Anda di halaman 1dari 19

ETIKA BISNIS DAN

PROFESI

Teori Keadilan John Rawls, Teori Kebahagiaan Aristoteles

Di Susun oleh :

Meri Notalisa Andini -160412601930-

FAKULTAS EKONOMI
S1 PENDIDIKAN ADMINISTRASI PERKANTORAN
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas limpahan rahmat-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas Etika Bisnis dan Profesi untuk Ujian Ahir
Semester.
Tugas ini disusun dengan sederhana berdasarkan pemahaman sendiri dan
dipandu dengan beberapa buku dan artikel tentang teori etika. Tugas ini juga dilengkapi
dengan kasus dalam kehidupan sehari-hari yang melanggar etika untuk menguji
pemahaman saya terkait dengan teori yang sudah dipelajari.
Saya menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan tugas ini. Oleh
karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan dan
kesempurnaan tugas ini.
Saya mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Etika Bisnis
dan Profesi Bapak H. Subagyo, S.E., S.H., M.M. yang telah membimbing penyusuan tugas.
Semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Malang, 30 November 2018

Penyusun
MENJELASKAN TEORI SECARA KOMPREHENSIF

(Jelas, Sistematis, Tuntas)


A. Teori Etika
1. Teori Keadilan Menurut John Rawls
2. Teori Kebahagiaan Menurut Aristoteles

B. Penjelasan Teori
1. Teori Keadilan Menurut John Rawls
Pada hakikatnya pendekatan John Rawls adalah sekelompok
orang yang memilih prinsip untuk mengevaluasi keadilan. Yang jelas
prinsip itu harus adil. Artinya tak seorangpun diperbolehkan
mendominasi pilihan atau memanfaatkan kesempatan yang tidak adil
seperti kelebihan dari anugerah atau posisi sosialnya. Karena itu, prinsip
keadilan merupakan hasil dari pilihan yang setara “keadilan sebagai
kesetaraan” (Karen Lebacqz, 1986:50).
Setiap orang pasti mempunyai selubung ketidak-tahuan dalam
memilih prinsip. Di dalam kehidupan masyarakat banyak terdapat orang
yang tidak tahu posisi apa mereka di masyarakat, tujuan khusus maupun
rencana hidup mereka sendiri.
Kalau begitu, yang diketahui setiap orang hanya ada dua hal saja.
Yang pertama, masyarakat akan menjadi fokus bagi “kondisi-kondisi
keadilan” (Karen Lebacqz, 1986:51). Artinya kebanyakan masyarakat
mendapatkan konflik yang sama besarnya, masyarakat juga dapat
dikategorikan dengan kerja sama, dimana mereka bekerja sama dengan
keuntungan yang dibagi sama besarnya. Rawls berpendapat bahwa
kondisi bagi keadilan tercapai “Jika pribadi-pribadi yang sama-sama tidak
berkepentingan mengemukakan klaim-klaim yang bertentangan
mengenai keuntungan sosial di dalam kondisi kelangkaan yang moderat
(Karen Lebacqs, 1986:51). Jadi masalah keadilan yang terjadi di
masyarakat muncul karena situasi konflik kepentingan. Konfilk
kepentingan ini ditimbulkan karena tindakan yang tidak etis atau tidak
pantas dari masyarakatnya itu sendiri. Konflik ini memerlukan
kepercayaan seperti pengacara. Maka dari itu jika konflik ini sering terjadi
di masyarakat dapat mengurangi kepercayaan terhadap seseorang atau
suatu profesi tertentu.
Kedua, mereka harus mengetahui sesuatu yang berkaitan dengan
teori ekonomi, pengorganisasian masyarakat dan psikologi manusia
(Karen Lebacqs, 1986:51). Artinya untuk hidup bermasyarakat harus
cukup pengetahuan untuk melakukan sejumlah prediksi tentang prinsip
yang dipilih memang benar dan tidak akan melukai apa yang sudah
dipilih. Selain itu, setiap orang harus terbuka satu sama lain. Mereka
harus rasional, menyakini bahwa mereka menginginkan lebih banyak
kebaikan hidup yang utama. Dan juga menyakini bahwa “iri hati” akan
memperoleh keburukan untuk dirinya.
Namun harus dicacat bahwa masyarakat memilih untuk menjadi
manusia yang bermasyarakat dengan tertata yang baik, yaitu dapat
berharap bahwa konsep keadilan yang dipilih sesuai dengan naluri
hatinya.
Prinsip-prinsip Keadilan
John Rawls berpendapat bahwa dibawah kondisi yang demikian,
pihak-pihak yang memilih di dalam posisi awal akan memilih dua prinsip
keadilan. Pertama, mereka akan berfokus untuk mengamankan
