Anda di halaman 1dari 48

FARMAKOTERAPI PENYAKIT ONKOLOGI

DI SUSUN OLEH :

Hanny – Tashim - Nadira

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2019
I. BASIC MEDICAL SCIENCE
Cancer
a. Siklus pembelahan sel

Fase pembelahan sel : fase mitosis (M), pasca mitosis (G1), fase sintesis DNA (fase S) dan fase
pramitosis (G2), Pada akhir fase G1 terjadi peningkatan RNA disusul dengan fase S yang
merupakan saat terjadinya replikasi DNA kemudian masuk ke fase paramitosis (G2) yang
mengandung DNA dua kali lebih banyak dan masih berlangsung sistesis RNA dan protein.
Sewaktu fase mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA berkurang secara tiba-tiba
dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel. Selain itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali
memasuki fase G1. Inilah saat berproliferasi atau memasuki fase istirahat (Go). Sel pada fase Go
masih potensial untuk berproliferasi disebut sel klorogenik atau sel induk (steam cell), jadi yang
dapat menambah jumlah sel kanker adalah sel yang dalam siklus proliferasi dan dalam fase Go
(Nafrialdi dan Ganiswara, 1995).
b. Regulasi cell cycle
Pada sel kanker terjadi regulasi abnormal dari cell cycle tersebut yang melibatkan empat
sampai enam perubahan genetik (Hanahan and Wienberg, 2002). Sinyal ekstra seluler akan
menginduksi cyclin D (CycD). Fosforilasi pRb oleh Cdk 4/6 terjadi melalui pembentukan
kompleks CycD dengan Cdk 4/6. Fosforilasi pRb menyebabkan E2F lepas dari kompleks pRb
dengan E2F. E2F merupakan faktor transkripsi CycE, CycA, dan protein-protein. CycE dan CycA
membentuk kompleks dengan Cdk2 dan melanjutkan fosforilasi pRb. E2F yang dihasilkan
menginduksi gen-gen esensial untuk proses sintesis dan proses mitosis. Proses tersebut dapat
dihambat oleh protein p53, Cip/Kip (p21,p27), INK4 (p15,p16, p18, p19) yang merupakan
penghambat Cdk.
Regulasi cell cycle progression juga diatur oleh famili protein INK4 yang merupakan
penghambat Cdk-4 dan Cdk-6. INK4 berikatan dengan Cdk4/6 dan memacu terlepasnya CycD
yang kemungkinan terdegradasi. Dengan terlepasnya komplek CycD maka Cdk-4 menjadi inaktif.
Hal ini yang mengakibatkan pRb tidak terfosforilasi sehingga E2F inaktif dan tidak terjadi cell
cycle. Cip/Kip secara spesifik menginaktifasi CycE-Cdk2 sehingga menyebabkan terjadinya G1
arest (King, 2000).

II. TREATMENT
Penyakit Kanker (Kemoterapi)
a) Penjelasan Rinci tentang Pengolongan Obat dan Masing-Masing Janisnya.
Menurut asal obat, struktur kimia dan mekanisme kerjanya, obat antitumor dapat dibagi
menjadi 7 golongan :
1) Alikator
Obat alkilator memiliki gugus alkilator yang aktif, dalam kondisi fisiologis dapat
membentuk gugus elektrofilik dari ion positifkarbon, untuk menyerang lokus kaya elektron
dari makromolekul biologis. Akibatnya dengan berbagai gugus nukleofilik termasuk gugus
yang secara biologi penting seperti gugus fosfat, amino, tiol, dan imidazol, dll membentuk
ikatan kovalen. Mostar nitrogen (HN) adalah wakil dari alikator berkemampuan ganda,
obat lain termasuk siklofosfamid (CTX), ifosfamid (IFO), klorambusil (CB13 48),
melfalan, dll. Siklofosfamid adalah turunan dari mostar nitrogen, ia sendiri tidak aktif.
Setelah masuk tubuh, barulah berefek sitotoksik setelah diproses enzim sistem oksidase
sitokrom P-450 mikrosom hati. Obat lain seperti tiotepa (TSPA) dari golongan
etillenimina, mileran dari golongan alkil sulfonat, dan golongan nitrosourea seperti
karmustin (BCNU), lomustin (CCNU), semustin (Me-CCNU) juga tergolong alkilator.
Nitrosourea bersifat larut lemak, mudah menembus sawar darah otak, sering dipakai untuk
terapi tumor ganas sistem saraf pusat. Selain itu, antitumor golongan logam seperti cisplatin
(PDD) berikatan silang dengan rantai ganda DNA efeknya menyerupai alkilator.
Karboplatin sebagai obat antitumor golongan platin generasi ke II sifat nefrotoksik dan
reaksi gastrointestinalnya lebih rendah. Oksaliplatin adalah antitumor golongan platin
generasi ke III, efektif terhadap kanker usus resistensi obat, juga bebas nefrotoksisitas.
Dakarbazin (DTIC), prokarbazin (PCZ), heksametimelamin (HMM), dll melalui
pembentukan gugus metik aktif berefek alkilasi terhadap DNA. Temozolamin sejenis
dengan DTIC dapat melintasi sawar darah otak, efektif terhadap astrositoma anaplastik.

2) Antimetabolit
Obat golongan ini terutam mengusik metabolisme asam nukleat dengan mempengaruh
sintesis DNA, RNA dan makromolekul protein. Metotreksat (MTX) menghambat enzin
dihidrofolat reduktasi sehingga produksi tertrahidrofolat terhambat, akhirnya menghambat
sintesis DNA. Setelah pemberian dosis super besar MTX dalam 6-24 jam diberikan
pertolongan (rescue) leukovorin (CF), dapat membuat sel tumor, terutama sel tumor sistem
saraf pusat terbasmi relatif besar sedangkan rudapaksa jaringan normal berkurang. Ini
merupakan dasar terapi MTX dosis besar dan pertolongan leukovorin (HDMTX-CFR)
merkaptopurin (6MP) dan tiguanin (6TG) dapat memutus perubahan hipoxantin menjadi
asam adenilat hingga menghambat sintesis asam nukleat. Fluorourasil dalam tubuh berubah
menjadi fluoro-deoksiuridin (FduMP) yang menghambat enzim timidilat sintase, memutus
perubahan deoksiuridin menjadi timidin, mengusik biosintesis DNA.
Belakangan ini ditemukan dosis tinggi asam folinat berefek stabilisasi dan memperpanjang
kompleks yang dibentuk dari metobolit aktif SFU (FduMP), timidilat sintase dan asam
metilentetrahidro-folat (S10-CH2-FH4), mekanisme modulasi biokimia demikian
membuat efek sitotoksik SFU bertambah. Absorpsi oral SFU tidak teratur, kapsul UFT oral
yang dahulu pernah dikembangkan mengandung prekursor SFU yang mudah diabsorpsi
(ftorafurm, FT-207) dan SFU dengan perbandingan 1:4 gramol volume. Yang terakhir
dapat menghambat enzim dihdropirimidin dehidrogenase (DPD) sehingga menghambat
degradasi SFU. Belakangan telah disintesis xeloda (kapesitabin) merupakan obat prekursor
S-FUDR yang diaktifasi beberapa enzim fekuensial. Setelah pemberian xeloda per oral,
didalam saluran gastrointestinal dimetobolisme hidroksi asid esterase menjadi S-DFCR,
lalu di hati dimetabolisme sitidin deaminase menjadi S-DFUR (deoksifluorouridin), lalu
dalam jaringan tumor berubah menjadi S-FU oleh enzim timidilat fosforilasi. Mekanisme
ini serupa dengan injeksi intrvena kontinu dosis kecil S-FU, dengan keunggulan efek
samping rendah efektifitas tinggi. Hidroksiurea (HU) menghambat aktifitas enzim
nukleosida reduktase, menghambat perubahan asam sitidilat menjadi deoksisitidilat, seeara
selektif menghambat sintesis DNA. Sitarabin (Ara-C) menghambat enzim DNA
polimerase menghambat nukleosida berikatan dalam DNA sehingga menghambat sintesis
DNA. Obat sejenis, siklositidin (Cycle-C) stabil terhadap enzim deaminase, berhasil
mengatasi kekurangan karena didalam tubuh cepat terurao oleh deaminase. Difluoro-
deoksisitidin (gemsitabin) juga adalah golongan senyawa nukleosida, didalam sel telah
dikatalis oleh enzim deoksisitidin kinase (dck), teraktifkan menjadi senyawa trifosfat
GCBTP, kemudian masuk ke struktur DNA, mengusik polimerisasi DNA. Obat ini
memiliki efek fosforilasi 6 kali lipat dari Ara-C dan tidak mudah mengalami degradasi
deaminasi. Metobolit aktifnya dapat menumpuk hingga konsentrasi tinggi intrasel dan
bertahan lama efektif terhadap berbagai jenis tumor padat. Obat sejenisnya, fludarabin
memiliki resistensi tertentu terhadap efek deaminasi dari enzim timidin deaminase,
didalam sel mengaktifasi fosforilasi lalu menghambat ribonukleotida reduktase dan enzim
terkait lain, menghambat sintesis DNA dan RNA. Enzim L-asparaginase menghrolisis
asparagin menjadi asam aspartat dan amonia, sehingga sel tumor kekurangan asam aspartat
yang diperlukan untuk sintesis protein, terjadi hambatan sintesis protein. Haringtonin
menghambat sintesis protein pada tahap insiasi, dan membuat ribosa nukleoprotein terurai.

3) Golongan Antibiotik
Aktinomisin D (Act-D), daunorubisin, adriamisin (ADR),epirubisin, pirarubisin (THP),
idarubisin, mitoksantron (novantron) dan obat lain menyusup masuk ke pasangan basa
didekat rantai gandan DNA, menimbulkan terpisahnya kedua rantai DNA,mengusik
transkripsi DNA dan produksi mRNA. Adriamisin liposom (Doxil) menggunakan
teknologi lipososm fosfolitipit 2 lapis dari selubung mikrosfer polietilen gliserol (teknologi
polimerisasi Stealth), menghindari bocornya obat dan pengenalan oleh sistem imun,
menjamin kadar adriamisin dalam plasma rendah stabil dalam jangka panjang mengurangi
kardiotoksisitas meningkatkan efektifitas. Bleomisin secara langsung menimbulkan
fragmentasi rantai tunggal DNA mitomisin (MMC) dan DNA membentuk ikatan silang
keduanya berefek sarna seperti alkilator.

4) Inhibitor Protein Mikrotubuli


Alkaloid dari tumbuhan jenis Vinca, seperti vinblastin (VLB), vinkristin (VCR), vindesin
(VDS) maupun navelbin terutama berikatan dengan protein mikrotubul inti sel tumor,
menghambat sintesis dan polimerisasi mikrotubul, sehingga mitosis berhenti pada
metafase, replikasi sel terganggu. Obat antitumor baru, taksol, taksoter dapat memacu
dimerisasi miksotubul dan menghambat depolimerisasinya sehingga langkah kunci
pembentuka spindel pada mitosis terhambat. Efeknya kebalikan dari vinkristin tapi hasil
akhirnya sarna yaitu mitosis sel tumor terhenti.

5) Inhibitor Topoisomeras
Alkaloid dari Camptotheca acuminata, irinotekan dan topotekan terutama berefek
menghambat topoiso merase I, menghambat pertautan kembali rantai ganda setelah saling
berpisah waktu replikasi DNA sehingga rantai ganda DNA terputus. Podofilotoksin
sepertietoposid (VP-16) dan teniposit (VM-26) berefek menghambat enzim topoisomerase
II, juga menghambat replikasi dan sintesis DNA.

6) Golongan Hormon
Hormon seperti estrogen, progesteron, testosteron, dll berikatan dengan reseptor yang
sesuai intrasel memacu pertumbuhan tumor tertentu yang bergantung pada hormon seperti
karsinoma mamae, karsinoma prostat. Penyekat reseptor termasuk antiestrogen seperti
tamoksifen, toremifen, dll dan anti androgen seperti flutamit masing-masing dapat
berikatan secara kompetitif dengan reseptor yang sesuai dalam sel tumor digunakan untuk
terapi karsinoma payudara dan karsinoma prostat. Zat sejenis LH-RH, melalui stimulasi
produksi FSH dan LH secara umpan balik negatif akhirnya menyebabkan gagal fungsi
ovarium, efeknya serupa dengan kastrasi ovarium nonoperatif, seeara klinis dapat
digunakan untuk terapi karsinoma mamae dan karsinoma prostat. Sediaan jenis ini terutama
adalah Zoladex, dan Lupron. Selain itu, inhibitor aromatase (aminoglutetimid, formestran,
letrozol, arimidex, dll) terutama menghambat aromatisasi cincin A testoteron menjadi
estradiol, menghambat sintesis hormon steroid korteks adrenal, dapat dipakai untuk terapi
karsinoma payudara pasea menopause.

7) Golongan Terget Molekular


Perkembangan pesat biologi molekuler membuat pemahaman terhadap karsinogenesis,
invasi, diseminasi dan metastasis kanker seeara molekular rnaju lagi selangkah.
Belakangan ini telah dikembangkan obat yang tertuju terget molekul yang menjadi kunci
dalam proses timbul dan berkembangnya kanker, misalnya enzim tirosin kinase (TK),
farnesil transverase (FT), matriks metaloproteinase (MMP), dll. Pada antigen terkait
diferensiasi membran sel (seperti CD-20, CD-33, CD-52, CD117, dll), faktor pertumbuhan
epidermal (EDF) dan reseptornya (EGFR), faktor pertumbuhan endotel vaskular (FEGF)
dan reseptornya (FEGFR). Obat jenis ini sarna sekali berbeda dari sitostatika. Selain
memiliki efek spesifik, tidak menimbulkan depresi sumsum tulang dan reaksi
gastrointestinal menonjol. Obat tertuju target molekul yang sudah atau sedang dalam
penggunaan klinis adalah: gleevee (Ima-tinib) dengan target BCR/ABL untuk terapi
leukimia granulositik kronik, juga bisa untuk terapi tumor stromal gastrointestinal (GIST)
yang mengekspresikan C-Kit atau PDEGR ; mabtera (Rituximab) untuk terapi limfoma sel
Biolikular yang mengekspresikan CD20 ; transtuzumab (Herceptin) untuk terapi karsinoma
payudara yang overekspresikan HER2 ; gefitinib (Ires sa) dengan terget EGFR untuk terapi
karsinoma non sel kecil paru ; C225 (Cetuximab, Erbitux) untuk terapi karsinoma usus dan
karsinoma kepala clan leher : erlotinib (Tarceva) yang menghambat aktivitas HERl EGFR-
TK:clan befacizumab (Avastin) yang berikatan clan menetralisasi aktivitas VEGF.Dari
obat-obat ini, aclayang berupa senyawa molekul kecil, aclayang antibocli monoklonal
(meneangkup antibocli mozaik manusia-tikus, antibocli antropogenisasi). Target, indikasi,
efek buruk mereka berbeda-beda, perlu clicermati benar sewaktu menggunakannya.
(Bandung Controversies and Consensus in Obstetrics & Gynecology, 2013)

Aksi dari Agen Kemoterapi

1. Antimetabolit  terjadi proses di bagian sintesis purin dan pirimidin (asam nukleat)
Agen kemoterapi  Analog folat (Metotreksat), purin analog (primidin analog,
adenosine analog).
2. Agen Alkilasi dan golongan lainnya  DNA sintesis dan Binding  Nitrosurea
(Carmustine), platina (carboplatin, cisplatin), others (doxorubicin, etoposide).
3. Alkaloid Vinka  Sintesis mikrotubul  Vinblastin, Vinkristin.
4. Agen Mikrotubul  Sintesis mikrotubul  Paklitaksel, Docetaxel.

