Anda di halaman 1dari 130

BAB I

PENGERTIAN TRANSPORTASI

1.1 Sejarah Perkembangan Transportasi

Sejak dulu transportasi telah dikenal dan digunakan dalam kehidupan


masyarakat luas, hanya saja alat transportasi yang dimaksud bukan seperti sekarang ini.
Cara pengangkutan yang paling sederhana adalah dengan memikul dan menjunjung
barang diatas kepala. Bentuk alat transportasi yang juga masih sederhana adalah
menggunakan gerobak barang yang ditarik oleh binatang.
Kemajuan transportasi berkaitan erat dengan perkembangan peradaban dan kebudayaan
manusia. Keinginan manusia untuk bepergian ke daerah yang lebih jauh guna mencari
bahan pangan yang lebih baik telah mendorong terciptanya berbagai alat yang dapat
dipakai untuk tujuan tersebut.
Pada abad ke 5 dan 6 SM telah digunakan perahu yang diduga sebagai penemuan alat
transportasi yang pertama. Pada abad ke 4 SM didaratan China telah ada jalan yang
sudah dengan perkerasan yang dilalui untuk mengangkut barang-barang dagangan
antara Tiongkok dan negeri-negeri di daerah teluk Parsi. Pada abad ke 2 SM kapal-kapal
bangsa Babilonia, Tunisia, Mesir, Yunani dan China telah ramai berlayar antara daerah-
daerah di Asia Timur dan Mediterania.
Selama masa abad pertengahan tidak terlihat perkembangan yang cukup berarti di
bidang transportasi, manusia bepergian dan berlayar dengan menggunakan peralatan
yang sudah ada. Sekitar tahun 1000-an gerobak kuda berukuran besar telah banyak
dipakai dalam transportasi barang di daratan yang kemudian disusul oleh kereta
penumpang yang ditarik kuda (tahun 1300 – 1400).
Menjelang tahun 1800-an pengangkutan penumpang antara kota-kota mulai dilakukan
dengan kereta kuda (stage wagon) yang memuat sekitar 18 penumpang dengan
kecepatan mencapai 15 – 30 kilometer per jam. Di Inggris dan Perancis sudah
dioperasikan kereta penumpang serba guna yang umum disebut omnibus.
Antara tahun 1800 – 1860 transportasi telah mulai berkembang dengan
dimanfaatkannya tenaga mekanis seperti kapal motor dan kapal uap menggantikan kapal
layar, kendaraan bermotor dan kereta api mengambil alih fungsi kereta kuda telah
banyak digunakan dalam dunia perdagangan.

1
Sistem Transportasi
Kegiatan dibidang penerbangan juga dimulai, dimana pada tahun 1893 – 1903
merupakan peralihan dari tahap terbang layang (gliding) ke penemuan pesawat udara
yang berhasil diterbangkan pada tahun 1903.
Pada tahun 1920 transportasi telah mencapai tingkat perkembangan pada puncaknya
(mature), dengan sistem transportasi multi moda (multy modal system). Pada tahun 1930
pesawat udara dioperasikan dalam angkutan komersial dan berhasil meningkatkan
kemampuan pengangkutannya secara berlipat ganda, apalagi setelah beroperasi pesawat
udara bermesin jet yang besar yang bisa terbang melebihi kecepatan suara.
Dalam abad ke-20 ini pertumbuhan transportasi berkembang pesat sejalan dengan
kemajuan teknologi mutakhir.

1.2 Tahapan Perkembangan Transportasi Dikaitkan Dengan Kegiatan Ekonomi.


Wilfred Owen (1969). Transport and Technology, dalam Gary Form (editor),
Transport Invesment and Economic Development: membagi perkembangan transportasi
menjadi lima tahap:
1) Tahap immobilitas dan masyarakat tradisional, dalam masa ini kegiatan
transportasi masih sangat terbatas dan hubungan keluar daerah belum ada.
Kehidupan perekonomian masih tertutup dan kegiatan perdagangan belum
tumbuh. Masyarakat hanya hidup dari pertanian dan kerajinan rakyat.
Transportasi yang hanya melalui sungai dengan menggunakan perahu sederhana.
2) Tahap perbaikan alat transportasi dan pertumbuhan perdagangan yang ditandai
mulai tumbuhnya kegiatan perdagangan di masyarakat. Transportasi diperlukan
untuk memperluas pemasaran keluar daerah, dimana hewan dipakai sebagai
tenaga penarik gerobak yang bergerak diatas jalan tanah dan terusan sederhana
mulai dibangun.
3) Tahap menuju stabilitas dan tingkat hidup lebih tinggi, dicapai setelah dimulai
mekanisasi alat transportasi yang sejalan dengan tumbuhnya kegiatan industri di
masyarakat. Mesin uap dipakai dibidang pelayaran dan kereta api. Investasi bagi
perbaikan alat angkut dan prasaranya telah dilakukan.
4) Tahap motorisasi, yang ditandai oleh bertambahnya ketergantungan masyarakat
pada angkutan motor, seperti: truk dan bis. Kemampuan pengangkutan telah
dapat ditingkatkan dengan makin banyaknya kendaraan bermotor. Pembangunan
jalan raya diperluas, sehingga masyarakat tidak hanya tergantung pada angkutan
kereta api dan sungai yang sudah ada. Pembangunan jalan raya telah membuka
daerah baru yang sebelumnya tidak dapat dijangkau (terisolir).
5) Tahap perkembangan penerbangan merupakan penaklukan perbedaan jarak oleh
manusia disertai peningkatan kecepatan dalam pengangkutan. Pesawat udara
telah membuka dimensi baru dalam dunia transportasi.

2
Sistem Transportasi
1.3 Pengaruh Faktor Geografi, Ekonomi, Politik dan Sosial Terhadap Transportasi
1) Geografi
Negara yang memiliki garis pantai yang panjang dan sungai-sungai yang dalam
akan dengan mudah dapat mengembangkan sistem pelayarannya. Sebaliknya
daerah yang terdiri dari pegunungan yang terjal dan padang pasir yang luas akan
sangat sulit membangun sistem transportasinya.
Kondisi geografi terutama topografi suatu daerah sangat berpengaruh terhadap
pola jaringan jalan, terutama di daerah perkotaan.
 Kota dengan topografi datar, seperti kota Surabaya cenderung pola
jaringan jalannya adalah kisi-kisi (grid). Pola ini memungkinkan
pelayanan area tertentu secara merata. Perpindahan arus kendaraan dari
suatu jalan ke jalan lain dan pencapaian lokasi tujuan dapat dilakukan
dengan lebih mudah dan cepat.
 Kota dengan topografi bergelombang, seperti kota Bandung cenderung
pola jaringan jalannya adalah jari-jari (radial), dengan cirri-ciri adanya
pemusatan jalur-jalur utama ke suatu daerah. Sebagai akibat dari pola ini
daerah pusat menjadi lokasi yang paling menguntungkan bagi
pertumbuhan kegiatan dan akhirnya mengalami beban lalu lintas makin
besar.
 Kota-kota kecil di tepi pantai yang mempunyai topogrfi datar cenderung
jaringan jalannya mengikuti pola garis (linier). Jaringan jalan pada pola
garis menunjukkan adanya orientasi jalan menuju suatu jalan utama.

2) Ekonomi
Kendaraan ekonomi merupakan pengaruh penting bagi kemajuan transportasi di
suatu daerah, karena terdapat hubungan erat antara perkembangan ekonomi
(terutama perindustrian dan perdagangan) dengan kemajuan transportasi.
Transportasi selalu mengikuti arah dan tingkat perkembangan ekonomi,
sebaliknya perkembangan ekonomi dipengaruhi oleh keadaan sistem transportasi
yang melayaninya.
Pertumbuhan sektor ekonomi dapat merangsang kemajuan transportasi melalui
peningkatan kebutuhan jasa transportasi yang lebih besar.
3) Politik
Situasi politik yang stabil memberikan kepercayaan kepada masyarakat luas
untuk melakukan investasi karena ada suatu keyakinan hasilnya akan
menguntungkan. Perekonomian akan berkembang dan penerimaan negara akan
meningkat, sehingga pemerintah mampu membangun fasilitas transportasi
seperti: jalan raya, pelabuhan laut (dermaga), pelabuhan udara (bandara) dan
fasilitas transportasi lainnya.

3
Sistem Transportasi
4) Sosial
Transportasi dipengaruhi keadaan sosial masyarakat karena untuk memantapkan
idiologi, pertukaran kebudayaan, peningkatan hubungan kemasyarakatan dan
mobilitas penduduk perlu tersedia prasarana dan sarana transportasi yang
memadai.

1.4 Pengaruh Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Dalam Perkembangan Sistem


Transportasi

Efisiensi dalam pendistribusian barang dan pergerakan manusia merupakan


faktor yang sangat penting dalam pengembangan sistem perekonomian dari jaman
dahulu sampai sekarang. Sejarah menunjukkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi dibidang transportasi mempunyai kontribusi yang sangat besar dalam
mencapai tujuan dan sasaran tersebut.
Perkembangan sistem transportasi dibedakan dalam tiga tahap mulai dari masa sebelum
revolusi industri sampai transportasi abad ke – 20.

Transportasi sebelum revolusi industri era


tahun 1800-an.
Bentuk transportasi yang berkembang
sebelum revolusi industri (1500-1840) masih
memanfaatkan tenaga hewan terutama
kuda dan aliran air sungai dan pantai.
Kecepatan kereta kuda dan perahu layar
rata-rata : 8 – 15 kilometer/jam dan
mampu membawa beban sekitar 125
kilogram. Sementara kemampuan manusia
bergerak dengan kecepatan 5 kilometer per
jam dengan beban 40 kilogram.
Revolusi industri (1800-1870), membawa
kemajuan yang sangat pesat dibidang
transportasi dengan ditemukan mesin uap
sebagai tenaga penggerak menggantikan
hewan dan air. Bentuk transportasi yang
berkembang adalah kereta api dan kapal
laut dengan bahan bakar batubara.
Kecepatan lokomotif uap rata-rata 100
kilometer/jam dan kapal laut dengan tenaga
mesin uap sampai 25 kilometer/jam.

4
Sistem Transportasi
Perkembangan sistem transportasi modern
(1870-1920), ditandai dengan pengembangan
dan inovasi dalam teknologi mesin dan
pengalihan pemakaian bahan bakar batubara
ke bahan bakar minyak bumi. Dengan bahan
bakar minyak bumi transportasi mampu
bergerak lebih cepat dan efisiensi konsumsi
Sumber : Historical Geography of Transportation bahan bakar bagi kapal laut sampai 90%
Emergence of Mechanized System dibandingkan dengan batubara.
Dr. Jean-Paul Rodrigue ( )
Dunia Semakin Mengkerut (Shrinking the Globe)

Tahun 1500-1840, kecepatan kereta kuda dan


perahu layar rata-rata : 16 Km/jam
Tahun 1850-1920, kecepatan lokomotif uap
rata-rata : 100 Km/jam dan kapal uap 25
Km/jam
Tahun 1950, kecepatan pesawat udara dengan
baling-baling rata-rata : 480 – 640 Km/jam
Tahun 1960-an, kecepatan pesawat udara
dengan mesin jet rata-rata : 800 – 1120
Km/jam
Tahun 1969, Apollo XI pertama kali mendarat
dibulan dengan kecepatan : 8 Km/detik atau
24.178 Km/jam
Tahun 2003, Kereta api baru Maglev MLX-01
di Jepang mampu melaju dengan kecepatan
502 Km/jam
Tahun 2007, Pesawat udara A-380
dioperasikan. Pesawat komersil terbesar
sampai saat ini.

Sumber : Mc.Hale (1969)

Konvergensi Ruang dan Waktu

Perkembangan teknologi transportasi akan dapat mengurangi waktu tempuh dari


tempat asal ke tempat tujuan, dimana proses ini dikenal sebagai time – space
convergence.

Contoh:
Perubahan waktu tempuh dari London ke Edinburgh (629 km)

Tahun Moda Waktu tempuh


1754 Coach 10 hari
1776 Stage coach 4 hari
1836 Kereta Pos (Mail coach) 42 jam 53 menit
1854 Kereta Api Uap (Steam Train) 11 jam 25 menit

5
Sistem Transportasi
1914 Kereta Api Uap (Steam Train) 8 jam 15 menit
1955 Kereta Api Uap (Steam Train) 6 jam 30 menit
1977 Kereta Api Diesel (Diesel Train) 5 jam 27 menit
1979 Kereta Api Cepat (High speed Train) 4 jam 37 menit
Sumber: White H.P and Senior M.L – Transport Goegraphy (1983)

Dari gambar/diagram disebelah dapat


disimpulkan bahwa dalam kurun waktu 150
tahun (2000 – 1950) telah terjadi konvergensi
ruang – waktu (STC : Space - Time
Convergence) sebesar 0,072 jam/tahun. Tanda
minus menunjukkan dengan teknologi
transportasi yang semakin modern terjadi
pengurangan waktu tempuh dari tempat asal
ke tempat tujuan.

Pada umumnya pembangunan jalan baru bisa mengakibatkan konvergensi dalam 3(tiga)
hal, yaitu:

1) Spasial (space)
Pembangunan jalan baru akan meningkatkan daya hubung atau aksesibilitas suatu
wilayah yang sebelumnya terisolasi dan berpotensi sebagai pembangkit perjalanan
(trip generator) karena terjadi perubahan nilai lahan dan fungsi ruang.

2) Waktu (time)
Pembangunan jalan baru untuk meningkatkan kapasitas sistem jaringan serta
menghilangkan missing link, sehingga terhindar dari kemacetan dengan demikian
waktu perjalanan akan lebih singkat.

3) Moda (modes)
Pembangunan jalan baru disamping meningkatkan aksesibilitas juga kualitas jalan
dan kualitas perjalanan lebih baik dengan demikian bisa terjadi alih moda dari
angkutan umum ke kendaraan pribadi.

1.5 Demensi Perubahan Dalam Sistem Transportasi

6
Sistem Transportasi
Menurut Marvin L. Manheim (1979), transportasi sebagai suatu sistem yang
sangat dinamis dalam ruang dan waktu. Ada tiga demensi perubahan dalam sistem
transportasi, antara lain:

1) Perubahan permintaan transportasi


 Jumlah penduduk
 Pendapatan per kapita
 Pola tata guna lahan wilayah perkotaan

2) Perubahan teknologi transportasi


 Alternatif transportasi perkotaan (angkutan cepat masal)
 Sistem container untuk angkutan laut
 Pesawat jet untuk angkutan udara
 Transportasi quasi

3) Perubahan nilai dalam masyarakat dan kebijakan pemerintah


 Kebijakan bidang transportasi
 Kelompok yang terkena dampak kebijakan
 Perhatian/kepedulian terhadap lingkungan

Menurut (SISTRANAS, 2005), pembangunan jaringan transportasi secara umum


bertujuan untuk :
o Pembukaan daerah baru untuk mengembangkan potensi ekonomi;
o Penambahan kapasitas dan tingkat pelayanan transportasi;
o Menekan biaya transport dengan memperbaiki sistem transportasi.

Transportasi (penumpang & barang) dalam perhitungan ekonomi dianggap sebagai


‘komoditas’.

Produk transportasi adalah ‘jasa’ yang mempunyai kemanfaatan (utility) menurut waktu
(time utility) dan tempat (place utility).
o Time utility : transportasi harus ada pada saat dibutuhkan (penumpang);
o Place utility: transportasi dapat mengubah nilai suatu barang/komoditas pada
tempat/lokasi tertentu dan waktu tertentu (barang).

7
Sistem Transportasi
Kemanfaatan Transportasi (Transport Utility)

Pemenuhan kebutuhan transportasi mempunyai kemanfaatan (utility) menurut waktu


(time utility) dan tempat (place utility).

Artinya transportasi akan sangat bermanfaat apabila: tersedia pada waktu dibutuhkan
dan memberikan nilai tambah setelah tiba ditempat tujuan, dengan demikian
kemanfaatan transportasi bisa bernilai positif atau negatif.

Utility

Optimum Utility

(+)
Utility Line

Time

(-)

Time Value

8
Sistem Transportasi
1.6 Jaringan Transportasi

Karakteristik Jaringan Transportasi

Karakteristik jaringan didalam kota dan jaringan regional berbeda, karena


perbedaan yang sangat menyolok pada tata guna lahan. Karena kepadatan penggunaan
lahan yang sangat tinggi didaerah perkotaan, maka akan diperlukan aksesibilitas yang
lebih tinggi juga bila dibandingkan dengan daerah luar kota. Didaerah perkotaan dapat
disusun pola jaringan jalan yang mempunyai keterhubungan dan aksesibilitas yang
tinggi seperti pola jaringan jalan jari-jari dan melingkar (ring radial) dan kisi-kisi
(grid). Jaringan mempunyai 2 (dua) elemen utama, yaitu: ruas (link) dan simpul (node).
Didaerah perkotaan ruas mewakili jaringan jalan dan simpul mewakili simpang,
sedangkan wilayah regional simpul dapat berupa kota.

Sumber : Transport Geography

Ukuran Kinerja Jaringan

Tingkat hubungan jaringan adalah derajat hubungan antara ruas dengan simpul.
Dalam suatu jaringan semakin banyak ruas yang menghubungkan simpul semakin baik

9
Sistem Transportasi
tingkat hubungan jaringan tersebut. Ukuran yang digunakan untuk mengukur tingkat
hubungan tersebut adalah:

1) Indeks Beta
Semakin banyak simpul yang dihubungkan dengan ruas jalan, maka semakin
baik tingkat hubungan jaringannya yang dinyatakan sebagai indeks beta, dengan
formula:

Jumlah ruas (e )
Indeks Beta =
Jumlah simpul (v)

2) Angka Ciclomatic
Ukuran lain yang dapat dipakai untuk mengukur kinerja jaringan jalan adalah
angka cyclomatic, yang menunjukkan sirkuit yang bisa dibentuk untuk
menghubungkan simpul dengan ruas jalan yang ada, dengan formula:
Angka Cyclomatic = e – v + 1

10
Sistem Transportasi
3) Indeks Alpha
Adalah salah satu indikator yang paling baik untuk mengukur tingkat hubungan
jaringan jalan, besarnya indeks alpha dihitung berdasarkan persentase
kemungkinan hubungan yang mungkin diakukan antar simpul didalam jaringan
jalan atau rasio/nisbah angka cyclomatic dengan angka cyclomatic maksimum,
dengan formula:
e–v+1
Indeks Alpha =
2v - 5

11
Sistem Transportasi
Pola Jaringan Transportasi
Untuk menghubungkan suatu tempat asal dengan tempat tujuan pergerakan
dibutuhkan fasilitas prasarana transportasi berupa lintasan (link) dan simpul (node) yang
berbeda dalam setiap bentuk transportasi.

1) Lintasan (link)
 Jalan Raya
 Jalan Rel
 Trayek
 Sungai
 Laut dan Selat
 Udara

2) Simpul (node)
 Simpang (intersection)
 Terminal dan Stasiun
 Wilayah dan Kota
 Pelabuhan Laut (dermaga)
 Pelabuhan Udara (bandar udara)

Model Jaringan Transportasi

Keterangan
A. graph terhubung dan terisolasi
B. graph terhubung tidak lengkap
C. graph terisolasi
12
Sistem Transportasi D. graph lengkap
E. graph terhubung tidak lengkap
F. graph terhubung tidak lengkap
Sumber : Narsingh Deo, 1994 (Graph Theory)

Kendala Pengembangan Jaringan Transportasi

Keterangan:

13
Sistem Transportasi
A-B-C-D-E : merupakan simpul (node) tempat asal atau tujuan pergerakan (misal: terminal,
stasiun kereta api, pelabuhan laut atau dermaga, bandar udara, wilayah/kota dan sebagainya);
1,2,3,4 : model lintasan (link) yang dibangun untuk mengembangkan sistem transportasi yang
efektif dan efisien ( lihat konsep: aksesibilitas dan mobilitas).

Untuk menghubungkan tempat asal ke tempat tujuan secara teknis ada beberapa kendala
yang dihadapi, yaitu:
a) biaya konstruksi
b) biaya operasional
Kedua biaya tersebut harus diperhitungkan dan dipertimbangkan berdasarkan sistem
transportasi yang akan dikembangkan, yaitu: transportasi darat, transportasi laut atau
transportasi udara.

Identitas Jaringan Transportasi

Identitas jaringan transportasi umumnya dapat dinyatakan dengan identitas ruas,


identitas simpul dan jarak terpendek (shortest of path) yang digambambarkan dalam
bentuk grafis dan/atau matrik.

O/D 1 2 3 4 5 6

1 2 6 5 12 8
2 4
3
4 6 7 10
5 5 3
6 2 2

Contoh Terapan :

14
Sistem Transportasi
1. Sebuah taman di Konigsberg (1736) yang dihubungkan oleh 7 jembatan. Setiap
pengunjung hanya diperbolehkan melintasi masing-masing jembatan tidak lebih dari
satu kali sampai kembali ketitik asal (Misal: mulai dari titik D sampai kembali ke titik
D). Coba gambarkan bentuk graphnya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.
Graph tersebut ditemukan oleh Euler (1707-1782).

15
Sistem Transportasi
2. Seorang pengembara (Hamilton) melakukan perjalanan keliling dunia melalui
beberapa kota (kota 1 sampai dengan kota 20) seperti graph tersebut diatas.
Permasalahan adalah mencari lintasan terpendek dengan kondisi atau persyaratan hanya
boleh melintasi kota sekali saja.
Coba dibantu dari mana perjalanan harus dimulai dan berakhir dimana?

1.7 Bentuk Umum Transportasi

16
Sistem Transportasi
Karakteristik Utama Sistem Transportasi

Transportasi biasanya merepresentasikan komponen yang


paling penting menyangkut biaya logistik bagi perusahaan.
Perpindahan barang dari tempat asal ke tempat tujuan berdasarkan
hasil kajian dan berbagai pengalaman bisa menyerap 30% sampai
70% dari total biaya logistik. Dengan demikian bergerak dalam
bidang logistik perlu memiliki pemahaman yang memadai mengenai
masalah transportasi.

17
Sistem Transportasi
1.8 Sistem Transportasi Makro
Sistem transportasi makro pada dasarnya dibentuk oleh beberapa subsistem
transportasi, antara lain: subsistem kegiatan, subsistem jaringan dan subsistem
pergerakan dalam kondisi keseimbangan yang dinamis. Untuk menjamin keseimbangan
tersebut, maka ketiga subsistem harus selalu berkoordinasi apabila terjadi perubahan
kebijakan pada masing-masing subsistemnya.
Badan atau institusi (ssitem kelembagaan) yang memegang peranan penting pada
masing-masing subsistem tersebut adalah sebagai berikut:
 Subsistem Kegiatan : Bappenas, Bappeda sangat berperan dalam menentukan
sistem kegiatan melalui kebijaksanaan Wilayah, Regional maupun Sektoral.
 Subsistem Jaringan (Prasarana) : Departemen Perhubungan (darat, laut dan
udara) serta Departemen Pekerjaan Umum melalui Direktorat Jenderal Bina
Marga dalam menentukan kebijakan pembangunan infrastruktur an fasilitas
transportasi.
 Sistem Pergerakan : Dinas Perhubungan yang mengatur perijinan dan
Ditlantas/Satlantas sebagai penegak hukum dalam menjalankan peraturan serta
masyarakat sebagai pemakai jalan.

Keterkaitan Antar Subsistem Transportasi

PERGERAKAN YANG AMAN, NYAMAN, CEPAT, MURAH, HANDAL DAN SESUAI LINGKUNGAN

SISTEM KEGIATAN/KEBUTUHAN SISTEM JARINGAN/PENYEDIAAN


TRANSPORTASI TRANSPORTASI
(TRANSPORT DEMAND) (TRANSPORT SUPPLY)

SISTEM PERGERAKAN TRANSPORTASI


(TRAFFICS FLOW)

SISTEM KELEMBAGAAN

Sumber: Marvin L. Manheim (1978) & Ofyar Z. Tamin (1995)

18
Sistem Transportasi
Keterangan:
Interaksi antara subsistem kegiatan dan subsistem jaringan akan menghasilkan
suatu pergerakan manusia atau barang. Pada subsistem kegiatan atau subsistem
kebutuhan transportasi (transport demand), perubahan peruntukan tata guna lahan akan
merubah bangkitan perjalanan (trip generation) yang terdiri dari tarikan perjalanan (trip
attraction) dan penghasil perjalanan (trip production).
Pada subsistem penyediaan transportasi (transport supply), meliputi pembangunan
infrastruktur dan fasilitas transportasi apakah sudah memenuhi standar kualitas dan
kuantitas serta memenuhi kebutuhan.
Pada subsistem pergerakan (traffic flow), untuk transportasi jalan raya interaksi antara
kebutuhan dan penyediaan transportasi dapat dilihat dari kinerja sistem jaringan, antara
lain rasio antara volume lalu lintas yang lewat dan kapasitas ruas jalan (V/C ratio).
Sedangkan untuk kereta api, transportasi laut dan udara dapat dilihat dari tingkat
utilisasi (utility factor) dari kapasitas yang tersedia.
Khusus untuk transportasi jalan raya nilai V/C ratio yang besar menunjukkan tingkat
pelayanan yang rendah dan pengguna jalan akan melakukan evaluasi untuk memilih
rute lain atau moda alternatif.
Subsistem kegiatan, subsistem jaringan dan subsistem pergerakan akan saling
mempengaruhi. Perubahan pada subsistem kegiatan akan mempengaruhi subsistem
jaringan melalui perubahan tingkat pelayanan pada subsistem pergerakan, begitu juga
perubahan pada subsistem jaringan dapat mempengaruhi subsistem kegiatan melalui
peningkatan mobilitas dan aksesibilitas dari subsistem pergerakan tersebut.
Subsistem pergerakan berperan penting dalam mengakomodasi interaksi antara
subsistem kegiatan dan subsistem jaringan.
Subsistem pergerakan yang aman, nyaman, cepat, murah, handal dan sesuai lingkungan
akan dapat tercipta jika pergerakan tersebut diatur oleh suatu sistem rekayasa dan
manajemen lalu lintas yang baik.

19
Sistem Transportasi
1.9 Siklus Tata Guna Lahan dan Transportasi

Tata guna lahan dan transportasi merupakan komponen atau subsistem dalam
sistem transportasi makro yang memiliki keterikatan, keterkaitan dan ketergantungan
sangat erat antara satu dengan lainnya. Kondisi tersebut dapat dilihat, bila terjadi
perubahan pada salah satu subsistem dalam bentuk pembangunan fisik atau kebijakan
yang diambil oleh pemerintah akan berdampak terhadap sistem secara keseluruhan.
Dalam sistem transportasi fenomena tersebut dikenal sebagai vicious circle atau
lingkaran tak berujung pangkal/lingkaran setan.

Sumber: John Black, 1995

20
Sistem Transportasi
Dalam kasus yang lebih spesifik mengatasi permasalahan lalu lintas dengan
pembangunan jalan baru akan mengakibatkan pertumbuhan lalu lintas yang lebih cepat
karena adanya supress demand cenderung mengakibatkan induce traffic. Kebijakan
tersebut hanya mampu mengatasi masalah dalam jangka pendek, sehingga dikenal
sebagai paradigma lama predict and provide. Apabila tetap dilaksanakan akan terjadi
fenomena teori lubang hitam (blackhole theory).

Teori lubang hitam dalam pembangunan jaringan jalan pada beberapa sumber referensi
juga dikenal sebagai fenomena evil spiral.

Teori Lubang Hitam Pada Investasi Jalan Raya


Sumber: Plane, 1986.

21
Sistem Transportasi
1.10 Arti dan Fungsi Transportasi

Transportasi sebagai dasar untuk pembangunan ekonomi dan perkembangan


masyarakat serta pertumbuhan industrialisasi. Dengan adanya transportasi menyebabkan
adanya spesialisasi atau pembagian pekerjaan menurut keahlian sesuai dengan adat
istiadat dan budaya suatu daerah.
Pertumbuhan ekonomi suatu daerah atau negara tergantung kepada tersedianya sistem
transportasi yang handal, karena suatu barang atau komoditas mempunyai nilai menurut
tempat dan menurut waktu jika barang tersebut dipindahkan dari suatu tempat ke tempat
lainnya.
Dalam hal ini dengan menggunakan transportasi dapat menciptakan suatu barang atau
komoditas berguna menurut tempat dan waktu (time utility and place utility).
Dalam transportasi umumnya dikenal dua kategori:
 Memindahkan barang atau hasil produksi dengan menggunakan alat angkut;
 Mengangkut penumpang dari tempat asal ke tempat tujuan atau sebaliknya.
Guna mempelajari transportasi secara lebih mendalam perlu dimengerti sistem
transportasi makro, sehingga dapat disimpulkan definisi transportasi adalah sebagai
berikut:

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) atau


penumpang dari suatu tempat asal ke tempat tujuan dengan aman & nyaman.

Dalam kegiatan pemindahan tersebut mengandung unsur-unsur sebagai berikut:


a) Ada muatan atau penumpang yang diangkut (komoditas);
b) Tersedia kendaraan sebagai alat angkutannya (sarana);
c) Tersedia jalan atau lintasan yang dilalui oleh alat angkutan tersebut (prasarana);
d) Ada sistem pengelolaan (manajemen).

1.11 Biaya Transportasi

Perpindahan penumpang atau barang dari tempat asal ke tempat tujuan, akan
membutuhkan biaya transportasi yang besarnya sangat tergantung pada fasilitas
transportasi yang digunakan, jauh dekatnya jarak yang ditempuh dan kemungkinan
biaya transit. Semakin jauh jarak yang ditempuh, semakin mahal biaya transportasi
yang harus dibayar dan biaya transit pada umumnya dikeluarkan apabila terjadi
perpindahan atau pergantian moda transportasi pada Terminal, Stasiun Kereta Api,
Pelabuhan Laut atau Bandar Udara. Besarnya biaya transportasi yang harus dibayar
tidak sama untuk setiap moda tertentu, seperti misalnya transportasi Jalan Raya, Kereta
Api, Kapal Laut atau Kapal Udara.
Hubungan antara biaya transportasi dengan lokasi tujuan dapat digambarkan sebagai
berikut:

22
Sistem Transportasi
Biaya Moda - Y

H
a
r
g
Biaya Transit a
Moda - X
T
Biaya Transport o
t
a
Harga Dasar l

A B C Lokasi

+ Terminal
Asal + Stasiun Tujuan
+ Pelabuhan
+ Bandara

Transit

Perbandingan Biaya Total Terhadap Beberapa Moda Transportasi.

Biaya terminal Biaya total

Jalan raya/Road
Kereta api/Rail

Laut/Water

Road Rail Water

Asal pergerakan Panjang pergerakan (Km)


Overall Transport Cost = Terminal Cost + Variable Cost
Line haul function
Sumber: Smith (1971)
Seperti dijelaskan dalam gambar diatas untuk jarak dekat biaya yang dikeluarkan
transportasi jalan raya (road) paling efisien karena biaya terminalnya rendah, sementara

23
Sistem Transportasi
untuk jarak jauh biaya yang dikeluarkan meningkat sebagai fungsi dari jarak angkut
yang diakibatkan meningkatknya biaya tidak tetap (variable cost).
Untuk jarak menengah biaya transportasi Kereta Api (rail) akan lebih efisien dan untuk
jarak jauh biaya transportasi Kapal laut (water) paling efisien, walaupun biaya
terminalnya cukup tinggi.

