tegangan maksimum sebelum putus. Kekuatan
tarik (Ultimate tensile strength) :

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 25


ITS - SURABAYA 2015

UTS = u = F max / Ao

UTS atau Kekuatan tarik ini sering dianggap sebagai data terpenting yang diperoleh
dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan – perhitungan kekuatan dihitung
atas dasar kekuatan ini (sekarang ada kecenderungan untuk mendasarkan perhitungan
kekuatan pada dasar yang lebih rasional yaitu yield point/yield strength). Pada baja,
kekuatan tarik akan naik seiring dengan naiknya kadar karbon dan paduan.
Keuletan (ducility) menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara plastis tanpa
menjadi patah. Dapat diukur dengan besarnya tegangan plastik yang terjadi setelah batang
uji putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan presentase perpanjangan (percentage
elongetion).

Do = (L - Lo) / Lo x 100 %

L = panjang setelah putus


Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka panjang gauge length
mula-mula juga harus disebutkan,jadi misalnya dituliskan “persentase perpanjangan 25 %
pada gauge length 50 mm”.
Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas penampang
(percentase reduction in area) :

Dh = (A0 – Af ) / Ao x 100 %

Af = luas penampang batang uji pada patahan.

Pada baja, dan juga pada logam-logam lain,keuletan banyak ditentukan oleh
struktur mikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan, lakupanas dan
tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan kadar karbon akan menaikkan
kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan makin rendah.
Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :

 Keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi


tanpa menjadi patah atau retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya
deformasi yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging,
drawing, dll

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 26


ITS - SURABAYA 2015

 Keretakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya


didahului oleh adanya proses deformasi, sehingga bila dijumpai adanya
deformasi maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya
kerusakan lebh lanjut
 Dapat digunakan sebagai indentor dari perubahan komposisi kimia dan
kondisi proses pengerjaan.

Ketangguhan (toughness) menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa


mengakibatkan patah, dapat diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk
mematahkan. Ketangguhan dinyatakan dengan modulus ketangguhan (modulus of
toughness atau toughness index number) yang dapat didefinisikan sebagai banyaknya
energi yang diperlukan untuk mematahkan satu satuan volume suatu bahan. Secara grafik,
ini dapat diukur dengan luasan yang berada di bawah kurva tegangan – regangan dari hasil
pengujian tarik.
Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan mengukur/menghitung
besarnya modulus ketangguhan UT, yaitu :
- Untuk bahan yang ulet (ductile) :
UT = u. f

atau

UT = f . u + y )/2

- Untuk bahan yang getas (brittle) :


UT = 2/3 u. f

Dimana :

UT = modulus ketangguhan (toughness index number)

u = ultimate tensile strength

y = yield point/strength

f = regangan total pada saat putus

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 27


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.8. Diagram Tegangan Regangan Nominal Material ulet

Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai, kait krann dan
lain-lain seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield pointnya,
untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup tinggi.
Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak
dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit diterapkan seberapa besar sebenarnya ketangguhan
yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, sulit untuk mengukur seberapa besar sebenarnya
ketangguhan suatu barang jadi yang terbentuk dari bahan tertentu, karena banyak hal yang
mempengaruhi ketangguhan. Antara lain adanya cacat, bentuk dan ukuran cacat, bentuk
dan ukuran benda, kondisi pembebanan/strain rate, temperatur dan lain-lain yang banyak
diantaranya sulit diukur. Ketangguhan ditentukan oleh kekuatan dan keuletan, dimana
kedua sifat ini biasanya berjalan bertentangan, artinya bila kekuatan naik maka keuletan
menurun, ini dapat dilihat dengan membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya
rendah tetapi keuletannya tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih
tinggi tetapi keuletannya lebih rendah) dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat
tinggi tetapi juga sangat getas).

2.2.1.4. Diagram tegangan – regangan sebenarnya

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 28


ITS - SURABAYA 2015

Diagram tegangan – regangan seperti yang dibicarakan di depan disebut diagram


tegangan – regangan nominal karena perhitungan tegangan dan regangan tersebut
berdasarkan panjang uji dan luas penampang mula – mula (nominal), padahal setiap saat
selalu terjadi perubahan sebagai akibat penarikan yang sedang berlangsung. Seharusnya
tegangan dan regangan dihitung berdasarkan luas penampang dan panjang uji sesaat itu
(bukan yang mula – mula). Dari hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram tegangan –
regangan nominal kurang akurat, namun demikian untuk keperluan teknik biasanya
dianggap sudah memadai, karenanya dinamakan juga diagram tegangan-regangan teknik
(engineering).

Slide no.6. Diagram Tegangan Regangan sebenarnya

Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu, misalnya untuk perhitungan pada proses
pembentukan (rolling,forging,dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail yang
memerlukan ketelitian lebih tinggi akan menggunakan diagram tegangan – regangan
sebenarnya (true stress – true strain diagram).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 29


ITS - SURABAYA 2015

Definisi:

Tegangan nominal : Tegangan sebenarnya:

P/Ao P/A

Regangan nominal : Regangan sebenarnya :

(L-Lo)/Lo (L-Lo)/Lo + (L2-L1)/L1 + (L3-L2)/L2


L
L/Lo Lo dL/L = Lo Ll ln L = ln (L/ Lo )

Hubungan antara tegangan nominal dengan tegangan sebenarnya :

(1 + ε )

Hubungan antara regangan nominal dengan regangan sebenarnya :

(1 + ε ).

Kedua hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu
maka tegangan dan regangan sebenarnya harus diitung berdasarkan pengukuran nyata pada
batang uji, beban dan luas penampang setiap saat.
Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara tegangan/regangan
nominal dengan tegangan/regangan nominal sesudah melampaui tegangan maksimum akan
terjadi penurunan,sedang pada diagram tegangan-regangan sebenarnya terus naik hingga
putus.
Dari data yang terkumpul dari berbagai logam atau paduan tampak adanya hubungan
yang hampir linier antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya, yang diplot
pada grafik log-log.
Ada beberapa persamaan matematik yang diajukan unutk menyatakan hubungan
tersebut. Salah satu persamaan yang dianggap cukup representative untuk banyak bahan
teknik adalah :

Dimana : k = strength coefficient


n = strain-hardening exponent

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 30


ITS - SURABAYA 2015

Harga k adalah harga true stress pada true stress strain . harga n dapat
diturunkan dari persamaan diatas :

n= = =

Pernyataan matematik diatas berlaku untuk daerah plastik,dan juga hanya sampai
saat terjadi necking. Diluar itu akan terjadi penyimpangan. Berikut ditunjukkan grfaik
hubungan true stress-strain untuk beberapa bahan dan konstantanya berdasarkan
persamaan matematik diatas.

Slide no.15. Diagram Tegangan Regangan sebenarnya

Pada operasi pembentukan seperti rolling, drawing,dll tidak diinginkan terjadinya


necking. Karena itu perlu diketahui dengan pasti kapan necking akan terjadi. Necking akan
terjadi pada saat beban maksimum, titik ini dinamakan titik instabilitas.

Pada titik ini berlaku dP = 0. Karena P= dan ( ) atau ⁄

maka ⁄ dan ( ⁄ ) ( ⁄ )

Sehingga untuk beban maksimum dimana dP = 0 akan berlaku

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 31


ITS - SURABAYA 2015

Sehingga ⁄ (1+ .

2.2.2. Kekerasan dan pengujian kekerasan

Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara tepat,
karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri sesuai dengan
persepsi dan keperluannya. Dalam engineering yang menyangkut logam, kekerasan sering
dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan indentasi/penetrasi/abrasi. Ada beberapa
cara pengujian kekerasan yang digunakan untuk menguji kekerasan logam, yaitu :

2.2.2.1 Pengujian kekerasan brinell

Pengujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling banyak
digunakan. Pada pengujian Brinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai indentor.
Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan tertentu selama
waktu tertentu pula( antara 10 sampai 30 detik) . Karena penusukan (indentasi) itu maka
pada permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan. Kekerasan Brinell dihitung
sebagai :

BHN =

Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standar menggunakan bola baja
yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kg (untuk pengujian kekerasan baja)
atau 100 kg atau 500 kg (untuk logam non ferrous yang lebih lunak) dengan lama
penekanan 10 sampai 15 detik. Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 32


ITS - SURABAYA 2015

tebal bahan (supaya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal) boleh
digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan selalu dipenuhi
persyaratan ⁄ Dengan memenuhi persyaratan tersebut, maka hasil
pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya tekan/diameter bola indentor
yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30,unutk tembaga atau paduan
tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5.

Pengujian kekerasan Brinell

o Indetor

Bentuk : Bola, standar D = 10 mm

Bahan : Baja yang dikeraskan

o Gaya tekan Angka kekerasan


P/D2 = konstan

Baja P/D2 = 30

Paduan tembaga P/D2 = 10


P = Gaya tekan (kg)
2
Paduan Aluminum P/D = 5 D = diameter bola indentor (mm)

d = diameter tapak tekan (mm)

o Waktu penekanan
Slide no.17. Pengujian Kekerasan Brinel

Untuk pengujian logam yang sangat keras (diatas 500 BHN) bahan indentor dari baja
yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai terdeformasi,
maka digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur sampai kekerasan
sekitar 650 BHN.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 33


ITS - SURABAYA 2015

2.2.2.2 Pengujian kekerasan rockwell


Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan secara
manual, sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran, dan juga
akan memakan waktu. Pada cara Rockwell pengukuran langsung dilakukan oleh mesin,
dan mesin langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan yang diuji. Cara ini lebih
cepat dan akurat.
Pada cara Rockwell yang normal, mula – mula permukaan logam yang diuji
ditekan oleh indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal(minor load Po),sehingga ujung
indentor menembus permukaan sedalam h. Setelah penekanan diteruskan dengan
pemberian beban utama selama beberapa saat, kemudian beban utama dilepas, hanya
tinggal beban awal.

Slide no.20. Pengujian Kekerasan Rockwell

kekerasan diperhitungkan berdasarkan perbedaan kedalaman penetrasi ini. Karena


kedalaman yang diukur adalah kedalaman penetrasi. Hasil pengukuran dapat dilakukan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 34


ITS - SURABAYA 2015

dengan menggunakan dial indicator, dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya
menunjukkan skala kekerasan Rockwell.
Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada kombinasi
jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan jenis indentor
serta besar beban utama dapat dilihat pada slide no. 21,
Untuk logam biasanya digunakan skala B atau skala C, untuk mengukur kekerasn
logam yang sangat keras biasanya digunakan Rockwell C atau Rockwell A (untuk yang
sangat keras). Disamping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial
Rockwell yang menggunakan beban awal 3 kg, indentor kerucut intan (diamond cone,
brale) dan beban utama 15, 30, atau 45 kg. Biasanya digunakan untuk spesimen yang tipis.

Bahan diuji

 HRA, Bahan yang sangat keras, karbida


tungsten dll
 HRB, Bahan yang lunak, baja karbon rendah,
perunggu dll.
 HRC, Baja yang dikeraskan

Slide no.21. Pengujian Kekerasan Rockwell

2.2.2.3 Pengujian kekerasan vickers

Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja disini
digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut puncak

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 35


ITS - SURABAYA 2015

antara 2 sisi yang berhadapan 1360. Tapak tekannya tentu akan berbentuk bujur sangkar,
dan diukur panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata – ratanya.
Hasil pengujian kekerasan vickers ini tidak bergantung pada besarnya gaya tekan
(tidak seperti pada brinell), dengan demikian Vickers dapat mengukur kekerasan bahan
mulai dari yang lunak (5HVN) sampai yang amat keras (1500HVN) tanpa perlu mengganti
gaya tekan. Besarnya gaya tekan yang dipilah antara 1 – 120 kg, tergantung pada
kekerasan / ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur dan
tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis).

Cara Pengujian

Indentor berbentuk piramida sisi, empat,


terbalik dengan sudut puncak antara dua
sisi yang berhadapan (apex) 136o
Terbuat dari intan
Gaya tekan F = 1 - 120 kg
Waktu penekanan 10-15 detik


VHN  (2 F sin ) / d 2  1,854 F / d 2
2

F = gaya tekan (kg)


d = diagonal tapak tekan rata-rata (mm)
α = sudut apex 136o

Slide no.24. Pengujian Kekerasan Rockwell

2.2.2.4 kekerasan meyer

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 36


ITS - SURABAYA 2015

Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Brinell, juga
menggunakan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung dengan luas
permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyek tapak tekan.
Dengan cara ini hasil pengamatan tidak lagi terpengaruh oleh besarnya gaya tekan
yang digunakan untuk menekan indentor (tidak seperti Brinell). Hasilnya akan sama
walaupun pengukuran dilakukan dengan gaya tekan yang berbeda. Walaupun demikian
ternyata pengujuian Meyer tidak banyak digunakan.

Prinsip kerja
 Hampir sama dengan Brinell Gaya tekan (kg)
 Menggunakan indetor bola
Pm =
 Mengukur luas proyeksi tapak tekan
Luas Proyeksi Tekan (mm2)

P = gaya tekan (kg)


d = Diameter tapak tekan (mm)

Slide no.24. Pengujian Kekerasan Meyer

2.2.2.5 Microhardness test

Untuk keperluan metalurgi seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada


daerah yang sangat kecil, misalnya pada salah satu strukturmikro, atau pada lapisan yang
sangat tipis. Untuk itu pengujian dilakukan dengan gaya tekan yang sangat kecil, di bawah
1000 gram, menggunakan mesin yang dikombinasi dengan mikroskop. Cara yang biasa
digunakan adalah Mikro Vickers atau Knoop.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 37


ITS - SURABAYA 2015

Indentor yang digunakan juga sama seperti pada Vickers biasa, juga cara
perhitungan angka kekerasannya, namun gaya tekan yang digunakan kecil sekali, 1 – 1000
gram, dan panjang diagonal indentasi diukur dalam mikron.
Pada Knoop microhardness test, digunakan indentor piramid intan dengan alas
berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1:7
Karena indentornya, maka Knoop akan menghasilkan indentasi yang sangat dangkal
(dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk pengujian kekerasan pada
lapisan yang sangat tipis atau getas.

 Indentor, intan berbentuk piramid


dengan alas belah ketupat
 Sudut puncak antara dua rusuk
yang berhadapan 130o dan
172o30’
 Angka kekerasan Knoop

14,229 P
HK =
L2

P = Gaya tekan 25 – 3600 gr


L = Panjang diagonal terpanjang (um)

Slide no.28. Pengujian Kekerasan Knoop

2.2.2.6 Perbandingan pemakaian hardness test

Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan


kekurangan. Cara pengujian yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam prosedur
pengerjaan pengujian, antara lain permukaan benda uji harus cukup halus dan rata,
spesimen harus cukup tebal, spesimen harus dapat ditumpu dengan baik dan permukaan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 38


ITS - SURABAYA 2015

yang diuji harus horisontal, titik pengujian tidak boleh terlalu dekat dan tidak terlalu dekat
dengan spesimen.
Brinell standar akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar, karena
itu biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda yang kecil /
tipis. Rockwell hanya meninggalkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak
mengakibatkan cacat pada permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil ini.
Rockwell tidak baik digunakan pada bahan-bahan yang tidak homogen, seperti pada besi
tuang kelabu dimana terdapat bagian-bagian yang sangat lunak (grafit). Untuk ini
sebaiknya digunakan Brinell, disamping itu brinell tidak menuntut kehalusan permukaan
yang terlalu tinggi,cukup dengan gerinda kasar.
Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual akan
memakan waktu dan memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran.

o Kondisi bola indentor


(ada kemungkinan bola terdeformasi)
o Ketelitian pembebanan
(beban harus sering diperiksa / dikalibrasi)
o Beban kejut
(dapat merusak indentor)
o Kondisi permukaan benda kerja
(harus rata, halus, datar dan bersih)
o Tebal benda uji
(paling sedikit 10 x kedalaman indentasi)
o Bentuk benda uji
(benda uji harus ditumpu dengan baik, tidak
goyang/melentur, permukaan yang diuji horisontal)
o Lokasi titik indentasi
(paling sedikit berjarak 2,5 x diameter indentasi dari tepi
benda, atau 5 x diameter indentasi dari indentasi lain)
o Uniformiti bahan
(untuk bahan yang tidak homogen, sebaiknya menggunakan
indentor yang menghasilkan indentasi besar, seperti Brinell
standar)
o Kesalahan Pengukuran indentasi
(pada pengujian Brinell dan Vickers dapat terjadi kesalahan
yang bersumber pada sinking dan ridging)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 39


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.29. Ketelitian pengukuran

Kadang – kadang pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkiinan
terjadi sinking dan ridging. Sinking terjadi pada logam yang dianil sedangkan ridging
terjadi pada logam yang terdeformasi dingin.
Vickers dapat mengukur kekerasan mulai dari yang sangat lunak sampai yang
sangat keras,tidak terpengaruh oleh besarnya gaya tekan yang dipakai ,sangat mudah untuk
membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya adasatu skala
saja. Tetapi Vickers sangat sensitif terhadap kekasaran permukaan, sehingga diperlukan
persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan. Karenanya biasanya vickers
digunakan dalam laboratorium penelitian.
Demikian pula dengan microhardness test dan Rockwell superficial, memerlukan
persiapan spesimen yang sangat teliti, perlu dilakukan grinding mulai dari yang kasar
sampai yang halus, dilanjutkan dengan polishing, seperti halnya pada persiapan spesimen
metallografy. Pengujian ini dapat digunakan untuk benda yang sangat tipis untuk daerah
yang sangat kecil. Ini juga hanya untuk laboratorium.

2.2.2.7 konversi angka kekerasan

Untuk keperluan praktis kadang – kadang perlu diadakan konversi atas hasil
pengukuran kekerasan suatu cara ke cara lain. Ternyata hal ini tidak mudah, karena adanya
perbedaan pada prinsip kerja dari masing – masing cara pengukuran kekerasan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 40


ITS - SURABAYA 2015

Karena hubungan konversi ini bersifat empiri, dan juga hanya berlaku untuk satu
Slide no.31. Konversi angka kekerasan
jenis logam tertentu saja, sehingga masing – masing logam harus memiliki hubungan
konversi sendiri – sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak dibuat adalah hubungan
konversi antara brinell (BHN), Rockwell (RA, RB, RC, Superficial), dan Vickers (HV atau
VHN atau DPHN) untuk baja.

2.2.2.8. Hubungan antara kekuatan dan kekerasan

Secara empirik banyak diajukan rumusan untuk menyatakan hubungan antara


kekuatan dan kekerasan, dan ini biasanya hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu
pada kondisi tertentu.misalnya untuk baja karbon(konstruksi) yang dianil. Pada umumnya
kekuatan sebanding dengan kekerasan, kekuatan akan naik dengan naiknya kekerasan
(tetapi keuletannya menurun)

Hubungan antara kekuatan dan kekerasan dapat dinyatakan sebagai berikut :

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 41


ITS - SURABAYA 2015

- Untuk baja kabon


UTS = 0,36 BHN (kg/mm2) atau UTS = 500 BHN (psi)

- Untuk baja paduan


UTS = 0,34 BHN (kg/mm2)

Slide no.33. Hubungan antara kekerasan dan kekuatan tarik

2.2.3 Pungujian pukul takik (impact test)

Ada tiga faktor utama yang menyebabkan kecenderungan terjadinya patah


getas,yaitu 1. Tegangan yang triaxial, 2. Temperatur rendah dan,3. Laju peregangan (strain
rate) yang tinggi (jadi adalah juga kecepatan pembebanan tinggi). Tegangan yang triaxial
dapat terjadi pada takikan.

Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya patah getas yang dilakukan
pada peneliti,salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujian pukul takik).
Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (notch) yang dipukul dengan sebuah
bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu metode Charpy (banyak
dipakai di Amerika dan negara-negara lain) dan metode Izod yang digunakan di Inggris.
Pada metode Izod,batang uji dijepit pada satu ujung sehingga takikan berada didekat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 42


ITS - SURABAYA 2015

penjepitnya. Bandul / pemukul yang diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul
ujung yang lain dari arah takikan.

Standar JIS 2202

Uji Impak bertujuan untuk menentukan sifat bahan yaitu :

• Ketahanan terhadap beban impak

• Sensitivity dari bahan terhadap adanya notch.

• Analisa patahan (fracture analysis) dari bahan uji.

Slide no.36. Impact test

Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu h. Pada
posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar Wh (W = berat pemukul). Dari posisi
ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas,memukul batang uji hingga patah, dan pemukul
masih terus berayun sampai ketinggian h1. Pada posisi ini sisa energi potensial adalah
Wh1. Selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah energi yang digunakan untuk
mematahkan batang uji.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 43


ITS - SURABAYA 2015

Titik tumpu

 

pendulum
Titik berat
h1 h

W .LCos   Cos  
IS 
A
 kgm / mm2 

Dimana:
W = berat dari pendulum (kg)
h1 = Ketinggian pendulum sebelum diayunkan (m)
h2 = Ketinggian pendulum setelah keadaan patah (m)
 = Sudut awal (o)
 = Sudut akhir (o)
L = jarak antara titik berat darl pendulum ke sumbu putar 0 (m).

Slide no.36. Impact test

Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan
banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji,dengan notasi IS atau Ct
satuannya kg m atau ft lb atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah ketangguhan
juga,ketangguhan terhadap beban mengejut dan pada batang uji yang bertakik,notch
toughness. Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang rendah.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 44


ITS - SURABAYA 2015

Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tidak dapat digunakan untuk
keperluan perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat
suatu bahan dengan bahan lain, apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan yang
lebih baik daripada bahan lain. Hal ini disebebkan karena banyak sekali faktor yang
mempengaruhi impact strength yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi
pengujian denagan kondisi pemakaian. Misalnya saja pada pengujian kecepatan
pembebanan sudah tertentu sedang pada pemakaian kecepatan pembebanan dapat
bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial state of stress,yang dipengaruhi oleh
bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda kerja,tentunya semua ini akan
menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor tersebut berbeda. Karena itu untuk
pengujian pukul takik ini bentuk dan ukuran batang uji serta bentuk dan ukuran takikan
harus benar-benar sama. Barulah hasil pengujian dapat dibandingkan satu sama lain.
Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10x10 mm dengan bentuk takikan V
(V-notched) atau U (U-notched atau key hole). V-notched biasanya digunakan untuk
logam yang dianggap ulet sedang U-notched biasanya digunakan untuk logam yang getas.
Bentuk dan ukuran batang uji yang standar dapat dilihat pada slide no .

Slide no.36. Impact test

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 45


ITS - SURABAYA 2015

Selain mengukur impact strength,impact test juga digunakan untuk mempelajari pola
perpatahannya,apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture) atau
dengan pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya. Untuk mempelajari
ini dilakukan pengamatan visual pada permukaan patahan. Patahan getas tampak berkilat
dan berbutir (dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture) sedang patahan ulet
tampak lebih suram dan berserabut (fibrous fracture atau shear fracture).
Hal ketiga yang dapat diukur dengan impact test adalah keuletan yang ditunjukkan
dengan persentase pengecilan penampang pada patahan. Suatu impact test akan lebih
bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur pengujian, sehingga dapat dipelajari
bagaimana pengaruh temperatur terhadap pola perpatahan suatu bahan.

Slide no.36. Temperatur Transisi

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 46


ITS - SURABAYA 2015

Dari serangkaian pengujian yang dilakukan pada berbagai temperatur dibuat suatu grafik
impact strength – temperatur, atau grafik % cleavage fracture – temperatur. Dari grafik
tersebut kemudian dapat ditentukan temperatur transisi. Bentuk grafik impact strength –
temperatur dan cara menentukan temperatur transisi dapat dilihat pada Gambar 2.18.
Dalam pemilihan bahan, seringkali bukan hanya besarnya impact strength yang
perlu diperhatikan, tetapi juga temperatur transisinya. Dalam hal ini lebih disukai bahan
yang mempunyai temperatur transisi lebih rendah, walaupun impact strength
maksimumnya tidak lebih tinggi. Seperti terlihat pada gambar 2.19, baja B walaupun
memiliki impact strength lebih rendah tetapi lebih disukai karena temperatur transisinya
lebih rendah.

Slide no.36. Temperatur Transisi


a. Pengaruh ukuran butir
b. Pengaruh jenis bahan .

2.2.4. Kelelahan (fatigue)


Logam yang menerima tegangan secara berulang-ulang akan dapat rusak/patah
pada tingkat tegangan yang jauh lebih rendah daripada tegangan yang diperlukan untuk
mematahkannya dengan pembebanan statik, bahkan dapat patah pada tegangan di bawah
kekuatan elastiknya (di bawah yield point/strength). Kerusakan semacam itu dikatakan
rusak karena kelelahan(fatigue). Sebagian besar kerusakan yang terjadi pada komponen
ikut menyebabkan kerusakan itu.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 47


ITS - SURABAYA 2015

Kerusakan karena kelelahan (fatigue failure) dapat terjadi karena merambatnya


retak/cacat secara perlahan/bertahap. Retak ini dapat dimulai dari retak/cacat yang sangat
kecil dan retak ini menjalar setiap kali ujung retak itu menerima tegangan. Tegangan yang
bekerja ini secara rata-rata untuk seluruh penampang yang menerima beban mungkin
masih jauh dibawah batas kekuatan bahan, tetapi daerah di sekitar ujung retak/cacat
tegangan mungkin sudah melampaui batas kekuatannya, sehingga retak dapat merambat.
Permukaan patahan akibat kelelahan biasanya dapat dibedakan dari patahan akibat
overloaded. Pada permukaan patahan akibat kelelahan biasanya terdiri dari dua daerah,
daerah yang menampakkan adanya garis-garis halus yang menandai tahapan perambatan
retak (biasanya daerah ini lebih halus, karena di sini sudah terjadi retak dan permukaan ini
selalu bergesekan satu sama lain), dan daerah lain yang tampak lebih kasar (sisa
penampang yang patah pada saat terakhir karena tidak lagi mampu menahan beban).

Gb.2.20 Bentuk permukaan patah lelah

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 48


ITS - SURABAYA 2015

Bentuk permukaan patahan akibat kelelahan banyak tergantung pada cara


pembebanan yang bekerja dan bentuk konsentrasi tegangan yang ada pada suatu benda
kerja (lihat gambar 2.20).

Jenis pembebanan yang mengakibatkan kelelahan secara teoritik dapat


dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu siklus tegangan bolak-balik (reversed stress cycle)
dan siklus tegangan berfluktuasi (fluctuating stress cycle). Pada Gambar 2.21 dan 2.22
dilukiskan kurva tegangan-waktu yang sangat teratur (dalam kenyataan biasanya kurva
tersebut tidak beraturan). Reversed stress cycle lebih mudah menimbulkan kelelahan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 49


ITS - SURABAYA 2015

Gb.2.21 Stress-time varistion for


fluctuating stress Gb.2.22 Completely reversed stresses

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 50


ITS - SURABAYA 2015

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 51


Gb.2.23 Methods of fatigue testing
ITS - SURABAYA 2015

Ada beberapa cara untuk menguji tingkah laku bahan terhadap beban yang
berulang-ulang (cyclic load) ini, ada yang dengan alternating tensile, reversing flexural
bending, rotating bending dan lain-lain.
Pengujian kelelahan yang banyak dilakukan adalah pengujian kelelahan dengan rotating
bending, seperti pada Gambar 2.23.
Untuk pengujian kelelahan ini digunakan sejumlah batang uji yang mempunyai
bentuk, ukuran, cara pengerjaan dan surface finish yang sama dan terbuat dari bahan yang
sama. Masing-masing batang uji diuji dengan cyclic load yang besarnya berbeda-beda.
Batang uji pertama diberi beban hingga mencapai tegangan cukup tinggi, dan setelah
mengalami sejumlah siklus pembebanan batang uji itu patah. Diambil batang uji
berikutnya, diberi beban yang lebih rendah, demikian selanjutnya sampai semua batang uji
selesai teruji. Dari setiap batang uji dicatat besarnya tegangan yang bekerja, dan jumlah
siklus yang dialami sampai saat patah. Dari data yang terkumpul dibuat sebuah grafik
tegangan – jumlah siklus, atau stress-number of cycle, S – N curve (Gb.2.24).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 52

Gb.2.24 Typical S – N curves for steel and non ferrous metals


ITS - SURABAYA 2015

Besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya fatigue failure pada suatu jumlah
siklus tertentu dinamakan fatigue strength. Jadi setiap titik pada S-N curve menunjukkan
fatige strength harus pula dinyatakan jumlah siklusnya, misalnya 30.000 psi pada N = 106
(biasanya yang sering digunakan pada perhitungan desain adalah fatigue strength pada N =
106 sampai N = 5 x 106, pada logam non-ferrous).
Pada baja akan dijumpai suatu batas minimum tegangan yang mengakibatkan
terjadinya kelelahan, pada jumlah siklus tak terhingga. Batas itu dinamakan fatigue limit.
Pada logam non-ferrous tidak dijumpai fatigue limit.

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap sifat kelelahan, yaitu :


1. Konsentrasi tegangan
Bila pada suatu penampang terdapat distribusi tegangan yang tidak merata, dikatakan
disitu terjadi konsentrasi tegangan, maka fatigue limit/strength cenderung akan
menurun.
Konsentrasi tegangan dapat terjadi pada komponen mesin dimana terdapat alur pasak,
ulir, lubang, fillet, press fit dsb.
2. Ukuran/ dimensi
Ukuran benda kerja yang besar cenderung menurunkan fatigue limit/strength.
3. Kondisi permukaan
a. Kekasaran pemukaan
Benda kerja yang kasar akan lebih mudah mengalami kelelahan, ini dapat
dimengerti karena permukaan yang kasar dapat digambarkan sebagai permukaan
yang penuh goresan. Jadi untuk memperbaiki ketahanan terhadap kelelahan dapat
dilakukan antara lain dengan memperhalus permukaan.
b. Kekuatan permukaan
Pada suatu benda yang menerima beban, maka tegangan yang paling tinggi akan
terjadi di permukaan. Karena itu juga retak sering mulai merambat dari permukaan.
Benda kerja yang mempunyai kekuatan di permukaan yang lebih tinggi akan
memiliki fatigue limit/strength yang lebih tinggi. Penguatan permukaan dapat
dilakukan dengan proses laku panas, misalnya carburising, cyaniding, nitriding dan
lain-lain.
c. Residual compressive stress

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 53


ITS - SURABAYA 2015

Dengan terjadinya tegangan sisa di permukaan (berupa tegangan tekan) akan


menyebabkan naiknya fatigue limit/strength. Fatigue failure biasanya dimulai dari
permukaan, ditimbulkan oleh tegangan tarik yang bekerja. Dengan adanya
tegangan tekan maka tegangan tarik yang efektif bekerja akan lebih kecil, dan
kemungkinan terjadinya keretakan akan lebih kecil. Untuk memberikan tegangan
tekan sisa pada permukaan dapat dilakukan dengan shopeening atau dengan surface
rolling.
d. Korosi
Adanya media yang korosif pada bagian yang menerima cyclic stress akan
menurunkan ketahanan terhadap kelelahan. Terjadinya korosi di permukaan
merupakan crack initiation, yang tentunya akan memper-

mudah terjadinya kelelahan. Disamping itu perlu diketahui bahwa adanya tegangan
akan mempercepat terjadinya korosi, adanya korosi akan mempercepat terjadinya
kelelahan. Ini dinamakan corrosion fatigue.

2.2.5 C r e e p (merangkak)

Pada temperatur tinggi (temperatur yang lebih tinggi dari setengah titik cair dalam
0
K), bahan-bahan seperti logam, keramik, plastik (polimer) akan memperlihatkan
plasitisitas yang tergantung pada waktu (time dependant plasticity), pada temperatur tsb.
Regangan akan dapat bertambah dengan bertambahnya waktu (tidak perlu ada penambahan
tegangan) bahkan tidak tergantung apakah tegangan itu lebih besar atau lebih kecil dari
yield strengthnya. Peristiwa bertambahnya regangan (plastik) dengan bertambahnya waktu
ini dinamakan c r e e p (merangkak). Creep seringkali harus diperhitungkan dalam proses
pemilihan bahan, terutama yang bekerja pada temperatur relatif tinggi dan tegangan tinggi.

Ada tiga tahapan dalam peristiwa creep, yaitu primary creep yang terjadi sesaat
setelah pembebanan, pada tahap ini kenaikan regangan mula-mula cepat lalu menurun, dan
pada tahap kedua kenaikan regangan (laju creep/creep rate) akan konstan, dinamakan
steady state creep.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 54


ITS - SURABAYA 2015

Gb.2.25 Schematic illustration of creep curve showing time dependent plastic strain

Pada tahap ketiga laju kenaikan regangan berjalan dengan cepat dan akhirnya
bahan tadi akan putus. Dalam peristiwa di atas tegangan konstan. Ketiga tahapan creep tsb.
Digambarkan secara grafik pada gambar di bawah (Gb. 2.25).

Sebagian besar dari “masa kerja” atau “umur hidup” suatu benda kerja yang
mengalami dreep berada pada daerah steady state creep, dan karenanya besarnya creep rate
pada daerah steady state creep sangat menentukan.

Creep adalah juga suatu proses yang stress dependent dan thermally activated,
karenanya creep rate akan naik dengan naiknya tegangan dan/atau temperatur. Gambar di
bawah menunjukkan pengaruh temperatur dan tegangan terhadap creep rate (Gb. 2.26)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 55


ITS - SURABAYA 2015

Gb.2.26 Stress and temperature dependence of the steady state creep rate

Pada kondisi creep, patah akan terjadi bila creep strain telah mengakibatkan
regangan mencapai t (strain pada saat putus). Karena creep rate akan meningkat dengan
naiknya tegangan dan/atau temperatur, maka umur hidup sampai patah akan menurun bila
tegangan dan/atau temperatur dinaikkan (lihat gambar 2.27).

BAB 2AVariation of time to rupture with stress and temperatur


Gb.2.27

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 56


ITS - SURABAYA 2015

PENGUJIAN UJI TARIK


1. Pendahuluan
Kekuatan tarik merupakan sifat mekanik yang penting, terutama untuk
perencanaan konstruksi maupun perencanaan logam. Kekuatan suatu bahan
dapat diketahu dengan melalukan uji tari pada bahan yang bersangkutan. Dari
pengujian tarik tersebut dapat pula diketahui sifat-sifat antara lain: kekuatan mulur
(yieald strength), panjang (elongation), reduksi penampang (reduction area),
modulus elastisitas (modulus young) dan ketangguhan (tougnes).

2. Dasar Teori

Pada pengujian tarik dipakai benda uji standar yang dicekam pada sebuah
mesin penguji, kemudian benda tersebut ditarik dengan kecepatan pembebanan
tertentu. Selama proses penarikan ini mesin akan menujukkan diagram seperti
pada gambar dibawah ini:

a. untuk baja (ferrous) b. untuk aluminium (non-ferrous)

Gambar 1 Kurva (F-Δλ) hasil uji tarik

Dari gambar 1 a terlihat bahwa untuk baja karbon rendah pada saat
penarikan sampai beban Fp, penambahan panjang yang terjadi sebanding dengan
beban yang dikenakan. jika benda uji ditarik oleh kekuatan yang tidak melebihi
batas ini makan benda uji tersebut akan mengalami deformasi elastis, yng berarti

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 57


ITS - SURABAYA 2015

beda tersebut akan kembali ke panjang semula setelah tegangan dihilangkan. Jika
tegangan yang diberikan lebih besar maka benda tersebut akan mengalami
deformasi plastis.

Tegangan yang diberikan pada saat spesimen menerima beben Fp


tersebut berdasarkan luas penampang semula adalah:

Fp
σp = (kg/mm2)
A0

titik ini disebut pula dengan batas proposional /proposional limit. Karena pada
batas tersebut hubungan antara F-Δλ adalah sebanding maka grafiknya berupa
garis lurus. Dan pada daerah ini berlaku hukum Hooke yaitu:

σ=Eε

dimana:

 σ = Tegangan (kg/mm2)
 E = Modulus elastisitas (kg/mm2)
 ε = Regangan (mm/mm)

Pada saat perpindahan dari garis lurus menuju ke kurfa terjadi


pertambahan panjang tanpa adanya pertambahan beban yang berati, posisi ini
dinamakan saat luluh atau yield point.

Kebanyakan logam titik luluh ini tidak tampak jelas, seperti ditunjukan pada
gambar 1.b. Oleh sebab itu penentuan titik luluh sangat tergantung dari pada alat
ukur yang digunakan. Semakin teliti maka akan semakin rendah titik luluhnya.
Untuk menyeragamkan interpetasi, maka diambil kesepakatan yaitu: luluh terjadi
pada saat defaormasi permanen mencapai batas tertentu. Adapun batas
deformasi permanen/ plastis yang sering digunakan adalah 0,1% dan 0,2%. Untuk
menentukan tegangan yang bersesuaian dengan deformasi permanent tersebut,
dapat dilakukan denagn menarik garis lurus dari titik regangan sebesar 0,1% atau
0,2% sejajar denagn denagan bagian linier dari kurva tegangan-regangan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 58


ITS - SURABAYA 2015

Beben maksimum dimana spesimen bertahan tanpa patah disebut beben


pada tegangan maksimum. Besarnya tegangan maksimum adalah :

Fu
σu = (kg/mm2)
A0

sampai dengan tegangan maksimum, deformasi terjai secara homogen sepanjang


spesimen. Setelah mencapai tegangan maksimum, pada logam yang ulet akan
terjadi pengecilan penampang setempat (necking), dimana pertambahan panjang
lokal terjadi dibarengi dengan penurunan beben/tegangan. Selanjutnya spesimen
akan patah dibawh posisi maksimum. pada logam getas, titik F akan patah pada
saat beban maksimum.

3. Kurva Tegangan-Regangan Teknik dan Kurva Tegangan-Regangan


Teknik.

Dari diagram uji tarik (kurfa F-Δλ ) dapat di transformasikan menjadi kurfa
tegangan-regangan teknik dengan hubungn sebagai berikut:

F
σt =
A0


εt = x 100%
0

dimana:

 σt = Tegangan teknik (kg/mm2)


 F = Beban (kg)
 A0 = Luas penampang awal (mm2)
 εt = Regangan teknik (%)
 Δλ = Panjang (mm)
 λ = Panjang awal specimen (mm)
kurva tegangan-regangan uji tarik pada gambar 1. Dalam menentukan
kurva tegangan-regangan teknik (σt - εt) diatas diasumsikam luas penanpang
spesimen (A0) begitu pula dengan panjang (λ0). Dengan demikian kurva (σt - εt)
tidak menunjukan keadaan sebernarnya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 59


ITS - SURABAYA 2015

Untuk mendapatkan tegangan-regangan sebenarnya (σs - εs) digunakan


luas penampang (A) dan panjang (λ) sebenarnya selama pengujian.

4. Peralatan dan Material

Material yang dibutuhkan:

Specimen dibuat sesuai dengan standar JIS Z 2201 dan metode pengujian
tarik berdasarkan standar JIS Z 2201.

Gambar.3. Benda uji tarik

Peralatan yang dibutuhkan:

 Jangka sorong ketelitian 0,1 untuk panjang specimen.


 Mikrometer ketelitian 00,1 untuk diameter specimen.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 60


ITS - SURABAYA 2015

Gambar .2. Mesin uji tarik

Keterangan:

1 Screw 9 Shield of cylinder


2 Stopper 10 Base
3 Clamping Ring 11 Gap neck
4 Hoop 12 Grip crank
5 Upper Crosshead 13 Lower grip
6 Column/ Tiang 14 Liner
7 Gapless assembly 15 Shaft adapter
8 Lower crosshead 16 Test stand

5. Prosedur percobaan

a) Catat data mesin tarik


b) Satalah patah, spesimen dilepas dari penjepit.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 61


ITS - SURABAYA 2015

c) Setelah itu kedua bagian spesimen digabungkan, kemudian panjang


spesimen diukur dan catatlah pertambahan panjangnya.
d) Ukur dan catat diameter spesimen pada bagian yang patah (mengalami
necking).

6. Hasil

Setelah dilakukan uji tarik, catatlah data tersebut dalam sebuah tabel
seperti berikut:

F (kg) Δλ (mm) d (mm) Keterangan

...

Nb:

Untuk keterangan diisi: yield, maksimum, patah, daerah elastis dll.

Kemudian catatlah pula dimensi spesimen sebelum dan sesudah


pengujian. Setelah itu jawablah rangkum jawaban dari pertanyaan dibawah ini
dalam sebuah laporan praktikum.

Pertannyaan :

1. Dari data pengujian, buatlah diagram (σt - εt) kemudian jelaskan.


2. Tentukan harga σe, σp, σy, σu, εE, εp, εy, εu, E dari diagram (σt - εt).
3. Buatlah diagran tegangan-regangan sebenarnya (σs - εs).
4. bandingkan (σt - εt) dengan (σs - εs) dan jelaskan.
Jelaskan yang dimaksud dengan instability, starin hardening, Poison ratio dan
kriteria Yielding Von Mises.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 62


ITS - SURABAYA 2015

BAB 2B
PRAKTIKUM UJI KEKERASAN
1. Pendahuluan

Definisi kekerasan sangat tergantung pada cara pengujian yang dilakukan.


