Anda di halaman 1dari 172

BUKU SAKU

PROSEDUR KETRAMPILAN KEPERAWATAN

PROGRAM STUDY S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH LAMONGAN
2019
BAB I
PROSEDUR KETRAMPILAN DASAR

1.1 Prosedue Safety


1.1.1 Cuci Tangan
1. Pengertian
Mencuci tangan adalah proses yang secara mekanisme merupakan
melepaskan kotoran dari kulit tangan dengan menggunakan sabun biasa dan
air.
2. Tujuan
Mencuci tangan merupakan satu tehnik yang paling mendasar untuk
menghindari masuknya kuman dalam tubuh.
Dimana tindakan ini dilakukan dengan tujuan :
1) Supaya tangan bersih.
2) Membebaskan tangan dari kuman dan mikroorganisme.
3) Menghindari masuknya kuman dalam tubuh.
3. Waktu yang tepat untuk mencuci tangan
Sebelum dan sesudah melakukan pemeriksaan.
4. Langkah langkah dalam mencuci tangan
1) Gulung lengan baju sampai atas pergelangan tangan, lepaskan cincin,jam
tangan,dan perhiasan lain.
2) Basahi tangan sampai sepertiga lengan dibawah air mengalir.
3) Ambil sabun cair kira kira 5ml, letakkan pada tangan yang telah dibasahi
4) Gosok bagian tangan, telapak tangan dengan tangan satunya lalu
masukkan jari jari tangan kanan ke sela sela jari-jari tangan kiri.
5) Pindahkan telapak tangan kanan ke punggung tangan kiri, gosokkan
tanpa saling melepaskan. Lalu masukkan jari-jari tangan kanan ke sela-
sela tangan kiri, lakukan pada tangan yang sama.
6) Lakukan penggosokan kuku-kuku.
7) Bersihkan jempol tangan kanan dengan menggenggamnya dengan tangan
kiri lalu diputar-putar.

1
8) Kadang perlu menggosok garis telapak tangan.
9) Bersihkan dengan air mengalir lalu keringkan.

1.1.2 Memakai Sarung Tangan


1. Pengertian
Handscoon ini adalah sarung tangan yang biasa di pakai oleh tenaga
medis agar terhindar dari droplet pasien.
Bertujuan untuk mencegah infeksi yang disebabkan oleh pasien ke tenaga
medis maupun sebaliknya.
Tindakan ini sangat diperlukan karena penggunaan sarung tangan adalah
salah satu cara untuk mengurangi resiko tranmisi patogen yang dapat
ditularkan melalui darah dengan menggunakan sarung tangan akan
melindungi pemakai sarung tangan dari resiko tersebut.
Dalam metode penggunaan sarung tangan terdapat 2 cara yaitu steril dan
tidak steril. Sarung tangan steril di pakai bila prosedur steril misal, mengganti
balutan dan memasang kateter. Sedangkan sarung tangan tidak steril di
gunakan apabila prosedur tidak steril.
2. Tujuan
a. Mencegah terjadinya infeksi silang.
b. Mencegah terjadinya penularan penyakit.
3. Alat dan bahan
1) Handscoon/sarung tangan steril maupun tidak steril sesuai ukuran.
2) Tromol tempat handscoon.
3) Korentang dan tempatnya.
4) Larutan klorin 0,5
5) Bedak atau talk
4. Prosedur pelaksanaan
1) Ambil handscoon yang masih dalam kemasan, buka kemasan yang
bagian kemasannya saja dan letakkan di tempat yang datar dan bersih.
2) Lakukan cuci tangan dengan menggunakan 7 langkah.

2
3) Mengidentifikasi handscoon dengan mengeluarkan handscoon dari
kemasannya.Tempatkan pada tempat yang datar dan bersih. Buka
kemasannya sentuh bagian kemasaannya yang bagian luar dan bagian
dalam dilarang disetuh. pastikan handscoon untuk tangan kiri berada di
kiri, untuk tangan kanan berada di tangan kanan.
4) Memakai handscoon untuk tangan yang lebih dominan terlebih dahulu
pada orang yang bukan kidal tangan dominannya adalah tangan kanan.
5) Setelah nomer 4 selesai pakai yang tangan kiri sekarang, untuk
megangnya tangan yang kanan sudah memakai sarung tangan.
Ada dua cara megang sarung tangan yang belum dipakai dengan sarung
tangan yang sudah dipakai.
1. Pakai 3 jari untuk menyentuh bagaian dalam manset,tekan sedikit jari
keligkingnya pakai jempol tangan.
2. Pakai 4 jari dengan syarat jempolnya diarahkan ke arah luar .
Cara ini dilakukan agar tangan yang sudah memakai sarung tangan medis
tidak menyentuh bagian sarung tangan luar agar tetap steril.

1.1.3 Memakai Masker


1. Pengertian
Penggunaan masker merupakan tindakan pengamanan dengan menutup
hidung,mulut dengan dengan mengunakan alat masker, penggunaan masker
ini dilakukan untuk mengurangi transmisidroplet udara mikroorganisme pada
saat melakukan perawatan isolasi, melaksanakan tindakan steril dilingkungan
yang steril.Penggunaan masker ini dapat dilakukan di ruang operasi atau
lingkungan steril dan ruang keperawatan isolasi pernafasan.tindakan ini
dilakukan oleh semua tenaga kesehatan
2. Tujuan
Mencegah atau mengurangi transmisi droplet udara mikroorganisme saat
merawat pasien.
3. Alat dan bahan
Masker.

3
4. Prosedur kerja
 Tentukan tepi atas dan bawah masker
 Pegang kedua tali masker
 Ikat kedua tali pada kepala dan bagian bawah ikat pada dagu

1.1.4 Penutup Kepala dan Scout


1. Tutup kepala/kap
Dipakai untuk menutup rambut dan kepala agar guguran kulit dan rambut
tidak masuk dalam luka sewaktu pembedahan. Kap harus dapat menutup
semua rambut.
2. Tujuan
Untuk mencegah bakteri atau kuman keluar atau terkena pada pasien
3. Tata cara
Simpan dan gunakan dengan baik kembalikan dalam keadaan steril dan
mengambil secara steril dan mencuci tangan sebelum mengambil.
4. Gaun / Scout
Gaun pakai perawat untuk melindungi diri dari bakteri/mencegah
menularnya bakteri. Gaun ada 2 jenis yaitu;
Gaun penutup, dipakai untuk menutupi baju rumah. Gaun ini dipakai
untuk melindungi pakaian petugas pelayanan kesehatan.
Gaun bedah, petama kali digunakan untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang terdapat di abdomen dan lengan dari staf perawatan
kesehatan sewaktu pembedahan.

4
1.2 Pemeriksaan Tnda-Tanda Vital
1.2.1 Mengukur Suhu Tubuh
1. Mengukur Suhu Tubuh Rectal
1) Pengertian
Mengukur suhu tubuh dengan menggunakan thermometer yang
ditempatkan di rectum.
2) Tujuan
Mengetahui suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan
keperawatan dan membantu menentukan diagnosa keperawatan.
3) Prosedur pelaksanaan
 Persiapan Alat
Baki yang berisi :
(1) Thermometer air raksa/ thermometer digital siap pakai.
(2) Bengkok.
(3) Vaselin/pelumas larut air.
(4) Larutan sabun, desinfektan dan air bersih pada tempat masing-
masing.
(5) Kertas tissue dalam tempatnya.
(6) Sarung tangan (handscoon).
(7) Buku catatan dan alat tulis.
 Persiapan Klien dan Lingkungan
(1) Posisikan klien pada posisi yang nyaman dan aman.
(2) Ciptakan suasana yang tenang.
(3) Tutup pintu atau sketsel untuk menjaga privasi klien.
 Persiapan Perawat
(1) Perawat mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan.
(2) Perawat memberitahu tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
 Pelaksanaan
(1) Bawa alat ke dekat pasien (usahakan di sebelah kanan klien)
(2) Buka pakaian yang menutupi bokong/pantat klien.

5
4) Atur posisi klien :
a. Dewasa : SIMS atau miring dan kaki sebelah atas di tekuk ke arah
perut.
b. Bayi/anak : tengkurap atau terlentang.
5) Melumasi ujung thermometer dengan vaselin sekitar 2,5 – 3,5 cm untuk
dewasa dan 1,5 - 2,5 cm untuk bayi/anak.
6) Membuka anus dengan menaikkan bokong ke atas dengan tangan kiri
(untuk bayi/anak), renggangkan kedua bokong dan tangan non dominan
untuk dewasa.
7) Anjurkan klien menarik nafas panjang/dalam dan masukkan thermometer
secara perlahan ke dalam anus sekitar 3,5 untuk dewasa dan 1,2 – 2,5 cm
untuk bayi/anak.
8) Pegang thermometer di tempatnya selama 2-3 menit (orang dewasa) dan
5 menit untuk anak/bayi.
9) Keluarkan thermometer dengan hati hati.
10) Bersihkan thermometer menggunakan tissue dengan gerakan memutar
dari atas ke arah reservoir kemudian tissue ke dalam bengkok.
11) Baca tingkat air raksa atau digitnya.
12) Lap area anal untuk membersihkan pelumas atau feses dan rapikan klien.
13) Bersihkan thermometer air raksa (dengan memperhatikan cara
membersihkan thermometer air raksa).
14) Turunkan tingkat air raksa/kembalikan thermometer digital ke skala
awal.
15) Kembalikan thermometer pada tempatnya
16) Dokumentasikan hasil dalam catatan perawat.

2. Mengukur Suhu Tubuh Axila


1) Pengertian
Mengukur suhu tubuh dengan menggunakan thermometer yang
ditempatkan di mulut.

6
2) Tujuan
Mengetahui suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan
keperawatan dan membantu menentukan diagnosa keperawatan.
3) Prosedur Pelaksanaan
 Persiapan Alat
Baki yang berisi :
(1) Termometer air raksa/ thermometer elektrik dalam tempatnya.
(2) Bengkok.
(3) Larutan sabun, desinfektan dan air bersih pada tempat masing-
masing.
(4) Kertas tissue dalam tempatnya.
(5) Sarung tangan (handscoon).
(6) Buku catatan dan alat tulis.
 Persiapan Klien dan Lingkungan
(1) Posisikan klien pada posisi yang nyaman dan aman (semi fowler).
(2) Ciptakan suasana yang tenang.
(3) Tutup pintu atau sketsel untuk menjaga privasi klien.
 Persiapan Perawat
(1) Perawat mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan.
(2) Perawat memberitahu tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
 Pelaksanaan
(1) Bawa alat ke dekat klien (usahakan di sebelah kanan klien).
(2) Anjurkan klien untuk membuka mulut.
(3) Tempatkan termometer di bawah lidah klien dalam kantung sub
lingual lateral ke tengah rahang bawah.
(4) Minta klien untuk menahan thermometer dengan bibir terkatup
dan hindari penggigitan jika klien tidak mampu menahan
thermometer dalam mulut, pegangi thermometer.
(5) Biarkan thermometer berada dalam mulut klien :
a. Thermometer air raksa 2-3 menit

7
b. Thermometer digital sampai sinyal terdengar dan petunjuk
digit dapat terbaca
(6) Minta klien untuk membuka mulutnya dan keluarkan
thermometer dengan hati hati.
(7) Bersihkan thermometer menggunakan tissue dengan gerakan
memutar dari atas ke arah reservior kemudian buang tissue ke
dalam bengkok.
(8) Baca tingkat air raksa atau digitnya.
(9) Bersihkan thermometer air raksa (dengan memperhatikan cara
membersihkan thermometer air raksa).
(10) Turunkan tingkat air raksa/kembalikan thermometer digital ke
skala awal.
(11) Kembalikan thermometer pada tempatnya.
(12) Dokumentasikan hasil dalam catatan perawat.
 Perhatian
(1) Untuk pengukuran suhu oral, tunggu 20-30 menit setelah klien
menelan makanan/cairan, panas/dingin, setelah merokok atau
sehabis kegiatan yang melelahkan.
(2) Untuk mencegah bahaya yang mungkin terjadi, pengukuran di
mulut tidak boleh dilakukan pada klien bayi/anak, klien tidak
sadar/gelisah.
(3) Sewaktu menurunkan air raksa, hendaknya thermometer dalam
keadaan kering dan hindarkan menyentuh sesuatu agar tidak
pecah.
(4) Pembacaan skala thermometer harus sejajar dengan mata, putar
thermometer sehingga kolom air raksa jelas terlihat, hal ini untuk
menghindari hasil pembacaan yang salah
3. Mengukur Suhu Tubuh Oral
1) Pengertian
Mengukur suhu tubuh dengan menggunakan thermometer yang
ditempatkan di ketiak atau aksila.

8
2) Tujuan
Mengetahui suhu tubuh klien untuk menentukan tindakan
keperawatan dan membantu menentukan diagnosa keperawatan.
3) Prosedur Pelaksanaan
 Persiapan Alat
Baki yang berisi :
(1) Thermometer air raksa/thermometer digital siap pakai.
(2) Bengkok.
(3) Larutan sabun, desinfektan dan air bersih pada tempat masing-
masing.
(4) Kertas tissue dalam tempatnya.
(5) Sarung tangan (handscoon).
(6) Buku catatan dan alat tulis.
 Persiapan Klien dan Lingkungan
(1) Posisikan klien pada posisi yang nyaman dan aman.
(2) Ciptakan suasana yang tenang.
(3) Tutup pintu atau sketsel untuk menjaga privasi klien.
 Persiapan Perawat
(1) Perawat mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan.
(2) Perawat memberitahu tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
 Pelaksanaan
(1) Bawa alat ke dekat klien (usahakan di sebelah kanan klien).
(2) Bantu klien duduk atau posisi berbaring terlentang, buka pakaian
pada lengan klien (jika klien tidak mampu membuka), jika klien
mampu membuka sendiri anjurkan klien membuka sendiri.
(3) Memasukkan thermometer ke tengah ketiak, turunkan lengan, dan
silangkan lengan bawah klien ke dada.
(4) Pertahankan thermometer :
a. Air raksa : 5-10 menit.
b. Digital : sampai sinyal terdengar atau petunjuk digit terbaca.

9
(5) Ambil thermometer dan bersihkan thermometer menggunakan
tissue dengan gerakan memutar dari atas ke arah reservoir
kemudian buang tissue ke dalam bengkok.
(6) Baca tingkat air raksa atau digitnya.
(7) Bantu klien merapikan pakaiannya.
(8) Bersihkan thermometer air raksa (dengan memperhatikan cara
membersihkan thermometer air raksa)
(9) Turunkan tingkat air raksa/ kembalikan thermometer digital ke
skala awal.
(10) Kembalikan thermometer pada tempatnya.
(11) Dokumentasikan hasil dalam catatan perawat.

1.2.2 Mengukur Tekanan Darah


1. Pengertian
Melakukan pengukuran tekanan darah (hasil dari curah jantung dan
tekanan pembuluh perifer) dengan menggunakan spigmomanometer.
2. Tujuan
Mengetahui keadaan hemodinamik klien dan keadaan kesehatan klien
secara menyeluruh.
3. Indikasi
1) Setiap klien yang baru dirawat
2) Setian klien yang dirawat di rumah sakit
3) Klien sesuai kebutuhan
4. Prosedur pelaksanaan
 Persiapan Alat
Baki yang berisi :
1) Stetoskop.
2) Sfigmomanometer air raksa atau aneroid dengan balon udara serta
manset.
3) Buku catatan dan alat tulis.

10
 Persiapan Klien dan Lingkungan
1) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman dan aman.
2) Ciptakan suasana yang tenang.
3) Tutup pintu atau sketsel untuk menjaga privasi pasien.
 Persiapan Perawat
1) Perawat mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan.
2) Perawat memberitahu tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
 Pelaksanaan
1) Bawa lat ke dekat klien (usahakan disebelah kanan klien).
2) Atur posisi klien, duduk atau berbaring dengan nyaman, lengan
disokong setinggi jantung, dan telapak tangan menghadap ke atas.
3) Gulung pakaian yang menutupi lengan atas.
4) Buka sfigmomanometer dan posisikan dalam ON jika memakai
raksa.
5) Pastikan manometer terletak sejajar/setinggi titik pandang mata
perawat dan posisi perawat tidak lebih dari satu meter.
6) Palpasi arteri brakhialis dan tempatkan manset 2,5 cm (3jari) diatas
denyut nadi yang teraba (fossa antecubiti).
7) Pusatkan anak panah yang tertera pada manset tepat ke arteri
brakhialis dan lingkarkan manset pada lengan atas secara rapi dan
tidak ketat/longgar.
8) Tempatkan bagian earpieces stetoskop pada telinga perawat,
sedangkan bagian diafragma (chestpeces) pada arteri brakhialis yang
teraba.
9) Tutup skrup sfigmomanometer (searah putaran jarum jam) sampai
kencang.
10) Anjurkan klien untuk rileks dan tenang selama pemeriksaan.
11) Pompa balon sampai tekanan 30 mmHg di atas suara korotkoff
terakhir.

11
12) Buka skrup secara perlahan sehingga memungkinkan air raksa turun
rata rata 2-3 mmHg per detik.
13) Perhatikan skala manometer saat bunyi pertama jelas terdengar
(bunyi sistolik)
14) Lanjutkan membuka katup secara bertahap dan perhatikan skala
hilangnya bunyi (bunyi diastolik)
15) Kempiskan manset dengan cepat dan total.
16) Jika menginginkan mengulang prosedur, tunggu sampai 30 detik.
17) Buka manset dan lipat serta simpan kembali dengan baik.
18) Kembalikan sfigmomanometer pada posisi OFF.
19) Kembalikan gulungan pakaian pada lengan atas klien dan bantu klien
untuk kembali pada posisi yang nyaman/ diinginkan.
20) Informasikan hasil pada klien.
21) Kembalikan peralatan pada tempat semula.
22) Dokumentasikan hasil tindakan pada buku catatan keperawatan.
 Perhatikan
1) Hindari pengukuran pada ekstermitas yang terpasang infuse, pirau
intravena,adanya paralisis/paresis, tertutup gips.
2) Anjurkan klien untuk tidak melakukan latihan dan merokok selama
30 menit sebelum pengukuran.

1.2.3 Mengukur Pernafasan (RR)


1. Pengertian
Menghitung jumlah pernafasan (inspirasi yang diikuti ekspirasi) dalam
satu menit
2. Tujuan
1) Mengetahui jumlah dan sifat pernafasan dalam satu menit.
2) Mengetahui keadaan umum klien.
3) Membantu menegakkan diagnosis.
4) Mengikuti perkembangan penyakit.

12
3. Indikasi
1) Setiap klien yang baru dirawat.
2) Secara rutin pada klien yang dirawat di rumah sakit.
3) Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien.

4. Prosedur pelaksanaan
 Persiapan Alat
1) Arloji dengan jarum detik atau layar digital atau polsteller.
2) Buku catatan dan alat tulis.
 Persiapan Klien dan Lingkungan
1) Posisikan klien pada posisi yang nyaman dan aman.
2) Ciptakan suasana yang tenang.
3) Tutup pintu atau sketsel untuk menjaga privasi pasien.
 Persiapan Perawat
1) Perawat mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan.
2) Perawat memberitahu tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
 Pelaksanaan
1) Letakkan tangan klien pada posisi rileks menyilang abdomen atau
dada bagian bawahnya, atau tempatkan tangan pemeriksaan
langsung pada abdomen atas klien.
2) Observasi siklus pernafasan lengkap (satu inspirasi dan sekali
ekspirasi)klien.
3) Setelah siklus terobservasi, lihat pada jarum jam tangan dan hitung
frekuensinya.
4) Jika irama teratur , hitung jumlah pernafasan selama 30 detik dan
hasilnya dikalikan dua. Jika irama tidak teratur, hitung satu menit
penuh.
5) Saat menghitun, kaji kedalaman pernafasan.
6) Bantu klien kembali ke posisi yang nyaman.Dokumentasikan hasil
tindakan pada buku catatan keperawatan

13
1.2.4 Mengukur Nadi
1. Pengertian
Menghitung frekuensi denyut nadi (loncatan aliran darah yang dapat
teraba pada berbagai titik tubuh) melalui perabaan/ palpasi pada nadi.
2. Tujuan
1) Mengetahui jumlah denyut nadi dalam satu menit.
2) Mengetahui keadaan umum klien.
3) Mengetahui integritas system kardiovaskular.
4) Mengikuti perjalanan penyakit.
3. Indikasi
1) Setiap klien yang baru dirawat .
2) Secara rutin pada klien yang dirawat di rumah sakit.
3) Sewaktu-waktu sesuai kebutuhan klien.
4. Prosedur Pelaksanaan
 Persiapan Alat
1) Arloji dengan jarum detik atau layar digital atau polsteller.
2) Buku catatan dan alat tulis.
 Persiapan Klien dan Lingkungan
1) Posisikan klien pada posisi yang nyaman dan aman.
2) Ciptakan suasana yang tenang.
3) Tutup pintu atau sketsel untuk menjaga privasi pasien.
 Persiapan Perawat
1) Perawat mencuci tangan sebelum dan setelah tindakan.
2) Perawat memberitahu tujuan dan prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
 Pelaksanaan
1) Bantu klien pada posisi terlentang atau duduk :
a. Jika duduk, tekuk sikunya 90% dan sangga lengan bawahnya
diatas kursi atau tangan pemeriksa, julurkan pergelangan tangan
dengan telapak tangan ke bawah.

14
b. Jika terlentang, letakkan tangannya menyilang di dada
bawahnya dengan pergelangan terbuka dan telapak tangan ke
bawah.
2) Tempatkan 2 atau 3 jari pemeriksa diatas lekukan radial searah ibu
jari, sisi dalam pergelangan tangan klien.
3) Berikan tekanan ringan di atas radius, abaikan denyutan awal
kemudian rilekskan tekanan sehingga denyutan menjadi mudah di
palpasi.
4) Saat denyutan gteratur, mulai menghitung frekuensi denyut dengan
menggunakan jam tangan.
5) Jika denyut teratur, hitung selama 30 detik dan hasilnya dikalikan
dua. Jika denyut nadi tidak teratur dan pada klien yang baru pertama
kali dilakukan pemeriksaan, hitung nadi selama satu menit penuh.
6) Kaji kekuatan, irama, dan kesetaraan denyut.
7) Bantu klien kembali ke posisi yang nyaman.
8) Dokumentasikan hasil tindakan pada buku catatan keperawatan

1.3 Personal Hygiene


1.3.1 Memandikan Pasien
1. Pengertian
Memandikan pasien adalah kegiatan untuk membersihkan tubuh pasien dari
segala kotoran yang melekat pada kulit baik yang berasal dari luar maupun
dari dalam tubuh pasien.
2. Tujuan
1) Memberikan rasa segar dan nyaman.
2) Tercapainya kinerja efektif dan efisien dalam memandikan pasien.
3) Menghilangkan segala kotoran yang melekat pada tubuh, menghilangkan
bau badan dan mencegah infeksi kulit.
Kebijakan
Klinik Utama Dharma Sidhi mengatur tata cara melakukan tindakankegawat
daruratan dengan kegiatan lebih terfokus pada :

15
1) Memandikan dilakukan pada pasien yang memerlukan perawatan
maksimal ditempat tidur.
2) Kegiatan ini dilakukan pada pasien yang intoleransi aktifitas untuk
pengobatan.
3) Prosedur kerja
Pra Interaksi
1) Cek dokumentasi pada catatan keperawatan rekam medis pasien.
2) Siapkan peralatan:
a. Baskom 2 bh
b. Washlap 2 bh
c. Peralatan mandi (sabun, talk)
d. Handuk 1 bh
e. Trolley alat
f. Air hangat secukupnya
g. Urinal / pispot 1 bh
h. Alat tenun secukupnya
i. Tempat sampah
j. Bengkok 1 bh
k. Sikat gigi 1 bh dan pasta gigi secukupnya
l. Shampoo kalau perlu
m. Handschoen sepasang
n. Pampers kalau perlu
3. Orientasi
1) Memberikan salam.
2) Kenalkan diri.
3) Klarifikasi nama pasien.
4) Panggil pasien dengan namanya.
4. Kerja
1) Jelaskan pada pasien mengenai tindakan yang akan dilakukan.
2) Pintu, jendela atau gorden ditutup unutk menjaga privasi dan
kenyamanan pasien.

16
3) Perawat mencuci tangan sebelum melakukantindakan (sesuai dengan
prosedur tindakan cuci tangan 6 benar).
4) Memakai handscoen.
5) Pasien ditanya apakah ingin berkemih atau BAB dahulu sebelum mandi
bila tidak, lanjutkan tahap berikutnya.
6) Selimut dan bantal dipindahkan dari tempat tidur. Bilamasih dibutuhkan
bantal digunakan seperlunya.
7) Pakaian bagian atas dibuka kemudian ditutup denganHanduk
8) Membersihkan muka dengan cara; muka, telinga dan leher dibersihkan
dengan washlap lembab, bila perlu pakai sabun.
9) Bilas sampai bersih lalu dikeringkan dengan handuk.
10) Mencuci lengan dengan cara; kedua tangan pasien dikeataskan.
11) Letakkan handuk diatas dada pasien dan lebarkan kesamping kiri dan
kekanan sehingga kedua tangan dapat diletakkan diatas handuk.
12) Kedua tangan pasien dibasahi dan disabuni dimulaidari tangan yang jauh
dari perawat, kemudian yang lebihdekat lalu dibilas sampai bersih.
13) Keringkan dengan handuk.
14) Mencuci dada dan perut dengan cara; pakaian pasien bagian bawah
dibuka dan handuk diturunkan sampai perut bagian bawah.
15) Kedua tangan pasien dikeataskan handuk diangkat dan dibentangkan
pada sisi pasien.
16) Ketiak, dada dan perut dibasahi, disabuni, dibilas sampai bersih dan
dikeringkan dengan handuk kalau perlu pakai bedak, selanjutnya ditutup
dengan kain penutup.
17) Mencuci punggung dengan cara; pasien dimiringkanke kiri atau kekanan.
18) Handuk dibentangkan dari punggung sampai bokong.
19) Punggung sampai bokong dibasahi, disabuni, dibilas selanjutnya
dikeringkan dengan handuk
20) Pasien diterlentangkan, pakaian bagian atas dikenakan dengan rapi.
21) Mencuci kaki dengan cara; kaki pasien yang terjauh dari perawat
dikeluarkan dari bawah kain penutup atau handuk.

17
22) Handuk dibentangkan dibawahnya dan lutut ditekuk.
23) Kaki disabuni, dibilas dan dikeringkan demikian juga kaki yang satunya
lagi.
24) Mencuci daerah lipatan paha dan daerah genitalia dengan cara; handuk
dibentangkan dibawah bokong dan pakaian dalam dibuka.
25) Daerah lipatan paha dan genitalia dibasahi, disabuni ,dibilas dan
dikeringkan.
26) Bila pasien memakai cateter, maka perawatan terlebih dahulu (sesuai
protap perawatan cateter).
27) Pakaian bagian bawah dikenakan kembali, kain penutup dan handuk
diangkat, selimut dipasangkan kembali.
28) Pakaian dan alat tenun yang kotor serta peralatan dibereskan dan dibawa
ke tempatnya.
29) Observasi respon pasien dan kelainan pada tubuhnya.
30) Hindari tindakan yang menimbulkan rasa malu pada pasien dan tetap
menjaga kesopanan.
5. Terminasi
1) Jelaskan pada pasien bahwa kegiatan telah selesaidilakukan.
2) Tanyakan perasaan atau keluhan yang dirasakan pasien.
3) Sepakati kontrak kegiatan selanjutnya.
4) Akhiri kegiatan dengan memberi salam penutup.
Post interaksi
1) Bereskan alat.
2) Buang sampah sesuai katagori medis dan non medis.
3) Lepaskan sarung tangan.
4) Cuci tangan setelah melakukan kegiatan (sesuai prosedur tindakan cuci
tangan 6 benar).
5) Lakukan pendokumentasian pada catatan Perkembangan tindakan dan
evaluasi.