1.12 Pengoperasian Transportasi


Didalam suatu pengoperasian transportasi, keuntungan (profit) dapat ditentukan
dengan membandingkan pendapatan (revenue) dengan biaya yang dikeluarkan (cost),
dengan menggambarkan dalam suatu grafik sebagai berikut:

Biaya (Rp)

Break Event Point (BEP)


Profit

Biaya tidak tetap


Keterangan:

Break Event Point (BEP) adalah titik impas, dimana pengeluaran biaya (cost) ditutupi
oleh pendapatan (revenue) dalam hal ini pada jarak perjalanan 30.000 kilometer.
Biaya tetap
Garis Pendapatan
Keuntungan (profit) terlihat pada saat penerimaan (revenue) lebih besar dari biaya (cost)
yang dikeluarkan.
10 20 30 40
Pendapatan (revenue) adalah hasil dari pengoperasian kendaraan selama waktu tertentu.
Jarak Perjalanan (1000 Km)
Sumber: William
Biaya tetap R.Park
(standing (1973)
cost)
 Investasi
 Surat-surat kendaraan
 Asuransi
 Penyusutan investasi
 Upah-gajih

Biaya tidak tetap (running cost)


 Biaya Operasional
 Bahan bakar
 Pelumas
 Ban
 Biaya Pemeliharaan
 Suku cadang
 Pemeliharaan berkala
 Bongkar mesin (Overhaul)
24
Sistem Transportasi
25
Sistem Transportasi
BAB II

PERMINTAAN DAN PENAWARAN TRANSPORTASI

2.1 Permintaan Transportasi (Demand System)

Permintaan jasa transportasi ditentukan oleh banyaknya barang atau penumpang


yang akan diangkut dari suatu tempat ke tempat lain. Kapasitas angkutan yang tersedia
dibandingkan dengan kebutuhan sangat terbatas, disamping itu permintaan jasa
transportasi merupakan ‘derived demand’. Untuk mengetahui berapa jumlah
permintaan jasa transportasi yang sebenarnya (actual demand) perlu dianalisis dengan
memperhatikan faktor sosial - ekonomi sebagai berikut:
 Jumlah dan pertumbuhan penduduk
 Pembangunan wilayah dan daerah
 Perdagangan
 Industrialisasi
 Penyebaran penduduk
 Pendapatan Perkapita (GNP)

Analisis Permintaan Jasa Transportasi

Sehubungan dengan faktor-faktor tersebut diatas, untuk memenuhi permintaan


jasa transportasi perlu dilakukan perencanaan transportasi yang mantap dan terarah agar
dapat memenuhi kebutuhan jasa angkutan yang diperlukan oleh masyarakat pengguna
jasa. Peralatan analisis dan proyeksi untuk mengetahui berapa permintaan (demand
analysis) yang dibutuhkan, secara makro beberapa analisis dapat digunakan untuk
mengetahui total permintaan jasa transportasi:

 Analisis Rasio (Ratio Analysis)


Dengan analisis rasio, yaitu membandingkan antara kebutuhan dengan
penyediaan jasa transportasi setiap bulan, kwartal dan tahun bisa diketahui
pertambahan atau pengurangan permintaan akan jasa angkutan tersebut. Metode
ini sangat sederhana dan mudah diaplikasikan dalam praktek sehari-hari.

26
Sistem Transportasi
 Analisis Regresi (Regresion Analysis)
Analisis secara matematis hasilnya akan lebih baik dibandingkan dengan metode
analisis rasio, karena dalam hal ini digunakan rumus-rumus matematika dan
statistika. Salah satu cara yang dapat digunakan adalah analisis garis regresi
(regression analysis), dimana salah satu pendekatannya diasumsikan mengikuti
fungsi linier. Persamaan fungsi regresi tersebut menggambarkan hubungan
antara jumlah perjalanan (trip) dengan variable-variabel penentu perjalanan yang
potensial dengan bentuk persamaan:

Y = Ao + A1.X1 + A2.X2 + ………… + An.Xn + 

Dimana:
Y = Jumlah perjalanan
Ao = Konstanta
Ai = Koefisien regresi
Xi = Variabel penentu perjalanan
 = Kesalahan random (random error)

Contoh aplikasi:

Zona Variabel
1 Jumlah pergerakan (Y)
1 Jumlah penduduk (X1)
Industri alisasi (X2)
2 Perdagangan (X3)

4
C
5
3 Dst……

5 4

27
Sistem Transportasi
2.2 Persamaam Regresi

Hubungan dari kedua variabel tersebut yaitu X (variabel bebas) dan Y (variabel tidak
bebas) tersebut adalah sebagai berikut : Y = f (X)
1. Regresi Linier
a. Regresi Linier Berganda
Y = a + b1 X 1 + b2 X 2 + ……………….. bk X k
b. Regresi Linier Sederhana
Y = a + bX
2. Regresi Non Linier
a. Regresi Fungsi Eksponensial
Y = a. ebx
b. Regresi Fungsi Logaritmik
Y = a + b.LnX
c. Regresi Fungsi Power
Y = a.Xb

Analisis Regresi Linier Sederhana

Analisis regresi linier adalah metode statistik yang dapat digunakan untuk
mempelajari hubungan antarsifat permasalahan yang sedang diselidiki. Model analisis
regresi linier dapat memodelkan hubungan antara 2 (dua) peubah atau lebih. Pada model
ini terdapat peubah tidak bebas (Y) yang mempunyai hubungan fungsional dengan satu
atau lebih peubah bebas (X). dalam kasus yang paling sederhana, hubungan secara
umum dapat dinyatakan dalam persamaan berikut (Tamin,2000):

Y= a + bX

Keterangan :
Y = peubah tidak bebas
X = peubah bebas
a = konstanta
b = koefisien regresi

Konstanta a dan b dapat dihitung dari persamaan normal sederhana :


ΣYi = n.a + b. Xi
ΣXiYi = a. ΣXi + b. ΣXi2

Keterangan :
n = banyaknya sampel

28
Sistem Transportasi
Kemudian persamaan tersebut dapat disederhanakan sehingga diperoleh harga a dan b
sebagai berikut :
a = Y - bX
 n.  X .Y      X .Y 
i i i i x y i i
b =
 n. X     X i
2
i
2 =
x i
2

Dimana :
xi = XI - X
yi = YI - Y

Analisis Regresi Linier Berganda

Kita dapat dengan mudah mengerti bahwa ada juga analisis regresi dimana
terdapat lebih dari dua variabel, yaitu analisa regresi dimana satu variabel diterangkan
oleh lebih dari sebuah variabel lain dinamakan analisis regresi linier berganda atau
multiple linier regression analysis (Pasaribu, 1983).
Jadi apabila variabel bebas jumlahnya lebih dari satu dimana beberapa variabel bebas
tersebut secara bersama-sama mempengaruhi variabel tak bebas, maka untuk
menggambarkan hubungan antara tak bebas variabel-variabel bebas tersebut
dipergunakan metode analisis regresi berganda atau multiple regresi.
Dalam regresi linier berganda terdapat sejumlah (sebut k buah, k≥2) peubah bebas yang
dihubungkan dengan Y linier atau berpangkat satu dalam sebuah peubah bebas. Jika
peubah bebas itu X 1 , X 2 , ….. , Xk (k≥2) dan seperti biasa peubah tak bebasnya Y,
maka bentuk umum untuk regresi linier berganda Y atas X 1 , X 2 , ….. , Xk adalah :

Y = a + b1 X 1 + b2 X 2 + ……. + bk X k
Dengan a, b1 , b2 , dapat dihitung dari :
  
a =
Y  b1. X 1  b2 . X 2
  x .  x y     x x .  x y 
1
2
1 1 2 2

 x .  x     x x 
b1 = 2
2 2
1 2 1 2

 x .  x y     x x .  x y 
1
2
2 1 2 1

 x .  x     x x 
b2 = 2
2 2
1 2 1 2

Analisis Regresi Fungsi Logaritmik

Regresi fungsi logaritmik adalah termasuk regresi non linier. Bentuk persamaan
fungsi logaritmik adalah:

29
Sistem Transportasi
Y = a + b.LnX

Konstanta a dan b dapat dihitung dari persamaan :


Y   b. LnX 
a = 
n
 n.   LnY .Y      LnX . Y 
b =
 
n.  LnX     LnX 
2 2

Dimana :
n = banyaknya sampel
Analisis Regresi Fungsi Eksponen

Dalam regresi non linier selain dengan menggunakan fungsi logaritmik juga
dapat menggunakan fungsi eksponen. Bentuk umum persamaan fungsi eksponen
adalah :

Y = a.ebx

Konstanta a dan b dapat dihitung dari persamaan :


 n.   LnY . X      X . LnY 
b =
 
n. X 2    X 
2

Ln a =  LnY   b. X 
n
Dimana :
n = banyaknya sampel
e = bilangan pokok logaritma natural yang nilainya yaitu e = 2,718

Analisis Regresi Fungsi Power

Regresi non linier lainnya adalah fungsi power dengan bentuk :

Y = a.Xb

Konstanta a dan b dapat dihitung dari persamaan :


n.  LnX .LnY    LnX . LnY
b =
n.  LnX     LnX 
2 2

Ln a =  LnY   b. LnX 


n
Dimana :
n = banyaknya sampel

30
Sistem Transportasi
Analisis Korelasi

Koefisien korelasi berguna untuk mengetahui kuatnya hubungan antara variabel


bebas maupun antar variabel tidak bebas. Uji statistik ini harus dilakukan untuk
memenuhi persyaratan model matematis dimana sesama peubah bebas tidak boleh
saling berkorelasi, sedangkan antara peubah tidak bebas dengan peubah bebas harus ada
korelasi yang kuat (Tamin, 2000). Koefisien r adalah suatu ukuran relatif dari asosiasi
diantara dua variabel. Koefisien ini bernilai antara -1 sampai dengan +1 (-1 ≤ r ≤ +1).
Makin dekat nilai r itu kepada -1 atau +1, makin baiklah data sampel itu diterangkan
oleh garis regresi itu, makin dekat nilai r itu kepada nol, makin kurang baik kita
memakai analisis regresi itu untuk sampel kita. Jika r itu mencapai nilai ekstrim -1 atau
+1, maka dapatlah dikatakan bahwa garis lurus itu menerangkan data sampel kita itu
dengan sempurna, artinya bahwa segala variasi di dalam nilai Y itu diterangkan dengan
sempurna oleh variasi nilai X. tetapi jika r = 0, maka dapat menarik kesimpulan bahwa
tidak ada hubungan linier yang berarti antara nilai X dan Y itu (Pasaribu, 1983).
Jadi bila koefisien korelasi +1/-1 menunjukkan adanya korelasi sempurna (Perfect
Competition). Jika koefisien korelasi tersebut lebih kecil dari nol, maka kedua variabel
itu mempunyai korelasi negatif. Sedangkan bila koefisien korelasi 0 (nol) maka berarti
tidak ada korelasi antara variabel X dan Y. nilai koefisien korelasi tersebut dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

1. Linier Sederhana :
 n. XY    X . Y   2

r =
n. X    X  .n. Y    Y 
2 2 2 2

2. Linier Berganda :
b1  x1 y  b2  x 2 y
r =
y 2

3. Fungsi Eksponen :
 n.   LnY  X     X . LnY  2

r =
n. X    X  . n. LnY    LnY  
2 2 2 2

4. Fungsi Logaritmik :
 n.   LnX Y     LnX . Y   2

r =
n.  LnX     LnX  .n. Y    Y  
2 2 2 2

5. Fungsi Power :

31
Sistem Transportasi
 n.  LnY .LnX    LnX . LnY  2

 n. LnX    LnX  .n.  LnY     LnY  


r = 2 2 2
2

Interpretasi terhadap nilai r


r Interpretasi
0 Tidak berkorelasi
0,001 – 0,200 Sangat lemah
0,201 – 0,400 Lemah
0,401 – 0,600 Cukup kuat
0,601 – 0,800 Kuat
0,801 – 1,000 Sangat kuat
Sumber : Prawira, 2006

Signifikansi Test

Signifikansi test digunakan untuk mengetahui apakah regresi yang digunakan


dalam penelitian adalah benar linier atau tidak jika linier data observasi tepat berada di
sekitar garis tersebut. Apabila dari hasil test yang telah dilakukan diperoleh hasil yang
tidak signifikan (insignificant), maka kurang tepat bila regresi linier dipergunakan
dalam penelitian untuk menarik kesimpulan.
Signifikansi test ini berguna untuk mengetahui apakah koefisien regresi (hubungan yang
ada antara variabel bebasnya). Dan persamaan regresi Y = a + bX benar secara statistik
(statistical valid) atau tidak.
Garis penaksir itu bukanlah garis yang sebenarnya melalui titik-titik dari scatter itu dan
bukanlah fungsi yang sebenarnya menghubungkan kedua variabel tersebut. Fungsi
tersebut hanyalah merupakan taksiran bagi fungsi yang sebenarnya itu. Oleh karena itu,
adalah merupakan suatu keharusan sesudah menaksir α dan β itu, menilai b itu tidak
begitu baik bagi β, maka penaksiran memakai fungsi linier itu tidaklah lebih baik
daripada jika kita tidak memakai garis lurus. Hal ini adalah disebabkan bentuk daripada
fungsi linier itu adalah sedimikian rupa sehingga b atau β sajalah yang menghubungkan
X dan Y itu. Untuk menyelidiki baiknya atau seksamanya penaksiran kita, maka kita
dapat menyusun suatu null hypothesis sebagai berikut :

H0 :   0
Dengan hipotesa alternatifnya :
H1 :   0

Kalau β = 0, maka kita dapat menarik kesimpulan bahwa tidak ada hubungan linier yang
berarti antara X dan Y yang kita selidiki itu. Tetapi kalau kita harus menolak null
hypothesis diatas dengan level f significance yang kita rasa dapat diterima, maka kita

32
Sistem Transportasi
menerima hipotesa alternatif yang mengatakan bahwa β  0, dan dapatlah kita menarik
kesimpulan bahwa ada hubungan linier yang berarti antara kedua variabel itu (Pasaribu,
1983).

Untuk uji Signifikansi Test ini dilakukan dua macam tes :

a. T test
Tujuan pengujian t terhadap parameter variabel bebas koefisien regresinya adalah
untuk menentukan apakah ada dan bagaimana bentuk pengaruh antara masing-
masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Tujuan pengujian hipotesis t
terhadap koefisien korelasi parsial dan menentukan apakah ada dan bagaimana
hubungan antara masing-masing variabel bebas terhadap variabel tidak bebas.
Sebagai pembanding dalam pengujian hipotesis t adalah harga statistik pengujian (
t bi ) dan daerah kritis pengujian ( t t ). Harga statistik pengujian dihitung dengan
rumus :
bi n - k -1
t bi = = r. (untuk linier berganda)
sb i 1- r 2
n-2
t = r. (untuk linier sederhana dan non linier)
1- r2
Dimana :
t = statistik pengujian untuk koefisien regresi
bi = koefisien regresi
sb i = kesalahan taksir standar deviasi koefisien regresi
r = koefisien korelasi (parsial pada analisis regresi berganda)
r2 = koefisien determinasi
n–k–1 = derajat kebebasan
= n – 2 (untuk analisis regresi linier sederhana dan non linier)
k = jumlah variabel bebas

Sedangkan daerah kritis pengujian diperoleh dengan bantuan “tabel distribusi t”.
penentuan daerah kritis pengujian tergantung pada jenis pengujian yang digunakan,
apakah pengujian kuat atau lemah. Untuk pengujian kuat (sangat nyata) digunakan
taraf signifikansi (α) sebesar 0,01 dimana hubungan dan pengaruh variabel tak bebas
diyakini sebesar 99%. Untuk pengujian lemah (biasa) maka digunakan taraf
signifikansi (α) sebesar 0,05 dengan keyakinan sebesar 95% yang berarti 5 dari
setiap 100 kesimpulan untuk menolak suatu hipotesis yang seharusnya diterima,
dengan kata lain bahwa hipotesis telah ditolak dengan pada taraf nyata 0,05 yang
berarti penelitian mungkin salah dengan peluang 0,05.

33
Sistem Transportasi
b. F test
Tujuan pengujian hipotesis F adalah memilih model peramalan yang terbaik dengan
membuat keputusan apakah persamaan tersebut layak dipergunakan atau tidak. F
test merupakan pengujian untuk menunjukkan apakah cara data atau pandangan
statistik lebih baik digunakan dengan rata-rata atau garis regresi untuk
penggambaran data tersebut. Distribusi F adalah rasio dari dua variansi seperti
terlihat pada persamaan berikut ini :
Jkreg / k
F = (untuk linier berganda)
Jkres /  n - k - 1
r 2 /  k  1
F =
 
1  r 2 /  n  k  1
(untuk linier sederhana dan non linier)

Dimana :
Jkreg = jumlah kuadrat regresi
Jkres = jumlah kuadrat residu
n = jumlah observasi
k = jumlah variabel bebas (dalam regresi sederhana k = 1)

34
Sistem Transportasi
2.3 Penyediaan Fasilitas Transportasi (Supply System)

Penyediaan jasa transportasi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat ada


kaitannya dengan permintaan akan jasa transportasi secara menyeluruh. Tiap moda
transportasi mempunyai sifat, karakteristik dan aspek teknis yang berlainan, dimana
akan mempengaruhi jasa transportasi yang ditawarkan oleh pengangkutan. Penawaran
jasa transportasi dapat dibedakan dari beberapa segi, antara lain:

Transportasi darat (Land Transportation)

a) Angkutan Jalan Raya

 Alat Angkut (vehicles)


o Bus
o Truk
o Kendaraan Gandeng

 Jalan (ways)
o Rambu
o APILL (traffic signal)
o Jembatan timbang
o Alat pengujian
o Kendaraan penguji
o Jaringan jalan

 Terminal
o Terminal bus
o Terminal truk

b) Angkutan Kereta Api

 Alat angkut (vehicles)


o Lokomotif
o Gerbong barang
o Kereta penumpang
o Kapal ferry
o Gerbong peti kemas

35
Sistem Transportasi
 Jalan (ways)
o Jalan rel termasuk ballast
o Bantalan/track
o Jembatan
o Signal navigasi, telekomunikasi
o Logistik untuk jalan

 Terminal/Stasiun
o Stasiun termasuk
perlengkapannya
o Gudang termasuk tanah
lapang untuk ‘open storage’
o Depot/balai kerja
o Gudang untuk ferry

c) Angkutan Sungai, Danau dan Penyeberangan (ASDP)

 Alat angkut (vehicles)


o Kapal
sungai/kapal ferry

 Alur pelayaran (ways)


o Rambu-rambu sungai/danau
o Pengerukan/pembersihan alur sungai, termasuk kapal keruk
o Kapal inspeksi/kerja
o Telekomunikasi dan navigasi sungai

 Terminal/pelabuhan penyeberangan
o Kade/dermaga
o Terminal penumpang, gudang dan kantor
o Depot minyak
o Listrik
o Air

36
Sistem Transportasi
Transportasi Udara (Air Transportation)

 Alat angkut (vehicles)


o Kapal penerbangan domestik (domestic flight)
 Trunk lines
 Feeder lines
 Regional lines

o Kapal penerbangan internasional (international flight)

 Jalur penerbangan (ways)


o Telekomunikasi dan navigasi
o Meteorologi penerbangan
o Penerangan landasan
o Air Traffic Control (ATC)

 Bandar udara (Airport)


o Landasan pacu (runway), apron dan taxi way
o Listrik
o Air
o Pemadam kebakaran
o Office terminal
o Terminal penumpang (passenger terminal)
o Alat bongkar muat
o Kesehatan penerbangan
o Kendaraan
o Gudang (storage)
o Hangar
o Jaringan jalan
o Tanah pemagaran

Transportasi Laut (Sea Transportation)

 Alat angkut (vehicles)


o Kapal antar pulau (interinsuler)
o Kapal samudra
o Kapal local

37
Sistem Transportasi
o Kapal/armada rakyat (mosquito fleet)
o Kereta api laut (sea train)
o Kapal pengangkut (log carrier

 Alur pelayaran (ways)


o Pengerukan
 Armada keruk
 Kapal keruk tunda
 Kapal keruk cangkram
 Bak Lumpur
 Rumah apung
 Bak minyak
 Kapal gandeng
 Pipa ponton laut
 Pipa ponton darat
 Perawatan, perbaikan armada/docking

 Bengkel keruk
 Steiger
 Dock
 Perbengkelan
 Gudang/kantor
 Listrik
 Air
 Kendaraan

 Kegiatan pengerukan
 Pengerukan rutin (maintenance dredging)
 Pengerukan development (backlog dredging)

o Perambuan dan penerangan pantai


 Rambu kapal
 Rambu bengkel
 Rambu dermaga
 Mercu suar
 Pelampung suar
 Rumah jaga
 Kendaraan/fasilitas lain-lain

o Telekomunikasi dan navigasi laut


 Stasiun radio pantai
 Stasiun radio fixed

38
Sistem Transportasi
 Rumah marconist
 Bengkel telekom
 Kendaraan

 Pelabuhan laut (port)


o Kade
o Gudang
o Air dan Listrik
o Alat bongkar muat
o Jaringan jalan di pelabuhan
o Pemecah gelombang
o Bangunan/unit kerja
o Kendaraan
o Peralatan pemadam kebakaran (Fire fighting equipment)
o Tug boat/kapal tunda/terminal
o Pusat pelayanan medis (Port Health Center)
o Galangan kapal (dock)

2.4 Lintasan atau Rute Transportasi (Routing)


Maksud dan tujuan mempelajari rute transportasi adalah untuk mengefisienkan
operasi kendaraan khususnya angkutan darat dengan mengurangi waktu dan
memperpendek rute perjalanan.
Permasalahan yang sering dihadapi dalam pemilihan rute yang sesuai adalah:
 Waktu perjalanan secara menyeluruh;
 Apakah didalam perjalanan ada akomodasi;
 Apakah ada kemacetan pada rute tertentu;
 Apakah perlu pengemudi cadangan;
 Lokasi penghantaran;
 Batasan kecepatan;
 Ruang bebas;
 Batasan berat kendaraan.

Keadaan tersebut diatas yang tidak sesuai apabila dikehendaki jarak dan waktu
perjalanan minimum adalah:
 Adanya batasan berat kendaraan;
 Adanya hambatan fisik atau ruang bebas.

X Hambatan fisik (ruang bebas)

39
Sistem Transportasi
B
A

X Pembatasan berat
kendaraan

Pemilihan rute harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:


 Waktu perjalanan (travel time);
 Kemacetan di rute tersebut (traffic congestion);
 Batasan kecepatan (speed limit);
 Ruang bebas dan batasan gerak (clearence).

Dalam menetapkan rute optimum pada umumnya dipresentasikan dengan:


 Lintasan jalan/ruas (link);
 Simpul (node);
 Waktu perjalanan (travel time).

L, (T)

S
S

B C Lintasan dengan waktu


(8) tempuh (6 menit)

(6)
(6) Simpul awal/ akhir dari
A tujuan
(7) (6) D
(9)
(7)

Contoh:

40
Sistem Transportasi
Direpresentasikan sebagai diagram jaringan jalan

D (5) E
(4)
(10) (10) (8)
lokasi pabrik F H
G Pabrik
C (16)
(8) (22)
B I

(31) (17)
J
(11)
(8) K
Gudang
(17)
A (13) Gudang
O

Dari lokasi Pabrik ke Gudang ada sekitar 6 (enam) rute yang harus dipertimbangkan
seperti tabel berikut:

No. Rute Waktu (menit)


1 O – A – B – C – D – E – F -G 58
2 O –A– B – C – I – H - G 64
3 O–K–C–I–H-G 84
4 O–K–D–E–F-G 77
5 O–K–J–I–H-G 59
6 O–K–J–I–C–D–E–F-G 96
Tugas Untuk Latihan Mahasiswa
Dari hasil perhitungan didapatkan rute terpendek atau rute minimum adalah:
O – A – B – C – D – E – F – G, dengan waktu perjalanan = 58 menit.

O
J

E G H I

E F

41
Sistem Transportasi
D

I
H J B C

D A

Hitung jarak terpendek dari O ke D Hitung jarak terpendek dari A ke J

Pembangunan infrastruktur transportasi akan memberikan manfaat yang sangat


besar pada pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan mendorong
pembangunan lingkungan yang berkelanjutan apabila dapat menyediakan pelayanan
yang ‘efektip’ terhadap permintaan (demand), sehingga menghasilkan sistem
transportasi yang ‘efisien’ (Bank Dunia, 1974).
Untuk merencanakan atau mengevaluasi sistem transportasi yang efektip dan efisien ada
beberapa parameter yang perlu diidentifikasi dan dipertimbangkan beserta kualitas
permasalahannya, seperti tabel dibawah ini:

Kriteria Parameter Permasalahan


Efektip Aksesibilitas Jaringan transportasi kurang terintegrasi
Kapasitas Kelebihan/kekurangan kapasitas pada rute-rute
tertentu
Kualitas Tingkat kehandalan (reliability)
Afordabilitas Kemampuan ekonomi masyarakat
Efisien Biaya publik Besar/kecilnya Subsidi
Utilisasi Tingkat Utilisasi

Efektifitas dapat diukur dengan menggunakan parameter sebagai berikut:


 Aksesibilitas: merepresentasikan kemudahan orang/barang mencapai fasilitas
transportasi;
 Kapasitas : memberikan gambaran tentang kapasitas pelayanan;
 Kualitas : mencerminkan keselamatan, kehandalan dan kecepatan
pelayanan;
 Afordabilitas: menggambarkan kemampuan orang untuk membayar pelayanan

42
Sistem Transportasi
Efisiensi dapat diukur dengan menggunakan parameter sebagai berikut:
 Biaya umum: menunjukkan seberapa besar selisih biaya penyediaan transportasi
dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh;
 Utilisasi : sejauh mana tingkat penggunaan kapasitas fasilitas transportasi yang
tersedia.

2.5 Sistem Terminal Transportasi


Terminal Angkutan Darat – Jalan Raya
(Sumber: 1. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 1993 Tentang Prasarana dan Lalu
Lintas Jalan; 2. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 35 Tahun 2003 – Sesuai dengan
pasal 46 PP No.43/1993; 3. Pedoman Teknis Pembangunan Terminal Angkutan Jalan Raya
Dalam Kota dan Antar Kota – Direktorat Jenderal Perhubungan Darat Direktorat Bina Sistem
Prasarana)

Pengertian Terminal

1) Titik simpul tempat terjadinya putus arus yang merupakan prasarana transportasi,
tempat kendaraan umum menaikkan dan menurunkan penumpang atau barang,
tempat perpindahan penumpang atau barang baik intra maupun antar moda
transportasi yang terjadi sebagai akibat adanya arus pergerakan manusia dan barang
serta tuntutan efisiensi transportasi.
2) Tempat pengendalian, pengawasan, pengaturan dan pengoperasian sistem arus
angkutan penumpang atau barang.
3) Prasarana angkutan dan merupakan bagian dari sistem transportasi untuk
melancarkan arus angkutan penumpang atau barang.
4) Unsur tata ruang yang mempunyai peranan penting bagi efisiensi kehidupan
wilayah/kota dan lingkungan.

Fungsi Terminal

1) Fungsi terminal angkutan jalan raya pada dasarnya dapat ditinjau dari 3 (tiga) unsur
yang terkait dengan terminal, yaitu:
 Penumpang (user)
 Pengelola (operator)

43
Sistem Transportasi
 Pemerintah (regulator)
2) Fungsi terminal bagi penumpang (user) adalah untuk kenyamanan menunggu,
melakukan pergantian atau perpindahan moda transportasi, tempat tersedianya
berbagai fasilitas umum dan informasi serta fasilitas parkir bagi kendaraan pribadi.
3) Fungsi terminal bagi pengelola (operator) adalah untuk pengaturan pelayanan
operasi kendaraan, penyediaan fasilitas istirahat dan informasi bagi awak kendaraan
dan fasilitas pangkalan.
4) Fungsi terminal bagi pemerintah (regulator) adalah dari segi perencanaan dan
manajemen lalu lintas untuk menata lalu lintas dan menghindari kemacetan, sebagai
sumber pendapatan (retribusi) dan sebagai pengendali arus kendaraan umum.

Klasifikasi Terminal

A. Berdasarkan Peranannya
1) Terminal Primer adalah:
Terminal untuk pelayanan arus barang dan penumpang (jasa angkutan) yang
terjangkau regional;

2) Terminal Sekunder adalah:


Terminal untuk pelayanan arus barang dan penumpang (jasa angkutan) yang
bersifat lokal dan atau melengkapi kegiatan terminal primer.

B. Berdasarkan Fungsinya

1) Terminal Utama adalah:


Tempat terputusnya arus barang dan penumpang (jasa angkutan) dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
 Berfungsi sebagai alat pengatur angkutan yang bersifat melayani arus
angkutan barang dan penumpang jarak jauh dengan volume tinggi;
 Bongkar muat lebih besar atau sama dengan 8 ton/unit angkutan atau 40
penumpang/unit.

2) Terminal Madya adalah:


Tempat terputusnya arus barang dan penumpang dengan cirri-ciri sebagai
berikut:
 Berfungsi sebagai alat pengatur angkutan yang bersifat melayani arus barang
dan penumpang jarak sedang dan volume sedang;
 Bongkar muat lebih besar atau sama dengan 5 ton/unit atau 20
penumpang/unit.

3) Terminal Cabang adalah:

44
Sistem Transportasi
Tempat terputusnya arus barang dan penumpang dengan cirri-ciri sebagai
berikut:
 Berfungsi sebagai penyalur angkutan yang bersifat arus barang dan
penumpang jarak pendek atau dekat dan volume kecil;
 Bongkar muat lebih kecil atau sama dengan 2,5 ton/unit atau 10
penumpang/unit.

C. Berdasarkan Jenis Angkutan


1) Terminal Penumpang adalah:
Terminal untuk menaikkan dan atau menurunkan penumpang, dengan faktor-
faktor yang perlu diperhatikan adalah:
 Jumlah kedatangan per satuan unit;
 Berapa lama masing-masing kendaraan boleh berada dalam terminal;
 Fasilitas pelayanan yang perlu.

2) Terminal Barang adalah:


Terminal untuk perpindahan (bongkar muat) dari moda transportasi yang satu ke
moda transportasi lainnya.
Kapasitas terminal serta fasilitas yang diadakan harus direncanakan dengan baik,
jangan sampai terminal menjadi bottle neck dalam aliran barang dan faktor-
faktor yang perlu diperhatikan adalah:
 Jenis barang yang menggunakan fasilitas terminal;
 Jumlah barang (ton/hari atau m3/hari) dari masing-masing jenis barang;
 Jumlah truk yang masuk terminal untuk bongkar muat;
 Alat bongkar muat yang cocok untuk masing-masing jenis barang;
 Fasilitas pelayanan untuk sopir dan sebagainya.

3) Terminal Khusus adalah:


Terminal yang dipengaruhi oleh sifat-sifat barang yang diangkut.

4) Terminal Truk adalah:


Terminal yang sesuai dengan kebutuhannya, dinyatakan dengan jumlah truk
yang dapat parkir atau menunggu dalam satuan waktu, dengan ciri-ciri sebagai
berikut:
 Sebagai tempat istirahat setelah pengemudi secara terus menerus mengemudi
selama 4 jam atau lebih, yaitu 25 kendaraan/jam;
 Sebagai tempat menunggu sebelum waktunya diperbolehkan masuk jalan
dalam kota, yaitu: 50 kendaraan/jam.

Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003, karakteristik terminal


penumpang dibedakan menurut kelas terminal.

No. Kriteria Klasifikasi Terminal


Tipe-A Tipe-B Tipe-C
1 Jaringan Trayek AKAP + Tipe B AKDP + Tipe C Angkot/Angdes
2 Lokasi Jl. Arteri Primer Jalan Arteri atau Jl. Kolektor atau
Kolektor Primer Lokal Sekunder

45
Sistem Transportasi
3 Kelas Jalan Minimal III A Minimal III B Minimal III B
4 Jarak Minimum Antar 2 Minimal 20 Km Minimal 15 Km
Terminal
5 Luas lahan Minimal 5 Ha Minimal 3 Ha Sesuai
permintaan
6 Akses Keluar-Masuk Minimal 100 m Minimal 50 m Sesuai
Terminal Kebutuhan

Keputusan Menteri Perhubungan No. KM 35 Tahun 2003 : Tentang hubungan terminal


dengan pelayanan angkutan penumpang.

