Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

PERBEDAAN MUTASI, MIGRASI, PENYIMPANGAN GENETIK DAN SELEKSI


ALAM SEBAGAI MEKANISME PERUBAHAN
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evolusi

Dosen Pengampu:
Dr. Eko Budi Minarno, M.Pd

Oleh:
Sekar Aulia (210602110069)
Rofiqa Ilhami (210602110073)
Alfina Safira (210602110079)
Safna Fauziatul M (210602110093)

PROGRAM STUDI BIOLOGI


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITASA ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2024
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Populasi adalah sekumpulan kelompok individu yang saling kawin dan termasuk ke
dalam suatu spesies tertentu serta berbagi tempat di daerah geografi yang sama. Suatu populasi
adalah satuan terkecil dari evolusi yang dapat berkembang. Evolusi terjadi ketika ada perubahan
di dalam struktur genetika dari suatu populasi. Sehingga, evolusi dapat diukur hanya dengan
melihat perubahan dalam pembagian relatif variasi dalam satu populasi selama beberapa generasi
(Sari, 2020). Adanya keragaman genetik dalam suatu populasi berarti terdapat variasi nilai
genotipe antar individu dalam populasi tersebut.

Keragaman genetik merupakan suatu variasi di dalam populasi yang terjadi akibat adanya
keragaman di antara individu yang menjadi anggota populasi (Kusuma dkk., 2016). Oleh karena
itu, sintesis modern menekankan arti penting populasi sebagai unit evolusi, peran sentral seleksi
alam sebagai mekanisme terpenting dalam evolusi, dan ide tentang gradualisme untuk
menjelaskan bagaimana perubahan besar (spesiasi) dapat berkembang sebagai suatu akumulasi
perubahan kecil (perubahan frekuensi alel) yang terjadi selama periode waktu yang panjang
(Campbell, 2012).

Menurut teorema Hardy-Weinberg “Frekuensi alel dan genotip dalam kumpulan gen
suatu populasi tetap konstan selama beberapa generasi kecuali kalau ada yang bertindak sebagai
agen lain selain rekombinasi seksual”. Teorema Hardy-Weinberg menjelaskan suatu kumpulan
gen yang berada dalam suatu kesetimbangan, yaitu suatu populasi yang tidak berevolusi. Nilai
kesetimbangan dari frekuensi alel dan genotip yang dihitung berdasarkan persamaan Hardy-
Weinberg memberikan dasar untuk melacak struktur genetik suatu populasi selama beberapa
generasi. Kesetimbangan Hardy-Weinberg hanya dapat dipertahankan jika:

a. Ukuran populasi sangat besar


b. Terisolasi dari populasi lain
c. Tidak ada mutasi
d. Perkawinan acak
e. Tidak ada seleksi alam

Seperti telah dikemukakan di atas, evolusi akan terjadi jika salah satu syarat tidak
terpenuhi. Jika frekuensi alel atau genotipnya menyimpang atau berubah dari nilai yang
diharapkan dari kesetimbangan Hardy-Weinber, maka populasi tersebut dinyatakan sedang
berevolusi. Dengan demikian, definisi evolusi pada tingkat populasi dapat dinyatakan sebagai
“perubahan frekuensi alel atau genotip populasi dari generasi ke generasi” atau “perubahan
dalam struktur genetik populasi”. Dengan demikian mekanisme dasar yang menyebabkan proses
evolusi adalah seleksi alam, hanjutan/pergeseran genetik (genetic drift), aliran gen (gene flow),
mutasi, dan perkawinan tidak acak (Afriani dkk., 2022).

Firman Allah SWT di dalam al-Quran Surah az-Zumar ayat 6, yang memliki arti:

“Dia menciptakan kamu dari nafs wāhidah kemudian Dia jadikan daripadanya pasangannya
dan Dia menurunkan untuk kamu delapan ekor yang berpasangan dari binatang ternak. Dia
menjadikan kamu dalam perut ibumu kejadian demi kejadian dalam tiga kegelapan. Yang
(berbuat) demikian itu adalah Allah, Tuhan kamu, Tuhan yang mempunyai kerajaan. Tidak ada
Tuhan selain dia; Maka bagaimana kamu dapat dipalingkan?” (Q.S az-Zumar: 6).

Menurut Syahrur dalam Aniroh (2017) ayat ini memuat konsep integral (menyeluruh)
mengenai sejarah penciptaan manusia berikut tahapan perkembangannya (evolusi) hingga
menjadi bentuknya yang sekarang. Syaḥrūr memahami bahwa dasar dari penciptaan adalah
tunggal, bukan berdasarkan hukum perkawinan/berpasangan. Kemudian, darinya muncullah
makhluk bersel tunggal dan ia berkembang dengan cara membelah diri hingga muncullah
organisme berkembang biak melalui jalur seksual yang telah memiliki keragaman jenis dan
bentuknya setelah melalui tahapan panjang evolusinya (Aniroh, 2017).

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui perbedaan mutasi, migrasi,
penyimpangan genetik dan seleksi alam sebagai mekanisme perubahan
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Mutasi
Mutasi berasal dari kata Mutatus (bahasa latin) yang artinya adalah perubahan. Mutasi
didefinisikan sebagai perubahan materi genetik (DNA) yang dapat diwariskan secara genetis ke
keturunannya. Istilah mutasi pertama kali digunakan oleh Hugo de Vries, untuk mengemukakan
adanya perubahan fenotipe yang mendadak pada bunga Oenothera lamarckiana dan bersifat
menurun (Kurniati dkk., 2015). Mutasi adalah perubahan pada materi genetik suatu makhluk
yang terjadi secara tiba-tiba, acak, dan merupakan dasar bagi sumber variasi organisme hidup
yang bersifat terwariskan (heritable). Mutasi juga dapat diartikan sebagai perubahan struktural
atau komposisi genom suatu jasad yang dapat terjadi karena faktor luar (mutagen) atau karena
kesalahan replikasi. Peristiwa terjadinya mutasi disebut mutagenesis. Makhluk hidup yang
mengalami mutasi disebut mutan dan faktor penyebab mutasi disebut mutagen (mutagenic
agent). Perubahan urutan nukleotida yang menyebabkan protein yang dihasilkan tidak dapat
berfungsi baik dalam sel dan sel tidak mampu mentolerir inaktifnya protein tersebut, maka akan
menyebabkan kematian (lethal mutation) (Amir, 2018).
Mutasi dapat mempengaruhi DNA maupun kromosom. DNA dapat dipengaruhi pada saat
sintesis DNA (replikasi). Pada saat tersebut faktor mutagenik mempengaruhi pasangan basa
nukleotida sehingga tidak berpasangan dengan basa nukleotida yang seharusnya (mismatch).
Misalnya triplet cetakan DNA adalah TTA. Namun karena adanya mutagen menyebabkan DNA
polimerase memasangkan A dengan C, bukan dengan T (Kurniati dkk., 2015). Mutasi ditandai
dengan adanya perubahan pada materi genetik yang akhirnya menyebabkan keragaman genetik.
Perubahan pada materi genetik ini dapat diwariskan hingga akhirnya memunculkan bentuk-
bentuk alternatif gen. Secara garis besar, terdapat dua macam mutasi yaitu mutasi yang
mempengaruhi gen dan mutasi yang mempengaruhi keseluruhan kromosom (penyimpangan
kromosomal). Mutasi gen pada tingkat nukleotida disebut mutasi titik (point mutation) (Aristya
dkk., 2018).
Mutasi adalah perubahan yang terjadi pada bahan genetik (DNA maupun RNA), baik
pada taraf urutan gen maupun pada taraf kromosom. Mutasi pada tingkat kromosom disebut
aberasi. Mutasi pada gen dapat mengarah pada munculnya alel baru dan menjadi dasar bagi
kalangan pendukung evolusi mengenai munculnya variasi-variasi baru pada spesies. Perubahan
pada sekuens basa DNA akan menyebabkan perubahan pada protein yang dikode oleh gen.
Contohnya, bila gen yang mengkode suatu enzim mengalami mutasi, maka enzim yang dikode
oleh gen mutan tersebut akan menjadi inaktif atau berkurang keaktifannya akibat perubahan
sekuens asam amino. Namun mutasi dapat pula menjadi menguntungkan bila enzim yang
berubah oleh gen mutan tersebut justru meningkat aktivitasnya dan menguntungkan bagi sel
(Sona, 2021).

