Anda di halaman 1dari 324

ANTIKANKER

Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
Pendahuluan

• Kanker ialah suatu penyakit sel ciri


gangguan atau kegagalan mekanisme
pengatur multiplikasi dan fungsi
homeostasis lainnya pada organisme
multiseluler.
Pendahuluan …
Sifat umum dari kanker ialah sbb:
a) pertumbuhan berlebihan umumnya berbtk
tumor;
b) gangguan diferensiasi dr sel dan jaringan shg
mirip jaringan mudigah;
c) bersifat invasif, mampu tumbuh di jaringan
sekitarnya (perbedaan pokok dg jaringan
normal);
d) bersifat metastatik, menyebar ke tempat lain
dan menyebabkan pertumbuhan baru;
e) memiliki heriditas bawaan yaitu turunan sel
kanker juga dpt menimbulkan kanker;
f) pergeseran metabolisme ke arah pembtkan
makromolekul dr nukleosida dan asam amino
Pendahuluan …

Sel kanker mengganggu tuan rumah


karena menyebabkan :
a) desakan akibat pertumbuhan tumor;
b) penghancuran jaringan tempat
tumor berkembang atau
bermetastasis; dan
c) gangguan sistemik lain sebagai
akibat sekunder dari pertumbuhan
sel kanker.
Pendahuluan …
• Kanker merupakan penyebab kematian
kedua setelah penyakit kardiovaskular.
• Kanker merupakan penyebab utama
kematian pd wanita 30-54 th dan anak-
anak 3-14 th.
• Dg metode pengobatan pada saat ini,
1/3 jml pasien tertolong melalui
pembedahan dan terapi radiasi.
• Kesembuhan hampir seluruhnya terjadi
pd pasien yg penyakitnya belum
Pendahuluan …
• Perlu ditekankn bhw penyembuhan dg
kemoterapi saja baru dpt tercapai pd tumor
yg jarang dijumpai.
• Pada kanker payudara stadium II dan
sarkoma osteogenik, kombinasi p’mbedahn
dan kemoterapi sangat bermanfaat, pada
kasus dmk, kemoterapi ajuvan dpt memberi
remisi jangka panjang.
• Setelah terjadi metastasis dibutuhkan
pendekatan sistemik melalui kemoterapi
kanker, di samping pembedahan, radiasi dan
Pendahuluan …
• Antikanker diharapkan memiliki toksisitas
selektif artinya menghancurkan sel kanker
tanpa merusak sel jaringan normal.
• Pd umumnya antineoplastik menekan
p’rtumbuhan atau proliferasi sel dan
menimbulkan toksisitas, karena
menghambat pembelahan sel normal yg
proliferasinya cepat misalnya sumsum
tulang, epitel germinativum, mukosa
saluran cerna, folikel rambut dan jaringan
Pendahuluan …
• Informasi baru mengenai kinetik sel dan massa
sel tumor dpt menjelaskan keterbatasan
efektivitas kebanyakan antikanker karena prinsip
total cell-killed sangat penting dlm keberhasilan
terapi keganasan ini.
• Matinya sel tumor oleh antikanker mengikuti
kinetik orde pertama artinya obat tsb
membasmi sel sebanyak persentase tertentu
setiap kalinya.
• Misalnya pd pasien kanker metastatik mungkin
tdp lbh dr 1012 sel kanker dan sekiranya suatu
antikanker dpt membasmi 99,99% sel kanker
Pendahuluan …

• Pasien yg keadaan umumnya masih baik,


paling mendapat manfaat dr pengobatan,
sedangkan yg keadaan umumnya buruk,
paling sedikit.
• Status imunologik pasien khususnya
imunitas selular berkorelasi baik dengan
hasil pengobatan.
• Pasien yg imunitas selularnya tdk terganggu
memberikn respons baik thd pengobatan,
sebaliknya yg imunokompetensinya rendah
menunjukkan respons buruk.
Pilihan Obat Antikanker
GOLONGAN SUB OBAT
GOLONGAN
I. Alkilator Mustar Nitrogen Mekloretamin
Siklofosfamid
Melfalan
Mustar urasil
Derivat Trietilenmelamin (TEM)
Etilenamin Trietilentriofosformelamid (tio-TEPA)
Alkil Sulfonat Busulfan
Nitrosourea Karmustin (BCNU)
Lomustin (CCNU)
Semujstin (metal CCNU)
II. Anti Metabolit Analog Pirimidin 5-fluorourasil
Sitarabin
6-Azauridin
Floksuridin (FUDR)
Analog Purin 6-Merkaptopurin
6-Tioguanid (T6)
Antagonis Folat Metotreksat
III. Produk Alamiah Alkaloid Vinka Vinblastin (VLB)
Vinkristin (VCR)
Antibiotik Daktinomisin
Mitomisin
Antrasiklin: Daunorubisin
Doksorubisin
Mitramisin
Bleomisin
Enzim L-asparaginase
PILAHAN OBAT ANTIKANKER…
GOLONGAN SUB OBAT
GOLONGAN
IV. Hormon Hormon adreno- Prednison
kortikosteroid
Progestin Hidroksiprogesteron kaproat
Hidroksiprogesteron asetat
Magestreol asetat
Estrogen Dietilstilbestrol
Etinil estradiol
Androgen Testosteron propionate
Fluoksimesteron
V. Isotop Radioaktif Fosfor Natrium fosfat (P32)
Iodium Natrium Iodida (I131)
VI. Lain-lain Substitusi urea Hidroksi urea
Derivat Prokarbazin
metilhidrazin
Mekanisme kerja

• HUBUNGAN KERJA ANTIKANKER DG SIKLUS


SEL KANKER

Sel tumor dapat berada dalam 3 keadaan:


(1) yang sedang membelah (siklus proliferatif)
(2) yang dlm keadaan istirahat (tdk membelah,
Go)
(3) yang secara permanen tidak membelah.

Sel tumor yg sedang membelah tdp dlm


beberapa fase:
– fase mitosis (M),
– pascamitosis (G1),
Mekanisme kerja…

• Pd akhir fase G1 terjadi peningkatan RNA disusul dg fase S yg merpkan


saat terjadinya replikasi DNA.
• Setelah fase S berakhir sel masuk dlm fase pramitosis (G2) dg ciri: sel
berbtk tetraploid, mengandung DNA dua kali lbh banyak dp sel fase lain
dan masih berlangsungnya sintesis RNA dan protein.
• Sewaktu mitosis berlangsung (fase M) sintesis protein dan RNA
berkurang secara tiba-tiba, dan terjadi pembelahan menjadi 2 sel.
• Setelah itu sel dapat memasuki interfase untuk kembali memasuki fase
G1, saat sel berproliferasi atau memasuki fase istirahat (Go).
• Sel dlm fase Go yg masih potensial utk berproliferasi disebut sel
klonogenik atau sel induk (stem cell).
• Jadi yg menambah jml sel kanker ialah sel yg dlm siklus proliferasi dan
dlm fase Go.
Mekanisme Kerja…
Ditinjau dari siklus sel, obat dpt digolongkan dlm 2
gol:
1) Yg memperlihatkan toksisitas selektif thd fase ttt
dr siklus sel dan disbt zat cell cycle specific (CSS),
misl vinkristin, vinblastin, merkaptopurin,
hidroksiurea, metotreksat dan asparaginase. Zat
CSS ini efektif thd kanker yg berproliferasi tinggi
misal kanker sel darah.
2) Zat cell cycle-nonspecific (CCNS) misal zat alkilator,
antibiotik antikanker (daktinomisin, daunorubisin,
doksorubisin, plikamisin, mitomisin), sisplatin,
prokarbazin dan nitrosourea.
Dlm penelitian didptkan bhw terjadi sinergisme
antara vinblastin dan sitarabin yg diberikan 16 jam
MEKANISME KERJA…
MEKANISME KERJA…
KERJA ANTIKANKER PADA PROSES DALAM SEL
• Kerja antikanker berdasarkan atas gangguan pd salah satu proses sel
yg esensial. Karena tdk ada perbedaan kualitatif antara sel kanker dg
sel normal maka semua antikanker bersifat mengganggu sel normal,
bersifat sitotoksik dan bukan kankerosid atau kankerotoksik yg
selektif.
ALKILATOR.
• Berbagai alkilator menunjukkan persamaan cara kerja yi melalui
pembtkan ion karbonium atau kompleks lain yg sangat reaktif. lkatan
kovalen (alkilasi) akan terjadi dg berbagai nukleofilik penting dlm tbh
misal fosfat, amino, sulfhidril, hidroksil, karboksil atau gugus imidazol.
Efek sitostatik maupun efek sampingnya berhubungan langsung dg
terjadinya alkilasi DNA ini.
• Alkilator yg bifungsional misal mustar nitrogen dpt berikatan kovalen
dg 2 gugus asam nukleat pd rantai yg berbeda membtk cross-linking
shg terjadi kerusakan pd fungsi DNA. Hal ini dpt menerangkan sifat
sitotoksik dan mutagenik dr alkilator.
MEKANISME KERJA…
ANTIMETABOLIT.
• Antipurin dan antipirimidin mengambil tempat purin dan pirimidin
dlm pembtkan nukleosida, shg mengganggu berbagai reaksi penting
dlm tubuh. Penggunaannya sbg obat kanker didasarkan atas
kenyataan bhw metabolisme purin dan pirimidin lbh tinggi pd sel
kanker dr sel normal. Dg dmk, penghambatan sintesis DNA sel kanker
lbh dr thd sel normal.
• Antagonis pirimidin misal 5-fluorourasil, dlm tubuh diubah menjadi
5-fluoro-2-deoksiuridin 5'-monofosfat (FdUMP) yg menghambat
timidilat sintetase dg akibat hambatan sintesis DNA. Fluorourasil juga
diubah menjadi fluorouridin monofosfat (FUMP) yg langsung
mengganggu sintesis RNA. Sitarabin diubah menjadi nukleosida yg
berkompetisi dg metabolit normal utk diinkorporasikan ke dlm DNA.
Obat ini bersifat cell cycle specific yg spesifik utk fase S dan tdk
berefek thd sel yg tdk berproliferasi.
MEKANISME KERJA…
• Antagonis purin misal merkaptopurin merpkan antagonis kompetitif
dr enzim yg menggunakan senyawa purin sbg substrat. Suatu
alternatif lain dr mekanisme kerjanya ialah pembentukan 6-metil
merkaptopurin (MMPR), yg menghambat biosintesis purin, akibatnya
sintesis RNA, CoA, ATP dan DNA dihambat.
• Antagonis folat misalnya metotreksat menghambat dihidrofolat
reduktase dg kuat dan berlangsung lama. Dihidrofolat reduktase ialah
enzim yg mengkatalisis dihidrofolat (FH2) menjadi tetrahidrofolat
(FH4). Tetrahidrofolat merpkan metabolit aktif dr asam folat yg
berperan sbg kofaktor penting dlm berbagai reaksi transfer satu atom
karbon pd sintesis protein dan asam nukleat. Efek penghambatan ini
tdk dpt diatasi dg pemberian asam folat, tetapi dpt diatasi dg
leukovorin (asam folinat) yg tersedia sbg kalsium leukovorin.
Antagonis folat membasmi sel dlm fase S, terutama pd fase
pertubuhan yg pesat. Namun dg efek penghambatan thd sintesis RNA
dan protein, metotreksat menghambat sel memasuki fase S, shg
bersifat swabatas (self limiting) thd efek sitotoksiknya.
MEKANISME KERJA…
• ALKALOID VINKA. Zat ini berikatan secara spesifik dg tubulin,
komponen protein mikrotubulus, spindle mitotik, dan memblok
polimerisasinya. Akibatnya terjadi disolusi mikrotubulus, shg sel
terhenti dlm metafase (spindle poison).
• ANTIBIOTIK. Antrasiklin berinteraksi dg DNA, shg fungsi DNA sbg
template dan pertukaran sister chromatid terganggu dan pita DNA
putus. Antrasiklin juga bereaksi dg sitokrom P450 reduktase yg dg
adanya MADPH membtk zat perantara, yg kmd bereaksi dg oksigen
menghasilkan radikal bebas yg menghancurkan sel. Pembtkan radikal
bebas in dirangsang oleh adanya Fe.
• Aktinomisin memblok polimerase RNA yg dependen thd DNA, karena
terbtknya kompleks antara obat dg DNA.
• Bleomisin bersifat sitotoksik berdasarkan daya memecah DNA
• Asparaginase. Obat ini ialah suatu enzim katalisator yg berperan dlm
hidrolisis asparagin menjadi asam aspartat dan amonia. Dg dmk sel
kanker kekurangan asparagin yg berakibat kematian.
MEKANISME KERJA…
EFEK NONTERAPI
• Antikanker merupakan obat yang indeks terapinya sempit.
Semuanya dapat menyebabkan efek toksik berat, yang
mungkin sampai menyebabkan kematian secara langsung
maupun tidak langsung.
• Karena antikanker umumnya bekerja pada sel yang sedang
aktif, maka efek sampingnya juga terutama. mengenai
jaringan dengan proliferasi tinggi yaitu: sistem hemopoetik
dan gastrointestinal.
MEKANISME KERJA…
Efek nonterapi khusus dari beberapa antikanker
• Alkilator dpt menyebabkan depresi hemopoetik yg ireversibel,
terutama bila diberikan setelah pengobatan antikanker lain atau
setelah radiasi. Siklofosfamid paling kurang menyebabkan
trombositopenia dibanding dg alkilator lain.
• Antimetabolit, selain menyebabkan depresi hemopoetik dan
gangguan saluran cerna, sering menyebabkan stomatitis aftosa. Efek
samping ini paling sering terjadi setelah pemberian metotreksat,
fluorourasil dan sesekali setelah pemberian merkaptopurin.
• Antimetabolit dikontraindikasikan pd pasien dg status gizi buruk,
leukopenia berat atau trombosifopenia. Kondisi ini cenderung terjadi
pd pasien yg baru mengalami pembedahan, radiasi atau akibat
pengobatan dg sitostatik.
• Asparaginase toksik thd hati, ginjal, pankreas, SSP dan mekanisme
pembekuan darah. Gangguan pd hati terjadi pada 50% kasus. L-
asparaginase menekan sistem imun dan terlihat dr hambatannya pd
sintesis antibodi dan proses imun lainnya.
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
1. KLORAMBUSIL
• Klorambusil (Leukeran) merpkan mustar nitrogen yg kerjanya paling
lambat dan paling tidak toksik.
• Obat ini berguna utk pengobatan paliatif leukemia limfositik kronik
dan penyakit Hodgkin (stadium III dan IV), limfoma non-Hodgkin,
mieloma multipel makroglobulinemia primer (Waldenstrom), dan
dlm kombinasi dg metotreksat atau daktinomisin pd karsinoma testis
dan ovarium.
• Depresi sumsum tulang terjadi pada pengobatan jangka panjang
secara bertahap berupa leukopenia, trombositopenia dan anemia.
Mielosupresi ini umumnya bersifat reversibel.
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
2. SIKLOFOSFAMID
• Siklofosfamid, alkilator yang paling banyak digunakan,ialah
ester fosfamid siklik mekloretamin.
• Obat Ini bersifat nonspesifik thd siklus sel dan efektif thd
penyakit Hodgkin stadium III dan IV, serta limfoma non-
Hodgkin terutama dlm kombinasi dg kortikosteroid dan
vinkristin.
• Siklofosfamid merupakan salah satu obat primer terhadap
neuroblastoma pada anak dan sering dikombinasikan
dengan antikanker lain untuk leukemia limfoblastik pada
anak. Kombinasinya dengan daktinomisin dan vinkristin
efektif thd rabdomiosarkoma dan tumor Ewing.
• Siklofosfamid bersifat paliatif thd karsinoma mama,
ovarium dan paru, serta menghasilkan remisi pd mieloma
multipel.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
3. BUSULFAN
• Busulfan, suatu alkilator, merupakan obat paliatif pilihan pada
leukemla mielositik kronik dan leukemia granulositik kronik. Juga
berguna pada polisitemia vera dan mielofibrosis dengan metaplasia
mieloid. Obat ini tidak elektif terhadap krisis blastik.
• Busulfan merpkan antikanker yg unik, krn tdk memperlihatkan efek
farmakodinamik lain kecuali mielosupresi. Berdasarkan hal ini
digunakan utk pengobatan mieloablatif pd persiapan transplantasi
sumsum tulang. Pd dosis rendah, depresi selektif terlihat pd
granulositopoesis dan trombopoesis, sedangkan efek thd eritropoesis
terlihat pd dosis yg lbh tinggi. Efek toksik ini tdk mengenai jaringan
limfoid dan epitel gastrointestinal.
• Depresi sumsum tulang paling sering terjadi sehingga pemeriksaan
darah harus sering dilakukan. Hiperpigmentasi dapat terjadi pada
pengobatan jangka panjang.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
4. FLUOROURASIL
• Pada saat ini, fluorourasil dan derivat deoksiribosanya yaitu
floksuridin (FUDR) banyak digunakan sebagai terapi paliatif untuk
karsinoma kolorektal diseminata dan karsinoma mama.
• Obat in hanya berguna pada tumor padat (solid). Sebagai obat
tunggal, respons untuk kedua kanker tersebut hanya 20 dan 30% .
• Bila diberikan dalam regimen CMF (sikiofoslamid, metotreksat,
fluorourasil) atau CAF (siklofosfamid, adriamisin, fluorourasil),
fluorourasil merupakan pilihan kemoterapi ajuvant untuk karsinoma
mama.
• Fluorourasil juga berguna pada karsinoma ovarium, prostat, kepala,
leher, pankreas, esotagus dan hepatoma.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
5. SITARABIN
• Sitarabin ialah suatu nukleosid sintetik yang merupakan analog
pirimidin. Berbeda dengan nukleosid alami, gugus gulanya bukan
ribosa atau de-oksiribosa melainkan arabinosid. Dalam tubuh,
sitarabin diubah menjadi derivat nukleosid trifosfa! (araCTP) yang
menghambat enzim DNA polymerase dan di-inkorporasikan ke dalam
DNA, sehingga terjadi terminasi pembentukan rantai DNA. Efek in
terjadi pada fase S dalam siklus sel.
• Sitarabin efektif untuk induksi dari remisi leukemia mielositik akut
pada orang dewasa maupun anak, dan untuk lirntoma non-Hodgkin
dalam kombinasi dengan obat lain. Untuk leukemia limfositik akut
pada anak, obat ini merupakan pilihan kedua.
• Obat ini juga berguna dalam krisis blastik leukemia mielositik kronik.
Remisi umumnya berlangsung selama 3 bulan dan bila diberikan
terapi penunjang dapat berlangsung 5-8 bulan. Untuk leukemia
mielositik akut biasa dikombinasi dengan doksorubisin atau
daunorubisin dan tioguanid.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
6. METOTREKSAT
• Metotreksat ialah analog 4-amino, N10-metil asam folat. Metotreksat
sangat efektif pd koriokarsinoma, korioadenoma destruens dan mola
hidatidosa.
• Kombinasi metotreksat dg klorambusil dan daktinomisin efektif thd
karsinoma testis, limfoma limfositik stadium III dan IV terutama pd
anak, dan memberikan remisi temporer pd mikosis fungoides.
• Dlm kombinasi dg berbagai antikanker, metotreksat digunakan pd
karsinoma mama, paru dan ovarium, timfoma Burkitt dan limfoma
non-Hodgkin.
• Pd leukemia limfoblastik akut pada anak, metotreksat sebagai obat
tunggal memberikan remisi lengkap pada 20% pasien; dlm kombinasi
dg prednison remisi lengkap mencapai 80%.
• Utk terapi penunjang leukemia limfositik akut, metotreksat dlm
kombinasi dengan markaptopurin merpkan obat terpilih. Metotreksat
ialah obat primer untuk limfoma sel T kulit dan meduloblastoma.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
7. VINKRISTIN
• Vinkristin bersama dengan vinblastin merupakan alkaloid murni dari
tanaman Vinca rosea.
• Obat ini terutama berguna pada leukemia limfoblastik akut dan
leukemia sel induk (stem cell); limfoma malignum (penyakit Hodgkin,
limfoma non-Hodgkin dan limfoma Burkitt) dan neoplasma pada anak
(neuroblastoma, rabdomiosarkoma, tumor Wilms, sarkoma Ewing
dan retinoblastoma).
• Vinkristin sering digunakan dalam kombinasi dengan antikanker lain
karena jarang menyebabkan depresi hematologik; bila digunakan
sebagai obat tunggal cepat menimbulkan relaps.
• Pemberian vinkristin sebagai obat tunggal pada leukemia limfoblastik
akut pada anak memberikan remisi lengkap pada 50-60% kasus
dalam 3-4 minggu.
• Dlm kombinasi dg prednison remisi meningkat sampai 90%,
sebanding dg yg dicapai oleh kombinasi prednison-metotreksat atau
dg merkaptopurin.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
8. BLEOMISIN
• Bleomisin merupakan sekelompok glukopeptida yang dihasilkan dan
Streptomyces verticilius.
• Efek sitotoksiknya berdasarkan hambatan sintesis DNA.
• Obat ini memperlihatkan efek paliatif pada beberapa karsinoma sel
skuamosa kulit, leher dan kepala (selaput lendir bukal, lidah, tonsil
dan faring) serta karsinoma paru; dmk juga pd karsinoma di testis,
serviks dan esofagus serta limfoma malignum.
• Untuk karsinoma testis, respons penyembuhan 30% dan meningkat
menjadi 90% bila dikombinasi dengan vinblastin. Ditambah dengan
sisplastin, remisi lengkap terjadi dan berlangsung beberapa tahun.
• Berbeda dengan antikanker lainnya obat in sedikit sekali
menyebabkan depresi sumsum tulang sehingga masih boleh
digunakan walaupun ada depresi sumsum tulang atau digabung
dengan obat yang menyebabkan depresi sumsum tulang untuk
mendapatkan remisi.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
9. DOKSORUBISIN
• Doksorubisin (Adriamisin) diisolasi dari Streptomyces peucetius var.
caesius, dan bersama daunorubisin termasuk antibiotik antrasiklin.
• Regresi sel kanker terjadi setelah pemberian obat ini dlm kombinasi
dg berbagai sitostatik lain pd leukemia limfositik dan mielositik akut,
tumor Wilms, neuroblastoma, sarkoma osteogenik dan sarkoma
jaringan lunak; karsinoma mama, bronkogenik, sel transisional
kandung kemih, ovarium, endometrium, serviks, prostat, dan testis;
limftoma Hodgkin dan limfoma non-Hodgkin; karsinoma skuamosa
leher dan kepala dan hepatoma.
• Efek toksiknya meliputi sistem hematopoetik, jantung, kulit dan
pencernaan.
MEKANISME KERJA
BEBERAPA ANTIKANKER UTAMA
10. PROKARBAZIN
• Prokarbazin ialah suatu derivat metilhidrazin yang struktur kimianya
tidak mirip dengan salah satu antikanker lain.
• Mekanisme kerjanya belum diketahui, diduga berdasarkan alkilasi
asam nukleat. Prokarbazin bersifat nonspesifik thd siklus sel. Indikasi
primernya ialah untuk pengobatan penyakit Hodgkin stadium IIIB dan
IV, terutama dalam kombinasi dg mekloretamin, vinkristin dan
prednison (MOPP regimen).
• Prokarbazin hanya diberikan pada pasien yang sebelumnya tidak
mendapat kemoterapi. Remisi yang didapat sama dengan yang
dicapai dengan pengobatan vinblastin dan alkilator.
• Mual dan muntah yang merupakan efek samping tersering pada
pemberian prokarbazin biasanya berkurang setelah 1 minggu
pengobatan. Anoreksia, stomatitis, disfagia dan diare lebih jarang
terjadi. Pada pemberian jangka panjang depresi sumsum tulang
sering terjadi, Perdarahan dapat terjadi akibat trombositopenia yaitu
berupa patekia, purpura, epistaksis, hemoptisis, hematemesis dan
melena.
3. PRINSIP KEMOTERAPI KANKER
• Suatu tumor ganas hrs dianggap sbg sejml sel yg seluruhnya hrs
dibasmi (total cell-killed). Perpanjangan hidup pasien berbanding
langsung dg jml sel yg berhasil dibasmi dg pengobatan.

