Di susun oleh :
Dosen Pengampu:
Ngengat peppered adalah ngengat yang bersifat nokturnal ( aktif kala malam).
Di siang hari, biasanya ngengat ini bertengger bergeming di kulit pohon, terutama
pohon birch dan ek. Sampai petengahan abad ke – 19 di Inggris, selain beberapa
temuan yang jarang terjadi, hanya ada varietas ngengat berwarna lebih terang. Pada
1948, segelintir spesimen berwarna gelap pertama ditemukan. Perhitungan populasi
sejar 1960-an mengonfirmasi bahwa komposisi populasi ngengat pepperedtelah
berubah secara drastis. Di beberapa bagian Britania Raya, varian gelap mendominasi,
sementara di bagian-bagian lain negara tersebut, masih lebih sering ditemukan varian
berwarna terang. (Rudolf H. Marx, 2017)
Pada 1898, 99% ngengat peppereddi daerah – daerah industri memiliki sayap
gelap. Evolusi mereka berlangsung sedemikian cepat karena kondisi lingkungan telah
berubah dengan sedemikian cepat, dan karena setiap tahun ada generasi ngengat baru.
Biasanya, proses-proses evolusi terjadi secara lebih lambat dan membutuhkan
pertimbangan dalam skala waktu sangat panjang yang tidak dikenal manusia. (Rudolf
H. Marx, 2017)
D. Genetika Populasi
Gen adalah unit pewarisan sifat genetik bagi suatu organisme. Bentuk fisik
gen adalah urutan basa dari DNA yang diapit oleh promoter dan terminator yang
menyandikan protein. Setiap organisme memiliki ukuran gen yang berbeda-beda .
gen merupakan segmen DNA yang mengkode suatu produk fungsional seperti
molekul RNA dan polipeptida. (Irmawati, 2016)
Keanekaragaman gen dalam spesies, baik intra maupun antar populasi akan
memungkinkan individu-individu dalam populasi tersebut memiliki daya adaptasi
yang berbeda-beda terhadap kondisi lingkungan yang saat ini sangat fluktuatif. Ketika
lingkungan berubah, keanekaragaman gen yang besar diperlukan agar populasi suatu
spesies dapat beradaptasi dan bertahan hidup. Hanya populasi yang memiliki derajat
keanekaragaman genetik yang tinggi yang akan dapat beradaptasi karena memiliki
lebih banyak variasi alel yang dapat berfungsi, sedangkan populasi dengan variasi
genetik yang rendah cenderung memiliki rasio yang tinggi untuk punah. (Irmawati,
2016)
Populasi bisa berubah; seiring dengan berubahnya alel dalam lungkang ge,
frekunsi genotip yang terkait langsung dengannya pun berubah. Karena itu evolusi
dapat dipahami sebagai perubahan apapun yang berkenaan dengan frekuensi alel
dalam suatu lungkang gen. Genetika populasi adalah bidang penelitian yang mencoba
menjelaskan asas-asas yang mendasari perubahan semacam itu. (Rudolf H. Marx,
2017)
Karakter yang bervariasi di dalam suatu populasi bisa bersifat diskret atau
kuantitatif. Karakter diskret, misalnya warna bunga ungu atau putih pada tumbuhan
ercis Mendel. Setiap tumbuhan memiliki bunga ungu saja atau putih saja. Banyak
karakter diskret ditentukan oleh satulokus gen tunggaldengan alel-alel berbeda yang
menghasilkan fenotipe yang berbeda. Akan tetapi, kebanyakan variasi terwariskan
melibatkan karakter kuantitatif, yang bervariasi dalam suatu kontinum dalam
populasi. Variasi kuantitatif yang terwariskan biasanya merupakan hasil dari
pengaruh dua atau lebih gen pada satu karakter fenotip. (Campbell, 2012)
Dengan mempertimbangkan karakter diskret maupun kuantitatif, para ahli
biologi dapat mengukur variasi genetik dalam suatu populasi pada tingkat
keseluruhan gen (variabilitas gen) dan tingkat molekuler DNA (variabilitas
nukleotida). Variabilitas gen dapat dikuantifikasi sebagai heterozigositosi rata-rata
(average heterozigosity), persentase rata-rata dari lokus heterozigot. Contohnya
adalah lalat buah Drosophila melanogaster, yang memiliki sekitar 13.700 gen di
dalam genomnya. Sesekor lalat buah rata-rata bersifat heterozigot sekitar 1.920
lokusnya (14%) dan sisanya bersifathomozigot. Oleh karena itu, populasi D.