2.1.1 Penggolongan Mutasi


a. Berdasarkan Kejadiannya
Jenis mutasi berdasarkan penyebab terjadinya atau kejadiannya, dapat dibedakan menjadi
2, yaitu: mutasi spontan (spontaneous mutation) dan mutasi induksi (induced mutation)
(Siregar, 2015).
1) Mutasi Spontan (spontaneous mutation)
Mutasi spontan adalah mutasi (perubahan materi genetik) yang terjadi akibat adanya
sesuatu pengaruh yang tidak jelas, baik dari lingkungan luar maupun dari internal
organisme itu sendiri. Mutasi ini terjadi di alam secara alami (spontan), dan secara
kebetulan (Siregar, 2015).
2) Mutasi Induksi (induced mutation)
Mutasi terinduksi adalah mutasi yang terjadi akibat paparan dari sesuatu yang jelas,
misalnya paparan sinar UV, senyawa kimia mutagenic, obat obatan dll. (Siregar, 2015).

b. Berdasarkan Tempat Terjadinya


Jenis mutasi berdasarkan tempat terjadinya atau berdasarkan jenis sel yang bermutasi
dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : (Arumingtyas, 2019).
1) Mutasi Somatik
Mutasi somatik adalah mutasi yang terjadi pada sel-sel somatik. Mutasi somatik
dapat diturunkan dan dapat pula tidak diturunkan. Mutasi somatik pada embrio/janin
biasanya dapat menyebabkan cacat bawaan sedangkan mutasi somatik pada orang dewasa
cenderung menyebabkan kanker (Arumingtyas, 2019).
2) Mutasi Germinal
Mutasi germinal adalah mutasi yang terjadi pada sel gamet (sel ovum pada perempuan
dan sel sperma pada laki-laki). Karena terjadinya di sel gamet, maka akan diwariskan ke
keturunan berikutnya. Apabila mutasi tersebut menghasilkan sifat dominan, akan
terekspresi pada keturunannya. Bila resesif maka ekspresinya akan tersembunyi
(Arumingtyas, 2019).

c. Faktor Penyebab Mutasi (Mutagen)


Mutasi gen disebabkan oleh adanya perubahan dalam urutan nukleotida materi genetik.
Secara umum, faktor yang menyebabkan terjadinya mutasi dapat berasal dari faktor internal
(kesalahan saat replikasi DNA) atau faktor eksternal seperti lingkungan (Amir, 2018).
1) Kesalahan saat replikasi DNA
Kesalahan pasangan basa (mismatch) kadang juga terjadi saat replikasi DNA.
Walaupun kejadian ini dapat terjadi dengan proporsi 1: 100.000.000 kesalahan pasangan
basa. Oleh sebab itu adanya DNA repair sangat berperan untuk mendeteksi kesalahan
pemasangan basa tersebut setelah terjadinya replikasi. Apabila peran DNA repair ini
tidak berjalan dengan baik, maka akan memicu terjadinya mutasi DNA. Tidak bekerjanya
DNA repair dalam memperbaiki DNA atau gagalnya proses perbaikan DNA yang rusak
oleh DNA repair juga dapat disebabkan oleh faktor lingkungan yang menyebabkan DNA
repair tidak mampu bekerja memperbaiki DNA yang rusak (Corvianindya, 2001).
2) Faktor Kimia
Mutagen bahan kimia, contohnya adalah kolkisin dan zat digitonin. Kolkisin adalah
zat yang dapat menghalangi terbentuknya benang-benang spindel pada proses anafase
dan dapat menghambat pembelahan sel pada anafase. Penyebab mutasi dalam lingkungan
yang bersifat kimiawi disebut juga mutagen kimiawi. Mutagen-mutagen kimiawi tersebut
dapat dipilah menjadi 3 kelompok, yaitu analog basa, agen pengubah basa, agen penyela
(Arumingtyas, 2019).
3) Faktor Fisika
Mutagen bahan fisika, contohnya sinar ultraviolet, sinar radioaktif,dll. Sinar ultraviolet
dapat menyebabkan kanker kulit. Penyebab mutasi dalam lingkungan yang bersifat fisik
adalah radiasi dan suhu. Radiasi sebagai penyebab mutasi dibedakan menjadi radiasi
pengion dan radiasi bukan pengion. Radiasi pengion adalah radiasi berenergi tinggi
sedangkan radiasi bukan pengion adalah radiasi berenergi rendah. Contoh radiasi pengion
adalah radiasi sinar X, dan sinar gamma. Contoh pengion adalah radiasi sinar UV.
Radiasi pengion mampu menembus jaringan atau tubuh makhluk hidup karena berenergi
tinggi. Sementara radiasi bukan pengion hanya dapat menembus lapisan sel-sel
permukaan karena berenergi rendah (Putra, 2018).
4) Faktor Biologis
Mutagen bahan biologi, diduga virus dan bakteri dapat menyebabkan terjadinya
mutasi. Hal ini disebabkan karena materi genetik dari bahan biologis ini dapat
terinkorporasi dengan inangnya sehingga mengakibatkan adanya perubahan susunan awal
nukleotida inangnya. Hal ini diduga memicu terjadinya mutasi (Amir, 2018).

