Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

DASAR-DASAR REKAYASA TRANSPORTASI

Tentang :

UPAYA PENGEMBANGAN TRANSPORTASI LAUT UNTUK HINTERLANDS


YANG MAJU

Disusun Oleh :

Kelompok 5

Anggota :

1. Labibah Tsaniyah (1710503001)

2. Alfa Fachmi Zukhrifatul Jinan (1710503018)

3. Rizky Perdana Mei Putra (1710503011)

4. Chandra Ayu Rania (1710503023)

5. Gelar Daffa Adha (1710503022)

UNIVERSITAS TIDAR

MAGELANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiki lebih dari 17.000 pulau
dengan total wilayah 735.355 mil persegi. Indonesia dan menempati peringkat
keempat dari 10 negara berpopulasi terbesar di dunia (sekitar 220 juta jiwa).
Tanpa sarana transportasi yang memadai maka akan sulit untuk menghubungkan
seluruh daerah di kepulauan ini.
Pulau-pulau di Indonesia hanya bisa tersambung melalui laut-laut di antara
pulau-pulaunya. Laut bukan pemisah, tetapi pemersatu berbagai pulau, daerah
dan kawasan Indonesia. Hanya melalui perhubungan antar pulau , antar pantai,
kesatuan Indonesia dapat terwujud. Pelayaran yang menghubungkan pulau-
pulau, adalah urat nadi kehidupan sekaligus pemersatu bangsa dan Negara
Indonesia. Sejarah kebesaran Sriwijaya atau Majapahit menjadi bukti nyata
bahwa kejayaan suatu Negara di nusantara hanya bisa dicapai melalui
keunggulan Laut. Karenanya, pembangunan industri pelayaran nasional sebagai
sektor strategis, perlu diprioritaskan agar dapat meningkatkan daya saing
Indonesia di pasar global. Karena nyaris seluruh komoditi untuk perdagangan
internasional diangkut dengan menggunakan sarana dan prasarana transportasi
Laut, dan menyeimbangkan pembangunan kawasan (antara kawasan timur
Indonesia dan barat) demi kesatuan Indonesia, karena daerah terpencil dan
kurang berkembang (yang mayoritas berada dikawasan Indonesia timur yang
kaya sumber daya alam) membutuhkan akses ke pasar dan mendapat layanan,
yang seringkali hanya bisa dilakukan dengan transportasi Laut.
Pelayaran adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan angkutan
diperaiaran, kepelabuhan, serta keamanan dan keselamatannya. Secara garis
besar pelayaran dibagi menjadi dua yaitu pelayaran niaga (yang terkait dengan
kegiatan komersial) dan pelayaran Non Niaga (yang terkait dengan kegiatan non
komersil seperti pemerintahan dan bela Negara).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan diatas, maka
permasalahan yang akan dibahas dalam makalah ini adalah:

1. Uraian umum mengenai transportasi hinterlands.

2. Permasalahan transportasi laut di Indonesia.

3. Perkembangan transportasi laut dalam menunjang perekonomian hinterlands.

4. Upaya pengembangan transportasi laut penunjang perekonomian hinterlands.

C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah:

a. Untuk mengetahui secara umum bagaimana karakteristik dunia transportasi


hinterlands pada bagian distribusi transportasi laut.
b. Untuk menambah wawasan kita mengenai perkembangan transportasi laut di
Indonesia dalam menunjang perekonomian hinterlands.
c. Sebagai pembelajaran dasar dalam mewujudkan perekonomian hinterlands di
Indonesia.
d. Sebagai tugas kelompok pada mata kuliah “Dasar-dasar Rekayasa Transportasi”.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Transportasi Hinterlands

Hinterland adalah daerah belakang suatu pelabuhan, dimana luasnya relatif


dan tidak mengenal batas administratif suatu daerah, provinsi ataupun batas suatu
negara. Jadi, tergantung pada ada tidaknya pelabuhan yang berdekatan dengan
daerah tersebut. Selain itu juga jaringan lalu lintas perhubungan darat: jalan raya,
kereta api, dan lalu lintas sungai memegang peranan penting pula untuk daerah
belakang tersebut. Pertumbuhan sosial dan ekonomi sangat dipengaruhi oleh gerak
laju pertumbuhan sektor ekonomi terutama sektor yang memiliki peranan dominan,
dimana hal ini akan berpengaruh terhadap perkembangan jumlah penduduk disertai
dengan mobilitasnya yang semakin meningkat, sehingga perkembangan jumlah
penduduk tersebut akan menyebabkan terjadinya perubahan terhadap hierarki dan
fungsi kota-kota. Adanya peningkatan hierarki serta pengembangan fungsi kota-kota
memberikan implikasi terhadap kebutuhan prasarana dan sarana perkotaan untuk
mendukungnya. Beberapa fungsi kota sabagai bagian dari hinterlands antara lain
sebagai :