kebebasan mereka agar tetap setara sehingga akan memilih suatu prinsip
guna mengantisipasinya :
Setiap pribadi memiliki hak yang setara terhadap sistem total
yang paling luas bagi kebebasan-kebabasan dasar yang mirip
dengan sistem kebebasan serupa bagi semuanya (Karen
Lebacqz:53)
Artinya, setiap orang akan memisahkan dan memberi kebebasan
secara manusiawi atas dasar untuk melindungi orang tersebut dari
pembagian yang tidak setara maupun tidak adil.
Rawls juga yakin bahwa, kecuali dalam kondisi yang sangat
mendesak, pihak-pihak di posisi awal tidak akan pernah mengijinkan
pengkompromian apa pun kebebasan-kebebasan dasarnya demi
keuntungan sosial atau ekonomi lainnya (Karen Lebascqz:53). Sebenarnya
kebabasan adalah setiap hak dari perorangan. Setiap orang mempunyai
hak secara bebas untuk berkreasi, sehingga kebebasan hanya akan
dibatasi oleh kebebasan itu sendiri, bukan demi kepentingan ekonomi
atau sosial lainnya.
Dalam kehidupan bermasyarakat, setiap orang sebenarnya
menginginkan sebuah kepastian bahwa ketidak-setaraan posisi dan
kekuasaan apa pun tidak terkunci, melainkan menjadi acuan bagi setiap
orang untuk berkompetisi secara adil dan terbuka bagi semua orang yang
berusaha untuk meraihnya. Meski tampaknya semua orang
memperlihatkan bahwa mereka mengijinkan ketidak-setaraan itu demi
keuntungan mereka. Orang lebih suka jika ketidak-setaraan itu dilekatkan
pada posisi-posisi yang terbuka bagi semua orang berdasarkan prinsip
liberal “kesetaraan yang adil bagi kesempatan” (Karen Lebascqz:57).
Akhirnya, mereka sepakat untuk tidak melebih-melebihkan keaadan yang
ada. Mereka juga tidak akan mengada-ada bagaimana kehidupan yang
akan datang, bagaimana generasi berikutnya. Mereka akan lebih
menuntut untuk tidak menghambur-hamburkan, tidak menghabiskan
secara percuma terhadap sumber daya yang ada.
Rumusan yang kedua, berbunyi :
Ketidak-setaraan sosial dan ekonomi disusun sedemikian rupa
agar mereka dapat : (a) memberi keuntungan terbesar bagi pihak
yang kurang beruntung, sesuai prinsip penghematan yang adil,
dan (b) dilekatkan pada jawatan dan jabatan keperintahan yang
terbuka bagi semua orang berdasarkan kondisi kesetaraan yang
adil terhadap kesempatan (Karen Lebascqz:57)
Artinya, orang-orang yang kurang beruntung lebih diutamakan
dalam kesetaraannya. Kesetaraan ini bertujuan untuk meringankan
keadaan sosial dan ekonomi mereka. Mereka diajarkan untuk
menghemat kan sumber daya yang ada. Agar sewaktu-waktu
dibutuhkan tidak kehabisan. Semua orang berhak mendapatkan
kesempatan yang sama. Dalam hal ini pemerintah diharapkan bersikap
adil dan memberi kesetaraan yang layak terhadap orang yang hidupnya
di bawah garis.
Dalam hidup, semua orang diharuskan mengambil hikmah atau
manfaat dari ketidak-setaraan sosial apa pun. Seluruh teori Rawls
mengambil bentuk pengafirmasian secara fundamental terhadap
kebebasan dan membatasi penerimaan ketidak-setaraan tertentu, yang
dinilai adalah orang-orang yang kurang beruntung. Prinsip yang
diajarkan oleh John Rawls cenderung untuk individu-individu yang
disituasikan disebuah tatanan yang adil.
2. Teori Kebahagiaan Menurut Aristoteles
Hasil karya Aristoteles banyak sekali. Salah satunya ialah ajaran
etika yang mendapatkan tempat khusus. Aaran-ajarannya bukan hanya
diarahkan untuk sesuatu yang kekal, dan mutlak tetapi untuk diarahkan
ke dunia ini. Tujuan utama yang ingin dicapai oleh Aristoteles ialah
“kebahagiaan”. Kebahagiaan ini bukan sekedar hanya kebahagiaan tetapi
keadaan yang bahagia, sehingga segala sesuatu yang terjadi pada
manusia ialah bahagia yang sebenarnya tanpa melukai hati. Tujuan
kebahagiaan ini adalah untuk kepentingan sendiri atau individu bukan
untuk kepentingan orang lain. Unsur terpenting dalam kebahagiaan
manusia ialah ketika ia menjalankan aktifitas sesuai dengan pikirannya.
Bagi manusia, kebahagiaan ialah memandang kebenaran. Tujuan berfikir
atau memandang dengan kebenaran bukan sekedar mengetahui,
melainkan berbuat. Ciri khas manusia ialah makhluk yang rasional.
Manusia yang berfikir dengan pertimbangan yang logis dan cocok dengan
