Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN KERJA PRAKTIK DI PT.

XX: ANALISIS PENYEBAB


KEROPOS AREA PIVOT PADA PRODUK CASTING CRANK
CASE

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Kelulusan Mata Kuliah


Kerja Praktik MM – 3200
Tahun Ajaran 2018/2019 Program Studi Teknik Metalurgi
Institut Teknologi dan Sains Bandung

Oleh:

INDRIANI DIAS FAHRURI 123.16.003

PROGRAM STUDI TEKNIK METALURGI


INSTITUT TEKNOLOGI DAN SAINS BANDUNG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN
LAPORAN KERJA PRAKTIK DI PT. XX: ANALISIS
KEROPOS AREA PIVOT PADA PRODUK CASTING CRANK
CASE

(Periode 1 – 30 Juli 2019)

Oleh:

INDRIANI DIAS FAHRURI 123.16.003

Deltamas, Agustus 2019


Menyetujui,

Dosen Pembimbing

Prof. Ir. Syoni Soepriyanto, M.Sc., Ph.D


NIP 195203181976031001

Mengetahui,

Ketua Program Studi


Teknik Metalurgi
Institut Teknologi dan Sains Bandung

Dr. Eng. Akhmad Ardian Korda, ST., MT.


NIP 19741204200801101

2
LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK DI PT.
XX: ANALISIS KEROPOS AREA PIVOT PADA PRODUK
CASTING CRANK CASE

(Periode 1 – 30 Juli 2019)

Oleh:

INDRIANI DIAS FAHRURI 123.16.003

Karawang, Agustus 2019

Mengetahui/Menyetujui

Section Head Departement Head

Husny Tamrin, AMd. Aris Risdiyanto, ST.

3
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Swt. karena atas rahmat-Nya, penulis dapat
menyelesaikan laporan kerja praktik yang berjudul “Laporan Kerja Praktik
di PT. XX: Analisis Keropos Area Pivot Pada Produk Casting Crank Case”
serta melaksanakan kerja praktik dengan tepat waktu. Laporan tertulis yang
didasarkan hasil kerja praktik yang telah dilakukan oleh penulis di bagian
Quality Control Operation – Casting pada tanggal 1 – 30 Juli 2019.

Kerja praktik lapangan ini merupakan syarat wajib yang harus ditempuh
dalam program studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi dan Sains Bandung.
Kerja praktik yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat dalam
segi akademik dan pengalaman yang tidak didapatkan saat kuliah. Penulis
menyadari masih banyak kekurangan yang ada di dalam laporan kerja praktik
ini, oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
sehingga dapat dijadikan pembelajaran bagi penulis maupun orang lain.

Dalam penyusunan laporan hasil kerja praktik lapangan ini, penulis mendapat
bantuan dari berbagai pihak, oleh sebab itu, penulis ingin mengucapkan rasa
terima kasih kepada:

1. Dr. Eng. Akhmad Ardian Korda, ST., MT. selaku ketua prodi Teknik
Metalurgi Institut Teknologi dan Sains Bandung.
2. Prof. Ir. Syoni Soepriyanto, M.Sc, Ph.D., selaku dosen pembimbing Mata
Kuliah Kerja Praktik sekaligus dosen Program Studi Teknik Metalurgi
Institut Teknologi dan Sains Bandung yang telah memberi masukan dan
saran kepada penulis.
3. Departement Head EPP, selaku pembimbing pabrik dan Section Head
QCO, selaku pembimbing lapangan yang telah membantu serta
membimbing penulis dalam melaksanakan Kerja Praktik.

4
4. Karyawan QCO Section, yang telah memberi banyak masukan saran dan
motivasi selama kerja praktik.
5. Teman – teman penulis yang saling memotivasi satu sama lain dan berbagi
pengetahuan.
6. Orang tua dan keluarga penulis yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materil kepada penulis selama kerja praktik berlangsung.
7. Dan masih banyak lagi yang lainnya yang tidak dapat disebutkan. Penulis
benar-benar mengucapkan rasa terima kasih banyak atas bantuannya
selama kerja praktik dilaksanakan baik masukan, kritikan, motivasi dan
lainnya. Selebihnya penulis mohon maaf atas kekurangannya selama kerja
praktik ini.

Akhir kata, semoga laporan kerja praktik ini dapat memberikan manfaat bagi
kita semua.

Karawang, Juli 2019

Penulis

5
DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN DAN PENGESAHAN........................................ 2


LEMBAR PENGESAHAN LAPORAN KERJA PRAKTIK.......................... 3
KATA PENGANTAR...................................................................................... 4
DAFTAR ISI.................................................................................................... 6
DAFTAR GAMBAR........................................................................................ 7
DAFTAR TABEL............................................................................................. 7
DAFTAR LAMPIRAN..................................................................................... 7
BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang................................................................................ 8


1.2 Tujuan Kerja Praktik................................................................... 10
1.3 Tempat dan Waktu Kerja Praktik................................................. 10
1.4 Ruang Lingkup.............................................................................. 10
1.5 Metodologi Penelitian................................................................ . 10
1.6 Sistematika Penelitian..................................................................

BAB 2 TINJAUAN LAPANGAN DAN PUSTAKA


2.1 Tinjauan Lapangan........................................................................ 12
2.2 Tinjauan Pustaka.......................................................................... 12
2.2.1 Die Casting...................................................................... 12
2.2.2 Aluminium................................................................... 15
2.2.3 Crank Case.................................................................... 18
BAB 3 ALUR PROSES PEMBUATAN CRANK CASE DI PT. XX
3.1 Pendahuluan............................................................................... 26
3.2 Flow Process Pembuatan Crank Case di PT. XX...................... 26
3.2.1 Melting................................................................................27
3.2.2 Coating WFR..................................................................... 27
3.2.3 Insert Bushing.....................................................................27
3.2.4 Injection High Pressure Die Casting (HPDC)................... 28