1) Kota utama, yang berperan sebagai pusat-pusat pertumbuhan

2) Kota kedua (secondary cities), yang melayani wilayah sub regional dan
menjembatani antara kota-kota utama dan kota-kota kecil.

3) Kota antara, yang fungsinya diarahkan sebagai pusat pelayanan lokal,


pusat pemasaran dari wilayah belakang/ pedesaan menuju kota kabupaten
dan sebaliknya. Di dalam distribusi barang konsumsi non pertanian.
Ditinjau dari aspek mobilitas yang terkait dengan kemudahan untuk
melakukan perjalanan, maka untuk memperlancar perjalanan diperlukan
adanya sistem jaringan penghubung yang memadai pada suatu kawasan
hinterland atau wilayah distribusi.
Secara umum, transportasi dibedakan dalam beberapa jenis yaitu:

 Transportasi udara
 Transportasi laut
 Transportasi darat

Transportasi adalah kegiatan pemindahan barang (muatan) dan penumpang


dari suatu tempat ke tempat lain. Dimana dalam transportasi terdapat dua unsur
penting yaitu:

1. Pemindahan/pergerakan
“Pemindahan bahan-bahan dan hasil produksi dengan menggunakan alat angkut”.
2. Secara fisik tempat dari barang (komoditi) dan penumpang ke tempat lain.
“Mengangkut penumpang dari suatu tempat ke tempat lain”.
Selain itu, manfaat dari adanya transportasi juga dapat dibagi dalam dua
bagian yaitu:

1. Nilai guna tempat (Place Utility)

Yaitu kenaikan atau tambahan nilai ekonomi atau nilai guna dari suatu barang atau
komoditi yang diciptakan dan mengangkutnya dari suatu tempat ke tempat lainnya
yang mempunyai nilai kegunaan yang lebih kecil, ke tempat atau daerah dimana
barang tersebut mempunyai nilai kegunaan yang lebih besar dan biasanya diukur
dengan uang (interens of money)

2. Nilai guna waktu (Time Utility)

Yaitu kesanggupan dari barang untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan


menyediakan barang-barang, tidak hanya dimana mereka membutuhkan, tetapi
dimana mereka perlukan.

Jadi, transportasi diartikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari


suatu tempat ke tempat lainnya, hal ini terlihat bahwa :

1) Adanya muatan yang diangkut.


2) Tersedianya kendaraan sebagai alat angkut.

3) Adanya jalan yang dapat dilalui oleh alat angkut tersebut.

Pemindahan barang dan manusia dengan angkutan adalah untuk bertujuan


menaikkan atau menciptakan nilai ekonomi dari suatu barang, dengan demikian
pengangkutan dilakukan karena nilai suatu barang lebih tinggi di tempat tujuan dari
pada tempat asalnya.

B. Permasalahan Transportasi Laut di Indonesia

Kebutuhan transportasi merupakan kebutuhan turunan (derived demand)


akibat aktivitas ekonomi, sosial, dan sebagainya. Dalam kerangka makro-
ekonomi, transportasi merupakan tulang punggung perekonomian nasional,
regional, dan lokal, baik di perkotaan maupun di pedesaan. Harus diingat bahwa
sistem transportasi memiliki sifat sistem jaringan di mana kinerja pelayanan
transportasi sangat dipengaruhi oleh integrasi dan keterpaduan jaringan.

Sarana transportasi yang ada di darat, laut, maupun udara memegang


peranan vital dalam aspek sosial ekonomi melalui fungsi distribusi antara daerah
satu dengan daerah yang lain. Distribusi barang, manusia, dan lainnya akan
menjadi lebih mudah dan cepat bila sarana transportasi yang ada berfungsi
sebagaimana mestinya sehingga transportasi dapat menjadi salah satu sarana
untuk mengintegrasikan berbagai wilayah di Indonesia. Melalui transportasi
penduduk antara wilayah satu dengan wilayah lainya dapat ikut merasakan hasil
produksi yang rata maupun hasil pembangunan yang ada.

