Karena sebutan SKPD sudah melekat pada seluruh unit di jajaran pemerintahan daerah, maka
dalam penyebutan nama jabatan PPK-SKPD kadang-kadang kata SKPD tidak lagi diucapkan
sehingga jabatan PPK-SKPD hanya diucapkan dengan sebutan PPK. Akibatnya kadang-
kadang banyak pihak yang tidak membedakan antara PPK dengan PPK-SKPD. Padahal
kedua jabatan tersebut memiliki tugas pokok dan fungsi yang berbeda. PPK-SKPD
mempunyai tugas pokok yang berkaitan dengan penatausahaan keuangan daerah yang
meliputi penelitian, verifikasi, akuntansi, dan pelaporan keuangan. Sedangkan PPK
mempunyai tugas pokok yang berkaitan dengan pengadaan barang/jasa pemerintah yang
meliputi: penetapan rencana pelaksanaan pengadaan barang/jasa; menerbitkan Surat
Penunjukan Penyedia Barang/Jasa; dan menyusun, menandatangani, melaksanakan serta
mengendalikan kontrak.
Dalam struktur organisasi pemerintah daerah, selain Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
yang merupakan perangkat daerah selaku pengguna anggaran terdapat pula Unit Kerja yang
merupakan bagian dari SKPD. Pada tingkat SKPD fungsi penatausahaan keuangan
dilaksanakan oleh PPK-SKPD. Sedangkan pada tingkat Unit Kerja SKPD fungsi tersebut
dilaksanakan oleh Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (disingkat PPTK). Di bidang
pengadaan barang/jasa pemerintah, baik di tingkat SKPD maupun di Unit Kerja SKPD fungsi
tersebut tetap berada di tangan PPK. PPTK hanya terlibat apabila berdasarkan usulan PPK
PPTK telah ditetapkan oleh PA/KPA dalam rangka membantu tugas PPK.
Karena di bidang penatausahaan keuangan PPTK menjalankan peran yang sama dengan
PPK-SKPD, maka sering kali dijumpai PPTK yang merasa berhak untuk berperan sebagai
PPK pada Unit Kerja SKPD. Keinginan PPTK yang demikian itu berbenturan dengan fungsi
PPK dan fungsi Pejabat Pengadaan Barang/jasa.
A. Latar belakang.
Puncak dari permasalahan tersebut adalah ketika beberapa hari yang lalu seorang
PPK melalui telepon dengan nada suara yang penuh kecemasan menyampaikan keluhannya
kepada penulis karena adanya penolakan penerbitan SPM-LS atas pengadaan barang/jasa
dengan alasan Surat Permintaan Pembayaran (SPP) yang diajukan sebagai dasar penerbitan
SPM tidak ditandatangani oleh PPTK. Kecemasan PPK tersebut bukan hanya karena adanya
penolakan dari Pejabat Penanda Tangan SPM tetapi juga karena di satu sisi adanya desakan
dari pihak penyedia barang/jasa yang menuntut pembayaran segera dilakukan, dan di sisi lain
masa waktu penyelesaian pengajuan SPM yang semakin sempit menjelang penutupan tahun
anggaran. Akar permasalahan tersebut terletak pada keengganan PPTK untuk
menandatangani Formulir SPP karena PPTK tidak dilibatkan dalam kegiatan pengadaan
barang/jasa.
Pihak yang dibebani tugas dalam rangka pelaksanaan pembayaran atas pengadaan
barang/jasa adalah:
1. PA/KPA;
2. Pejabat Penatausahaan Keuangan (PPK-SKPD);
3. Pejabat Pembuat Komitmen (PPK);
4. Pejabat Penanda Tangan SPM; dan
5. Bendahara Pengeluaran.
Keinginan PPTK untuk ikut terlibat dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah
telah menjadi pemicu timbulnya ketidakharmonisan dalam pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi unit kerja SKPD. Untuk menghilangkan perselisihan antara PPK dan PPTK tersebut,
dalam tulisan ini akan diuraikan tentang peran masing-masing pihak yang terlibat dalam
pengadaan barang/jasa dan pihak yang terlibat dalam proses pembayaran atas pengadaan
barang/jasa tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku dibidang pengadaan barang/jasa
pemerintah dan ketentuan di bidang pembayaran.