akal sehat.
Kebahagiaan manusia yang tertinggi, yang dikejar oleh tiap
manusia ialah “berfikir murni” (Dr. Harun Hadiwijono,1980:52). Manusia
dapat memperoleh kebahagiaan dengan cara bagaimana manusia itu
sendiri berfikir. Secara tidak langsung dengan cara berfikir secara rasional
dan berfikir secara murni manusia dapat mencapai tujuan yang di
inginkan. Survival (zen) bukan merupakan tujuan manusia, melainkan
“hidup yang baik”(Franz Magnis-Suseno, 1997:29). Bagi manusia dengan
cara berfikir yang rasional akan memikirkan tujuan hidup kedepannya.
Kehidupan yang baik akan memperoleh kebahagiaan. Hidup yang baik
ialah bagaimana manusia memproses kehidupannya dengan melakukan
hal-hal yang bermutu. Setelah hal-hal yang bermutu dilakukan maka
tujuan hidupnya akan tercapai dengan memperoleh kebahagiaan yang
positif. Karena semakin bermutu kehidupan manusia semakin ia
mencapai apa yang menjadi tujuannya. Dengan mencapai tujuan,
manusia akan lebih percaya diri dengan kehidupannya dan menjadi
dirinya sepenuh-penuhnya.
Apakah tujuan hidup manusia ? Menurut Aristoteles, apa pun
yang bergerak dan apa pun yang dilakukan manusia mesti demi sesuatu
yang baik, demi suatu nilai (Franz Magnis-Suseno, 1997:30). Manusia
melakukan berbagai cara untuk mencapai tujuan hidupnya. Nilai itulah
tujuannya. Ada dua macam tujuan yang berkaitan dengan nilai tujuan
tersebut, yaitu ada yang dicari demi suatu tujuan yang lebih jauh, dan
yang dicari demi dirinya sendiri. Apa yang dicari demi suatu tujuan yang
lebih jauh, contohnya adalah uang. Uang bukan dicari demi dirinya
sendiri, tetapi karena uang merupakan sarana untuk mencapai tujuan
lebih jauh (Franz Magnis-Suseno, 1997:30).
Apa yang kita cari demi dirinya sendiri ? Bersama seluruh filsafat
Yunani Aristoteles menjawab : eudaimonia, Kebahagiaan. Kebahagiaan
merupakan tujuan akhir manusia (Franz Magnis-Suseno, 1997:30). Secara
logika, manusia sudah bahagia ia tidak akan memerlukan apa-apa lagi.
Jika manusia yang masih mencari-cari sesuatu untuk mendapatkan arti
bahagia, itu tandanya manusia tersebut masih belum mendapatkan apa
itu kebahagiaan. Karena Tidak masuk akal jika ia sudah bahagia masih
mencari sesuatu yang lain. Kebahagiaan seperti itulah yang menjadi
tujuan manusia. Kebahagiaan yang dirasakan akan baik pada dirinya
sendiri. Kebahagiaan bernilai bukan demi suatu nilai lebih tinggi lainnya,
melainkan demi dirinya sendiri (Franz Magnis-Suseno, 1997:30). Menurut
pandangan Aristoteles, kebahagiaan yang utama ialah kebahagiaan yang
hanya untuk dirinya sendiri. Karena sebelum memikirkan kebahagiaan
orang lain, yang penting ialah kebahagiaan diri sendiri.
Masalah sesungguhnya mulai apabila kita bertanya : Dengan
hidup yang macam apa kita menjadi bahagia ?. Ada banyak sekali
pandangan berbeda tentang apa yang membuat manusia bahagia. Maka
itu, penelitian Aristoteles yang sesungguhnya mulai dengan pertanyaan :
Cara hidup mana Membuat kita Bahagia ?. Ada salah satu pandangan
yang mengatakan bahwa hidup yang membuat bahagia ialah dengan cara
menyamakan hidup yang baik dengan kekayaan (Franz Magnis-Suseno,
1997:30). Manusia yang hidupnya penuh dengan kekayaan sebanyak-
banyaknya sudah dianggap akan menjamin kebahagiaan. Kita dapat
menyebutkan pandangan seperti ini sebagai pandangan yang pragmatis.
Pandangan pragmatis ialah suatu sikap dan pemikiran yang berfokus pada
hasil dan menitik beratkan pada sisi kepraktisan alih-alih melihat segala
sesutu secara terperinci dari keseluruhan prosesnya. Dengan
gampangnya, Aristoteles menolak pandangan ini. Sudah jelas bahwa
kekayaan bukan tujuan pada diri sendir, melainkan sebuah sarana untuk
mencapai tujuan-tujuan yang lebih jauh lagi. Karena itu, jelaslah dan juga
sudah terbukti bahwa kekayaan tidak menjamin sebuah kebahagiaan.
Menurut Aristoteles, ada tiga pola hidup yang memuat kepuasan
dalam dirinya sendiri, yaitu hidup yang mencari nikmat, hidup praktis atu
politis, dan hidup sebagai seorang filsuf, hidup kontemplatif (Franz
Magnis-Suseno, 1997:31).
C. Daftar Pustaka

