Tentang :
Disusun Oleh :
Kelompok 5
Anggota :
UNIVERSITAS TIDAR
MAGELANG
2018
BAB I
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari 17.000 pulau
dengan total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia dan menempati peringkat
keempat dari 10 negara berpopulasi terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa).
Tanpa sarana transportasi yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan
seluruh daerah di kepulauan ini.
Pulau-pulau di Indonesia hanya bisa tersambung melalui laut-laut di antara
pulau-pulaunya. Laut bukan pemisah, tetapi pemersatu berbagai pulau, daerah
dan kawasan Indonesia. Hanya melalui perhubungan antar pulau , antar pantai,
kesatuan Indonesia dapat terwujud. Pelayaran yang menghubungkan pulau-
pulau, adalah urat nadi kehidupan sekaligus pemersatu bangsa dan Negara
Indonesia. Sejarah kebesaran Sriwijaya atau Majapahit menjadi bukti nyata
bahwa kejayaan suatu Negara di nusantara hanya bisa dicapai melalui
keunggulan Laut. Karenanya, pembangunan industri pelayaran nasional sebagai
sektor strategis, perlu diprioritaskan agar dapat meningkatkan daya saing
Indonesia di pasar global. Karena nyaris seluruh komoditi untuk perdagangan
internasional diangkut dengan menggunakan sarana dan prasarana transportasi
Laut, dan menyeimbangkan pembangunan kawasan (antara kawasan timur
Indonesia dan barat) demi kesatuan Indonesia, karena daerah terpencil dan
kurang berkembang (yang mayoritas berada dikawasan Indonesia timur yang
kaya sumber daya alam) membutuhkan akses ke pasar dan mendapat layanan,
yang seringkali hanya bisa dilakukan dengan transportasi Laut.
Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan
diperaiaran, kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis
besar pelayaran dibagi menjadi dua yaitu pelayaran niaga (yang terkait dengan
kegiatan komersial) dan pelayaran Non Niaga (yang terkait dengan kegiatan non
komersil seperti pemerintahan dan bela Negara).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:
A. Transportasi Hinterlands
2) Kota kedua (secondary cities), yang melayani wilayah sub regional dan
menjembatani antara kota-kota utama dan kota-kota kecil.
Transportasi udara
Transportasi laut
Transportasi darat
1. Pemindahan/pergerakan
“Pemindahan bahan-bahan dan hasil produksi dengan menggunakan alat angkut”.
2. Secara fisik tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain.
“Mengangkut penumpang dari suatu tempat ke tempat lain”.
Selain itu, manfaat dari adanya transportasi juga dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu:
Yaitu kenaikan atau tambahan nilai ekonomi atau nilai guna dari suatu barang atau
komoditi yang diciptakan dan mengangkutnya dari suatu tempat ke tempat lainnya
yang mempunyai nilai kegunaan yang lebih kecil, ke tempat atau daerah dimana
barang tersebut mempunyai nilai kegunaan yang lebih besar dan biasanya diukur
dengan uang (interens of money)
Transportasi jika ditilik dari sisi sosial lebih merupakan proses afiliasi
budaya dimana ketika seseorang melakukan transportasi dan berpindah menuju
daerah lain maka orang tersebut akan menemui perbedaan budaya dalam bingkai
kemajemukan Indonesia. Disamping itu sudut pandang sosial juga
mendeskripsikan bahwa transportasi dan pola-pola transportasi yang terbentuk
juga merupakan perwujudan dari sifat manusia. Contohnya, pola pergerakan
transportasi penduduk akan terjadi secara massal dan masif ketika mendekati hari
raya. Hal ini menunjukkan perwujudan sifat manusia yang memiliki tendesi
untuk kembali ke kampung halaman setelah lama tinggal di perantauan.
Nah, tiap sektor disebut mata rantai (link) yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Kelancaran dan kecepatan arus transportasi ditentukan oleh mata
rantai yang terlemah dari rangkaian kegiatan transportasi tersebut, sampai pada mata
rantai yang terkuat.
• Dari gudang (stock) yang dimiliki penjual, menuju gudang/ tempat yang ditunjukan
oleh pembeli
• Dari pabrik dimana barang tersebut diproduksi menuju gudang/ tempat yang
ditunjuk oleh pembeli
• Dari gudang/ daerah pertanian atau perkebunan dimana barang (hasil pertanian)
tersebut dihasilkan
• Dari lokasi pertambangan (barang tambang) menuju gudang/ tempat pabrik dimana
hasil tambang tersebut dibutuhkan jadi bahan baku.
Ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam hal intermoda transportasi, yaitu :
1. Aspek teknis
Secara teknis harus ada hubungan tiap moda dengan fasilitas yang digunakan
untuk menangani jenis barang atau kemasan yang dibawa.
2. Aspek dokumentasi/file
Hanya ada satu macam dokumen pengangkutan yaitu yang dikeluarkan oleh
yang bertindak sebagai pengangkut
Dari segi nasional ada beberapa faktor yang harus diciptakan agar intermoda
transportation ini berhasil mencapai tujuannya :
1. Prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi yang baik, dari/ke hinterland.
b. Alat pengangkutan yang digunakan adalah bus, mobil, sedan, angkutan kereta api,
angkutan menggunakan kapal laut dan pengangkutan dengan pesawat udara.
Angkutan muatan (barang), jumlah muatan yang di angkut untuk antar kota
menggunakan berbagai bagai jenis moda transportasi antara lain menggunakan
kereta api, truk, container (sistem peti kemas) kapal dan tongkang yang ditarik oleh
tugboat.
Barang barang umum yang diangkut dalam jumlah besar atau partai kecil.
Distribusi pengangkutan barang barang berbeda menurut volume yang diangkut,
pengiriman barang dalam jumlah besar maupun kecil, jarak, berat dari muatan yang
diangkut pun berbeda.
Untuk pengangkutan domestik dan perdagangan internasional ada pola tertentu yang
digunakan untuk lalu lintas muatan (barang). Arus barang dan lembaga penyalur
komoditi yang dimanfaatkan dalam rangka pengiriman barang melalui pengangkutan
perlu di analisis mengenai lalu lintas muatan (traffic).
Analisis traffic
d. Untuk mengembangkan pasar baru serta penemuan sumber sumber bahan baku.
Dalam material handling yang harus diperhatikan adalah peralatan (alat angkut) yang
digunakan alat mekanis atau nin mekanis. Tujuan utama dari material handling ialah
memindahkan barang dari satu titik ke titik lain dengan biaya minimum tanpa ada
pengulangan (delay) untuk pengangkutan tersebut
2. Derek (crane)
3. Forklift
4. Kereta Api
5. Truk
6. Container (transtanier)
7. chasis/Trailer
8. Top Loader
Di dalam bill of lading diadakan kontrak barang barang yang diangkut, hal
mana sipengirim barang akan menyerahkan kepada sipenerima atas dasar perjanjian
yang telah dibuat.
a. Kontrak
b. Tarif
Untuk angkutan harus jelas tarif yang dihitung untuk pengangkutan tersebut.
c. Polis asuransi
Selama dalam perjalanan barang barang yang diangkut diasuransikan terdiri dari :
d. Biaya biaya/cost
Selama dalam pengangkutan yang diperhitungkan adalah biaya, asuransi dan uang
tambang.
f. Franco gudang artinya si pengirim/si penjual barang hanya bertanggung jawab atas
barang sampai masuk ke dalam gudang.
g. Manifest yaitu surat muatan yang dibawa oleh nahkoda kapal memuat seluruh
barang barang dan penumpang yang diangkut.
Dalam periode 5 tahun (1996-2000) jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia
meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah perusahaan (peningkatan
rata-rata 10.5% p.a). Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari
6,156 menjadi 9,195 unit (peningkatan rata-rata 11.3% p.a). Tapi dari segi kapasitas
daya angkut hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT.
Berarti kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang
periode tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3% p.a. Volume angkutan naik
dari 379,776,945 ton (1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat
sebesar 51,653,131 ton dalam waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu
dapat dipenuhi oleh kapasitas perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera
Indonesia), bahkan untuk pelayaran domestic (antar pelabuhan Inonesia). Pada tahun
2000, jumlah kapal asing yang mencapai 1,777 unit dengan kapasitas 5,122,307
DWT meraup muatan domestic sebesar 17 juta ton atau sekitar 31%.
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan
pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional,
karena kelemahan di semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan
kapal. Di bidang muatan internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran
nasional hanya sekitar 3% to 5%, dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini
sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran
nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia
semakin terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19%
menjadi hanya 50% (2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap
dikisaran 5%. Dari sisi financial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa
sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/ import
saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan prinsip cabotage (yang tidak
ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada kapal sewa asing.
Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti : banyak
kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang
berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang
harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang
mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry
cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan
armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing
terjadi bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai
lingkaran tak berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak
kondusif. Banyak perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit
memperoleh pinjaman di pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah
memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar
cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil
dan menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternative kecuali
menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan tidak layak. Akibatnya terjadi
ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan pemrosotan
produktivitas armada.
Masalah Investasi Transportasi Laut
Di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara transportasi Laut,
yaitu oleh pemerintah (termasuk BUMN) dan swasta. Masing-masing kelompok
terbagi dua. Di pihak pemerintah terbagi menjadi BUMN pelayaran yang
menyelenggarakan transportasi umum dan BUMN non pelayaran yang hanya
menyelenggarakan pelayaran khusus untuk melayani kepentingan sendiri. Pihak
swasta terbagi menjadi perusahaan besar dan perusahaan kecil (termasuk pelayaran
rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana investasi pengadaan kapal ternyata
sejalan dengan pembagian tersebut. Masing-masing pihak di tiap-tiap kelompok
memiliki mekanisme pembiayaan tersendiri.
Pengertian Tol Laut yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo merupakan
suatu konsep memperkuat jalur pelayaran yang dititikberatkan pada Indonesia bagian
Timur. Konsep tersebut selain untuk mengkoneksikan jalur pelayaran dari barat ke
timur Indonesia juga akan mempermudah akses niaga dari negara-negara Pasifik
bagian selatan ke negara Asia bagian Timur. Ide dari konsep tol laut tersebut akan
membuka akses regional dengan cara membuat dua pelabuhan besar berskala hub
international yang dapat melayani kapal-kapal niaga besar diatas 3.000 TEU atau
sekelas kapal panamax 6000 TEU. Melalui realisasi rencana tersebut diharapkan
Indonesia dapat memiliki peran yang signifikan dalam mendukung distribusi logistik
internasional.
Terbukanya akses regional melalui implementasi konsep tol laut dapat
memberikan peluang industri kargo/logistik nasional untuk berperan dalam distribusi
internasional, dimana saat ini 40% melalui wilayah Indonesia. Untuk menjadi
pemain di negeri sendiri serta mendukung asas cabotage serta beyond cabotage,
maka saat ini Pemerintah telah menetapkan dua pelabuhan yang berada di wilayah
depan sebagai hub-internasional, yaitu pelabuhan Kuala Tanjung dan pelabuhan
Bitung. Dengan posisi pelabuhan hub internasional di wilayah depan maka kapal
yang melakukan ekspor/impor dengan Indonesia akan berlabuh di wilayah depan.
Untuk melanjutkan distribusi logistik ke wilayah dalam akan menggunakan kapal
berbendera Indonesia/lokal. Konsep tersebut tidak hanya akan meminimalisir
pergerakan kapal dagang internasional (saat ini masih didominasi kapal berbendera
asing) di wilayah dalam Indonesia, namun juga meminimalisir penetrasi produk
asing hingga wilayah dalam Indonesia.
Distribusi logistik di wilayah depan (pelabuhan hub internasional) akan
dihubungkan ke wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan hub nasional
(pelabuhan pengumpul) yang kemudian diteruskan ke pelabuhan feeder (pelabuhan
pengumpan) dan diteruskan ke sub-feeder dan atau pelabuhan rakyat. Sesuai dengan
konsep wilayah depan dan wilayah dalam tersebut maka armada kapal yang
melayani pergerakan kargo/logistik internasional akan berbeda dengan armada kapal
yang melayani pergerakan kargo domestik.
Mendukung hal tersebut, kemudian juga dikembangkan rute armada
kapal/pelayaran yang menghubungkan kedua pelabuhan hub internasional serta
melalui pelabuhan hub nasional dari wilayah timur hingga wilayah barat Indonesia.
Kemudian kargo/logistik dari pelabuhan hub nasional akan didistribusikan ke
pelabuhan feeder menggunakan kapal yang berbeda pula. Konsep konektivitas laut
diatas kemudian dilayani oleh armada kapal secara rutin dan terjadwal dari barat
sampai timur Indonesia kemudian disebut sebagai konsep “Tol Laut”.