Antibodi monoklonal
Mengikat antigen spesifik dari kanker dan memberikan respon imun untuk membunuh sel.
(ex. Transtuzumab, rituximab).
Terapi Endokrin
Untuk kanker yang terkait dengan perubahan hormonal seksual (ex. Antiestrogen untuk
kanker payudara).
(Cancer Diagnosa and Treatment: An Overview for the General Practitioner, 2014)

Mekanisme dan Tempat Kerja Senyawa Kemoterapi


Obat Kemoterapi :
1. Pentostatin
MK = Menghambat adenosine deaminase.
2. 6-Merkamptopurin, 6-Tioguanin, Azatioprin.
MK= Menghambat biosintesis cincin purin, menghambat interkonversi nukleotida.
3. Metotreksat
MK= Menghambat reduksi dihidrofolat, memblok sintesis TMP (Timidin Monofosfat)
dan Purin.
4. Kamtotesin Etoposid, Teniposid, Daunorubisin, Doksorubisin, Mitoksantron.
MK= Memblok fungsi topoisomerase.
5. PALA (N-Fosfonoasetil-L-Aspartat)
MK= Menghambat biosintesis Pirimidin.
6. Hidroksiurea
MK= Menghambat ribunukleotida reductase.
7. 5-Fluorourasil
MK= Menghambat sintesis TMP
8. Gemsitabin, Sitarabin, Fludarabin, 2-klorodeoksiadenosin.
MK= Menghambat Sintesis DNA
9. Analog Platinum, bahan Pengalkilasi, Mitomisin, Cisplatin, Prokarbazin, Dakarbazin.
MK= Membentuk kompleks inklusi dengan DNA
10. L-Asparaginase
MK= Mendeaminasi asparagin, Menghambat sintesis protein.
11. Paklitasel, Alkaloid Vinca, Kolkisin.
MK= Menghambat fungsi Mikrotubulus.
(Goodman & Gilman Dasar Farmakologi terapi, Vol.03, 2017)

III. JENIS SEDIAAN DAN PELAYANAN INFORMASI


HORMON dan ANTIHORMON
1. Anastrozol : tab sal selaput 1 mg 30 tab/bulan.
Indikasi: pengobatan kanker payudara lanjut pada wanita post-menopause dengan reseptor
estrogen positif dan atau reseptor progesteron positif.
Efek Samping: hot flushes, kekeringan pada vagina, perdarahan pada vagina, rambut tipis,
anoreksia, mual, muntah, diare, sakit kepala, artralgia, retak tulang, kemerahan (termasuk
sindrom Stevens-Johnson); astenia dan mengantuk- dapat menggangu kemapuan mengendarai
dan menjalankan mesin; dilaporkan terjadi sedikit perubahan pada kadar total kolesterol;
sangat jarang terjadi reaksi alergi termasuk angiodema dan anafilaktik.
2. Bikalutamid
Indikasi: kanker prostat stadium lanjut dalam kombinasi dengan analog gonadorelin atau
operasi kastrasi; locally advanced prostate cancer, sebagai terapi tunggal atau terapi ajuvan.
Efek Samping: mual, muntah, diare, astenia, ginekomastia, payudara menjadi lunak, hot
flushes, pruritus, kulit kering, alopesia, hirsutisme, penurunan libido, impoten, berat badan
meningkat; reaksi hipersensitivitas (jarang terjadi) meliputi udem angioneurotik dan urtikaria,
interstitial lung disease; nyeri abdomen (jarang), kelainan kardiovaskular (meliputi angina,
gagal hati, dan aritmia), depresi, dispepsia, hematuria, kolestasis, jaundice, trombositopenia.
 tab sal 50 mg 30 tab/bulan
 tab sal 150 mg
3. Deksametason
Indikasi: Leukemia limfositik akut dan kronis, limfoma Hodgkin dan non-Hodgkin, karsinoma
payudara
Efek Samping: iritasi perineal dapat diikuti dengan pemberian injeksi intravena ester fosfat.
 tab 0,5 mg
 inj 5 mg/mL
4. Dienogest : tab 2 mg 30 tab/bulan selama maks 6 bulan.
Indikasi: pengobatan endometriosis.
Efek Samping: peningkatan berat badan, perubahan perasaan dan depresi, sulit tidur,
kegugupan, hilangnya gairah seksual, sakit kepala atau migren, mual, nyeri perut, flatulen,
perut kembung, muntah, jerawat, kebotakan, nyeri punggung, nyeri payudara, kista ovarium,
rasa terbakar, perdarahan uterin/vaginal termasuk bercak, lemah (kondisi astenik) atau cepat
marah
5. Eksemestan: tab sal gula 25 mg , 30 tab/bulan.
Indikasi: kanker payudara lanjut pada wanita post-menopause dimana penyakitnya
berkembang seiring dengan terapi antiestrogen. Pemilihan pasien harus berdasarkan status
reseptor estrogen dan progesteron positif.
Efek Samping: mual, muntah, nyeri abdomen, dispepsia, konstipasi, anoreksia; pusing; lelah,
sakit kepala, depresi, insomnia; hot flushes, berkeringat; alopesia, kemerahan; tidak umum
mengantuk, astenia, udem perifer; jarang trombositopenia, leukopenia.
6. Goserelin asetat
 serb inj 3,6 mg ,
 serb inj 10,8 mg , 1 vial/3 bulan.
7. Letrozol : tab 2,5 mg , 30 tab/bulan
Indikasi: Pengobatan kanker payudara lanjut pada wanita postmenopause dan pada wanita
dengan status postmenopause yang diinduksi secara alami atau buatan yang telah diterapi
dengan antiestrogen. Terapi pre-operasi pada wanita postmenopause yang mengidap kanker
payudara positif reseptor hormon terlokalisasi, untuk memudahkan bedah breast-conserving
pada wanita yang tidak dipertimbangkan sebagai kandidat untuk bedah ini.
Efek Samping: Hot flushes, mual, muntah, lelah, pusing, sakit kepala, dispepsia, konstipasi,
diare, anoreksia, peningkatan nafsu makan, alopesia, peningkatan keringat, kemerahan, udem
perifer, nyeri muskuloskeletal
8. Leuprorelin asetat
 serb inj 1,88 mg 1 vial/bulan; maks 6 vial/kasus.
 serb inj 3,75 mg , 1 vial/bulan
 serb inj 7,5 mg , Tiap 1 bulan.
 serb inj 11,25 mg ,
 serb inj 22,5 mg , Tiap 3 bulan.
9. Medroksi progesteron asetat
 tab 100 mg ,
 inj 50 mg/mL ,
 inj 150 mg/mL ,
10. Metilprednisolon
 tab 4 mg ,
 tab 16 mg ,
11. Tamoksifen
 tab 10 mg , 60 tab/bulan.
 tab 20 mg , 30 tab/bulan.
12. Testosteron
 kaps lunak 40 mg ,
 inj 250 mg/mL ,

IMUNOSUPRESAN
1. Azatioprin: tab sal selaput 50 mg
Indikasi: untuk transplantasi dan untuk pengobatan beberapa kondisi autoimun.
Efek Samping: reaksi hipersensitivitas (malaise, pusing, mual, demam, nyeri otot, nyeri sendi,
gangguan fungsi hati, ikterus, aritmia, hipotensi, nefritis intertisial); supresi sumsum tulang
yang bergantung dosis; rambut rontok, rentan terhadap infeksi bila digunakan bersama
kortikosteroid, mual, pankreatitis, pneumonitis; efek terhadap imun respons
2. Basiliksimab: inj 20 mg ,
Indikasi: untuk profilaksis penolakan akut pada transplantasi ginjal allogenik. Diberikan
bersama siklosporin dan imunosupresan kortikosteroid, penggunaannya sebaiknya dibatasi
oleh para ahli.
Efek Samping: jarang, reaksi hipersensitif berat; dilaporkan sindrom pelepasan sitokin; untuk
efek samping lain lihat di bawah siklosporin dan prednisolone
Dosis: Injeksi intravena atau infus intravena; 20 mg selama 2 jam sebelum pembedahan
(transplantasi), dan 20mg diberikan 4 hari setelah transplantasi. Dosis kedua harus ditunda
pemberiannya jika terjadi komplikasi setelah pembedahan seperti terjadi graft loss.
3. Everolimus
 tab 0,25 mg ,
 tab 0,5 mg ,
4. Hidroksi klorokuin: tab 200 mg* , 60 tab/bulan.
5. Klorokuin: tab 250 mg ,
6. Leflunomid: tab sal selaput 20 mg ,
7. Metotreksat: tab 2,5 mg ,
8. Mikofenolat mofetil : tab 500 mg ,
9. Mikofenolat sodium
 tab sal 180 mg , Untuk dewasa: 60 tab/bulan.
 tab sal 360 mg , Untuk dewasa: 60 tab/bulan.
10. Siklosporin
 kaps lunak 25 mg , 5 mg/kgBB/hari.
 kaps lunak 50 mg , 5 mg/kgBB/hari.
 kaps lunak 100 mg , 90 kaps/bulan
 4. inj 50 mg/mL , 5. inj 100 mg/mL ,
11. Takrolimus
 kaps 0,5 mg ,
 kaps 1 mg ,
 kaps lepas lambat 0,5 mg , 60 kaps/bulan.
 kaps lepas lambat 1 mg , 60 kaps/bulan.

SITOTOKSIK
1. Afatinib
Indikasi: Terapi tunggal pada pengobatan kanker paru jenis karsinoma nonsmall cell, yang
memiliki gen epidermal growth factor reception (EFGR) abnormal pada exon 19 deletions atau
exon 21 substitution mutations.
Efek Samping: Sangat umum: diare, stomatitis, mual, muntah, konstipasi, kolitis, ruam,
jerawat, prutitus, kulit kering, kebotakan, paronisia, infeksi kuku, nasofaringitis, sistisis,
infeksi saluran kemih, infeksi saluran pernapasan atas, penurunan nafsu makan, hipokalemia,
epistaksis, batuk, rinorea, penurunan berat badan, peningkatan enzim ALT, insomnia, sakit
kepala, pusing, demam, nyeri punggung, konjungtivitis, dehidrasi, sesak napas, kelelahan
Dosis: Dosis awal yang direkomendasikan 40 mg sekali sehari. Tablet ditelan seutuhnya
dengan air pada saat perut kosong sekurang-kurangnya 1 jam sebelum atau 3 jam setelah
makan.
 tab sal selaput 20 mg
 tab sal selaput 30 mg
 tab sal selaput 40 mg 30 tab/bulan.
2. Asparaginase: serb inj 10.000 IU ,
3. Bendamustin
 serb inj 25 mg , Untuk CLL: 100 mg/m2 pada hari 1 dan 2 pada siklus 28 hari. Pemberian
maks 6 siklus.
 serb inj 100 mg ,
4. Bevasizumab: inj 25 mg/mL , 12 x pemberian.
5. Bleomisin: serb inj 15 mg , 12 x pemberian.
6. Busulfan: tab 2 mg ,
7. Dakarbazin
 serb inj 100 mg , 12 x pemberian.
 serb inj 200 mg , 12 x pemberian.
8. Daktinomisin: inj 0,5 mg (i.v.) , 12 x pemberian.
9. Daunorubisin : serb inj 20 mg ,
10. Doksorubisin
 serb inj 10 mg (i.v.) , Dosis kumulatif maks (seumur hidup): 500 mg/m² LPT.
 serb inj 50 mg (i.v.) ,
11. Dosetaksel : inj 40 mg/mL ,
12. Epirubisin
 inj 2 mg/mL , Dosis kumulatif maks 750 mg/m² LPT.
 serb inj 50 mg ,
13. Erlotinib
 tab sal selaput 100 mg , 30 tab/bulan.
 tab sal selaput 150 mg , 30 tab/bulan.
14. Etoposid
 kaps lunak 100 mg , 100 mg/m²/hari, selama 3-5 hari.
 inj 20 mg/mL ,
15. Fludarabin
 tab sal 10 mg , 30 mg/m²/hari selama 5 hari.
 serb inj 50 mg ,
16. Fluorourasil
 inj 25 mg/mL , Untuk nasofaring: 1.000 mg/m²/hari selama seminggu. Untuk kolorektal:
2.800 mg/m²/46 jam diulang tiap 2 minggu.
 inj 50 mg/mL (i.v.) ,
17. Gefitinib: tab 250 mg , 30 tab/bulan.
18. Gemsitabin
 serb inj 200 mg , 1.000 mg/m²/minggu.
 serb inj 1000 mg ,
19. Hidroksiurea: kaps 500 mg , 40 mg/kgBB/hari selama 30 hari.
20. Idarubisin: serb inj 20 mg (i.v.) , 12 mg/m² LPT selama 3 hari dikombinasi dengan sitarabin.
21. Ifosfamid
 serb inj 500 mg , 5.000 mg/m²/hari setiap 3 minggu bersama mesna.
 serb inj 1.000 mg ,
 serb inj 2.000 mg ,
22. Imatinib Mesilat
 tab 100 mg , 120 tab/bulan.
 tab 400 mg , Untuk GIST: 60 tab/bulan.
23. Irinotekan
 inj 20 mg/mL , 125 mg/m2 LPT setiap minggu diulang tiap 3 minggu atau 180 mg/m2 LPT
tiap 2 minggu.
 inf 20 mg/mL ,
24. Kapesitabin: tab sal 500 mg , 2.500 mg/m²/hari selama 2 minggu diulang tiap 3 minggu.
25. Karboplatin: inj 10 mg/mL , AUC (Area Under the Curve) 5-6 setiap 3 minggu.
26. Klorambusil: tab sal selaput 5 mg ,
27. Lapatinib: tab 250 mg ,
28. Melfalan: tab 2 mg ,
29. Merkaptopurin: tab 50 mg ,
30. Metotreksat
 tab 2,5 mg , - Untuk maintenance leukemia: 7,5 mg/hari setiap minggu. - Untuk
trofoblastik ganas: 30 mg/hari selama 5 hari.
 inj 2,5 mg/mL , Untuk trofoblastik ganas: 12.000 mg/m²/hari. Tidak untuk intra tekal.
Perlu rescue dengan kalsium folinat (leukovorin, Ca).
 inj 5 mg (i.v./i.m./i.t.) , 15 mg/minggu.
 inj 10 mg/mL , Untuk trofoblastik ganas: 12.000 mg/m²/hari.
 5. inj 25 mg/mL , Tidak untuk intra tekal. Perlu rescue dengan kalsium folinat
(leukovorin, Ca).
31. Mitomisin
 serb inj 2 mg ,
 serb inj 10 mg ,
32. Nilotinib:
 kaps 150 mg , 120 kaps/bulan/kasus.
 kaps 200 mg , 120
33. Oksaliplatin
 serb inj 50 mg , 12x pemberian.
 serb inj 100 mg , 12x pemberian.
34.Oktreotid LAR
 serb inj 20 mg , - Untuk pasien akromegali yang baru pertama mendapat 150 mg/hari
selama 2 minggu, 20-30 mg/bulan setiap 4 minggu. - Untuk tumor karsinoid 20-30
mg/bulan, maks 6 bulan.
 serb inj 30 mg ,
35. Paklitaksel: inj 6 mg/mL , Untuk kanker ovarium 175 mg/m2/kali, setiap 3 minggu dilanjutkan
sisplatin 75 mg/m2.
36. Pemetreksed: serb inj 500 mg 500 mg/m2, maks 6 siklus.
37. Rituksimab: inj 10 mg/mL 375 mg/m2 setiap 3 minggu.
38. Setuksimab: inj 5 mg/mL − Pemberian tiap minggu: Dosis pertama 400 mg/m2, dosis
selanjutnya 250 mg/m2 tiap minggu. − Maks 12 siklus.
39. Siklofosfamid
 serb inj 200 mg (i.v.) 750 mg/m2 LPT setiap 3 minggu.
 serb inj 500 mg (i.v.)
 serb inj 1.000 mg (i.v.)
40. Sisplatin
 inj 10 mg/10 mL 100 mg/m2/hari diulang tiap 3 minggu.
 inj 50 mg/ 50 mL
41. Sitarabin
 inj 50 mg/mL 3.000 mg/m2/hari selama 3 hari berturut-turut.
 inj 100 mg/mL (i.m./i.v./s.k.)
42. Temozolamid
 kaps 20 mg 150-200 mg/m2/hari selama 5 hari berturut- turut diulang setiap 4 minggu atau
75 mg/m2/hari selama 42 hari bersamaan dengan radioterapi.
 kaps 100 mg
43. Trastuzumab: serb inj 440 mg 8x pemberian.
44. Vinblastin: inj 1 mg/mL 6 mg/m2 setiap 2 minggu.
45. Vinkristin: serb inj 1 mg/mL (i.v.) 1,2 mg/m2 setiap 5 hari. Kecuali untuk ALL maks 3 tahun.
46. Vinorelbin: inj 10 mg/mL 25 mg/m2 hari 1 dan 8 diulang setiap 3 minggu.