No. Pelayanan Angkutan Kelas Terminal (Tipe) Trayek


1 Lintas Batas Negara A : pemberangkatan-persinggahan-tujuan
2 Antar Kota Antar A : pemberangkatan-persinggahan-tujuan
Propinsi
3 Antar Kota Dalam A & B : pemberangkatan-persinggahan-tujuan
Propinsi
4 Kota Utama
Cabang
Ranting
6 Perdesaan C : pemberangkatan-persinggahan-tujuan

Daerah Kewenangan Terminal

Daerah kewenangan terminal dibedakan menjadi 3 (tiga) kelompok utama, yaitu:

1) Daerah Manfaat Terminal


Daerah yang diperuntukkan bagi kegiatan utama terminal, yaitu bongkar muat
barang dengan naik turun penumpang serta parkir kendaraan penumpang (umum)
dan diamankan dari penggunaan lainnya yang mengganggu kegiatan tersebut.
Daerah manfaat terminal terdiri dari amplasemen, yaitu seluas lahan yang diberikan
konstruksi perkerasan dengan penggunaan hanya untuk kegiatan bongkar muat
barang maupun naik turun penumpang dan parkir kendaraan (penumpang umum).

2) Daerah Milik Terminal

46
Sistem Transportasi
Daerah diluar manfaat terminal secara status dimiliki oleh terminal, diperuntukkan
bagi kegiatan yang menunjang kegiatan terminal dan dibatasi dengan pagar untuk
menunjukkan wilayah terminal.
Peruntukan daerah milik terminal terdiri dari:
 Bangunan ruang tunggu terminal;
 Pergudangan (untuk terminal angkutan barang);
 Bangunan kantor terminal;
 Bangunan lain yang diijinkan sesuai dengan kepentingannya (kios, restoran,
WC, taman dan lain-lain).

3) Daerah Pengawasan Terminal


Daerah atau areal diluar daerah milik terminal lahannya secara status tidak dimiliki
oleh terminal, tetapi penggunaan dan peruntukannya diawasi agar tidak mengganggu
kegiatan terminal dan sistem lalu lintas secara keseluruhan.
Gangguan yang sering terjadi misalnya, kendaraan umum yang menunggu
penumpang diluar terminal, bongkar muat dan parkir kendaraan diluar terminal,
sehingga keberadaannya mengganggu pergerakan lalu lintas pada jaringan jalan
yang menghubungkan terminal.

Fasilitas Utama Dalam Terminal

Fasilitas utama merupakan suatu yang mutlak harus ada dalam suatu sistem
terminal yang terdiri dari 5(lima) bagian, yaitu:
1) Areal Keberangkatan
Adalah pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan kendaraan penumpang
umum untuk menaikkan penumpang (loading) dan untuk memulai perjalanan.
2) Areal Kedatangan
Adalah pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan penumpang umum
untuk menurunkan penumpang (unloading) yang dapat pula merupakan akhir
perjalanan.
3) Areal Menunggu Kendaraan
Adalah pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan penumpang umum
untuk beristirahat dan siap menuju jalur pemberangkatan.
4) Areal Lintas
Adalah pelataran yang disediakan bagi kendaraan angkutan penumpang umum
untuk beristirahat sementara dan untuk menaikkan/menurunkan penumpang.
5) Areal Tunggu Penumpang
Adalah pelataran menunggu yang disediakan bagi orang yang akan melakukan
perjalanan dengan kendaraan angkutan penumpang umum.

47
Sistem Transportasi
Fasilitas Penunjang Dalam Terminal
Selain fasilitas utama dalam sistem terminal terdapat juga fasilitas pendukung
sebagai fasilitas pelengkap dari fasilitas utama.
Yang termasuk sebagai fasilitas penunjang adalah:

 Terminal Barang
No. Fasilitas Barang Kendaraan Orang
1 Tempat Bongkar Muat Barang 
2 Pusat Distribusi 
3 Depot Kontainer  
4 Areal Lintas 
5 Ruang Operasi Truk 
6 Parkir Truk dan Mobil Penumpang 
7 Tempat Cuci Kendaraan 
8 Tempat Perbaikan Kendaraan 
9 Tempat Pengisian Bahan Bakar 
10 Ruang Istirahat Awak Kendaraan 
11 Penginapan 
12 Kamar mandi 
13 Restauran dan Pertokoan 
14 Kantor Pengelola Terminal 
15 Poliklinik 
16 Kantor pos 
17 Tempat Ibadah 
18 Ruang Pemadam Kebakaran 
19 Pos Polisi 
20 Kantor Perwakilan Perusahan 
21 Pergudangan 
22 Menara Pengawas 
23 Pos Pengecekan Keluar Masuk Kendaraan 
24 Material Handling 

 Terminal Penumpang
No. Fasilitas Penumpang Crew Kendaraan
1 Kantor Operasional 
2 Menara Pengawas 
3 Pos Pengecekan Keluar Masuk Kendaraan 
4 Ruang Istirahat Awak Kendaraan 
5 Ruang Tunggu 
Penumpang/Pengantar/Penjemput
6 Loket Penjualan Karcis 
7 Papan Informasi 
8 Ruang Informasi  
9 Ruang Pertolongan Pertama  
10 Ruang Keamanan dan Pemadam Kebakaran  
11 Ruang Toilet/Kamar Mandi  
12 Ruang Kafetaria/Restauran  
13 Pelataran Parkir/Menaikkan-Menurunkan Pen.  

48
Sistem Transportasi
14 Pelataran parkir Cadangan 
15 Pelataran Parkir Untuk Docking/Perbaikan 
Kecil
16 Pelataran Parkir Untuk Kendaraan 
Pengantar /Penjemput/Transit
17 Pelataran Tempat Pengecekan Insidentil 
18 Fasilitas Pergudangan yang Memadai Bagi 
Penitipan Barang Penumpang
19 Musola  
20 Power House   
21 Instalasi Air Bersih dan Pembuangan Air 
Kotor/Air Hujan
22 Jalan Lingkungan   
23 Penghijauan/Landscaping   
24 Kantor Perwakilan P.O 
25 Kantor Pos  

Lokasi Terminal Angkutan Penumpang

A. Penentuan Alternatif Lokasi


Dalam menentukan alternatif lokasi terminal, dipertimbangkan factor-faktor sebagai
berikut:

1) Tata Guna Lahan


Tata guna lahan ditunjukkan dengan Angka Banding Dasar Bangunan (ABDB)
yang menggambarkan perbandingan antara luas bangunan dengan luas areal
lokasi terminal yang diusulkan.
Secara matematis ADBD dapat dirumuskan dalam bentuk sebagai berikut:

Luas Dasar Bangunan


ADBD =
Luas Petak Lahan

Kriteria alternatif lokasi ditinjau dari tata guna lahan adalah:


 ADBD < 1
 Luas daerah terbuka minimum 10 hektar

2) Rencana Induk Kota / Rencana Umum Tata Ruang

49
Sistem Transportasi
Alternatif lokasi terminal yang diusulkan hendaknya terletak pada areal
peruntukan yang sesuai dengan klasifikasi terminal yang akan dibangun (Tipe
A, Tipe B atau Tipe C).

3) Keterkaitan Dengan Moda Angkutan Lain


Dalam penentuan alternatif lokasi terminal tidak terlepas dari interaksi dan
integrasi antara terminal angkutan penumpang dengan sarana dan prasarana
moda angkutan lain untuk meningkatkan efektifitas dan efisiensi dari sistem
transportasi.

4) Struktur Jaringan Jalan


Alternatif lokasi terminal hendaknya disesuaikan dengan klasifikasi fungsional
jalan (jalan arteri, kolektor dan lokal) yang akan melayani angkutan penumpang
yang menggunakan terminal.

B. Penentuan Lokasi Terminal


Berdasarkan beberapa alternatif lokasi terminal yang diusulkan, maka dalam
menentukan lokasi terminal dipertimbangkan beberapa faktor yang mempengaruhi,
yaitu:
1) Biaya Transportasi
Biaya transportasi diartikan sebagai biaya transportasi rata-rata dari kendaraan
angkutan penumpang untuk menuju lokasi terminal yang diusulkan.
Hal ini dapat ditunjukkan dengan persamaan sebagai berikut:

N
 Ap
i=1
i . Bokij . Dij
Tcj = N

i=1  Ap i

Dimana:
Tcj = biaya transportasi rata-rata kendaraan angkutan penumpang
menuju lokasi terminal di j
Api = arus kendaraan angkutan penumpang dari zona i
Bokij = biaya operasi kendaraan angkutan penumpang antara zona i dan
zona j
Dij = jarak antara zona i dan zona j
N = jumlah zona

50
Sistem Transportasi
2) Aksesibilitas
Aksesibilitas terminal yang diusulkan terhadap sistem angkutan penumpang
pada klasifikasi dibawahnya, ditunjukkan dalam persamaan sebagai berikut:

N
Sj
Aij = 
i=1 L
Dij

Dimana:
Aij = aksesibilitas antar zona i dan j
Sj = daya tarik zona j (dapat dinyatakan sebagai jumlah penduduk,
kepadatan penduduk dan lain-lain)
Dij = jarak antara zona i dan zona j (dapat dinyatakan sebagai jarak
fisik atau jarak waktu)
L = eksponen jarak (tergantung jenis kegiatan di zona j)

Penilaian Lokasi dan Kondisi Terminal

 Penilaian Kuantitatif Kondisi Terminal

Aspek Penilaian Skor Terminal


A B C D E
Kesesuaian dengan RUTRK
Kapasitas Terminal
Sirkulasi Internal dan Eksternal
Kontribusi Terhadap Kegiatan
Disekitarnya
Kontribusi Terhadap Kebutuhan
Pergerakan Penduduk
Gangguan Lingkungan
Total Skor

Keterangan Tingkatan Skor: Baik=15, Sedang=10 dan Buruk=5

Setelah didapatkan masing-masing skor dan total skor dari semua aspek yang dinilai
kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisis komparatif kondisi terminal dengan
metode Multi Kriteria Analisis (MCA) atau metode evaluasi lainnya.

51
Sistem Transportasi
Terminal Berbagai Moda Transportasi

Moda Transportasi Sarana Fungsi Utama


Utama
Mobil Garase Penyimpanan kendaraan, akses dengan berjalan
kaki
Bengkel Reparasi dan perawatan kendaraan
Petrol Pump Mengisi bahan bakar (BBM)
Bus Stasiun Bus Bus antar kota dan hubungan-hubungan akses
Loket Tol Pengumpulan tiket (biaya)
Pemberhentian Bus Hubungan dengan akses berjalan kaki
Kereta Api Stasiun Kereta Api Akses lokal dan hubungan rel, kadang-kadang
Penumpang untuk moda antar kota (misal: bus)
Kereta Api Barang Freight House Akses lokal (truk) – gudang
Team Tracks Akses lokal (truk) - areal terbuka
Private Siding Bongkar/muat oleh penerima/pengirim barang
Bengkel, Rip Track Reparasi kendaraan dan servis
Engine Shed, Round Reparasi lokomotif dan servis
House
Udara Bandar Udara Akses darat dan hubungan di udara
(bandara)
Lapangan Pelabuhan udara dengan sarana terbatas
Hangar Reparasi dan perawatan
Heliport Sama seperti pelabuhan udara (khusus untuk
helikopter)
Air Pelabuhan Laut Akses darat (biasanya rel, truk atau jaringan
(dermaga) pipa) dan kadang-kadang hubungan kapal
Dok (pier) Fasilitas bongkar muat satu kapal
Dok Kering (dry Reparasi dan servis
dock)
Sumber: Morlok, Edward K (1987)

52
Sistem Transportasi
2.6 Sistem Jaringan Prasarana Transportasi

Jaringan prasarana tansportasi khususnya transportasi darat atau jaringan jalan,


disamping jaringan transportasi lainnya seperti laut dan udara mempunya peranan yang
sangat penting terutama dalam menyediakan aksesibilitas baik diwilayah perkotaan
(urban), perdesaan (rural) maupun pada wilayah yang terisolasi (remote area).
Berdasarkan Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan Peraturan
Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, prasarana jalan diklasifikasikan
berdasarkan sistem dan fungsinya.

Sistem Jaringan Jalan Primer

Fungsi jalan dimaksudkan untuk menghubungan sistem kota yang ada pada
suatu wilayah, yaitu kota jenjang kesatu (orde I), jenjang kedua (orde II) dan jenjang
ketiga (orde III dan orde dibawahnya. Disamping itu jalan juga menghubungkan
kawasan yang ada dalam kota, yaitu kawasan primer (F1), kawasan sekunder (F2) dan
kawasan tersier (F3). Jalan arteri primer adalah jalan yang menghubungkan kota jenjang
kesatu yang terletak berdampingan atau menghubungkan kota jenjang kesatu dengan
kota jenjang kedua. Jalan kolektor primer adalah jalan yang menghubungkan kota
jenjang kedua dengan kota jenjang kedua atau menghubungkan kota jenjang kedua
dengan kota jenjang ketiga. Jalan lokal primer adalah jalan yang menghubungkan kota
jenjang kesatu dengan persil atau menghubungkan kota jenjang kedua dengan persil
atau menghubungkan kota jenjang ketiga dengan kota jenjang ketiga, kota jenjang
ketiga dengan kota jenjang dibawahnya, kota jenjang ketiga dengan persil atau kota
dibawah jenjang ketiga atau persil.
Kota jenjang kesatu adalah kota yang berperan melayani seluruh satuan wilayah
pengembangannya (SWP), dengan kemampuan pelayanan jasa yang paling tinggi dalam
satuan wilayah pengembangannya serta memiliki orientasi keluar wilayahnya.
Kota jenjang kedua adalah kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah
pengembangannya (SWP) dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari
kota jenjang kesatu dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa
ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota
jenjang kesatu.
Kota jenjang ketiga adalah kota yang berperan melayani sebagian dari satuan wilayah
pengembangannya (SWP), dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih rendah dari
kota jenjang kedua dalam satuan wilayah pengembangannya dan terikat jangkauan jasa
ke kota jenjang kedua serta memiliki orientasi ke kota jenjang kedua dan ke kota
jenjang kesatu.
Kota dibawah jenjang ketiga adalah kota yang berperan melayani sebagian dari satuan
wilayah pengembangannya (SWP), dengan kemampuan pelayanan jasa yang lebih

53
Sistem Transportasi
rendah dari kota jenjang ketiga dan terikat jangkauan serta orientasi yang mengikuti
prinsip diatas.

Tabel 6.1 Matrik Hubungan Hirarki Kota Dengan Fungsi Jalan Dalam Sistem Primer.

Kota Jenjang Jenjang Jenjang Persil


I II III
Jenjang I Arteri Arteri - Lokal
Jenjang II Arteri Kolektor Kolektor Lokal
Jenjang III - Kolektor Lokal Lokal
Persil Lokal Lokal Lokal Lokal
Sumber: Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaa

Kota Jenjang I Kota Jenjang I


Jalan Arteri
Primer

Jalan Arteri
Jalan Arteri Primer Primer

Kota Jenjang II Kota Jenjang II


Jalan Kolektor
J Primer
a
l
a
n
Jalan Kolektor
Jalan Kolektor Primer Primer
L
o
k
a Kota Jenjang III
l Kota Jenjang Jalan Lokal
III Primer
P
r
i
m
e Jalan Lokal Primer
r

54
Sistem Transportasi

Jalan Lokal Primer


Kota Dibawah
Jenjang III

Persil

Gambar 6.1 Diagram Sistem Jaringan Jalan Primer

Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan


sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kesatu atau menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan kawasan
sekunder kedua.
Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder kedua atau menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga.
Kawasan primer adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi primer. Fungsi primer
(F1) adalah fungsi kota dalam hubungannya dengan kedudukan kota sebagai pusat
pelayanan jasa bagi kebutuhan pelayanan kota dan wilayah pengembangannya.
Kawasan sekunder adalah kawasan kota yang mempunyai fungsi sekunder. Fungsi
sekunder (F2) sebuah kota dihubungkan dengan pelayanan terhadap warga kota itu
sendiri yang lebih berorientasi kedalam dan jangkauan lokal.

Tabel 6.2 Matrik Hubungan Antar Kawasan Kota Dengan Fungsi Jalan Dalam Sistem
Sekunder

Kawasan Primer Sekunder Sekunder Sekunder Perumahan


I II III
Primer - Arteri - - -
Sekunder I Arteri Arteri Arteri - Lokal
Sekunder II - Arteri Kolektor Kolektor Lokal
Sekunder III - - Kolektor - Lokal
Perumahan - Lokal Lokal Lokal -
Sumber: Panduan Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Wilayah Perkotaan

55
Sistem Transportasi
Kawasan
Primer (F1)

Jalan Arteri
Jalan Arteri Sekunder Sekunder

Kawasan Kawasan
Sekunder I (F21) Jalan Arteri Sekunder I (F21)
Sekunder

Jalan Arteri
J Jalan Arteri Sekunder Sekunder
a
l
a
Kawasan Kawasan
n Jalan Kolektor
Sekunder II Sekunder II
(F22) Sekunder (F22)
L
o
k
a Jalan Kolektor Sekunder
l

S
e Kawasan
k Sekunder III
u (F23)
n
d 56
Sistem Transportasi
e
r Jalan Lokal Sekunder
Perumahan

Gambar 6.2 Diagram Sistem Jaringan Jalan Sekunder

Tabel 6.3 Rencana Pengembangan Hirarki Pusat-Pusat Permukiman Propinsi Bali

No. Pusat Permukiman Eksisting Rencana


Ukuran Kota Orde Ukuran Kota Orde
I Denpasar (mencakup Kuta) Kota Menengah I Kota Besar I
II Tabanan Kota Kecil A II Kota Menengah II
Singaraja Kota Kecil A II Kota Menengah II
Negara Kota Kecil A II Kota Kecil A II
Semarapura Kota Kecil B II Kota Kecil A II
III Gianyar Kota Kecil A III Kota Kecil A III
Bangli Kota Kecil B III Kota Kecil B III
Amlapura Kota Kecil B III Kota Kecil B III
Ubud Kota Kecil B III Kota Kecil B III
Baturiti, Grokgak, Kota Desa III Kota Desa III
Gilimanuk Kota Desa III Kota Desa III
Bajera, Sukawati
IV Seririt Kota Desa IV Kota Desa IV
Manggis, Kintamani, Desa IV Kota Desa IV
Mengwi Desa IV Kota Desa IV
Blahbatuh, Sampalan, Desa IV Kota Desa IV
Pupuan Desa IV Kota Desa IV
Tampaksiring, Blahkiuh Desa IV Kota Desa IV
Pekutatan, Penebel,
Kubutambahan
Sawan, Pancasari,
Tegallalang dan Bebandem
V Tejakula Kota Desa V Kota Desa V
Ibukota Kecamatan Desa V Kota Desa V
Lainnya
Sumber: Perda Propinsi Bali No.4 Tahun 1996 Tentang RTRW Propinsi Bali

57
Sistem Transportasi
Tabel 6.5 Rencana Sistem Kota Propinsi Bali

No. Sistem Wilayah Pusat Sub Pusat Pelayanan Fungsi


Kota Pelayanan Pelayanan Kota
I Bali Utara Kab. Buleleng Singaraja Singaraja PKW
Seririt, Kintamani PKL-B
(Kab. Bangli),
Tejakula,
Kubutambahan, Banjar,
Busungbiu, Gerokgak,
Pupuan (Kab.Tabanan),
Sawan dan Pancasari
II Bali Timur Kab. Karangasem Semarapura Semarapura PKW
Kab. Bangli
Kab. Klungkung
Amlapura dan Bangli PKL-A
Kubu, Selat, Sidemen, PKL-B
Bebandem, Rendang,
Manggis, Dawan,
Abang, Tembuku,
Banjarangkan, Susut
dan Samplangan
III Bali Kab. Tabanan Denpasar Denpasar PKN
Tengah Kab. Badung (mencakup
Kodya Denpasar Kuta)
Kab. Gianyar
Tabanan dan Gianyar PKL-A

Ubud, Mengwi, Marga, PKL-B


Sukawati, Petang,
Tampaksiring,
Blahbatuh, Tegallalang,
Blahkiuh, Penebel,

58
Sistem Transportasi
Sembung Gede, Bajera,
Baturiti dan Payangan
IV Bali Barat Kab. Jemberana Negara Negara PKL-A
Mendoyo, Melaya, PKL-B
Gilimanuk dan
Pekutatan
Sumber: Perda Propinsi Bali No.4 Tahun 1996 Tentang RTRW Propinsi Bali

Sistem Hirarki Prasarana Transportasi

Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang prasarana transportasi


diuraikan sebagai berikut:

Moda Undang-Undang (UU) Peraturan Pemerintah (PP) KM Perhubungan


Jalan  UU No.14/1992 Tentang  PP No.43/1993  KM No.35/2003
Lalu Lintas dan Angkutan Tentang prasarana dan Tentang Terminal
jalan lalu Lintas Jalan Transportasi Jalan
 UU No.38/2004 Tentang  PP No.34/2005
Jalan Tentang Jalan
Laut dan  UU No.21/1992 Tentang  PP No.69/2001  Belum ada tentang
ASDP pelayaran (Direvisi) Tentang Kepelabuhan jenjang Pelabuhan
Udara  UU No.15/1992 Tentang  PP No.71/1996 Tentang  Belum ada
Penerbangan (Direvisi) Kebandar Udaraan tentang jenjang Bandar
udara
Kereta  UU No.13/1992 Tentang  PP No.69/1998 Tentang  Belum ada
Api Perkeretaapian (Direvisi) Sarana dan Prasarana tentang jenjang Stasiun
Kereta Api Kereta Api
Sumber: Syahmansyah, Ir.,MEng.Sc

Kecuali terminal angkutan jalan , peraturan diatas belum secara jelas menguraikan
jenjang prasarana lainnya.
Peraturan yang menguraikan jenjang prasarana transportasi multi moda terdapat dalam
KM Perhubungan tentang Sistranas yang kekuatan hukumnya berada dibawah UU dan
PP, sehingga agak sulit untuk mengikat pihak-pihak diluar Departemen Perhubungan.
Departemen Perhubungan menggunakan konsep keterkaitan simpul prasarana
transportasi multi moda dengan fungsi jalan sebagai berikut:

Moda Jaringan Transportasi Jalan Primer Nasional Jaringan Transportasi Jalan Primer Regional
Jalan  Terminal Penumpang Tipe A  Terminal Penumpang Tipe B

59
Sistem Transportasi
 Terminal Barang Utama  Terminal Barang Pengumpan
Laut  Pelabuhan Utama Primer  Pelabuhan Utama Sekunder
Udara  Bandar Udara Pusat Penyebaran Primer  Bandar Udara Pusat Penyebaran Sekunder
Kereta Api  Stasiun Besar  Stasiun Sedang
Penyeberangan  Pelabuhan Penyeberangan Tingkat I  Pelabuhan Penyeberangan Tingkat II
 Pelabuhan Sungai Utama  Pelabuhan Sungai Pengumpan
Status Kota  Ibukota Propinsi  Ibukota Kabupaten + Simpul
 Ibukota Kabupaten + Simpul  Kota (otonomi) + Simpul
 Kota (otonomi) + Simpul
Sumber: Syahmansyah, Ir.,MEng.Sc

Pengertian tentang jenjang prasarana transportasi diatas masih banyak yang bersifat
normatif dan belum didefinisikan secara jelas, sehingga belum dapat dijadikan pedoman
teknis yang konsisten.

BAB III

PERKEMBANGAN SISTEM TRANSPORTASI

3. 1 Channel Tunnel
Pengantar

‘Channel Tunnel’ adalah terowongan yang menghubungkan Inggris dan Perancis sepanjang 50
km. Walau bukan yang terpanjang, tetapi 38 km yang terletak dibawah laut merupakan prestasi
tersendiri. Gagasan untuk menghubungkan Inggris dan Perancis telah lama menjadi impian bahkan
sejak jaman Napoleon Bonaparte.
Ingeniur Mathi pada tahun 1802 telah memikirkan estimasi pelaksanaannya. Pada tahun 1860 pernah
dilakukan pemboran, tetapi pada tahun 1883 dihentikan oleh pemerintah Inggris. Tahun 1950-an dan
1960-an berkembang kembali pemikiran untuk membangun tunnel tersebut.
Pada 12 Februari 1986 sebuah deklarasi ditanda tangani di Carterburg, berisi tentang pelaksanaan
pembangunan Tunnel dan hak eksploitasi selama 55 tahun yang dipegang oleh Eurotunnel Group. Proyek
yang rencananya rampung pada 15 Mei 1993, dikerjakan oleh Trans Machine Link (TML). TML
merupakan konsorsium konstruksi internasional gabungan perusahan Inggris: Balfour Beatty, Coastrain,
Tarmac Taylor Woodrow and Wimprey dan Perusahan Perancis: Boyges, Dumes, Societe Auxiliares
d’Enerprices serta Spie Batignolles.

Gambaran Umum Channel Tunnel

60
Sistem Transportasi
Panjang tunnel adalah 49,20 km; 37,50 km berada dibawah dasar laut; 8 km
dibawah daratan Inggris dan 3,70 km dibawah daratan Perancis. Channel Tunnel
terdiri dari 3(tiga) tunnel; 2(dua) tunnel disebut tunnel induk (hoofd tunnel) dengan
diameter 7,60 meter dan berjarak 30 meter satu sama lain. Diantara keduanya ada tunnel
bantu (dienst tunnel) dengan diameter 4,80 meter.
Tunnel didisain agar dapat dilalui oleh berbagai jenis kereta api (nasional dan
internasional). Seorang penumpang dapat berangkat dari Glasgow ke Milan atau dari
Brussel ke Liverpool tanpa harus berpindah kereta.
Jenis kereta api super cepat yang kini telah beroperasi di Perancis (TGV) juga dapat
melalui tunnel tersebut, asalkan kecepatan dibatasi sampai 160 km/jam. Untuk
pelayanan para pengguna jasa tersedia berbagai jenis gerbong kereta, selain gerbong
untuk penumpang tersedia pula gerbong untuk kendaraan.

Gerbong untuk kendaraan ada 3 jenis, yaitu:


 Gerbong untuk mobil pribadi yang ketinggiannya dibawah 1,85 meter terdiri
dari 2 tingkat;
 Gerbong untuk bus yang ketinggiannya dibawah 4,20 meter, gerbong ini tanpa
tingkat;
 Gerbong untuk truk yang punya daya kekuatan untuk 45 ton beban.

Terminal

Kereta api akan berangkat dari terminal ke terminal pulang pergi, oleh karena itu
disebut ‘Shuttle Train’. Perjalanan antara dua terminal Cheriton di Flokstone (Inggris)
dan Frethun dibarat daya Calais (Perancis) memakan waktu 35 menit dengan kecepatan
Shuttle train 160 km/jam, termasuk selama 28 menit berada didalam tunnel. Cukup
menghemat waktu bila dibandingkan dengan menggunakan jasa transport lain.
Keberangkatan ‘Shuttle Train’ diatur secara periodik setiap 10 sampai 12 menit.
Frekuensi pemberangkatan dapat ditambah sampai setiap 5 menit jika permintaan
meningkat. Pengisian dan pengosongan gerbong pada tiap terminal memakan waktu 10
menit.
Pada terminal kedatangan semua kendaraan yang lewat diatur oleh komputer. Pada tiket
tertera ke peron mana kendaraan itu harus bergerak. Pada terminal tersedia 10 ‘sporen’
yang dapat diperluas menjadi 16.

Pengamanan

61
Sistem Transportasi
Pada setiap jarak 250 meter kedua tunnel dihubungkan oleh sebuah pipa dengan
diameter 2,00 meter. Fungsinya untuk mereduksi udara guna mengatasi
penekanan/penghisapan udara oleh gerakan ‘Shuttle Train’ yang sangat cepat.
Tunnel Bantu – sebagai jalan keluar – bila terjadi hal yang tidak diinginkan di tunnel
induk, seperti terjadi kebakaran. Antara tunnel Bantu dan tunnel induk terdapat jalan
penghubung dengan diameter 3,30 meter pada setiap jarak 375 meter. Pada sisi tunnel
induk terdapa peron selebar 1,20 meter, penumpang akan dibawa oleh kereta lain di
tunnel Bantu.
Bila terjadi kebakaran tekanan udara pada jalan penghubung dan tunnel bantu
diperbesar sehingga asap dan gas-gas yang merusak tidak mengalir kedalamnya.
Untuk memperbesar keamanan bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan tunnel
dipilih yang tidak mudah terbakar dan apabila terbakar tidak akan menghasilkan gas-gas
yang merusak kesehatan.
Terdapat lampu penerangan permanen dalam sistem lampu khusus tanda bahaya.
Hubungan antara masinis, personel kereta api lainnya dengan pengaturan lalu lintas di
daratan Inggris dan di daratan Perancis menggunakan radio penghubung dan dalam
keadaan bahaya ada sambungan telepon khusus.
Pada kedua ujung tunnel terdapat gedung ventilasi untuk menyediakan kebutuhan
normal dan cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam keadaan darurat. Suhu diatur
konstan 25o Celcius dan suhu dapat dinaikkan/diturunkan dengan sistem air dingin pada
jam-jam padat.
Gerbong kereta api juga terbuat dari bahan tahan api yang tidak akan runtuh dalam 30
menit pertama kebakaran. Ini waktu yang diperlukan oleh kereta untuk tetap berjalan
dan meninggalkan tunnel.
Temperatur kereta yang lewat dikontrol oleh pendeteksi yang ada disepanjang jalur
kereta. Dengan demikian kebakaran dapat diketahui secepatnya, kemudian dilokalisir
sehingga kereta dapat terus berjalan dan secepat mungkin meninggalkan tunnel.

3. 2 Tokyo Bay Aqua Line

Pengantar
Jalan disepanjang pantai teluk Tokyo yang menghubungkan kota Tokyo, Yokohama, Kawasaki,
Chiba, Kisarazu dan kota-kota lainnya melayani lalu lintas yang sangat padat. Selain itu Kawasaki dan
Kisarazu yang jaraknya hanya 30 km (dipisahkan oleh laut sepanjang lebih kurang 14 km) harus
ditempuh dalam waktu yang cukup lama dengan jalan memutar (detour) sepanjang kurang lebih 110 km
melalui semua kota yang ada di teluk Tokyo.
Untuk mengurangi arus lalu lintas dan mempermudah akses ke daerah-daerah industri, maka dibuatlah
sebuah jalan baru yang bernama ‘Tokyo Bay Aqua Line’ atau ‘Japan Wan Aqua Line Expressway’ (nama
lama).
Pembuatan tiang-tiang pasir untuk pondasi pulau buatan (Man Made Island) yang dilakukan pada bulan
Mei 1989 menandai dimulainya pembangunan Tokyo Bay Aqualine. Secara keseluruhan pekerjaa
pembangunan proyek ini memakan waktu kurang lebih 8 tahun dan Aqualine itu diresmikan
pemakaiannya pada tanggal 18 Desember 1997.

62
Sistem Transportasi
Dengan dibukanya jalan ini, maka kepadatan jalan yang menyusuri teluk dapat dikurangi dan waktu
tempuh jarak antara kedua tempat itu dapat diperpendek.
Terowongan bawah laut ini merupakan terowongan terpanjang keempat di dunia setelah Seikan Tunnel,
English Channel Tunnel dan Shin-Kanmon Tunnel. Walaupun begitu terowongan ini merupakan
terowongan terpanjang di dunia yang diperuntukkan bagi kendaraan bermotor.

Gambaran Umum

Tokyo Bay Aqualine adalah nama proyek jalan ‘Trans Tokyo Bay Highway’ yang
merupakan jaringan jalan bebas hambatan bagian dari rute National Highway No.409
(Kawasaki-Narita) yang menghubungkan Kawasaki di Kanagawa dengan Kisarazu di
Chiba melalui teluk Tokyo. Jalan ini panjangnya 15,1 km dan terletak pada dua bagian
struktur yang berbeda, yaitu 9,5 km berada dalam terowongan bawah laut dengan lalu
lintas kapal yang padat dan 4,6 km jembatan diatas perairan dengan lalu lintas laut yang
jarang.
Kedua struktur tersebut dibangun pada dan diatas dasar laut dengan tanah yang sangat
lunak dan pada daerah dengan skala gempa yang tinggi. Oleh sebab itu teknologi tinggi
sangatlah dibutuhkan, tidak hanya pada saat pelaksanaannya tetapi juga pada tahap
perencanaanya.