18
1.3.2 Mencuci Rambut Pasien
1. Pengertian
Mencuci rambut adalah menghilangkan kotoran rambut dan kulit kepala
dengan menggunakan sampo.
2. Indikasi
1) Pasien yang rambutnya kotor dan keadaan umumnya mengizinkan.
2) Bagi pasien yang berkutu dan sebelum dicuci harus diobati dan di pasang
kap kutu lebih dulu.
3) Pasien yang akan menjalani operasi besar (Bila keadaan umum
mengizinkan).
3. Kontraindikasi
1) Apabila teridentifikasi lesi actual ketidak normalan ada kulit kepala
2) Intregritas kulit kepala berhubungan dengan gangguan parasit
4. Pelaksanaan
Alat dan bahan
1) Pengalas
2) Sisir biasa
3) Tisu dan tempatnya
4) Bengkok berisi larutan lisol 2-3%
5) Kantong plastic
6) Karet pengikat (jikaperlu)
7) Minya krambut (jikaperlu)
8) Peniti (jikaperlu)
9) Talang karet (perlak dan handuk yang dibuat sebagai talang)
10) Handuk 1 buah
11) Sampo
12) Kom kecil 1 buah
13) Kain kasa dan kapas bulat dalam tempatnya
14) Gayung air
15) Baskom berisi air hangat (±400 C)
16) Ember kosong
17) Kain pel.

19
5. Cara kerja
1) Identifikasi kebutuhan pasien
2) Identifikasikan tingkat kemandirian pasien terkait kemampuan mencuci
rambut
3) Lakukan kontrak dengan pasien (waktu, tempat dan tindakan)
4) Informasikan tujuan dilakukannya tindakan
5) Siapkan alat-alat dan susun di troli
6) Bawa alat-alat ke dekat pasien
7) Angkat bantal, lalu pasang pengalas dan handuk di bawah kepala pasien
8) Pasang ujung rambut di atas bahu pasien
9) Atur posisi kepala pasien agar berada di pinggir tempat tidur
10) Pasang talang di bawah kepala pasien dengan ujung talang dimasukkan
ke dalam ember kosong, alasi ember dengan kain pel
11) Sisir rambut pasien
12) Tutup lubang telinga dengan kasa dan jika perlu tutup juga mata pasien
13) Basahi rambut mula dari pangkal sampai ke ujung rambut.
14) Oleskan sampo ke seluruh permukaan kulit kepala dan batang rambut
kemudian usap sambai berbusa
15) Bilas rambut sampai bersih
16) Angkat penutup telinga dan mata
17) Angkat talang masukkan karet ke dalam ember dan angkat handuk
18) Keringkan rambut dengan handuk, jika perlu dibungkus
19) Sisir rambut
20) Atur kembali posisi pasien (jika pasien pada posisi tidur, alasi bantal
dengan handuk)
21) Rapikan kembali alat-alat
22) Cuci tangan
23) Observasi keadaan pasien
24) Catat tindakan yang dilakukan dan hasilnya

20
1.3.3 Oral Hygiene
1. Pengertian
Pasien immobilisasi terlalu lemah untuk melakukan perawatan mulut,
sebagai akibatnya mulut menjadi terlalu kering atau teriritasi dan
menimbulkanbau tidak enak.Masalah ini dapat meningkat akibat penyakit
atau medikasi yangdigunakan pasien.Perawatan mulut harus dilakukan setiap
hari dan bergantung terhadap keadaan mulut pasien.Gigi dan mulut
merupakan bagian penting yang harus dipertahankan kebersihannya sebab
melalui organ ini berbagai kuman dapat masuk.
Hygiene mulut membantu mempertahankan status kesehatan mulut,
gigi, gusi, danbibir, menggosok membersihkan gigi dari partikel – partikel
makanan, plak, bakteri,memasase gusi, dan mengurangi ketidaknyamanan
yang dihasilkan dari bau dan rasayang tidak nyaman.Beberapa penyakit yang
mungkin muncul akibat perawatan gigi dan mulutyang buruk adalah karies,
gingivitis (radang gusi), dan sariawan.
Hygiene mulut yangbaik memberikan rasa sehat dan selanjutnya
menstimulasi nafsu makan.
2. Tujuan perawatan hygiene
Mulut pasien adalah pasien akan memiliki mukosa mulut utuhyang
terhidrasi baik serta untuk mencegah penyebaran penyakit yang
ditularkanmelalui mulut (misalnya tifus, hepatitis), mencegah penyakit mulut
dan gigi, meningkatkan daya tahan tubuh, mencapai rasa nyaman, memahami
praktik hygiene mulut dan mampu melakukan sendiri perawatan hygiene
mulut dengan benar
3. Perawatan gigi
Menggosok gigi adalah cara yang umum dianjurkan untuk
membersihkan deposit lunak pada permukaan gigi dan gusi.
4. Alat dan bahan
1) Handuk dan kain pengalas
2) Gelas kumur berisi:
a. Air masak/NaCl

21
b. Obat kumur
c. Borax gliserin
3) Spatel lidah yang telah dibungkus dengan kain kasa
4) Kapas lidi
5) Bengkok
6) Kain kasa
7) Pinset atau arteri klem
8) Sikat gigi dan pasta gigi
5. Prosedur Kerja
1) Untuk pasien tidak sadar
(1) Jelaskan prosedur pada klien/keluarga klien
(2) Cuci tangan
(3) Atur posisi dengan posisi tidur miring kanan/kiri
(4) Pasang handuk dibawah dagu/pipi klien
(5) Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan
air hangat/masak
(6) Gunakan tong spatel (sudip lidah) untuk membuka mulut pada saat
membersihkan gigi/muluT
(7) Lakukan pembersihan dimulai dari diding rogga mulut, gusi, gigi,
dan lidah
(8) Keringkan dengan kasa steril yang kering
(9) seeleh bersih, oleskan dengan Borax gliseriN
(10) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
2) Untuk pasien sadar, tetapi tidak mampu melakukan sendiri
(1) Jelaskan prosedur pada klien
(2) Cuci tangan
(3) Atur posisi dengan duduk
(4) Pasang handuk dibawah dagu
(5) Ambil pinset dan bungkus dengan kain kasa yang dibasahi dengan
air hangat/masak

22
(6) Kemudian bersihkan pada daerah mulut mulai rongga mulut, gisi,
gigi dan lidah, lalu bilas dengan larutan NaCl.
(7) Setelah bersih oleskan dengan borax gliserin
(8) Untuk perawatan gigi lakukan penyikatan dengan gerakan naik
turun
(9) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

1.3.4 Vulva Hygiene


1. Pengertian
Memberikan tindakan pada vulva untuk menjaga kebersihannya.
2. Tujuan
1) Untuk mencegah terjadinya infeksi di daerah vulva, perineum maupun
uterus
2) Untuk penyembuhan luka perineum/jahitan pada perineum
3) Untuk kebersihan perineum dan vulva
4) Memberikan rasa nyaman pasien
3. Peralatan
1) Kapas savlon
2) Handuk Besar: 2 buah
3) botol cebok
4) Pispot
5) Bengkok
6) Salep / Betadine
4. Prosedur pelaksanaan
Tahap Pra Interaksi
1) Melakukan verifikasi program pengobatan klien
2) Mencuci tangan
3) Menyiapkan alat
Tahap Orientasi
1) Memberikan salam kepada pasien dan sapa nama pasien
2) Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga

23
3) Menanyakan persetujuan dan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
Tahap Kerja
1) Memasang sampiran/menjaga privacy
2) Memasang selimut mandi
3) Mengatur posisi pasien dorsal recumbent
4) Memasang alas dan perlak dibawah pantat
5) Pakaian dalam dilepas bersamaan dengan pemasangan pispot
6) Pasien disuruh BAK/BAB
7) Perawat memakai sarung tangan kiri
8) Mengguyur vulva dengan air matang
9) Pispot diambil
10) Mendekatkan bengkok ke dekat pasien
11) Memakai sarung tangan kanan, kemudian mengambil kapas basah.
Membuka vulva dengan ibu jari dan jari telunjuk kiri
12) Membersihkan vulva mulai dari labia mayora kiri, labia mayora kanan,
labia minora kiri, labia minora kanan, vestibulum, perineum. Arah dari
atas ke bawah dengan kapas basah (1 kapas, 1 kali usap)
13) Perhatikan keadaan perineum. Bila ada jahitan, perhatikan apakah lepas/
longgar, bengkak/iritasi. Membersihkan luka jahitan dengan kapas basah
14) Menutup luka dengan kassa yang telah diolesi salep/betadine
15) Memasang celana dalam dan pembalut
16) Mengambil alas, perlak dan bengkok
17) Merapikan pasien, mengambil selimut mandi dan memakaikan selimut
pasien
Tahap Terminasi
1) Mengevaluasi hasil tindakan yang baru dilakukan
2) Berpamitan dengan pasien
3) Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4) Mencuci tangan
5) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

24
1.3.5 Verbed Tanpa Pasien
1. Pengertian
Verbed merupakan istilah dalam dunia medis yaitu tempat tidur pasien
yang ada dirumah sakit yang terdiri dari laken, steek laken, over laken,
selimut, bantal,dll
Verbed terbagi menjadi dua:
a. Verbed tertutup
Yaitu tempat tidur pasien yang sudah rapi dan bersih yang terdiri
dari laken, steek laken, perlak, selimut, dan bantal yang sudah di tata
sedemikian rupa lalu kemudian ditutup dengan overlaken pada seluruh
bagian sehingga tempat tidur yang tidak dipakai dalam waktu yang lama
masih bersih dan rapi terhindar dari debu yang kotor.
b. Verbed Terbuka
Yaitu tempat tidur pasien yang terdiri dari bed, laken, steeklaken,
perlak, selimut, bantal dll. Yang telah ditata dengan rapi tanpa ditutup
dengan over laken, sehingga sudah dapat atau langsung bisa digunakan
oleh pasien.

1.3.6 Verbed dengan Pasien


1. Pengertian
Merupakan suatu tindakan menggantikakn alat tenun yang kotor dengan
yang bersih pada tempat tidur pasien dengan pasien di atasnya.
2. Tujuan
1) Untuk menciptakan lingkungan yang bersih, tenang dan nyaman.
2) Untuk menghilangkan hal yang dapat mengiritasi kulit dengan
menciptakan alat tidur dan selimut yang bebas dari kotoran atau lipatan.
3) Untuk meningkatakn gambaran diri dan harga diri klien dengan
menciptkan alat tidur ynag bersih, rapi dan nyaman.
4) Untuk mengontrol penyebab mikroorganisme

25
3. Prinsip – Prinsip Mengganti Alat Tenun
1) Menjaga alat tenun lama agar jauh dari perawat
2) Jangan mengibaskan alat tenun lama karena dapat menyebarkan
mikroorganisme lewat uadara
3) Linen lama jangan diletakan di lantai untuk mencegah penyebaraninfeksi
4) Jaga privasi, kenyamanan dan keamanan pasien
5) Bila pasien kurang kooperatif, gunakan rails
4. Alat
1) Sprei atau laken
2) Stakelaken
3) Perlak
4) Selimut
5) Sarung bantal
6) Tempat alat tenun kotor
5. Prosedur Kerja
1) Menjelaskan kepada pasien bahwa tempat tidurnya akan dirapikan
2) Menyiapkan alat secara ergonomic
3) Mencuci tanan dengan sabun dan air mengalir, kemudian
membersihkannya dengan handuk bersih
4) Mengatur posisi pasien untuk miring membelakangi petugas
5) Mengambil selimut dan bantal pasien ( lihat keadaan umum pasien )
6) Melepas perlak, steklaken, laken atau sprei dari tempat tidur pasien
7) yang dekat dengan petugas dan menggulungnya ke arah tubuh pasien
8) Memasang sprei bersih pada bagian yang dekat petugas dengan
garistengah lipatan tepat di tengah kasur.
9) Memasukan sprei bagian kepala ke bawah kasur
10) Memasukan sprei bagian kaki ke bawah kasur
11) Melipat sprei pada sudut sudut tempat tidur membentuk sudut 45
12) derajat
13) Memasukan sprei bagian samping yang dekat petugas ke bawah kasur
14) Memasang perlak di tengah pada bagian yang dekat dengan patugas

26
15) Memasang steklaken di atas perlak pada bagian yang dekat dengan.
16) Petugas
17) Memasukan sisi perlak dan steklaken bagian samping yang dekat
18) petugas ke bawah kasur
19) Memposisikan pasien miring kearah petugas
20) Mengambil sprei, steklaken dan perlak dari tempat tidur dan
21) Memasukan ke tempat alat tenun kotor
22) Menarik sprei, steklaken yang bersih ke sisi pasien yang jauh dari
petugas
23) Memasang sarung bantal dan meletakan di bawah pasien
24) Melipat selimut menjadi empat bagian secara terbalik
25) Memasukan lipatan teratas ke bawah lasur
26) Memasang selimut ke pasien
27) Membereskan alat
28) Memcuci tangan dengan sabun dan air mengalir kemudian
keringkan dengan handuk bersih

1.3.7 Memotong Kuku


1. Pengertian
Melakukan perawatan pada jari kuku dan tangan untuk menghilangkan dan
membersihkan kotoran pada pasien yang tidak mampu melakukan sendiri.
2. Tujuan
1) Menjaga kebersihan kuku.
2) Mencegah timbulnya luka atau infeksi akibat kuku yang panjang.
3. Persiapan pasien
1) Posisikan keadaan pasien senyaman mungkin.
2) Posisi duduk bila pasien mampu.
4. Persiapan alat
1) Bengkok berisi lisol 2 % atau cairan antiseptik lain.
2) Baskom berisi air hangat.
3) Kapas alkohol.

27
4) Sabun.
5) Gunting kuku
6) Sikat kuku.
7) Krim tubuh atau lotion.
8) Sarung tangan bersih.
9) Prosedur pelaksaanaan dan rasional.
5. Prosedur
1) Cuci tangan dan pakai sarung tangan.
2) Susun perlengkapan didekat klien.
3) Beritahu klien tentang tindakan yang akan dilakukan.
4) Letakkan handuk dan bengkok di bawah tangan dan kaki.
5) Gunting kuku jari tangan bundar sedangkan kuku jari kaki lurus.
6) Apabila kuku terlalu keras, rendam kuku pada air hangat terlebih dahulu
untuk melunakkan kuku dan sel epitel yang menebal, kemudian disikat
menggunakan sikat kuku.
7) Bersihkan kuku.
a) Pinggir kuku yang kotor dan hitam dibersihkan menggunakan kapas
alkohol.
b) Potongn kuku dikumpulkan dalam bengkok berisi larutan lisol 2 %
atau larutan antiseptik lain sebelum dibuang.
8) Oleskan lotion pada kulit kaki dan tangan.
9) Bantu klien ke posisi yang nyaman.
10) Bereskan alat – alat yang dipakai.Lepas sarung tangan dan cuci tangan.
11) Catat tindakan yang telah dilakukan dan hasilnya.
6. Rasional
1) Mengurangi perpindahan mikroorganisme.
2) Akses lebih mudah dan efisien.
3) Klien akan mengetahui asuan keperawatan yang akan dilakukan.
4) Akses yang mudah akan mencegah kuku berantakan.
5) Ini mencegah patahnya tepi kuku dan pembentuk kuku tajam yang
mengiritasi tepi kukulateral.

28
6) Pelunakan kalus dan kutikula memudahkan pelepasaan sel mati dan
manipulasi kutikula.
7) Membersihkan kuku dari kuman sebelum dipotong. Larutan lisol
membunuh mikroorganisme yang ada pada kuku.
8) Krim akan melembabkan kulit kering dengan cara memerangkap
kelembapan.
9) Posisi yang nyaman membuat perasaan klien rileks.
10) Mengurangi transmisi infeksi.
11) Mendokumentasikan prosedur, respons klien, dan abnormalitas yang
membutuhkan terapi tambahan.
7. Hal – hal yang perlu diperhatikan selama posedur
1) Klien penderita penyakit vaskuler perifer, diabetes melitus, lansia dan
imunosupresi sering membutuhkan perawatan kuku dari ahli spesialisasi
untuk mengurangi risiko infeksi selama perawatan.
2) Klien dengan diabetes tidak boleh merendam tangan dan kaki. Rendaman
meninggkatkan risiko infeksi karena maserasi (pelunakan kulit yang
berlebihan), ulserasi, atau infeksi (ADA , 2001).
8. Evaluasi
1) Minta klien menjelaskan dan mendemonstrasikan cara perawatan kuku.
2) Catat dan laporkan setiap tanda ata gejala gangguan kulit atau ulserasi
kepada perawat kepala atau penyelenggara kesehatan.
3) Catat respon klien setelah dilakukan perawatan kuku.
4) Secara umum menilai adanya kemampuan untuk mempertahankan
kebersihan kuku, ditandai dengan keadaan kuku yang bersih, tidak ada
tanda radang disekitar kuku, pertumbuhan baik, dan tidak ada bau yang
khas.

29
1.4 Oksigenasi
1.4.1 Nasal Kanul
1. Pengertian
Merupakan pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran
pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen (O2).
2. Tujuan
1) Memenuhi kebutuhan oksigen.
2) Mencegah terjadinya hipoksia.
3. Indikasi
Pemberian oksigen (O2) dilakukan untuk pasien yang sesak napas atau
pasien yang tidak bisa bernapas dengan normal.
4. Alat dan bahan
1) Tabung
2) Oksigen lengkap dengan flow meter dan humidifire
3) Kanula nasal
4) Vaselin/jeli
5. Prosedure kerja Kanula nasal
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2) Cuci tangan.
3) Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan, biasanya 1-
6 liter/menit. Kemudian observasi humidifier pada tabung dengan adanya
gelembung air.
4) Pasang kanula nasal pada hidung dan atur pengikat untuk kenyamanan
pasien.
5) Periksa kanula tiap 6-8 jam.
6) Kaji cuping, septum, dan mukosa hidung serta periksa kecepatan aliran
oksigen tiap 6-8 jam.
7) Catat kecepatan aliran oksigen, rute pemberian, dan respons klien.
8) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

30
6. Evaluasi
1) Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan setelah pelaksanaan
prosedur pemberian terapi oksigen.
2) Mengevaluasi status respirasi klien selama dan sesudah pemberian terapi
oksigen (kecepatan, kedalaman, ritme, dan auskultasi suara nafas).
3) Memonitor hasil pemeriksaan AGD dansaturasi oksigen.
7. Dokumentasi
1) Mencatat jumlah (liter / menit) oksigen yang diberikan, tanggal dan
waktu pemberian oksigen.
2) Mencatat jenis alat yang digunakan untuk mengalirkan terapi oksigen.
3) Mencatat tanda-tanda vital, warna kulit dan suara nafas. Mencatat respon
klien sebelum, selama dan sesudah tindakan prosedur pemberian terapi
oksigen.
8. Sikap
1) Sistematis
2) Hati-hati
3) Berkomunikasi
4) Mandiri
5) Teliti
6) Tanggap terhadap respon klien
7) Rapih Menjaga privacy
8) Sopan

1.4.2 Masker
1. Pengertian
Merupakan pemberian oksigen ke dalam paru-paru melalui saluran
pernapasan dengan menggunakan alat bantu oksigen (O2).
2. Tujuan
(1) Memenuhi kebutuhan oksigen.
(2) Mencegah terjadinya hipoksia.

31
3. Indikasi
Pemberian oksigen (O2) dilakukan untuk pasien yang sesak napas atau
pasien yang tidak bisa bernapas dengan normal.
4. Alat dan bahan
1) Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifire
2) Masker oksigen rebrething dan Non rebrething
3) Vaselin/jeli
5. Prosedure kerja Masker rebrething dan Non rebrething
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
2) Cuci tangan.
3) Atur posisi dengan semi-Fowler
4) Atur aliran oksigen sesuai dengan kecepatan yang dibutuhkan (umumnya
6-10L/menit). Kemudian observasi humidifier pada tabung air yang
menunjukkan adanya gelembung.
5) Tempatkan masker oksigen di atas mulut dan hidung pasien dan atur
pengikat untuk kenyamanan pasien.
6) Periksa kcepatan aliran tiap 6-8 jam, catat kecepatan aliran oksigen, rute
pemberian, dan respons klien.
7) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
6. Evaluasi
1) Mengevaluasi respon klien sebelum, selama dan setelah pelaksanaan
prosedur pemberian terapi oksigen.
2) Mengevaluasi status respirasi klien selama dan sesudah pemberian terapi
oksigen (kecepatan, kedalaman, ritme, dan auskultasi suara nafas).
3) Memonitor hasil pemeriksaan AGD dan saturasi oksigen.
7. Dokumentasi
1) Mencatat jumlah (liter / menit) oksigen yang diberikan, tanggal dan
waktu pemberian oksigen.
2) Mencatat jenis alat yang digunakan untuk mengalirkan terapi oksigen.

32
3) Mencatat tanda-tanda vital, warna kulit dan suara nafas. Mencatat respon
klien sebelum, selama dan sesudah tindakan prosedur pemberian terapi
oksigen.
8. Sikap
1) Sistematis.
2) Hati-hati.
3) Berkomunikasi.
4) Mandiri.
5) Teliti.
6) Tanggap terhadap respon klien.
7) Rapih menjaga privacy dan sopan

1.5 Pemberian Obat


1.5.1 Pemberian Obat Oral
1. Pemberian Obat Melalui Oral
Pemberian obat kepada pasien terdapat beberapa cara, yaitu melalui rute
oral, parenteral, rektal, vagina, kulit, mata, telinga, dan hidung.
2. Alat dan bahan :
1) Catatan/jadwal pemberian obat
2) Obat dan tempatnya
3) Air minum dalam tempatnya
3. Prosedur kerja :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Baca obat sesuai dengan pasien dengan prinsip benar obat, benar pasien,
benar dosis, benar waktu, dan benar rute
4) Bantu untuk minum obat pabila memberikan tablet atau kapsul dari botol,
tuangkan jumlah yang dibutuhkan kedalam tutup botol dan pindahkan
ketempat obat. Jangan sentuh obat dengan tangan. Obat berupa kapsul
jangan dilepaskan pembungkusnya, Kaji kesulitan menelan. Bila ada
kesulitan menelan, gerus tablet menjadi bubuk dan campurkan kedalam

33
minuman, Kaji frekuensi nadi dan tekanan darah sebelum pemberian obat
yang membutuhkan pengkajian
5) Catat reakasi terhadap pemberian
6) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan
7) Evalusi respons pasien terhadap obat dan catat hasil pemberian obat
4. Tahap terminasi :
1) Evaluasi respon klien
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Pemberian pesan
4) Kontrak selanjutnya (waktu, kegiatan/topik, tempat)
5. Dokumentasi :
1) Obat yang diberikan dan dosis serta rute pemberian obat
2) Waktu pelaksanaan pemberian obat
3) Respon klien
6. Sikap :
1) Teliti
2) Peduli
3) Sopan
4) Empati
5) Sabar

1.5.2 Pemberian Obat Hidung


1. Pemberian obat melalui hidung
Pemberian obat kepada pasien terdapat beberapa cara, yaitu melalui rute
oral, parenteral, rektal, vagina, kulit, mata, telinga, dan hidung.
2. Persiapan alat
1) Botol obat dengan penetes steril (Pipet)
2) Buku obat
3) Sarung tangan
4) Bengkok
5) Spekulum Hidung

34
6) Pinset anatomi pada tempatnya
7) Plester
8) Kain kasa
9) Kertas tisu
10) Band Aid
3. Pelaksanaan
1) Persiapan pasien
(1) Mengatur tempat tidur pasien dan lingkungan pasien
(2) Menutup korden dan jendela
(3) Pasang sampiaran atau sketsel
(4) Mengklarifikasi kontrak waktu tindakan memberikan obat tetes
hidung
(5) Memberi penjelasantentang tujuan tindakan dan prosedur tindakan
(6) Memberikan kesempatan klien untuk bertanya
(7) Mengatur posisi klien berbaring supinasi dengan kepala
hiperekstensi diatas bantal
2) Pelaksanaan
(1) Mencuci tangan
(2) Memakai sarung tangan
(3) Periksa kembali order pengobatan mengenai jenis pengobatan,
waktu, jumlah dan dosis serta pada hidung bagian mana obat harus
diberikan
(4) Menyiapkan pasien Identifikasi pasien dengan tepat dan tanyakan
namanya
(5) Sediakan asisten bila dipelukan untuk mencegah cedera pada bayi
dan anak kecil
(6) Atur Posisi pasien beraring dengan kepala hiperekstensi diatas bantal
(untuk pengobatan sinus ethmoidalis dan sphenoidalis) atau posisi
supnasi dengan kepala hiperekstensi dan miring ke samping (untuk
pengobatan sinus maksilaris dan frontalis)
(7) Memakai sarung tangan

35
(8) Bersihkan hidung
(9) Memasukkan tetes obat yang tepat pada bagian tengah konka
superior tulang ethmoidalis
(10) Meminta pasien untuk tetap berada pada posisi tersebut selama 5
menit. Mencegah obat mengalir ke luar dari rongga hidung, apabila
cairan keluar bersihkan tetesan obat tersebut dengan kapas / tissue
(11) Merapikan klien dan linkungan
(12) Membereskan alat-alat
(13) Melepas sarung tangan
(14) Mencuci tangan
(15) Memberikan HE kepada pasien
(16) Dokumentasi tindakan
4. Tahap terminasi:
1) Evaluasi respon klien
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Pemberian pesan
4) Kontrak selanjutnya (waktu, kegiatan/topik, tempat)
5. Dokumentasi :
1) Obat yang diberikan dan dosis serta rute pemberian obat
2) Waktu pelaksanaan pemberian obat
3) Respon klien
6. Sikap :
1) Teliti
2) Peduli
3) Sopan
4) Empati
5) Sabar

36
1.5.3 Pemberian Obat Telinga
1. Pemberian Obat Melalui Telinga
Pemberian obat kepada pasien terdapat beberapa cara, yaitu melalui rute
oral, parenteral, rektal, vagina, kulit, mata, telinga, dan hidung.
2. Persiapan alat :
1) Baki berisi :
2) Obat yang telah disiapkan
3) Alat suntik/spuit
4) Bengkok
5) Perlak/pengalas
6) Bola kapas
7) Sarung tangan
8) Alat pelindung diri : dan masker
3. Tahap kerja :
1) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan
2) Atur posisi klien berbaring kesamping dengan posisi telinga yang sakit
menghadap keatas
3) Kaji keadaan daun telinga dan saluran telinga bagian luar. Bersihkan
daun telinga dan lubang telinga dengan bola kapas basah
4) Hangatkan obat dengan tangan atau masukkan botol obat dalam cairan
hangat beberapa detik
5) Buka dan luruskan telinga (untuk bayi dengan cara menarik daun telinga
kebawah, untuk dewasa dengan cara menarik daun telinga keatas ke
belakang)
6) Teteskan obat sesuai dosis pada telinga. Tekan tragus secara hati hati
beberapa kali untuk membantu obat masuk kedalam telinga.
7) Anjurkan klien tetap berbaring miring selama ±5 menit. Pasang kapas
pada lubang telinga ( tidak ditekan ) selama 15-20 menit
8) Rapikan klien, bereskan alat
9) Buka sarung tangan
10) Cuci tangan

37
4. Tahap terminasi :
1) Evaluasi respon klien
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Pemberian pesan
4) Kontrak selanjutnya (waktu, kegiatan/topik, tempat)
5. Dokumentasi :
1) Obat yang diberikan dan dosis serta rute pemberian obat
2) Waktu pelaksanaan pemberian obat
3) Respon klien
6. Sikap :
1) Teliti
2) Peduli
3) Sopan
4) Empati
5) Sabar

1.5.4 Pemberian Obat Mata


1. Pemberian Obat Melalui Mata
Pemberian obat kepada pasien terdapat beberapa cara, yaitu melalui rute
oral, parenteral, rektal, vagina, kulit, mata, telinga, dan hidung. Cara
memberikan obat pada mata dengan tetes mata atau salep mata obat tetes
mata digunakan untuk persiapan pemeriksaan struktur internal mata dengan
cara mendilatasi pupil, untuk pengukuran refraksi lensa dengan cara
melemahkan otot lensa, kemudian juga dapat digunakan untuk
menghilangkan iritasi mata
2. Persiapan alat
Alat dan Bahan:
1. Obat dalam tempatnya dengan penetes steril atau berupa salep.
2. Pipet.
3. Pinset anatomi dalam tempatnya.
4. Korentang dalam tempatnya.