LAIN - LAIN
1. Asam ibandronat : inj 1 mg/mL 1 vial/bulan.
2. Asam zoledronat: inf 4 mg/100 mL 1 vial/bulan
3. Dinatrium klodronat : inj 60 mg/mL Dosis kumulatif maks 1.500 mg/hari selama 5 hari.
4. Kalsium folinat (leukovorin, Ca)
Indikasi: menetralkan efek toksik segera dari antagonis asam folat seperti metotreksat;
pemberian secara parenteral dilakukan jika pemberian secara oral pada pengobatan anemia
megaloblastik tidak dimungkinkan.
Efek Samping: reaksi hipersensitivitas; jarang pireksia setelah penggunaan secara parenteral
Dosis: Asam folinat dapat diberikan secara oral atau secara parenteral melalui injeksi intra
muskular, injeksi intravena atau infus intravena Ketika diberikan secara infus intravena, dapat
dilarutkan dalam 1 L glukosa 5% b/v dalam air untuk injeksi atau normal saline. Larutan di
atas tersebut stabil selama 24 jam jika disimpan pada 2-80C. Untuk menghindai kontaminasi
mikroba yang berbahaya, infus harus diberikan segera setelah dibuat.PENGOBATAN
OVERDOSIS ANTAGONIS ASAM FOLAT: diberikan 10mg/m luas permukaan tubuh tiap 6
jam secara i.v atau i.m sampai kadar metotreksat dalam serum di bawah 10-8 M.
PENGOBATAN ANEMIA MEGALOBLASTIK: tidak melebihi 1 mg per hari diberikan
secara intramuskular atau oral.
 tab 15 mg 400 mg/m2 setiap 2 minggu bersama dengan 5-FU.
 inj 3 mg/mL
 inj 5 mg/mL
 inj 10 mg/mL
5. Mesna : inj 100 mg/mL

IV. PEMBUATAN DAN PENGEMBANGAN SEDIAAN FARMASI


DISPERSI PADAT
a. Defenisi
Dispersi padat adalah dispersi satu atau lebih bahan aktif dalam suatu pembawa inert atau
matriks dalam bentuk padat yang dibuat dengan metode peleburan, pelarutan atau pelarutan-
peleburan. Teknik dispersi padat pertama kali diperkenalkan oleh Sekiguchi dan Obi tahun 1961
dengan pembawa yang mudah larut diantaranya: polivinilpirolidon, polietilen glikol, dan urea
dengan tujuan untuk memperkecil ukuran partikel, meningkatkan laju dissolusi dan absorpsi obat
yang tidak larut dalam air (Mor et al., 2016)
b. Metode Dispersi Padat
1. Metode Pelelehan
Metode ini pertama kali diusulkan Sekiguchi dan Obi tahun 1961. Untuk membuat
bentuk sediaan dispersi padat. Campuran obat dan pembawa yang larut air dilebur secara
langsung sampai meleleh. Campuran tersebut didinginkan dan dibekukan pada penangas
berisi es (ice bath) dengan pengadukan kuat. Masa padat dihancurkan, diserbuk dan
diayak. Massa padat tersebut biasanya membutuhkan penyimpanan satu hari atau lebih
dalam desikator pada suhu kamar untuk pengerasan dan kemudahan diserbuk .
Keuntungan utama metode ini adalah sederhana dan ekonomis. Sebagai tambahan
dapat dicapai supersaturasi zat terlarut atau obat pada sistem dengan mengkristalkan
lelehan langsung secara cepat dari temperatur tinggi Dibawah kondisi seperti itu, molekul
zat terlarut tertahan pada matriks pelarut dengan proses pemadatan langsung. Sehingga
didapat dispersi kristalit yang lebih halus dari sistem campuran eutetis sederhana bila
metode ini digunakan. Kekurangannya adalah banyak zat baik obat atau pembawa, dapat
terurai atau menguap selama proses peleburan pada suhu tinggi (Mor et al., 2016)
2. Metode Pelarutan
Metode ini telah lama digunakan dalam pembuatan dispersi padat atau kristal
campuran senyawa organik dan anorganik.. Dispersi padat dibuat dengan melarutkan
campuran dua komponen padat dalam suatu pelarut umum, diikuti dengan penguapan
pelarut. Metode ini digunakan untuk membuat dispersi padat ß- karoten-polivinilpirolidon,
sulfathiazol-polivinilpirolidon. Salah satu syarat penting untuk pembuatan dispersi padat
dengan metode pelarutan adalah bahwa obat dan pembawa cukup larut dalam pelarut.
Suhu yang digunakan untuk penguapan pelarut biasanya terletak pada kisaran 23-65º
C(Mor et al., 2016)
Keuntungan utama dari metode ini adalah penguraian obat atau pembawa dapat
dicegah karena penguapan pelarut terjadi pada suhu rendah. Kekurangannya adalah biaya
mahal, kesukaran memisahkan pelarut secara sempurna, kemungkinan efek merugikan
dari pelarut yang jumlahnya dapat diabaikan terhadap stabilitas obat, pemilihan pelarut
umum yang mudah menguap, dan kesukaran menghasilkan kembali bentuk kristal (Mor et
al., 2016)
3. Metode Pelarutan-Pelelehan
Sistem dispersi padat dibuat dengan melarutkan dahulu obat dalam pelarut yang sesuai
dan mencampurnya dengan lelehan polietilen glikol, dapat dicapai dibawah suhu 70º C,
tanpa memisahkan pelarut(Mor et al., 2016)
c. Pembawa Dispersi Padat
Pembentukan sistem dispersi padat dalam pembawa yang mudah larut telah luas digunakan
diantaranya: polivinilpirolidon (PVP), polietilen glikol (PEG), polivinilalkohol (PVA), derivat
selulosa, poliakrilat dan polimethakrilat, urea, gula, poliol dan polimernya, dan emulsifier.
Polietilen glikol (PEG) disebut juga makrogol, merupakan polimer tambahan dari etilen
oksida dengan rumus struktur H(OCH2CH2)nOH, dimana n adalah jumlah rata-rata gusus
oksietilen. PEG umumnya mempunyai bobot melekul antara 200-300.000, konsistensinya sangat
dipengaruhi oleh berat molekulnya. PEG dengan bobot molekul 200-600 berbentuk cair, PEG
dengan bobot molekul 800-1500 konsistensinya seperti vaselin, PEG dengan bobot molekul 2000-
6000 menyerupai lilin dan bobot molekul diatas 20.000 berbentuk kristal keras dan kaku pada
temperatur kamar. Umumnya PEG dengan bobot molekul 1500-20.000 digunakan untuk
pembuatan dispersi padat. PEG dengan bobot molekul 4000-6000 paling sering digunakan untuk
pembuatan sistem dispersi padat. Titik lebur PEG untuk setiap tipenya dibawah 65º C (misalnya
PEG 1000 mempunyai titik lebur 30-40º C, PEG 4000 mempunyai titik lebur 50-58º C dan PEG
20.000 mempunyai titik lebur 60-63º C). Titik lebur yang relatif rendah menguntungkan untuk
pembuatan dispersi padat dengan metode peleburan.
d. Disolusi Obat Secara In Vitro
Disolusi didefinisikan sebagai proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut menghasilkan
suatu larutan. Secara sederhana, disolusi adalah proses zat padat melarut. Secara prinsip, proses
ini dikendalikan oleh afinitas antara zat padat dan pelarut.
Apabila suatu sediaan padat berada dalam saluran cerna, ada dua kemungkinan yang akan
berfungsi sebagai pembatas kecepatan. Bahan berkhasiat dari sediaan padat tersebut pertama-tama
harus terlarut, sesudah itu barulah obat yang berada dalam larutan melewati membran saluran
cerna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi laju disolusi dari bentuk sediaan biasanya diklasifikasikan
atas tiga kategori:
- faktor yang berkaitan dengan sifat fisikokimia obat,
- faktor yang berkaitan dengan formulasi sediaan dan
- faktor yang berkaitan dengan alat uji disolusi dan parameter uji.
e. Klasifikasi dan Mekanisme Lepas Cepat
Sistem dispersi padat dapat digolongkan berdasarkan mekanisme lepas cepatnya. Sistem ini
dapat digolongkan menjadi enam kelompok sebagai berikut;
- Campuran eutetik sederhana.
- Larutan padat.
- Larutan kaca dan suspensi kaca.
- Endapat amorf obat dalam pembawa kristal.
- Pembentukan senyawa atau kompleks antara obat dan pembawa.
- Berbagai kombinasi dari kelompok 1 sampai 5.

FLOATING
a. Pengertian
Salah satu jenis sediaan tablet gastro-retentive adalah floating system, yang merupakan
sistem dengan densitas yang kecil, yang memiliki kemampuan mengambang kemudian
mengapung dan tinggal di lambung untuk beberapa waktu. Pada saat sediaan mengapung di
lambung, obat dilepaskan perlahan dengan kecepatan yang da-pat ditentukan.
Sistem penghantaran dengan mengontrol densitas (pengapungan) biasanya di sebut
sebagai floating system. Dimana obat di buat dengan densitas yang lebih rendah dari cairan
lambung, sehingga obat akan mengapung di cairan lambung lalu melepaskan zat aktif obat
secara perlahan tanpa mempengaruhi tingkat pengosongan lambung dalam jangka waktu yang
lama.
Berbagai tipe/desain sediaan dapat digunakan untuk aplikasi sistem gastroretentive,
diantaranya sistem penghantaran bioadhesif /mukoadhesif, sistem penghantaran dengan
mengontrol densitas (pengapungan), system penghantaran yang dapat meningkatkan ukuran
obat sehingga tertahan karena tidak dapat melewati pylorus (modified shape systems),
sedimentasi, dan expansion. Dalam penelitian ini digunakan sistem floating dengan
menggunakan matrik Methocel K15M dan komponen effervescent untuk
mempercepat floating (Arora et al., 2005).
b. Klasifikasi floating
 Effervescent system
Mekanisme utama yang terlibat dalam sistem ini adalah produksi gas karbon dioksida
akibat reaksi antara natrium bikarbonat, asam sitrat dan asam tartrat. Hasil gas yang
dihasilkandalam pengurangan sistemdensitas sehingga membuatnya mengapungdicairan
lambung. Sistem ini dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
1. Volatile liquid containing systems
- Intragastric floating gastrointestinal drug delivery system:
Sistem ini berisi ruang pengapungan yang berisi vakum atau lembam, gas
berbahaya dan mikro yang kompartemen melampirkan penampung obat.
- Inflatable gastrointestinal delivery system
Sistem ini memiliki ruang elastis yang mengandung eter cair yang gasifies pada
suhu tubuh untuk mengembang. Ruang elastis tersebut mengandung filamen
polimer (misalnya, kopolimer polivinil alkohol dan polyethylene) yang terkikis
secara bertahap larut dalam lcairan lambung dan akhirnya menyebabkan ruang
elastis untuk melepaskan gas dan keluar.
- Intragastric-osmotically controlled drug delivery system
Sistem ini terdiri dari Tekanan osmotik yang dikendalikan oleh perangkat
pengiriman obat dan sebuah kapsul elastis yang mengambang. Dalam perut, kapsul
tersebut hancur dan melepaskan obat dengan cara osmotik dikendalikan sistem
pengiriman yang berisi dua komponen; kompartemen penampung obat dan
kompartemen osmotik aktif.
2. Matrix tablets
Sistem ini dapat diformulasikan sebagai lapisan tablet matriks tunggal dengan
memasukkan bikarbonat dalam zat pembentuk matriks pembentuk gel hydocolloid atau
tablet bilayer matriks dengan menghasilkan gas matriks sebagai salah satu layer dan obat
menjadi lapisan kedua. Hal ini juga dapat dirumuskan sebagaitiga tablet lapisan matriks
dengan menghasilkan gas matriks sebagai salah satu layer dan 2 lapisan obat.
3. Gas generating systems
Sistem ini memanfaatkan senyawa effervescent seperti natrium bikarbonat, asam sitrat dan
asam tartaric. Sistem ini dibagi menjadi beberapa:
- Floating capsules
Diformulasikan dengan mencampurkan natrium bicarbonate dan natrium alginat.
- Floating pills
Sistem jenis ini adalah sistemdengan formulasi pelepasan yang berkelanjutan, yang
pada dasarnya memiliki beberapa jenis unit bentuk sediaan. Pil tersebut dikelilingi
oleh dua lapisan. Lapisan luar terdiri dari membranswellabledan lapisan dalam
terdiri dariagen effervescent.
- Floating systems with ion exchange resins
Pendekatan yang paling umum untuk merumuskan sistem ini melibatkan butiran
resin yang dimasukkanbersama bikarbonat. Hal ini kemudian dilapisi bersamaetil
selulosa yang biasanya larut tapipermeabel terhadap air. Hal ini menyebabkan
karbondioksidadapat melepaskan dan sistem untuk mengapung. (Arora et al.,
2005).

 Non Effervescent system


Adalah salah satu jenis dari floatinggastroretentive drugdelivery systems yang terdiri dari
bahan pembentuk gel. Hydrocolloids, polysakaridadan polimer-polimer pembentuk matriks seperti
polycarbonat, polystyrene, polymethacrylate, dll.
1. Hydrodynamically balanced systems
Sistem ini mengandung obat dalam bentuk gel hydrocolloids yang
diformulasikan menjadi satu kesatuan bentuk sediaan. Setelah kontak dengan cairan
lambung, bagian hydrocolloids membengkak untuk membentuk penghalang gel yang
memfasilitasi sistem untuk tetap apung di perut.
2. Microballoons/hollowmicrospheres
Sistem ini mengandung polimer kulit terluar yang diisi dengan obat. Kulit polimer luar
terdiri dari polimer seperti polikarbonat, selulosa asetat, kalsium alginat, agar, dll
Daya apung, jeda waktu dan pelepasan obat dari Sistem tergantung pada kuantitas polimer
yang digunakan dalam formulasi.
3. Layered tablets
- Single layered floating tablets:
Tipe tablet ini mengandung obat yang dicampur dengan gel membentuk
hydrocolloids dan eksipien lainnya. Setelah kontak dengan cairan lambung,
bagian yang hydrocolloids membengkak dan menjaga bulk density kurang dari
satu dan karenanya tetap apung diperut.
- Double layered floating tablets
Tipe tablet ini mengandung dua lapisan, salah satu merupakan lapisan yang akan
melepaskan segera dan yang lain adalah berkelanjutan lapisan rilis mengandung
obat dan hydrocolloids yang tetap di perut untuk periode berkepanjangan (Arora et
al., 2005).

c. Keuntungan Floating
- Memperlama waktu tinggal sediaan pada tempat absorpsi
Dengan meningkatnya waktu tinggal dapat meningkatkan absorpsi dan efikasi terapetik
dari obat.
- Absorpsi cepat karena supply darah besar dan kecepatan aliran darah baik.
- Meningkatkan bioavailabilitas karena tidak adanya first pass metabolisme
- Obat dilindungi dari degradasi pada lingkungan asam pada saluran pencernaan.
- Meningkatkan kepatuhan pasien karena pemberian obat disukai (Arora et al., 2005).

CO-KRISTAL
a. Pengertian
Kokristal dapat didefenisikan sebagai kompleks Kristal dari dua atau lebih konstituen
molekul yang terikat bersama-sama dalam kisi Kristal melalui interaksi non kovalen terutama
ikatan hydrogen. Pembentukan kokristal melibatkan penggabungan zat aktif obat dengan molekul
lain yang dapat diterima secara farmasi dalam sebuah kisi Kristal. Molekul yang menjadi agen
kokristalisasi disebut juga korformer. Tujuan cocrystal adalah meningkatkan bioavailabilitas suatu
obat, salah satunya dengan meningkatkan kelarutan senyawa yang sukar larut. Untuk asam bebas
atau basa bebas, kokristal dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan.
b. Pembuatan Ko-Kristal
Koformer adalah molekul yang merupakan agen kokristalisasi, harus memiliki sifat sebagai
berikut: tidak toksik, inert secara farmakologi, dapat mudah larut dalam air, mampu berikatan
secara nonkovalen dengan obat, kompatibel secara kimia dengan obat, dan tidak membentuk
ikatan yang kompleks dengan obat. Adapun syarat zat aktif obat dalam ko kristalisasi adalah zat
yang mampu berikatan secara nonkovalen dengan koformer.
c. Metode
Beberapa metode yang umum digunakan dalam pembuatan kokristal adalah sebagai berikut
1. Metode pelarutan
- Evaporation methode
Dua komponen zat aktif obat dan koformer dilarutkan dalam suatu pelarut atau campuran
pelarut, kemudian larutan tersebut diuapkan sampai pelarutnya habis menguap. Ko kristal
merupakan residu hasil penguapan tersebut.
- Metode pendinginan
Sejumlah besar komponen yang merupakan zat aktif dan koformer dilarutkan dalam suatu
pelarut atau campuran pelarut yang kemudian dipanaskan untuk memastikan kedua
komponen tersebut benar-benar larut, kemudian larutan didinginkan pada suhu kamar. Ko-
Kristal akan mengendap ketika larutan lewat jenuh (Qiao et al., 2011).
2. Metode grinding
- Dry grinding
Dilakukan dengan menyampurkan ke 2 komponen penyusun ko-kristal secara bersama-
sama lalu menggerusnya atau menggilingnya dengan mortar dan alu atau dengan ball
mill atau vibratory mill.
- Solvent-drop grinding
Metode ini sama dengan metode dry grinding, hanya saja ditambahkan sejumlah kecil
pelarut dalam proses pencampurannya (Qiao et al., 2011).