d. Berdasarkan Jenis
Jenis mutasi berdasarkan jenis/ tipe mutasi, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:mutasi
kromosom (mutasi besar) dan mutasi DNA (mutasi gen atau mutasi titik) kromosom
(Aristya, 2018).
1. Mutasi Kromosom
Mutasi kromosom yaitu mutasi yang disebabkan karena perubahan struktur
kromosom atau perubahan jumlah kromosom. Perubahan kromosom yang dapat diamati
dikenal sebagai variasi kromosom atau mutasi besar/ gross mutation atau aberasi. Mutasi
kromosom sering terjadi karena kesalahan pada meiosis maupun pada mitosis. Pada
prinsipnya, mutasi kromosom digolongkan menjadi dua, yaitu mutasi kromosom akibat
perubahan jumlah kromosom dan mutasi kromosom akibat perubahan struktur kromosom
(Aristya, 2018).
1) Mutasi Kromosom Akibat Perubahan Jumlah Kromosom
Mutasi kromosom yang yang ditandai dengan perubahan jumlah kromosom
(ploid), terjadi karena kehilangan atau penambahan perangkat kromosom (genom),
atau yang disebut dengan istilah euploid. Sedangkan mutasi yang hanya terjadi pada
salah satu kromosom dari genom disebut aneuploid (Munawir, 2020).
Euploid (eu = benar; ploid = unit) yaitu jenis mutasi dimana terjadi perubahan
pada jumlah n. Makhluk hidup yang terjadi dari perkembangbiakan secara kawin,
pada umumnya bersifat diploid, memiliki 2 perangkat kromosom atau 2 genom pada
sel somatisnya (2n kromosom). Organisme yang kehilangan I set kromosomnya
sehingga memiliki satu genom atau satu perangkat kromosom (n kromosom) dalam
sel somatisnya disebut monoploid. Sedang organisme yang memiliki lebih dari dua
genom disebut polyploid (Munawir, 2020).
2) Mutasi Kromosom Akibat Perubahan Struktur Kromosom
Mutasi karena perubahan struktur kromosom atau kerusakan bentuk kromosom
disebut juga dengan istilah aberasi kromosom. Macam-macam aberasi kromosom
adalah sebagai berikut: (Maheswari, 2021).
a) Delesi atau defisiensi
Delesi adalah mutasi karena kekurangan segmen kromosom. Defisiensi dapat
menyebabkan kematian, separuh kematian, atau menurunkan viabilitas. Pada
tanaman, defisiensi yang ditimbulkan oleh perlakuan bahan mutagen (radiasi)
sering ditunjukkan dengan munculnya mutasi klorofil. Macam-macam delesi
antara lain:
 Delesi terminal : Delesi yang kehilangan ujung segmen kromosom
 Delesi interstitial : Delesi yang kehilangan bagian tengah kromosom.
 Delesi cincin : Delesi yang kehilangan segmen kromosom sehingga berbentuk
lingkaran seperti cincin.
 Delesi loop : Delesi cincin yang membentuk lengkungan pada kromosom
lainnya.
b) Duplikasi
Mutasi karena kelebihan segmen kromosom. Mutasi ini terjadi pada waktu
meiosis, sehingga memungkinkan adanya kromosom lain (homolognya) yang
tetap normal. Duplikasi menampilkan cara peningkatan jumlah gen pada kondisi
diploid. Duplikasi dapat terjadi melalui beberapa cara seperti: pematahan
kromosom yang kemudian diikuti dengan transposisi segmen yang patah,
penyimpangan dari mekanisme crossing-over pada meiosis (fase pembelahan sel),
rekombinasi kromosom saat terjadi translokasi, sebagai konsekuensi dari inversi
heterozigot, dan sebagai konsekuensi dari perlakuan bahan mutagen. Beberapa
kejadian duplikasi telah dilaporkan dapat meningkatkan viabilitas tanaman.
Pengaruh radiasi terhadap duplikasi kromosom telah banyak dipelajari pada
bermacam jenis tanaman seperti jagung, kapas, dan barley (Aristya, 2018).
c) Translokasi
Translokasi adalah mutasi yang mengalami pertukaran segmen kromosom ke
kromosom non homolog. Translokasi terjadi apabila dua benang kromosom patah
setelah terkena energi radiasi, kemudian patahan benang kromosom bergabung
kembali dengan cara baru. Patahan kromosom yang satu berpindah atau bertukar
pada kromosom yang lain sehingga terbentuk kromosom baru yang berbeda
dengan kromosom aslinya. Translokasi dapat terjadi baik di dalam satu kromosom
(intrachromosome) maupun antar kromosom (interchromosome). Translokasi
sering mengarah pada ketidakseimbangan gamet sehingga dapat menyebabkan
kemandulan (sterility) karena terbentuknya chromatids dengan duplikasi dan
penghapusan. Alhasil, pemasangan dan pemisahan gamet jadi tidak teratur
sehingga kondisi ini menyebabkan terbentuknya tanaman aneuploidi. Translokasi
dilaporkan telah terjadi pada tanaman Aegilops umbellulata dan Triticum
aestivum yang menghasilkan mutan tanaman tahan penyakit (Apsari dkk., 2018).
d) Inversi
Inversi adalah mutasi yang mengalami perubahan letak gen-gen, karena selama
meiosis kromosom terpilin. Inversi terjadi karena kromosom patah dua kali secara
simultan setelah terkena energi radiasi dan segmen yang patah tersebut berotasi
180o dan menyatu kembali. Kejadian bila sentromer berada pada bagian
kromosom yang terinversi disebut perisentrik, sedangkan bila sentromer berada di
luar kromosom yang terinversi disebut parametik Inversi perisentrik berhubungan
dengan duplikasi atau penghapusan kromatid yang dapat menyebabkan aborsi
gamet atau pengurangan frekuensi rekombinasi gamet (Apsari dkk., 2018).