Armada kapal Indonesia saat ini didominasi oleh kapal kecil berumur diatas
25 tahun. Keadaan tersebut disebabkan pelaku industri jasa pelayaran cenderung
membeli kapal bekas guna menekan biaya investasi dan depresiasi. Oleh sebab itu,
kebijakan strategis pengutamaan pembangunan kapal di dalam negeri perlu
direalisasikan untuk mengambil peluang dari kebutuhan peremajaan dan
penambahan berbagai jenis/ukuran kapal.
Untuk merealisasikan hal terebut, maka diperlukan:
1. Pembangunan galangan kapal baru yang berteknologi canggih dan effisien di
wilayah yang tersebar.
2. Penyusunan payung hukum agar dapat dikembangkan Galangan Kapal milik
Pemerintah.
3. Insentif dan perhatian khusus dari pemerintah (Kementerian Perindustrian) untuk
meningkatkan kapasitas dan kualitas industri galangan kapal nasional.
Melalui implementasi seluruh elemen yang dikembangkan dalam konsep Tol
Laut diatas, maka terciptanya keunggulan kompetitif bangsa, terciptanya perkuatan
industri nasional di seluruh hinterland pelabuhan strategis, serta tercapainya PDB
tertinggi di Asia Tenggara yang disertai pemerataan nasional dan disparitas harga
yang rendah dapat direalisasikan. Namun keberhasilan implementasi tol laut
memerlukan langkah-langkah lain dalam kerangka mengefisienkan sistem
transpsortasi maritim Indonesia.
Selain elemen utama seperti pengembangan pelabuhan, pengembangan
hinterland, penyusunan rute terjadwal dan rutin dengan konsep pendulum,
pembangunan galangan kapal, juga diperlukan elemen pendukung tol laut seperti
sarana prasarana navigasi, patroli, SDM, serta infrastruktur pendukung lainnya untuk
keberhasilan implementasi tol laut.
Peningkatan jumlah serta kualitas SDM sesuai kompetensi standar
keselamatan dan keamanan transportasi, khususnya SDM Perhubungan Laut
(khususnya awak kapal negara dan penjaga menara suar) diperlukan guna memenuhi
potensi kebutuhan SDM laut yang tinggi. Target lulusan 5 tahun hingga 2019 dalam
Renstra perhubungan mencapai 1.347.641 lulusan.
KESIMPULAN
Umum
Industri pelayaran, bahkan transportasi Laut yang merupakan salah satu
bagiannya memiliki banyak aspek yang saling terkait. Karena itu, upaya peningkatan
daya saing pada aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan. Aspek relevan
tersebut meliputi : Pembenahan administrasi dan manajemen pemerintahan di laut,
termasuk keselamatan dan keamanan Laut serta perlindungan laut.
Finansial
Industri transportasi laut menghadapai situasi pelik, yaitu timbulnya masalah
ketergantungan pada kapal sewa asing dan kelebihan kapasitas armada secara
bersamaan. Pangkal pelik situasi tersebut berasal dari lingkungan investasi
perkapalan yang tidak kondusif. Perusahaan pelayaran yang ingin meremajakan
armadanya, sulit memperoleh dukungan dana. Jika dibiarkan, kepelikan tersebut
akan seperti spiral yang menyeret perusahaan pelayaran kearah keterpurukan yang
semakin dalam. Maka dari itu, diperlukan beberapa usaha untuk memberdayakan
perusahaan pelayaran, sehingga perusahaan pelayaran tersebut memiliki beberapa
karakteristik kemampuan dalam hal mengakses sumber dana keuangan untuk
pengadaan kapal yang dibutuhkan dan menghindari kemrosotan asset kapal dalam
jangka menengah maupun panjang, melakukan reinvestasi pada armada yang lebih
berdaya saing.
SARAN
Agar terciptanya hal-hal diatas, maka pemerintah dan masyarakat harus saling
bekerja-sama membangun seperti memastikan kawasan kepabeanan yang steril,
adanya pelayanan terpadu satu pintu dipelabuhan untuk mencegah pemungutan liar
dan ketidak jelasan pelayanan, lalu membuat badan otoriter tunggal yang dapat
mengatur semua kegiatan yang berada dipelabuhan, dan membuat standar-standar
pelayanan publik yang saat ini masih terabaikan.
DAFTAR PUSTAKA
http://industri.bisnis.com/read/20150318/98/413235/ini-5-saran-ombudsman-atasi-
karut-marut-pelabuhan-indonesia