Anda di halaman 1dari 4

1.

Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti Kedukan Bukit

Prasasti yang dipajang di Museum Nasional Indonesia.

Material Batu

Ukuran 45 cm × 80 cm (18 in × 31 in)

Tulisan Aksara Pallawa

Dibuat 1 Mei 683;

1337 tahun lalu

Lokasi saat ini Museum Nasional Indonesia, DKI Jakarta, Indonesia

Registrasi D. 161

Prasasti Kedukan Bukit ditemukan oleh C.J. Batenburg[2] pada tanggal 29 November 1920 di


Kampung Kedukan Bukit, Kelurahan 35 Ilir, Palembang, Sumatra Selatan, di tepi Sungai Tatang yang
mengalir ke Sungai Musi. Prasasti ini berbentuk batu kecil berukuran 45 × 80 cm, ditulis dalam aksara
Pallawa, menggunakan bahasa Melayu Kuno. Prasasti ini sekarang disimpan di Museum Nasional
Indonesia dengan nomor D.146
2. Prasasti Talang Tuo 
Prasasti Talang Tuwoditemukan oleh Louis Constant Westenenk (Residen Palembang) pada
tanggal 17 November 1920 di kaki Bukit Seguntang / Bukit Siguntang dan dikenal sebagai salah satu
peninggalan Kerajaan Sriwijaya. Keadaan fisiknya masih baik dengan bidang datar yang ditulisi
berukuran 50 cm × 80 cm. Prasasti ini berangka tahun 606 Saka (23 Maret 684 Masehi), ditulis
dalam Aksara Pallawa, Berbahasa Melayu Kuno, dan terdiri dari 14 baris. Sarjana pertama yang
berhasil membaca dan mengalihaksarakan prasasti tersebut adalah van Ronkel dan Bosch, yang
dimuat dalam Acta Orientalia. Sejak tahun 1920 prasasti tersebut disimpan di Museum Nasional
Indonesia di Jakarta dengan nomor inventaris D.145.p

3. Prasasti kota kapur

Prasasti Kota Kapur adalah prasasti berupa tiang batu bersurat yang ditemukan di pesisir barat Pulau
Bangka, di sebuah dusun kecil yang bernama Kota Kapur.[1] Tulisan pada prasasti ini ditulis dalam
aksara Pallawa dan menggunakan bahasa Melayu Kuno, serta merupakan salah satu dokumen
tertulis tertua berbahasa Melayu. Prasasti ini dilaporkan penemuannya oleh J.K. van der Meulen pada
bulan Desember 1892, dan merupakan prasasti pertama yang ditemukan mengenai Sriwijaya.
Orang pertama yang menganalisis prasasti ini adalah H. Kern, seorang ahli epigrafi bangsa Belanda
yang bekerja pada Bataviaasch Genootschap di Batavia. Pada mulanya ia menganggap "Śrīwijaya"
adalah nama seorang raja. George Coedes-lah yang kemudian berjasa mengungkapkan bahwa
Śrīwijaya adalah nama sebuah kerajaan di Sumatra pada abad ke-7 Masehi, suatu kerajaan yang
kuat dan pernah menguasai bagian barat Nusantara, Semenanjung Malaya, dan Thailand bagian
selatan.

Hingga tahun 2012, prasasti Kota Kapur berada di Rijksmuseum (Museum Kerajaan) Amsterdam,
negeri Belanda dengan status dipinjamkan oleh Museum Nasional Indonesia[1].
4. Prasasti Telaga Batu

Prasasti Telaga Batu ditemukan di sekitar kolam Telaga Biru (tidak jauh dari Sabokingking), Kel. 3 Ilir,
Kec. Ilir Timur II, Kota Palembang, Sumatra Selatan, pada tahun 1935.[1] Prasasti ini sekarang
disimpan di Museum Nasional dengan No. D.155. Di sekitar lokasi penemuan prasasti ini juga
ditemukan prasasti Telaga Batu 2, yang berisi tentang keberadaan suatu vihara di sekitar prasasti.
[2]
 Pada tahun-tahun sebelumnya ditemukan lebih dari 30 buah prasasti Siddhayatra. Bersama-sama
dengan Prasasti Telaga Batu, prasasti-prasasti tersebut kini disimpan di Museum Nasional, Jakarta.
Prasasti Telaga Batu dipahatkan pada sebuah batu andesit yang sudah dibentuk sebagaimana
layaknya sebuah prasasti dengan ukuran tinggi 118 cm dan lebar 148 cm. Di bagian atasnya terdapat
hiasan tujuh ekor kepala ular kobra, dan di bagian bawah tengah terdapat semacam cerat (pancuran)
tempat mengalirkan air pembasuh. Tulisan pada prasasti berjumlah 28 baris, berhuruf Pallawa, dan
berbahasa Melayu Kuno.
1. Raja Ali Haji dan Karya-Karyanya
- Data Diri
Raja Ali Haji 2 Nama lengkap adalah Raja Ali al-Hajj Ibni
Raja Ahmad al-Hajj Ibni Raja Haji Fisabilillah bin Opu Daeng
Celak alias Engku Haji Ali Ibni Engku Haji Ahmad dengan
Encik Hamidah binti Panglima Malik Selangor, di Pulau
Penyengat Kepulauan Riau. Lahir pada tahun 1808 M. Di pusat
Kesulthanan Riau-Lingga Pulau Penyengat.
- Pengumpulan senarai karya-karya Raja Ali Haji, rangkaiannya sebagai berikut:
1. Gurindam Dua Belas (1857)
2. Bustanul al-Khatibin(1857)
3. Muqaddimah fil Intizam Wazaif Haji al-Malik (1857)
4. Samratu al-Muhimmati / Tamarat al-Muhammah (1857-
1886)
5. Kitab Pengetahuan Bahasa (1858)
6. Silsilah Melayu dan Bugis (1865)28
7. Tuhfat al-Nafis (1865)
8. Syair Kitab / Hukum al-Nikah / Syair suluh Pegawai (1866
dan 1889)
9. Syair Siti Sianah / Jawharat al-Maknunah (1866 dan 1923)
10. Syair Sinar Gemala Mestika Alam (1893)
11. Syair Hukum Faraid (1893)
12. Syair Awal (1863)29

2. Raja Abdullah dan Karya-karyanya


-Data diri
Nama lengkapnya adalah Raja Haji Abdullah bin Raja Hassan Riau.
Dalam karya-karyanya ternyata pengarang ini tidak memakai nama aslinya
30
tetapi memakai nama samaran berdasarkan nama anaknya. Dalam karangannya dijumpai nama Abu
Muhammad Adnan yang berarti 'ayah Muhammad
Adnan'. Menurut cerita, nama samaran ini mempunyai kisah juga. Kabarnya,
sewaktu Raja Abdullah menulis kitabnya, anaknya yang bernama Muhammad
Adnan meningga1 dunia. Oleh karena begitu sayangnya ia kepada anaknya itu,
karya-karyanya kemudian diabadikan dengan nama anaknya. Raja Abdullah
alias Abu Muhammad Adnan meninggal dunia pada tahun 1926.
-Karya Sastra
Dia telah mengarang paling sedikit lima buah kitab, yaitu :
I. Pembuka Lidah dengan Teladan Umpama yang Mudah
2. Penolong bagi yang Metluntut akan Pengetahuan yang Patut
3. Kutipan Mutiara
4. Kisah 1001 Malam
5. Kisah 1001 Hari.

Anda mungkin juga menyukai