2. Mutasi Gen
Mutasi gen pada dasarnya merupakan mutasi titik. Mutasi titik (point mutation)
merupakan perubahan kimiawi pada satu atau beberapa pasangan basa dalam satu gen
tunggal. Peristiwa yang terjadi pada mutasi gen adalah perubahan urutan-urutan DNA.
Jenis-jenis mutasi gen adalah sebagai berikut: (Apsari dkk., 2018).
1) Missense mutation (mutasi salah arti)
Mutasi salah arti (missense mutation), yaitu perubahan suatu kode genetik
(umumnya pada posisi 1 dan 2 pada kodon) sehingga menyebabkan asam amino yang
terkait pada rantai polipeptida berubah. Perubahan pada asam amino dapat
menghasilkan fenotip mutan apabila asam amino yang berubah merupakan asam
amino esensial bagi protein tersebut (Amir, 2018).
2) Silent mutation (mutasi diam)
Mutasi diam (silent mutation), yaitu perubahan suatu pasangan basa dalam gen
(pada posisi 3 kodon) yang menimbulkan perubahan satu kode genetik tetapi tidak
mengakibatkan perubahan atau pergantian asam amino yang dikode (Amir, 2018).
3) Nonsense mutation (mutasi tanpa arti)
Mutasi tanpa arti (nonsense mutation), yaitu perubahan kodon asam amino
tertentu menjadi kodon stop (UAG, UGA dan UAA), yang mengakhiri rantai,
mengakibatkan berakhirnya pembentukan protein sebelum waktunya selama translasi.
Hasilnya adalah suatu polipeptida tak lengkap yang tidak berfungsi. Hampir semua
mutasi tanpa arti mengarah pada inaktifnya suatu protein sehingga menghasilkan
fenotip mutan (Amir, 2018).
4) Frameshift mutation (mutasi pergeseran kerang baca)
Mutasi Pergeseran Kerangka/perubahan rangka baca (frameshift mutation).
Mutasi ini merupakan akibat penambahan atau kehilangan satu atau lebih nukleotida
di dalam suatu gen. Hal ini mengakibatkan bergesernya kerangka pembacaan. Selama
berlangsungnya sintesis protein, pembacaan sandi genetis dimulai dari satu ujung
acuan protein yaitu mRNA, dan dibaca sebagai satuan tiga basa secara berurutan.
Karena itu mutasi pergeseran kerangka pada umumnya menyebabkan terbentuknya
protein yang tidak berfungsi sebagai akibat disintesisnya rangkaian asam amino yang
sama sekali baru dari pembacaan rangkaian nukleotida mRNA yang telah bergeser
kerangkanya (yang ditranskripsikan dari mutasi pada DNA sel) (Amir, 2018).
2.2 Migrasi (Gene Flow)
Aliran gen (Gene Flow) terjadi sebagai akibat adanya keberhasilan transfer alel dari satu
populasi ke populasi lainnya. Aliran gen (juga disebut campuran gen atau migrasi gen) adalah
pertukaran dari variasi genetik antar populasi, ketika faktor geografi dan habitat bukan rintangan
(Kaňuch et al., 2020). Secara singkat aliran gen adalah pergerakan dan penggabungan alel antar
populasi. Aliran gen cenderung mengurangi perbedaan antara populasi yang telah terakumulasi
akibat seleksi alam /pergeseran genetik (genetic drift). Jika hal ini terjadi cukup luas, aliran gen
akhirnya dapat menyatukan populasi yang berdekatan menjadi sebuah populasi tunggal dengan
struktur genetik yang sama (Campbell et al., 2012). Dengan demikian, aliran gen antar populasi
dapat menyebabkan perubahan frekuensi genetika ketika alel dari satu populasi menyebar
melalui genotipe populasi lainnya (Kaňuch., et al. 2020). Hal ini secara fundamental mengubah
perjalanan evolusi yang penting bagi populasi hewan dan tumbuhan (Ellstrand et al., 2016).

Ketika terdapat rintangan ke aliran gen, situasi ini dimasukkan ke dalam istilah isolasi
reproduksi dan merupakan hal yang penting untuk terjadinya spesiasi. Gerak bebas alel melalui
suatu populasi mungkin juga dirintangi oleh struktur populasi. Sebagai contoh, kebanyakan
populasi di dunia nyata tidaklah benar-benar secara penuh dapat saling berbiak silang. Jarak
geografi mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pergerakan alel di dalam populasi (Campbell
et al., 2012). Contoh aliran gen dalam sebuah spesies meliputi migrasi dan perkembangbiakan
organisme atau pertukaran serbuk sari. Migrasi menjadi penyebab utama apa yang dimaksud
dengan frekuensi alel dan gene flow.

Migrasi adalah perpindahan individu atau sekelompok individu dari suatu populasi ke
populasi lainnya (Khoiriyah, 2014) secara berulang dan seringkali bersiklus di antara wilayah
geografis yang sama (misalnya antara musim dingin dan daerah berkembang biak) (Edelaar &
Bolnick, 2012). Istilah evolusi, migrasi mengacu pada perpindahan dan penyebaran alel oleh
individu atau gamet dari dalam atau keluar suatu populasi (Tigano & Friesen, 2016). Migrasi ke
dalam atau ke luar populasi dapat mengubah frekuensi alel, serta menambah variasi genetika ke
dalam suatu populasi (Khoiriyah, 2014). Imigrasi dapat menambah bahan genetika baru ke
lungkang gen yang telah ada pada suatu populasi. Sebaliknya, emigrasi dapat menghilangkan
bahan genetika. Transfer gen melalui migrasi antar spesies meliputi pembentukan organisme
hibrid dan transfer gen horizontal yang berdampak pada frekuensi alel dan genotip populasi asli
akan mengalami perubahan (Khoiriyah, 2014).

Frekuensi gen dan frekuensi genotip merupakan hal penting dalam melakukan
karakterisasi suatu populasi. Berdasarkan frekuensi gen dan frekuensi genotip inilah kekhasan
suatu populasi dapat diketahui (Khoiriyah. 2014). Mekanisme berubahnya frekuensi gen melalui
migrasi yang dimediasi oleh lingkungan dapat mempengaruhi struktur dan keanekaragaman
genetik populasi spesies yang umumnya memiliki banyak jaringan penyebaran. Misalnya, jalur
penyebaran di sungai dan di darat dapat menentukan bagaimana dan apakah proses evolusi
mempengaruhi perbedaan genetik dalam suatu metapopulasi. Kemampuan penyebaran yang kuat
dapat mengurangi efek isolasi yang diakibatkan oleh jarak aliran air atau kendala topograf (Chiu
et al., 2023). Dalam hal ini, aliran gen merupakan faktor penentu struktur genetik dalam
metapopulasi (yaitu proses dimana populasi lokal terhubung secara spasial melalui penyebaran
sebagai bukti evolusi.

