Anda di halaman 1dari 8

LAPORAN VARIASI SIFAT PADA TUMBUHAN

VARIASI SIFAT PADA TANAMAN Hibiscus rosa-sinensis

Disusun oleh:

Naily Irfana 4401412011

Narinda Intany 4401412090

Fina Lutfiya 4401412051

KELOMPOK LOKUS (3)

ROMBEL 1

PENDIDIKAN BIOLOGI/12

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

23 September 2014
Variasi Sifat pada Tanaman Hibiscus rosa-sinensis

I. Tujuan
1. Dapat menjelaskan tipe-tipe keragaman pada tanaman
2. Menyebutkan dan membedakan sedikitnya tiga ciri yang berbeda untuk suatu
karakter tertentu
3. Dapat mendiskripsikan hasil pengamatan tentang variasi pada tanaman
4. Dapat menyimpulkan dan mengkomunikasikan hasil pengamatan

II. Landasan Teori


Keragaman genetik merupakan variasi gen dalam satu spesies baik
diantara populasipopulasi yang terpisah secara geografis maupun di antara
individuindividu dalam satu populasi (Indrawan dkk., 2007). Syamsuardi dan Okada
(2002) menjelaskan bahwa informasi mengenai struktur genetik merupakan aspek
penting untuk memahami spesiasi, adaptasi atau perubahan genetik dalam populasi
tanaman dan spesies. Informasi keragaman genetik juga diperlukan untuk
mendukung kegiatan konservasi. Besarnya keragaman genetik mencerminkan
sumber genetik yang diperlukan untuk adaptasi ekologi dalam jangka waktu pendek
dan evolusi dalam jangka panjang (Indrawan dkk. 2007). Dengan adanya variabilitas
yang luas, proses seleksi dapat dilakukan secara efektif karena akan memberikan
peluang yang lebih besar untuk diperoleh karakter-karakter yang diinginkan. Salah
satu alternatif yang dapat diaplikasikan dalam rangka peningkatan variabilitas pada
tanaman apomiktik adalah melalui teknik mutasi buatan (Sobir dan Poerwanto 2007).
Gen adalah unitunit kromosom yang membawa kode untuk pembuatan
protein spesifik. Setelah dibentuk dan diberi kode oleh gen, proteinprotein ini
selanjutnya menentukan perkembangan serta tampilan, bentuk, dan fungsi dari
jaringan dan organ terkait. Alternatif atau bentuk yang berbedabeda dari suatu gen
dikenal sebagai alel (Indrawan dkk. 2007). Genotipe suatu individu menentukan
fenotipe yang beragam, sebagian diantaranya akan memberi kontribusi pada
kelestarian individu tersebut. Seleksi alam akan bekerja dengan cara memilih
individuindividu dengan kelestarian tertinggi dalam populasi. Dengan demikian,
kombinasikombinasi gen yang sesuai cenderung diteruskan atau diturunkan,
sedangkan yang kalah adaptif cenderung dihilangkan dari populasi (Elrod dan
Stansfield, 2007).
Keanekaragaman genetik dapat terjadi karena adanya perubahan
nukleotida penyusun deoxyribonucleic acid (DNA) (Suryanto, 2003). Mutasi
merupakan perubahan yang terjadi dalam DNA yang menyusun kromosom. Variasi
alel dari gen dapat mempengaruhi perkembangan dan fisiologi individu organisme.
Keragaman genetik bertambah ketika keturunan menerima kombinasi unik gen dan
kromosom dari induknya melalui rekombinasi gen yang terjadi melalui reproduksi
seksual. Gengen dipertukarkan antar kromosom. Kombinasi baru terbentuk ketika
kromosom dari kedua induk itu menyatu untuk membentuk keturunan dengan genetik
yang unik. Susunan keseluruhan dari gen dan alela dalam populasi disebut gene pool
(lungkang gen atau kumpulan gen) (Indrawan dkk. 2007).
Informasi hubungan genetik antara individu di dalam dan di antara spesies
mempunyai kegunaan penting bagi perbaikan tanaman. Dalam pemuliaan tanaman
pendugaan hubungan genetik sangat berguna untuk mengelola plasma nutfah,
identifikasi kultivar, membantu seleksi tetua persilangan serta mengurangi jumlah
individu yang dibutuhkan untuk mengambil sampel dengan kisaran keragaman yang
luas (Julisaniah dkk., 2008).
Semua tingkat keragaman genetik ini berkontribusi pada kemampuan
populasi untuk beradaptasi terhadap perubahan lingkungan. Spesies langka
seringkali memiliki keragaman genetik yang lebih sedikit sehingga menjadi lebih
mudah punah jika kondisi lingkungan berubah (Indrawan dkk. 2007). Lebih lanjut
Elrod dan Stansfield (2007) menyatakan besarnya keragaman di dalam suatu spesies
tergantung pada jumlah individu, kisaran penyebaran geografinya, tingkat isolasi dari
populasi dan sistem genetiknya. Peran penting juga dilakukan oleh proses-proses
seleksi alami serta faktor-faktor yang berpengaruh pada perubahan spasial dan
temporal pada komposisi genetik dari spesies atau populasi. Menurut Indrawan dkk.
(2007) keragaman genetik penting bagi kemampuan spesies dan populasi
beradaptasi terhadap perubahan kondisi lingkungan dan karena itu merupakan
persyaratan bagi kelangsungan hidupnya. Pada populasi seksual, gen direkombinasi