Hal-hal yg perlu dipertimbangkan dlm perencanaan pengobatan.


(1) Kanker baru dapat dideteksi bila jumlah sel kanker kira-kira 109. Jml
yg dpt dibasmi diperkirakan 99,9% jadi sel kanker yg tersisa sekurang-
kurangnya 106 sel. Jelas sulit mencapai pembasmian total, karena itu
diperlukan pengobatan jangka panjang. Untuk membasmi sel tumor
sampai jumlahnya cukup dpt dikendalikan oleh mekanisme
pertahanan tubuh (105).

(2) Adanya hubungan dosis-respons yg jelas. Berkurangnya sel kanker


ternyata berbanding lurus dg dosis. Di lain pihak, efek non terapi juga
berbanding lurus dg dosis. Pertimbangan untung rugi harus dilakukan
secara sangat cermat.
3. PRINSIP KEMOTERAPI KANKER
(3) Diperlukan jadwal pengobatan yang tepat. Untuk dosis total yang
sama, pemberian dosis besar secara intermiten memberikan hasil
yang lebih baik dan imunosupresi yang lebih ringan, dibandingkan
dengan pemberian dosis kecil setiap hari. Jaringan normal memiliki
kapasitas pemulihan yang lebih besar daripada jaringan tumor.
Dengan dosis besar intermiten, dapat dibasmi sejumlah sel tertentu
dengan pengaruh minimal terhadap jaringan sehat. Dosis ulang
diberikan segera setelah terjadi pemulihan pasien dari etek samping
antikanker.
(4) Kemoterapi harus dimulai sedini mungkin. Hal ini didasarkan atas
kenyataan bahwa pada keadaan dini jumlah sel kanker lebih sedikil
dan fraksi sel kanker yg dlm pertumbuhan (yg sensitif thd obat) lbh
besar. Selain itu kemungkinan terdptnya klonus resisten thd obat
(drug resistant clonus) lbh kecil; obat lbh sukar mencapai bagian dlm
tumor yg besar karena buruknya vaskularisasi; dan pasien dg tumor
yg kecil umumnya masih berada dlm kondisi umum yg baik shg lbh
tahan thd efek samping kemoterapi dan sistem pertahanan tubuhnya
masih utuh.
3. PRINSIP KEMOTERAPI KANKER
(5) Kemoterapi harus tertuju kepada sel kanker tanpa menyebabkan
gangguan menetap pada jaringan normal. Obat kanker yg ada pd saat
in umumnya bersifat sitotoksik, baik thd sel normal maupun sel
kanker. Toksisitas thd sel normal selalu terjadi. Tetapi kenyataan bhw
kemoterapi dpt menghasilkan pemulihan jangka panjang pd leukemia
limfositik akut membuktikan bhw penyembuhan kanker dpt dicapai
dg kemoterapi. Sel-sel yg cepat berproliferasi peka thd pengobatan,
tetapi untunglah kira-kira 15% sel sumsum tulang berada dlm
keadaan istirahat shg tdk peka thd obat.
(6) Sifat pertumbuhan tumor ganas harus menjadi pertimbangan.
Pertumbuhan tumor mengikuti fungsi Gompertzian, mula-mula
bersifat eksponensial kmd bersifat lambat (banyak sel berada dalam
Go). Apabila populasi tumor dikurangi misalnya dg radiasi atau
penyinaran maka sel sisa berkembang secara eksponensial kembali
dan menjadi lebih peka thd kemoterapi. Protokol pengobatan atas
dasar tsb telah diterapkan pd manusia.
3. PRINSIP KEMOTERAPI KANKER
(7) Beberapa sitostatik dan hormon memperlihatkan efek selektif relatif
terhadap sel dengan tipe histologik tertentu.
5- fluorourasil lebih efektif terhadap tumor gastrointestinal dp thd
tumor payudara, dan bleomisin terutama efektif thd kanker kulit.
Hormon kelamin terutama efektif thd tumor payudara, tumor
prostal dan tumor endometrium yg fisiologik dipengaruhi hormon
tsb; dmk juga kortikosteroid thd tumor limfoid.
(8) Terapi kombinasi. Dasar pemberian dua atau lebih antikanker ialah
utk mendptkan sinergisme tanpa menambah toksisitas. Selain
meningkatkan indeks terapi, kemoterapi kombinasi juga dpt
mencegah atau menunda terjadinya resistensi thd obat ini.
Utk mencapai hasil yg baik terapi kombinasi hrs memenuhi syarat-syarat
sbb:
• masing-masing obat hrs memiliki mekanisme kerja yg berbeda,
• efek toksik masing-masing obat hrs berbeda, shg dpt digunakan dg
dosis maks yg masih dpt diterima pasien, dan
• masing-masing obat hrs diberikan pd masa siklus sel, di mana
obatnya paling efektif.
3. PRINSIP KEMOTERAPI KANKER
• Kemoterapi kombinasi telah terbukti efektif pada leukemia akut,
penyakit Hodgkin, limfoma non-Hodgkin, karsinoma mama,
karsinoma testis, karsinoma ovarium, karsinoma saluran cerna,
neuroblasloma pada anak, tumor Wilms dan sarcoma osteogenik.
Alkilator (klorambusil) dan vinblastin memberikan efek aditif atau
sinergistik pada penyakit Hodgkin.
• Kombinasi tioguanin dan sitosin arabinosid atau metotreksat dan
sitosin arabinosid bekerja sinergistik untuk mengobati leukemia. Pd
kombinasi ini jarak waktu antara pemberian kedua obat sangat kritis
(penting) utk mencapai efek maks. Jarak waktunya tdk boleh melebihi
beberapa jam saja.
• Satu contoh lagi di mana jarak waktu sangat penting ialah kombinasi
antara metotreksat dan asparaginase. Bilamana asparaginase
diberikan 24 jam setelah metotreksat, diternukan efek antikanker
yang sinergistik terhadap beberapa tumor limfoid eksperimental dan
leukemia limfosit akut pd manusia.
SITOSTATIKA
Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
ORGANEL SEL
TERJADINYA KANKER
The Mechanisms of Cell Division
Gambar Siklus Sel
Tahap Mitosis
SITOSTATIKA
Obat yang digunakan untuk mengeblok pertumbuhan sel kanker
dengan cara mempengaruhi metabolisme sel selama siklus sel
sehingga pembelahan sel dan pertumbuhan sel dihambat

Mekanisme aksi dari sitostatika sangat memungkinkan


terjadinya efek karsinogenik, mutagenik dan teratogenik

Diperlukan “Safe Handling


Cytostatic drug” untuk menjamin
keamanan petugas
(Eitel et al, 2000)
Principles of chemotherapy
Action sites of cytotoxic agents
Antibiotics

Antimetabolites
S
(2-6h)
G2
(2-32h) Vinca
alkaloids

M Mitotic inhibitors
(0.5-2h)
Cell cycle level
Taxoids

Alkylating
agents

G1
(2-h)

G0
Titik Kerja Obat Kemoterapi pada siklus sel

Portion of Cell Cycle Drugs


G1 Actinomycin D
Early S Hydroxyurea, 5-fluorouracil, MTX
Late S Doxorubicin, daunomycin
G2 Bleomycin, radiation, etoposide, teniposide,
carboplatin, cisplatin

M Paclitaxel, vincritine, vinblastine


Spesifitas Kemoterapi thd Fase dan
Siklus Sel

• 1. Semua siklus ( cell cycle non specific )

• Obat anti kanker dpt bekerja pd semua sel, apakah ia sedang


berada dlm siklus pertumbuhan sel atau tidak.

• Pada umumnya sel yg pertumbuhannya cepat lebih sensitif


thd obat daripada yg lambat, hanya perbedaannya tidak
terlalu besar.
• 2. Pada siklus pertumbuhan tertentu, pd semua fase ( cell
cycle non phase specific)

• Obat hanya bekerja pd sel yg berada dlm siklus pertumbuhan , ttp tidak pd
sel yg tidak tumbuh (G0).

• Sel yg pertumbuhannya cepat lebih peka terhdp obat dari pada sel yg
lambat, dgn perbedaan kepekaan yg cukup besar. Toksisitas sel tergantung
dari dosis obat & lama paparan (exposure).

• Untuk mendapatkan efek maksimal, sebaiknya obat diberikan secara


intermiten dgn dosis yg tinggi , untuk memberi kesempatan pada sel
kanker yg ada pada fase G0 kembali ke fase G1.
• 3. Pada siklus pertumbuhan tertentu, pada fase tertentu (cell
cycle phase specific)

• Obat bekerja hanya pd fase tertentu saja dlm siklus


pertumbuhan sel.
• Sel yang pertumbuhannya cepat lebih peka drpd yg
pertumbuhannya lambat, tetapi ada sel yg tidak peka
thd obat walaupun dosisnya tinggi.

• Untuk sel kanker, golongan ini sebaiknya diberi obat


anti kanker dlm waktu yg pendek dan dgn dosis yg
tinggi.
Gambar : “Lokasi “ bekerja obat Sitostatika

Principles of chemotherapy
Action sites of cytotoxic agents
DNA
synthesis Antimetabolites

Cellular level DNA Alkylating agents

DNA transcription DNA duplication

Mitosis
Intercalating
agents
Spindle poisons
Obat Obat Kemoterapi pada Kanker Ginekologi
3.1.Pembagian dan mekanisme kerja sitostatiska
Table 2 : Useful chemotherapeutic agents
Class and Type Agents
Alkylating agents
Alkyl sulfonate Busulfan
Ethylenimine derivative Thiotepa (triethylenethiophosphoramide
Metal salt Carboplatin, cisplatin, oxaliplatin
Nitrogen mustard Chlorambucil, cyclophosphamide, estramustine, ifosfamide,
mechlorethamine, melphalan

Nitrosourea Carmustine, lomustine, streptozocin


Triazene Dacarbazine, temozolamide
Antimetabolites
Antifolates Methotrexate, pemetrexed, raltitrexed, trimetrexate

Purine analogs Cladribine, clofarabine, fludarabine, mercaptopurine, nelarabine,


pentostatin, thioguanine

Pyrimidine analogs Azacitidine, capecitabine, cytarabine, decitabine, floxuridine, fluorouracil,


gemcitabine

Natural products
Antibiotics Bleomycin, dactinomycin, daunorubicin, doxorubicin, epirubicin, idarubicin,
mitomycin, mitoxantrone, valrubicin

Enzyme Asparaginase
Microtubule polymer stabilizer Docetaxel, paclitaxel
Mitotic inhibitor Vinblastine, vincristine, vindesine, vinorelbine

Topoisomerase I inhibitors Irinotecan, topotecan


Topoisomerase II inhibitors Etoposide, teniposide
Alkylating agents
1.a. Nitrogen mustard
TABLE 3: KEY FEATURES OF SELECTED ALKYLATING AGENTS
Cyclophosphamide Ifosfamide Melphalan BCNU Busul-
(Alkeran) fan
Mechanism of action All agents produce alkylation of DNA through the formation of reactive intermediates that attack nucleophilic sites.

Mechanisms of resistance Increased capacity to repair alkylated lesions, e.g., guanine O6-alkyl transferase (nitrosoureas, busulfan)
Increased expression of glutathione-associated enzymes, including γ-glutamyl cysteine synthetase, γ-glutamyl
transpeptidase, and glutathione-S-transferases
Increased aldehyde dehydrogenase (cyclophosphamide)
Decreased expression or mutation of p53.

Dose/schedule (mg/m2): 400-2,000 IV. 1,000-4,000 IV 8 PO qd × 5 d 200 IV 2-4 mg daily


100 PO qd
Oral bioavailability 100% Unavailable 30% (variable) Not known 50% or greater

Pharmacokinetics: 3-10 (parent) 7-15 (parent) 1.5 (parent) 0.25 to 0.75a (non- 50% or greater
primary elimination 1.6 (aldophosphamide) linear increase with
t½(h) 8.7 (phosphoramide dose from 170-720
mustard) mg/m2)

Metabolism Microsomal hydroxylation Microsomal Chemical Chemical Enzymatic


Hydrolysis to hydroxylation decomposition to decomposition to conjugation with
phosphoramide mustard Hydrolysis to inert dechlorination active and inert glutathione
(active) and acrolein iphosphoramide mustard products, 20-35% products
Excretion as inactive and acrolein excreted unchanged
oxidation products Excretion as inactive in urine
oxidation and
dechloroethylated
products
Cyclophosphamide Ifosfamide Melphalan BCNU Busul-
fan
Toxicity
Myelosuppression Acute, platelets spared Acute but mild Delayed, nadir at 4 Delayed, nadir 4-6 Acute and
weeks weeks delayed

Alopecia Seen with all alkylating agents


Pulmonary fibrosis
Veno-occlusive disease
Leukemogenesis
Infertility
Teratogenesis

Other Cystitis; cardiac toxicity; Encephalopathy - Hypotension Addisonian


IADH syndrome,
seizures

Precautions Use MESNA with high-dose Always coadminister Decomposes if - Monitor AUC
therapy MESNA administered over with high-dose
<1 hr therapy Induces
phenytoin
(Dilantin)
Drug interactions Expect increased cytotoxicity with radiation %
metabolism
sensitizers and glutathione depletion

aSee reference 276a.