38
5. Plestier.
6. Kain kasa.
7. Kertas tisu.
8. Balutan.
9. Sarung tangan.
10. Air hangat/kapas pelembab
3. Prosedur kerja:
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
3) Atur posisi pasien dengan kepala menengadah dengan posisi perawat di
samping kanan.
4) Gunakan sarung tangan.
5) Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab dari sudut
mata ke arah hidung, apabila sangat kotor basuh dengan air hangat.
6) Buka mata dengan menekan perlahan-lahan bagian bawah dengan ibu
jari, jari telunjuk di atas tulang orbita.
7) Teteskan obat mata di atas sakus konjungtiva. Setelah tetesan selesai
sesuai dengan dosis, anjurkan pasien untuk menutup mata dengan
perlahan-lahan, apabila menggunakan obat tetes mata.
8) Apabila obat mata jenis salep pegang aplikator salep di atas pinggir
kelopak mata kemudian pencet tube sehingga obat keluar dan berikan
obat pada kelopak mata bawah. Setelah selesai, anjurkan pasien untuk
melihat ke bawah, secara bergantian dan berikan obat pada kelopak mata
bagian atas dan biarkan pasien untuk memejamkan mata dan
menggerakkan kelopak mata.
9) Tutup mata dengan kasa bila perlu.
10) Cuci tangan.
11) Catat obat, jumlah, waktu, dan tempat pemberian

39
4. Tahap terminasi :
1) Evaluasi respon klien
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Pemberian pesan
4) Kontrak selanjutnya (waktu, kegiatan/topik, tempat)
5. Dokumentasi :
1) Obat yang diberikan dan dosis serta rute pemberian obat
2) Waktu pelaksanaan pemberian obat
3) Respon klien
6. Sikap :
1) Teliti
2) Peduli
3) Sopan
4) Empati
5) Sabar

1.5.5 Pemberian Obat Rektum


1. Pemberian Obat Melalui Rektum
Pemberian Obat yang dilakukan melalui anus atau rektum dengan tujuan
memberikan efek lokal dan sistemik. Tindakan pengobatan ini disebut juga
pemberian obat supositorium. Contoh pemberian yang memiliki efek lokal
seperti pada obat dulkolak supositoria yang berfungsi secara lokal untuk
meningkatkan defekasi. Contoh efek sistemik adalah pemberian obat
aminofilin supositoria dengan fungsi mendilatasi bronkial. Pemberian obat
supositoria ini diberikan tepat pada dinding mukosa rektal yang melewati
sfingter anus interna. Kontra indikasi pada pasien yang mengalami
pembedahan rektal.
2. Alat dan bahan :
1) Obat supositorium dalam tempatnya
2) Sarung tangan
3) Kain kasa

40
4) Vaselin/pelicin/pelumas
5) Kertas tisu
3. Prosedur kerja :
1) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
2) Cuci tangan
3) Gunakan sarung tangan
4) Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa
5) Olesi ujung obat supositorium dengan pelicin
6) Minta pasien mengambil posisi tidur miring (sims) lalu regangkan bokong
dengan tangan kiri. Kemudian masukkan supositoria dengan perlahan
melalui anus, sfingter interna dan mengenai dinding rektal kurang lebih 10
cm pada orang dewasa, dan kurang lebih 5 cm untuk anak/bayi
7) Setelah selesai, tarik jari tangan dan bersihkan daerah sekitar anal dengan
tisu
8) Anjurkan klien untuk tetap berbaring telentang/miring selama kurang lebih
15 menit
9) Kemudian lepaskan sarung tangan dan letakkan di bengkok
10) Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
4. Tahap terminasi :
1) Evaluasi respon klien
2) Simpulkan hasil kegiatan
3) Pemberian pesan
4) Kontrak selanjutnya (waktu, kegiatan/topik, tempat)
5. Dokumentasi :
1) Obat yang diberikan dan dosis serta rute pemberian obat
2) Waktu pelaksanaan pemberian obat
3) Respon klien
6. Sikap :
1) Teliti
2) Peduli
3) Sopan

41
4) Empati
5) Sabar

1.5.6 Pemberian Obat Vagina


1. Persiapan Alat
 Obat dalam tempatnya
 Sarung tangan
 Kain kasa
 Kertas tisu
 Kapas sublimat dalam tempatnya
 Pengalas
 Korentang dalam tempatnya
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
 Memperkenalkan diri
 Meminta pengunjung/keluarga menunggu di luar kamar
 Menjelaskan tujuan
 Menjelaskan langkah – langkah yang akan dilakukan
 Menutup pintu atau memasang sampiran
3. Pelaksanaan
 Cuci tangan.
 Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
 Gunakan sarung tangan.
 Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
 Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.
 Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.
 Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan berikan
pelumas pada obat.
 Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan obat sepanjang
dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10 cm.

42
 Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan labia dengan
tisu.
 Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar obat
bereaksi.
 Cuci tangan.
 Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian
4. Evaluasi
1) Evaluasi perasaan klien
2) Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3) Dokumentasikan prosedur dan hasil observasi

1.5.7 Pemberian Obat Kulit


1. Persiapan Alat
 Troli
 Baskom dan alas
 Perlak dan alas
 Bengkok (nierbekken)
 Air DTT dalam kom
 Kapas
 Sarung tangan
 Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)
 Kassa balutan, penutup plastik dan plester (sesuai kebutuhan)
 Lidi kapas atau tongue spatel
 Obat topikal sesuai yang dipesankan (krim, salep, lotion, lotion yang
mengandung suspensi, bubuk atau powder, spray aerosol)
 Buku obat (ISO)
 Baskom dengan air hangat, waslap, handuk
 Larutan klorin 0.5% dalam tempatnya
 Sabun cuci tangan
 Lap handuk

43
 Tempat sampah basah dan kering
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Memperkenalkan diri
2) Meminta pengunjung/keluarga menunggu di luar kamar
3) Menjelaskan tujuan
4) Menjelaskan langkah – langkah yang akan dilakukan
5) Menutup pintu atau memasang sampiran
3. Pelaksanaan
1) Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja dan tempat
pemberian.
2) Cuci tangan
3) Atur peralatan disamping tempat tidur klien
4) Tutup gorden atau pintu ruangan
5) Identifikasi klien secara tepat
6) Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya membuka area
yang akan diberi obat
7) Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua debris dan
kerak pada kulit
8) Keringkan atau biarkan area kering oleh udara
9) Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topikal
10) Gunakan sarung tangan bila ada indikasi
11) Oleskan agen topical :
1) Krim, salep dan losion yang mengandung minyak
 Letakkan satu sampai dengan dua sendok teh obat di telapak tangan
kemudian lunakkan dengan menggosok lembut diantara kedua
tangan
 Usapkan merata diatas permukaan kulit, lakukan gerakan
memanjang searah pertumbuhan bulu.
 Jelaskan pada klien bahwa kulit dapat terasa berminyak setelah
pemberian

44
2) Lotion mengandung suspensi
 Kocok wadah dengan kuat
 Oleskan sejumlah kecil lotion pada kassa balutan atau bantalan
kecil
 Jelaskan pada klien bahwa area akan terasa dingin dan kering.
3) Bubuk
 Pastikan bahwa permukaan kulit kering secara menyeluruh
 Regangkan dengan baik lipatan bagian kulit seperti diantara ibu jari
atau bagian bawah lengan
 Bubuhkan secara tipis pada area yang bersangkutan
4) Spray aerosol
 Kocok wadah dengan keras
 Baca label untuk jarak yang dianjurkan untuk memegang spray
menjauhi area (biasanya 15-30 cm)
 Bila leher atau bagian atas dada harus disemprot, minta klien untuk
memalingkan wajah dari arah spray.
 Semprotkan obat dengan cara merata pada bagian yang sakit
12) Rapikan kembali peralatan yang masih dipakai, buang peralatan yang
sudah tidak digunakan pada tempat yang sesuai.
13) Cuci tangan
4. Evaluasi
1) Evaluasi perasaan klien
2) Kontrak waktu untuk kegiatan selanjutnya
3) Dokumentasikan prosedur dan hasil observasi

1.5.8 Injeksi Intramuscular


1. Persiapan Alat
1) Sarung tangan 1 pasang
2) Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
3) Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5 inci untuk dewasa; 25-27 G
dan panjang 1 inci untuk anak-anak)

45
4) Bak spuit 1
5) Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
6) Perlak dan pengalas
7) Obat sesuai program terapi
8) Bengkok 1
9) Buku injeksi/daftar obat
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Memperkenalkan diri
2) Meminta pengunjung/keluarga menunggu di luar kamar
3) Menjelaskan tujuan
4) Menjelaskan langkah – langkah yang akan dilakukan
5) Menutup pintu atau memasang sampiran
3. Pelaksanaan
1) Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan
2) Memasang perlak dan alasnya
3) Membebaskan daerah yang akan di injeksi
4) Memakai sarung tangan
5) Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi
terhadap adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan parut,
memar, abrasi atau infeksi.
6) Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam ke
luar \diameter ±5cm)
7) Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit
8) Memasukkan spuit dengan sudut 900, jarum masuk 2/3
9) Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit
10) Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)
11) Mencabut jarum dari tempat penusukan
12) Menekan daerah tusukan dengan kapas desinfektan

46
4. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

1.5.9 Injeksi Intrakutan


1. Persiapan Alat
1) Buku catatan pemberian obat
2) Kapas alkohol
3) Sarung tangan sekali pakai
4) Obat yang sesuai
5) Spuit 1 ml dengan uk.25,26,atau 27, panjang jarum ¼ samapi 5/8 inci
6) Pulpen atau spidol
7) Bak spuit
8) Baki obat
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Memperkenalkan diri
2) Meminta pengunjung/keluarga menunggu di luar kamar
3) Menjelaskan tujuan
4) Menjelaskan langkah – langkah yang akan dilakukan
5) Menutup pintu atau memasang sampiran
3. Pelaksanaan
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3) Bebaskan daerah yang akan disuntik, bila menggunakan baju lengan
panjang buka dan ke ataskan.
4) Pasang perlak/ pengalas di bawah bagian yang disuntik.

47
5) Ambil obat untuk tes alergi kemudian larutkan/encerkan dengan aquadcs
(cairan pelarut) kemudian ambil 0,5 cc dan encerkan lagi sampai kurang
lebih 1 cc, dan siapkan pada bak injeksi atau steril.
6) Desinfeksi dengan kapas alkohol pada daerah yang akan dilakukan
suntikan.
7) Tegangkan dengan tangan kiri atau daerah yang akan disuntik.
8) Lakukan penusukan dengan lubang menghadap ke atas dengan sudut 50 –
150 dengan permukaan kulit.
9) Semprotkan obat hingga terjadi gelembung.
10) Tarik spuit dan tidak boleh dilakukan masase.
4. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

1.5.10 Injeksi Subkutan


1. Persiapan Alat
1) Buku catatan pemberian obat
2) Kapas alkohol
3) Sarung tangan sekali pakai
4) Obat yang sesuai
5) Spuit 3 ml dengan uk.25 , panjang jarum 5/8 sampai ½ inci
6) Pulpen atau spidol
7) Bak spuit
8) Baki obat
9) Plester
10) Kasa steril
11) Bengkok

48
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Memperkenalkan diri
2) Meminta pengunjung/keluarga menunggu di luar kamar
3) Menjelaskan tujuan
4) Menjelaskan langkah – langkah yang akan dilakukan
5) Menutup pintu atau memasang sampiran
3. Pelaksanaan
1) Cuci tangan.
2) Siapkan obat sesuai dengan prinsip 5 benar
3) Identifikasi klien
4) Beri tahu klien prosedur kerjanya
5) Atur klien pada posisi yang nyaman
6) Pilih area penusukan
7) Pakai sarung tangan
8) Bersihkan area penusukan dengan kapas alkohol
9) Pegang kapas alkohol dengan jari tengah pada tangan non dominan
10) Buka tutup jarum
11) Tarik kulit dan jaringan lemak dengan ibu jari dan jari tangan non
dominan dengan ujung jarum menghadap ke atas dan menggunakan
tangan dominan,masukkan jarum dengan sudut 450 atau 900 .
12) Lepaskan tarikan tangan non dominan
13) Tarik plunger dan observasi adanya darah pada spuit.
14) Jika tidak ada darah,masukan obat perlahan-lahan.jika ada darah tarik
kembali jarum dari kulit tekan tempat penusukan selama 2menit,dan
observasi adanya memar, jika perlu berikan plester,siapkan obat
yangbaru.
15) Cabut jarum dengan sudut yang sama ketika jarum di masukan,sambil
melakukan penekanan dengan menggunakan kapas alkohol pada area
penusukan.
16) Jika ada perdarahan,tekan area itu dengan menggunakan kasa steril
sampai perdarahan berhenti.

49
17) Kembalikan posisi klien
18) Buang alat yang sudah tidak dipakai
19) Buka sarung tangan .
4. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

1.5.11 Injeksi Intavena


1. Persiapan Alat
1) Buku catatan pemberian obat
2) kapas alkohol
3) Sarung tangan sekali pakai
4) Obat yang sesuai
5) Spuit 3-5 ml dengan uk.21-25, panjang jarum 1,2 inci
6) Bak spuit
7) Baki obat
8) Plester
9) Kasa steril
10) Bengkok
11) Perlak pengalas
12) Pembendung vena (torniket)
13) Kasa steril
14) Betadin
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Tahap PraInteraksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
 Menyiapkan obat dengan benar

50
 Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2) Tahap Orientasi
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Tempat Injeksi IV
1) Pada lengan (vena basilika dan vena sefalika).
2) Pada tungkai (vena safena)
3) Pada leher (vena jugularis)
4) Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
4. Pelaksanaan
1) Cuci tangan.
2) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
 Bebaskan daerah yang disuntik dengan cara membebaskan daerah
yang akan dilakukan penyuntikan dari pakaian dan apabila tertutup
buka atau ke ataskan.
 Ambil obat dalam tempatnya dengan spuit sesuai dengan dosis yang
akan diberikan. Apabila obat berada dalam bentuk sediaan bubuk,
maka larutkan dengan pelarut (aquades steril).
 Pasang perlak atau pengalas di bawah vena yang akan dilakukan
penyuntikan.
 Kemudian tempatkan obat yang telah diambil pada bak injeksi.
 Desinfeksi dengan kapas alkohol.
 Lakukan pengikatan dengan karet pembendung (torniquet) pada
bagian atas daerah yang akan dilakukan pemberian obat atau
tegangkan dengan tangan/minta bantuan atau membendung di atas
vena yang akan dilakukan penyuntikan.
 Ambil spuit yang berisi obat.

51
 Lakukan penusukkan dengan lubang menghadap ke atas dengan
memasukkan ke pembuluh darah dengan sudut penyuntikan 150 -
300
 Lakukan aspirasi bila sudah ada darah lepaskan karet pembendung
dan langsung semprotkan obat hingga habis.
 Setelah selesai ambil spuit dengan menarik dan lakukan penekanan
pada daerah penusukkan dengan kapas alkohol, dan spuit yang telah
digunakan letakkan ke dalam bengkok.
5. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

1.6 Cairan dan Elektrolit


1.6.1 Menghitung Tetesan Infus
Rumus
N = (Jumlah yang diperlukan X Faktor tetesan) : Waktu dalam menit
N = Jumlah tetesan dalam menit
Faktor tetesan
1. Blood set : 15 tts/mnit
2. Makro set : 20 tts/menit
3. Mikro/pediatric set : 60 tts/mnit
Faktor tetes yang ditentukan oleh jenis infus set yang digunakan
cara menghitung tetesan infus:
Tetesan/menit = jumlah cairan yang masuk
Lamanya infus (jam) x 3

atau

52
Tetesan /menit =∑ keb. Cairan x faktor tetesan
Lamanya infuse (jam)x 60 menit

1.6.2 Memasang infuse


1. Persiapan Alat
1) Alat Steril
 Bak instrument berisi hand scon dan kasa steril
 Infus set steril
 Jarum / wingnedle / abocath dengan nomer yang sesuai
 Korentang dan tempatnya
 Kom tutup berisi kapas alcohol
2) Alat Tidak Steril
 Standart infus
 Bidai dan pembalut jika perlu
 Perlak dan alasnya
 Pembendung (tourniquet)
 Plester
 Gunting verban
 Bengkok
 Jam tangan
 Alcohol 70%
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Tahap PraInteraksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
 Menyiapkan obat dengan benar
 Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2) Tahap Orientasi
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan

53
3. Tempat Injeksi IV
1) Pada lengan (vena basilika dan vena sefalika).
2) Pada tungkai (vena safena)
3) Pada leher (vena jugularis)
4) Pada kepala (vena frontalis atau vena temporalis)
4. Pelaksanaan
 Mengisi selang infus
 Mencuci tangan
 Memeriksa etiket
 Mencuci hama karet penutup botol
 Menusukkan infus set ke dalam botol infus
 Pengatur tetesan infus ditutup, jarak 24 cm dibawah tempat tetesan
 Menggantungkan botol infus
 Ruang tetesan diisi setengah (Jangan sampai terendam)
 Selang infus diisi cairan infus dikeluarkan udaranya
 Melakukan vena punksi
 Menentukan lokasi
 Letakkan perlak kecil dan alasnya dibawah bagian yang akan dipunksi
 Melakukan pembendungan
 Menghapus hama lokasi punksi (gunakan sarung tangan)
 Menusukkan abocath ke dalam vena sedalam mungkin
 Buka pembendung dan sambungkan dengan infus, kemudian pengatur
tetesan dibuka
 Menilai ada atau tidaknya pembengkakan
 Jarum ditambahkan dengan plester
 Pasang bidai dan balit (kp)
 Mengatur tetesan dalam satu menit sesuai intruksi
 Merapikan pasien
 Mencuci tangan
 Mencatat: tanggal dan jam pemberian cairan, macam cairan
 Mengobservasi reaksi pasien

54
5. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

1.6.3 Melepas Infuse


1. Persiapan Alat
1) Alat Steril
 Bak instrument berisi hand scon dan kasa steril
 Infus set steril
 Jarum / wingnedle / abocath dengan nomer yang sesuai
 Korentang dan tempatnya
 Kom tutup berisi kapas alcohol
2) Alat Tidak Steril
 Standart infus
 Bidai dan pembalut jika perlu
 Perlak dan alasnya
 Pembendung (tourniquet)
 Plester
 Gunting verban
 Bengkok
 Jam tangan
 Alcohol 70%
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Tahap PraInteraksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
 Menyiapkan obat dengan benar

55
 Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2) Tahap Orientasi
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Pelaksanaan
 Memberitahu klien tindakan yang akan dilakukan
 Menyiapkan alat dan mendekatkan ke pasien
 Memasang sampiran
 Mencuci tangan dengan sabun dibawah air mengalir, mengeringkan
dengan handuk bersih
 Memakai sarung tangan
 Menggantungkan flabot pada tiang
 Membuka kemasan infus set
 Mengatur klem rol sekitar 2-4 cm di bawah bilik drip dan menutup klem
yang ada pada saluran infus
 Menusukkan pipa saluran infus ke dalam botol cairan dan mengisi
tabung tetesan dengan cara memencet tabung tetesan infus hingga
setengahnya
 Membuka klem dan mengalirkan cairan keluar sehingga tidak ada udara
pada slang infus lalu tutup kembali klem
 Memilih vena yang akan dipasang infus
 Meletakkan tourniquet 10-12 cm di atas tempat yang akan ditusuk,
menganjurkan pasien menggenggam tangannya
 Melakukan disinfeksi daerah penusukan dengan kapas alcohol secara
sirkular dengan diameter ± 5 cm
 Menusukkan jarum abbocath ke vena dengan lubang jarum menghadap
ke atas, dengan menggunakan tangan yang dominan
 Melihat apakah darah terlihat pada pipa abbocath

56
 Memasukkan abbocath secara pelan-pelan serta menarik secara pelan-
pelan jarum yang ada pada abbocath, hingga plastik abbocath masuk
semua dalam vena, dan jarum keluar semua
 Segera menyambungkan abbocath dengan slang infus
 Melepaskan tourniquet, menganjurkan pasien membuka tangannya dan
melonggarkan klem untuk melihat kelancaran tetesan
 Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
 Mengatur tetesan sesuai kebutuhan
 Menutup tempat tusukan dengan kasa steril, dan direkatkan dengan
plester
 Merekatkan pangkal jarum pada kulit dengan plester
 Mengatur tetesan sesuai kebutuhan
 Menutup tempat tusukan dengan kasa steril, dan direkatkan dengan
plester
 Mengatur letak anggota badan yang dipasang infus supaya tidak digerak-
gerakkan agar jarum infus tidak bergeser dan bila perlu memasang spalk
 Membereskan alat dan merapikan pasien
 Melepas sarung tangan, merendam dalam larutan chlorine 0.5% selama
10 menit
 Mencuci tangan dengan sabun di bawah air mengalir dan mengeringkan
dengan handuk bersih
 Melakukan dokumentasi tindakan yang telah dilakukan
4. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

57
1.6.4 Perawatan infuse
1. Persiapan Alat
 Sarung tangan bersih
 Kapas alkohol
 Cairan desinfektan
 Plester
 Gunting plester
 Kassa kecil
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Tahap PraInteraksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
 Menyiapkan obat dengan benar
 Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2) Tahap Orientasi
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Pelaksanaan
 Cuci tangan
 Pasang sarung bersih
 Lepaskan plester dan kassa
 Observasi adanya pembengkakan
 Bersihkan dengan cairan desinfekstan
 Pasang kassa di area penusukan
 Tutup kembali dan fiksasi
 Rapihkan pasien dan alat
 Lepaskan sarung tangan
 Cuci tangan
 Minta terima kasih atas kerjasamanya

58
4. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

1.6.5 Tranfusi Darah


1. Persiapan Alat
 Standar infus
 Cairan steril sesuai instruksi
 Tranfusi set steril
 IV kateter sesuai ukuran ( 18 )
 Bidai atau ( k/p pada anak )
 Perlak dan pengalas
 Tourniquet
 Instrumens steril ( pinset, gunting dan com )
 Kapas alkohol
 Bengkok
 Tempt sampah
 Kasa steril
 Sarung tangan
 Salf antibiotik
 Plester
 Darah atau plasma
 Obat antihistamin
 Tensimeter dan thermometer
 Formulir observasikhusus dan alat tulis

59
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Tahap PraInteraksi
 Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
 Menyiapkan obat dengan benar
 Menempatkan alat di dekat klien dengan benar
2) Tahap Orientasi
 Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
 Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
 Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
3. Pelaksanaan
 Menggunakan sarung tangan
 Mengukur tanda vital
 Membebaskan lengan pasien dari baju
 Meletakan perlak dan pengalas di bawah lwngan pasien
 Menyiapkan larutan NaCl 0,9 % dengan tranfusi set
 Memasang infus NaCl 0,9 %
 Mengatasi tetesan tetap lancar
 Memastikan tidak ada udara didalam selang infus
 Mengontrol kembali darah yang akan diberikan kembali kepada
pasien Wanita (Identitas, Jenis dan golongan darah, Nomor kantong
darah, Tanggal kadaliarsa)
 Hasil cross test dan jumlah darah
 Mengganti cairan NaCl 0,9 % dengan darah setelah 15 menit
 Mengatur tetesan darah
4. Evaluasi
1) Melakukan evaluasi tindakan
2) Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
3) Berpamitan dengan klien
4) Membereskan alat-alat
5) Mencuci tangan
6) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

60
1.7 Managemen Nyeri
1.7.1 Teknik Relaksasi : nafas dalam, massage.
1. Pengertian
Merupakan metode efektif untuk mengurangi rasa nyeri pada pasien yang
mengalami nyeri kronis. Rileks sempurna yang dapat mengurangi ketegangan
otot, rasa jenuh, kecemasan sehingga mencegah menghebatnya stimulasi
nyeri.
2. Ada tiga hal yang utama dalam teknik relaksasi
1) Posisikan pasien dengan tepat
2) Pikiran beristirahat
3) Lingkungan yang tenang
3. Tujuan: Untuk menggurangi atau menghilangkan rasa nyeri
4. Indikasi: Dilakukan untuk pasien yang mengalami nyeri kronis
5. Prosedur pelaksanaan :
1) Tahap prainteraksi
 Membaca status pasien
 Mencuci tangan
 Meyiapkan alat
2) Tahap orientasi
 Memberikan salam teraupetik
 Validasi kondisi pasien
 Menjaga perivacy pasien
 Menjelaskan tujuan dan prosedur yang akan dilakukan kepada pasien
dan keluarga
3) Tahap kerja
(1) Berikan kesempatan kepada pasien untuk bertanya jika ada ynag
kurang jelas
(2) Atur posisi pasien agar rileks tanpa beban fisik
(3) Instruksikan pasien untuk tarik nafas dalam sehingga rongga paru
berisi udara

61
(4) Intruksikan pasien secara perlahan dan menghembuskan udara
membiarkanya keluar dari setiap bagian anggota tubuh, pada waktu
bersamaan minta pasien untuk memusatkan perhatian betapa
nikmatnya rasanya
(5) Instruksikan pasien untuk bernafas dengan irama normal beberapa
saat ( 1-2 menit )
(6) Instruksikan pasien untuk bernafas dalam, kemudian
menghembuskan secara perlahan dan merasakan saat ini udara
mengalir dari tangan, kaki, menuju keparu-paru kemudian udara dan
rasakan udara mengalir keseluruh tubuh
(7) Minta pasien untuk memusatkan perhatian pada kaki dan tangan,
udara yang mengalir dan merasakan keluar dari ujung-ujung jari
tangan dan kai dan rasakan kehangatanya
(8) Instruksiakan pasien untuk mengulani teknik-teknik ini apa bial ras
nyeri kembali lagi
(9) Setelah pasien merasakan ketenangan, minta pasien untuk
melakukan secara mandiri
4) Tahap terminasi
(1) Evaluasi hasil kegiatan
(2) Lakukan kontrak untuk kegistsn selanjutnya
(3) Akhiri kegiatan dengan baik
(4) Cuci tangan
5) Dokumentasi
(1) Catat waktu pelaksanaan tindakan
(2) Catat respons pasien
(3) Paraf dan nama perawat jaga

62
1.7.2 Massage
1. Pengertian
Masase adalah tindakan keperawatan dengan cara memberikan masase
pada klien dengan memenuhi kebutuhan rasa nyaman (nyeri) pada daerah
superfisial atau pada otot/tulang. Tindakan masase ini hanya untuk membantu
mengurangi rangsangan nyeri akibat terganggunya sirkulasi.
2. Tujuan
a. Meningkatkan sirkulasi pada daerah yang di masase
b. Meningkatkan relaksasi
3. Alat dan Bahan
a. Minyak untuk masase
b. Handuk
4. Prosedur kerja
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Lakukan masase pada daerah yang dirasakan nyeri selama 5-10 menit
d. Lakukan masase dengan menggunakan telapak tangan dan jari dengan
tekanan halus
 Teknik masase dengan gerakan tangan selang-selang (tekanan pendek,
cepat, dan bergantian tangan) dengan menggunakan telapak tangan
dan jari dengan memberikan tekanan ringan. Dilakukan bila nyeri
terjadi di pinggang
 Teknik remasan (mengusap otot bahu) dapat dilakukan bila nyeri
terjadi pada daerah sekitar bahu
 Teknik masase dengan gerakan menggesek dengan menggunakan ibu
jari dan gerakan memutar. Masase ini dilakukan bila nyeri dirasakan
di daerah punggung dan pinggang secara menyeluruh.
 Teknik eflurasi dengan kedua tangan, dapat dilakukan bila nyeri
terjadi di daerah punggung dan pinggang.
 Teknik petrisasi dengan menekan punggung secara horizontal

63
 Teknik tekanan menyikat dengan menggunakan ujung jari, digunakan
pada akhir masase daerah pinggang

1.7.3 Teknik distraksi


1. Pengertian
Memberikan rasa nyaman kepada pasien yang mengalami nyeri dengan
membimbing pasien untuk melakukan teknik relaksasi distraksi
2. Tujuan
a) Menghilangkan atau mengurangi nyeri
b) Menurunkan ketegangan otot
c) Menimbulkan perasaan aman dan damai
3. Kebijakan
a) Pasien dengan nyeri kronis
b) Pasien ancietas
4. Pelaksanaan
a) Tahap Pra Interaksi
1) Melihat data nyeri yang lalu
2) Melihat intervensi keperawatan yang telah diberikan oleh perawat
3) Mengkaji program terapi yang diberikan oleh dokter
b) Tahap Orientasi
1) Menyapa dan menyebut nama pasien
2) Menanyakan cara yang biasa digunakan agar rileks dan tempat yang
paling disukai
3) Menjelaskan tujuan dan prosedur
4) Menayakan persetujuan dan kesiapan pasien
c) Tahap Interaksi
1) Mengatur posisi yang nyaman menurut pasien sesuai kondisi pasien
(duduk/berbaring)
2) Mengatur lingkungan yang tenang dan nyaman
3) Meminta pasien memejamkan mata