pada setiap generasi, menghasilkan genotipe baru. Kebanyakan keturunan spesies
seksual mewarisi separuh gennya dari induk betina dan separuhnya lagi dari induk
jantan, susunan genetiknya dengan demikian berbeda dengan kedua induknya atau
dengan individu yang lain di dalam populasi.
Berdasarkan penyebabnya, variasi dalam sistem biologi dibagi dua
yaitu variasi genetik yaitu variasi yang dihasilkan oleh faktor keturunan (gen) yang
bersifat kekal dan diwariskan secara turun temurun dari satu sel ke sel yang lain. Jika
gen berubah, maka sifat-sifat pun akan berubah. Sifat-sifat yang ditentukan oleh gen
disebut genotip. Ini dikenal sebagai pembawa. (Syamsuri, 2002). Variasi non genetik
atau variasi lingkungan yaitu yang ditentukan oleh faktor lingkungan seperti intensitas
cahaya, kelembaban, pH tanah, dan lain-lain. Keadaan faktor-faktor lingkungannya
sama dengan pohon yang pertama, sekalipun demikian hasil panennya berbeda.
Pengetahuan yang memadai tentang komposisi lingkungan akan menentukan
genotip yang sesuai untuk kondisi tertentu. (Welsh, 1991).
Dalam tahun 1908 G.H. Hardy ( seorang ahli matematika asal Inggris) dan
W. Weinberg (seorang dokter bangsa Jerman) secara terpisah menemukan dasar-
dasar yang ada hubungannya dengan frekuensi gen yang ada dalam populasi.
Prinsip yang berbentuk pernyataan teoritis itu dikenal sebagai
prinsip Ekuilibrium Hardy-Weinberg. Pernyataan itu menegaskan bahwa didalam
populasi yang ekuilibrium (dalam keseimbangan), maka baik frekuensi fenotip
maupun frekuensi genotip akan tetap dari satu generasi ke generasi seterusnya. Ini
dijumpai dalam populasi yang besar, diman perkawinan berlangsung secara acak
(random) dan tidak ada pilihan/pengaturan atau faktor lain yang dapat merunbah
frekuensi gen (Kusdiharti, 1996).
Tiga mekanisme yang memberi kontribusi pada variasi genetik yang timbul
akibat reproduksi seksual :
1) Pemilahan Kromosom secara Independen
Pada metafase I, pasangan homolog kromosom masing-masing terdiri atas
satu kromosom maternal dan satu kromosom paternal, diletakkan pada pelat
metafase. Orientasi pasangan homolog relatif terhadap kutub-kutub sel bersifat
random, ada dua kemungkinan alternatif untuk setiap pasangan.
Karena masing-masing pasangan kromosom homolog ditempatkan secara
independen terhadap pasangan lainnya dalam metafase I-orientasi ini sama
randomnya dengan pelemparan koin maka pembelahan meiotik pertama
menghasilkan pemilahan kromososm maternala dan paternal secar independen
ke dlam sel anak. Masing-masing gamet mewakili satu hasil dari semua
kemungkinan kombinasi antara kromosom maternal dan kromosom paternal.
Jumlah kemungkinan kombinasi untuk gamet yang terbentuk melalui meiosis yang
dimulai dengan dua pasanagn kromosom homolog adalah empat.
2) Pindah Silang
Pindah silang terjadi selama fase miosis I. Ketika kromosom homolog
pertama kali muncul bersama sebagai pasangan selama profase I, suatu
perlengkapan protein yang dinamakan kompleks sinaptomenal (Synaptomenal
complex) menggabungkan kromosom sehingga terikat kuat satu dengan yang
lainnya, fungsinya mirip sebuha risleting. Pemasangan berlangsung secara
cermat, penataan yang homolog satu sama lain gen demi gen. Pindah silang
terjadi ketika porsi homolog dua kromatid bukan saudara bertukar tempat. Lokasi
pertukaran genetik ini tampak pada mikroskop cahaya sebagai kiasmata. Yang
penting dipahami sekarang adalah bahwa indah silang dengan mengkombinasikan
DNA yang diwarisi dari kedua orangtua menjadi sebuah kromosom tunggal,
merupakan sumber variasi genetik yang penting dalam siklus hidup seksual
(Campbell et al, 2002).
3) Fertilisasi Random
Sifat random fertilisasi menambah variasi genetik yang ditimbulkan dari
meiosis. Bayangkan sebuah zigot yang dihasilkan dari sebuah perkawinan antara
wanita dan pria. Sel telur manusia, yang mewakili satu dari 8 juta kemungkinan
yang berbeda. Jadi, tanpa mempertimbangkan pindah silang sekalipun, pasangan
orang tua manapun akan menghasilkan sebuah zigot dengan salah satu dari
sekitar 64 triliun (8 juta x 8 juta) kombinasi diploid. Tidaklah mengherankan apabila
saudara perempuan dan saudara laki-laki dapat begitu berbeda. Anda benar-
benar unik.
Sejauh ini, kita telah memahami bahwa ada tiga sumber variabilitas genetik
dalam sebuah populasi organisme yang bereproduksi secara seksual
Pemilahan independen dari kromosom-kromosom homolog selama meiosis I.
Pemindahan silang antar kromosom-kromosom homolog selama profase
meiosis I.
Fertilisasi random satu sel telur oleh satu sperma.
Ketiga mekanisme tersebut mengubah susunan variasi gen yang dibawa oleh setiap
anggota populasi (Campbell et al, 2002).