Beberapa definisi kekerasan antara lain :
1. Ketahanan terhadap indentasi permanent akibat beban dinamis atau
statis, kekerasan indentasi.
2. Energi yang diserap pada beban impak, kekerasan pantul.
3. Ketahanan terhadap goresan, kekerasan abrasi
4. Ketahanan terhadap abrasi, kekerasan abrasi.
5. Ketahanan terhadap pemotongan atau pengeboran, mampu mesin.

Pengujian kekerasan berdasarkan ketahanan terhadap indentasi


merupakan metoda pengujian yang banyak dilakukan.

2. Dasar Teori
Pada pengujian kekerasan Rockwell, angka kekerasan yang diperoleh
merupakan fungsi dari kedalaman indentasi pada specimen akibat pembebanan
statis. Pada pengujian dengan metode Rockwell dapat digunakan dua bentuk
indentor, yaitu berbentuk bola dari baja yang dikeraskan dengan berbagai
diameter, dan berbentuk kerucut dari intan (diamond cone). Beban yang diberikan
pada saat indentasi disesuaikan dengan bentuk dan dimensi indentor, seperti
tercantum pada table 1. pengujian ini banyak dilakukan di industri karena
pelaksanaannya lebih cepat, dimana angka kekerasan specimen uji dapat dibaca
langsung pada dial mesin.
Prosedur pengujian kekerasan Rockwell dilakukan dengan melakukan
indentor dengan beban awal 10 kg, yang menyebabkan kedalaman indentasi h,
jarum penunjuk diset pada angka nol skala hitam, kemudian beban mayor
diberikan. Cara kerja ini secara skematik ditunjukkan pada gambar. 1.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 63


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 1. Prinsip Kerja Rockwell

Keterangan :

0-0 Posisi sebelum indentasi

1-1 Penetrasi pada saat beban awal P’

2-2 Penetrasi pada saat beban penuh (P’+P)

3-3 Penetrasi setelah beban utama dilepas (P’)

Angka kekerasan Rockwell tidak bersatuan, tetapi didahului dengan satu


huruf depan seperti pada table 1 yang menyatakan kondisi pengujian. Angka skala
pada mesin terdiri dari dua skala, yaitu merah dan hitam, berbeda 30 angka
kekerasan. Skala Rockwell terbagi 100 divisi, dimana setiap divisi sebanding
dengan kedalaman indentasi 0,002 mm. Angka kekerasan Rockwell B dan
Rockwell C dinyatakan sebagai kedalaman indentasi (h 1 ) dapat ditulis sebagai
berikut :

kedalamanindentasi (mm)
R B = 130 -
0,002

kedalamanindentasi (mm)
R C = 100 -
0,002

Tabel 1. Skala Uji Kekerasan Rockwell

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 64


ITS - SURABAYA 2015

Skala & Huruf Beban


Depan Indentor Mayor Skala yang dibaca

Group I

B Bola 1/16" 100 Merah

C Kerucut intan 150 Hitam

Group II

A Kerucut intan 60 Hitam

D Kerucut intan 60 Hitam

E Bola 1/8" 100 Merah

F Bola 1/16" 60 Merah

G Bola 1/16" 150 Merah

H Bola 1/8" 60 Merah

K Bola 1/6" 150 Merah

Group III

L Bola 1/4" 60 Merah

M Bola 1/4" 100 Merah

P Bola 1/4" 150 Merah

R Bola 1/2" 100 Merah

S Bola 1/2" 100 Merah

V Bola 1/2" 150 Merah

Dari table.1. terlihat bahwa skala merah untuk indentor bola, sedangkan
skala hitam untuk indentor kerucut intan. Disamping itu dari berbagai skala
Rockwell skala B dan C yang banyak digunakan. Rockwell skala B digunakan
untuk logam lunak, seperti kuningan, bronze, dan logam yang kekerasannya
sedang seperti baja karbon rendah, baja karbon sedang yang dianneal. Rockwell
skala C digunakan untuk material yang kekerasannya di atas 100 pada skala B.
Daerah kerja skala C di atas 20. Baja yang terkeras sekitar R C = 70.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 65


ITS - SURABAYA 2015

3. Peralatan dan Material

Peralatan yang dibutuhkan:

1
2

3 9
4

7
8

Gambar .2. Alat Uji Kekerasan Rockwell

Keterangan :

1. Kerangka luar indikator


2. Indikator
3. Indentor
4. Contoh benda uji
5. Anvil/landasan
6. Handwheel
7. Handle pelepas gaya uji utama
8. Handle untuk mengaplikasikan gaya uji utama
9. Dashpot / pengatur beban

4. Material yang dibutuhkan:

Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi
tidak setimbang, serta baja yang telah dilakukan pengerasan permukaan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 66


ITS - SURABAYA 2015

5. Prosedur Percobaan

Adapun langkah-langkah dari pengujian kekerasan Rockwell adalah


sebagai berikut :

1. Permukaan (atas dan bawah) specimen harus datar, halus, serta bebas
dari kotoran, minyak, benda asing, maupun cacat.
2. Memasang indentor pada pemegang indentor.
3. Menempatkan indentor pada mesin.
4. Dashpot/pengatur beban diatur pada pembebanan 100 kg (untuk Rockwell
B) atau 150 kg (untuk Rockwell C).
5. Putarlah handwheel untuk mengangkat landasan dengan perlahan untuk
menaikkan penetrator sampai penunjuk kecilnya berada pada tanda
merah dan penunjuk besarnya berputar tiga kali dan berhentilah dengan
arah vertical.
6. Putarlah kerangka luar dari indicator untuk mendapatkan garis panjang
tertulis di antara garis b dan c sejajar dengan penunjuk besar
(diperbolehkan memutar searah jarum jam atau berlawanan jarum jam).
7. Tariklah handle untuk mengaplikasikan gaya uji utama, pada saat itu
penunjuk besar dari indicator berputar berlawanan dengan arah jarum
jam.
8. Ketika penunjuk indicator berhenti, doronglah handle pelepasnya dengan
perlahan untuk melepaskan gaya uji utamanya.
9. Melihat angka kekerasan pada skala dial di mesin (skala merah untuk
Rockwell B dan skala hitam untuk Rockwell C).
10. Putarlah handwheel untuk menurunkan dan mengambil benda uji.
Apabila ingin mengadakan pengujian baru, ulangi menurut prosedur
nomor 5-9 seperti dijelaskan di atas.

6. Hasil

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 67


ITS - SURABAYA 2015

Selama pengujian berlangsung, amatilah proses kerjanya kemudian


rangkumlah pertanyaan berikut dalam sebuah laporan praktikum.

1. Dengan mengunakan table konfersi, tentukan nilai kekerasan Brinell,


Vickers, Rockwell dari pengujian yang anda lakukan.
2. Apabila anda melakukan pengujin kekerasan suatu logam yang belum
diketahui angka kekerasannya, pengujin manakan yang anda gunakan.
3. Bandingkan data hasil kekerasan pada logam yang telah dilaku panas
kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak setimbang, serta baja yang
telah dilakukan pengerasan permukaan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 68


ITS - SURABAYA 2015

BAB 2C
PRAKTIKUM UJI IMPAK
1. Pendahuluan

Beberapa peralatan pada automotive dan transmisi serta bagian-bagian


pada kereta api dan lain-lain akan mengalami suatu beban kejutan dalam
operasinya. Untuk hal ini tersebut maka ketahanan suatu material terhadap
beban mendadak, serta faktor-faktor yang mempengaruhi sifat tersebut perlu
diketahui dan diperhatikan.
Walaupun uji impak tidak merupakan suatu uji yang representative
terhadap sikap suatu peralatan terhadap beban yang mendadak, namun test ini
berguna untuk melihat efek-efek yang ditimbulkan oleh adanya takikan, bentuk
takikan, temperatur, dan faktor-faktor yang lain terhadap bermacam macam
material, sehingga dipilih suatu material sesuai dengan keadaan operasi yang
akan dialami.
Pada umumnya uji Impak bertujuan untuk menentukan sifat bahan yaitu :
 Ketahanan terhadap beban impak
 Sensitivity dari bahan terhadap adanya notch.
 Analisa patahan (fracture analysis) dari bahan uji.

2. Dasar Teori

Uji impak bisa diartikan sebagal suatu test yang mengukur toughness atau
kekenyalan suatu material; yaitu kemampuan suatu material untuk menyerap
energi sebelum terjadinya ke patahan.

Dalam hal ini energi didapat dari suatu bandul yang mempunyai
ketinggian tertentu dan berayun memukul benda test, berkurangnya energi
potensial dari bandul sebelum dan sesudah memukul benda uji merupakan
energi yang dapat diserap oleh benda uji tesebut.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 69


ITS - SURABAYA 2015

Takik atau notch memegang peranan yang penting terhadap kekuatan


Impak suatu material. Dua buah benda kerja yang mempunyai luas
penampang, penahan beban yang sama bisa mempunyai kekuatan impak
yang selalu jauh berbeda akibat perbedaan bentuk takik yang dimiliki. Adanya
takikan pada benda kerja yang bisa berupa bentuk konfigurasi hasil desain,
pengerjaan yang salah seperti diskontinuitas pada pengelasan, atau korosi
lokal yang bisa bersifat sebagai pemusat tegangan (stress concentration).
Adanya pusat pusat tegangan ini dapat menyebabkan Brittle material yang
menjadi patah pada beban dibawah yield strength.
Facture atau kepatahan pada suatu material bisa digolongkan sebagai
brittle atau ductile fracture. Suatu material yang mengalami kepatahan tanpa
mengalami suatu deformasi plastis dikatakan patah secara brittle, sedang
apabila kepatahan didahului dengan suatu deformasi plastis dikatakan me-
ngalami ductile fracture. Material yang mengalami brittle facture hanya
mampu menahan energi yang kecil saja sebelum mengalami kepatahan.
Ketahanan suatu material menahan energi impak sangat dipengaruhi
juga oleh temperatur. Efek dari temperatur terhadap kekuatan impak berbeda
jenis material.
Sebagai contoh dapat dilihat digambar 5, FCC material dapat menahan energi
impak yang relative tinggi, walaupun pada temperatur rendah. Sedang high
strength material menunjukkan ketahanan. Impak yang rendah pada range
temperatur yang luas.

Material-material seperti polymer, ceramic dan logam BCC mempunyai suatu


range temperatur tertentu yang menunjukkan perubahan kekuatan impak yang
menyolok dengan berubahnya temperatur.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 70


ITS - SURABAYA 2015

FCC
BCC Metal,
Ceramic, Polymer

Impact Energy
brittle tough

High Strength
Material
Transition
Temperature
Temperature

Gambar. 1. Hubungan antara temperatur dengan energi impak

Bermacam-macam jenis baja, sebagaimana halnya logam BCC mempunyai


suatu temperatur transisi, dimana disini energi adalah minimum. Transition
temperature ini merupakan suatu temperatur yang penting sekali, karena
disini terjadi perubahan sifat dari logam yang brittle menjadi ductile dan
sebaliknya.

Apabila temperatur operasi dari suatu peralatan berada dibawah tr-


ansition temperatur dari material yang digunakan, maka adanya crack pada
material fracture dan kerusakan pada peralatan, sedang apabila temperatur
operasi terendah masih diatas temperatur transisi dari material, maka brittle
fracture tidak akan merupakan masalah.
Ukuran kristal yang kasar, Stain Hardening dan elemen-elemen tertentu
seperti cenderung untuk menaikkan transition temperatur dari baja, sedang
ukuran kristal kecil, dan element-element tertentu seperti Mn, Ni
memperendah transition temperature. Disamping hal tersebut micro structure
dari baja juga mempengaruhi transition temperatur ini. Temperatur merupakan
micro structure yang paling baik untuk pemakaian pada temperature rendah.
Metoda pengujian Impak yang umum dipakai adalah metoda Charpy.
Batang uji ditujukan pada kedua ujungnya, diletakan horizontal dan arah pu-

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 71


ITS - SURABAYA 2015

kulan searah dengan takikan. Sedangkan pada metoda Izod, batang uji
ditunjang/dijepit pada salah satu ujungnya, diletakan vertikal dan arah pukulan
berlawanan dengan takikan.

Gambar.2. Batang uji pengujian Impak Charpy dan Izod.

Kekuatan Impak suatu bahan didefinisikan sebagai energi yang


digunakan untuk mematahkan batang uji dibagi dengan luas penampang pada
daerah takikan. energi untuk mematahkan batang uji dihitung berdasarkan
berat dan ketinggian ayunan pendulum sebelum dan setelah Impak. Tanpa
memperhatikan kehilangan energi. Energi yang dipakai untuk mematahkan test
piece dapat dihitung sebagai berikut:

Energi awal (E o) = Wh = W l [ 1 – Cos ] ……1

Energi akhir (E l) = Wh1 = W l [ 1 – Cos ] ……2

Energi untuk mematahkan test piece adalah

(E) = W (h - hl) = W l (Cos  - Cos  ) (kgm) ……3

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 72


ITS - SURABAYA 2015

Titik tumpu

 

pendulum
Titik berat
h1 h

Gambar.3. Kebutuhan enerji untuk mematahkan

Dimana:

W = berat dari pendulum (kg)


h = Ketinggian pendulum sebelum diayunkan (m)
hl = Ketinggian pendulum setelah keadaan patah (m)

 = Sudut awal (o)

 = Sudut akhir (o)

l = jarak antara titik berat rat darl pendulum ke sumbu putar 0 (m).

Dan akhirnya kekuatan impak dari logam dapat dihitung dengan rumus:


IS = WICos   Cos   kgm / mm 2
A

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 73


ITS - SURABAYA 2015

Dimana :

A = luas penampang test piace pada bagian yang tertakik (mm 2).

Kekuatan impak (impact strength) akan tergantung pada komposisi


bahan pada proses pembuatannya. Untuk ini temperatur benda uji pada
percobaan hubungannya dengan kesimpulan uji.

3. Peralatan dan Material

3.1. Peralatan yang dibutuhkan:

Mesin Impak Charpy Tipe HT-8041A

Gambar.4. Alat uji impak

Keterangan:

1 Hammer Knife 5 Clutch


2 Hammer 6 Scale
3 Idle Pointer 7 Pointer
4 Brake Rod 8 Horizontal eye

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 74


ITS - SURABAYA 2015

3.2. Material yang dibutuhkan:

Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi
tidak setimbang dengan ukuran yang disesuaikan dengan standar

Satuan : mm Arah pemukulan

10

8
R 0,25
10

2
45°

55

Gambar .5. Standar JIS 2202 no.4

 Panjang = 55 mm
 Lebar = 10 mm
 Tebal = 10 mm
 Dalam takikan = 2 mm
 Jari-jari takikan = 0,25 mm
 Sudut takikan = 45 0

4. Prosedur Percobaan

a. Memasang benda uji pada penumpu dengan takikan tepat berada pada
tengah-tengah, bagian bertakik diletakkan disebelah dalam sehingga
bandul akan memukul benda uji pada sisi yang berlawanan dengan sisi
spesimen uji yang bertakik.
b. Bandul dinaikkan setinggi h atau sebesar sudut (140°)
c. Atur posisi jarum penunjuk skala pada posisi nol.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 75


ITS - SURABAYA 2015

d. Bandul dilepas sehingga memukul spesimen uji, setelah memukul


spesimen uji bandul masih akan berayun setinggih 1 atau sebesar sudut 
kemudian data yang diperoleh dari mesin dicatat kedalam tabel.
e. Mengambil spesimen yang telah diuji untuk diukur dimensinya (l x t)
f. Mengamati penampang patahan spesimen dan menggambarkannya
(dibuat sket) pada kertas untuk diidentifikasi jenis patahannya.

5. Hasil

 Hasil pengujian berupa angka yang menunjukkan EI. Selanjutnya EI dibagi


dengan luasan spesimen yang dipatahkan. Didapat Impact Strength. Is = EI /
A
 Dari hasil pengujian ini bisa dibandingkan impact strength untuk berbagai
jenis material. Juga bisa diketahui patahan spesimen apakah termasuk ulet
atau getas. Patahan ulet jika berserabut dan kusam/suram sedangkan
Patahan getas apabila berbutir dan mengkilat.

Hal penting yang harus diperhatikan adalah mekanisme selama proses


impack berlangsung. Kemudian rangkumlah pertanyaan berikut dalam sebuaah
laporan praktikum.

a) Apakah ada perbedaan terhadap hasil dari masing masing benda uji yang
sejenis. Berikan analisa anda terhadap adanya perbedaan ini.
b) Hitunglah energi untuk mematahkan tes pieces (E) dari hasil rata-rata secara
teoritis berdasarkan rumus yang ada, kemudian bandingkan dengan hasil
percobaan anda berdasarkan praktek.
c) Jelaskan sumber-sumber yang mengakibatkan terjadinya perbedaan
perhituggan secara teoritis dan yang terjai pada percobaan.
d) Gambarkan frakture (sketsa) dari batang uji dan tunjukan mana yang ductile
dan yang brittel.
e) Bagaimana pengaruh laku panas pada benda uji terhadap kekuatan impak
dari suatu beban.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 76


ITS - SURABAYA 2015

BAB 3
STRUKTUR KRISTAL
3.1 Struktur Atom

Telah diketahui bahwa semua zat terdiri dari atom, dan atom sendiri terdiri
dari inti (terdiri dari sejumlah proton dan neutron) yang dikelilingi oleh sejumlah
elektron. Elektron-elektron ini menempati cell tertentu. Suatu atom dapat
mempunyai satu atau lebih cell. Setiap cell dapat ditempati oleh elektron sebanyak
2n2, dimana n adalah nomor cell (dihitung mulai dari yang terdalarn sebagai Cell
norrior 1).
Jumlah elektron pada cell terluar banyak menentukan sifat dari unsur tsb
Atorn yang rnemiliki jumlah elektron yang sama pada cell terluar, yaitu unsur pada
group yang sama akan memiliki sifat yang hampir sama. Semua gas mulia
memiliki delapan elektron pada cell terluar, kecuali helium yang hanya memiliki
satu cell dan jumlah elektron pada cell itu adalah dua, semuanya adalah unsur
yang sangat stabil, tidak bereaksi dengan unsur lain.
Atom-atom dapat membuat ikatan dengan atom yang sejenis atau atom lain
membentuk molekul dari suatu zat atau senyawa. Dalam beberapa hal atom-atom
juga dapat menjalin ikatan dengan atom sejenis atau atom lain tanpa membentuk
molekul, seperti halnya pada logam

3.2. Ikatan atom

Ada tiga jenis ikaLan atom yang utama, yaitu :

1. Ikatan ionik
2. Ikalan kovalen atau homopolar
3. Ikalan logam

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 77


ITS - SURABAYA 2015

3.2.1. Ikatan lonik


Atom akan paling stabil jika atom itu mempunyai konfigurasi elektron
seperti konfigurasi elektron pada gas mulia, yaitu terdapat delapan elektron pada
cell terluar (dua elektron bila atom memiliki hanya salu cell). Bila suatu atom
hanya memiliki satu elektron pada cell terluar, maka ia cenderung untuk melepas
elektron tersebut, dan cell yang lebih ke dalam, yang biasanya sudah terisi penuh,
akan menjadi cell terluar, ini menyebabkannya menjadi lebih stabil. Tetapi hal ini
juga mengakibatkan atom itu kelebihan proton (yang bermuatan positip), sehingga
atom itu akan bermuatan positip, dikatakan atom itu berubah menjadi ion positif.

Slide no.4. Ikatan ionik

Sebaliknya bila suatu atom lain yang memiliki tujuh eiektron pada cell
terluarnya, ia cenderung akan menerima salu elektron lagi dari luar. Dan bila hal
ini terjadi maka atom ilu akan menjadi bermuatan negatif (karena kelebihan
elektron), ia akan menjadi ion negatif. Dan bila kedua ion ini berdekatan akan
terjadi tarik menarik karena kedua ion itu memiliki muatan listrik yang berlawanan.
Kedua atom itu akan terikat satu sama lain dengan gaya tarik menarik itu, ikatan
ini dinamakan ikatan ionik (ionic bonding).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 78


ITS - SURABAYA 2015

Sebagai contoh, atom Na (dengan satu elektron pada cell terluar) yang
berada dekat atom Cl (dengan tujuh elektron pada cell terluar). Dalam keadaan
ini akan terjadi perpindahan satu elektron dari atom Na ke atom Gl. Kedua atom
itu akan menjadi ion, atom Na menjadi ion Na+, atom Cl menjadi ion Cl -, karena
muatannya berlawanan akan terjadi tarik menarik, menjadi suatu ikalan ionik,
(slide no. 4), dikenal sebagai senyawa garam, yang sifatnya berbeda dari kedua
atom pembentuknya. Hal ini memperlihatkan betapa kuatnya suatu ikatan ionik.

3.2.2. Ikatan kovalen

Beberapa alom dapat memperoleh konfigurasi elektron yang stabil


dengan saling meminjamkan elektronnya. Dengan saling meminjamkan elektron
ini atom- atom akan memperoleh susunan elektron yang stabil tanpa menyebabkannya
menjadi bermuatan.

Slide no.5. Ikatan Kovalen

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 79


ITS - SURABAYA 2015

Ikatan akan terjadi melalui elektron yang saling dipinjamkan itu. Elektron ini masih
mempunyai ikatan dengan atorn asalnya, tetapi juga sudah terikat dengan atom yang
meminjamnya.

3.2.3. Ikatan logam

Di sini juga terjadi saling meminjamkan elektron, hanya saja jumlah atom
yang bersama-sama saling meminjamkan elektron valensinya (elektron yang
berada pada cell terluar) ini tidak hanya antara dua atau beberapa atom tetapi
dalam jumlah yang tak lerbatas. Setiap atom menyerahkan eiektron valensinya
untuk digunakan bersama. Dengan demikian akan ada ikatan tarik menarik antara
atom-atom yang saling berdekatan. Jarak antar atom ini akan tetap (untuk kondisi
yang sama), bila ada atom yang bergerak menjauh maka gaya tarik menarik akan
menariknya kembali ke posisi semula, dan bila bergerak terlalu mendekat maka
akan timbul gaya tolak menolak karena inti-inti atom berjarak terlalu dekat padahal
muatan listriknya sama, sehingga kedudukan atom relatif terhadap atom lain akan
telap.
Ikatan seperli ini biasa terjadi pada logam, karena itu dinamakan ikatan
logam. Pada ikatan ini inti-inti atom terletak beraturan dengan jarak tertentu,
sedang elektron yang saling dipinjamkan seolah-olah membentuk "kabut elektron"
yang mengisi sela-sela antar inti (lihat slide no. 6). Elektron-elektron ini tidak
terikat pada salah satu atom tertentu atau beberapa atom saja, tetapi setiap
elektron dapat saja pada suatu saat berada pada suatu atom, dan pada saat
berikutnya berada pada atom lain. Karena itulah logam dikenal mudah
mengalirkan listrik dan panas.
Mengingat atom-atom pada logam menempati posisi tertentu relatif
terhadap alom lain, maka dapat dikatakan bahwa atom logam tersusun secara
teratur menurut suatu pola tertentu. Susunan atom yang teratur ini dinamakan
kristal, dan susunan atom pada logam selalu kristalin, tersusun beraturan dalam
suatu kristal.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 80


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.6. Ikatan Logam

3.3. Struktur kristal

Susunan atom-atorn yang teratur dalam tiga dimensi menurut suatu pola
tertentu dinamakan kristal Bila dari inti-inti atom dalam suatu kristal
ditarik garis-garis imajiner melalui inti-inti atom tetangganya maka akan
diperoleh suatu kerangka tiga dimensi yang disebut space latlice (kisi
ruang). Space lattice ini dapat dianggap tersusun dari sejumlah besar unit
cell (sel satuan). Unit cell merupakan bagian terkecil dari space lattice,
yang bila disusun ke arah sumbu-sumbunya akan membentuk space lattice.
Pada slide no.7. tampak sebagian dari suatu space lattice dan satu unit
cellnya digaris tebal. Suatu unit cell dinyatakan dengan lattice parameter (panjang
rusuk-rusuk dan sudut antara rusuk-rusuk).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 81


ITS - SURABAYA 2015

• Kristal
Susunan atom yang teratur dalam tiga dimensi menurut pola tertentu
• Kisi Ruang (space lattice)
Kerangka tiga dimensi yang diperoleh dari garis-garis imajiner yang ditarik melalui
inti-inti atom tetangganya
• Sel Satuan (unit cell)
Bagian terkecil dari space lattice yang mempunyai bangun tertentu

Slide no.7. Struktur kristal

Ada 7 macam sistem kristal, yaitu cubic, tetragonal, orthorhombic, mono-


clinic, triclinic, hexaponal dari rhombohedral. Dari ketujuh sistem kristal tersebut
ternyata ada H jenis benluk space laltice yang mungkin terjadi. Kebanyakan
logam-logam yang penting membeku dengan membentuk kristal dengan sislem
kristal kubus atau sistem kristal hexagonal.
Dari ke empat belas jenis space lattice tersebut ternyata hanya ada 3 (tiga)
macam saja yang sering dijumpai pada logam-logam yang biasa digunakan, yaitu,

1. Face Centered Cubic (FCC) atau Kubus Pemusatan Sisi (KPS)


2. Body Centered Cu&ic (BCC) alau Kubus Pemusatan Ruang(KPR)
3. Hezagonal Close-Packed (HCP) atau Hexagonal Tumpukan Padat (HTP)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 82


ITS - SURABAYA 2015

Tabel .1. Ketujuh Karakteristik System Kristal

Slide no.8. Struktur kristal

Slide no.9. keempatbelas jenis space lattice

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 83


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.10. Struktur kristal BCC (Body Centered Cubic)

Slide no.11. Struktur kristal FCC (Face Centered Cubic)

Slide no.12. Struktur kristal HCP (Hexagonal Closed Packed)

Di samping itu ternyata ada beberapa unsur yang dapat dijumpai


dengan jenis space lattice yang berbeda, sifat yang demikian ini dinamakan
polimorfi. Di antara logam-logarn yang memiliki sifat polimorfi ini ada yarig sifat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 84


ITS - SURABAYA 2015

polimorfinya bcrcifal reversibel, pada suatu kondisi jenis space


latticenya tertentu dan bila kondisi berubah, space lattice juga akan berubah,
dan bila kondisi kembali seperti semula maka space lattice juga akan
kembali seperti semula. Sifat ini dinamakan allotropi.
Ada kurang iebih lima belas unsur yang memiliki sifat allotropi, termasuk
besi. Pada ternperatur kamar besi memiliki slruktur syace lattice BCC (dinamakan
besi alpha, a), pada temperatur antara 910 °C - 1400 °C space latticenya FCG
(besi gamma, y} dan di atas 1400 °C sampai mencair space latticenya BCC (be-si
delta). Bila temperatur kembali lagi maka struktur space lattice juga akan kembali
seperti semula.

Slide no.13. Diagram Fase Besi – Karbida besi (Fe-Fe3C)

3.4. Bidang kristalografi

Bidang di dalam lattice kristal dimana terdapat susunan atom-atom


dinamakan btdang kristolografi. Bidang kristalografi ini biasanya dinyatakan
dengan Indeks Miller.
Untuk menentukan Indeks Miller dari suatu bidang kristalografi dibuat suatu
koordinat ruang melalui susunan atom-atom, dengan mengambil satu titik atom

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 85


ITS - SURABAYA 2015

pada lattice sebagai titik pusat koordinat ruang. Selanjutnya Indeks Miller
ditentukan dengan cara sebagai berikut :
1. Tentukan panjang potongan ketiga sumbu koordinat, diukur dari pusat
koordinat sampai ke titik potong sumbu dengan bidang yang dimaksud.
Ranjang ini dinya-takan dalam satuan jarak atom pada sumbu yang
bersangkutan. Pada contoh dibawah, di sumbu x, satuannya adalah a, di
sumbu y satuannya b dan di s'jmbu z satuannya c.sumbu x y z panjang
polongan 231
2. Ambil kebalikan dari harga-harga di atas, dari contoh diperoleh :
1/2 , 1/3 , 1/1 <—? ^Z^
3. Sederhanakan perbandingan harga di atas menjadi bilangan bulat, h, k, 1.
Ketiga bilangan inilah Indeks Miller. Untuk contoh di atas diperoleh
Indeks Miller -.3,2,6.
4. Tulis riama bidang kristalografi dengan memberi tanda kvrung
(parentheses) pada Indeks MiHernya. Secara umum bidang kristalografi
ditulis bidang (hkl).Bidang pada contoh dinamakan bidang (326). Untuk
penggal sumbu yang jatuhpada arah negalip. Indeks Millernya akan
berharga negatip, untuk itu padaangka Indeks Miller diberi tanda negatip
di atasnya, dan bidang kristalografiyang mempunyai harga negatip pada
sumbu x dan positip pada kedua sumbu lain, maka bidang itu dilulis
sebagai bidang (hkl).
Bidang yang sejajar dinyatakan dengan Indeks Miller yang sama. Seperti
ter-lihat pada slide no.14. a, bidang (222) yang sejajar dengan bidang
(111), Indeks Miller dari bidang (222) dapat disederhanakan menjadi (111).
Demi-kian juga pada b, Indeks Miller dari bidang (022) dan bidang (033)
dapat disederhanakan menjadi (011). Juga pada slide no.14. c, semua
bidang iiu dinyala-kan sebagai bidang (100). Jadi Indeks Miller dari suatu
bidang akan menya-takan juga bidang lain yang sejajar dengannya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 86


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.14. Bidang didalam lattice kristal yang terdapat susunan atom-atom dan dinyatakan
dengan Index Miller

Mengingat titik pusat koordinat dapat ditetapkan sembarang titik pada


lattice/unit ce!l maka bidang yang berbeda akan dapat mempunyai Indeks Miller
yang sama, asa! kedudukannya terhadap pusat koordinat juga sama. Jadi bidang-
bidang ini dapat dikatakan ekuivalen. Semua bidang yang ekuivalen dikatakan
berada dalam satu "keluarga", ditulis dengan Indeks Miller yang diletakkan dalam
braces, keluarga {hkl}. Pada slide no.14, gambar dari unit cell kubus, sisi-sisi
kubus merupakan satu keluarga, yaitu keluarga {100} yang terdiri dari bidang-
bidang (100), (010), (001), (fOO), (OlO) dan (OOl).
Suatu araA krustalografi adalah arah dari pusal koordinai <e suatu titik
yang memiliki koordinat x = u, y = v dan z = w, ctinyatakan dengan Indeks Miller
yang diletakkan dalan square bracket, mrah (uvwf. Arah yang dinyatakan dengan
suatu Indeks Miller akan tegak /urus terhadap bidang yang dinyatakan dengan
Indeks Miller yang sama. Pada slide tampak bahwa arah [210| tegak lurus
terhadap bidang (210) dari suatu sistem kubus.
Pada suatu sistem kristal dapat dibuat bidang yang tak terhingga
banyaknya, tetapi yang mempunyai arti penting adalah bidang-bidang yang
mempunyai kepadatan atom yang tinggi dan jarak antar bidangyang besar. Bidang

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 87


ITS - SURABAYA 2015

iniadalah keluarga bidang (110) untuk sistem BCC, dan keluarga bidang (111)
untuk sistem FCC. Pada bidang-bidang ini mudah terjadi slip

3.5 Kristalisasi

Kristalisasi yaitu proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat


pembekuan, perubahan dari fase cair ke fase padat. Dilihat dari mekanismenya
krisalisasi terjadi melalui dua tahap :

1. Pembentukan inti atau pengintian (nucleation)


2. Pertumbuhan kristal (crystal growth)
Dalarn keadaan cair atom-atom lidak memiliki susunan teratur tertentu, se-
lalu/mudah bergerak. Dalam keadaan cair temperaturnya relatif tinggi dan atom
memiltki energi cukup banyak sehingga mudah bergerak, tidak ada pengaturan
le-tak atom relatif terhadap atom lain.

Dengan turunnya lemperatur maka energi atom makin rendah dan makin
sulit bergerak dan mulai mencari/mengatur kedudukannya relattf terhadap atom
lain, mulai membentuk lattice. Ini terjadi pada tempat yang relatif lebih
dingin di-mana sekelompok atom menyusun diri membentuk inti kristal.
Inti-inti ini akan menjadi pusat dari proses kristalisasi selanjutnya. De-
ngan makin turunnya temperatur makin banyak atom yang ikut bergabung dengan
inti yang sudah ada atau membentuk inti baru. Setiap inti akan tumbuh dengan
menarik atom-atom lain dari cairan atau dari inti yang tidak sempat tumbuh, untuk
mengisi tempat kosong pada lattice yang akan dibentuk.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 88


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.16. proses pembentukan kristal, yang terjadi pada saat pembekuan, perubahan
dari fase cair ke fase padat

Pertumbuhan ini berlangsung dari tempat yang lobih dingin menuju


tempat yang lebih panas. Pertumbuhan ini tidak bergerak lurus saja, tetapi mulai
membentuk cabang-cabang dan ranting-ranting, struktur seperti ini disebut
struktur dendritik. Dendrit ini terus bertumbuh Ke segala arah, sehingga
cabang/ranting dendrit hampir bersentuhan dan sisa catran yang terakhir akan
mernbeku di sela-sela dendrit ini.
Pertemuari satu dendrit kristal dengan lainnya dinamakan batas bulir kristal
(grain boundary) yang merupakan bidang yang membatasi antara 2 kristal. Batas
butir adalah tempal dimana terdapat ketidak-teraluran susunan atom (mismatch) di
samping juga biasanya mengandung unsur-unsur ikutan (impurity) lebih banyak.

3.6. Cacat pada kristal (imperfection)

Kristal yang sempurna adalah kristal yang susunan atomnya seluruhnya


ter-atur mengikuti suatu pola tertentu. Cacat yang dimaksud di sini adalah

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 89


ITS - SURABAYA 2015

cacat/ketidaksempurnaan susunan alorn dalam kristal (lattice). Cacat ini dapat


terjadi pada saat pembekuan ataupun oleh sebab-sebab mekanik.

Cacat ini dapat berupa :

1. Cacat titik (point defect)


2. Gacat garis (line defect)
3. Cacat bidang (interfacial defecl)
4. Cacat ruang (bulk defect)

Cacat titik dapat berupa kekosongan (vacancy) yang terjadi karena tidak
terisinya suatu posisi atom pada lattice. Juga dapat terjadi karena salah tempat,
posisi yang seharusnya kosong ternyata ditempati atom, terjadi sisipan interstitial).
Mungkin juga ada atom "asing" yang menggantikan tempat yang seharusnya diisi
alom, terjadi substitusi ('substitutionals)',

Slide no.21. Cacat pada Kristal

Cacat-cacat ini akan menyebabkan terjadinya tegangan pada lattice.


Vacancy akan menyebabkan atom-atom di sekitarnya tertarik mendekat dan
intensitas mengakibatkan atom-atom sekitarnya terdorong saling menjauhi pada

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 90


ITS - SURABAYA 2015

substitutional, bila atom penggganti lebih besar maka atom sekitarnya terdorong
menjauh, dan bila lebih kecil tertarik mendekat.

Slide no.22. a) vacancy, (b) interstitial atom, (c) small substitutional atom, (d) large
substitutional atom, (e) Frenkel defect, (f) Schottky defect.

Cacat garis, cacat yang menimbulkan distorsi pada lattice yang berpusat
pada suatu garis, sering disebut dislokasi. Pada dasarnya ada 2 macam dislokasi
yaitu edge dislocation dan screw dislocation, dan dapat juga terjadi dislokasi yang
merupakan kombinasi keduanya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 91


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.23. Macam-macam Dislokasi

Untuk menggambarkan dislokasi diambil sebuah kristal seperti slide no.23.


yang dibuat irisan yang mengiris ikatan aniar atom menurut bidang ABCD, (slide
no. 23 a). Bila bagian atas irisan didorong hingga baris atom yang di lepi tergeser
ke atas baris kedua dari irisan bawah, maka akan tampak adanya distorsi yang
berpusat di garis AB, slide no. 23 b, dan garis AB ini dinamakan arti dislokasi.
Dislokasi semacam ini adalah edge dislocation.
Bila dorongan tersebut ke arah samping, sejajar AB (slide no. 23. c), maka
akan terjadi screw dislokation, dinamakan demikian karena susunan atom di
sekitar garis dislokasi berbentuk seperti ulir (screw). Dan bila dorongan tersebut
mernbuat suatu sudut terhadap garis AB, maka akan diperoleh mxed dislocation,
(slide no. 23. d dan e). slide no 24. selanjutnya menunjukkan susunan atom pada
dislokasi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 92


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.24. Susunan Atom pada Edge Dislocation

Semua cacat diatas dapat bergeser dalam suatu lattice, baik karena pengaruh
thermodinamik maupun gaya mekanik. slide no. 25. menunjukkan bagaimana
suatu edge dislocalion dapat bergeser

slide no. 25. Pergerakan Atom pada Edge Dislocation

Gerakan dari edge dislocation dimulai dari tepi kristal dengan


terbentuknya dislocation line, sebagai akibat dari gaya geser (shear Force).
Garis dislokasi ini berupa garis lurus sepanjang kristal dan tegak lurus terhadap

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 93


ITS - SURABAYA 2015

aran gaya geser Gaya geser selerusnya akan mendorong garis dislokasi ini dari
satu baris atom ke baris atom berikutnya. Baris atom yang telah tergeser ini
dikatakan telah mengalami dan bidang tempat terjadinya pergeseran ini
dinamakan bidang slip (slip plane) bidang yang padat atom.
Pengertian mengenai dislokasi jika bermanfaat untuk menjelaskan berbagai
sifat logam, antara lain, deformasinya. penguatan dan lain-lain.
Cacat bidang yang selalu terdapat pada krislai logam adalah grain
boundary. Pada batas butir selalu terdapat distorsi baik karena pengaruh
tegangan permukaan tnaupun akibat dari interaksi dengan atom-atom dari kristal
tetangganya. Karena setiap butir kristal mempunyai orientasi yang berbeda satu
sama lain, maka pada batas antara satu butir dengan butir lain akan terjadi
ketidak-teraluran susunan atom (dibandingkan dengan bagian dalam dari
kristal). Pada slide no. 26. dapat dilihat susunan atom pada suatu batas butir.
Tampak bahwa batas butir merupakan daerah yang penuh dislokasi, karenanya ia
merupaka daerah yang penuh dengan tegangan. Jadi batas butir merupakan
tempat yang menyimpan banyak energi, karena itu banyak peristiwa transformasi
dimulai dari batas butir ini.

slide no. 26. Cacat ruang (bulk defect)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 94


ITS - SURABAYA 2015

3.7. Deformasi plastik pada kristal

Bila suatu krislal mengalami tegangan maka susunan alom pada kristal itu
akan mengalami perubahan posisi, perubahan ini bersifat sementara bila
tegangan yang bekerja tidak cukup besar dan akan bersifat permanen bila
legangan sudah melampaui yield. Bila tegangan telah melampaui yield maka garis
dislokasi sudah bergeser dan mungkin telah mencapai batas butir, sehingga butir
kristal mengalami perubahan bentuk yang permanen. Perubahan bentuk pada
butir kristal akibal terjadinya hal ini akan menyebabkan terjadinya perubahan
bentuk pada bentuk luar benda. Deformasi (perubahan bentuk) dapat terjadi
dengan terjadinya slip alau twmning, atau kombinasi keduanya.

slide no. 27. Analog dislokasi pada kristal

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 95


ITS - SURABAYA 2015

3.7.1 Deformasi Dengan Slip

Slip merupakan mekanisma terjadinya deformasi yang paling sering


dijumpai. Slip terjadi bila sebagian dari kristal tergeser relatif terhadap bagian
kristal lain sepanjang bidang kristalografi tertenlu. Bidang tempat terjadinya slip ini
dinamakan bidang slip (slip plane) dan arah pergeseran atom pada bidang slip
dinamakan arah slip (slip direction). Slip terjadi pada bidang yang paling gadat
alom dan arah slip juga pada daerah yang paling padat, atom, karena untuk
menggeser atom pada posisi ini memerlukan energi paling kecil. Pada slide no.
28. dapat dilihat bahwa pergeseran atom akan lebih mudah terjadi bila susunan
atomnya lebih rapat, slide no. 28. a (di slide no. 28. b yang susunan atomnya
kurang padat, atom atom seolah-olah "terkunci" di sela-sela atom-atom lain, dan
untuk menggeser atom-atom ini tentu akan memerlukan energi lebih besar).

slide no. 28. Pergeseran Susunan Atom

Seperti diketahui pada suatu sistem kristal mungkin terdapat lebih dari
satu bidang yang padat atom, bidang-bidang ini merupakan satu keluarga,
demikian pula dengan arah slip. Karenanya slip dapat terjadi pada beberapa
bidang dan arah tertentu, ini dinamakan sistem slip (slip system) dari sistem
kristal.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 96


ITS - SURABAYA 2015

Tabel .2 Beberapa sistem slip dari berbagai kn'stal logam

slide no. 29. Menunjukkan beberapa sistem slip dari berbagai kristal logam .