64
4) Meminta pasien untuk memfokuskan pikiran pasien pada kedua
kakinya untuk dirilekskan, kemndorkan seluruh otot-otot kakinya,
perintahkan pasien untuk merasakan relaksasi kedua kaki pasien
5) Meminta pasien untuk memindahkan pikirannya pada kedua tangan
pasien, kendorkan otot-otot kedua tangannya, meminta pasien untuk
merasakan relaksasi keduaanya
6) Memindahkan focus pikiran pasien pada bagian tubuhnya,
memerintahkan pasien untuk merilekskan otot-otot tubuh pasien
mulai dari otot pinggang sampai ke otot bahu, meminta pasien untuk
merasakan relaksasi otot-otot tubuh pasien
7) Meminta pasien untuk senyum agar otot-otot muka menjadi rileks
8) Meminta pasien untuk memfokuskan pikiran pada masuknya udara
lewat jalan nafas
9) Membawa alam pikiran pasien menuju ketempat yang
menyenangkan pasien
d) Tahap Terminasi
1) Mengevaluasi hasil relaksasi (skala nyeri, ekspresi)
2) Menganjurkan pasien untuk mengulangi teknik relaksasi ini, bila
pasien merasakan nyeri
3) Berpamitan pada pasien
4) Mendokumentasikan tindakan dan respon pasien

1.8 Aktivitas dan Istirahat


1.8.1 Latihan ROM
1. Latihan Pasif Anggota Gerak Atas
1) Gerakan menekuk dan meluruskan sendi bahu:
a. Tangan satu penolong memegang siku, tangan lainnya memengang
lengan
b. Luruskan siku naikan dan turunkan legan dengan siku tetap lurus

65
2) Gerakan menekuk dan meluruskan siku :
a. Pegang lengan atas dengan tangan satu, tangan lainnya menekuk dan
meluruskan siku
3) Gerakan memutar pergelangan tangan :
a. Pegang lengan bawah dengan tangan satu, tangan yang lainnya
menggenggam telapak tangan pasien
b. Putar pergelangan tangan pasien ke arah luar (terlentang) dan ke arah
dalam (telungkup)
4) Gerakan menekuk dan meluruskan pergelangan tangan:
a. Pegang lengan bawah dengan tangan satu, tangan lainnya memegang
pergelangan tangan pasien
b. Tekuk pergelangan tangan ke atas dan ke bawah
5) Gerakan memutar ibu jari:
a. Pengang telapak tangan dan keempat jari dengan tangan satu, tangan
lainnya memutar ibu jari tangan
6) Gerakan menekuk dan meluruskan jari-jari tangan
a. Pegang pergelangan tangan dengan tangan satu, tangan yang lainnya
menekuk dan meluruskan jari-jari tangan
2. Latihan pasif anggota gerak bawah
1) Gerakan menekuk dan meluruskan pangkal paha
a. Pegang lutut dengan tangan satu, tangan lainnya memegang tungkai
b. Naikkan dan turunkan kaki dengan lutut yang lurus
2) Latihan aktif anggota gerak atas dan bawah
a. Latihan I
- Angkat tangan yang kontraktur menggunakan tangan yang sehat
ke atas
- Letakan kedua tangan diatas kepala
- Kembalikan tangan ke posisi semula
b. Latihan II
- Angkat tangan yang kontraktur melewati dada ke arah tangan
yang sehat

66
- Kembalikan ke posisi semula
c. Latihan III
- Angkat tangan yang lemah menggunakan tangan yang sehat ke atas
- Kembalikan ke posisi semula
d. Latihan IV
- Tekuk siku yang kontraktur mengunakan tangan yang sehat
- Luruskan siku kemudian angkat ketas
- Letakan kembali tangan yang kontraktur ditempat tidur.
e. Latihan V
- Pegang pergelangan tangan yang kontraktur mengunakan tangan
yang sehat angkat keatas dada
- Putar pengelangan tangan ke arah dalam dan ke arah luar
f. Latihan VI
- Tekuk jari-jari yang kontraktur dengan tangan yang sehat kemudian
luruskan
- Putar ibu jari yang lemah mengunakan tangan yang sehat
g. Latihan VII
- Letakan kaki yang seht dibawah yang kontraktur
- Turunkan kaki yang sehat sehingga punggung kaki yang sehat
dibawah pergelangan kaki yang kontraktur
- Angkat kedua kaki ke atas dengan bantuan kaki yang sehat,
kemudian turunkan pelan-pelan.
h. Latihan VIII
- Angkat kaki yang kontraktur mengunakan kaki yang sehat ke atas
sekitar 3 cm
- Ayunkan kedua kaki sejauh mungkin kearah satu sisi kemudian ke
sisi yang satunya lagi
- Kembali ke posisi semula dan ulang sekali lagi
i. Latihan IX
- Anjurkan pasien untuk menekuk lututnya, bantu pegang pada lutut
yang kontraktur dengan tangan Satu

67
- Dengan tangan lainnya penolong memegang pingang pasien
- Anjurkan pasien untuk memegang bokongnya
- Kembali keposisi semula dan ulangi sekali lagi

1.8.2 Memposisikan Pasien Semi Fowler


1. Pengertian :
Cara berbaring pasien dengan posisi setengah duduk
2. Tujuan :
1) Mengurangi sesak napas
2) Memberikan rasa nyaman
3) Membantu memperlancar keluarnya cairan
4) Membantu mempermudah tindakan pemeriksaan
3. Dilakukan pada :
1) Pasien sesak napas
2) Pasien pasca bedah, bila keadaan umum pasien baik, atau bila pasien
sudah benar – benar sadar
4. Persiapan :
Persiapan alat
1) Sandaran punggung atau kursi
2) Bantal atau balok penahan kaki tempat tidur bila perlu
3) Tempat tidur khusus (functional bed) jika perlu
Persiapan pasien, perawat, dan lingkungan
1) Perkenalkan diri anda pada klien, termasuk nama dan jabatan atau peran
dan jelaskan apa yang akan dilakukan.
2) Pastikan identitas klien
3) Jelaskan prosedur dan alasan dilakukan tindakan tersebut yang dapat
dipahami oleh klien
4) Siapkan peralatan
5) Cuci tangan
6) Yakinkan klien nyaman dan memiliki ruangan yang cukup dan
pencahayaan yang cukup untuk melaksanakan tugas

68
7) Berikan privasi klien
Prosedur :
1) Pasien di dudukkan, sandaran punggung atau kursi di letakkan di bawah
atau di atas kasur di bagian kepala, di atur sampai setengah duduk dan di
rapikan. Bantal di susun menurut kebutuhan. Pasien di baringkan kembali
dan pada ujung kakinya di pasang penahan.
2) Pada tempat tidur khusus (functional bed) pasien dan tempat tidurnya
langsung di atur setengah duduk, di bawah lutut di tinggikan sesuai
kebutuhan. Kedua lengan di topang dengan bantal.
3) Pasien di rapikan.

Hal – hal yang harus di perhatikan :


1) Perhatikan keadaan umum pasien
2) Bila posisi pasien berubah, harus segera di betulkan
3) Khusus untuk pasien pasca bedah di larang meletakkan bantak di bawah
perut.
4) Ucapkan terima kasih atas kerjasama klien
5) Dokumentasikan hasil prosedur dan toleransi klien pada format yang
tepat
1.8.3 Memposisikan Pasien Fowler
1. Pengertian
Cara yang dilakukan untuk membuat posisi pasien fowler (duduk).
2. Tujuan
1) Mencegah rasa tidak nyaman pada otot
2) Mempertahankan tonus otot
3) Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi seperti ulkus decubitus,
kerusakan saraf superficial, kerusakan pembuluh darah dan kontraktur
3. Tindakan
Persiapan alat
1) Bantal seperlunya
2) Hand roll

69
3) 1-2 trochanter roll
4) Papan kaki
4. Persiapan pasien
1) Menjelaskan langkah-langkah tindakan
5. Pelaksanaan
1) Mencuci tangan
2) Mempersiapkan alat
3) Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja ( sesuai
dengan tinggi perawat)
4) Sesuaikan berat badan pasien dan perawat. Bila perlu carilah bantuan
atau gunakan alat bantu pengangkat
5) Naikkan posisi kepala 45-600 (bagi pasien hemiplegia, atur pasien
setegak mungkin). Instruksikan pasien untuk menekuk lutut sebelum
menaikkan bagian kepala tempat tidur. Yakinkan bahwa bokong pasien
berada tepat pada satu lekukan tempat tidur.
6) Letakkan bantal di bawah kepala, leher dan bahu (bagi klien
hemiplegi, atur dagu agak keatas)
7) Letakkan bantal kecil atau gulungan handuk di daerah lekukan pinggang
jika terdapat celah kecil di daerah tersebut
8) Letakkan bantal untuk mendukung lengan dan tangan jika pasien tidak
dapat menggerakkan lengan, seperti paralisis atau tidak sadar pada
ekstremitas atas
9) Berikan hand roll jika pasien mempunyai kecenderungan deformitas pada
jari dan telapak tangan
10) Letakkan trochanter roll di sisi luar paha
11) Letakkan bantal kecil di bawah kaki mulai dari bawah lutut sampai ke
tumit
12) Letakkan papan kaki pada telapak kaki pasien
13) Mencuci tangan
14) Evaluasi respon pasien
15) Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil

70
1.8.4 Memposisikan Pasien Sims
1. Pengertian
Cara yang dilakukan untuk membuat posisi pasien sims
2. Tujuan
1) Mencegah rasa tidak nyaman pada otot
2) Mempertahankan tonus otot
3) Mencegah terjadinya komplikasi immobilisasi, seperti ulkus decubitus,
kerusakan saraf superficial, kerusakan pembuluh darah dan kontraktur
3. Ketentuan
1) Pertahankan agar kasur yang digunakan dapat memberikan suport yang
baik bagi tubuh
2) Yakinkan bahwa alas tidur tetap bersih dan kering, karena alas tidur yang
lembab atau terlipat akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus dekubitus
3) Letakkan alat bantu di tempat yang membutuhkan, sesuai dengan jenis
posisi
4) Jangan letakkan satu bagian tubuh diatas bagian tubuh yang lain,
terutama daerah tonjolan tulang
5) Rencanakan perubahan posisi selama 24 jam dan lakukan secara teratur
(buat jadwal posisi)
4. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan alat
1) Bantal seperlunya
2) Handuk atau bantal pasir
Persiapan pasien
1) Menjelaskan langkah-langkah tindakan
Pelaksanaan
1) Mencuci tangan
2) Mempersiapkan alat
3) Buatlah posisi tempat tidur yang memudahkan untuk bekerja ( sesuai
dengan tinggi perawat)

71
4) Pindahkan pasien ke posisi tempat tidur dengan arah berlawanan dengan
posisi yang diinginkan
5) Rapatkan kedua kaki pasien dan tekuk lututnya
6) Miringkan pasien sampai posisi agak tengkurap
7) Letakkan bantal kecil di bawah kepala
8) Tempatkan satu tangan di belakang tubuh
9) Atur bahu atas sedikit abduksi atau siku fleksi
10) Letakkan bantal diruang antara dada, abdomen serta lengan atas kasur
11) Letakkan bantal di ruang antara abdomen, pelvis, paha atas dan tempat
tidur
12) Yakinkan bahwa bahu dan pinggul berada pada bidang yang sama
13) Letakkan gulungan handuk atau bantal pasir di bawah telapak kaki
14) Mencuci tangan
15) Evaluasi respon pasien
16) Lakukan dokumentasi tindakan dan hasil

1.8.5 Memposisikan Pasien Trendelenberg


1. Pengertian
Posisi ini menempatkan pasien di tempat tidur dengan bagian kepala lebih
rendah dari bagian kak
2. Tujuan:
Melancarkan peredaran darah ke otak
3. Alat dan bahan:
1) Bantal
2) Tempat tidur khusus
3) Balok penopang kaki tempat tidur
4. Prosedur pelaksanaan:
1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
2) Cuci tangan
3) Pasien dalam keadaan berbaring telentang
4) Tempatkan bantal di antara kepala dan ujung tempat tidur pasien

72
5) Tempatkan bantal di bawah lipatan lutut
6) Tempatkan balok penopang di bagian kaki tempat tidur
7) Atau atur tempat tidur khusus dengan meninggikan bagian kaki pasien
8) Cuci tangan

1.8.6 Memposisikan Pasien Litotomi


1. Pengertian
Pada posisi ini pasien di tempatkan pada pisisis terlentang dengan
mengangkat kedua kaki dan di tarik ke atas abdomen.
2. Tujuan
1) Pemeriksaan alat genetalia
2) Proses persslinan
3) Pemasangan alat kontrasepsi
3. Alat dan Bahan
1) Bantal
2) Tempat tidur
3) Selimut atau kain penutup
4. Prosedur Pelaksanaan
1) Jelaskan prosedur yang akan di lakukan
2) Cuci tangan
3) Pasien dalam keadaan berbaringg
4) Angkat ke dua paha dan tarik ke atas abdomen
5) Tungkai bawah membentuk sudut 90 deerajat terhadap paha
6) Letakkan bagian lutut di tempat tidur khusus
7) Pasang selimut

1.8.7 Memposisikan Pasien Dorsal Recumbent


1. Pengertian
Pada posisi ini, pasien di tempatkan pada posisi telentang dengan kedua
lutut fleksi di atas tempat tidur.

73
2. Tujuan
1) Perawatan daerah genitalia
2) Pemeriksaan genitalia
3) Posisi pada proses persalinan
3. Alat dan bahan:
1) Bantal
2) Tempat tidur khusus
3) Selimut
4. Prosedur pelaksanaan:
1) Jelaskan prosedur pada pasien yang akan di lakukan
2) Cuci tangan
3) Pasien dalam keadaan berbaring (telental)
4) Pakaian bawah di buka
5) Tekuk lutut dan di renggangkan
6) Pasang selimut untuk menutupi area genitalia
7) Cuci tangan setelah prosedur di lakukan

1.8.8 Memposisikan Pasien Pronasi


1. Pengertian
Posisi pronasi adalah posisi pasien berbaring di atas abdomen dengan
kepala menoleh ke samping.
2. Tujuan:
1) Memberikan ekstensi penuh pada persendian pinggul dan lutut
2) Mencegah fleksi kontraktur dari persendian pinggul dan lutut
3) Membantu drainase dari mulut sehingga berguna bagi pasien pascaopersi
mulut dan tenggorokan
3. Persiapan alat:
1) Tempat tidur
2) Bantal kecil
3) Gulungan handuk
4) Sarung tangan jika di perlukan

74
4. Prosedur Pelaksanaan:
1) Cuci tangan dan gunakan sarung tangan jika di perlukan
2) Baringkan pasien telentang mendatar di tengah tempat tidur
3) Gulingkan pasien dan posisikan lengan dekat dengan tubuhnya disertai
siku lurus dan tangan di atas paha. Posisikan tengkurap/telungkup di
tengah tempat tidur yang datar
4) Putar kepala pasien ke salah satu sisi dan sokong dengan bantal. Jika
banyak drainase dari mulut, mungkin pemberian bantal
dikontraindikasikan
5) Letakkan bantal kecil di bawah abdomen pada area antara diafragma
(atau payudara pada wanita) dan Krista iliaka
6) Letakkan bantal di bawah kaki, mulai dari lutut sampai tumit
7) Jika pasien tidak sadar atau mengalami paralisis ekstremitas atas,
elevasikan tangan dan lengan bawah dengan menggunakan bantal
8) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan
9) Dokumentasikan tindakan

1.8.9 Memindahkan Pasien Dari Tempat Tidur Ke Brancart / Tempat Tidur


Lain
1. Pengertian
Memindahkan pasien yang mengalami ketidakmampuan, keterbatasan,
tidak boleh melakkukan sendiri, atau tidak sadar dari brankard ke tempat
tidur yang dilakukan oleh dua atau tiga orang perawat.
2. Tujuan
Memindahkan pasien dari brankard ke tempat tidur dengan tujuan untuk
perawatan atau tindakan medis lainnya.
3. Kebijakan
1) Pertahankan agar kasur yang digunakan memberikan suport yanng baik
bagi tubuh.

75
2) Yakinkan bahwa alas tidur tetap bersih dan kering, karena alas tidur yang
lembab atau terlipat akan meningkatkan resiko terjadinya ulkus
dekubitus.
3) Letakkan alat bantu ditempat yang membutuhkan, sesuai dengan jenis
posisi
4) Jangan letakkan satu bagian tubuh diatas bagian tubuh yang lain,
terutama daerah tonjolan tulang.
4. Persiapan
Persiapan Alat:
1) Tempat tidur pasien dan brankar
2) Sarung tangan jika perlu
Persiapan Pasien:
1) Pasien berada di brankar
2) Jelaskan prosedur pada pasien
5. Pelaksanaan
1) Atur brankar dalam posisi terkunci dengan sudut 90 derajat terhadap
tempat tidur
2) Dua atau tiga orang perawat menghadap ke brankar/pasien
3) Silangkan tangan pasien ke depan dada
4) Tekuk lutut anda , kemudian masukkan tangan anda ke bawah tubuh
pasien
5) Perawat pertama meletakkan tangan dibawah leher/bahu dan bawah
pinggang, perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan
panggul pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan dibawah
pinggul dan kaki.
6) Pada hitungan ketiga, angkat pasien bersama-sama dan pindahkan
ke tempat tidur pasien.
7) Lakukan gerakan mengangkat pasien dengan gerakan yang anatomis,
tidak membungkuk secara berlebihan
8) Posisikan pasien pada posisi yang nyaman.

76
9) Rapikan pasien dan bereskan alat-alat.
10) Cuci tangan

1.8.10 Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur Ke Kursi Roda


1. Pengertian
Suatu kegiatan yang dilakuan pada klien dengan kelemahan kemampuan
fungsional untuk berpindah dari tempat tidur ke kursi.
2. Tujuan
1) Melatih otot skelet untuk mencegah kontraktur atau sindro disuse
2) Memberikan kenyamanan
3) Mempertahankan kontrol diri pasien
4) Memungkinkan pasien untuk bersosialisasi
5) Memudahkan perawat yang akan mengganti seprei (pada klien yang
toleransi dengan kegiatan ini)
6) Memberikan aktifitas pertama (latihan pertama) pada klien yang tirah
baring
7) Memindahkan pasien untuk pemeriksaan diagnostik.
3. Langkah
1) Ikuti protokol standar
2) Bantu klien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada
sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda,
yakinkan bahwa kurisi ini dalam posisi terkunci
3) Pasang sabuk pemindahan pila perlu, sesuai kebijakan lembaga
4) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang satabil dan anti slip
5) Regangkan kedua kaki anda
6) Fleksikan panggul dan lutut anda, sejajarkan lutut anda dengan klien
7) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila klien dan
tempatkan tangan pada skapula klien
8) Angkat klien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul
andan dan kaki, pertahankan lutut agak fleksi
9) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut anda

77
10) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan klien secara
langsung ke depan kursi
11) Instruksikan klien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong
12) Fleksikan panggul anda dan lutut saat menurunkan klien ke kursi
13) Kaji klien untuk kesejajarn yang tepat
14) Stabilkan tungkai dengan slimut mandi
15) Ucapkan terimakasih atas upaya klien dan puji klien untuk kemajuan dan
penampilannya
16) Lengkapi akhir protoko

1.9 Perioperatif
1.9.1 Perawatan Luka
1. Pengertian
Merupakan penanganan luka yang terdiri atas membersihkan luka,
menutup, dan membalut luka sehingga dapat membantu proses penyembuhan
luka.
2. Perawatan luka terdiri atas:
1) Mengganti balutan kering
2) Mengganti balutan basah dengan balutan kering
3) Irigasi luka
4) Perawatan dekubitus
3. Tujuan perawatan luka :
1) Menjaga luka dari trauma
2) Imobilisasi luka
3) Mencegah perdarahan
4) Mencegah kontaminasi oleh kuman
5) Mengabsorbsi drainase
6) Meningkatkan kenyamanan fisik dan psikologi
4. Indikasi perawatan luka :
1) Balutan kotor dan basah akibat factor eksternal

78
2) Ada rembesan eksudat
3) Mengkaji keadaan luka
4) Dengan frekuensi tertentu untuk mempercepat debridement jaringan
nekrotik
5. Prinsip penting yang harus diperhatikan perawat saat membersihkan
luka insisi atau area disekitar drain :
1) Bersihkan dari arah area yang sedikit terkontaminasi, seperti dari luka
atau insisi ke kulit disekitarnya atau dari tempat drain ke kulit di
sekitarnya
2) Gunakan friksi lembut saat menuangkan larutan ke kulit
3) Saat melakukan irigasi, biarkan larutan mengalir dari area yang kurang
terkontaminasi ke area yang paling terkontaminasi
4) Perawat tidak boleh menggunakan kassa yang sama, saat membersihkan
insisi atau luka untuk yang kedua kalinya
5) Untuk membersihkan area drain, perawat mengusap sekeliling drain
dengan gerakan memutar dari tempat yang terdekat dengan drain kearah
luar
6. Karakteristik balutan luka yang ideal :
1) Dapat menyerap drainase untuk mencegah terkumpulnya eksudat
2) Tidak melekat
3) Impermeable terhadap bakteri
4) Mampu mempertahankan kelembaban yang tinggi pada luka
5) Penyekat suhu
6) Non toksik dan non alergenik
7) Nyaman dan mudah disesuaikan
8) Mampu melindungi luka dari trauma lebih lanjut
9) Biaya ringan
10) Awet

79
1.9.2 Hecting
1. Definisi
1) Jahitan digunakan untuk hemostasis atau untuk menghubungkan struktur
anatomi yang terpotong (Sabiston,1995).
2) Menurut Sodera dan Saleh (1991), jahitan merupakan hasil penggunaan
bahan berupa benang untuk mengikat atau ligasi pembuluh darah dan
menghubungkan antara dua tepi luka.
3) Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa penjahitan merupakan
tindakan menghubungkan jaringan yang terputus atau terpotong untuk
mencegah pendarahan dengan menggunakan benang.
2. Prinsip Umum Penjahitan luka
Menurut Brown (1995), prinsip–prinsip umum yang harus dilaksanakan
dalam penjahitan luka laserasi adalah sebagai berikut:
1) Penyembuhan akan terjadi lebih cepat bila tepi-tepi kulit dirapatkan satu
sama lain dengan hati-hati. Tegangan dari tepi–tepi kulit harus seminimal
mungkin atau kalau mungkin tidak ada sama sekali. Ini dapat dicapai
dengan memotong atau merapikan kulit secara hati–hati sebelum dijahit.
2) Tepi kulit harus ditarik dengan ringan, ini dilakukan dengn memakai
traksi ringan pada tepi–tepi kulit dan lebih rentan lagi pada lapisan
dermal daripada kulit yang dijahit.
3) Setiap ruang mati harus ditutup, baik dengan jahitan subcutaneus yang
dapat diserap atau dengan mengikutsertakan lapisan ini pada waktu
mmenjahit kulit
4) Jahitan halus tetapi banyak yang dijahit pada jarak yang sama lebih
disukai daripada jahitan yang lebih besar dan berjauhan.
5) Setiap jahitan dibiarkan pada tempatnya hanya selama diperlukan. Oleh
karena itu jahitan pada wajah harus dilepas secepat mungkin (48 jam–5
hari), sedangkan jahitan pada dinding abdomen dan kaki harus dibiarkan
selama 10 hari atau lebih.
6) Semua luka harus ditutup sebersih mungkin.
7) Pemakaian forsep dan trauma jaringan diusahakan seminimal mungkin.

80
Penjahitan merupakan suatu cara menjahit untuk mendekatkan atau
menghubungkan dua tepi luka. Dapat dibedakan menjadi :
3. Jenis Jahitan
1) Jahitan Primer (primary Suture Line)
Adalah jahitan yang digunakan untuk mempertahankan kedudukan
tepi luka yang saling dihubungkan selama proses penyembuhan sehingga
dapat sembuh secara primer.
2) Jahitan kontinyu
Yaitu jahitan dengan sejumlah penjahitan dari seluruh luka dengan
menggunakan satu benang yang sama dan disimpulkan pada akhir jahitan
serta dipotong setelah dibuat simpul. Digunakan untuk menjahit
peritonium kulit, subcutis dan organ.
3) Jahitan simpul/kerat/knot
Yaitu merupakan tehnik ikatan yang mengakhiri suatu jahitan.
Digunakan untuk memperkuat dan mempertahankan jahitan luka
sehingga jahitan tidak terlepas atau mengendor. Yang dimaksud dengan
jerat adalah pengikatan satu kali, sedang simpul adalah pengikatan
dengan dua jerat atau lebih
4. Komplikasi menjahit luka
1) Overlapping
Terjadi sebagai akibat tidak dilakukan adaptasi luka sehingga luka
menjadi tumpang tindih dan luka mengalami penyembuhan yang lambat
dan apabila sembuh maka hasilnya akan buruk.
2) Nekrosis
Jahitan yang terlalu tegang dapat menyebabkan avaskularisasi
sehingga menyebabkan kematian jaringan.
3) Infeksi
Infeksi dapat terjadi karena tehnik penjahitan yang tidak steril, luka
yang telah terkontaminasi, dan adanya benda asing yang masih
tertinggal.

81
4) Perdarahan
Terapi antikoagulan atau pada pasien dengan hipertensi.
5) Hematoma
Terjadi pada pasien dengan pembuluh darah arteri terpotong dan
tidak dilakukan ligasi/pengikatan sehingga perdarahan terus berlangsung
dan menyebabkan bengkak.
6) Dead space (ruang/rongga mati)
Yaitu adanya rongga pada luka yang terjadi karena penjahitan yang
tidak lapis demi lapis.
7) Sinus
Bila luka infeksi sembuh dengan meninggalkan saluran sinus,
biasanya ada jahitan multifilament yaitu benang pada dasar sinus yang
bertindak sebagai benda asing.
8) Dehisensi
Adalah luka yang membuka sebelum waktunya disebabkan karena
jahitan yang terlalu kuat atau penggunaan bahan benang yang buruk.
9) Abses
Infeksi Hebat Yang Telah Menghasilkan Produk Pus/Nanah.
5. Indikasi
Setiap luka dimana untuk penyembuhannya perlu mendekatkan tepi
luka.
6. Pengenalan Alat Dan Bahan Penjahitan
Alat dan bahan yang diperlukan pada penjahitan luka :
1) Alat (Instrumen)
a. Tissue forceps ( pinset ) terdiri dari dua bentuk yaitu tissue forceps
bergigi ujungnya ( surgical forceps) dan tanpa gigi di ujungnya yaitu
atraumatic tissue forceps dan dressing forceps.
b. Scalpel handles dan scalpel blades
c. Dissecting scissors ( Metzen baum )
d. Suture scissors
e. Needleholders

82
f. Suture needles ( jarum ) dari bentuk 2/3 circle, Vi circle , bentuk
segitiga dan bentuk bulat
g. Sponge forceps (Cotton-swab forceps)
h. Hemostatic forceps ujung tak bergigi ( Pean) dan ujung bergigi
(Kocher)
i. Retractors, double ended
j. Towel clamps
2) Bahan
a. Benang (jenis dan indikasi dijelaskan kemudian )
b. Cairan desifektan : Povidon-iodidine 10 % (Bethadine )
c. Cairan Na Cl 0,9% dan perhydrol 5 % untuk mencuci luka.
d. Anestesi lokal lidocain 2%.
e. Sarung tangan.
f. Kasa steril.
3) Cara Memegang Alat
a. Instrument tertentu seperti pemegang jarum, gunting dan pemegang
kasa: yaitu ibu jari dan jari keempat sebagai pemegang utama,
sementara jari kedua dan ketiga dipakai untuk memperkuat pegangan
tangan. Untuk membuat simpul benang setelah jarum ditembuskan
pada jaringan, benang dilingkarkan pada ujung pemegang jarum.
b. Pinset lazim dipegang dengan tangan kiri, di antara ibujari serta jari
kedua dan ketiga. Jarum dipegang di daerah separuh bagian
belakang.
c. Sarung tangan dipakai menurut teknik tanpa singgung.
7. Persiapan Penjahitan ( Kulit)
1) Rambut sekitar tepi luka dicukur sampai bersih.
2) Kulit dan luka didesinfeksi dengan cairan Bethadine 10%, dimulai dari
bagian tengah kemudian menjauh dengan gerakan melingkar.
3) Daerah operasi dipersempit dengan duk steril, sehingga bagian yang
terbuka hanya bagian kulit dan luka yang akan dijahit.
4) Dilakukan anestesi local dengan injeksi infiltrasi kulit sekitar luka.

83
5) Luka dibersihkan dengan cairan perhydrol dan dibilas dengan cairan
NaCl.
6) Jaringan kulit, subcutis, fascia yang mati dibuang dengan menggunakan
pisau dan gunting.
7) Luka dicuci ulang dengan perhydrol dan dibilas dengan NacCl.
8) Jaringan subcutan dijahit dengan benang yang dapat diserap yaitu plain
catgut atau poiiglactin secara simple interrupted suture.
9) Kulit dijahit benang yang tak dapat diserap yaitu silk atau nylon.