melanogaster memiliki heterozigisitas rata-rata 14%. (Campbell, 2012)
Heterozigositas rata-rata kerap diestimasi dengan cara mensurvei produk
protein gen menggunakan elektroforesis gel. Walaupun berguna, pendekatan ini tidak
dapat mendeteksi mutasi bisu yang mengubah sekuens asam amino dalam protein.
Untuk menyertakan mutasi bisu dalam estimasi heterozigositas rata-rata, para peneliti
harus menggunakan pendekatan lain, misalnya metode-PCR dan analisis fragmen
restriksi. (Campbell, 2012)
Variabilitas nukleotida diukur dengan membandingkan sekuens DNA dari dua
individu dalam populasi dan kemudian menghitung rata-rata data dari banyak
pembandingan semacam itu. Genom D. melanogaster memliki sekitar 180 juta
nukleotida, dansekuens dari dua lalat buah yang sama saja memiliki perbedaan rata-
rata sekitar 1,8 juta (1%) dari nukleotidanya. Dengan demikian variabilitas nukleotida
dari populasi D. melanogaster kira-kira 1%. (Campbell, 2012)
Selain variasi yang teramati dalam suatu populasi, spesies juga menunjukkan
variasi geografis (geograpic variation), yakni perbedaan dalam komposisi genetik
dari populasi-populasi yang terpisah. Misalnya, variasi geografis dalam populasi-
populasi mencit rumah (Mus musculus) yang terpisahkan oleh pegunungan di sebuah
pulau Atlantik, Madeira. Mencit rumah terbawa ke Madeira secara tidak sengaja
melalui pendatang dari Portugal pada abad ke-15. Sejumlah populasi mencit telah
berevolusi di dalam isolasi. Para peneliti telah mengamati perbedaan-perbedaan pada
karotipe (set kromosom) dari populasi-populasi yang terisolasi itu. Pada beberapa
populasi, sejumlah kromosom awal telah berfusi (bergabung). Akan tetapi, pola dari
kromosom yang berfusi berbeda dari satu populasi ke populasi lain. Karena
perubahan tingkat kromosom tidak mengubah gen, efek-efek fenotipedari berbagai
perubahan tersebut pada mencit tampaknya netral. Dengan demikian variasi diantara
populasi-populasi tersebut tampaknya merupakan akibat dari kejadian kebetulan
(kehanyutan), bukan akibat dari seleksi alam. (Campbell, 2012)
1. Frekuensi Genotipe
Sebagai contoh, populasi ngenat terdiri atas 100 ekor; lungkang gen
karenanya terdiri atas 200 alel. Diantara 200 alel itu, terdapat 120 alel A (genap) dan
80 alel a (terang). (Rudolf H. Marx, 2017)
Frekuensi alel A dalam lungkang gen dinamakan p dan dalm kasus ini adalah
120:200 = 0,6 atau 60%. Frekuensi alel a disebut q dan adalah 80:200= 0,4 atau 40%.