AUC, area under the concentration time curve; BCNU, bischloroethylnitrosourea; IADH, inappropriate antidiuretic hormone syndrome; IV,
intravenously; MESNA, 2-mercaptoethane sulfonate; PO, per os; t½, half-life.
TABLE 8: KEY FEATURES OF METHOTREXATE SODIUM (MTX)
Mechanism of action Inhibition of dihydrofolate reductase leads to partial depletion of reduced folates
Polyglutamates of MTX and dihydrofolate inhibit purine and thymidylate
biosynthesis

Metabolism Converted to polyglutamates in normal and malignant tissues. 7-Hydoxylation in


liver
Pharmacokinetics t1/2 α = 2 - 3 h; t1/2 β = 8 - 10 hr
Elimination Primarily as interact drug in urine
Drug interactions Toxicity to normal tissues rescued by leucovorin calcium
L-Asparaginase blocks toxicity and antitumor activity
Pretreatment with MTX increases 5-fluorouracil and cytosine arabinoside
nucleotide formation
Nonsteroidal anti-inflammatory agents decrease renal clearance and increase
toxicity

Toxicity Myelosuppression
Mucositis, gastrointestinal epithelial denudation
Renal tubular obstruction and injury
Hepatotoxicity
Pneumonitis
Hypersensitivity
Neurotoxicity

Precaution Reduce dose in proportion to creatinine clearance


Do not administer high-dose MTX to patients with abnormal renal function
Monitor plasma concentrations of drug, hydrate patients during high-dose therapy
(see Tables 6.2 and 6.4)
TABLE 11: KEY FEATURES OF 5-FLUOROURACIL
Mechanism of action Incorporation of fluorouridine triphosphate into RNA interferes with RNA synthesis and function.
Inhibition of thymidylate synthase by fluorodeoxyuridylate (FdUMP) leads to depletion of thymidine 5-
monophosphate and thymidine 5- triphosphate, and accumulation of deoxyuridine monophosphate and
deoxyuridine triphosphate.
Incorporation of fluorodeoxyuridine triphosphate and deoxyuridine triphosphate into DNA may affect DNA
stability. Genotoxic stress triggers programmed cell death pathways.

Metabolism Converted enzymatically to active nucleotide forms intracellularly.


DPD catalyzes the initial, rate-limiting step in 5-fluorouracil (5-FU) catabolism.

Antimetabolits -Antagonis Pirimidin : 5 - FU


Pharmacokinetics Primary half-life is 8-14 minutes after IV bolus.
Nonlinear pharmacokinetics from saturable catabolism: Total-body clearance decreases with increasing doses;
clearance is faster with infusional schedules.
Volume of distribution slightly exceeds extracellular fluid space.

Elimination Approximately 90% is eliminated by metabolism (catabolism → anabolism).


<3% and < 10% unchanged drug excreted by kidneys with infusional and bolus 5-FU.
Reduction of 5-FU to dihydrofluorouracil by DPD is rate-limiting. Thereafter: dihydrofluorouracil →
fluoroureidopropionic acid → fluoro-β-alanine.
5-FU and its catabolites undergo biliary excretion.

Pharmacokinetic drug Interference with 5-FU catabolism markedly prolongs its half-life.
Precaution Nonlinear pharmacokinetics: difficulty in predicting plasma concentrations and toxicity at high doses.
Patients with deficiency of DPD may have life-threatening or fatal toxicity if treated with 5-fluoropyrimidines.
Duration of DPD inhibition with eniluracil may be prolonged (8-week washout period recommended).
Patients receiving sorivudine should not receive concurrent 5-fluoropyrimidines (4-week washout period
recommended).
Older, female, and poor-performance-status patients have greater risk of toxicity.
Closely monitor prothrombin time and INR in patients receiving concurrent warfarin DPD, dihydropyrimidine
dehydrogenase.
Interactions: Inhibitors of DPD:
Thymidine and thymine
Uracil (component of uracil and ftorafur)
5-chloro-2,4-dihydroxypyridine (component of ftorafur, 5-chloro-2,4-dihydroxypyridine, and potassium oxonate)
3-cyano-2,6-dihydroxypyridine (component of emitefur, 3-{3-[6-benzoyloxy-3-cyano-2-pyridyloxycarbonyl]benzoyl}-1-
ethoxymethyl-5-fluorouracil)
(E)-5(2-bromovinyl)uracil (metabolite of sorivudine)
Eniluracil
Chronic administration of cimetidine (but not ranitidine) may decrease the clearance of 5-FU
Dipyridamole increases 5-FU clearance during continuous i.v. infusion.
Interferon-α may decrease 5-FU clearance in a dose- and schedule-dependent manner.

Biochemical drug interactions Thymidine salvage via thymidine kinase repletes thymidine 5- triphosphate pools, decreases FdUMP formation, and antagonizes the
DNA-directed toxicity of 5-FU and 5-fluoro-2-deoxyuridine; thymidine may increase fluorouridine triphosphate formation and its
incorporation into RNA.
Sequential methotrexate 5-FU increases 5-FU toxicity and increases fluorouridine triphosphate (FUTP) incorporation into RNA; may
antagonize DNA-directed toxicity of 5-FU.
Leucovorin increases intracellular pools of reduced folates; 5,10-methylenetetrahydrofolate polyglutamates enhance the stability of
reduced folate-FdUMP–thymidylate synthase ternary complex; the magnitude and duration of thymidylate synthase inhibition is
increased.
Inhibitors of de novo pyrimidine synthesis (N-phosphonoacetyl-l-aspartic acid, brequinar) increase 5-FU anabolism to the ribonucleotide
level and 5-FU–RNA incorporation; uridine triphosphate, cytidine triphosphate, deoxycytidine triphosphate, and deoxyuridine
monophosphate depletion may enhance RNA- and DNA-directed toxicity of 5-FU

Toxicity Gastrointestinal epithelial ulceration


Myelosuppression
Dermatologic
Ocular
Neurotoxicity (cognitive dysfunction and cerebellar ataxia)
Cardiac (coronary spasm)
Biliary sclerosis (hepatic arterial infusion of FdUrd)

Precaution Nonlinear pharmacokinetics: difficulty in predicting plasma concentrations and toxicity at high doses.
Patients with deficiency of DPD may have life-threatening or fatal toxicity if treated with 5-fluoropyrimidines.
Duration of DPD inhibition with eniluracil may be prolonged (8-week washout period recommended).
Patients receiving sorivudine should not receive concurrent 5-fluoropyrimidines (4-week washout period recommended).
Older, female, and poor-performance-status patients have greater risk of toxicity.
Closely monitor prothrombin time and INR in patients receiving concurrent warfarin DPD, dihydropyrimidine dehydrogenase.
TABLE 12: KEY FEATURES OF CYTOSINE ARABINOSIDE (ARA-C) PHARMACOLOGY
Mechanism of action Inhibits DNA polymerase α, is incorporated into DNA, and terminates DNA chain
elongation
Metabolism Activated to triphosphate in tumor cells. Degraded to inactive ara-U by
deamination
Converted to ara-CDP choline derivative

Pharmacokinetics Plasma: t1/2α 7-20 min, t1/2β 2 hr; CSF: t1/2 2 hr


Pharmacokinetics Deamination in liver, plasma, and peripheral tissues-100%
Drug interactions Methotrexate sodium increases ara-CTP formation
Tetrahydrouridine, 3-deazauridine inhibits deamination
Ara-C blocks DNA repair, enhances activity of alkylating agents
Fludarabine phosphate increases ara-CTP formation

Toxicity Myelosuppression
Gastrointestinal epithelial ulceration
Intrahepatic cholestasis, pancreatitis
Cerebellar and cerebral dysfunction (high dose)
Conjunctivitis (high dose)
Hidradenitis
Noncardiogenic pulmonary edema

Precaution High incidence of cerebral-cerebellar toxicity with high-dose ara-C in the elderly,
especially in those with compromised renal function

ara-CDP, arabinosylcytosine diphosphate; ara-CTP, arabinosylcytosine triphosphate; ara-U, uracil arabinoside; CSF,
cerebrospinal fluid; t1/2, half-life.
TABLE 13: KEY FEATURES OF Capecitabine (Xeloda )

Mechanism of action Oral prodrug of 5-FU. That is ultimate converted in tumor tissue to the
active cytotoxic agent 5-FU

Pharmacokinetics Elimination half life 45 minutes, food reduced the rate and extend
absorbtion.It should be administered with water, 30 minutes after meal.
Dosage range 500-3500mg/m2/daydivided 12 hours

Dosage and schedule For recurrent cervical or epitelial ovarian cancer standard dosing 1500-
2000mg/m2 daily in two divided doses for 2 weeks with a 1 week rest
period (repeat every 3 weeks). For renal insufficiency (CrCl30-
50mL/minutes) modified dose. (CrCL Less than 30) shoul not received
capecitabine.

Toxicity Hematologic: myelosuppression


GI: Diarrhea, vomiting, nausea, stomatitis, abdominal pain, constipation,
dyspepsia.
Dermatologic: Hand and foot syndrome
Hepatic: hyperbilirubinemia
TABLE 14: KEY FEATURES OF Gemcitabine ( Gemzar )
Mechanism of action Actively transported into cells where phosphorylation convert the parent compound into
gemcitabine triphosphate, the active metabolite. Direct inhibition of ribonucleotide reductase
blocks the conversion of ribonucleotides to deoxy ribonucleotides, thus blocking
DNAsynthesis. The active drug is also incorporated into DNA, resultingin strand termination .
in addition, there is inhibition of DNA polymerase. Notable is the fact that the activity of
gemcitabine is not limited to the S phase of cell growth,suggesting that there may be other
unknown mechanism of action.

Pharmacokinetics Minimally protein bound , has high volume of distribution. Peak plasma concentration 30
minutes of drug administration. The half life of the parent compound 1 hour, the active
metabolite can be detectedi n the plasma for up to 24 hours.

Dosage and schedule When given to epithelial ovarian cancer:


Day 1,8,15: 800-1000mg/m2 iv: repeat every 28 days
Day 1,8 : 800- 1000mg/m2 iv: repeat every 21 days
When given to leiomyosarcoma:
Day 1,8 :900 mg/ m2 iv ,repeat every 21 days

Toxicity Hematologic: myelosuppression, particularly trombocytopenia.


GI: Diarrhea, vomiting, nausea, stomatitis, changed in bowel habits.
Dermatologic: radiation recall , maculopapular rash
Hepatic: transaminitis, elevation in bilirubin and alkaline phosphatase.
Renal: hemolytic –uremic syndrome, hematuria, proteinuria.
Pulmonary: ARDS
Neurologic: somnolence, headache
Hypersensitivity:
TABLE 15: KEY FEATURES OF HYDROXYUREA
Mechanism of action Inhibitor of ribonucleotide reductase by inactivation of the tyrosyl free radical on the M-2
subunit.
Regulation of gene expression.

Pharmacokinetics: Nonlinear at high doses.


Bioavailability of essentially 100%.
Elimination half-life of 3.5-4.5 hr.
Rapid distribution to tissues and extracellular fluid compartments

Elimination/metabolism Renal excretion predominates, although interpatient variability is significant.


Several enzyme systems capable of metabolism of HU exist, but the extent of metabolism in
humans is not known.

Drug interactions Increases metabolism of AraC to active metabolite and the incorporation of arabinosylcytosine
triphosphate into DNA.
Enhances the effects of other antimetabolites.
Increases the phosphorylation of antiviral nucleosides and favors their incorporation into viral
DNA.
Enhances effects of ionizing radiation.

Toxicity Myelosuppression, with white blood cells affected to a greater extent than platelets or red blood
cells.
Gastrointestinal effects (nausea, vomiting, changes in bowel habits, ulceration).
Dermatologic effects (pigmentation, leg ulcers, erythema, rash, atrophy).
Renal effects, rare.
Hepatic effects, occasionally severe.
Neurologic effects, rare.
Acute interstitial lung disease, rare.
TABLE 16: KEY FEATURES OF BLEOMYCIN PHARMACOLOGY
Mechanism of action Oxidative cleavage of DNA initiated by hydrogen abstraction
Metabolism Activated by microsomal reduction
Degraded by hydrolase found in multiple tissues

Pharmacokinetics t1/2α: 24 min; t1/2β: 2-4 hr


Elimination Renal: 45-70% in first 24 hr
Drug interactions None clearly established at a biochemical level
Oxygen enhances pulmonary toxicity
cis-Platinum induces renal failure and increases risk of pulmonary toxicity

Toxicity Pulmonary interstitial infiltrates and fibrosis


Desquamation, especially of fingers, elbows
Raynaud's phenomenon
Hypersensitivity reactions (fever, anaphylaxis, eosinophilic pulmonary
infiltrates)

Precaution Pulmonary toxicity increased in patients with:


Underlying pulmonary disease
Age >70 yr
Renal insufficiency
Prior chest irradiation
O2 during surgery
Reduce dose if creatinine clearance <80 mL/min
TABLE 17: KEY FEATURES OF DACTINOMYCIN
Mechanism of action Inhibition of RNA and protein synthesis

Metabolism Unknown
Pharmacokinetics t1/2: 36 hr
Elimination Renal: 6-30%,
Bile: 5-11%
Drug interactions None

Toxicity Myelosuppression
Nausea and vomiting
Mucositis
Diarrhea
Necrosis at extravasation
Radiation sensitization and recall reactions
Precaution Avoid extravasation
TABLE 18: KEY FEATURES OF MITOMYCIN C

Mechanism of action Alkylation of DNA

Metabolism Hepatic

Pharmacokinetics t1/2 α: 2-10 min


t1/2 β: 25-90 min

Elimination Renal: 1-20%


Drug interactions None

Toxicity Myelosuppression
Necrosis at extravasation
Hemolytic uremic syndrome
Interstitial pneumonitis
Cardiomyopathy

Precaution Avoid extravasation


TABLE 19: KEY FEATURES OF DAUNORUBICIN AND DOXORUBICIN
Mechanism of action Pleiotropic effects including (1) activation of signal transduction pathways, (2) generation of
reactive oxygen intermediates, (3) stimulation of apoptosis, and (4) inhibition of DNA
topoisomerase II catalytic activity

Metabolism Reduction of side-chain carbonyl to alcohol, resulting in some loss of cytotoxicity 2. One-
electron reduction to semiquinone free-radical intermediate by flavoproteins, leading to
aerobic production of superoxide anion, hydrogen peroxide, and hydroxyl radical 3. Two-
electron reduction, resulting in formation of aglycone species that can be conjugated for
export in bile

Pharmacokinetics Doxorubicin: Vd = 25 liters; protein binding = 60-70%; CSF/plasma ratio, very low; t½α =
10 min; t½β = 1-3 hr; t½γ = 30 hr. Circulates predominantly as parent drug; doxorubicinol is
most common metabolite, although a substantial fraction of patients form doxorubicin 7-
deoxyaglycone and doxorubicinol 7-deoxyaglycone; substantial interpatient variation in
biotransformation; no apparent dose-related change in clearance; clearance in men > women.
Daunomycin: Vd, protein binding, and CSF/plasma ratio similar to doxorubicin; t½α = 40
min; t½β = 20-50 hr. Metabolism to daunomycinol faster than for equivalent doxorubicin
metabolism, although interpatient variation remains high.
KEY FEATURES OF DAUNORUBICIN AND DOXORUBICIN
Elimination Only 50 to 60% of parent drug accounted for by known routes of elimination, which include
reduction of the side-chain carbonyl by hepatic aldoketoreductases, aglycone formation, and
excretion of biliary conjugates and metabolites. A substantial fraction of the parent compound
is bound to DNA and cardiolipin in tissues and is slowly dissociated, contributing to
prolonged disappearance. While changes in anthracycline pharmacokinetics may be difficult
to demonstrate in patients with mild alterations in liver function, drug clearance is definitely
decreased in the presence of significant hyperbilirubinemia or patients with a marked burden
of metastatic tumor in liver.

Drug interactions Heparin binds to doxorubicin, causing aggregation; coadministration of both drugs leads to
increased doxorubicin clearance. In rodents, phenobarbital has been shown to increase, and
morphine decrease, doxorubicin disappearance; drugs that diminish hepatic reduced
glutathione pools (acetaminophen and BCNU) sensitize the liver to anthracycline toxicity.

Toxicity 1. Myelosuppression
2. Mucositis
3. Alopecia
4. Cardiac toxicity
5. Severe local tissue damage after drug extravasation

Precaution 1. Acute and chronic cardiac decompensation can occur. Most common is cumulative
dose-related congestive cardiomyopathy, which is more frequent in patients with
underlying hypertensive heart disease or those who have received mediastinal radiation
with a cardiac dose > 2000 cGy.
2. Radiation sensitization of normal tissues, including chest wall and esophagus, is
common and may occur many years after radiation exposure.
3. Extravasation damage to extremities has resulted in loss of limb function.
TABLE 20 : KEY FEATURES OF THE TAXANES
Paclitaxel Docetaxel

Mechanism of action Low concentrations inhibit microtubule dynamics (dynamic instability and treadmilling).
High concentrations inhibit depolymerization of tubulin

Standard dosage (mg/m2) 175 over 3 hours every 3 weeks 60-100 over 1 hour every 3 weeks
135-175 over 24 hours every 3 weeks (75 is the most common dose used)
80 over 1 hour weekly 36 over 1 hour weekly

Pharmacokinetics and See text


disposition

Principal toxicity Myelosuppression Myelosuppression


Other common toxicities Alopecia Alopecia
Peripheral neurotoxiicty Peripheral neurotoxicity
HSRs Rashes and nail disorders
HSRs (mild to moderate)

Premedication Corticosteroids, H1- and H2-histamine Corticosteroids with each treatment to prevent
antagonists before each treatment to prevent fluid retention;H1-histamine antagonists
HSR (see –administration-) recomemended to HSRs.

Precautions: Patients with abnormal liver function should be treated with caution. See section on dosage and
schedule for specific dosing guidelines.

HSRs, hypersensitivity reactions.