Skala ekonomi (economy of scale), lingkup ekonomi (economy of scope),


dan keterkaitan (interconnectedness) harus tetap menjadi pertimbangan dalam
pengembangan transportasi dalam kerangka desentralisasi dan otonomi daerah
yang kerap didengungkan akhir-akhir ini. Ada satu kata kunci ini disini, yaitu
integrasi, di mana berbagai pelayanan transportasi harus ditata sedemikian rupa
sehingga saling terintegrasi. Kebutuhan angkutan bahan-bahan pokok dan
komoditas harus dapat dipenuhi oleh sistem transportasi yang berupa jaringan
jalan, kereta api, serta pelayanan pelabuhan dan bandara yang efisien. Angkutan
udara, darat, dan laut harus saling terintegrasi dalam satu sistem logistik dan
manajemen yang mampu menunjang pembangunan nasional.

Transportasi jika ditilik dari sisi sosial lebih merupakan proses afiliasi
budaya dimana ketika seseorang melakukan transportasi dan berpindah menuju
daerah lain maka orang tersebut akan menemui perbedaan budaya dalam bingkai
kemajemukan Indonesia. Disamping itu sudut pandang sosial juga
mendeskripsikan bahwa transportasi dan pola-pola transportasi yang terbentuk
juga merupakan perwujudan dari sifat manusia. Contohnya, pola pergerakan
transportasi penduduk akan terjadi secara massal dan masif ketika mendekati hari
raya. Hal ini menunjukkan perwujudan sifat manusia yang memiliki tendesi
untuk kembali ke kampung halaman setelah lama tinggal di perantauan.

Pada umumnya perkembangan sarana transportasi di Indonesia berjalan


sedikit lebih lambat dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia
dan Singapura. Hal ini disebabkan oleh perbedaan regulasi pemerintah masing-
masing negara dalam menangani kinerja sistem transportasi yang ada.
Kebanyakan dari Negara maju menganggap pembangunan transportasi
merupakan bagian yang integral dari pembangunan perekonomian. Pembangunan
berbagai sarana dan prasarana transportasi seperti halnya dermaga, pelabuhan,
bandara, dan jalan rel dapat menimbulkan efek ekonomi berganda (multiplier
effect) yang cukup besar, baik dalam hal penyediaan lapangan kerja, maupun
dalam memutar konsumsi dan investasi dalam perekonomian lokal dan regional.