III. Alat dan Bahan

1. Tanaman Hibiscus rosa-sinensis di sekitar area kampus dan di pinggir jalan


2. Alat tulis, penggaris, dan kamera

IV. Cara Kerja

Menentukan tanaman Mencari dan mengamati secara langsung


yang akan diamati variasi yang terlihat pada tumbuhan yang
variasinya ditemukan dan memotretnya

Mempresentasikan variasi yang


telah ditemukan pada tumbuhan
Hibiscus rosa-sinensis
V. Hasil Pengamatan

Nama Sifat Yang Variasi Sifat


Gambar
Tumbuhan Diamati Yang Dijumpai
Hibiscus Warna bunga Merah
rosa-
sinensis

Pink

Putih

Kelabu dengan
pangkal keunguan
Jumlah lingkar Satu tingkat
petala

Lebih dari satu


tingkat

Warna daun Hijau

Hijau dan putih

Bentuk petala Biasa (toreh


dangkal)
Bertoreh (toreh
dalam)

VI. Pembahasan

Pada percobaan tentang variasi yang ada pada spesies tumbuhan, digunakan
spesies Hibiscus rosa-sinensis sebagai satu sampel yang digunakan sebagai contoh
tumbuhan yang memiliki variasi dalam satu spesiesnya. Pengambilan sampel dilakukan
dengan cara mengambil beberapa gambar foto tumbuhan Hibiscus rosa-sinensis yang
ditemukan disekitar kampus dan sekitar pinggir jalan raya. Sifat yang ditemukan di
spesies ini antara lain variasi pada warna bunga, jumlah lingkar petala, warna daun, dan
kedalaman toreh pada petala. Variasi pada warna bunga antara lain ada yang berwarna
merah, pink, putih dan juga berwarna kelabu dengan pangkal petala berwarna keunguan.
Variasi pada jumlah lingkar petala, ada yang hanya ada satu tingkat dan ada yang lebih
dari satu tingkat lingkar petala. Variasi warna daun, ada yang memiliki satu warna (hijau),
dan ada yang memiliki dua warna dalam satu daun (hijau dan putih). Dan variasi terakhir
yang teramati adalah kedalaman toreh petala. Pada umumnya bunga Hibiscus rosa-
sinensis yang biasa memiliki toreh petala yang dangkal, sedangkan ada bunga yang
berukuran lebih kecil (berbeda individu/ variasi lain) memiliki toreh yang lebih dalam.
Sebenarnya masih ada lebih banyak lagi sifat pada tumbuhan Hibiscus rosa-sinensis
yang ada, namun hanya beberapa sifat yang teramati pada saat praktikum. Variasi yang
paling banyak dijumpai pada tanaman Hibiscus rosa-sinensis yaitu variasi pada warna
bunga yang beranekaragam antara lain dapat dijumpai warna bunga merah, pink, putih
dan kelabu dengan pangkal petala berwarna keunguan. Masih banyak variasi sifat pada
warna bunga, namun terbatasnya jangkauan maka tidak banyak variasi tumbuhan ini
yang dapat ditemukan.
Keanekaragaman tersebut merupakan variasi yang ada dalam satu spesies (variasi
gen), sifat individu ditentukan oleh gen yang dimilikinya. Variasi ada yang disebabkan
oleh gen dan ada yang dipengaruhi oleh lingkungan sehingga memunculkan fenotip yang