TABLE 21: KEY FEATURES OF THE VINCA ALKALOIDS
Vincristine Sulfate Vinblastine Sulfate Vindesine Sulfate Vinorelbine

Mechanism of action Low concentrations inhibit microtubule dynamics (dynamic instability and treadmilling) High
concentrations inhibit polymerization of tubulin.
Standard dosage 1-1.4 every 3 weeks 6-8 every week 3-4 every 1-2 weeks 15-30 every 1-2 weeks
(mg/m2)

Pharmacokinetics and
disposition

Principal toxicity Peripheral neuropathy Neutropenia Neutropenia Neutropenia

Other common Constipation, SIADH Thrombocytopenia Peripheral neuropathy Peripheral neuropathy


toxicities Alopecia (moderate) (moderate)
Peripheral neuropathy Alopecia Constipation
(mild) Nausea and vomiting
SIADH Diarrhea

Precautions Patients with abnormal liver function should be treated with caution. See section on dosage and
schedule for specific dosing guidelines.
SIADH, syndrome of inappropriate antidiuretic hormone secretion.
TABLE 22 : DIFFERENTIATION OF HUMAN DNA TOPOISOMERASES
TYPE I AND II
Type I topoisomerase
Monomeric protein, molecular weight ~91 kd
Single-copy gene located on chromosome 20q12-13.2
Transiently breaks one strand of duplex DNA and forms a 3--phospho-tyrosine covalent intermediate
Single-step changes in the linking number of circular DNAs
Its expression is continuous during the cell cycle and in quiescent cells
Mainly involved in relaxation of supercoiled DNA during RNA transcription
ATP independent

Type II topoisomerase
Homodimeric protein, molecular weight 170 kd (isoenzyme IIα) and 180 kd (isoenzyme IIβ)
Single-copy gene located on chromosome 17q21-22 (isoenzyme IIα) and chromosome 3p24
(isoenzyme IIβ)
Breaks both strands of duplex DNA and forms a pair of 5--phosphotyrosine covalent intermediates
Generates a gate through which another region of DNA can be passed
Double-step changes in the linking number of circular DNAs
Its expression increases during S phase of the cell cycle (especially isoenzyme IIα) and is almost
absent in quiescent cells (primarily expression of isoenzyme IIβ)
Involved in DNA replication, recombination, RNA transcription and repair
ATP dependent
TABLE 23 : KEY FEATURES OF TOPOTECAN
Mechanism of action Topoisomerase I poison. Stabilizes the cleavable complex in which topoisomerase I is covalently
bound to DNA at a single-stranded break site. Conversion into lethal DNA damage follows when a
DNA replication fork encounters these cleavable complexes (-fork collision model-).

Metabolism Nonenzymatic hydrolysis of the lactone ring generates the less active open ring hydroxy carboxylic
acid. N-desmethyl metabolite recently characterized in plasma, urine, and feces.
KEY FEATURES OF TOPOTECAN
Pharmacokinetics Approximate terminal half-life of topotecan lactone is 2.9 hr (range, 1.6-5.5 h); approximate
clearance of 62 L/h/m2 (range, 14-155 L/h/m2) reported for 30-min topotecan infusions.

Elimination About 26% to 41% excreted unchanged in urine over 24 h. Concentrated in the bile at levels that are
1.5 times higher than the simultaneous plasma levels
Modifications for organ dysfunction In minimally pretreated patients, no dosage adjustments appear to be necessary for patients with
mild renal impairment (creatinine clearance 40-60 mL/ min), but dosage adjustment to 0.75
mg/m2/d is recommended for patients with moderate renal impairment (20-39 mL/min). Further
dosage adjustments may be necessary for patients with extensive prior chemotherapy or radiation
therapy. Studies of small numbers of patients suggest that dosage adjustments are not required for
hyperbilirubinemia up to 10 mg/dL.

Toxicity Myelosuppression, predominantly noncumulative neutropenia, with thrombocytopenia and anemia


less common
Nausea and vomiting (mild)
Diarrhea (mild)
Fatigue
Alopecia
Skin rash
Elevated liver function test results
Mucositis

Precaution For febrile or severe grade 4 neutropenia lasting >3 d, the dosage for subsequent courses should be
reduced by 0.25 mg/m2/d. Monitoring of blood counts is essential.
TABLE 24: KEY FEATURES OF IRINOTECAN
Mechanism of action After metabolic activation to 7-ethyl-10-hydroxycamptothecin (SN-38), the mechanism of action is the
same as for topotecan.
Metabolism Irinotecan is a prodrug that requires enzymatic cleavage of the C-10 side chain by an irinotecan
carboxylesterase–converting enzyme to generate the biologically active metabolite SN-38. Both
irinotecan and SN-38 can undergo nonenzymatic hydrolysis of the lactone ring to the open-ring
carboxylate species. Irinotecan can also undergo hepatic oxidation of its dipiperidino side chain to form the
inactive metabolite 7-ethyl-10-[4-N-(5-aminopen-tanoic acid)-1-piperidino]carbonyloxycamptothecin
(APC).

Pharmacokinetics Approximate terminal half-life of irinotecan lactone is 6.8 h (range, 5.0-9.6 h) and approximate clearance is
46.9 L/h/m2 (range, 39.0-53.5 L/h/m2). Approximate terminal half-life of SN-38 lactone is 11.05 h (range,
9.1-13.0 h).
Elimination Elimination of irinotecan occurs by urinary excretion, biliary excretion, and hepatic metabolism. About
16.1% (range, 11.1-20.9%) of an administered dose of irinotecan is excreted unchanged in the urine. SN-
38 is glucuronidated, and both the conjugated and unconjugated forms are excreted in the bile. SN-38
glucuronide can also be detected in plasma.
Modifications for organ dysfunction No definite recommendations are available for patients with impaired renal or hepatic dysfunction.
Extreme caution is warranted in patients with liver dysfunction or Gilbert's disease.
Toxicity Early-onset diarrhea within hours or during the infusion associated with cramping, vomiting, flushing, and
diaphoresis. Consider atropine 0.25-1.0 mg s.c. or i.v. in patients experiencing cholinergic symptoms. Late-
onset diarrhea can occur later than 12 h after drug administration.
Myelosuppression, predominantly neutropenia and less commonly thrombocytopenia.
Alopecia
Nausea and vomiting
Mucositis
Fatigue
Elevated hepatic transaminases
Pulmonary toxicity (uncommon) associated with a reticulonodular infiltrate, fever, dyspnea, and
eosinophilia

Precaution Severe delayed-onset diarrhea may be controlled by high-dose loperamide given in an initial oral dose of 4
mg followed by 2 mg every 2 h during the day and 4 mg every 4 h during the night. High-dose loperamide
should be started at the first sign of any loose stool and continued until no bowel movements occur for a
12-hr period. Particular caution is also warranted in monitoring and managing toxicities in elderly patients
(>64 yr) or those who have previously received pelvic/abdominal irradiation.
TABLE 25 : KEY FEATURES OF EPIPODOPHYLLOTOXIN DERIVATIVES
Etoposide (VP-16) Teniposide (VM-26)

Mechanism of action Inhibition of Top2, Same but ≈ 10-fold more


Nonintercalator potent

Pharmacokinetics Terminal half-life = 6-8 hr Terminal half-life = 9.-21 hr

Elimination Hepatic metabolism, Renal Probable hepatic metabolism


excretion 35-40%

Toxicities Neutropenia, Same as etoposide


Thrombocytopenia, (mild)
Alopecia, Hypersensitivity,
Mucositis (high doses)

Precautions Reduced dose proportionate to Possible increased toxicity in


creatinine clearance hepatic failure
KEMOTERAPI TUNGGAL atau KOMBINASI ?

Penggunaan Kemoterapi Tunggal mempunyai beberapa


keterbatasan :
1. Efek samping toksisitas membatasi dosis dan lama-
nya pemberian obat, sehingga juga membatasi daya
bunuh terhadap sel kanker.
2. Daya tahan hidup sel dan pembelahan kembali dari
sel kanker menyebabkan terbentuknya tumor padat
yang tidak bisa dicapai kemoterapi.
3. Terjadinya resistensi obat secara spontan.
4. Menyebabkan resistensi multiple dari beberapa
kemoterapi.
Faktor-faktor yang penting pada pemakaian Kemoterapi
Kombinasi :
1. Masing-masing obat harus poten sebagai anti kanker
secara tunggal.
2. Obat-obat harus mempunyai titik tangkap yang ber-
beda pada siklus sel sehingga mencegah resistensi.
3. Obat-obat tersebut harus mempunyai kerja yang
sinergistik, dan tidak saling melemahkan.
4. Obat-obatan yang dipilih mempunyai efek samping
pada sistim organ yang berbeda.
5. Masing-masing obat harus diberikan secara intermit-
ten sehingga memperkuat daya bunuh sel dan daya
immunosupresinya minimal.
EFEK SAMPING OBAT
1. Sistim Hemopoetik :
* Pansitopeni.
2. Sistim Gastrointestinal :
* Mual muntah, diare.
* Stomatitis.
* Perdarahan saluran cerna.
* Enterocolitis.
3. Immunosupressi.
4. Pada kulit :
* Reaksi alergi, iritasi, sampai Steven Johnson
Syndrome.
* Alopecia.
5. Pada Hati :
* Drug induced hepatitis.
6. Pada Paru-paru :
* Interstitial pneumonitis.
7. Pada Jantung :
* Kardiomiopati.
8. Pada Saluran Kencing :
* Chronic azotemia
* Acute renal failure
* Retensi cairan.
9. Pada Sistim Saraf :
* Neuropati.
10. Pada Pembuluh Darah :
* Kerusakan pembuluh darah.
11. Terjadinya keganasan sekunder :
* Leukemia
12. Pada Gonad :
* Amenorrhoe.
* Kegagalan fungsi ovarium Infertilitas.
13. Gangguan Metabolik :
* Hiponatremi
* Hiperurisemi
* Hipokalsemi.
PENGALAMAN PENGOBATAN
KANKER GINEKOLOGIS DENGAN SITOSTATIKA
DI DIVISI ONKOLOGI - GINEKOLOGI
RSUD Dr SOETOMO - SURABAYA

I. KANKER SERVIKS
a. Bleomycin + Mitomycin
b. B O M (Bleomycin + Oncovin + Mitomycin)
c. P V B (Cisplatin + Vincristin + Bleomycin)
d. Paclitaxel- cisplatin/ carboplatin
e. Cisplatin ( paliatif, radiosensitizer)
II. KANKER OVARIUM
1. Kanker Ovarium yang berasal dari Epitel :
a. CP
b. CAP
c. Paclitaxel + Carboplatin
d. Docetaxel+ Carboplatin
e. Gemzar
f. Xeloda
2. Kanker Ovarium yang berasal dari Germ Cell :

a. VAC (Vincristin + Actinomycin + Cycloph.

b. PVB (Cisplatin + vincristin + Bleomycin)

c. PEB
III. PENYAKIT TROFOBLAS
1. Penyakit Trofoblas Jinak :
* Pada Mola Hydatidosa diberikan MTX
profilaksis ( kontroversi).
* Diberikan injeksi MTX 0,4 mg/kgBB hari (IM) selama
5 hari
* Evaluasi klinis dan kadar  HCG minimal
sampai 8 minggu setelah kuret kedua.
2. Penyakit Trofoblas Ganas :
a. Resiko Rendah
* Methotrexate atau Actinomycin D dosis
tunggal.
b. Resiko Sedang
* kombinasi MTX + Actinomycin.
* kombinasi MTX + Actinomycin +
Chlorambucil.
* kombinasi Etoposide + MTX + Actino.
c. Resiko Tinggi
* EMACO (etoposide + MTX + Actino. +
Cycloph. + Oncovin).
IV. KANKER ENDOMETRIUM

a. Cyclophosphamide.

b. Doxorubicin.

c. Kombinasi Cyclo. + Doxo.

d. Hormonal (Progesteron).
Anthelmintik dan Amebisid

Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
Anthelmintik
Obat untuk memberantas atau mengurangi infestasi
cacing dalam lumen usus atau jaringan tubuh

Di dalam tubuh manusia terdapat dalam :


• GIT Cacing dalam perut bisa keluar dari mulut, hidung atau
• Jaringan pada saat BAB.

Menginfeksi host :
• Melalui zat makanan yang mengandung larva
• Menyebabkan kehilangan sel darah merah
• Merusak organ, intestinal atau limfa melalui pengeluaran
toksin
Gejala :
• Anemia ditandai dengan lemah, letih dan lesu
• BB menurun akibat kurang gizi
• Batuk tidak sembuh-sembuh
• Nyeri perut
• Diare
• Perut membuncit
• Wajah pucat dan mata belekan
• Ada gangguan pertumbuhan
Intestinal Nematodes

• Enterobius vermicularis (pinworm)


• Ascaris lumbricoides (roundworm)
• Trichuris trichiuria (whipworm)
• Ancylostoma duodenale dan
Necator americanus (hookworm)
• Strongyloides stercoralis
(threadworm)
• Trichinella spiralis (cacing otot)
Blood and tissue nematodes
• Filariae
• Wuchereria bancrofti
• Brugi malayi
• Loa-loa
• Onchocerca volvulus
Trematoda (flukes)
• Blood fluke (Schistosoma mansoni, S.
japonicum, S. haematobium)
• Fasciolopsis buski (intestinal fluke)
• Fasciola hepatica (sheep liver fluke)
• Clonorchis sinensis (chinese liver fluke)
• Paragonimus westermani (lung fluke)
Cestoda (tape worms)
• Taenia saginata (beef tapeworm)
• T. solium (pig tapeworm)
• Hymenolepis nana (dwarf tapeworm)
• Diphyllobothrium latum (fish tapeworm)
Mekanisme Kerja Anthelmintik
• Neuromuscular transmission
– Otot
– Saraf
– Neurotransmiter “palsu”
– Contoh : pirantel, piperazin, dll

• Menghambat proses pertumbuhan energi


– Contoh : mebendazol, niklosamid, dll
ANTHELMINTIK

• anti nematoda, membasmi cacing nematoda


(cacing yg tdk bersegmen, gilig roundworm)
• anti cestoda, membasmi cestoda (cacing pipih,
bersegment cacing pita)
• anti trematoda, membasmi trematoda (cacing
pipih, berbentuk seperti daun)
Jenis infestasi cacing

• Cacing tambang (Ancylostoma duodenale) :


(ankilostomiasis)
• Cacing tambang (Necator americanus ) : nekatoriasis
• Cacing kremi (enterobiasis)
• Cacing gelang (Ascaris lumbricoides) : askariasis
• Cacing Pita (taeniasis)
• Filaria (Wucheria bancrofti, Brugia malayi, Brugia
timori) : filariasis
1.Dietilkarbamazin
Merupakan obat pilihan pertama untuk filariasis
Menghilangkan mikrofilaria W. bacrofti, B
malayi, loa loa dari peredaran darah.

Mekanisme kerja :
1. Menurunkan aktivitas otot cacing  paralisis
2. Menyebabkan perubahan pada permukaan membran
mikrofilaria sehingga mudah dihancurkan.
• Cepat diabsorpsi diusus, ekskresi lewat
urin, 70% bentuk metabolitnya
Efek samping :
Relatif aman pada dosis terapi
Pusing,gangguan sal cerna, sakit kepala
dll.
Reaksi alergi  karena matinya parasit
dan substansi yang dilepaskan oleh
mikrofilaria yang hancur.
2.Piperazin
Efektif terhadap A. lumbricoides & E
vermicularis
Mekanisme kerja :
• Blokade respon otot cacing terhadap asetil kolin
paralisis
• Cacing mudah dikeluarkan oleh peristaltik
usus,cacing keluar 1-3 hari setelah pengobatan.
3.Pirantel Pamoat

Untuk : cacing kremi, gelang, tambang.


Mekanisme kerja :
depolarisasi otot cacing dan
meningkatkan frekuensi impuls → Cacing
mati dalam keadaan spastis
• Absorpsi kurang baik, ekskresi sebagian besar
melalui tinja
• Efek non terapi: keluhan saluran cerna, demam &
sakit kepala
• Kontra indikasi :
– Wanita hamil,Usia < 2 tahun
– Pemberian bersama piperazin
• Obat terpilih untuk : askariasis, ankilostomiasis,
enterobiasis & strongiloidiasis
• Sediaan : tablet 125mg, 250 mg
Dosis 10 mg/kgBB, dosis tunggal
4.Mebendazol

• Spektrum paling luas, obat terpilih untuk


enterobiasis & trichuriasis.
• Mekanisme kerja :
a) Menyebabkan kerusakan struktur subseluler &
menghambat sekresi asetilkolinesterase cacing.
b) Menghambat ambilan glukosa secara irreversibel.

• Absorpsi oral buruk, ekskresi terutama lewat urin


dalam bentuk utuh
Antelmentik lain
• Levamisol
• Niklosamid
• Niridazol
• Prazikuantel
• Ivermektin, dll.
Levamisol

Dosis tunggal digunakan untuk Ascaris dan Trichostrongylus, efektifitas


sedang untuk A. duodenale dan rendah untuk N. americanus.
Mekanisme kerja : meningkatkan aksi potensial dan menghambat
transmisi neuromukular → cacing paralisis.
Absorpsi oral cepat dan lengkap. 60% obat diekskresi bersama ureum.

Niklosamid

Untuk cacing pita (Cestoda), E. granulosus dan E.vermicularis.