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 97


ITS - SURABAYA 2015

Slip tidak terjadi dengan menggesernya seluruh atom pada bidang slip
secara sekaligus. Slip terjadi dengan bergesernya garis dislokasi sedikit
demi sedikit. Bila slip terjadi dengan pergeseran sekaligus seluruh atom
pada bidang slip, maka akan diperlukan gaya yang sangat besar, beberapa ribu
kali lebih besar dari pada yang diperlukan untuk menggeser garis dislokasi.
Karena itulah kekuatan logam lebih rendah daripada kekuatanya yang dihitung
dengan menjumlahkan gaya yang perlu unLuk memutuskan ikatan antar atomnya.
Untuk dapat terjadinya slip harus ada gaya geser yang cukup, bila gaya
geser itu belum cukup besar maka distorsi yang ditimbulkannya hanya bersifat
sementara, elastik. Perubahan bentuk akan terjadi bila telah terjadi slip,
dan slip akan dapat terjadi bila gaya geser yang bekerja pada kristal telah
mencapai crytical resolued shear stress, semacam yeild stress suatu kristal
Terjadinya slip dengan adanya cara beregesernya garis dislokasidapat
digambarkan dengan analogi gerakan dari ulat, cacing atau permadani untuk
menggeser permadani yang teiah digelarkan dilantai dengan menarik sekaligus
seluruh tentu akan sangat berat. Akan lebih mudah bila mula-mula dibuat suatu
lekukan pada tepi permadani (analog dengan garis dislokasi) dan mendorong
tekukan lersebut hingga tekukan mencapai ujung lain dari permadani slide no. 27.
Bila slip telah terjadi hingga ke seberang butir kristal maka slip ini akan diteruskan
ke butir berikutnya dan karena butir berikutnya mempunyai orientasi yang
berbeda, arah bidang slip akan berbeda maka dislokasi akan tertahan pada batas
butir, dan untuk membuat slip berikutnya pada bidang yang sama akan me-
merlukan gaya yang lebih besar. Karenanya slip akan mudah terjadi pada bidang
lain yang sejajar dengan bidang slip mula-mula.
Karena itu dapat dimen^erti bahwa logam yang telah mengalami deformasi
akan menjadi lebih kuat dan keras. Di samping itu juga dapat dijelaskan mengapa
logam dengan butiran yang lebih halus akan menjadi lebih kuat dan keras.

3.7.2 Deformasi dengan Twinning

Cara lain untuk terjadinya deformasi adalah dengan twinning. Twinning


terjadi bila satu bagian dari butir kristal berubah orientasinya sedemikian rupa

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 98


ITS - SURABAYA 2015

sehingga susunan atom di bagian tersebut akan membentuk simetri dengan


bagian lain, yang tidak mengalami twinning. Susunan atom pada bagian yang
twinning ini merupakan "mirror Image" dari bagian yang tidak mengalami
twinning. Bidang yang menjadi pusat simetri antara kedua bagian itu dinamakan
twinning plane.

slide no. 30. Twinning Slip

Ada beberapa perbedaan antara slip dan twnning, yailu bahwa pada
slip orientasi seluruh kristal tetap sama sedang pada twinning sebagian
kristal akan berubah orentasinya. Jarak pergeseran atom pada slip dapat hingga
beberapa jarak atom, sedliig pada twinning jarak pergeseran ini hanya sedikit,
tidak sampai satu jarak atom. Pada twinning pergerakan atom itu terjadi sekaligus
seluruh atom (pada twinned region) bergerak bersamaan sedang pada slip
sebagian demi sebagian.
Dari hal di atas lampak bahwa untuk terjadinya twinning diperlukan tenaga
yang cukup besar, karena itu tidak banyak logam yang padanya dijumpai twinning,
sebab mungkin sebelum twinning dapat terjadi, slip sudah terjadi lebih dulu.
Twinning dapat terjadi' bila kemungkinan untuk slip kecil, yaitu bila slip system

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 99


ITS - SURABAYA 2015

terbatas seperti pada logam dengan kristal HGP yang memiliki hanya sediki slip
system (karena itu twinning biasanya tidak lerjadi pada BCC dan FGC).
Regangan yang terjadi dengan twinning kecii sekali, sehingga twinning
bukanlah suatu mekanisme deformasi yang utama, tetapi tetap cukup penting
karena dengan twinning terjadi perubahan orientasi krista! yang memungkinkan
salah satu sistem slipnya akan bersesuaian dengan arah gaya geser yang
bekerja dan slip akan dapat terjadi.
Twinning dapat terjadi sebagai akibat gaya mekanik, disebut meckanical
twins, atau dapat juga terjadi pada kristal yang telah dideformasi lalu dianneal,
disebul annealing twins
Pada mikroskop twinning dapat ditandai dengan adanya dua garis sejajar di
tengah kristal, dan slip dapat diketahui dengan adanya slip lines sejumlah garis
sejajar pada kristal

3.7.3. Pengaruh pengerjaan dingin terhadap sifat mekanik

Suatu logam dikatakan mengalami pengerjaan dingin (cold work) bila butir-
butir kristalnya berada dalam keadaan terdistorsi setelah mengalami deformasi
plastik. Dalam keadaan ini pada kristal terdapat berbagai dislokasi
setelah terjadi slip dan/atau twinning.
Sebagai akibat dari pengerjaan dingin int bebercoa sifat mekariik akan
mengalami perubahan, yaitu Tensile strength, Yield strength dan kekerasan akan
naik, sedang keuletan akan menurun, dengan makin tingginya derajat deformasi
dingin yang dialami. Pembentukan dengan pengerjaan dingin, seperti cold rolling,
cold drawing dan lain-lain.
Juga sifat penghantaran listrik akan mengalami penurunan dengan naiknya
derajat deformasi dingin. Hal ini terutama akan sangat terasa pada logam yang
bukan logam murni (paduan).

3.8. Rekristalisasi

Sebagai akibat dari cold working kekerasan, kekuatan tarik dan tahanan
listrik akan naik, sedang keuietan akan menurun. Juga terjadi peningkatan jumlah

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 100


ITS - SURABAYA 2015

dislokasi yang besar dan bidang-bidang kristalografi lertentu akan mengalami


distorsi yang hebat.
Sebagian dari energi yang diberikan untuk mendeforfasi logam itu
dikeluarkan lagi scbagai panas, dan sebagian lagi tetap tersimpan dalam struktur
kristal sebagai energi dalarn (tegangan dalam) yang dikaitkan dengan cacat
kristal yang terjadi sebagai akiba dari deformasi. Dengan kata lain logam yang
mengalami pengerjaan dingin akan menyimpan sejumlah tegangan dalam sebagai
akibat terjadinya sejumlah besar dislokasi
Bila logam yang telah mengalami pengerjaan dingin ini dipanaskan kembali
maka atom-atom akan menerima sejumlah energi panas yang dapat dipakai untuk
bergerak menuju/membentuk sejumlah kristal yarig lebih bebas cacat, bebas
tegangan dalam. Peristiwa perubahan yang terjadi selama proses pemanasan
kembali dapat dibagi menjadi tiga tahapan :Recovery, Recrystallization dan Grain
growth.

3.8.1. Recovery

Recovery terjadi pada awal pemanasan kembali, pada temperatur yang


agak rendah, dan perubahan yang terjadi tidak diikuti dengan perubahan
struktur mikro. Juga masih belum terjadi perubahan sifat mekanik. Perubahan
yang terjadi hanyalah berkurangnya tegangan dalam.
Perlunya mengurangi tegangan dalam ini adalah untuk mencegah
terjadinya distorsi pada benda kerja yang mengalami pengerjaan dingin sebagai
akibat tegangan sisa itu, dan juga untuk mencegah stress-corrosion cracking
(retak karena korosi pada logam yang mengalami tegangan). Proses laku panas
yang memanfaatkan hal ini dinamakan stress relief annealing.
3.8.2. Recrystallization

Pemanasan kembali hingga ke temperatur lebih tinggi akan menyebabkan


munculnya kristal baru dari kristal yang terdistorsi, dengan struktur lattice dan
komposisi kimia yang sama seperti pada saat ceuclum pengerjaan dingin. Kecuali
kristal yang denaritik, pada kristal yang tadinya dendritik, setelah pengerjaan
dingin dan pemanasan kembali bentuk dendrit akan hilang. Krista! baru ini mula-
muia muncui pada bagian kristal yang mengalami distorsi paling hebat, yaitu pada

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 101


ITS - SURABAYA 2015

batas butir dan bidang slip. Di sini kelompok-kelompok atom (cluster of atoms)
membentuk kristal baru berupa ind (nucleus) kristal. Inti ini kernu-dian menyerap
atom-atom di sekitarnya sehingga inti bertumbuh menjadi kristal yang lebih besar,
dan akhirnya kristal lama yang terdeformasi akan habis.
Rekristalisasi terjadi melalui pengintian (nucieation) dan pertumbuhan
(growth). Untuk memulai suatu proses rekristalisasi (seperti juga semua proses
dengan nucleation and growth) diperlukan masa inkubasi. Masa inkubasi ini di-
perlukan sebagai waktu untuk pengumpulan sejumlah energi yang cukup untuk
memulai rekristalisasi. Mulanya laju rekristalisasi (dinyatakan dengan persentase
kristal yang telah berrekristalisasi, rendah kemudian makm cepat dan akhirnya
melambat lagi menjelang akhir proses.
Rekristalisasi dapat terjadi pada temperatur tertentu yang dinamakan
temperatur rekristalisasi, yaitu temperatur dimana logam yang dideformasi
dingin akan mengalami rekristalisasi yang tepat selesai dalam satu jam. Tingginya
temperatur rekristalisasi ini dipengaruhi oleh besarnya deformasi dingin
sebelumnya. Temperatur rekristalisasi makin rendah bila logam telah
rnengalami deformasi dingin makin besar
Logam yang dideformasi pada temperatur di atas temperatur
rekristalisasinya akan langsung mengalami rekristalisasi dan setelah deformasi
selesai akan diperoleh kristal yang sama dengan kristal sebelum mengalami
deformasi. Pengerjaan seperti ini dinamakan pengerjaan panas (hot work). Cold
working tidak merubah sifat mekanik karena tidak menimbulkan distorsi pada
kristal.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 102


ITS - SURABAYA 2015

slide no. 31. Proses rekristalisasi

3.8.3. Grain growth

Butir (grain) kristal yang besar mempunyai free energy yang lebih rendah,
karenanya bulir kristal cenderung untuk tumbuh lebih besar hingga mencapai
ukuran maksimurn untuk temperatur tsb. Makin tinggi temperatur pernanasan
makin besar juga ukuran butir yang terjadi. Bahkan laju pertumbuhan butir ini
makin tinggi dengan makin tingginya temperatur pemanasan
Bila setelah pemanasan hingga temperatur yang dianggap cukup lalu
logam didinginkan kembali dengan lambat maka besar butir setelah mencapai
temperatur kamar tidak berbeda banyak dengan besarnya pada saat sebelum
didinginkan (asalkan selama pendinginan tidak terjadi perubahan fase).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 103


ITS - SURABAYA 2015

slide no. 32. Butir (Grain) kristal

Kekuatan dan kekerasan akan naik dengan makin tingginya derajat


deformasi dingin, tetap keuletan akan makin menurun. Dengan pemanasan
kembali, pada temperatur yang rendah tidak adanya perubahan sifat mekanik,
perubahan akan mulai terjadi setelah mulai terjadi rekristalisasi, kekuatan dan
kekerasan menurun dan keuletan naik bersama dengan naiknya temperatur
pemanasan kembali itu. Demikian pula ukuran butir kristal yang baru terbentuk,
akan makin besar bila temperatur pemanasn makin
Dengan mengatur derajat pengerjaan dingin, temperatur pemanasan
kembali dan lama pemanasan, akan dapat menghasilkan sifat yang berbeda-
beda, dan de ngan pengaturan yang tepat akan dapat diperoleh sifat yang
diinginkan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 104


ITS - SURABAYA 2015

BAB 3A
PRAKTIKUM UJI METALOGRAFI
1. Pendahuluan

Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan,
tapi juga tergantung pada struktur mikronya. Suatu paduan dengan komposisi
kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda dan sifat
mekaniknyapun akan berbeda.
Untuk dapat melihat struktur mikro suatu paduan (material) maka
diperlukan mikroskrop dengan perbesaran yang tinggi, yaitu sampai 1000 kali.

2. Dasar Teori
Struktur mikro adalah gambar atau konfigurasi distribusi fase-fase, yang
apabila diamati dengan mengunakan mikroskop optic akan dapat dipelajari antara
lain:
 Type Fase
Mewakili nama khas pada logam tertentu misalnya pada besi dapat berupa
ferrit, perlit, eutectoid dan sebagainya.
 Ukuran butiran
Mewakili dimensi dari fase dibandingkan dengan dimensi lainnya, misalnya
ukuran grafit dan ukuran butiran.
 Distribusi
Mewakili daerah penyebaran masing-masing fase daiantara luasan yang
menjadi pengamatan dalam sample tersebut.
 Orientasi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 105


ITS - SURABAYA 2015

A. Pengamatan tanpa di etsa

grafit

karbida Inklusi (MnS)


Gambar. 2. Hasil tanpa etsa

B. Pengamatan dengan di etsa (setelah di etsa)

ferrit pearlit
austenit

Bainit martensit
Gambar. 3. Hasil setelah etsa

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 106


ITS - SURABAYA 2015

Melalui pengujian metalografi maka dapat dilihat dan dianalisa struktur


mikronya kemudian dapat dikaitkan dengan sifat material tersebut.
Pembentukan struktur mikro erat kaitannya dengan proses pembutan
material tersebut, meliputi pemberian paduan dan perlakuan lanjut seperti
perlakuan panas.

3. Peralatan, Bahan dan Material

Peralatan yang dibutuhkan:


 Mikroskop
 Grinda tangan
 Grinda meja
 Botol alkohol
 Cawan keramik

Bahan yang dibutuhkan:

 Kertas amplas (no. 40, 120, 240, 600 & 1000)


 Air
 Alkohol
 Etsa (Nital = 5% HNO3 + 95% Alkohol)

Material yang dibutuhkan:

 Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak
setimbang yang disesuaikan dengan kebutuhan
 Baja dibuat ukuran pxlxt = 20x20x10 mm

4. Prosedur percobaan
Adapun aliran proses percobaan adalah sebagai berikut:

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 107


ITS - SURABAYA 2015

Material Digrinda Diamplas Dipolising

Dicuci Etsa Mikroskop Struktur mikro

Analisa Kesimpulan

Gambar. 1. Aliran proses percobaan

4.1. Material

Pengambilan material dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

a. Pemotongan materiaal dengan mengunakan gergaji mesin.


b. Material dibuat sesuai dengan ukuran ideal (20x20x10mm) hal ini
dimaksudkan agar material mudah dicekam, apabila terlalu kecil akan
sukar.
c. Lakukan pengamplasan kering (no.40) selama ± 30 menit. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan goresan hasil
pengerindaan/penggergajian.sampai didapatka alur goresan segaris
atau alur hasil pengerindaan sebelumnya hilang.
d. Lakukan pengamplasan basah (dengan pemberian air), yaitu mulai
amplas no. 120 s.d no. 1000.
e. Ganti piringan amplas dengan piringan polishing. Lakukan polishing
sample sebaiknya diputar-putar untuk menghindari shadow effect,
sampai didapatkan permukaan yang rata mengkilat tidak ada bekas
amplas.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 108


ITS - SURABAYA 2015

f. Setelah didapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat


tanpa goresan, bersihkan permukaan sampel dengan air mengalir
kemudian dengan alkohol.
g. Keringkan permukaan permukaan sample dengan pengering, jangan
disentuh karena lemak dari tangan dapat mengotori permukaan
sampel.

4.2. Etsa

Pengetsaan adalah mereaksikan sampel dengan larutan kimia yang kusus


dibuat dengan itu. Cara melakukannya seperti pada langkah sebagai berikut:

a) Mencelupkan permukaan sampel kedalam cairan etsa yang berada


dalam cawan keramik selama 5-10 menit.
b) Bilaslah dengan air, kemudian basuhlah dengan alkohol setelah itu
keringkan pada udara panas.

4.3. Mikroskop

Mikroskop ini digunakan untuk melihat struktur mikro, adapun langkah-


langkah yang dalam mengoprasikan mikroskop adalah:

a) Nyalakan koputer terlebih dahulu.


b) Pastikan kabel konektor (USB) yang menghubungkan antara mikroskop
dan koputer terpasang dengan baik.
c) Nyalakan Control Box (olympus video) terlebih dahulu sebelum
menyalakan mikroskop dengan menekan tombol power.
d) Kemudian nyalakan mikroskop dengan menekan tombol power pada
mikroskop tersebut.
e) Setelah Control Box dan mikroskop dalam kondisi menyala, periksalah
koneksi sekali lagi antara komputer dan mikroskop. Apabila belum
terkoneksi, periksalah kembali sambungkan kabel konektor tersebut.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 109


ITS - SURABAYA 2015

f) Terkadang koneksi tidak terdeteksi secara otomatis pada komputer,


oleh karena itu anda perlu mengaktifkan add hardware pada control
panel komputer anda. Setelah itu pastikan terdeteksi pada komputer
(ditandai dengan bunyi ‖ding-ding‖ pada komputer). Hal ini hanya
dilakukan bila koneksi tidak terjadi secara otomatis!
g) Setelah semua sambungan terkoneksi dengan baik, ambilah gambar
struktur mikro yang terlihat pada olympus video atau pada mikroskop
dengan menekan tombol Expose (berwarna hijau) pada olympus video.
Biarkan beberapa saat sampai proses selesai.
h) Untuk pengambilan gambar, pastikan tanda strip putih pada pojok kiri
bawah layar Control Box (olympus video) mendekati garis merah.
Keterangan lebih lengkap baca pada lampiran!
i) Lakukan pengambilan gambar sesuai yang dibutuhkan.
j) Untuk mentransfer gambar pada komputer tekanlah icon OLYP 12 pada
desktop. lalu klik dobel pada folder My Camera, setelah itu klik pada
folder DCIM diteruskan dengan mengeklik folder 100 OLYP. Tunggu
beberapa saat, biarkan sampai semua gambar tertera pada soft ware
tersebut.
k) Untuk menyipan gambar, silakan drag gambar struktur mikro pada
folder dimana anda ingin menyimpannya (ex: pada folder flasdisk anda).
Atau anda dapat menyimpannya pada My Document lalu kemudian
memindahkannya pada flasdisk anda.
l) Setelah semua proses selesai, matikan terlabih dahulu power mikroskop
dan olympus video baru kemudian cabutlah stopkontak keduanya.
m) Matikanlah komputer anda.

4.4. Hasil
Setelah didapatkan struktur mikro, susulah laporan praktikum berdasarkan
pedoman sebagai berikut:

 Berdasar pengamatan metalografi tersebut, tentukan


a. Jumlah (prosentase) masing-masing struktur mikro
b. Kadar karbon/kadar paduan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 110


ITS - SURABAYA 2015

c. Perkirakan jenis logam


 Perkirakan pembentukan struktur mikro masing-masing logam, hubungkan
dengan diagram fase masing-masing paduan. Jika mungkin ada perlakuan
panas perkirakan perlakuanya.
 Apa hubungan struktur mikro dengan sifat mekanis logam (jelaskan dan cari
persamaannya pada textbook).
Untuk mempermudah penyusunan laporan, laporan penelitian wajib
dilengkapi format seperti tertera dalam lampiran.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 111


ITS - SURABAYA 2015

5. Lampiran

5.1 Mikroskop

Gambar. 4. Mikroskop

Keterangan

1 Tombol Power
2 Panel untuk memilih pengamatan (lensa atau camera)
3 Tempat benda kerja
4 Panel untuk mengeser kearah XY
5 Lensa
6 Panel untuk mengeser kearah Z

Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyalakan power (1) setelah
menyalakan olympus video. Setelah itu letakan benda pada tempatnya (3), lalu
periksalah perbesaran yang diinginkan pada panel (5) dengan memutarnya secara
perlahan. Langkah selanjutnya, menaikkan benda kerja dengan memutar panel
(6). Panel (6) terdiri dari dua bagian, yang pertama untuk menaikan secara cepat
dan bagian yang lain untuk memfokuskan pemgamatan. Setelah fokus, geser
benda kerja melalui panel (4) hingga di dapat struktur mikro yang jelas.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 112


ITS - SURABAYA 2015

5.2 Olympus Video

Gambar. 5. Olympus Video

Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah nyalakan tombol MAIN
SWITCH, kemudian nyalakan mikroskop. Untuk mengambil gambar tekan
EXPOSE hingga lampu indikator card menyala, biarkan prosesnya selesai. Ulangi
hingga beberapa gambar sesuai kebutuhan. Untuk melihat hasil penyimpanan
pada olympus video tekan MODE, silakan geser (pada tombol arah di olympus
video) untuk melihat gambar yang lain. Jangan lupa mengembalikan setingan
denga menekan MODE kembali. Sebelum menyimpan gambar sebaiknya
perhatikan indikator pengamatan yang tertera pada LCD pojok kiri bawah
berwarna putih berbentuk garis panjang (strip). Apabila strip putih telah
menyentuh garis merah, hal ini berarti posisi fokus perbesaran adalah maksimum
dan ambilah gambar pada posisi ini. Apabila belum didapat kondisi maksimum,
putarlah panel (6) pada mikroskop hingga didapat fokus yang diinginkan. Hal yang
perlu diperhatikan adalah jangan sekali-kali mengubah setingan, apabila ada hal
yang kurang jelas tanyalah pada greader atau bacalah buku petunjuk.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 113


ITS - SURABAYA 2015

5.3. Form Pengujian

LAPORAN HASIL PENGAMATAN

Material : Nama Benda :

Etsa :

Mikrostruktur

I. Grafit

Bentuk :

Ukuran :

Susunan :

Pembulatan : %

II. Mikrostruktur Dasar

Ferit :

Perlit :

Austenit :

Cr Carbide :

Ledeburit :

Perbesaran : x

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 114


ITS - SURABAYA 2015

BAB 3A
PRAKTIKUM UJI METALOGRAFI
1. Pendahuluan

Sifat mekanik tidak hanya tergantung pada komposisi kimia suatu paduan,
tapi juga tergantung pada struktur mikronya. Suatu paduan dengan komposisi
kimia yang sama dapat memiliki struktur mikro yang berbeda dan sifat
mekaniknyapun akan berbeda.
Untuk dapat melihat struktur mikro suatu paduan (material) maka
diperlukan mikroskrop dengan perbesaran yang tinggi, yaitu sampai 1000 kali.

2. Dasar Teori
Struktur mikro adalah gambar atau konfigurasi distribusi fase-fase, yang
apabila diamati dengan mengunakan mikroskop optic akan dapat dipelajari antara
lain:
 Type Fase
Mewakili nama khas pada logam tertentu misalnya pada besi dapat berupa
ferrit, perlit, eutectoid dan sebagainya.
 Ukuran butiran
Mewakili dimensi dari fase dibandingkan dengan dimensi lainnya, misalnya
ukuran grafit dan ukuran butiran.
 Distribusi
Mewakili daerah penyebaran masing-masing fase daiantara luasan yang
menjadi pengamatan dalam sample tersebut.
 Orientasi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 115


ITS - SURABAYA 2015

C. Pengamatan tanpa di etsa

grafit

karbida Inklusi (MnS)


Gambar. 2. Hasil tanpa etsa

D. Pengamatan dengan di etsa (setelah di etsa)

ferrit pearlit
austenit

Bainit martensit
Gambar. 3. Hasil setelah etsa

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 116


ITS - SURABAYA 2015

Melalui pengujian metalografi maka dapat dilihat dan dianalisa struktur


mikronya kemudian dapat dikaitkan dengan sifat material tersebut.
Pembentukan struktur mikro erat kaitannya dengan proses pembutan
material tersebut, meliputi pemberian paduan dan perlakuan lanjut seperti
perlakuan panas.

3. Peralatan, Bahan dan Material

Peralatan yang dibutuhkan:


 Mikroskop
 Grinda tangan
 Grinda meja
 Botol alkohol
 Cawan keramik

Bahan yang dibutuhkan:

 Kertas amplas (no. 40, 120, 240, 600 & 1000)


 Air
 Alkohol
 Etsa (Nital = 5% HNO3 + 95% Alkohol)

Material yang dibutuhkan:

 Baja yang telah dilaku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak
setimbang yang disesuaikan dengan kebutuhan
 Baja dibuat ukuran pxlxt = 20x20x10 mm

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 117


ITS - SURABAYA 2015

5. Prosedur percobaan
Adapun aliran proses percobaan adalah sebagai berikut:

Material Digrinda Diamplas Dipolising

Dicuci Etsa Mikroskop Struktur mikro

Analisa Kesimpulan

Gambar. 1. Aliran proses percobaan

5.1. Material

Pengambilan material dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

a. Pemotongan materiaal dengan mengunakan gergaji mesin.


b. Material dibuat sesuai dengan ukuran ideal (20x20x10mm) hal ini
dimaksudkan agar material mudah dicekam, apabila terlalu kecil akan
sukar.
c. Lakukan pengamplasan kering (no.40) selama ± 30 menit. Hal ini
dilakukan untuk menghilangkan goresan hasil
pengerindaan/penggergajian.sampai didapatka alur goresan segaris
atau alur hasil pengerindaan sebelumnya hilang.
d. Lakukan pengamplasan basah (dengan pemberian air), yaitu mulai
amplas no. 120 s.d no. 1000.
e. Ganti piringan amplas dengan piringan polishing. Lakukan polishing
sample sebaiknya diputar-putar untuk menghindari shadow effect,

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 118


ITS - SURABAYA 2015

sampai didapatkan permukaan yang rata mengkilat tidak ada bekas


amplas.
f. Setelah didapatkan permukaan sampel yang halus dan mengkilat
tanpa goresan, bersihkan permukaan sampel dengan air mengalir
kemudian dengan alkohol.
g. Keringkan permukaan permukaan sample dengan pengering, jangan
disentuh karena lemak dari tangan dapat mengotori permukaan
sampel.

4.2. Etsa

Pengetsaan adalah mereaksikan sampel dengan larutan kimia yang kusus


dibuat dengan itu. Cara melakukannya seperti pada langkah sebagai berikut:

c) Mencelupkan permukaan sampel kedalam cairan etsa yang berada


dalam cawan keramik selama 5-10 menit.
d) Bilaslah dengan air, kemudian basuhlah dengan alkohol setelah itu
keringkan pada udara panas.

4.3. Mikroskop

Mikroskop ini digunakan untuk melihat struktur mikro, adapun langkah-


langkah yang dalam mengoprasikan mikroskop adalah:

n) Nyalakan koputer terlebih dahulu.


o) Pastikan kabel konektor (USB) yang menghubungkan antara mikroskop
dan koputer terpasang dengan baik.
p) Nyalakan Control Box (olympus video) terlebih dahulu sebelum
menyalakan mikroskop dengan menekan tombol power.
q) Kemudian nyalakan mikroskop dengan menekan tombol power pada
mikroskop tersebut.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 119


ITS - SURABAYA 2015

r) Setelah Control Box dan mikroskop dalam kondisi menyala, periksalah


koneksi sekali lagi antara komputer dan mikroskop. Apabila belum
terkoneksi, periksalah kembali sambungkan kabel konektor tersebut.
s) Terkadang koneksi tidak terdeteksi secara otomatis pada komputer,
oleh karena itu anda perlu mengaktifkan add hardware pada control
panel komputer anda. Setelah itu pastikan terdeteksi pada komputer
(ditandai dengan bunyi ‖ding-ding‖ pada komputer). Hal ini hanya
dilakukan bila koneksi tidak terjadi secara otomatis!
t) Setelah semua sambungan terkoneksi dengan baik, ambilah gambar
struktur mikro yang terlihat pada olympus video atau pada mikroskop
dengan menekan tombol Expose (berwarna hijau) pada olympus video.
Biarkan beberapa saat sampai proses selesai.
u) Untuk pengambilan gambar, pastikan tanda strip putih pada pojok kiri
bawah layar Control Box (olympus video) mendekati garis merah.
Keterangan lebih lengkap baca pada lampiran!
v) Lakukan pengambilan gambar sesuai yang dibutuhkan.
w) Untuk mentransfer gambar pada komputer tekanlah icon OLYP 12 pada
desktop. lalu klik dobel pada folder My Camera, setelah itu klik pada
folder DCIM diteruskan dengan mengeklik folder 100 OLYP. Tunggu
beberapa saat, biarkan sampai semua gambar tertera pada soft ware
tersebut.
x) Untuk menyipan gambar, silakan drag gambar struktur mikro pada
folder dimana anda ingin menyimpannya (ex: pada folder flasdisk anda).
Atau anda dapat menyimpannya pada My Document lalu kemudian
memindahkannya pada flasdisk anda.
y) Setelah semua proses selesai, matikan terlabih dahulu power mikroskop
dan olympus video baru kemudian cabutlah stopkontak keduanya.
z) Matikanlah komputer anda.

4.5. Hasil
Setelah didapatkan struktur mikro, susulah laporan praktikum berdasarkan
pedoman sebagai berikut:

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 120


ITS - SURABAYA 2015

 Berdasar pengamatan metalografi tersebut, tentukan


a. Jumlah (prosentase) masing-masing struktur mikro
b. Kadar karbon/kadar paduan.
c. Perkirakan jenis logam
 Perkirakan pembentukan struktur mikro masing-masing logam, hubungkan
dengan diagram fase masing-masing paduan. Jika mungkin ada perlakuan
panas perkirakan perlakuanya.
 Apa hubungan struktur mikro dengan sifat mekanis logam (jelaskan dan cari
persamaannya pada textbook).
Untuk mempermudah penyusunan laporan, laporan penelitian wajib
dilengkapi format seperti tertera dalam lampiran.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 121


ITS - SURABAYA 2015

5. Lampiran

5.1 Mikroskop

Gambar. 4. Mikroskop

Keterangan

1 Tombol Power
2 Panel untuk memilih pengamatan (lensa atau camera)
3 Tempat benda kerja
4 Panel untuk mengeser kearah XY
5 Lensa
6 Panel untuk mengeser kearah Z

Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah menyalakan power (1) setelah
menyalakan olympus video. Setelah itu letakan benda pada tempatnya (3), lalu
periksalah perbesaran yang diinginkan pada panel (5) dengan memutarnya secara
perlahan. Langkah selanjutnya, menaikkan benda kerja dengan memutar panel
(6). Panel (6) terdiri dari dua bagian, yang pertama untuk menaikan secara cepat
dan bagian yang lain untuk memfokuskan pemgamatan. Setelah fokus, geser
benda kerja melalui panel (4) hingga di dapat struktur mikro yang jelas.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 122


ITS - SURABAYA 2015

5.2 Olympus Video

Gambar. 5. Olympus Video

Hal yang perlu dilakukan pertama kali adalah nyalakan tombol MAIN
SWITCH, kemudian nyalakan mikroskop. Untuk mengambil gambar tekan
EXPOSE hingga lampu indikator card menyala, biarkan prosesnya selesai. Ulangi
hingga beberapa gambar sesuai kebutuhan. Untuk melihat hasil penyimpanan
pada olympus video tekan MODE, silakan geser (pada tombol arah di olympus
video) untuk melihat gambar yang lain. Jangan lupa mengembalikan setingan
denga menekan MODE kembali. Sebelum menyimpan gambar sebaiknya
perhatikan indikator pengamatan yang tertera pada LCD pojok kiri bawah
berwarna putih berbentuk garis panjang (strip). Apabila strip putih telah
menyentuh garis merah, hal ini berarti posisi fokus perbesaran adalah maksimum
dan ambilah gambar pada posisi ini. Apabila belum didapat kondisi maksimum,
putarlah panel (6) pada mikroskop hingga didapat fokus yang diinginkan. Hal yang
perlu diperhatikan adalah jangan sekali-kali mengubah setingan, apabila ada hal
yang kurang jelas tanyalah pada greader atau bacalah buku petunjuk.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 123


ITS - SURABAYA 2015

5.3. Form Pengujian

LAPORAN HASIL PENGAMATAN

Material : Nama Benda :

Etsa :

Mikrostruktur

I. Grafit

Bentuk :

Ukuran :

Susunan :

Pembulatan : %

II. Mikrostruktur Dasar

Ferit :

Perlit :

Austenit :

Cr Carbide :

Ledeburit :

Perbesaran : x

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 124


ITS - SURABAYA 2015

BAB 4
SUSUNAN PADUAN
4.1 Definisi

Suatu paduan (alloy) adalah campuran bahan yang memiliki sifat-sifat


logam, terdiri dari dua atau lebih komponen (unsur), dan sedikitnya satu
komponen utamanya adalah logam.
Suatu sistem paduan adalah suatu sistem yang terdiri dari semua paduan
yang dapat terbentuk dari beberapa unsur dengan semua macam komposisi yang
mungkin dapat dibuat. Paduan dapat diklasifikasikan menurut strukturnya dan
sistem paduan diklasifikasikan menurut Diagram Keseimbangan (Diagram
Fasenya).
Suatu paduan dapat berupa susunan yang homogen atau campuran
(mixture). Jika berupa susunan yang homogen paduan akan terdiri dari satu fase
tunggal dan bila berupa campuran paduan akan terdiri dari beberapa fase.
Fase (phase) adalah bagian dari material, yang homogen komposisi kimia
dan strukturnya, dapat dibedakan secara fisik, dapat dipisahkan secara mekanik
dari bagian lain material itu. Suatu fase dapat dibedakan dari fase lain dengan
melihat keadaan fisiknya, ada fase gas, cair dan padat. Bagian material dengan
komposisi kimia yang berbeda dikatakan sebagai fase yang berbeda. Struktur
lattice juga membedakan satu fase dengan fase lain. Logam yang memiliki sifat
allotropi misalnya, setiap bentuk allotropinya merupakan fase tersendiri, walaupun
komposisi kimia dan keadaan fisiknya sama.
Pada paduan dalam keadaan padat ada tiga kemungkinan macam fase,
yaitu sebagai :
1. Logam Murni
2. Compund (Senyawa)
3. Larutan Padat (Solid Solution)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 125


ITS - SURABAYA 2015

Suatu paduan dalam keadaan padat, jika homogen, maka ia hanya


mungkin berupa larutan padat atau berupa senyawa. Bila paduan itu merupakan
mixture maka ia dapat terdiri dari komposisi dari fase-fase yang mungkin terjadi
pada keadaan padat di atas, mungkin berupa kombinasi dua logam murni, atau
dua larutan padat, atau larutan padat dan senyawa, dan sebagainya.

4.2 Logam murni

Pada komposisi ekuilibrium suatu logam murni akan mengalami perubahan


fase pada suatu temperatur tertentu, perubahan fase dari padat ke cair akan
terjadi pada temperatur tertentu, dinamakan titik cair, dan perubahan ini
berlangsung pada temperatur yang tetap hingga seluruh perubahan selesai (lihat
kurva pendinginan pada slide no.2). Demikian juga halnya dengan perubahan fase
yang lain (bila ada), berlangsung pada suatu temperatur konstan tertentu.

Slide no. 2. Time temperature cooling curve for the solidification of a small crucible
of liquid antimony

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 126


ITS - SURABAYA 2015

4.3 Compound

Compound atau senyawa adalah gabungan dari beberapa unsur dengan


perbandingan tertentu yang tetap. Compound memiliki sifat dan struktur yang
sama sekali berbeda dari unsur-unsur pembentuknya. Compund juga memiliki titik
lebur/beku tertentu yang tetap, seperti halnya pada logam murni.

3.3.1 Tiga macam compound yang sering dijumpai

1. Intermetalic compund, biasanya terbentuk dari logam-logam


yang sifat kimianya sangat berbeda dan kombinasinya mengikuti
aturan valensi kimia. Ikatan atom-atomnya sangat kuat (ionik
atau kovalen), sehingga sifatnya seperti non-metal, keuletan
rendah dan struktur kristalnya kompleks.

Contoh : CaSe, Mg2Pb, Mg2Sn, Cu2Se.

2. Interstitial compound, biasanya terbentuk dari logam-logam


transisi seperti Scandium (Sc), Titanium (Ti), Tantalum (Ta),
Wolfram (W) dan besi (Fe) dengan Hidrogen (H), Oksigen (O),
Carbon (C), Boron (B), dan Nitrogen (N). Kelima unsur ini
diameter atomnya sangat kecil sehingga dapat masuk ke dalam
lattice kristal logam di atas secara interstitial. Senyawa interstitial
bersifat metalik, komposisi kimia mungkin dapat bervariasi dalam
daerah yang sempit, titik leburnya tinggi dan sangat keras.

Contoh : Fe3C, TiC, TaC, W 2C, Fe4N, CrN, TiH.

3. Electron Compound, senyawa ini dapat terbentuk di antara


logam-logam Tembaga (Cu), Emas (Au), Perak (Ag), Besi (Fe)
dan Nickel (Ni) dengan logam-logam Cadmium (Cd), Magnesium
(Mg), Timah putih (Sn), Seng (Zn) dan Aluminium (Al). Senyawa
ini terjadi dengan komposisi kimia sedemikian rupa sehingga
mendekati perbandingan jumlah elektron valensi dengan jumlah
atom yang tertentu. Senyawa ini sifatnya sudah mendekati

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 127


ITS - SURABAYA 2015

larutan padat, seperti komposisi yang bervariasi, keuletan tinggi,


kekerasan rendah.

4.4. Diffusi

Perpindahan atom dengan cara diffuse merupakan hal penting, dengan


terjadinya diffuse pada pendinginan yang sangat lambat akan menghilangkan
struktur dendritik, dan butir kristal menjadi homogen. Ada beberapa kemungkinan
mekanisme terjadinya diffuse seperti dilukiskan pada gambar 4.6, tetapi
mekanisme
Diffusi dengan vacancy adalah yang paling utam pada logam. Laju diffuse
tergantung pada jenis atom yang berdiffusi dan jenis atom tempat diffuse itu
berlangsung, ditentukan oleh koefisien diffuse. Dan koefisien diffuse tergantung
pada temperature , makin besar bila temperature makin tinggi. Diffuse akan lebih
mudah berlangsung pada temperature yang lebih tinggi.

Self-diffusion - The random movement of atoms within an essentially


pure material.

Vacancy diffusion - Diffusion of atoms when an atom leaves a regular


lattice position to fill a vacancy in the crystal.

Interstitial diffusion - Diffusion of small atoms from one interstitial


position to another in the crystal structure.

Slide no.5. Mekanisme diffusi

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 128


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.5. Mekanisme diffusi

Jarak tempuh diffuse akan tergantung pada lamanya waktu yang tersedia
untuk berlangsungnya diffuse. Karena itu diffuse dikatakan sebagai suatu proses
yang temperature activated and time dependent. Tentunya juga semua proses
transformasi yang berlangsung dengan terjadinya diffuse, seprti pertumbuhan butir
(grain growth) dan homogenisasi butir, adalah juga proses yang diffusion
controlled, jadi juga temperature activated and time dependent. Artinya dapat tidak
suatu perubahan berlangsung tergantung pada lamanya waktu yang tersedia
untuk diffusi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 129


ITS - SURABAYA 2015

4.5. Solid solution (larutan padat)

Suatu larutan terdiri dari dua bagian yaitu solute (terlarut) dan solvent
(pelarut). Solute merupakan bagian yang lebih sedikit, sedang solvent adalah
bagian yang lebih banyak.
Biasanya jumlah solute yang dilarutkan oleh solvent merupakan fungsi
temperatur, makin meningkat dengan naiknya temperatur. Ada tiga kemungkinan
kondisi larutan yaitu tidak jenuh (unsaturated), jenuh (saturated) dan lewat jenuh
(supersaturated). Larutan dikatakan tidak jenuh bila jumlah solute yang terlarut
masih dibawah jumlah yang mampu dilarutkan oleh solvent pada temperatur dan
tekanan yang dimaksud. Jika jumlah solute yang larut tepat mencapai batas
kelarutannya dalam solvent, dikatakan sebagai larutan jenuh. Larutan lewat jenuh
terjadi bila jumlah solute yang larut telah melampaui batas kelarutannya pada
temperatur dan tekanan tersebut.
Dalam keadaan lewat jenuh ini larutan berada dalam kondisi tidak
ekuillibrium, ia tidak stabil. Dalam jangka waktu lama atau dengan penambahan
sedikit energi saja cenderung akan menjadi stabil, mencapai ekuillibrium, dengan
terjadinya pengendapan/pemisahan solute, sehingga larutan menjadi larutan
jenuh.
Suatu larutan solid solution (larutan padat) adalah larutan dalam keadaan
padat, terdiri dari dua atau lebih jenis atom yang berkombinasi dalam satu jenis
space lattice. Biasanya kelarutan (solubility) dalam keadaan padat jauh lebih
rendah daripada kelarutan pada keadaan cair.
Larutan padat mempunyai titik beku yang berbeda dari titik beku solvent
yang murni. Pada umumnya larutan tidak membeku pada satu temperatur tertentu
tetapi pembekuan terjadi pada suatu daerah temperatur tertentu (range of
temperature). Pembekuannya tidak terjadi pada temperatur konstan, pembekuan
berlangsung bersamaan dengan penuruna temperatur (lihat slide no.10).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 130


ITS - SURABAYA 2015

Slide no. 10. Time Temperature cooling curve for the solidification of a small crucible of 50
percent antimony 50 percent bismuth alloy

Dari gambar di atas tampak bahwa pembekuan suatu larutan 50% Sb, 50%
Bi terjadi pada temperatur yang lebih rendah daripada beku antimon (1770 oF) dan
lebih tinggi daripada titik beku bismuth (520 oF). Larutan mulai membeku pada 940
o
F dan selesai pada temperatur 660oF.
Ada dua jenis larutan padat yaitu larutan padat substitusional
(substitutional solid solution) dan larutan padat interstisial (interstitial solid
solution).