Oleh karena dua alel inilah yang ada dalam contoh ini, jumlahnya tentulah 1,0 atau
100%: p + q = 1. (Rudolf H. Marx, 2017)
Oleh karena semuanya adalah genotip yang terdapat dalam contoh ini, lagi-
lagi jumlahnya pastilah 1,0 atau 100%: p2 + 2pq + q2 = 1. Dengan frekuensi-frekuensi
alel yang dipilih dalam contoh ini, hanya 16% ngengat akan memiliki warna sayap
terang, sementara 84% sisanya bewarna gelap. (Rudolf H. Marx, 2017)
Sesuai dengan genotipe dalam gamet mereka, induk hewan mewariskan alel A
atau alel a kepada keturunannya. Frekuensi alel-alel dalam generasi berikutnya paling
mudah dihitung dengan asumsi bahwa hanya ada satu keturunan. Untuk krturunan
selanjutnya, penghitungan yang samajuga berlaku. pE dan qE adalah frekuensi alel
pada generasi parental (induk); pN dan qN mempresentasikan frekuensi alel pada
generasi keturuna (anakan). (Rudolf H. Marx, 2017)
Seluruh populasi organisme yang berkembang biak, jumlah gamet yang turut
dalam pembentukan generasi berikutnya umumnya tidak akan terbagi sama banyak
antara gamet yang membawa alel dominan dan gamet yang membawa alel resesif.
Misalnya, pada suatu populasi hamster, 80% dari semua gamet yang terbentuk
mempunyai alel dominan untuk warna bulu hitam (B) dan 20% mempunyai alel
resesif untuk warna kelabu (b). Maka, 80% spermadalam lungkang gemet membawa
B, dengan demikian dapat diprediksi bahwa 64% (0,80 x 0,80 = 0,64) dari semua
zigot akan berupa BB. 0,64 merupakan hasil daripeluang bahwa setiap sperma
tunggal membawa B (0,80) dan bahwa tiap telur tunggal membawa B (0,80) juga.
20% sperma membawa b dan membuahi telur secara acak. Dengan demikian kita
harapkan 16% zigot yang terbentuk oleh kombinasi ini dan sifatnya menjadi
hetozigot (Bb). 16% lainnya dari zigot juga akan mrnjadi heterozigot karena
dihasikan dari 80% sperma B membuahi 20% telur b. Hanya 4% dari semua zigot
yang dihasilkan akan homozigot untuk bulu kelabu (bb) karena 20% dari sperma
yang membawa alel b hanya mempunyai 1 dalam5 kesempatan untuk membuahi telur
yang membawa b (0,20 x 0,20 = 0,04). (John W Kimball, 2001)
Variasi individual terjadi pada semua spesies. Selain perbedaan yang dapat
dilihat atau didengar, spesies memiliki variasi genetik luar biasa yang hanya dapat
teramati pada tingkat molekular. Misalnya, golongan darah seseorang tidak dapat
diidentifikasi hanya dari wujud fisiknya. (Campbell, 2012)
Beberapa variasi fenotip tidak diwariskan. Fenotipe adalah produk dari
genotipe yang terwariskan dan berbagai pengaruh lingkungan. Salah satu contohnya
pada manusia: para binaragawan mengubah fenotipe mereka secara drastis, namun
tidak mewariskan otot besar mereka ke generasi berikutnya. Hanya bagian genetik
dari variasi yang memiliki konsekuensi evolusioner. (Campbell, 2012)
3. Populasi Ideal
Hal di atas hanya berlaku jika kondisi-kondisi berikut terpenuhi:
Tidak ada genotipe tertentu yang kalah unggul dalam seleksi
Tidak ada mutasi
Tidak ada preferensi genotipe tertentu dalam reproduksi
Percampuran genotipe sempurna terjadi dalam populasi (panmiksia)
Tidak ada efek acak; populasi haruslah cukup besar sehingga frekuensi
mencerminkan nilai-nilai probabilitas
Tidak terjadi migrasi ataupun emigrasi
Nyaris tidak ada lingkungan yang kondisinya tidak berubah untuk waktu
sangat lama. Zaman es, letusan gunung berapi, dan juga perubahan-perubahan iklim
yang terkait musim mengubah kondisi hidup. Temuan-temuan paleontologi
menunjukkan bahwa sejumlah populai berhasl adaptasi terhadap kondisi yang
berubah, sementara yang lain menjadi punah. Dalam percobaan, pross adaptasi ini
hanya dapat diselidiki dengan populasi-populasi yang generasinya pendek. (Rudolf
H. Marx, 2017)