Teknologi Pembuatan Terowongan

Pada prinsipnya ada tiga metode yang dapat digunakan untuk pembangunan
terowongan bawah laut, yaitu Trench Method, Mountain Tunneling Method dan Shield
Method.
Pada Trench Method, bagian-bagian terowongan dibuat di pabrik (prefabricated)
kemudian ditenggelamkan ke dasar laut, lalu disambung dan selanjutnya dipendam jauh
di dasar laut.
Pada Mountain Tunneling Method, terowongan dibuat dengan cara penggalian secara
keseluruhan atau pengeboran besar-besaran, baru diperkuat dengan tulangan baja dan
beton mutu tinggi.
Sedangkan pada Shield Method, pembuatan terowongan dilakukan dengan pengeboran
dan diikuti langsung oleh pemasangan slab-slab beton yang sudah dipersiapkan.

Interior Dalam Terowongan

Bagian dalam terowongan dibagi menjadi dua bagian, bagian atas dan bawah.
Bagian atas dari terowongan diperuntukkan bagi dua jalur lalu lintas satu arah,
sedangkan bagian bawah terowongan dibagi lagi secara vertical menjadi tiga bagian.
Jalur tengah dari bagian ini digunakan untuk perawatan dan sebagian jalan keluar pada
keadaan darurat, dan dua jalur lainnya masing-masing diperuntukkan sebagai jalur kabel
dan jalur pipa air.
Untuk menjamin sirkulasi udara yang baik, dua buah blower dipasang setiap jarak
tertentu pada langit-langit terowongan.

Pulau Buatan (Man Made Island)

63
Sistem Transportasi
Pulau menara angin adalah pulau yang merupakan titik temu dua segmen
terowongan dan juga berfungsi sebagai ventilasi bagi kedua segmen terowongan
tersebut.
Pulau ini terletak 5 km dari pintu masuk di Kawasaki, dengan kedalaman air laut sekitar
28 meter. Dasar laut terdiri atas lapisan tanah lunak dengan ketebalan berkisar sekitar 30
meter, maka sebelum pembuatan pondasi tanah tersebut distabilisasikan terlebih dahulu
dengan pasir.
Metode yang digunakan disini adalah Metode Pengadukan Dalam (Deep Mixing
Method) dan Metode Pemadatan Pasir (Sand Compaction Method). Diatas dasar laut
yang sudah distabilisasikan ini diletakkan silinder baja raksasa yang nantinya berfungsi
sebagai dinding penahan, bekesting dan lantai kerja.
Dinding diafragma menggunakan beton bertulang dengan ketebalan 2,8 meter dibangun
diantara silinder bagian luar dan silinder bagian dalam. Selama tahap pembangunan
pulau ini berfungsi sebagai salah satu basis pengeboran.
Setelah proyek selesai fungsinya dikembalikan ke fungsi awal, yaitu saluran ventilasi
terowongan.

Pulau Kunang-Kunang (Umihototu Island)

Pulau kunag-kunang adalah pulau struktur buatan yang merupakan titik temu
antara terowongan dan jembatan. Pulau ini terletak diatas dasar laut dengan lapisan
tanah lunak yang tidak begitu tebal, maka pembangunan pulau ini menggunakan teknik
stabilisasi dan reklamasi.
Dengan teknik ini tanah lunak tersebut digali dan diganti dengan pasir dan koral,
selanjutnya diletakkan struktur cetakan lalu dibuat embankment.
Seperti halnya Pulau Menara Angin, pada saat pembangunan pulau ini digunakan
sebagai salah satu basis pengeboran, tetapi fungsi utamanya adalah tempat fasilitas
ventilasi dan tempat istirahat (rest area).

Jembatan

Jembatan ini menghubungkan Pulau Kunang-Kunang (Kisarazu Man Made


Island) dengan daratan Kisarazu. Tiang-tiang jembatan dibuat dari besi atau beton. Di
perairan yang dangkal, tiang jembatan dibuat dari beton, sedangkan untuk daerah yang
dalam dengan pertimbangan biaya, waktu dan kemudahan pekerjaan tiang jembatan
dibuat dari baja. Bagian atas jembatan (super structure) berupa box gider dengan lantai
baja yang membentuk struktur berbentang. Metode pemasangan struktur atas ini
tergantung pada kedalaman air tempat segmen tersebut akan dipasang.
Pada permukaan air yang dalam, struktur lantai disambung-sambung dahulu didarat,
sehingga membentuk bagian segmen yang besar. selanjutnya segmen ini diangkut
dengan kapal dan dipasang dengan menggunakan derek apung (floating cranes).

64
Sistem Transportasi
Pada permukaan air laut yang dangkal, segmen yang besar diangkut dan dipasang secara
langsung dari atas tongkang. Sedangkan pada perairan dekat pantai, jembatan sementara
dari baja digunakan untuk pemasangan segmen-segmen kecil jembatan.
Link Kisarazu-Kawasaki tersambung secara keseluruhan pada tanggal 21 April 1997
dan link Kawasaki-Kisarazu pada tanggal 2 Mei 1997. Dengan selesainya proyek ini
bertambahlah jumlah proyek sipil yang menggunakan teknologi tinggi yang belum ada
pada proyek-proyek sebelumnya. Jepang telah membuktikan bahwa tidak ada hambatan
alam yang tidak dapat diatasi dengan teknologi.

3. 3 Transportasi Laut

Pengantar
Dalam rangka menyeragamkan dan meningkatkan fungsi sistem pelayaran dan pelabuhan,
pemerintah Indonesia telah menetapkan ‘ empat sistem pintu masuk ke pelabuhan’ disamping
untuk mendapatkan sistem transportasi yang rasional juga dapat menyediakan prasarana
pelabuhan yang efektif dan efisien dalam melayani angkutan barang.

Transportasi laut mempunyai peranan sangat penting pada perekonomian


Indonesia. Pada tahun 2005 lebih dari 98,5 % volume kegiatan ekspor-impor dengan
transaksi senilai US $ 136,9 miliar diangkut dengan menggunakan transportasi laut.
Potensi pasar yang begitu besar bagi armada pelayaran nasional di angkutan ekspor-
impor, belum sepenuhnya dimanfaatkan oleh armada pelayaran nasional. Untuk
mengantsipasi hal tersebut, selama kurun 2004-2009, pemerintah telah menerbitkan
Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional dan
Peraturan Presiden No. 44 tahun 2005 tentang pengesahan konvensi internasional
tentang Piutang Maritime dan Mortgage (Mortgage Law and Maritime Liens 1993) serta
UU No. 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran yang beserta peraturan pemeerintah sebagai
turunannya yang harus dituntaskan pada tahun 2009.

Pada tahun 2009 pembangunan transportasi laut telah dilaksanakan:

65
Sistem Transportasi
(a) pembangunan 15 pelabuhan peti kemas (antara, lain Pelabuhan Tanjung
Priok, Tanjung Perak, Belawan, Tanjung Emas, Panjang, Makasar, Banjarmasin,
Pontianak, Bitung, Samarinda, dan Palembang), 17 pelabuhan yang memiliki terminal
penumpang dan 142 pelabuhan untuk pelayaran perintis/rakyat;

(b) pembangunan kapal perintis sebanyak 18 unit;

(c) pembangunan fasilitas sistem telekomunikasi pelayaran, antara lain:


persiapan Indonesia Ship Reporting System (INDOSREP) di Selat Sunda dan Selat
Lombok, pembangunan Vessel Traffic Services (VTS) di wilayah Selat Malaka,
pembangunan vessel traffic information System (VTIS) di Teluk Bintuni, Papua Barat,
serta pemasangan automatic identification ship (AIS) di lima lokasi pelabuhan, yaitu
Belawan, Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Makassar;

(d) pembangunan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) meliputi 42 unit


menara suar, 123 unit rambu suar, dan 100 unit pelampung suar; (e) pengerukan
alur/kolam pelabuhan mencapai 17,17 juta m3; dan (f) pengadaan kapal navigasi empat
unit.

Paket kebijakan Inpres No. 5 Tahun 2005 tentang Pemberdayaan Industri


Pelayaran Nasional telah mampu mendorong peningkatan jumlah armada pelayaran
nasional dari 6.041 unit tahun 2005 menjadi 9.064 unit tahun 2009 (kenaikan 50,4
persen). Pada periode yang sama, pangsa pasar armada pelayaran nasional untuk
angkutan barang ekspor-impor meningkat dari 3,5 persen (dari total muatan 465,1 juta
ton) menjadi 9,0 persen (dari total muatan 546,4 juta ton), sedangkan untuk angkutan
laut dalam negeri, pangsa pasar armada kapal nasional meningkat dari 54,0 persen (dari
total muatan 187,6 juta ton) menjadi 85,7 persen (dari total muatan 262,3 juta ton).

Karakteristik Pelabuhan

Sejak tahun 1982 sistem multi pintu masuk ke pelabuhan telah diganti dengan
sistem empat pintu masuk ke pelabuhan, yaitu:

 Tanjung Priok (Jakarta)


 Tanjung Perak (Surabaya)
 Belawan (Medan) digantikan Batam (Riau)
 Makasar (Makasar)

Sistem tersebut diatas disusun berdasarkan konsep pelabuhan utama (trunk port) dan
pengumpan (feeder port).

66
Sistem Transportasi
Berdasarkan sistem dan konsep tersebut teritorial Indonesia dibagi menjadi 4(empat)
wilayah dan sistem pelabuhan akan direklasifikasi, dengan demikian masing-masing
pelabuhan akan mempunyai fungsi atau peranan yang spesifik.
Sistem Transportasi Nasional (Sistranas, 1997) menetapkan klasifikasi pelabuhan utama
(trunk port) berdasarkan fungsi-fungsi pelayanan, sebagai berikut:
 Primer : Batam
 Sekunder : Belawan, Panjang, Bojonegara, Tanjung Priok, Tanjung
Emas,Tanjung Perak, Ujung Pandang, Bitung
 Tersier : Lhok Seumawe, Dumai, Pakanbaru, Tanjung Pinang, Teluk Bayur,
Palembang, Cirebon, Cilacap, Benoa, Pontianak, Sampit, Balikpapan,
Samarinda, Banjarmasin, Kendari, Ambon, Sorong, Biak, Jayapura, Tenau-
Kupang, dll.

Sedangkan pelabuhan pengumpan (feeder port) diklasifikasikan menjadi:


 Regional : Sibolga, Jambi, Bengkulu, Tegal, Meneng, Tarakan, Luwuk, Pare-
Pare, Lembar, Ende, Bima, Maumere, Dilli, Ternate, Fak Fak, Manokwari,
Merauke, dll.
 Lokal : Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Bengkalis, Juana, Pasuruan, Gorontalo,
Labuhan Bajo, Bulukumba, Ampenan, Pangkal Pinang, Enggano, Bandaneira,
Namlea, Toli-Toli, Kalabahi, dll.

Hirarki fungsional antar pelabuhan dapat direpresentasikan sebagai berikut:

Gateway port

Collector port

ILS port

Feeder port

Dalam meningkatkan utilisasi dan mekanisasi muatan (cargo), jenis dan jumlah
muatan akan dimodifikasi mulai dari Gateway port ke Feeder port dan sebaliknya
yang tidak hanya ditentukan oleh jenis, ukuran dan kapasitas kapal, tetapi juga
pertimbangan bentuk tofografi, geografi, hidrografi dan infrastruktur pelabuhan.
Beberapa pelabuhan kolektor (collector port) dan pelabuhan utama (trunk port) pada
umumnya dapat disinggahi kapal yang mengangkut muatan khusus dengan draft kapal
yang besar, dengan demikian lebih mementingkan sistem daripada hirarki.

67
Sistem Transportasi
Jenis-Jenis Pelayaran

Besar dan komposisi dari armada kapal laut yang ada menunjukkan betapa
pentingnya peranan transportasi laut dalam pembangunan wilayah teritorial Indonesia.
Transportasi laut di Indonesia terdiri dari kategori, sebagai berikut:
 Pelayaran Internasional (Pelayaran Samudra)
 Pelayaran Nasional Domestik (Pelayaran Antar Pulau)

Pelayaran Internasional (The International Shipping)

Sering juga disebut pelayaran laut dalam atau pelayaran samudra yang memberi
pelayanan dari Gateway Port dan Collector Port ke luar negeri atau negara lain.
Kapal dibedakan atas muatan yang diangkut kedalam 2 kelompok, yaitu:
 Pelayaran Umum, untuk mengangkut General Cargo dan Container
 Pelayaran Khusus Luar Negeri, untuk mengangkut:
o hasil hutan dan olahannya, seperti kayu gelondongan, playwood;
o muatan curah kering (dry bulk cargo), seperti batubara, semen, bijih besi;
o muatan curah cair (liquid bulk cargo), seperti minyak mineral, minyak
goreng dan gas alam cair.

Pelayaran Nasional Domestik (The National Domestic Shipping)

Sering disebut Pelayaran Nusantara (Inter Island Shipping/ILS), yang melayani


pelayaran dalam negeri atau domestik. Pelayaran dalam negeri bertugas untuk
mendistribusikan barang-barang dari ‘Gateway Port’ ke seluruh bagian daerah
dibelakangnya dan sebaliknya.
Berdasarkan kompleksitas permasalahan dan tugas pendistribusian dalam transportasi
laut, maka pelayaran dapat dikelompokkan menjadi:
 Pelayaran Nusantara (Interisland Trade/ILS)
Melayani pelayaran jarak pendek antara ‘Gateway Port’ dan sistem pelabuhan
lainnya, beroperasi mengikuti rute/lintasan dan jadual tertentu. Kapasitas kapal
pada rute/lintasan pelayaran nusantara ini bervariasi antara 1000 sampai
dengan 4000 Dwt.
 Pelayaran Khusus Dalam Negeri (Specialized Domestic Shipping)
Kapal yang termasuk dalam kelompok ini beroperasi mengikuti aturan-aturan
khusus. Transportasi laut memungkinkan beroperasi dengan ukuran kapal dan
rute/lintasan yang berbeda dengan mengangkut barang kebutuhan pokok bagi
negara, daerah atau pulau tertentu, seperti beras,garam, semen, pupuk dan
sebagainya. Pelayaran ini biasanya dilayani oleh kapal dengan kapasitas lebih
besar dari 500 Dwt.
 Pelayaran Perintis (Pioneer Shipping)

68
Sistem Transportasi
Pelayanan tidak komersil mengangkut penumpang ke tempat, wilayah atau
pulau yang terpencil dengan tujuan mengembangkan wilayah. Jenis kapal yang
termasuk kelompok ini mempunyai kapasitas antara 500 sampai dengan 1000
Dwt.
 Pelayaran Lokal (Local Shipping)
Kelompok pelayaran ini mengalami perkembangan yang sangat pesat dan paling
aktif didalam pelayaran domestik. Dapat melayani angkutan barang dan
penumpang dengan menempuh jarak maksimum 500 mil laut (nautical miles),
kapasitas kapal pada umumnya kurang dari 1000 Dwt.
 Pelayaran Rakyat/Pelra (Small Holder Shipping)
Dengan jumlah yang cukup banyak perahu yang menggunakan tenaga angin,
memegang peranan yang sangat penting umumnya dalam sektor pelayaran dan
khususnya pelayaran jarak dekat. Dibandingkan dengan perahu layar
tradisional pertumbuhan perahu layar motor relatif tetap. Karena ukuran
perahu tradisional relatif kecil dan memerlukan sedikit draught, maka dapat
ditambatkan pada pesisir pantai atau muara sungai.
Perahu ini dapat juga dilengkapi dengan sarana komunikasi yang diperlukan
dalam melayani permintaan dari beberapa komunitas kecil disepanjang sungai
atau dari beberapa pulau atau dari pelabuhan pengumpan (feeder port) yang
lebih besar.
Kapasitas perahu yang termasuk dalam kelompok ini umumnya lebih kecil dari
400 Dwt. (240 Brt.).

Perkembangan Pelayaran

Untuk memprediksi perkembangan pelayaran di Indonesia pada tahun-tahun


yang akan datang merupakan tugas yang sangat sulit, karena sangat dipengaruhi oleh
tingkat pertumbuhan perekonomian di dalam negeri dan di dunia.
Berdasarkan jenis-jenis kapal karakteristik pelayaran dapat dibedakan sebagai berikut:
 Kapal Barang Umum (General Cargo Ship)
Kapal barang konvensional secara berangsur-angsur akan dikurangi
pengoperasiannya, dalam kenyataannya jenis kapal ini terlalu bayak mengalami
kendala dalam sistem pengoperasian cargo modern.
 Kapal Serba Guna (Multy Purpose Ship)
Menurut pendapat para ahli perkapalan dan perusahan pelayaran, kapal multi
guna ini hanya pada awal dari perkembangannya.
Jenis kapal ini tidak mempunyai hambatan dalam operasi penanganan cargo
modern. Dilengkapi dengan peralatan yang memadai dan dapat mengangkut
berbagai jenis barang (break bulk, unitized cargo, dry bulk and liquid bulk).
Dalam pelayaran internasional kapal jenis dapat dipertimbangkan sebagai
alternatif pengganti untuk kapal barang konvensional.

69
Sistem Transportasi
 Kapal Container
Sistem container, walaupun belum begitu lama dimulai, menunjukkan prospek
yang sangat baik untuk berkembang pada masa-masa yang akan datang.
Meskipun ada fakor kelesuan dalam pengoperasian sistem container, tetapi untuk
kondisi di Indonesia angkutan container akan tetap berkembang dan
memberikan sumbangan yang cukup berarti dalam sistem angkutan barang pada
umumnya. Pada waktu yang akan datang kapal container kemungkinan unggul
dan dapat menguasai pelayaran perdagangan.
Ukuran kapal rata-rata seperti tabel berikut:

Class TEU* Cap. DWT LOA Draft Beam


1st generation 750 –1000 15,000 180 – 200 9 27
2nd generation 1500 - 1800 20 – 30,000 225 – 240 10.5 – 11 30
3rd generation 2400 - 3000 35 – 45,000 275 – < 300 11.5 – 12 32
4th generation 3500 - 4000 50 – 60,000 Max. 300 12.5 - 13 37
5th generation 5000 - 8000 NA 335 13 - 14 NA
6th generation 11000 - 14500 NA 397 15,5 NA

Catatan: * TEU = Twenty Feet Equivalent Unit


= container with a length of 20 feet

 Kapal Ro/Ro
Diawali sebagai kapal ferry untuk menyeberangi sungai dengan metode
memuat roll-on dan menurunkan roll-off secara berangsur-angsur telah
mendapat pengakuan dalam pelayaran internasional dalam sektor pelayaran
jarak dekat dan sekarang sepenuhnya diterima untuk sektor pelayaran samudra.
Hal ini disebabkan kapal Ro/Ro memiliki karakteristik pelayanan yang khusus
(sangat cepat memindahkan barang). Dengan diterimanya sistem ini pada kedua
sektor pelayanan angkutan barang (cargo) secara internasional, maka kapasitas
kapal dapat bervariasi antara 1000 DWT dan 35.000 DWT.
 Kapal Curah
Berdasarkan kondisi fisik muatan, kapal curah dibedakan menjadi 2(dua) jenis,
yaitu:
 Kapal barang curah yang mengangkut muatan kering (dry cargo) biasanya
disebut kapal barang curah kering (dry bulk ship) atau pengangkut barang
curah (bulk carriers);
 Kapal barang curah untuk mengangkut muatan basah (liquid cargo) sering
juga disebut kapal barang curah cair atau kapal tanker.
Kapal ini mempunyai kapasitas angkut yang sangat bervariasi tergantung
pada rute/lintasan dan tujuan. Kapal yang mempunyai kapasitas terbesar
dalam angkutan barang curah cair adalah VLCC (Very Large Crude Carrier)
dengan kapasitas maksimum 500.000 DWT, sedangkan untuk kapal
angkutan barang curah kering kapasitasnya dibatasi kira-kira 400.000 DWT

70
Sistem Transportasi
karena keterbatasan draft kapal. Sedangkan kapal yang terkecil kapasitasnya
bervariasi antara 2.500 DWT untuk barang curah cair sampai kurang lebih
10.000 DWT untuk barang curah kering.

Definisi Dermaga

Dermaga adalah tempat kapal ditambatkan di pelabuhan. Pada dermaga


dilakukan berbagai kegiatan bongkar muat barang dan orang dari dan keatas kapal. Di
dermaga juga dilakukan kegiatan untuk mengisi bahan bakar untuk kapal, air minum, air
bersih, saluran untuk air kotor/limbah yang akan diproses lebih lanjut di pelabuhan.

Jenis demaga

a. Dermaga barang umum, adalah dermaga yang diperuntukkan untuk


bongkarmuat barang umum/general cargo keatas kapal.
b. Dermaga peti kemas, dermaga yang khusus diperuntukkan untuk bongkar muat
peti kemas. Bongkar muat peti kemas biasanya menggunakan kran (crane)
c. Dermaga curah, adalah dermaga yang kusus digunakan untuk bongkar muat
barang curah yang biasanya menggunakan ban berjalan (conveyor belt)
d. Dermaga khusus, adalah dermaga yang khusus digunakan untuk mengangkut
barang khusus, seperti bahan bakar minyak, bahan bakar gas dan lain
sebagainya.
e. Dermaga marina, adalah dermaga yang digunakan untuk kapal pesiar, speed
boat.
f. Demaga kapal ikan, adalah dermaga yang digunakan oleh kapal ikan

Kinerja Pelayanan Dermaga

Kinerja pelayanan dermaga adalah prestasi dari output atau tingkat keberhasilan
pelayanan, penggunanaan fasilitas maupun peralatan pada suatu periode waktu tertentu
yang ditentukan dalam ukuran satuan waktu, satuan berat ataupun rasio perbandingan.
Kinerja pelayanan dermaga yang umum digunakan adalah :
a. Kinerja pelayanan bongkar muat barang, yang erat kaitannya dengan informasi
mengenai besarnya throughtput lalu lintas barang (daya lalu) yang melalui
dermaga dalam periode waktu tertentu.
b. Kinerja pelayanan kapal yang erat kaitannya dengan informasi mengenai
lamanya waktu pelayanan kapal selama di dalam daerah lingkungan kerja
pelabuhan yang meliputi turn round time (TRT), waiting time (WT), approach
time (AT), berthing time (BT), effective time (ET) dan idle time (IT).
c. Kinerja utilisasi fasilitas dermaga yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
fasilitas dermaga dimanfaatkan secara intensif yaitu dari besarnya nilai BOR.

71
Sistem Transportasi
Standar Kinerja Pelayanan Operasional Pelabuhan Laut

Sesuai dengan keputusan Dirjen Perhubungan Laut Nomor PP.72/2/20-99, yang


dimaksud dengan kinerja pelayanan operasional adalah hasil kerja terukur yang dicapai
pelabuhan dalam melaksanakan pelayanan kapal, barang dan utilitasi fasilitas dan alat,
dalam periode waktu dan satuan tertentu. Indikator-indikator kinerja pelayanan
operasional adalah variabel-variabel pelayanan, penggunaan fasilitas dan peralatan
pelabuhan, dalam hal ini yang dimaksudkan adalah untuk pelayanan jasa dermaga.
Standar kinerja pelayanan operasional pelabuhan laut berdasarkan Dirjen Perhubungan
Laut terdiri dari :
a. Waktu Kapal di Pelabuhan / Turn Round Time (TRT)
Turn Round Time (TRT) adalah lama kapal berada dalam areal pelabuhan yang
dihitung mulai kapal memasuki perairan pelabuhan sampai kapal meninggalkan
areal pelabuhan. Semakin kecil nilai TRT maka tingkat pelayanan pelabuhan
semakin baik.
b. Waktu Tunggu Kapal / Waiting Time (WT)
Waiting Time (WT) atau waktu tunggu kapal adalah jumlah waktu sejak kapal
tiba di lego jangkar sampai kapal digerakkan menuju ke tempat tambat. Semakin
kecil nilai WT maka tingkat pelayanan pelabuhan semakin baik.
c. Waktu Pelayanan Kapal Pandu / Approach Time (AT)
Approach Time (AT) atau waktu pelayanan pemanduan adalah jumlah waktu
terpakai untuk kapal bergerak dari lokasi lego jangkar sampai ikat tali di
tambatan. Semakin kecil nilai AT maka tingkat pelayanan pelabuhan semakin
baik.
d. Waktu Kapal di Tambatan / Berthing Time (BT)
Berthing Time (BT) yaitu lama kapal di dermaga. Semakin kecil nilai BT maka
tingkat pelayanan pelabuhan semakin baik.
e. Waktu Effektif / Effective Time (ET)
Effective Time (ET) yaitu waktu yang benar-benar dapat dipakai dalam
pelaksanaan bongkar muat di pelabuhan, hal ini sangat erat hubungannya dengan
bongkar muat. Semakin Besar nilai ET maka tingkat pelayanan pelabuhan
semakin baik.
f. Waktu yang tidak digunakan / Idle Time (IT)
Idle Time (IT) yaitu waktu yang tidak dapat dimanfaatkan di pelabuhan.
Semakin kecil nilai IT maka tingkat pelayanan pelabuhan semakin baik.
g. Tingkat Penggunaan Dermaga / Berth Occupancy Ratio (BOR)
Berth Occupancy Ratio (BOR) atau tingkat penggunaan dermaga adalah
perbandingan antara waktu penggunaan dermaga dengan waktu yang tersedia
(dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan dalam
prosentase. Nilai BOR yang standar berdasarkan nilai minimal yang telah
ditetapkan oleh UNCTAD.

72
Sistem Transportasi
Tingkat Utilisasi Dermaga

Tingkat penggunaan dermaga dinyatakan dengan (BOR) Berth Occupancy


Ratio. BOR adalah perbandingan antara waktu penggunaan dermaga dengan waktu
yang tersedia (dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu yang dinyatakan
dalam prosentase. Berdasarkan nilai BOR dapat dilakukan analisis untuk mengetahui
kebutuhan dermaga di pelabuhan pada tahun berikutnya (Nasril, 2006). Berdasarkan
United National Conference Trade and Development (UNCTAD, 1985) nilai BOR yang
normal dipengaruhi oleh jumlah dermaga yang ada di pelabuhan.
United National Conference Trade and Development (UNCTAD) adalah sebuah
lembaga yang dibentuk oleh PBB (Persatuan Bangsa Bangsa) dengan tujuan
menciptakan konsep yang menjadi standar bagi negara maritim di dunia, di antaranya
konsep pengelolaan pelabuhan secara efisien, pengelolaan kapal dengan jaringannya,
keselamatan di laut, dan lain-lain.
Nilai BOR yang normal untuk masing-masing jumlah dermaga yaitu :
a. 50% untuk pelabuhan yang memiliki 2 (dua) dermaga.
b. 60% untuk pelabuhan yang memiliki 3 (tiga) sampai 4 (empat) dermaga. 65 %
untuk pelabuhan yang memiliki 5 (lima) dermaga.
c. 70 % untuk pelabuhan yang memiliki 6 (enam) sampai 10 (sepuluh) dermaga.

Berth Occupancy Ratio (BOR) dirumuskan sebagai berikut:

kk .( pk  5).l
BOR = x100%
pt.24 jam.harikalender
Dimana :
kk = kunjungan kapal (unit)
pk = panjang kapal (meter)
l = lama kapal berada di tambatan, yaitu jumlah lama kapal melakukan
bongkar/muat ditambah dengan lama waktu pengisian BBM dan
penyelesaian dokumen (jam)
pt = panjang tambatan (meter)
BOR = perbandingan antara waktu penggunaan dermaga dengan waktu yang
tersedia (dermaga siap operasi) dalam periode waktu tertentu (%).

73
Sistem Transportasi
3. 4 Transportasi Penyeberangan

Pengantar
Transportasi (Angkutan) penyeberangan menghubungkan jalan yang terputus oleh adanya rintangan
berupa sungai yang lebar, danau atau laut (selat yang tidak begitu lebar). Fasilitas pelabuhan dan
kapal ferry berfungsi sebagai jembatan terapung yang diharapkan mampu untuk melayani arus lalu
lintas yang akan melakukan penyeberangan. Angkutan penyeberangan umumnya diadakan kalau
sudah ada keteraturan keperluan angkutan antara dua tempat yang dipisahkan oleh rintangan
tersebut diatas dengan pertimbangan biaya investasi yang cukup besar (Muchtarudin Siregar, 1990).
Di Indonesia lintas penyeberangan dan pelabuhan penyeberangan dilayani dan dikelola oleh suatu
badan usaha milik negara, yaitu PT. Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan atau PT. ASDP
(Persero).
Ada tiga proyek perhubungan antar pulau yang diusulkan disepanjang bentangan jalan raya ‘Trans
Asia Tenggara’, yaitu Malaysia – Sumatra, Sumatra – Jawa dan Jawa – Bali. Proyek ini diawali oleh
sebuah tim dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada tahun 1965. Sejak itu bermacam-macam
penelitian telah dilakukan baik oleh institusi lokal maupun oleh institusi internasional yang
bertujuan mencari cara untuk menghubungkan kawasan tersebut (khususnya: Sumatera - Jawa)
yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Jalur penghubung kedua pulau
tersebut secara strategis merupakan bagian dari jalan raya ‘Trans Asia Tenggara’ yang dimulai dari
Thailand melintasi semenanjung Malaya, Selat Malaka, bergabung dengan jalur Sumatera dan Jawa
dan berakhir di pulau Bali.

Pengertian Angkutan Penyeberangan

Angkutan penyeberangan menghubungkan jalan yang terputus oleh adanya


rintangan berupa sungai yang lebar, danau atau laut (selat yang tidak begitu lebar).
Fasilitas pelabuhan dan kapal ferry berfungsi sebagai jembatan terapung yang

74
Sistem Transportasi
diharapkan mampu untuk melayani arus lalu lintas yang akan melakukan
penyeberangan.
Angkutan penyeberangan umumnya diadakan kalau sudah ada keteraturan keperluan
angkutan antara dua tempat yang dipisahkan oleh rintangan tersebut diatas dengan
pertimbangan biaya investasi nya cukup besar (Muchtarudin Siregar, 1996 ).
Lintasan penyeberangan terpendek yang menghubungkan dua ujung yang dipisahkan
oleh sungai adalah di Muara Tembesi (300 meter) dan Muara Tebo (300 meter).
Lintasan penyeberangan terpanjang mengikuti aliran sungai di Jambi adalah antara
Jambi – Kuala Tungkal – Kuala Elok (311 kilometer) dan lintasan terpanjang melalui
laut adalah BajoE - Kolaka (96 mile), lintas penyeberangan Padang Bai – Lembar (34
miles). Tiga lintasan penyeberangan yang sudah lama berfungsi yang merupakan
sambungan dari lintasan jalan kereta api adalah penyeberangan Merak – Bakauheni,
Surabaya – Kamal dan Ketapang – Gilimanuk. Di Indonesia lintas penyeberangan dan
pelabuhan penyeberangan dilayani dan dikelola oleh suatu badan usaha milik negara,
yaitu PT. Angkutan Sungai Danau Dan Penyeberangan atau PT. ASDP (PERSERO).
Sistem penyeberangan secara garis besar diklasifikasikan menjadi 2 (dua) jenis, yaitu:
 Ferry Kendaraan (Car Ferry)
Pada sistem ini kendaraan masuk/keluar sendiri secara mendatar tanpa alat bantu
(Roll on / Roll off atau Ro/Ro) kedalam atau keluar kapal.
 Ferry Kereta Api (Train Ferry)
Pada sistem ini kereta api masuk kedalam kapal, sehingga diperlukan rel kereta
api didalam kapal dan di pelabuhan. Penggunaan sistem ini direncanakan pada
pelabuhan dan lintas penyeberangan Merak – Bakauheni yang menghubungkan
Jawa dengan Sumatera.