4.5.1 . Larutan padat subtitusional

Pada larutan padat jenis ini atom solute menggantikan tempat (substitusi)
atom solvent dalam struktur lattice solvent. Keseluruhan sistem akan merupakan
seri yang kontinyu dari larutan padat, semua komposisi akan selalu merupakan
larutan padat.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 131


ITS - SURABAYA 2015

Pada alloy system ada beberapa faktor yang mempengaruhi kelarutan, yaitu
1. Crystal structure factor. Complete solid solubility, kemampuan
membentuk larutan padat dengan segala komposisi (kelarut-
padatan lengkap), tidak akan terjadi bila kedua unsurnya, solute
dan solvent, struktur kristalnya tidak sama. Jadi pada
substitutional solid solution kedua unsurnya harus memiliki
struktur kristal sama.

2. Relative size factor. Terbentuknya suatu larutan padat akan


mudah terjadi bila perbedaan diameter atom tidak terlalu besar,
tidak lebih dari 15% maka kelarut-padatannya (solid solubility)
akan sangat terbatas. Misalnya timah hitam dengan perak yang
memiliki perbedaan diameter atom 20% maka kelarut-padatan
timah hitam pada perak hanya sekitar 1,5%, sedang kelarut-
padatan perak dalam timah hitam malah hanya 0,1%.

Antimon dan bismuth dapat saling melarutkan pada segala


komposisi, kelarut-padatannya tidak terbatas, karena perbedaan
diameter atom hanya 7% dan struktur kristalnya sama,
(rhombohedral). Sedang kelarutan antimon dalam aluminium
(fcc), dengan perbedaan diameter atom 2% hanya 0,1%, kaena
struktur kristalnya tidak sama.

3. Chemical affinity factor. Makin besar chemical affinity antara


dua logam maka makin kecil kemungkinannya membentuk suatu
larutan padat lebih cenderung akan terjadi senyawa. Biasanya
makin jauh jarak antara dua unsur dalam Tabel Periodik maka
makin besar pula chemical affinity antara keduanya.

4. Relative-valence factor. Bila solute metal memiliki valensi


berbeda dari solvent maka jumlah elektron valensi per atom,
disebut juga electron ratio, akan berubah. Dan struktur kristal
lebih peka terhadap penurunan electron ratio daripada terhdap
kenaikan electron ratio. Jadi dengan kata lain logam bervalensi

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 132


ITS - SURABAYA 2015

lebih rendah dapat melarutkan lebih banyak logam bervalensi


lebih tinggi daripada sebaliknya. Misalnya dalam sistem paduan
aluminium-nickel, keduanya fcc, relative size factor 14%.
Aluminium bervalensi lebih tinggi, kelarutannya dalam nickel
dapat mencapai 5%, tetapi aluminium hanya mampu melarutkan
hanya 0,04% nickel.

Dengan memperhatikan keempat faktor di atas akan dapat ditentukan


estimasi kelarutan suatu logam dalam logam lain. Perlu diperhatikan bahwa
dengan relative size factor yang kurang menguntungkan saja dapat dipastikan
bahwa kelarutan akan sangat terbatas. Bila relative size factor menguntungkan
barulah ketiga faktor lain ikut menentukan derajat kelarutan suatu logam dalam
logam lain.

4.5.2. Interstitial solid solution

Larutan ini terbentuk bila atom dengan diameter yang sangat kecil dapat
masuk (menyisip) di rongga antar atom dalam struktur lattice dari solvent dengan
diameter yang besar. Karena celah (rongga) antar atom dalam suatu struktur
lattice sangat kecil maka hanya atom yang sangat kecil, dengan radius kurang dari
satu angstrom, yang dapat menyisip dan membentuk larutan padat interstitial.
Atom tersebut adalah hidrogen (0,46 A), boron (0,97), carbon (0,71), dan oksigen
(0,60)
Larutan padat interstitial biasanya mempunyai kelarut-padatan sangat
terbatas dan biasanya juga tidak penting, kecuali larutan padat karbon dalam besi,
yang sangat banyak mempengaruhi struktur dan sifat baja.
Larutan padat, interstitial maupun substitusional mempunyai struktur lattice
yang terdistorsi, terutama di sekitar tempat solute atom.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 133


ITS - SURABAYA 2015

Slide no. 14. scematic representation of both types of solid solution


(a) Substantional (b) interestitial

Distorsi ini akan menganggu gerakan dislokasi pada bidang slip dan karena
adanya solute atom akan menaikkan kekuatan suatu paduan. Hal ini merupakan
salah satu dasar penguatan logam dengan pemaduan.
Berbeda dengan intermetalic dan interstetitial compound, larutan padat
mudah dipisahkan/diuraikan, mencair pada daerah temperatur tertentu, sifatnya
dipengaruhi oleh sifat solvent dan solute, komposisinya dapat bervariasi sangat
luas, sehingga tidak dapat dinyatakan dengan suatu rumus kimia.
Pada skema di bawah dapat dilihat bagaimana kemungkinan struktur suatu
paduan. Dan perlu diingat bahwa dalam suatu paduan seringkali strukturnya
merupakan kombinasi dari beberapa fase.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 134


ITS - SURABAYA 2015

Alloy Structure

Homogeneous Mixture

Solid Solution Intermediate

Substitutional Interstitial Intermetalic Interstitial on Any combination of solid


phase :
Pure metal
Solid Solution
Intermediate alloy

Slide no. 15. Struktur paduan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 135


ITS - SURABAYA 2015

BAB 5
DIAGRAM FASE
Telah diketahui bahwa banyak macam struktur yang mungkin terjadi pada
suatu paduan. Karena sifat suatu bahan banyak tergantung pada
jenis,jumlah/banyaknya dan bentuk dari fase yang terjadi, maka sifat akan
berubah bila hal-hal di atas berubah. Karena itu perlu diketahui dari suatu paduan
pada kondisi bagaimana suatu fase dapat terjadi dan pada kondisi bagaimana
suatu perubahan fase akan terjadi.
Sejumlah besar data mengenai perubahan fase dari berbagai system paduan
telah dikumpulkan dan dicatat dalam bentuk diagram yaitu diagram fase, atau
dikenal juga sebagai diagram keseimbangan atau diagram equilibrium.
Suatu diagram fase, idealnya akan menggambarkan hubungan antara fase,
komposisi dan temperature, pada kondisi keseimbangan. (equilibrium, yaitu
kondisi dimana tidak terjadi perubahan yang tergantung pada waktu). Kondisi
equilibrium dapat didekati dengan pemanasan dan pendinginan yang sangat
lambat, sehingga bila ada perubahan fase yang harus terjadi maka akan tersedia
waktu yang cukup untuk mencapai kondisi keseimbangan.
Dalam praktek pemanasan atau pendinginan yang sangat lambat tentu tidak
praktis sehingga temperature perubahan fase akan menjadi lebih tinggi (pada
pemanasan)
Dan lebih rendah (pada pendinginan), bila dibandingkan dengan temperature
perubahan fase yang ditunjukan pada diagram keseimbangan. Besarnya
perbedaan temperature ini tergantung pada besarnya penyimpangan dari keadaan
keseimbangan (yaitu tergantung pada kecepatan pemanasan/pendinginan).

Diagram fase ada berbagai macam, diagram fase untuk system paduan
yang terdiri dari dua komponen dinamakan diagram biner, terner untuk yang tiga
komponen dst. Yang biasa dipergunakan adalah diagram biner, diagram terner
jarang digunakan karena datanya sulit didapat dan diagramnya sendiri cukup sulit

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 136


ITS - SURABAYA 2015

untuk dipergunakan. Diagram biner inipun banyak jenisnya tetapi disini akan
dibicarakan beberapa yang penting saja.
Diagram fase dari suatu paduan mungkin dapat termasuk salah satu jenis
diagram fase sederhana seperti yang akan dibahas disini atau mungkin juga
merupakan gabungan dari beberapa jenis diagram fase yang sederhana.
Perubahan fase pada transformasi dapat terjadi dari fase cair ke padat
atau sebaliknya dan dari fase padat ke padat. Ada beberapa jenis reaksi yang
dapat terjadi pada setiap transformasi. Transformasi pada reaksi yang sama akan
mempunyai diagram yang sama.
Yang akan dibahas disini adalah system paduan untuk komponen yang
dapat saling melarutkan secara tak terbatas (completely soluble ,dapat
membentuk larutan dengan segala komposisi) pada keadaan cair. Pada
transformasi cair-padat ada beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada
paduan :
 Kedua komponennya tetap larut tak terbatas pada keadaan padat.
 Kedua komponen saling tidak melarutkan pada keadaan padat (tidak
membentuk larutan padat ), terjadi reaksi eutektik.
 Kedua kompunen dapat saling melarutkan secara terbatas (partly
soluble) pada keadaan padat.
 Kedua komponen mengalami reaksi peritektik.
Pada keadaan padat mungkin juga tidak lagi ada perubahan fase, tetapi
pada beberapa system paduan dapat terjadi transformasi padat-padat, antara lain
:
 Transformasi allotropic.
 Reaksi eutectoid
 Reaksi peritektoid

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 137


ITS - SURABAYA 2015

Binary phase diagram - A phase diagram


for a system with two components.

Ternary phase diagram - A phase


diagram for a system with three
components.

Isomorphous phase diagram - A phase


diagram in which components display
unlimited solid solubility.

Liquidus temperature - The temperature


at which the first solid begins to form
during solidification.

Solidus temperature - The temperature


below which all liquid has completely
solidified.

Slide no.1. diagram fase

5.1 Diagram fase dua komponen yang larut padat tak terbatas

Dalam hal ini kedua komponen paduan bisa membentuk larutan baik pada
fase cair maupun padat dengan segala komposisi. Maka satu-satunya
kemungkinan adalah bahwa larutan padatnya adalah larutan padat substitusional.
Kedua komponen harus memiliki bentuk lattice kristal yang sama dan jari-jari
atomnya juga hampir sama (bedanya tidak lebih dari 8%)
Untuk membuat diagram fasenya diambil satu seri paduan dari kedua
komponen tersebut, mulai dari A 100% B 0% (A murni) sampai A 0% B 100% (B
murni). Semua contoh paduan masing-masing dipanaskan sampai mencair.
Paduan 1, A 100% B 0%, diambil dan didinginkan sangat lambat serta
diamati perubahan fase yang terjadi selama pendinginan. Ternyata paduan 1 ini
mulai membeku pada temperature TA, dan pembekuan selesai pada temperetur
yang sama, dikenal dengan titik beku logam A. Paduan 2, A 80% , B 20% , mulai
membeku pada temperature T 1 dan selesai membeku pada temperature T 2.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 138


ITS - SURABAYA 2015

Pengamatan dilanjutkan pada paduan yang lain dan dicatat temperature awal
dan akhir pembekuan (pembekuan merupakan salah satu perubahan fase dari
cair ke padat). semua data tersebut kemudian digambarkan dalam suatu grafik
dengan temperature sebagai ordinat dan waktu sebagai absisnya.

Slide no. 5. konstruksi diagram fase dari serangkaian kurva pendinginan

Slide no.5. menunjukan bahwa elemen murni mulai dan selesai membeku
pada temperature yang sama, sedang larutan padat mulai membeku dan selesai
membeku pada temperature yang berbeda. Grafik yang lebih banyak gunanya,
yaitu diagram fase, diturunkan dari grafik diatas, titik-titik awal pembekuan dan titik
akhir pembekuan diplot pada suatu grafik dimana temperatur sebagai ordinat dan
komposisi sebagai absisnya. Akan diperoleh garis awal terjadinya pembekuan,
dinamakan garis liquidus, dan garis akhir pembekuan dinamakan garis solidus
Pada diagram fase ini daerah diatas garis liquidus adalah diagram fase
larutan cair (liquid solution) dan daerah di bawah garis solidus adalah daerah
larutan padat (solid solution). Daerah di antara kedua garis tersebut adalah daerah
dua fase yaitu larutan cair dan larutan padat biasanya diberi dengan huruf yunani,
α,β,γ dst.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 139


ITS - SURABAYA 2015

Dari suatu diagram fase dapat diketahui fase/struktur apa yang akan terjadi
pada suatu paduan dengan komposisi tertentu pada suatu temperature tertentu.
Diagram fase juga dapat digunakan untuk memperkirakan komposisi kimia suatu
fase dari suatu paduan tertentu pada temperature tertentu. Juga dapat digunakan
untuk memperkirakan perbandingan berat dari fase-fase yang ada pada suatu
paduan dengan komposisi tertentu pada temperature tertentu.
Untuk mencari komposisi kimia suatu fase pada temperature tertentu, ditarik
garis mendatar dari temperature yang dimaksud hingga memotong garis batas
daerah fase yang diamati. Garis ini dinamakan tie line, lihat slide no.7

Slide no. 7. tie line

Suatu paduan 80% A 20% B pada temperature T terdiri dari dua fase,
larutan cair dan larutan padat. Komposisi larutan cair pada temperature T
ditunjukan oleh titik potong Tie-line, garis mo, dengan garis batas daerah fase
laruaatan cair, yaitu titik o. dengan menarik garis vertical dari o ke bawah akan
terlihat komposisi larutan cair pada temperature T adalah 74%A 26%B. dengan
cara yang sama dapat dicari komposisi larutan padat pada temperature T,
ditunjukan oleh titik m, yaitu 90%A 10%B.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 140


ITS - SURABAYA 2015

Untuk menghitung perbandingan berat fase-fase yang ada pada suatu


temperature, ditarik garis mendatar dari temperature yang dimaksud hingga
memotong batas daerahnya dan garis komposisi paduan, panjang penggal garis
dari komposisi paduan hingga ke batas daerah fase yang ada didaerah sebelah
kanan, dan panjang penggal garis yang di sebelah kanan komposisi paduan
sampai ke batas daerah fase di sebelah kanan menunjukan perbandingan berat
fase yang ada di sebelah kiri.
Pada slide no.7 fase sebelah kiri adalah larutan padat dan fase cair dengan
larutan padat yang ada pada paduan 80%A 20%B pada temperature T ditunjukan
oleh perbandingan panjang penggal garis mn dan no. Panjang mn (sebelah kiri)
menunjukan berat fase cair , dan panjang no menunjukan berat fase padat.
 Berat fase cair : berat fase padat = mn:no
 Berat fase cair(persen) = mn/ mo x 100%
 Berat fase padat (persen) = no/mo x 100%
 Panjang mn = 20-10=10
 Panjang no = 26-20= 6
 Panjang mo = 26-10= 16
 Berat fase padat = 6/16 x 100%= 37,5 %
Prinsip ini dinamakan tie line rule dan lever rule. Kedua prinsip ini berlaku
pada semua jenis diagram fase.

5.1.1 Transformasi selama pendinginan equilibrium

Untuk melukiskan perubahan yang terjadi selama suatu pendinginan


equilibrium diambil contoh pada suatu paduan 70%A 30%B yang didinginkan
sangat lambat, pada temperature To paduan ini terdiri dari satu fase, fase cair
(slide no.7). dan akan tetap demikian sampai temperatur turun mencapai T 1. Pada
T1 yang terletak pada liquidus, mulai terjadi pembekuan, mulai terbentuk inti kristal
larutan padat α. Inti larutan padat yang pertama kali terbentuk ini tentunya akan
mengandung banyak logam A yang bertitik lebur lebih tinggi, dengan komposisi
yang ditunjukan oleh α1, yaitu 95% A 5%B. karena inti yang terbentuk itu

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 141


ITS - SURABAYA 2015

mengandung banyak logam A maka sisa cairan akan mengandung A lebih sedikit
dari pada semula L1 (69%A 31%B).
Dengan menurunnya temperature maka banyak larutan padat yang terbentuk
dan komposisi larutan cair makin kaya B, larutan padat juga makin kaya B, pada
temperature T2 ditunjukan oleh L2 dan α2. pada temperature ini, kristal α2
terbentuk mengelilingi kristal α1 disamping juga terbentuk dendrite α2 baru ,
seperti terlihat pada slide no.14. untuk mencapai equilibrium, dimana pada
temperature T2 kristal yang ada semuanya harus mempunyai komposisi α2 maka
harus terjadi diffusi atom B menuju kristal α1 di bagian tengah yang lebih kaya A.
dan ini hanya mungkin terjadi bila pendinginan sangat lambat.

Slide no.14. Transformasi selama pendinginan equilibrium

Selanjutnya temperature terus munurun hingga mencapai T4 pada garis


solidus dan sisa larutan cair terakhir sudah sangat kaya B dan akan membeku
pada batas butir yang telah ada. Tetapi diffuse akan membuat kristal menjadi lebih
homogen. Tidak tampak adanya perbdaan komposisi pada butiran kristal, seperti
terlihat pada slide no.15. Pada gambar itu hanya tampak butir-butir kristal dengan
batas butirnya. Dalam butir kristal tidak tampak ada perbedaan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 142


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.15. butir-butir kristal dengan batas butirnya

5.1.2. Transformasi selama pendinginan non-equilibrium

Dalam praktek ternyata cukup sulit melakukan pendinginan yang betul betul
setimbang. Karena diffuse dalam bentuk padat berlangsung dengan laju sangat
lambat maka dengan pendinginan biasa (tidak setimbang) akan terjadi
penyimpangan terhadap keadaan equilibrium seperti yang ditunjukan oleh
diagram kesetimbangan. Dengan laju pendinginan yang sedikit lebih cepat dari
pada laju pendinginan yang equilibrium maka perubahan akan terjadi pada
temperature yang lebih rendah daripada temperature perubahan untuk kondisi
equilibrium.
Suatu paduan seperti pada slide no.16 sekarang didinginkan dengan laju
pendinginan yang lebih tinggi , pembekuan akan mulai pada T 1 membentuk
larutan padat berkomposisi α (slide no.17). Pada T2 komposisi larutan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 143


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.16. Transformasi selama pendinginan non-equilibrium

Cair pada L2 dan larutan padat yang terbentuk seharusnya memiliki


komposisi α2. Karena difffusi tidak cukup tepat mengimbangi pertumbuhan butir
maka butir tidak akan dapat mencapai komposisi yang uniform, komposisi rata-
rata akan berada antara α1 dan α2 misalnya α2. dengan temperature yang makin
rendah penyimpangan ini makin besar dan dapat dianggap seolah-olah komposisi
larutan padat akan mengikuti suatu garis solidus ― non-equilibrium ― , yang
digambarkan dengan garis putus-putus.pada T3 komposisis rata rata larutan
padatnya adalah α’3 dan bukan α3. Pada kondisi equilibrium pembekuan selesai
pada T4, pada kondisi non equilibrium pada temperature ini masih terdapat larutan
cair. Pembekuan akan selesai pada T 5 dan komposisi rata-ratanya α’5 adalah
komposisi paduan tetapi komposisi di bagian dalam butir (lebih kaya A) berbeda
dengan komposisi di bagian luar butir (lebih kaya B) dan ini dinamakan coring atau
disebut juga dendritik segregation (slide no.17).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 144


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.17. dendritik segregation

Pendinginan non equilibrium akan mengakibatkan melebarnya daerah


temperature pembekuan, temperature akhir pembekuan makin rendah, larutan
cair yang terakhir membeku akan mengandung komponen bertitik cair rendah
yang lebih banyak, dan akan terjadi perbedaan komposisi antara bagian dalam
dengan bagian luar butir kristal. Makin tinggi laju pendinginan makin besar efek
tsb.
Coring sering kali dijumpai pada benda-benda tuangan. Coring
mengakibatkan tidak uniformnya sifat mekanik atau fisik dan dalam beberapa hal
akan menimbulkan kecenderungan terjadinya korosi intergranular yang sangat
berbahaya. Batas butir yang mengandung lebih banyak logam bertitik cair rendah
seringkali merupakan titik lemah titik coring bisa dicegah dengan melakukan
pembekuan pada pendnginan yang sangat lambat. Tetapi ini dapat menimbulkan
keburukan lain yaitu terjadinya butiran yang terlalu besar dan membutuhkan waktu
yang sangat lama.
Coring dapat dihilangkan dengan memberikan kesempatan untuk terjadinya
diffuse dalam keadaan padat sehingga akan terjadi homogenisasi . ini dapat
dilakukan dengan memanaskan kembali benda kerja sampai temperature dibawah
garis solidus selama beberapa saat sehingga diffuse dapat berlangsung dengan
sempurna dan kemudian didinginkan kembali.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 145


ITS - SURABAYA 2015

Seperti telah dijelaskan didepan bawah adanya atom yang terlarut dalam
suatu system kristal akan menyababkan terjadinya distorsi pada sistem kristal
logam pelarutnya, sehingga tentunya akan menyebabkan terjadinya perubahan
sifat paduan. Makin banyak atom yang terlarut makin besar distorsi yang akan
terjadi makin naik pula kekuatan dan kekerasan paduan. Karena pada system
paduan ini kedua komponen dapat berfungsi sebagai pelarut maka tentu akan ada
suatu komposisi paduan.

5.2. Diagram fase untuk komponen yang saling tidak melarutkan padatan

Hokum Raoult menyatakan bahwa titik beku suatu zat murni akan menurun
bila ditambahkan zat lain, asalkan zat itu dapat larut dalam keadaan cair tetapi
tidak larut dalam keadaan padat. Banyaknya penurunan titik beku ini sebanding
dengan berat molekul zat terlarut.
Diagram fase untuk system paduan dua komponen yang saling melarutkan
pada keadaan cair tetapi sama sekali tidak melarutkan dalam keadaan padat. Ini
dapat dibuat dari sejumlah kurva pendinginan dari satu seri paduan, analog
dengan cara pembuatan diagram fase dari system paduan terdahulu. Gambar
satu seri kurva pendingnan serta gambar struktur mikronya pada temperature
kamar dari system paduan ini dapat dilihat pada slide no.18.
Dalam keadaan murni logam A dan B membeku pada satu temperature
tertentu(terlihat kurva pendinginnya menunjukan garis mendatar pada titik
bekunya). Bila B ditambahkan pada logam A, titik awal pembekuan akan menurun,
demikian juga bila a ditambahkan pada logamB, titik awal pembekuan juga
turun.paduan dengan komposisi ini dinamakan paduan dengan komposisi
eutektik.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 146


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.18. Diagram fase untuk sistem


paduan dua komponen

Pembekuan akan berlangsung terus bersama dengan turunnya


temperature. Akhir pembekuan terjadi pada temperature yang sama untuk
semua komposisi paduan, temperature eutektik. Tampak bahwa garis solidus
berupa suatu garis lurus mendatar. Dapat pula disimpulkan bahwa paduan
dengan komposisi eutektik akan membeku pada satu temperature tertentu,
seperti halnya logam murni.
Diagram fase dibuat dengan menghubungkan titik awal
pembekuan(didapat garis liquidus) dan menghubungkan titik akhir pembekuan
(garis solidus), seperti terlihat pada slide no.18. diagram fase ini akan terdiri
dari empat daerah, yaitu daerah diatas garis liquidus yang terdiri dari fase
tunnggal larutan cair(karena dalam keadaan cair kedua logam dapat
membentuk larutan). Tiga daerah yang lain adalah daerah dua fase. Setiap
daerah dua fase pada suatu diagram fase ke arah mendatar selalu akan
dibatasi oleh daerah-daerah fase tunggal.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 147


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.19. Diagram fase dibuat dengan menghubungkan titik awal pembekuan

Untuk praktisnya paduan yang disebelah kiri komposisi eutektik dinamakan


paduan hipoeutektik dan yang disebelah kanannya dinamakan paduan
hypereutektik.
Bila paduan 1 (slide no.19), yaitu paduan dengan komposisi eutektik
didinginkan dari temperature T 0 akan tetap berubah larutan cair sampai
temperature TE yaitu temperature eutektik. karena temperature ini terletak pada
garis liquidus maka mulailah terjadi pembekuan.
Liquid akan membeku menjadi campuran dua fase, yaitu fase yang terdapat
pada ujung-ujung garis mendatar temperature eutektik,dalam hal ini ujung sebelah
kiri adalah titik F yang menunjukan solid A, dan ujung sebelah kanan titik G yang
menunjukan solid B. misalkan pada awal proses pembekuan terbentuk sejumlah
kecil solid A, maka sisa liquid akan menjadi lebih kaya B, komposisi liquid akan
tergeser ke kanan dari titik E.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 148


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.20. Transformasi selama pendinginan equilibrium

Agar liquid tetap dalam keadaan equilibrium maka dari liquid akan membeku
sejumlah solid B. bila B yang membeku ini sedikit lebih maka sisa liquid akan
terlalu kaya A, komposisi liquid akan tergeser ke sebelah kiri E, akan terbentuk agi
solid A. Demikian seterusnya liquid akan membeku dengan terbentuknya solid A
dan solid B secara bergantian, dan struktur yang terjadi akan berupa campuran
yang sangat halus yang dapat dilihat dengan mikroskop.ini dinamakan eutektik
mixture., seperti tampak pada slide no.2.
Setiap paduan hipoeutektik dalam keadaan padat akan selalu terdiri dari
butir-butir kristal logam A dan eutectic mixturenya. Solid A yang terbentuk
sebelum terjadinya reaksi eutektik dinamakan A primer atau a proeutektik.
Paduan 3, paduan hipereutektik, akan membeku dengan cara yang
mirip/sama dengan paduan 2, kecuali bahwa proeutektik yang terbentuk adalah
solid B.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 149


ITS - SURABAYA 2015

Hubungan antara komposisi paduan dengan fraksi struktur mikro dapat


digambarkan dengan suatu diagram seperti Slide no.21

Slide no.21. fase antara padat dan cair

Proeutektic A Proeutektic B

Eutektic mixture

40 %
AElectr B

Slide.22. Hubungan antara komposisi paduan dengan fraksi struktur mikro

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 150


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.23. diagram fase untuk system paduan alumunium-silikon

Sebagai contoh suatu diagram fase jenis ini adalah diagram fase untuk
system paduan alumunium-silikon pada slide no.23.

5.4 Diagram Fase Untuk Dua Komponen dengan kelarutan-padatan


terbatas

Sebenarnya jarang sekali terjadi paduan antara dua logam yang sama sekali
saling tidak melarutkan dalam keadaan padat, atau saling melarutkan dengan
kelarutan tak terbatas, seperti halnya pada kedua jenis sistem paduan yang telah
diuraikan di atas. Yang lebih sering terjadi adalah kedua logam dapat saling
melarut-padatkan secara terbatas, logam A dapat melarutkan logam B sampai
jumlah tertentu, dan/atau logam B dapat melarutkan logam A sampai jumlah

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 151


ITS - SURABAYA 2015

tertentu juga. Diluar batas itu akan terbentuk eutektik. Diagram fase untuk sistem
paduan semacam itu dapat dilihat pada slide no.24

Slide no.24. phase diagram illustrating partial solid solubility

Dari slide no.24. terlihat bahwa di atas garis liquidus adalah daerah fase
tunggal larutan cair (liquid). Karena A dapat melarut-padatkan B dan B dapat
melarut-padatkan A, maka dari liquid tidak akan terbentuk kristal logam A dan/atau
logam B murni, tetapi akan terbentuk larutan padat atau campuran larutan padat.
Daerah di bawah garis solidus T AF adalah fase tunggal larutan padat α dan
daerah di bawah garis solidus T BG juga daerah fase tunggal, larutan padat β.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 152


ITS - SURABAYA 2015

Daerah yang terletak di antara dua gaerah fase tunggal pastilah daerah dua fase,
yang terdiri dari fase-fase yang berada di kiri kanannya. Daerah antara daerah
larutan padat β dan liquid akan terdiri dari larutan padat α dan liquid, daerah
antara daerah larutan padat β dan daerah liquid terdiri dari larutan padat β dan
liquid, daerah antara larutan padat α dan daerah larutan padat β terdiri dari larutan
padat α dan larutan padat β. Garis yang membatasi antara daerah fase tunggal
larutan padat dengan daerah campuran larutan padat dinamakan garis solvus,
yang juga menunjukkan batas kelarutan (maximum solid solidity) logam B pada
logam A (larutan padat α) dan batas kelarutan logam A pada logam B (larutan
padat β).
Untuk mempelajari perubahan yang terjadi selama pendinginan lamabat
pada beberapa paduan dari sistem paduan jenis ini, perhatikan diagram fase
suatu sistem paduan di slide no.23. Paduan 1, 95A – 5B akan mengalami
perubahan sama seperti perubahan selama pembekuan sistem paduan larutan
padat (diagram fase jenis yang pertama), ketika temperatur memotong garis
liquidus di titik T t mulai terjadi pembekuan menjadi larutan padat α yang sangat
kaya A, dan pembekuan terus berlanjut dengan pembentukan kristal yang makin
kaya B (mengikuti garis solidus). Pada temperatur T 4 pembekuan selesai dan
selanjutnya kristal larutan padat α bertumbuh dan diffusi terus berlangsung hingga
kristal menjadi homogen. Pada temperatur kamar akan diperoleh kristal larutan
padat α dengan 5% B, yang homogen.
Paduan 2, 30A – 70B, adalah komposisi eutektik dan pembekuan terjadi
sebagaimana halnya pembekuan pada komposisi eutektik yang telah dibahas di
depan. Hanya saja eutektik yang terjadi di sini bukan eutektik antara logam A dan
logam B tetapi terdiri dari larutan padat α dan larutan padat β. Perbandingan berat
larutan padat α dan larutan padat β pada temperatur eutektik TE dapat dihitung
dengan lever rule, yaitu EG : FE. Dengan pendinginan selanjutnya pada α dan β
akan terjadi perubahan komposisi karena perubahan batas kelarutan (yang
ditunjukkan oleh masing-masing garis solvus), sehingga juga pada temperatur di
bawah TE akan terjadi sedikit perubahan berat α : β (pada temperatur kamar
perbandingan ini menjadi KJ : KH).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 153


ITS - SURABAYA 2015

Paduan 3, 60A – 40B, pembekuan akan mulai terjadi pada temperatur T3


dengan terbentuknya kristal larutan padat α primer (α proeutektik) yang sangat
kaya A. Dengan penurunan temperatur maka komposisi larutan padat dan cair
makin kaya B, pada temperatur TE komposisi α mencapai titik F dan komposisi
liquid mencapai titik E (komposisi eutektik) dan selanjutnya sisa liquid akan
membeku sebagai eutektik. Pembekuan sisa liquid menjadi eutektik berlangsung
pada temperatur konstan. Struktur mikro pada temperatur eutektik setealah
selesainya pembekuan terlihat pada slide no.23. Hanya saja di sini eutektik terdiri
dari α dan β. Dengan penurunan temperatur selanjutnya akan terjadi penurunan
batas kelarutan B pada α dan ini akan menyebabkan larutan padat α yang di
temperatur TE mengandung banyak B (20%) harus mengeluarkan sebagian B
(karena batas kelarutan B pada α menurun), B ini akan keluar dari α berupa
larutan padat β (dinamakn β sekunder).

Slide no.25. The cooling curve and microstructure at various temperature during
solidification of a 60A - 60B alloy

Paduan 4, 85A – 15B, sampai ke temperatur di titik N, mengalami proses


yang sama seperti paduan 1. Pada temperatur di atas N, α adalah larutan padat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 154


ITS - SURABAYA 2015

yang tidak jenuh, sebenarnya masih mampu melarutkan lebih banyak B. Di N,


pada garis solvus, α mencapai garis batas kelarutannya, α akan menjadi jenuh
akan B. Di bawah temperatur ini kandungan B pada paduan 4 unu sudah melewati
batas kelarutann B pada α, sehingga harus ada B yang keluar dari α. B yang
berpresipitasi ini tidak keluar sebagai logam B tetapi akan berupa β yang biasa
berpresipitasi di sepanjang butir kristal α. Pada suatu penampang (dua dimensi)
terlihat β sekunder ini berupa jaringan (network) yang mengelilingi α (lihat slide
no.25.). Kristal α adalah suatu benda tiga dimensi membungkus setiap butir kristal
α. Jaringan β merupakan jaringan ontinyu, karenanya walaupun β adalah
konstituen yang jumlahnya kecil tetapi sifat mekanik paduan ini sangat ditentukan
oleh sifat β. Bila β bersifat getas maka paduan juga akan bersifat getas, paduan
akan cenderung pecah di sepanjang batas butir.

Slide no.26. The cooling curve and microstructure at various temperature for an 85A – 15B
alloy.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 155


ITS - SURABAYA 2015

Diagram equlibrium Pb – Sn dan gambar struktur mikro dari beberapa


paduan pada sistem paduan ini ditunjukkan pada slide no.25 dan no.26 Pada
diagram equilibrium tampak bahwa keduanya dapat saling melarut-padatkan satu
sama lain secara terbatas dan eutektik terjadi komposisi 88,5Pb – 11,5Sb. Paduan
1 yang mengandung 6,5 % Sn, adalah paduan hipoeutektik, strukturnya terdiri dari
dendrit α primer (hitam) dan campuran eutektik yang mengisi celah dia antara
dendrit itu.
Paduan 2, mengandung 11,5% Sn, paduan eutektik, memperlihatkan bentuk
khas eutektik, terdiri dari α (hitam) dan β (putih). Paduan 3, paduan hipereutektik,
terdiri dari β primer (putih) yang dikelilingi eutektik. Paduan yang makin jauh dari
komposisi eutektik tentunya akan mengandung eutektik lebih sedikit.

5.5 Reaksi Peritektik

Pada pembahasan di atas telah dibicarakan mengenai reaksi eutektik, reaksi


yang terjadi pada liquid dari komposisi eutektik, yang secara umum dapat
dituliskan sebagai :

Liquid  solid1 + solid 2

Pada reaksi eutektik itu pada pendinginan liquid (satu fase) mengalami reaksi
menjadi dua fase solid, pada pemanasan kedua solid bereaksi menjadi suatu solid
baru. Biasanya solid baru yang terjadi sebagai hasil reaksi peritektik ini adalah
suatu intermediate phase alloy, tetapi dalam beberapa hal mungkin juga terjadi
suatu terminal solid solution.

Reaksi peritektik secara umum dapat dituliskan sebagai berikut:

Liquid + solid  new solid

Reaksi peritektik juga berlangsung pada temperatur konstan (ishotermal)


seperti halnya reaksi eutektik. slide no.27 memperlihatkan sebuah diagram fase
untuk suatu sistem paduan yang menunjukkan adanya reaksi peritektik. Reaksi
peritektik terjadi pada temperatur Tp, temperatur peritektik, pada paduan dengan
kandungan B tidak lebih dari 40%. Jadi dapat terjadi di sepanjang garis peritektik
TpD.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 156


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.27. Phase diagram showing the formation of an incongruent melting intermediate
phase by a peritectic reaction

Paduan 1, 90A – 10B, tetap berupa liquid sampai penurunan temperatur


mencapai garis liquidus di T b akan mulai terbentuk kristal logam A. Pada
pendinginan selanjutnya makin banyak kristal A yang terbentuk dan liquid menjadi
semakin sedikit serta komposisinya makin kaya B (mengikuti garis liquidus).
Sedikit di atas temperatur peritektik T p komposisi liquid mencapai kondisi D, 60A –
40B, dan berat sisa liquid tinggal 25% dari berat total (lever rule), solid A 75%.
Tepat di bawah temperatur peritektik sudah tidak ada lagi liquid, akan terdapat
solid baru AmBn sebanyak 33% dan solid A sebanyak 67%. Dari sini tampak
seolah-olah bahwa AmBn berasal dari liquid, tetapi hal ini tentu tidak mungkin
karena liquid hanya mengandung 40% A sedangakan AmBn mengandung70% A.
Kemungkinan yang dapat terjadi hanyalah bila liquid bereaksi dengan sejumlah
solid A membentuk suatu solid baru. Reaksi ini disebut reaksi peritektik, yang
berlangsung pada temperatur konstan T p.
Reaksi ini berlangsung pada permukaan solid A yang bersentuhan dengan
liquid. Hasil reaksinya tentu akan melekat pada permukaan solid A, sehingga

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 157


ITS - SURABAYA 2015

reaksi berikutnya akan berjalan lebih lambat, karena atom-atom yang akan
bereaksi harus berdiffusi melintasi hasil reaksi peritektik itu (lihat slide no.27).
ketika seluruh reaksi selesai maka liquid akan habis dan solid A masih tersisa,
sehingga pada gambar strutur mikronya (slide no.28) tampak solid A dikelilingi
senyawa AmBn. Paduan lain yang berada di sebelah kiri titik G tentunya akan
mengalami peristiwa yang sama, hanya jumlah relatif antara setiap struktur.

Slide no.28. Schematic picture of the peritectic reaction. Envelope AmBn incerases in
thickness by diffusion of A atoms outwards and B atom inward.

Slide no.29. Slow cooling of a 90A – 10B alloy showing the microstructure at various
temperature

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 158


ITS - SURABAYA 2015

Paduan 2, 65A – 35B, mulai membentuk solid A pada temperatur T 2 dan


tepat sebelum titik h komposisi liquid sudah 60A – 40B dan masih tersisa
sebanyak 87,5%, solid yang terjadi hanya 12,5%. Pada reaksai peritektik yang
terjadi di titik H semua solid A ini akan habis, sedang liquid masih tersisa. Liquid
ini akan semakin berkurang dengan menurunya temperatur, dan akan habis
setelah terjadinya reaksi eutektik di titik K, menjadi eutektik A mBn + B (lihat Slide
no.30).
Reaksi peritektik biasanya menghasilkan suatu senyawa, tetapi ada juga
reaksi peritektik yang menghasilkan suatu larutan padat.
Perubahan-perubahan yang dijelaskan di atas adalah perubahan-perubahan
pada kondisi ekulibrium, yang sebenarnya jarang sekali terjadi pada kenyataan.

Slide no.29. The cooling curve and the microstructure at various temperature during the
sloew cooling at 65A – 25B alloy.

Pada kenyataan biasanya pendinginan tidak cukup lambat, sehingga


biasanya tidak cukup waktu unutuk berlangsungnya sutatu solid state diffusion
dan karenanya reaksi peritektik ini seringkali tidak tepat dapat berlangsung tuntas.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 159


ITS - SURABAYA 2015

Hasil reaksi memungkus/ memisahkan kedua reaktan sehingga untuk dapat


berlangsungnya reaksi selanjutnya atom-atom harus berdiffusi selanjutnya juga
harus makin panjang, dan biasanya waktu yang tersedia pada prakteknya tidak
menukupi, sehingga reaksi tentunya tidak akan selesai.
Paduan dengan 60Ag – 40Pt di tempteratur kamar seharusnya adalah
larutan padat β fase tunggal. Tetapi seperti terlihat pada slide no.31, struktur
mikro hasil tuangan paduan itu, menunjukkan adanya lebih dari satu fase. Yang
berwarna putih adalah α primer, yang dikelilingi larutan padat β berwarna gelap
(dua warna), menunjukkan bahwa reaksi peritektik belum tuntas. Hal iini akan
berpengaruh pada sifat mekaniknya.

Slide no.31. 40 percent platinum + 60 percent silver cast alloy.

5.6 Transformasi Allotropik

Perubahan dari satu bentuk kristal ke bentuk kristal yang lain pada keadaan
padat dinamakan transformasi allotropik. Pada suatu diagram fase perubahan
allotropik ditunjukkan oleh sebuah atau beberapa titik pada garis vertikal yang
menyatakan logam murni. Contoh diagram fase yang memperlihatkan adanya
perubahan allotropik dapat dilihat pada slide no.32. Pada diagram itu larutan padat
gamma dibatasi loop. Jadi logram murni A dan paduan kaya A akan mengalami
dua kali perubahan (transformasi) allotropik. Banyak diagram fase yang
memperlihatkan hal seperti diatas, termasuk sistem paduan Fe-Si, Fe-MO, dan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 160


ITS - SURABAYA 2015

Fe-Cr. Karena larutan padat yang dikelilingi loop ini adalah larutan padat gamma,
maka daerah ini dinamakan gamma loop.

Slide no.32. hypothetical equlibrium showing metal A undergoing two allotropic changes.

Slide no.33. The iron-nickel equilibrium diagram.

Pada beberapa sistem paduan gamma loopnya tidak tertutup, seperti halnya
pada sistem paduan Fe-Ni . Dari kedua gambar ini tampak bahwa temperatur
transformasi allotropik dari logam murni akan mengalami perubahan karena
adanya paduan yang larut pada logam murni itu.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 161


ITS - SURABAYA 2015

5.7 Transformasi Order-Disorder

Biasanya pembentukan larutan padat substitusional atom-atom yang larut


tidak menempati suatu posisi tertentu yang spesifik, tetapi akan tersebar secara
acak pada struktur lattice pelarut. Paduan semacam ini dikatakan berada pada
kondisi disordered (tidak beraturan). Ada beberapa paduan yang disordered ini
yang bila didingankan mengalami pengaturan kembali (rearrangement) letak
atom-atom yang terlarut akan menempati posisi tertentu pada latie pelarut.
Struktur ini dinamakan ordered.