Sektor transportasi dikenal sebagai salah satu mata rantai jaringan


distribusi barang dan penumpang telah berkembang sangat dinamis serta
berperan didalam menunjang pembangunan politik, ekonomi, sosial budaya
maupun pertahanan keamanan. Pertumbuhan sektor ini akan mencerminkan
pertumbuhan ekonomi secara langsung sehingga transportasi mempunyai
peranan yang penting dan strategis. Keberhasilan sektor transportasi dapat dilihat
dari kemampuannya dalam menunjang serta mendorong peningkatan ekonomi
nasional, regional dan lokal, stabilitas politik termasuk mewujudkan nilai-nilai
sosial dan budaya yang diindikasikan melalui berbagai indikator transportasi
antara lain: kapasitas, kualitas pelayanan, aksesibilitas keterjangkauan, beban
publik dan utilisasi.
Transportasi Laut itu meliputi kegiatan pengangkutan penumpang, dan
atau barang, dan atau hewan, melalui suatu wilayah perairan (laut, sungai, dan
danau penyeberangan) dan teritori tertentu (dalam negeri atau luar negeri),
dengan menggunakan kapal, untuk layanan khusus dan umum. Wilayah perairan
terbagi menjadi :
1. Perairan laut : wilayah perairan laut.
2. Perairan sungai dan danau : wilayah perairan pedalaman, yaitu : sungai,
danau, waduk, rawa, banjir, kanal dan terusan.
3. Perairan penyeberangan : wilayah perairan yang memutuskan jaringan jalan
atau jalur kereta api. Angkutan penyeberangan berfungsi sebagai jembatan
penggerak, penghubung jalur.
Teoriti Pelayaran terbagi menjadi :
1. Dalam negeri : untuk angkutan domestik, dari satu pelabuhan ke pelabuhan
lain di wilayah Indonesia.
2. Luar negeri : untuk angkutan internasional (ekspor/import), dari pelabuhan
Indonesia (yang terbuka untuk perdagangan luar negeri ) ke pelabuhan
luar negeri, dan sebaliknya.
Angkutan Dalam Negeri diselenggarakan dengan kapal berbendera Indonesia,
dalam bentuk :
1. Angkutan Khusus, yang diselenggarakan hanya untuk melayani
kepentingan sendiri sebagai penunjang usaha pokok dan tidak melayani
kepentingan umum, di wilayah perairan laut, dan sungan dan danau, oleh
perusahaan yang memperoleh ijin operasi untuk hal tersebut.
2. Angkutan Umum, yang diselenggarakan untuk melayani kepentingan
umum, melalui : pelayaran rakyat, oleh perorangan atau badan hukum yang
didirikan khusus untuk usaha pelayaran, dan memiliki minimal satu kapal
berbendera Indonesia jenis tradisional (kapal layar, atau kapal layar motor
tradisional atau kapal motor berukuran minimal 7GT), beroperasi di wilayah
perairan laut, dan sungai dan danau di dalam negeri.
Pelayaran Nasional, oleh badan hukum yang didirikan khusus untuk usaha
pelayaran, dan yang memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia
jenis non tradisional, beroperasi di semua jenis wilayah perairan (laut,
sungai dan danau, penyeberangan) dan teritori (dalam negeri dan luar
negeri). Pelayaran perintis yang diselenggarakan oleh pemerintah di semua
wilayah perairan (laut, sungai dan danau, penyeberangan) dalam negeri
untuk melayani daerah terpencil (yang belum dilayani oleh jasa pelayaran
yang beroperasi tetap dan teratur atau yang moda transportasi lainnya belum
memadai) atau daerah belum berkembang (tingkat pendapatan sangat
rendah), atau yang secara komersial belum menguntungkan bagi angkutan
laut.
Angkutan luar negeri diselenggarakan dengan kapal berbendera Indonesia
dan asing, oleh : perusahaan pelayaran nasional yang memiliki minimal satu
kapal berbendera Indonesia, berukuran 175GT; perusahaan pelayaran
patungan, antara perusahaan asing dengan perusahaan nasional yang
memiliki minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000GT; dan
perusahaan pelayaran asing, yang harus diageni oleh perusahaan nasional
dengan kepemilikan minimal satu kapal berbendera Indonesia, berukuran
5,000GT untuk pelayaran internasional atau minimal satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 175GT untuk pelayaran lintas batas.

 Transportasi Sebagai Tulang Punggung Perekonomian

Rangkaian kegiatan yang dimulai dari produsen sampai kepada konsumen


lazim disebut rantai transportasi (chain of transportation).

Nah, tiap sektor disebut mata rantai (link) yang saling berkaitan dan saling
mempengaruhi. Kelancaran dan kecepatan arus transportasi ditentukan oleh mata
rantai yang terlemah dari rangkaian kegiatan transportasi tersebut, sampai pada mata
rantai yang terkuat.

Transportasi mempunyai peranan penting bagi industri karena produsen mempunyai


kepentingan agar barangnya diangkut sampai kepada konsumen tepat waktu, tepat
pada tempat yang ditentukan, dan barang dalam kondisi baik.
Di Indonesia dikenal pula transportasi dalam arti mencakup sama dengan
pengertian distribusi dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM. 10 tahun
1988 tanggal 26 Februari 1988 tentang Jasa pengurusan Transportasi , pasal 1
berbunyi :

“yang dimaksud dengan jasa pengurusan transportasi (Freight Forwarding)


dalam keputusan ini adalah usaha yang ditunjukan untuk mewakili kepentingan
pemilik barang untuk mengurus semua kegiatan yang diperlukan bagi terlaksananya
pengiriman dan penerimaan barang melalui transportasi darat, laut, dan udara yang
dapat mencakup kegiatan penerimaan, penyimpanan, sortasi, pengepakan,
penundaan, pengukuran, penimbangan, pengurusan penyelesaian dokumen,
penerbitan dokumen, perhitungan biaya angkut, klaim, asuransi atas pengiriman
barang serta penyelesaian tagihan dan biaya biaya lainnya berkenaan dengan
pengiriman barang barang tersebut sampai dengan diterimanya barang oleh yang
berhak menerimanya”