6
3.2.5 Quenching........................................................................... 28
3.2.6 Trimming............................................................................. 28
3.2.7 Final Inspection.................................................................. 29
BAB 4 STUDI KASUS
4.1 Latar Belakang Masalah...............................................................29
4.2 Komposisi Aluminium Paduan....................................................31
4.3 Visual Examination......................................................................32
4.4 Metodologi Penelitian..................................................................34
4.5 Analisis Masalah...........................................................................35
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................... 37
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................38
LAMPIRAN.....................................................................................................40
DAFTAR GAMBAR
Gambar 21. Skema HPDC ............................................................................ 14
Gambar 2.2 Skema LPDC............................................................................. 15
Gambar 2.3 Diagram fasa Al-Si.....................................................................18
Gambar 2.4 Cacat Misrun...............................................................................21
Gambar 2.5 Cacat Cold Shot..........................................................................22
Gambar 4.1 Grafik Kategori Reject Crank Case PT. XX Bulan Juni 2019...29
Gambar 4.2 Grafik pembagian Area Keropos pada Produk Crank Case......30
Gambar 4.3 Grafik Keropos per Dies untuk Produk Crank Case.................31
Gambar 4.4 Cacat keropos pada produk Crank Case PT. XX.......................33
Gambar 4.5 Keropos area Pivot dilihat menggunakan Mikroskop 2D...........33

DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat fisik Aluminium.....................................................................16
Tabel 4.1 Komposisi Paduan Aluminium untuk Produk Crank Case PT. XX...32
Tabel 4.2 Verifikasi part keropos area Pivot...................................................36
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Tabel kategori Reject Part Crank Case bulan Juni 2019........41
Lampiran 2 Tabel Area Keropos Pada Crank Case...................................41
Lampiran 3 Tabel Persentase Keropos Pada Crank Case per Dies............41

7
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerja praktik dilaksanakan berdasarkan kurikulum pendidikan di Program
Studi Teknik Metalurgi Institut Teknologi dan Sains Bandung yang
mewajibkan mahasiswa melaksanakan kerja praktik lapangan.

Maksud diadakannya kerja praktik ini adalah untuk menambah wawasan


mahasiswa terhadap bidang yang digelutinya, serta memberikan gambaran
penerapan ilmu yang diajarkan selama kuliah, mengingat ada beberapa
perbedaan antara teori dengan praktik. Dengan diadakannya kerja praktik
ini diharapkan pengetahuan dasar mahasiswa sudah cukup baik sehingga
mahasiswa mampu menyerap pengetahuan dan pengalaman dari kerja
praktik ini.

Kerja praktik ini dilaksanakan di perusahaan PT. XX yang merupakan


perusahaan yang bergerak dibidang otomotif, terutama perakitan motor.
PT. XX ini sebagian besar menggunakan komponen berbahan dasar
paduan Alumunium, seperti komponen Crank Case. Pembuatan komponen
ini menggunakan proses High Pressure Die Casting (HPDC).

Pengecoran (casting) adalah proses pencetakan logam, yaitu dengan


menuangkan logam kedalam rongga cetakan (die), kemudian didinginkan
hingga mengalami pembekuan (proses solidifikasi), sehingga diperoleh
logam padatan dengan bentuk sesuai wadah cetakan. Cetakan berfungsi
sebagai pembentuk dimensi dari suatu produk. Sedangkan logam cair
berfungsi sebagai bahan dasar dari produk yang akan di cor.

8
Dalam pembuatan produk terdapat sisa-sisa logam (scrap) dari proses
yang dilalui sampai proses akhir. Scrap tersebut diperoleh dari proses
pengecoran (gating system dan part reject) dan proses machining. Scrap
ini jumlahnya relatif banyak, sehingga perlu dimanfaatkan dengan cara
dilebur kembali menjadi feed bersama ingot standar dan diharapkan dapat
mengurangi penggunaan ingot standar dengan tidak mengurangi kualitas
yang dipersyaratkan.

1.1.1 Tujuan Kerja Praktik


Adapun tujuan yang di dapatkan dari kerja praktik ini, yaitu:
1. Mendapatkan gambaran mengenai industri yang bergerak di bidang
metalurgi.
2. Membandingkan antara teori kuliah dengan gambaran nyata dalam
proses produksi.
3. Menjebatani informasi antara mahasiswa dengan dunia industri
sehingga memperkecil kesenjangan informasi antar kedua belah pihak.
4. Memenuhi persyaratan akademis dalam kurikulum Teknik Metalurgi
Institut Teknologi dan Sains Bandung.

Tujuan khusus dari kerja praktek di PT. XX ini adalah untuk mengetahui
penyebab keropos pada Crank Case yang diproduksi melalui proses
HPDC.

1.1.2 Tempat dan Waktu Pelaksanaan Kerja Praktik


Kerja praktik berlangsung pada:
Waktu : 1 – 30 Juli 2019
Tempat : PT. XX Seksi QC Casting, Karawang, Jawa Barat.

1.2 Ruang Lingkup


Ruang lingkup kerja praktik yang dilakukan dibidang pengecoran (casting)
di PT. XX, proses HPDC bagian Crank Case.

9
1.3 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang digunakan dalam penulisan laporan kerja
praktik antara lain:
1. Studi literatur, adalah cara yang dipakai untuk menghimpun data-data
atau sumber-sumber yang berhubungan dengan topik yang diangkat
dalam suatu penelitian. Studi literatur bisa didapat dari berbagai
sumber, seperti jurnal, buku, dokumentasi, internet dan pustaka.

2. Studi lapangan, adalah pengamatan langsung ditempat kerja praktik.


Studi lapangan meliputi pengambilan data, pengamatan proses secara
langsung, dan wawancara dengan pihak yang berkaitan.

1.4 Sistematika Penulisan


Untuk penulisan laporan kerja praktik ini, materi-materi yang tertera pada
laporan dikelompokkan menjadi beberapa bab dengan sistematika
penyampaian sebagai berikut:

1. BAB 1 PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, dan sistematika penulisan.
2. BAB 2 TINJAUAN LAPANGAN
Pada bab ini berisi teori-teori yang berhubungan dengan kerja praktik
3. BAB 3 ALUR PROSES PRODUKSI CRANK CASE
Pada bab ini berisi tentang alur proses produksi dan teori-teori yang
berkaitan dengan proses produksi.
4. BAB 4 STUDI KASUS
Pada bab ini terdiri dari analisis data mengenai masalah yang dianalisis
pada waktu kerja praktik.
5. BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan kesimpulan dari laporan dan saran dari penulis
untuk perusahaan yang dapat diaplikasikan dari kerja praktik yang
telah dilakukan di PT. XX.

10
BAB 2

TINJAUAN LAPANGAN

Pada bab ini akan dibahas mengenai perusahaan tempat penulis melakukan
kerja praktik dan juga tinjauan pustaka yang menjadi acuan mengenai
masalah yang diangkat menjadi studi kasus.

2.1 Tinjauan Lapangan

Pertumbuhan konsumen sepeda motor di Indonesia semakin meningkat.