1. Lebascqz Karen, Santoso Yudi (Penterjemah). 1986. Teori-Teori Keadilan.


Bandung: Penerbit Nusa Media.
2. Hadiwijono Harun. 1980. Sari Sejarah Filsafat Barat 1. Yogyakarta:
Penerbit Kanisius.
3. Magnis Franz, dan Suseno. 1997. 13 Tokoh Etika Sejak Zaman Yunani
Sampai Abad ke-19. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
STUDI KASUS
DAN ANALISIS] 2 TEORI
A. Deskripsi Kasus

ICW: 2012 Tahun Ketidakadilan Pendidikan


Jakarta - Indonesian Corruption Watch (ICW) dan sejumlah LSM penggiat
pendidikan menilai 2012 merupakan tahun yang suram dalam dunia
pendidikan nasional. Ada kasus kecurangan dalam ujian, buruknya kualitas
pendidikan, korupsi proyek pendidikan, perkelahian pelajar dan lain
sebagainya.
"Tahun 2012 disebut sebagai tahun ketidakadilan pendidikan. Banyak
kejadian yang penuh dengan ketidakadilan seperti kasus korupsi, kekerasan,
kecurangan UN, dan pekelahian siswa," kata Peneliti ICW Monitoring
Pelayanan Publik, Siti Juliantari Rachman saat konferensi pers di kantor ICW,
Jl Kalibata Timur, Jakarta, Rabu (2\/1\/2012).
Tari panggilan akrab Siti Juliantari, mengatakan banyak kasus korupsi
pengadaan anggaran. Contohnya kasus korupsi peralatan laboratorium di 18
universitas yang sempat menyita perhatian publik ini membuktikan bahwa
anggaran pendidikan rawan dikorupsi oleh politisi dan pejabat kampus.
Korupsi dilakukan sejak dari perencanaan, pengalokasian anggaran dan
realisasinya. "Praktek ini dilakukan secara berjamaah yang melibatkan politisi
senayan, pejabat kemendikbud dan juga pejabat kampus," ungkap Tari.
Selain itu, Tari menambahkan pengelolaan anggaran pendidikan di
Kemendikbud masih belum akuntabel. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
memberikan opini "disclaimer" atas laporan keuangan Kemendikbud 2011.
Dengan kata lain Kemendikbud dianggap tidak dapat menyajikan bukti
pertanggungjawaban keuangan yang memadai. "Opini disclaimer untuk
kemendikbud dari hasil laporan BPK menambah deretan panjang keburukan
pengelolaan keuangan Kemendikbud," ujar Tari.
Selain itu, menurutnya ketidakadilan dalam Ujian Nasional (UN) juga
menjadi perhatian ICW dan koalisi. Kecurangan UN terlihat saat sekolah di
Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda harus menggunakan UN
dengan standar yang sama sebagai alat ukur. Ketidakadilan tersebut memicu
kecurangan dalam penyelenggaraan UN.
"Demi mencapai kelulusan, pihak sekolah berusaha dengan berbagai cara
agar siswanya lulus, misalnya dengan adanya bocoran soal. ICW
mendapatkan kunci jawaban matematika UN dan 80% susuai dengan soal,"
ujar Tari.