Transaksi perdagangan adalah proses pemindahan barang dari penjual kepada


pembeli dengan pembayaran yang dilakukan pembeli kepada penjual

Beralih atau perpindahan barang dagangan tersebut dapat terjadi melalui :

• Dari gudang (stock) yang dimiliki penjual, menuju gudang/ tempat yang ditunjukan
oleh pembeli

• Dari pabrik dimana barang tersebut diproduksi menuju gudang/ tempat yang
ditunjuk oleh pembeli

• Dari gudang/ daerah pertanian atau perkebunan dimana barang (hasil pertanian)
tersebut dihasilkan

• Dari lokasi pertambangan (barang tambang) menuju gudang/ tempat pabrik dimana
hasil tambang tersebut dibutuhkan jadi bahan baku.

 Hinterland dan Intermoda Transportasi

Hinterland adalah daerah belakang suatu pelabuhan. Luas suatu hinterland


relatif dan tidak mengenal batas administratif suatu daerah, provinsi atau batas suatu
negara tergantung pada ada tidaknya pelabuhan yang berdekatan dengan daerah
tersebut.

Intermoda Transportasi adalah Pengangkutan barang atau penumpang dari


tempat asal sampai ketempat tujuan dengan menggunakan lebih dari satu moda
transport tanpa terputus dalam arti biaya, pengurusan adminisratif, dokumentasi dan
adanya satu pihak yang bertanggung jawab sebagai pengangkut.

Pelayanan intermoda transportasi disebut pula pelayanan dari pintu ke pintu


(door to door service).

Ada 3 aspek yang perlu diperhatikan dalam hal intermoda transportasi, yaitu :

1. Aspek teknis

Secara teknis harus ada hubungan tiap moda dengan fasilitas yang digunakan
untuk menangani jenis barang atau kemasan yang dibawa.

2. Aspek dokumentasi/file

Hanya ada satu macam dokumen pengangkutan yaitu yang dikeluarkan oleh
yang bertindak sebagai pengangkut

3. Aspek tanggung jawab (liability)

Dalam pelaksanaan intermoda transportasion hanya satu pihak yang


bertanggung jawab terhadap terselenggaranya transportasi.

Dari segi nasional ada beberapa faktor yang harus diciptakan agar intermoda
transportation ini berhasil mencapai tujuannya :

1. Prasarana dan sarana transportasi dan komunikasi yang baik, dari/ke hinterland.

2. Peraturan perundang undangan yang mendukung yang menyangkut dokumen


pengangkutan, prosedur bea cukai, pertanggungan jawab pengangkutan (liability)
termasuk terminal operator liability.

3. Keserasian hubungan antarmoda baik secara teknis maupun sistem operasi.


4. Tersedianya informasi yang akurat tentang kegiatan transportasi.

 Manajemen Lalu Lintas (Traffic Management)

Traffic dapat didefinisikan pengangkutan penumpang dan muatan dengan alat


angkutan dari suatu tempat ke tempat lain.

Angkutan penumpang (passanger traffic) angkutan penumpang dapat dilihat


dari beberapa segi yaitu :

a. Pengangkutan penumpang antarkota dengan kendaraan.

b. Alat pengangkutan yang digunakan adalah bus, mobil, sedan, angkutan kereta api,
angkutan menggunakan kapal laut dan pengangkutan dengan pesawat udara.

c. Selain itu pengangkutan penumpang penyebaran secara geografis yaitu


transmigrasi, angkutan turis dalam negri dan luar negeri ke daerah daerah.

Angkutan muatan (barang), jumlah muatan yang di angkut untuk antar kota
menggunakan berbagai bagai jenis moda transportasi antara lain menggunakan
kereta api, truk, container (sistem peti kemas) kapal dan tongkang yang ditarik oleh
tugboat.

Barang barang umum yang diangkut dalam jumlah besar atau partai kecil.
Distribusi pengangkutan barang barang berbeda menurut volume yang diangkut,
pengiriman barang dalam jumlah besar maupun kecil, jarak, berat dari muatan yang
diangkut pun berbeda.

Untuk pengangkutan domestik dan perdagangan internasional ada pola tertentu yang
digunakan untuk lalu lintas muatan (barang). Arus barang dan lembaga penyalur
komoditi yang dimanfaatkan dalam rangka pengiriman barang melalui pengangkutan
perlu di analisis mengenai lalu lintas muatan (traffic).