Kerjanya menghambat fosforilasi anaerobik ADP
Niridazol

Efektif untuk S. haematobium dan S.


mansoni.
Ekskresinya dalam bentuk metabolit
melalui urine dan tinja.
Hati-hati pada penderita gangguan fungsi
hati, ginjal dan darah.
Pirazikuantel

 Efektif terhadap Cestoda dan Trematoda,


seperti S. mansoni dan S. japonicum.
 Kerjanya menimbulkan peningkatan aktivitas
otot cacing karena hilangnya Ca ion intrasel
kontraktur dan paralisis spastik cacing lepas
dari tempatnya.
 Absorpsi oral baik, ekskresi sebagian besar
bersama urine.
Tiabendazol

• Efektif terhadap strongyloidiasis, askariasis,


oksiuriasis dan larva migrans kulit.
• Kerjanya menghambat enzim fumarat
reduktase cacing dan enzim
asetilkolinesterase cacing cacing mati.
• Absorpsi lewat usus, 90% obat diekskresi
bersama urine.
TERAPI PILIHAN
Helminth Treatment of Choice
Ascaris Albendazole, Mebendazole P pamoat
lumbricoides
E. vermicularis Albendazole, Mebendazole, P pamoat
Hookworms Albendazole Mebendazole, P pamoat
Trichuris trichiura Mebendazole, albendazole
Filaria Dietilcarbamazine
Cutaneus larva Thiabendazol (topical), ivermectin,
migrans Albendazol
S. stercoralis Ivermectin, Thiabendazole
Amebisid
Berdasarkan tempat kerja, dibagi 3 :
a) Amebisid jaringan
 Ex : dehidroemetin, emetin, klorokuin
b) Amebisid luminal
 Ex : diyodohidroksikuin, yodoklorhidroksikuin,
kiniofon, glikobiarsol, karbarson, emetin bismut
iodida, klefemid, diloksanit furoat dan beberapa
antibiotik (tetrasiklin dan paramomisin)
c) Amebisid yang bekerja pada lumen usus dan
jaringan
 Ex : metronidazol
Amebisid
• Entamoeba hystolytica menyebar melalui makanan dan air yang
terkontaminasi feces
• Menyebabkan amebiasis usus (disentri ameba) ataupun
amebiasis ekstraintestinal (misalnya amebiasis hati)
• E. hystolitica hidup di lingkungan anaerob dan rentan terhadap
metronidazol.
• Metronidazol efektif terhadap trofozoit E. hystolitica, tidak
mengeradikasi kista
• Paramomisin, iodokuinol, atau diloksanid furoat bisa diberikan
secara bersamaan dengan metronidazol, tetapi hanya digunakan
sendirian untuk terapi infeksi E. hystolitica yang asimtomatik
Metronidazol
• Spektrum aktivitas yang luas terhadap
bakteri anaerob dan protozoa
• Dengan cepat dan lengkap diabsorpsi
sesudah pemberian per oral, mencapai
kadar puncak dalam plasma dalam 1 jam
• Efek samping : mual, muntah, diare, dan
rasa logam; neurotoksisitas, termasuk
pusing dan mati rasa
Metronidazol : Indikasi
• Metronidazol dan tinidazol digunakan untuk
amubiasis, trikomoniasis dan infeksi bakteri
anaerob
• Efektif untuk amubiasis intestinal dan
ektraintestinal
• Pada abses hati, dosis sama dengan dosis untuk
disentri amuba
• Selain untuk amubiasis dan trikomoniasis,
metronidazol digunakan juga untuk drakunkuliasis
sebagai alternatif niridazol dan untuk giardiasis
Metronidazol : Sediaan dan posologi
Amubiasis

Dosis oral : 3 x 750 mg/hari selama 5 – 10 hari

Dosis anak : 35 – 50 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3 dosis

Trikomoniasis

Pada wanita 3 x 250 mg/hari selama 7 – 10 hari

Giardiasis

Dosis oral 3 x 250 mg/hari selama 7 hari


Emetin

• Membunuh E. histolytica secara langsung,


lebih efektif terhadap bentuk motil daripada
dalam bentuk kista
• Diabsorpsi baik dari tempat suntikan,
kemudian dimetabolisme dan diekresikan
secara lambat
• Kadar tertinggi terdapat di dalam hati (penting
untuk amubiasis hati)
Emetin : Sediaan dan Posologi
• Tersedia dalam bentuk larutan, diberikan IM
dan tidak boleh IV (berbahaya dan tidak
efektif)
• Dosis emetin hidroklorid pada dewasa tidak
boleh lebih dari 60 mg sehari
• Dosis anak sebaiknya berdasarkan berat
badan, yakni tidak lebih dari 1 mg/kgBB/hari
selama 5 hari
Paramomisin

• Paramomisin sulit diabsorpsi melalui


pemberian oral
• Efek samping : gangguan sal. cerna dan
diare
• Sedikit paramomisin yang diserap
menyebabkan ototoksisitas dan
nefrotoksisitas
Iodokuinol
• Merupakan derivat 8-hidroksikuinolon
• Memperlihatkan efek amubisid langsung, tetapi
mekanisme kerja belum jelas
• Derivat 8-hidroksikuinolon hanya bekerja terhadap
amuba dalam lumen usus (amuba intestinal), tidak efektif
untuk abses amuba atau amubiasis hati
• Iodokuinol dikontraindikasikan pada pasien yang alergi
yodium
• Efek samping rash, gatal pada anus, jerawat, sedikit
pembesaran pada kelenjar tiroid, mual, dan diare
Iodokuinol : Sediaan dan Posologi
• Untuk pengobatan amubiasis dianjurkan :
– Dosis dewasa : 3 x 650 mg selama 20 hari
– Dosis anak : 30 – 40 mg/kgBB/hari terbagi dalam 3
dosis
Diloksanid furoat

• Bersifat amebisida langsung


• Efek samping mual, muntah, diare,
flatulensi, pruritus dan urtikaria
ANTI
DIABETES
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
PENDAHULUAN
Perkembangan DM
• Frekuensinya semakin tahun semakin meningkat
• WHO  2015, diperkirakan 900 juta orang di dunia
menderita DM (12%) 2050 meningkat hingga 2
miliar orang menderita DM (22%)
• Secara global prevalensi DM pada laki-laki 21-25%
dan wanita 21-32%

Prevalensi DM Berdasarkan Pemeriksaan


Darah Pada Penduduk ≥15 tahun, 2013-2018
DEFINISI

A series of complex and chronic metabolic


disorders, characterized by symptomatic
glucose intolerance. All diabetics eventually
show abnormalities of insulin secretion and
complication of the disease, such as
vascular and neurologic abnormalities
Diabetes Mellitus

penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia;


disebabkan karena abnormalitas metabolisme karbohidrat,
lemak, dan protein

Pankreas tidak memproduksi insulin


Pankreas memproduksi insulin dlm jml yang tdk mencukupi
Respon tubuh yang tidak cukup terhadap insulin (resistensi
insulin)
SIAPA INSULIN ?
Insulin
• Insulin meningkatkan transportasi glukosa
didalam darah untuk digunakan sel target
• Bila ada kelebihan energi glukosa didalam
darah tersebut akan di simpan di hati dan otot
dalam bentuk glikogen yang selanjutnya akan
diubah menjadi energi bila dibutuhkan
• Insulin juga meningkatkan penyimpanan serta
sintesi protein dan lemak
Faktor dan Kondisi terjadinya peningkatan atau mengurangi insulin

Meningkatkan Menurunkan Insulin


insulin
• Peningkatan kadar •Penurunkan kadar
gula darah glukosa darah
• Peningkatan kadar •Puasa
asam lemak bebas
pada darah
• Peningkatan kadar
asam amino dalam
Pengaturan Sekresi Insulin
• Bila kadar gula darah meningkat diatas 100 mg/dl, insulin disekresi dengan
cepat ke dalam pembuluh darah untuk mentransportasikan glukosa ke sel
target atau untuk disimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati dan otot.
• Setelah glukosa ditransportasikan kadar gula darah akan kembali normal di
dalam darah
• Bila seseorang puasa insulin akan menurun, tetapi untuk membuat
keadaaan gula darah normal hormon GLUKAGON dilepas yang merangsang
Glikogenolisis dan Glukoneogenesis yang akan meningkatkan pembentukkan
glukosa dan meningkatkan kadar glukosa dalam darah
Mengapa kadar glukosa darah perlu diatur ?

• Pada dasarnya bila tidak ada glukosa di dalam


tubuh kebanyakan jaringan masih bisa
menggunakan lemak dan protein menjadi energi.
• Namun glukosa adalah satu- satunya bahan
makanan yang dapat digunakan oleh otak,
retina, epitel germinal gonad
Kosentrasi gula darah juga dipertahankan agar tidak tinggi :
1. Glukosa dapat menimbulkan sejumlah tekanan osmotik
cairan ektrasel, sehingga cairan didalam sel mengalami
dehidrasi
2. Tingginya Glukosa dalam darah sehingga melampaui
batas filtrasi dan terjadi glikosuria
3. Hilangnya Glukosa dalam urin juga menimbulkan diuresis
oleh ginjal, yang mengurangi jumlah cairan
4. Peningkatan Jangka panjang dapat menyebabkan
kerusakan jaringan terutama pembuluh darah
Gejala penyakit DM
 Poliuria, polifagia, polidipsi
 Berat badan menurun meskipun banyak makan, sering
merasa lelah dan mengantuk
 Mudah bisul/abses dan lama sembuhnya
 Gatal-gatal terutama pada organ kelamin luar
 Menurunnya gairah seks, penglihatan kabur
 Ibu yang melahirkan bayi dengan berat lebih dari 4
kilogram
POLIURIA
Peningkatan Glukosa menyebabkan terjadinya diuresis
Osmotik, Glukosa yang tinggi pada sistem filtrasi sehingga
mengurangi reabsobsi cairan tubulus. Efek keseluruhannya
adalah kehilangan cairan yang sangat besar dalam urin

POLIFAGIA
Penggunaan glukosa yag tidak efektif didalam sel, sehingga
sel kekurangan makanan, sinyal lapar dikirimkan ke pusat
lapar dan meningkatkan intake asupan makanan

POLI DIPSI
Akibat diuresis osmotik dalam sistem perkemihan, sel
mengalami dehidrasi dan memberikan sinyal haus, ini
menyebabkan asupan cairan meningkat
PATOFISIOLOGI
Diabetes Melitus

Etiologi
Keturunan, usia, obesitas, stress, radang, virus

Patogenesis

Terkait dengan
Insulin - glukosa
Patogenesis
G
makanan KH G sirkulasi G
KH darah I
E
lambung
sel
insulin
pankreas

Insulin
- atau 0

gula darah +++ urine DM


Klasifikasi

Gejala & tanda ?


Incretin based
 DPP-4
 GLP1-RA
Tipe dan patofisiologi
Macam Diabetes Mellitus :
1. Diabetes Mellitus Tipe 1
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
3. Diabetes Mellitus Gestasional
4. Diabetes Mellitus Tipe lain
5. Gangguan Toleransi Glukosa
Klasifikasi Diabetes Mellitus Berdasarkan
Etiologinya (ADA, 2005)
1. Diabetes Mellitus Tipe 1:
Destruksi sel β umumnya menjurus ke arah defisiensi insulin
absolut
A. Melalui proses imunologik (Otoimunologik)
B. Idiopatik
2. Diabetes Mellitus Tipe 2
Bervariasi, mulai yang predominan resistensi insulin disertai
defisiensi insulin relatif sampai yang predominan gangguan
sekresi insulin bersama resistensi insulin
3. Diabetes Mellitus Gestasional
Diabetes mellitus yang muncul pada masa kehamilan,
umumnya bersifat sementara, tetapi merupakan faktor risiko
untuk DM Tipe 2
4. Diabetes Mellitus Tipe Lain
-Defek genetik fungsi sel β
-Penyakit pankreas
-Autoimun
5. Gangguan Toleransi Glukosa
A. IFG (Impaired Fasting Glucose) = GPT (Glukosa Puasa
Terganggu)
B. IGT (Impaired Glucose Tolerance) = TGT (Toleransi
Glukosa terganggu)
Pra diabetes
• Pra-diabetes adalah kondisi dimana kadar gula
darah seseorang berada diantara kadar normal
dan diabetes, lebih tinggi dari pada normal tetapi
tidak cukup tinggi untuk dikatagorikan ke dalam
diabetes tipe 2.
• Macam Pra Diabetes :
a. Impaired Fasting Glucose (IFG) : Bila kadar Glukosa :
PUASA : 100-125 mg/dl dan NORMAL: <100 mg/dl
b. Impaired Glucose Tolerance (IGT) atau Toleransi
Glukosa Terganggu (TGT) : Bila kadar glukosa : 2 jam
setelah mengkonsumsi 75 gram glukosa per oral
berada diantara 140-199 mg/dl.
KRITERIA PENEGAKAN DIAGNOSIS DIABETES
SECARA UMUM BERDASARKAN KADAR
GLUKOSA DARAH

Glukosa Plasma Glukosa Plasma 2


Puasa jam setelah makan
Normal <100 mg/dL <140 mg/dL
Pra Diabetes
IFG 100 – 125 mg/dL ––
IGT –– 140 – 199 mg/dL
Diabetes > 126 mg/dL > 200 mg/dL
PERKENI. Pedoman Pengelolaan dan Pencegahan DM Type 2 Dewasa, 2019
Komplikasi DM
1. Hipoglikemia
2. Hiperglikemia
3. Makrovaskuler (Stroke-CVD; iskemik jantung;
PAD-sumbatan pembuluh darah kaki)
4. Mikrovaskuler (retinopati, nefropati,
neuropati)
Dapat terjadi campuran mikro dan makrovaskuler  kaki diabetes (PAD,
neuropati) yang disertai infeksi  dapat berakhir dengan amputasi
“GANGRENE/GANGREN”
Sindrom hipoglikemia

Sindrom hipoglikemia ditandai dengan


gejala klinis penderita merasa pusing,
lemas, gemetar, pandangan berkunang-
kunang, pitam (pandangan menjadi gelap),
keluar keringat dingin, detak jantung
meningkat, sampai hilang kesadaran.
Apabila tidak segera ditolong dapat terjadi
kerusakan otak dan akhirnya kematian.
Kadar GD < 50 mg/dl
Penyebab Hipoglikemia :
 Lupa / sengaja tidak makan
 Olah raga terlalu berat
 Obat DM lebih dosis
 Konsumsi Alkohol
 Stres
 Mengkonsumsi obat-obatan lain yang dapat
meningkatkan risiko hipoglikemia
PENANGGULANGAN HIPOGLIKEMIA

• memberikan air manis


• minuman mngndng mengandung gula murni,
berkalori, bukan gula pemanis
• suntikan glukosa 40% intravena atau glukagon
bila diperlukan).
• Pemberian gukosa 40% intravena (pasien koma)
Sasaran & Tujuan Terapi

Ketidaknormalan kadar glukosa darah


Komplikasi

dikendalikan

Strategi ?
Strategi Terapi

• pasok insulin
• produksi insulin meningkat
• penyimpanan glukosa sel meningkat
• absorbsi glukosa menurun

PENATALAKSANAAN ?
TATALAKSANA DM

1. Non farmakologi , mengatur pola hidup


2. Farmakologi (penggunaan obat)
PENGENDALIAN

Diabetes Mellitus

diet Olah raga

Antidiabetika
PENATALAKSANAAN DM

NON FARMAKOLOGI (MENGATUR POLA HIDUP)

Edukasi/penyuluhan

Perlu diberikan pemahaman tentang


• Penyakit DM
• Kegunaan pengendalian dan pemantauan DM
• Penyulit DM
• Obat hipoglikemik
• Keadaan hipoglikemi
Perencanaan makan

Disesuaikan dengan berat badan ideal.


Pria 30 kalori/berat badan ideal
Wanita 25 kalori /berat badan ideal

Berat badan ideal (kg) = {tinggi badan (cm) – 100}- 10%

Komposisi makanan yang dianjurkan


Karbohidrat 60-70%
Protein 10-15%
Lemak 20-25%
Serat makanan 25 g/hari terutama yang larut air.

Latihan jasmani : Olah raga ringan


FARMAKOLOGI (MENGGUNAKAN OBAT DM)

1. INSULIN ( UNTUK DM TIPE I )


2. ADO ( UNTUK DM TIPE II)
Jenis Antidiabetika

Suntikan oral

insulin

masa kerja penampilan sumber

• KS – 6 jam jernih • sari pankreas


(I kristalin) • rekayasa
• KSD 6-12 jam keruh (manusia)
(Isophan, NPH)
• KP – 24 jam keruh
Antidiabetika
oral
TERAPI INSULIN
Indikasi :
Pada pasien yang mengalami kerusakan sel β
pankreas (DM tipe 1)
Pada pasien DM tipe 2 yang kadar
glukosanya tidak bisa dipertahankan dg Obat
Antidiabetik Oral
Stress, pembedahan
Wanita hamil, kerusakan ginjal berat
Ketoasidosis diabetik
Kontraindikasi / alergi terhadap Antidiabetik
Cara pemberian insulin
Penyuntikan i.m
JENIS INSULIN
Jenis Sediaan Insulin Mula kerja Puncak Masa kerja
(jam) (jam) (jam)
Masa kerja Singkat 0,5 1-4 6-8
(Short - Acting Insulin
/ insulin reguler)
Masa kerja sedang 1-2 6-12 18-24
(Intermediate-acting)
Masa kerja sedang 0-5 4-15 18-24
mula kerja cepat
Masa kerja panjang 4-5 14-20 24-36
(Long -Acting Insulin)
Untuk tujuan terapi, dosis insulin dinyatakan dalam unit internasional (UI). Satu UI
merupakan jumlah yang diperlukan untuk menurunkan kadar gula darah kelinci sebanyak
45 mg%. Sediaan homogen human insulin mengandung 25-30 U/mg.
Penyimpanan insulin
Pada suhu 2-8°C
• Insulin vial Eli Lily yang sudah dipakai dapat
disimpan selama 6 bulan atau sampai 200
suntikan bila dimasukkan dalam lemari es.
• Vial Novo Nordisk insulin
yang sudah dibuka, dapat disimpan selama 90
hari bila dimasukkan lemari es.
• Insulin dapat disimpan pada suhu kamar dengan
penyejuk 15-20°C bila seluruh isi vial akan
digunakan dalam satu bulan.
• Penelitian menunjukkan bahwa insulin yang
disimpan pada suhu kamar lebih dari 30° C
akan lebih cepat kehilangan potensinya.
Penderita dianjurkan untuk memberi tanggal
pada vial ketika pertama kali memakai dan
sesudah satu bulan bila masih tersisa
sebaiknya tidak digunakan lagi.
• Penfill dan pen yang disposable berbeda masa
simpannya. Penfill regular dapat disimpan pada
temperatur kamar selama 30 hari sesudah tutupnya
ditusuk. Penfill 30/70 dan NPH dapat disimpan pada
temperatur kamar selama 7 hari sesudah tutupnya
ditusuk.
• Untuk mengurangi terjadinya iritasi lokal pada daerah
penyuntikan yang sering terjadi bila insulin dingin
disuntikkan, dianjurkan untuk mengguling-gulingkan
alat suntik di antara telapak tangan atau menempatkan
botol insulin pada suhu kamar, sebelum disuntikkan.
ANTIDIABETIK ORAL / OBAT
HIPOGLIKEMIK ORAL (OHO)
a) Obat-obat yang meningkatkan sekresi insulin,
meliputi obat hipoglikemik oral golongan
sulfonilurea dan glinida (meglitinida dan
turunan fenilalanin).
b) Sensitiser insulin (obat-obat yang dapat
meningkatkan sensitifitas sel terhadap insulin),
meliputi obat-obat hipoglikemik golongan
biguanida dan tiazolidindion, yang dapat
membantu tubuh untuk memanfaatkan
insulin secara lebih efektif
c) Inhibitor katabolisme karbohidrat, antara lain
inhibitor α-glukosidase yang bekerja
menghambat absorpsi glukosa dan umum
GOLONGAN CONTOH SENYAWA MEKANISME KERJA
SULFONILUREA Gliburida/Glibenklamida Merangsang sekresi
Glipizida insulin di kelenjar
Glikazida pankreas, sehingga hanya
Glimepirida efektif pada penderita
GLIKUIDON diabetes yang sel-sel β
pankreasnya masih
berfungsi dengan baik

