Anda di halaman 1dari 38

PRAKTIKUM I

A. Judul
Persilangan Monohibrid dan Dihibrid
B. Tujuan
1. Melakukan latihan persilangan monohibrid dan dihibrid menggunakan
kancing genetika
2. Mengamati nisbah segregasi fenotipe dalam persilangan monohibrid
dan dihibrid
3. Membuat diagram persilangan monobrid dan dihibrid
4. Melakukan latihan penggunaan uji X2.
C. Dasar Teori
Mendel melakukan serangkaian percobaan persilangan pada kacang
ercis (Pisum sativum). Dari percobaan yang di lakukannya selama bertahun-
tahun tersebut, Mendel berhasil menemukan prinsip-prinsip pewarisan sifat,
yang kemudian menjadi landasan utama bagi perkembangan genetika sebagai
suatu cabang ilmu pengetahuan. Berkat karyanya inilah, Mendel di akui
sebagai bapak genetika (Adisoemarto, 1998).
Mendel mempelajari beberapa pasang sifat pada tanaman kapri.
Masing-masing sifat yang dipelajari adalah: tinggi tanaman, warna bunga,
bentuk biji, dan lain-lain yang bersifat dominan dan resesif. Mula-mula
Mendel mengamati dan menganalisis data untuk setiap sifat, dikenal dengan
istilah monohibrid. Selain itu Mendel juga mengamati data kombinasi antar
sifat, dua sifat (dihibrid), tiga sifat (trihibrid) dan banyak sifat (polihibrid)
(Suryo. 2011).
Genetika populasi merupakan salah satu cabang ilmu genetika yang
menguraikan secara matematis besarnya frekuensi gen dalam suatu
populasi.Penyebaran gen dapat terjadi jika ada persilangan atau perkawinan
antar individu dalam suatu populasi. Berdasarkan jumlah sifat yang
disilangkan, terdapat dua macam persilangan yaitu persilangan monohibrid
dan persilangan dihibrid. Persilangan monohibrid merupakan persilangan
dengan satu sifat beda sedangkan persilangan dihibrid merupakan persilangan

1
dengan dua sifat beda. Persilangan dihibrid ini lebih rumit dibandingkan
dengan persilangan monohibrid karena pada persilangan dihibrid melibatkan
dua lokus. Konsep penting dalam genetika populasi yang melibatkan dua
lokus adalah adanya keterkaitan antar keduanya (Wijayanto,dkk. 2013).
Persilangan monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang
sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan
dengan hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini
berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan
akan disegresikan kedalam dua anakan (Suryo. 2011).
Secara alamiah, semua individu dari silangan populasi yang dihasilkan
program hibridisasi susunan genetiknya akan mengalami proses mendelisasi
(fiksasi) pada setiap generasi. Oleh karena itu kondisi heterogen – heterozigot
dari suatu silangan populasi dengan keragaman maksimum pada F2 akan
beralih menjadi populasi yang heterogen – homozigot pada F6 – F7. Generasi
F2 tanaman akan mengalami segregasi sesuai dengan hukum Mendel. Aksi
dan interaksi gen yang berbeda akan membuat pola segregasi berbeda
(Maulidha dkk, 2019).
Tipe aksi gen dapat dibedakan menjadi dua yaitu interaksi antar alel
pada lokus yang berbeda (interlokus) dan interaksi antar alel pada lokus yang
sama (intralokus). Sifat yang dikendalikan oleh satu lokus dua alel perlokus
maka interaksi intralokus dominan akan menghasilkan perbandingan
segregasi fenotipe 3 : 1 pada keturunan F2, sedangkan jika tidak ada
dominansi menghasilkan nisbah 1 : 2 : 1 (Devina, dkk. 2019).
Menurut (Effendi, 2020), persilangan bisa dilakukan dengan cara apa
pun misalnya dengan penyerbukan tanaman kerdil oleh tanaman tinggi, atau
sebaliknya. Untuk menjelaskan hasil ini, Mendel mengusulkan keberadaan
faktor unit partikulat untuk setiap sifat. Dia menyarankan bahwa faktor-faktor
ini berfungsi sebagai unit dasar keturunan dan diturunkan tidak berubah dari
generasi ke generasi, menentukan berbagai sifat yang diungkapkan oleh
masing-masing tanaman individu. Menggunakan ide-ide umum ini, Mendel
melanjutkan untuk berhipotesis dengan tepat bagaimana faktor-faktor tersebut