V. EVALUASI SEDIAAN
1. Tablet
1.1.Keseragaman Sediaan
Keseragaman sediaan dapat ditetapkan metode keseragaman bobot atau keseragaman
kandungan. Persyaratan ini digunakan untuk sediaan mengandung satu zat aktif dan sediaan
mengandung dua atau lebih zat aktif
Tabel 5. 1. Penggunaan Uji Keseragaman Kandungan dan Uji Keseragaman Bobot untuk sediaan
Bentuk Tipe Sub tipe Dosis dan perbandingan zat aktif
sediaan ≥ 25 mg dan ≥ < 25 mg dan < 25%
25%
Tablet Tidak bersalut Keseragaman Keseragaman
bobot kandungan
Salut Selaput Keseragaman Keseragaman
bobot kandungan
Lainnya Keseragaman Keseragaman
kandungan kandungan
Sediaan padat Komponen Keseragaman Keseragaman bobot
dalam wadah tunggal bobot
dosis tunggal
Multi Larutan beku Keseragaman Keseragaman bobot
komponen kering dalam bobot
wadah akhir
Lainnya Keseragaman Keseragaman
kandungan kandungan
Larutan Keseragaman Keseragaman bobot
dalam wadah bobot
satuan dosis
dan dalam
kapsul lunak
Lainnya Keseragaman Keseragaman
kandungan kandungan

A. Keseragaman Bobot
Ambil tidak kurang dari 30 satuan sediaan. Tablet tidak bersalut harus memenuhi syarat
keseragaman bobot yang ditetapkan sebagai berikut: Timbang 10 tablet satu per satu, Hitung
jumlah zat aktif dalam tiap tablet yang dinyatakan dalan persen dari jumlah yang tertera pada etiket
dari hasil penetapan kadar masing-masing tablet. Perhitungan nilai penerimaan sama speperti pada
uji keseragaman kandungan.
B. Keseragaman Kandungan
Ambil tidak kurang dari 30 satuan dan lakukan penetapan kadar sesuai dengan metode
analisisnya. Hitung nilai penerimaan dengan rumus
|𝑀 − 𝑥̄ | + 𝑘𝑠
Dimana x̄ adalah rata-rata dari masing-masing kandungan yang dinyatakan dalam persen,
M adalah nilai rujukan, k adalah konstanta penerimaa dan s adalah simpangan baku sampel.
Nilai penerimaan maksimum yang diperbolehkan yaitu L1=15,0 kecuali dinyatakan lain
dalam monografi. Jika nilai penerimaan lebih besar dari L1%, lakukan pengujian pada 20 unit
sediaan tambhn dan dihitung nilai penerimaan. Memenuhi syarat jika nilai penerimaan akhir dari
30 unit sediaan lebih kecil atau sama dengan L1% dan tidak ada satu unit pun kurang dari [1-
(0,01)(L2)]M atau tidak satu unitpun lebih dari [1+(0,01)(L2)]M dengan nilai L2 adalah 25,0.
1.2.Uji Kekerasan
Uji kekerasan tablet dapat didefinisikan sebagai uji kekuatan tablet yang mencerminkan
kekuatan tablet secara keseluruhan, yang diukur dengan memberi tekanan terhadap diameter tablet.
Tablet harus mempunyai kekuatan dan kekerasan tertentu serta dapat bertahan dari berbagai
goncangan mekanik pada saat pembuatan, pengepakan dan transportasi. Alat yang biasa digunakan
adalah hardness tester
Uji kekerasandilakukan dengan mengambil masing-masing 10 tablet dari tiap batch, yang
kemudian diukur kekerasannya dengan alat pengukur kekerasan tablet. Persyaratan untuk tablet
lepas terkendali non swellable adalah 10-20 kg/cm2.

1.3.Uji Keregasan (Friabilitas)


Keregasan merupakan parameter yang digunakan untuk mengukur ketahanan permukaan
tablet terhadap gesekan yang dialaminya sewaktu pengemasan dan pengiriman. Keregasan diukur
dengan friabilator. Prinsipnya adalah menetapkan bobot yang hilang dari sejumlah tablet selama
diputar dalam friabilator selama waktu tertentu. Pada proses pengukuran keregasan, alat diputar
dengan kecepatan 25 putaran per menit dan waktu yang digunakan adalah 4 menit. Jadi ada 100
putaran (Andayana, 2009). Keregasan dapat dievaluasi dengan menggunakan friabilator (contoh
nya Rosche friabilator).
Tablet yang akan diuji sebanyak 20 tablet, terlebih dahuludibersihkan dari debunya dan
ditimbang dengan seksama. Tablet tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam friabilator, dan
diputar sebanyak 100 putaran selama 4 menit, jadi kecepatan putarannya 25 putaran per
menit. Setelah selesai, keluarkan tablet dari alat, bersihkan dari debu dan timbang dengan
seksama. Kemudian dihitung persentase kehilangan bobot sebelum dan sesudah perlakuan. Tablet
dianggap baik bila keregasan tidak lebih dari 1% (Andayana, 2009).Uji keregasan berhubungan
dengan kehilangan bobot akibat abrasi yang terjadi pada permukaan tablet. Semakin besar harga
persentase keregasan, maka semakin besar massa tablet yang hilang. Keregasan yang tinggi akan
mempengaruhi konsentrasi/kadar zat aktif yang masih terdapat pada tablet. Tablet dengan
konsentrasi zat aktif yang kecil (tablet dengan bobot kecil), adanya kehilangan massa akibat rapuh
akan mempengaruhi kadar zat aktif yang masih terdapat dalam tablet.

1.4.Waktu hancur
Waktu hancur adalah waktu yang dibutuhkan sejumlah tablet untuk hancur menjadi
granul/partikel penyusunnya yang mampu melewati ayakan no.10 yang terdapat dibagian bawah
alat uji. Alat yang digunakan adalah disintegration tester, yang berbentuk keranjang, mempunyai
6 tube plastik yang terbuka dibagian atas, sementara dibagian bawah dilapisi dengan
ayakan/screen no.10 mesh
Tablet yang akan diuji (sebanyak 6 tablet) dimasukkan dalam tiap tube, ditutup dengan
penutup dan dinaik-turunkan keranjang tersebut dalam medium air dengan suhu 37° C. Dalam
monografi yang lain disebutkan mediumnya merupakan simulasi larutan gastrik (gastric fluid).
Waktu hancur dihitung berdasarkan tablet yang paling terakhir hancur. Persyaratan waktu hancur
untuk tablet tidak bersalut adalah kurang dari 15 menit, untuk tablet salut gula dan salut nonenterik
kurang dari 30 menit, sementara untuk tablet salut enterik tidak boleh hancur dalam waktu 60
menit dalam medium asam, dan harus segera hancur dalam medium basa

1.5.Uji Disolusi
Uji disolusi digunakan untuk menentukan kesesuaian dengan persyaratan disolusi yang
tertera dalam masing-masing monografi untuk sediaan yang digunakan secara oral. Untuk kapsul
gelatin keras atau lunak dan tablet salut gelatin, yang tidak memenuhi syarat uji disolusi ulangi uji
sebagai berikut: Jika media disolusi yang dinyatakan pada masing-masing monografi adalah air
atau media dengan pH kurang dari 6,8 gunakan media yang sama dengan penambahan pepsin yang
dimurnikan hingga aktivitas tidak lebih dari 750.000 unit/1000 ml.

Untuk media dengan pH 6,8 atau lebih besar, dapat ditambahkan pankreatin hingga aktivitas
protease tidak lebih dari 1750 unit FI/1000 ml.

Baku pembanding gunakan tablet lepas lambat klorfeniramin maleat BPFI, tablet prednison BPFI.

A. Alat
1. Alat 1 (Tipe Keranjang)
Alat terdiri dari sebuah wadah tertutup yang terbuat dari kaca atau bahan transparan lain
yang inert; sebuah motor, suatu batang logam yang digerakkan oleh motor, dan keranjang
berbentuk silinder. Wadah tercelup sebagian di dalam suatu tangas air yang sesuai, berukuran
sedemikian sehingga dapat mempertahankan suhu di dalam wadah pada 37˚±0,5˚C selama
pengujian berlangsung dan menjaga agar gerakan air dalam tangas air halus dan tetap. Bagian dari
alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakkan tidak boleh menimbulkan gerakan, goncangan
atau getaran signifikan yang melebihi gerakan akibat perputaran alat pengaduk. Akan lebih baik
apabila alat yang digunakan memungkinkan pengamatan contoh dan alat pengaduk selama
pengujian berlangsung. Wadah disolusi berbentuk silinder dengan dasar setengah bola dengan
dimensi dan kapasitas sebagai berikut: untuk kapasitas nominal 1000 ml, tinggi 160 mm hingga
210 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm; untuk yang berkapasitas nominal 2000 ml, tinggi
280 mm hingga 300 mm, diameter dalam 98 mm hingga 106 mm; untuk kapasitas nominal 4000
ml, tinggi 280 mm hingga 300 mm dan diameter dalam 145 mm hingga 155 mm. Tepi bagian atas
wadah melebar. Untuk mencegah penguapan dapat digunakan suatu penutup yang cocok. Batang
logam berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih dari 2 mm pada tiap titik dari
sumbu vertikal wadah, berputar dengan halus dan tanpa goyangan yang berarti yang dapat
mempengaruhi hasil uji. Suatu alat pengatur kecepatan digunakan sehingga memungkinkan untuk
memilih kecepatan putaran yang dikehendaki dan mempertahankan kecepatan seperti tertera dalam
masing-masing monografi dalam batas lebih kurang 4%.
Komponen batang logam dan keranjang yang merupakan bagian dari pengaduk terbuat dari
baja tahan karat tipe 316 atau bahan lain yang inert sesuai dengan spesifikasi pada Gambar 1. Dapat
juga digunakan keranjang berlapis emas setebal 0,0001 inchi (2,5 µm). Sediaan dimasukkan
kedalam keranjang yang kering pada tiap awal pengujian. Selama pengujian berlangsung jarak
antara bagian dasar dalam wadah dan keranjang adalah 25±2 mm. Bahan tidak boleh menyerap,
bereaksi atau mengganggu spesimen yang diuji. Penutup yang digunakan tetap memberikan
keleluasaan untuk memasukkan termometer dan pengambilan cuplikan.

2. Alat 2 (Tipe Dayung)


Sama seperti Alat 1, kecuali pada alat ini digunakan dayung yang terdiri dari daun dan
batang sebagai pengaduk. Batang berada pada posisi sedemikian sehingga sumbunya tidak lebih
dari 2 mm pada setiap titik dari sumbu vertikal wadah dan berputar dengan halus tanpa goyangan
yang berarti. Daun melewati diameter batang sehingga dasar daun dan batang rata. Dayung
memnuhi spesifikasi pada Gambar 2. Jarak 25±2 mm antara daun dan bagian dalam dasar wadah
dipertahankan selama pengujian berlangsung. Daun dan batang logam yang merupakan satu
kesatuan dapat disalut dengan suatu penyalut inert yang sesuai. Sediaan dibiarkan tenggelam ke
dasar wadah sebelum dayung mulai diputar. Sepotong kecil bahan yang tidak bereaksi seperti
gulungan kawat berbentuk spiral dapat digunakan untuk mencegah mengapungnya sediaan.
Alternatif pemberat (sinker) ditunjukkan pada Gambar 2A. Alat lain yang dapat mencegah
mengapungnya sediaan dan telah divalidasi dapat digunakan.

3. Alat 3 (Silinder Kaca Bolak-Balik)


Alat terdiri dari 1 rangkaian labu kaca beralas rata berbentuk silinder; rangkaian silinder
kaca yang bergerak bolak-balik. Terdapat penyambung inert dari baja tahan karat dan kasa
polipropilen (inert dan tidak mengabsorpsi) untuk menyambungkan bagian atas dan alas silinder
yang bergerak bolak-balik. Terdapat sebuah motor serta kemudi pada alat untuk menggerakkan
silinder bolak-balik secara vertikal dalam labu. Labu tercelup sebagian pada tangas air agar suhu
terjaga 37˚±0,5˚C. Bagian alat maupun lingkungan tidak boleh mengalami goncangan atau getaran.
Terdapat pengatur kecepatan untuk memungkinkan memilih dan mempertahankan kecepatan
bolak-balik seperti tertera dalam monografi dalam batas ±5%. Wadah dilengkapi penutup untuk
mencegah penguapan selama pengujian.

4. Alat 4 (Sel yang dapat Dialiri)


Alat terdiri dari sebuah wadah dan pompa untuk media disolusi; sebuah sel yang dapat
dialiri; tangas air untuk mempertahankan media disolusi. Pompa mendorong media disolusi ke atas
melalui pompa sel. Pompa memiliki kapasitas aliran antara 240 ml/jam dan 960 ml/jam dengan
laju alir baku 4 ml, 8 ml, dan 16 ml per menit.
Sel terbuat dari bahan yang inert dan transparan, dipasang vertikal dengan suatu penyaring
yang mencegah lepasnya partikel tidak larut dari bagian atas sel; diameter sel baku adalah 12 mm
dan 22,6 mm. Bagian bawah yang meruncing diisi dengan butiran kaca kecil dengan diameter ±5
mm untuk mencegah cairan masuk ke dalam tabung. Terdapat suatu alat pemegang tablet untuk
meletakkan bentuk sediaan tertentu misalnya tablet tatahan. Sel tercelup dalam tangas air dengan
suhu dipertahankan 37˚±0,5˚C.
Mekanisme alat yakni penjepit dan dua cincin bentuk O untuk menahan sel. Pompa terpisah
dari unit disolusi untuk mencegah dari getaran yang berasal dari pompa. Posisi pompa tidak boleh
lebih tinggi dari posisi labu penampung. Sambungan pipa harus sependek mungkin dengan
menggunakan pipa politef dengan diameter dalam 1,6 mm dan sambungan yang ujungnya melebar
dan inert secara kimia.

B. Media disolusi
Gunakan media disolusi yang sesuai seperti tertera pada masing masing monografi.
Pengukuran volume dilakukan pada suhu antara 20-25 derajat. Bila media disolusi adalah suatu
larutan dapar, atur ph larutan sedemikian hingga berada dalam batas 0,05pH yang tertera pada
masing masing monografi( catatan: gasterlarut dapat membentuk gelembung yang dapat merubah
hasil pengujian. Oleh karena itu gas harus dihilangkan. Salah satu metode deairasi:

Panaskan media, sambil diaduk perlahan, hingga suhu 41 derajat, segera saring menggunakan
vakum dengan penyaring berporositas 0,45 mikro meter atau kurang. Dengan pengadukan yang
kuat, dan pengadukan yang terus menerus sambil divakum selama lebih kurang 5 menit.
Waktu. Waktu pengambilan cuplikan harus dilakukan pada waktu yang dinyatakan dengan
toleransi +- 2%. Bila dalam spesifikasi hanya terdapat satu waktu, pengujian dapat diakhiri dalam
waktu yang lebih singkat bila persyaratan jumlah minimum terlarut dipenhi.

Prosedur untuk gabungan sampel untuk sediaan lepas segera. Gunakan prosedur ini bila prosedur
untuk gabungan sampel dinyatakan pada masing masing monografi. Lakukan seperti prosedur alat
1 dan 2 sediaan lepas segera. Campur sejumlah sama filtrat larutan dari 6 atau 12 contoh yang
diambil, dan gunakan gabungan sampel sebagai sampel uji. Tentukan nilai rata rata jumlah zat
terlarut dalam gabungan sampel.

Sediaan lepas lambat


Lakukan sesuai sediaan lepas segera.

Media disolusi. Lakukan sesuai sediaan lepas segera.

Waktu. Pengambilan cuplikan umumnya tiga titik dinyatakan dalam satuan jam. ( catatan : ganti
alikuot yang diambil untuk analisis dengan sejumlah volume sama media disolusi baru pada suhu
yang dinyatakan dalam monografi atau jika dapat ditunjukan bahwa penggantian media tidak
diperlukan lakukan koreksi terhadap perubahan volume dalam perhitunga. Jaga wadah selalu
tertutup dan periksa suhu pada waktu tertentu).

Sediaan lepas tunda


Gunakan metode A dan metode B dan alat yang ditentukan dalam masing-masing monografi.
Kecuali dinyatakan lain penambilan cuplikan harus dilakukan pada waktu yang dinyatakan dengan
toleransi ±2%.

Metode A. Prosedur (kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi)

1. Tahap Asam
Masukkan 750 ml asam klorida 0,1 N dalam wadah dan pasang alat. Biarkan media hingga
suhu 37o±0,5oc. Masukkan satu satuan sediaan ke dalam alat tutup wadah, jalankan alat
pada kecepatan yang tertera pada masing-masing monografi.
Setelah 2 jam pengujian tahap asam, ambil sejumlah cairan alikot dan lanjutkan segera
seperti tertera pada tahap dapar.
Lakukan penetapan kadar terhadap alikot menggunakan metode penetapan yang sesuai,
seperti dinyatakan dalam masing-masing monografi
2. Tahap Dapar
[Lakukan penambahan dapar dan pengaturan pH dalam waktu tidak lebih dari 5 menit].
Jalankan alat pada kecepatan seperti tertera pada monografi. Tambahkan 200 ml larutan
NaPO4 berbasa tiga 0,2 M yang bersuhu 37o±0,5o ke dalam labu. Jika perlu atur pH hingga
6,8±0,05 dengan penambahan HCl 2N atau Natrium Hidroksida 2N. Lanjutkan pengujian
selama 45 menit atau selama waktu seperti dinyatakan pada masing-masing monografi.
Pada akhir periode pengujian, ambil sejumlah cairan alikot. Lakukan penetapan kadar
terhadap alikot menggunakan metode penetapan yang sesuai seperti dinyatakan dalam
masing-masing monografi.
Penetapan dapat diakhiri dalam periode yang lebih singkat dari yang dinyatakan untuk
tahap dapar bila persyaratan jumlah minimum terlarut dipenuhi pada waktu lebih awal.