Ditengah-tengah persaingan yang begitu ketat akibat banyaknya merk
sepeda motor pendatang baru, sepeda motor XX yang sudah lama di
Indonesia, dengan segala keunggulannya, tetap mendominasi pasar dan
sekaligus memenuhi kebutuhan angkutan yang tangguh, irit dan ekonomis.
Guna menjawab tantangan tersebut, organisasi yang berada dibalik
kesuksesan sepeda motor XX terus memperkuat diri.

PT. XX merupakan perusahaan yang bergerak dibidang manufaktur,


perakitan dan distributor sepeda motor. PT. XX merupakan sinergi
keunggulan teknologi dan jaringan pemasaran di Indonesia. Keunggulan
teknologi motor XX diakui di seluruh dunia dan telah dibuktikan di
berbagai kesempatan, baik di jalan raya maupun di lintasan balap. Motor
XX pun mengembangkan teknologi yang mampu menjawab kebutuhan
pelanggan yaitu mesin yang berkualitas dan irit bahan bakar.

2.2 Tinjauan Pustaka


2.2.1 Die Casting

Die casting adalah pengecoran menggunakan cetakan (die) atau cetakan


tetap yang terdiri dari beberapa bagian atau belahan yang bahannya terbuat
dari logam. Sifat dasar material die casting yang harus diperhatikan adalah
koefisien muai panas (thermal expansion coeficient), konduktivitas panas

11
(thermal conductivity), mampu tarik panas (hot yield strength), ketahanan
terhadap proses tempering (temper resistant), dan keuletan (ductility).
Penerapan metode die casting sangat cocok pada pembuatan produk
berdinding tipis, berukuran presisi, dan benda dengan kualitas permukaan
yang baik. Die casting memberikan beberapa keuntungan dari segi teknis
dan ekonomis, tidak hanya karena daya manufaktur yang tinggi, tetapi
juga waktu proses yang sangat singkat antara bahan baku dengan produk.
(Surdia, 1995).

Die casting memiliki keuntungan dan kerugian sebagai berikut:


Keuntungan:

• Dapat membuat benda berdinding tipis dan berukuran presisi


• Kualitas permukaan yang baik
• Ukuran yang berlebihan dapat dihindari
• Waktu proses yang singkat
• Menghasilkan kecepatan alir yang tinggi

Kekurangan:

• Biaya operasional tinggi


• Harga mesin mahal

2.2.1.1 Jenis-jenis metode Die Casting


Metode die casting atau yang disebut permanent die casting menggunakan
cetakan yang terbuat dari logam. Cetakan ini disebut juga sebagai dies.
Berdasarkan cara pengisian metode pemberian tekanan untuk pembuatan
produk, metode ini dapat digolongkan menjadi dua kelompok utama, yaitu
gravity die casting dan pressure die casting. Selain itu, ada pula varian
lain dari kedua metode dasar tersebut, misalnya vacuum die casting dan
squeeze die casting.
Pressure die casting terbagi menjadi dua, yaitu:

12
a. High Pressure Die Casting
High Pressure Die Casting merupakan proses paling banyak digunakan
dalam dunia industri. Prinsip dasar metode ini adalah pemberian tekanan
pada logam cair sehingga masuk ke dalam rongga cetakan. Dies dipasang
pada plat dasar mesin yang dapat ditutup dan dibuka dengan mudah.
Untuk membuat produk, diperlukan cetakan tetap terbuat dari logam yang
terdiri dari bagian dasar (cetakan tangkup). Cetakan ini dipasang pada
mekanis penggerak cetakan pada mesin (die closing unit) yang terdiri dari
bagian tetap dan bagian bergerak. Bagian tetap dipasang belahan pada
cetakan yang akan berhubungan dengan silinder pengisi cairan. Pada
bagian bergerak dipasang belahan cetakan yang mempunyai bagian ejector.
Silinder pengisi logam cair disemprotkan ke dalam cetakan yang tertutup
(Surdya, 1995).

Karena proses injeksi sangat cepat, maka dapat digunakan untuk mengecor
benda-benda yang tipis dengan bentuk yang rumit. Waktu yang diperlukan
singkat, sehingga proses ini ekonomis dan efisien.

Gambar 2.1 Skema High Pressure Die Casting


(https://www.gatonbrass.com/die-casting/)

13
b. Low Pressure Die Casting
Pada proses Low Pressure Die Casting, proses pengisian dilakukan dengan
pemberian tekanan rendah terhadap permukaan tungku, sehingga cairan
akan masuk ke dalam rongga cetakan (John R. Brown, 1999). Pada bagian
bawah dari alat ini terdapat holding furnace yang berfungsi sebagai tempat
penyimpanan logam cair yang akan dicor. Cetakan logam berada pada
bagian atas. Adanya tekanan menyebabkan logam cair di bagian holding
furnace mengalir keatas menuju cetakan dan akhirnya logam cair mengisi
cetakan, bagian cetakan memiliki dua bagian, yaitu moving platen and fix
platen, dimana bagian moving platen dapat bergerak keatas untuk
membuka cetakan sehingga produk cor dapat dikeluarkan.

Gambar 2.2 Skema Low Pressure Die


Casting(https://www.gatonbrass.com/die-casting/)

Metode die casting memiliki keterbatasan seperti:


• Tidak semua bahan paduan cocok untuk metode pengecoran
permanen.
• Karena biaya perkakas relatif tinggi, proses bisa mahal untuk
produksi dalam jumlah rendah.

14
• Beberapa bentuk tidak dapat dibuat dengan metode ini, karena
lokasi parting line, undercut, atau kesulitan dalam pengeluaran
produk dari cetakan.
• Coating diperlukan untuk melindungi cetakan dari serangan logam
cair.

2.2.2 Aluminium
Aluminium merupakan unsur yang paling banyak setelah oksigen yaitu
sekitar 7,45%. Aluminium dan aluminium paduan merupakan logam yang
cukup banyak dipergunakan di dunia industri setelah penggunaan baja dan
besi cor. Aluminium murni yang didapatkan dari bauksit dengan cara
elektrolisa mempunyai kemurnian antara 99% - 99,99%. Aluminium
murni mempunyai sifat dasar yang lunak, tahan korosi, penghantar panas
dan listrik yang baik. Lima sifat dasar aluminium yang penting untuk
diketahui yaitu:

Ringan; berat jenisnya hanya 2,7 g/cm3 dibandingkan dengan baja yang
memiliki berat jenis 7,8 g/cm3 dan tembaga yang memiliki berat jenis
8,8 g/cm3. Konduktivitas listrik sekitar 60% dari tembaga.
Konduktivitas panas tinggi, yaitu 2,09 J/cm.s.K dibandingkan dengan
Baja yang hanya memiliki konduktivitas panas 0,67 J/cm.s.K. Tahan
korosi, Aluminium merupakan logam yang sangat reaktif terhadap
oksigen di udara dan air serta hasil dari reaksinya membentuk suatu
senyawa yang sangat stabil, sangat keras dan lapisan pelindung
transparan yang sangat kuat yang disebut Aluminium Oksida (Al2O3),
sehingga membuat Aluminium tahan terhadap korosi, tahan terhadap
asam tetapi kurang tahan terhadap alkali kuat. Afinitas terhdap oksigen
yang sangat besar, sifat ini banyak dimanfaatkan sebagai deoksidasi
pada pembuatan baja.
Berikut sifat-sifat fisik alumunium ditunjukan pada tabel 2.1

15
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Fisik Aluminium (Surdia,Tata & Saito,
Shinroku,1992).