Slide no.34. Atomic arrangements in a disordered and ordered solid solution.

Slide no.35. The gold-copper equilibrium diagram.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 162


ITS - SURABAYA 2015

Ordering biasa terjadi pada sistem dengan kelarutan-padatan tak terbatas.


Pada diagram keseimbangan ordered solution biasanya dinyatakan dengan alpha
acsent, dll dan daerah dimana larutan semacam ini diperoleh dibatasi dengan
garis bertitik

5.8 Reaksi Eutektoid


Reaksi ini mirip sekali dengan reaksi eutektik, hanya saja reaksi eutektoid
sama sekali tidak melibatkan fase cair, seluruhnya pada fase padat. Di dalam hal
ini suatu larutan padat pada pendinginannya mengalami transformasi menjadi dua
solid baru yang bercampur dengan sangat halus, dinamakan eutektoid mixture.
Secara umum reaksi itu dapat dituliskan sebagai :
Solid1 ---> solid2 + solid3
Eutektoid micture yang dihasilkan reaksi ini sangar halus, sangat mirip
seperti eutektic mixture, sehingga bila hanya dengan melihat pada mikroskop
tidaklah mungkin menentukan apakah suatu struktur berasal dari reaksi eutektoid
atau eutektik. Diagram keseimbangan pada slide no.36. memperlihatkan adanya
reaksi eutectoid, yang berlangsung pada garis temperatur OP.

Slide no.36. Phase diagram illustrating the eutectoid reaction

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 163


ITS - SURABAYA 2015

Eutectoid mixture terdiri dari fase yang ada pada ujung-ujung garis
temperatur eutectoid (OP), yaitu larutan padat alpha (titik O) dan larutan padat
beta (titik P). Titik menunjukkan temperatur perubahan allotropik pada logam A
murni, sedang garis solvus MN menunjukkan bahwa paduan yang berkadar B
lebih tinggi akan mengalami perubahan allotropik pada temperatur yang lebih
rendah, mencapai minimum pada titik N. Garis solvus FN menunjukkan batas
kelarut-padatan B pada gamma, kelarutannya makin rendah dengan menurunnya
temperatur. Titik N disebut titik eutectoid. Komposisinya adalah komposisi
eutectioid. Paduan dengan komposisi di sebelah kiri komposisi eutectoid
dinamakan paduan hipoeutectoid dan yang di sebelah kanannya dinamakan
paduan hipereutectoid.

Paduan 1 bila didinginkan dengan sangat lambat akan mulai membeku pada
x1 dan selesai membeku pada x2 dengan terbentuknya larutan padat gamma.
Selanjutnya akan tetap berupa larutan padat gamma yang homogen sampai
temperatur xs. Disini akan mulai terjadi transformasi allotropik dari gamma menjadi
alpha. Perlu diperlihatkan bahwa alpha melarutkan B jauh lebih sedikit daripada
gamma, sebab itu untuk membentuk alpha maka sebagian atom B yang tadinya
berada pada daerah yang akan menjadi alpha harus berdiffusi ke daerah lain pada
gamma sehingga sisa larutan padat gamma akan menjadi lebih kaya B (mengikuti
garis solvus MN). Pada saat paduan mencapai temperatur eutectoid x4 komposisi
sisa gamma akan mencapai komposisi eutectoid (titik N) dan sisa gamma akan
mengalami reaksi eutectoid, bertransformasi menjadi eutectoid mixture, berupa
lapisan tipis alpha dan beta berselang-seling

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 164


ITS - SURABAYA 2015

(A) = 0.1%C ferrite/pearlite, (B) = 0.25%C more pearlite, (C) = 0.83%C all pearlite, (D) = 1.4%C
pearlite/cementite

Slide no.37. Microstructure of a slow-cooled hypoeutectoid and hypereutectoid alloy.

Perubahan yang terjadi pada pendinginan lambat paduan 2 dan 3 tentu akan
mudah dipelajari, karena peristiwanya hampir sama saja, hanya peru diingat
bahwa paduan hipereutectoid batas kelarut-padatan B dalam gamma akan
mengikuti garis solvus FN, sehingga akan ada B yang keluar dari gamma berupa
beta.

5.9 Reaksi Peritektoid


Seperti halnya reaksi eutektoid, suatu reaksi semacam reaksi eutektik tetapi
tidak menyangkut fase cair. Maka reaksi peritektoid juga mirip reaksi peritektik

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 165


ITS - SURABAYA 2015

tetapi tidak menyangkut fase cair. Secara umum reaksi ini dapat dituliskan
sebagau berikut:

Solid1 + Solid2 solid3 baru

Pada reaksi peritektik seringkali didapatkan reaksi yang tidak selesai karena
tidak cukupnya waktu untuk berdiffusi, pada reaksi peritektoid tuntasnya reaksi
akan lebih sulit lagi, karena seluruhnya adalah fase padat dimana tentunya diffusi
lebih sulit terjadi.

5.10 Diagram Kompleks


Diagram-diagram yang telah dibahas diatas adalah diagram fase yang
sederhana. Beberapa sistem paduan memang mungkin memiliki diagram fase
yang merupakan salah satu dari jenis sederhana di atas. Tetapi banyak sistem
paduan yang memiliki diagram fase yang tidak sederhana, kompleks. Sepintas
tampak cukup ruwet, tetapi sebenarnya diagram itu hanya merupakan kumpulan
dari beberapa jenis diagram

Slide no.38. The cobalt-tungsten alloy system

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 166


ITS - SURABAYA 2015

Dengan demikian tidaklah sulit untuk memberi label pada semua daerah
pada suatu diagram fase, memberi penjelasan apa arti titik, garis dan daerah pada
diagram itu, menentukan berbagai reaksi yang mungkin terjadi pada suatu garis
mendatar, menjelaskan perubahan-perubahan yang terjadi pada pendinginan
lambat suatu paduan dan menggambarkan struktur mikro suatu paduan pada
temperatur tertentu, dan lain-lain. Bentuk-bentuk reaksi yang biasa dijumpai pada
suatu diagram fase ditabulasikan pada tabel di bawah ini.

Tabel. 1 . Equilibrium-diagram reaction

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 167


ITS - SURABAYA 2015

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 168


ITS - SURABAYA 2015

BAB 6
DIAGRAM KESETIMBANGAN Fe – Fe3C

6.1. Diagram fase besi-karbon


Dalam besi cair karbon dapat larut, tetapi dalam keadaan padat kelarutan
karbon dalam besi akan terbatas. Selain sebagai larutan padat, besi dan karbon
juga dapat membentuk senyawa interstisial (interstisial compound), eutektik dan
juga eutektoid, atau mungkin juga karbon akan terpisah (sebagai grafit). Diagram
keseimbangan pada sistem paduan besi – karbon cukup kompleks, tetapi hanya
sebagian saja yang penting bagi dunia teknik yaitu bagian antara besi murni
sampai senyawa interstisialnya. Karbida besi Fe3C yang mengandung 6,67 % C.
Diagram fase yang banyak digunakan adalah diagram fase besi – karbida besi,
seringkali disebut diagram fase Fe – Fe3C.
Sebenarnya diagram fase besi – karbida besi ini bukan suatu diagram
keseimbangan yang sesungguhnya, karena karbida besi bukanlah struktur yang
akan terjadi pada keadaan yang benar-benar ekuilibrium. Diagram besi – karbida
besi ini merupakan diagram ekuilibrium karena perubahan-perubahan yang terjadi
berlangsung pada pemanasan dan pendinginan lambat.
Pada keadaan yang benar – benar ekuilibrium karbon akan berupa grafit,
sehingga diperoleh diagram keseimbangan besi – grafit. Perubahan – perubahan
dalam keadaan ekuilibrium berlangsung terlalu lama. Seharusnya karbida besi
akan terurai menjadi besi dan grafit, tetapi perubahan ini boleh dikatakan tidak
o
akan terjadi pada temperatur kamar (pada temperatur sekitar 700 C pun
perubahan ini akan makan waktu bertahun-tahun). Dalam hal ini karbida besi
dikatakan sebagai suatu struktur yang metastabil. Diagram fase besi-karbida besi
dapat dilihat pada slide no.1.
Dari slide no.1. tampak bahwa diagram fase ini memiliki garis mendatar
yang menandakan adanya reaksi yang berlangsung secara isothermal (suhu
sama). Di garis dengan temperatur 15390 C berlangsung reaksi peritektik (daerah
ini tidak begitu penting untuk dunia teknik karena tidak dibahas secara terinci).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 169


ITS - SURABAYA 2015

Pada garis dengan temperatur 11300 C berlangsung reaksi eutektik dan pada
garis dengan temperatur 7230 C berlangsung reaksi eutektoid. Diagram itu juga
sudah diberi label dengan istilah yang umum dipakai pada suatu diagram fase,
label dengan huruf yunani menandakan larutan padat. Dan karena pemakaian
yang begitu luas, maka setiap struktur yang ada pada diagram besi-karbida besi
memiliki nama khusus yang banyak dikenal. Slide no..2. adalah diagram fase Fe-
Fe3C dengan label nama yang umum digunakan pada sistem paduan besi-karbon.

Slide no.1. Diagram keseimbangan besi – karbida besi

Secara garis besar sistem paduan besi-karbon dapat dibedakan menjadi


dua yaitu baja dan besi tuang (cast iron). Dari diagram tampak bahwa baja tidak
mengandung struktur eutektik, karenanya itu mengapa sifatnya berbeda sekali
dengan besi tuang (yang strukturnya eutektik). Nama/istilah yang terdapat pada
diagram fase besi-karbida besi dapat dijelaskan sebagai berikut:

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 170


ITS - SURABAYA 2015

1. Cementit adalah karbida besi Fe3C, merupakan senyawa interstisial


mengandung 6,67% C. Sangat keras (± 650 BHN), getas dan kekuatan
rendah (± 350 kg/cm2). Struktur Kristal orthorhombik.
2. Austenite adalah larutan padat karbon dalam besi γ. Kekuatan tarik ± 1050
kg/cm2, kekerasan 40 Rc, ketangguhan tinggi. Biasanya tidak stabil pada
temperature kamar.
3. Ledeburite adalah suatu eutectic mixture dari austenite dan cementite,
mengandung 4,3%C, berbentuk 1130oC.
4. Ferrite adalah larutan padat karbon dalam besi α. Kelarutan karbon
maksimum 0,025% (pada 723%C), dan hanya 0,008% di temperature
kamar. Kekuatan rendah tetapi keuletan tinggi, kekerasan kurang dari 90
RB.
5. Pearlite adalah suatu eutectoid mixture dari sementite dan ferrit.
Mengandung 0,8% C, berbentuk pada 723oC.
6. Lower Critical Temperature ( temperature kritis bawah) A1, temperature
eutectoid. Pada diagram Fe – Fe3C tampak berupa garis mendatar di
temperature 723o C. Pada temperature ini terjadi reaksi eutectoid.

Austenit Ferrit + sementite

(pearlite)

7. Upper Critical temperature ( temperatur kritis atas) A3, temperature awal


terjadinya perubahan allotropic dari γ ke α (pada pendinginan) atau akhir
perubahan allotropic dari α ke γ (pada pemanasan.
8. Garis solvus Acm merupakan batas kelarutan karbon dalam austennit.
Dengan menggunakan diagram keseimbangan memang mungkin dapat
diramalkan struktur yang akan terjadi pada suatu paduan (asalkan pada
kondisi ekuilibrium atau yang dapat dianggap ekuilibrium), dengan demikian
juga akan dapat diramalkan sifatnya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 171


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.2. garis komposisi pendinginan pada diagram fase Fe 3C

Ferrit adalah larutan padat interstisi karbon dalam besi  atau besi ,
keduanya mempunyai struktur kristal BCC (Body Centerred Cubic), di bawah
tempertur Currie (770oC – A2),  ferrit bersifat ferromagnetik, lunak dan ulet
(kondisi anil)
Austenit adalah larutan padat interstisi karbon dalam besi , mempunyai
struktur kristal FCC (Face Cetered Cubic), bersifat tidak ferromagnetik, lunak dan
ulet (kondisi besi murni).
Sementit adalah karbida besi Fe3C, merupakan senyawa instistisi
mempunyai struktur kristal ortorombik bersifat keras dan getas.
Ledeburit adalah suatu stuktur duplek dari austenit  dan sementit Fe3C,
hasil dari reaksi eutektik, mengandung 4,3% C, terbentuk pada temperatur 1130 o
C.
pendinginan

Cairan 4,3% C <== 1130o C ==> Austenite  2% C + Sementite Fe3C 6,7% C

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 172


ITS - SURABAYA 2015

pemanasan
Pearlit adalah suatu struktur duplek dari ferrit  dan sementit Fe3C, dari
reaksi eutektoid, mengandung 0,8% C, dan terbentuk pada temperatur 723 o C.

pendinginan

Austenit  0,77% C <== 723o C (A1- A31) ==> Ferrit  0,02% C + Sementite Fe3C
6,7% C
pemanasan

6.2. Allotropi pada besi

Besi dikenal sebagai salah satu logam yang memiliki sifat allotropi. Allotropi
adalah perubahan fase besi karena pengaruh temperatur. Allotropi memiliki
bentuk lattice yang berbeda pada temperatur berbeda. Besi memiliki tiga macam
modifikasi allotropik. Besi murni cair yang didinginkan, akan mulai membeku pada
1535oC menjadi besi delta dengan struktur BCC. Pada 1400oC akan mengalami
transformasi allotropik menjadi besi gamma ( γ ) dengan struktur FCC. Besi

gamma ini tetap stabil sampai temperatur 9100C, dimana terjadi lagi transformasi
allotropik menjadi besi alpha (α) non magnetik dengan struktur BCC. Pada
pendinginan selanjutnya tidak lagi terjadi perubahan fase. Pada 768oC terjadi
perubahan dari α magnetik, tetapi tidak terjadi perubahan struktur kristal, tidak
terjadi perubahan fase. Pada setiap kali terjadi perubahan ditandai dengan adanya
pemberhentian penurunan temperatur (tampak sebagai garis mendatar pada
kurva pendinginan, slide no.2.). Ini berarti bahwa perubahan fase berlangsung
secara isothermal.
Semua proses transformasi tersebut berlangsung dengan adanya diffusi,
karena itu proses transformasi ini memerlukan waktu dan selama itu akan
dikeluarkan sejumlah panas laten, sehingga temperatur tertahan, dan tidak
menurun.
Masing – masing bentuk allotropik besi ini mempunyai kemampuan
melarutkan karbon yang berbeda – beda :

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 173


ITS - SURABAYA 2015

- Besi delta mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 0,10% pada


o
+ 1500 C
- Besi gamma mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 2,0% pada +
1130oC
- Besi alpha mampu melarutkan karbon sampai maksimum + 0,025%
pada + 723oC

Kemampuan melarutkan karbon akan berubah dengan berubahnya temperatur.


Keadaan ini merupakan hal penting pada besi/baja, terutama dalam hal proses
laku panasnya.
Karbon dapat larut dalam besi cair, tetapi kelarutannya akan terbatas dalam
besi padat. Selain sebagai larutan padat (ferrit -  dan austenit  ), karbon dan
besi juga dapat membentuk senyawa interstisi (sementit Fe3C), ledeburit ( +
Fe3C) dan pearlit (+Fe3C). slide no.4.

Slide no. 4. Diagram kesetimbangan besi – karbida besi Fe - Fe3C

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 174


ITS - SURABAYA 2015

6.3. Transformasi pada baja eutektoid (0,80 % C)

Transformasi yang dibahas kali ini adalah transformasi yang terjadi pada
kondisi ekuilibrium. Untuk pembahasan ini digunakan diagram fase seperti terlihat
pada slide no.2.

Baja eutektoid, paduan besi – karbon dengan kadar C = 0,80 % adalah


paduan dengan komposisi eutektoid. Pada temperatur di atas garis liquidus
berupa larutan cair (liquid). Bila temperatur diturunkan secara perlahan, pada saat
mencapai garis liquidus (di garis 1) akan mulai terbentuk inti austenit yang
selanjutnya akan tumbuh menjadi dendrit austenit. Pembekuan selesai di garis 2
(pada garis solidus). Seluruhnya sudah menjadi austenit. Pada pendinginan
selanjutnya tidak terjadi perubahan hingga temperatur mencapai garis 3, di garis
A1, temperatur kritis bawah. Di sini austenit yang mempunyai komposisi eutektoid
ini akan mengalami reaksi eutektoid :

Austenit ferrit + sementit

Terbentuknya perlit ini dimulai dengan terbentuknya inti sementit (biasanya


pada batas butir austenit). Inti ini akan bertumbuh dengan mengambil sejumlah
karbon dari austenit disekitarnya (sementit, Fe3C, mengandung 6,67 % C sedang
austenit mengandung 0,8 % C). Sehingga austenit di sekitar inti sementit itu akan
kehabisan karbon dan austenit dengan kadar karbon yang sangat rendah pada
temperature ini akan menjadi ferrit ( transformasi allotropic ). Ferrit ini juga akan
semakin banyak, yaitu dengan mengambil besi dari austenit di sekitarnya,
sehingga austenit di sekitar ferrit itu akan kelebihan karbon dan mulai membentuk
sementit di sebelah ferrit yang ada. Demikian selanjutnya sampai seluruh austenit
habis, dan yang terjadi adalah suatu struktur yang berlapis – lapis ( lamellar) yang
terdiri dari lamel – lamel sementit – ferrit struktur ini dinamakan perlit. Skema
pembentukan perlit dan gambar struktur mikro dari perlit dapat dilihat pada
slide.no.5.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 175


ITS - SURABAYA 2015

Slide. No.5. Struktur mikro perlit

6.4. Transformasi pada baja hypoeutektoid ( % C < 0,8 )

Sebagai contoh untuk pembahasan pada baja hypoeutektoid ini diambil


baja dengan 0,25 %C (slide no.6.). Paduan ini akan mulai membeku pada garis 1
dengan membentuk inti ferrit delta, yang nanti akan tumbuh menjadi dendrit ferrit
delta. Hingga temperatur ini mencapai garis 2 ( temperatur peritektik ) paduan
terdiri dari ferrit delta dan liquid. Pada garis 2 akan terjadi reaksi peritektik :

Ferrit delta + liquid austenit

pada paduan ini tidak semua liquid habis dalam reaksi itu sehingga pada
temperature dibawah garis 2 struktur terdiri dari liquid dan austenit. Semakin
rendah temperature semakin banyak liquid yang menjadi austenit, sehingga pada
garis 3 seluruhnya sudah menjadi austenit.
Perubahan berikutnya baru akan terjadi pada garis 4 atau (pada A3), akan
mulai terjadi transformasi allotropic γ menjadi α. Transformasi ini dimulai dengan
terbentuknya inti-inti ferrit pada butir austenit. Austenit pada paduan ini
mengandung 0,25%C sedang ferrit di temperature ini hanya mampu melarutkan
sedikit sekali karbon, karena itu austenit yang akan menjadi ferrit harus melepas
karbonnya sehingga sisa austenit akan menjadi lebih banyak mengandung karbon.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 176


ITS - SURABAYA 2015

Makin rendah temperaturnya semakin banyak ferrit yang terbentuk dan semakin
tinggi kadar karbon pada sisa austenit (komposisi austenit akan mengikuti garis
A3). Pada saat mencapai garis 5 masih ada 0,25/0,80 % austenit, kadar karbonnya
0,8% (komposisi eutectoid). Sisa asutenit ini selanjutnya akan mengalami reaksi
eutectoid menjadi perlit. Pada temperature di bawah A1 paduan akan terdiri dari
ferrit (proeutectoid) dan perlit. Gambar struktur mikro dari setiap tingkatan
transformasi ini digambarkan pada slide no.6.
Setelah reaksi eutectoid berakhir, akan terdiri dari ferrit proeutectoid dan
perlit. Ferrit proeutektoid adalah ferrit yang terbentuk sebelum terjadinya reaksi
eutectoid, istilah ini digunakan untuk membedakannya dengan ferrit yang
terbentuk pada saat reaksi eutectoid (ferrit yang terdapat pada perlit). Pada
pendinginan selanjutnya sudah tidak lagi terdapat perubahan fase dan strukturnya
tetap terdiri dari butir-butir kristal ferrit dan butir kristal perlit. Pada mikroskop ferrit
tampak berwarna putih sedang perlit berwarna agak kehitaman (lihat slide no.7.)

Slide no.6. struktur mikro dari setiap tingkatan transformasi

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 177


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.6. Mikro struktur dari besi hypoeutektoid, terlihat dahulu ferrit ( putih ) dan pearlite
( pembesaran 600x).

6.5 Transformasi pada baja hypereutektoid (0,8 < % C < 2,0)

Perhatikan suatu paduan dengan 2,06 % C (slide no.11.). Paduan mulai


membeku pada garis 1 dengan membentuk austenit dan pembekuan selesai di
garis 2, seluruhnya sudah berupa austenit. Selanjutnya tidak terjadi perubahan
sampai temperatur mencapai garis solvus Acm. Garis ini merupakan batas
kelarutan karbon dalam austenit, dan batas kelarutan ini makin rendah dengan
makin rendahnya temperatur. Pada garis 3 paduan telah mencapai batas
kemampuannya melarutkan karbon untuk temperatur itu. Pada temperatur
dibawah garis 3 kemampuan melarutkan karbon juga turun, berarti harus ada
karbon yang keluar dari larutan (austenit) Dan memang dengan pendinginan lebih
lanjut akan terjadi pengeluaran karbon, hanya saja karbon yang keluar ini akan
berupa sementit dan sementit ini mengendap pada batas butir austenit. Makin
rendah temperatur paduan makin banyak sementit yang mengendap pada batas
butir austenit dan austenit sendiri makin banyak Fe, dan pada temperatur garis 4 ,
komposisi austenit tepat mencapai komposisi eutektoid. Pada temperatur
eutektoid ini austenit akan mengalami reaksi eutektoid menjadi perlit.

Sementit yang mengendap pada batas butir austenit tidak membentuk


butiran seperti halnya ferrit ( yang terbentuk setelah melewati garis a 1) , tetapi

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 178


ITS - SURABAYA 2015

hanya mengumpul pada batas butir austenit, menyelubungi butir austenit itu. Pada
mikroskop sementit ini tampak seperti jaringan yang membatasi austenit, karena
itu sementit seperti ini dinamakan cementite network. Secara tiga dimensi jaringan
sementit ini sebenarnya merupakan lempengan yang kontinyu dan membungkus
austenit.

Di temperatur eutektoid butir austenit bertransformasi menjadi perlit sedang


sementit sudah tidak lagi mengalami transformasi, sehingga strukturnya setelah
selesainya reaksi eutektoid akan berupa perlit yang terbungkus oleh jaringan
sementit. Struktur ini tidak lagi berubah pada pendinginan sampai ke temperatur
kamar. Slide no.7. memperlihatkan gambar struktur mikro baja hypereutektoid
pada temperatur kamar. Tampak butir-butir kristal perlit dikelilingi lapisan sementit
(cementite network berwarna putih). Slide no.8. memperlihatkan strukturmikro
yang terjadi pada setiap tahapan perubahan selama pendinginan baja
hypereutektoid.

Slide no.7. Struktur mikro baja hypereutektoid

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 179


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.8. Memperlihatkan strukturmikro yang terjadi pada setiap tahapan perubahan
selama pendinginan baja hypereutektoid

6.6. Transformasi pada besi tuang hypoeutektoid (2,0 < %C < 4,3)

Paduan ini mulai membeku pada garis 1 (slide no.11) dengan terbentuknya
inti austenit yang selanjutnya bertumbuh jadi dendrit austenit. Austenit yang mula-
mula terjadi mengandung sedikit sekali karbon, makin rendah temperaturnya
makin tinggi kadar karbonnya ( mengikuti garis solidus), sedang liquid juga
mengandung banyak karbon dengan makin turunnya temperatur ( mengikuti garis
liquidus) , sehingga waktu temperatur paduan mencapai garis 2 (temperatur
eutektik) austenit sudah mengandung 2,0% C, sedang liquid mengandung 4,3 %
C (komposisi eutektik). Pada saat mencapai temperatur ini paduan dengan 2,5 %
C terdiri dari austenit sebanyak (4,3%-2,5%)/(4,3%-2,0%) bagian dan sisa liquid
sebanyak (2,5%-2,0%)/(4,3%-2,0%) bagian. Sisa liquid sebanyak itu kemudian
mengalami reaksi eutektik :

Liquid austenit + sementit (eutectic mixture, ledeburite)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 180


ITS - SURABAYA 2015

Setelah selesainya reaksi eutektik (ingat bahwa reaksi eutektik dan reaksi
eutektoid berlangsung secara isothermal) paduan akan terdiri dari austenit
proeutektik (disebut juga austenit primer, yang terbentuk langsung dari liquid) dan
ledeburit. Pada pendinginan selanjutnya kemampuan austenit melarutkan karbon
akan menurun, sehingga akan ada sementit yang keluar dari austenit. Sementit
yang keluar dari austenit ini dinamakan juga sementit sekunder. Keluarnya
sementit dari austenit terus berlangsung sampai temperatur mencapai garis 3 (
pada garis temperatur kritis bawah A 1, temperatur eutectoid). Kandungan karbon
dalam austenit terus menurun karena keluarnya sementit itu, dan pada saat
mencapai garis 3 kadar karbon dalam austenit menjadi 0,8% ( komposisi
eutectoid), dan austenit selanjutnya akan mengalami reaksi eutektoid menjadi
perlit. Di bawah temperatur kritis bawah ini sudah tidak lagi terjadi perubahan fase.
Pada temperatur kamar paduan ini akan terdiri dari perlit, sementit dan
ledeburit (dengan austenitnya yang sudah bertransformasi menjadi perlit). Gambar
struktur mikronya terlihat pada slide no.9. Yang berwarna kehitaman adalah perlit (
tampak masih memperlihatkan bentuk dendritik), yang berwarna putih adalah
sementit dan yang putih dengan bintik-bintik hitam adalah ledeburit.

Slide no.9. Besi tuang putih hypoeutektik terdiri dendrit perlit dan cementite network disela
dendrit.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 181


ITS - SURABAYA 2015

Seringkali terjadi bahwa ledeburit tidak tampak seperti suatu eutectic


mixture seperti gambar di atas, tetapi sementit dan perlitnya terpisah. Ini terjadi
karena reaksi eutektik berlangsung pada temperatur yang cukup tinggi dan
austenit yang terjadi pada reaksi itu akan bergabung dengan austenit primer yang
sudah ada sebelumnya, dan meninggalkan sejumlah sementit yang terpisah.

Slide no.10. Besi tuang putih hypoeutektik.

Dari gambar-gambar di atas terlihat bahwa besi tuang ini mengandung


sejumlah besar sementit, suatu struktur yang sangat keras dan getas. Ini
menyebabkan besi tuang ini sangat keras dan getas sehingga tidak dapat
dibentuk dengan forming atau machining. Karena itu penggunaan besi tuang jenis
ini sangat terbatas. Besi tuang ini bila dipatahkan maka permukaan patahan akan
tampak berwarna putih mengkilat, karena itu besi tuang ini dinamakan besi tuang
putih (white cast iron).
Sementit sebenarnya bukan struktur yang stabil, ia adalah struktur yang
metastabil, yang masih dapat berubah menjadi struktur yang lebih stabil bila
mendapat cukup energi untuk itu. Misalnya sementit yang sudah terbentuk bila
dipanaskan kembali sampai temperatur yang cukup tinggi (tetapi masih di bawah
garis solidus) dan biarkan cukup lama maka sementit akan terurai menjadi besi
dan grafit, struktur yang lebih stabil bagi karbon. Grafit juga dapat terjadi pada

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 182


ITS - SURABAYA 2015

paduan besi-karbon bila pada pembekuannya didinginankan dengan laju


pendinginan yang sangat lambat atau dengan menambahkan unsur paduan
tertentu pada besi tuang untuk mendorong terbentuknya grafit (mencegah
terbentuknya sementit). Besi tuang yang karbonnya berupa grafit dinamakan besi
tuang kelabu (gray cast iron) karena patahannya akan berwarna kelabu. Besi
tuang kelabu lebih lunak, dapat di machining dan memiliki beberapa sifat yang
menguntungkan sehingga banyak digunakan.

6.7. Transformasi pada besi tuang kelabu ( Diagram fase Fe-Grafit)

Pada besi tuang kelabu tidak seluruh karbon berupa sementit (senyawa
interstisial Fe3C), sebagian besar dari karbonnya akan berupa karbon bebas,
grafit. Untuk membahas transformasi pada sistem paduan Fe-Grafit ini dipakai
diagram fase yang berbeda yaitu diagram fase Fe – Grafit, (slide no.11.).

Ada beberapa perbedaan antara diagram Fe-Fe3C dengan diagram Fe-


Grafit, antara lain :

- Reaksi eutektik dan eutektoid terjadi pada temperatur yang lebih tinggi.
- Reaksi eutektik tidak menghasilkan sementit tetapi grafit.
- Pada pendinginan austenit yang keluar bukan sementit tetapi grafit.
- Komposisi eutektik dan eutektoid sedikit bergeser ke kiri (eutektik dan
eutektoid pada sistem Fe-Grafit mengandung karbon lebih sedikit)

Transformasi yang terjadi selama pendinginan besi tuang kelabu hampir


sama dengan yang terjadi pada besi tuang putih, dengan sedikit perbedaan
mengingat perbedaan pada diagram fasenya.

Grafit pada besi tuang kelabu biasa berupa flake (serpih) yang bersambung
satu sama lain menjadi satu kesatuan yang kontinyu, walaupun pada gambar
mikronya tampa terpisah satu sama lain (slide no.12.). Karena grafit sangat lunak,
getas, kekuatannya sangat rendah, dan dalam besi tuang ini terbentuk serpih
(flake) yang ujung flake ini merupakan takikan yang tajam, maka besi tuang
kelabu mempunyai kekuatan, keuletan dan ketangguhan rendah. Tidak dapat
dibentuk dengan rolling, drawing, forging dsb.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 183


ITS - SURABAYA 2015

Slide no.11. Transformasi pada besi tuang

Slide no.12. Besi tuang kelabu hypereutektik.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 184


ITS - SURABAYA 2015

Pada gambar struktur mikronya (slide no.13.), grafit tampak seperti garis-
garis tebal yang terputus/terpisah yang berada dalam suatu matriks. Matriks ini
dapat berupa ferrit (slide no.13a.), perlit (slide no.13b.) atau campuran ferrit +
perlit. Matriks Ferrit dapat diperoleh bila semua karbon berupa grafit, sedang
matriks perlit terjadi bila hanya ada sebagian karbon dapat menjadi sementit (
terdapat pada lamel-lamel dalam perlit).

(a) (b)

Slide no.13. (a). Mikrostruktur ferrit dan (b). Mikrostruktur pearlite.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 185


ITS - SURABAYA 2015

BAB 7
BESI DAN BAJA
Besi dan baja merupakan logam yang paling banyak digunakan manusia untuk
berbagai keperluan. Bahan ini telah banyak memberikan sumbangsihnya tehadap
perkembangan budaya manusia. Ada beberapa hal yang membuat logam ini banyak
digunakan manusaia antara lain :

 Jumlahnya melimpah ( Availability dari bahan ). Di alam terdapat cukup banyak


besi walaupun tidak sebagai logam murni. Sebagai oksida atau sulfida dalam bijih
besi. Tetapi teknologi untuk mengolahnya menjadi besi yang siap digunakan sudah
dikuasai.
 Mempunyai sifat mekanik yang memadai ( Properties ) yang menyatakan
kemampuan suatu material / komponen untuk menerima beban, gaya dan energi
tanpa menimbulkan kerusakan pada material/komponen tersebut.
 Mudah dikerjakan ( Teknologi yang tersedia ). Besi dan baja mudah dikerjakan
baik dengan forming maupun dengan machining sehingga mudah dibuat menjadi
barang yang berguna bagi manusia.
 Harganya murah ( Faktor ekonomis )
 Dan lain – lain

Salah satu kelemahan besi adalah mudah mengalami korosi. Korosi menimbulkan
banyak kerugian karena mengurangi umur pakai berbagai barang atau bangunan yang
menggunakan besi atau baja. Sebenarnya korosi dapat dicegah dengan mengubah besi
menjadi baja tahan karat (stainless steel), akan tetapi proses ini terlalu mahal untuk
kebanyakan penggunaan besi.
Besi tidak digunakan dalam keadaan murni melainkan sebagai paduan, terutama
dengan karbon yang dikenal sebagai besi dan baja tuang. Perbedaan antara besi dan baja
tuang adalah kadar karbon yang mempengaruhi sifat mekanik dan struktur mikronya.
Di pasaran terdapat banyak sekali macam baja untuk berbagai keperluan. Dengan
banyaknya macam baja maka perlu diklasifikasikan untuk memudahkan pengenalan dan
pemilihanya. Ada klasifikasi baja yang dikelompkan berdasar kekuatanya seperti St 37, St

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 186


ITS - SURABAYA 2015

42, St 50 dan seterusnya. Selain itu ada juga klasifikasi menurut komposisi kimianya, yang
dikelompokan menjadi baja karbon rendah, baja karbon menengah, baja karbon tinggi, baja
paduan rendah dan baja paduan tinggi. Dapat juga dikelompokan menurut strukturnya, baja
hypoeutektoid, baja eutektoid, baja hyperuetektoid. Bahkan ada juga yang mengelompokan
berdasarkan penggunaanya, pembuatanya, bentuknya, dan lain – lain.
Di pasaran dapat dijumpai baja dengan berbagai bentuk barang setengah jadi seperti
pelat, strip, sheet, pipa, batang profil dan lain – lain. Pada gambar dibawah digambarkan
secara garis besar setengah jadi dari bijih besi.

Gambar 7.1. Pengolahan besi dan baja

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 187


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 7.2. Proses Manufaktur besi dan baja

Keseluruhan pada proses gambar itu dapat dibagi menjadi beberapa tahapan pengerjaan:

 Pengolahan bijih besi menjadi besi kasar (PIG IRON) atau besi spons (sponge iron,
atau direct iron, DRI)
 Pengolahan besi kasar (pig iron) / besi spons menjadi baja dalam bentuk antara lain
ingot atau billet / slab / bloom
 Pengolahan bentuk baja menjadi barang setengah jadi / bahan baku seperti pelat,
strip, sklep, batang kawat, batang profil, dan lain – lain. Diantara bentuk - bentuk
tersebut ada juga yang masih harus diolah kembali menjadi bentuk setengah jadi
lain seperti kawat, pipa , G.Isheet, tin Plated sheet dan lain – lain.
 Kadang – kadang seluruh proses diatas dikerjakan dalam satu kompleks pabrik baja
yang besar, tetapi dapat juga dikerjakan dalam beberapa pabrik yang terpisah,
misalnya ada pabrik yang mengerjakan mulai dari billet sampai suatu barang
setengah jadi, dan banyak juga pabrik yang mengerjakan mulai tahapan yang lebih
ke hilir lagi mulai dari batang kawat menjadi kawat atau kabel dari sklep menjadi
pipa dan lain – lain.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 188


ITS - SURABAYA 2015

7.1 Besi kasar dan besi spons

Di alam besi tidak terdapat sebagai logam murni tetapi berupa oksida, sulfida,
karbonat, silikat, dan lain – lain yang disebut bijih besi.
Biji besi (Iron Ore)

 Banyak, lebih dari 5% pada kerak bumi


 Tidak berupa logam murni, tetapi berupa oksida,karbonat, silikat dll. Disebut biji
besi
 Sesudah ditambang, biji besi dihancurkan dan besinya dipisahkan, kemudian
dibentuk pellets, balls or briquettes dengan memakai pengikat, seperti air
 Pellets mengandung sekitar 65% besi dan berdiameter 1”.

Bijih besi selain mengandung salah satu atau beberapa senyawa seperti yang di
deskripsikan di atas juga mengandung unsur atau senyawa lain yang dianggap sebagai
pengotoran. Bijih besi yang banyak diolah adalah yang berupa oksida, yaitu :

 Hematit, Fe2O3 + sedikit belerang (sulfur), phospor, dll.


 Limonit, 2Fe2O3 . 3H2O + Phospor dan sejumlah pengotor lain.
 Magnelit, Fe3O4 + silikat , seng (Zn), belerang (S) dan sejumlah pengotor lain.
 Siderit, FeCO3 + pengotor seperti silika, aluminium magnesia dan lain – lain.

Untuk memperoleh besi dari bijih besi yang dilakukan proses reduksi dengan
menggunakan bahan reduktor yang kuat (biasanya karbon) dan fluks. Dengan pemanasan,
fluks berfungsi sebagai bahan pengikat kotoran sehingga kotoran mudah mencair dan
menjadi terak yang akan mudah dipisahkan dan dibuang selama proses dan pembuatan besi

(a) Bijih besi (b) coke (kokas) (c) batu kapur

Gambar 7.2. Biji besi, Coke dan Batu kapur

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 189


ITS - SURABAYA 2015

Cara yang selama ini banyak digunakan adalah dengan reduksi bertingkat dalam
sebuah dapur tinggi (blast furnace). Sebagai bahan reduktor digunakan coke (kokas) yang
dibuat dari pemanasan batubara sampai temperatur 2100 oF (1150oC), kemudian
didinginkan dengan udara menggunakan tower. Coke atau kokas ini juga berfungsi
sebagai bahan bakar . karbon yang banyak terdapat dalam coke akan terbakar dan
menghasilkan kalor untuk memanaskan / mencairkan muatan dapur tinggi. Selain itu
pembakaran karbon juga menghasilkan gas CO2 yang akan mereduksi oksida besi. Besi
yang dihasilkan masih belum dapat digunakan untuk membuat suatu barang, masih perlu
diolah lebih lanjut menjadi baja atau besi tuang dan lain – lain.
Belakangan ini juga dikembangkan cara lain yaitu dengan reduksi langsung (direct
reduction). Pada cara ini bijih besi dihancurkan menjadi serbuk lalu dicampur dengan
sejumlah bahan pengikat dan digumpalkan (pelletizing) menjadi bola – bola kecil (pellet).
Pellet ini dimasukan kedalam kilang putar (rotary kiln) yang dilalui oleh gas panas hasil
pembakaran bahan bakar gas yang biasanya berupa gas alam. Gas panas ini mengandung
banyak gas H2 dan CO yang secara langsung akan meredusi oksida besi dalam pellet itu.
Dengan cara ini tidak terjadi pencairan dan hasilnya adalah bola – bola kecil yang porous
(berpori pori) seperti spons , karena itu dinamakan besi spon (sponge iron) atau disebut
juga reduce iron, DRI. Besi spons ini selanjutnya dapat diolah menjadi baja atau besi
tuang, sama seperti halnya besi kasar. Proses ini mempunyai prospek cukup cerah karena
dapat digunakan untuk bijih besi dengan kualitas (kadar Fe) yang tidak begitu tinggi dan
biaya investasinya jauh lebih murah dari pada biaya investasi dapur tinggi.

7.2. Pembuatan besi

7.2.1 Dapur Tinggi (blast furnace)


Dapur tinggi berbentuk kerucut terpancung dengan tinggi mencapai 25 – 30 meter
yang terbuat dari pelat baja dan bagian dalamnya dilapisi batu api. Lebar dibagian
bawah dapat mencapai 9 meter. Dapur tinggi direncanakan untuk bekerja secara
kontinyu, bekerja terus menerus sampai saat diperlukan perbaikan pada bagian –
bagian utamanya. Gambar skema dapur tinggi bisa dilihat dengan skema seperti
gambar di bawah.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 190


ITS - SURABAYA 2015

Gambar. 7.3. Skema dapur tinggi

Dapur tinggi digunakan untuk mengolah bijih besi menjadi besi kasar. Bahan yang
dimasukan ke dalam dapur tinggi ini adalah bijih besi, cokes, batu kapur sebagai fluks
dan udara panas. Udara panas di hembuskan kedalam dapur tinggi melalui lubang –
lubang (tuyeres) yang terdapat pada sekeliling bagian bawah dapur. Udara panas ini
seringkali dicampur dengan oksigen untuk mempertinggi efisiensi bahan padat yaitu
bijih besi , cokes dan batu kapur, menjadi cairan besi dan terak (slag). Cairan ini
selanjutnya melalui tap hole untuk cairan besi dan slag hole untuk terak.
Gas CO2 yang terjadi di sekitar tuyere mengalir ke atas melalui sela – sela bijih
besi , cokes dan batu kapur. Karena itu CO2 panas ini akan memanaskan bahan bahan
tadi dan bereaksi sebagai berikut :
CO2 + C 2CO
Fe2O3 + CO 2FeO + CO2
FeO + CO Fe + CO2
Karena temperatur yang tinggi maka Fe akan mencair. Dan batu kapur akan
berdekomposisi :

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 191


ITS - SURABAYA 2015

CaCO3 CaO + CO2


Dan CaO ini kan bereaksi dengan pengotor – pengotor yang ada dalam bijih besi dan
menjadi terak, misalnya :
CaO + SiO2 CaSiO3

Reaksi reduksi terjadi pada bagian stack dari dapur tinggi dan disempurnakan
dengan bosh , sehingga di bosh sudah terjadi pencairan. Karena terjadinya pencairan
pada bagian bawah dapur tinggi maka muatan yang ada di atasnya akan turun sedikit
demi sedikit. Dan secara berkala dilakukan pengisian kembali dari bagian atas.
Besi cair yang dikeluarkan dari tap hole kemudian di tuang menjadi balok – balok
kecil yang dinamakan pig iron (besi kasar) , atau dibawa / disiapkan untuk diolah
menjadi baja. Besi kasar masih mengandung karbon dan pengotoran lain dalam jumlah
cukup besar sehingga besi ini sangat getas , tidak dapat langsung di gunakan membuat
suatu benda kerja. Besi kasar ini perlu dicairkan kembali untuk diolah menjadi beja
atau besi tuang.
Terak (slag) banyak mengandung unsur – unsur pengotoran seperti Si , P , S ,dan
lain – lain, dapat diolah menjadi bahan bengunan atau untuk bahan pupuk. Sedang gas
yang keluar dari bagian atas dapur tinggi tidak dibuang karena masih banyak
mengandung CO dan senyawa lain yang mempunyai nilai bakar. Gas ini (blast furnace
gas) disalurakan ke instalasi pemanas udara , instalasi pembangkit tenaga dan dijual.
Pemanas udara ini terdiri dari sepasang stove yang bekarja bergantian di dalamnya,
setelah cukup panas , aliran gas dihentikan dan udara mulai dialirkan melalui kisi
pemanas yang telah panas itu. Udara akan terpanasi, dan di alirkan menuju dapur
tinggi untuk digunakan. Sementara stove yang satu memanaskan udara stove yang lain
memancarkan kisi – kisi pemanas, bekerja bergantian.