2
dapat menjelaskan hasil persilangan monohibrid. Dengan menggunakan pola
hasil yang konsisten dalam persilangan monohybrid, Mendel menurunkan
tiga postulat, atau prinsip, pewarisan berikut:
a) Faktor unit berpasangan
Karakter genetik dikendalikan oleh faktor-faktor unit yang ada
berpasangan dalam organisme individu. Pada persilangan monohibrid
yang melibatkan batang tinggi dan kerdil, faktor unit spesifik ada untuk
setiap sifat. Setiap individu diploid menerima satu faktor dari masing-
masing orang tua. Karena faktor-faktor tersebut terjadi berpasangan, tiga
kombinasi dimungkinkan: dua faktor untuk batang tinggi, dua faktor
untuk batang kerdil, atau satu dari masing-masing faktor. Setiap individu
memiliki satu dari tiga kombinasi ini, yang menentukan tinggi batang
b) Dominan / Resesif
Ketika dua faktor unit yang berbeda yang bertanggung jawab untuk
satu karakter hadir dalam satu individu, satu faktor unit dominan
terhadap yang lain, yang dikatakan resesif. Dalam setiap persilangan
monohibrid, sifat yang diekspresikan dalam generasi F1 dikendalikan
oleh faktor unit dominan. Sifat yang tidak diekspresikan dikendalikan
oleh faktor unit resesif. Istilah dominan dan resesif juga digunakan
untuk menunjuk sifat. Dalam hal ini, batang tinggi dikatakan lebih
dominan daripada batang kerdil resesif.
c) Segregasi
Selama pembentukan gamet, faktor-faktor unit berpasangan
terpisah, atau terpisah, secara acak sehingga masing-masing gamet
menerima satu atau yang lainnya dengan kemungkinan yang sama. Jika
seseorang berisi sepasang faktor unit yang serupa (misalnya : Keduanya
spesifik untuk tinggi), maka semua gametnya menerima salah satu dari
faktor unit yang sama (dalam kasus ini, tinggi). Jika seorang individu
mengandung faktor unit yang tidak sama (mis., Satu untuk tinggi dan
satu untuk katai), maka setiap gamet memiliki kemungkinan 50 persen
untuk menerima faktor satuan tinggi atau kerdil.

3
Persilangan Dihibrid adalah perkawinan antara dua individu dari
spesies yang sama yang memiliki dua sifat berbeda. Persilangan
Dihibrid sangat berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi
“independent assortment of genes” atau pengelompokan gen secara
bebas. Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen
sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis.
Hukum Mendel II disebut juga hukum asortasi. Sama halnya dengan
monohibrid, dihibrid pun mengenal sifat dominan dan intermediet,
Contoh persilangan dihibrid misalnya dalam persilangan tanaman
biji/kacang ercis. Dimana sifat biji pertama berbentuk bulat dan
berwarna kuning, dan kedua sifat tersebut dominan terhadap sifat
lainnya. Sedangkan pada biji kedua berbentuk kisut dan berwarna hijau
(Suryo. 2011).
Hukum ini juga hanya berlaku untuk gen (pasangan alel)
yang terletak pada kromosom yang berbeda (yaitu, pada kromosom
yang tidak homolog) atau, sebagai alternatif, untuk gen yang sangat
berjauhan pada kromosom yang sama. Semua karakter kacang yang
dipilih Mendel untuk analisis dikendalikan oleh gen pada kromosom
yang berbeda atau berjauhan pada kromosom yang sama; situasi ini
sangat menyederhanakan interpretasi persilangan multi karakter kacang
polong. Semua contoh yang kami pertimbangkan dalam sisa bab ini
melibatkan gen yang terletak pada kromosom yang berbeda (Effendi,
2020).
Persilangan dapat dilakukan secara acak maupun terkontrol.
penyebaran gen dengan persilangan acak dapat diselesaikan dengan
menggunakan persamaan diferensi atau persamaan beda hingga.
Penelitian tentang penentuan probabilitas genotip keturunan dalam
suatu populasi dengan menggunakan persamaan diferensi sudah pernah
dilakukan.), Persamaan diferensi diaplikasikan untuk menentukan
probabilitas genotip keturunan hasil persilangan monohibrid pada
kondisi normal. persamaan diferensi diaplikasikan untuk menentukan