Paduan Aluminium sebagaimana logam-logam lain, untuk merubah


sifat Aluminium menjadi lebih kuat, maka dipadu dengan unsur-unsur
lain sesuai dengan kebutuhan dan penggunaannya. Paduan Aluminium
(Aluminium alloys) banyak digunakan secara komersial karena
mempunyai kekuatan yang lebih dibandingkan Aluminium murni.
Beberapa jenis logam ditambahkan kedalam Aluminium murni untuk
menjadikannya lebih kuat dan lebih serbaguna. Unsur-unsur yang
biasannya ditambahkan kedalam paduan Aluminium adalah
Cu,Zn<Mn<Mg, dan Si. Unsur-unsur tersebut jauh lebih tahan terhadap
korosi dibandingkan dengan besi karbon, tetapi Aluminium jauh lebih
tahan lagi terhadap korosi (Fellers,1990).
Dengan memilih paduan yang benar akan menghasilkan sifat-sifat
paduan seperti: kekuatan, keuletan, pembentukan, dan ketahanan
terhadap korosi. Kekuatan dan daya tahan Aluminium mempunyai
variasi yang besar sehingga dapat digunakan sebagai paduan khusus
dalam proses manufaktur.

Berikut ini adalah pengaruh unsur paduan Aluminium :


1. Copper (Cu), menaikkan kekuatan dan kekerasan, namun
menurunkan elongasi (pertambahan panjang pangjangan saat ditarik).
Kandungan Cu dalam alumunium yang paling optimal adalah antara 4-

16
6%. Tembaga dapat mengurangi ketahanan retak panas pada paduan
Aluminium. Akan tetapi penambahan unsur paduan tembaga dalam
Alumunium dapat mengurangi castability karena menurunkan fluiditas
dan menurunkan ketangguhan.

2. Zink atau Seng (Zn), menaikkan nilai tensile. Dipergunakan dalam


aplikasi age hardening karena responnya yang tinggi terhadap
perlakuan tersebut

3. Mangan (Mn), menaikkan kekuatan dalam temperature tinggi.


Penambahan mangan memiliki akan berefek pada sifat dapat dilakukan
pengerasan tegangan dengan mudah work-hardening) sehingga
didapatkan logam paduan dengan kekuatan tensil yang tinggi namun
tidak terlalu rapuh. Selain itu, penambahan mangan akan meningkatkan
titik lebur paduan aluminium.

4. Magnesium (Mg), menaikkan kekuatan Alumunium dan


menurunkan nilai ductility-nya. Ketahanan korosi dan weldability juga
baik.

5. Silikon (Si), menyebabkan paduan Alumunium tersebut bisa


diperlakukan panas untuk menaikkan kekerasannya. Memperbaiki atau
meningkatkan sifat mampu cor dari paduan Aluminum, khususnya pada
fluidity dari molten.

6. Lithium (Li), ditambahkan untuk memperbaiki sifat tahan


oksidasinya.

7. Iron (Fe) Meningkatkan ketahanan terhadap hot tear dan


menurunkan kemungkinan terjadinya penempelan part cast pada dinding
dies (soldering) Base material dari Crank case adalah Aluminium paduan,

17
yaitu dengan paduan Si <12%. Dari diagram fasa Al-Si,dapat dilihat pada
paduan Al dengan Si <12% terbentuk struktur hypoeutectic Al/Al/Si.

Gambar 2.3 Diagram fasa Al-Si (Arifin, Bustanul, dkk,2007)

2.2.3 Crank Case

Crank Case adalah salah satu komponen sepeda motor yang biasanya
terbuat dari bahan Aluminium paduan dengan proses die casting. Crank
Case ini terletak persis dibawah silinder dan umumnya komponen ini
adalah bagian yang ditautkan dalam rangka sepeda motor. Adapun
beberapa fungsi dari Crank Case tersebut antara lain adalah sebagai
berikut :

Sebagai komponen yang berfungsi untuk rumah atau tempat dari berbagai
komponen yang ada di dalamnya, yakni komponen seperti :

• Gigi transmisi motor


• Penampungan oli pelumas
• Pompa oli
• Poros engkol (crank shaft)
• Generator atau altenator untuk pembangkit daya tenaga listrik
sepeda motor

18
a. Casting Defect (Cacat Pengecoran)

Cacat pengecoran merupakan suatu keadaan tidak diinginkan yang


terjadi pada suatu part hasil pengecoran. Cacat pengecoran ini dapat
terjadi karena berbagai macam hal, seperti karena pengaruh komposisi
dan temperatur dari logam cair, keberadaan pengotor baik berupa gas
maupun benda padat, desain dies, dan lain sebagainya, yang dimana
intinya keadaan tersebut merupakan keadaan yang tidak sesuai atau
mendukung proses pengecoran yang dilakukan. Cacat pengecoran ini
merupakan hal yang umum dapat terjadi dalam suatu proses pengecoran,
keberadaan cacat ini cenderung merugikan, khususnya dari segi
ekonomi, karena dapat membuat part menjadi reject, yang dalam kasus
tertentu cacat yang terjadi tersebut dapat membuat part tersebut menjadi
berbahaya apabila dipergunakan, namun untuk membuat cacat yang
terjadi dalam proses produksi untuk tidak terjadi sampai 100%
sangatlah sulit, hal ini dikarenakan keadaan praktikal dalam pabrik
(lapangan) tidak selalu ideal, sehingga kemungkinan terjadinya cacat
selalu ada, namun pada umumnya usaha yang dilakukan adalah
memperkecil persentase terjadinya defect sampai sekecil mungkin
dengan meminimalisir hal-hal yang memunginkan terjadinya cacat
tersebut atau menjalankan proses produksi dengan keadaan yang
seoptimal mungkin.