2.3 Penyimpangan Genetik (Genetic Drift)

Variasi acak dalam frekuensi alel suatu kumpulan gen disebut penyimpangan genetik
(genetic drift). Meskipun hal ini dapat terjadi pada populasi kecil maupun besar, kelompok kecil
adalah yang paling sering terjadi. Pergeseran genetik dianggap sama pentingnya dengan seleksi
alam sebagai mekanisme evolusi. Meskipun kepentingan relatif dari keduanya masih
diperdebatkan, ukuran populasi memang berperan. Pada populasi yang lebih kecil,
penyimpangan mungkin jauh lebih signifikan. Efek pendiri dan efek leher botol adalah dua
contoh dari proses stokastik ini. Pergeseran genetik adalah proses acak, oleh karena itu berbagai
populasi akan memiliki hasil yang berbeda (Mader, 2001). Variasi acak dalam frekuensi gen
dalam suatu populasi gen yang disebabkan oleh isolasi, migrasi, atau kematian dikenal sebagai
penyimpangan genetik. Ada dua faktor yang dapat berkontribusi pada penyimpangan genetik: (1)
efek bottleneck, yang terjadi ketika sejumlah spesies berpindah tempat akibat bencana alam
seperti kebakaran atau gempa bumi, dan (2) efek pendiri (Munawir, 2020).

Variasi acak dalam frekuensi gen dari populasi kecil yang terisolasi dikenal sebagai
penyimpangan genetik. Sebuah populasi tertentu tidak akan berubah sebagai akibat dari
perkawinan acak. Hukum Hardy-Weinberg dapat digunakan untuk menghitung populasi acak.
Pernyataan hukum "frekuensi gen dalam populasi dapat tetap stabil dan tetap dalam
keseimbangan dari satu generasi" berasal dari Hardy Weinberg. Kriteria berikut harus dipenuhi
agar prinsip ini dapat diterapkan (Pratiwi dkk., 2014):

● Perkawinan secara acak atau random.


● Tidak ada seleksi alam.
● Jumlah populasi besar.
● Tidak terjadi mutasi maju atau balik.
● Tidak ada migrasi

Hanyutan genetik (genetic drift) adalah perubahan atau pelepasan frekuensi alel secara
acak. Pada populasi yang relatif kecil, hal ini sangat penting. Alel 1 dari 2 sebenarnya memiliki
peluang 0,8% untuk lolos. Frekuensi alel selalu dipengaruhi oleh pergeseran genetik, meskipun
tidak terlalu berpengaruh pada populasi yang besar. Bahkan ketika ada agen perubahan tambahan
(evolutif) yang berfungsi secara bersamaan untuk menggeser frekuensi alel ke berbagai arah,
pergeseran genetik tetap memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perubahan frekuensi
alel pada populasi kecil yang terdiri dari kurang dari 100 individu. Baik dampak pendiri maupun
dampak hambatan dapat menyebabkan penyimpangan genetik. Sekelompok orang yang menetap
di lokasi baru dan memulai koloni mereka sendiri disebut memiliki dampak pendiri. Karena
perkawinan antar-koloni, frekuensi alel dari koloni baru ini mungkin berbeda dari populasi
induknya. Di sisi lain, efek bottleneck menggambarkan situasi di mana sebagian besar populasi
musnah dan individu yang tersisa berkembang biak hingga jumlah populasi mencapai tingkat
awal, meskipun dengan variasi alel yang berkurang (Hall, 2011).

1) Efek Pendiri
Efek pendiri mengacu pada kemungkinan bahwa sekelompok kecil orang yang terisolasi
dapat menciptakan populasi baru dengan kumpulan gen yang berbeda dari populasi aslinya. Efek
pendiri dapat terjadi, misalnya, ketika badai menyapu sebagian kecil populasi ke pulau baru.
Dalam situasi ini, penyimpangan genetik-kejadian acak yang mengubah frekuensi alel-terjadi
karena badai memindahkan beberapa individu (dan alel mereka) dari populasi sumber tanpa
diskriminasi, sementara meninggalkan individu lain (dan alel mereka). Pada komunitas manusia
yang terisolasi, tingginya insiden beberapa penyakit genetik mungkin disebabkan oleh efek
pendiri (Campbell, 2012).

2) Efek Leher Botol

Peristiwa lingkungan yang tidak terduga, seperti kebakaran atau banjir, dapat
menurunkan populasi secara signifikan. Efek bottleneck, disebut demikian karena populasi telah
melewati "leher botol" yang membatasi ukuran, dapat diakibatkan oleh penurunan tajam dalam
ukuran populasi. Secara kebetulan, beberapa alel mungkin cukup lazim di antara orang-orang
yang masih hidup, sementara yang lain mungkin hanya ditemukan dalam jumlah yang sangat
sedikit atau tidak sama sekali. Kumpulan gen dapat dipengaruhi secara signifikan oleh
pergeseran genetik yang sedang berlangsung hingga populasi tumbuh ke ukuran di mana
kejadian acak tidak terlalu berdampak. Sebuah populasi yang telah melewati bottleneck mungkin
tidak akan pernah sepenuhnya kembali ke ukuran awalnya, tetapi variasi genetik di dalamnya
mungkin tetap rendah untuk waktu yang tidak terbatas karena penyimpangan genetik yang terjadi
pada saat itu masih kecil (Campbell, 2012).
2.3.1 Efek-Efek Hanyutan Genetik

Contoh-contoh yang telah dijabarkan menyoroti empat poin utama, yaitu (Campbell et
al., 2012):

1. Hanyutan genetik signifikan pada populasi kecil

Alel dapat muncul secara berlebihan atau muncul dalam jumlah yang sangat kecil pada
generasi berikutnya karena kejadian acak. Meskipun kejadian acak terjadi pada populasi
dengan berbagai ukuran, kejadian tersebut hanya mengubah frekuensi alel secara signifikan
pada populasi kecil.

2. Hanyutan genetik dapat menyebabkan frekuensi alel berubah secara acak

Frekuensi alel dapat naik satu tahun dan turun di tahun berikutnya karena hanyutan
genetik; variasi dari tahun ke tahun tidak terduga. Dengan demikian, frekuensi alel
berfluktuasi secara acak dari waktu ke waktu karena hanyutan genetik, berbeda dengan
seleksi alam, yang secara terus menerus mendukung beberapa alel daripada yang lain dalam
lingkungan tertentu.

3. Hanyutan genetik dapat menyebabkan hilangnya variasi genetik dalam populasi

Hanyutan genetik adalah proses di mana frekuensi alel berubah secara sewenang-wenang
dari waktu ke waktu, menghilangkan alel dari populasi. Variasi genetik diperlukan untuk
evolusi, sehingga kehilangan ini dapat berdampak pada kapasitas populasi untuk beradaptasi
dengan perubahan kondisi lingkungan.