4
probabilitas genotip keturunan hasil persilangan monohibrid pada
kondisi terjadi mutasi. Penyebaran gen dengan persilangan terkontrol
dapat diselesaikan dengan diagonalisasi matriks. Penelitian tentang
penentuan probabilitas genotip keturunan dalam suatu populasi dengan
menggunakan diagonalisasi matriks sudah pernah dilakukan yang
membahas tentang persilangan dihibrid. Untuk mencari probabilitas
genotip dalam persilangan acak tidak dapat menggunakan diagonalisasi
matriks karena dalam persilangan acak akan menghasilkan persamaan-
persamaan yang tak linier (Wijayanto dkk.2013).
Penyimpangan semu Hukum Mendel adalah penyimpangan
yang tidak keluar dari aturan hukum Mendel, meskipun terjadi
perubahan rasio F2 nya karena gen memiliki sifat berbeda-beda. Pada
penyimpangan semu hukum Mendel, terjadinya suatu kerja sama
berbagai sifat yang memberikan fenotipe berlainan, tetapi masih
mengikuti hukum-hukum perbandingan genotipe dari Mendel.
Penyimpangan semu ini terjadi karena adanya dua pasang gen atau
lebih saling memengaruhi dalam memberikan fenotipe pada suatu
individu (Astarini, 2018).
Metode Chi-Square dalam genetika sering kali digunakan untuk
menguji apakah data yang diperoleh dari suatu percobaan itu sesuai
dengan ratio yang kita harapkan atau tidak. Menurut Suryo (dalam
Maulida, 2019), metode Chi Square (X2) digunakan untuk menevaluasi
kebenaran atau tidaknya hasi penelitian yang dibandingkan dengan
yang diharapkan. Setelah ditemukan hasilnya per karakter kualitatif,
maka diperhatikan pula derajat kebebasannya (dK= n-1). Selanjutnya
dilihat pada tabel X2. Dalam genetika, chi-square (chi kuadrat)
d2
X2 = ∑
e

5
D. Alat dan Bahan
a) Persilangan monohibrid
1. Alat
a) Kancing genetika diumpamakan sebagai gamet (merah = R, dan
Putih = r).
b) Kantong sebaiknya dari kain supaya tidak mudah robek dan
isinya tidak dapat terlihat dari luar
c) Tabel chisquare
d) Mistar
e) Polpen
2. Bahan
a) Kertas HVS
b) Persilangan dihibrid
1. Alat
a) Kancing genetika diumpamakan sebagai gamet (Merah-Hijau
(RB) = Bunga merah; Buah bulat; Merah-Hitam (Rb) = Bunga
merah, Buah oval; Putih-Hijau (rB) = Bunga putih, Buah bulat;
Putih-Hitam (rb) = Bunga putih, Buah oval.
b) Kantong sebaiknya dari kain supaya tidak mudah robek dan
isinya tidak dapat terlihat dari luar
c) Tabel chisquare
d) Mistar
e) Polpen
2. Bahan
a) Kertas HVS

6
E. Prosedur Kerja
a) Persilangan monohibrid

Kancing Genetika
(Monohibrid)
Menyediakan kancing genetika 12 buah, 6
yang berwarna merah (R) dan 6 berwarna
Putih

Memisahkan masing-masing 6 butir gen


merah (R) dan 6 butir gen putih (r).

Memasukkan masing-masing 6 butir model


R dan r ke dalam kantong jas lab kanan dan
kiri.

mengambil (secara acak) masing-masing


satu model gen dari setiap kantong lalu
memasangkan.

Mengamati model gen yang terambil dan


mencatat kode susunan gen itu kedalam
tabel hasil pengamatan

Hasil Pengamatan

7
b) Persilangan dihibrid
Kancing Genetika
(Dihibrid)

Menyediakan 8 model kancing genetika


yang terdiri dari 2 kancing Merah-Hijau (RB)=
(merah, bulat), 2 kancing Merah-Hitam (Rb)=
(merah oval), 2 kancing Putih-Hijau (rB)=
(putih, bulat), 2 kancing Putih-Hitam (rb)=
(putih, oval)
Memasukkan model gen kedalam masing-
masing kantong jas lab kanan dan kiri, masing-
masing kantong diisi dengan 4 model gen yang
berbeda

mengambil (tanpa pengembalian) masing


masing satu model gen dari setiap kantong lalu
memasangkan. Tindakan itu dilakukan tanpa
menengok ke dalam kantong

Mengamati model gen yang terambil dan


mencatat kode susunan gen itu kedalam
tabel hasil pengamatan

Hasil Pengamatan

8
F. Hasil Pengamatan
A. Persilangan Monohibrid
1) Data Pengambilan Persilangan Monohibrid perorangan
a. Tabel Hasil Perorangan
Nama : Laila Magfirah Mahmud

Pengambilan RR Rr (Merah- rr
ke (Merah) Putih) (putih)
1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 