7.2.2 Dapur kupola


Pembuatan besi tuang dapat dilakukan pada dapur listrik atau dapur dapur lain
yang mamapu mencapai temperaur 1300oC, salah satunya adalah dapur kupola yang
juga banyak dipakai. Dapur ini berbentuk silindrik tegak, terbuat dari baja yang bagian
dalamnya dilapisi batu tahan api dan hapir seperti proses blast furnace. Sebagai bahan
bakar digunakan cokes dan batu kapur sebagai fluks. Bahan bakunya adalah besi bekas

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 192


ITS - SURABAYA 2015

dan seringkali ditambahkan besi kasar. Pengisian dilakukan melalui charging door
begantian antara coke dan besi. Pembakaran terjadi di sekitar tuyere sehingga di
daerah ini akan terjadi pancairan besi dan terak. Cairan ini akan turun ke dasar dapur
dan akan di keluarkan bila cairan yang terkumpul sudah cukup banyak. Penambahan
bahan baku juga dilakukan secara berkala dan dapur ini dapat bekerja kontinyu selama
16 jam. Dapur ini banyak digunakan karena harganya relative murah.

STOVE

Gambar 6.4. Dapur Kupola


7.2.3. Pembuatan baja

Baja pada dasarnya adalah padauan besi – karbon dengan kadar karbon tidak lebih dari
2,0 % disamping juga mungkin mengandung sejumlah unsur paduan dan unsur
pengotoran. Baja dibuat dari besi kasar / besi spons dengan mengurangi kadar karbon dan
unsur lain yang kurang disukai. Ada beberapa macam cara pembuatan baja antara lain :

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 193


ITS - SURABAYA 2015

a. Dengan konvertor
b. Dengan dapur Siemens – martin ( open hearth furnace)
c. Dengan dapur listrik
Cara pembuatan baja dapat juga diklasifikasikan menurut derajat keasaman terak yang
dihasilkan, ada proses asam (acid) ada proses basa (basic). Pemilihan proses ini tergantung
pada jenis pengotoran yang ada pada bahan yang diolah, unsur pengotoran apa yang harus
dibuang dari bahan dasar unsur pengotoran apa yang masih tertinggal dalam baja yang
dihasilkan, karena ini akan berpengaruh kepada mutu produk. Misalnya untuk besi kasar
yang mengandung banyak Si dan Mn dipakai proses asam, tetapi proses ini tidak dapat
menghilangkan P. sedangkan untuk menghilangkan P diperlukan proses basa.
Seringkali dalam pembuatan baja tidak cukup bila diproses dengan salah satu proses
saja, perlu di kombinasikan dua macam proses untuk dapat mengatasi kekurangan masing
– masing proses. Ini dikenal sebagai proses duplex. Kombinasi dari proses duplex dapat
dipakai:
a. Basic and acid open hearth furnace
b. Basic open hearth and basic electric furnace
c. Bessemer converter and basic open hearth furnace
Pada proses yang memeperoleh energi dari pembakaran (konvertor dan open hearth
furnace) baja yang dihasilkan mengandung banyak nitrogen (yang berasal dari udara
pembakaran), ini memberikan sifat buruk pada baja. Untuk mengatasi hal ini dan untuk
mempercepat pembakaran, akhir – akhir ini banyak digunakan oksigen sebagai pengganti
udara (oxygen process).
Akhir – akhir ini oxygen process (terutama yang basic) makin mendesak cara yang
lain, konvertor konvensional sudah ditinggalkan, bahkan open hearth furnace juga sudah
banyak yang digantikan oleh basic oxygen process, setidaknya orang sudah tidak lagi
membuat open hearth furnace yang baru.
Penggunaan dapur listrik (electric furnace) juga makin meluas tetapi mengingat
kapasitanya yang tidak cukup besar biasanya hanya digunakan pada pabrik yang relatif
kecil atau untuk memproduksi baja paduan, terutama baja paduan dengan unsur paduan
yang mempunyai titik lebur tinggi seperti tungsten, titanium dan lain – lain.
Perkembangan teknologi menuntut peningkatan mutu baja yang akan digunakan dalam
suatu konstruksi selain dengan pemaduan – pemaduan dengan unsur paduan yang tepat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 194


ITS - SURABAYA 2015

juga dituntut adanya pengurangan kadar pengotoran (impuritie). Untuk itu lahirlah clean
steel, baja dengan kadar impurities yang sangat rendah, bahkan ultra clean steel. Untuk
membuat clean steel perlu ditambahkan beberapa proses refining pada proses pembuatan
baja. Dengan refining ini kadar S, P, N, O, H dan lain – lain dapat ditekan sangat rendah.
Ini memberikan sifat yang sangat baik bagi baja (ketangguhan, terutama untuk suhu rendah
sangat baik , kelelahan, keuletan, dan lain – lain)

7.2.3. Pembuatan baja dengan konvertor


Pada pembuatan baja dengan konvertor ini yang diolah adalah besi cair yang di
peroleh dari dapur tinggi atau dapur peleburan lain. Besi cair dituangkan kedalam
konvertor kemudian dihembus dengan udara / oksigen sehingga karbon dan unsur
pengotoran akan terbakar dan keluar dari besi cair berupa gas atau terak. Seluruh proses
berlangsung dalam beberapa menit saja. Cara ini mula – mula ditemukan oleh henry
Bessemer, dengan proses asam. Kemudian dari sini berkembang proses basa dan akhirnya
berkembang lagi berbagai proses oksigen.
7.2.4 Bessemer process
Besi cair yang dioalah dengan konvertor Bessemer ini adalah yang mengandung
banyak silicon dan mangan, sedang kandungan belerang dan phosphornya sedikit mungkin,
karena proses ini tidak dapat menghilangkan belerang dan phosphor. Terak yang terjadi
akan banyak mengandung silikat dan oksida mangan yang bersifat asam, karena itu ini
dinamakan proses asam. Batu tahan api yang digunakan juga harus bersifat asam agar tidak
bereaksi dengan terak yang terjadi.
Konvertor ini terbuat dari pelat baja, berbentuk seperti buah pir (lihat gambar) yang bagian
dalamnya dilapisi batu tahan api. Pada bagian bawahnya terdapat lubang – lubang kecil
untuk menghembuskan udara.

Gambar. 6.5 Bessemer converter

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 195


ITS - SURABAYA 2015

Lubang pengisian terdapat di bagian atas. Konvertor ini dapat digulingkan sehingga lubang
pengisian tepat menghadap ke atas. Pengisian dilakukan pada saat posisi horizontal,
kemudian konvertor ditegakan kembali sambil udara mulai dihembuskan. Dengan adanya
udara yang mengandung oksigen yang lewat dari dalam besi cair itu maka sebagian besi
mulai bereaksi.
2Fe + O2 2FeO
Sebagian oksida besi ini menjadi terak dan yang lain bereaksi denga Si dan Mn
Si + 2FeO SiO2 + 2 Fe
Ma + FeO Mn + Fe
Reaksi – reaksi itu menimbulkan panas exothermic dan akan menaikkan temperatur cairan.
Oksida mangan dan oksida silicon ini akan menjad terak. Pada saat Si dan Mn hampir
habis temperatur menjadi sangat tinggi dan karbon mulai terbakar :
C + FeO Fe + CO
CO berupa gas dan keluar melalui mulut konvertor, disini CO akan terbakar lagi menjadi
CO2. Pada saat ini tampak adanya nyala api yang panjang dan terang. Bila nyala api mulai
memendek dan berganti menjadi asap kemerahan yang menandakan bahwa karbon sudah
hampir habis, maka penghembusan harus segera di hentikan, jika tidak dihentikan maka
besi akan terbakar habis.
Setelah itu konvertor dimiringkan dan cairan dikeluarkan. Dalam cairan ini banyak
terdapat oksigen yang terlarut. Untuk itu perlu diberikan deoxydiser berupa ferromangan,
ferrosilicon atau alumunium ke dalam baja cair itu untuk menghilangkan oksigen.
Pengaturan kadar karbon dapat dilakukan dengan menambahkan sejumlah besi kasar
kedalam baja cair.

7.2.5. Basic Bessemer process


Proses ini digunakan untuk mengolah besi kasar yang mengandung banyak phosphor,
karena itu batu tahan api yang digunakan harus bersifat basa, sebab terak yang terjadi
nantinya akan bersifat basa. Alat yang digunakan hampir sama saja dengan Acid Bessemer
Process kecuali batu tahan apinya. Sebelum memanaskan besi cair, terlebih dahulu
dimasukan sejumlah batu kapur untuk mengikat phosphor menjadi terak. Pada periode

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 196


ITS - SURABAYA 2015

penghembusan mula – mula besi, silicon dan mangan yang akan teroksider, menjadi terak.
Setelah itu karbon, dan baru kemudian phosphor yang akan teroksidasi menjadi terak.
2P + 5FeO + 4CaO (CaO)4P2O9 + 5Fe
Setelah phosphor habis menjadi terak maka proses dihentikan dan terak dulu, baru
kemudian dilakukan deoksidasi dan proses – proses selanjutnya.

7.2.6 Oxygen process


Baja yang diperoleh dengan menghembuskan udara kedalam konvertor mengandung
sejumlah nitrogen terlarut. Ini membawa pengaruh buruk terhadap sifat baja yang membuat
baja menjadi sedikit agak getas. Untuk mencegah larutnya nitrogen ke dalam baja cair
maka dalam proses pembuatan baja tidak lagi dihembuskan udara yang mengandung
hingga 79% nitrogen dan hanya mengandung 21% oksigen, tetapi digunakan oksigen
murni. Selain menghasilkan baja yang bebas nitrogen, proses berlangsung lebih cepat dan
pemanasan lebih intensif sehingga pemaduan dengan unsur tertentu lebih efektif.
Karena itu pemakaian oxygen proses (terutama basic oxygen process) sangat meluas.
Hampir tidak ada lagi yang menggunakan Bessemer konvensional dan mungkin hanya
tinggal beberapa lagi yang masih menggunakan open hearth furnace.

Ada beberapa macam oksigen process yang sudah digunakan antara lain :
a. L – D (line – donawile) process
Konvertor yang digunakan mirip dengan konvertor biasa hanya saja tidak ada lubang udara
di bagian bawahnya. Oksigen dihembuskan lewat mulutnya melalui sebuah pipa oksigen
lance ke permukaan besi cair
b. Kaldo process
Bentuk konvertor ini masih mirip dengan yang diatas, hanya saja pada proses ini dipasang
pada posisi miring dan dapat berputar pada sumbunya dengan adanya pemutaran ini maka
pencampuran akan lebih efektif.
c. Rotor process

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 197


ITS - SURABAYA 2015

Konvertor ini berupa suatu silinder yang dipasang horizontal dan dapat berputar terhadap
sumbunya, disini digunakan dua oxygen lance, satu di tujukan ke permukaan dan yang lain
ke bawah permukaan besi cair.

Gambar. 6.6 L-D, KALDO dan ROTOR blown corverter

Sebenarnya masih banyak lagi proses yang lain tapi karena tiap pabrik membuat
sedikit modifikasi dari cara – cara yang ada, disamping banyaknya juga cara – cara yang
sedang dikembangkan / dalam penelitian.

7.2.7. Pembuatan baja dengan open hearth furnace


Dapur ini mempunyai sebuah ruang bakar dimana udara dan bahan bakar gas akan
bercampur dan terbakar menghasilkan panas yang tinggi. Pembakaran disini menghasilkan
panas yang tinggi sebab baik bahan bakar maupun udara pembakaran sebelum masuk
ruang bakar sudah dipanaskan terlebih dahulu dalam suatu generator yang mendapat panas
dari gas buang hasil pembakaran ruang bakar sebelumnya (lihat gambar)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 198


ITS - SURABAYA 2015

Gambar. 6.7 Open hearth furnace

Karena temperatur yang tinggi pada ruang bakar maka muatan dapur yang diletakan di
ruang bakar akan mencair bila muatan berupa bahan padat, dan cairan ini akan mendidih
sehingga reaksi oksidasi dari unsur pengotoran / pembentuk terak akan dapat berlangsung.
Muatan dapur diisikan melalui pintu pengisian (charging door). Muatan ini dapat
berupa bahan padat atau berupa besi cair. Pada proses basa juga ditambahkan batu kapur
sebagai pembentuk terak / pengikat phosphor. Reaksi yang berlangsung sama saja saperti
reaksi yang berlangsung pada konvertor, sebagian Fe, Si dan Mn akan teroksider dan
membentuk terak. Terak ini mengapung di permuakaan cairan sehingga menghalangi
kontak antara cairan dengan udara. Untuk dapat berlanjutnya reaksi oksidasi maka kedalam
cairan harus ditambahkan bijih besi (sebagai pembawa oksigen) sehingga semua Si, Mn
dan juga C dapat teroksider. Reaksi ini berlangsung dalam cairan dibawah terak yang
mengapung sehingga tidak tersentuh udara.
Proses dalam dapur ini berjalan sangat lambat dapat mencapai 6 – 14 jam, sedangkan
konvertor hanya 15 menit atau mungkin juga kurang. Karena proses dalam dapur cukup
lambat maka akan dapat dilakukan analisis kimia dari cairan pada setiap saat sehingga
komposisi kimia dapat dikontrol dengan mudah. Selain itu karena cairan besi tidak

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 199


ITS - SURABAYA 2015

tesentuh langsung oleh udara maka baja yang dihasilkan tidak banyak mengandung
nitrogen seperti halnya pada Bessemer.

7.2.8. pembuatan baja dengan electric furnace


Penggunaan dapur listrik untuk pembuatan baja memang semakin meluas, karena ada
beberapa keuntungannya. Dapur listrik dapat menghasilkan panas yang sangat tinggi
sehingga pemaduan dengan unsur – unsur paduan yang memiliki titik lebur sangat tinggi
sehingga pemaduan dengan unsur – unsur paduan yang memiliki titik lebur tinggi dapat
dilakukan disini. Disamping itu atmosfir di permukaan cairan dapat dikontrol lebih mudah
sehingga dapat menghasilkan baja yang lebih bersih. Tetapi karena kapasitasnya yang tidak
begitu tinggi maka biasanya hanya digunakan di pabrik baja yang tidak begitu besar, atau
hanya untuk membuat special steel yang jumlahnya tidak banyak, atau sering juga
digunakan untuk remelting (pengolahan besi tua) dan foundry (pabrik pengecoran)
Ada dua jenis dapur listrik yaitu :
o Electric arc furnace
o Electric induction furnace

7.2.9. Electric arc furnace


Pada dapur ini panas diperoleh dari busur listrik yang terjadi antara besi (muatan
dapur) dengan electrode yang dihubungkan dengan sumber listrik (biasanya 3 phase)
sebagai elektroda digunakan karbon (grafit). Kebanyakan dapur listrik menggunakan
proses basa.
Karena panas yang sangat tinggi di sekitar busur listrik maka muatan dapur akan
mencair dan unsur pengotoran dalam besi akan teroksidir.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 200


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 6.8 Electric arc furnace

Seperti halnya pada open hearth furnace terak yang terapung dipermukanan cairan
akan menghalangi masuk dan bereaksinya udara kedalam cairan. Unutk melanjutkan reaksi
oksidasi juga perlu ditambahkan bijih besi atau kerak tempa (oksida besi) atau kadang –
kadang juga dengan hembusan oksigen pada permukaan cairan.

7.2.10 Electric induction furnace


Pada dapur induksi ini panas diperoleh melalui arus induksi yang timbul pada besi
yang timbul pada besi yang diletakan di dalam coil yang dialiri listrik berfrekuensi tinggi
dengan gambar skema bisa dilihat dibawah.
Dapur induksi ini dapat dibuat tertutup rapat sehingga atmosfer di atas permukaan
cairan dapat diatur dangan mudah, apakah akan diisi dengan gas yang netral (gas mulia)
atau oksigen atau vakum. Sehingga gas – gas yang terlarut akan ditarik keluar dari dalam
baja. Dari sini tampak bahwa dapur ini paling ideal untuk digunakan membuat baja paduan
dengan unsur paduan yang salit dipadukan dalam dapur lain. Tetapi kapasitasnya kecil dan
biaya operasinya mahal.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 201


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 6.9 Skema electric induction furnace

7.3. Sifat dan penggunaan baja


Baja adalah logam yang paling banyak digunakan, seperti yang telah di uraikan di
depan bahwa baja pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon dengan sedikit unsur lain,
ini dinamakan baja karbon (plain carbon steel). Bila baja itu mengandung juga unsur lain
dalam jumlah yang cukup besar sehingga akan merubah sifatnya maka baja itu dinamakan
baja paduan (alloy steel).
Sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbonya, disamping juga unsur paduan
berdasarkan jenis dan jumlahnya. Kadar karbon sangat berpengaruh terhadap struktur
mikro dan sifat mekanik utama dari baja karbon.
Kekerasan baja semakin tinggi dengan bertambahnya kadar karbon. Kekuatan baja
karbon naik mulai kadar karbon diatas 0,8% sedangkan untuk kadar karbon dibawah 0,8%
kekuatan mulai menurun. Keuletan justru semakin menurun dengan makin tinggi dan
bertambahnya kadar karbon. Tentunya semua sifat mekanis yang dipengaruhi kadar karbon
ini berpengaruh juga pada struktur mikro baja karbon.
Pada baja hypoeutektoid dengan kadar karbon dibawah 0,8% strukturnya terdiri
dari ferrit yang sangat lunak dan ulet, dan pearlit yang lebih kuat, keras dan sedikit getas.
Pada kadar karbon yang rendah ferritnya lebih banyak, tentunya dengan banyaknya ferrit
dan lebih sedikitnya pearlit membuat sifat mekanik baja menjadi lunak dan kekuatan akan
rendah. Dengan naiknya kadar karbon jumlah pearlit semakin bertambah yang tentunya

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 202


ITS - SURABAYA 2015

sebanding dengan bertambahnya kekuatan dan kekerasan. Dan akan mencapai kekuatan
maksimum bila strukturnya seluruhnya pearlit (0,8% C eutectoid).
Pada baja hypereutectoid, strukturnya terdiri dari pearlit dan sementit yang berupa
network. Kekerasan memang akan lebih tinggi, tetapi kekuatanya akan sedikit menurun
dibandingkan baja eutectoid.

Gambar 6.10 Diagram kesetimbangan Fe – Fe3C

Mengingat sifatnya yang sangat dipengaruhi kadar karbon, maka orang


mengklasifikasikan baja menurut kadar karbonya, dan masing – masing jenis biasanya
digunakan untuk keperluan tertentu sesuai dengan sifatnya.
Sebenarnnya yang mempengaruhi sifat mekanik baja bukanlah hanya kadar karbon
dan paduannya saja tapi juga struktur mikro pada baja karbon tersebut. Baja dengan
komposisi yang sama dapat memiliki sifat mekanik yang berbeda bila struktur mikronya
berbeda karena seperti yang kita ketahui besi dan baja memiliki sifat allotropi yang
bergantung pada laku panas. Tetapi pada initnya perbedaan struktur mikro ini dapat terjadi
karena perbedaan komposisi kimia, perbedaan proses pembentukan/pengerjaan mekanik
dan proses laku panas yang dialami.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 203


ITS - SURABAYA 2015

7.4 Klasifikasi Baja Paduan

1. Berdasarkan persentase paduannya:


 Low alloy steel (baja paduan rendah), jika elemen paduannya ≤ 2,5 %
 Medium alloy steel (baja paduan sedang), jika elemen paduannya 2,5 – 10%
 High alloy steel (baja paduan tinggi), jika elemen paduannya > 10 %

2. Berdasarkan jumlah komponennya:

 Baja tiga komponen terdiri dari satu unsur pemadu dalam penambahan Fe dan C.
 Baja empat komponen atau lebih terdiri dua unsur atau lebih pemadu dalam
penambahan Fe dan C. Sebagai contoh baja paduan yang terdiri: 0,35% C, 1% Cr,3% Ni
dan 1% Mo.

3. Berdasarkan strukturnya:

 Baja pearlit (sorbit dan troostit) yang unsur-unsur paduan relatif kecil maximum
5% Baja ini mampu pada proses pemesinan, sifat mekaniknya meningkat oleh heat
treatment (hardening & tempering).
 Baja martensit yang unsur pemadunya lebih dari 5 %, sangat keras dan sukar pada
proses pemesinan.
 Baja austenit yang terdiri dari 10 – 30% unsur pemadu tertentu (Ni, Mn atau CO)
Misalnya : Baja tahan karat (Stainless steel), non magnetik dan baja tahan panas (heat
resistant steel).
 Baja ferrit yang terdiri dari sejumlah besar unsur pemadu (Cr, W atau Si) tetapi
karbonnya rendah, tidak dapat dikeraskan
 Baja karbid atau ledeburit yang terdiri sejumlah karbon dan unsur-unsur
pembentuk karbid (Cr,W,Mn,Ti,Zr).

4. Berdasarkan penggunaan :

 Baja konstruksi (structural steel) dibedakan lagi menjadi tiga golongan tergantung
persentase unsur pemadunya, yaitu baja paduan rendah (maksimum 2 %), baja paduan
menengah (2- 5 %), baja paduan tinggi (lebih dari 5 %). Sesudah di heat treatment baja
jenis ini sifat-sifat mekaniknya lebih baik dari pada baja karbon biasa.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 204


ITS - SURABAYA 2015

 Baja Perkakas (Tool Steel) dengan sifat-sifat yang harus dimiliki oleh baja
perkakas adalah tahan pakai, seperti tajam atau mudah diasah, tahan panas, kuat dan ulet.
Kelompok dari tool steel berdasarkan unsur paduan dan proses pengerjaan panas yang
diberikan antara lain:
o Later hardening atau carbon tool steel (ditandai dengan tipe W oleh AISI), Shock
resisting (Tipe S), memiliki sifat kuat dan ulet dan tahan terhadap beban kejut dan repeat
loading. Banyak dipakai untuk pahat, palu dan pisau.
o Cool work tool steel, diperoleh dengan proses hardening dengan pendinginan yang
berbeda-beda. Tipe O dijelaskan dengan mendinginkan pada minyak sedangkan tipe A dan
D didinginkan di udara.
o Hot Work Steel (tipe H), mula-mula dipanaskan hingga (300 – 500)ºC dan
didinginkan perlahan-lahan, karena baja ini banyak mengandung tungsten dan
molybdenum sehingga sifatnya keras.
o High speed steel (tipe T dan M), merupakan hasil paduan baja dengan tungsten dan
molybdenum tanpa dilunakkan. Dengan sifatnya yang tidak mudah tumpul dan tahan panas
tetapi tidak tahan kejut.
o Campuran carbon-tungsten (tipe F), sifatnya adalah keras tapi tidak tahan aus dan
tidak cocok untuk beban dinamis serta untuk pemakaian pada temperatur tinggi.

5. Berdasarkan sifat fisisnya

Baja dengan sifat fisik khusus yang dibedakan lagi menjadi tiga golongan, yaitu
baja tahan karat (mengandung 0,1-0,45% C dan 12-14% Cr), baja tahan panas (yang
mengandung 12-14% Cr tahan hingga suhu 750-800oC, sementara yang mengandung 15-
17% Cr tahan hingga suhu 850-1000oC), dan baja tahan pakai pada suhu tinggi (ada yang
terdiri dari 23-27% Cr, 18-21% Ni, 2-3% Si, ada yang terdiri dari 13-15% Cr, 13-15% Ni

Baja paduan istimewa yang terdiri 35-44% Ni dan 0,35% C dan memiliki koefisien
muai yang rendah, yaitu :

 Invar yang memiliki koefisien muai sama dengan nol pada suhu 0 – 100 °C,
digunakan untuk alat ukur presisi.
 Platinite yang memiliki koefisien muai seperti glass, sebagai pengganti platina.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 205


ITS - SURABAYA 2015

 Elinvar yang memiliki modulus elastisitas tak berubah pada suhu 50°C sampai
100°C. Digunakan untuk pegas arloji dan berbagai alat ukur fisika.

6. Baja Paduan dengan Sifat Khusus

Baja Tahan Karat (Stainless Steel)

Sifatnya antara lain:

 Memiliki daya tahan yang baik terhadap panas, karat dan goresan/gesekan
 Tahan temperatur rendah maupun tinggi
 Memiliki kekuatan besar dengan massa yang kecil
 Keras, liat, densitasnya besar dan permukaannya tahan aus
 Tahan terhadap oksidasi
 Kuat dan dapat ditempa
 Mudah dibersihkan
 Mengkilat dan tampak menarik

7. High Strength Low Alloy Steel (HSLA)

Sifat dari HSLA adalah memiliki tensile strength yang tinggi, anti bocor, tahan terhadap
abrasi, mudah dibentuk, tahan terhadap korosi, ulet, sifat mampu mesin yang baik dan sifat
mampu las yang tinggi (weldability). Untuk mendapatkan sifat-sifat di atas maka baja ini
diproses secara khusus dengan menambahkan unsur-unsur seperti: tembaga (Cu), nikel
(Ni), Chromium (Cr), Molybdenum (Mo), Vanadium (Va) dan Columbium.

7.5. Besi tuang dan jenis penggunaanya


Besi tuang pada dasarnya adalah paduan besi dan karbon tetapi dengan kadar
karbon yang lebih tinggi. Kadar karbon pada besi tuang lebih dari 2,0%, sedangkan yang
banyak digunakan saat ini adalah besi tuang dengan 2,5 – 4,0 % karbon. Sehingga dalam
besi tuang yang terdapat berupa sementit (Fe3C) atau karbon bebas (grafit).
Bila seluruh karbon dalam besi tuang berupa sementit maka besi tuang itu akan
sangat keras dan getas, yang dinamakan besi tuang putih atau white cast iron. Besi tuang
ini sulit bahkan tidak bisa digunakan karena tidak bisa diolah dalam proses permesinan.
Besi tuang putih ini hanya dapat digunakan untuk membuat besi tuang mampu tempa
(malleable cast iron) yang memiliki keuletan tinggi. Pembuatan besi tuang mampu tempa

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 206


ITS - SURABAYA 2015

ini adalah dengan memanaskan kembali besi tuang putih pada temperatur yang cukup
tinggi dalam beberapa waktu sehingga sebagian atau seluruh sementit akan terurai menjadi
ferrit dan grafit (temper carbon). Sifat mekanik besi tuang mampu tempa ini mirip dengan
baja dan dapat digunakan untuk pipa fittings, sprockel, roll, pump, dll. Bahkan juga
camshaft dan crank shaft mobil.
Bila sebagian atau seluruh karbon berupa grafit maka sifat mekaniknya akan
ditentukan oleh bentuk dan distribusi grafit di dalam matriks pada struktur mikronya, dan
tentunya juga struktur / sifat dari matriks itu sendiri. Matriks ini dapat berupa ferrit, pearlit,
martensit atau bainit, atau campuran dari dua atau beberapa struktur tersebut.
Besi tuang yang paling banyak digunakan adalah besi tuang kelabu (gray cast iron),
yaitu besi tuang dengan grafit berbentuk flake (serpih, berbentuk lempengan melengkung).
Besi tuang ini kekuatan tariknya tidak begitu tinggi dan keuletanya juga rendah sekali (nil
ductility) sehingga tidak dapat dibentuk dengan cara selain penuangan seperti machining.
Ketangguhanya pun rendah, disebabkan oleh bentuk grafitnya yang berupa flake ini berupa
takikan, yang sangat menurunkan ketangguhan. Walaupun demikian penggunaan besi
tuang kelabu ini sangat meluas, karena terdapat banyak sifat yang menguntungkan antara
lain :
a. Mudah dituang menjadi bentuk yang rumit
b. Mudah dimachining
c. Tahan aus/gesekan, karena grafit berfungsi sebagai pelumas
d. Kekuatan tekan (compressive streght) tinggi
e. Sifat tahan korosi lebih baik dari pada baja konstruksi biasa
f. Harganya murah dibandingkan besi karbon lain.
Karena sifat itu besi tuang kelabu ini banyak digunakan untuk bed mesin perkakas,
engine block, pump casing, pipa dll. Mengingat kekuatan tariknya yang rendah maka
hendaknya besi tuang ini digunakan pada bagian yang menerima beban tekan, bukan beban
tarik atau beban bending. Kekuatan besi tuang ini akan lebih tinggi bila grafitnya
terdistribusi lebih halus dan matriknya memiliki kekuatan lebih tinggi misalnya pearlite.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 207


ITS - SURABAYA 2015

Kecenderungan untuk membentuk grafit atau sementit pada besi tuang dipengaruhi
oleh komposisi kimia dan laju pendinginan terutama pada saat pembekuan.
Dengan laju pendinginan yang tinggi akan cenderung terbentuk sementit, karena itu
bila diinginkan terbentuknya besi tuang kelabu maka laju pendinginan harus cukup lambat.
Kadar karbon yang lebih tinggi juga akan mendorong terbentuknya grafit.
Grafitisasi juga akan lebih mudah terjadi bila besi tuang mengandung sejumlah
unsur penstabil grafit (graphitizing element), misalnya silicon. Beberapa unsur lain seperti
mangan dan belerang akan mendorong terbentuknya sementit, unsur – unsur ini dinamakan
carbide stabilizer.
Seperti telah dijelaskan di depan bahwa salah satu penyebab rendahnya keuletan
dan ketangguhan besi tuang kelabu adalah terbentuknnya grafit yang berupa flake, dimana
setiap tepi flake ini berupa takikan yang sangat menurunkan kekuatan, keuletan dan
ketangguhan. Tentunya sifat – sifat tersebut akan menjadi lebih baik jika grafit tidak
terbentuk flake, dan akan ideal bila grafit itu berbentuk bola seperti besi tuang nodular.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 208


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 7.11. Terbentuknya grafit bola / bulat

Besi tuang lain adalah besi tuang nodular (nodular cast iron) atau disebut juga
spherodial graphite cast iron karena grafitnya bebentuk spheroid (Bola), mempunyai
kekuatan, keuletan dan ketangguhan yang jauh lebih tinggi dari pada besi tuang kelabu
biasa. Karena keuletanya yang tinggi besi tuang ini dinamakan juga ductlile cast iron.
Karena keunggulanya ini besi tuang nodular makin banyak menggantikan besi tuang
kelabu. Spherodial grapite dapat diperoleh dengan menambahkan sedikit inoculating
agents ke dalam besi cair sesaat sebelum penuangan. Karena inoculating agents yang biasa
di pakai adalah magnesium atau kalsium silicide atau cerium, mempunyai affinity yang
tinggi terhadap belerang, maka sebelum panambahan inoculants, kandungan belerang
harus dihilangkan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 209


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 7.12

Struktur Besi Cor Nodular


pearlitik dengan sedikit ferit.

Kekuatan besi tuang ini sangat tergantung pada matriksnya. Matriksnya dapat dibuat
ferritik, pearlitik, bainitik, martensitik atau austenitic, tergantung pada komposisi kimia
dan pendinginan / proses laku panasnya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 210


ITS - SURABAYA 2015

BAB 8
TRANSFORMASI DIAGRAM FASE

8.1. Diagram Tranformasi Pemanasan.

Diagram ini memperlihatkan pengaruh temperatur dan waktu terhadap


perkembangan transformasi pada pemanasan. Transformasi fase pada saat
pemanasan ekuilibrium (gambar 5 a), dalam hal ini jika pemanasan tidak
ekuilibrium (gambar 5b) maka diperlukan penahanan selama beberapa saat
supaya struktur kristal dan komposinya homogen. Austenit  yang baru terbentuk
masih belum homogen, baik pada baja eutektoid, baja hipoeutektoid, dan baja
hipereutektoid.

Transformasi yang digambarkan di atas adalah transformasi yang


berlangsung pada temperatur konstan (transformasi isotermal), dimana spesimen
dipanaskan sangat cepat kesuatu temperatur lalu ditahan pada temperatur itu,
sehingga transformasi berlangsung secara isotermal. Pemanasan dengan cara
seperti itu hanya dapat dilakukaan terhadap benda yang sangat kecil dan dengan
dapur khusus. Pemanasan dengan cara seperti itu jarang dilakukan pada proses
laku panas. Laju pemanasan biasanya tidak begitu tinggi, sehingga transformasi
akan berlangsung bersamaan dengan naiknya temperatur (gambar 6). Agar
semua austenit  dapat menjadi homogen perlu diberikan waktu untuk
berlangsungnya diffusi, disamping itu austenit  yang baru terbentuk masih
merupakan butiran-butiran kecil.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 211


ITS - SURABAYA 2015

Slide no. 3. Tranformasi fase pada saat pemanasan baja dengan komposisi (a) 0,8% C, (b)
0,8% C, (c) 0,45% C, (d) 0,45% C, (e) 1,2%, (f). Dimana A= austenit, C = cementit,
F = ferrit, P = perlit

Dari diagram itu dapat dilihat bahwa laju pemanasan berpengaruh terhadap
temperatur transformasi, makin tinggi laju pemanasan makin tinggi tempertur
transformasinya. Laju pemanasan ke suatu temperatur juga berpengaruh terhadap
laju transformasi dan laju pelarutan, makin tinggi laju pemanasan makin tinggi laju
transformasi dan pelarutan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 212


ITS - SURABAYA 2015

Slide no. 5. Diagram transformasi untuk pemanasan kontinyu baja 0,7 %C .

8.2. Diagram transformasi untuk pendinginan

Bila austenit  bertransformasi dengan pendinginan secara isotermal, pada


temperatur tertentu, akan didapatkan struktur tertentu sesuai dengan skema pada
gambar 7. (disebut kurva IT – Isothermal Transmormation atau TTT – Time
Temperature Transmormation). Pada diagram TTT, tertera waktu yang diperlukan
agar austenit pada komposisi dan temperatur tertentu, bertransformasi menjadi
perlit, bainit, atau martensit. Transformasi pendinginan austenit  selain secara
isotermal juga dikenal pula pendinginan kontinyu (disebut kurva CCT – Continues
Cooling Transmormation), gambar 8.

Pembentukan perlit untuk baja eutektoid langsung terbentuk perlit. Untuk


baja hypoeutektoid lebih dulu terbentuk ferrit, untuk baja hypereutektoid lebih dulu
terjadi sementit, baru kemudian terbentuk perlit, gambar 1.14. Datum temperatur
austenit baja eutektoid pada tempertur A1, dan transformasi awal dan akhir
pembentukan perlit (berupa garis lurus). Sedangkan datum temperatur austenit
baja hypoeutektoid pada tempertur A3, lebih dulu terbentuk ferrit proeutektoid
melalui transformasi awal dan akhir (berupa garis putus-putus), baru kemudian

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 213


ITS - SURABAYA 2015

terbentuk perlit, garis transformasi akhir pembentukan ferrit proeutektoid berimpit


dengan garis transformasi awal pembentukan perlit.

Slide no. 7. Transformasi fasa pada saat pendinginan (TTT diagram) dengan beberapa
variasi cara pendinginan pada baja dengan komposisi (a) 0,8% C, (b) 0,45% C,
(c) 1,0% C. Dimana A= austenit, B = bainit, C = cementit, F = ferrit, P = perlit, M
= martensit, Ms = awal pembentukan martensit

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 214


ITS - SURABAYA 2015

Slide no. 9. Beberapa kurva pendinginan yang disuperimpos pada IT diagram baja
eutektoid, menunjukan transformasi pada pendinginan.

Slide no.10. Beberapa kurva pendinginan yang disuperimpos pada IT diagram baja
hipoeutektoid, menunjukan transformasi pada pendinginan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 215


ITS - SURABAYA 2015

Jadi untuk menghasilkan martensit yang keras, harus dicegah terjadinya


reaksi austenit  (ferit + sementit), baik dalam bentuk perlit maupun bainit selama
pencelupan. Dengan kata lain dicegah proses diffusi, baik dengan pendinginan
yang mendadak, mengatur besar butir austenit (Slide no. 11) dan perlambatan
oleh paduan (termasuk kadar karbon sendiri, Slide no. 12) serta perlambatan oleh
pendinginan kontinu (slide 11). Bila dibandingkan transformasi menjadi perlit,
bainit dan martensit; transformasi austenit  perlit terjadi sepenuhnya dengan
diffusi, transformasi austenit  bainit sebagian dengan terjadinya shear (yang
ditimbulkan oleh thermodynamic driving force) dan sebagian diffusi, sedangkan
transformasi austenit  martensit sepenuhnya dengan shear, tanpa diffusi.

Slide no. 11. Perlambatan transformasi akibat pengaruh besar butir austenite

Slide no.12. Perlambatan transformasi akibat pengaruh paduan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 216


ITS - SURABAYA 2015

Martensit adalah struktur yang metastabil, dengan beberapa atom karbon


yang terperangkap dalam struktur kristal BCT. Kalau dibiarkan saja tidak terjadi
perubahan, tetapi bila dipanaskan kembali maka ia akan mengalami perubahan
menuju struktur yang lebih stabil, ferrit dan sementit.

Martensit temper berbeda dengan perlit. Pembentukan perlit berasal dari


proses transformasi austenit melalui diffusi dengan pendinginan lambat, terdiri dari
struktur lamelar ferrit dan sementit. Pembentukan martensit temper berasal dari
proses transformasi austenit menjadi martensit melalui mekanisme tanpa diffusi
(shear) dengan pendinginan cepat dilanjutkan proses temper, terdiri dari partikel
halus sementit yang terdispersi pada matrik ferrit, slide 13.

Slide 13. Perlambatan transformasi akibat pengaruh pendinginan kontinu

Kekerasan baja setelah dikeraskan terutama tergantung pada banyaknya


martensit yang terjadi dan kekerasan martensitnya sendiri. Kekerasan martensit
tergantung pada kadar karbon dalam martensit, dan kadar karbon dalam martensit ini
tergantung pada kadar karbon yang terlarut dalam austenit.

Kemampuan pengerasan (hardenabiliti) merupakan sifat suatu bahan yang


menggambarkan mudah tidaknya suatu bahan dikeraskan hingga mencapai kekerasan
tertentu. Kemampuan pengerasan pada dasarnya tergantung pada diagram transformasi,
karena itu ia akan tergantung pada dua faktor utama yaitu komposisi kimia (kadar karbon
dan unsur paduan) austenit dan ukuran butir (grain size) austenit.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 217


ITS - SURABAYA 2015

BAB 9
LAKU PANAS DENGAN KONDISI
EQUILIBRIUM
9.1 Tujuan

Laku panas dengan kondisi equilibrium adalah laku panas yang dilakukan dengan
kondisi equilibrium (mendekati equilibrium) sehingga akan menghasilkan struktur mikro
yang sedikit banyak mendekati kondisi pada diagram fasenya. Secara umum, laku panas ini
dapat disebut dengan annealing.