berbeda. Lowe dkk menyatakan bahwa variasi ini memungkinkan spesies untuk
berubah seiring waktu, sehingga bertahan hidup sesuai dengan perubahan kondisi
lingkungan. Diversitas genetik yang besar dapat menawarkan ketahanan yang lebih
besar Besarnya diversitas di dalam suatu spesies tergantung pada jumlah individu,
kisaran penyebaran geografinya, tingkat isolasi dari populasi dan sistem breeding-nya
(Lowe, Harris dan Ashton, 2006). Dengan adanya perubahan lingkungan, akan
mengakibatkan munculnya sifat yang berbeda meskipun memiliki gen yang sama. Jadi,
gen yang sama mampu memunculkan fenotip yang berbeda. Dan keanekaragaman gen
dapat memunculkan suatu varietas pada suatu spesies.
VII. Simpulan
1. Tipe keanekaragaman pada tanaman antara lain ada keanekaragaman gen,
spesies, genus, famili, dst.
2. Pada pembahasan telah dibedakan minimal tiga ciri yang berbeda untuk satu
karakter yang ada pada tumbuhan Hibiscus rosa-sinensis.
3. Pada tanaman Hibiscus rosa-sinensis dapat dijumpai berbagai macam variasi
sifat antara lain warna bunga, jumlah lingkar petala, warna daun, dan kedalaman
toreh pada petala. Untuk karakter warna bunga terdapat 4 macam variasi, jumlah
lingkar petala 2 macam, warna daun terdapat 2 macam, dan kedalaman toreh
petala terdapat 2 macam.
4. Hasil pengamatan dipresentasikan setelah praktikum di laboratorium biologi pada
23 September 2014.

VIII. Daftar Pustaka

Campbell, Neil A et al. 2002. Biologi Edisi Kelima Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Elrod, Susan dan William Stanfield. 2007. Genetika Edisi Keempat. Jakarta: Erlangga.
Indrawan, M., R. B. Primack dan J. Supriatna. 2007. Biologi Konservasi.
Jakarta:Yayasan Obor Indonesia.
Julisaniah, N. I., L. Sulistyowati, dan A. N. Sugiharto. 2008. Analisis kekerabatan
Mentimun (Cucumis sativus L.) Menggunakan Metode RAPD-PCR dan
Isozim. Biodiversitas. 9 (2): 99-102.
Kusdiharti. 1996. Genetika Tumbuh-Tumbuhan. UGM : Yogyakarta.
Lowe, A., S., Harris, and P., Ashton. 2006. Ecological Genetics (Design, Analysis and
Application). Blackwell publishing : Singapore
Sobir, Poerwanto R. 2007. Mangosteen genetic and Improvement. Intl J Pl Breed
1(2): 105-111.
Suryanto, D. 2003. Melihat Keanekaragaman Organisme Melalui BeberapaTeknik
Genetika Molekuler: USU digital library.
Suryati, Dotti. 2008. Penuntun Pratikum Genetika Dasar. Bengkulu: Lab. Agronomi
Universitas Bengkulu.
Syamsuardi dan Okada, Hiroshi. 2002. Genetic diversity and genetic structure of
populations of Ranunculus japonicus Thunb., (Ranunculaceae). Plant
Species Biology 17: 59-69.
Syamsuri, Istamar, dkk. 2002. Biologi. Jakarta: Erlangga.
Welsh, James R. 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Jakarta:
Erlangga

Anda mungkin juga menyukai