8. Teknik Penjahitan Kulit


Prinsip yang harus diperhatikan:
1) Cara memegang kulit pada tepi luka dengan surgical forceps harus
dilakukan secara halus dengan mencegah trauma lebih lanjut pada
jaringan tersebut.
2) Ukuran kulit yang yang diambil dari kedua tepi luka harus sama
besarnya.
3) Tempat tusukan jarum sebaiknya sekitar 1-3 cm dari tepi lukia.Khusus”
daerah wajah 2-3mm.
4) Jarak antara dua jahitan sebaiknya kurang lebih sama dengan tusukan
jarum dari tepi luika.
5) Tepi luka diusahakan dalam keadaan terbuka keluar ( evferted ) setelah
penjahitan.

84
BAB II
SISTEM RESPIRASI

2.1 Standart Operasional Prosedur (SOP) Inhalasi Nebulizer


A. Definisi
Nebulizing merupakan tindakan dengan memberikan penguapan agar
lendir lebih encer dan bisa dikeluarkan. Nebulizer adalah pelembab yang
berbentuk aerosol, kabut butir-butir kecil air (5-10 mikron).

B. Tujuan
1. Untuk mengencerkan sekret dengan jalan memancarkan butir-butir air
melalui aerosol
2. Pemberian obat aerosol

C. Indikasi
1. Klien yang tidak dapat mengeluarkan sekret
2. Post-ekstubasi
3. Status asmatikus
4. Laring edema
5. Klien dengan sputum yang kental
6. Sebelum dilakukan fisioterapi dada
7. Pada keadaan tertentu dapat diberikan bersama dengan ventilator

D. Kontraindikasi
1. Tekanan darah tinggi autonomic hiperrefleksia
2. Nadi yang meningkat atau takikardia
3. Riwayat yang tidak baik dari pengobatan

E. Komplikasi
1. Henti nafas
2. Dosis yang kurang tepat karena kurang tepat dalam menggunakan alat
ataupun tekniknya.

85
3. Kurang dalam pemberiaan obat karena malfungsi dari alat tersebut.
4. Pemberian dosis tinggi dari beta agonis akan menyebabkan yang tidak
baik pada system sekunder dari penyerapan obat tersebut. Hypokalemia
dan atrial atas ventricular disritmia dapat ditemuikan pada pasien dengan
kelebihan dosis.
5. Spasme bronkus atau iritasi pada saluran pernafasan.
6. Alat aerosol atau adapter yang digunakan dan teknik penggunaan dapat
mempengaruhi penampilan karakter dari ventilator terhadap sensitifitas
system alarm.
7. Penambahan gas pada circuit ventilator dari nebulizer dapat
meningkatkan volume, aliran dan tekanan puncak saluran udara.
8. Penambahan gas pada ventilator dari nebulizer juga dapat menyebabkan
kipas pada ventilator tidak berjalan selama proses nebulizer.

F. Jenis-Jenis Nebulizer
1. Jet nebulizer: udara/ gas menyemburkan butir air sedemikian rupa
sehingga pecah menjadi butir-butir kecil
2. Nebulizer ultrasonik: getaran ultrasonik memecahkan air menjadi butir-
butir kecil, kemudian didorong gas/ udara

G. Standart Operasional Prosedur Inhalasi Nebulizer


1. Pengakajian
a) Kaji status kardiopulmonal
b) Kaji adanya penumpukan sekret
c) Kaji kebutuhan klien untuk tindakan nebulizing
2. Persiapan Alat
a) Set nebulizer
b) Stetoskop
c) Kassa alkohol dan kassa lembab
d) Selang/ kanul udara/ masker transparan
e) Sarung tangan bersih

86
f) Obat inhalasi, Nacl 0,9%, Aquades
g) Bengkok
h) Pot sputum
i) Tissue
3. Persiapan Klien
a) Berikan salam dan sapa klien sebelum melakukan tindakan
b) Identifikasi klien
c) Jelaskan tujuan dan prosedur tindakan
d) Tanyakan kesiapan klien sebelum tindakan dilakukan
e) Berikan posisi yang nyaman (semifowler/ fowler)
f) Jaga privasi klien
g) Periksa suara nafas (adanya bunyi nafas ronchi)
4. Pelaksanaan
a) Mencuci tangan
b) Menempatkan meja/ troli yang berisi set nebulizer didepan klien
c) Mengatur posisi klien (posisikan klien duduk)
d) Memakai sarung tangan bersih
e) Membersihkan hidung/ mulut/ ETT dengan kapas lembab lalu buang
ke bengkok
f) Isi nebulizer dengan obat inhalasi (Nacl 0,9%, aquades, ventonin)
g) Memasang masker/ nasal kanul/ mouth piece pada klien, hidupkan
nebulizer
h) Menganjurkan klien untuk bernafas secara teratur (caranya bernafas
melalui hidung den mengeluarkan nafas lewat mulut)
i) Secara periodik anjurkan klien untuk batuk efektif dan mengeluarkan
dahaknya
j) Auskultasi suara napas, bila masih terdapat ronchi nebulizer dapat
diulangi lagi
k) Lakukan sampai obat habis, jika sudah habis maka matikan nebulizer
l) Jika masih ada ronchi, ulangi auskultasi suara naps. Lakukan
fisioterapi dada

87
m) Bersihkan mulut klien dengan tisue/ kassa
n) Perhatikan keadaan umum
o) Bersihkan alat dan rapikan klien
p) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
5. Evaluasi
a) Evaluasi kardiopulmunal
b) Evaluasi kondisi sebelum dan sesudah nebulizer
c) Evaluasi suara nafas
d) Karakteristik sekret yang keluar
6. Dokumentasi
a) Catat status kardio pulmunal
b) Catat waktu pemberian nebulizer
c) Catat jenis dan dosis obat yang diberikan
d) Catat karakteristik sekret yang keluar

88
2.2 Standart Operasional Prosedur (SOP) Suction
A. Definisi
Penghisapan lendir (suction) adalah suatu metode untuk mengeluarkan
lendir atau sekret dari jalan napas, prosedur ini biasanya dilakukan melalui
mulut, nasofaring, atau trakea

B. Tujuan
1. Mematenkan jalan napas
2. Menjaga kelancaran dan membebaskan jalan napas dari sekret atau lendir
yang menumpuk

C. Indikasi
Tindakan keperawatan suction dilakukan pada klien dengan
penumpukan sekret di saluran napas

D. Kontraindikasi
Klien yang mengalami kelainan yang dapat mengakibatkan spasme
laring (terutama penghisapan melalui trakea), gangguan perdarahan, edema
laring, verises esophegus, pembedahan trakea, pembedahan gaster, dan infark
miokard

E. Komplikasi
1. Hipoksia
2. Trauma jaringan
3. Meningkatan resiko infeksi
4. Bronkospasme

F. Pedoman dalam Suction


1. Ukuran kateter yang biasa digunakan
a) 6-8 french untuk bayi
b) 8-10 french untuk anak-anak
c) 12-16 french untuk dewasa

89
2. Ukuran mesin penghisap
a) 60-100 mmHg untuk bayi
b) 80-120 mmHg untuk anak-anak
c) 120-150 mmHg untuk dewasa
3. Ukuran tekanan untuk portable suction
a) 2-5 mmHg untuk bayi
b) 5-10 mmHg untuk anak-anak
c) 10-15 mmHg untuk dewasa

G. Standart Operasional Prosedur Suction


1. Pengkajian
a) Kaji status respirasi klien (adanya sekret, suara napas tambahan, dan
lain-lain)
b) Kaji kemampuan batuk efektif
c) Kaji pemahaman klien tentang prosedur suction
d) Kaji kesiapan klien sebelum tindakan
2. Persiapan alat
a) Kateter penghisap
b) Sarung tangan steril
c) Bak steril sedang (untuk penghisapan melalui trakea dan
trakeostomi)
d) Kom steril (di isi dengan NaCl)
e) Tongue spattel (digunakan bila klien tidak sadar)
f) Korentang steril
g) Kassa
h) Tabung oksigen
i) Suction/ mesin penghisap
j) Perlak
k) Bengkok
l) Larutan desinfektan dalam tempat

90
m) Tissue
n) Elly
3. Persiapan klien
a) Identifikasi klien
b) Jelaskan pada klien atau keluarga tentang prosedur tindakan
c) Jelaskan tujuan tindakan
d) Siapkan lingkungan yang aman
e) Jaga privasi klien
4. Pelaksanaan
a) Cuci tangan
b) Letakan handuk diatad dada dan dibahu klien
c) Tuangkan air steril dan larutan steril pada baskom
d) Hubungkan kateter penghisap ke mesin penghisap
e) Periksa fungsi mesin penghisap dan atur tekanan mesin penghisap
f) Masukan ujung kateter pada NaCl untuk menguji suction
g) Berikan oksigen sebelum melakukan pengisapan
h) Pakai sarung tangan steril dan beri pelumas pada kaketer
i) Pada keadaan mati masukan kateter perlahan pada lubang hidung
yang paling lapang sampai carina(percabangan trakea)
j) Tutup thumb kontrol (keadaan hidup) dan tarik kateter dengan arah
memutar dan cepat (15-20 detik)
k) Bersihkan kateter dengan dimasukan ke dalam NaCl
l) Beri klien oksigen
m) Matikan mesin dengan tangan tidak steril
n) Lipat kateter dan pegang dengan sarung tangan steril
o) Buka sarung tangan dengan kateter melipat dibagian yang steril dan
letakan sarung tangan ke tempat yang berisi desinfektan
p) Posisikan klien fowler
q) Bersihkan daerah mulut dan hidung
r) Bereskan peralatan

91
s) Rapikan klien
t) Cuci tangan
5. Evaluasi
a) Status pernafasan
b) Kebersihan jalan napas (adanya suara napas tambahan)
c) Karakteristik sekret
6. Dokumentasi
a) Catat waktu pelaksanaan tindakan
b) Catat adanya gangguan saat melakukan tindakan
c) Catat karakteristik sekret

92
2.3 Standart Operasional Prosedur (SOP) Perawatan Trakeostomi
A. Definisi
Trakeostomi merupakan prosedur yang dilakukan dengan membuat
lubang di trakea dengan memasukan selang indwelling kedalam trakea yang
dapat bersifat menetap atau permanen. Tindakan ini dilakukan untuk
memantau suatu obstruksi jalan napas atas, untuk membuang sekresi
trakeobronkial, untuk memungkinkan penggunaan ventilasi mekanis jangka
panjang, untuk mencegah aspirasi sekresi oral pada klien tidak sadar atau
paralisis, dan untuk mengganti selang endotrakeal. Tindakan keperawatan
yang dapat dilakukan adalah membersihkan kanul trakeostomi untuo menjaga
kepatenan jalan napas

B. Tujuan Perawatan Trakeostomi


1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Mencegah terjadinya plak/ sumbatan pada selnag trakeostomi
3. Menjaga patensi jalan napas
4. Bronchial toilet yang efektif
5. Mempertahankan fiksasi dan posisi kanul trakeostomi

C. Indikasi Trakeostomi
1. Sumbatan saluran napas bagian atas
2. Retensi sekret atau sputum
3. Gangguan ventilasi atau pernafasan

D. Kontraindikasi Trakeostomi
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol (hemofilia)

E. Komplikasi
1. Komplikasi dini
a) Perdarahan
b) Pneumotoraks

93
c) Embolisme udara
d) Aspirasi
e) Emfisema subkutan
f) Kerusakan saraf laring
g) Penetrasi dinding trakea posterior
2. Komplikasi jangka panjang
a) Obstruksi jalan napas karena akumulasi sekret
b) Infeksi
c) Disfagia
d) Fistula trakeoesofagus
e) Dilatasi trakea atau iskemia trakea dan nekrosis
f) Stenosis trakea setelah selang dilepaskan

F. Standart Operasional Prosedur Trakeostomi


1. Pengkajian
a) Kaji status kardiopulmunal
b) Kaji area sekitar balutan trakeostomi dari tanda-tanda infeksi
c) Kaji kepatenan jalan napas
d) Kaji kebutuhan terhadap bronchial toilet (adanya penumpukan
sekret)
2. Persiapan alat
a) Handuk
b) Plester
c) Bak instrumen berisi: sarung tangan steril, kassa, 2 pinset, gunting,
lidi waten, kanul trakeostomi pengganti
d) Hidrogen peroksida
e) NaCl
f) Baskom
g) Korentang pada tempatnya
h) Gunting
i) Tali trakeostomi (perban atau pita)

94
j) Sikat kecil
k) Bengkok
l) Set peralatan suction
m) Obat sesuai advis dokter
n) Baki beralas atau troli
3. Persiapan klien dan lingkungan
a) Identifikasi klien
b) Jelaskan prosedur tindakan pada klien
c) Jaga privasi klien
d) Posisikan klien (fowler/semi fowler)
4. Prosedur pemasangan
a) Cuci tangan
b) Atur peralatan perawatan trakeostomi di meja samping tempat tidur
klien
c) Taruh perlak dan bengkon disamping klien
d) Buka bak instrumen, persiapkan cairan kedalam cucing sesuai
kebutuhan
e) Periksa volume udara pada cuff trakeostomi dengan memegang
mensetnya
f) Gunakan sarung tangan steril
g) Dengan menggunakan tangan kiri ambil anak kanul dan rendam
kedalam larutan hidrogen peroksida/ alkohol
h) Lakukan pengisapan jika perlu
i) Dengan tangan kanan ambil lidi waten dan NaCl bersihkan bagian
terluar kanul dan stoma dengan gerakan memutar dari dalam keluar
j) Bersihkan bagian terluar kanul dan stoma dengan gerakan memutar
dari sisi stoma keluar
k) Pasang kanul pengganti, berikan obat sesuai advis dokter, pasang
kassa lalu ikatkan tali trakeostomi melingkari leher dan berikan
kelonggaran sekitar 1 jari
l) Posisikan klien dengan posisi yang nyaman

95
m) Bereskan peralatan
n) Rapikan klien
o) Lepas sarung tangan dan cuci tangan
5. Evaluasi
a) Evaluasi status kardiopulmonal klien
b) Evaluasi kondisi dan kilit sekitan stoma
6. Dokumentasi
a) Catat waktu pelaksanaan perawatan trakeostomi
b) Catat adanya gangguan status pernafasan klien
c) Catat adanya tanda-tanda infeksi pada kulit sekitar stoma

96
2.4 Standart Operasional Prosedur (SOP) Punksi Pleura
A. Definisi
Punksi pleura atau Torasentesis adalah tindakan mengaspirasi cairan
pleural atau udara, dilakukan untuk menghilangkan tekanan, nyeri atau
dispnea.

B. Tujuan
1. Tujuan Pemeriksaan
a) Sebagai terapi: menghilangkan akumulasi cairan atau udara pleural
yang menyebabkan kompresi paru dan kegawatan pernafasan.
b) Sebagai tindakan pemeriksaan diagnostik: Pemeriksaan cairan
pleural terhadap berat jenis, glukosa, protein, pH, pemeriksaan kultur
atau sensitivitas, serta pemeriksaan sitologi.
2. Tujuan Tindakan Keperawatan
Klien memahami prosedur, mengontrol ansietas klien, klien dapat
menjalani prosedur tanpa efek yang tidak diinginkan.

C. Indikasi
1. Terapeutik : mengurangi sesak nafas
2. Diagnostik : pemeriksaan sitologi, kultur mikroorganisme (resistensi dan
sensitifitas) thd BTA,jamur dan parasit

D. Kontraindikasi
1. Gagal jantung (yang belum diatasi)
2. Keadaan yang tidak dapat mentolerir komplikasi pneumotoraks
3. Keadaan umum sangat lemah sehingga tidak dapat duduk/setengah
duduk
4. Jumlah cairan terlalu sedikit
5. Gangguan hemostasis yang belum diatasi
6. Pasien dengan positive pressure ventilation karena resiko fistel
bronkhopleura dan tension pneumothoraks

97
E. Komplikasi
1. Pneumotoraks
2. Hematotoraks
3. Infeksi.

F. Standar Operasional Prosedur


1. Pengkajian
a) Mengkaji program/instruksi medik.
b) Mengkaji tingkat pengetahuan klien tentang prosedur pemeriksaan.
c) Mengkaji hasil pemeriksaan rontgen dada dan USG yang dilakukan
sebelumnya.
d) Mengobservasi tanda-tanda vital, adanya keluhan kesulitan bernafas,
dan nyeri.
e) Mengkaji adanya riwayat alergi terhadap obat anestesi.
2. Persiapan Alat
a) Surat ijin tindakan (informed concent).
b) Spuit 5 ml, 20 ml, dan 50 ml.
c) Jarum no 16, 14 (jika perlu)
d) Threeway/stopcock
e) Blood set
f) Cairan antiseptik (alkohol 70% dan betadin 10%)
g) Anestesi lokal (lidocain amp 2%)
h) Tempat/botol penampung sampel cairan untuk pemeriksaan
kultur/citologi cairan pleura
i) Kasa steril.
j) Handscon steril
k) Bak instrumen steril berisi duk, klem, com kecil dan kasa pentol yg
dibungkus dengan kain
l) Perlak ikat
m) Plester dan gunting
n) Lampu tindakan

98
o) Botol/tempat penampung cairan pleura
p) Scort
q) Klem duk
3. Persiapan Pasien
a) Mengucapkan salam
b) Menyebut/menanyakan nama pasien
c) Mengenalkan diri dan instansi
d) Menjelaskan prosedur dan tujuan dilakukannya tindakan
e) Meminta klien untuk menandatangani informed concent
f) Tindakan dilakukan di ruang OK Paru
g) Membawa dan meletakkan alat di dekat pasien.
4. Pelaksanaan
a) Mencuci tangan
b) Membantu klien mengatur posisi yang sesuai untuk tindakan
thorasentesis
c) Menyiapkan alat didekat klien, buka dengan teknok steril
d) Mengatur ketrerangan pencahayaan, gunakan lampu tindakan bila
perlu.
e) Selama dokter melakukan prosedur, mem berikan dukungan
emosional dan fisik pada klien dan siapkan klien terhadap hal-hal
yang akan terjadi:
(1) Klien akan merasa dingin akibat anesteti
(2) Menganjurkan klien untuk benar-benar tidak bergerak, dan tidak
batuk
(3) Memberitahuykan kepada klien saat anestesi lokalnya akan
disuntikkan
f) Memberikan tekanan pada area punksi dan memberikan balutan
steril setelah prosedur selesai
g) Membantu klien untuk kembali pada posisi semula.
h) Memastikan kepada dokter apakah diperlukan pemeriksaan rontgen
kembali

99
i) Merapihkan alat
j) Mencuci tangan.
5. Evaluasi
a) Mengevaluasi respon serta toleransi klien sebelum, selama, dan
sesudah prosedur
b) Mengevaluasi adanya keluhan pening, rasa sesak didada, batuk,
sputum dengan bercampur serat darah, takikardi, dan sianosis
c) Mengevaluasi karakteristik cairan yang keluar: jumlah, konsistensi,
dan warnanya
d) Mengobservasi tanda-tanda vital pasca prosedur secara periodik.
6. Dokumentasi
a) Mencatat tanggal dan waktu pelaksanaan prosedur
b) Mencatat respon serta toleransi klien sebelum, selama, dan sesudah
prosedur
c) Mencatat bila ada keluhan pening, rasa sesak didada, batuk, sputum
dengan bercampur serat darah, takikardi, dan sianosis
d) Mencatat karakteristik cairan yang keluar: jumlah, konsistensi, dan
warnanya
e) Mencatat hasil observasi tanda-tanda vital pasca prosedur secara
periodik.

100
2.5 Standart Operasional Prosedur (SOP) Water Seal Drainage (WSD)
A. Definisi
Water seal drainage (WSD) merupakan penatalaksanaan bedah dengan
memasukan selang dada ke rongga pleura dan sistem drainage tertutup.
Tindakan ini dilakukan untuk mengembangkan kembali paru yang sakit, serta
untuk membuang kelebihan udara, cairan dan darah.

B. Tujuan
1. Membuang cairan gas dari rongga pleura atau rongga toraks dan ruang
midsternal.
2. Untuk memungkinkan reeklamsi paru dan memulihkan fungsi
kardiopulmonal setelah pembedahan, trauma, kondisi medis dengan
menetapkan tekanan negatif dalam rongga pleura

C. Indikasi
1. Hematothorax.
2. Pneumothorax.
3. Empiema.
4. Efusi pleura.
5. Kaska thoracotomi.
6. Hemato pneumothorax.

D. Kontraindikasi
1. Infeksi pada tempat pemasangan
2. Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol

E. Komplikasi
1. Perdarahan intercosta
2. Emfisema
3. Kerusakan pada saraf intercosta, vena, arteri
4. Pnemothoraks

101
F. Prinsip drainase toraks atau dada
1. Sistem drainage harus mampu mengeluarkan atau mengangkat akumulasi
dari rongga pleura sehingga rongga pleura dan fungsi kardiopulmonal
kembali normal
2. Beberapa jenis sistem drainage dengan prinsip water seal telah banyak
dipakai. Selang dada dihubungkan dengan sebuah botol. Menggunakan
prinsip katup satu jalan. Air berfungsi sebagai penutup serta
memungkinkan udara dan cairan mengalir dari rongga dada. Tetapi udara
tidak dapat masuk kembali ke pipa yang berada di bawah permukaan air
3. Drainage toraks dikategorikan menjadi tiga mekanik

G. Macam-Macam Drainage Toraks


1. Water seal sistem sistem satu botol
a) Ujung pipa drainase dari dada pasien adalah penutup dengan adanya
permukaan air, dimana terjadi drainase udara dan cairan dari ronggo
pleura, tetapi udara yang di bawah tidak dapat kembali ke dada atau
rongga pleura. Fungsi drainase terganggu dari gravitasi, dan bila
dikehendaki tambahkan suction sebagai vakum kontrol.
b) Pipa dari pasien panjangnya kurang lebih 2,5 cm di bawah
permukaan air dalam botol.
c) Ujung pipa drainase dapat tampak gelembung atau tidak
bergelembung yang dapat disebabkan karena adanya kebocoran
udara dari paru-paru atau jaringan lainnya atau bocornya sistem.
2. Water seal sistem dua botol
a) Sistem 2 botol sama dengan water seal chamber, ditambah botol
tempat cairan.
b) Drainase serupa dengan unit satu botol, kecuali saat cairan pleura
mengalir keluar, water seal tidak dipengaruhi oleh volume drainase.
c) Efektivitas drainase tergantung dari gravitasi atas kebutuhan
penambahan suction pada sistem.

102
d) Bila suction atau vakum ditambahkan pada sistem, sambungan
dibuat pada lubang pipa ventilasi dari botol WSD.
3. Water seal sistem tiga botol
Sistem tiga botol serupa dengan sistem 2 botol. Hasil yang
diharapkan dari sistem tiga botol adalah mengontrol jumlah dari
pemakaian suction kecuali dalam penambahan botol ke-3 sebagai suction
control.
a) Kuantitas suction ditentukan oleh kedalaman ujung pipa pada lubang
botol yang berada di bawah permukaan air.
b) Drainase sistem 3 botol juga tergantung dari gravitasi atau kuantitas
penggunaan suction. Penambahan suction dalam sistem 3 botol
dikontrol dengan botol manometer.
c) Suction motor mekanik atau dinding suction membuat tekanan
berkurang dan mempertahankannya pada keseluruhan sistem
drainase.
d) Botol manometer mengatur jumlah kekosongan atau hampa udara
dalam sistem.
e) Botol ini memakai tiga pipa :
f) Pipa pendek di atas permukaan air berasal dari botol water seal.
g) Pipa pendek hanya berperan dalam vakum atau motor suction atau
pada dinding suction.
h) Pipa ketiga : pipa panjang berada di bawah garis air dalam botol dan
terbuka, berhubungan dengan atmosfer di luar botol. Pipa ini
mengatur jumlah penyedotan dalam sistem, tergantung pada
kedalaman pipa (kurang lebih 20cm) di bawah permukaan air.
i) Ketika vakum pada sistem menjadi batas kedalaman pipa di bawah
permukaan air, udara yang terdapat dalam sistem akan
mengakibatkan gelembung-gelembung tetap terjadi pada botol
manometer yang menandakan sistem berfungsi dengan baik.

103
H. Standart Operasional Prosedur WSD
1. Persiapan Alat
a) Bak instrumen steril berisi: 2 pinset, satu pasang sarung tangan, kasa,
lidi waten, gunting dan kom
b) Korentang
c) Gunting
d) Plester
e) Bengkok (nearbekken)
f) Alkohol
g) Normal salin
h) Klem arteri
i) Baki beralas atau troli
2. Persiapan Pasien dan Lingkungan
a) Identifikasi pasien.
b) Jelaskan prosedur tindakan pada pasien (informed consent).
c) Jaga privasi pasien.
d) Atur posisi pasien (semifowler).
3. Prosedur Pelaksanaan
a) Melakukan Perawatan Luka
(1) Cuci tangan.
(2) Buka bak instrumen dan siapkan cairan dalam kom.
(3) Pakai sarung tangan steril.
(4) Gunting kasa steril dan letakkan kembali di bak instrumen.
(5) Lepaskan balutan lama dari insersi.
(6) Disinfeksin sekitar insersi dengan kapas alkohol.
(7) Lakukan perawatan luka dengan normal salin dengan teknik
steril di area insersi.
(8) Tutup insersi dengan kasa steril dan fiksasi dengan plester atau
hipafix.
(9) Lepas sarung tangan.

104
(10) Bereskan alat-alat dan rapikan pasien.
(11) Cuci tangan.
b) Mengobservasi Cairan WSD
(1) Ukur jumlah cairan yang keluar.
(2) Cek karakteristik cairan pleura.
(3) Periksa kelancaran cairan atau ventilasi udara pada sistem
drainase.
c) Membuang Cairan WSD
(1) Melakukan klem atau menutup dengan klem arteri di area
bagian bawah selang dari pleura ke botol (jangan memasang
klem pada toraks drain).
(2) Melepaskan botol dari selang.
(3) Membuang cairan pleura dari tempatnya.
(4) Mencuci tangan.
4. Evaluasi
a) Kepatenan selang WSD.
b) Keadaan luka dan kulit di sekitar insersi (tanda-tanda infeksi).
c) Karakteristik cairan pleura (jumlah, warna, dan bau).
5. Dokumentasi
a) Catat waktu pelaksanaan tindakan.
b) Catat kondisi kulit disekitar insersi selang WSD.
c) Catat karakteristik cairan pleura.

105
2.6 Standart Operasional Prosedur (SOP) Fisioterapi Dada
A. Definisi
Fisioterapi dada merupakan kumpulan teknik terapi atau tindakan
pengeluaran secret yang dapat digunakan, baik secara mandiri maupun
kombinasi agar tidak terjadi penumpukan secret yang mengakibatkan
tersumbatnya jalan nafas dan komplikasi penyakit lain sehingga menurunkan
fungsi ventisasi paru-paru.

B. Tujuan
1. Mempertahankan ventilasi yang adekuat dan mencegah infeksi
2. Melepas dan mengeluarkan secret dari brokus dan bronkiolus
3. Mencegah kolaps dari paru-paru yang di sebabkan oleh tersumbatnya
secret yang keluar

C. Indikasi
Pasien dengan gangguan paru-paru yang menunjukkan peningkatan produksi
lendir (bronchitis, emfisema, fibrosis kistik, bronchitis kronis)

D. Kontraindikasi
Pasien yang mengalami abses paru dan tumor, pneumothoraks, penyakit-
penyakit pada dinding dada (fraktur), efusi pleura dan tuberculosis.