Cacat pengecoran ini juga ditemui dalam proses HPDC yang dilakukan
dibagian die casting PT. XX. Pengecekan cacat yang dilakukan pada
proses pengecoran ini merupakan pengecekan secara visual, adapun untuk
pengecekan lebih lanjut akan dilakukan pada tahap machining dibagian
lain.

19
b. Faktor Penyebab Terjadinya Cacat

Proses pengecoran dilakukan dengan beberapa tahapan mulai dari


pembuatan cetakan, proses peleburan, penuangan dan pembongkaran.
Untuk menghasilkan coran yang baik maka semuannya harus
direncanakan dan dilakukan dengan sebaik-sebaiknya. Namun, pada
hasil coran sering terjadi ketidaksempurnaan atau cacat. Cacat yang
terjadi pada coran dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
1. Desain pengecoran dan pola
2. Desain cetakan dan inti
3. Komposisi muatan logam
4. Proses peleburan dan penuangan
5. Sistem saluran masuk dan penambah

c. Jenis-Jenis Cacat Yang Terjadi Pada Proses Pengecoran


Berikut ini adalah beberapa jenis cacat yang terjadi pada proses
pengecoran:

Crack
Crack adalah cacat yang berupa retakan di part yang dapat disebabkan
oleh penyusutan atau akibat tegangan sisa. Hal ini bisa disebabkan karena
proses pembekuan yang tidak seimbang. Pencegahan yang dapat dilakukan
adalah menyeragamkan proses pembekuan dengan memanfaatkan chill
secara maksimal.

Misrun
Merupakan cacat casting dimana ada bagian dari part yang dicetak
terdapat suatu bagian yang seakan-akan “tidak terisi”, umumnya pada
bagian tepi dari part. Cacat jenis ini terbentuk pada saat saat proses injeksi
molten kedalam cavity dilakukan, yang terbentuk ketika molten yang
mengalir didalam cavity mulai membeku lebih dulu sebelum berhasil
mencapai atau mengisi bagian tepi dari part yang bersangkutan,
pembekuan yang dimaksud disini tidak selalu dalam wujud padat

20
melainkan juga dalam wujud molten yang relatif kental (sebagai akibat
proses pembekuan yang mulai terjadi), yang kemudian “menghalangi”
aliran molten lain untuk mengisi bagian yang masih “kosong” tersebut,
sehingga ketika part tersebut telah selesai mengalami proses casting, part
yang dihasilkan akan tetap menyisakan bagian tersebut dalam keadan
“tidak terisi”. Peristiwa ini disebabkan oleh parameter-parameter sebagai
berikut :
- Temperatur molten dibawah standar
- Temperatur dies dibawah standar
- Kecepatan injection kurang
- Sisa cairan spray pada dies

Gambar 2.4 Cacat Misrun (Sumber : Neff, David. 2011 . Casting Defects
Handbook: Aluminum & Aluminum Alloys . Schaumburg : American
Foundrymen’s Society)

Cold shot
Merupakan jenis cacat casting dimana part yang dihasilkan tidak utuh ,
terjadinya cacat ini disebabkan oleh mekanisme yang mirip dengan
misrun, namun untuk cacat ini bagian yang tidak terisi lebih ekstrim
dibandingkan dengan misrun, yang dimana pada misrun bagian yang
tidak terisi hanya pada bagian ujung-ujungnya, sedangkan pada cacat
ini yang tidak terisi adalah salah satu bagian dari part, sehingga menjadi

21
tidak utuh, peristiwa terbentuknya cacat jenis ini disebabkan oleh
parameter-parameter sebagai berikut :
- Tempratur molten dibawah standar
- Temperatur dies dibawah standar
- Kecepatan injection kurang

Gambar 2.5 Cacat Cold Shot (Sumber : Neff, David. Casting2011.


Defects Handbook: Aluminum & Aluminum.Schaumburg Alloys :
American Foundrymen’s Society)

Under cut
Merupakan jenis cacat dimana pada bagian permukaan dari part ada
yang seakan-akan "terkelupas", cacat ini terjadi ketika part dilepaskan
dari dies. Cacat ini terjadi akibat masih terdapatnya molten pada bagian
tepi part yang masih belum mengalami pembekuan dengan sempurna,
sehingga ketika proses selesai dan part diangkat, bagian yang belum
membeku tersebut akan tertinggal atau malah menempel pada
permukaan cavity dies, peristiwa terbentuknya cacat ini disebabkan oleh
parameter sebagai berikut :

- Temperatur dies yang terlalu tinggi


- Permukaan dies yang kasar

22
Shrinkage
Merupakan jenis cacat berupa retakan pada part yang diakibatkan oleh
“penyusutan” dari molten ketika proses pembekuan terjadi. Shrinkage
ini sebetulnya hal terjadi pada saat suatu logam mengalami proses
pembekuan, sehingga secara teknis sulit atau bahkan mungkin tidak
mungkin untuk dihindari, persentase penyusutan yang terjadi dapat
dapat berbeda untuk masing-masing logam, untuk aluminium sendiri
persentase penyusutanya adalah sekitar 7%, untuk mengatasi terjadinya
shrinkage ini umumnya ditambahkan suatu riser dalam desain casting
yang akan dilakukan yang berfungsi untuk mengakomodir penyusutan
yang terjadi, namun cacat shrinkage (dalam hal ini berupa retakan) data
tetap terjadi dalam suatu kondisi-kondisi tertentu yang menyebabkan
molten pada riser tidak dapat mengakomodir penyusutan yang terjadi,
seperti misalnya karena ada bagian yang menghalangi aliran molten dari
riser ke dies atau sejenisnya, adapun parameter yang terkait dengan
terjadinya cacat ini secara umum adalah sebagai berikut :

- Perbedaan tebal part yang sangat besar


- Daerah spray yang tidak tepat
- Bentuk parts yang rumit

Pin Hole
Merupakan jenis cacat yang berupa lubang-lubang (seperti telah
ditusuk-tusuk dengan jarum) yang dapat terlihat pada permukaan part,
jenis cacat ini terjadi akibat keberadaan gas-gas yang terjebak didalam
molten yang mengalir ke permukaan part ketika proses pembekuan
molten terjadi, sehingga ketika part yang membeku tersebut telah
mengeras, akan tersisa bekas gelembung gas yang berupa seperti
lubang-lubang tersebut. Cacat jenis ini disebabkan oleh parameter
sebagai berikut :

23
- Desain saluran udara yang kurang tepat
- Setting yang kurang tepat

Porosity
Porosity atau keropos adalah cacat berupa sekelompok rongga-rongga
kecil pada produk casting bisa disebabkan oleh gas atau penyusutan.
Porosity dapat mengakibatkan kebocoran pada Crank Case.