 Analisis traffic

Tujuan dari analisis traffic ini adalah :

a. Untuk menentukan tempat pemasaran dan pemanfaatan angkutan yang tersedia.


b. Bahan pertimbangan untuk pelayanan, bagi sumber pendapatan dan tarif angkutan.

c. Menentukan pengaruh dari persaingan sempurna, dalam mengangkut barang


barang serta pertimbangan untuk penentuan tarif jasa angkutan.

d. Untuk mengembangkan pasar baru serta penemuan sumber sumber bahan baku.

 Material Handling dan Transportasi

Pengertian material handling merupakan kegiatan mengangkat, mengangkut, dan


meletakkan bahan bahan dan barang barang dengan menggunakan alat transportasi.

Dalam material handling yang harus diperhatikan adalah peralatan (alat angkut) yang
digunakan alat mekanis atau nin mekanis. Tujuan utama dari material handling ialah
memindahkan barang dari satu titik ke titik lain dengan biaya minimum tanpa ada
pengulangan (delay) untuk pengangkutan tersebut

Adapun jenis alat material handling yang digunakan terdiri dari :

1. Ban berjalan (conveyor), dipakai dalam pabrik untuk proses produksi.

2. Derek (crane)

3. Forklift

4. Kereta Api

5. Truk

6. Container (transtanier)

7. chasis/Trailer

8. Top Loader

Sejalan dengan kemajuan teknologi angkutan dewasa ini untuk pengiriman


barang banyak digunakan peti kemas (container) terutama pelayanan.
 Dokumen Angkutan

Dalam pengiriman barang dibutuhkan beberapa dokumen dalam


pengangkutan yang disebut transportation documents.

Dibawah ini diberikan beberapa contoh dokumen dalam transportasi

1. Dokumen pengiriman barang

Suatu perusahaan ekspedisi yang melaksanakan pengiriman barang


menggunakan shipment documents sebagai bukti bagi penerima barang nantinya,
bahwa barang barang tersebut telah diangkut oleh perusahaan ekspedisi.

2. Surat muatan (Bill of Lading)

Di dalam bill of lading diadakan kontrak barang barang yang diangkut, hal
mana sipengirim barang akan menyerahkan kepada sipenerima atas dasar perjanjian
yang telah dibuat.

Ada pun tujuan daripada bill of lading ialah :

a. Sipenerima akan menerima barang dalam kondisi baik.

b. Pengangkutan berdasar isi kontrak yang telah dibuat.

c. Semua transaksi dalam pengangkutan dijelaskan dalam perjanjian.

 Dokumen bagi manajemen

Ada beberapa jenis manajemen dokumen yaitu :

a. Kontrak

Dalam kontrak dijelaskan jangka waktu, dan asal/tujuan pengiriman barang.

b. Tarif

Untuk angkutan harus jelas tarif yang dihitung untuk pengangkutan tersebut.
c. Polis asuransi

Selama dalam perjalanan barang barang yang diangkut diasuransikan terdiri dari :

1. Asuransi atas kerugian barang

2. Asuransi atas kerusakan barang barang

d. Biaya biaya/cost

Dalam pengangkutan yang diperhitungkan adalah biaya uang tambang.

e. Cif (cost insurance and freight)

Selama dalam pengangkutan yang diperhitungkan adalah biaya, asuransi dan uang
tambang.

f. Franco gudang artinya si pengirim/si penjual barang hanya bertanggung jawab atas
barang sampai masuk ke dalam gudang.