4. Hanyutan genetik dapat menyebabkan alel-alel berbahaya menjadi tetap

Sementara alel yang tidak diinginkan dapat diperbaiki secara kebetulan melalui hanyutan
genetik, alel yang tidak berbahaya dapat lenyap. Hanyutan genetik berpotensi menyebabkan
fiksasi alel yang sedikit merusak pada populasi kecil. Kelangsungan hidup populasi dapat
terganggu jika hal ini terjadi (seperti yang terjadi pada unggas padang rumput Illinois yang
sangat besar).

2.4 Seleksi Alam

Seleksi alam adalah pusat pemikiran utama tentang bagaimana perubahan evolusioner
terjadi. Faktor-faktor lain juga memainkan peran penting dalam evolusi, seperti, penyimpangan
genetik atau peristiwa kebetulan, tetapi seleksi alam variasi keturunan biasanya diangkat sebagai
yang pertama dan hipotesis utama untuk menjelaskan morfologi yang kompleks sekalipun
(König, 2001). Seleksi alam adalah proses alami di mana organisme yang paling cocok untuk
lingkungannya memiliki peluang lebih besar untuk bertahan hidup dan berkembang biak.
Terdapat dua jenis seleksi alam yang umum, yaitu seleksi ekologis dan seleksi seksual (Shuker
and Kvarnemo, 2021).

a. Seleksi Ekologis

Seleksi ekologis terjadi ketika kondisi lingkungan mempengaruhi kemampuan suatu


organisme untuk bertahan hidup dan bereproduksi. Organisme yang memiliki sifat-sifat yang
sesuai dengan lingkungan tempat mereka hidup akan memiliki keunggulan dalam bertahan hidup
dan menghasilkan keturunan. Contohnya, dalam sebuah habitat dengan makanan yang terbatas,
organisme yang memiliki adaptasi untuk memperoleh makanan dengan efisien akan lebih
mungkin bertahan hidup dan melanjutkan garis keturunannya.

b. Seleksi Seksual

Seleksi seksual terjadi ketika individu dari satu jenis kelamin memilih pasangan
berdasarkan karakteristik tertentu, seperti warna bulu atau ukuran tubuh. Proses ini dapat
mengarah pada perkembangan fitur-fitur tertentu pada organisme yang tidak selalu berkontribusi
langsung pada kelangsungan hidup, tetapi meningkatkan kesempatan untuk berkembang biak.
Contohnya, burung jantan dengan bulu berwarna cerah dapat menarik perhatian burung betina
dan meningkatkan peluang mereka untuk berkembang biak.

2.4.1 Macam-Macam Seleksi Alam


Pengaruh seleksi alam dalam penurunan frekuensi suatu sifat dalam suatu populasi
berlangsung dengan tiga cara sebagai berikut: (Vitasari, 2013).
1. Seleksi penstabilan (stabilizing selection), bekerja terhadap fenotip ekstrim dan menyukai
varian antara yang lebih umum. Seleksi ini mengurangi variasi dan mempertahankan keadaan
yang tetap pada suatu waktu tertentu untuk suatu fenotip khusus. Sebagai contoh jika terdapat
populasi kelinci yang panjang kakinya bervariasi pada lingkungan yang didalamnya terdapat
anjing hutan, kelinci yang kakinya panjang akan tereliminasi karena mereka tidak dapat
melintasi lubang-lubang kecil untuk melarikan diri dari anjing hutan. Kelinci yang kakinya
pendek juga akan tereliminasi, karena mereka tidak dapat berlari cepat untuk menghindarkan
diri dari anjing hutan. Hasilnya adalah populasi kelinci yang panjang kakinya sedang relatif
lebih bertahan. Variasi kelinci akan berkurang dan populasi akan stabil.
2. Seleksi langsung (directional selection), seleksi ini menggeser keseluruhan susunan populasi
dengan cara lebih menyukai salah satu varian yang ekstrim. Sebagai contoh jika di sebuah
hutan terdapat populasi jerapah. Misalkan makanan jerapah adalah daun-daun sejenis pohon
yang ukurannya cukup tinggi. Proses seleksi nya mengarah ke leher yang lebih panjang.
3. Seleksi penganekaragaman (diversifying selection), menyeleksi sifat rata-rata dan lebih
menyukai sifat yang ekstrim. Contoh ukuran biji populasi pohon oak yang berkisar dari yang
kecil hingga yang besar. Jika suatu spesies tupai pemakan biji oak menyerbu hutan. Tupai-
tupai tidak akan memakan biji yang kecil, sebab terlalu sulit untuk di tempatkan. Mereka
juga tidak akan memakan biji yang besar sebab terlalu besar untuk dibawa. Setelah beberapa
tahun, biji oak yang ukurannya sedang akan menghilang, tetapi biji yang ukurannya kecil dan
besar akan survive dan berkecambah. Selanjutnya hutan oak tersebut akan memiliki pohon
dengan dua ukuran biji yang berbeda.

Cara seleksi alam dalam mempengaruhi penurunan frekuensi suatu sifat (Sumber:
Campbell et al., 2003)

2.4.2 Mekanisme Seleksi Alam dan Pengaruhnya terhadap Keragaman Genetik

Mekanisme seleksi alam adalah proses yang mempengaruhi keragaman genetik di alam.
Seleksi alam berfungsi melalui mekanisme natural selection, yang memungkinkan individu yang
lebih baik untuk menghadapi konkurensi dan meningkatkan kemampuan mereka untuk berbagi
genetik ke generasi berikutnya. Ini disebabkan oleh faktor-faktor yang mempengaruhi
kemampuan individu untuk berbagi genetik, seperti kekuatan, kecekapan, dan kemampuan untuk
menghadapi konkurensi. Seleksi alam juga dapat menyebabkan polimorfisme genetik, yang
berarti adanya berbagai varian genetik dalam populasi. Polimorfisme ini dapat disebabkan oleh
heterozygous advantage, dimana individu heterozygotik lebih baik dalam menghadapi
konkurensi dan memiliki kemampuan lebih tinggi untuk berbagi genetik ke generasi berikutnya.
Pengaruhnya terhadap keragaman genetik adalah melalui mekanisme natural selection yang
memungkinkan individu yang lebih baik untuk menghadapi konkurensi dan meningkatkan
kemampuan mereka untuk berbagi genetik ke generasi berikutnya. Ini memungkinkan populasi
untuk menghadapi konkurensi yang berbeda dan menghasilkan berbagai varian genetik.
Mekanisme seleksi alam bekerja melalui proses di mana individu-individu dengan sifat-sifat
yang lebih cocok atau adaptif untuk lingkungan mereka cenderung memiliki kesempatan lebih
besar untuk bertahan hidup, berkembang biak, dan meneruskan gen-gen mereka ke generasi
berikutnya. Sebaliknya, individu dengan sifat-sifat yang kurang cocok cenderung memiliki
kesempatan bertahan hidup yang lebih rendah (Campbell et al., 2003).