Pelabuhan penyeberangan yang dikelola PT. ASDP

Merak (Pulau Jawa) Gilimanuk (Pulau Bali)


Bakauheni (P. Sumatra) Padangbai (Pulau Bali)
Ujung (Pulau Jawa) Lembar (Pulau Lombok)
Kamal (Pulau Madura) Kayangan (Pulau Lombok)
Ketapang (Pulau Jawa) Pototano (Pulau Sumbawa)

Lintas penyeberangan komersil yang dikelola PT. ASDP

Balikpapan – Panajam Ketapang – Gilimanuk Surabaya – Banjarmasin


Banjarmasin – Kumai Kumai – Semarang Surabaya – Sampit
Bajoe - Kolaka Kupang – Ende Sibolga – Nias
Galala – Namlea Lembar – Potototano Ternate – Sidangole
Jakarta – Surabaya Merak – Bakauheni Ujung – Kamal
Padangbai - Lembar Samarinda - Parepare Waingapu - Sabu

Lintas penyeberangan perintis yang dikelola PT. ASDP

75
Sistem Transportasi
Atapupu – Kalabahi Larantuka – Waiwerang Serui – Nabire
Bitung – Ternate Luwuk – Salakan Sorong – Kalobo
Cilacap – Sidareja Meulaboh – Sinabang Tual – Dobo
Jambi – Tanjung Pinang Merauke – Poo Tarakan – Tanjung Selor
Kupang - Kalabahi Padang - Mentawai Waingapu - Ende
Sumber: PT ASDP (1995)

Fasilitas Sistem Penyeberangan

Secara umum elemen sistem penyeberangan terdiri dari fasilitas infrastruktur


yang dibangun untuk menunjang kegiatan penyeberangan, sehingga dapat memberikan
pelayanan yang optimal kepada masyarakat pengguna jasa yang membutuhkan.
Elemen sistem penyeberangan terdiri dari:
 Dermaga
 Jembatan bergerak (Moveable bridge)
 Lapangan parkir
 Terminal penumpang
 Jembatan timbang
 Kapal penyeberangan (Ferry)
 Jadual keberangkatan (Time Table)

Dermaga

Dermaga berfungsi sebagai tempat berlabuh atau bersandar kapal pada waktu
melakukan kegiatan bongkar muat penumpang dan barang di pelabuhan. Konstruksi
dermaga untuk pelabuhan penyeberangan umumnya menggunakan tiang pancang yang
dipancang lebih dalam untuk menghindari resiko akibat gerakan berputar kapal ferry.
Arus air pada kolam pelabuhan lebih kuat karena kapal bergerak sendiri, bukan ditarik
dengan tugboat seperti pada pelabuhan laut. Pada bangunan dermaga harus dilengkapi
dengan fender yang berfungsi untuk menyerap energi yang terjadi akibat benturan kapal
dengan dermaga pada waktu bersandar.

Jembatan Bergerak (moveable bridge)

Jembatan bergerak berfungsi sebagai akses atau penghubung dari lapangan


parkir ke dalam kapal yang dapat bergerak secara vertikal (naik-turun). Gerakan ini
sangat diperlukan untuk menyesuaikan ketinggian kedudukan geladak kapal dengan
dermaga karena proses pasang surut air laut dan akibat beban kapal.
Kelancaran pelayanan keluar masuknya kendaraan dari dan ke dalam kapal sangat
tergantung dari akurasi penempatan moveable bridge.

76
Sistem Transportasi
Lapangan Parkir

Lapangan parkir berfungsi sebagai tempat kendaraan yang menunggu ( antrian )


untuk dapat dilayani masuk kedalam kapal. Sistem penyeberangan yang baik akan
memerlukan lapangan parkir yang lebih kecil karena kebutuhan dapat dilayani
secepatnya.

Terminal Penumpang

Terminal penumpang berfungsi untuk menampung penumpang yang akan naik


atau turun ke atau dari kapal, juga sebagai tempat penjualan tiket penumpang. Sistem
penyeberangan yang baik hubungan terminal penumpang dengan kapal seharusnya
melalui jalan khusus (gangway), sehingga tidak berbaur dengan kendaraan.

Jembatan Timbang

Jembatan timbang berfungsi untuk menimbang kendaraan beserta muatannya


untuk menentukan besarnya tarif (khusus kendaraan truk) dan juga dapat berfungsi
sebagai tempat pengecekan terhadap barang yang diangkut. Data ini sangat berguna
untuk menentukan muatan total setiap kapal. Jembatan timbang ini dapat berada diareal
pelabuhan atau diluar areal pelabuhan. Sebagai contoh jembatan timbang yang ada di
Pelabuhan Ketapang untuk kendaraan truk dengan kapasitas maksimum 25 ton.

Kapal Penyeberangan

Jenis kapal yang paling sesuai digunakan untuk penyeberangan jarak dekat yang
mengangkut penumpang dan kendaraan bermotor adalah tipe Roll on - Roll off (Ro -
Ro). Kapal tipe Ro - Ro ini mempunyai kelebihan dalam kecepatan melayani proses
bongkar muat penumpang dan kendaraan, karena mempunyai disain khusus yang sangat
menguntungkan dimana pada bagian depan (haluan) dan bagian belakang (buritan)
mempunyai pintu hidrolis yang disebut ramp door. Ramp door berfungsi sebagai pintu
keluar dan pintu masuk dari dan ke dalam kapal, sehingga kendaraan didalam kapal
hanya bergerak dalam satu arah saja, yaitu apabila masuk melalui depan dan keluar
melalui belakang atau sebaliknya.

Beberapa Istilah Ukuran Kapal Yang Sering Dipergunakan :


1. DWT ( Dead Weight Ton )

77
Sistem Transportasi
Merupakan daya angkut dalam satuan ton , setelah dikurangi berat ballast
dan lain-lain.
2. GRT ( Gross Registered Ton )
Merupakan jumlah keseluruhan ruangan dalam kapal.
Sebagai satuan konversi ditentukan : 100 cu.ft = 1 ton atau 2.83 cu.m = 1 RT
( RT = Registered Ton).
3. NRT ( Net Registered Ton )
Merupakan volume bersih ruangan kapal yang dapat digunakan atau
disewakan untuk muatan ( tidak termasuk : ruang awak kapal, ballast, tanki
bahan bakar, tanki air minum ).
4. K n o t
Ukuran kecepatan kapal di laut dinyatakan dalam knot.
1 knot = 1 mil laut per jam = 0.508 meter per detik = 1.8288 Km/ jam.
5. D r a f t
Draft kapal menyatakan ukuran maksimal batas kapal berada
dibawah permukaan air laut. Draft kapal sangat penting untuk menentukan
kedalaman kolam pelabuhan dan alur pelayaran.
6. LOA ( Length of Over All )
Merupakan panjang keseluruhan kapal yang diukur dari ujung depan dan
ujung belakang kapal.
7. LBP ( Length Between Perpendicular )
Merupakan ukuran jarak dalam satuan panjang yang dihitung terhadap
dua penampang tegak lurus.

Jadual Penyeberangan

Jadual penyeberangan adalah daftar terperinci mengenai rencana operasional


penyeberangan dalam rentang waktu tertentu. Sistem penyeberangan kapal ferry
umumnya menempuh jarak pendek dan kegiatannya bolak-balik, sehingga jadual
keberangkatan dan kedatangan dapat ditentukan relatif tetap bila dibandingkan dengan
pelayaran interinsuler atau pelayaran samudra yang sulit ditentukan karena banyaknya
faktor ketidakpastian, seperti masalah cuaca, kemungkinan tidak segera dapat berlabuh,
kerusakan kapal, masalah pelayanan pada pelabuhan dan sebagainya. Perubahan jadual
dimungkinkan, apabila jadual yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan.
Keuntungan dari jadual yang tetap ini adalah para pemakai jasa angkutan
penyeberangan memperoleh kepastian untuk melakukan perjalanan dari tempat asal ke
tempat tujuan tepat pada waktunya, sehingga terhindar dari resiko kerugian berupa
kehilangan waktu dijalan untuk menunggu atau kerusakan barang akibat lama
menunggu. Jadwal penyeberangan ditetapkan dan diputuskan oleh PT. ASDP dengan
mempertimbangkan kepentingan berbagai pihak, termasuk pengguna jasa ( user ) dan
pengusaha ( operator ).

Sarana dan Prasarana Penyeberangan

78
Sistem Transportasi
Prasarana penyeberangan yang paling utama adalah dermaga dengan bentuk atau
tipe sesuai dengan kebutuhan dari kapal yang beroperasi pada lintas penyeberangan,
antara lain tipe ponton, tipe jembatan bergerak (moveable bridge) dan tipe beaching
untuk jenis kapal Landing Craft Mechine (LCM). Sedangkan sarana
penyeberangannya adalah kapal ferry tipe Roll on/Roll off (Ro/Ro) dan LCM. Fasilitas
penunjang lainnya seperti: lapangan parkir kendaraan penumpang dan barang (truk),
terminal penumpang dan jembatan timbang khusus untuk kendaraan truk.

Jadual Penyeberangan

Jadual penyeberangan adalah daftar terperinci mengenai rencana operasional


penyeberangan dalam rentang waktu tertentu yang sangat ditentukan olen sistem
pengoperasian pelabuhan, keterdsediaan sarana dan prasarana pelabuhan serta jarak
pelabuhan satu dengan lainnya. Jarak antar pelabuhan yang relatif dekat pola pelayaran
commuting shipping pada umumnya dipergunakan, sehingga jadual keberangkatan dan
kedatangan kapal dapat ditentukan relatif tetap bila dibandingkan dengan pelayaran
coastal shipping atau pelayaran interinsuler yang sulit ditentukan karena banyaknya
faktor resiko dan ketidak pastian. Perubahan jadual sangat fleksibel atau dimungkinkan
apabila jadual yang berlaku sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan, akibat adanya
peningkatan atau penurunan permintaan atau terjadi gangguan pada salah satu sistem
sarana dan prasarananya.
Keuntungan dari jadual tetap ini adalah para pengguna jasa angkutan penyeberangan
mendapat kepastian untuk melakukan perjalanan dari tempat asal ke tempat tujuan tepat
pada waktunya, sehingga terhindar dari resiko kerugian berupa kehilangan waktu
dijalan atau kerusakan barang. Jadual penyeberangan ditetapkan oleh PT. ASDP dengan
memperhatikan keseimbangan antara jumlah kedatangan pengguna jasa (demand)
dengan kapasitas sarana dan prasarana (supply) yang ada. Secara teoritis jadual
penyeberangan dapat ditentukan dengan memperhitungkan karakteris sarana dan
prasarana seperti: variasi tingkat kedatangan penumpang (kendaraan roda-4) per satuan
waktu, jumlah dermaga, jumlah kapal yang beroperasi, kapasitas masing-masing kapal,
waktu bersandar, waktu berputar, waktu berlayar, headway antar dermaga dan headway
antar keberangkatan kapal.

Proses Penyeberangan

Kegiatan penyeberangan disuatu pelabuhan menggambarkan kondisi pelayanan


yang ada dengan fasilitas yang tersedia seperti areal kedatangan ( menunggu
kendaraan), prasarana pelayanan (dermaga) dan sarana pelayanan (kapal). Penumpang
yang dimaksud adalah kendaraan bermotor roda empat, seperti truk, bus dan mobil
penumpang atau mobil pribadi; sedangkan sepeda motor dan penumpang pada
umumnya tidak diperhitungkan karena pada kenyataannya tidak memerlukan

79
Sistem Transportasi
pengaturan khusus dan diasumsikan tidak berpengaruh terhadap lama waktu
bongkar/muat. Proses pelayanan terjadi pada saat kendaraan antri masuk kedalam kapal
selama headway waktu keberangkatan kapal yang ditentukan. Tingkat occupancy kapal
sangat dipengaruhi oleh laju kedatangan kendaraan. Proses pelayanan terhenti pada saat
kapal bersandar didermaga untuk menurunkan kendaraan dan proses menurunkan
kendaraan tidak dipengaruhi oleh laju kedatangan kendaraan. Apabila laju kedatangan
kendaran tidak dapat diimbangi oleh laju pelayanan sistem penyeberangan yang ada,
maka akan terjadi antrian yang sangat panjang dan memperpanjang waktu menunggu
kendaraan.

Headway Dermaga

Berdasarkan kapasitas dan fasilitas sistem penyeberangan yang ada dilakukan


optimalisasi headway dermaga berdasarkan hubungan antara kapasitas kapal rencana,
kedatangan kendaraan roda-4 dan tingkat pelayanan kapal.
Waktu operasi kapal dapat diilustrasikan sebagai berikut :

relatip konstan

Keterangan :
Ts = waktu bersandar ( bongkar dan muat )
Tp = waktu berolah gerak ( maneuver ) kapal
Tly = waktu berlayar satu arah
Hw = headway dermaga

Penerapan jadwal keberangkatan kapal pada salah satu dermaga dapat ditentukan
sebagai berikut :

80
Sistem Transportasi
Syarat : Hw > ( Ts + Tp )
n n
Dimana : Ts =  tbi . qbi +  tmi . qmi
i=1 i=1

Keterangan :
Hw = headway minimum dermaga ( menit )
Ts = waktu bersandar kapal, yang terdiri dari waktu bongkar ( t b ) dan waktu
muat ( tm ) kendaraan dalam satuan ( menit )
tb = rata-rata waktu menurunkan kendaraan ( menit / kendaraan )
tm = rata-rata waktu menaikkan kendaraan ( menit / kendaraan )
qi = tingkat ‘occupancy’ kapal ( unit kendaraan )

81
Sistem Transportasi
Ukuran Operasi Sistem Penyeberangan

Dalam mengoperasikan sistem untuk jenis transportasi tertentu, maka variabel-


variabel yang membentuk model yang akan diterapkan harus mempunyai hubungan
yang erat, supaya dapat berfungsi dengan baik.
Salah satu hubungan yang mendasar adalah hubungan antara kapasitas sistem dalam
menggerakkan penumpang pada satu arah, rencana operasi, karakteristik kapal dan
karakteristik penumpang.
Pada analisis lintasan garis tunggal semua kapal harus dioperasikan dari satu ujung ke
ujung lainnya, dan kemudian kembali; kapal bergerak bolak balik diantara dua terminal
ujung. Kapal akan beroperasi dengan headway waktu keberangkatan yang merata, dan
semua kapal mempunyai kapasitas yang relatip sama.
Dalam kondisi ini hubungan antara kapasitas total, headway keberangkatan kapal,
jumlah keberangkatan dan kapasitas kapal dalam satu adalah :

Qk
Qc = = Qk Jk
hw
Dimana :
Qc = kapasitas total dalam satu hari , unit kendaraan
Qk = kapasitas kapal rencana , unit kendaraan
hw = headway waktu keberangkatan kapal , menit
Jk = jumlah keberangkatan kapal

Hubungan antara jumlah keberangkatan, Headway,


kapasitas kapal dan kapasitas sistem

82
Sistem Transportasi
Konsep arus tersebut diatas dapat dihubungkan secara langsung dengan kebutuhan
kapal, dengan menganggap bahwa semua kapal membutuhkan waktu yang relatip sama
untuk perjalanan pergi pulang, maka hubungannya adalah sebagai berikut :

JD  Tc JD  Tc Tc
N = = =
Hw hw  JD hw

Dimana :
N = jumlah kapal
JD = Jumlah Dermaga
Tc = waktu siklus kapal
= 2 { Tly + Ts + Tp }
Hw = headway dermaga
hw = headway antar dermaga / headway keberangkatan kapal

Sehingga rumus menjadi :

2 { Tly + Ts + Tp }
N =
hw

Kapasitas Sistem Penyeberangan

Semua jenis sistem penyeberangan mempunyai batas kapasitasnya masing-


masing dan setelah itu kita akan dihadapkan pada permasalahan yang baru lagi.
Sebetulnya banyak cara bisa dilakukan untuk menanggulangi permasalahan tersebut,
seperti mengoptimalkan kinerja sistem penyeberangan, menambah kuantitas dan
meningkatkan kualitas sarana dan prasarana penyeberangan pada batas tertentu atau
pada akhirnya memilih alternatip lain yang lebih menguntungkan. Dalam menentukan
kapasitas sistem penyeberangan, elemen paling penting yang harus diperhatikan adalah
perencanaan dan penerapan jadual yang handal (reliability). Jadual yang optimal
mampu memberikan kapasitas pelayanan yang maksimal. Kapasitas sistem
penyeberangan dapat dihitung secara matematis atau disimulasikan dengan waktu antar
keberangkatan kapal (headway) yang memberikan jumlah keberangkatan kapal dalam
sehari dan kapasitas kapal.

83
Sistem Transportasi
Hubungan Kapasitas (Capacity) Dengan Permintaan (Demand)
Kapasitas

Kapasitas Sistem

Critical
Condition
Storage
capacity
Fungsi Permintaan

Waktu (tahun)

84
Sistem Transportasi
3. 5 Transportasi Sungai

Ringkasan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sungai-sungai besar dan panjang. Untuk wilayah
Sumatera bagian timur, pulau Kalimantan dan Papua (Irian Jaya), sungai-sungai tersebut saat ini
dipergunakan sebagai prasarana angkutan air yang sangat vital. Agar transportasi air daratan (inland
water transportation) dapat efektif dan efisien maka perlu adanya saluran penghubung antar sungai-
sungai tersebut. Saluran penghubung tersebut harus direncanakan sehingga memenuhi kebutuhan
navigasi dan secara hidraulis dapat dipertanggung jawabkan.

Gambaran Umum

Transportasi air daratan (inland water transportation) bila dibandingkan dengan


transportasi jalan raya, pada satu sisi mempunyai beberapa keunggulan, namun
demikian pada sisi yang lain ada pula kelemahannya. Oleh karena itu untuk keperluan
pengembangan transportasi air daratan pada suatu daerah harus dilakukan studi yang
mendalam dan dibahas seberapa jauh keunggulan transportasi air mendapat dukungan
dari potensi yang ada di daerah tersebut.
Keunggulan transportasi air daratan dibandingkan dengan transportasi jalan raya,
diantaranya adalah:
 Sederhana dan dapat mengangkut dengan kapasitas besar;
 Biaya angkutan murah karena peralatan murah dan pemakaian bahan bakar per
unit berat barang yang diangkut sangat hemat;
 Biaya perawatan prasarana sangat ringan dibandingkan dengan perawatan jalan
raya atau jalan kereta api;
 Dampak negatif terhadap lingkungan relatip kecil bila dibandingkan dengan
transportasi darat.

Kelemahan transportasi air daratan yang terutama adalah sebagai berikut:


 Kecepatan transportasi yang relatip rendah (pelan);
 Barang atau penumpang tidak bisa naik/turun disembarang tempat;
 Sangat tergantung pada potensi sungai dan ketersediaan di daerah setempat.

Kecepatan sarana transportasi air bila dibandingkan dengan transportasi jalan


raya pada umumnya relatip rendah, sehingga kurang cocok untuk angkutan barang yang
tidak tahan lama yang mudah rusak atau busuk dan untuk angkutan penumpang.
Untuk keperluan angkutan pariwisata, angkutan air masih dimungkinkan apabila selama
dalam perjalanan wisatawan mendapat kenyamanan dan keamanan yang memadai,
apalagi daerah yang ditinjau merupakan daerah yang sangat khusus dan hanya dapat
dicapai dengan sarana angkutan air.
Transportasi air berbeda dengan trangportasi jalan raya, dimana pada transportasi air
barang ataupun penumpang tidak dapat turun disembarang tempat. Pada transportasi air
bongkar/muat barang ataupun penumpang membutuhkan fasilitas pelabuhan.

85
Sistem Transportasi
Pelabuhan terdiri dari fasilitas sebagai berikut:
 Dermaga: merupakan tempat sandar kapal dan tempat bongkar muat
barang/penumpang;
 Gedung terminal: terdapat ruang tunggu penumpang, tempat penjualan tiket,
perkantoran dan berbagai fasilitas lainnya.
Pelabuhan merupakan simpul perpindahan sistem transportasi air ke transportasi darat
atau sebaliknya. Agar perpindahan sistem transportasi tersebut dapat berjalan dengan
lancar, maka pelabuhan harus dilengkapi dengan fasilitas terminal angkutan darat (untuk
perpindahan antar moda).
Pada umumnya jaringan transportasi tidak dapat menjangkau seluruh daerah, sehingga
masih harus dilengkapi dengan saluran buatan (navigation canal). Saluran buatan ini
bertujuan untuk menghubungkan antar sungai yang ada dan untuk melayani daerah
tertentu yang jauh dari sungai (hinterland) namun merupakan daerah yang berpenduduk
padat atau daerah industri. Dengan adanya saluran navigasi buatan ini maka jaringan
transportasi air dapat saling berhubungan dan terpadu.
Dengan adanya perkembangan ukuran kapal yang demikian pesat, kadangkala sungai
alam tidak mencukupi untuk keperluan pelayaran.
Pada keadaan seperti ini maka sungai alami masih perlu dilakukan berbagai perbaikan
(river training), meliputi:
 Pengerukan;
 Pembangunan krib untuk mengatur alur sungai;
 Pembuatan sodetan (short cut) pada sungai yang berbelok-belok (meander);
 Pembangunan pintu air (water lock) di beberapa tempat;
 Mengadakan perbaikan kondisi untuk lalu lintas air.

Potensi Angkutan Sungai di Indonesia

Angkutan sungai sudah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan berbagai
jenis alat angkutan sungai digunakan seperti speedboat dengan mesin temple
berkapasitas 80 – 140 PK banyak dipakai untuk angkutan penumpang di daerah
pedalaman dan di kota-kota di Kalimantan.
Jenis perahu dengan mesin diesel kecil yang disebut klotok adalah untuk pengangkutan
penumpang ke daerah pedalaman yang banyak dioperasikan oleh masyarakat di
Kalimantan Tengah. Perahu yang lebih besar yang dinamakan bandung beroperasi untuk
angkutan jarak jauh di Kalimantan Barat.
Fungsi bandung ini bukan hanya sebagai alat angkutan, tetapi juga merupakan sarana
perdagangan sekaligus tempat tinggal pemilik dan keluarganya serta para awak kapal.
Selama berminggu-minggu lamanya kapal sungai ini berlayar dari Pontianak ke
Putusibau di Kalimantan Barat yang jaraknya mencapai 850 kilometer untuk
mengangkut dan memperdagangkan berbagai jenis barang-barang dari satu kampung ke
kampung yang lainnya sepanjang aliran sungai Kapuas.

86
Sistem Transportasi
Potensi angkutan sungai di Indonesia adalah sangat besar yang dapat dikembangkan
sebagai alternatif jalan raya ataupun sebagai satu-satunya jenis angkutan yang tersedia
di beberapa daerah, terutama di tiga pulau besar yaitu: Sumatera, Kalimantan dan Papua
(Irian Jaya).
Di ketiga pulau tersebut banyak sungai yang cukup panjang dengan lebar dan
kedalaman yang memenuhi syarat untuk transportasi air. Saat ini sungai yang terdapat
didaerah tersebut sudah dipergunakan untuk transportasi air oleh penduduk setempat,
terutama untuk mengangkut hasil hutan dan kebutuhan bahan pokok.
Di Kalimantan tengah dan Kalimantan selatan, ada beberapa sungai yang sudah
dihubungkan dengan saluran atau kanal yang disebut ‘anjir’. Dengan adanya anjir
tersebut jaringan transportasi air dapat lebih lancar, karena perahu yang akan ke sungai
lainnya tidak perlu lewat muara.

Data Sungai yang dapat dilayari kapal di Pulau Kalimantan (Panjang > 200 Km)
No. Nama Panjang (Km) Kondisi Alur
Sungai Total Dilayari Baik Sedang Buruk Lebar Kedalaman
(Km) (Km) (Km) (m) (m)
1 Kapuas 1.086 870 190 600 80 - -
2 Melawi 471 227 - 227 - - -
3 Sambas 233 208 183 25 - - -
4 Ketungau 205 105 - 41 64 - -
5 Katingan 650 520 - - - 340 6
6 Barito 900 760 - - - 650 8
7 Seruyan 550 350 - - - 300 6
8 Mentaya 400 270 - - - 450 6
9 Arut 250 150 - - - 250 4
10 Kahayan 600 500 - - - 500 7
11 Mahakam 920 700 - - - 500 25/10
12 Kayan 576 510 - - - 80 8/5
13 Kepala 319 266 - - - 100 9
14 Kelay 254 209 - - - 70 7/4
15 Berau 292 215 - - - 60 8/5
16 Sembakung 279 210 - - - 70 8/4
17 Sesayap 278 215 - - - 75 8/4
18 Belayan 229 121 - - - 90 8/5

Dari uraian potensi sungai yang ada di Indonesia (Sumatera, Kalimantan dan
Papua) dapat disimpulkan bahwa transportasi air daratan tersebut mempunyai peluang
yang sangat besar untuk dikembangkan.
Selanjutnya perencanaan perbaikan sungai untuk kepentingan transportasi air harus
ditinjau secara mendalam, sehingga tidak menimbulkan dampak negatif yang besar dan
harus dapat mendukung pengembangan di sektor lain, misalnya perikanan, irigasi,
sumber daya air yang ada, pariwisata, pengembangan daerah dan sebagainya.

87
Sistem Transportasi
6. Transportasi Danau

Danau merupakan salah satu jenis angkutan yang cukup potensial di Indonesia.
Banyak danau yang cukup besar terdapat di Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi, Nusa Tenggara
Timur dan Irian Jaya.
Angkutan danau yang sudah mulai ramai adalah di Danau Toba, Danau Singkarak dan
Danau Maninjau.
Beberapa danau yang cukup lebar dan bisa dikembangkan sebagai prasarana angkutan
yang cukup penting dimasa depan.

Lokasi Nama Danau Luas (Km2)

Aceh dan Sumatera Utara Laut Tawar 160


Toba 3000
Sumatera Barat dan Jambi Maninjau 100
Singkarak 112
Kerinci 50
Sumatera Selatan dan Bengkulu Ranau 112
Kalimantan Timur Jempang 1500
Malintang 100
Semayang 100
Repeh Jatur 100
Kanohan 100
Kalimantan Selatan dan Tengah Tondai 10
Dunayak 15
Sebanggau 40
Rikan 5
Mare 5
Sempulan 40
Tangkapan 5
Kanipang 25
Panggang 25
Rawit 25
Riam Kanan 100
Kalimantan Barat Mojang 50
Belian 50
Luar 50
Sekawi 50
Biayan 50
Penujan 50
Baniang 50
Tuang 50
Sentram 50
Sulawesi Tempe 150
Poso 340
Limboto 70
Towuti 572
Tondano 46
Irian Jaya (Papua) Sentani 9.639
Rumbebai 13.470

88
Sistem Transportasi
Paniai 14.150
3. 7 Transportasi Pipa

Perkembangan Angkutan Pipa

Panjang seluruh jaringan pipa di dunia pada tahun 1990 sekitar 3.000.000
kilometer. Pipa minyak yang pertama dibangun di Amerika Serikat kira-kira satu abad
yang lalu. Sejak itu jaringan pipa terus dikembangkan sehingga pada tahun 1970’an
panjang jaringan pipa di negara tersebut mencapai 2.000.000 kilometer, terdiri dari pipa
minyak 1.000.000 kilometer dan sisanya adalah jaringan pipa gas dan hampir 50% gas
diangkut melalui pipa. Pembangunan pipa banyak dilakukan sekitar tahun 1940’an ,
seperti jaringan pipa the Big Inch yang selesai dibangun pada tahun 1943 antara
Longview, Texas ke Phonixville. Pada tahun 1944 selesai pula dibangun jaringan pipa
The Little Big Inch yang terbentang dari Beaumont ke Liden di Texas. Kemudian diikuti
pula oleh jaringan pipa dari Little Rock, Ark ke pantai timur. Pipa gas juga dibangun
antara Texas – New York sepanjang 7.000 kilometer. Pada tahun 1970 diselesaikan
pembangunan The Trans Alaska Pipeline, untuk menyalurkan minyak dari sumbernya di
Prudlock Bay di Alaska ke pelabuhan Valdez di pantai selatan. Di Kanada lokasi sumber
gas dan minyak adalah di daerah bagian barat, karena itu jaringan pipa dibangun ke
pantai timur. Jaringan pipa yang juga sudah beroperasi adalah Trans Canada Pipeline
sepanjang 3.700 kilometer dari Alberta (Saskatchewan) ke Montreal. Setelah minyak
ditemukan di laut utara, Inggris juga membangun jaringan pipa sepanjang 150 kilometer
dari Laut Utara ke Skotlandia Island. Diameter pipa mencapai 160 cm, yang terbesar
dan terdalam yang pernah dipasang di dalam laut, sehingga biaya pembangunannya juga
sangat mahal. Pipa ini mampu mengalirkan minyak sebanyak 1.000.000 barel per hari.
Pada tahun 1908 di Uni Soviet juga sudah dibangun pipa untuk mengalirkan minyak
dari daerah penghasil minyak di Baku ke Moskow. Juga telah lama beroperasi jaringan
pipa Comecon sepanjang 6.000 kilometer antara daerah Ural dengan beberapa negara
blok timur. Jaringan pipa yang sudah dibangun di Indonesia terdiri dari pipa minyak dan
gas milik Pertamina dan kontraktor minyak lainnya. Sistem angkutan pipa terdapat di
Sumatera Selatan antara Prabumulih – Palembang dan dari sumber gas ke pabrik
pengolahan gas alam cair (LNG) di Arun Lhokseumawe. Jaringan pipa di Sumatera
Selatan adalah yang tertua, dibangun pada masa sebelum perang dunia II. Sejalan
dengan meluasnya kegiatan industri yang memerlukan minyak dan gas, telah dibangun
pula jaringan pipa di Jawa Barat, antara Cimalaya-Cilegon sepanjang 220 kilometer.
Jaringan pipa ini dibangun untuk keperluan pabrik baja di Cilegon. Jaringan gas lainnya
adalah antara Jatibarang-Cikampek sepanjang 102 kilometer untuk menyalurkan gas ke
pabrik pupuk Kujang di Cikampek dari sumber gas yang terdapat disekitar Cirebon.
Pembangunan jaringan pipa untuk menyalurkan minyak dan gas ini masih akan
diteruskan, karena merupakan cara penyaluran gas yang aman dan ekonomis.

89
Sistem Transportasi
Unsur-Unsur Angkutan Pipa

Pipa yang biasa dipakai berukuran antara 5-120 cm. Pipa berukuran kecil adalah
untuk pipa pengumpul dan yang berukuran besar untuk pipa utama (trunk line). Pipa gas
biasanya berukuran lebih kecil, antara 15-20 cm.
Pipa minyak atau gas terdiri dari sistem yang bekerja dengan 3(tiga) unsur, yaitu:
 Pipa pengumpul dari sumur minyak ketempat pengumpulan dimana terdapat
stasiun pompa;
 Pipa utama yang berfungsi sebagai transmisi jarak jauh ketempat penyulingan
(refineries);
 Pipa distribusi kedaerah konsumsi.
Minyak dan gas yang dialirkan melalui pipa dikendalikan dan diawasi dengan peralatan
otomatis yang dilengkapi dengan komputer. Stasiun pompa dibangun pada setiap jarak
80-120 kilometer, tergantung pada letak ketinggian dimana jaringan pipa tersebut
dibangun. Pengawasan aliran melalui pipa dilakukan dengan menggunakan system
komunikasi radio microwave, telepon, teletype dan lain-lain.
Dengan peralatan ini pengoperasian dan pengawasan angkutan pipa menjadi sangat
efisien.
Perkembangan teknologi yang lebih maju menyebabkan pipa juga dapat digunakan
untuk mengangkut bahan padat, diluar minyak dan gas. ‘Slurry line’ pertama kali
dibangun menurut sistem ini adalah antara daerah pertambangan batubara di Black
Mesa, Arizona ke selatan Nevada sepanjang 440 kilometer yang sudah beroperasi sejak
tahun 1970.
Kecuali untuk batubara ‘Slurry line’ juga dipakai untuk mengangkut benda padat
lainnya, seperti batu kapur, bijih besi dan pasir.
Penelitian juga sudah dilakukan untuk menggunakan pipa bagi pengangkutan barang-
barang hasil industri dengan cara menggunakan kapsul dan gondola yang dialirkan
bersama air melalui pipa.
Keunggulan pipa sebagai alat angkutan terletak pada kemampuannya untuk
mengalirkan angkutan yang bervolume besar secara terus menerus dan berlangsung
secara teratur dan tidak mengalami gangguan.