E. Komplikasi
1. Perdarahan intercostal
2. Empisema, (1-16% kasus berkembang menjadi empisema)
3. Kerusakan pada saraf interkostal, vena, atau arteri
4. Kerusakan pada pembuluh mammae
5. Empisema mediastinum
6. Pneumotorak kambuhan

106
F. Cara fisioterapi dada
1. Perkusi/clapping
Tindakan mengetuk permukaan tubuh, yaitu daerah thoraks dengan jari
untuk menghasilkan getaran yang menjalar melalui jaringan tubuh.
Biasanya dilakukan 1-2 menit atau disesuaikan dengan permintaan
dokter. Tujuannya yaitu untuk membantu melepaskan secret pada paru-
paru sehingga secret dapat dikeluarkan dengan mudah.
2. Vibrasi
Merupakan tindakan memberi kompresi dan getaran manual pada
dinding dada selama fase ekshalasi pernafasan. Vibrasi dilakukan setelah
perkusi. Jika pasien mengalami nyeri dada, maka vibrasi bisa dilakukan
untuk mengganti perkusi/clapping. Tujuan dilakukan vibrasi adalah
untuk membantu pasien meningkatkan velositas udara yang diekspirasi
dari jalan nafas sehingga pasien dapat melepaskan secret dan mudah
dikeluarkan.
3. Postural drainage
Pembersihan secret pada jalan nafas segmen bronkus dengan pengaruh
gravitasi. Pembersihan dengan cara ini dicapai dengan melakukan salah
satu atau lebih dari 10 posisi tubuh yang berbeda. Setiap posisi
mengalirkan bagian khusus dari cabang trakeobronkial, bidang paru atas,
tengah, atau bawah kedalam trakea. Batuk atau penghisapan setelah
postural drainage dapat membuang secret dari trakea. Postural drainase
efektif digunakan untuk mengeluarkan secret pada pasien post operasi,
penderita emfisema, asma, bronchitis kronis, bronkietasis dan fibrosis
kistik.

G. Standar Operasional Prosedur


1. Pengkajian
a) Kaji adanya riwayat penyakit pernafasan, seperti PPOM, infeksi
saluran pernafasan atas atau bawah, tuberkulosid, dan pneumonia.
b) Kaji adanya batuk dan secret
c) Kaji status pernafasan pasien.

107
2. Persiapan Alat
a) Pakaian atau handuk tipis
b) Stetoskop
c) Tissue
d) Pot sputum dengan larutan desinfektan (lisol, saflon, kreolin, klorin
0,5%)
e) Bantal
f) Papan pemiring atau pendongkrak (jika drainse dilakukan dirumah)
g) Air minum hangat
h) Santion bila perlu
i) Baki beralas atau troli
3. Persiapan Pasien dan Lingkungan
a) Identifikasi pasien
b) Berikan privasi pada pasien dan menjaganya
c) Jelaskan prosedur dan tujuan tindakan yang akan dilakukan pada
pasien, dan menjaab jika ada pertanyaan dari pasien (informend
consent)
d) Sesuaikan tindakan dengan jadwal pemberian makanan untuk
mencengah terjadinya regurgitas dan penurunan nafsu makan.
Biasanya dilakukan tindakan perkusi 1 atau ½ jam sebelum makan.
Hal ini akan memperlancar jalan nafas, memperbaiki oksigenasi,
mengurangi beban pernafasan, dan dapat meningkatkan nafsu
makan.
e) Anjurkan pasien untuk sering minum air hangat dengan tujuan
mengencerkan secret dan memudahkan untuk dikeluarkan.
f) Atur posisi pasien sesuai lokasi secret
4. Pelaksanaan
a) Cuci tangan
b) Lakukan auskultasi pada daerah thoraks
c) Lakukan fisioterapi dada

108
d) Perkusi
(1) Letakkan handuk atau kain tipis atau pasien menggunakan kain
tipis pada daerah yang akan diperkusi
(2) Tangan perawat ditelungkupkan seperti mangkuk (cupping
hand)
(3) Menepuk-nepukkan cupping hand pada posisi yang ditentukan
secara berirama, sementara tangan, dada, dan bahu pasien tetap
dalam keadaan rileks.
(4) Lakukan gerakan cupping hand 1-2 menit pada pasien dengan
tingkat secret ringan, 3-5 menit untuk secret berat, dan tindakan
ini diulang Beberapa kali sehari. Jangan menepuk dibagian
bawah kosta, diatas spinal, dan mamae karena dapat merusak
jaringan.
(5) Anjurkan pasien menarik nafas dalam secara perlahan-lahan,
lalu lakukan vibrasi.
e) Vibrasi
(1) Letakkan tangan perawat mendatar menapak diatas dinding dada
pasien, dimana vibrasi diinginkan. Letakkan tangan bersisian
dengan jari-jari merapat atau satu tangan diletakkan diatas
tangan yang lain.
(2) Anjurkan pada pasien untuk mengambil nafas dalam, kemudian
keluarkan secara perlahan-lahan melalui bibir.
(3) Saat pasien ekspirasi, vibrasikan tangan dengan kontraksi dan
relaksasi lengan dan bahu selama beberapa menit, tergantung
kondisi pasien dan jumlah secret yang dikeluarkan.
(4) Hentikan vibrasi saat pasien melakukan inhalasi.
f) Postural Drainase
(1) Mintalah pasien bernafas dalam dan batuk efektif setelah 3-4
kali vibrasi untuk mengeluarkan secret.

109
Teknik batuk efektif:
Pasien dianjurkan nafas dalam (inspirasi melalui hidung,
ekpirasi melalui mulut) sebanyak 3 kali, kemudian pada nafas
ketiga ditahan selama 10 hitungan dan dibatukkan debgan kuat
menggunakan otot abdominal sebanyak 2 kali.
(2) Tampung secret pada wadah yang bersih.
(3) Jika pasien tidak bisa batuk, lakukan penghisapan.
(4) Minta pasien untuk minum air.
Ulangi perkusi, vibrasi dan postural drainage sampai area yang
tersumbat telah terdrainase. Setiap tindakan tidak boleh lebih
dari 30-60 menit.
(5) Auskultasi suara paru
(6) Jika tidak ada suara abnormal, posisikan pasien pada posisi
semula dan berikan minuman hangat pada pasien untuk
membantu mengencerkan secret.
(7) Jika masih ada suara abnormal, berikan posisi istirahat atau
pasien tidur dalam posisi postural drainase
(8) Rapikan peralatan
(9) Cuci tangan
5. Evaluasi
a) Pasien bisa mengeluarkan secret, evaluasi karakteristik secret yang
keluar.
b) Evaluasi status pernafasan (irama pernafasan, frekuensi, kedalaman,
suara nafas tambahan dan lain-lain)
c) Pastikan tindakan pada saat penepukan tidak terdengar gema. Jika
pasien merasa tidak nyaman atau bahkan nyeri, maka terjadi
kesalahan dalam perkusi. Biasanya kesalahan terletak pada posisi
tangan yang ditelungkupkan secara kurang tepat.
6. Dokumentasi
a) Catat waktu saat pelaksanaan dan tindakan yang dilakukan
b) Catat ciri-ciri sputum pasien (warna, volume dan kekentalan)
Catat masalah-masalah atau keluhan akibat tindakan

110
BAB III
SISTEM PENCERNAAN
REVIEW SISTEM PENCERNAAN

Pada dasarnya sistem pencernaan makanan dalam tubuh manusia terjadi di


sepanjang saluran pencernaan dan dibagi menjadi 3 bagian, yaitu proses
penghancuran makanan yang terjadi dalam mulut hingga lambung. Selanjutnya
adalah proses penyerapan sari - sari makanan yang terjadi di dalam usus.
Kemudian proses pengeluaran sisa - sisa makanan melalui anus. Sistem
pencernaan makanan pada manusia terdiri dari beberapa organ, antara lain adalah:
1. Mulut
Mulut manusia berupa rongga
yang dilapisi oleh jaringan epitel
pipih berlapis banyak. Dalam rongga
tersebut terdapat alat pencernaan
seperti gigi, lidah, dan kelenjar ludah
(kelenjar saliva) yang membantu
proses pencernaan mekanis dan
kimiawi.
2. Kerongkongan (esophagus)
Kerongkongan merupakan
saluran pencernaan yang berbentuk
seperti selang air, sebagai penghubung antara rongga mulut dan lambung
yang terletak di belakang trakea (tenggorokan). Pada kerongkongan
dihasilkan lendir yang membantu gerak peristaltik, sehingga makanan
terdorong ke arah lambung. Akan tetapi, kerongkongan ini tidak
menghasilkan enzim pencernaan dan tidak melakukan absorbsi sari makanan.
3. Lambung
Lambung pada manusia terletak pada bagian kiri atas rongga perut di
bawah diafragma. Dinding lambung terdiri atas lapisan otot yang tersusun
memanjang, melingkar, dan menyerong. Dengan adanya kontraksi otot-otot

111
lambung tersebut, makanan akan teraduk dengan baik menjadi bubur (chyme
/ kim). Lambung juga berperan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan
enzim pencernaan dan sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon.
4. Hati dan Kandungan empedu
Hati terbagi atas lobus kanan dan lobus kiri. Struktur mikroskopik
organ ini terdiri atas lobulus – lobulus berbentuk segi enam yang terdiri atas
sel-sel hati. Setelah diserap oleh usus, sari-sari makanan dibawa oleh darah
menuju ke hati dan seluruh tubuh.
5. Pankreas
Pankreas juga merupakan organ tambahan pada sistem pencernaan.
Pankreas memiliki panjang kurang dari 12 cm dan tebal 2,5 cm. Pankreas
terletak di bawah lambung dan mempunyai dua saluran yaitu: saluran
(ductus) wirsungi dan saluran (ductus) sastorini yang berfungsi mengalirkan
getah yang disekresikan pankreas ke duodenum.
6. Usus Halus (Intenstinum Tenue)
Usus halus merupakan saluran pencernaan terpanjang yang panjangnya
lebih kurang 7 meter dengan diameter 2,5 cm. Fungsi usus halus adalah
mencerna makanan dan mengabsorpsi sari makanan. Penyerapan sari-sari
makanan kedalam dinding usus melalui berbagai cara, yaitu secara : difusi,
osmosis, difusi difasilitas, endositosis, dan transport aktif. Usus halus terdiri
atas tiga bagian, yaitu:
1) Duodenum (usus dua belas jari), panjangnya 25 cm,
2) Jejenum (usus kosong) panjangnya 2,5 m,
3) Ileum (usus penyerapan) panjangnya 4 m.
7. Usus Besar (Kolon) dan Anus
Usus besar (kolon) terletak di antara ileum dan anus. Panjang usus besar
lebih kurang 1,4 meter dan lebar lebih kurang 6 cm. Pada kolon terjadi
pengaturan kadar air feses, dan terjadi gerakan peristaltik yang mendorong
sisa makanan menuju rektum atau poros usus. Bila poros usus sudah penuh,
maka akan timbul rangsangan untuk buang air besar (defekasi). Rangsangan
ini disebut gastrokolik. Anus merupakan lubang akhir dari saluran pencernaan
tempat keluarnya feses.

112
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PEMASANGAN NGT (NASO GASTRIC TUBE)

1. Pengertian
Tindakan pemasangan Selang Nasogastrik adalah proses medis yaitu
memasukkan sebuah selang plastik (selang nasogastrik, NG tube) melalui
hidung, melewati tenggorokan danterus sampai kedalam lambung.
Sering digunakan untuk memberikan nutrisi dan obat-obatan kepada
seseorang yang tidak mampu untuk mengkonsumsi makanan, cairan, dan
obat-obatan secara oral dan juga dapat digunakan untuk mengeluarkan isi
dari lambung dengan cara disedot.

2. Tujuan
1) Memasukkan makanan cairan atau obat-obatan cair
2) Mengeluarkan cairan atau isi lambung dan gas yang ada dalam lambung
3) Mengirigasi karena perdarahan/ keracunan dalam lambung
4) Mencegah atau mengurangi mual muntah setelah pembedahan atau
trauma
5) Mengambil specimen pada lambung untuk studi laboratorium

3. Indikasi
1) Pasien yang tidak dapat makan, sulit menelan
2) Pasien tidak sadar .
3) Pasien yang muntah terus menerus
4) Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR), premature atau dismature
5) Pasien dengan terapi khusus

4. Kontra Indikasi
1) Pada pasien yang memliki tumor di rongga hidung atau esophagus
2) Pasien yang mengalami cidera serebrospinal

113
5. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan Alat
1) Selang NGT (ukuran 14F-16F untuk dewasa. 5F-10F untuk anak)
2) Gel larut air
3) Plester dan Gunting plester
4) Kom berisi kasas teril
5) Bak instrument berisi : klem, sarung tangan steril, spuit 10 cc, spatel
lidah
6) Stetoskop
7) Handuk dan Tissue
8) Bengkok
9) Korentang dalam tempatnya
10) Penlight
11) pH strip test
Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Kaji kembali riwayat medis klien
2) Kaji kesadaran dan kemampuan klien untuk memahami prosedur
3) Atur posisi klien semi fowler
4) Berikan privasi pada klien
Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Letakkan handuk diatas dada klien
3) Berdiri disebalah kanan klien jika menggunakan tangan kanan sebagai
tangan dominan atau sebaliknya
4) Dengan menggunakan penlight, kaji kesadaran nostril klien untuk
melakukan ekspirasi dengan satu nostril dan nostril yang lainnya ditutup
5) Siapkan peralatan :
a. Ambil selang dengan menggunakan korentang dan letakkan dalam
bak instrument
b. Ambil kasa dengan korentang dan letakkan dalam bak instrument,
beri gel

114
c. Siapkan 3 lembar plester
d. Sarung tangan steril
6) Dengan mnggunakan NGT, ukur jarak dari ujung hidung ke telinga
kemudian ke processusxipoideus sternum ( sebelumnya digulung ) dan
diberi tanda dengan plester

Gambar Processus Xipoideus Sternum


7) Gulung 10-15cm ujung selang dengan ketat memutari keempat jari
8) Oleskan jel pada bagian ujung distal selang + 10 cm
9) Beritahu klien bahwa insersi akan dimulai dan minta klient untuk
mengadahkan lehernya
10) Seara perlahan masukkan bagian uung selang kearah bawah melalui
cavumnasi sampai kerongga naso faring
11) Minta klien untuk menundukkan kepala kedepan dan menelan
12) Jika klien ingin muntah / batuk, tarik selang sedikit, berhenti sejenak.
Dan biarkan klien rileks sejenak
13) Tanyakan pada klient apakah klien merasa tidak nyaman pada daerah
belakang tenggorokkan
14) Periksa daerah orofaring dengan spatel lidah, jika terjadi penggulungan
didaerah tenggorakkan tarik selang sampai orofaring lalu masukkan lagi
saat klien menelan
15) Teruskan memasukkan selang sampai mecapai batas plester
16) Minta klien utunk berbicara ( tanyakan pada klient apakah merasa tidak
nyaman pada daerah tenggorokan )

115
17) Inspeksi faring posterior dengan mnggunakan spatel lidah untk
mnegtahui adanya penggulungan selang jika ada tarik sedikit selang ke
orofaring. Kemudian masukkan kembali ketika klien menelan
18) Cek ketapatan NGT dengan cara :
a. Hubungkan NGT dengan spuit yang telah diisi udara masukkan
udara 10 cc kedalam lambung dan dengarkan bunyinya. Apabila
terdenar bunyi “blug” berarti selang masuk tepat ke lambung.
b. Aspirasi isi gaster dan tes dengan pH strip tes, jika lakmus biru
berubah menjadi merah berarti isi gaster bersifat asam dan selang
masuk tepat ke dalam lambung
19) Berikan fiksasi
20) Rapikan pasien dan bereskan alat
21) Cuci tangan
22) Beritahu pada klien bahwa pemasangan NGT sudah selesai
23) Berikan HE kepada klien :
a. Tidak boleh memainkan selang
b. Tidak boleh membuka klem
c. Memberi tahu kepada klien bahwa pemberian makan minum dan
obat melalui selang
24) Dokumentasikan :
a. Nama klien
b. Nama perawat
c. Waktu pemasangan
d. Ukuran selang NGT
e. Respon klien
Evaluasi
1) Palpasi perut klien untuk adanya distensi nyeri
2) Auskultasi suara perut dan observasi warna isi gaster
3) Kaji turgor kulit dan observasi integritas mukosa nasal dan oral
4) Jalan nafas tetap paten
5) Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi

116
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PELEPASAN NGT (NASO GASTRIC TUBE)

1. Pengertian
Suatu pengambilan dan melepaskan selang NGT dari saluran pencernaan.

2. Tujuan
Membuat klien merasa lebih nyaman karena tidak perlu lagi menggunakan
NGT atau diganti

3. Indikasi
Pasien yang sudah bisa makan melalui oral.

4. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan Alat
1) Tissue
2) Handuk
3) Sarung tangan
4) 20 ml syringe spuit
5) Normal saline 20 cc (Nacl 0,9%)
6) Bengkok
Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Periksa kembali advise dokter
2) Kaji klien untuk tanda-tanda kembalinya fungsi bowel seperti peristaltik
usus, flatus dan adanya bising usus
3) Beritahu klien tentang prosedur yang akan dilakukan
4) Bila memungkinkan, atur posisi klien semi fowler
5) Berikan privasi pada klien
Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan

117
3) Beritahu klien bahwa pelepasan selang klien akan dimulai dan tidak akan
ketidaknyaman seperti pada saat pemasangan
4) Letakkan handuk di atas dada klie nuntuk menampung apapun yang
tertumpah pada mukosa / sekresi gaster dari selang
5) Siapkan tissue pada klien untuk membersihkan hidung dan mulut setelah
pelepasan selang
6) Matikan / tutup suction dan lepas NGT dari kantung drainage / suction
(bila ada)
7) Bilas selang NGT dengan 10-20 cc NS
8) Kemudian di ikuti dengan memasukkan 10 cc udara ke dalam selang
NGT
9) Lepas plester dari hidung klien dan lepas selang dari baju klien
10) Pegang wajah klien dan minta klien untuk menarik nafas panjang dan
menahan ketika selang dilepas
11) Gulung selang perlahan dan tarik selang keluar dengan cepat (3-6 detik)
dan tetap diatas handuk.
12) Berikan tissue pada klien untuk membersihkan wajah atau bantu klien
bila dibutuhkan.
13) Bersihkan bagian yang kotor dan lakukan oral hygiene
14) Bantu klien bila diperlukan untuk membersihkan secret hidung
berlebihan yang mungkin terakumulasi di hidung
15) Beritahu klien prosedur pelepasan selang NGT telah selesai
16) Buang selang NGT
17) Lepas dan buang sarung tangan
18) Cuci tangan
Evaluasi
1) Tanyakan tingkat kenyamanan klien setelah pelepasan selang NGT
2) Dokumentasikan respon klien akan adanya mual muntah
3) Evaluasi keadaan mukosa nasal akan adanya iritasi, kemerahan,
lesi/perdarahan dan nyeri
4) Observasi dan catat drainase gaster pada selang.

118
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PEMBERIAN MAKAN MELALUI NGT (NASO GASTRIC TUBE)

1. Pengertian
Memberikan makan cair melalui selang lambung (enteral) adalah proses
memberikan melalui saluran cerna dengan menggunakan selang NGT ke arah
lambung.

2. Tujuan
1) Memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
2) Mempertahankan fungsi usus
3) Mempertahankan integritas mucosa saluran cerna
4) Memberikan obat-obatan dan makanan langsung ke dalam saluran
pencernaan
5) Mempertahankan fungsi-fungsi imunologik mukosa saluran cerna

3. Dilakukan Pada Klien


1) Klien yang tidak dapat makan/menelan atau klien tidak sadar
2) Klien yang terus-menerus tidak mau makan sehingga
membahayakan jiwanya, misalnya klien dengan gangguan jiwa.
3) Klien yang muntah terus-menerus
4) Klien yang tidak dapat mempertahankan nutrisi oral adekuat
5) Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Premature,
dismature

4. Indikasi
1) Perdarahan GI (Gastrointestinal)
2) Trauma multiple, pada dada dan abdomen
3) Pemberian Obat-obatan, cairan makanan
4) Pencegahan aspirasi penderita dengan intubasi jangka panjang.
Operasi abdomen
5) Obstruksi saluran cerna

119
5. Kontra Indikasi
1) Fraktur tulang-tulang wajah dan dasar tengkorak
2) Penderita operasi esofagus dan lambung (sebaiknya NGT dipasang
saat operasi)

6. Kemungkinan Komplikasi
1) Komplikasi mekanis, seperti sonde tersumbat atau dislokasi sonde
2) Komplikasi pulmonal, seperti bradikardia
3) Komplikasi yang disebabkan karena posisi sonde yang menyerupai
jerat atau simpul
4) Komplikasi yang disebabkan oleh zat nutrisi

7. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan Alat
1) Sarung tangan
2) Spuit NGT (20 cc, 30 cc, 50 cc) atau corong
3) Gelas ukur
4) Formula makanan yang diresepkan
5) Bengkok
6) Air matang
7) Bila ada obat yang harus diberikan, dihaluskan terlebih dahulu dan
dicampurkan dalam makanan/ air, diberikan terakhir
8) Stetoskop
9) Strip indikator pH (kertas lakmus) jika diperlukan
10) Perlak dan pengalas atau handuk
Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Atur posisi klien
a. Bila klien sadar; semi fowler atau fowler
b. Bila klien tidak sadar; telentang dengan satu bantal
2) Beritahu klien dan keluarga mengenai prosedur tindakan
3) Jaga privasi klien

120
Pelaksanaan
1) Mejelaskan prosedur pada klien
2) Mencuci Tangan dan Memasang sarung tangan.
3) Perlak dan pengalas diletakkan di bawah ujung sonde lambung
4) Cek ketepatan selang di lambung, dengan cara:
a. Buka klem NGT atau spuit NGT dan masukkan selang ke dalam
gelas berisi air. Posisi tepat jika tidak ada gelembung udara
b. Buka klem dan lakukan pengisapan/ aspirasi cairan lambung dengan
menggunakan spuit NG. Cek cairan lambung dengan menggunakan
strip indikator pH. Posisi tepat jika pH < 6.
c. Buka klem dan cek dengan menggunakan stetoskop. Masukkan 30 cc
udara dalam spuit NGT dan masukkan ke dalam lambung dengan
gerakan cepat. Posisi tepat jika terdengar suara udara yang
dimasukkan (seperti gelembung udara yang pecah)
5) Setelah yakin bahwa selang masuk ke lambung, Klem selang NGT
selama pengisian makanan cair ke dalam spuit.
6) Melalui corong masukkan air matang atau air teh sekurang-kurangnya 15
cc. Pada tahap permulaan, corong dimiringkan dan tuangkan makanan
melalui pinggirnya. Setelah penuh, corong ditegakkan kembali.
7) Klem dibuka perlahan-lahan
8) Alirkan makanan cair dengan perlahan. Atur kecepatan dengan cara
meninggikan spuit. Jika klien merasa tidak nyaman dengan lambungnya,
klem selang NGT beberapa menit.
9) Jika makanan cair akan habis, isi kembali (jangan biarkan udara masuk
ke lambung)
10) Bila klien harus minum obat, obat harus dilarutkan dan diberikan
sebelum makanan habis.
11) Setelah makanan habis, selang dibilas dengan air masak. Kemudian
pangkal selang segera di klem.

121
12) Klien tetap dalam posisi semi fowler tinggi atau dengan kepala tempat
tidur ditinggikan 30° atau lebih selama 30 menit setelah memberikan
makan melalui selang
13) Rapikan Klien, peralatan dibereskan dan dikembalikan ke tempat semula.
14) Mendokumentasikan prosedur: Catat jumlah dan jenis makanan, pastikan
letak selang, patensi selang, respon klien terhadap makanan dan adanya
efek merugikan
15) Cuci tangan
Evaluasi
1) Respon klien selama tindakan
2) Karakteristik cairan lambung saat aspirasi
3) Bising usus
Dokumentasi
1) Catat waktu saat pelaksanaan pemasangan NGT
2) Catat respons klien
3) Catat jumlah makanan yang masuk dan cairan aspirasi
Hal-hal yang Perlu Diperhatikan pada saat Prosedur Tindakan
1) Identifikasi bising usus yang tidak normal ataupun tidak ada
2) Tinggikan kepala pada saat pemberian makanan untuk menghindari
aspirasi dan muntah
3) Tinggikan kepala 1 jam setelah pemberian makanan
4) Bila terjadi muntah yang berat, diare berat dan diduga aspirasi, nutrisi
enteral harus langsung dihentikan dan dikonsultasikan ke dokter
5) Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering (tiap pemberian tidak
boleh > 600cc) dan usahakan mulut lebih kering.

122
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
KUMBAH LAMBUNG (GASTRIC COOLING)

1. Pengertian
Kumbah lambung merupakan salah satu tindakan dalam memberikan
pertolongan kepada pasien dengan cara memasukkan air atau cairan tertentu
dan kemudian mengeluarkannya menggunakan alat yaitu NGT atau pipa
lambung. Kumbah lambung juga bisa disebut Gastric Cooling.

2. Tujuan
1) Membuang racun yang tidak terabsorbsi setelah racun masuk saluran
pencernaan
2) Mendiagnosa perdarahan lambung
3) Membersihkan lambung sebelum prosedur endoscopy
4) Membuang cairan atau partikel dari lambung

3. Indikasi
1) Pasien yang keracunan makanan atau obat tertentu
2) Persiapan operasi lambung
3) Persiapan tindakan pemeriksaan lambung
4) Tidak ada reflex muntah
5) Gagal dengan terapi emesis
6) Pasien dalam keadaan tidak sadar

4. Kontraindikasi
1) Tidak dilakukan secara rutin. Prosedur dilakukan selama 60 menit setelah
tertelan.
2) Pasien kejang
3) Untuk bahan toksit yang tajam dan terasa membakar (resiko aspirasi)
seperti pestisida.

123
5. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan alat
1) Sarung tangan
2) Syringe 60ml
3) Larutan Normal Saline dan Klem
4) Handuk
5) Baskom
Persiapan pasien dan lingkungan
1) Kaji volume, warna, dan karakter dari sekresi gaster
2) Jelaskan tentang prosedur yang akan dilakukan
3) Posisikan klien semi fowler
4) Berikan privasi pada klien
Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Pakai sarung tangan
3) Pastikan bahwa NGT di tempat yang benar
4) Letakkan handuk diatas dada pasien
5) Ambil 30 ml larutan NS ke dalam syringe
6) Klem/tekuk selang NGT dan lepas dari sambungan suction/corong
makan
7) Sambungkan selang NGT dengan syringe berisi NS
8) Masukkan NS dengan perlahan, pastikan aliran tidak terlalu cepat
9) Biarkan sesaat, lalu tarik kembali dengan syringe pelan-pelan
10) Buang residu ke dalam baskom, catat hasilnya
11) Ulangi kumbah lambung sampai dipastikan hasil residu jernih
12) Lepaskan spuit 30 ml dan sambungkan ke tempat semula
13) Lepas sarung tangan dan Cuci tangan

124
Evaluasi
1) Tanyakan tingkat kenyaman klien selama irigasi NGT
2) Dokumentasikan respon klien akan adanya nausea, dan rasa tidak
nyaman pada perut serta observasi karakteristik, warna dan volume dari
sekresi lambung.

125
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PERAWATAN KOLOSTOMI

1. Pengertian
Colostomy adalah suatu tindakan pembedahan membuka dinding
abdomen yang bertujuan untuk mengeluarkan feses.
Perawatan colostomy adalah membersihkan stoma kolostomi, kulit
sekitar stoma, dan mengganti kantong kolostomi secara berkala.