Metode B. Prosedur (kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi)


1. Tahap Asam
Masukkan 1000 ml asam klorida 0,1 N dalam labu dan pasang alat. Biarkan media hingga
suhu 37o±0,5o. Masukkan satu unit sediaan ke dalam alat, tutup wadah, jalankan alat pada
kecepatan yang tercantum dalam masing-masing monografi.
Setelah 2 jam pengujian tahap asam, ambil sejumlah cairan alikot dan lanjutkan segera
seperti tercantum pada tahap dapar.
Lakukan penetapan kadar terhadap alikot menggunakan metode penetapan kadar yang
sesuai, seperti yang tercantum pada masing-masing monografi.
2. Tahap Dapar [Pada tahap ini digunakan dapar yang terlebih dahulu dipanaskan hingga suhu
37o±0,5o]
Buang larutan asam dari labu, tambahkan kedalam labu 1000 ml dapar posfat pH 6,8 yang
dibuat dengan cara mencampurkan asam klorida 0,1 N dengan natrium posfat berbasa tiga
0,2 M (3:1), jika perlu atur pH hingga 6,8±0,05 dengan penambahan asam klorida 2 N atau
natrium hidroksida 2 N. [Penggantian media disolusi dapat juga dilakukan dengan
mengeluarkan labu berisi larutan asam dari alat dan menggantinya dengan labu lain yang
berisi larutan dapar dan memindahkan sediaan uji kedalam labu yang berisi larutan dapar
tersebut].
Jalankan kembali alat selama 45 menit atau selama waktu yang dinyatakan dalam masing-
masing monografi. Pada akhir periode pengujian, ambil sejumlah cairan alikot lakukan
penetapan kadar terhadap alikot menggunakan metode penetapan yang sesuai seperti
dinyatakan dalam masing-masing monografi.
Penetapan dapat diakhiri dalam periode yang lebih singkat dari yang dinyatakan untuk
tahap dapar bila persyaratan jumlah minimum terlarut dipenuhi pada waktu lebih awal.

Alat 3
Sediaan Lepas Segera
Masukkan sejumlah volume media disolusi kedalam labu, pasang alat, biarkan media disolusi
hingga suhu 37o±0,5o, keluarkan termometer dari alat. Masukkan satu unit sediaan pada masing-
masing dari 6 silinder, hati-hati jangan sampai ada gelembung udara pada permukaan tiap unit
sediaan, segera jalankan alat seperti tertera pada masing-masing monografi. Pada gerakan turun
naik, silinder bergerak melalui jarak total 9,9 cm hingga 10,1 cm. Dalam selang waktu yang
dinyatakan atau pada setiap waktu yang dinyatakan, naikkan silinder, dan ambil sebagian larutan,
uji dari tengah-tengah antara permukaan media disolusi dan alas masing-masing labu. Lakukan
penetapan kadar seperti tertera pada masing-masing monografi. Jika perlu, ulangi pengujian
dengan sediaan lain.
Media disolusi : Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas segera pada alat 1 dan alat 2
Waktu : Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas segera pada alat 1 dan alat 2

Sediaan Lepas Lambat


Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas segera pada alat 3
Media disolusi : Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas lambat pada alat 1 dan alat 2
Waktu : Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas lambat pada alat 1 dan alat 2
Alat 4
Sediaan Lepas Segera
Masukkan butiran kaca kedalam sel seperti yang dinyatakan dalam masing-masing monografi.
Masukkan 1 unit sediaan diatas butiran atau pada sebuah kawat pembawa jika dinyatakan dalam
monografi. Pasang bagian atas penyaring, dan kencangkan bagian-bagiannya dengan penjepit yang
sesuai. Masukkan media disolusi yang sebelumnya sudah dipanaskan hingga suhu 37o±0,5o dengan
pompa melalui bagian dasar sel dengan laju alir seperti tertera pada masing-masing monografi dan
ukur dengan ketelitian 5%. Kumpulkan larutan tiap fraksi pada tiap waktu yang ditentukan.
Lakukan penetapan kadar seperti tertera pada masing-masing monografi.
Media disolusi : Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas segera pada alat 1 dan alat 2
Waktu : Lakukan seperti tertera pada sediaan lepas segera alat 1 dan alat 2.

C. Interpretasi
Sedian lepas segera
Tabel Penerimaan 1
Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan
S1 6 Tiap unit sediaan tidak kurang
dari Q+ 5%
S2 6 Rata-rata dari 12 unit (S1+ S2)
adalah sama dengan atau lebih
besar dari Q, dan tidak satu
unitpun yang lebih kecil dari
Q- 15%
S3 12 Rata-rata dari 24 unit
(S1+S2+S3) adalah sama atau
lebih besar dari Q, tidak lebih
dari dua unitsediaan yang
lebih kecil dari Q – 15% dan
tidak satu unitpun yang lebih
kecil dari Q-25%

Tabel penerimaan 2
Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan
S1 6 Rata-rata jumlah zat terlarut
tidak kurang dari Q+10%
S2 6 Rata-rata jumlah terlarut
(S1+S2) aalah sama dengan
atau lebih besar dari Q+5%
S3 12 Rata-rata jumlah zat terlarut
(S1+S2+S3) adalah sama atau
lebih besar dari Q

Sediaan Lepas Lambat


Tabel penerimaan 3
Tahap Jumlah yang diuji Kriteria Penerimaan
L1 6 Tidak satu nilaipun diluar
rentang penerimaan yang
dinyatakan dan tidak satupun
nilai yang kurang dari jumlah
yang dinyatakan pada waktu
penetapan akhir
6 Nilai rata-rata dari 12 unit
L2 sediaan L1 +L2 terletak dalam
tip rentang penerimaan dan
dinytakan dan tidak kurang dri
jumlah yang dinyatakan pada
waktu pengujian akhir ; tidak
satupun yang lebih 10% dari
jumlah yang tertera pada
etiket diluar tiap rentang
penerimaan yang dinyatkan ;
dan tidak ada satupun yang
lebih dari 10% dari jumlah
yang tertera pada etiket di
bawah jumlah yang dinytakan
pada waktu pengujian akhir
12 Nilai rata-rata dari 24 unit
L3 sediaan(L1+L2+L3) terletak
di rentang dan tidak kurang
dari jumlah yang dinyatakan
di pengujian akhir; tidak lebih
dari 2 dari 24 unit sdiaan yang
diuji lebih dari 10% dari
jumlah yang tertera etiket
diluar rentang yang diyatakan;
tidak lebih dari 2 dari 24 unit
sediaan yang diuji lebih dari
10% dari jumlah yang tertera
pada etiket di bawah jumlah
yang dinyatakan pada waktu
pengujian akhir; dan tidak
satupun dari keseluruhan unit
yang diuji lebih dari 20% ari
jumlah yang tertera pada
etiket dibawah jumlah yang
dinyatakan pada waktu
pengujian akhir

1.6.Penetapan Kadar Zat Aktif


Penetapan kadar zat aktif bertujuan untuk mengetahui apakah kadar zat aktif yang terkandung
didalam suatu sediaan sesuai dengan yang tertera pada etiket dan memenuhi syarat seperti yang
tertera pada masing-masing monografi. Bila zat aktif obat tidak memenuhi syarat maka obat
tersebut tidak akan memberikan efek terapi dan juga tidak layak untuk dikonsumsi
1.7.Evaluasi diameter tablet (tebal dan tinggi)
Pengujian diameter dilakukan terhadap 20 tablet dan dibuat rata-rata nya. Pengujian
pertama yaitu keseragaman diameter masing-masing obat. Penghitungan diameter dan tebal ini
dilakukan menggunakan jangka sorong. Persyaratn yang ditetapkan yaitu kecuali dinyatakan lain,
diameter tablet tidak lebih dari 3 kali dan tidak kurang dari 1 1/3 tebal tablet.

2. Kapsul
2.1.Uji keseragaman sediaan (menurut FI V)
Keseragaman sediaan didefinisikan sebagai derajat keseragaman jumlah zat aktif dalam
satuan sediaan. Keseragaman sediaan ditetapkan dengan salah satu dari dua metode, yaitu
keseragaman kandungan dan keseragaman bobot.
A. Uji keseragaman bobot
Syarat sediaan kapsul keras (B4) untuk pengujian keseragaman bobot :
Mengandung zat aktif 25 mg atau lebih yang merupakan 25% atau lebih terhadap bobot,
satuan sediaan atau dalam kasus kapsul keras, kandungan kapsul, kecuali keseragaman dari zat
aktif lain yang tersedia dalam bagian yang lebih kecil memenuhi persyaratan keseragaman
kandungan.
Kapsul Lunak
Timbang seksama 10 kapsul satu persatu untuk memperoleh bobot kapsul, beri identitas
tiap kapsul. Kemudian buka kapsul dengan alat pemotong bersih dan kering yang sesuai seperti
gunting atau pisau tajam, keluarkan isi, dan bilas dengan pelarut yang sesuai. Biarkan sisa pelarut
menguap dari cangkang kapsul pada suhu ruang dalam waktu lebih kurang 30 menit, lindungi
terhadap penarikan atau kehilangan kelembaban. Timbang tiap cangkang kapsul dan hitung bobot
bersih isi kapsul. Hitung jumlah zat aktif dalam tiap kapsul dari hasil penetapan kadar kadar
masing-masing isi kapsul. Hitung nilai penerimaan.

Kapsul Keras
Timbang seksama 10 kapsul satu persatu, beri identitas masing-masing kapsul. Keluarkan
isi masing-masing kapsul dengan cara yang sesuai. Timbang seksama tiap cangkang kapsul kosong
dan hitung bobot bersih dari isi tiap kapsul dengan cara mengurangkan bobot cangkang kapsul dari
masing-masing bobot bruto. Hitung jumlah zat aktif dalam tiap kapsul dari hasil penetapan kadar
masing-masing isi kapsul. Hitung nilai penerimaan.

B. Uji keseragaman kandungan


Pengujian yang berdasarkan pada penetapan kadar masing-masing kandungan zat aktif
dalam satuan sediaan untuk menentukan apakah kandungan masing-masing terletak dalam batasan
yang ditentukan.
Pengujian ini dipersyaratkan untuk sediaan yang tidak memenuhi kondisi pada
keseragaman bobot. Jika dipersyaratkan uji keseragaman kandungan, dapat dilakukan dengan
melakukan uji keseragaman bobot jika simpangan baku relatif (SBR) kadar dari zat aktif pada
sediaan akhir tidak lebih dari 2%.
Tabel penggunaan uji keseragaman kandungan dan uji keseragaman bobot untuk sediaan

Bentuk Tipe Subtipe Dosis dan perbandingan zat aktif


Sediaan ≥ 25 mg dan ≥ < 25 mg atau <
25% 25%
Kapsul Keras Keseragaman Keseragaman
bobot kandungan
Lunak Suspensi, emulsi Keseragaman Keseragaman
atau gel kandungan kandungan
Larutan Keseragaman Keseragaman
bobot bobot

2.2.Uji waktu hancur (menurut FI V)


Uji ini dimaksudkan untuk menetapkan kesesuaian batas waktu hancur yang tertera dalam
masing-masing monografi, kecuali pada etiket dinyatakan kapsul dirancang untuk pelepasan
kandungan obat secara bertahan dalam jangka waktu tertentu atau melepaskan obat dalam dua
periode berbeda atau lebih dengan jarak waktu yang jelas di antara periode pelepasan tersebut.
Tetapkan jenis sediaan yang akan diuji dari etiket serta dari pengamatan dan gunakan
prosedur yang tepat untuk 6 unit sediaan atau lebih.
Uji waktu hancur tidak menyatakan bahwa sediaan atau bahan aktifnya terlarut sempurna.
sediaan dinyatakan hancur sempurna jika sisa sediaan yang tertinggal pada kasa alat uji
merupakan massa lunak yang tidak mempunyai inti yang jelas. Kecuali bagian dari penyalut
atau cangkang kapsul yang tidak larut.
Kapsul gelatin keras
Lakukan pengujian dengan prosedur seperti tertera pada tablet tidak bersalut, tanpa
menggunakan cakram. Sebagai pengganti cakram digunakan suatu kasa berukuran 10 mesh
seperti yang diuraikan pada keranjang, kasa ini ditempatkan pada permukaan lempengan atas
dari rangkaian keranjang. Amati kapsul dalam batas waktu yang dinyatakan dalam masing-
masing monografi, semua kapsul hancur, kecuali bagian dari cangkang kapsul. Bila satu atau
dua kapsul tidak hancur sempurna, ulangi pengujian dalam 12 kapsul lainnya; tidak kurang 16
dari 18 kapsul yang diuji harus hancur sempurna.
Kapsul gelatin lunak
Lakukan pengujian dengan prosedur seperti tertera pada kapsul gelatin keras.
2.3.Uji Disolusi (Menurut FI IV)
Prosedur : Masukan sejumlah volume. Media disolusi seperti yang tertera dalam masing-
masing monogragfi ke dalam wadah, pasang alat, biarkan Media disolusi hingga suhu 37o ±
0,5, dan angkat termometer. Masukan 1 kapsul ke dalam alat, hilangkan gelembung udara dari
permukaan sediaan yang diuji dan segera jalankan alat pada laju kecepatan seperti yang tertera
dalam masing-masing monografi. Dalam interval waktu yang ditetapkan atau pada tiap waktu
yang dinyatakan, ambil cuplikan pada daerah pertengahan antara permukaan Media disolusi
dan bagian atas dari keranjang berputar atau daun dari alat dayung, tidak kurang 1 cm dari
dinding bawah. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi.
Lanjutkan pengujian terhadap bentuk sediaan tambahan.
Bila cangkang kapsul mengganggu penetapan, keluarkan isi tidak kurang dari 6 kapsul
sesempurna mungkin, larutkan cangkang kapsul dalam sejumlah volume Media disolusi seperti
yang dinyatakan. Lakukan penetapan seperti yang tertera dalam masing-masing monografi.
Buat koreksi seperlunya. Faktor koreksi lebih besar 25% dari kadar pada etiket tidak dapat
diterima.
Interpretasi
Kecuali dinyatakan lain dalam masing-masing monografi, persyaratan dipenuhi bila sesuai
dengan tabel penerimaan. Lanjutkan pengujian sampai tiga tahap kecuali bila hasil pengujiam
memenuhi tahap S1 atau S2. Harga Q adalah jumlah zat aktif masing-masing monografi,
dinyatakan dalam persentase kadar pada eriket, angka 5% dan 15% dalam tablet adalah
persentase kadar pada etiket, dengan demikian mempunyai arti yang sama dengan Q.

3. Sediaan Injeksi
3.1.Keseragaman Bobot
Sediaan yang sebelum digunakan sebagai injeksi dilarutkan terlebih dahulu, harus memenuhi
syarat keseragaman bobot sebagai berikut :
Bobot yang Tertera dalam Etiket Batas Penyimpangan
Tidak lebih dari 120 mg ±10
Antara 120 mg dan 300 mg ±7,5
300 atau lebih ±5
3.2.Keseragaman Volume
Volume pada Etiket Volume tambahan yang dianjurkan
(ml) Cairan Encer Cairan Kental
0,5 0,10 ml 0,12 ml
1,0 0,10 ml 0,15 ml
2,0 0,15ml 0,25 ml
5,0 0,30 ml 0,50 ml
10,0 0,50 ml 0,70 ml
20,0 0,60 ml 0,90 ml
30,0 0,80 ml 1,20 ml
50,0 atau lebih 2% 3%

3.3.Pirogenitas
Sediaan injeksi harus bebas pirogen dan memenuhi syarat uji streilitas.
3.4.Pengawasan Dalam Proses (Ipc/In Process Control)
A. Pemeriksaan pH
a) Tujuan :Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui kesesuaiannya
dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b) Alat : pH meter
c) Prinsip :Pengukuran pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari pasangan elektroda
menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
d) Prosedur :
- pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku. Larutan dapar
baku yang dipilih ada dua, di mana pH larutan uji diperkirakan berada diantara pH kedua
larutan dapar baku tersebut dan mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan
pH larutan uji.
- pH meter yang telah dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.

B. Pemeriksaan Bahan Partikulat


a) Tujuan : Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu dalam sediaan
injeksi
b) Metode :
 Uji Hitung Partikel Secara Hamburan Cahaya;\
 Uji Hitung Partikel Secara Mikroskopik
c) Prinsip :
 Pengukuran jumlah partikel berdasarkan hamburan cahanya larutan uji.
 Pengukuran jumlah partikel berdasarkan perhitungan partikel yang terlihat dengan
mikroskop.
d) Prosedur :
 Sejumlah tertentu sediaan uji diukur hamburan cahayanya kemudian dibandingkan
dengan larutan baku.
 Sejumlah tertentu sediaan uji difiltrasi menggunakan membran, lalu membran tersebut
diamati di bawah mikroskop. Jumlah partikel dengan dimensi linear efektif 10
mikrometer atau lebih dan sama atau lebih besar dari 25 mikrometer dihitung.
e) Interpretasi :
 Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang
memiliki diameter ≥10 µm ≤ 6000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤ 600 per
wadah.
 Injeksi volume kecil memenuhi syarat uji jika jumlah partikel yang dikandung yang
memiliki diameter ≥10 µm ≤ 3000 dan yang memiliki diameter ≥25 µm ≤ 300 per
wadah
C. Uji Kejernihan
a) Tujuan : Memastikan larutan injeksi bebas dari partikulat yang dapat terlihat secara
visual.
b) Prosedur : Bulk sediaan diperiksa secara visual dengan mengamati kejernihan larutan
dari samping dan dari permukaan larutan.
c) Interpretasi : Memenuhi syarat bila larutan jernih dan bebas partikulat yang terlihat secara
visual.