9
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 8 24 8
2
b. Tabel uji X (Chi – Square)
Nama : Laila Magfirah Mahmud

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 8 1/4×40 = 10 -2 (8−10)2
= 0,4
10
Rr 24 2/4 ×40 = 20 4 (24−20)2
=
20
0,8
rr 8 1/4×40 = 10 -2 (8−10)2
= 0.4
10
Total 40 40 0 Xh2 = 1,6
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 1,6
X ² tabel diantara 0,30- 0,50 (diantara angka 1,39 dan 2,41)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
table chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 5,99 (untuk dK=2),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 1,6, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran

10
harapan/ekspetasi (H0 berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel I sesuai
dengan perbandingan 1 : 2 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Nurain Y. Adam

Pengambilan RR Rr (Merah- rr
ke (Merah) Putih) (putih)
1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 

11
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 8 18 14
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)
Nama : Nurain Y. Adam

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 8 1/4×40 = 10 -2 (8−10)2
= 0,4
10
Rr 18 2/4 ×40 = 20 -2 (18−20)2
=
20
0,2
rr 14 1/4×40 = 10 4 (14−10)2
= 1,6
10
Total 40 40 0 Xh2 = 2,2
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 2,2
X ² tabel diantara 0,30- 0,50 (diantara angka 1,39 dan 2,41)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
table chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 5,99 (untuk dK=2),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 2,2, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran

12
harapan/ekspetasi (H0 berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel I sesuai
dengan perbandingan 1 : 2 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Muhammad Rajes Tolas

Pengambilan RR Rr (Merah- rr
ke (Merah) Putih) (putih)
1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 

13
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 13 21 6
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)
Nama : Muhammad Rajes Tolas

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 13 1/4×40 = 10 3 (13−10)2
=
10
0,9
Rr 21 2/4 ×40 = 20 1 (21−20)2
=
20
0,05
rr 6 1/4×40 = 10 -4 (6−10)2
= 1,6
10
Total 40 40 0 Xh2 = 2, 55
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 2,55
X ² tabel diantara 0,10- 0,30 (diantara angka 2,41 dan 4,61)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
table chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 5,99 (untuk dK=2),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 2,55, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran

14
harapan/ekspetasi (H0 berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel I sesuai
dengan perbandingan 1 : 2 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Deis Sesilia Panigoro

Pengambilan RR Rr (Merah- rr
ke (Merah) Putih) (putih)
1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 

15
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 13 15 12
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)
Nama : Deis Sesilia Panigoro

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 13 1/4×40 = 10 3 (13−10)2
=
10
0,9
Rr 15 2/4 ×40 = 20 -5 (15−20)2
=
20
1,25
rr 12 1/4×40 = 10 2 (12−10)2
= 0,4
10
Total 40 40 0 Xh2 = 2,55
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 2,55
X ² tabel diantara 0,10- 0,30 (diantara angka 2,41 dan 4,61)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
table chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 5,99 (untuk dK=2),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 2,55, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran

16
harapan/ekspetasi (H0 berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel I sesuai
dengan perbandingan 1 : 2 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama: Sarni Ngadi

Pengambilan RR Rr (Merah- rr
ke (Merah) Putih) (putih)
1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 

17
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)
Nama: Sarni Ngadi

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 13 1/4×40 = 10 3 (13−10)2
=
10
0,9
Rr 17 2/4 ×40 = 20 -5 (17−20)2
=
20
0,45
rr 10 1/4×40 = 10 2 (10−10)2
=0
10
Total 40 40 0 Xh2 = 1,35
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 1,35
X ² tabel diantara 0,50- 0,70 (diantara angka 0,71 dan 1,39)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
table chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 5,99 (untuk dK=2),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 1,35, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran

18
harapan/ekspetasi (H0 berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel I sesuai
dengan perbandingan 1 : 2 : 1.

2) Data Pengambilan Persilangan Monohibrid perkelompok


a. Tabel Hasil Perkelompok

Jumlah Total
Nama Setiap Kelas Jumlah total
N Mahasiswa/i Fenotipe pengambilan
RR Rr rr
o
1 Laila Magfirah Mahmud 8 24 8 40
2 Nurain Y. Adam 8 18 14 40
3 Muhammad Rajes Tolas 13 15 12 40
4 Deis Sesilia Panigoro 13 21 6 40
5 Sarni Ngadi 13 17 10 40
Total 55 95 50 200
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
RR 55 1/4×200 = 50 5 (55−50)2
=
50
0,5
Rr 95 2/4×200=100 -5 (95−100)2
=
100
0,25
rr 50 1/4×200= 50 0 (50−50)2
=0
50
Total 200 200 0 Xh2 = 0,75
Dk = n-1= 3-1 = 2
X ² hitung = 0,75
X ² tabel diantara 0,50- 0,70 (diantara angka 0,71 dan 1,39)
Perbandingan fenotipe monohybrid : 1: 2 :1

19
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
table chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 5,99 (untuk dK=2),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 0,75, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran
harapan/ekspetasi (H0 berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel I sesuai
dengan perbandingan 1 : 2 : 1.