Secara garis besar pembagian tugas para pejabat yang terlibat dalam pengadaan
barang adalah sebagai berikut:
Dalam memenuhi tanggung jawab tersebut PPK wajib malakukan hal-hal berikut:
a. Mencari informasi tentang kebutuhan setiap bagian dan seksi dalam satuan kerja dan unit
kerja yang meliputi jumlah, ukuran, sfesifikasi teknis barang dan lain-lain. Kesesuaian
jumlah, ukuran, dan spesifikasi barang dengan kebutuhan pengguna pada masing-masing
bagian dan seksi akan mempengaruhi kinerja instansi pemerintah. Sebaliknya kasalahan
dalam menentukan spesifikasi teknis barang/jasa dapat berakibat barang yang sudah dibeli
tidak dapat berfungsi dengan baik dan akan menghambat penyelesaian pekerjaan.
b. Melakukan survey harga pasar untuk setiap jenis barang yang akan dilaksanakan
pengadaannya. Hasil survey harga tersebut dijadikan dasar penyusunan dan penetapan
Harga Perkiraan Sendiri.
c. Dalam hal pengadaan barang/jasa dilakukan dengan melalui kontrak atau SPK, PPK harus
menyusun, menandatangani, dan malaksanakan kontrak atau SPK tersebut. Dalam hal ini
PPK harus dapat melakukan pengendalian agar semua klausule yang telah tertuang dalam
kontrak atau SPK dilaksanakan oleh penyedia barang/jasa dengan sebaik-baiknya.
d. Mempersiapkan pembayaran atas pelaksanaan pengadaan yang telah dilaksanakan oleh
penyedia barang/jasa. Dalam hal pembayaran dilakukan dengan menggunakan SPM-LS
PPK mempersiapkan berkas SPP-LS.
e. Melaporkan perkembangan proses pengadaan barang/jasa. Jika pelaksanaan pengadaan
barang/jasa mengalami hambatan PPK harus memberitahukan hambatan tersebut kepada
PA/KPA. Hambatan dalam pengadaan barang/jasa dapat terjadi dalam pelaksanaan
kontrak seperti keterlambatan penyelesaian pekerjaan oleh penyedia barang/jasa.
f. Menyerahkan hasil pengadaan barang/jasa kepada PA/KPA.
Berdasarkan pasal 130 Perpres nomor 70 tahun 2012 ULP wajib dibentuk
Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah/Institusi paling lambat pada Tahun Anggaran
2014. Dalam hal ULP belum terbentuk atau belum mampu melayani keseluruhan kebutuhan
Pengadaan, PA/KPA menetapkan Panitia Pengadaan untuk melaksanakan Pengadaan
Barang/Jasa. Namun setelah ULP terbentuk seharusnya seluruh proses pemilihan penyedia
barang/jasa yang dilakukan dengan cara lelang (tender) tidak lagi dilaksanakan oleh Panitia
Pengadaan Barang/Jasa.
Paket pengadaan barang/jasa yang penyedianya harus dipilih melalui proses lelang
adalah paket pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa lainnya dengan nilai di atas
Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dan pengadaan jasa konsultansi dengan nilai di atas
Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah) yang bukan merupakan pengadaan barang khusus
dan/atau dalam keadaan darurat. Jika nilai pengadaan barang, pekerjaan konstruksi, jasa
lainnya tidak lebih dari Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) pemilihan penyedianya boleh
dilaksanakan dengan cara Pengadaan langsung, demikian juga untuk pengadaan jasa
konsultansi yang tidak lebih dari Rp50.000.000,- (lima puluh juta rupiah). Pengadaan
langsung dilaksanakan oleh Pejabat Pengadaan.
Untuk dapat memastikan bahwa barang/jasa yang diserahkan telah sesuai dengan
kesepakatan antara PPK dan penyedia barang/jasa, Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan
harus memahami Kontrak/SPK serta dokumen lain yang terkait secara baik serta memiliki
pengetahuan yang memadai tentang barang/jasa yang dilaksanakan. Sebelum menyatakan
bahwa barang/jasa dapat diterima, PPHP berhak untuk melakukan pengujian terhadap kinerja
barang/jasa.
Tim pendukung adalah tim yang dibentuk oleh PPK untuk membantu pelaksanaan
Pengadaan Barang/Jasa.
Tim pendukung antara lain terdiri atas Direksi Lapangan, Konsultan Pengawas, Tim
Pelaksana Swakelola, dan lain-lain.
PPK dapat meminta kepada PA untuk menugaskan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan
(PPTK) dalam rangka membantu tugas PPK.
Pasal 12 mengatur:
(1) Pejabat pengguna anggaran/pengguna barang dan kuasa pengguna anggaran/kuasa
pengguna barang dalam melaksanakan program dan kegiatan menunjuk pejabat pada
unit kerja SKPD selaku PPTK.
(2) Penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berdasarkan pertimbangan
kompetensi jabatan, anggaran kegiatan, beban kerja, lokasi, dan/atau rentang kendali
dan pertimbangan objektif lainnya.
(3) PPTK yang ditunjuk oleh pejabat pengguna anggaran/pengguna barang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya kepada
pengguna anggaran/pengguna barang.
(4) PPTK yang ditunjuk oleh kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas pelaksanaan tugasnya
kepada kuasa pengguna anggaran/kuasa pengguna barang.