Biaya Angkutan Melalui Pipa

Biaya angkutan melalui pipa dipengaruhi oleh 3(tiga) jenis biaya-biaya, sebagai
berikut:
 Biaya-biaya yang berhubungan dengan diameter pipa, seperti bunga modal dan
penyusutan pipa, biaya penanaman dan pemeliharaan pipa;
 Biaya yang berhubungan dengan daya pompa, terdiri dari biaya tenaga listrik
dan buruh bagi pengoperasian pipa dan pemeliharaan, bungan modal dan
penyusutan yang berhubungan dengan bangunan pompa tersebut;

90
Sistem Transportasi
 Biaya yang berhubungan dengan panjang jaringan (length of line), antara lain
biaya tangki (tanked), pengoperasian dan pemeliharaan peralatan komunikasi
yang diperlukan bagi pengawasan.

Angkutan pipa cukup peka terhadap kemajuan teknologi. Kapasitas pipa dan
daya pompanya dapat ditingkatkan dengan kemajuan teknologi yang bisa menghasilkan
cara penyaluran yang lebih sempurna dengan biaya yang lebih rendah. Manfaatnya akan
lebih terasa jika biaya penyaluran melalui pipa adalah sama untuk jarak yang dekat dan
jarak jauh.

91
Sistem Transportasi
3. 8 Transportasi Udara

Pengantar
Transportasi udara dalam dua dasawarsa menunjukkan perkembangan yang sangat pesat
dibandingkan dengan moda transportasi lainnya. Pada tahun 1950 transportasi udara hanya
mempunyai kontribusi sekitar 2% dan tahun 1970 meningkat menjadi 5% dari total pergerakan
dan 17% dari total pergerakan penumpang di seluruh dunia.
Dalam lima belas tahun terakhir diasumsikan rata-rata pertumbuhan permintaan transportasi
udara rata-rata 9% per tahun, dengan demikian pada tahun 1990 jumlah penumpang-kilometer
menjadi berlipat ganda. Ini berarti 10% dari total pasar dan lebih dari 30% permintaan angkutan
penumpang menggunakan transportasi udara.
Angkutan barang menggunakan transportasi udara juga mengalami peningkatan yang pesat dalam
dua puluh lima tahun terakhir. Pada tahun 1950 angkutan barang dengan menggunakan
transportasi udara kurang dari 109 ton-kilometer dan pada tahun 1972 melebihi 1,8 1010 ton-
kilometer dengan pertumbuhan rata-rata 15% per tahun atau sekitar 0,1% dari total angkutan
kargo.

Perkembangan Angkutan Udara

Angkutan udara tumbuh dan berkembang mengikuti kemajuan teknologi


pesawat udara. Pesawat udara yang pertama berhasil diterbangkan pada tahun 1903.
sampai beberapa tahun setelah itu pesawat udara masih belum dapat dioperasikan secara
komersial. Usaha untuk meningkatkan kemampuan pesawat udara terus dilakukan oleh
para perintis penerbangan, sehingga dalam waktu yang relatif singkat pesawat udara
telah berhasil terbang dengan kecepatan lebih dari 100 Km/jam dan dapat mengangkut 2
– 3 penumpang.
Dalam masa perang dunia I negara-negara di Eropah saling berlomba menciptakan
pesawat udara yang dipersenjatai karena dapat dijadikan alat perang yang ampuh.
Jerman adalah negara yang banyak membuat jenis pesawat tersebut. Beberapa negara
Eropah lain yang terlibat dalam peperangan juga melakukan langkah yang sama. Pada
waktu perang berakhir tersisa banyak pesawat yang bisa dipakai untuk umum yang
mendorong berdirinya penerbangan di Eropah.
Perusahan penerbangan tumbuh pesat sejalan dengan meningkatnya angkutan umum.
Tidak lama sesudah itu penerbangan berjadual juga dimulai, pertama kali di Jerman
kemudian di Perancis dan Inggris.
Operasi penerbangan berjadual diikuti dengan perluasan jaringan penerbangan di
seluruh Eropah. Hal ini terjadi sekitar tahun 1919 yang merupakan tahun pertama dari
kehidupan perusahan penerbangan di dunia.
PerusHn penerbangan yang berhasil berkembang pada waktu itu antara lain: Deutche
Aero Lloyd di Jerman, CGEA (Compagnie des Grands Aeriens) dan Air Union di
Perancis, Hilman Airwys di Inggris.
Masa antara tahun 1925 – 1935 merupakan tahap konsolidasi dan atas dorongan
pemerintah demi memudahkan pembinaannya banyak perusahan penerbangan
melakukan penggabungan.

92
Sistem Transportasi
Di Jerman Deutche Aero Lloyd bergabung dengan Junker Luftveekehr membentuk
Deutche Lufthansa. Di Inggris Hilman Airways bergabung dengan Brition Airways. Di
Perancis Air Union mengambil alih Aeronavale. Juga terjadi kerjasama antar perusahan
penerbangan di Eropah dalam satu organisasi yang disebut Europair. Di negara-negara
diluar Eropah tumbuh pula beberapa perusahan penerbangan yang baru, seperti: di
Jepang, Australia, Argentina dan Brazilia.
Disini tidak terjadi persaingan yang tajam antara perusahan penerbangan yang ada,
walaupun jumlahnya cukup banyak yang antara lain disebabkan letak dari negara-
negara tersebut tidak saling berdekatan.
Di Indonesia juga berdiri perusahan penerbangan yang dinamakan KNILM
(Konninkelijke Nederland Indische Luchvaart Maatsdrappij) pada tahun 1928.
Di Amerika Serikat perusahan penerbangan baru didirikan pada tahun 1930, walaupun
sebagaimana dijelaskan diatas, pesawat udara telah berhasil diterbangkan di negara itu
oleh Wright bersaudara pada tahun 1903. Negara ini tidak banyak terlibat dalam
Perang Dunia I sehingga kurang terdorong untuk mengembangkan pesawat udara
sebagaiman yang terjadi di Eropah.
Dalam tahun 1930-an perhatian masyarakat lebih banyak diberikan pada pembangunan
kereta api yang sedang tumbuh pesat sebagai alat angkutan yang mampu
menghubungkan pantai barat dan timur benua ini.
Sesudah Perang Dunia II dunia penerbangan mengalami kemunduran karena banyak
pesawat udara musnah dalam peperangan, banyak yang harus mulai usahanya dari awal.
Masa setelah Perang Dunia II ditandai tumbuhnya perusahan penerbangan negara-
negara berkembang.
Mendirikan perusahan penerbangan bukan hanya didasarkan pertimbangan komersial
tetapi juga merupakan suatu kebanggan nasional, sehingga hampir semua negara
memiliki satu atau lebih perusahan penerbangan, seperti: Middle East Airline (1946),
Iraqi Airways (1945), Iranair (1944), Saudi Arabian Airline (1946), Thai Airways
(1947), Air Ceylon (1947), Korean National Airline (1947), Garuda Indonesia Airways
(1949) dan banyak lagi perusahan-perusahan penerbangan lainnya.
Perkembangan perusahan penerbangan sangat pesat setelah pesawat udara bermesin jet
dioperasikan dalam penerbangan komersial pada tahun 1960-an.

Pesawat Udara

Telah bayak jenis pesawat udara yang digunakan dalam penerbangan komersial.
Pada tahun 1931 beroperasi pesawat uadara berkapasitas angkut sekitar 15–18
penumpang, seperti pesawat Fokker dan Fort Trimotor.
Antara tahun 1934–1937 digunakan pesawat berukuran lebih besar seperti DC-2 dan
DC-3 dengan kapasitas sekitar 20-30 penumpang. Pesawat udara ini banyak dipakai
dalam masa Perang Dunia II. Dalam tahun 1940-1950 pesawat DC-4, bermesin empat

93
Sistem Transportasi
dengan kapasitas 60 penumpang diperkenalkan, kemudian disusul dengan pesawat
Convair 240-340.
Antara tahun 1950-1955 pesawat udara DC-6, DC-7, Super Constalation dan Convair
440 dioperasikan dalam penerbangan komersial, disusul oleh pesawat bermesin
Turboprop, seperti Vicker Viscount dan pesawat-pesawat Turbo Jet, seperti de
Havilland, Comet 4 dan lain-lain.
Dalam tahun 1958-1970’an beroperasi pula pesawat bermesin jet berkapasitas sekitar
120 penumpang, seperti Boeing 707 dan DC-8 serta pesawat berbadan lebar (wide body
aircraft), seperti: Lock-heed 1-1011 Tri Star, Mc Donnel Douglas DC-10, Airbus A-
300b, Boeing 747, Yak-42 dan IL-76.
Kapasitas pesawat udara berkembang cepat dalam waktu 40 tahun terakhir. Jika
kapasitas itu dihitung berdasarkan jumlah penumpang yang diangkut dan kecepatan
penerbangan, dengan memakai pesawat Douglas DC-3 sebagai dasar pembanding maka
kapasitas pesawat udara meningkat seperti pada angka-angka sebagai berikut.

Indeks Kapasitas Pesawat Udara Menurut Jenisnya


No. Jenis Pesawat Udara
DC-3 Lockheed DC-7 B-707 B-747
Electra
1 Jumlah Penumpang (Seat) 28 80 100 140 470
2 Kecepatan per jam (mile) 150 300 350 600 650
3 Seat-mile (per jam) 4.200 25.000 35.000 84.000 305.000
4 Indeks kapasitas 100 595 833 1.930 7.274

Dari angka-angka dalam tabel diatas dapat dilihat peningkatan kapasitas tersebut.
Dibandingkan pesawat DC-3 kapasitas pesawat Lockheed Electra, DC-7, B-707 dan B-
747 meningkat menjadi 595%, 833%, 1930% dan 7.274%. peningkatan kapasitas
tersebut disebabkan :
1) Berambahnya daya angkut, dari 28 penumpang untuk pesawat DC-3 menjadi
400 penumpang untuk pesawat Boeing-747;
2) Meningkatnya kecepatan pesawat dari rata-rata 150 mile/jam (DC-3) menjadi
lebih dari 650 mile/jam (Boeing-747).
Daya angkut pesawat udara meningkat lebih dari 14 kali sedangkan kecepatannya hanya
hanya bertambah lebih 4 kali. Peningkatan kapasitas pesawat udara ternyata lebih
dipengaruhi oleh penambahan daya angkutnya dari pada peningkatan kecepatan,
walaupun factor kecepatan merupakan cirri yang menonjol dari pesawat udara.

Sifat Jasa Angkutan Udara

94
Sistem Transportasi
Jenis penerbangan menunjukkan kelebihan dari jasa angkutan lainnya dalam
kecepatan dan fleksibilitas penggunaannya. Pesawat udara dapat mengatasi hambatan
alam, kecuali cuaca, dan bisa menjangkau lokasi yang tidak dapat ditembus oleh
kendaraan bermotor atau kereta api.
Tetapi daya angkut pesawat udara relatif lebih kecil. Pesawat udara hanya dipakai untuk
angkutan penumpang dan angkutan barang-barang yang tinggi nilainya. Pengangkutan
barang dengan pesawat udara biasanya didasarkan atas perbandingan niali dari berat
(V/W – Value to Weight ratio).
Hanya barang dengan V/W ratio yang tinggi layak dikirim melalui udara. Hasil
perhitungan yang dilakukan di Amerika Serikat menunjukkan V/W ratio tersebut berada
antara ): 0.75 – 0.50 dollar per pound barang. Jika V/W ratio berada dibawah angka
tersebut pengirimannya dengan pesawat udara akan mahal, sehingga lebih baik
menggunakan truk, kereta api atau jenis angkutan lain.

Sistem Bandar Udara

Rancangan sebuah bandar udara melalui suatu proses yang rumit dan saling
terkait satu dengan lainnya. Bandar udara melingkupi kegiatan yang sangat luas,
mempunyai kebutuhan yang berbeda bahkan kadang-kadang saling bertentangan
(misalnya hubungan antara land side dengan air side), dimana pertimbangannya lebih
pada pendekatan keamanan dari pada pendekatan pelayanan dapat dilihat dari jumlah
pintu yang menghubungkan kedua sistem tersebut sangat dibatasi.
Sistem lapangan terbang secara garis besar dibagi menjadi dua:
 Sistem aktifitas darat (Land side)
 Sistem aktifitas udara (Air side)
Keduanya dibatasi oleh bangunan terminal (terminal building).
Dalam sistem bandara sifat-sifat kendaraan darat dan kendaraan udara mempunyai
pengaruh yang kuat terhadap hasil rancangan. Penumpang dan pengirim barang lebih
mengutamakan waktu yang diperlukan mulai dari rumah sampai ke bandara dan tidak
terlalu memperhitungkan lamanya waktu perjalanan darat maupun udara. Dengan
demikian jalan masuk (akses) menuju bandara harus mendapat perhatian yang sungguh-
sungguh dalam perancangannya.

Standar Perencanaan Bandar Udara

International Civil Aviation Organisation (ICAO) dan Federal Aviation


Administration (FAA), telah membuat persyaratan-persyaratan bagi sebuah Bandar udara
baru dengan tujuan agar terdapat keseragaman kreteria perencanaan sehingga bisa
dipakai oleh perencana untuk pedoman.
Kreteria yang dibuat antara lain mengenai lebar landasan, helling dan lebar area
pendaratan harus memenuhi kebutuhan lebar sayap pesawat yang ukurannya

95
Sistem Transportasi
bermacam-macam, juga harus memenuhi kebutuhan berbagai teknik pilot mengudara
serta kondisi cuaca.
Indonesia sebagai anggota ICAO, ikut didalam konvensi-konvensinya dalam upaya
untuk mendapatkan keseragaman pada dunia penerbangan internasional. Seperti
diketahui bahwa angkutan udara tidak mengenal batas-batas fisik suatu negara, sehingga
sangat perlu bagi pilot mendapatkan keseragaman lapangan terbang dari berbagai
negara.
Hasil konvensi tersebut dituangkan dalam Annex-Annex untuk fisik lapangan terbang
seperti contoh: Annex 14 ICAO (Annex 14 edisi Maret 1983, sebagai publikasi hasil
convensi 22 November 1982 dan Maret 1983), yang dapat mengalami perubahan
berdasarkan sidang-sidang tahunan ICAO.

Klasifikasi Bandar Udara

Untuk menetapkan standar perencanaan geometris bagi berbagai ukuran


lapangan terbang dan fungsi pelayanannya telah dibuat klasifikasi lapangan terbang,
yang mana ICAO membuat dalam kode huruf dan kode nomor sedangkan FAA
membaginya kedalam grup pesawat.

a. Klasifikasi Menurut ICAO


Kode Elemen 1 Kode Elemen 2
Kode Aerodrome Reference Field Length - Kode Lebar Sayap Jarak terluar Roda
Angka ARFL Huruf Pendaratan
1 Kurang dari 800 meter A < 4,50 meter < 4,50 meter
2 800 meter – 1200 meter B 15 m – 24 m 4,5 m – 6 m
3 1200 meter – 1800 meter C 24 m – 36 m 6m–9m
4 > 1800 meter E 52 m – 60 m 9 m – 14 m

b. Klasifikasi Menurut FAA

96
Sistem Transportasi
Dalam perencanaan geometris bandara FAA diklasifikasikan menjadi dua,
yaitu:
 Pengangkutan udara (Air Carrier);
 Pesawat-pesawat Umum (General Aviation).

Classification
Air Carrier

General utility Basic Utility Stage I Melayani 75% pesawat propeller


Aviation <12.500 lbs.
Basic Utility Stage II
Melayani 95% pesawat propeller <12.500
General Utility lbs.

Basic Transport Melayani pesawat dengan berat kotor


sekitar 175.000 lbs.
General
Transport

Ukuran pesawat dan hubungannya dengan taxyway pesawat dibagi dalam empat kelas,
yaitu:

Group Tipe Pesawat


I 727-100, 737-100, 737-200, DC 9-10, DC 9-30, DC 9-40, BAC 111
II DC 8, 707, 720, 727-200, DC 10, L 1011
III B. 747
IV Lebih besar dari grup III, pesawat masa depan

Sistem Pelayanan Angkutan Udara

Berdasarkan ‘Transport Sector Strategy Study For Indonesia (2000)’, sistem


pelayanan angkutan udara diklasifikasikan sebagai berikut:
 Jalur Penerbangan dan Pelayanan (Air Routes and Service)
o Primer
 Frekuensi pelayanan 6 penerbangan/hari satu arah;
 Faktor beban minimum 65% pada setiap sektor;
 Jenis pesawat B-737;
 Batas minimum penumpang 364.000/tahun
o Sekunder
 Frekuensi pelayanan 2 – 3 penerbangan/hari satu arah;
 Jenis pesawat F-28;
 Batas minimum penumpang 114.000/tahun.

o Tersier
 Kapasitas pesawat dengan 50 tempat duduk;

97
Sistem Transportasi
 Batas minimum penumpang 50.000/tahun.

 Bandara (Airport)
o Primer : National Airport – Class 1
o Primer : National Airport – Class 2
o Sekunder: Regional Airport – Class 1
o Sekunder: Regional Airport – Class 2

Pola Jaringan Transportasi Udara

Pola jaringan transportasi udara disusun berdasarkan konsep penyediaan jasa


transportasi yang efektip dan efisien dengan memperhatikan faktor-faktor sebagai
berikut (Sistranas, 1997):
 Proyeksi penumpang datang/berangkat pada simpul simpul jaringan transportasi
udara;
 Proyeksi asal tujuan pergerakan barang dan penumpang antar simpul transportasi
udara;
 Hirarki simpul dan jaringan transportasi udara berdasarkan fungsinya ditetapkan
dengan memperhitungkan variable-variabel sebagai berikut:
o Jumlah pergerakan penumpang di bandara yang memberikan gambaran
tingkat kapasitas yang dapat diberikan oleh bandara tersebut;
o Jumlah penumpang transit yang memberikan gambaran fungsi bandara
sebagai pendistribusi (collector) dan pengumpul (feeder);
o Jumlah rute penerbangan yang merupakan cakupan pelayanan
(hinterland) yang memberikan gambaran tingkat pelayanan (akseibilitas)
yang dapat diberikan oleh bandara tersebut;
o Frekuensi penerbangan, jenis/tipe pesawat yang beroperasi, yang
memberikan gambaran kemampuan dan besarnya kegiatan lalu lintas
angkutan udara di bandara;
o Fungsional kota yang memberikan gambaran fungsional kota dalam
ruang nasional, meliputi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat Kegiatan
Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

Sistem Pelayanan Angkutan Udara di Kawasan Timur Indonesia

98
Sistem Transportasi
Kawasan Timur Indonesia dikenal sebagai daerah dengan sebaran permintaan
(demand) jasa transportasi udara sangat rendah. Pola jaringan transportasi udara yang
efisien dan sesuai untuk kawasan tersebut adalah ‘hub and spoke’ yang akan
membentuk ‘trunk and feeder route’. Melihat load factor dan utility yang masih sangat
rendah perlu dipertimbangkan untuk membuat ‘sub hub’, dimana dengan pola ini
penumpang akan lebih banyak melakukan transfer. Disisi lain load factor akan
meningkat terutama pada sub koridor utama (sub trunk route) dan utility pada sarana
transportasi juga meningkat yang pada ujungnya berakibat membaiknya aspek finansial
pengoperasian sarana.

3.9 Transportasi Jalan Raya

99
Sistem Transportasi
Pengertian Jaringan Jalan
Difinisi : jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala
bagian jalan termasuk infrastruktur yang diperuntukkan bagi lalu lintas kendaraan, orang dan hewan.
Pengertian jalan dengan demikian tidak terbatas pada jalan konvensional (pada permukaan tanah),
tetapi termasuk juga jalan yang melintasi sungai besar/danau/laut (penyeberangan), dibawah
permukaan tanah dan air (terowongan/tunnel) dan diatas permukaan tanah (jalan layang).

Pendahuluan

Pada abad ke-5 SM di Mesir telah ada jalan yang dipakai untuk mengangkut
bahan-bahan keperluan pembangunan pyramid. Di Eropah juga ada jalan batu kuning
(amber) menghubungkan laut Baltik melalui pegunungan Alpen ke Italia. Jalan sutera
yang yang sangat terkenal terbentang dari daratan Cina sampai ke Timur Tengah pada
jamannya banyak dilalui oleh para pedagang kain sutera. Jalan timah di daerah
pertambangan di Inggris menghubungkan kota Cornwall dan Colchester di Laut Utara.
Jalan sepanjang ribuan kilometer mulai dari Gardis di Spanyol sampai ke Shanghai di
daratan Cina melalui kota-kota Cordoba, Valencia, Genoa dan Taheran merupakan jalur
utama pedagangan antar negara. Di daratan Cina pada tahun 2000 SM pernah ada
jaringan jalan penghubung antara daerah-daerah di negeri itu sepanjang 2.000 kilometer.
Jalan yang menghubungkan Peru dan Chili melalui pegunungan Andes sering dilalui
pejalan kaki bangsa Inca. Kerajaan Romawi membangun jaringan jalan yang dikenal
dengan nama ‘The Appianway’ sepanjang lebih kurang 100.000 kilometer. Setelah itu
sampai abad ke-16 hampir tak ada jaringan jalan yang dibangun di dunia.
Pada abad ke-17 di Perancis diprakarsai pembangunan jalan yang bermutu baik oleh
para perintis pembangunan jalan seperti Due de Sully, Colbert, Tresaquet dan Telford.
Di Inggris John Lord Mac Adam menemukan cara pembangunan jalan yang sekarang
dikenal sebagai jalan macadam, yang biaya pembangunannya rendah dan
pelaksanaannya sederhana. Pembangunan jaringan jalan di dunia mulai meluas pada
abad ke-18, dimulai di Perancis pada masa pemerintahan Napoleon. Jalan-jalan
dibangun di kota Paris yang keadaannya baik dan cukup lebar dan sampai sekarang
masih berfungsi. Di Amerika Serikat pembangunan jaringan jalan dimulai pada akhir
tahun 1890, di daerah pantai timur New Jersey, Massachusetts dan New York.
Pembangunan jalan di negara ini terus berlanjut sehingga telah mencapai panjang lebih
dari 6.000.000 kilometer. Pada tahun 1920 di Italia dibangun autotstade untuk lalu lintas
cepat antara kota-kota besar di negeri itu. Menjelang Perang Dunia ke-2 di Jerman
dibangun juga jaringan jalan yang berstandar tinggi yang disebut ‘autobahn’ yang
semula diarahkan untuk keperluan militer. Jaringan jalan ini yang merupakan awal dari
sistem jalan bebas hambatan (free express way) yang banyak dibangu di kota-kota besar
yang lalu lintasnya sudah sangat padat.
Pembangunan jaringan jalan semakin meluas setelah kendaraan bermotor digunakan.
Kendaraan bermotor merupakan sarana dan jalan raya adalah prasarana dari sistem
transportasi.

100
Sistem Transportasi
Pembangunan Jaringan Jalan di Indonesia

Jaringan jalan yang pertama dibangun di Indonesia adalah pada masa kerajaan
Mataram oleh Sultan Agung. Dalam tahun 1811 Gubernur Jenderal Daendels juga
merintis pembangunan jalan Anyer – Banyuwangi yang merupakan jaringan jalan
terpanjang yang pernah dibangun pada waktu itu. Pemerintah kolonial Belanda
melaksanakan pembangunan jalan di Indonesia pada waktu itu berdasarkan suatu
rencana induk jalan yang mencakup rencana pembangunan berbagai jaringan jalan,
antara lain: jalan lintas selatan dari Jakarta ke Surabaya melalui kota-kota diselatan
Pulau Jawa. Jalan lintas timur dari Surabaya ke Banyuwangi melalui kota-kota
Probolinggo, Klakah, dan Jember serta jalan penghubung seperti: Kerawang –
Padalarang, Cirebon – Bandung, Wangon – Cilacap, Semarang – Solo dan Cepu –
Ngawi. Pembangunan jalan semula ditujukan untuk kepentingan pemerintahan, tetapi
manfaatnya lebih banyak dirasakan dibidang perekonomian.
Di luar Pulau Jawa pembangunan jaringan jalan masih sangat terbatas, pada sekitar
tahun 1941 beberapa jaringan jalan dibuka untuk kepentingan pemerintahan antara
lain: Banda Aceh – Bireun – Medan – Balige – Tarutung – Bukittinggi – Muara Tebo –
Jambi. Juga dibangun jalan Bireun – Takengon; Blangkejeran – Kotacane – Kabanjahe;
Bukittinggi – Padang; Bengkulu – Curup – Muara Enim dan Palembang – Telukbetung.
Pada tahun 1940 mulai dibuka beberapa ruas jalan di Kalimantan, seperti Pontianak –
Singkawang – Sambas; Banjarmasin – Martapura – Kandanga; Kandangan –
Balikpapan – Samarinda; Kandangan – Muaratewe ke utara.
Di Sulawesi dibangun jalan antara Ujung Pandang – Watampone – Pare-Pare dan
Manado keselatan, yang dibuka menjelang Perang Dunia ke-2 yang keadaannya pada
waktu itu belum sempurna. Karena kurangnya pemeliharaan beberapa dari jaringan
jalan tersebut pada akhirnya tertutup lagi.

Perkembangan Jalan Tol

Jalan tol berkualitas tinggi dan berjalur ganda (high standard multy lane
highway) pertama kali dibangun di Amerika Serikat pada tahun 1940-an untuk
menampung lalu lintas kendaraan bermotor yang terus meningkat. Untuk mengatasi
biaya pembangunan yang terbatas maka diperkenalkan pungutan/tol (tax on location)
yang ternyata berhasil menarik pendapatan yang cukup besar dan dalam waktu yang
tidak terlalu lama.
Di Eropa dan beberapa negara yang sedang berkembang pembangunan jalan tol justru
baru dimulai sesudah tahun 1950-an. Perkembangan pembangunan jalan tol di negara-
negara tersebut cukup baik.
Di Jepang jalan tol dibangun untuk melayani lalu lintas kendaraan bermotor pada
lintasan yang cepat yang sudah padat. Pada tahun 1954 dibangun jalan berstandar tinggi
berjalur ganda antara Tokyo – Osaka – Kobe sepanjang 436 kilometer. Jalan tol ini
dikelola oleh The Japan Highway Public Corporation.

101
Sistem Transportasi
Di Perancis jalan tol yang berstandar tinggi dibangun oleh suatu gabungan perusahan
negara dan perusahan swasta. Perusahan ini melakukan perencanaan, konstruksi,
pengelolaan dan pemeliharaan jaringan jalan tol.
Di Spanyol pembangunan jaringan jalan tol semula ditujukan untuk mengatasi lalu
lintas yang cukup padat antara Barcelona ke perbatasan Perancis. Karena anggaran
pemerintah terbatas, maka didirikan perusahan yang bernama Autopista del
Meditervano, yang ditunjuk untuk membangun jaringan jalan tol tersebut.
Di Italia pembangunan dan pengelolaan jalan tol dilakukan oleh Perusahan Negara,
Perusahan Swasta dan gabungan Perusahan Negara dan Perusahan Swasta. Satu
perusahan (Autostrade) diberikan wewenang untuk mengelola bagian terbesar dari
jaringan jalan tol di negeri ini. Perusahan ini adalah afiliasi dari Badan Pembangunan
Nasional. Perkembangan jalan tol di negara ini sangat pesat dalam tahun 1960-an, dan
panjang jalan tol sudah mencapai 7,70% dari seluruh panjang jaringan jalan nasional.
Di Meksiko jaringan jalan tol yang pertama dibangun antara kota Meksiko – Cuevanasa,
sepanjang 76 kilometer. Jaringan jalan tol di negara ini terus meluas, sehingga pada
tahun 1969 panjang seluruh jaringan jalan tol telah mencapai sekitar 1.000 kilometer.
Di Venezuela jaringan jalan tol yang pertama dibangun adalah antara Caracas – La
Guaria yang dibangun pada tahun 1950-an. Kemudian dibangun pula jaringan jalan tol
yang kedua antara Caracas – Valeucia – Puerto Cabello.
Pengelolaan jalan tol di Filipina dilakukan oleh The Construction and Development
Corporation of the Philipines (CDCP). Perusahan ini didrikan pada tahun 1966, yang
merupakan konsorsium Kontraktor-Kontraktor Swasta. CDCP diberikan hak
merencanakan, membangun dan mengusahakan jalan tol dibawah pengawasan suatu
badan pemerintah yang dinamakan ‘Toll Regulatory Board’. Jalan tol yang pertama
dibangun pada tahun 1967 adalah The North Luzon Expressway’ sepanjang 15
kilometer, dilanjutkan dengan pembangunan jalan tol ‘The North Luzon Expressway
Extention’ sepanjang 30 kilometer.
Di Indonesia sistem jalan tol dimulai dengan dibukanya jalan tol Jakarta – Bogor –
Ciawi (Jagorawi) pada tahun 1976. jalan tol ini merupakan jalan tol bermutu tinggi
berjalur ganda. Pengelolaan jalan tol dilakukan oleh PT. (Persero) Jasa Marga. Badan
Usaha Milik Negara ini membiayai pembangunan jalan tol menggunakan dana yang
bersumber dari Anggaran Negara, pinjaman Bank, Dana Masyarakat melalui penjualan
Obligasi disamping dana yang berasal dari Perusahan tersebut.
Jaringan Jalan Tol yang sudah dibangun di Indonesia adalah, antara lain:
 Jaringan Jalan Tol Jakarta dan sekitarnya, yang terdiri dari: Jalan Tol dalam kota
Jakarta (Jakarta Intra Urban Highway) sepanjang 38,50 kilometer dan Jalan Tol
Regional Jagorawi sepanjang 53 kilometer, Jalan Tol Jakarta – Tangerang sepanjang
27 kilometer, Jalan Tol Jakarta – Cikampek sepanjang 72 kilometer;
 Jalan Tol Belawan – Medan – Tanjung Morawa sepanjang 34,60 kilometer yang
menghubungkan pelabuhan Belawan dengan bagian timur dan selatan kota Medan
sampai Tanjung Morawa;
 Jalan Tol Surabaya – Gempol/ Malang sepanjang 39 kilometer yang merupakan
jalan baru, menghubungkan pelabuhan Tanjung Perak – Gempol;

102
Sistem Transportasi
 Jalan Tol Padalarang – Cileunyi sepanjang 33 kilometer yang menghubungkan
Padalarang bagian selatan, Cimahi bagian selatan, Bandung dan Cileunyi.

Untuk mengatasi kepadatan lalu lintas terutama di kota-kota besar di Indonesia telah
direncanakan pula pembangunan jalan tol yang lain.