B. Persilangan Dihibrid
1) Data Pengambilan Persilangan Dihibirid perorangan
a. Tabel Hasil Perorangan
Nama : Laila Magfirah Mahmud

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 

20
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 19 8 10 3
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
R-B 19 9/16×40 =22,5 -3,5 (19−22,5)2
=0,
22,5
54
R-bb 8 3/16×40 = 7,5 0,5 (8−7,5)2
=
7,5
0,03
rrB 10 3/16×40= 7,5 2,5 (10−7,5)2
=
7,5
0,83
rrbb 3 1/16 ×40= 2,5 0,5 (3−2,5)2
= 0,1
2,5

21
Total 40 40 0 Xh2 = 1,5
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 1,5
X ² tabel diantara 0,50- 0,70 (diantara angka 1,42 dan 2,37)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
tabel chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 7,82 (untuk dK=3),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 1,5, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H 0
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II sesuai dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Nurain Y. Adam

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 

22
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29  
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 22 11 4 3
2
b. Tabel uji X (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
R-B 22 9/16×40 =22,5 -0,5 (22−22,5)2
=0,
22,5
01
R-bb 11 3/16×40 = 7,5 3,5 (11−7,5)2
=
7,5
1,6

23
rrB 4 3/16×40= 7,5 -3,5 (4−7,5)2
= 1,6
7,5
rrbb 3 1/16 ×40= 2,5 0,5 (3−2,5)2
= 0,1
2,5
Total 40 40 0 Xh2 = 3,31
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 3,31
X ² tabel diantara 0,30- 0,50 (diantara angka 2,37 dan 3,67)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
tabel chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 7,82 (untuk dK=3),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 3,31, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H 0
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II sesuai dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Muhammad Rajes Tolas

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 

24
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 21 8 7 4
2
b. Tabel uji X (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
R-B 21 9/16×40 =22,5 -1,5 (21−22,5)2
=
22,5
0,1

25
R-bb 8 3/16×40 = 7,5 0,5 (8−7,5)2
=
7,5
0,03
rrB 7 3/16×40= 7,5 -0,5 (7−7,5)2
= 0,03
7,5
Rrbb 4 1/16 ×40= 2,5 1,5 (4−2,5)2
= 0,9
2,5
Total 40 0 Xh2 = 1,06
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 1,06
X ² tabel diantara 0,70- 0,90 (diantara angka 0,58 dan 1,42)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
tabel chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 7,82 (untuk dK=3),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 1,06, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H 0
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II sesuai dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Deis Sesilia Panigoro

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 
6 
7 
8 
9 
10 

26
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 
Total 22 8 6 4
2
b. Tabel uji X (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E

27
R-B 22 9/16×40 =22,5 -0,5 (22−22,5)2
=0,
22,5
01
R-bb 8 3/16×40 = 7,5 0,5 (8−7,5)2
=
7,5
0,03
rrB 6 3/16×40= 7,5 -1,5 (6−7,5)2
= 0,3
7,5
Rrbb 4 1/16 ×40= 2,5 1,5 (4−2,5)2
= 0,9
2,5
Total 40 40 0 Xh2 = 1,24
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 1,24
X ² tabel diantara 0,70- 0,90 (diantara angka 0,58 dan 1,42)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
tabel chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 7,82 (untuk dK=3),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 1,24, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H 0
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II sesuai dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1.

a. Tabel Hasil Perorangan


Nama : Sarni Ngadi

Pengambilan R-B (Merah- R-bb (Merah- rrB (Putig- rrbb (Putih-


ke Hijau Hitam) Hijau) Hitam)

1 
2 
3 
4 
5 

28
6 
7 
8 
9 
10 
11 
12 
13 
14 
15 
16 
17 
18 
19 
20 
21 
22 
23 
24 
25 
26 
27 
28 
29 
30 
31 
32 
33 
34 
35 
36 
37 
38 
39 
40 