4.5. Uji Mutu Farmasetik Sediaan Akhir


A. Penetapan Volume Injeksi dalam Wadah
a) Tujuan : Menetapkan volume injeksi yang dimasukkan dalam wadah agar volume
injeksi yang digunakan tepat/sesuai dengan yang tertera pada penandaan.
b) Prinsip : Penentuan volum dilakukan dengan cara mengambil sampel dengan alat
suntik hipodermik dan memasukkan ke dalam gelas ukur yang sesuai.
c) Interpretasi : Volume tidak kurang dari volume yang tertera pada wadah bila diuji satu per
satu.

B. Pemeriksaan bahan partikulat dalam injeksi


Uji ini dapat digunakan untuk semua injeksi volume kecil yang dikemas dalam wadah
beretiket, yang dinyatakan berisi 100 ml atau kurang, dosis tunggal atau ganda, sebagai larutan
atau larutan hasil rekontitusi zat padat steril, apabila pada masing masing monografi
dicantumkan batas bahan partikulat (Depkes RI, 2014).
C. Penetapan Ph
a) Tujuan :Mengetahui pH suatu bahan atau sediaan dan untuk mengetahui
kesesuaiannya dengan persyaratan yang telah ditentukan.
b) Alat : pH meter
c) Prinsip :Pengukuran pH cairan uji berdasarkan beda potensial dari
pasangan elektroda menggunakan pH meter yang telah dikalibrasi.
d) Prosedur :
- pH meter dikalibrasi terlebih dahulu menggunakan larutan dapar baku. Larutan dapar
baku yang dipilih ada dua, di mana pH larutan uji diperkirakan berada diantara pH kedua
larutan dapar baku tersebut dan mempunyai perbedaan pH tidak lebih dari 4 unit dengan
pH larutan uji.
- pH meter yang telah dikalibrasi digunakan untuk mengukur pH larutan.
D. Uji kebocoran
a) Tujuan: Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan
sediaan.
b) Prosedur:
 Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas, setelah selesai disterilkan dimasukkan
kedalam larutan biru metilena 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru
metilena akan masuk kedalamnya karena perbedaan tekanan diluar dan di dalam wadah
tersebut. Cara ini tidak dapat dipakai untuk larutan-larutan yang sudah berwarna.
 Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, yaitu dengan ujungnya dibawah. Ini
juga digunakan pada pembuatan dalam skala kecil. Jika ada kebocoran maka larutan ini
dari dalam wadah akan keluar, dan wadah menjadi kosong.
 Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan
memasukkan wadah-wadah tersebut dalam eksikator, yang kemudian divakumkan. Jika
ada kebocoran larutan akan diserap keluar. Harus dijaga agar jangan sampai larutan yang
telah keluar, diisap kembali jika vakum dihilangkan.

f) Interpretasi: Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru dan
kertas saring atau kapas tidak basah.
E. Uji kejernihan dan warna
a) Tujuan : Untuk memeriksa bahwa setiap larutan obat suntik harus jernih dan bebas
darikotoran.
b) Prosedur: Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinariwadah dari
samping dengan latar belakang sehelai papan yang separuhnya dicat bewarna
hitam dan separuh lagi dicat berwarna putih. Latar belakang hitam dipakai untuk
menyelidiki kotoran yang berwarna muda, sedangkan berlatar putih untuk
kotoran-kotoran berwarna gelap.
c) Interpretasi : Memenuhi syarat jika tidak ditemukan kotoran dalam larutan.

F. Keseragaman sediaan
a) Tujuan : Menjamin keseragaman sediaan
b) Metode : (1) Keseragaman kandungan; (2) Keragaman Bobot
c) Prinsip : Menetapkan kadar sediaan satu per satu sesuai penetapan kadar dalam
masing-masing monografi kecuali dinyatakan lain dalam Uji Keseragaman
Kandungan.
d) Interpretasi :
Persyaratan untuk keseragaman sediaan dipenuhi jika nilai penerimaan dari 10 unit pertama
dosis tunggal lebih kecil atau sama dengan L 1%. Jika nilai penerimaan lebih besar dari L
1% lakukan pengujian 20 satuan berikutnya dan hitung nilai penerimaan. Persyaratan
terpenuhi jika nilai penerimaan akhir dari 30 satuan lebih kecil atau sama dengan L 1% dan
tidak satupun lebih kecil dari [1-L2*0,01]M atau tidak lebih dari [1+L2*0,01]M seperti yang
dinyatakan dalam perhitungan nilai penerimaan pada masing-masing Keseragaman
kandungan atau pada Keseragaman bobot. Kecuali dinyatakan lain pada masing-masing
monografi, L1 sama dengan 15,0 dan L2 sama dengan 25,0 (Depkes RI, 2014).

Injeksi Rekonstitusi
A. Waktu rekonstitusi
b) Tujuan : Menjamin sediaan mudah direkonstitusi dengan pengocokan sedang.
c) Prinsip : Menentukan waktu rekonstitusi yang diperlukan sejak cairan pembawa
dimasukkan ke dalam vial sampai serbuk terlarut sempurna.
d) Interpretasi : Waktu rekonstitusi yang baik kurang dari 30 detik.
(Depkes RI, 2014).

B. Kesempurnaan dan Kejemihan Melarut


Konstitusikan larutan seperti tertera pada etiket dari pabrik untuk sediaan kering steril.
a) Padatan melarut sempuma, tidak terlihat meninggalkan sisa yang tidak larut.
b) Kejernihan larutan terkonstitusi tidak kurang jernih secara signifikan dari volume sama
pengencer atau Air Murni dalam wadah serupa dan diperiksa dengan cara yang sama
(Depkes RI, 1995).

C. Bahan Partikulat
Konstitusikan larutan dengan cara seperti yang tertera pada etiket sediaan kering steril: larutan
tidak mengandung partikel bahan asing yang dapat dilihat secara visual.

3.5. Evaluasi Kimia


Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan yang meliputi
pengujian identifikasi bahan dan penetapan kadar

3.6.Evaluasi Biologi
A. Uji sterilitas
a) Tujuan : Menetapkan apakah bahan Farmakope yang harus steril
memenuhi persyaratan berkenaan dengan uji sterilitas yang tertera pada masing-
masing monografi.
b) Persiapan:
 Penyiapan media
 Uji kesesuaian : uji sterilitas media, uji fertilitas media, penyimpanan
c) Prosedur:
 Inokulasi langsung ke dalam media uji.
 Teknik penyaringan membran.
d) Interpretasi:
Jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji memenuhi syarat sterilitas. Jika
terbukti terjadi pertumbuhan mikroba, maka bahan uji tidak memenuhi syarat sterilitas,
kecuali dapat ditunjukkan bahwa uji tidak absah disebabkan oleh hal yang tidak
berhubungan dengan bahan uji. Uji dikatakan tidak absah jika satu atau lebih kondisi
dibawah ini dipenuhi:
 Data pemantauan mikrobiologi terhadap fasilitas uji sterilitas menunjukkan
ketidaksesuaian.
 Pengkajian prosedur uji yang digunakan selama pengujian menunjukkan
ketidaksesuaian.
 Pertumbuhan mikroba ditemukan pada kontrol negatif
 Setelah dilakukan identifikasi mikroba yang diisolasi dari hasil uji, pertumbuhan
mikroba (beberapa mikroba) dapat dianggap berasal dari kesalahan pada bahan uji, atau
teknik pengujian yang digunakan pada prosedur uji sterilitas.
Jika pengujian dinyatakan tidak absah, lakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang sama
dengan uji awal. Jika tidak terbukti terjadi pertumbuhan mikroba pada uji ulang, maka contoh
memenuhi syarat uji sterilitas. Jika ditemukan pertumbuhan mikroba pada uji ulang,
makacontoh tidak memenuhi syarat uji sterilitas

B. Uji endotoksin bakteri


a) Tujuan : untuk memperkirakan kadar endotoksin bakteri yang mungkin ada didalam atau
pada bahan uji.
b) Prinsip : pengujian dilakukan menggunakan "Limulus Amebocyte Lysate" (LAL), terdapat
dua teknik uji, teknik pemebentukan jendal gel dan teknik fotometrik. Teknik fotometrik
mencakup metode turbidimetri, yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan setelah
penguraian substrat endogen dan metode kromogenik yang didasarkan pada pembentukan
warna setelah terjadi penguraian kompleks kromogen-peptida sintetik. Dilakukan salah
satu dari teknik tersebut, kecuali jika dinyatakan lain pada monografi.
c) Sebelumnya dilakukan persiapan :
 Depirogenasi alat
 Penyiapan baku pembanding dan baku kontrol endotoksin
 Penentuan pengenceran maksimum yang absah (PMA)
d) Interpretasi : memenuhi syarat jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang ditetapkan pada
masing-masing monografi.

C. Uji efektivitas pengawet antimikroba


a) Tujuan : Untuk semua produk injeksi dosis ganda atau produk lain yang mengandung
pengawet, harus menunjukkan efektivitas antimikroba baik sebagai sifat bawaan
dalam produk maupun yang dibuat dengan penambahan pengawet. Efektivitas
antimikroba juga harus ditunjukkan untuk semua produk dosis ganda sediaan
topikal, oral dan sediaan lain seperti tetes mata, telinga, hidung, irigasi dan cairan
dialisis.
b) Prinsip :Inokulasi mikroba pada sediaan untuk mengetahui efektivitas pengawet pada
sediaan dengan cara menginkubasi tabung bakteri bioligik yang berisi sampel
dari inokula pada suhu 22,5 ± 2,5°C.
c) Prosedur : Pengujian dapat dilakukan dalam tiap lima wadah asli bila volume sediaan tiap
wadahnya mencukupi dan wadah sediaan dapat ditusuk secara aseptik (dengan
jarum dan alat suntik melalui tutup karet elastomerik), atau dalam lima wadah
bakteriologi bertutup steril, berukuran mencukupi untuk volume sediaan yang
dipindahkan. Inokulasi tiap wadah dengan satu inokula baku yang telah
disiapkan dan diaduk. Volume suspense inokula yang digunakan antara 0,5%
dan 1,0% dari volume sediaan. Kadar mikroba uji yang ditambahkan pada
sediaan seperti halnya kadar akhir sediaan uji setelah diinokulasi antara 1 x 105
dan 1 x 106 koloni/ml. Inkubasi wadah yang sudah diinokulasi pada 22,5º ±
2,5º.
d) Interpretasi : Suatu pengawet dikatakan efektif jika :

(Depkes RI, 2015)

e) Penetapan potensi antibiotika (untuk zat aktif antibiotik)


a) Tujuan : Untuk memastikan aktivitas antibiotik tidak berubah selama proses pembuatan
injeksi. Aktivitas antibiotik dapat dilihat dengan dua kriteria, yaitu konsentrasi
hambat minimum (KHM) dan diameter hambat. Harga KHM berlainan untuk
setiap mikroorganisme, tergantung pada kepekaan masing-masing mikroba.
Makin rendah harga KHM, makin kuat potensinya. Pada umumnya antibiotik
yang berpotensi tinggi mempunyai KHM yang rendah dan diameter hambat yang
besar.
b) Metode : Turbidimetri dan Lempeng-silinder
(Depkes RI, 2015)

5. Uji pirogen (Untuk injeksi dengan volume >10ml)


a) Tujuan: Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh
pasien pada pemberian sediaan injeksi
b) Prinsip:Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara I.V. dan
ditujukan untuk sediaan yang dapat diroleransi dengan uji kelinci dengan
dosis penyuntikan tidak lebih dari 10ml per kg dalam jangka waktu tidak
lebih dari 10 menit
c) Interpretasi: Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat apabila tak
seekor kelinci pun menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih, lanjutkan
pengujian dengan mengunakan 5 ekor kelinci. Jika tidak lebih dari 3 ekor dari
8 ekor kelinci masing-masing menunjukan kenaikan suhu 0,5º atau lebih dan
jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci dan tidak > 3,3º sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.
(Depkes RI, 2015)

6. Kandungan zat antimikroba


Metode I → Kromatografi gas : benzil alkohol, klorbutanol, fenol, ester metil, etil, propil dan
butil asam p-hidrobenzoat
Metode II → Polarografi: fenil raksa II nitrat, timerosal
a) Tujuan: Menentukan kadar pengawet terendah yang masih efektif dan ditujukan untuk zat-
zat yang paling umum digunakan untuk menunjukkan bahwa zat yang tertera
memang ada tetapi tidak lebih dari 20% dari jumlah yang tertera di etiket.
b) Prinsip:Penentuan kandungan zat antimikroba menggunakan KG atau polarografi
(sesuaikan dengan pengawet yang digunakan)
c) Persyaratan: Produk harus mengandung sejumlah zat antimikroba tidak lebih dari 20% dari
jumlah yang tertera di etiket.
(Depkes RI, 2015)

5.4.Sediaan Infus
Persyaratan yang harus dipenuhi dalam pembuatan infus intravena, yaitu:
1. Sediaan steril berupa larutan atau emulsi (Departemen Kesehatan RI, 1995).
2. Bebas pirogen (Departemen Kesehatan RI, 1995).
3. Sedapat mungkin dibuat isotonis dan isohidris terhadap darah.
4. Infus intravena tidak mengandung bakterisida dan zat dapar.
5. Larutan untuk infus intravena harus jernih dan praktis bebas partikel.
6. Volume netto/volume terukur tidak kurang dari nilai yang ada pada etiket sediaan.
7. Memenuhi persyaratan lain yang tertera pada injeksi. Kecuali dinyatakan lain, syarat injeksi
meliputi:
 Keseragaman volume
 Keseragaman bobot
 Pirogenitas
 Sterilitas
 Penyimpanan dalam wadah dosis tunggal
 Penandaan: etiket menyatakan konsentrasi mosmol total dalam satuan mosmol/L
(Departemen Kesehatan RI, 1995).

Evaluasi Fisika
1. Uji Bahan Partikulat dalam Injeksi (suplemen FI IV, 1533-15)
Tujuan:
Menghitung partikel asing subvisibel dalam rentang ukuran tertentu.
Prinsip:
Prosedurnya dengan cara memanfaatkan sensor penghamburan cahaya, jika tidak memenuhi
batas yang ditetapkan maka dilakukan pengujian mikroskopik. Pengujian mikroskopik ini
menghitung bahan partikulat subvisibel setelah dikumpulkan pada penyaring membran
mikropori.
Hasil:
 Penghamburan cahaya: hasil perhitungan jumlah total butiran baku yang terkumpul pada
penyaring harus berada dalam batas 20% dari hasil perhitungan partikel kumulatif rata-rata
per mL.
 Mikroskopik: injeksi memenuhi syarat jika partikel yang ada (nyata atau menurut
perhitungan) dalam tiap unit tertentu diuji melebihi nilai yang sesuai dengan yang tertera
pada FI.

2. Penetapan pH (Suplemen FI IV, hlm. 1572-1573)


Alat:
pH meter
Tujuan:
Mengetahui pH sediaan sesuai dengan persyaratan yang telah ditentukan
Prinsip:
Pengukuran pH cairan uji menggunakan potensiometri (pH meter) yang telah dibakukan
sebagaimana mestinya yang mampu mengukur harga pH sampai 0,02 unit pH menggunakan
elektrode indikator yang peka, elektrode kaca, dan electrode pembanding yang sesuai.
Hasil:
pH sesuai dengan spesifikasi formulasi sediaan yang ditargetkan.

3. Uji Kejernihan:
Uji kejernihan untuk larutan steril adalah dengan menggunakan latar belakang putih dan hitam
di bawah cahaya lampu untuk melihat ada tidaknya partikel viable.

4. Uji Kebocoran (Goeswin Agoes, 2009, 191-192)


Tujuan:
Memeriksa keutuhan kemasan untuk menjaga sterilitas dan volume serta kestabilan sediaan.
Prinsip:
Untuk cairan bening tidak berwarna (a) wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai
disterilkan dimasukkan ke dalam larutan metilen biru 0,1%. Jika ada wadah yang bocor maka
larutan metilen biru akan masuk ke dalam karena perubahan tekanan di luar dan di dalam
wadah tersebut sehingga larutan dalam wadah akan berwarna biru.
Untuk cairan yang berwarna (b) lakukan dengan posisi terbalik, wadah takaran tunggal
ditempatkan diatas kertas saring atau kapas. Jika terjadi kebocoran maka kertas saring atau
kapas akan basah.
Hasil:
Sediaan memenuhi syarat jika larutan dalam wadah tidak menjadi biru (prosedur a) dan kertas
saring atau kapas tidak basah (prosedur b)

5. Uji Kejernihan dan Warna (Goeswin Agoes, 2009, 201-203)


Tujuan:
Memastikan bahwa setiap larutan obat suntik jernih dan bebas pengotor
Prinsip:
Wadah-wadah kemasan akhir diperiksa satu persatu dengan menyinari wadah dari samping
dengan latar belakang hitam untuk menyelidiki pengotor berwarna putih dan latar belakang
putih untuk menyelidiki pengotor berwarna.
Hasil:
Memenuhi syarat bila tidak ditemukan pengotor dalam larutan.
Evaluasi Kimia
Prosedur evaluasi kimia harus mengacu terlebih dahulu pada data monografi sediaan (dibuku
Farmakope Indonesia atau buku kompendial lain)
1. Identifikasi
2. Penetapan Kadar

Evaluasi Biologi
1. Uji Sterilitas (suplemen FI IV, 1512-1519)
Tujuan:
Menetapkan apakah sediaan yang harus steril memenuhi syarat berkenaan dengan uji sterilitas
seperti tertera pada masing-masing monografi.
Prinsip:
Menguji sterilitas suatu bahan dengan melihat ada tidaknya pertumbuhan mikroba pada
inkubasi bahan uji menggunakan cara inokulasi langsung atau filtrasi secara aseptik. Media
yang digunakan adalah Tioglikonat cair dan Soybean Casein Digest
Hasil:
Memenuhi syarat jika tidak terjadi pertumbuhan mikroba setelah inkubasi selama 14 hari. Jika
dapat dipertimbangkan tidak absah maka dapat dilakukan uji ulang dengan jumlah bahan yang
sama dengan uji aslinya.