Sumber :
https://news.detik.com/berita/2131428/icw-2012-tahun-ketidakadilan-
pendidikan
B. Analisa dengan Teori Etika
a. Teori Etika Keadilan
Menurut teori Keadlilan John Rawls “keadilan sebagai
kesetaraan”. Ujian Nasional dijadikan sebagai tolak ukur untuk
kelulusan. Kasus dalam ketidakadilan pendidikan itu merupakan
pelanggaran etika dimana yang seharusnya kampus mendapatkan
peralatan laboratorium sebagai kesetaraan penunjang untuk belajar
malah di korupsi. Korupsi yang dilakukan sudah sejak dari awal
perencanaan, pengalokasian anggaran dan realisasinya. Teori
Keadilan John Rowls, mendapatkan fasilitas yang layak di sekoalah
maupun di kampus merupakan hak dari setiap siswa-siswi,
mahasiswa/mahasiswi sebagai penunjang belajar. Jika alat
laboratorium saja dari awal sudah di korupsi, maka ini merupakan
ketidak-setaraan bagi pelajar.
Ujian Nasional dijadikan sebagai tolak ukur untuk kelulusan.
Tetapi di tahun 2012 banyak hal yang terjadi menggemparkan dunia
pendidikan. Kecurangan Ujian Nasional terlihat saat sekolah di
Indonesia dengan kualitas yang berbeda-beda yang menjadikan
Ujuan Nasional sebagai alat ukur yang standar untuk kelulusan. dari
ketidakadilan tersebut memicu kecungan dalam penyelenggaran
Ujian Nasioanl.
Ketidak-setaraan yang seperti ini lah yang harus diperhatikan
oleh pemerintah. Jika ingin mendapatkan generasi-generasi yang
berkualitas. Maka, dari awal sudah harus di perhatikan apa
kebutuhan dari pelajar dan apa yang harus dihindari pelajar supaya
tidak melakukan pelanggaran etika.
Menurut John Rawls, “kesetaraan yang adil bagi kesempatan”.
Semua pelajar berhak mendapatkan kesempatan untuk kesetaraan.
Fasilitas yang setara, fasilitas yang baik akan melahirkan generasi
yang baik pula.
b. Teori Etika Kebahagiaan
Dalam kasus Ketidakadilan Pendidikan, yang utama di cari adalah
uang. Mereka mendapatkan uang dengan melakukan korupsi
peralatan laboratorium yang sebenarnya di anggarkan untuk kampus.
Menurut Aristoles, uang bukan sumber kebahagiaan, tapi uang
merupakan sarana untuk mencapai tujuan lebih jauh. Uang hanya
akan membuat kebahagiaan yang sementara.
Kecurangan dalam melaksanakan Ujian Nasional merupakan
pelanggaran etika. Banyak sekolah di Indonesia Ujian Nasional
dengan nilai yang memuaskan merupakan nilai kelulusan yang baik.
Di tahun 2012 kecurangan dalam mengerjakan Ujian Nasional sudah
sering terjadi. Kebanyakan nilai yang didapat dari kecurangan ialah
nilai yang bisa dikatakan sudah cukup baik.
Menurut Aristoteles, Kebahagiaan yang didapat dari hasil
kecurangan ialah kebahagiaan yang bersifat sementara. Memang
benar mendapatkan nilai yang bagus akan mencuri perhatian orang
di sekeliling kita. Tetapi, seandainya orang yang bangga terhadap kita
atas perjuangan untuk mendapatkan nilai yang bagus tadi ialah hasil
kecurangan, bagaimana reaksi mereka ?. Kalimat seperti itu
merupakan salah satu pertanyaan yang akan menyadarkan kita
bahwa berbuat kecurangan itu akan balik pada kita sendiri.
Kebahagiaan yang sesungguhnya ialah bagaimana hidup dengan baik.
Lulus dari sekolah bukan akhir dari perjuangan tetapi awal
perjuangan kita untuk hidup di masa depan.
Dalam hidup, sebenarnya tujuan dari manusia adalah mencari
kebahagiaan. Kebahagiaan yang hakiki ialah kebahagiaan yang dapat
dirasa. Rasa bahagia itu bisa kita rasakan sendiri. Dalam kasus
Ketidakadilan Pendidikan, kebanyakan siswa yang melakukan
perbuatan curang dalam mengerjakan Ujian Nasioanal semata-mata
hanya ingin mendapatkan legitimasi. Yaitu pengakuan dari orang lain.
Mengenai hal ini, sebaiknya pemerintah lebih mengawasi akan dunia
pendidikan. Karena dari suatu pendidikan dengan mutun yang baik
akan menghasilkan generasi dengan kualitas yang baik pula. Peserta
didik akan merasakan kebahagiaan apabila semua fasilitas yang ada
di sekolah atau di kampus bisa terpenuhi guna menunjang dalam
pembelajaran.