Meglitinida Repaglinide Merangsang sekresi


insulin di kelenjar
pankreas
Turunan Nateglinide Meningkatkan kecepatan
Fenilalanin sintesis insulin oleh
pankreas
GOLONGAN CONTOH SENYAWA MEKANISME KERJA

Biguanid Metformin Bekerja langsung pada hati (hepar),


menurunkan produksi glukosa hati.
Tidak merangsang sekresi insulin oleh
kelenjar pankreas.
Tiazolidindion Rosiglitazone Meningkatkan kepekaan tubuh
Troglitazone terhadap insulin. Berikatan dengan
Pioglitazone PPARγ (peroxisome proliferator
activated receptor-gamma) di otot,
jaringan lemak, dan hati untuk
menurunkan resistensi insulin
Inhibitor α- Acarbose Menghambat kerja enzim-enzim
glukosidase Miglitol pencenaan yang mencerna karbohidrat,
sehingga memperlambat absorpsi
glukosa ke dalam darah
ANTIDIABETIKA ORAL

α-glukosidase inh Acarbose Diminum saat suapan pertama


miglitol Bft (keunggulan) : tdk meningkatkan BB
ES : flatulen, kembung, diare
dimulai dg dosis rendah
KI : px dgn Inflammatory bowel disease
peny.usus & obstruksi
Tdk menyebabkan hipoglikemia

Biguanid metformin Bft : tdk menyebabkan kenaikan BB


memperbaiki kadar kolesterol
ES : mual, diare, nafsu makan menurun
bersama makan
asidosis laktat (jarang) pd gg ginjal
dan peny.pernafasan berat
Sulfonilurea Acetohexamide
Chlorpropamide Aksi panjang, potensial menyebabkan
hipoglikemia
Hindari : usia lanjut & gg ginjal
ES : menurunkan Na darah, jaundice,
rash

Glimepirid Aman utk px dgn gg ginjal


Pd usila & gg ginjal mulai dosis rendah

Glipizide Efektif diminum ½ jam ac

Glyburide Aksi intermidiate

Tolazamide Px dg gg ginjal dosis lebih kecil

Tolbutamide SU aksi pendek, potensi menurunkan


Gula darah
Pilihan pd px usila & gg ginjal & hepar
meglitinid nateglinid Diminum sebelum makan
repaglinid Potensial menyebabkan hipoglikemia
< sulfonilurea

thiazolidinedione Pioglitazone Bisa diberikan kombinasi

rosiglitazone Perlu waktu 4-6 mgg utk berefek


Menyebabkan peningkatan BB
Monitoring fungsi hepar (jk mual,
muntah, nyeri abdomen, lemah, nafsu
makan menurun)
Menyebabkan retensi cairan
KI : gg jantung
Kontrasepsi tdk efektif
Tabel . Obat Hipoglikemik Oral
Obat Dosis awal Dosis maksimal Pemberian sehari

Golongan Sulfonilurea*
Glibenklamid 2,5 mg 15-20 mg 1-2 kali
Gliklasid 80 mg 240 mg 1-2 kali
Glikuidon 30 mg 120 mg 2-3 kali
Glipisid 5 mg 20 mg 1-2 kali
Glipisid GITS 5 mg 20 mg 1 kali
Glimepirid** 1 mg 6 mg 1 kali
Klorpropamid 50 mg 500 mg 1 kali
Golongan Biguanid
Metformin*** 500 mg 2500 mg 1-3 kali
Golongan inhibitor glukosidase alfa#
Acarbose 50 mg 300 mg 3 kali

* diberikan kurang lebih 30 menit sebelum makan


** dapat diberikan sesaat sebelum makan
*** diberikan sebelum makan. Untuk mengurangi efek samping mual dapat diberikan bersama maupun sesudah makan
# diberikan segera setelah suapan pertama waktu makan
Thanks for your
attention
Antiseptik & Desinfektan

Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
Mengapa antiseptik diperlukan ?

Antiseptik dan desinfektan adalah salah satu bagian untuk mengatasi


adanya infeksi nosokomial

ANTISEPTIK :
Agen anti mikrobial yang digunakan pada kulit atau jaringan hidup
untuk membunuh mikroorganisme.

DESINFEKTAN :
Agen anti mikrobial yang digunakan pada objek (bukan benda hidup)
untuk membunuh mikroorganisme
Aspek Penggunaan Antiseptik / Desinfektan

Pemilihan : Antiseptik / Desinfektan yang tepat


Penggunaan : Tenaga Kesehatan, Alkes, Lingkungan, Pasien
Penyimpanan dan Pengisian
Stabilitas setelah dibuka kemasan / dilarutkan
Apa akibat jika antiseptik dan disinfektan
tidak digunakan dengan benar ?

• Terjadi infeksi nosokomial (infeksi yang didapat pada pasien saat


dirawat di rumah sakit)

• Pada pasien yang menjalani operasi terjadi ILO (infeksi luka operasi)

• Oleh karena itu prosedur hand hygiene sangat diperlukan


PENGGUNAAN ANTISEPTIK & DESINFEKTAN

 Lingkungan (Ruangan )
– Kamar operasi : dilakukan desinfeksi dinding dan lantai dengan chlorin
0,5% sebelum dan sesudah tindakan operasi
– Ruangan : Lantai didesinfeksi dengan chlorin 0,5% / NADCC (Natrium
dichloro cyanurite)

 Pasien
– Di ruangan : px dibersihkan dengan chlorhexidine, mouth hygiene
– sebelum operasi pasien dimandikan dengan chlorhexidine
 Alkes / Instrumen
– Dilakukan dekontaminasi dengan Chlorine 0,5% selama 10 menit,
kemudian dibilas dengan air
– Cuci dengan sabun enzimatik, gunakan sikat yang lembut, hati-hati dgn
instrumen yang bergigi kemudian bilas dan keringkan dengan handuk
– Dilakukan sterilisasi dengan autoclave / Ethilen oxide
– Desinfeksi tingkat tinggi dengan glutaraldehyde atau orthopethaldehyde
– Bersihkan bahan non kritis spt stetoskop dengan alkohol 70%
– Termometer didesinfeksi dengan alkohol 70%. Penempatan termometer
oral / rektal tidak boleh dicampur meskipun setelah dibersihkan
 Alat Endoscopy
– Bersihkan dan rendam dengan alkohol 70%
– Bersihkan dengan sabun enzimatik
– Didesinfeksi tingkat tinggi dengan glutaraldehyde atau
orthopethaldehyde
– Jangan gunakan savlon karena savlon bukan desinfektan tingkat
tinggi

Tujuan penggunaan sabun untuk menghilangkan


bahan-bahan organik ( darah, protein, minyak, lemak )
Penanganan Instrumen

Dekontaminasi
Chlorine 0,5 % selama 15 menit untuk alat-alat kritikal

Pre – Cleaning
Mekanis (sikat; air&sabun) & kimiawi (enzymatic detegerent )

High level desinfektan

Sterilization
Rinsing

Storage
NADCC
( Natrium dichloro cyanurite )

Gambaran Umum :
• Termasuk desinfektan golongan Halogen.
• Merupakan Garam Natrium dari Asam Dicloro Isosianuric → Sodium
Triclosene.
• Mengandung 64,5% klorin dan melepaskan klorin bebas dalam
bentuk asam hypochlorus (HOCl) yang aktif sebagai biosidal.
• PH 5→ Persentase HOCl yang tidak terdisosiasi lebih banyak.
→ Efektivitas lebih besar
HOCl yang tidak terdisosiasi memiliki potensi biosidal jauh lebih besar
daripada bentuk yang terdisosiasi.

Bentuk tidak terdisosiasi akan lebih banyak dilepaskan oleh produk


yang bersifat asam

Mekanisme Kerja
• NaDCC mengoksidasi membran sel mikro org 
Struktur membran rusak  Sel MO mengalami
lisis
• Aktivitas Klorin sangat dipengaruhi PH → Aktivitas
menurun jika PH meningkat
Tabel Pengaruh pH terhadap persentase HOCl
pH % HOCl pada 20 C
5.0 99,740
5.5 99,180 ASAM
6.0 97,450
6.5 92,370
7.0 79,290
NETRAL (AIR MURNI)
7.5 54,770
8.0 27,690
8.5 10,800
9.0 3,690
9.5 1,190
ALKALI
10.0 0,380
10.5 0,120
11.0 0,040
11.5 0,012
Kegunaan dan Prosedur

• NaDCC digunakan untuk desinfeksi ruangan, alkes dan air


Konsentrasi : 1000 ppm

• Prosedur NaDCC adalah dengan melarutkan tablet NaDCC


kedalam air, waktu kontak tidak boleh lebih dari 30 menit

• Waktu Kadaluwarsa sediaan yang sudah dilarutkan tidak boleh


lebih dari 24 jam
TABEL PENGENCERAN TABLET CHLORINE Untuk Desinfeksi

Konsentrasi Derajat pengenceran Lama


N chlorine
Kriteria Barang Perendama
o yang Tablet 0,5 Tablet 2,5 Tablet 2,5 n
dibutuhkan gram gram gram
1 1000 ppm 4 tablet 1 4 tablet 5 3,5 tablet 10 Rendam
liter air liter air liter air perlengkapan
Instrumen/barang yang non dalam larutan
kritikal (alat yang kontak Chlorine
dengan kulit utuh) : selama 1 jam
Antara lain :
a. Tubing/suction
b. Manset,termometer
c. Alat lain-lain

2 Sanitasi lingkungan 1000 ppm 4 tablet 1 4 tablet 5 3,5 tablet 10 Usap permuka-
untuk di kritikal area liter air liter air liter air an area
(OK, Lab dan VK) dengan lap
a. Lantai yang telah
b. Lemari direndam
c. Permukaan meja lantai dalam larutan
Chlorine
Konsentrasi Derajat pengenceran
N chlorine Lama
Kriteria Barang yang
o Tablet 0,5 Tablet 2,5 Tablet 2,5 Perendaman
dibutuhkan gram gram gram
d. Permukaan dinding
e. Lap sikat
f. Pel Lantai

3 Sanitasi lingkungan 140 ppm 1 tablet 2 liter 1 tablet 10 1 tablet 20 Usap permu-
untuk umum air liter air liter air kaan area de-
a. Lantai ngan lap yang
b. Lemari telah direndam
c. Permukaan meja dalam larutan
lantai Chlorine
d. Permukaan dinding
e. Lap sikat
f. Pel lantai

4 Khusus sanitasi ling 10000 ppm 18 tablet 0,5 7 tablet 1 9 tablet 2,5 Basahi lap
kungan yang ter liter air liter air liter air dengan laru-
kontaminasi dengan tan Chlorine
darah dan bersih-
Kan darah
dengan lap
tersebut
Pemilihan Antiseptik & Desinfektan

Pemilihan antiseptik desinfektan disesuaikan dengan tujuan dan


kegunaannya

Perlu dipertimbangkan :
 Efektivitasnya,
 Absorbsi
 Daya tahan
 Keamanan
 Harga
CONTOH SEDIAAN ANTISEPTIK

I . CHLORHEXIDINE
chlorhexidine 4% Untuk tindakan invasif & pre operatif

chlorhexidine 2% Untuk cuci tangan di ruangan

chlorhexidine 1.5% + cetrimide 15% Untuk memandikan pasien

chlorhexidine 0.5% + alcohol Untuk hand rub

chlorhexidine 0.2% Untuk mouth wash


CHLOR HEXIDINE

• Merupakan antiseptik golongan biguanida yang efektif terhadap


bakteri, virus dan jamur.
• PH = 5

Mekanisme Kerja :
 Mengoksidasi membran bakteri yang
menyebabkan disrupsi membran  lisis.
 Chlor Hexidine diabsorpsi melalui dinding sel 
obstruksi permeabilitas dinding sel  aktivitas
fisiologi sel terganggu  destruksi dinding sel.
KEUNTUNGAN & KERUGIAN CHLORHEXIDINE

o KEUNTUNGAN
a) Lebih efektif terhadap bakteri gram positif (Staphylococcus).
b) Lebih aman, lebih murah dibanding Povidon Iodine 10%.
c) Mempunyai efek residual yang lebih lama daripada Povidone
Iodine

o KERUGIAN
a) Efek virusidal dan fungisidal lebih lemah dibanding Povidon
Iodine.
b) Mengiritasi mata dan telinga.
TARODENT 0,2% MOUTHWASH/
• Tarodent contains: chlorhexadine digluconate 0,2%
w/v, polysorbate 800, sorbitol, ethanol, peppermint
oil and purified water
• Tarodent is an antibacterial mouthwash used to:
– Prevent dental plaque
– Treat and prevent gingivitis (gum disease)
– Promote gum healing after surgery
– Manage dental sore mouth and oral thrush
– Manage recurring mouth ulcers and maintain good mouth
hygiene
lanjutan

TARODENT 0,2% MOUTHWASH/


• Before using tarodent:
– Do not use if have allergic to chlorhexidine or any
ingredient in tarodent.
– Keep the medicine away from eyes and ears.
– If pregnant, consult doctor before using.
II. POVIDONE IODINE

• Merupakan antiseptik golongan Halogen.


• Mengandung Iodine 10 %
• Efek antiseptik  pelepasan Iodine secara lambat.
• Efektif terhadap bakteri, fungi, virus, bakteri berspora.
• Digunakan sebagai antiseptik kulit pada tindakan preoperatif /
tindakan invasif
Mekanisme Kerja
Bereaksi secara elektrofilik dengan enzim pada rantai respiratori
dan asam amino protein membran pada dinding sel bakteri 
rantai menjadi rusak dan irreversible

Bahan aktif kimianya adalah Yodium bebas


KERUGIAN
• Efektivitas berkurang dengan adanya senyawa organik
• Meninggalkan residu / noda
• Tidak stabil terhadap cahaya  penyimpanan harus dalam wadah gelap.

• Durasi kerjanya lebih singkat daripada Chlor Hexidin


• Efek anti mikrobial lambat  karena untuk melepas yodine bebas perlu
waktu 2 menit
• Yodium bebas yang terabsorbsi melalui kulit / selaput lendir dapat
menyebabkan hipotiroidisma pada bayi baru lahir
• Efek residualnya kecil
III. ALKOHOL - GLYSERIN

• Mengandung 60 - 90% Ethyl atau Isopropyl Alkohol sebagai bahan aktif dan
gliserin 1% sebagai emolien.
• Efektif terhadap bakteri dan mikro organisme vegetatif dan virus.
• Tidak efektif terhadap bakteri berspora dan jamur.
• Efektifitas berkurang dengan adanya zat organik.
• Alkohol glyserin tidak dapat menggantikan detergen & air

Mekanisme kerja :
Denaturasi protein dari membran sel bakteri  lisis.
KEUNTUNGAN ALKOHOL GLYSERIN
• Memiliki aktivitas biosidal yang luas.
• Tidak perlu dibilas air.
• Harga relatif murah.
• Tidak meninggalkan residu / noda.
• Tidak korosif.

KERUGIAN ALKOHOL GLYSERIN


• Mudah terbakar.
• Menyebabkan kulit kering.
• Tidak dapat membunuh spora bakteri, dan tidak dapat digunakan pada
membran mukosa.
• Tidak dapat digunakan pada tangan kotor (terkontaminasi).
FDA Food Code 1997 menyatakan bahwa penggunaan alkohol tidak dapat
menggantikan pencucian tangan dengan air dan sabun
KAPAN KITA
MENGGUNAKAN HAND
• RUB?
Sebelum dan sesudah merawat pasien
• Kondisi emergensi dimana fasilitas cuci tangan sulit dijangkau.
• Saat ronde di ruangan yang memerlukan desinfeksi tangan
• Fasilitas cuci tangan tidak memenuhi syarat.
• Contoh sediaan Hand Rub :
Alkohol - Glyserin  bisa diproduksi sendiri.
Chlor Hexidin - Alkohol.
Hand hygiene bertujuan untuk :

• Menghilangkan atau meminimalkan


mikroorganisme di tangan
• Mencegah perpindahan mikroorganisme
dari likgkungan ke pasien dan dari pasien
ke petugas kesehatan
• Tindakan utama dalam pengendalian
infeksi nosokomial
KAPAN CUCI TANGAN
Cuci tangan menggunakan sabun dan air
mengalir jika diduga kotor atau
terkontaminasi materi protenious, terkena
darah atau produk darah atau cairan
tubuh dan jika terkena benda yang
diduga terpapar mikroorganisme atau
setelah keluar dari kamar kecil
DESINFEKTAN

Hati-hati dalam pemilihan / penggunaan Desinfektan


Tidak semua Antiseptik dapat digunakan sebagai desinfektan
tetapi ada antiseptik yang dapat digunakan sebagai
desinfektan (alkohol)

Antiseptik yang tidak dapat digunakan sebagai desinfektan:


Setrimide dan Chlorhexidine glukonat (Savlon)
Chlorhexidine glukonat
Chlorosilenol (dettol)
Hexachlorofen (Phisohex)
Senyawa mercuri → mercuri lauriel (toksik tidak digunakan
untuk antiseptik maupun desinfektan)
CONTOH SEDIAAN DESINFEKTAN
• Golongan FENOL
•Contoh sediaan : Karbol, Lisol 5%

• Golongan CHLORINE
•Contoh sediaan : chlorine cair, chlorine
bubuk(powder)

• Golongan ALDEHIDE
•Contoh sediaan : glutaraldehide,
orthopthaldehyde, formaldehide / formalin
FENOL
• Kerjanya dengan cara denatrasi dalam rentang
waktu 10 menit, kadar 0,2 - 5%

• Fungsi sebagai Bakterisid > 1%


Bakteriostatik 0,2%

• Penggunaan : Untuk desinfeksi lantai, dinding


atau peralatan.
CHLORINE

Faktor Yang Mempengaruhi Aktivitas Biosidal Klorin


• Temperatur
Efektifitas meningkat pada suhu yang lebih tinggi.
• PH
Aktivitas biosidal meningkat pada PH yang lebih rendah.
• Konsentrasi
Semakin tinggi konsentrasi → efektivitas semakin tinggi.
• Lama Paparan Kontak
Semakin lama paparan → efektivitasnya semakin tinggi.
• Waktu kadaluarsa chlorine setelah dilarutkan tidak lebih
dari 24 jam
CARA PEMBUATAN KLORIN 0,5%
A. Bahan baku bubuk kering kaporit dengan konsentrat 60%
1. Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan rumah tangga dan
masker)
2. Lakukan pembuatan larutan klorin 0,5% di ruang yang aman dan
terbuka jangan di ruang perawatan atau nurse station
3. Masukkan bubuk kering kaporit 60% sejumlah 8,3 gram ke dalam
ember bertutup, kemudian tambahkan air bersih sampai dengan 1
liter
4. Aduk hingga larut dan tutup ember dengan rapat
5. Larutan klorin 0,5% tidak boleh digunakan lebih dari 24 jam
B. Bahan baku larutan pemutih dengan konsentrat klorine 12%
1. Gunakan alat pelindung diri (sarung tangan rumah tangga dan
masker)
2. Lakukan pembuatan larutan klorin 0,5% di ruang yang aman dan
terbuka jangan di ruang perawatan atau nurse station
3. Masukkan larutan klorine konsentrat 12% sejumlah 42 ml ke
dalam ember bertutup, kemudian tambahkan air bersih sampai
dengan 1 liter
4. Aduk hingga rata dan tutup ember dengan rapat
5. Larutan klorin 0,5% tidak boleh
GLUTARALDEHIDE
• Glutaraldehida digunakan untuk Desinfeksi Tingkat Tinggi
(DTT) dan Sterilisasi
Waktu yang diperlukan untuk :
- DTT  20 menit
- Sterilisasi  10 jam
• Efektif terhadap bakteri, jamur, virus dan spora.
• Kadaluwarsa sediaan glutaraldehid :
- setelah wadah dibuka  14 hari
- sediaan kemasan utuh (tertutup)  2 tahun
• Tidak mempunyai efek karsinogenik, aman untuk instrumen
yang terbuat dari bahan plastik, karet, stainless steel,
aluminium
FORMALDEHID

• Merupakan desinfektan golongan Aldehid.