6. Uji Endotoksin Bakteri (suplemen FI IV, 1527-1532)


Tujuan:
Mendeteksi atau kuantisasi endotoksin bakteri yang mungkin terdapat dalam suatu sediaan.
Prinsip:
Pengujian dilakukan menggunakan Limulus Amebocyte Lysate (LAL). Teknik pengujian
dengan menggunakan jendal gel dan fotometrik.
Teknik Jendal Gel pada titik akhir reaksi dibandingkan langsung enceran dari zat uji dengan
enceran endotoksin yang dinyatakan dalam unit endotoksin FI.
Teknik fotometrik (metode turbidimetri) yang didasarkan pada pembentukan kekeruhan.
Hasil:
Bahan memenuhi syarat uji jika kadar endotoksin tidak lebih dari yang ditetapkan pada masing-
masing monografi.

7. Uji Pirogen untuk volume sekali penyuntikan > 10 mL (FI IV, 908-909)
Tujuan:
Untuk membatasi resiko reaksi demam pada tingkat yang dapat diterima oleh pasien pada
pemberian sediaan injeksi.
Prinsip:
Pengukuran kenaikan suhu kelinci setelah penyuntikan larutan uji secara IV dan ditujukan
untuk sediaan yang dapat ditoleransi dengan uji kelinci dengan dosis penyuntikan tidak lebih
dari 10 mL/kg bb dalam jangka waktu tidak lebih dari 10 menit.
Prosedur:
Penyiapan Endotoksin dan LAL
a. Penyiapan Endotoksin
Standar kontrol endotoksin yang tersedia adalah 2500 EU/vial. Sebanyak 10 mL LAL
Reagent Water dimasukkan ke dalam vial endotoksin sehingga diperoleh endotoksin 250
EU/mL. Kemudian dilakukan pengenceran endotoksin sebagai berikut :
1. Endotoksin 25 EU/mL
Sebanyak 1 mL endotoksin 250 EU/mL ditambah dengan 9 mL LAL Reagent Water
(LRW).
2. Endotoksin 2,5 EU/mL
Sebanyak 1 mL endotoksin 25 EU/mL ditambah dengan 9 mL LRW.
3. Endotoksin 0,5 EU/mL
Sebanyak 1 mL endotoksin 2,5 EU/mL ditambah dengan 4 mL LRW.
b. Penyiapan LAL
Pereaksi LAL yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pyrotell® LAL Single Test Vial
yang hanya dapat digunakan untuk sekali pakai. Sensitivitas dari LAL ini adalah sebesar
0,25 EU/mL. Vial yang berisi LAL dapat langsung digunakan untuk menguji endotoksin
dalam sediaan injeksi natrium klorida yang telah dibuat.
Prosedur Metode Gel-Clot
a. Kontrol positif
Penelitian dilakukan di dalam Laminar Air Flow (LAF). Pyrosol® Reconstitution Buffer
dimasukkan ke dalam larutan endotoksin 0,5 EU/mL sebanyak 2-3 tetes sampai diperoleh
pH dengan rentang 6-8 . Kemudian larutan endotoksin yang telah ditambah buffer diambil
sebanyak 0,2 mL menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam Pyrotell® LAL
Single Test Vial (STV). Campuran dalam vial dikocok menggunakan pencampur vortex
selama 1-2 detik, kemudian vial dimasukkan ke dalam inkubator dan diinkubasi pada suhu
37±1oC selama 60±2 menit.
b. Kontrol Negatif
Pyrosol® Reconstitution Buffer dimasukkan ke dalam LAL Reagent Water (LRW)
sebanyak 2-3 tetes sampai diperoleh pH dengan rentang 6-8 . Kemudian LRW yang telah
diberi buffer diambil sebanyak 0,2 mL menggunakan mikropipet dan dimasukkan ke dalam
Pyrotell® LAL Single Test Vial. Campuran dalam vial dikocok menggunakan pencampur
vortex selama 1-2 detik, kemudian vial dimasukkan ke dalam inkubator dan diinkubasi
pada suhu 37±1oC selama 60±2 menit.
c. Pengujian Sediaan Injeksi Intravena
(Syah, dkk., 2009).
Hasil:
Setiap penurunan suhu dianggap nol. Sediaan memenuhi syarat bila tak seekor kelinci pun dari
3 kelinci menunjukkan kenaikan suhu 0,5° atau lebih. Jika ada kelinci yang menunjukkan
kenaikan suhu 0,5° atau lebih lanjutkan pengujian dengan menggunakan 5 ekor kelinci. Jika
tidak lebih dari 3 ekor dari 8 ekor kelinci masing-masing menunjukkan kenaikan suhu 0,5°
atau lebih dan jumlah kenaikan suhu maksimum 8 ekor kelinci tidak lebih dari 3,3° sediaan
dinyatakan memenuhi syarat bebas pirogen.

VI. PENGELOLAAN SEDIAAN


Penyimpanan dalam pengelolaan sediaan obat secara umum merujuk pada Pedoman Teknis
CDOB, yang meliputi:
1. Kondisi penyimpanan untuk obat atau bahan obat harus sesuai dengan rekomendasi dari
industri farmasi atau non-farmasi yang memproduksi bahan standar mutu farmasi
2. Obat dan/atau bahan obat harus disimpan terpisah dari produk selain obat dan/atau bahan
obat dan terlindung dari dampak yang tidak diinginkan akibat paparan cahaya matahari,
suhu, kelembaban atau faktor eksternal lain. Perhatian khusus harus diberikan untuk obat
dan/atau bahan obat yang membutuhkan kondisi penyimpanan khusus.
 Produk Rantai Dingin
Produk rantai dingin harus dipastikan disimpan dalam ruangan dengan suhu terjaga, cold
room / chiller (+2 s / d +8oC), freezer room / freezer (-25 s / d -15oC), dengan persyaratan
sebagai berikut:
a) Ruangan dengan suhu terjaga, cold room dan freezer room:
- Mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan
- Dilengkapi dengan sistem auto-defrost yang tidak mempengaruhi suhu selama
siklus defrost
- Dilengkapi dengan sistem pemantauan suhu secara terus-menerus dengan
menggunakan sensor yang ditempatkan pada lokasi yang mewakili perbedaan
suhu ekstrim.
- Dilengkapi dengan alarm untuk menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu.
- Dilengkapi dengan pintu yang dapat dikunci
- jika perlu, untuk memasuki area tertentu dilengkapi dengan sistem kontrol akses
- Dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga oleh
personil khusus selama 24 jam.
- Dilengkapi dengan indikator sebagai tanda personil sedang di dalam cold room /
freezer room atau cara lain yang dapat menjamin keselamatan personil.
b) Chiller dan Freezer
- dirancang untuk tujuan penyimpanan produk rantai dingin (tidak boleh
menggunakan kulkas/freezer rumah tangga)
- mampu menjaga suhu yang dipersyaratkan.
- Perlu menggunakan termometer terkalibrasi minimal satu buah tiap chiller/freezer
(dengan mempertimbangkan ukuran/jumlah pintu) dan secara rutin dikalibrasi
minimal satu kali dalam setahun.
- Hendaknya mampu merekam secara terus-menerus dan dengan sensor yang
terletak pada satu titik atau beberapa titik yang paling akurat mewakili profil suhu
selama operasi normal
- dilengkapi dengan alarm yang menunjukkan terjadinya penyimpangan suhu
- dilengkpai pintu/penutup yangdapat dikunci
- setia chiller atau freezer harus mempunyai stop kontak tersendiri
- dilengkapi dengan generator otomatis atau generator manual yang dijaga
olehpersonil khusus selama 24 jam
3. Kegiatan yang terkait dengan penyimpanan obat dan/atau bahan obat harus memastikan
terpenuhinya kondisi penyimpanan yang dipersyaratkan dan memungkinkan penyimpanan
secara teratur sesuai kategorinya; obat dan/atau bahan obat dalam status karantina,
diluluskan, ditolak, dikembalikan, ditarik atau diduga palsu.
4. Memastikan rotasi stock sesuai dengan tanggal kedaluwarsa obat dan/atau bahan obat
mengikuti kaidah First Expired First Out (FEFO).
5. Obat dan/atau bahan obat harus ditangani dan disimpan sedemikian rupa untuk mencegah
tumpahan, kerusakan, kontaminasi dan campur-baur. Obat dan/atau bahan obat tidak boleh
langsung diletakkan di lantai.
6. Obat dan/atau bahan obat yang kedaluwarsa harus segera ditarik, dipisahkan secara fisik
dan diblokir secara elektronik. Penarikan secara fisik untuk obat dan/atau bahan obat
kedaluwarsa harus dilakukan secara berkala.
7. Untuk menjaga akurasi persediaan stok, harus dilakukan stock opname secara berkala
berdasarkan pendekatan risiko.
8. Perbedaan stok harus diselidiki sesuai dengan prosedur tertulis yang ditentukan untuk
memeriksa ada tidaknya campur-baur, kesalahan keluar-masuk, pencurian,
penyalahgunaan obat dan/atau bahan obat. Dokumentasi yang berkaitan dengan
penyelidikan harus disimpan untuk jangka waktu yang telah ditentukan.

a. Obat Kanker dan Kemoterapi


Penanganan obat sitostatika meliputi :
 Penerimaan
Dilakukan pengecekan kelengkapan administrasi dan kondisi sediaan (kerusakan, kebocoran).
 Penyimpanan
Sediaan disimpan sesuai dengan stabilitas yang tertera pada etiket, tempat khusus, lokasi aman
dari kerusakan dan kehilangan.
 Penyiapan obat sitostatika
1. Memeriksa kelengkapan dokumen (formulir) permintaan dengan prinsip 5 BENAR
(benar pasien, obat, dosis, rute dan waktu pemberian)
2. Memeriksa kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomer batch, tgl
kadaluarsa), serta melengkapi form permintaan.
3. Melakukan konfirmasi ulang kepada pengguna jika ada yang tidak jelas/tidak lengkap.
4. Menghitung kesesuaian dosis.
5. Memilih jenis pelarut yang sesuai.
6. Menghitung volume pelarut yang digunakan.
7. Membuat label obat berdasarkan: nama pasien, nomer rekam medis, ruang perawatan,
dosis, cara pemberian, kondisi penyimpanan, tanggal pembuatan, dan tanggal
kadaluarsa campuran.
8. Membuat label pengiriman terdiri dari : nama pasien, nomer rekam medis, ruang
perawatan, jumlah paket. (contoh label pengiriman, lampiran 2)
9. Melengkapi dokumen pencampuran (contoh form pencampuran dibuku 1:Pedoman
Dasar Dispensing Sediaan Steril)
10. Memasukkan alat kesehatan, label, dan obat-obatan yang akan dilakukan pencampuran
kedalam ruang steril melalui pass box.
11. Pencampuran obat sitostatika.
 Pemberian obat kepada pasien
Prosedur tetap distribusi :
1. Ambil wadah yang telah berisi obat hasil rekonstitusi dari pass box.
2. Periksa kembali isi dan mencocokan formulir permintaan yang telah dibuat dengan
prinsip 5 BENAR dan kondisi obat-obatan yang diterima (nama obat, jumlah, nomer
batch, tgl kadaluarsa setelah obat direkonstitusi).
3. Beri label luar pada wadah.
4. Kirim obat-obat tersebut ke ruang perawatan dengan menggunakan troli tertutup dan
tidak boleh melewati jalur yang banyak kontaminan (seperti: lift barang, dll) untuk
mengurangi kontaminasi.
5. Lakukan serah terima dengan pasien atau petugas perawat.
6. Petugas perawat memberikan kepada pasien.
Pengiriman sediaan steril yang telah dilakukan pencampuran harus terjamin sterilitas dan
stabilitasnya dengan persyaratan Wadah (tertutup rapat dan terlindung cahaya; untuk obat yang
harus dipertahankan stabilitasnya pada suhu tertentu, ditempatkan dalam wadah yang mampu
menjaga konsistensi suhunya), Waktu pengiriman (prioritas pengiriman untuk obat obat yang
waktu stabilitasnya pendek), Rute pengiriman (pengiriman sediaan sitostatika sebaiknya tidak
melalui jalur umum/ramai untuk menghindari terjadinya tumpahan obat yang akan membahayakan
petugas dan lingkungannya).
 Pembuangan limbah
Limbah sediaan steril harus dimasukkan dalam wadah tertentu, khusus penanganan limbah
sediaan sitostatika dilakukan sesuai dengan SOP sebagai berikut
1. Gunakan Alat Pelindung Diri (APD).
2. Tempatkan limbah pada kontainer buangan tertutup. Untuk benda-benda tajam seperti
syringe, vial, ampul, tempatkan di dalam kontainer yang tidak tembus benda tajam, untuk
limbah lain tempatkan dalam kantong berwarna dan berlogo cytotoxic.
3. Beri label peringatan pada bagian luar kantong.
4. Bawa limbah ke tempat pembuangan menggunakan troli tertutup.
5. Musnahkan limbah dengan incenerator 1000ºC.
6. Cuci tangan.

VII. PELAYANAN SEDIAAN FARMASI


Onkologi dan Imunologi
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Hk.02.02/Menkes/137/2016 Tentang Formularium Nasional dibawah ini merupakan daftar obat
onkologi dan obat imunosupresan dengan golongan faskes yang menyediakan pelayanan sediaan
farmasi tersebut.
Syarat suatu faskes dalam dispensing sediaan sitostatik adalah mempunya Ruang Aseptic
Dispensing khusus untuk dispensing sediaan sitostatik
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi
persyaratan:
a) Ruang bersih: kelas 10.000 (dalam Laminar Air Flow = kelas 100)
b) Ruang/tempat penyiapan :kelas 100.000
c) Ruang antara :kelas 100.000
d) Ruang ganti pakaian :kelas 100.000
e) Ruang/tempat penyimpanan untuk sediaan yang telah disiapkan
Ruang aseptic dispensing harus memenuhi spesifikasi:
 Lantai
Permukaan datar dan halus, tanpa sambungan, keras, resisten terhadap zat kimia dan fungi, serta
tidak mudah rusak.
 Dinding
Permukaan rata dan halus, terbuat dari bahan yang keras, tanpa sambungan, resisten terhadap
zat kimia dan fungi, serta tidak mudah rusak. Sudut-sudut pertemuan lantai dengan dinding dan
langit-langit dengan dinding dibuat melengkung dengan radius 20 – 30 mm.Colokan listrik datar
dengan permukaan dan kedap air dan dapat dibersihkan. Penerangan, saluran dan kabel dibuat di
atas plafon, dan lampu rata dengan langit-langit/plafon dan diberi lapisan untuk mencegah
kebocoran udara. Rangka pintu terbuat dari stainles steel dengan membuka ke arah ruangan yang
bertekanan lebih tinggi.
 Aliran udara
Aliran udara menuju ruang bersih, ruang penyiapan, ruang ganti pakaian dan ruang antara harus
melalui HEPA filter dan memenuhi persyaratan kelas 10.000. Pertukaran udara minimal 120
kali per jam.
 Tekanan udara
Tekanan udara di dalam ruang bersih adalah 15 Pascal lebih rendah dari ruang lainnya
sedangkan tekanan udara dalam ruang penyiapan, ganti pakaian dan antara harus 45 Pascal
lebih tinggi dari tekanan udara luar (ruang bersih penanganan sitostatika harus bertekanan lebih
rendah dibandingkan ruang sekitarnya)
 Temperatur
Suhu udara diruang bersih dan ruang steril, dipelihara pada suhu 16 – 25°C.
 Kelembaban
Kelembaban relatif 45 – 55%
Kegiatan dalam penanganan sediaan sitostatik meliputi:
1. melakukan perhitungan dosis secara akurat;
2. melarutkan sediaan Obat kanker dengan pelarut yang sesuai
3. mencampur sediaan Obat kanker sesuai dengan protokol pengobatan
4. mengemas dalam kemasan tertentu
5. membuang limbah sesuai prosedur yang berlaku.
Faktor yang perlu diperhatikan:
 ruangan khusus yang dirancang dengan kondisi yang sesuai
 lemari pencampuran Biological Safety Cabinet
 HEPA filter
 Alat Pelindung Diri (APD)
 sumber daya manusia yang terlatih
 cara pemberian Obat kanker.
Proses pencampuran sediaan sitostatika
1. Memakai APD sesuai PROSEDUR TETAP
2. Mencuci tangan sesuai PROSEDUR TETAP
3. Menghidupkan biological safety cabinet (BSC) 5 menit sebelum digunakan.
4. Melakukan dekontaminasi dan desinfeksi BSC sesuai PROSEDUR TETAP
5. Menyiapkan meja BSC dengan memberi alas sediaan sitostatika.
6. Menyiapkan tempat buangan sampah khusus bekas sediaan sitostatika.
7. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan menyemprot alkohol 70%.
8. Mengambil alat kesehatan dan bahan obat dari pass box.
9. Meletakkan alat kesehatan dan bahan obat yang akan dilarutkan di atas meja BSC.
10. Melakukan pencampuran sediaan sitostatika secara aseptis.
11. Memberi label yang sesuai pada setiap infus dan spuit yang sudah berisi sediaan
sitostatika
12. Membungkus dengan kantong hitam atau aluminium foil untuk obat-obat yang harus
terlindung cahaya.
13. Membuang semua bekas pencampuran obat kedalam wadah pembuangan khusus.
14. Memasukan infus untuk spuit yang telah berisi sediaan sitostatika ke dalam wadah
untuk pengiriman.
15. Mengeluarkan wadah untuk pengiriman yang telah berisi sediaan jadi melalui pass
box.
16. Menanggalkan APD sesuai prosedur tetap
SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS
KELAS GENERIK/SEDIAAN/KEKUA KESEHATAN PERESEPAN
TERAPI TAN DAN RESTRIKSI MAKSIMAL
TK 1 TK 2 TK 3
8.ANTINEOPLASTIK, IMUNOSUPRESAN dan OBAT untuk TERAPI PALIATIF
8.1 HORMON dan ANTIHORMON
8 medroksi progesteron asetat
1. tab 100 mg √ √
2. tab 500 mg √ √ 30 tab/bulan
Dapat digunakan untuk
kanker endometrium.