Annealing adalah suatu proses laku panas (heat treatment) yang sering dilakukan
terhadap logam atau paduan dalam proses pembuatan suatu produk. Pada dasarnya
annealing dilakukan dengan pemanasan suatu logam atau paduan sampai temperatur
tertentu, kemudian melakukan penahanan atau holding time pada temperature tersebut
selama waktu tertentu agar tercapai perubahan yang diinginkan, selanjutnya mendinginkan
logam atau paduan tersebut dengan laju pendinginan yang cukup lambat menggunakan
beberapa variasi media pendingin, seperti : carbide, udara, dll. Annealing dapat dilakukan
terhadap benda kerja dengan kondisi dan tujuan yang berbeda-beda. Tujuan dari dilakukan
annealing adalah untuk mendapatkan salah satu atau kombinasi dari beberapa tujuan
berikut:

 Melunakkan
 Menghaluskan butir kristal
 Menghilangkan tegangan dalam
 Memperbaiki machinabillity
 Memperbaiki sifat kelistrikan atau kemagnitan

Dilihat dari fungsinya dalam suatu rangkaian proses produksi, annealing dapat
dianggap sebagai suatu langkah dalam mempersiapkan suatu bahan atau benda kerja untuk
pengerjaan, laku panas berikutnya, atau berupa proses akhir yang menentukan sifat dari
produk akhir.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 218


ITS - SURABAYA 2015

Macam atau jenis annealing ada banyak dan dapat diklasifikasikan tergantung
beberapa hal, antara lain : pada jenis dan kondisi benda kerja, temperature pemanasan,
lamanya holding time, laju pendinginan, dan lain-lain. Contoh annealing antara lain : full-
annealing, process annealing, stress relief annealing, normalising, spheroidising,
homogenising, dan lain-lain. Pada umumnya dalam membicarakan annealing, bila tidak
disebut secara spesifik tentang jenis annealing, maka yang dimaksud adalah full annealing.

9.2 Full annealing

Proses full annealing biasanya digunakan untuk membuat baja lebih lunak,
menghaluskan butir kristal, dan dalam beberapa hal juga memperbaiki machinability
(kemampuan diolah dengan proses permesinan).

Proses ini dilakukan dengan memanaskan baja sampai ke atas temperatur kritis
(untuk baja hypoeutektoid, 25°- 50° C di atas termperatur kritis A3, untuk baja
hypereutektoid, 25° - 50° C diatas temperatur kritis A1), kemudian diikuti oleh
pendinginan yang cukup lambat (terutama selama melewati daerah temperatur
transformasi). Pendinginan dilakukan bersama dapur atau dalam bahan yang mempunyai
sifat penyekat panas yang baik. Karena pendinginan dilakukan dengan sangat lambat maka
kondisi ini dianggap sangat dekat dengan keadaan equilibrium, sehingga dalam hal ini
proses dapat dianggap sesuai dengan diagram equilibrium besi-karbida besi (diagram Fe-
Fe3C).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 219


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 9.1 Perubahan struktur mikro baja karbon 0.2% C pada pemanasan dan
pendinginan lambat (annealing). (a) struktur awal. Ferlit dan pearlit
butiran kasar. (b) sedikit diatas A1. Pearlit bertransformasi menjadi
austenite, ferrit belum berubah. (c) diatas A3 seluruhnya austenite
halus. (d) setelah pendinginan lambat, ferrit dan pearlit berbutir

Baja yang dalam proses pengerjaannya mengalami pemanasan sampai temperatur


yang terlalu tinggi biasanya butiran kristalnya akan terlalu besar sehingga sifat mekaniknya
juga kurang baik, untuk itu butiran kristalnya perlu dihaluskan dengan annealing. Selama
pemanasan dibawah temperatur kritis A1 belum terjadi perubahan. Perubahan baru dimulai
jika telah mencapai temperatur kritis A1, butir-butir kristal pearlit telah bertransformasi
sebagian menjadi sejumlah kristal austenite yang halus (Gambar 1). Pada baja
hypoeutektoid bila pemanasan dilanjutkan ke temperature yang lebih tinggi maka butir
kristalnya mulai bertransformasi menjadi sejumlah kristal austenite yang halus, sedang
butir kristal austenite yang sudah ada (yang berasal dari pearlite) hamper tidak tumbuh.
Perubahan ini selesai pada temperature kritis A3. Pada temperature ini butir kristal
austenite masih halus sekali dan tidak homogen. Dengan menaikkan sedikit temperature
diatas A3 dengan holding time seperlunya maka akan diperoleh austenite yang lebih
homogen dan butiran kristal yang masih tetap halus. Sehingga bila nantinya didinginkan
dengan lambat maka akan menghasilkan butiran kristal ferrit dan pearlite yang halus. Bila

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 220


ITS - SURABAYA 2015

temperatur pemanasannya terlalu tinggi, holding time terlalu lama atau salah satu
diantaranya maka akan menghasilkan butiran kristal austenite yang terlalu kasar. Dan bila
didinginkan lambat akan menghasilkan ferrit dan pearlite yang juga kasar.

Baja dapat menjadi keras apabila mendapat pengerjaan dingin, atau bila mengalami
pemanasan pada temperatur yang cukup tinggi dan didinginkan dengan cukup cepat.
Dalam beberapa hal pengerasan ini kurang disukai, untuk menghilangkan efek pengerasan
ini, baja dapat dilunakkan dengan full annealing. Dengan pemanasan pada annealing ini
akan terbentuk kristal austenite, dan bila didinginkan dengan lambat maka akan dihasilkan
kristal ferrit dan pearlite (pada baja hypoeutektoid) atau pearlite dan sementit network
(pada baja hypereutectoid) yang lebih lunak dari sebelumnya.

Temperatur pemanasan untuk full annealing, hardening dan normalising dapat


dilihat di gambar 2. Untuk baja hypoeutektoid pemanasan pada proses full annealing
digunakan hingga mencapai daerah austenite 25°-50° C di atas temperature kritis A3,
sedang untuk baja hypereutektoid sampai 25°-50° C di atas temperature kritis bawah A1,
tidak sampai pada Acm. Pemanasan pada temperatur yang terlalu tinggi akan membuat
butiran yang terlalu kasar dan karenanya akan menjadi lebih getas. Untuk baja
hypereutektoid annealing merupakan persiapan untuk proses selanjutnya, dan bukan
merupakan proses akhir.

Setelah temperatur pemanasan ini dicapai, keadaan ini dipertahankan beberapa saat
agar austenite menjadi lebih homogen, kemudian dilakukan pendinginan lambat. Biasanya
pendinginan ini dilakukan didalam dapur pemanas, atau ditimbun dalam suatu bahan
penyekat panas.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 221


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 9.2. Daerah temperature pemanasan untuk annealing, nurmalising, dan hardening untuk
baja karbon.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 222


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 9.3. Daerah temperature pemanasan untuk annealing, nurmalising, dan hardening untuk
baja karbon.

Karena pendinginan pada full annealing ini sangat lambat, dapat dianggap
mendekati keadaan equilibrium maka struktur yang terjadi dapat diramalkan dari diagram
Fe-Fe3C, jadi untuk baja dengan kadar karbon tertentu dapat diramalkan beberapa bagian
pearlite dan bagian ferrit atau cementitnya. Sebaiknya juga dengan melihatnya dengan
mikroskop beberapa bagian pearlit dan ferrit / cementit agar dapat dihitung berapa kadar
karbon baja itu. Dan untuk baja hypoeutektoid dapat juga diperkirakan kekuatan tariknya :

Appr. Tensile strength = (40.000 x %ferrit + 120.000 x %pearlit)/ 100 psi

Bila pendinginan dilakukan dalam dapur tentunya akan mengurangi produktifitas


dapur. Untuk menghindari hal ini dapat dilakukan isothermal annealing, dimana
pemanasan dan holding time dilakukan dalam dapur pemanasan seperti halnya pada full

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 223


ITS - SURABAYA 2015

annealing. Tetapi sesudah itu benda kerja dicelupkan dalam garam cair(salt balt) yaitu
garam yang dipanaskan hingga mencair dengan temperature sedikit dibawah temperature
kritis A1 (subcritical temperature) dan dibiarkan disana sampai transformasi austenite ke
pearlite selesai, lalu didinginkan di udara. Temperature salt balt sekitar 650°C.

9.3 Normalising

Dari gambar 2.2 dapat dilihat bahwa temperatur pemanasan untuk normalising
lebih tinggi daripada temperatur pemanasan untuk full anneaaling, sampai sekitar 50° C
diatas temperatur kritis atas A3 untuk baja hypoeutectoid, diatas temperatur Acm untuk baja
hypereutectoid, dan pendinginan dilakukan di udara. Pendinginan ini lebih cepat daripada
pendinginan pada annealing. Karena pandinginan yang lebih cepat ini maka kesempatan
untuk pembentukan ferrit proentectoid (pada baja hypoeutectoid) atau sementit
proeutecyoid (pada baja hyperentectoid) akan lebih kecil. Sehingga ferrit proeutectoid atau
sementit proeutectoid yang terjadi akan lebih sedikit dan perlit akan lebih banyak (bila
dibandingkan dengan struktur yang diperoleh pada full annealing). Lihat gambar 2.3 yang
memperlihatkan struktur mikro dari baja karbon 0,52%C yang dinormalising. Pada gambar
itu tampak bahwa ferrit (putih) hanya sedikit padahal bila diannealing akan tampak ferrit
sebanyak kurang lebih 3/8 bagian.

Gambar.9.4. Stuktur mikro baja karbon 0.52% C


yang dinormalising.

Dari sini dapat dikatakan bahwa normalising merubah letak titik eulektoid, menjadi
lebih ke kiri pada baja hypoeutectoid, dan menjadi lebih ke kanan pada baja
hypereutectoid. Jadi eutectoid tidak lagi 0,8% C.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 224


ITS - SURABAYA 2015

Pendinginan yang lebih cepat ini juga akan menyebabkan lamel sementit pada perlit
menjadi lebih tipis (lihat gambar 2.4) juga sementil network ( pada baja hypereutectoid)
menjadi lebih tipis atau terputus-putus.

Disamping mempengaruhi banyaknya proeutectoid constituent yang terjadi, lebih


cepatnya pendinginan ini juga menyebabkan perlit menjadi lebih halus, jarak antar lamel
lebih tipis, sehingga menjadikanya lebih keras dan lebih kuat, dibandingkan dengan yang
diperoleh dengan full annealing.

Gambar .9.5. .Perbedaan tebal lamel pearlit yang terjadi pada annealing dan nomalising.

Jadi pada umumnya hasil dari normalising mempunyai struktur mikro lebih halus,
sehingga untuk baja dengan komposisi kimia yang sama akan mempunyai yield strengh,
ultimate strength, kekerasan, dan impact strenghtnya yang lebih tinggi dari pada yang
diperoleh dengan full anneaing dan machinabilitynya akan menjadi lebih baik.

Normalising juga sering dilakukan terhadap benda hasil tuangan atau hasil tempa
untuk menghilangkan tegangan dalam dan menghaluskan butiran kristalnya, sehingga
diperoleh sifat mekanik yang lebih baik.

Normalising juga akan menghasilkan strukturmikro yang lebih homogen, sehingga


akan memberi respons lebih baik terhadap proses pengerasan (hardening), karena itu
biasanya baja yang akan dikeraskan perlu dinormalising lebih dahulu.

Pada normalising (juga annealing) hendaknya tidak dilakukan pemanasan sampai


ke temperatur yang lebih tinggi karena butiran kristal austenit yang terjadi akan lebih
besar, sehingga pada pendinginan lambat akan diperoleh butir ferrit/perlit yang juga terlalu
kasar. Ini akan mengakibatkan berkurangnya keuletan/ketangguhan. Sedang bila butir

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 225


ITS - SURABAYA 2015

austenit yang terlalu kasar ini didinginkan lebih cepat (seperti halnya pada normalising),
ferrit proeutectoid akan dapat berbentuk Widmanstaten structure. Widmanstaten structure
ini berupa pelat-pelat ferrit yang sejajar , yang tumbuh di dalam butir kristal austenit yang
terlalu besar tadi (lihat gambar 2.5). pada kondisi pendinginan yang agak cepat ini inti-inti
ferrit proeutectoid tidak tumbuh secara normal menjadi butir-butir kristal, tetapi ia akan
tumbuh dengan cepat membentuk ferrit berupa oelat-pelat ke arah bidang kristalografik
tertentu di dalam butir kristal austenit.

Gambar. 9.6. . (a) pertumbuhan struktur widmanstaten.

(b) struktur widmanstaten.

Widmanstatten struktur juga akan menurunkan keuletan/ketangguhan dari suatu


baja.

9.4. Spheroidizing

Baja hypereutectoid yang dianneal mempunyai struktur yang terdiri dari perlit yang
“terbungkus” oleh jaringan sementit. Adanya jaringan sementit yang sangat ini
menyebabkan baja ini mempunyai machinability rendah. Untuk memperbaikinya maka
cementit network tersebut harus “dihancurkan” ,yaitu dengan spheroidizing.

Spheroidizing dilaksanakan dengan melakukan pemanasan sampai disekitar


temperatur kritis bawah atau sedikit dibawahnya, dan dibiarkan pada temperature tersebut
dalam waktu yang lama baru kemudian didinginkan. Karena berada pada temperature
tinggi dalam jangka waktu yang sangat lama, maka sementit yang tadinya berbentuk plat
atau lempengan akan “hancur” menjadi bola-bola kecil (sphere) yang disebut spheroidite
yang tersebar dalam matriks ferit, lihat Gambar 2.7 dan 2.8. Pada Gambar 2.6 terlihat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 226


ITS - SURABAYA 2015

srtuktur mikro baja hypereutectoid 1,1% yang dianneal, strukturnya terdiri dari perlit yang
“dibungkus” oleh jaringan sementit. Pada Gambar 2.7 terlihat struktur mikro baja yang
sama tetapi yang dispheroidizing, tampak spheroidit yang tersebar dalam matriks ferit.
Dalam keadaan ini baja mempunyai ductility dan machinability yang maksimum,
sebaliknya kekerasan minimum. Speroidit ini akan makin besar bila holding time makin
panjang.

Spheroidizing, annealing, maupun normalizing dapat digunakan untuk


memperbaiki machinability dari suatu baja. Untuk menentukan proses mana yang akan
digunakan untuk memperbaiki machinability suatu baja, akan tergantung pada kadar
karbon dari baja tersebut. Spheroidizing sering kali dilakukan pada baja karbon medium
dan tinggi. Sedang untuk baja karbon benda tidak dispheroidizing karena akan
menghasilkan struktur yang terlalu lunak, yang juga menyulitkan machining, jadi cukup
dengan normalizing atau as cold rolled.

Gambar. 9.7 Strukturmikro baja karbon 1,1% C


dianneal terdiri dari perlit yang “terbungkus”
jaringan sementit

Gambar.9.8. Baja Karbon 1,1% C dispheroidizing


semua sementit berbentuk spheroidit

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 227


ITS - SURABAYA 2015

Tabel 2.1 Strukturmikro dengan machinability yang optimum

% Carbon Optimum Microstructure

0,06 to 0,20 As cold Rolled

0,20 to 0,30 Under 3 inches diameter, normalised

Over 3 inches diameter. As cold rolled

0,30 to 0,40 Annealed to give coarse pearlite

0,40 to 0,60 Annealed to give coarse pearlite as coarse spheroidite

0,60 to 1,00 100% spheroidit, coarse to line

9.5 Stress relief annealing dan proses annealing

Sebenarnya kedua cara annealing ini hampir sama, temperatur pemanasannya tidak
melampaui temperatur kritis bawah A1, untuk baja karbon biasanya suhu tidak melebihi
550 – 650 o C. Stress relief annealing bertujuan untuk menghilangkan tegangan dalam yang
timbul sebagai akibat dari proses pengerjaan dingin atau machining yang dialami
sebelumnya. Benda kerja yang baru mengalami pengerjaan dingin atau machining yang
berat akan menyimpan tegangan dalam. Adanya tegangan dalam ini akan
mengakibatkannya menjadi getas. Untuk menghindari itu perlu dilakukan stress relief
annealing.

Sedang proses annealing dimaksudkan untuk melunakkan dan menaikan kembali


keuletan benda kerja agar dapat di deformasi lebih lanjut. Pada pembuatan kawat atau plat
dengan pengerjaan dingin, deformasi dilakukan dalam beberapa tahap. Setelah melewati
sejumlah tahap deformasi tertentu baja akan menjadi keras dan getas untuk dapat di
deformasi lebih lanjut. Karena itu sebelum memasuki tahap deformasi berikutnya baja itu
perlu di anneal untuk memperoleh kembali keuletan yang memadai.

Karena temperatur pemanasannya masih dibawah temperatur kritis bawah A 1 maka


peristiwa terjadi sebenarnya hanyalah rekristalisasi..

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 228


ITS - SURABAYA 2015

9.6 Homogenising

Struktur mikro dari benda tuangan biasanya dendritik, dan pada benda tersebut
terjadi coring (karena pendinginan tidak ekuilibrium). Hal ini akan memberikan sifat
mekanik yang kurang baik bagi benda tersebut. Untuk itu perlu dilakukan suatu usaha
untuk membuat struktur mikro menjadi lebih homogen, yaitu dengan homogenising.

Homogenising dilakukan dengan memanaskan kembali benda kerja sampai


temperatur yang cukup tinggi di daerah austenit dan membiarkannya cukup lama disitu
agar dapat terjadi difusi yang akan membuat struktur mikro menjadi lebih homogen.
Setelah itu didinginkan dengan lambat. Karena temperatur pemanasan tadi cukup tinggi
maka struktur mikro yang terjadi setelah pendinginan biasanya kasar. Untuk itu setelah
homogenising biasanya masih diperlukan annealing untuk memperhalus butir kristalnya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 229


ITS - SURABAYA 2015

BAB 10
LAKU PANAS KONDISI NON
EKUILIBRIUM
10.1 Pengerasan(hardening)
Pengerasan adalah salah satu proses laku panas dengan kondisi non-equilibrium,
laku panas yang pendinginannya berlangsung pada kondisi non – equilibrium, pendinginan
yang sangat cepat, sehingga struktur mikro yang. diperoleh adalah struktur mikro yang
tidak equilibrium.

Dalam beberapa hal, terutama bila diperlukan sifat tahan aus dari suatu bagian,
maka sifat kekerasan sangat menentukan. Kekerasan baja memang juga tergantung pada
komposisi kimianya, terutama kadar karbonnya. Makin tinggi kadar karbon, makin keras.
Tetapi kekerasan baja masih dapat diubah dengan merubah mikrostrukturnya. Kekerasan
yang sangat tinggi dapat diperoleh dengan melakukan proses laku panas untuk
memperoleh struktur martensit. Proses ini dinamakan proses pengerasan(hardening).

Hardening dilakukan dengan memanaskan baja hingga mencapai temperature


autenit (seperti pada full annealing), dipertahankan beberapa saat pada temperature
tersebut, lalu didinginkan dengan cepat sehingga diperoleh martensit yang keras. Biasanya
sesudah proses hardening selesai segera diikuti oleh proses tempering.

Kekerasan maksimum yang dapat dicapai setelah proses hardening banyak


tergantung pada kadar karbon, makin tinggi kadar karbonnya makin tinggi kekearasan
maksimum yang dapat dicapai. Pada baja dengan dengan kadar karbon rendah kenaikan
kekerasan setelah dihardening hampir tidak berarti, karenanya pengerasan hanya dilakukan
pada baja dengan kadar karbon yang memadai., tidak kurang dari 0,80% G. makin tinggi
kadar karbon makin tinggi kekerasan maksimum yang dapat dicapai, juga kenaikan
kekerasannya(dibandingkan dengan kekerasan sebelum pengerasan), tetapi sampai batas
tertentu(sekitar 0.4% G), kenaikan kekerasan ini mulai menurun. Hal ini dapat terjadi
karena dengan kadar karbon dalam austenite yang makin tinggi, akan menyebabkan
retainel austenite makin banyak. Sehingga akan dapat mengurangi kenaikan kekerasan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 230


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 10.1. Pengaruh kadar C (dalam austenite)


terhadap banyaknya retained austenite setelah
pengerasan.

Pada suatu kondisi pemanasan belum tentu semua karbon dalam baja akan larut
didalam austenite, tergantung juga pada tingginya temperature pemanasan. Karena itu
kekerasan yang terjadi setelah proses hardening banyak tergantung pada beberapa hal yaitu
tingginya temperature austenitising, homogeneity dari austenite, laju pendinginan, kondisi
permukaan benda kerja, ukuran/berat benda kerja yang dikeraskan dan hardenability dari
baja itu sendiri.

10.2 Temperatur austenitising


Temperatur austenitising yang dianjurkan untuk melakukan hardening adalah 25-
50 C diatas temperature kritis atas A3 untuk baja hypoeutektoid dan 25-50 C di atas
temperature kritis bawah A1 untuk baja hypereutectoid. Temperature pemanasan yang
hanya di bawah temperature eutectoid tidak akan mengahsilkan kanaikan kekerasan yang
berarti, karena pada pemanasan tersebut tidak akan terjadi austenite. Sehingga pada
pendinginan nantinya tidak akan diperoleh martensit (ingat bahwa yang dapat
bertransformasi menjadi martensit hanya austenite).

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 231


ITS - SURABAYA 2015

Pemanasan yang hanya sampai antara temperature A1 dan A3 memang sudah


menghasilkan austenite , tetapi masih ada ferrit, yang bila didinginkan kembali ferrit ini
masih berupa ferrit yang lunak. Kekerasan yang optimum dapat dicapai dengan pemansan
seperti yang dianjurkan. Bila pemanasan diteruskan ke temperature yang lebih tinggi lagi
maka akan diperoleh austenite dengan butiran yang terlalu kasar, sehingga bila
didinginkan kembali akan ada kemungkinan terjadi struktur yang terlalu getas, dan juga
tegangan yang terlalu besar(yang timbul sabagai akibat perbedaan temperature antara
bagian permukaan dengam bagian dalam benda kerja) yang dapat menimbulkan distorsi
bahkan juga retak.

Untuk baja hypereutectoid, bila temperature pemanasan tarlalu tinggi, maka kadar
karbon didalam austenitnya akan terlalu besar, sehingga pada pendinginan kembali
mungkin akan banyak tersisa austenite yang tidak bertransformasi(retained austenite),
yang juga akan mengakibatkan tidak tercapainya kekerasan yang maksimum, disamping
juga kemungkinan terjadinya distorsi/retak akan lebih besar.

10.3 Homogenity austenite


Pada pemanasan secara equilibrium akan dapat diperoleh struktur yang mempunyai
komposisi yang homogeny, karena pada pemanasan yang sangat lambat ini atom-atom
akan dapat berdiffusi secara sempurna untuk mencapai keadaan homogen. Pada
pemanasan yang lebih cepat, diffuse yang terjadi masih belum sempurna, sehingga
keadaan yang homogen masih belum tercapai. Bila keadaan tidak homogen ini terjadi pada
austenite, maka bila asutenit ini didinginkan cepat(diquench) akan dapat diperoleh
martensit dengan kekerasan yang berbeda, karena masing-masing berasal dari austenite
dengan kadar karbon yang berbeda.

Misalnya saja pada baja hypoeutektoid, pada waktu pemanasan mencapai kritis
bawah maka perlit mulai bertransformasi menjadi austenite dengan komposisi sekitar 0.8%
C, dan pada temperature yang lebih tinggi ferrit juga mulai menjadi austenite, tetapi
austenite yang terjadi ini masih mengandung karbon hanya sedikit. Pada saat temperature
pemanasan baru mencapai temperature kritis atas tentu saja masih aka nada austenite
dengan komposisi yang tidak sama satu dengan lainnya. Kalau sesudah itu dilakukan

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 232


ITS - SURABAYA 2015

quenching tentu juga akan didapatkan martensit dengan kadar karbon yang berbeda,
bahkan mungkin saja ada austenite yang tidak menjadi martensit(karena austenite dengan
kadar karbon rendah akan memiliki CCR yang sangat tinggi, yang mungkin tidak akan
tercapai oleh kondisi pendinginan yang digunakan).

Untuk membuat austenite menjadi lebih homogeny maka perlu diberi kesempatan
pada atom-atom untuk berdiffusi secara sempurna, artinya pada saat pemanasan perlu
diberi holding time yang cukup untuk dapat mencapai austenite yang homogen. Lamanya
holding time ini tergantung pada laju pemanasan, makin tinggi laju
pemanasannya(misalnya pemanasan dengan menggunakan salt bath) maka makin panjang
holding time yang harus diberikan. Pemanasan dengan menggunakan dapur listrik
biasa(laju pemanasannya rendah) tidak memerlukan holding time yang lama, karena
diffuse sudah berlangsung cukup banyak selama pemanasan mendekati temperature
austenitising.

10.4 Laju pendinginan


Untuk dapat memeroleh struktur yang sepenuhnya martensit maka laju pendinginan
harus dapat mencapai laju pendinginan kritis(critical cooling rate –CCR). Dengan laju
pendinginan yang kurang dari CCR akan mengakibatkan terjadinya austenite yang tidak
bertransformasi menjadi martensit tetapi menjadi struktur lain, sehingga kekerasan
maksimum tentu tidak akan tercapai.
Laju pendinginan yang terjadi pada suatu benda kerja tergantung pada beberapa
faktor, terutama:
1) Jenis media pendinginnya(panas jenisnya, konduktivitas panasnya,dll)
2) Temperatur media pendingin
3) Kuatnya sirkulasi pada media pendingin
Beberapa media pendingin yang sering digunakan pada proses hardening diurut
menurut kekuatan pendinginnya:

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 233


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 10.2. Kurva pendinginan yang terjadi


pada suatu specimen baja

Jenis Media Pendingin


1. Brine(air + 10% garam dapur)
2. Air
3. Salt bath
4. Larutan minyak dalam air
5. Minyak
6. Udara

Gambar grafik diatas menunjukkan perbandingan kemampuan pendinginan dari


berbagai media pendingin tersebut terhadap suatu specimen dari baja tahan karat dengan
diameter dan panjang setengah inchi, tanpa agitasi. Dengan adanya agitasi tentunya
kekuatan pendinginan akan bertambah.

10.5 Kondisi permukaan


Bila baja berhubungan dengan atmosfer yang oxydising, karena adanya uap air atau
oksigen di dalam dapur pemanas maka akan terbentuk lapisan kulit yang terdiri dari oksid
besi yang disebut scale. Scale yang tipis tidak menimbulkan masalah, tetapi scale yang

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 234


ITS - SURABAYA 2015

tebal(tebal 0.005 inch) dapat memengaruhi laju pendinginan yang terjadi. Pendingian akan
terhambat, sehingga mungkin menyebabkan tidak tercapainya CCR. Juga ada
kecenderungan dari scale ini untuk pecah dan terlepas, sehingga menyebabkan laju
pendinginan di permukaan yang satu tidak sama dengan permukaan lain, tentunya juga
akan menghasilkan kekerasan yang berbeda-beda. Karena itu pembentukan scale ini
sedapat mungkin dicegah.

Ada beberapa cara mencegah terjadinya scale:

1. Cooper plating, melpiskan tembaga pada permukaan benda kerja sebagai pelindung
terhadap atmosfer, untuk mencegah terbentuknya scale.
2. Protective atmosfer, memasukkan gas yang tidak bereaksi dengan baja ke dalam
dapur pemanas. Biasanya gas yang digunakan adalah gas hydrogen, amoniak atau
gas-gas hasil pembakaran gas hydrocarbon, seperti methan atau propan.
Pembakaran gas ini dilakukan tersendiri, diluar dapur pemanas.
3. Liquid-salt pots(salth bath), pemanasan dilakukan dalam garam yang dicairkan,
yang bersifat netral terhadap baja, sehingga baja yang dipanaskan tercelup dalam
garam cair yang netral dan tidak akan teroksidir.
4. Cast iron chips, baja yang dipanaskan ditimbun dengan keping-keping besi
tuang(cast iron chips), sehingga oksigen yang masuk ke dapur pemanas lebih dulu
bereaksi dengan besi tuang tidak mencapai bajanya.

10.6 Ukuran dan berat benda kerja


Karena hanya permukaan benda kerja saja yang berhubungan langsung dengan
media pendingin, maka rasio antara luas permukaan dengan berat benda kerja akan
menjadi faktor penting yang ikut menentukan laju pendinginan benda kerja. Luas
permukaan ini merupakan fungsi dari bentuk geometris dan ukuran benda kerja. Ratio
yang besar akan menjadikan laju pendinginan benda kerja tinggi. Benda kerja berbentuk
pelat akan lebih cepat menjadi dingin daripada yang berbentuk bola, Karen plat
mempunyai angka perbandingan(ratio) luas permukaan per berat yang lebih besar.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 235


ITS - SURABAYA 2015

Bentuk yang sama dengan ukuran yang lebih besar akan memerkecil angka
perbandingan luas permukaan per berat. Dengan demikian bila didinginkan dalam media
pendingin yang sama laju pendinginan yang terjadi akan lebih rendah. Benda kerja yang
lebih kecil lebih mudah menjadi martensit.

Gambar. 10.3. Kurva pendinginan permukaan batang


berbagai ukuran diplot pada 1-T diagram baja karbon 0,45
% C.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 236


ITS - SURABAYA 2015

BAB 11
HARDENABILITY

Dalam melakukan kekerasan dengan pembentukan martensit, asalkan pada


pendinginan kritis (CCR) maka kekerasan yang terjadi pada dasarnya tergantung pada
karbon dari baja itu (dari austenit pada saat pemanasan). Bila laju pendinginan yang terjadi
pada benda kerja lebih lambat dari laju pendinginan kritis (laju pendinginan kritis tidak
tercapai) maka jumlah martensit yang terbentuk akan berkurang. Hubungan antara
kekerasan (setelah quenching) dengan kadar karbon (dalam austenite) dan jumlah martensit
yang terbentuk, digambarkan dalam kurva pada Gambar.10.1

Hardness HRC

Carbon Content

Gambar. 10.1 Hubungan antara kadar karbon dalam austenite, jumlah martensit dan
kekerasan yang terjadi

Gambar diatas memperlihatkan kekerasan yang akan dicapai bila dapat diperoleh
sejumlah martensit dengan kadar karbon tertentu, tidak memperlihatkan bagaimana
sejumlah martensit itu diperoleh.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 237


ITS - SURABAYA 2015

Hardenability merupakan sifat suatu baja yang menggambarkan mudah tidaknya


suatu baja itu dikeraskan dengan pembentukan martensit, hingga mencapai kekerasan
tertentu pada kedalaman tertentu. Kekerasan tertentu ini akan dapat dicapai bila baja itu
dapat mencapai jumlah martensit tertentu, yaitu bila didinginkan dengan laju pendinginan
tertentu.

Bila sebuah benda kerja didinginkan dengan suatu media pendingin maka yang
paling cepat menjadi dingin adalah yang paling dekat dengan permukaan, atau dengna kata
lain bahwa laju pendinginan di permukaan akan paling tinggi, dan makin ke dalam akan
makin rendah (lihat Gambar 10.2)

Gambar tersebut memperlihatkan kurva pendinginan dari beberapa titik pada benda
kerja. Bila kurva pendinginan ini di plot pada diagram transfomasi (CCT diagram) akan
dapat terjadi bahwa bagian dekat permukaan mencapai CCR sedang bagian yang lebih
dalam mungkin tidak mencapai CCR (martensit makin sedikit), sehingga tentunya makin
ke dalam makin kurang keras.

Gambar. 11.2 Kurva pendinginan pada posisi di dalam batang berdiameter 1 inch, di
quench dalam air

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 238


ITS - SURABAYA 2015

Gambar. 11.3 Kurva pendinginan permukaan

Suatu batang baja setelah diquench, dipotong lalu diukur kekerasan dari titik-titik
pada penampang itu, mulai dari permukaan hingga ke pusatnya. Dari sini akan didapat
kurva distribusi kekerasan dari batang baja itu, disebut juga hardness-penetration diagram
atau hardness-traverse diagram. Gambar 9.4 memperlihatkan kurva distribusi kekerasan
dari tiga macam baja, masing-masing dengan diameter yang sama 100 mm. Ketiga baja
tersebut mempunyai kadar karbon yang hamper sama, hanya unsure paduannnya yang
berbeda karena itu kekerasan sehubungan dengan penurunan laju pendinginan pada titik
yang lebih ke dalam, akan berbeda.

Laju pendinginan pada benda kerja yang besar akan lebih lambar dari pada benda
kerja dengan ukuran yang lebih kecil, sehingga mungkin saja suatu baja yang sama bila
dibuat dengan ukuran yang lebih kecil dapat mencapai kekerasan yang tinggi sampai ke
bagian tengahnya, sedangkan yang dibuat dengan ukuran lebih besar mungkin hanya
bagian permukaan saja yang dapat mencapai kekerasan maksimum (lihat Gamabr 9.5).
Pada batang dengan diameter 25 mm kekerasaannya pada kedalaman 12.5 mm masih sama
dengan kekerasan di permukaan, tetapi pada batang dengan diameter 50 mm pada titik
dengan kedalaman yang sama kekerasannya sudah lebih rendah, apalagi batang dengan
diameter 100 mm, jauh lebih rendah lagi. Hal ini tampak dengan makin terjalnya hardness
traverse diagram dari batang dengan diameter yang makin besar.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 239


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 11.4 Distribusi kekerasan pada penampang batang diameter 100


mm, dari tiga maca baja

Hardenability dapat dikatakan sebagai kemampuan suatu baja untuk dikeraskan


dengan pembentukan martensit. Hardenability biasanya dikaitkan dengan tebalnya bagian
benda kerja yang menjadi keras, baja dengan hardness penetration yang dalam (misalnya
AISI D2 pada gambar 9.4) dikatakan mempunyai hardenability yang tinggi, sedangkan
yang mempunyai hardness penetration yang dangkal (misalnya AISI WI) dikatakan
mempunyai hardenability yang rendah. Hardenability ini ditenukan oleh letak kurva awal
transformasi pada CCT diagram, makin ke kanan letak kurva awal transformasinya makin
tinggi hardenability dari baja itu. Karena itu hardenability dipengaruhi oleh dua hal yaitu
komposisi kimia dari baja itu dan austenite grain size dari baja pada saat pemanasan.

Dan perlu diingat bahwa pada suatu baja dengan komposisi kimia dan austenite
grain size yang sama, bila mengalami pendinginan dengan laju pendinginan yang sama
akan mempunyai struktur yang sama dan karenanya akan mempunyai kekerasan yang
sama, tidak tergantung pada bentuk dan ukuran benda kerja serta kondisi pendinginan.

Ada dua cara yang sering dilakukan untuk mengukur/menguji hardenability, yaitu
dengan acara Jominy dan dengan cara Grossman.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 240


ITS - SURABAYA 2015

Gambar. 11.5 Kurva distribusi kekerasan dari berbagai diameter


penampang batang baja AISI 01, oil quench

11.1 Jominy Hardenability Test


Pengujian ini dinamakan juga Jominy-end quenched hardenability karena Jominy
menggunakan suatu batang yang diquench pada salah ujungnya untuk pengujian.

A B
Gambar 9.6 Jominy hardenability

A. Bentuk dan ukuran spesimen uji jominy

B. Bentuk alat pengujian jominy

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 241


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 10.7 Jominy Hardenability curve dan cara mendapatkannya

Dari baja yang akan diuji dibuat spesimen berbentuk batang silindrik diameter 25 mm (1n)
panjang 100 mm (4n). Spesimen dipanaskan sampai temperature austenitising yang
dianjurkan untuk baja tersebut dan dengan holding time yang memadai. Setelah itu
spesimen dikeluarkan dari dapur dan ditempatkan ke suatu pemegang (frame) dan
ujungnya disemprot dengan pancaran air yang keluar dari sebuah nozzle berdiameter 12,5
mm (1/2n). Jarak antara ujung spesimen dengan ujung nozzle 12,5 mm (1/2n), tinggi
pancaran air (bebas) 65 mm (2 1/2n), lihat Gambar 3.9. Setelah dingin spesimen diambil
dan diukur kekerasannya sepanjang sisi silinder. Dari hasil pengukuran kekerasan itu lalu
dibuat grafik kekerasan terhadap jarak dari ujung quench, seperti Gambar 3.10, grafik ini
dinamakan hardenability curve.

Setiap titik spesimen Jominy ini mengalami pendinginan dengan laju tertentu, yang
besarnya dapat dianggap sama untuk titik yang sama pada spesimen lain. Besarnya laju
pendinginan pada setiap titik pada spesimen Jominy. Karena pada suatu baja dengan
komposisi kimia tertentu yang mengalami laju pendinginan yang sama akan mempunyai
struktur yang sama dan kekerasannya akan sama maka dengan memperhitungkan laju
pendinginan yang akan terjadi pada suatu titik pada suatu benda kerja akan dapat
diramalkan berapa kekerasan yang akan terjadi pada titik itum dengan melihat pada titik

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 242


ITS - SURABAYA 2015

pada spesimen Jominy yang mengalami pendinginan dengan laju yang sama. Sehingga dari
sini akan dapat diramalkan bagaimana distribusi kekerasan pada penampang suatu benda
kerja.

Kekerasan maksimum suatu baja pada dasarnya tergantung pada kadar karbon,
sedangkan hardenability tergantung pada komposisi kimia ( kadar karbon dan unsur
paduannya) dan besar butir austenitnya. Gambar 9.8 memperlihatkan perbandingan
hardenability 3 jenis baja, yang masing-masing mempunyai kadar karbon yang sama tetapi
mengandung unsur paduan yang berbeda. Dari situ tampak bahwa kekerasan maksimum
ketiga baja itu sama, tetapi baja AISI 4840 mempunyai hardenability paling tinggi, ia tetap
dapat mencapai kekerasan yang tinggi walaupun didinginkan dengan laju pendinginan
yang rendah (pada Jominy distance 12/10n = laju pendinginan 15,3 oF/detik, baja AISI
4340 dapat mencapai kekerasan 50 Rc, sedangkan baja yang lain lebih rendah

Hardenability sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia, padahal dalam suatu

Gambar. 11.8 Kurva hardenability baja paduan AISI 4340, 4140 dan 5140

standar baja komposisi kimia ditetapkan dalam batas-batas range tertentu, sehingga
hardenability suatu baja dari suatu standar akan dapat sangat bervariasi. Sedangkan untuk
beberapa keperluan diperlukan baja dengan hardenability yang lebih terjamin. Untuk itu
kemudian dibuat standar baja dengan jaminan pada hardenabilitynya, bukan hanya

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 243


ITS - SURABAYA 2015

komposisi kimianya. Pada standar AISI baja ini dinyatakan dengan member huruf H di
belakang nomor kode bajanya. Misalnya pada AISI 4140H, baja ini dijamin mempunyai
hardenability dalama batas-batas tertentu, seperti dinyatakan dengan hardenability bund
baja itu. Dengan hardenability band ini dapat diketahui batas-batas maksimum/minimum
kekerasan baja itu pada jarak Jominy tertentu atau batas-batas jarak Jominy yang
menghasilkan kekerasan tertentu.

11.2 Grossman Hardenability Test


Dengan metode Grossman baja yang akan diuji hardenability dibuat menjadi
jumlah spesimen berbentuk batang silindrik dari berbagai diameter, dan panjang masing-
masing paling sedikit lima kali diameternya. Semua spesimen dipanaskan hingga mencapai
temperatur austenitising kemudian quench dalam suatu media pendingin tertentu. Setelah
itu setiap spesimen dipotong melintang dan dilakukan pengamatan mikroskopik untuk
struktur yang terjadi pada penampang itu. Juga diukur kekerasannya sepanjang seperti
contoh pada Gambar 11.9.

Gambar 11.9. Penetrasi kekerasan baja 1046 (kiri) dan 6140 (kanan), pada
berbagai diameter

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 244


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 11.10. Hubungan antara diameter kritis Do dengan diameter D1 dan


severity of quench III

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 245


ITS - SURABAYA 2015

Dari hasil pengukuran/pengamatan mikroskopik dicari suatu batang yang pada


intinya tepat terdiri dari 50% martensit. Diameter batang ini disebut sebagai diameter kritis
Do dari baja itu untuk media pendingin dengan kekuatan pendinginan (severity of quench)
II tertentu.

Table 10.2 menunjukkan harga faktor intensitas pendinginan (severity of quench) H


dari beberapa media pendingin dengan berbagai kekuatan agitasi. Makin tinggi intensitas
pendinginannya makin besar juga harga diameter kritis suatu baja, dan harga ini akan
paling tinggi pada harga H = tak terhingga, yaitu pada pendinginan ideal. Diameter kritis
pada pendinginan ideal dinamakan diameter kritis idela D1. Hubungan antara diameter
kritis Do dengan diameter kritis ideal D1 digambarkan pada Gambar 11.10.

Diameter kritis ideal merupakan ukuran dari hardenability suatu baja dan tidak

Tabel 11.2 Severity of quench.

Apitation Oil Coefficient of severity of quench H


Brine
Cooling medium Water

None 0,25 - 0,30 0,9 - 1,0 2,0

Mild 0,30 - 0,35 1,0 - 1,1 2,0 – 2,2


Moderate
0,35 -0,40 1,2 - 1,3
Good
0,4 - 0,5 1,3 - 1,5
Strong
tergantung pada kondisi pendinginan. Bila harga D1 sudah diperoleh maka harga diameter
kritis Do untuk berbagai kondisi pendinginan dengan harga H tertentu dapat dicari dari
Gambar 10.10.

11.3 Penggunaan data Hardenability


Data hardenability dapat dipergunakan untuk memilih baja yang dapat memberikan
tebal pengerasan tertentu pada sebuah benda kerja. Ini dapat dilakukan dengan mencari
laju pendinginan pada kedalaman tersebut(untuk benda kerja dengan bentuk sederhana,
pada beberapa literature tersedia sejumlah diagram untuk mencari laju pendinginan pada
suatu titik dibenda kerja yang didinginkan dengan berbagai media pendingin dan dicari

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 246


ITS - SURABAYA 2015

equivalensinya terhadap titik pada spesimen jominy yang mengalami pendinginan dengan
laju pendinginan yang sama. Dengan melihat data hardenabilitynya dapat dicari mana yang
mampu memberi kekerasan itu.