Gas porosity adalah lubang atau rongga dengan permukaan halus, baik
berkilat maupun teroksidasi. Hampir selalu berbentuk bulat dan
penyebarannya yang luas. Kadang-kadang diikuti dengan terak ataupun
oksida lainnya.

Ukuran maupun sebaran dari rongga yang terbentuk sangat bervariasi,


mulai dari rongga tunggal ataupun akumulasi dari beberapa rongga kecil
sampai dengan rongga-rongga mikro yang menyebar. Cacat yang paling
sering terjadi akibat gas porosity adalah pin hole atau blister.

Gas porosity disebabkan karena terperangkapnya gas dalam molten


metal pada waktu proses pengecoran, adanya air dicetakan, dan
temperatur melting terlalu tinggi. Pencegahan yang dapat dilakukan
adalah memastikan coating ,dies, dan proses injection sesuai dengan
standar.

24
BAB 3

ALUR PROSES PEMBUATAN CRANK CASE DI PT. XX

3.1 Pendahuluan
Di PT. XX terdapat 2 macam proses die casting, yaitu High Pressure
Die Casting (HPDC) dan Low Pressure Die Casting (LPDC). High
Pressure Die Casting adalah proses pengecoran logam cair dengan cara
diinjeksikan kedalam rongga cetakan (die) dengan menggunakan
tekanan berkisar 49 – 70 MPa. Sedangkan pada Low Pressure Die
Casting menggunakan tekanan rendah, yaitu berkisar 0,06 MPa.
Produk yang menjadi topik dalam laporan ini adalah Crank Case yang
dibuat oleh PT. XX dengan metode HPDC. Material dasar untuk
membuat Crank Case adalah Aluminium paduan.

3.2 Alur Proses Pembuatan Crank case di PT. XX

25
3.2.1 Melting
Melting adalah proses peleburan ingot atau scrap menjadi logam cair
menggunakan furnace. Kapasitas dari tungku peleburan yang digunakan
adalah 2,7 ton dengan temperatur peleburan berkisar 730°C.
Bahan baku yang dilebur tidak 100% ingot, melainkan dicampur dengan
skrap. Maksimal skrap yang diijinkan yaitu maksimal 45%. Yang
dimaksud skrap yaitu return dari produk yang berupa part yang
mengalami reject ataupun gating system. Ingot yang dilebur untuk
produk crank case yaitu Aluminium dengan komposisi sebagai berikut:

3.2.2 Coating WFR


Merupakan proses pelumasan pada bagian cavity dengan menggunakan
WFR (Water Free Release) agar saat proses casting, Aluminium cair
tidak menempel ketika dilakukan proses penginjeksian kedalam rongga
cetakan (die).

3.2.3 Insert Bushing


Merupakan proses pemasangan gan insert bushing (part pada Crank
Case) pada rongga cetak sebelum proses penginjeksian Aluminium cair.
Hal ini dikarenakan bushing terbuat dari material yang berbeda dari
Crank Case, yaitu terbuat dari steel. Bushing sengaja dibuat dari bahan
berbeda dari Crank Case yang terbuat dari Aluminium paduan karena

26
bushing merupakan area yang menjadi bantalan bearing pada motor.
Apabila terjadi kerusakan pada bagian bushing, maka berpotensi Crank
Case menjadi longgar dan motor tidak nyaman digunakan.

3.2.4 Injection Molten Aluminium


Merupakan proses injeksi (memasukkan) Aluminium cair kedalam
rongga cetakan. Pada proses HPDC, tekanan yang digunakan pada saat
proses injeksi yaitu berkisar 49 – 70 MPa.

3.2.5 Quenching
Merupakan proses pendinginan dengan cepat (quench). Pada proses,
HPDC, quenching bertujuan untuk meratakan pendinginan pada part.

3.2.6 Trimming
Setelah quenching, dilakukan proses trimming, yaitu proses
penghilangan sisa-sisa material yang tidak diperlukan pada produk
(burry). Trimming dapat dilakukan di part-part seperti sirip,
gumpalan,dan material yang masih menutup lubang. Proses trimming
dilakukan secara manual dengan bantuan alat oleh operator.

Terdapat tiga proses trimming, yaitu kikir, super hand trimming, dan
grinding trimming. Kikir merupakan alat trimming yang berbentuk
setengah lingkaran yang digunakan untuk membuang sisa-sisa material
yang berlebih dengan cara dipukulkan kearah sisa-sisa material tersebut
hingga terlepas dari produk, super hand trimming adalah alat kikir
berbentuk bulat dan ukurannya kecil, super hand digerakan dengan
menggunakan angin yang berasal dari kompresor yang didalamnya
terdapat 2 buah per kecil yang berfungsi untuk menggerakan poros agar
dapat menggerakan kikir tersebut. Penggunaan kikir super hand
digerakan secara vertikal. Sedangkan grinding trimming menggunakan
alat trimming bermata gerinda.

27
3.2.7 Final Inspection
Final inspection dilakukan diakhir proses produksi untuk mengontrol
kualitas produk yang dihasilkan. Metode pengecekan yang digunakan
adalah pengecekan secara visual. Berikut ini adalah standar kualitas
produk Crank Case, yaitu :

• Area mission case


Bebas dari flow line, undercut, dan tidak gompal
• Lubang pengikat baut mission case
Bebas dari scrap
• Area shock absorber
Bebas dari flow line, undercut, dan tidak gompal
• Area engine number
Bebas dari flow line, undercut, dan tidak gompal
• Area face comp
Bebas dari crack dan flow line
• Area joint R
Bebas dari flow line, undercut, dan tidak gompal
• Basic milling
Harus rata, tidak patah dan tidak terkena misrun
• Insert pin
Bebas dari flow line, undercut, dan tidak gompal
• Ex pin ejector
Harus rata dan tidak ambles
• Mainstand holder
Harus bebas dari crack, flow line, undercut, tidak gompal dan
tidak melengkung.
• Parting Line
Bebas dari burrs, tidak tajam,dan tidak miss match.

Produk yang dinyatakan OK akan diteruskan ke proses machining,


assembling engine dan assembling unit.

28
BAB 4

STUDI KASUS

Pada bab ini, akan dibahas mengenai masalah yang terjadi di PT XX


yang penulis angkat menjadi studi kasus dalam laporan kerja praktik.