29
Total 16 8 12 4
2
b. Tabel uji X (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Deviasi (O−E)2


Fenotipe (O) (E) E
R-B 16 9/16×40 =22,5 -6,5 (16−22,5)2
=1,
22,5
87
R-bb 8 3/16×40 = 7,5 0,5 (8−7,5)2
=
7,5
0,03
rrB 12 3/16×40= 7,5 4,5 (12−7,5)2
= 2,7
7,5
rrbb 4 1/16 ×40= 2,5 1,5 (4−2,5)2
= 0,9
2,5
Total 40 40 0 Xh2 = 5,5
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 5,5
X ² tabel diantara 0,10- 0,30 (diantara angka 3,67 dan 6,25)
Perbandingan fenotipe dihibrid: 9: 3: 3:1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
tabel chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 7,82 (untuk dK=3),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 5,5, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H 0
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II sesuai dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1.

2.) Data Pengambilan Persilangan Dihibrid perkelompok


a. Tabel Hasil Perkelompok

Jumlah Total Setiap Kelas


Nama Fenotipe Jumlah total
N Mahasiswa/i R-B R-bb rrB rrbb pengambilan
o
1 Laila Magfirah Mahmud 19 8 10 3 40

30
2 Nurain Y. Adam 22 11 4 3 40
3 Muhammad Rajes Tolas 21 8 7 4 40
4 Deis Sesilia Panigoro 22 8 6 4 40
5 Sarni Ngadi 16 8 12 4 40
Total 100 43 39 18 200
b. Tabel uji X2 (Chi – Square)

Kelas Observasi Ekspetasi Devia (O−E)2


Fenotipe (O) (E) si E
R-B 100 9/16×200= 112,5 -12,5 ( 100−112,5 )2
50
= 1,38
R-bb 43 3/16×200 = 37,5 5,5 ( 43−37,5 )2
37,5
= 0,8
rrB 39 3/16×200 = 37,5 1,5 (39−37,5)2
37,5
= 0,06
Rrbb 18 1/16 ×200 = 12,5 5,5 (18−12,5)2
12,5
= 0,8
Total 200 200 0 Xh2 = 3,04
Dk = n-1= 4-1 = 3
X ² hitung = 3,04
X ² tabel diantara 0,30- 0,50 (diantara angka 2,37 dan 3,67)
Perbandingan fenotipe dihibrid : 9:3:3:1
Data yang didapatkan dalam tabel tergolong baik. Dilihat pada
tabel chi-square, maka critical value pada 0,05 adalah 7,82 (untuk dK=3),
dan karena nilai X2 hitung < X2 tabel, yaitu 3,04, maka hasil yang
diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H 0
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II sesuai dengan perbandingan
9 : 3 : 3 : 1.

31
G. Pembahasan
Dalam Praktikum di atas dapat diketahui bahwa berdasarkan jumlah
sifat yang disilangkan, terdapat dua macam persilangan yaitu persilangan
monohibrid dan persilangan dihibrid. Persilangan monohibrid merupakan
persilangan dengan satu sifat beda sedangkan persilangan dihibrid merupakan
persilangan dengan dua sifat beda. Persilangan dihibrid ini lebih rumit
dibandingkan dengan persilangan monohibrid karena pada persilangan
dihibrid melibatkan dua lokus. Konsep penting dalam genetika populasi yang
melibatkan dua lokus adalah adanya keterkaitan antar keduanya
(Wijayanto,dkk. 2013).
Dalam percobaan ini yang pertama kali dilakukan persilangan adalah
persilangan monohibrid dengan menggunakan kancing genetika (model gen)
yang berwarna merah dan putih. Adapun banyak kancing yang dipakai pada
persilangan ini yakni terdiri dari 6 kancing merah dan enam kancing putih
yang secara keseluruhan berjumlah 12 kancing yang kemudian memasukkan