(5) PPTK mempunyai tugas mencakup:
a. mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b. melaporkan perkembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c. menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Sama seperti mekanisme pencairan APBN, pencairan dana APBD dilakukan dengan
cara mekanisme Uang Persediaan (UP) dan mekanisme Pembayaran Langsung.
Dalam hal pembayaran dilakukan dengan mekanisme Uang Persediaan, menurut pasal
198 Permendagri nomor 13 tahun 2006, pengajuan permintaan UP dilakukan oleh PA/KPA
kepada Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD) berdasarkan Surat Penyediaan Dana
(SPD) yang telah diterbitkan oleh PPKD. Uang persediaan dibayarkan oleh PPKD dengan
menerbitkan SP2D ke rekening Bendahara pengeluaran.
Atas penggunaan UP, Bendahara pengeluaran wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban administratif dan laporan pertanggungjawaban fungsional. Laporan
pertanggungjawaban administratif disampaikan kepada PA/KPA melalui PPK-SKPD paling
lambat tanggal 10 bulan berikutnya. Laporan pertanggungjawaban fungsional disampaikan
kepada PPKD selaku Bendahara Umum Daerah paling lambat tanggal 10 bulan berikutnya.
Atas pertanggungjawaban admibnistratif yang telah disampaikan kepada PA/KPA
menerbitkan Surat Pengesahan Laporan Pertanggung Jawaban. Penyampaian laporan
pertanggungjawaban fungsional dilaksanakan setelah diterbitkannya surat pengesahan
pertanggungjawaban oleh PA/KPA.
Untuk memperoleh penggantian UP, Bendahara pengeluaran menurut pasal 200
Permendagri nomor 13 tahun 2006, mengajukan SPP-GUP kepada PA/KPA melalui PPK-
SKPD untuk memperoleh persetujuan PA/KPA. PA/KPA menerbitkan SPM dan
mengajukannya kepada PPKD. Selanjutnya PPKD menerbitkan SP2D-GUP ke rekening
Bendahara pengeluaran.
Perbedaan mendasar dalam mekanisme pencairan dana anggaran belanja pusat dan
daerah adalah sebagai berikut:
APBN APBD
1. Bendahara pengeluaran tidak 1. Bendahara pengeluaran wajib
diwajibkan menyusun laporan menyusun pertanggungjawaban
pertanggungjawaban dalam bentuk SPJ. administratif kepada PA/KPA dan
2. Pengajuan SPM-GUP ke KPPN sudah laporan pertanggungjawaban
merupakan pertanggungjawaban atas fungsional kepada PPKD selaku
penggunaan dana UP. (BUD).
3. Penerbitan SP2D oleh KPPN 2. PA/KPA melakukan pemeriksaan
merupakan pengesahan atas dan pengesahan atas pertanggung-
penggunaan UP. jawaban penggunaan UP oleh
4. Penerbitan SPM dilakukan oleh Pejabat Bendahara pengeluaran.
Penanda Tangan SPM pada masing- 3. Penerbitan SPM dilakukan oleh
masing satuan kerja. PA/KPA
D. Penutup.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pengelolaan keuangan dan pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan bidang
pekerjaan yang berbeda. Demikian juga proses pengadaan barang/jasa dan proses
pembayaran atas pengadaan barang dan jasa merupakan lingkup pekerjaan yang
berbeda.
2. Prosedur pengadaan barang/jasa diatur dalam Pereturan Presiden nomor 54 tahun
2010 yang telah diubah dengan Perpres nomor 70 tahun 2012. Sedang Prosedur
pembayaran atas pengadaan barang/jasa diatur dalam Permenkeu nomor
190/PMK.05/2012 dan Permendagri nomor 13 tahun 2006.
3. Pihak yang berperan dalam proses pengadaan barang/jasa adalah: PA/KPA, PPK,
Panitia/Pejabat Pengadaan/ULP, dan PPHP. Pihak yang berperan dalam proses
pembayaran adalah PA/KPA, PPK, PPK-SKPD, PPTK, Pejabat Penanda Tangan
SPM, dan Bendahara pengeluaran.
4. Dalam hal PPK memerlukan bantuan PPTK dalam pelaksanaan tugasnya, PPK dapat
mengusulkan kepada PA untuk menugaskan PPTK dalam rangka membantu tugas
PPK.
5. PPTK dapat diusulkan untuk membantu PPK pada SKPD atau pada Unit Kerja
SKPD.
6. Hanya PPTK yang ditetapkan oleh PA sebagai pembantu PPK yang dilibatkan dalam
tugas PPK.
7. Keterlibatan PPTK dalam membantu tugas PPK tidak membebaskan PPTK dari tugas
pokoknya yaitu:
a) Mengendalikan pelaksanaan kegiatan;
b) Melaporkan perlembangan pelaksanaan kegiatan; dan
c) Menyiapkan dokumen anggaran atas beban pengeluaran pelaksanaan kegiatan.
Daftar Pustaka: