Dahulu prosedur operasi tidak selalu dilakukan dalam lingkungan khusus rumah
sakit. Ahli bedah melakukan kunjungan rumah kalau dipanggil untuk memeriksa
pasien. Di awal tahun1900an, perawat kamar operasi diminta untuk menyiapkan
kamar atau ruangan yang sesuai yaitu ruangan dengan lalu-lintas yang minimal dan
sedikit suara untuk prosedur operasi-biasanya ruang makan, tetapi kadang-kadang di
dapur. Segalanya dikeluarkan dari kamar, terutama karpet,gantungan, gambar, dan
juga mebel.
Kamar diasapi dengan sulfur dioksida selama 12 jam jika sudah waktunya mau
dipakai. Ini dilakukan dengan membakar 3 pon sulfur di periuk terbuat dari besi
untuk tiap-tiap 1000 kaki kubik ruangan. Jendela dan pintu ditutup serapat mungkin.
Ketika pengasapan telah selesai, tembok dan permukaan disikat dengan karbol 5%
atau larutan soda panas. Von Esmarch menggambarkan pembersihan dinding
meliputi proses penggosokan permukaan dengan roti halus. Dia mendasarkan
tindakan ini pada eksperimen pribadi. Jika waktu tidak cukup untuk dilakukan proses
pengasapan/penyikatan, ruangan seharusnya telah di penuhi dengan uap dari ceret.
Linen dan handuk yang akan dipakai direbus selama 5 menit di larutan soda untuk
digunakan sebagai spon. Kompor dan oven berguna sebagai alat sterilisasi. Batu bata
tetap di oven untuk digunakan sebagai alat penghangat bagi pasien anak yang
kedinginan. Meja dapur atau ruang makan telah dialasi untuk digunakan sebagai
meja operasi dan ditempatkan di bawah tempat lilin, dengan kepala mengarah ke
jendela. Untuk kerahasiaan, kertas tisu yang berwarna putih digunakan didekat
jendela dengan memakai adonan tepung. Banyak ahli bedah mempunyai lampu
portable untuk digunakan didalam rumah yang mempunyai listrik. Ini sangat berguna
di malam hari. Seprai tempat tidur putih dipaku ke semua tembok sebagai lapisan
pelindung.
Lingkungan fisik sangat penting untuk ahli bedah. Suhu kamar harus dijaga pada
suhu di 75 – 80° F dan tambahan alat untuk menghangatkan ruangan, seperti selimut
hangat, botol air panas, dan batu bata hangat dibungkus dengan kain flanel.
Disamping menyiapkan lingkungan, perawat kamar operasi diharuskan mempunyai
10 galon air steril yang panas dan 10 galon air steril yang dingin yang siap untuk
digunakan. Termasuk tugas perawatn yaitu menyiapkan larutan garam steril dengan
mendidihkan sebuah wadah besar yang berisi air dan menambahkan 2 sendok teh
garam meja. Campuran direbus selama 30 menit kemudian disaring dengan
menggunakan kapas yang sudah dipanggang sampai berwarna kecoklatan ke dalam
botol steril. Gabus dipergunakan untuk menutup lubang. Terutama bila larutan
disimpan untuk penggunaan yang akan datang, botol yang telah ditutup direbus
selama 20 menit selama 3 hari berurutan. Ini dipercaya untuk mencegah tumbuhnya
spora.
3) Sistem Penerangan
Sistem penerangan di dalam kamar operasi harus memakai lampu pijar putih
dan mudah dibersihkan. Sedangkan lampu operasi memiliki persyaratan
khusus, yaitu arah dan fokusnya dapat diatur, tidak menimbulkan panas,
cahayanya terang dan tidak menyilaukan serta tidak menimbulkan
bayangan. Pencahayaan antara 300 - 500 lux, meja operasi 10.000 - 20.000
lux.
4) Sistem Ventilasi
Sistem ventilasi di kamar bedah sebaiknya memakai system pengatur suhu
sentral (AC sentral) dan dapat diatur dengan alat kontrol yang memakai
filter (Ultra Clean Laminar Airflow), dimana udara dipompakan ke dalam
kamar operasi dan udara di kamar operasi dihisap keluar.
7) Sistem listrik
Di dalam kamar operasi sebaiknya tersedia 2 macam voltage, yaitu 110 volt
dan 220 volt. Karena alat-alat kamar operasi memiliki voltage yang berbeda.
Semua tombol listrik dipasang pada ketinggian 1,40 m dari lantai.
8) Sistem komunikasi
Sistem komunikasi di kamar operasi adalah sangat vital, terutama bila ada
keadaan darurat maka mudah untuk melakukan komunikasi.
9) Peralatan
a) Semua peralatan yang ada di kamar operasi harus beroda dan mudah
dibersihkan.
b) Semua peralatan harus terbuat dari bahan stainless steel agar mudah
untuk dibersihkan.
c) Untuk alat-alat elektrik harus ada petunjuk penggunaan dan menempel
pada alat agar mudah untuk penggunaan.
10) Pintu
a) Pintu masuk dan keluar penderita harus berbeda.
b) Pintu masuk dan keluar petugas harus tersendiri.
c) Semua pintu harus menggunakan door closer (bila memungkinkan).
d) Setiap pintu diberi kaca pengintai untuk melihat kegiatan di kamar
operasi tanpa membuka pintu.
Makin besar rumah sakit tentu membutuhkan jumlah dan luas kamar bedah
yang lebih besar. Jumlah kamar operasi tergantung dari berbagai hal yaitu :
1) Jumlah dan lama waktu operasi yang dilakukan.
2) Jumlah dokter bedah dan macam spesialisasi serta subspesialisasi
bersama fasilitas penunjang.
3) Pertimbangan antara operasi berencana dan operasi segera.
4) Jumlah kebutuhan waktu pemakaian kamar operasi baik jam per hari
maupun perminggu.
5) Sistem dan prosedur yang ditetapkan untuk arus pasien, petugas dan
penyediaan peralatan.
2. Tanggung Jawab
a. Kepala kamar operasi
1) Pengertian
Seorang tenaga perawat professional yang bertanggung jawab dan
berwenang dalam mengelola kegiatan pelayanan keperawatan di kamar
operasi.
2) Tanggung jawab
Secara fungsional bertanggung jawab kepala bidang keperawatan,
melalui kepala seksi perawatan. Secara professional bertanggung jawab
kepada kepala instansi kamar operasi.
3) Tugas
a) Perencanaan
(1) Menentukan macam dan jumlah pelayanan pembedahan.
(2) Menentukan macam dan jumah alat yang diperlukan sesuai
spesialisasinya.
(3) Menentukan tenaga perawat bedah yang dibutuhkan.
(4) Menampung keluhan penderita secara aktif.
(5) Bertanggungjawab terlaksananya operasi sesuai jadwal.
(6) Menentukan pengembangan pengetahuan petugas dan peserta
didik.
(7) Bekerja sama dengan dokter tim bedah dan kepala kamar operasi
dalam menyusun prosedur dan tata kerja di kamar operasi.
b) Pengarahan
(1) Memantau staf dalam penerapan kode etik kamar bedah.
(2) Mengatur pelayanan pembedahan sesuai dengan kebutuhan dan
kemampuan team.
(3) Membuat jadwal kegiatan.
(4) Pemanfaatan tenaga seefektif mungkin.
(5) Mengatur pekerjaan secara merata
(6) Memberikan bimbingan kepada peserta didik.
(7) Memantau pelaksanaan tugas yang dibebankan kepada stafnya.
(8) Mengatur pemanfaatan sumber daya secara efektif dan efisien.
(9) Menciptakan suasana kerja yang harmonis.
c) Pengawasan
(1) Mengawasi pelaksanaan tugas masing-masing pegawai.
(2) Mengawasi penggunaan alat dan bahan secara tepat.
(3) Mempertahankan kelengkapan bahan dan alat.
(4) Mengawasi kegiatan team bedah sehubungan dengan tindakan
pembedahan.
(5) Menyesuaikan tindakan di kamar bedah dengan kegiatan di bagian
lain.
d) Penilaian.
(1) Menganalisa secara kontinyu jalannya team pembedahan.
(2) Menganalisa kegiatan tata laksana kamar operasi yang
berhubungan dengan penggunaan alat dan bahan secara efektif dan
hemat.
d. Perawat Anestesi
1) Pengertian
Tenaga keperawatan profesional yang diberi wewenang dan tanggung
jawab dalam membantu terselenggarakannya pelaksanaan tindakan
pembiusan di kamar operasi.
2) Tanggung jawab
Secara administrative dan kegiatan keperawatan bertanggung jawab
kepada kepala perawat kamar operasi dan secara operasional
bertanggung jawab kepada ahli anestesi / ahli bedah dan kepala perawat
kamar operasi.
3) Tugas
a) Sebelum Pembedahan
(1) Melakukan kunjungan pra anesthesi untuk menilai status fisik
pasien.
(2) Menerima pasien di ruang penerimaan kamar operasi.
(3) Menyiapkan kelengkapan alat dan mesin anesthesi.
(4) Memasang infus atau transfusi darah.
(5) Memberikan premedikasi sesuai dengan program dokter
anesthesi.
(6) Menyiapkan kelengkapan meja anesthesi dan mesin suctionnya.
(7) Memonitor kondisi fisik dan tanda vital pasien.
(8) Memindahkan pasien ke meja operasi.