• Bentuk sediaan padat, jika berbentuk larutan 
Formalin yang mengandung 37% Formaldehid

Mekanisme Kerja :
• Formaldehid bereaksi dengan
denaturasi protein .
• Aktivitas meningkat jika suhu
meningkat.
PENGGUNAAN
• Desinfeksi ruangan kadar 8% Formaldehid (fogging 10 - 24 jam) 
tidak direkomendasi.
• Desinfeksi Peralatan dan lantai.
• Efektif terhadap bakteri vegetatif, jamur dan beberapa virus.
• Untuk mematikan bakteri endospora perlu waktu 10 - 24 jam

KERUGIAN :
• Bersifat toksik  karsinogenik
• Bila terhirup dapat mengakibatkan iritasi dan rasa terbakar pada hidung
dan gangguan pernafasan
• Iritasi pada mata  memerah dan menyebabkan pengeluaran air mata
yang hebat.
• Jika terkena kulit menimbulkan perubahan warna merah mengeras dan
rasa terbakar.
Penyimpanan dan pengisian Antiseptik

Hati - hati

Dampak terjadi kontaminasi microorganisme Staphylococcus


epidermidis & aureus, pseudomonas

Menyebabkan infeksi sub sekuen saat digunakan untuk


mencuci tangan / penggunaan pada pasien

BUAT PROTAP
PENYIMPANAN ANTISEPTIK / DESINFEKTAN

• Berapa lama penyimpanan sediaan antiseptik /


desinfektan setelah dibuka atau dikemas ? →
Tergantung stabilitas dan efektivitas masing-
masing jenis antiseptik / desinfektan

• Berikan tanggal setiap antiseptik yang akan


digunakan
 Klorin.
Larutan klorin harus diganti setelah 24 jam.
 Chlorhexidine & Cetrimid
Stabil selama 1 tahun pada suhu 20 - 26º C
Setelah wadah dibuka.

 Glutaraldehid ( Cidex )
Stabil selama 14 hari setelah wadah dibuka.
Penyimpanan pada suhu dingin 20 - 26º C.

 Alkohol Glicerin
Simpan pada suhu dingin 20 - 26º C dan
area yang sirkulasinya bersih.
PENYIMPANAN / KEMASAN :
• Antiseptik / desinfektan kemasannya dalam
botol ukuran ± 100 - 200 ml.
• Penyimpanan ditempat yang sejuk, tdk terkena
sinar matahari langsung. Untuk sediaan yg tdk
tahan cahaya disimpan dlm wadah gelap

PENGISIAN :
• Tidak diperbolehkan mengisi antiseptik /
desinfektan dengan cara Topping Up.
• Pengisian kembali antiseptik / desinfektan →
sediaan dihabiskan dahulu, kemudian wadah
dicuci bersih dan dikeringkan, baru diisi kembali
dengan antiseptik / desinfektan.
Level Kegunaan dari desinfektan

• LLD ( Low Level Desinfectan )


• ILD ( Intermediet Level Desinfectan )
• HLD ( High Level Desinfectan )
Antituberkolosis

Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
Tuberkolosis (TB)

Adalah penyakit kronik yang disebabkan oleh


berbagai jenis strain Mycobacteria, khususnya
Mycobacterium tuberculosis.

TB biasanya menyerang paru-paru (80%), namun dapat


juga menyerang organ lainnya.

Pengobatan TB melibatkan banyak antibiotik yg


diminum dalam jangka waktu lama
Klasifikasi TB paru

• TB Paru
Bentuk yang paling sering dijumpai dan
menyerang paru-paru

• Tuberkulosis ekstra paru


Menyerang organ tubuh lain selain paru, pleura,
kelenjar limfe, persendian, tulang belakang,
saluran kencing, susunan saraf dan perut
– . 2 tipe utama TB

•TB laten, tidak sakit dan tidak dapat


menularkan bakteri M. tuberculosis
kepada orang lain
•TB aktif, sakit serta dapat
menularkan penyakit TB tersebut
kepada orang lain
Etiologi

Mycobacterium tuberculosis
Merupakan basil gram positif, berbentuk batang, dinding selnya
mengandung komplek lipida-glikolipida serta lilin (wax) yang sulit
ditembus zat kimia.
Umumnya M. tuberculosis menyerang paru dan sebagian kecil organ
tubuh lain.

(Depkes RI, 2005)


Ciri dan sifat kuman TBC
• Berbentuk batang
• Tahan terhadap asam pada pewarnaan
gram
• Cepat mati dengan sinar matahari
langsung
• Dapat bertahan hidup beberapa jam pada
tempat yang gelap dan lembab
Faktor resiko :
• Umur
• Pendidikan
• Lama kontak keluarga dengan penderita
TB paru
• Perilaku
• Pengetahuan
• Status ekonomi
• Kepadatan hunian
• Kebiasaan merokok
Patofisiologi
Patogenesis

Kuman (droplet nuclei)

Menempel pada saluran napas atau


jaringan paru

Mekanisme protektif tubuh oleh neutrofil


dan makrofag

Kuman tetap menetap di jaringan paru Kuman mati dan keluar dari percabangan
trakeobronkial bersama gerakan silia dan
sekretnya

Kuman berkembang biak dalam sitoplasma makrofag dan


membentuk sarang primer
DIAGNOSA
Diagnosa:

Pemeriksaan sejarah medis dan pemeriksaan jasmani

Diagnosa mikrobiologi dgn pemerikasaan sputum

Pemeriksaan fisik seperti pemeriksaan darah dan Tuberkulin


Skin Test (TST)/ Test Mantoux

Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan sejarah medis dan pemeriksaan
jasmani
Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah lobus superior terutama daerah
apeks dan segmen posterior , serta daerah apeks lobus inferior.

Tanda-tanda
penarikan
paru

Suara nafas Pemeriksaan Diafragma


bronkial
Jasmani

Mediastinum
2.Pemeriksaan specimen sputum

Dahak yang baik =


mukopurulen

SPS(Sewaktu-
Pagi-Sewaktu)

Pada orang dewasa,


diperiksa 3 spesimen
dahak dalam 2 hari
berturut-turut

*Mukopurulen adalah nanah berwarna hijau kekuning- kuningan, bukan ingus juga
bukan ludah, jumlahnya 3-5ml tiap pengambilan.
3.Pemeriksaan darah dan TB skin test (mantoux)

Pemeriksaan darah rutin


Hasil uji
• kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk tuberculin,
apabila indurasi :
tuberkulosis.
0–4mm, uji
mantoux
negatif
Tes mantoux (uji tuberculin)
5–9mm, uji
• Menyuntikkan tuberculin mantoux
meragukan
• Reaksi pada kulit (kemerahan/indurasi)
• Diukur 48-72 jam dari penyuntikan, diukur >= 10mm, uji
diameter/indurasinya mantoux
positif
4. Pemeriksaan radiologi

Foto toraks

• Fotolateral
CT Scan
• Top lordotik
• Oblik
Gambar paru normal Gambar paru yang terkena flek
TB
Gejala

Batuk Kronis
Demam
Berkeringat di Malam Hari
Keluhan pada Pernapasan
Anoreksia (Kurang Nafsu Makan)
Berat Badan Turun
Nyeri di Bagian Dada
Dahaknya Mengandung Darah

(Tjay, 2002)
Gejala klinik
Gejala Gejala TB
Gejala sistemik
respiratorik ekstra paru
• Batuk 2 • Demam • Tergantung
minggu, • Lain : dari organ
darah malaise, yang terkena
• Sesak napas keringat • Diagnosis
dan nyeri malam, pasti sering
dada anoreksia, BB sulit
menurun ditegakkan
Samir, S. 2009. Pediatric Practice Infectious Disease. Philadephia, Pennsylvania. The
McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.
Samir, S. 2009. Pediatric Practice Infectious Disease. Philadephia, Pennsylvania. The
McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.
Recommended treatment regimens for each diagnostic category

There is a standard code for anti-TB treatment regimens, which uses an abbreviation for
each anti-TB drug, e.g. isoniazid (H), rifampicin (R), pyrazinamide (Z) and ethambutol (E). A
regimen consists of two phases: the initial and continuation phases. The number at the
front of each phase represents the duration of that phase in months
Samir, S. 2009. Pediatric Practice Infectious Disease. Philadephia, Pennsylvania. The
McGraw-Hill Companies, Inc. All rights reserved.
Reserve or second-line anti-tuberculosis drugs

Gie, R. P. 2006. Anti-tuberculosis treatment in children. Int J Tuberc Lung Dis, World Health
Organization, Geneva, Switzerland.
TERAPI TB
KANDUNGAN OAT – FDC
Tablet OAT - FDC Komposisi / Pemakaian
Kandungan
4FDC 75 mg INH Tahap intensif / awal
150 mg Rifampisin dan sisipan Harian
400 mg Pirazinamid
275 mg Etambutol
2FDC 150 mg INH Tahap lanjutan
150 mg Rifampisin 3 kali seminggu
Pelengkap paduan kategori-2 :
Tablet etambutol @ 400 mg
Injeksi (vial) Streptomisin 750 mg
Aquabidest dan spuit
Paduan pengobatan OAT-FDC yang tersedia saat ini di Indonesia terdiri dari:
2(HRZE)/4(HR)3 untuk Kategori 1 dan Kategori 3
2(HRZE)S/1(HRZE)/5(HR)3E3 untuk Kategori 2
TERAPI TB
DOSIS PENGOBATAN KATEGORI1 DAN KATEGORI
3 : {2(HRZE)/4(HR)3}
Berat Badan TAHAP INTENSIF TAHAP LANJUTAN
(tiap hari selama 2 (3 kali seminggu selama
bulan) 4 bulan)

30 – 37 kg 2 tablet 4FDC 2 tablet 2FDC


38 – 54 kg 3 tablet 4FDC 3 tablet 2FDC
55 – 70 kg 4 tablet 4FDC 4 tablet 2FDC
> 70 kg 5 tablet 4FDC 5 tablet 2FDC
REGIMEN PENGOBATAN
Drug Dose Literatur Note Pharmacokinetic
dose
Isoniazid 1x 10-15 100-150 mg. Isoniazid (INH) is a Absorb: GIT,slow wit
100 mg/kg/d in synthetic hydrazine derivative food
mg 1-2 divided of isonicotinic acid that inhibits Protein binding: 10-
doses (max the synthesis of mycolic acid, a 15%
300 mg/d) component of the Metabolism: hepar
mycobacterial cell wall Excretion: urine,
feces, saliva
T ½ : 1-6 h
Rifampicin 1x 10-20 100-200 mg. Rifampin is a Absorb: GIT,
100 mg/kg/d as synthetic rifamycin B delay/reduce with
mg single dose derivative that inhibits the food
or in divided action of DNA-dependent RNA Protein binding: 80%
dose; max polymerase. It is highly active Metabolism: hepar
600mg/d against mycobac- Excretion: feces, urine
teria, most Gram-positive T ½ : 2-5 h
bacteria, and some Gram-
negative bacteria, most no-
tably Neisseria meningitidis
Drug Doses Literatur dose Note

Pyrazinamid 1 x 250 mg 15-30 150-300 mg. Absorb: GIT


mg/kg Pyrazinamide is Protein binding:
/d max a synthetic 50%
2g/d analogue of Metabolism: hepar
niacinamide Excretion: urine
that is only T ½ :9-10 h
active against
mycobacteria.
The mode of
action is
unknown
Vit B6 1 x 10 1-2 mg/24h Give as profilaxis for
(pyridoxine) mg drug induced
neuritis (INH)
Isoniazide
• Absorbsi: in GIT, can be slowed with food
• Distribution: protein binding 10-15%
• Metabolism: hepatic
• T ½ : 1-6 hours, with shorter half-lives in fast
acetylators
• Excretion: urine (75-95%), feces, saliva
• Interaksi: The risk of hepatotoxicity may be increased
in patients receiving isoniazid with rifampicin or other
potentially hepatotoxic drugs
• Isoniazid is removed by dialysis

• Lacy,F.C.,Amstrong,L.L.,Goldman,M.P.,Lance,L.L.,2008-2009,Drug Information Handbook


17th Ed .,American Pharmacists Association
• Sweetman SC (Ed),2007, Martindale: The Complete Drug Reference. London:
Pharmaceutical Press. Electronic version
Rifampicine
• Absorbtion: in GIT, food may delay or slightly reduce peak
• Distribution: protein binding 80%
• Metabolism: in the liver mainly to active 25-O-
deacetylrifampicin
• Excretion: 60-65% in feces, ~30% in urine as unchanged
drug
• T ½ : 2-5 hours, prolong in hepatic impaiement and end-
stage renal disease
• Interaction: rifampin may induce the microsomal enzymes
in the liver that convert isoniazid to hepatotoxic
metabolites

• Lacy,F.C.,Amstrong,L.L.,Goldman,M.P.,Lance,L.L.,2008-2009,Drug Information Handbook


17th Ed .,American Pharmacists Association
• Sweetman SC (Ed),2007, Martindale: The Complete Drug Reference. London:
• Pharmaceutical Press. Electronic version Medscape, Drug Interaction Checker
Pyrazinamide
• Absorbtion: in GIT, slightly reduced peak serum concentrations when given
with a high-fat meal
• Distribution: protein binding 50%
• Metabolism: primarily in the liver by hydrolysis to the major active
metabolite pyrazinoic acid, which is subsequently hydroxylated to the
major excretory product 5-hydroxypyrazinoic acid
• Exretion: About 70% in the urine as metabolites and about 4% as
unchanged drug
• T ½: 9-10 hours
• Interaction: combination with rifampine has been associated with severe
and fatal hepatotoxic reaction
• Resistance to pyrazinamide rapidly develops when it is used alone

• Lacy,F.C.,Amstrong,L.L.,Goldman,M.P.,Lance,L.L.,2008-2009,Drug Information Handbook


17th Ed., American Pharmacists Association
• Sweetman SC (Ed),2007, Martindale: The Complete Drug Reference. London:
Pharmaceutical Press. Electronic version
Vit B6 (Pyridoxine)

• To prevent deficiency vitamin caused by drug induced


neuritis (ex: isoniazid)
• Dose Treatment :10-50 mg mg/24 hours
• Profilaxis : 1-2 mg/kg/24 hours
• Pyridoxine 10 mg daily is usually recommended for
prophylaxis of peripheral neuritis associated with
isoniazid although up to 50 mg daily may be used

McEvoy, G. K. 2008. AHFS Drug Information. America Society of Health-System Pharmacist.


PYRIDOXINE SUPPLEMENTATION DURING ISONIAZID
THERAPY
Dixie E. Snider, Jr., M.D.*
Research and Development Branch, Tuberculosis Control
Division, Bureau of State Services, Center for Disease
Control,
Public Heaith Service, Department of Health and Human
Services, Atlanta, Georgia 30333

• Vitamin Bs (pyridoxine) supplementation during isoniazid (INH)


therapy is necessary in some patients to prevent the
development of peripheral neuropathy.
• ln vivo pyridoxine is converted into coenzymes which play an
essential role in the metabolism of protein, carbohydrates, fatty
acids, and several other substances, including brain amines.
• INH apparently competitively inhibits the action of pyridoxine in
these metabolic functions.
• The reported frequency of INH-induced neuropathy in various
studies is reviewed and population groups at relatively high risk
Use of Corticosteroids in Treating Infectious Diseases
Steven McGee,; Jan Hirschmann
Department of Medicine, University of Washington,
Seattle-Puget Sound Veterans Affairs Health Care System, Seattle.
Arch Intern Med. 2008;168(10):1034-1046
Pulmonary tuberculosis :
In these studies, 4 to 12 weeks of corticosteroid therapy diminished the
duration of fever and cough, accelerated radiographic improvement, and
promoted weight gain, especially among cachectic patients.
In 2 trials, corticosteroids increased clearance of organisms from sputum,
but they had no effect in 2 others.

Clinical review: A systematic review of corticosteroid use in


infections
Jody Aberdein and Mervyn Singer
Critical Care 2006, 10:203 (doi:10.1186/cc3904)
Recommendation :
Steroids may be considered for patients with pulmonary tuberculosis,
particularly those with extensive disease, but not in HIV-positive patients.
Grade of evidence II; grade of recommendation C.
Pyridoxine and the Isoniazid-Induced Neuropathy
William Mandel, M.D.
San Francisco, California
Annual Meeting, American College of Chest Physicians, New
York City, May 29-June 2, 1957.