3. inj 50 mg /mL √ √
4. inj 150 mg/mL √ √

SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS


KELAS GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN PERESEPAN
TERAPI DAN RESTRIKSI MAKSIMAL
TK 1 TK 2 TK 3
8.ANTINEOPLASTIK, IMUNOSUPRESAN dan OBAT untuk TERAPI PALIATIF
8.2 IMUNOSUPRESAN
1 azatioprin
1. tab 50 mg 
2 everolimus
Hanya untuk pasien yang telah
menjalani transplantasi ginjal dan
mengalami penurunan fungsi
ginjal yang dapat menyebabkan
Chronic Allograft Nephropathy
(CAN).
1. tab 0,25 mg 
2. tab 0,5 mg 
3 hidroksi klorokuin
a) Untuk kasus SLE (Systemic
Lupus Erythematosus).
b) Untuk kasus RA (Rheumatoid
Arthritis).
1. tab 200 mg* 
2. tab 400 mg* 
3 inj 50 mg/mL 
4 klorokuin
a) Untuk kasus SLE (Systemic
Lupus Erythematosus).
b) Untuk kasus RA (Rheumatoid
Arthritis).
1 tab 250 mg 
5 leflunomid
Untuk penderita RA (Rheumatoid
Arthritis) yang telah gagal dengan
DMARDs. Bukan sebagai initial
treatment.

SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS


KELAS GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN PERESEPAN
TERAPI DAN RESTRIKSI MAKSIMAL
TK 1 TK 2 TK 3
Hanya boleh diresepkan oleh
dokter reumatolog.
1 tab sal selaput 20 mg 
6 metotreksat
Untuk imunosupresi.
Untuk pasien dengan luas
psoriasis di atas 10%.
1. tab 2,5 mg  
7 mikofenolat mofetil
Untuk kasus transplantasi organ
ginjal, jantung, atau hati.
1. tab 500 mg 
8 siklosporin
1. kaps lunak 25 mg  5 mg/kgBB/
hari
Untuk kasus transplantasi
organ dan penyakit
autoimun.
2. kaps lunak 50 mg  5 mg/kgBB/
hari
Untuk kasus transplantasi
organ dan penyakit
autoimun.
3. kaps 100 mg  90
kaps/bulan
Untuk kasus transplantasi
organ dan penyakit
autoimun.
4. inj 50 mg/mL 
5. inj 100 mg/mL 
9 takrolimus
a) Hanya untuk pasien yang
telah menjalani transplantasi
ginjal dan mengalami
penurunan fungsi yang dapat
menyebabkan Chronic
Allograft Nephropathy (CAN) .
b) Hanya untuk pencegahan
reaksi penolakan pasca
transplantasi hati.
1. kaps 0,5 mg 
2. kaps 1 mg 
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
8.ANTINEOPLASTIK, IMUNOSUPRESAN dan OBAT untuk TERAPI PALIATIF
8.3 SITOTOKSIK
1 asparaginase
Untuk leukemia limfoblastik
akut.
1. serb inj 10.000 IU 
2 bevasizumab
Untuk kanker kolorektal
metastatik.
Harus diberikan bersama dengan
5-FU
1. inj 25 mg/mL  12 x
pemberian
3 bleomisin
Untuk squamous cell carcinoma
pada daerah kepala dan leher,
serviks, esofagus, penis, testis,
kulit, paru, glioma, Limfoma,
plerodesis.
Sebagai terapi lini pertama pada
Hodgkin dan Non Hodgkin
Disease.
1. serb inj 15 mg  12 x
pemberian
4 busulfan
1. tab 2 mg 
5 dakarbazin
Untuk melanoma malignan
metastatik, sarkoma dan
penyakit Hodgkin.
1. serb inj 100 mg √ 12 x
pemberian
2. serb inj 200 mg √ 12 x
pemberian
6 daktinomisin
a) Untuk tumor Wilms,
rabdomiosarkom pada anak,
sarkoma Ewings, dan
kanker testis non seminoma
metastatik.

KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN


TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
b) Neoplasia trofoblastik
gestasional.
1. inj 0,5 mg (i.v.) √ 12 x
pemberian
7 daunorubisin
Untuk leukemia akut.
1. serb inj 20 mg √
8 doksorubisin
Dosis kumulatif maksimum
(seumur hidup): 500 mg/m2.
1. serb inj 10 mg (i.v.) √ Dosis
2. serb inj 50 mg (i.v) √ kumulatif
maksimum
(seumur
hidup):
500 mg/m²
LPT
9 dosetaksel
Untuk kanker kepala dan leher,
paru, payudara, ovarium, prostat
dan adenokarsinoma gaster.
1. inj 40 mg/mL √ Untuk
kombinasi:
75 mg/m²
LPT
setiap 3
minggu.
Untuk
kemoterapi:
100 mg/m2
LPT setiap 3
minggu
10 epirubisin
1. inj 2 mg/mL √ Dosis
2. serb inj 50 mg √ kumulatif
maks 750
mg/m² LPT
11 erlotinib
Hanya untuk adenokarsinoma
paru dengan EGFR mutasi
positif.
1. tab sal selaput 100 mg √ 30 tab/bulan
2. tab sal selaput 150 mg √ 30 tab/bulan
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
12 etoposid
Untuk kanker testis, kanker
paru, germ cell tumor,
retinoblastoma, neuroblastoma,
sarkoma, limfoma maligna.
1. kaps lunak 100 mg √ 100
mg/m²/hari,
2. inj 20 mg/mL √ selama 3-5
hari
13 fludarabin
Hanya untuk BCLL atau AML.
Sebagai alternatif pengganti
klorambusil untuk terapi CLL
(Chronic Lymphocytic Leukemia).
1. tab sal 10 mg √ 30
2. serb inj 50 mg √ mg/m2/hari
selama 5
hari
14 fluorourasil
Untuk kanker kepala dan leher,
saluran cerna, payudara, leher
rahim, dan kanker serviks.
1. inj 25 mg/mL √ Untuk
2. inj 50 mg/mL (i.v.) √ nasofaring:
1.000
mg/m²/hari
selama
seminggu.
Untuk
kolorektal:
2.800
mg/m2/46
jam diulang
tiap 2
minggu
15 gefitinib
Hanya untuk adenokarsinoma
paru dengan EGFR mutasi
positif.
1. tab 250 mg √ 30 tab/bulan
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
16 gemsitabin
Untuk kanker pankreas, paru,
payudara metastatik, ovarium
dan kandung kemih.
1. serb inj 200 mg √ 1.000
2. serb inj 1.000 mg √ mg/m²/
minggu
17 hidroksi urea
Untuk leukemia granulositik
kronik, trombositosis esensial,
polisitemia vera, dan thalasemia.
1. kaps 500 mg √ 40
mg/kgBB/
hari
selama 30
hari
18 idarubisin
1. serb inj 20 mg (i.v.) √ 12 mg/m2
LPT selama 3
hari
dikombinasi
dengan
sitarabin
19 ifosfamid
Diberikan bersama mesna.
1. serb inj 500 mg √ 5.000
2. serb inj 1.000 mg √ mg/m²/hari
3. serb inj 2.000 mg √ setiap 3
minggu
bersama
mesna
20 imatinib mesilat
Diindikasikan pada:
a) LGK/CML dan LLA/ALL
dengan pemeriksaan
kromosom Philadelphia
positif atau BCR-ABL
positif.
b) GIST yang unresectable
dengan hasil pemeriksaan
CD 117 positif.
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
c) Pasien dewasa dengan
unresectable, recurrent dan
atau metastatic.
1. tab 100 mg √ 120
tab/bulan
2. tab 400 mg √ Untuk GIST:
60 tab/bulan
21 irinotekan
Hanya digunakan untuk kanker
kolorektal. Harus diberikan
bersama dengan 5-FU dan
kalsium folinat (leukovorin, Ca).
1. inj 20 mg/mL √ 125 mg/m2
2. inf 20 mg/ mL √ LPT setiap
minggu
diulang tiap
3 minggu
atau 180
mg/m 2 LPT
tiap 2
minggu
22 kapesitabin
a) Untuk kanker kolorektal.
b) Untuk kanker payudara
metastatik.
1. tab sal 500 mg √ 2.500
mg/m²/hr
selama 2
minggu
diulang tiap
3 minggu
23 karboplatin
1. inj 10 mg/mL √ AUC
(Area Under
the
Curve) 5-6
setiap 3
minggu
24 klorambusil
1. tab sal selaput 5 mg √
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
25 lapatinib
Untuk kanker payudara
metastasis yang tidak
memberikan respon terhadap
trastuzumab dengan hasil
pemeriksaan HER2 (CerbB2)
positif 3 atau ISH positif dan
dikombinasi dengan kemoterapi,
second line untuk metastase
otak.
1. tab 250 mg √ 5 tab/hari
26 melfalan
Untuk multipel mieloma.
1. tab 2 mg √
27 merkaptopurin
1. tab 50 mg √
28 metotreksat
Sediaan injeksi:
a) Untuk koriokarsinoma,
kanker serviks, payudara,
osteosarkoma,
neuroblastoma,
retinoblastoma, kolorektal,
leukemia akut, limfoma
Burkitt dan non Hodgkin
dan sebagai
imunosupresan.
b) Untuk high risk PTG
(Penyakit Trofoblas Ganas)
dan untuk kanker kandung
kemih.
1. tab 2,5 mg √ Untuk
maintenance
leukemia:
7,5 mg/hari
setiap
minggu.
Untuk
trofoblastik
ganas: 30
mg/hari
selama 5
hari
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
2. inj 2,5 mg/mL √ Untuk
Tidak untuk intra tekal. trofoblastik
Perlu rescue dengan ganas:
kalsium folinat (leukovorin, 12.000
Ca). mg/m²/hari
3. inj 5 mg/mL (i.v./i.m./i.t.) √ 15
mg/minggu
4. inj 10 mg/mL √ Untuk
Tidak untuk intra tekal. trofoblastik
Perlu rescue dengan ganas:
kalsium folinat (leukovorin, 12.000
Ca) mg/m²/hari
5. inj 25 mg/mL √
Tidak untuk intra tekal.
Perlu rescue dengan
kalsium folinat (leukovorin,
Ca)
29 mitomisin
Hanya digunakan untuk kasus
adenokarsinoma gaster dan
pankreas yang tidak bisa diatasi
dengan obat primer/lini pertama.
1. serb inj 2 mg √
2. serb inj 10 mg √
30 nilotinib
Hanya diresepkan oleh konsultan
hematologi dan onkologi medik
(KHOM).
1. kaps150 mg  120
Untuk kasus LGK kaps/bulan/
(Leukemia Granulositik kasus
Kronik)/CML dengan hasil
philadelphia chromosome
positif atau BCR-ABL
positif.
2. kaps 200 mg  120
Untuk kasus LGK kaps/bulan/
(Leukemia Granulositik kasus
Kronik)/CML dengan hasil
philadelphia chromosome
positif atau BCR-ABL positif
yang resisten atau intorelan
terhadap imatinib.
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
31 oktreotid LAR
Untuk akromegali dan tumor
karsinoid.
1. serb inj 20 mg  Untuk
2. serb inj 30 mg  pasien
akromegali
yang baru
pertama
mendapat
150 mg/hari
selama 2
minggu, 20-
30 mg/bulan
setiap 4
minggu.
Untuk tumor
karsinoid 10-
60 mg/hari
maksimal 2
minggu
32 oksaliplatin
Hanya digunakan untuk kanker
kolorektal metastase.
1. serb inj 50 mg √ 12x
pemberian
2. serb inj 100 mg √ 12x
pemberian
33 paklitaksel
1. inj 6 mg/mL √ Untuk
kanker
ovarium 175
mg/m2/kali,
setiap 3
minggu
dilanjutkan
sisplatin 75
mg/m2
34 rituksimab
a) Untuk semua jenis Limfoma
malignum Non Hodgkins
(LNH) dengan hasil
pemeriksaan CD20 positif.
b) Untuk terapi CLL (Chronic
Lymphocytic Leukemia)
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
dengan hasil pemeriksaan
CD20 positif.
1. inj 10 mg/mL √ 375 mg/m2
setiap 3
minggu
35 setuksimab
a) Kanker kolorektal
metastatik dengan hasil
pemeriksaan KRAS wild
type positif (normal).
b) Sebagai terapi lini kedua
kanker kepala dan leher
jenis squamous yang bukan
nasofaring yang residif.
1. inj 5 mg/mL √ Pemberian
tiap minggu:
dosis
pertama 400
mg/m2,
dosis
selanjutnya
250 mg/ m2
tiap minggu,
atau
pemberian
tiap 2
minggu :
dosis
pertama 400
mg/m2 dosis
kedua dan
selanjutnya
500 mg/m2
tiap 2
minggu.
Maksimal 12
siklus.
36 siklofosfamid
a) Untuk kanker payudara,
limfoma malignum,
leukemia akut dan kronik,
kanker ovarium dan sebagai
imunosupresan.
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
b) Diberikan bersama
imunosupresan lain untuk
indikasi GTN (Gestational
Trophoblastic neoplasia) high
risk.
c) Untuk Tumor
Neuroendokrin Pankreas
(PNET).
1. tab sal gula 50 mg √ 750 mg/m2
2. serb inj 200 mg (i.v.) √ LPT setiap 3
3. serb inj 500 mg (i.v.) √ minggu
4. serb inj 1.000 mg (i.v.) √
37 sisplatin
1. serb inj 10 mg √ 100
2. serb inj 50 mg √ mg/m2/hari
diulang tiap
3 minggu
38 sitarabin
a) Untuk leukemia akut.
b) Untuk limfoma malignum.
1. inj 50 mg √ 3.000
2. inj 100 mg/mL mg/m2/hari
(i.m./i.v./s.k.) √ selama 3
hari
berturut-
turut
39 temozolamid
Hanya untuk glioblastoma.
1. kaps 20 mg √ 150-200
2. kaps 100 mg √ mg/m2/hari
selama 5
hari
berturut-
turut diulang
setiap 4
minggu atau
75
mg/m2/hari
selama 42
hari
bersamaan
dengan
radioterapi
KELAS SUB KELAS TERAPI/NAMA FASILITAS PERESEPAN
TERAPI GENERIK/SEDIAAN/KEKUATAN KESEHATAN MAKSIMAL
DAN RESTRIKSI TK 1 TK 2 TK 3
40 trastuzumab
Untuk kanker payudara
metastasis dengan hasil
pemeriksaan HER2 positif 3 (+++)
atau ISH positif.
1. serb inj 440 mg √ 8x
pemberian
41 vinblastin
Hanya untuk indikasi Limfoma
Malignum (Hodgkins), kanker
testis stadium lanjut (termasuk
germ cells carcinoma), kanker
kandung kemih, histiositosis, dan
melanoma.
1. inj 1 mg/mL √ 6 mg/m2
setiap 2
minggu
42 vinkristin
Untuk leukemia, Limfoma
Malignum Non Hodgkins (LNH),
rabdomiosarkoma dan Ewing
Sarcoma, osteosarcoma,
trofoblastik ganas dan multipel
mieloma.
1. serb inj 1 mg/mL (i.v.) √ 1,2 mg/m2
setiap
5 hari.
Kecuali
untuk ALL
maks 3
tahun.
43 vinorelbin
a) Pengobatan unresectable
advanced NSCLC kombinasi
dengan sisplatin.
b) Untuk kanker payudara
stadium lanjut.
1. inj 10 mg/mL √ 25 mg/m2
hari 1 dan 8
diulang
setiap 3
minggu

Anda mungkin juga menyukai