2. Tujuan
1) Mengevaluasi kondisi stoma
2) Menajaga kebersihan pasien
3) Mencegah terjadinya infeksi
4) Mencegah iritasi kulit sekitar stroma
5) Melindungi kulit dari drainase produk kolon
6) Menjaga kebersihan stoma
7) Mengganti balutan luka dari colostomy bag
8) Mempertahankan kenyamanan pasien dan lingkungannya

3. Indikasi
Indikasi colostomy yang permanen yaitu pada penyakit usus yang ganas
seperti carsinoma pada usus dan kondisi infeksi tertentu pada colon:
1) Trauma kolon dan sigmoid
2) Diversi pada anus malformas
3) Diversi pada penyakit Hirschsprung
4) Diversi untuk kelainan lain pada rekto sigmoid anal kanal

4. Kontra Indikasi
Keadaan umum tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi

126
5. Prosedur pelaksanaan
Persiapan alat
1) Colostomy bag atau cincin tumit, bantalan kapas, kain berlubang, dan
kain persegi empat
2) Kapas sublimate/kapas basah, NaCl
3) Kapas kering atau tissue
4) 1 pasang sarung tangan bersih
5) Kantong untuk balutan kotor
6) Baju ruangan/celemek
7) Bethadine (bila perlu) bila mengalami iritasi
8) Zink salep
9) Perlak dan alasannya
10) Plester dan gunting
11) Bila perlu obat desinfektan
12) Bengkok
13) Set ganti balut
Persiapan pasien dan lingkungan
1) Memberi penjelasan pada pasien tentang tujuan tindakan, dll
2) Mengatur posisi tidur pasien (supinasi)
3) Mengatur tempat tidur dan lingkungan pasien (menutup gorden jendela,
pintu, memasang penyekat tempat tidur, mempersilahkan keluarga untuk
menunggu diluar kecuali jika diperlukan untuk belajar merawat
kolostomi pasien
Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Gunakan sarung tangan
3) Letakkan perlak dan alasnya di bagian kanan atau kiri pasien sesuai letak
stoma
4) Meletakkan bengkok di atas perlak dan di dekatkan ke tubuh pasien
5) Mengobservasi produk stoma (warna, konsistensi, dll)

127
6) Membuka kantong colostomysecara hati-hati dengan menggunakan
pinset dan tangan kiri menekan kulit pasien.
7) Meletakkan colostomy bag kotor dalam bengkok
8) Melakukan observasi terhadap kulit dan stoma
9) Membersihkan colostomy dan kulit disekitar colostomy dengan kapas
sublimat/kapas hangat (air hangat)/NaCl
10) Mengeringkan kulit sekitar colostomy dengan sangat hati-hati
menggunakan kassa steril
11) Memberikan zink salep (tipis-tipis) jika terdapat iritasi pada kulit sekitar
stoma
12) Menyesuaikan lubang colostomy dengan stoma colostomy
13) Menempelkan kantong kolostomi dengan posisi vertical/ horizontal/
miring sesuai kebutuhan pasien
14) Memasukkan stoma melalui lubang kantong kolostomi
15) Merekatkan/memasang kolostomi bag dengan tepat tanpa udara di
dalamnya
16) Merapikan klien dan lingkungannya
17) Membereskan alat-alat dan membuang kotoran
18) Melepas sarung tangan
19) Mencuci tangan
20) Membuat laporan
Evaluasi
1) Kepatenan kantong kolostomi
2) Kondisi kulit di sekitar stoma
3) Jumlah dan karakteristik feses
4) Respons pasien
Dokumentasi
1) Catat waktu saat pelaksanaan perawatan kolostomi
2) Catat kondisi kulit sekitar stoma

128
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
HUKNAH

1. Pengertian
Huknah merupakan tindakan keperawatan yang di lakukan pada pasien
yang tidak mampu memenuhi kebutuhan eliminasinya secara mandiri
tindakan ini di lakukan oleh tenaga kesehatan yang ahli dengan menggunakan
alat medis.
Huknah terdiri dari huknah rendah dan huknah tinggi,Huknah rendah
adalah tindakan keperawatan dengan cara memasukkan cairan hnagat ke
dalam kolon desendens dengan menggunakan kanula rektal melalui anus.
Biasanya di laksanakan sebelum tindakan operasi (persiapan sebelum
pembedahan) dan pasien yang mengalami obstipasi. Sedangkan Huknah
tinggi adalah tindkan tindakan memasukkan cairan ke dalam kolon asendens
dengan menggunakan kanula usus. Tindakan ini dapat di lakukan pada pasien
yang akan di lakukan pembedahan umum.

2. Tujuan
HUKNAH RENDAH
1) Mengosongkan usus pada pra pembedahan untuk mencegah hal-ha yang
tidak di inginkan selama operasi beangsung, misalnya BAB.
2) Merangsang buang air besar atau merangsang peristaltik usus untuk
mengeluarkan feceskarena kesulitanvuntuk defekasi (pada pasien
sembelit).

HUKNAH TINGGI
Mengosongkan usus untuk mencegah hal-hal yang tidak di inginkan,
seperti buang air besar selama prosedur operasi di lakukan atau pengosongan
sebagai tindakan diagnostik/pmbedahan.

129
3. Indikasi
1) Pada penderita obstipasi.
2) Persiapan operasi kecil.
3) Untuk pemeriksaan.

4. Kontra Indikasi
1) Abortus imminens.
2) Kanker rektum.
3) Tipus abdominalis.

5. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan Alat
1) Irigator lengkap dengan kanula rektal dan klem (pada huknah rendah) /
kanula usus (pada huknah tinggi).
2) Pelumas (vaselin/minyak kelapa/oil/jelly)
3) Cairan hangat (700-1000 ml dengan suhu 40,5’C-43’C)
4) Pispot
5) Handscoond
6) Tissue/waslap
7) Bengkok
8) Sampiran
9) Pengalas/perlak
10) Persiapan klien & lingkungan :
11) Melihat keadaan umum klien.
12) Beritahu tujuan tindakan pada klien & keluarga (tempat pemasangan,cara
dan lama)
Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan pada klien
2) Menutup jendela dan pintu/memasang sketsel

130
Pelaksanaan
HUKNAH RENDAH
1) Jelaskan prosedur yang akan di akukan pada klien.
2) Cuci tangan.
3) Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien di rawat di bangsa
umum.
4) Atur posisi klien dengan posisi sim kiri.
5) Pasang perlak/pengalas di bawah area gluteal.
6) Siapkan bengkok di dekat klien.
7) Irigator di isi cairan hangat dan hubungkan kanula rektal. Kemudian
periksa alirannya dengan membuka kanula rekti dan keluarkan air ke
bengkok kemudian klem apabila sudah nampak lancar.
8) Gunakan sarung tangan.
9) Lumasi ujung kanula dengan jally.
10) Masukkan kira-kira 15 cm ke dalam rektum kearah kolon dessendens
sambil pasien di minta menarik napas panjang dan pasang irigator
setinggi 50 cm dari atas tempat tidur.
11) Buka klem rektal, air di alirkan sampai 700-1000 ml atau sampai pasien
menunjukkan keinginan untuk defekasi.
12) Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang
pispot atau anjurkan ke toilet (jika pasien mampu untuk beraktifitas). Bila
pasien yang tidak mampu beraktifitas bersihkan daerah sekitar anus
hingga bersih dan keringkan dengan tissue.
13) Cuci tangan setelah prosedur di lakuakan.
14) Catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan, dan respon pasien.
15) Bereskan alat.
HUKNAH TINGGI
1) Jelaskan prosedur yang akan di akukan pada klien.
2) Cuci tangan.
3) Atur ruangan dengan memasang sampiran bila pasien di rawat di bangsa
umum.

131
4) Atur posisi klien dengan posisi sim kanan.
5) Pasang perlak/pengalas di bawah daerah anus.
6) Siapkan bengkok di dekat klien.
7) Irigator di isi cairan hangat yang sesuai dengan suhu badan dan
hubungkan kanula usus. Kemudian periksa alirannya dengan membuka
kanula rekti dan keluarkan air ke bengkok kemudian klem apabila sudah
nampak lancar.
8) Gunakan sarung tangan.
9) Lumasi ujung kanula dengan jally.
10) Masukkan kira-kira 15-20 cm ke dalam rektum kearah kolon asendens
sambil pasien di minta menarik napas panjang dan pasang irigator
setinggi 30 cm dari atas tempat tidur.
11) Buka klem rektal, air di alirkan sampai 700-1000 ml atau sampai pasien
menunjukkan keinginan untuk defekasi.
12) Anjurkan pasien untuk menahan sebentar rasa ingin defekasi dan pasang
pispot atau anjurkan ke toilet (jika pasien mampu untuk beraktifitas). Bila
pasien yang tidak mampu beraktifitas bersihkan daerah sekitar anus
hingga bersih dan keringkan dengan tissue.
13) Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
14) Catat jumlah feses yang keluar, warna, kepadatan, dan respon pasien.
15) Bereskan alat.
Evaluasi
1) Rektum klien bebas dari feses
2) Klien tidak lelah dan tidak ada trauma
Dokumentasi
1) Catat jumlah feses
2) Warna feses
3) Konsistensi feses
4) Respons klien selama dan setelah tindakan

132
SOP (STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR)
PEMBERIAN SEMPRIT GLISERIN DENGAN SPUIT

1. Pengertian
Memberikan gliserin spuit adalah suatu tindakan memasukkan cairan
minyak gliserin melalui anus ke dalam rektum dengan menggunakan spuit
gliserin.Tindakan ini dilakukan dengan memasukkan cairan gliserin ke dalam
poros usus dan dapat dilakukan untuk merangsang peristaltik usus sehingga
pasien dapat defekasi (khususnya pada pasien yang mengalami sembelit) dan
juga dapat digunakan untuk persiapan operasi.

2. Tujuan
1) Merangsang buang air besar dengan merangsang peristaltik usus.
2) Mengosongkan usus yang digunakan sebelun tindakan pembedahan.
3) Memberi rasa nyaman.

3. Indikasi
1) Pada penderita obstipasi.
2) Persiapan operasi kecil.
3) Untuk pemeriksaan.

4. Kontra Indikasi
1) Abortus imminens.
2) Kanker rektum.
3) Tipus abdominalis.

5. Prosedur Pelaksanaan
Persiapan Alat
1) Spuit gliserin
2) Gliserin dalam tempatnya yang direndam air panas
3) Nierbekken/Bengkok dan cairan desinfektan

133
4) Pispot, pengalas dan perlak
5) Sampiran/ sketsel
6) Handschoen disposible
7) Vaselin/ jelly
8) Tissu/kapas cebok
9) Botol berisi air
10) Mangkok kecil
11) Selimut/kain penutup
12) Tempat sampah
Persiapan Pasien dan Lingkungan
1) Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2) Menjelaskan prosedur tindakan
3) Menutup jendela/pintu dan pasang sketsel
4) Menyuruh orang yang tidak berkepentingan untukkeluarsebentar
5) Posisi pasien diatur miring ke kiri
Pelaksanaan
1) Cuci tangan
2) Peralatan didekatkan ke klien
3) Pakaian bawah klien ditanggalkan kemudian pakaian badan yang terbuka
ditutup dengan kain penutup atau selimut.
4) Atur posisi klien miring ke kiri
5) Perlak dan pengalas di bawah bokong
6) Dekatkan nierbekken/bengkok didekat pasien
7) Gliserin diteteskan diatas punggung tangan untuk memeriksa tingkat
kehangatan, kemudian tuangkan kedalam mangkok kecil ±50cc
8) Memakai sarung tangan
9) Tangan kiri mendorong bokong klien bagian atas, tangan
kanan memasukan spuit gliserin ke dalam rektum sampai
pangkal kanul dengan arah tusukan ke arah umbilicus.
10) Masukkan gliserin perlahan-lahan sambil pasien dianjurkan menarik
nafas panjang.

134
11) Spuit gliserin dikeluarkan dari anus dan ditaruh dalam bengkok
12) Minta pasien untuk menahan BAB sebentar, kemudian pasang pispot,
dan persilakan pasien BAB.
13) Untuk pasien yang dapat mobilisasi berjalan, pasien dapat dianjurkan
ke toilet.
14) Setelah selesai bersihkan daerah bokong dengan menggunakan air dan
tisu.
15) Angkat pispot, perlak dan pengalas
16) Kenakan pakaian bagian bawah, rapikan tempat tidur
17) Peralatan dibereskan
18) Perawat lepas sarung tangan dan cuci tangan
Evaluasi
1) Rektum klien terbebas dari feses
2) Klien tidak lelah dan tidak trauma
Dokumentasi
5) Catat jumlah feses
6) Warna feses
7) Konsistensi feses
8) Respons klien selama dan setelah tindakan

135
BAB IV
SISTEM ENDOKRIN
SOP PERAWATAN LUKA GANGREN

A. Pengertian
Gangren adalah suatu luka yang terjadi oleh kematian jaringan tubuh
setempat karena gangguan peredaran darah, cedera, atau penyakit yang
biasanya terjadi pada penderita DM.
Perawatan luka gangren adalah melakukan perawatan luka akibat dari
komplikasi penyakit diabetes mellitus.

B. Macam-Macam Luka Gangren


1. Gangren kering: Terjadi jika jaringan yang mati tidak
berhubungan dengan perubahan pada reaksi peradangan.
2. Gangren Basah: Gangren yang terjadi bermacam-macam dengan
peradangan pada gangren ini diberikan terapi antibiotik, pembersihan
dalam diberi dement yang baik serta pengontrolan yang terus-menerus
terhadap tanda-tanda perluasan merupakan tindakan awal.

C. Tujuan
1. Mencegah meluasnya infeksi
2. Memberi rasa nyaman pada klien
3. Mengurangi nyeri
4. Meningkatkan proses penyembuhan luka

D. Indikasi
1. Perawatan luka gangren dapat dilakukan pada luka gangren diabetik yang
kotor dan bersih.

136
E. Kontraindikasi
1. Pada luka dengan eksudat banyak dan sinus jika menggunakan balutan
transparant film

F. Prinsip Perawatan
1. Perawatan luka dilakukan jika luka kotor/luka basah
2. Perhatikan teknik aseptik dan antiseptic
3. Ganti sarung tangan diantara tindakan “bersih” dan “kotor”
4. Pisahkan peralatan bersih dan steril
5. Balutan diberikan sesuai kondisi luka: Basah, kering, steril dan luka
terkontaminasi.

G. Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan


1. Melihat kondisi luka pasien: luka kotor/tidak, ada pus atau jaringan
nekrotik.
2. Setelah dikaji baru dilakukan perawatan luka.
3. Untuk perawatan luka biasanya menggunakan antiseptik (NaCl) dan
kassa steril.

H. Persiapan
1. Persiapan Alat
a. Alat Seteril (bak instrument bersisi) :
- 2 Pinset anatomi
- 2 pinset chirurgis
- 1 klem arteri
- 1 gunting jaringan
- 1 klem kocher
- Kassa dan deppers seteril
b. Alat Tidak Seteril
- Larutan NaCl 0,9 %
- Handscone

137
- Kom kecil 2 buah
- Verban dan plester
- Perlak
- Tempat cuci tangan
- Bengkok berisi larutan desinfektan (Lysol)
- Sampiran jika perlu
- Masker jika perlu
- Schort bila perlu
- Obat-obatan sesuai program medis
c. Peralatan Balutan Modern
- Transparant film
- Hidroaktif gel
- Hidrokoloid
- Hidroselulosa
- Calsium alginate
2. Persiapan Pasien
a. Mengucapkan salam terapeutik.
b. Menjelaskan mengenai prosedur tindakan dan tujuan tindakan.
c. Menanyakan kesiapan dan persetujuan pasien sebelum tindakan.
d. Memposisikan pasien senyaman mungkin.
3. Persiapan Lingkungan
a. Tutup pintu/jendela/korden
b. Pasang sampiran/sketsel
c. Persilahkan orang yang tidak berkepentingan keluar ruangan.
d. Berikan privasi pada klien

I. Pelaksanaan
1. Pasang perlak dan pengalas dibawah daerah yang akan diganti
balutannya
2. Taruh bengkok di dekat pasien
3. Memakai handscoen bersih

138
4. Buka balutan luka dengan menggunakan gunting verban. Bila balutan
lengket pada luka, basahi balutan yang menempel pada luka dengan NaCl
0,9% dan angkat balutan dengan pinset secara hati-hati.
5. Kaji kondisi luka serta kulit sekitar luka:
a. Lokasi luka dan jaringan tubuh yang rusak, ukuran luka meliputi luas
dan kedalaman luka (arteri, vena, otot, tendon dan tulang).
b. Kaji ada tidaknya sinus
c. Kondisi luka kotor atau tidak, ada tidaknya pus, jaringan nekrotik,
bau pada luka, ada tidaknya jaringan granulasi (luka berwarna merah
muda dan mudah berdarah).
d. Kaji kulit sekitar luka terhadap adanya maserasi, inflamasi, edema
dan adanya gas gangren yang ditandai dengan adanya krepitasi saat
melakukan palpasi di sekitar luka.
e. Kaji adanya nyeri pada luka.
6. Cuci perlahan-lahan kulit di sekitar ulkus dengan kasa dan air hangat,
kemudian keringkan perlahan-lahan dengan cara mengusap secara hati-
hati dengan kasa.
7. Cuci tangan dengan alkohol atau air bersih
8. Ganti sarung tangan dengan sarung tangan steril
9. Bersihkan luka:
a. Bila luka bersih dan berwarna kemerahan gunakan cairan NaCl 0,9%
b. Bila luka infeksi, gunakan cairan NaCl 0,9% dan antiseptik iodine
10%.
c. Bila warna luka kehitaman (Nekrotik), gunakan NaCl 0,9%. Jaringan
nekrotik dibuang dengan cara digunting sedikit demi sedikit sampai
terlihat jaringan granulasi.
d. Bila warna luka kuning (Eksudat), bersihkan menggunakan NaCl
0,9% sampai terlihat jaringan granulasi.
e. Bila luka sudah berwarna merah, hindari jangan sampai berdarah
f. Bila ada gas gangren, lakukan masase ke arah luka

139
10. Bila terdapat sinus lubang, lakukan irigasi dengan menggunakan NaCl
0,9% dengan sudut kemiringan 45 derajat sampai bersih. Irigasi sampai
kedalaman luka karena pada sinus terdapat banyak kuman.
11. Berikan obat:
a. Metcovasin.
Digunakan untuk memproteksi kulit, mendukung proses
autolisis debridement pada luka dengan kondisi nekrotik atau
granulasi/superfisial.
b. Mycostatine dan metronidazole.
Berguna untuk melindungi kulit akibat candida, untuk
mengurangi bau akibat jamur dan bakteri anaerob, mengurangi nyeri
dan peradangan.
12. Lakukan penutupan luka:
a. Cara Konvensional:
- Bila luka bersih, tutup luka dengan 2 lapis kain kasa yang telah
dibasahi dengan NaCl 0,9% dan diperas sehingga kasa menjadi
lembab. Pasang kasa lembab sesuai kedalaman luka (hindari
mengenai jaringan sehat di pinggir luka), lalu tutup dengan kain
kasa kering dan jangan terlalu ketat.
- Bila luka infeksi, tutup luka dengan 2 lapis kasa lembab dengan
NaCl 0,9% dan betadin 10%, lalu tutup dengan kasa kering.
b. Bila menggunakan balutan modern:
- Transparant film:
o Balutan yang dapat mendukung terjadinya autolitik
debridement dan digunakan pada luka partial thickness.
o Kontraindikasi pada luka dengan eksudat banyak dan sinus.
- Hidroaktif gel:
o Digunakan untuk mengisi jaringan mati/nekrotik, mendukung
terjadinya autolitik debridement, membuat kondisi lembab
pada luka yang kering/nekrotik, luka yang berwarna kuning
dengan eksudat minimal.

140
- Hidroselulosa
o Digunakan untuk menyerap cairan (hidrofiber) dan membentuk
gel yang lembut, mendukung proses autolitik debridement,
meningkatkan proses granulasi dan reepitelisasi, meningkatkan
kenyamanan pasien dengan mengurangi rasa sakit, menahan
stapilococcus aureus agar tidak masuk ke dalam luka.
- Calsium Alginate
o Digunakan sebagai absorban, mendukung granulasi pada luka.
o Digunakan pada warna luka merah, eksudat dan mudah
berdarah.
13. Bila pembuluh darah vena mengalami kerusakan, lakukan kompresi
dengan menggunakan verban elastis.
14. Mengatur pasien ke posisi yang nyaman dan memungkinkan aliran darah
ke perifer dan ke daerah luka tetap lancar, misalnya dengan cara elevasi
tungkai bila luka berlokasi di tumit atau telapak kaki.
15. Merapikan alat-alat.
16. Membuka sarung tangan dan mencuci tangan.
17. Mengevaluasi respon pasien baik verbal maupun non verbal.
18. Menyusun rencana tindak lanjut: Jadwal penggantian balutan yang akan
datang dan rencana edukasi kepada klien dan keluarga.
19. Dokumentasikan tindakan dan hasil evaluasi perkembangan keadaan
luka:
a. Ukuran luka.
b. Luas dan kedalaman luka.
c. Kondisi luka.
d. Kondisi kulit sekitar luka.
e. Apakah ada nyeri pada luka.
f. Jenis balutan yang digunakan.
g. Hasil kultur luka (jika ada).

141
20. Berikan pendidikan kesehatan yang berkaitan dengan luka:
a. Jika pada kaki, anjurkan klien untuk tidak menekuk atau melipat
kaki yang luka.
b. Anjurkan klien untuk imobilisasi tubuh yang luka dan hindari
menggunakan tubuh yang luka sebagai tumpuan atau penyangga
tubuh.

J. Evaluasi
1. Mencatat hasil tindakan perawatan luka pada dokumen/catatan
keperawatan.
2. Perhatikan teknik aseptik dan antiseptik.
3. Jaga privasi klien.
4. Perhatikan jika ada pus/jaringan nekrotik.
5. Catat karakteristik luka.

142
BAB V
SISTEM PERKEMIHAN
PERAWATAN KATETER

A. Pengertian
Perawatan kateter adalah suatu tindakan keperawatan dalam
memelihara kateter dengan antiseptik untuk membersihkan ujung uretra dan
selang kateter bagian luar serta mempertahankan kepatenan posisi kateter.

B. Tujuan:
1. Menjaga kebersihan saluran kencing
2. Mempertahankan kepatenan (fiksasi) kateter
3. Mencegah terjadinya infeksi
4. Mengendalikan infeksi

C. Indikasi:
Dilakukan pada pasien yang terpasang kateter permanent.

D. Prosedur tindakan
a. Persiapan perawat, pasien dan lingkungan
1. Identifiksi catatan keperawatan dan medis pasien
2. Perawat mencuci tangan.
3. Memberikan salam, panggil pasien dengan namanya
4. Menjelaskan prosedur dan tujuan tindakan pada pasien/keluarga
5. Memberikan privacy kepada pasien dengan cara menutup pintu atau
pasang tirai
b. Persiapan alat
1. Kapas sublimat atau desinfektan
2. Kassa steril
3. Pinset
4. Bengkok

143
5. Larutan desinfektan sesuai kebutuhan
6. Pengalas
7. Sarung tangan
c. Pelaksanaan
1. Memberikan pasien bertanya sebelum tindakan dilakukan.
2. Perawat mencuci tangan.
3. Pastikan privacy pasien terjaga.
4. Mengatur posisi pasien dengan posisi Supinasi/Terlentang.
5. Memasang pengalas diletakkan dibawah glutea pasien.
6. Melakukan tindakan perawatan kebersihan penis/vulva dengan
tangan kiri, dibersihkan dari arah depan ke belakang, kapas yang
kotor dibuang ke bengkok.
7. Tangan kiri mengfiksasi kateter, tangan kanan melakukan pada
selang kateter kurang lebih 10cm dari pangkal kateter.
8. Setelah selesai ambil pengalas, pasien diatur posisinya seperti
semula.
d. Hasil dan dokumentasi
1. Mengevaluasi perasaan pasien
2. Menyimpulkan hasil kegiatan
3. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutya
4. Perawat mencuci tangan
5. Mencatat hasil pemerikasaan kedalam catatan keperawatan

144
IRIGASI KATETER

A. Pengertian
Irigasi kateter adalah pencucian kateter urine untuk mempertahankan
kepatenan kateter urine menetap dengan larutan steril yang diprogramkan
oleh dokter. Karena darah, pus, atau sedimen dapat terkumpul di dalam
selang dan menyebabkan distensi kandung kemih serta menyebabkan urine
tetap berada di tempatnya

B. Tujuan
1. Untuk mempertahankan kepatenan kateter urine
2. Mencegah terjadinya distensi kandung kemih karena adanya
penyumbatan kateter urine, misalnya oleh darah dan pus
3. Untuk membersihkan kandung kemih
4. Untuk mengobati infeksi local

C. Prosedur Tindakan
a. Persiapan alat
1. Sarung tangan bersih
2. Larutan irigasi steril (NaCl 0,9%)
3. Selang irigasi
4. Klem
5. Standart infuse
6. Swab antiseptic
7. Perlak dan pengalas

b. Persiapan pasien dan lingkungan


1. Jelaskan prosedur dan tindakan pada klien
2. Berikan klien posisi yang nyaman
3. Pasang sampiran/sketsel dan atur pencahayaan
4. Berikan privacy klien

145
c. Pelaksanaan
1. Identifikasi klien
2. Cuci tangan dan kenakan sarung tangan
3. Kaji abdomen bagian bawah untuk melihat adanya distensi
4. Pasang alas dibawah kateter
5. Keluarkan urin dari urobag ke dalam wadah
6. Dengan menggunakan teknik aseptik masukan ujung selang irigasi
ke dalam larutan irigasi
7. Tutup klem pada selang dan gantung larutan irigasi pada tiang infus
8. Buka klem dan biarkan larutan mengalir melalui selang, pertahankan
ujung selang tetap steril, tutup klem
9. Desinfeksi porta irigasi pada kateter berlumen tiga dan sambungkan
ke selang irigasi
10. Pastikan kantung drainase dan selang terhubung kuat ke pintu masuk
drainase pada kateter berlumen tiga
11. Kateter tertutup continues intermitten : buka klem irigasi dan biarkan
cairan yang di programkan mengalir memasuki kandung kemih
(100ml adalah jumlah yang normal pada orang dewasa). Tutup
selang irigasi selama 20-30 menit dan kemudian buka klem selang
drainase
12. Kateter tertutup continues : hitung kecepatan tetesan larutan irigasi
(slow rate 10-20 tetes/menit, fast rate 20-40rate/menit) dan periksa
volume drainase di dalam kantung drainase. Pastikan bahwa selang
drainase paten dan hindari lekukan selang
13. Buka sarung tangan dan atur posisi nyaman klien
14. Beritahu klien bahwa tindakan irigasi selang kateter sudah selesai
15. Bereskan semua peralatan dan cuci tangan di air mengalir

146
d. Evaluasi
1. Kaji respon pasien terhadap prosedur
2. Jumlah dan kualitas drainase
3. Catat jumlah irigasi yang digunakan intake dan output
e. Dokumentasi
1. Catat tanggal dan waktu pemberian irigasi
2. Catat jumlah intake dan output drainase
3. Catat keluhan pasien jika ada
4. Nama perawat dan tanda tangan

147
BLADDER TRAINNING

A. Pengertian
Bladder training adalah salah upaya untuk mengembalikan fungsi
kandung kemih yang mengalami gangguan ke keadaan normal atau ke fungsi
optimal neurogenik.
Bladder training merupakan salah satu terapi yang efektif diantara
terapi nonfarmakologis.

B. Tujuan
Tujuan dari bladder training adalah untuk melatih kandung kemih dan
mengembalikan pola normal perkemihan dengan menghambat atau
menstimulasi pengeluaran air kemih.
Terapi ini bertujuan memperpanjang interval berkemih yang normal
dengan berbagai teknik distraksi atau tekhnik relaksasi sehingga frekuensi
berkemih dapat berkurang, hanya 6-7 kali per hari atau 3-4 jam sekali.
Melalui latihan, penderita diharapkan dapat menahan sensasi berkemih.
Tujuan yang dapat di capai dalam sumber yang lain adalah :
a. Klien dapat mengontrol berkemih
b. Klien dapat mengontrol buang air besar
c. Menghindari kelembaban dan iritasi pada kulit lansia
d. Menghindari isolasi social bagi klien

C. Indikasi
a. Orang yang mengalami masalah dalam hal perkemihan
b. Klien dengan kesulitan memulai atau menghentikan aliran urine
c. Orang dengan pemasangan kateter yang relative lama
d. Klien dengan inkontinentia urine

148
D. Pengkajian
Pengkajian yang dilakukan antara lain :
a. Pola berkemih
Info ini memungkinkan perawat merencanakan sebuah program yang
sering memakan waktu 2 minggu atau lebih untuk dipelajari.
b. Ada tidaknya ISK atau penyakit penyebab
Bila terdapat ISK atau penyakit yang lainnya maka harus diobati dalam
waktu yang sama.

E. Program Latihan Bladder Training


1. Penyuluhan
Memberikan pengertian kepada klien tentang tata cara latihan
bladder training yang baik, manfaat yang akan di capai dan kerugian jika
tidak melaksanakan bladder training dengan baik.
2. Tahapan latihan mengontrol berkemih
Beberapa tindakan yang dapat membantu klien untuk
mengembalikan control kemih yaitu :
a) Persiapan alat :
1. Jam
2. Air minum dalam tempatnya
3. Obat diuretic jika diperlukan
b) Persiapan pasien:
1. Jelaskan maksud dan tujuan dari tindakan tersebut
2. Jelaskan prosedur tindakan yang harus dilakukan klien
c) Pelaksanaan:
1. Beritahu klien untuk memulai jadwal berkemih pada bangun
tidur, setiap 2-3 jam sepanjang siang dan sore hari, sebelum
tidur dan 4 jam sekali pada malam hari.
2. Beritahu klien minum yang banyak sekitar 30 menit sebelum
waktu jadwal untuk berkemih.