4.1 Latar Belakang Masalah

Kategori Reject Crank Case Bulan Juni


2019
2.0% 1.9%

1.5%

1.0%
0.7%

0.5% 0.3%
0.2%
0.1%
0.0%
Keropos Flowline Gompal Retak Misrun

Gambar 4.1 Grafik Kategori Reject Crank Case PT. XX Bulan Juni
2019

Dari grafik pada Gambar 4.1 yang ditunjukkan diatas, dapat dilihat
bahwa keropos yang menjadi masalah utama pada produk Crank Case
PT. XX. Oleh karena itu, penulis mengangkat masalah tersebut sebagai
studi kasus pada kerja praktik yang penulis lakukan.

29
Pembagian Area Keropos Crank Case
Bulan Juni 2019

2 9 3
Pivot
19 Crank Shaft
Joint R
67
Face Milling
Face Component

Gambar 4.2 Grafik pembagian Area Keropos pada Produk Crank Case

Berdasarkan data grafik yang didapatkan, area yang sering terjadi


keropos pada produk Crank Case PT. XX yaitu pada area pivot yang
merupakan tempat penyangga komponen-komponen yang ada
didalamnya. Keropos pivot pada bulan Juni 2019 mencapai 67%, pada
area Crank Shaft mencapai 19%, pada area joint R mencapai 2%, pada
area face miling mencapai 9% dan area face component mencapai 3%.
Oleh sebab itu, penulis mengangkat “Analisis Penyebab Terjadinya
Keropos Area Pivot Pada Produk Casting Crank Case di PT. XX”
menjadi tema studi kasus ini.

Dari pihak PT. XX dilakukan inspeksi per dies untuk menganalisis


penyebab terjadinya keropos.

30
Persentase Keropos per Dies
0.35%
0.30%
0.30%

0.25%

0.20%

0.15% % Keropos
0.11%
0.09% 0.08%
0.10% 0.07%
0.05%
0.01%
0.00%
#33-0 #81-0 #82-0 #85-0 #35-0 #68-0

Gambar 4.3 Grafik Keropos Per Dies Untuk Produk Crank Case

Berdasarkan grafik diatas, terdapat keropos per dies pada Crank Case
yang diproduksi pada tanggal 1 Juli 2019 pada all shift. Target dari
kerja praktek di PT XX yang penulis laksanakan adalah dapat
mengidentifikasi penyebab keropos pada Crank Case PT XX. Diketahui
juga Crank Case adalah komponen sepeda motor yang menjadi wadah
atau rumah bagi komponen yang ada di dalamnya, seperti gigi transmisi,
penampungan oli, Crank Shaft, dan sebagainya. Sehingga, apabila
mengalami keropos maka Crank Case akan mengalami kebocoran oli
dan mengakibatkan kerusakan yang cukup serius pada motor.

4.2 Komposisi Aluminium Paduan

Bahan baku merupakan salah satu faktor penting dalam suatu proses
produksi, karena dari bahan baku tersebut itulah produk akan dibuat,
sehingga kesalahan yang berasal dari bahan baku ini tentu dapat
berakibat fatal terhadap proses produksi yang dilakukan. Bahan baku
yang dipergunakan dalam suatu proses produksi tentu tidak sama antara
satu dengan yang lainnya. Pemilihan bahan baku ini dipilih khususnya
berdasarkan pertimbangan jenis produk yang akan dibuat besarta

31
dengan proses apa yang dipergunakan dalam pembuatannya, bagaimana
kualitas yang diharapkan, dan juga termasuk pertimbangannya secara
ekonomis. Dalam proses produksi yang dilakukan di bagian HPDC PT
XX, bahan baku yang dipergunakan adalah paduan aluminium dengan
menggunakan standar PT. XX, adapun data mengenai paduan tersebut
ditunjukkan pada tabel sebagai berikut:

Tabel 4.1 Komposisi Paduan Aluminium untuk Produk Crank Case PT.
XX

INGOT Al PT. XX
Unsur Kadar (%)
Si 8,5 - 12
Cu 1,5 - 4,5
Mg 0,3 MAX
Fe 1,3 MAX
Mn 0,50 MAX
Ni 0,50 MAX
Sn 0,35 MAX
Zn 2,5 MAX
Pb 0,20 MAX

4.3 Visual Examination


Sebelum dilakukan pengujian, penulis melihat permukaan Crank Case
tanpa menggunakan alat bantu, ditemukan lubang-lubang tidak
beraturan yang berukuran kecil pada area tersebut. Kemudian penulis
melakukan test belah pada produk Crank Case untuk memperjelas area
yang mengalami keropos. Setelah itu, penulis melakukan pengujian
dengan menggunakan foto makro dan dino lite.

32
(a) (b)

Gambar 4.4 Cacat keropos pada produk Crank Case PT. XX, (a)
Bentuk keropos secara visual dari atas, (b) Bentuk keropos dari
samping etelah dilakukan test belah.
Pada kedua gambar diatas, didapatkan sebuah lubang yang berukuran
cukup besar dari atas, saat dilakukan test belah ditemukan lubang –
lubang tidak beraturan yang cukup banyak. Namun masih belum bisa
dipastikan penyebab keropos tersebut.

(a) (b)

Gambar 4.5 Keropos area Pivot dilihat menggunakan Mikroskop 2D


(a) Foto penampakan atas perbesaran 0,5X, (b) Foto penampakan atas
perbesaran 70X

Dari kedua hasil pengujian di atas di dapatkan perbesaran 0,5X – 70X


dengan menggunakan mikroskop 2D yang berupa Dynolite dan foto
makro. Didapatkan bentuk keropos yang tidak beraturan. Namun masih
belum dapat dipastikan mengapa keropos tersebut dapat terjadi.

33
Setelah itu dilakukan analisis penyebab terjadinya keropos. Keropos
dapat terjadi karena disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya
adalah shrinkage (cacat penyusutan). Hal ini dapat terjadi karena
penurunan volume molten selama proses solidifikasi.
Penyebab shrinkage yang sering terjadi yaitu karena:
1. High speed (kecepatan injeksi) terlalu lambat
2. Tekanan molten terlalu rendah
3. Temperatur dies terlalu tinggi
4. Buruknya kontrol temperatur molten

4.4 Metodologi Penelitian

Perumusan Masalah

Penentuan Tujuan

Studi Pustaka

Pengumpulan Data dan Informasi

Data Teoritis Data Aktual dan Wawancara

Analisis Data

Perancangan Percobaan

Evaluasi hasil dan Kesimpulan

34
4.5 Analisis Masalah

Part yang dianalisis adalah Crank Case XX, berdasarkan parameter


mesin peleburan (furnace) tidak ditemukan masalah, lalu dari hasil
pengujian komposisi kimia atau nama mesin uji Thermo Scientific telah
sesuai dengan standar dan disimpulkan tidak ada masalah pada
komposisi.