32
masing-masing 6 gen kancing pada kantong kiri dan kanan. Lalu mengamati
kancing yang diambil secara acak dan menuliskannya pada hasil pengamatan.
Warna merah dan putih pada kancing genetika ini menunjukkan satu
sifat beda yakni dari segi warna. Pada saat pengambilan acak, apabila
mendapatkan warna merah keduanya berarti bersifat homozigot dominan atau
RR, ketika mendapatkan warna putih keduanya berarti bersifat homozigot
resesif atau rr, dan ketika mendapatkan dua warna yaitu merah dan putih
berarti bersifat heterozigot atau Rr (merah putih).
Hasil pengamatan yang dituliskan dihitung dengan metode Chikuadrat
untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari hasil persilangan
dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara teoritis. Dari
perhitungan di atas, didapatkan bahwa nilai hitung X 2 untuk persilangan
monohybrid pada data kelompok sebesar 0,75 dan nilai tabel chi square dari
0.05 adalah 5,99. Adapun, derajat kebebasan sebesar 2 Karena ada tiga kelas
fenotip {yaitu Merah-Merah, Merah-Putih, Putih-Putih), Jadi, karena nilai X 2
hitung lebih kecil dari nilai X2 tabel chi square maka hasil yang diobservasi
tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (Ho berlaku) sehingga
berlaku hukum Mendel I dengan rasio genotip 1 : 2 : 1 dan rasio fenotip 3 : 1.
Adapun, hasil percobaan ini dapat dinyatakan dalam bentuk tabel
sebagai berikut :
P = ♂ RR >< ♀ rr
(Merah) (Putih)
GP = ♂ R >< ♀ r
F1 = Rr (Merah)
F2 = ♂ RR x ♀ rr
GF1 = R, r
F2 =

R R

33
R RR Rr
R Rr Rr

Rasio Genotipe = 1 : 2 : 1 (RR, Rr, rr)


Rasio Fenotipe (dominansi penuh) = 3 : 1 (merah, putih)
Rasio Fenotipe (dominansi tak penuh) = 1 : 2 : 1 (merah, merah putih, putih)
Rasio Fenotipe Percobaan pada hasil persilangan monohibrid pada kelompok
= 55: 95: 50
Pada diagram persilangan monohibrid diatas, berlaku hukum I
mendel atau hukum segregasi karena gen yang sudah terpisah akan
mengelompok dengan gen dari induk pasangannya seperti Rr, gen R akan
berpisah dengan gen r lalu kemudian R dan r yang sudah terpisah akan
bergabung dengan gen dari pasangannya sehingga terbentuk sifat individu
baru (Rr).
Selanjutnya, dalam percobaan dihibrid dapat diketahui bahwa
Persilangan Dihibrid adalah perkawinan antara dua individu dari spesies yang
sama yang memiliki dua sifat berbeda. Persilangan Dihibrid sangat
berhubungan dengan hukum Mendel II yang berbunyi independent
assortment of genes atau pengelompokan gen secara bebas. Hukum ini
berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen sealel secara bebas pergi ke
masing-masing kutub ketika meiosis. Hukum Mendel II disebut juga hukum
asortasi. Sama halnya dengan monohibrid, dihibrid pun mengenal sifat
dominan dan intermediet (Suryo, 2011).
Dalam percobaan ini dilakukan persilangan antara kancing genetika
(model gen) yang berwarna merah-hijau (R_B), merah-hitam (R_bb),
putihhijau (rrB), dan putih-hitam (rrbb). Warna merah dan hijau mewakili
warna bunga, sedangkan warna hijau hitam mewakili bentuk buah.sehingga
persilangan ini menunjukkan dua sifat beda. Pada saat pengambilan acak,
apabila mendapatkan warna merah-hijau keduanya berarti bersifat homozigot
dominan (RRBB), mendapatkan kancing berwarna putih-hitam keduanya
berarti bersifat homozigot resesif (rrbb). Sedangkan, apabila dalam salah satu

34
kantong di dapatkan kancing berwarna merah-hitam (R_bb) dan putih-hijau
(rrbb) berarti bersifat heterozigot.
Hasil pengamatan yang didapatkan dihitung dengan metode
Chikuadrat untuk membandingkan data percobaan yang diperoleh dari hasil
persilangan dengan hasil yang diharapkan berdasarkan hipotesis secara
teoritis. Dari perhitungan di atas, didapatkan bahwa nilai hitung X 2 untuk
persilangan Dihibrid pada data kelompok sebesar 3,04 dan nilai tabel chi
square dari 0.05 adalah 7,82. Adapun, derajat kebebasan sebesar 3 Karena ada
4 kelas fenotip (Merah-hijau, Merah-Hitam, Putih-Hijau, dan Putih-Hitam),
Jadi, karena nilai X2 hitung lebih kecil dari nilai X2 tabel chi square maka hasil
yang diobservasi tersebut tidak berbeda nyata dengan sebaran harapan (H o
berlaku) sehingga berlaku hukum Mendel II dengan rasio genotip 1 : 2 : 1 :
2 : 4 : 2 : 1 :2 :1 dan rasio fenotip 9 : 3 : 3 : 1.
Adapun, hasil percobaan dapat dinyatakan dalam bentuk tabel sebagai
berikut :
P= ♂ RRBB >< ♀ rrbb
( Bunga merah, buah bulat) ( Bunga Putih, buah Oval)
GP = ♂ RB >< ♀ rb
F1 : RrBb (merah bulat) x RrBb (merah bulat)
G : Rr Rr
Bb Bb
F2 :