Konsep Umum Penyelenggaraan Jalan Tol

103
Sistem Transportasi
Pemerintah Membangun Jaringan Jalan Disebut jalan ‘Tol’
utamanya adalah dalam arti
sistem pendanaan

Jalan yang terselenggara


Jalan Non Tol Jalan Tol

Dilaksanakan/dijembatani oleh
Investor & perbankan

APBN Dana Pemakai Jalan Tol Dana yang tersedia

Tol
Pajak Umum

Sumber Dana
Masyarakat

Masalah Pembiayaan Jalan Umum

Pembangunan dan pemeliharaan jaringan jalan memerlukan dana yang sangat


besar. jalan-jalan baru harus terus dibangun dan jalan-jalan yang sudah ada mesti
dipelihara dengan baik. Jalan merupakan ‘public goods’ yang pemanfaatannya terikat di
lokasi jalan dan investasi pembangunannya berkaitan erat dengan mutu dan kapasitas
jalan tersebut. Dana pembiayaan jalan dapat diperoleh dari sumber-sumber sebagai
berikut:
 Pajak, sebagai sumber pembiayaan yang berasal dari Anggaran Negara. Jalan
juga menjadi salah satu sumber pendapatan negara yang diperoleh dari pajak
kendaraan dan pajak bahan bakar, bea masuk kendaraan bermotor dan
peralatannya yang diimport dari luar negeri. Di negara yang sedang berkembang
penerimaan yang berasal dari jalan dan kendaraan bermotor merupakan sumber
pendapatan yang besar yang kadang-kadang juga digunakan untuk menutupi
kekurangan pengeluaran dibidang lain. Untuk terbinanya jaringan jalan secara
sempurna, perlu ada keseimbangan antara penerimaan dan pengeluaran bagi
pembiayaan jalan tersebut;
 Penjualan Obligasi, jika penerimaan yang berasal dari pajak tidak cukup yang
dapat berbentuk Obligasi Pemerintah atau Obligasi Badan Pengelola Jalan;
 Road Trust Fund, adalah dana khusus jalan yang dibentuk berdasarkan atas
anggapan bahwa jalan bisa memperoleh sendiri dana bagi pembiayaannya;

104
Sistem Transportasi
 Pungutan/tol, didasarkan pada perhitungan bahwa jalan dapat diusahakan secara
komersial. Pembangunan dan pemeliharaan jalan dibiayai dari pungutan tol dan
sumber lain yang berasal dari masyarakat sebagai pinjaman yang ditanamkan
pada perusahan yang mengelola jalan. Perusahan dapat mengeluarkan sertifikat
pinjaman untuk menarik dana dari masyarakat.

Sumber dan Jalur Pembiayaan Jalan di Indonesia

Penerimaan
Penjualan Negara
Obligasi dan Penerimaan Penerimaan Dana Sektor
Penerimaan Tol Propinsi Kabupaten Lain
Pinjaman Luar
Negeri

APBN APBD Propinsi APBD Kabupaten

Inpres Jalan

Inpres Inpres
Propinsi Kabupaten

Jalan Tol Jalan Arteri Jalan Kolektor Jalan Lokal

Metode Pembebanan Biaya Jalan

Pembiayaan jalan dibebankan kepada semua pemakai jalan melalui pajak


pemakai jalan, pajak kendaraan, pungutan tol dan lain-lain sedemikian rupa sehingga
pembiayaan jalan dapat ditutupi.
Keserasian antara jumlah pembiayaan jalan dan besarnya pungutan yang dikenakan
kepada pemakai jalan menunjukkan bahwa penggunaan jalan sudah optimal. Ada

105
Sistem Transportasi
pendekatan yang bisa diikuti dalam menetapkan besarnya pembebanan biaya jalan
kepada pemakai jalan adalah sebagai berikut:
 Pendekatan Manfaat (the benefit received approach), pemakai jalan dikenakan
pungutan yang sebanding dengan manfaat yang diterima yang sama dengan
biaya pemeliharaan jalan per kendaraan kilometer (the variable cost of highway
per vehicle-kilometer) dan biaya kemacetan (the congestion cost per vehicles-
kilometer). Kalau biaya rata-rata (AC) jalan raya bertambah kecil dengan
meningkatkan jasa jalan raya, pendekatan ini sejalan dengan kebijaksanaan
untuk merangsang pertumbuhan ekonomi. Hal ini akan dijelaskan dalam grafik
sebagai berikut:
Pungutan pemakai jalan

P1

MC
P2 AC

D1

O Q1 Jasa jalan raya Q2

Kalau pungutan tersebut ditetapkan di titik P2, pemakai jalan membayar sama
dengan biaya marginal (MC) jalan tersebut, sehingga jumlah penerimaan belum
menutupi semua biaya yang dikeluarkan sebab MC>AC. Selisih itu ditutupi
dengan melakukan kebijaksanaan diskriminasi pungutan, sebagai berikut:
Pemakai yang menggunakan jasa 0 – Q1 dikenakan pungutan sebesar 0 – P1;
yang memakai Q1 – Q2 dikenakan pungutan sebesar P1 – P2. Atau dapat pula
untuk pemakai jalan yang berada diantara 0 – Q1 dikenakan pungutan 0 – P2,
sehingga akan diperoleh penerimaan yang sebanding dengan biaya pemeliharaan
jalan raya.
 Pendekatan Biaya (cost of service approach), besarnya pungutan yang harus
dibayar pemakai jalan disesuaikan dengan biaya yang ditimbulkan . karena itu
pungutan untuk kendaraan sedan akan akan lebih kecil dari pungutan yang
dikenakan atas kendaraan truk dan bus karena kedua jenis kendaraan yang
disebutkan terakhir menimbulkan kerusakan yang lebih besar yang
menyebabkan biaya pemeliharaan jalan raya lebih tinggi.

106
Sistem Transportasi
Pendekatan manfaat dapat dipakai untuk merangsang pertumbuhan ekonomi.
Kendaraan komersial yang penting peranannya dalam melancarkan arus barang dan
penumpang memperoleh keringanan, sebaliknya kendaraan sedan mewah yang
pemiliknya mampu membayar dikenakan pungutan lebih tinggi.
Pendekatan berdasarkan biaya kurang memperhatikan daya beli dan kemampuan
masyarakat, sehingga tidak dapat dipakai sebagai alat kebijaksanaan untuk
merangsang pertumbuhan golongan ekonomi lemah.

Jenis Pungutan Pemakai Jalan

Seperti telah diuraikan diatas pungutan yang dikenakan kepada pemakai jalan
di Indonesia tidak dikaitkan secara langsung dengan biaya yang ditimbulkan pada
jalan. Terdapat beberapa jenis pungutan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi
dan Pemerintah Kabupaten, yang pada dasarnya dibedakan atas:
 Pungutan pajak atas pemilikan kendaraan bermotor, yang terdiri dari pajak yang
dikenakan pada waktu pembelian kendaraan yang dilakukan oleh Pemerintah
Pusat (bea masuk, PPN/pajak pertambahan nilai, PPNBm/pajak pertambahan
nilai barang mewah dan PPh/pajak penghasilan) dan yang dipungut oleh
Pemerintah Propinsi (berupa BBNKB/bea balik nama kendaraan bermotor).
Selain itu atas dasar pemilikan kendaraan bermotor, Pemerintah Kabupaten juga
mengenakan PKB/pajak kendaraan bermotor yang dipungut setiap tahun.
 Pajak yang dikenakan karena pemakaian kendaraan bermotor yang dipungut
oleh Pemerintah Pusat (bea masuk dan PPN atas suku cadang, PPh dan tol serta
pungutan yang dikenakan untuk pengambilan/perpanjangan SIM, STNK dan
pungutan lainnya), dan yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi (pungutan ijin
trayek, pungutan di jembatan timbang) serta oleh Pemerintah Kabupaten
(pungutan di terminal dan uang parkir).
Biaya pemakai jalan itu lebih banyak dikaitkan dengan pemilikan kendaraan
bermotor dan hanya sedikit yang dihubungkan langsung dengan pemakai jalan,
seperti pembayaran tol, sehingga tidak tampak hubungan langsung antara
pembiayaan dan penyediaan dana untuk jalan.
Pengeluaran untuk jalan jauh melebihi penerimaan yang diperoleh dari pungutan
pemakai jalan setiap tahun, dimana selisihnya merupakan subsidi dari
Pemerintah. Karena itu perlu dilakukan peninjauan kembali besarnya biaya
pemakaian jalan tersebut dan langkah-langkah ke arah penyederhanaan jenis
biaya.

Pertumbuhan Kendaraan Bermotor

Kendaraan bermotor berkembang pesat sesudah tahun 1940, karena kemajuan


teknologi mesin motor dan dibangunnya sistem jaringan jalan.

107
Sistem Transportasi
Mesin motor pertama yang menggunakan bahan bakar minyak diciptakan oleh Jean
Lenoir pada tahun 1760, yang kemudian disempurnakan oleh Otto Schmidt dan Le
Rochas. Penemuan mesin dengan bahan bakar minyak oleh Markus pada tahun 1865
sangat mendorong perkembangan kendaraan bermotor yang memakai bahan bakar
bensin. Mesin diesel yang kemudian diciptakan bisa juga dipakai pada kendaraan
bermotor sehingga pengoperasiannya lebih ekonomis.
Pabrik pembuat kendaraan bermotor pertama dibangun di Perancis pada tahun 1880,
kemudian juga di Jerman dan Inggris. Sepuluh tahun kemudian baru didirikan pabrik
yang sama di Amerika Serikat oleh Henry Ford dan Kings di Detroit dan Olds di
Lansing.
Walaupun negara ini lebih lambat memasuki industri kendaraan bermotor, tetapi
perkembangan produksi kendaraan bermotor di Amerika Serikat maju lebih pesat.
Jumlah penduduk yang besar, daerah yang luas dan tingkat pertumbuhan ekonomi tinggi
menunjang kenaikan produksi kendaraan bermotor di negara ini.
Pada tahun 1907 Henry Ford menciptakan ‘universal car’ (model T) dan hasil ciptaan
ini membuka pintu menuju ke standarisasi pembuatan mobil secara massal dengan
menggunakan ban berjalan.

Sistem Jaringan Jalan

Jalan sebagai salah satu prasarana perhubungan hakekatnya merupakan unsur


penting dalam usaha pengembangan kehidupan bangsa dan pembinaan kesatuan dan
persatuan bangsa untuk mencapai Tujuan Nasional, yang hendak diwujudkan melalui
serangkaian program pembangunan yang menyeluruh, terarah dan terpadu serta
berkesinambungan (sustainable development).

Jaringan jalan di Indonesia menurut Undang-Undang No. 38 Tahun 2004: Tentang Jalan
dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 34 Tahun 2006: Tentang Jalan,
diklasifikasikan berdasarkan sistem dan fungsinya seperti tabel berikut:

Sistem Klasifikasi Fungsi dan Persyaratan

108
Sistem Transportasi
Primer Arteri  Kecepatan rencana paling rendah 60 Km/jam
 Lebar badan jalan > 8,00 meter
 Kapasitas jala > volume lalu lintas rata-rata
 Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas ulang alik,
lalu lintas lokal dan kegiatan lokal
 Jalan masuk (akses) dibatasi secara efisien dan dirancang untuk tidak
menghambat kecepatan minimal serta kapasitasnya
 Persimpangan yang ada tidak mengganggu kecepatan dan kapasitas
minimal
 Jalan arteri tidak terputus walaupun memasuki kota
Kolektor  Kecepatan > 40 Km/jam
 Lebar badan jalan >7,00 meter
 Kapasitas lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata
 Jumlah jalan masuk (akses) dibatasi dan direncanakan agar kecepatan
dan kapasitas minimal tetap dapat terpenuhi
 Jalan kolektor primer tidak terputus walaupun memasuki kota
Lokal  Kecepatan rencana > 20 Km/jam
 Lebar badan jalan > 6,00 meter
 Jalan lokal primer tidak terputus walaupun memasuki desa
Sekunder Arteri  Kecepatan rencana > 30 Km/jam
 Lebar badan jala > 8,00 meter
 Kapasitas jalan lebih besar atau sama dengan volume lalu lintas rata-rata
 Lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh lalu lintas lambat
 Persimpangan tidak boleh menghambat kecepatan dan kapasitas
minimal
Kolektor  Kecepatan rencana > 20 Km/jam
 Lebar badan jalan > 7,00 meter
Lokal  Kecepatan rencana > 10 Km/jam
 Lebar badan jalan > 5,00 meter
 Untuk jalan lokal sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor harus mempunyai lebar badan jalan > 3,50 meter

Fungsi Arus

100% Jalan Tol (fungsi arus – tidak terdapat pertemuan sebidang)

Jalan Arteri

Diagram Hirarki Jalan


Jalan Kolektor

Jalan Lokal 109


Sistem Transportasi
Jalan buntu/culdesac

Fungsi Akses 100%


Konsep Dasar Hirarki Jalan

Keterangan

Arteri

Kolektor

Lokal

Freeway

Dasar Hukum Hirarki Jalan

Undang-Undang No. 38 Tahun 2004 Tentang Klasifikasi jalan


Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 berdasarkan fungsi
Tentang Klasifikasi jalan
Peraturan Pemerintah No. 34 Tahun 2006 berdasarkan kelas beban
3.10 Transportasi Kereta Api

Pengantar
Pada pertengahan abad ke-15 di daerah pertambangan batu bara di Eropah banyak digunakan
alat pengangkut bahan tambang yang bergerak diatas rel yang terbuat dari kayu, dimana merupakan
awal dari pengembangan angkutan kereta api.
Dalam masa revolusi industri dengan ditemukan mesin uap merupakan pendorong bagi pembuatan
lokomotif. Kereta uap yang bergerak diatas rel dioperasikan pertama kali di Inggris pada tahun 1803
yang dikenal sebagai tram wagon. Dua puluh tahun kemudian lokomotif diperkenalkan oleh Stevenson
yang bisa menggerakkan 30 gerbong barang dan kereta penumpang dengan kecepatan sekitar 12
mile/jam.

110
Sistem Transportasi
Pada tahun 1929 Stevenson menciptakan lokomotif yang berkapasitas lebih besar yang diberi nama
Rocket yang beroperasi antara Liverpool – Manchester. Stevenson kemudian dikenal sebagai penemu
lokomotif uap dan pendiri usaha kereta api yang pertama. Sepuluh tahun kemudian lokomotif ciptaan
Stevenson ini telah melayani jaringan kereta api sepanjang 600 kilometer. Dalam waktu tidak lama
kereta api juga memasuki Kanada dan Amerika Serikat, sebelum kedua negara tersebut membuat
lokomotif ciptannya sendiri.
Dengan kemajuan dan perkembangan teknologi, lokomotif diesel dan listrik kemudian dioperasikan
menggantikan lokomotif uap. Disamping lokomotif juga terus dikembangkan teknologi pembangunan
jembatan kereta api, terowongan, sinyal, stasiun dan gerbong barang serta kereta penumpang.

Kereta api telah berperan sebagai perintis kemajuan berbagai daerah dan juga
mendukung perkembangan industrialisasi di banyak negara. Kereta api mampu
memberikan pelayanan angkutan yang besar (massal) yang diperlukan masyarakat
untuk melayani daerah yang luas. Angkutan untuk jarak jauh dan jumlah muatan yang
besar merupakan cirri dari pelayanan kereta api.
Peranan kereta api terlihat sewaktu dibukanya jaringan kereta api Union Pasific dan
Central Pasific pada tahun 1869 yang menghubungkan pantai timur dengan pantai barat
Amerika, sehingga daerah-daerah tersebut terbuka dan berkembang pesat.
Kemudian dibuka jaringan kereta api The Northern Pasific Railroad (1.935 miles) antara
Minnesota – Washington DC dan Southern Pasific Railroad (2.614 miles)
menghubungkan NewYork dan San Fransisco. Juga jaringan Canadian Pasific Railway
yang membentang antara Montreal - Vancouver sepanjang hampir 3.000 mile berhasil
membuka daerah pantai barat Canada.
Pada tahun 1892 dibuka jaringan jalan kereta api Trans Siberia (antara Vladivostok dan
Tchelbinsk) sebagai jaringan yang terpanjang di dunia mencapai 4.651 miles. Seluruh
jaringan ini baru selesai pada tahun 1905. potensi yang besar didaerah yang dilalui
jaringan jalan kereta api yang begitu panjang dapat diekploitasi yang memberikan
kemajuan ekonomi bagi daerah tersebut.
Jaringan jalan kereta api kedua terpanjang adalah di wilayah Uni Soviet mencapai
85.000 miles. Jaringan Trans Siberia yang terkenal itu telah direkonstruksi dan
dilengkapi dengan tenaga listrik yang menarik kereta penumpang.
Di Jepang jaringan jalan kereta api menghubungkan hampir seluruh negeri tersebut dan
hampir tidak ada kota-kota penting yang tidak termasuk dalam pelayanan kereta api.
The New Tokaido Line dan Sanyo Line adalah kereta api tercepat yang menjadi
kebanggaan bangsa Jepang. Kereta api listrik yang mencapai kecepatan lebih dari 150
miles/jam yang disebut The New Tokaido Line ini menghubungkan Tokyo – Osaka
melalui jaringan jalan kereta api sepanjang 322 miles dalam waktu sekitar 3 jam. (Pada
tahun 2001/2002 telah dirancang kereta api super cepat dengan kecepatan mencapai
500 kilometer/jam yang akan dioperasikan pada sekitar tahun 2005).
The New Tokaido Line terdiri dari lokomotif dan rangkaian 12 kereta penumpang
disebut Hikari dikendalikan secara otomatis, sehingga kondektur hanya berperan
sewaktu memasuki dan keluar dari stasiun. Pusat pengendaliannya berada di stasiun
pusat di Tokyo.

111
Sistem Transportasi
The New Sanyo line merupakan jaringan jalan kereta api yang menghubungkan kota
Osaka ke kota-kota lain di Pulau Kyushu dan Honshu disebelah selatan melalui
terowongan dibawah laut (seperti terowongan Seikan yang terpanjang di dunia).
Di benua Afrika terdapat Trans – Afrika Line yang sebagian besar sudah tersambung
(kecuali sekitar 2.000 miles antara Rhodesia dan Afrika Selatan), menghubungkan
Cape Town dan kota Iskandariah di Mesir. Jaringan jalan kereta api ini bermula dari
Cape Town ke Kimberley sepanjang lebih dari 2.000 miles kemudian bergabung
dengan jaringan kereta api Kongo ke Kinshasa di pantai Atlantik.
Dari utara jaringan tersebut dimulai di kota Iskandariah melalui daerah Piramida ke El
Obeid di Sudan.
Di Australia jaringan jalan kereta api yang terpanjang menghubungkan kota Sidney di
pantai timur dan kota Perth di pantai barat yang baru selesai dibangun pada tahun 1947.
Jaringan ini adalah yang terpanjang di seluruh jaringan jalan kereta api di Australia
yang panjangnya mencapai 44.000 miles.
Jaringan jalan kereta api di wilayah Amerika Latin menembus daerah pegunungan yang
mencapai ketinggian 5.000 meter diatas permukaan laut, menghubungkan kota-kota di
pantai Pasific dan daerah di pegunungan Andes.

Angkutan Kereta Api Sebagai ‘Agent’ Pembangunan

Penemuan lokomotif oleh Stevenson pada tahun 1829, membuat Inggris menjadi
negara pertama yang mengoperasikan alat angkutan ini. Sampai tahun 1830
pertumbuhan kereta api masih dalam tahap percobaan dan diperlukan banyak
penyempurnaan dalam peralatannya sebelum alat angkutan ini dapat beroperasi secara
komersial.
Pada tahun itu juga dimulai perjalanan kereta api mengikuti jadual keberangkatan dan
kedatangan yang teratur (scheduling). Banyak yang harus dilakukan sebelum kereta api
diakui sebagai alat angkutan yang baru, menggantikan alat angkutan konvensional.
Berbagai peraturan (regulation) harus disiapkan yang menyangkut hubungan hak dan
kewajiban perusahan kereta api khususnya yang berkaitan dengan masalah-masalah
tanah dan banguna yang diperlukan untuk jalan (rel) kereta api, stasiun dan lain-lainnya.
Juga kepastian tentang keselamatan penumpang dan barang yang diangkut dengan
kereta api (safety).
Kereta api telah mendorong pertumbuhan industri, pertambangan, perdagangan dan
kegiatan ekonomi lainnya di banyak negara (regional development). Daerah-daerah
yang sebelumnya terisolir (remote area) akan cepat tumbuh dan berkembang setelah
dibukanya jaringan jalan kereta api. Kota-kota berubah menjadi pusat kegiatan ekonomi
dengan adanya angkutan kereta api dan memeberikan percepatan perubahan arah
perkembangan kota pada banyak negara.

Masalah Kereta Api di Indonesia Tahun 1980’an.

112
Sistem Transportasi
Masalah perkereta apian yang dihadapi PJKA pada waktu ini berkisar pada
besarnya defisit keuangan perusahan yang terjadi secara terus menerus dan usaha yang
perlu dilakukan bagi peningkatan mutu pelayanan kereta api yang sampai sekarang
masih rendah.
Penerimaan perusahan selalu berada dibawah biaya operasi, sehingga untuk mengatasi
hal tersebut pemerintah memberi subsidi kepada PJKA dalam berbagai bentuk seperti:
subsidi upah dan gaji, biaya pemeliharaan peralatan rel, stasiun dan tambahan modal
kerja. Disamping itu juga dibiayai pembangunan berbagai prasarana dan sarana
perkereta apian yang cukup besar jumlahnya.
Beberapa hal yang menyebabkan terjadinya defisit keuangan PJKA adalah sebagai
berikut:
 Terikatnya perusahan pada tarif yang ditetapkan oleh pemerintah, dimana tarif
yang berlaku terutama untuk angkutan barang berada dibawah biaya operasi
(LRCV – Long Run Variable Cost), sehingga penerimaan operasi tidak dapat
menutupi keperluan biayanya. Perusahan tidak bebas menyesuaikan tarif
dengan perubahan biaya operasi. Tarif penumpang pada kereta api Bima,
Mutiara dan berbagai kereta api penumpang cepat lainnya lebih tinggi dari
pada LRVC. Pada kereta api lain tarif tersebut berada dibawah LVRC, sehingga
keseluruhan penerimaan rata-rata dari kereta api masih berada dibawah biaya
operasi.
 Persaingan dari angkutan lain terutama kendaraan bermotor untuk
barang-barang yang diangkut jarak dekat. Persaingan ini menyebabkan
perusahan kereta api kehilangan muatan yang besar dan menurunnya
penerimaan perusahan. Angkutan motor menerima berbagai keringanan seperti
tidak dikenakannya pajak impor pada kendaraan komersial, subsidi harga
bahan bakar, diesel dan lain-lain yang tidak diterima oleh perusahan kereta api.
Secara keseluruhan keringanan ini lebih besar dibandingkan dengan subsidi
yang diterima oleh PJKA sehingga kendaraan bermotor mampu memberikan
jasanya secara lebih kompetitif dipasaran pengangkutan di Indonesia.
 Tenaga kerja yang berlebihan yang menghabiskan lebih 60% dari biaya
perusahan, sehingga untuk memperbaiki kinerja perusahan perlu dilakukan
rasionalisasi tenaga kerja.
 Operasi pada lintas non – komersial, yaitu lintas - lintas cabang di Jawa dan
beberapa lintas yang rugi karena muatan yang kurang ada di Sumatera Barat,
Aceh dan Madura.

3.11 Transportasi Masal

Masalah transportasi Kota

113
Sistem Transportasi
Tantangan bagi para perencana ‘transportasi kota’ khususnya di negara-negara
yang sedang berkembang antara lain: kemacetan lalu lintas dan pelayanan angkutan
umum yang kurang memadai, biasanya timbul pada kota-kota yang mempunyai
penduduk lebih dari 2.000.000 jiwa seperti kota Jakarta, Surabaya, Bandung dan
Medan.
Pada akhir tahun 2000-an diperkirakan akan diikuti oleh kota-kota lainnya, yaitu:
Semarang, Palembang, Ujung Pandang, Surakarta dan Bogor, disusul kemudian oleh
kota-kota: Malang, Jogyakarta, Bandar lampung, Banjar masin, Tegal, Padang, Cirebon,
Pontianak, Pekalongan, Balikpapan dan Manado serta beberapa ibu kota propinsi
lainnya.
Seperti di negara-negara yang sedang berkembang lainnya, kota-kota besar di Indonesia
sekarang berada dalam tahap pertumbuhan urbanisasi yang tinggi akibat dari laju
pertumbuhan ekonominya yang pesat sehingga kebutuhan penduduk untuk melakukan
pergerakan menjadi meningkat.
Peningkatan pemilikan kendaraan pribadi merupakan cerminan hasil interaksi antara
peningkatan taraf hidup dan kebutuhan mobilitas penduduk kota dimana keuntungan
pemakaian jalan yang dicapai telah digunakan untuk meningkatkan kemakmuran dan
mobilitas penduduk. Seperti contoh kota Jakarta, tercatat sekitar 84% kendaraan yang
berlalu lalang di jalan raya adalah kendaraan pribadi.
Dari jumlah ini ternyata 45% kendaraan pribadi tersebut hanya berisi 1(satu) orang saja,
sehingga penggunaan kendaraan pribadi menjadi tidak efisien. Selain itu timbul pula
masalah-masalah lainnya berupa kemacetan lalu lintas, keterlambatan, kecelakaan,
pencemaran udara dan suara.
Pada umumnya masalah transportasi kota yang dihadapi seperti tersebut diatas,
disebabkan oleh terlambatnya penyediaan fasilitas, sehingga tidak seimbang dengan
meningkatnya kebutuhan-kebutuhan akan hal-hal sebagai berikut:

 Tata Ruang Kota

Tata ruang kota yang berkaitan dengan pola tata guna lahan (land use) belum
dapat menggambarkan fungsi dari sebuah kota. Fungsi-fungsi tersebut antara lain, yaitu:
fungsi primer yang memberikan pelayanan pada wilayah pengaruhnya di luar kota dan
fungsi sekunder yang memberikan pelayanan pada kota itu sendiri, sehingga pembauran
pusat-pusat kegiatan (perdagangan, industri, perumahan, pelayanan umum, dan
sebagainya) masih sangat dominan dengan diikuti oleh dampak pada lingkungan
sepanjang prasarana transportasi.

 Prasarana Transportasi

Fungsi prasarana jalan terutama masih membaur, baik yang berfungsi arteri,
kolektor dan lokal. Hal ini dikaitkan pula dengan disain geometrik jalan serta kondisi

114
Sistem Transportasi
perkerasannya (kapasitas geometrik dan kapasitas konstruksi) jalan yang masih belum
memadai sehingga justru menambah masalah transportasi kota.

 Sarana Transportasi

Pengendara yang kurang trampil dan tidak disiplin, kondisi kendaraan yang
tidak laik pakai, hubungan volume dan kecepatan lalu lintas yang tidak memadai serta
sistem operasional angkutan umum yang belum efisien memberi pula kontribusi pada
masalah transportasi kota.

 Pengelolaan Transportasi

Hal ini menyangkut peraturan perundang-undangan, alat pengendali lalu lintas


(rambu lalu lintas, marka jalan dan lampu lalu lintas), perparkiran, fasilitas untuk
pejalan kaki yang kondisinya masih jauh dari yang diharapkan.
Dengan mengenal ke-4 kelompok masalah tersebut, dapatlah kiranya diadakan
pembenahan secara proporsional yang tidak selalu membutuhkan biaya yang besar.

Pemecahan Masalah Transportasi Kota

Pemecahan masalah transportasi kota, tidak dapat terlepas dari pengaruh


wilayah yang dilayaninya mengingat fungsi primer dan fungsi sekunder kota tersebut.
Sistem jaringan transportasi primer memberikan pelayanan kepada wilayah pengaruh
diluar kota, sedangkan sistem jaringan transportasi sekunder memberikan pelayanan
kepada kota itu sendiri.
Kedua sistem tersebut mempunyai fungsi-fungsi yang dapat diklasifikasikan dalam
fungsi arteri, kolektor dan lokal dimana fungsi tersebut menetapkan tingkat pelayanan
yang diberikan.
Sejalan dengan hal tersebut, maka prasarana dan sarana transportasi ditentukan dengan
penetapan pelayanan yang diberikan oleh perencana harus sesuai dengan kebutuhan
dengan catatan bahwa fasilitas tersebut digunakan sesuai dengan fungsinya.

Dari gambaran masalah yang diuraikan, maka secara teoritis pemecahan masalah
teransportasi kota kelihatannya sangat mudah, yaitu dengan:

 Menstrukturkan Jaringan Transportasi;


 Menggunakan Sarana dan Prasarana Transportasi sesuai dengan fungsinya.

Pemecahan secara mudah ini dimungkinkan untuk kota-kota kecil, dimana jaringan
transportasi relatif masih belum cukup banyak. Untuk kota-kota besar yang

115
Sistem Transportasi
penduduknya sudah melebihi 2.000.000 jiwa, pemecahan transportasi kota sudah
seharusnya mengikuti prosedur perencanaan umum transportasi kota yang terpadu.
Berdasarkan pengalaman, apapun pola transportasi kota yang akan diterapkan pada
kota-kota besar selalu ditemui koridor-koridor kawasan padat lalu lintas, yang
memerlukan penanganan khusus karena tuntutan terhadap angkutan sudah tinggi dan
akan selalu berkembang, kecuali ada pembatasan-pembatasan.
Pada koridor padat lalu lintas inilah pemecahan dengan transportasi masal sangat
relevan. Masalahnya adalah transportasi massal yang bagaimanakah yang bisa
mengatasi kendala-kendala yang ada di Indonesia, khususnya sumber dana yang sangat
terbatas. Untuk hal tersebut perlu dilakukan pengamatan terhadap beberapa jenis
transportasi massal dan saran pilihan teknologinya untuk Indonesia.
Transportasi sebagai salah satu kegiatan produktif manusia mempunyai demensi yang
sangat luas, karena memainkan peran sosial politik dan ekonomi yang dapat
mempengaruhi stabilitas suatu negara.
Kondisi sistem transportasi di Indonesia saat ini masih dalam persimpangan jalan atau
tahap mencari bentuk dan harus diakui suka atau tidak suka bahwa pendekatan yang
selama ini digunakan dalam penanganan masalah transportasi masih menggunakan
cara-cara konvensional. Akibatnya, penanganan masalah dilaksanakan secara parsial
dan terbatas pada bagaimana memenuhi kebutuhan transportasi sebanyak mungkin.
Penambahan jumlah moda transportasi ataupun penambahan jaringan jalan secara
terus menerus bukan jalan keluar dari masalah yang ada, melainkan menundanya untuk
sementara waktu (Dickins,1989). Penambahan jaringan jalan sangat tidak
menguntungkan bila dilihat dari sisi lingkungan dan estetika.
Sementara keterbatasan lahan yang tersedia terutama didaerah perkotaan mengakibatkan
jalan yang ada tidak mampu mengakomodasi pertumbuhan lalu lintas didalam kota.
Pengembangan suatu wilayah perkotaan pada umumnya dimulai dengan penataan pola
penggunaan lahan di wilayah bersangkutan. Pola penggunaan lahan sangat berpengaruh
terhadap tingkat aktivitas yang terjadi dan menyebabkan timbulnya kebutuhan
perjalanan (mobilitas).
Untuk dapat melaksanakan perjalanan diperlukan fasilitas (sarana dan prasarana)
transportasi yang memadai, sehingga aksesibilitas dari dan ke wilayah tersebut
meningkat.
Peningkatan aksesibilitas umumnya berpengaruh terhadap nilai lahan dan berpengaruh
pula terhadap pola penggunaan lahan. Demikian seterusnya sehingga dapat dikatakan
bahwa pengembangan suatu wilayah dan kebutuhan transportasi adalah merupakan
bagian dari suatu siklus yang tertutup dan saling mempengaruhi satu sama lainnya.
Untuk mewujudkan sistem transportasi yang optimum pemerintah sedang menuju
kearah sana, seperti yang tertuang dalam GBHN 1993/1998: pembangunan sektor
transportasi diarahkan pada terwujudnya Sistem Transportasi Nasional (Sistranas) yang
andal dan berkemampuan tinggi yang diselenggarakan secara terpadu, tertib, lancar,
aman dan efisien dalam menunjang dan menggerakkan ekonomi, tingkat kemajuan
teknologi, kebijakan tata ruang, pelestarian fungsi lingkungan hidup, kebijaksanaan

116
Sistem Transportasi
energi nasional, agar dapat memenuhi kebutuhan perdagangan nasional dan
internasional dengan memperhatikan keandalan maupun kelaikan sarana transportasi.
Optimalisasi sistem ini pada akhirnya akan mewujudkan tercapainya efisiensi biaya
transportasi, dimana sangat berarti bagi penghematan besar-besaran terhadap konsumsi
bahan bakar dan peningkatan kualitas lingkungan hidup serta penghematan waktu
untuk melakukan kegiatan produktif, sehingga kondisi ini diharapkan dapat memacu
peningkatan produktifitas nasional.
Peranan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sangat dominan dalam upaya
mewujudkan sistem transportasi nasional seperti yang diharapkan. Kekurangan SDM
pada saat permasalahan transportasi semakin rumit, menjadikan pembangunan sistem
transportasi saat ini belum mampu memerangi kemacetan lalu lintas terutama didaerah
perkotaan.
Kondisi ini menyebabkan transportasi kota yang seharusnya merupakan aset
perekonomian kota, justru sebaliknya menjadi beban kota yang bersangkutan. Sistem
transportasi yang tidak efisien melahirkan berbagai masalah yang kompleks, sehingga
tampak sebagai benang kusut.
Angkutan umum belum mampu mengakomodasi kebutuhan akan jasa transportasi
menjadikan tingkat pelayanan jauh dari kesan memadai (bellow human standard),
sementara pengguna mobil pribadi (choice rider) dengan tingkat okupansi rendah
mengakibatkan terjadi eksternalitas disekonomi terhadap keseluruhan populasi
perjalanannya.
Kondisi ini menyebabkan munculnya segolongan masyarakat kota yang tidak memiliki
akses terhadap mobil pribadi (captive rider), menjadi golongan yang tidak diuntungkan
dan seakan terabaikan oleh sistem transportasi kota.
Golongan captive sebenarnya membayar biaya lebih mahal akibat pemborosan waktu
baik yang terjadi didalam angkutan umum atau karena sistem angkutan umum yang
tidak terpadu, sehingga mereka harus membayar biaya perjalanan lebih setiap kali
melakukan perpindahan moda (transfer).
Dalam penataan sistem transportasi kota golongan captive rider harus lebih diperhatikan
karena pada suatu saat sebagian mereka akan dapat berubah menjadi choice rider,
akibatnya pertumbuhan mobil pribadi akan semakin cepat dan upaya untuk memerangi
kemacetan lalu lintas akan semakin sulit untuk dilakukan.
Kondisi yang diharapkan justru sebaliknya dimana golongan choice rider diarahkan
untuk menjadi captive rider dengan memperbaiki kinerja sistem angkutan umum atau
dengan pendekatan sistem transportasi berimbang.
Untuk dapat menyeimbangkan perkembangan transportasi kota perlu diterapkan
strategi ekonomi urban, dimana konsumsi ruang jalan menjadi komoditi ekonomi
yang semakin mahal, terutama pada jam-jam sibuk.
Kondisi semacam ini akan memaksa pemakai mobil pribadi (choice rider) membayar
biaya sebesar andilnya dalam menyebabkan kemacetan (congestion tax) pada jalan-jalan
yang dilaluinya. Dengan demikian akan tercipta situasi dimana pelaku perjalanan dapat
dengan bebas dan rasional memilih moda transportasi yang paling ekonomis.