Dengan prinsip yang sama, data hardenability juga dapat dipergunakan untuk
menetapkan kondisi pendinginan untuk dapat mencapai kekerasan tertentu dari suatu
benda kerja. Atau sebaliknya dpat dipergunakan untuk meramalkan tebalnya kekerasan
yang terjadi bila suatu baja didinginkan dengan suatu kondisi pendinginan tertentu. Data
hardenability juga sangat membantu dalam meramalkan apakah baja yang didinginkan
dengan suatu kondisi pendinginan akan mengalami pengerasan.

11.4 Tempering
Baja yang dikeraskan dengan pembentukan martensit, pada kondisi quenched,
biasanya sangat getas, sehingga tidak cukup baik untuk berbagai pemakaian. Pembentukan
martensit juga meninggalkan tegangan sisa yang sangat tinggi, dan ini sangat tidak disukai.
Karena itu biasanya, atau hampir selalu setelah pengerasan kemudian segera diikuti
dengan tempering, untuk menghilangkan/mengurangi tegangan sisa dan mengembalikan
sebagian keuletan dan ketangguhannya. Kembalinya sebagian keuletan/ketangguhan ini
didapat dengan mengorbankan sebagian kekuatan dan kekerasan yang tel;ah dicapai pada
proses pengerasan.

Tempering dilakukan dengan memanaskan kembali baja yang telah dikeraskan tadi
pada temperatur di bawah temperatur kritis bawah(A1), membiarkannya beberapa saat
pada temperatur tersebut, lalu didinginkan kembali. Dengan pemanasan kembali ini
martensit, yang merupakan suatu struktur metastabil yang berupa larutan padat
supersaturated dimana karbon terperangkap dalam struktur body center tetragonal BCT,
akan mulai mengeluarkan karbon yang berpresipitasi sebagai karbida besi, sedang BCT
berangsur mulai menjadi BCC(besi alpha Ferrit). Dengan keluarnya karbon maka tegangan
di dalam struktur BCT akan berkurang sehingga kekerasannya juga berkurang. Turunnya
kekerasan ini akan semakin banyak bila temperatur pemanasan semakin tinggi/holding
time makin lama.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 247


ITS - SURABAYA 2015

Secara umum dapat dikatakan bahwa bila temperatur tempering makin tinggi maka
kekerasannya akan makin rendah sedang ketangguhannya akan semakin tinggi. Pernyataan
ini memang benar bila ketangguhan diukur dengan test tarik, tetapi tidak

Gambar 11.11 Kekerasan dan impact strength sebagai fungsi temperature tempering.

seluruhnya benar bila ketangguhan diukur dengan impact test. Kebanyakan baja akan
mengalami penurunan ketangguhan(notch bar toughness) bila ditemper pada temperatur
antara 400-800 farenheit(200-425 celcius), sedang kekerasannya juga tetap menurun.
Karena itu temperatur tempering 200-425 celcius dianggap sebagai pemisah antara
penggunaan yang memerlukan kekerasan tinggi dengan yang memerlukan ketangguhan
tinggi. Bila yang didinginkan adalah kekerasan yang tinggi atau sifat bahan tahan aus
maka tempering dilakukan pada temperatur di bawah 200 derajat celcius, bila yang
diinginkan adalah ketangguhan yang tinggi maka tempering dialkukan pada temperatur
diatas 425 derajat celcius. Bila pada benda kerja tidak terdapat “stress raiser” atau takikan,
tempering pada temperatur antara 200-425 celcius tidak berakibat buruk.

Tegangan sisa sebagian besar akan hilang bila di lakukan tempering pada temperatur
200 derajat celcius, dan hampir habis samasekali pada 500 derajat celcius.

Beberapa jenis baja paduan memperlihatkan fenomena yang dikenal sebagai temper
britellness, yaitu turunnya ketangguhan impact bila ditemper pada 550-675 derajat celcius

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 248


ITS - SURABAYA 2015

dan didinginkan lambat. Hal ini mungkin ditimbulkan karena terjadinya presipitasi suatu
fase dari kristal ferrit. Temper britellness sering terjadi pada baja chrom nikel dan baja
paduan lain dengan kadar karbon yang relatif tinggi. Tampaknya chrom, nikel, mangan
dan fosfor mendorong terjadinya kecenderungan untuk mengalami temper britellness,
sedang molybden mencegahnya. Untuk menghindari terjadinya temper britellness dapat
dilakukan dengan memercepat pebdinginan setelah tempering.

Martensit, seperti telah diterangkan di depan, adalah suatu larutan padat lewat jenuh
dari karbon yan terperangkap dalam struktur besi body center tetragonal. Ini adalah
struktur yang metastabil, akan dapat berubah menjadi struktur yang stabil(yaitu besi BCC)
bila diberi energi(misalnya energi panas, seperti yang dilakukan dengan tempering).
Dengan memberikan panas maka BCT secara berangsur akan menjadi BCC, karena BCC
tidak mampu melarutkan karbon maka karbon yan tadinyaterperangkap itu akan
berpresipitasi keluar dan membentuk karbida. Dengan makin tingginya temperatur
tempering maka karbida ini akan menggumpal makin besar

Bila baja karbon ditemper pada temperatur antara 40-200 derajat celcius akan
diperoleh struktur yang bila dietch akan bewarna gelap, yang dinamakan black martensit,
dalam hal ini martensit mulai berkurang tetragonalnya, dan mulai terbentuk presipitat
karbida besi(epsilon karbid) yang sangat halus(submikroskopik). Terjadinya presipitat
yang sangat halus ini sedikit menaikkan kekerasan. Baja masih memiliki
kekerasan/keuletan tinggi. Ketangguhan/keuletan rendah dan sebagian tegangan sisa mulai
hilang.

Pemanasan sampai 400 derajat celcius menyebabkan epsilon karbid menjadi


sementiti(FE3C), low carbon martensit menjadi ferrit BCC, dan austenit sisa menjadi
bainit bawah. Sementit yang terjadi juga masih sangat halus, belum tampak dengan
mikroskop optik, dan struktur ini bila dietch tampak bewarna gelap, dulu dikenal dengan
nama troosite. Kekuatannya menurun banyak, namun masih cukup tinggi, sedang keuletan
sedikit naik, ketangguhan masih tetap rendah. Kekerasan juga menurun.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 249


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 11.12 Tempered dan nontempered martensite pada baja 1045, water
quenched, tempered 600 F

Tempering dengan temperatur sampai 650 derajat celcius menyebabkan partikel


sementit tumbuh lebih besar, dan ferrit mulai tampak jelas, keseluruhan struktur tampak
lebih cerah disebut juga sorbit. Kekuatan/kekerasanya banyak menurun, keuletan sudah
lebih baik dan yang menonjol adalah kenaikan ketangguhannya.

Tempering dengan temperatur sampai 723 derajat celcius mengahsilkan partikel


sementit yang sangat besar, berbentuk bola(spheroid), strukturnya persis sama dengan
struktur yang diperoleh dengan spherodizing. Baja menjadi sangat lunak, ulet dan
ketangguhannya tinggi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 250


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 11.13 Baja 1045 water quenched, tempered 1150 F, sorbite (precipitated
carbide particle in ferrite matrix).

Gambar 11.14 Spheroidized carbide dalam matriks ferrit.

Dahulu proses tempering dibagi menjadi beberapa tingkatan menurut tingginya


temperatur tempering, struktur yang terjadi juga diberi nama tertentu seperti sorbit,
troosit. Tetapi ternyata perubahan struktur karena perbedaan temperatur tempering
sangat gradual, sehingga pembagian seperti itu dianggap tidak relistik. Lebih menrik

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 251


ITS - SURABAYA 2015

bila semua produk tempering disebut sebagai tempered martensit. Produk transformasi
martensit dan austenit didasarkan pada sebuah bagan gambar dibawah ini

Gambar 11.15 Skema struktur yang terjadi pada pemanasan martensit dari baja eutectoid.

Pada proses tempering sebenarnya adalah proses pemberian energi panas kepada
martensit, tentunya banyaknya energi yan disalurkan akan tergantung tidak hanya pada
temperatur tetapi juga waktu. Pada pembahasan diatas waktu tempering dianggap sama
yaitu 1 jam. Hasil yang sama akan diperoleh dengan menggunakan temperatur yang
lebih tinggi dan waktu yang lebih pendek atau temperatur yang lebih rendah dan waktu
yang lebih panjang.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 252


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 11.16. Variasi impact strength terhadap temperature pengujian, pada 3 macam
struktur yang distemper. Kekuatan sama, 125.000 psi.

11.5 Austempering dan Martempering


Austempering adalah proses laku panas yang dikembangkan langsung dari diagram
transformasi isothermal (I-T diagram) untuk memperoleh struktur yang sepenuhnya bainit.
Temperatur austenitising untuk proses ini sama dengan temperature austenitising pada
proses annealing atau hardening, hanya saja di sini pendinginannya dilakukan dengan
quenching sampai ke temperatur di atas M dan dibiarkan di sana sampai transformasi
menjadi bainit selesai. Sebagai media pendingin, biasanya digunakan garam cair (salt bath
dengan temperatur 200 – 425° C). Dengan deminkian struktur akhir seluruhnya terdiri dari
bainit, sama sekali tidak terjadi martensit. Hasil austempering mempunyai kekuatan /
kekerasan tinggi (Rc 45 – 55) dengan keuletan / ketangguhan yang tinggi.
Pada gambar di bawah ini memperlihatkan proses austempering yang digambarkan
secara skematis dan juga memperlihatkan bedanya dengan proses quench dan temper yang
biasa. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa pada proses austempering, tidak memerlukan
lagi tempering setelah quenching. Struktur akhir dari proses austempering adalah bainit,
sedangkan pada proses quench dan temper adalah martensit temper.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 253


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 11.16 Diagram Gambar 11.17.Diagram transformasi


transformasi dengan skema dengan skema pendinginan quench
pendinginan austempering dan temper

Suatu kesulitan dalam melakukan austempering ditimbulkan karena pengaruh ukuran /


berat benda kerja. Hanya benda kerja yang dapat didingikan cepat pada daerah temperature
650 - 475° C (daerah hidung diagram transformasi), yang dapat menghindari terjadinya
ferit / perlit, yang cocok untuk diaustempering. Karena itu baja harus mempunyai
hardenability yang memadai dan tebal benda kerja biasanya tidak lebih dari setengah inci.
Pada austempering, bahaya terjadi distorsi atau retak hampir tidak. Tidak seperti pada
proses quench dan temper, pada saat quenching mungkin akan terjadi distorsi / retak yang
timbul karena tegangan yang terjadi sebagai akibat selisih temperatur antara permukaan
dengan bagian dalam.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 254


ITS - SURABAYA 2015

Gambar
Gambar 9.18Diagram
11.18 Diagram transformasi
transformasi
dengan skema pendinginan
dengan skema pendinginan
martemperingmartempering

Cara lain untuk mencegah terjadinya distorsi / retak pada saat melakukan pengerasan
baja yaitu dengan martempering. Martempering adalah pengerasan benda kerja melalui
pendinginan dari suhu pengerasan ke dalam larutan garam-garaman atau metal bath (di
bawah Ms) dan menahan sampai suhunya merata kemudian diikuti dengan pendinginan
sampai suhu kamar.

10.6 Tegangan Sisa


Tegangan sisa adalah tegangan yang tetap ada setelah beban (kekuatan eksternal,
gradien panas) telah dihilangkan. Tegangan tersebut tetap berada disepanjang penampang
benda, bahkan tanpa penyebab eksternal. Tegangan sisa terjadi karena berbagai alasan,
termasuk deformasi plastis dan perlakuan panas. Apabila tegangan tersebut melampaui
batas kekuatan benda, maka akan terjadi retak. Dengan adanya tegangan ini sudah
mengurangi kemampuan benda kerja untuk menerima beban. Hal ini terjadi karena
sebelum benda kerja menerima tegangan dari luar, di dalam benda kerja itu sudah ada
tegangan sehingga dengan ditambahkannya tegangan dari luar maka benda kerja mungkin
telah mengalami tegangan yang melampaui yield atau batas patahnya.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 255


ITS - SURABAYA 2015

Bagaimana arah dan besarnya tegangan sisa yang terjadi pada suatu proses laku panas
merupakan masalah yang cukup kompleks karena dipengaruhi oleh banyak faktor,
terutama bentuk / ukuran benda kerja, hardenabilitynya, koefisien perambatan panas dan
muai panasnya, media pendinginnya, dan lain-lain.
Pada temperature yang lebih tinggi, yield dan kekuatan patah menjadi lebih rendah dan
struktur yang terjadi, misalnya ferit, perlit, bainit, dan martensit mempunyai sifat / keuletan
yang berbeda satu sama lain sehingga reaksinya terhadap tegangan yang timbul pun akan
berbeda. Namun demikian, masalah tegangan sisa ini perlu mendapat perhatian pada saat
melakukan suatu proses laku panas, terutama pengerasan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 256


ITS - SURABAYA 2015

BAB 11.A PRAKTIKUM


JOMINY HARDENABILITY
1. Pendahuluan
Jominy Hardenability test merupakan suatu pengujian kekerasan yang dilakukan pada laku
panas dengan kondisi non-equilibrium . Pengujian ini dinamakan juga Jominy end-quenched
hardenability test karena Jominy menggunakan suatu batang yang diquench pada salah satu
ujungnya untuk pengujian.

Hardness HRC

Carbon Content

Gambar.1. Hubungan antara kadar karbon dalam austenite, jumlah martensit dan
kekerasan yang terjadi

Percobaan jominy ini berguna untuk mendapatkan data hardenability, sehingga dapat
dipergunakan dalam memilih baja yang sesuai dengan kebutuhan. Data hardenability ini juga dapat
dipergunakan untuk menetapkan kondisi pendinginan. Untuk dapat mencapai kekerasan tertentu
dari suatu benda kerja atau dapat dipergunakan untuk meramalkan besarnya pengerasan yang
terjadi bila suatu baja didinginkan dengan suatu kondisi pendinginan tertentu..

2. Dasar Teori
Suatu baja pada dasarnya memiliki kekerasan maksimum yang tergantung pada pada
komposisi kimia (kadar karbon dan unsur paduannya) dan martensit yang terbentuk pada saat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 257


ITS - SURABAYA 2015

pendinginan. Makin tinggi kadar karbonnya berpengaruh terhadap banyaknya martensit yang
terbentuk, sehingga berpengaruh terhadap kekerasan.

Gambar 3 pengaruh karbon terhadap


pembentukan martensit dan kekerasan

3. Peralatan dan Material


Peralatan yang dibutuhkan:
 Oven.
 Alat Uji Jominy
 Tang penjepit

Gambar 4 Alat uji jominy

Material yang dibutuhkan:


 Besi as (dibuat sesuai standar uji jominy)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 258


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 5 Benda uji jominy

4. Prosedur percobaan
1) Benda kerja dimasukkan ke dalam oven pemanas dengan temperatur austenisasi dan diberi
holding time selama waktu tertentu
2) Setelah itu benda uji dikeluarkan dari oven dan didinginkan pada nozzle selama 10 menit.
3) Setelah dingin benda uji dibersihkan permukaannya dengan menggunakan kertas gosok.
4) Benda uji diukur nilai kekerasannya.

Gambar 6 Data hasil uji jouminy

5. Hasil
Setelah didapatkan data hasil uji jominy, susunlah laporan praktikum berdasarkan pedoman
sebagai berikut:
1. Jelaskan pengaruh pendinginan (termasuk media pendinginan dan laju pendinginan)
terhadap kekerasan logam. Mengapa demikian?
2. Jelaskan pengaruh hoding time terhadap kekerasan suatu logam.
3. Mengapa terdapat perbedaan kekerasan pada jarak tertentu dalam jouminy test. Dan
mengapa pada titik tertentu cenderung naik ataupun turun nilai kekerasannya.
4. kondisi seperti apakan yang dapat memaksimalkan kekerasan suatu logam, dan apa
kerugiannya terhadap sifat mekanik yang lain.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 259


ITS - SURABAYA 2015

BAB 12
PENGERASAN PERMUKAAN
12.1 Macam macam carburising

12.1.1 Pack/Solid Carburising


Pada solid carburising benda kerja dimasukkan ke dalam suatu kotak
ditimbun dengan carburizing compound, kotak ditutup rapat (kedap udara). Lalu
dipanaskan sampai 900 – 950 0C selama beberapa jam, setelah itu kotak
dikeluarkan. Dari dapur, dibiarkan dingin, dibongkar dan benda kerja dibersihkan
lalu dipanaskan kembali untuk melakukan pengerasan.

Gambar 12.1 Sketsa pack carburising

Carburising compound berupa serbuk terdiri dari arang kayu/coke 70-80 %,


barium atau natrium karbonat 25-20 % dan kalsium karbonat 2,5-3,5 %. Selama
pemanasan udara yang tarperangkap dalam kotak akan bereaksi dengan arang
menjadi CO2 dengan reaksi :
2C + O2 2 OC
Selanjutnya CO ini dapat berdissosiasi menjadi C at
2 OC CO2 + Cat

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 260


ITS - SURABAYA 2015

Kemudian Cat ini adalah atom karbon aktif, yang dapat berdiffusi kedalam
baja. Karbonat pada carburizing compound berfungsi sebagai energizer atau
aktifator yang mempercepat prosses carburizing yaitu dengan menghasilkan
sejumlah CO2 dari reaksi dekomposisinya :
BaCO2 BaO + CO2
Dengan kemudian bereaksi dengan karbon membentuk CO.

Gambar 12.2 Hubungan antara waktu dan


temperatur terhadap kedalaman lapisan permukaan

Singkat permukaan baja akan menyerap karbon hongga mencapai batas


jenuhnya.Karena pad temperatur tiggi nini baja mampu melarutkan banyak karbon
maka dalam waktu singkat permukaan baja akan menyerap karbon hingga
mencapai batas jenuhnya (ditunjukan oleh garis Acm untuk temperature tersebut, ±
1,2 % C). mengigat bagian logam baja iyu hanya mengandung sedikit karbon maka
karbon akan berdifusi masuk lebih kedalam. Tebal lapisan permukaan yang
mengalami penambahan karbon (case depth) ini tergantung pada temperature
pemanasan dan panjangnya holding time pada temperatur pemanasan itu.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 261


ITS - SURABAYA 2015

Tabel . 12.1 pengaruh suhu dan holding time terhadap


ketebalan permukaan

Temp.(F)
Time(H)
1500 1550 1600 1650 1700 1750
1 0.012 0.015 0.018 0.021 0.025 0.029
2 0.017 0.021 0.025 0.030 0.035 0.041
3 0.021 0.025 0.031 0.037 0.043 0.051
4 0.024 0.029 0.035 0.042 0.050 0.059
5 0.027 0.033 0.040 0.047 0.056 0.066
6 0.030 0.036 0.043 0.052 0.061 0.072
7 0.032 0.039 0.047 0.056 0.066 0.078
8 0.034 0.041 0.050 0.060 0.071 0.083
9 0.036 0.044 0.053 0.063 0.075 0.088
10 0.038 0.046 0.056 0.067 0.079 0.093
11 0.040 0.048 0.059 0.070 0.083 0.097
12 0.042 0.051 0.061 0.073 0.087 0.102
13 0.044 0.053 0.064 0.076 0.090 0.106
14 0.046 0.055 0.066 0.079 0.094 0.110
15 0.047 0.057 0.068 0.082 0.097 0.114
16 0.048 0.059 0.071 0.084 0.100 0.117
17 0.050 0.060 0.073 0.087 0.103 0.121
18 0.051 0.062 0.075 0.090 0.106 0.125
19 0.053 0.064 0.077 0.092 0.109 0.128
20 0.054 0.066 0.079 0.094 0.112 0.131
21 0.055 0.067 0.081 0.097 0.114 0.134
22 0.056 0.069 0.083 0.099 0.117 0.138
23 0.058 0.070 0.085 0.101 0.120 0.141
24 0.059 0.072 0.086 0.102 0.122 0.144

Bila pemanasan dan pendinginan lambat dilihat struktur mikrokari lapisan


permukaan ini maka akan terlihat bahwa lapisan terluar akan menunjukan struktur
hypereutectoid, terdiri dari perlit dan cementitetwork, sedikit dibawahnya terlihat
sruktur eutectoid, seluruhnya perlitan lebih ke bawah lagi struktur hypereutectoid,
terdiri dari perlit dan ferrit dengan jumlah ferrit yang makin kedalam makin
banyak yang akhirnya sama dengan struktur asalnya (hypereutectoid dengan kadar
karbon yang rendah).
Adanya hypereutectoid pada lapisan kulit ini kurang disukai karena
cementite network ini dapat menyebabkan ketegasan, dapat juga membuat batas
butir pada struktur kristalnya dan berakibat meningkatkan resiko patah saat
mendapat tegangan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 262


ITS - SURABAYA 2015

12.2 Gas Carburising


Pada Gas Carburising ini dilakukan dengan cara memanaskan baja dalam
dapur dengan atmosfer yang banyak mengandung gas CO dan gas hidro karbon
yang mudah berdifusi pada temperatur karburisasi 900 o – 950 o C selama 3 jam.
Gas-gas pada temperatur karburisasi itu akan bereaksi menghasilkan karbon
aktif yang nantinya berdifusi ke dalam permukaan baja.Pada proses ini lapisan
hypereutectoid yang menghalangi pemasukan karbon dapat dihilangkan dengan
memberikan diffusion period, yaitu dengan menghentikan pengaliran gas tetapi
tetap mempertahankan temperatur pemanasan. Dengan demikian karbon akan
berdifusi lebih ke dalam dan kadar karbon pada permukaan akan semakin naik.
Karburising dalam media gas lebih menguntungkan dibanding dengan
karburising jenis lain karena permukaan benda kerja tetap bersih, hasil lebih banyak
dan kandungan karbon pada lapisan permukaan dalam dikontrol lebih teliti.

12.3 Liquid Carburising


Pada Liquid carburising pemanasan benda kerja dilakukan dalam alat salt
bath, yang terdiri dari campuran eodium cyanide (NaCN) atau potassium caride
(KCN), yang berfungsi sebagai carburing agent yang aktif dengan zodium karbonat
(Na2CO8) yang berfungsi sebagai energizer. Pada temperature cyanide akan
bereaksi :
2 NaCN + O2 2 NaCNO
4 NaCNO 2 NaCN + 2 Na2CO8 + CO + 2 Nat
2 CO CO2 + Cat
Dari reaksi di atas tampak bahwa disamping atom karbon ataom nitrogen
juga ikut berdiffusi ke dalam baja. Nitrogen ini di dalam akan bereaksi membentuk
nitride, yang juga keras. Banyaknya karbon nitrogen yang berdiffusi ini tergantung
pada temperature pemanasan dan mengandung NaCN dalam zat bath.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 263


ITS - SURABAYA 2015

Gambar 12.3 Pengaruh holding time terhadap case depth .

Tebal kulit pengerasan case depth juga tergantung pada lama holding time
dan temperatur holding time serta kandungan synide dalam salt bath (biasanya
digunakan campuran 40 – 50 % NaCN), sedang selama pemakaiannya kandungan
cyanide ini terus berkurang karena itu secara periodic komposisi salt bath harus
selalu diperiksakan, dipertahankan konstan.
Pada salt bath proses diffesi dapat berlangsung lebih cepat, juga tidak tejadi scale
(permukaan bersih) sehingga juga dapat lengsung diquench. Hanya saja sesudah
selesai seluruh proses benda kerja harus dibersihkan dari sisa-sisa garam untuk
menghindari korosi. Di samping itu proses ini harus dilakukansangat berhati-hati
karena garam cyanide adalah senyawa yang sangat beracun..

12.4. Pengerasan (quenching)


Setelah lapisan kulit mengandung cukup karbon, proses dilanjutkan dengan
pengerasan dengan quenching untuk mencapai kekerasan yang tinggi, dari tempering untuk
mengurangi kegetasan dan tegangan sisa yang berlebihan. Pada pack carburizing
quenching dilakukan setelah pemanasan kembali, sedang pada gas dan liquid carburizing
quenching dapat dilakukan langsung sesudah pemanasan untuk penambahan karbon.
Pada saat carburizing (penambahan karbon) baja dipanaskaN pada temperatur yang
cukup tinggi di daerahyang cukup tinggi di daerah austenit, sehingga akan ada

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 264


ITS - SURABAYA 2015

kemungkinan terjadinya pertumbuhan butir yang berlebihan. Baja yang mengalami hal ini
dinamakan coarse greined steel. Bila dari sini langsung diquench mungkin akan diperoleh
benda keja yang getas/terdistorai. Baja yang mengandung unsure paduan yang dapat
mencegah terjadinya pertumbuhan butir, dinamakn fine greined steel, dapat langsung
diquench.
Seperti telah dijelaskan didepan bahwa pada bagian luar kulit kadar karbonya tinggi
(hyperenektoid), bila langsung diquench akan mengakibatkan terjadinya auntenit sisa yang
berlebihan, dalam hal ini sebaiknya dilakukan pendinginan dan pemanasan kembali untuk
meratakan kadar karbon pada kulit. Demikian pula halnya dengan baja paduan, sebaiknya
tidak langsung diquench.
Secara akematis bebrapa perlakuan panas setetelah carburizing dengan keternagan
mengenai kondisi yang terjadi pada kulit (case) dan intinyan (core). Kekerasan yang sangat
tinggi (sampai Rc 70) langsung terjadi setelah terjadinya nitride, tanpa perlu melakukan
quenching. Dengan demikian benda kerja terhindar dari kemungkinan distrosi/retak dan
tegangan sisa. Nitrida yang terbentuk sangat stabil, kekerasanya hampir tidak berubah
dengan pemanasan walaupun sampai lebih dari 600 0C (dibandingkan dengan mertensil
yang mulai menjadi lunak pada temperature yang jauh lebih rendah 200 0C).
Walaupun proses nitriding ini berlangsung lama sekali tetapi tebal kulit yang terjadi
tipis sekali. Baja untuk dinitriding biasanya tidak boleh terlalu lunak, 0,3 – 0,4 % C, agar
mampu mendukung kulit yang terlalu tipis tadi. Biasanya benda benda kerja harus sudah
dinathicinhg halus dan ukuran sudah sangat mendekati ukuran akhir, sehingga sesudah di
natriding tidak ada lagi proses machining selain pholising/lapping.
Baja yang dinitriding mempunyai sifat tahan aus yang sangat baik, juga sifat
terhadap kelelehan menjadi lebih baik. Demikian juga sifat korosinya

12.5. Cyaniding dan carbonitriding


Kalau pada lquid carburising yang terutama diserap adalah karbon, maka pada
cyaniding dan carbonitiding kedua unsure inti diserap dengan perbandingan yang lebih
seimbang cyaniding, dapat dianggap sebagai modifikasi liquid carburizing dilakukan
dengan mengunakan salt bath seperti pada liquid carburizing. Tetapi dengan garam cyanide
yang lebih rendah dan temperature pemanasan yang lebih rendah. Reaksi yang terjadi pada

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 265


ITS - SURABAYA 2015

salt bath juga sam dengan yag terjadi pada liquid carburizing hanya saja karena
temperature pemanasan yang dipakai lebih rendah, maka diffuse nitrogen cukup banyak.
Dengan salt bath yang mengandung g 25 – 45 % NaCN pada pemansan 550 – 600
0
C dan holding time selam 5 – 30 menit akan diperoleh kulit (case) yang sangat tipis, 0,02
– 0.04 mm. kulit ini memiliki kekerasan tinggi dan tahan aus. Hal ini sering dilakukan
terhadap baja perkakas (HSS, high speed steel).
Gyaniding yang sering dilakukan adalah dengan mengunakan salt bath dengan
kandungan cyanide sekitar 30%, dengan pemansan pada 800-850 0C., holding time bisa
sampai 1,5 jam. Pada kulit diperoleh kandungan nitrogen sampai 0,5 %, dengan kadar
karbon 0,5 – 0,8 %. Walupun kadar karbonya rendah kekerasan yang tinggi dapat tercapai
setelah diquench.
Dengan mengunakan salt baht mengandung sedikit cyanide (6-10% NaCN dan
tempertur lebih tinggi 900-950 0C. dapat diperoleh kulit yang lebih tebal, sampai 1.5 mm.
dan kadar karbon pada kulit dapat mencapai 1-1,2 % sedang nitrogenya hanya 0,2%.
Pada cyaniding komposisi salt bath dan temperature pemanasan sanggat
berpengaruh terhadap tebal dan komposisi kimia dari kulit. Dengan temperayr pemansan
makin timggi dan kandunagan NaCN dalam salt bath yang makin rendah akan
menghasilkan case depth (tebal kulit) yang makin besar, dan kadar karbon dari kulit yang
makin tinggi (kadar nitrogen makin rendah). Umtuk proses yang menghasilkan kulit
dengan kadar karbon yang cukup tinggi (> 0,1 % C) perlu dilakukan quenching dan
tempering.
Carbonitriding, dapat diangap sebagai modifikasi dari gas carburizing, mengunakan
gas seperti pada gas carburizing (campuran gas-gas terdiri dari karbon monoksida dan gas
hidro karbon) yang diperkaya dengan gas ammonia. Dengan demikian yang berdiffusi juga
bukan hanya karbon tetapi karbon dan nitrogen. Proses berlangsung pada temperature yang
lebih rendah.
Dengan larutnya karbon dan nitrogen pada kulit maka ini akan mempertinggi
hardenabilty, sehingga quenching tidak perlu terlalu drastic pendinginannya, apalagi juga
temperatur pemanasan selama difusi lebih rendah, maka kemungkinan terjadinya
distorsi/retak akan lebih rendah.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 266


ITS - SURABAYA 2015

Kekerasan yang dihasilkan dari cyaniding dan carbonitriding akan lebih stabil
daripada yang diperoleh dari carburising, lebih tahan terhadap pemanasan, tidak mudah
menjadi lunak karena pemanasan.

12.6. Flame hardening

Pada flame hardening dan induction hardening komposisi kimia dan permukaan
benda kerja tidak berubah. Pengerasan dilakukan dengan memanaskan hanya bagian
permukaan. Pada flame hardening ini dilakukan dengan menyemburkan api dengan
intensitas tinggi ke permukaan, biasanya dengan api dari brander oxyacetylene, sehingga
sebelum panas sampai menjalar ke bagian dalam permukaan sudah mencapai temperature
austenising. Kemudian segera di quench. Dengan demikian di bagian permukaan terbentuk
martensit, sedang di bagian dalam tetap seperti semula. Karena itu baja yang akan di flame
hardening harus mempunyai hardenability yang memadai, kadar karbonnya 0,30%-0,60%.

Proses ini cukup sederhana sehingga dapat dikerjakan secara manual dengan
menggunakan welding torch (brander las acetylen) permukaan dipanaskan sampai ke
temperature austenising lalu benda kerja dicelup ke dalam air atau minyak. Tetapi cara ini
hanya dapat dilakukan terhadap benda kerja dengan ukuran kecil. Untuk ukuran yang lebih
besar diperlukan brander dan peralatan khusus. Pada brander selain penyembur api juga
terpasang penyemprot air di dekatnya , juga diperlukan alat untuk mengatur gerakan
brander/benda kerja.

Gambar 12.4 Flame hardening


dengan progressive

Gambar 12.5 Flame hardening


dengan progressive spin

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 267


ITS - SURABAYA 2015

Kekerasan kulit terutama tergantung pada kadar karbon dari bajanya. Sedang tebal
kulit tergantung pada seberapa tebal bagian permukaan yang mengalami pemanasan
sampai menjadi austenite dan didinginkan dengan laju pendinginan mencapai laju
pendinginan kritis. Hal ini banyak tergantung pada intensitas pemanasan, yang ditentukan
oleh jarak antara permukaan benda kerja dengan ujung brander, dan lamanya pemanasan
atau kecepatan gerakan antara brander dengan benda kerja. Dengan mengatur variable-
variabel tersebut akan dapat diperoleh kedalaman pengerasan yangdiinginkan. Setelah
diquench benda kerja perlu distemper untuk mengurangi tegangan sisa.

12.5 Induction hardening

Pada prinsipnya induction hardening sama dengan flame hardening, hanya saja di
sini pemanasan ditimbulkan oleh arus induksi yang terjadi karena adanya medan magnit
yang berubah-ubah dengan sangat cepat. Dari teori kelistrikan diketahui bahwa disekitar
konduktor yang dialiri arus listrik akan timbul medan magnit yang besar dan arahnya
tergantung pada besar dan arah arus yang mengalir. Bila yang mengalir itu arus bolak-balik
besar dan arah medan magnit yang timbul juga akn selalu berubah, dan medan magnit yang
besarnya berubah ini dapat menimbulkan arus listrik., arus induksi yang disebut eddy
current, pada konduktor yang ferromagnetic. Arus induksi ini akan menimbulkan panas,
dank arena arus induksi ini terjadi pada permukaan maka panas akan terjadi di permukaan .
panas yang timbul ini akan sangat intans bila arus bolak-balik yang menimbulkan induksi
ini adalah arus bolak-balik dengan frekwensi tinggi. Untuk menimbulkan pemanasan pada
suatu benda kerja maka benda kerja diletakkan di dekat koil yang dialiri arus bolak-balik
frekuensi tinggi. Ada beberapa bentuk koil yang sering digunakan (Lihat gambar 10.6)

Gambar 12.6 Bentuk dan penempatan koil induksi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 268


ITS - SURABAYA 2015

Tebal kulit tergantung pada tebalnya permukaan yang mengalami pemanasan


sampai ke temperatur austenite sebelum di quench. Ini terutama tergantung pada intensitas
pemanasan oleh arus induksi, yaitu akan tergantung pada frekuensi arus bolak-
baliknya,dan lamanya pemanasan (karena panas yang timbul di permukaan juga akan
merambat kedalam). Tabel 10.2 memperlihatkan pengaruh dari frekwensi terhadap tebal
kulit pengerasan.

Tabel 12.2 Effect of frequency on Depth of case Hardenness

Frequency Theoritical Depth of Penetration Practical Depth of


(Hz) of electrical energy in. Cases Hardeness in
1000 0 059 0 180 to 0 350
3000 0 035 0 150 to 0 200
10000 0 020 0 100 to 0 150
120000 0 006 0 050 to 0 100
500000 0 003 0 040 to 0 050
1000000 0 002 0 010 to 0 030

Baja yang diinduction-hardening biasanya memperlihatkan distorsi yang lebih sedikit dari
pada yang yang di quench dari dapur. Baja yang telah mengalami quench dan temper dapat
dikeraskan dengan kulit yang sangat tipis dan kekerasan yang cukup tinggi.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 269


ITS - SURABAYA 2015

BAB 12 A PRAKTIKUM
PROSES LAKU PANAS

1. Pendahuluan
Proses laku panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan
kecepatan tertentu yang dilakukan terhadap logam dalam keadaan padat, sebagai upaya
untuk memperoleh sifat-sifat tertentu. Dari sini tampak bahwa proses laku panas dapat
digunakan untuk melakukan manipulasi sifat mekanik sesuai dengan kebutuhan dan
keperluan.
Baja adalah paduan yang banyak diproduksi atau digunakan dan juga paling sering
diberikan laku panas dalam proses produksinya. Proses laku panas pada baja pada
umumnya akan melibatkan transformasi atau dekompisisi austenit inilah yang akan
menentukan sifat fisik dan mekanik baja yang mengalami proses laku panas.
Proses laku panas pada dasarnya terdari dari beberapa tahapan dimulai dengan
pemanasan sampai ketemperatur tertentu, lalu diikuti dengan penahanan beberapa saat,
baru kemudian dilakukan pendinginan dengan kecepatan tertentu. Yang membedakan
proses laku-panas dengan proses laku-panas yang lain adalah :
1. Tinggi temperatur pemanasan.
2. Lamanya waktu penahanan
3. Laju pendinginan.
Selama pemanasan, yang biasa dilakukan hingga mencapai daerah austenit, baja akan
mengalami transformasi fase, akan terbentuk austenit. Dengan memberikan waktu
penahanan yang cukup akan memberikan kesempatan kepada atom-atom untuk berdiffusi
menghomogenkan austenit yang baru terbentuk itu. Pada pendinginan kembali, austenit
akan bertransformasi lagi dan struktur mikro yang terbentuk tergantung pada laju
pendinginan. Dengan laju pendinginan yang berbeda akan terbentuk strukturmikro yang
berbeda, tentunya sifat mekaniknyapun akan berbeda.

2. Dasar Teori
Adapun laku panas yang dilakukan, karena mempunyai tujuan tertentu, seperti

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 270


ITS - SURABAYA 2015

2.1. Laku Panas Kondisi Setimbang


Laku panas adalah kombinasi dari operasi pemanasan dan pendinginan dengan
kecepatan tertentu yang dilakukan pada logam/paduan untuk memperoleh sifat tertentu.
Salah satu dari laku panas tersebut dilakukan dengan kondisi setimbang atau paling tidak
mendekati kondisi setimbang.

Gambar. 1. Daerah temperatur

2.2. Laku Panas Kondisi Tidak Setimbang


Proses Laku Panas yang dilakukan pada keadaan yang tidak setimbang. Hal ini
dilakukan dengan cara memberikan pendinginan cepat pada logam yang sudah dipanaskan
sehingga tidak ada kesempatan bagi material yang sudah dipanaskan untuk mencapai
kondisi yang setimbang karena waktu yang dibutuhkan untuk transformasi / dekomposisi
tidak cukup.

a. Temperatur austenitising :
- Baja hypoeutektoid 25 – 50 oC di atas temperatur kritis atas A3
- Baja hypereutektoid 25 – 50 oC di atas temperatur kritis bawah A1
b. Waktu penahanan (holding time)

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 271


ITS - SURABAYA 2015

Agar austenit menjadi lebih homogen, maka perlu diberi kesempatan pada atom-atom
untuk berdifusi
c. Laju Pendinginan
Laju pendinginan tergantung beberapa faktor, antara lain :
 Jenis media pendinginnya
 Temperatur media pendingin
 Kuatnya sirkulasi

Gambar. 2. Diagram CCT

2.3. Laku Panas untuk pengerasan permukaan


proses laku panas yang dilakukan untuk memperoleh pengerasan pada lapisan permukaan
baja, sehingga lapisan permukaan baja tersebut memiliki kekerasan yang tinggi, sedangkan
bagian bagian dalam besi tersebut tetap memiliki kekerasan yang rendah dengan keuletan
yang tinggi.

1.3 Peralatan dan Material


Peralatan yang dibutuhkan:
 Oven
 Mesin las acetylene
 Tang penjepit
 Bejana berisi air

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 272


ITS - SURABAYA 2015

Material yang dibutuhkan:


 Baja dengan ukuran disesuaikan
 Amplas

4. Prosedur percobaan
4.1. Laku panas kondisi setimbang dan tidak setimbang
1) Benda kerja dimasukkan ke dalam oven pemanas dengan temperatur yang telah
ditentukan dan diberi waktu penahanan sesuai dengan ketentuan (Setiap kelompok
mempunyai tugas temperatur pemanasan dan waktu penahanan yang berbeda)
2) Setelah itu benda kerja dikeluarkan dari oven dengan mengunakan tang penjepit
dan didinginkan dengan medium udara untuk laku panas kondisi setimbang, serta
dengan medium air untuk laku panas kondisi tidak setimbang
3) Bendakerja dibiarkan sampai dingin.
4) Setelah didapat hasil proses tersebut kemudian benda kerja di ampelas dengan
menggunakan kertas gosok sampai rata dan mengkilat.
5) Kemudian dilakukan uji kekerasan dan metalografi

4.2. Laku panas untuk pengerasan pada permukaan


1) Bendakerja terlebih dahulu dibersihkan permukaannya.
2) Benda kerja dipanaskan pada permukaannya hingga mencapai temperatur kira-kira
sampai benda kerja berwarna merah cabe, dengan menggunakan mesin las
acetylene
3) Setelah dipersiapkan pendingin air dengan volume air kira-kira ½ dari bejana
pendingin, benda kerja dimasukkan kedalam bejana pendingin dengan
menggunakan tang penjepit.
4) Setelah dingin benda kerja dibersihkan permukaannya dengan menggunakan kertas
gosok.
5) Kemudian dilakukan uji kekerasan dan metalografi

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 273


ITS - SURABAYA 2015

5 Hasil
Selama proses laku panas berlangsung, amatilah proses kerjanya kemudian rangkumlah
pertanyaan berikut dalam sebuah laporan praktikum.
1) Apakah yang dimaksud dengan laku panas kondisi setimbang dan laku panas
kondisi tidak setimbang.
2) Apakah tujuan laku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak
setimbang., jelaskan.
3) Apakah perbedaan antara laku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi
tidak setimbang, jelaskan.
4) Pada laku panas kondisi setimbang dan laku panas kondisi tidak setimbang,
mengapa temperatur pemanasan tidak boleh terlalu tinggi atau terlalu rendah,
jelaskan.
5) Bagaimanakah cara untuk pengerasan permukaan.

PENGETAHUAN BAHAN TEKNIK 274

Anda mungkin juga menyukai