Gamet RB Rb rB Rb
RB RRBB RRBb RrBB RrBb
Rb RRBb RRbb RrBb Rrbb
rB RrBB Rrbb rrBB rrBb
Rb RrBb Rrbb rrBb Rrbb
Rasio Genotip : 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 :2 :1 (RRBB : RRBb : RrBB : RrBb :
RRbb : Rrbb : rrBB : rrBb : rrbb)
Rasio fenotip (dominansi penuh) : 9 : 3 : 3 : 1 (R__B : R_rbb : rrB_, rrbb)
Rasio fenotip (dominansi tidak penuh) : 1 : 2 : 1 : 2 : 4 : 2 : 1 :2 :1

35
Rasio Fenotipe Percobaan pada hasil persilangan Dihibrid pada kelompok =
100: 43: 39: 18.
Percobaan dihibrid ini sesuai dengan hukum Mendel II, segregasi
alel R dan r tidak bergantung pada segregasi alel B dan b. Hal ini dapat terjadi
karena alel untuk bentuk buah dan alel untuk warna bunga awalnya ada di
masing-masing induk, terpisah satu sama lain, dan ditransmisikan secara
independen. Nantinya, dua alel akan diurutkan menjadi gamet secara terpisah
satu sama lain. Sehingga, hasil akhir ada 9 genotipe keturunan yang berbeda
dan 4 fenotip.

H. Kesimpulan
Persilangan monohibrid adalah persilangan antar dua spesies yang
sama dengan satu sifat beda. Persilangan monohibrid ini sangat berkaitan
dengan hukum Mendel I atau yang disebut dengan hukum segresi. Hukum ini
berbunyi, “Pada pembentukan gamet untuk gen yang merupakan pasangan
akan disegresikan kedalam dua anakan”. Persilangan monohibrid merupakan
persilangan dengan satu sifat beda. Hasil percobaan menunjukkan X 2 hitung
(0,75) < X2 (5,99) tabel , sehingga dapat dinyatakan bahwa data percobaan itu
baik. Maka hasil pengujian bersifat signifikan yang artinya pengujian sesuai
dengan teori Hukum Mendel I.
Untuk Persilangan dihibrid sendiri adalah persilangan antar dua
spesies yang sama dengan dua sifat beda. Persilangan dihibrid ini sangat
berkaitan dengan hukum Mendel II atau yang disebut dengan hukum asortasi
yang berbunyi independent assortment of genes‖ atau pengelompokam gen

36
secara bebas Hukum ini berlaku ketika pembentukan gamet, dimana gen
sealel secara bebas pergi ke masing-masing kutub ketika meiosis. Hasil
percobaan menunjukkan X2 hitung (3,04) < X2 tabel (7,82), maka hasil
pengujian bersifat signifikan yang artinya pengujian sesuai dengan teori
Hukum Mendel II.

DAFTAR PUSTAKA

Adisoemarto, S.1988. Genetika Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Astarini, Dwi. 2018. Peningkatan Pemahaman Materi Penyimpangan Semu


Hukum Mendel Melalui Alat Bantu Baling-Baling Genetika Pada Siswa
Kelas XII IPS 2 SMAN 1 Baturetno Tahun Pelajaran 2017/2018. Jurnal
JARLITBANG Pendidikan. Vol.3 (2) :439-446.

Devina,Christabel Elisa.,dkk. 2019. Studi Pola Segregasi Karakter Morfologi


Agronomi Tanaman Padi Hasil Persilangan Kultivar Pandan Ungu x
Roti Pada F2. Jurnal Agroekoteknologi Tropika Lembab. Vol. 1 (2) : 88
92.

Effendi,Yunus.2020. Buku Ajar Genetika Dasar. Magelang Jawa Tengah: Pustaka

Maulidha, Aditya., Sugiharto, Arifin. 2019. Pengaruh Kombinasi Persilangan


Jagung (Zea mays L.) terhadap Karakter Kualitatif pada Hibdridanya
(F1). Jurnal Produksi Tanaman. Vol. 7 (5) : ISSN: 2527-8452

Suryo. 2011. Genetika Manusia. Yogyakarta: Gadjah Mada University

37
Wijayanto, dkk.2013. Penerapan Model Persamaan Diferensi dalam Penentuan
Probabilitas Genotip Keturunan dengan Dua Sifat Beda. Jurnal Ilmu
Dasar. Vol. 14 (2) : 78-84.

38

Anda mungkin juga menyukai