117
Sistem Transportasi
Sistem ini diharapkan dapat menciptakan keadilan dijalan raya, disamping sebagai
keputusan politis dalam mengoptimalkan potensi masyarakat kota sebagai wujud
partisipasinya dalam pembangunan.
Dalam jangka panjang pengembangan sistem angkutan masal yang efektif dan efisien
serta terjangkau oleh semua lapisan masyarakat harus dikembangkan oleh pemerintah
untuk mengantisipasi aglomerasi kota yang menjadi kecenderungan global di Indonesia
beberapa tahun kedepan.
Permasalahan transportasi memang bukan persoalan yang dapat diselesaikan dengan
mudah dan upaya penyelesaian memerlukan biaya yang besar dan memakan waktu
lama.

BAB IV
SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL

4.1 Maksud dan Tujuan

118
Sistem Transportasi
Sistem Transportasi Nasional ((Sistranas) adalah tatanan transportasi yang
terorganisasi secara kesisteman terdiri dari transportasi jalan, transportasi kereta api,
transportasi sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut, transportasi
udara serta transportasi pipa yang terdiri dari sarana dan prasarana (hard ware), yang
saling berinteraksi dengan dukungan perangkat lunak (soft ware) dan perangkat pikir
(brain ware) membentuk suatu sistem pelayanan jasa transportasi yang efektip dan
efisien, terpadu dan harmonis berfungsi melayani perpindahan orang dan atau barang
yang terus berkembang secara dinamis.
Tujuan dari Sistem Transportasi Nasional adalah terwujudnya transportasi yang handal
dan berkemampuan tinggi dalam menunjang sekaligus menggerakkan dinamika
pembangunan, meningkatkan keselamatan, meningkatkan mobilitas manusia, barang
dan jasa, mendorong pertumbuhan ekonomi dan perdagangan, menjaga kelestarian
lingkungan hidup serta lebih memantapkan keamanan nasional dalam rangka
perwujudan Wawasan Nusantara dengan sasaran agar tercipta pelayanan transportasi
yang mempunyai mobilitas tinggi, efisien, ramah lingkungan dan aman.
Sasaran tersebut tercapai pada kondisi pelayanan transportasi yang mempunyai
aksesibilitas tinggi, terpadu, kapasitas mencukupi, handal (teratur, lancar, cepat, mudah,
tepat waktu), nyaman dan tarif terjangkau.
Pembangunan infrastruktur transportasi akan memberikan manfaat yang sangat besar
pada pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan
lingkungan yang berkelanjutan apabila dapat menyediakan pelayanan yang efektip
terhadap permintaan (demand), sehingga menghasilkan sistem transportasi yang efisien
(Bank Dunia, 1994).
Untuk merencanakan atau mengevaluasi sistem transportasi yang efektip dan efisien ada
beberapa parameter yang perlu diidentifikasi dan dipertimbangkan beserta kualitas
permasalahannya, seperti tabel dibawah ini:

Tabel. 4.1 Parameter dan Permasalahan Transportasi


Kriteria Parameter Permasalahan
Efektip Aksesibilitas Jaringan transportasi kurang terintegrasi
Kapasitas Kelebihan/kekurangan kapasitas pada rute-rute
tertentu
Kualitas Tingkat kehandalan (reliability)
Afordabilitas Kemampuan ekonomi masyarakat
Efisien Biaya publik Besar/kecilnya Subsidi
Utilisasi Tingkat Utilisasi

119
Sistem Transportasi
Efektifitas dapat diukur dengan menggunakan parameter sebagai berikut:
 Aksesibilitas : merepresentasikan kemudahan orang/barang mencapai fasilitas
transportasi;
 Kapasitas : memberikan gambaran tentang kapasitas pelayanan;
 Kualitas : mencerminkan keselamatan, kehandalan dan kecepatan
pelayanan;
 Afordabilitas : menggambarkan kemampuan orang untuk membayar
pelayanan.

Efisiensi dapat diukur dengan menggunakan parameter sebagai berikut:


 Biaya umum : menunjukkan seberapa besar selisih biaya penyediaan transportasi
dibandingkan dengan pendapatan yang diperoleh;
 Utilisasi : sejauh mana tingkat penggunaan kapasitas fasilitas transportasi
yang tersedia.

Pengembangan jaringan transportasi nasional jangka panjang (sampai tahun 2020)


diarahkan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan dengan memperhatikan
keterkaitan antara kebutuhan pelayanan transportasi baik intra maupun antar pulau yang
diwujudkan sebagai sistem jaringan sesuai dengan Rencana Tata Ruang Wilayah
Nasional (RTRWN) meliputi jaringan transportasi Jalan, transportasi rel, transportasi
sungai dan danau, transportasi penyeberangan, transportasi laut dan transportasi udara.
Pengembangan jaringan transportasi dalam Tatanan Transportasi Nasional
(TATRANAS) mengacu pada Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS) yang
merangkaikan transportasi didaratan (pulau-pulau besar dan pulau-pulau kecil).
Pengembangan jaringan transportasi dalam Tatanan Transportasi Wilayah (TATRAWIL)
mengacu pada SISTRANAS dan TATRANAS sebagai bagian dari jaringan transportasi
pulau besar dan pulau kecil. Jaringan transportasi dalam Tatanan Transportasi Lokal
(TATRALOK) dikembangkan dengan mengacu kepada SISTRANAS, TATRANAS dan
TATRAWIL.
Arah pengembangan transportasi di Indonesia didekati dari dua sisi, yaitu geografi dan
demografi.
1. Dari kondisi geografi Indonesia yang terdiri atas pulau-pulau besar dan kecil,
pengembangan transportasi diarahkan untuk penyediaan pelayanan yang disesuaikan
dengan karakteristik wilayah dalam transportasi antar moda dalam pulau dan antar
pulau. Untuk pulau besar pengembangan transportasi dalam pulau untuk angkutan antar
kota diarahkan untuk mengintegrasikan dan mengkombinasikan moda yang ada sesuai
potensi wilayah, yaitu: transportasi udara, laut, sungai dan danau, penyeberangan, jalan
dan jalan rel, misalnya untuk pergerakan orang dan barang di pulau Jawa, Sumatra,
Kalimantan, Sulawesi dan Papua.
Sedangkan untuk pulau kecil yang cenderung terbatas jaringan prasarananya karena luas
wilayah yang kecil dan tidak multy cities, pengembangan transportasi dalam pulau
diarahkan untuk mengoptimalkan integrasi dan kombinasi antar moda transportasi laut,

120
Sistem Transportasi
penyeberangan dan jalan, misalnya untuk pulau-pulau di Kepulauan Maluku dan Nusa
Tenggara (termasuk: Provinsi Bali).
2. Dari kondisi demografi, pengembangan transportasi antar moda diarahkan untuk
penyediaan pelayanan yang disesuaikan dengan kepadatan populasi yang terbagi dalam
dua kategori, yaitu untuk kawasan perkotaan (urban transport) dan kawasan perdesaan
(rural transport).

4.2 Faktor- Faktor Yang mempengaruhi Penyusunan Jaringan Transportasi


Nasional
Dalam penyusunan jaringan transportasi nasional, ada beberapa faktor yang
mempengaruhi, antara lain: tata ruang, sumber daya alam dan manusia, lingkungan
hidup, hubungan internasional, karakteristik moda, kondisi geografi, kelembagaan dan
manajemen.
Tata ruang bertalian erat dengan pemanfaatan ruang daratan, perairan dan udara.
Mengingat pentingnya penataan ruang dimaksud maka ditetapkan UU No. 24 tahun
1992 tentang: Penataan Ruang.
Mengingat aspek tata ruang akan selalu bersentuhan dengan setiap moda transportasi
dalam penyusunan jaringan transportasi nasional perlu memperhatikan strategi penataan
ruang yang dikenal dengan ‘Strategi Nasional Pengembangan Tata Ruang’.
Pembangunan nasional kita pada hakekatnya adalah pembangunan berkelanjutan dan
berwawasan lingkungan (sustainable development and environment), dengan demikian
dalam penyusunan jaringan transportasi perlu menjaga lingkungan hidup agar tetap
lestari dan perlu dicegah dampak lingkungan baik yang diakibatkan karena
pembangunan maupun pencemaran lingkungan yang diakibatkan penyelenggaraan
transportasi.
Perubahan yang sangat cepat dalam tatanan pergaulan internasional yang cenderung
lebih mementingkan aspek ekonomi yang mengakibatkan persaingan dalam
perdagangan internasional menjadi semakin tajam, konsekuensinya akan terjadi
kelompok-kelompok negara dalam blok-blok ekonomi, serta pergeseran perkembangan
kawasan Pasifik.
Arus perdagangan bebas era ekonomi global yang ditandai dengan perjanjian
WTO/GATS dan AFTA/AFAS memaksa adanya efisiensi dalam sistem ekonomi
nasional. Transportasi sebagai salah satu komponen biaya, bagaimanapun juga harus
diminimalkan dengan berbagai cara.
Sistem logistik nasional harus diperkuat dengan sistem transportasi yang efisien,
sehingga arus barang dan penumpang dapat difasilitasi untuk menciptakan daya saing
baik dipasar lokal maupun nasional. Setiap moda transportasi mempunyai keunggulan
masing-masing idialnya berkoopetisi (kooperasi dan kompetisi) secara sehat dan
terkoneksinya tingkatan hirarki mulai dari jaringan transportasi lokal sampai dengan
nasional.

4.3 Dasar Hukum Penyusunan Tatanan Transportasi Wilayah

121
Sistem Transportasi
Sebagai upaya untuk mewujudkan Sistem Transportasi Nasional, pada tahun
1980 Pemerintah menetapkan Pedoman Pokok Pendesainan Sistem perhubungan
Nasional melalui Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 323/LT.001/PHB-80
dan pada tahun 1987 pedoman ini disempurnakan melalui Keputusan Menteri
Perhubungan Nomor: KM 91/PR.008/PHB-87 tentang Kebijakan Umum Transportasi.
Pada tahun 1992 disusun Pokok-Pokok Pikiran Sistem Transportasi Nasional sebagai
salah satu upaya penyempurnaan KM 91/PR.008/PHB-87 tentang Kebijakan Umum
Transportasi, sekaligus digunakan sebagai payung dalam penyusunan undang – undang,
antara lain :
1. UU Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (telah diganti dengan UU No.
23 Tahun 2007 Tentang Perkeretaapian),
2. UU nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (telah diganti
dengan UU No. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan),
3. UU Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (telah diganti dengan UU No. 17
Tahun 2008 Tentang Pelayaran) dan
4. UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (telah diganti dengan UU No. 1
Tahun 2009 Tentang Penerbangan).
Selanjutnya pada tahun 1997, ditetapkan Sistem transportasi Nasional melalui
Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 15 Tahun 1997, yang digunakan sebagai
pedoman baik dalam perencanaan maupun dalam penyelenggaraan dan penataan
jaringan transportasi guna mewujudkan penyediaan jasa transportasi yang tertib, aman,
cepat, teratur, lancar serta biaya terjangkau.
Seiring dengan berlakunya Otonomi Daerah menurut UU Nomor 22 Tahun 1999 dan PP
No. 25 Tahun 2000 serta UU Nomor 25 Tahun 1999, yang pada pelaksanaan
memberikan dampak adanya berbagai pergeseran paradigma pengelolaan sistem
pemerintahan dan wilayah, maka perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Sistem
Transportasi Nasional (1997) dengan masukan dari Tatanan Transportasi Wilayah yang
harus disusun oleh seluruh Pemerintah Provinsi.

4.4 Peran Transportasi Jalan

Transportasi jalan dituntut mempunyai dua karakteristik utama, yaitu pertama


mampu menjangkau seluruh wilayah/pelosok daratan dan kedua mampu memadukan
moda transportasi lainnya. Dalam pelaksanaan kegiatan transportasi faktor geografis
sangat berpengaruh dalam penentuan atau pemilihan moda karena hal ini sangat
mempengaruhi pemilihan teknologi dari moda yang akan digunakan.
Untuk itu sangat jarang dalam suatu proses pemindahan barang atau penumpang pada
suatu ruang geografi hanya menggunakan satu moda mulai dari tempat asal menuju
tempat tujuan akhir, sehingga apabila digunakan lebih dari satu moda akan menuntut

122
Sistem Transportasi
adanya integrasi penanganan (handling) pada simpul perpindahan dari satu moda ke
moda yang lain yang mempunyai karakteristik teknologi berbeda pada suatu tempat
yang umum disebut terminal agar barang atau penumpang tidak akan tertahan terlalu
lama untuk sampai ke tujuan akhir.
Dengan tertahannya barang dan/atau orang pada suatu simpul yang tidak terintegrasi
akan menimbulkan biaya tambahan dan pada akhirnya akan meningkatkan biaya sosial
yang harus ditanggung masyarakat luas.
Kondisi yang diharapkan dalam pengembangan transportasi jalan untuk mendukung
transportasi antar moda dimasa mendatang dapat dilihat dari berbagai demensi baik itu
masyarakat, operator, pemerintah dan lingkungan adalah sebagai berikut:
 Dalam pengembangan jaringan transportasi jalan dibutuhkan jalan lintas
dan/atau jalan pintas (short cut) pada masing-masing pulau yang
menghubungkan seluruh kawasan, pusat permukiman dan pintu ekspor – impor
di pulau tersebut.
 Mengingat perkembangan masing-masing kawasan dan kota tidak tidak sama,
dibutuhkan standarisasi tentang jenis dan besaran prasarana dan sarana serta sifat
pergerakan pada masing-masing lintas.
 Jaringan lintas sesuai dengan posisinya dalam wilayah nasional, kawasan
permukiman dan budidaya serta pintu keluar yang didukungnya, dapat dilayani
oleh salah satu atau kombinasi dari beberapa moda.
 Dengan memperhatikan perkiraan arus penumpang dan barang antar kawasan,
kota dengan kawasan dan orientasi ekspor produk nasional serta memperhatikan
lintas pada masing-masing pulau, kawasan fungsional, pusat permukiman dan
pintu keluar yang ada dikembangkan struktur jaringan jalan yang meliputi
jaringan jalan arteri, kolektor dan jalan lintas.
 Untuk mengoptimalkan fungsi lintas dan untuk memenuhi pergerakan cepat
dapat dikembangkan jalan bebas hambatan (tol).

4.5 Jaringan Transportasi Jalan di Provinsi Bali


Dari sistem tersebut diatas yang secara langsung terkait dengan prasarana jalan
adalah PP No. 26 Tahun 1985 dan Sistem Perkotaan RTRWN.
PP No. 26/1985: membedakan jenjang kota menjadi kota jenjang ke-I, kota jenjang ke-
II, kota jenjang ke-III dan kota dibawah jenjang ke-III serta mengklasifikasikan jalan
menurut peranan atau fungsinya, yaitu Arteri, Kolektor dan Lokal dalam sistem primer
dan sekunder. Adapun fungsi jalan tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat
dengan keberadaan simpul-simpul transportasi.

123
Sistem Transportasi
Sebagai contoh : Untuk simpul transportasi seperti terminal tipe A, Pelabuhan Laut dan
Bandar Udara harus mempunyai akses ke jalan arteri.
Berdasarkan klasifikasi fungsi, jalan arteri primer hanya terdapat dibagian selatan
Provinsi Bali yang menghubungkan kabupaten Jemberana (74,15 km), Tabanan (42,39
km), Badung (15,01 km), Denpasar (45,87 km) termasuk akses ke pelabuhan Benoa dan
Bandara Ngurah Rai, Gianyar (26,80 km), Klungkung (17,40 km) dan Karangasem
(6,39 km) dengan panjang total 228,01 km membentang dari pelabuhan Gilimanuk
sampai pelabuhan Padangbai. Sedangkan di kabupaten Buleleng dimana terletak
pelabuhan Celukan Bawang dihubungkan oleh jalan kolektor primer (?).
Sistem perkotaan RTRWN dalam UU No.24/1992: sistem perkotaan diwilayah nasional
adalah suatu sistem yang menggambarkan sebaran kota, fungsi kota-kota yang terkait
dengan pola transportasi dan prasarana wilayah lainnya dalam ruang nasional.
Kota-kota dalam satu wilayah saling terkait satu sama lain secara fungsional dalam
suatu hirarki dan membentuk suatu sistem kota.
Pengertian jenjang kota dalam UU No.24/1992 dan PP No.47/1997 tentang RTRWN
secara konsep sangat sesuai dengan jenjang kota untuk hirarki sistem jaringan jalan.
Sistem perkotaan RTRWN dibedakan menjadi Pusat Kegiatan Nasional (PKN), Pusat
Kegiatan Wilayah (PKW) dan Pusat Kegiatan Lokal (PKL).

BAB V
PENUTUP

124
Sistem Transportasi
Perkembangan di bidang transportasi dewasa ini ditandai oleh meningkatnya
permintaan yang perlu didukung dengan investasi yang besar dan dilaksanakannya
kebijakan deregulasi dibidang transportasi di banyak negara-negara industri dan
negara-negara berkembang.

5. 1 Perkembangan dan Investasi di Bidang Transportasi


Pertambahan penduduk dan perkembangan industri di negara-negara maju dan
berkembang memerlukan dukungan fasilitas transportasi yang lebih besar dimasa depan,
terutama di negara-negara berkembang kebutuhan akan lebih besar karena jaringan dan
fasilitas transportasi yang ada belum mencukupi.
Juga diperlukan dana pemeliharaan dan penggantian fasilitas agar tetap dapat berfungsi
secara optimal.
Sebagaimana di beberapa sektor prasarana lainnya, investasi dalam transportasi selalu
memberikan manfaat yang besar bagi ekonomi dan masyarakat. Hampir semua proyek
pembangunan jaringan dan penambahan fasilitas transportasi dinilai layak diukur
berdasarkan manfaat ekonomi yang dapat diberikannya, walaupun biaya yang
diperlukan untuk pembangunan tersebut cukup besar.
Daerah-daerah dimana jaringan transportasi tersebut dibangun akan berkembang
dengan cepat, nilai tanah meningkat, kegiatan produksi berjalan, potensi yang semula
belum terjangkau segera dapat diolah dan memberikan nilai serta manfaat yang besar
bagi banyak pihak, tetapi pengembalian investasi sering dilupakan.
Manfaat finansial dari investasi pembangunan di bidang transportasi pada
kenyataannya selalu jauh lebih kecil dari pada manfaat ekonomi dan sosial yang dapat
diberikan.
Hal ini menyebabkan selalu diperlukan subsidi dalam pembangunan berbagai prasarana
transportasi, seperti dalam pembangunan jalan, bandar udara, pelabuhan dan terminal
bus. Keputusan untuk menentukan besarnya subsidi merupakan keputusan yang bersifat
politis, karena diputuskan oleh pemerintah melalui anggaran belanja (APBN) setiap
tahun.
Secara finansial proyek-proyek transportasi tidak dapat mengembalikan investasinya
dan membiayai dirinya sendiri, dan untuk mengatasi masalah tersebut diperlukan
kebijakan penetapan tarif (pricing policy) yang lebih layak dari yang selama ini sudah
dijalankan. Hampir semua tarif transportasi ditetapkan oleh pemerintah, begitu juga
berlaku pengawasan dalam ijin usaha dan ijin trayek.
Pengendalian tarif dan ijin usaha serta ijin trayek yang bertujuan untuk menjaga
keseimbangan antara permintaan dengan penawaran jasa transportasi sering tidak
tercapai.
Perusaha-perusahan angkutan menerima subsidi dan proteksi dari pemerintah agar tidak
rugi, tetapi kepada masyarakat diberlakukan tarif rendah yang selanjutnya kurang
menguntungkan perkembangan perusahan.

125
Sistem Transportasi
Hubungan antara permintaan dan penawaran jasa transportasi menjadi tidak wajar dan
menyulitkan perkembangan bidang transportasi tersebut.

5. 2 Deregulasi di Bidang Transportasi


Pengaturan di bidang transportasi yang dilakukan oleh pemerintah di banyak
negara di dunia telah dilakukan sejak kereta api mulai berperan di masyarakat.
Perlindungan perlu diberikan kepada perusahan kereta api yang telah menginvestasikan
jumlah dana yang cukup besar di bidang transportasi.
Dipihak yang lain kepentingan masyarakat sebagai pengguna jasa transportasi harus
juga dilindungi. Hal itulah yang telah mendorong pemerintah untuk menetapkan
berbagai peraturan dalam penyelenggaraan transportasi, yang pada dasarnya
menyangkut tiga bidang, yaitu:
 Pengaturan ijin usaha;
 Pengaturan ijin trayek;
 Pengaturan dan penetapan tarif.
Dengan demikian dimulailah regulasi dibidang transportasi yang pada kenyataannya
telah berhasil membina pertumbuhan angkutan kereta api tersebut.
Perkembangan selanjutnya menunjukkan pembinaan oleh pemerintah melalui regulasi
selalu diikuti dengan pemberian berbagai bantuan dan fasilitas.
Tingkat regulasi ini biasanya sejalan dengan besarnya bantuan pemerintah dan
kepentingan masyarakat sebagaimana dapat dilihat dari perkembangan yang terjadi di
Amerika Serikat, di beberapa negara Eropah dan Jepang.
Kemajuan di bidang teknologi transportasi cukup besar menjelang akhir tahun 1970’an
yang diimbangi dengan pertumbuhan permintaan yang cukup tinggi khususnya pada
kendaraan bermotor.
Perkembangan teknologi telah meningkatkan kapasitas angkutan secara berlipat ganda
dan telah merubah struktur pasar dunia transportasi. Menjelang akhir tahun 1980’an
sudah terlihat gejala bahwa regulasi bisa menghambat perkembangan di bidang
transportasi dan langkah-langkah kearah deregulasi mulai disiapkan.
Deregulasi yang pertama dilakukan di Amerika Serikat adalah di bidang angkutan
udara. Jika peraturan yang berlaku sebelumnya terus dipertahankan, kompetisi menjadi
kurang sehat dan tingkat efisiensi menurun.
Dengan diterapkan deregulasi pada tahun 1978, hasilnya positip bagi perusahan
penerbangan, dimana semua perusahan penerbangan memperoleh keuntungan yang
cukup besar dan realisasi angkutan juga meningkat.
Walaupun pada umumnya kebijaksanaan deregulasi memberikan hasil yang positif
kepada masyarakat dan perusahan penerbangan pada umumnya, tetapi ada pihak-pihak
yang dirugikan.
Untuk pertama kali dalam sejarah dunia penerbangan, pada tahun 1982 dua perusahan
penerbangan Amerika dinyatakan bangkrut (Braniff International dan Continental), hal
ini mungkin tidak akan pernah terjadi sebelumnya dalam era regulasi. Dengan

126
Sistem Transportasi
deregulasi keputusan akhir dari persaingan ditentukan oleh pasar berdasarkan
kemampuan dan daya saing perusahan-perusahan penerbangan yang ada.
Deregulasi bidang transportasi di Indonesia diawali bidang transportasi laut pada tahun
1986 sebagai bagian dari kebijaksanaan deregulasi ekonomi yang dimulai tiga tahun
sebelumnya yang bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekspor barang-barang non
migas.
Kebijaksanaan deregulasi berupa berbagai penyederhanaan dalam menggunakan jasa
pelabuhan dan pembebasan beberapa pungutan resmi di pelabuhan.
Tujuannya untuk melancarkan arus barang di pelabuhan dan meringankan biaya-biaya
yang harus dikeluarkan oleh perusahan transportasi di pelabuhan.

Bahan Rujukan:
1. Muchtarudin Siregar (1990), Ekonomi dan Manajemen Pengangkutan. Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
2. H.P. White and M.L. Senior (1983), Transport Geography. Longman Scientific
and Technical, England.
3. William R. Park P.E (1973), Cost Engineering Analysis. John Willey & Sons,
New York.

127
Sistem Transportasi
4. Narsingh Deo (1994), Graph Theory – with application to engneering and
computer science. Prentice – Hall of India, New Delhi.
5. Rodney Tolley and Turton (1995), Transport System Policy And Planning – a
geographical approach. Longman Scientific and Technical, England.
6. John Black (1981), Urban Transport Planning – theory and practice. Croom
Helm, London.
7. Marvin L. Manheim (1979), Fundamental of Transportation System Analysis –
volume 1: basic concepts. The MIT Press, Cambridge, Massachusetts and
London, England.
8. W.R. Blunden and J.A. Black (1971), The Land Use/Transport System 2nd
Edition. Pergamon Press Sydney.
9. International Workshop On Urban Transport Policy In Asean: Lesson From
European Experience (2004). University of Indonesia.
10. Suparsa, IGP (1997), Analisis Angkutan Penyeberangan Lintas Ketapang
Gilimanuk. Tesis Magister, Institut Teknologi Bandung.
11. Peraturan Menteri Perhubungan No. KM 49 Tahun 2005 Tentang Sistem
Transportasi Nasional. Departemen Perhubungan Republik Indonesia.
12. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 1992 Tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan. Aneka Ilmu, Semarang.
13. Peraturan Pelaksanaan Undang Undang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan (1993).
CV. Eko Jaya, Jakarta.
14. Undang Undang Nomor 38 Tahun 2004 Tentang Jalan. Direktorat Jenderal Bina
Marga Departemen Pekerjaan Umum Republik Indonesia.
15. Undang Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang.

KATA PENGANTAR

Bidang transportasi mencakup permasalahan yang sangat luas diawali dengan


keinginan manusia untuk bergerak atau berpindah dalam usaha memenuhi kebutuhan
hidupnya yang paling mendasar. Dengan berlalunya waktu transportasi tumbuh dan

128
Sistem Transportasi
berkembang sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
kemajuan peradaban manusia.
Kehidupan masyarakat maju ditandai dengan tingkat mobilitas yang tinggi dan hal itu
dimungkinkan karena tersedianya sarana dan prasarana transportasi yang memadai.
Transportasi khususnya bagi orang tidak dilakukan hanya untuk keinginan itu saja
tetapi untuk mencapai tujuan lainnya, dengan demikian kebutuhan transportasi dapat
disebut sebagai derived demand yang berasal dari kebutuhan untuk suatu komoditas
atau pelayanan.
Produk dari transportasi adalah jasa angkutan yang dihasilkan dari proses pemindahan
orang atau barang dari tempat asal ke tempat tujuan tanpa mengalami kerusakan dan
tepat waktu, sehingga transportasi dapat menciptakan suatu barang berguna menurut
tempat dan waktu (time and place utility).DAFTAR ISI
Pembahasan transportasi dalam buku ajar ini adalah hasil rujukan dari berbagai sumber
KATA PENGANTAR
merupakan ……………………………………………………………...i
pengantar sistem transportasi, menyangkut latar belakang dan
perkembangan sistem sarana dan prasarana transportasi serta perkembangan baru dalam
DAFTAR
sistem ISI ……………………………………………………………………….ii
transportasi. Dengan harapan para pembaca terutama kalangan mahasiswa
Program Studi Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Udayana memahami bahwa
BAB I Pengertian Transportasi
transportasi telah 1.
melewati
Sejarahperjalanan panjang
Perkembangan sampai saat
Transportasi ini dan mempunyai
……………………………1
cakupan yang demikian luas, Perkembangan
2. Tahapan multi disiplin Transportasi
serta masalahDikaitkan
yang berkembang
Dengan selalu
berpacu dengan waktu.Kegiatan Ekonomi ………………………………………………2
Bentuk dan isi buku3. Pengaruh Faktor
ajar ini telah Geografi,penyesuaian
mengalami Ekonomi, Politik
dari dan Sosial
sebelumnya namun
Terhadap Transportasi …………………………………………3
masih banyak kekurangannya masukan dan saran dari berbagai pihak yang bertujuan
4. Pola
meningkatkan kualitas Jaringan
buku ajar iniTransportasi ………………………………………6
sangat diharapkan.
5. Sistem Transportasi Makro ……………………………………...8
Terima kasih.
6. Arti dan Fungsi Transportasi …………………………………..11
7. Biaya Transportasi ……………………………………………..12

BAB II Permintaan dan Penawaran Transportasi


1. Permintaan (Demand) ………………………………………….15
Denpasar, 21 Febroari 2015
2. Analisis Permintaan Transportasi ……………………………...15
3. Penawaran (Supply) …………………………………………….17
4. Lintasan atau Rute Transportasi (Routing)……………………..21
5. Terminal Angkutan Jalan Raya…………………………………25 Penulis

BAB III Perkembangan Prasarana Transportasi


1. Channel Tunnel…………………………………………………35
2. Tokyo Bay Aqualinei ……………………………..…………….38
3. Transportasi Laut ………………………………………………42
4. Transportasi Penyeberangan …………………………………..48
5. Transportasi Sungai ……………………………………………62
6. Transportasi Danau …………………………………………….66
7. Transportasi Pipa ………………………………………………67
8. Transportasi Udara ……………………………………………..70
9. Transportasi Jalan Raya …………………………………..……78
10. Transportasi Kereta Api ……………………………………… .89
11. Transportasi Massal …………………………………………… 93

129
Sistem
BABTransportasi
IV Penutup
130
Sistem Transportasi

Anda mungkin juga menyukai