1) Seleksi Alam Positif


Dalam seleksi alam positif, individu dengan sifat-sifat tertentu yang memberikan
keuntungan adaptif akan memiliki peluang yang lebih baik untuk bertahan hidup dan
berkembang biak. Seiring waktu, gen-gen yang mengkode sifat-sifat tersebut akan tersebar luas
dalam populasi, meningkatkan keragaman genetik secara keseluruhan. Contoh dari seleksi alam
positif adalah kasus burung pemakan biji yang memiliki paruh yang sesuai dengan jenis biji yang
mereka konsumsi. Burung-burung dengan paruh yang lebih cocok untuk membuka biji-bijian
tertentu akan lebih mampu mendapatkan makanan dan bertahan hidup, sehingga gen-gen yang
mengatur bentuk paruh ini akan menjadi dominan dalam populasi (Campbell et al., 2003).

2) Seleksi Alam Negatif

Di sisi lain, seleksi alam negatif terjadi ketika individu dengan sifat-sifat tertentu
mengalami tekanan seleksi karena kurang cocok dengan lingkungan sekitar. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan frekuensi gen tertentu dalam populasi, mengurangi keragaman genetik
secara keseluruhan. Sebagai contoh, jika suatu populasi ikan tinggal di perairan yang semakin
tercemar oleh polutan kimia tertentu, individu-individu dengan toleransi rendah terhadap polutan
tersebut akan memiliki kesulitan bertahan hidup. Akibatnya, gen-gen yang mengatur toleransi
terhadap polutan tersebut mungkin akan berkurang frekuensinya dalam populasi (Campbell et
al., 2003).
2.4.3 Tahapan Seleksi Alam

Proses seleksi alam dan tahapannya adalah sebagai berikut: (Shuker and Kvarnemo,
2021).

1. Mutasi acak menghasilkan alel baru dari suatu gen.

2. Dalam kondisi lingkungan tertentu, alel baru mungkin bermanfaat, artinya organisme
tersebut lebih mampu beradaptasi untuk bertahan hidup dan bereproduksi.

3. Organisme akan bertahan hidup dan berkembang biak untuk menghasilkan keturunan,
yang akan mewarisi alel yang menguntungkan.

4. Selama beberapa generasi, alel yang menguntungkan akan meningkat frekuensinya dalam
suatu populasi, dan dengan demikian sifat-sifat yang menguntungkan juga akan muncul
lebih sering.

5. Individu dengan alel yang memberi mereka keunggulan dibandingkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kelangsungan hidup (tekanan seleksi) akan bereproduksi dan bertahan
hidup lebih baik. Oleh karena itu, alel yang dibawanya akan meningkat frekuensinya
dalam populasi. Akibatnya, fenotip frekuensi juga berubah. Fenomena ini adalah seleksi
alam . Seiring berjalannya waktu, dapat diperkirakan frekuensi alel yang menguntungkan
akan meningkat dalam suatu populasi dan frekuensi alel yang merugikan akan menurun.

2.4.4 Peran Seleksi Alam

Seleksi alam adalah mekanisme utama yang mempengaruhi evolusi organisme di alam.
Peran seleksi alam dalam evolusi dapat diterangkan melalui dua peran utama: (Bradley, 2022).

a. Peran Kreatif: Seleksi alam memungkinkan individu yang memiliki karakteristik yang lebih
efektif untuk mereka dalam lingkungan mereka untuk bereproduksi dan berkembang biak. Ini
disebabkan oleh perbedaan dalam sifat yang menyebabkan perbedaan dalam kontribusi relatif,
yang disebut "differential reproductive success". Individu dengan karakteristik yang lebih efektif
akan lebih sukses dalam interaksi kompetitif, seperti menemukan makanan, pasangan, dan
menghindari predator. Seleksi alam bekerja pada individu, tetapi evolusi terjadi pada level
populasi. Individu tidak berevolusi selama rentang hidup mereka, tetapi populasi berubah seiring
waktu karena frekuensi alel (varian dari gen) berubah.

b. Peran Konservatif (Pengawet): Seleksi alam juga membantu mengurangi variasi yang tidak
efektif dalam lingkungan. Ketika individu berbeda dalam sifat turun-temurun yang menyebabkan
perbedaan dalam kontribusi relatif, individu dengan karakteristik yang lebih efektif akan
memiliki keberhasilan reproduksi yang lebih tinggi. Gen akan mulai mendominasi kumpulan gen
populasi, dan populasi akan menjadi lebih homogen dalam sifat yang efektif. Seleksi alam
bekerja pada individu, tetapi evolusi terjadi pada level populasi. Individu tidak berevolusi selama
rentang hidup mereka, tetapi populasi berubah seiring waktu karena frekuensi alel (varian dari
gen) berubah. Faktor lain seperti mutasi, migrasi, dan drift genetik juga memainkan peran
penting dalam perkembangan spesies sepanjang waktu.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Perbedaan utama antara mutasi, migrasi, penyimpangan genetik, dan seleksi alam adalah
pada cara mereka mempengaruhi perubahan genetik dalam populasi organisme. Mutasi adalah
perubahan acak dalam urutan DNA yang dapat menghasilkan variasi genetik baru. Migrasi, atau
Aliran gen (gene flow) di sisi lain, melibatkan perpindahan individu dari satu populasi ke
populasi lain, yang dapat mengenalkan gen-gen baru ke dalam populasi tersebut sehingga
menyebabkan pertukaran variasi genetik antar populasi, terutama ketika tidak ada hambatan
geografis atau habitat yang signifikan. Genetic drift adalah fenomena di mana perubahan dalam
frekuensi alel suatu populasi terjadi secara acak atau kebetulan, bukan karena tekanan seleksi
alam. Ini terjadi karena populasi yang relatif kecil atau terisolasi mengalami fluktuasi genetik
yang disebabkan oleh faktor keberuntungan. Sementara itu, seleksi alam adalah proses di mana
organisme dengan karakteristik yang sesuai dengan lingkungannya cenderung bertahan hidup
dan berkembang biak, sementara yang kurang cocok memiliki tingkat kelangsungan hidup yang
lebih rendah. Dengan demikian, sementara mutasi dan migrasi menghasilkan keragaman genetik,
penyimpangan genetik dan seleksi alam mempengaruhi frekuensi gen dalam populasi tersebut.