Dari hasil pengujian dengan dino lite, dan foto makro terlihat bahwa
part Crank Case ini terdapat cacat berbentuk lubang – lubang yang
tidak beraturan. Setelah ditelusuri, ternyata pada saat proses solidifikasi
terjadi penyusutan volume molten selama proses tersebut berlangsung.
Berdasarkan data produk reject pada bulan Juni 2019 didapatkan
keropos merupakan penyebab utama dari reject part Crank Case
tersebut, terutama pada area Pivot.

Keropos yang teridentifikasi pada area Pivot merupakan keropos akibat


penurunan volume molten pada saat proses injeksi kedalam dies
berlangsung (shrinkage). Keropos ini di identifikasi akibat temperatur
dies yang tinggi dan kecepatan injeksi yang lambat pada saat proses
injeksi berlangsung.

Pada kondisi aktual, didapatkan proses coating WFR tidak memiliki


standar yang ditentukan. Sehingga, ketika temperatur dies tinggi, hasil
coating terkikis dan mengakibatkan panas yang tidak seimbang antara
dies dengan molten. Selain itu, tidak ada standar yang diterapkan untuk
temperatur dies yang digunakan, hanya berdasarkan perkiraan. Lalu
pada mesin injeksi didapatkan kecepatan injeksi yang berada dibawah
standar yang diterapkan. Sehingga mengakibatkan lebih banyak molten
yang keluar dibandingkan molten yang masuk kedalam rongga dies.

Berikut adalah verifikasi part keropos shrinkage pada produk Crank


Case:

35
Tabel 4.2 Verifikasi part keropos area Pivot

Berdasarkan data verifikasi diatas, selanjutnya dilakukan inspeksi pada


setiap dies. Dan dilakukan perbandingan temperatur antar dies.
Berdasarkan dari hasil inspeksi tersebut, ditemukan keadaan lubang
cooling pada dies mengalami penyempitan akibat mampet, maka
diadakan perbaikan (repair) pada dies yang bermasalah. Dengan cara
pengeboran lubang cooling pada dies. Setelah itu dilakukan peninjauan
secara berkala pada dies yang sudah diperbaiki.

36
BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan dibagi menjadi dua sub bab, yakni kesimpulan dan
saran. Adapun saran dibagi lagi menjadi dua, yakni saran dari penulis
untuk PT XX untuk menghadapi masalah yang terjadi dan telah dibahas
pada bab 4, dan saran penulis terhadap laporan ini agar menjadi lebih
baik lagi.

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang di dapatkan dari hasil kerja praktik lapangan di PT.
XX ini adalah:
1. Terdapat beberapa perbedaan pada proses pengecoran antara
secara teori yang di dapatkan di perkuliahan dengan yang
dilakukan saat kerja praktik.
2. Penggunaan standar ketentuan pada proses casting.
3. Pembuatan Crank Case dengan menggunakan metode High
Pressure Die Casting (HPDC).
4. Cacat pada produk pengecoran tidak bisa di hindari. Namun,
dapat dikurangi. Salah satunya yaitu dengan cara perbaikan
pada proses pengecoran.
5. Pada produk Crank Case PT. XX , di dapatkan cacat keropos
yang menjadi masalah utama pada bulan Juni 2019.
6. Penyebab terjadinya cacat keropos akibat penyusutan salah
satunya yaitu karena temperatur dies yang tinggi. Sehingga
dilakukan perbaikan dengan cara pengeboran kedalaman lubang
cooling pada dies.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan kepada PT. XX yaitu:

37
1. Penetapan standar ketebalan coating WFR pada cavity.
2. Penetapan standar temperatur pada dies yang siap digunakan.
3. Perlu dilakukan pengukuran kedalaman lubang cooling secara
berkala pada saat maintenance dies berlangsung.

Saran agar analisis lebih baik:

1. Perlu dilakukan analisis mikroskopik dengan menggunakan


SEM untuk mengetahui penyebab lain terjadinya cacat, selain
mengetahui dari mesin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, Bustanul, dkk. 2007. Cacat Aluminium Casting dan


Pencegahannya. Depok.

2. Arifin, Bustanul, dkk. 2007. Karakteristik Aluminium Casting.


Depok.

3. Arifin, Bustanul, dkk. 2007. Pengenalan Proses Aluminium


Casting. Depok.

4. Brown,J. Modern Manufacturing Processes. Industrial Press, 1991.

5. Callister, William. J. 2010 . Material Science and Engineering : An


Introduction– Eighth Edition. New York :John Wiley and Sons Inc.

6. Eva Tillova, Maria Chulupova, Lenka Hurtalova . Evolution


of Phases in a Recycled Al-Si Cast Alloy During Solution
Treatment, University of Zilina.

38
7. Fellers, W.O., dan W.W Hunt. 1995. Manufacturing
Processes For Technology. Prentice-Hall.

8. https://www.gatonbrass.com/die-casting/ (Diakses pada tanggal


15 Juli 2019 pukul 12.30 WIB)

9. Sardjono, Koos, dkk. Perbandingan Karakteristik Mekanis


dan Komposisi Kimia Aluminium Hasil Pemanfaatan Return
Scrap. Jakarta

10. Surdia, Tata & Saito, Shinroku. 1992. Pengetahuan Bahan


Teknik. (edisi kedua). Jakarta: Pradnya Paramita.

39
LAMPIRAN

Kategori reject Crankcase bulan Juni 2019 % reject


Keropos 1,9%
Flowline 0,7%
Gompal 0,3%
Retak 0,1%
Misrun 0,2%

Lampiran 1 Tabel kategori Reject Part Crank Case bulan Juni 2019

Area Σ Sampling Keropos %


Pivot 72 67
Crank Shaft 20 19
Joint R 107 2 2
Face Miling 10 9
Face Comp. 3 3

Lampiran 2 Tabel Area Keropos Pada Crank Case

Keropos pivot
Dies % Keropos
#33-0 0,30%
#81-0 0,11%
#82-0 0,09%
#85-0 0,08%
#35-0 0,07%
#68-0 0,01%

Lampiran 3 Tabel Persentase Keropos Pada Crank Case Per Dies

40

Anda mungkin juga menyukai