Anda di halaman 1dari 5

Bumi Alit Panjalu

Lokasi Bumi Alit jaman Hindia Belanda dikelilingi pagar


dan pemohonan. Diambil dari majalah Hindia Belanda
edisi Juli 1921.

Pasucian Bumi Alit atau lebih populer disebut Bumi Alit saja, mulai dibangun sebagai tempat
penyimpanan pusaka peninggalan Prabu Sanghyang Borosngora oleh Prabu Rahyang Kancana di
Dayeuh Nagasari, Ciomas. Kata-kata bumi alit dalam Bahasa Sunda berarti "rumah kecil" .

Benda-benda pusaka yang tersimpan di Bumi Alit itu antara lain adalah:

1. Pedang, cinderamata dari Baginda Ali RA, sebagai senjata yang digunakan untuk pembela diri
dalam rangka menyebarluaskan agama Islam.

2. Cis, berupa tombak bermata dua atau dwisula yang berfungsi sebagai senjata pelindung dan
kelengkapan dalam berdakwah atau berkhutbah dalam rangka menyebarluaskan ajaran agama
Islam.

3. Keris Komando, senjata yang digunakan oleh Raja Panjalu sebagai penanda kedudukan bahwa ia
seorang Raja Panjalu.

4. Keris, sebagai pegangan para Bupati Panjalu.

5. Pancaworo, digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu.

6. Bangreng, digunakan sebagai senjata perang pada zaman dahulu.

7. Gong kecil, digunakan sebagai alat untuk mengumpulkan rakyat pada zaman dahulu.

8. Kujang, senjata perang khas Sunda peninggalan seorang petapa sakti bernama Pendita
Gunawisesa Wiku Trenggana (Aki Garahang) yang diturunkan kepada para Raja Panjalu.

Pada awalnya Bumi Alit berupa taman berlumut yang dibatasi dengan batu-batu besar serta dilelilingi
dengan pohon Waregu. Bangunan Bumi Alit berbentuk mirip lumbung padi tradisional masyarakat
Sunda berupa rumah panggung dengan kaki-kaki yang tinggi, rangkanya terbuat dari bambu dan
kayu berukir dengan dinding terbuat dari bilik bambu sedangkan atapnya berbentuk seperti pelana
terbuat dari ijuk.
Pada masa pemerintahan Raden Tumenggung Wirapraja bangunan Bumi Alit dipindahkan dari
Dayeuh Nagasari, Ciomas ke Dayeuh Panjalu seiring dengan perpindahan kediaman Bupati
Tumenggung Wirapraja ke Dayeuh Panjalu. Pasucian Bumi Alit dewasa ini terletak di Kebon Alas,
Alun-alun Panjalu.
Ketika di Jawa Barat berkecamuk pemberontakan DI/TII S.M. Kartosuwiryo (1949-1962) yang marak
dengan perampokan, pembantaian dan pembakaran rumah penduduk oleh para pemberontak,
benda-benda pusaka yang tersimpan di Pasucian Bumi Alit itu diselamatkan ke kediaman sesepuh
tertua keluarga Panjalu yaitu Raden Hanafi Argadipradja, cucu Raden Demang Aldakusumah di Kebon
Alas, Panjalu.
Pada tahun 1955, Bumi Alit dipugar oleh warga dan sesepuh Panjalu yang bernama R.H. Sewaka (M.
Sewaka) mantan Gubernur Jawa Barat (1947-1948, 1950-1952). Hasil pemugaran itu menjadikan
bentuk bangunan Bumi Alit yang sekarang, berupa campuran bentuk mesjid jaman dahulu dengan
bentuk modern, beratap susun tiga. Di pintu masuk Museum Bumi Alit terdapat patung ular
bermahkota dan di pintu gerbangnya terdapat patung kepala gajah. Hingga kini, pemeliharaan
Museum Bumi Alit dilakukan oleh Pemerintah Desa Panjalu yang terhimpun dalam ‘Wargi Panjalu’ di
bawah pengawasan Dinas Pariwisata dan Budaya Kabupaten Ciamis. Baca: Silsilah Keturuna Panjalu.

Jalan menuju Bumi Alit sekarang

Terjadi pencurian tahun 2012

Pada tgl 27 Januari 2012 terjadi pencurian benda pusaka. Benda pusaka yang dicuri adalah pedang
Sayyidina Ali dan keris komando. Pencuri berhasil masuk bumi alit dengan membobol atap bangunan
Bumi Alit. Tetapi beberapa hari kemudian pencuri berhasil ditangkap beserta barang hasil curiannya.

Pintu pagar masuk Bumi Alit


Menurut penuturan pencuri yang bernama Ed pemuda asal Lampung, pencurian itu dilakukan bukan
atas kehendak pribadinya, melainkan atas bisikan gaib yang mengatakan kedua pusaka itu adalah
miliknya. Bahkan, jelasnya, bisikan gaib tersebut telah diterimanya sejak dua tahun yang lalu tanpa
menyebutkan lokasinya di mana.

“Dari beberapa orang pintar yang ditanya saya menunjukan bahwa pusaka tersebut ada di
Panjalu,“ paparnya.
Sebelum mencurinya, dia mengaku telah berada di Panjalu selama satu bulan. Selama itu pula dia
berziarah ke makam sekaligus meminta pusaka tersebut secara baik-baik kepada sesepuh Bumi Alit
Panjalu. Namun, tidak diberikan. Maka untuk memilikinya dia mencurinya.

”Jujur saya tidak akan menjual pedang tersebut, melainkan akan dimiliki saja. Barangkali nanti bisa
ada petunjuk bagi saya,” tandas Ed.

Untuk menanggulangi pencurian lagi pada tahun 2014 Bumi Alit bagian dalam (ruangan tempat
penyimpanan benda pusaka) dipugar menjadi bangunan yang lebih permanen atas bantuan
kementerian Pariwisata, sedangkan bangunan bagian luarnya (teras) masih dipertahankan seperti
semula. Baca: Nyangku harus dilestarikan.

Ruang yang mengelilingi bumi alit.

Pintu gerbang untuk memasuki ruang tengah. Di kiri kanan tertulis angka yang menunjukkan bangunan
dibuat tgl 15 Maret 2000.
Ruang tengah Bumi Alit yang telah diganti menjadi bangunan permanen
dengan dilengkapi pagar besi yang kokoh

Di ruang dalam ada semacam saung yang berbentuk panggung dari kayu.
Saung ini merupakan bangunan asal dari bumi alit.
Di dalam saung terdapat lemari tempat menyimpan benda pusaka utama.
Benda pusaka lainnya simpan di ruangan terpisah di bangunan kedua.

Bumi Alit Jaman Belanda

Ruangan Bumi Alit jaman Hindia Belanda. Pusaka disimpan dalam lemari yang digantung
dan hanya ditutupi oleh tirai kain. Dinding Bumi Alit masih menggunakan anyaman bambu.
Tampak disebelah kanan duduk seorang kuncen yang pada saat itu seorang perempuan,
Diambil dari majalah Hindia Belanda edisi Juli 1921.

Dari nyangkupanjalu.blogspot.com

Anda mungkin juga menyukai