3.2 Saran
Saran dari makalah ini adalah penulis selanjutnya diharapkan untuk mengkaji lebih
banyak sumber maupun referensi mengenai faktor perubahan genetik yang mengarah pada
evolusi seperti mutasi, migrasi, penyimpangan genetik dan seleksi alam sebagai mekanisme
perubahan. Kita sebagai manusia perlu belajar menikmati dan merawat dengan baik segala hal
yang ada di alam semesta ini, termasuk isinya. Selain itu, penting bagi kita untuk memastikan
bahwa ilmu pendidikan yang kita terapkan tetap berada dalam kerangka keilmuan yang tepat.
DAFTAR PUSTAKA

Afriani, T., Purwati, E., Hellyward, J., Jaswandi, J., Mundana, M., Farhana, A., & Rastosari, A.
(2022). Identification of Single Nucleotide Polymorphism (SNP) in Early Exon 10 of
Follicle Stimulating Hormone Receptor (FSHR) Gene in Pesisir Cattle. Jurnal Ilmiah
Peternakan Terpadu, 10(3), 264-276.

Amir, T.L. (2018). Modul Biologi Molekuler Mutasi DNA. Jakarta: Universitas Esa Unggul.

Aniroh, R. (2017). Evolusi Manusia Dalam Al-Qur’ān : Studi terhadap Ta’wil Muḥammad
Syaḥrūr atas Surah az-Zumar/39: 6. Suhuf, 10(1): 77-99

Apsari, G. R., Adawiyah, R., Linatari, M. A., Rahmayadi, D., & Pradana, M. S. (2018)
Bioinformatika: Analisis Pensejajaran Sequence. Pustaka Ilalang.

Aristya, G. R., Daryono, B. S., Handayani, N. S. N., & Arisuryanti, T. (2018). Karakterisasi
Kromosom Tumbuhan dan Hewan. UGM PRESS.

Arumingtyas, E. L. (2019). Mutasi: Prinsip Dasar dan Konsekuensi. Universitas Brawijaya


Press.

Ben Bradley. (2022) Natural selection according to Darwin: cause or effect?, School of
Psychology, Charles Sturt University, 164 George Street, Bathurst, NSW 2795,
Australia

Campbell, N.A., Jane B.R., Lawrence G.M. (2003). Biologi. Jakarta: Erlangga.

Campbell. (2012). Buku Ajar Biologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Chiu, M. C., Nukazawa, K., Resh, V. H., & Watanabe, K. (2023). Environmental effects, gene
flow and genetic drift: Unequal Influences on Genetic Structure Across Landscapes.
Journal of Biogeography, 50(2), 352-364.

Corvianindya, Y. (2001). Studi Molekuler Pada Instabilitas Genetik: Mekanisme Kerusakan


DNA dan Proses Perbaikannya. Journal of Dentistry Indonesia.
Edelaar, P., & Bolnick, D. I. (2012). Non-Random Gene Flow: An Underappreciated Force in
Evolution and Ecology. Trends in ecology & evolution, 27(12), 659-665.

Ellstrand, N. C., & Rieseberg, L. H. (2016). When Gene Flow Really Matters: Gene Flow in
Applied Evolutionary Biology. Evolutionary Applications, 9(7), 833.

Hall, B. K. (2011). Evolution Principles and Processes. Canada: Department of Biology


Dalhousie University.

Kaňuch, P., Kiehl, B., Cassel-Lundhagen, A., Laugen, A. T., Low, M., & Berggren, Å. (2020).
Gene Flow Relates to Evolutionary Divergence Among Populations At The Range
Margin. PeerJ, 8, e10036.

Khoiriyah, Y. N. (2014). Karakter Genetik Populasi Bedeng 61B Desa Wonokarto Kabupaten
Lampung Timur Pasca Program Kolonisasi Pemerintah Belanda. Biogenesis: Jurnal
Ilmiah Biologi, 2(2), 132-137.

König, B. (2001). Natural Selection. International Encyclopedia of the Social & Behavioral
Sciences, 10392–10398.

Kurniati, M., Marlina, D., Nusri, T. M., & Malau, M. E. (2015). Analisis Promoter Gen Β Globin
Dengan Menggunakan Software Promoter Prediction Server: Kajian Pada Gen Β
Thalassemia. Jurnal Ilmu Kedokteran dan Kesehatan, 2(4).

Kusuma, A. B., Bengen, D. G., Madduppa, H., Subhan, B., & Arafat, D. (2016).
Keanekaragaman Genetik Karang Lunak Sarcophyton Trocheliophorum Pada Populasi
Laut Jawa, Nusa Tenggara dan Sulawesi. Jurnal Enggano, 1(1), 89-96.

Mader, S.S. (2001). Biology. Boston: McGraw-Hill.

Maheswari, O. (2021). Panduan Bioteknologi Pertanian. DIVA PRESS.

Munawir, M. (2020). Modul Pembelajaran SMA Biologi Kelas XII: Mutasi Pada Makhluk
Hidup. Bekasi: Direktorat SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN.
Munawir, M. (2020). Modul Pembelajaran SMA Ekonomi Kelas X: Evolusi. Bekasi: Direktorat
SMA, Direktorat Jenderal PAUD, DIKDAS dan DIKMEN.

Pratiwi, D. A., Maryati, S., Srikini, S., & Bambang, S. (2012). Biologi Untuk SMA/MA Kelas
XII. Jakarta: Erlangga.

Putra, H. H. (2018). Pengaruh radiasi gamma terhadap kadar protein, lemak dan radikal bebas
daging ikan Tenggiri (Scomberomus Commerson) (Doctoral dissertation, Universitas
Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim).

Sari. (2020). Diktat Teori Evolusi. Bandar Lampung: UIN Raden Intan Lampung

Shuker, D.M., and Kvarnemo, C. (2021). The definition of sexual selection, Behavioral Ecology
(2021), 32(5), 781–79

Siregar, M. I. T. (2015). Mekanisme Resistensi Isoniazid & Mutasi Gen KatG Ser315Thr
(G944C) Mycobacterium tuberculosis Sebagai Penyebab Tersering Resistensi Isoniazid.
Jambi Medical Journal: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan, 3(2).

Sona, Y. H. (2021). Skripsi: Respon Iradiasi Sinar Gamma Terhadap Produksi Kedelai Hitam
Detam 3 Prida Generasi Mutan Kedua (M2) (Doctoral dissertation, Politeknik Negeri
Lampung).

Tigano, A., & Friesen, V. L. (2016). Genomics of Local Adaptation with Gene Flow. Molecular
ecology, 25(10), 2144-2164.

Vitasari. (2013). Evolusi. Teori Evolusi Charles Darwin Tentang Seleksi Alam Dari Inggris
Dengan Buku On the Origin of Species by Means of Natural Selections Organisasi

Warmadewi, D. A. (2017). Buku Ajar Mutasi Genetik. Bali: Universitas Udayana Press.

Anda mungkin juga menyukai