(9) Menyiapkan obat anesthesi dan membantu ahli anesthesi dalam
proses induksi.
b) Saat Pembedahan
(1) Membebaskan jalan napas dengan mengatur posisi pasien dan
ETT.
(2) Memenuhi keseimbangan gas medis.
(3) Mengatur keseimbangan cairan dengan menghitung input dan
output.
(4) Memantau tanda-tanda vital.
(5) Memberikan obat-obatan sesuai dengan program dokter anesthesi.
(6) Memantau efek obat anesthesi.
c) Setelah Pembedahan
(1) Mempertahankan jalan napas pasien.
(2) Memantau tingkat kesadaran pasien.
(3) Memantau dan mencatat perkembangan pasien post operasi.
(4) Memantau pasien terhadap efek obat anesthesi.
(5) Memindahkan pasien ke ruang pulih sadar.
(6) Merapikan dan membersihkan alat anesthesi.
(7) Mengembalikan alat anesthesi ke tempat semula.
e. Isu Kamar Bedah
Kronologis Kasus
Seorang pasien menjalani suatu pembedahan di sebuah kamar operasi.
Sebagaimana layaknya, sebelum pembedahan dilakukan anastesi terlebih
dahulu. Pembiusan dilakukan oleh dokter anastesi, sedangkan operasi dipimpin
oleh dokter ahli bedah tulang (orthopedy).
Usut punya usut, ternyata kedapatan bahwa ada kekeliruan dalam pemasangan
gas anastesi (N2O) yang dipasng pada mesin anastesi. Harusnya gas N2O,
ternyata yang diberikan gas CO2. Padahal gas CO2 dipakai untuk operasi
katarak. Pemberian CO2 pada pasien tentu mengakibatkan tertekannya pusat-
pusat pernapasan sehingga proses oksigenasi menjadi sangat terganggu, pasien
jadi tidak sadar dan akhirnya meninggal.
Ini sebuah fakta penyimpangan sederhana namun berakibat fatal. Dengan kata
lain ada sebuah kegagalan dalam proses penetapan gas anastesi. Dan ternyata, di
rumah sakit tersebut tidak ada standar-standar pengamanan pemakaian gas yang
dipasang di mesin anastesi. Padahal seeharusnya ada standar, siapa yang harus
memasang, bagaimana caranya, bagaimana monitoringnnya, dan lain
sebagainya.
Idealnya dan sudah menjadi keharusan bahwa perlu ada sebuah standar yang
tertulis (misalnya warna tabung gas yang berbeda), jelas, dengan formulir yang
memuat berbagai prosedur tiap kali harus ditandai dan ditandatangani.
Seandainya prosedur ini ada, tentu tidak akan ada, atau kecil kemungkinan
terjadi kekeliruan. Dan kalaupun terjadi akan cepat diketahui siapa yang
bertanggungjawab.
Kelalaian fatal ini bisa dikatakan terjadi karena kurangnya ketelitian dari dokter
ataupun petugas kesehatan lainnya dalam pemberian pelayanan kesehatan
terhadap pasien. Kelalaian ini juga bisa disebabkan karena manejemen rumah
sakit yang kurang tertata baik, pendidikan yang dimiliki petugas yang mungkin
masih minim serta banyak lagi faktor yang lainnya. Karena tindakan tersebut
tidak hanya melangar hukum, kode etik kedokteran dan juga standar berperilaku
dalam suatu agama tetapi bahkan sampai menghilangkan nyawa seseorang maka
perlu ada jalan keluarnya yakni dengan cara; pembenahan majemen rumah sakit,
meningkatkan ketelitian dalam menjalankan profesi kedokteran serta
memperdalam segala macam pengetahuan tentang berbagai macam tindakan
pelayanan kesehatan.
Bagi semua oranng yang bertugas sebagai pelayan kesehatan dan juga bagi
penulis serta siapa saja yang nantinya akan menjadi seorang pelayan yang
bergerak di bidang kesehatan, hendaknya bisa menggunakan waktu yang masih
ada semaksimal mungkin untuk mempelajari semua hal yang berkaitan dangan
tugas kita nantinya, agar segala macam tindakan pelanggaran ataupun kelalaian
dapat diminimalisir atau kalau bisa dihilangkan.
DAFTAR PUSTAKA
Shodiq, Abror. 2004. Operating Room, Instalasi Bedah Sentral RS dr. Sardjito
Yogyakarta, Tidak dipublikasikan : Yogyakarta.
Sjamsul hidayat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi. EGC :
Jakarta.
Smeltzer, Suzanne C. and Brenda G. Bare. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah : Brunner Suddarth, Vol. 1. EGC : Jakarta.
Wibowo, Soetamto, dkk. 2001. Pedoman Teknik Operasi OPTEK, Airlangga University
Press : Surabaya.
Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan, edisi 7. EGC : Jakarta.