C. Kesimpulan
Dari 2 teori yang dipaparkan oleh John Rawls dan Aristoteles dapat
disimpulkan bahwa dalam kehidupan sosial, ekonomi dan kehidupan
bermasyarakat ialah harus mempunyai prinsip hidup. Yang jelas prinsip itu
harus adil. Artinya tak seorang pun diperbolehkan mendominasi pilihan atau
memanfaatkan kesempatan yang tidak adil seperti kelebihan dari anugerah
atau posisi sosialnya. Prinsip dalam keadilan ialah bagaimana seseorang hidup
untuk mendapatkan kesetaraan. Dalam kasus Ketidakdilan Pendidikan
sebenarnya itu mencerminkan pemerintahan yang kurang pengawasan.
Seharusnya pendidikan itu diutamakan, bukan malah di nodai dengan hal-hal
yang sudah jelas melanggar etika.
Dari kecurangan yang membuat ketidak-setaraan peserta didik lainnya
akan meraskan hal iri hati. Karena siswa yang rajin belajar mendapatkan nilai
di bawah yang melakukan kecurangan. Hal tersebut bisa memicu
kecemburuan sosial. Mendapatkan nilai yang baik dari hasil kecurangan
merupakan kebahagiaan yang sementara. Kebanyakan dari peserta didik yang
melakukan hal tersebut hanya semata-mata ingin mendapatkan legitimasi
yaitu pengakuan dari orang lain.
Dalam hidup kebahagiaan yang kita rasakan ialah kebahagiaan yang
melalui proses. Tidak ada kebahagiaan yang muncul secara instan. Setelah
kita melalui proses itu, kita akan benar-benar merasakan apa arti
sesungguhnya dari kebahagiaan. Seperti halnya, siapa yang bersungguh-
sungguh dalam melakukan hal dialah yang akan mendapatkan. Siapa yang
menanam pasti akan menuai.
RESOLUSI
Resolusi saya kedepannya ialah saya tidak akan menunda-nunda dalam
melakukan pekerjaan. Sejauh ini saya sudah merasakan bahwa menunda-nunda waktu
dalam melakukan pekerjaan malah akan menumpuk pekerjaan yang selanjutnya.
Menunda pekerjaan sebenarnya juga menyita waktu. Waktu yang seharusnya digunakan
untuk tidur, malah digunakan untuk mengerjakan pekerjaan. Maka dari itu resolusi saya
dan yang harus saya laksanakan ialah menghindari dikejar deadline.

Resolusi selanjutnya ialah saya harus rapi, disiplin. Saya perempuan tetapi saya
benar-benar orang yang tidak bisa melakukan hal dengan rapi. Seperti halnya kamar tidur.
Sudah menjadi kebiasaan merapikan tempat tidur 2x dalam seminggu. Maka dari itu, saya
ingin seperti teman-teman saya yang mempunyai kamar tidur rapi setiap waktu. Kadang
suka risih melihat kamar sendiri. Sebenarnya saya juga pelupa oleh karena itu dari
merapikan isi kamar bisa meletakkan barang sesuai dengan letaknya.

Resolusi selanjutnya ialah saya tidak akan bergantung kepada orang lain. Selagi
saya bisa melakukan hal tesebut saya akan melakukan hal itu sendiri. Kebanyakan
bergantung pada orang lain sebenarnya akan membuat diri kita menjadi jauh dari kata
mandiri. Dari sini saya akan memprioritaskan diri sendiri. Sebenarnya kata mandiri itu
relatif. Di sini saya beresolusi untuk kebaikan diri sendiri.

Anda mungkin juga menyukai