149
3. Beritahu klien untuk menahan berkemih dan memberitahu
perawat jika rangsangan berkemihnya tidak dapat di tahan.
4. Klien di suruh menunggu atau menahan berkemih dalam rentang
waktu yang telah ditentukan 2-3 jam sekali
5. 30 menit kemudian, tepat pada jadwal berkemih yang telah
ditentukan, mintalah klien untuk memulai berkemih dengan
teknik latihan dasar panggul.
6. Latihan:
Latihan 1
1. Instruksikan klien untuk berkonsentrasi pada otot panggul
2. Minta klien berupaya menghentikan aliran urine selama
berkemih kemudian memulainya kembali.
3. Praktikan setiap kali berkemih
Latihan 2
1. Minta klien untuk mengembil posisi duduk atau berdiri
2. Instruksikan klien untuk mengencangkan otot-otot di sekitar
anus
Latihan 3
1. Minta klien mengencangkan otot bagian posterior dan
kemudian kontraksikan otot anterior secara perlahan sampai
hitungan ke empat
2. Kemudian minta klien untuk merelaksasikan otot secara
keseluruhan
3. Ulangi latihan 4 jam sekali, saat bangun tidur selama 3
bulan
Latihan 4
1. Apabila memungkinkan, anjurkan Sit-Up yang dimodifikasi
(lutut di tekuk) kepada klien

150
d) Evaluasi: Klien dapat menahan berkemih dalam 6-7 kali perhari
atau 3-4 jam sekali
1. Bila tindakan point 5 seperti tersebut dirasakan belim optimal
atau terdapat gangguan :
a. Maka metode diatas dapat di tunjang dengan metode
rangsangan dari eksternal misalnya dengan suara aliran air
dan menepuk paha bagian dalam
b. Menggunakan metode untuk relaksasi guna membantu
pengosongan kandung kemih secara total, misalnya dengan
membaca dan menarik napas dalam.
c. Menghindari minuman yang mengandung kafein.
d. Minum obat diuretic yang telah diprogramkan atau cairan
untuk meningkatkan diuretic.
2. Sikap
a. Jaga privasi klien
Lakukan prosedur dengan teliti

151
BAB VI
SISTEM SENSORI DAN PRESEPSI

SOP VISUS

Alat :
1. Kartu snellen
2. Buku pencatat
Tahap I. Pengamatan:
Pemeriksaan memegang senter perhatikan :
1. Posisi bolamata: apakah ada juling
2. Konjungtiva: ada pterigium atau tidak
3. Kornea: ada parut atau tidak
Tahap II. Pemeriksaan Tajam Penglihatan Tanpa Pinhole:
1. Pemeriksaan dilakukan di pekarangan rumah (tempat yang cukup terang),
responden tidak boleh menentang sinar matahari
2. Gantungkan kartu snellen atau kartu E yang sejajar mata responden
dengan jarak 6 meter (sesuai pedoman tali)
3. Pemeriksaan dimulai dengan mata kanan
4. Mata kiri responden ditutup dengan telapak tangannya tanpa menekan
bolamata
5. Responden disuruh baca huruf dari kiri ke kanan setiap baris kartu
snellen atau memperagakan posisi huruf E pada kartu E dimulai baris
teratas atau huruf yang paling besar sampai huruf terkecil (baris yang
tertera angka 20/20)
6. Penglihatan normal bila responden dapat membaca sampai huruf terkecil
(20/20)
7. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau
memperagakan posisi huruf E kurang dari setengah baris maka yang
dicatat ialah baris yang tertera angka di atasnya

152
8. Bila dalam baris tersebut responden dapat membaca huruf atau
memperagakan posisi huruf E setengah baris atau lebih dari setengah
baris maka yang dicatat ialah baris yang tertera angka tersebut.
Pemeriksaan tajam penglihatandengan hitung jari
9. Bila responden belum dapat melihat huruf teratas atau terbesar dari kartu
snellen atau kartu E maka mulai hitung jari pada jarak 3 meter (tulis
03/60)
10. Hitung jari 3 meter belum bisa terlihat maka maju 2 mter (tulis 02/60),
bila belum terliht maju 1 meter (tulis 01/60)
11. Bila belum juga terlihat maka lakukan goyangan tangan pada jarak 1
meter (1/30)
12. Goyangan tangan belum terlihat maka senter mata responden dan
tanyakan apakah responden dapat melihat sinar senter (tulis 01/888)
13. Bila tidak dapat melihat sinar disebut buta total (tulis 00/000)
Tahap III. Pemeriksaan tajam dengan pinhole:
1. Bila responden tidak dapat melanjutkan lagi bacaan huruf di kartu snellen
atau kartu E atau hitung jari maka pada mata tersebut dipasang pinhole
2. Hasil pemeriksaan pinhole ditulis dalam kotak dengan pinhole. Cara
penulisan huruf yang terbaca sama dengan cara pemeriksaan tanpa
pinhole
3. Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaannya sampai
barispaling bawah (normal 20/20) berarti responden tersebut gangguan
refraksi dengan mata malas
4. Dengan pinhole responden dapat melanjutkan bacaanya tetapi tidak
sampai baris normal (20/20) pada usia anak sampai dewasa berarti
responden tersebut gangguan refraksi dengan mata malas
5. Bila dengan pinhole responden tidak dapat melanjutkan bacaan huruf
atau memperagakan posisi huruf E maka disebut katarak.

153
SOP ISHIHARA

Persiapan klien:
Berikan penjelasan pada klien tentang prosedur pelaksanaan/ tekhnik pemeriksaan

Persiapan lingkungan:
Atur pencahayaan (tidak menyilaukan mata klien)

Prosedur:
1. Klien diminta melihat kartu dan menentukan gambar yang dilihat ,
misalnya angka 25
2. Klien diminta menyebutkan gambar tersebut dalam waktu 3-10 detik bila
lebih terdapat kelainan buta warna.

SOP IRIGASI MATA


A. Persiapan pasien
 Beritahu informasi tentang rencana tindakan dengan komunikasi
terapeutik
 Atur posisi pasien sesuai kebutuhan dengan memperhatikan
kenyamanan dan privasi klien

B. Alat irigasi terdiri atas


1. Botol irigasi berisi larutan oftalmik steril (blinx, dacrios)
2. Mangkuk lengkung kecil
3. Sarung tangan
4. Kapas untuk menyerap cairan dan ekskresi
5. Dispenser plastic dengan penutup dan lebel untuk tempat larutan

C. Prosedur kerja
1. Tahap prainteraksi
a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
b. Mencuci tangan
c. Meletakkan alat-alat di dekat pasien dengan benar

154
2. Tahap orientasi
a. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada keluarga/klien
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
3. Tahap kerja
1. Menjaga privasi
2. Posisikan pasien terlentang (supinasi) atau duduk dengan kepala
dicondongkan ke belakang dan sedikit miring ke samping
3. Bila pasien duduk mangkuk dapat dipegang oleh pasien bila
pasien berbaring letakkan mangkuk dekat pasien sehingga dapat
menampung cairan dan secret
4. Perawat berdiri didepan pasien
5. Bersihkan kelopak mata dengan teliti untuk mengangkat debu,
sekresi, dan keropeng (memegang kelopak dengan ibu jari dan
satu jari tangan)
6. Bilas mata dengan lembut, mengarahkan cairan menjahui hidung
dan kornea
7. Keringkan pipi dan mata dengan kapas
4. Tahap terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Berpamitan dengan klien
d. Membersihkan alat-alat dan mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

155
SOP TONOMETER

Alat:
1. Tonometry schiotz
2. Analgesic tetes mata
3. Kapas bersih dalam kom

Persiapan klien
1. Menjelaskan maksud dan tujuan pada klien
2. Penderita diminta untuk berbaring

Persiapan lingkungan
- Persiapkan sketsel dan atur atur pencahayaan

Prosedur
1. Bersihkan mata klien dengan kapas bersih
2. Teteskan pantocaine 2-3 tetes, tunggu 5 menit (sampai klien tidak
merasakan pedas dimata)
3. Atur kalibrasi tonometry
4. Minta klien melihat satu titik diatas (langit-langit ruangan)atau minta klien
meletakkan ibu jari di atas mata (letakkan jarak ibu jari sejauhnya dari
mata)
5. Letakkan tonometry diatas permukaan kornea, jangan ditekan lalu
perhatikan skala yang tertera pada alat (0-5)
6. Konfersikan hasil nilai dari skala dengan table untuk mengetahui TIO
(tekanan inraocular), bila hasil lebih tinggi dari 20 mmHg, klien dicurigai
menderita glaucoma dan bila lebih dari 25 mmHg, klien sudah menderita
gloukoma.

156
TES TELINGA (RINNE,WEBBER,SWABACH)

1. Pendahuluan
Pendengaran merupakan salah satu panca indera manusia yang
terpenting di samping penglihatan. Gangguan pendengaran bagi seseorang
dapat sangat merugikan karena menghambat komunikasi individu dengan
sekelilingnya. Bagi bayi gangguan pendengaran akan menghambat proses
perkembangan bicara (dapat bisu) sehingga menghambat proses
pendidikannya. Peranan tes pendengaran saat ini makin penting, terutama
dalam seleksi penerimaan pegawai/murid, di dalam program kesehatan
industri dan di samping itu pula untuk membantu menentukan diagnosis dan
prognosis penyakit pada telinga.
Untuk memeriksa pendengaran diperlukan pemeriksaan hantaran
melalui udara dan melalui tulang dengan memakai garpu tala atau audiometer
nada murni. Kelainan hantaran melalui udara menyebabkan tuli konduktif,
berarti ada kelainan di telinga luar atau telinga tengah, seperti atresia liang
telinga, eksostosis liang telinga, serumen, sumbatan tuba Eustachius serta
radang telinga tengah.
Kelainan di telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural. Secara
fisiologik telinga dapat mendengar nada antara 20 sampai 18.000 Hz. Untuk
pendengaran sehari-hari yang paling efektif antara 500-2000 Hz. Oleh karena
itu untuk memeriksa pendengaran dipakai garputala 512, 1024 dan 2048 Hz.
Penggunaan ke tiga garpu tala ini penting untuk pemeriksaan secara kualitatif.
Bila salah satu frekuensi ini terganggu penderita akan sadar adanya gangguan
pendengaran. Bila tidak mungkin menggunakan ketiga garpu tala itu, make
diambil 512 Hz karena penggunaan garpu tala ini tidak terlalu dipengaruhi
suara bising di sekitarnya. Pemeriksaan pendengaran dilakukan secara
kualitatif dengan mempergunakan garpu tala clan kuantitatif dengan
mempergunakan audiometer.

157
2. Definisi
Indera pendengaran merupakan suatu sistem penerimaan informasi
yang berasal dari sumber suara yang berupaperubahan tekanan atau getaran
udara kemudian ditransmisikan ke sistem syaraf kemudian ke otak untuk
dipahami atau diterjemahkan
Tes Weber adalah Menempatkan garpu tala bergetar di tengah dahi
pasien jika pasien melaporkan bahwa suara berasal dari garis tengah dahi,
tidak ada penurunan konduksi udara. Bila suara disebut berasal dari sisi yang
terlibat atau rusak, tes weber adalah positif. Ketika ada penyakit koklea atau
tuli saraf, suara terlateralisasi kesisi berlawanan, tes ini dikatakan negatif.
Tes Rinne dilakukan dengan cara meletakkan sautu garputala frekuensi
tinggi (512 Hz) yang bergetar pada tulang mastoid pasien dan meminta
kepada pasien untuk memberitahu kapan getaran garputala tersebut tidak
terdengar lagi, kemudian dengan cepat garputala tersebut diletakkan 1-2 cm
didepan liang telinga, dan kemudian bertanya kembali dengan pasien apakah
getaran tersebut masih bisa terdengar.
Tes Swabach adalah tes yang digunakan untuk membandingkan
hantaran tulang orang yang diperiksa dengan pemeriksa yangpendengarannya
normal

3. Tujuan Tindakan
a. Tujuan di lakukanya tes Weber adalah membandingkan hantaran tulang
antara kedua telinga penderita
b. Tujuan di lakukanya tes Rinne adalah membandingkan hantaran udara
dan hantaran tulang pada satu telinga penderita.
c. Tujuan :dilakukan tes swabach membandingkan hantaran lewat tulang
antara penderita dengan pemeriksa
d. Mengetahui seseorang tersebut kurang pendengarannyaatau tidak, tuli
atau tidak
e. Untuk mengetahui derajat gangguan pendengarannya
f. Untuk mengetahui bentukk ketuliannya(tuli konduksi atau persepsi)

158
4. Indikasi
1. Seseorang yang mengalami gangguan pendengaran

5. Kontraindikasi
(1) Perforasi membran timpani atau resiko tidak utuh (injurie sekunder,
pembedahan, miringitomi).
(2) Terjadi komplikasi sebelum irigasi.
(3) Temperatur yang ekstrim panas dapat menyebabkan pusing, mual dan
muntah.
(4) Bila ada benda penghisap air dalam telinga, seperti bahan sayuran
(kacang), jangan diirigasi karena bahan2 tsb mengmbang dan sulit
dikeluarkan.

6. Jenis-Jenis Gangguan Pendengaran


Tuli atau gangguan dengar adalah kondisi fisik yang ditandai dengan
penurunan atau ketidakmampuan seseorang untuk mendengarkan suara.
Gangguan pendengaran dapat dikategorikan berdasarkan letak atau bagaian
apa yang mengalami kerusakan pada sistem auditorik. Terdapat tiga tipe dasar
dari gangguan pendengaran, yaitu tuli konduktif, tuli sensorineural, dan tuli
campuran.
1) Tuli Konduktif
Tuli konduktif terjadi ketika bunyi tidak dapat disalurkan masuk
melalui liang telinga luar menuju ke membrana timpani dan diteruskan
ke tulang pendengaran (ossicle), di telinga tengah. Tuli konduktif
biasanya melibatkan suatu reduksi dari tingkatan bunyi, atau kemampuan
untuk mendengar bunyi. Tipe ketulian ini dapat dikoreksi dengan terapi
medis ataupun dengan pembedahan.
Beberapa keadaan yang dapat menyebabkan tuli tipe konduktif:
(1) Kondisi yang berhubungan dengan kelainan seperti cairan yang
terdapat pada telinga tengah yang berasal dari sekret di hidung
(rhinore), alergi (serous otitis media), fungsi tuba eustachi yang

159
menurun, otitis media, perforasi dari membran timpani, tumor
benign.
(2) Adanya serumen
(3) Infeksi pada liang telinga (otitis eksternal)
(4) Adanya benda asing pada liang telinga
(5) Adanya kelainan yang terjadi pada telinga luar, liang telinga,
ataupun telinga tengah.
2) Tuli Sensorineural
Tuli sensorineural terjadi ketika nervus dan sel-sel rambut yang
terdapat di telinga dalam (koklea) mengalami kerusakan dan tidak dapat
mentransmisikan sinyal-sinyalnya ke otak. Setiap pasien mempunyai
keluhan yang sama yaitu dapat mendengar bunyi namun tidak dapat
mengerti secara jelas apa yang dikatakan oleh suara tersebut. Proses
penuaan adalah penyebab tersering dari ketulian tipe ini.
Selain itu, tuli sensorineural dapat disebabkan oleh
(1) Trauma pada saat lahir
(2) Obat-obatan yang ototosik
(3) Serta sindrom genetik.
(4) Paparan suara yang bising dalam frekuensi sering
(5) Virus
(6) Trauma kepala
(7) Tumor.
3) Tuli Campuran
Pada tipe ini, seseorang biasanya mengalami dua tipe ketulian, dan
ini disebut tuli campuran. Bentuk ini digunakan ketika kedua bentuk dari
tuli konduktif dan tuli sensorineural ada bersamaan pada satu telinga.
Tuli tipe ini terjadi karena :
1. interferensi dari impuls-impuls saraf ditingkat korteks pendengaran.
2. Kelainan terdapat pada lintasan saraf pendengaran dan reseptor suara
pada tingkat kortikal.

160
7. Prinsip kerja
a. Persiapan alat
1. Satu set garpu suara
2. Stopwatch
3. Alat tulis
b. Persiapan pasien
1. Menjelaskan maksud dan tujuantindakan
2. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan kepadapasien
3. Meminta persetujuan pasien
4. Menyiapkan pasien pada posisi yang tepat
c. Persiapan lingkungan
1. Menutup pintu dan jendela
2. Memasang sampiran atau sketsel
3. Menyiapkan penerangan jika diperlukan
4. Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar
ruangan
d. Pelaksanaan
1. Pelaksanaan tes weber
1. Mencuci tangan
2. Garputala dengan frekuensi 512/256 Hz dibunyikan dengan
keras
3. Meletakkan tangkainya tegak lurus pada garis median
(vertex,glabela kening,rahang atas pasien)
4. Menanyakan kepada pasien telinga mana yang mendengar
paling keras
5. Catat hasilnya
2. Pelaksanaan tes swabach
1. Garputala dengan frekuensi 512/256 dibunyikan dengan keras
2. Meletakkan tangkainya tegak lurus pada planum mastoid
pemeriksa sampai pemeriksatidak mendengar lagi

161
3. Dengan cepat pindahkan garputala tersebuttegak lurus ke
planum mastoid pasien
4. Menanyakan kepada pasien apakah pasien masih mendengar
5. Bila pasien masih mendengar pemeriksaan dibalik
6. Garputala 512/256 dibunyikan dengan keras
7. Letakkan tegaklurus pada planum mastoid pasien sampai
pasientidak mendengar lagi
8. Dengan cepat pindahkan ke planum mastoid pemeriksa
9. Catat hasilnya
3. Pelaksanaan tes rinne
1. Garputallafrekuensi 512/256Hz dibunyikan dengan keras
2. Meletakkantangkainya tegak lurus pada planum mastoid pasien
3. Jalankan stopwatch 1
4. Menanyakan kepada pasien apakah pasien masih mendengar
5. Bila pasien tidak mendengar lagi matikan stopwatch 1
6. Bawa garputalla kedepan meatuseksternus dengan jarak ± 1cm
7. Jalankan stopwatch 2
8. Tanyakan apakah pasien masih mendengar, setelah tidak
mendengar matikan stopwatch 2
9. Catat hasilnya
10. Merapikan pasien dan peralatan dibereskan
11. Cuci tangan

e. Evaluasi
Respon pasien selama tindakan Catat waktu saat pemeriksaan

162
IRIGASI TELINGA

1. Definisi
Irigasi telinga adalah suatu usaha untuk memasukkan cairan dalam telinga
baik digunakan untuk membersihkan telinga atau mengelurkan benda asing
yang ada dalam telinga baikitu serumen ataupun hewan
2. Tujuan tindakan
Untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.
3. Indikasi
1) Sumbatan serumen.
2) Adanya benda asing dalam telinga.
4. Kontraindikasi
Gangguan pada membran tympani.
5. Komplikasi
Ruptur (pecah) pada membran tympani.
6. Prinsip kerja
a. Persiapan alat
1. Cairan irigasi atauobat lain yang tersedia
2. Spuit 20 ccatau spuit khusus steril
3. Pinset
4. Kom
5. Kapas dalam tempatnya
6. Sarung tangan
7. Perlak dan pengalas
8. Handuk
9. Bengkok
10. Alat tulis

b. Persiapan pasien
1. Menjelaskan maksud dan tujuan tindakan
2. Menjelaskan prosedur yang akan dilakukan

163
3. Meminta persetujuan kepada klien
4. Menyiapkan pasien dalam posisi yang tepat

c. Persiapan lingkungan
1. Menutup pintu dan jendela
2. Memasang sampiran atau sketsel
3. Menyiapkan penerangan jika diperlukan
4. Menganjurkan orang yang tidak berkepentingan untuk keluar
ruangan

d. Pelaksanaan
1. Mencuci tangan
2. Memakai sarung tangan
3. Pasien didudukkan dengan posisi kepala dimiringkan sesuai
kebutuhan
4. Pengalas dan bengkok diletakkandiatas bahu
5. Menganjurkan pasien memegang bengkok
6. Spuit diisi dengan cairan yang mengandung obat
7. Dengan menggunakan tangan kiri perawat , daun telinga ditarik
keatasdan kebelakang
8. Ujung spuit diletakkan dimuka liang telinga
9. Lakukan penyemprotan sescara perlahan pada sisi atasliang telinga
10. Penyemprotan dilakukan beberapa kali sampai bersih
11. Setelah bersih, bersihkan lubang telinga dengan menggunakan kapas
memakai pinset
12. Merapikan pasien dan membereskan peralatan
13. Mencuci tangan
14. Mendokumentasikan

e. Evaluasi
Reaspon pasien selama tindakan
Catat waktu saat pemeriksaan

164
SOP TES PENCIUMAN

A. Persiapan Alat
1. Kapas
2. Kom
3. Bengkok
4. Perlak
5. Minyak kayu putih
6. Kopi
7. Hand scon
8. Pinset bila diperlukan

B. Persiapan pasien
1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
2. Mengenalkan tujuan dan prosedur tindakan

C. Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Atur pasien dalam keadaan duduk ata uberbaring
3. Anjurkan pasien untuk menutup mata dan memutar badan
4. Ambil kassa/kapas yang telah diberi bau-bauan (minyak kayu putih)
5. Kemudian dekatkan kapas tersebut kedekat hidung pasien
6. Perawat meminta kepada pasien untuk menyebutkan bau-bauan yang
dihirupnya
7. Kemudian ganti bau-bauan tersebut dengan yang lain (kopi)
8. Minta pasien agar menyebutkan bau-bauan yang dihirup

D. Evaluasi
1. Catat hasil pemeriksaan
2. Merapikan alat

165
SOP TES PENGECAPAN

i. Persiapan Alat
Bahantes yang dianjurkan adalah gula pasir untuk rasa manis, garam untuk
rasa asin, jeruk untuk rasa asam dan kina untuk rasa pahit

ii. Persiapan pasien


1. Memberi salam dan memperkenalkan diri
2. Mengenalkan tujuan dan prosedur tindakan

iii. Pelaksanaan
1. Cuci tangan
2. Mempersiapkan alat
3. Mengatur posisi duduk dengan pasien
4. Penderita diinstruksikan menjulurkan lidah sementara hidung ditutup
5. Letakkan bahan tes sebagai berikut : untuk rasa manis letakkan pada
ujung lidah, rasa asam pada kedua tepi lidah, rasa asin pada ujung dan
tepi lidah, rasa pahit pada belakang lidah
6. Catat waktu yang dibutuhkan pada saat meletakkan bahan tes sampai
terjadi sensasi, catat sensasi yang dirasakan oleh penderita
7. Penderita disuruh berkumur-kumur setiap selesai satu tes sebelum
dilanjutkan ketes berikutnya

iv. Evaluasi
1. Catathasilpemeriksaan

166
BAB VII
SISTEM INTEGUMEN

i. SOP Rawat Luka Bakar


1. Pengertian
Melakukan tindakan perawatan terhadap luka bakar
2. Tujuan
1. Mencegah infeksi pada luka
2. Mempercepat penyembuhan pada luka
3. Peralatan
1) Bak instrument yang berisi:
(1) Pinset anatomis
(2) Pinset chirurgis
(3) Gunting debridemand
(4) Kassa steril
2) Kom: 3 buah
3) Peralatan lain terdiri dari:
(1) Spuit 5 cc atau 10 cc
(2) Sarung tangan
(3) Gunting plester
(4) Plester atau perekat
4) Desinfektant
5) NaCl 0,9%
6) Bengkok 2 buah, 1 buah berisi larutan desinfektant
7) Verband
8) Obat luka sesuai kebutuhan
4. Prosedur Pelaksanaan
a. Tahap Pra Interaksi
1. Melakukan verifikasi program pengobatan klien
2. Mencuci tangan
3. Menempatkan alat di dekat pasien dengan benar

167
b. Tahap Orientasi
1. Memberikan salam sebagai pendekatan therapeutic
2. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakan pada klien/keluarga
3. Menanyakan kesiapan klien sebelum kegiatan dilakukan
c. Tahap Kerja
1) Menjaga privacy
2) Mengatur posisi pasien sehingga luka dapat terlihat jelas
3) Membuka peralatan
4) Memakai sarung tangan
5) Membuka balutan dengan hati-hati, bila sulit basahi dengan
NaCl 0,9%
6) Membersihkan luka dengan menggunakan NaCl 0,9%
7) Melakukan debridemand bila terdapat jaringan nekrotik. (Bila
ada bula jangan dipecah, tapi dihisap dengan spuit steril setelah
hari ke-3)
8) Membersihkan luka dengan NaCl 0,9%
9) Mengeringkan luka dengan mengguanakan kassa steril
10) Memberikan obat topical sesuai order pada luka
11) Menutup luka dengan kassa steril, kemudian dipasang verband
dan diplester
12) Memasang verband dan plester
13) Merapikan pasien
d. Tahap Terminasi
1) Mengevaluasi hasil tindakan
2) Berpamitan dengan pasien
3) Membereskan dan kembalikan alat ke tempat semula
4) Mencuci tangan
5) Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

168
ii. SOP Memandikan Pasien Combusio
1. Pengertian
Membersihkan pasien luka bakar dengan menggunakan cairan fisiologis
dan cairan desinfektan
2. Tujuan
1. Mencegah terjadinya infeksi
2. Mengangkat jaringan nekrotik
3. Indikasi
Luka bakar derajat dua ke atas dengan luas luka > 20 %
4. Persiapan
1. Alat
1. Alat pelindung diri (masker, handscoen, scort
2. Alat-alat steril
a. Alat tenun
b. Set ganti balutan
c. Semprit 10 cc
d. Kain kasa
e. Verband sesuai dengan ukuran kebutuhan
f. Sarung tangan
3. Alat-alat tidak steril
a. Bengkok
b. Ember
4. Obat-obatan
a. Zalp kulit sesuai program (silver self)
b. Obat penenang (bila diperlukan
5. Cairan
a. NaCl 0,9 % / aquadest
b. Cairan desinfektan
2. Pasien
Pasien/keluarga diberi penjelasan tentang tindakan yang akan
dilakukan.

169
3. Lingkungan
Ruang khusus
4. Petugas
Petugas memakai celemek dan sarung tangan steril
5. Pelaksanaan
1. Petugas menggunakan alat pelindung diri (masker, handscoen, scort)
2. Memandikan pasien di ruang khusus dengan fasilitas khusus
a) Sebelum tindakan
- Bak mandi dibersihkan dengan desinfeksi
- Bak mandi diisi dengan air dengan suhu 37-430 derajat
celcius
- Memasukkan desinfektan ke dalam bak mandi dengan
konsentrasi sesuai aturan
b) Selama tindakan
- Pasien diantar ke ruang mandi
- Pasien dipersiapkan dengan menanggalkan baju
- Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien
(a) Merendam pasien ke dalam bak mandi
(b) Mengambil cairan bullae sebelum pasien dimandikan
(c) Membuang jaringan neokroktik
(d) Memecahkan bullae
3. Memindahkan pasien di atas kereta dorong yang sudah dialas dengan
perlak dan alat tenun steril
4. Mengeringkan badan pasien dengan handuk steril kemudian diberi
zalf sesuai program dokter
5. Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien diantar ke
tempat perawatan luka bakar
6. Melakukan observasi terhadap :
a) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
b) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
c) Reaksi pemberian cairan dan reaksi pasien setelah dimandikan

170
7. Mencatat segala perkembangan dan hasil observasi
8. Memandikan pasien di ruang tindakan
a) Pasien dipersiapkan, baju ditanggalkan.
b) Perawat membantu dokter pada saat memandikan pasien :
(1) Mencuci daerah luka bakar dengan cairan NaCl 0,9 % yang
sudah dicampur dengan desinfektan
(2) Membersihkan luka bakar dari segala kotoran yang
menempel
(3) Membuang jaringan neokrotik
(4) Memecahkan bullae dengan memakai semprit
(5) Membilas luka bakar dengan cairan steril tanpa desinfektan
c) Mengeringkan daerah luka bakar/bagian yang dicuci dengan
kasa steril kemudian diberi zalf sesuai program pengobatan
d) Memindahkan pasien ke kereta dorong yang sudah diberi
alas/alat tenun steril
e) Menutup pasien dengan alat tenun steril kemudian pasien
diantar ke ruang perawatan luka bakar
f) Mengobservasi terhadap :
1) Tekanan darah, nadi, suhu dan pernafasan
2) Posisi jarum infus, kelancaran tetesan infus.
3) Reaksi pasien setelah dimandikan
g) Memberikan suntikan analgetik sesuai program bila diperlukan
h) Melaporkan segera kepada dokter bila terdapat perubahan
keadaan umum
6. Hal-hal yang perlu diperhatikan
1. Melaksanakan teknik aseptik secara benar
2. Respons pasien
3. Pola pernafasan pasien
4. Menghindari terjadinya hypotermia

171

Anda mungkin juga menyukai