• The isoniazid-induced peripheral neuropathy occurring in adult


tuberculous patients results from a deficiency of biologically active
pyridoxine.
• The deficiency is caused by the combination of isoniazid and
pyridoxine to form a hydrazone which is excreted in the urine.
• It can be prevented by administration of pyridoxine whenever
isoniazid is given. A 10 mg. dose of pyridoxine for each 100 mg. of
isoniazid appears adequate to prevent both clinical and potential
subclinical manifestations of pyridoxine deficiency.
• The administration of pyridoxine does not interfere with the
KONTRASEPSI

OLEH :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
KONTRASEPSI

MENCEGAH : KONTRA

CONCEPTION : KEHAMILAN
bertemunya sperma
dgn ovum (FERTILISASI)
KONSEPSI
MACAM KONTRASEPSI:

I. HORMONAL :
PIL
SUNTIKAN
IMPLANT
II. NON HORMONAL

CARA ALAMIAH
CARA SEDERHANA
IUD
KONTAP
Aspek yg perlu diperhatikan :

ACCEPTABILITY
EFFICACY
SAFETY
I. CARA ALAMIAH

PANTANG BERKALA

COITUS INTERUPTUS
II.CARA SEDERHANA :
( BARRIER = RINTANGAN )

KONDOM
DIAFRAGMA
JELLY
SPERMATICEDE
III.P I L :
PEMBAGIAN :
PIL KOMBINASI
MINI PIL
AFTER MORNING PIL
EMERGENCY PIL
PEMBAGIAN LAIN
MONOPHASIC
BIPHASIC
TRIPHASIC
BAHAN AKTIF

PIL KOMBINASI :
ESTROGEN
PROGESTERON

MINI PIL : PROGESTERON

AFTER MORNING PIL : ESTROGEN


MEKANISME KERJA :

# MENEKAN OVULASI

# MENINGKATKAN KEKENTALAN
LENDIR SERVIK

# MEMBUAT ENDOMETRIUM TIDAK


NYAMAN UNTUK IMPLATASI
SIDE EFEEK :
MENGHAMBAT PRODUKSI ASI
MUAL
MUNTAH
PUSING
PERDARAHAN SPOTTING
( MINI PIL )
VARICES
GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
MENAIKAN TEKANAN DARAH
KONTRA INDIKASI :
DICURIGAI HAMIL
VARICES
KELAINAN HATI ( LIVER DISEASE )
PENYAKIT JANTUNG
LAKTASI
HIPERTENSI
GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
DICURIGAI CA MAMMAE
KEL.NEUROLOGIK
TUMOR ALAT GENITAL
DIABETES MELLITUS
KEUNTUNGAN :
EFEKTIF
SIKLUS HAID TERATUR
TIDAK MENGGANGGU HUB.SEK
BISA JANGKA PANJANG
KEMBALI KESUBURAN CEPAT
DPT DIPAKAI PADA USIA MUDA
MUDAH DIHENTIKAN
MENCEGAH KERAPUHAN TULANG
MENGURANGI ANEMIA
MENGURANGI ACNE
MENGURANGI DISMENOREA
KERUGIAN :

MEMBOSANKAN
TIDAK BISA DIPAKAI PD KEAD .TT
MENEKAN PRODUKSI ASI
TIDAK BISA MENCEGAH PHS
BIAYA RELATIF TINGGI
EFEKTIVITAS :

KEGAGALAN : 1/1000 AKSEPTOR


IV.KONTRASEPSI DARURAT
NAMA LAIN :
KONDAR
EMERGENCY CONTRACEPTION
KONTRASEPSI PASCA SANGGAMA
MORNING AFTER PIL
CONTRA GESTATION
INTERCEPTION
DEFINISI :

KONTRASEPSI YG DIPAKAI SEGERA


PASCA SANGGAMA BAGI YG TIDAK
MEMAKAI KB / PEMAKAIAN TIDAK
SEMPURNA BAGI PASANGAN YANG
TIDAK INGIN HAMIL
KENAPA CARA INI DIPERLUKAN ?

UNMEET NEED ( 11 % )
TIDAK SEMUA CARA KB BERHASIL
CARA PEMAKAIAN TIDAK BENAR
INDIKASI :
SALAH PAKAI KONTRASEPSI
Kondom bocor
Diafragma robek
IUD lepas
Gagal sanggama terputus
Lupa Pil < 2 hari
Terlambat suntikan
PERKOSAAN
TIDAK PAKAI KB
JENIS KONDAR :

I . MEKANIK

II. HORMONAL :
PIL KB
PROGESTIN
ESTROGEN
PROSTAGLANDINS
DANAZOL
YANG SERING DIPAKAI :

POSTINOR

VALENOR
EFEKTIVITAS :
KEGAGALAN / FAILURE RATE

PIL KB 3.1 %

POSTINOR 1.1 %

AKDR < 1%
V.AKDR ( IUD ) :
MACAM MACAM IUD :

PLASTIK SAJA ( LIPPES LOOP )


PLASTIK + LOGAM ( Cu T , Cu 7 )
PLASTIK + LOGAM + HORMON
( Progestasert , Mirena dll )
PLASTIK : POLYETHYLEN
LOGAM : CU , AG
HORMON : PROGESTERON ( LNG )
MEKANISME KERJA :

MENCEGAH KETEMU SPERMA-OVUM


PENGENTALAN LENDIR SERVIK
MENCEGAH IMPLANTASI
SBG KORPUS ALIENUM
EFEKTIFITAS :

TERGANTUNG IUD NYA


PENAMBAHAN LOGAM DAN HORMON
90 – 99 %
SIDE EFEK :

RASA KRAM DIPERUT BAWAH (AWAL)


SPOTING
MENINGKATKAN KEPUTIHAN
INFEKSI
KOMPLIKASI :
PERFORASI / TRANSLOKASI
DISTORSI
EKPULSI DAN PERDARAHAN
KONTRAINDIKASI :

DICURIGAI HAMIL
PERDARAHAN PERVAGINAM TAK JE
LAS SEBABNYA
INFEKSI GENITALIA
DICURIGAI CA CERVIK
VI.SUNTIKAN ( INJEKSI ):

BAHAN AKTIF :
SALAH SATU :
#DEPO MEDROXY PROGESTERON
ACETAT ( DMPA ) - DEPO PROVERA
- CYCLOFEM
# NOR ETHISTERON
- NORISTRATE
MEKANISME KERJA :

# MENGHAMBAT OVULASI
( MELALUI PENEKANAN PADA HY
POTHALAMUS UNTUK TIDAK
MENGHASILKAN LH RF )
# MENIPISKAN LAPISAN
ENDOMETRIUM
# MENGENTALKAN LENDIR SERVIK
SIDE EFEK :

SPOTING
AMENOREA
MENURUNKAN LIBIDO
MEMPERHEBAT VARICES
KULIT KERING
KERAPUHAN TULANG MENINGKAT
PENAMBAHAN BERAT BADAN
KONTRAINDIKASI :

DICURIGAI HAMIL
VARICES
PENYAKIT LIVER
PENYAKIT JANTUNG
GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
GANGGUAN NEUROLOGI
EFEKTIVITAS :

FAILURE RATE : 1- 2 %
(KEGAGALAN)
VII. IMPLANT :
NAMA LAIN :

SUSUK KB
AKBK
SUBDERMAL CONTRACEPTION
BAHAN AKTIF :

LEVONORGESTRAL ( LNG )
MASA KERJA : 5 TAHUN
MACAM MACAM :
NORPLANT
INDOPLANT
YADENA
DLL
SIDE EFEK :

SPOTING
AMENOREA
PUSING
PENAMBAHAN BERAT BADAN
GANGGUAN PEMBEKUAN DARAH
VARICES
KONTRA INDIKASI :

DICURIGAI HAMIL
PENY.LIVER
GGN PEMBEKUAN DARAH
PERDARAHAN PERVAGINAM TAK JE
LAS SUMBERNYA
PENYAKIT JANTUNG
VARICES
HIPERTENSI
EFEKTIFITAS :

FAILURE RATE : 1 – 2 %
VIII.KONTAP / STERILSASI:

DEFINISI : TINDAKAN MEMBUAT


OCLUSI ( TERSUMBAT)
PADA TUBA FALLOPII
CARA MENCAPAI TUBA :
LAPAROTOMIA : INSISI PANJANG
INSISI KECIL
( MINI LAP )
LAPAROSKOPI : - KAUTER
- CINCIN FALLOP

KULDOSKOPI : - KAUTER
- CINCIN FALLOP
- IKAT
HISTEROSKOPI : BAKAR DG ZAT KIMIA
APA YG DILAKUKAN THD TUBA:

CARA MEDLENER : FIMBRIAE DIBUANG


CARA POMROY : TUBA DIIKAT + POT
CARA UCHIDA : TUBA DIPOTONG ,
PROX DITANAM PD
LIG.LATUM
CARA IRVING : POTONG,PROX DITA
NAM PD UTERUS
PADA LAPAROSKOPI :

DIBAKAR ( KAUTER )

DIPASANG CINCIN
INDIKASI :

CUKUP ANAK

TIDAK BOLEH HAMIL OLEH


KARENA PENYAKIT TERTENTU
KONTRA INDIKASI :

TIDAK ADA IZIN SUAMI


TIDAK BISA DILAKUKAN PEMBIUS
AN
PENYAKIT KULIT DAERAH OPERASI
PENYAKIT JANTUNG & PARU
UNTUK LAPAROSKOPI/ KULDOSKOPI
EFEKTIFITAS :

MENDEKATI : 100 % ,ASAL DIKER


JAKAN DG BENAR
Antimalaria

Oleh :
Annisa Amriani. S, M. Farm, Apt
Malaria

Merupakan penyakit infeksi bersifat akut maupun kronik yang disebabkan


oleh protozoa dari genus Plasmodium
Malaria

Merupakan masalah kesehatan di dunia baik di


negara berkembang maupun di negara maju.
Menurut WHO sekitar 41% penduduk dunia atau
± 2,3 miliar penduduk tinggal di daerah endemis
malaria.
Sebanyak 300-500 juta diantaranya terinfeksi
malaria setiap tahunnya, dan diperkirakan 1,5 –
2,7 juta meninggal per tahun terutama balita,
ibu hamil.
Etiologi
adalah penyakit infeksi akut maupun kronik yang disebabkan oleh
protozoa Plasmodium yang ditularkan dari satu manusia ke manusia
melalui gigitan nyamuk malaria yang dikenal dengan nyamuk
Anopheles

Spesies penyebab :
Plasmodium vivax Diagnosis:
Plasmodium falciparum Hapusan
Plasmodium malariae Darah
Plasmodium ovale (banyak di Afrika)
PATOGENESIS

Patogenesis malaria ada 2 cara :


1. Alami : melalui gigitan nyamuk ke tubuh manusia.
2. Induksi : jika stadium aseksual dalam eritrosit masuk ke dalam darah
manusia melalui transfusi, suntikan, atau pada bayi baru lahir melalui
plasenta ibu yang terinfeksi (kongenital)

Daur hidup spesies malaria terdiri dari


a. fase seksual eksogen (sporogoni) di dalam badan nyamuk Anopheles
b. fase aseksual (skizogoni ) dalam badan manusia.
Diagram Infeksi Malaria

Infection is by mosquito bite

Infects liver, then


blood cells

6
Malaria Life Cycle Life Cycle

Sporogony
Oocyst
Sporozoite
s Mosquito
Salivary Gland
Zygote

Sporozoites Hypnozoites
(for P. vivax
and P. ovale)
Gametocytes
Exo-
erythrocytic
(hepatic) cycle
Merozoites
Erythrocytic
Cycle Merozoites

Schizogony
Daur hidup parasit malaria

Manusia Nyamuk Anopheles betina

Dalam hati Kelenjar liur


Sporozoit
Hipnozoit

Skizon
Dalam
Merozoit lambung Ookista
Dalam
darah Tropozoit

Skizon
Merozoit

Makrogametosit Makrogamet
Zigot = ookinet

Mikrogametosit Mikrogamet
Manifestasi Klinis
Pada anamnesa ditanyakan gejala penyakit dan riwayat bepergian ke daerah endemik
malaria.
1. Demam
Malaria tertiana (P.falciparum, P.ovale and P.vivax) demam periodik setiap 3 hari
Malaria quartana (P. malariae) demam periodik setiap 4 hari
Demam khas malaria terdiri atas 3 stadium :
menggigil (15 menit – 1 jam)
puncak demam ( 2 – 6 jam)
berkeringat (2 – 4 jam)
2. Splenomegali
Merupakan gejala khas malaria kronik. Limpa mengalami kongesti, menghitam, dan
menjadi keras karena timbunan pigmen eritrosit parasit dan jar. ikat yang bertambah
3. Anemia
4. Ikhterus
Bentuk serangan demamnya:
• Fase menggigil :
– berlangsung 15 menit–1 jam
– suhu menjadi 41 °
• Fase panas :
– berlangsung 2 – 6 jam
– mengigau (delirium)
• Fase berkeringat :
– badan terasa letih
– ingin tidur
Tatalaksana
KELOMPOK OBAT ANTIMALARIA
Gol Antibakteri:
Gol Kuinolin:
Sulfonamid,tetrasiklin,
Kuinine,kuinidin,primakuin
Spiramisin,azitromisin,
Klorokuin,amodiakuin,
Klindamisin,rifampisin,
Meflokuine,halofantrin

Gol Antifolat: Gol Artemisin:

Pirimetamin, Trimetropim, Artemisin,Artemer,


Proguanil, Klorprokuanil Artesunat
1. Skizontosida jaringan primer : profilaksis kausal bekerja pada awal
siklus eritrositik setelah berkembang di hati (proguanil dan
pirimetamin)
2. Skizontisida jaringan sekunder : membasmi parasit eksoeritrosit
(primakuin)
3. Skizontosida darah : membunuh parasit pada siklus eritrositik
(kuinin, klorokuin, meflokuin, halofantrin, sulfadoksin, dan
pirimetamin)
4. Gametositosida : menghancurkan bentuk seksual semua spesies
Plasmodium malaria di darah sehingga mencegah transmisi parasit
ke tubuh nyamuk (primakuin untuk keempat spesies Plasmodium
serta klorokuin dan kuinin untuk P. vivax, P.malariae, dan P. ovale)
5. Sporontosida : menghambat perkembangan ookista dan sporozoit
dalam tubuh nyamuk (primakuin dan proguanil)
Uses

Prevent
prophylaxis Cure
transmission

Blood
Suppressive causal Gametocides Sporontocides
schizontocides

blood tissue
schizontocides schizontocides
Skizontisid
jaringan primer

1.Proguanil
(chlorguanide)
2.Pyrimethamine
Skizontisida
jaringan sekunder
“Hipnozoitosit”

primaqunie
Skizontisid
darah

1. Chloroquine,
Mefloquine,
Halofantrine, &
Quinine
2. Proguanil,
Pyrimethamine, &
sulfadoxine.
Gametosit

Primaquine,
Chloroquine, &
Quinie
Sporontosit

Proguanil,
pyremethamine
primaquine
Chloroquine
• Kerja :
Plasmosidal
• Kegunaan klinis :
Profilaksis atau pencegahan serangan akut. Bentuk
eritrosit dari P.falciparum dan P. vivax
• Resistensi :
Resistensi luas dengan mekanisme yang tak
diketahui
• Efek yang tidak diinginkan :
Pusing, sakit kepala, ↓ akomodasi, retina mata
sapi, hemolisis pada pasien defisiensi G6PD
• Farmakokinetik :
Per oral, Intramuskular. Dosis muatan 2x dosis
rumatan. Waktu paruh = 4 hari
19
Kuinin
Kerja : sebagai skizontosida darah dan gametositosida terhadap P. vivax
dan P. Malariae dengan menghambat hemepolimerase
Kegunaan klinis : Sebagai skizontosida (kurang efektif dan lebih toksik
dibanding klorokuin), untuk penanganan malaria berat di daerah P.
Falciparum resisten terhadap klorokuin
Efek Samping : Penurunan fungsi nervus VIII dan gangguan penglihatan.
Dapat menstimulasi sekresi insulin (hipoglikemia). Hipersensitifitas
pada pasien yang mengalami ruam, angioedem, gangguan pendengaran
dan penglihatan
Kontraindikasikan pada kasus dengan tinitus dan neuritis optikus.
Pemberian pada pasien dengan fibrilasi atrial harus hati-hati. Obat ini
tidak boleh diberikan pada pasien myasthenia gravis.
Primaquine
• Mekanisme :
Mekanisme tidak jelas. diduga obat ini bekerja dengan menghasilkan
oksigen reaktif atau berkompetisi dengan transport elektron dalam
tubuh parasit
• Kegunaan klinis :
Malaria vivax resisten Chloroquine. Lebih aktif melawan stadium
hati dibandingkan bentuk eritrosit malaria
• Resistensi :
Resistensi sedikit terhadap obat oleh P.vivax
• Efek yang Tidak Diinginkan :
Mual, muntah, depresi sum-sum tulang dan anemia hemolitik
(hemolisis pada pasien defisiensi G6PD)

21
Sulfadoksin-pirimetamin
• Kombinasi sulfonamida/sulfon dan diaminopirimidin. Bersifat skizontosid jaringan
terhadap P.falciparum dan skizontosida darah serta sporontosida untuk keempat
jenis Plasmodium
• Kerja : anti folat bekerja menghalangi dua jalur pembentukan folat parasit.
Sulfadoksin menghalangi penggunaan para-aminobenzoic acid (PABA) dengan
menghambat enzim dihydropteroate synthase (DHPS). Pirimetamin menghambat
enzim dihydrofolat reductase (DHFR) dari Plasmodium sehingga menghalangi
sintesa timin dan purin yang (bahan untuk sintesa DNA dan multiplikasi sel).
• Kegunaan klinis : selektif radikal malaria falsiparum resisten klorokuin
• Efek samping : ruam dan menekan hematopoesis. Dosis yang berlebihan
menimbulkan anemia megaloblastik. Sulfonamid menimbulkan agranulositosis,
aplastik anemia, reaksi hipersensitifitas, Sindrom Steven Johnson, dermatitis
eksfoliatifa, serum sickness, gangguan fungsi hati, anoreksia, muntah, dan anemia
hemolitik.
• Kontraindikasi pada pasien yang hipersensitif terhadap sulfa, bayi di bawah usia 2
bulan, pasien gagal ginjal kronik, dan pada wanita hamil
Mefloquine
• Kerja :
Schizontosidal : menghambat haem polymerase
• Kegunaan klinis :
P.falciparum yang resisten Chloroquinine
• Resistensi :
Aktif melawan strain yang resisten multiobat dengan dosis
tunggal
• Efek yang Tidak Diinginkan :
Ditoleransi baik, bradikardi sinus ringan, neuropsikiatrik
• Farmakokinetik :
Per oral. Diabsorpsi dan dieliminasi lambat. Waktu paruh = 4
hari

23
Derivat Artemisin

Kerja : skizontosid darah menghambat perkembangan tropozoit yang


berarti mencegah progresivitas penyakit
Kegunaan Klinis : Efektif dalam mengobati serangan akut, resisten
kloroquin dan malaria cerebral

Anda mungkin juga menyukai