g. Manifest yaitu surat muatan yang dibawa oleh nahkoda kapal memuat seluruh
barang barang dan penumpang yang diangkut.
Dalam periode 5 tahun (1996-2000) jumlah perusahaan pelayaran di Indonesia
meningkat, dari 1,156 menjadi 1,724 buah, atau bertambah perusahaan (peningkatan
rata-rata 10.5% p.a). Sementara kekuatan armada pelayaran nasional membesar, dari
6,156 menjadi 9,195 unit (peningkatan rata-rata 11.3% p.a). Tapi dari segi kapasitas
daya angkut hanya naik sedikit, yaitu dari 6,654,753 menjadi 7,715,438 DWT.
Berarti kapasitas rata-rata perusahaan pelayaran nasional menurun. Sepanjang
periode tersebut, volume perdagangan laut tumbuh 3% p.a. Volume angkutan naik
dari 379,776,945 ton (1996) menjadi 417,287,411 ton (2000), atau meningkat
sebesar 51,653,131 ton dalam waktu lima tahun, tapi tak semua pertumbuhan itu
dapat dipenuhi oleh kapasitas perusahaan pelayaran nasional (kapal berbendera
Indonesia), bahkan untuk pelayaran domestic (antar pelabuhan Inonesia). Pada tahun
2000, jumlah kapal asing yang mencapai 1,777 unit dengan kapasitas 5,122,307
DWT meraup muatan domestic sebesar 17 juta ton atau sekitar 31%.
Walhasil, saat ini industri pelayaran Indonesia sangat buruk. Perusahaan
pelayaran nasional kalah bersaing di pasar pelayaran nasional dan internasional,
karena kelemahan di semua aspek, seperti ukuran, umur, teknologi, dan kecepatan
kapal. Di bidang muatan internasional (ekspor/import) pangsa perusahaan pelayaran
nasional hanya sekitar 3% to 5%, dengan kecenderungan menurun. Proporsi ini
sangat tidak seimbang dan tidak sehat bagi pertumbuhan kekuatan armada pelayaran
nasional.
Data tahun 2002 menunjukan bahwa pelayaran armada nasional Indonesia
semakin terpuruk dipasar muatan domestic. Penguasaan pangsanya menciut 19%
menjadi hanya 50% (2000:69%). Sementara untuk muatan internasional tetap
dikisaran 5%. Dari sisi financial, Indonesia kehilangan kesempatan meraih devisa
sebesar US$10.4 Milyar, hanya dari transportasi laut untuk muatan ekspor/ import
saja. Alih-alih memperoleh manfaat dari penerapan prinsip cabotage (yang tidak
ketat) industri pelayaran Indonesia malah sangat bergantung pada kapal sewa asing.
Armada nasional pelayaran Indonesia menghadapi banyak masalah, seperti : banyak
kapal, terutama jenis konvensional, menganggur Karena waktu tunggu kargo yang
berkepanjangan; terjadi kelebihan kapasitas, yang kadang-kadang memicu perang
harga yang tidak sehat; terdapat cukup banyak kapal, tetapi hanya sedikit yang
mampu memberikan pelayanan memuaskan; tingkat produktivitas armada dry
cargo sangat rendah, hanya 7,649 ton-miles/ DWT atau sekitar 39.7% dibandingkan
armada sejenis di Jepang yang 19,230 ton-miles / DWT.
Situasi pelayaran sangat pelik, karena ketergantungan pada kapal sewa asing
terjadi bersamaan dengan kelebihan kapasitas armada domestic. Situasi bagai
lingkaran tak berujung itu disebabkan lingkungan investasi perkapalan yang tidak
kondusif. Banyak perusahaan pelayaran ingin meremajakan armadanya, tapi sulit
memperoleh pinjaman di pasar uang domestic. Dan disisi lain lebih mudah
memperoleh pinjaman dari sumber-sumber luar negeri. Beberapa perusahaan besar
cenderung mendaftarkan kapalnya di luar negeri (flagged-out). Tapi perusahaan kecil
dan menengah tidak mampu melakukannya, sehingga tak ada alternative kecuali
menggunakan kapal berharga murah, tapi tua dan tidak layak. Akibatnya terjadi
ketergantungan yang semakin besar pada kapal sewa asing dan pemrosotan
produktivitas armada.
 Masalah Investasi Transportasi Laut
Di Indonesia terdapat dua kelompok besar penyelenggara transportasi Laut,
yaitu oleh pemerintah (termasuk BUMN) dan swasta. Masing-masing kelompok
terbagi dua. Di pihak pemerintah terbagi menjadi BUMN pelayaran yang
menyelenggarakan transportasi umum dan BUMN non pelayaran yang hanya
menyelenggarakan pelayaran khusus untuk melayani kepentingan sendiri. Pihak
swasta terbagi menjadi perusahaan besar dan perusahaan kecil (termasuk pelayaran
rakyat). Ragam mekanisme penyaluran dana investasi pengadaan kapal ternyata
sejalan dengan pembagian tersebut. Masing-masing pihak di tiap-tiap kelompok
memiliki mekanisme pembiayaan tersendiri.

 Hambatan dalam Pendanaan Kapal


Dunia pelayaran Indonesia menghadapi banyak hambatan structural dan
sistematis di bidang financial, seperti di paparka di bawah ini:
1. Keterbatasan lingkup dan skala sumber dana : Official Development Assistance
(ODA), terkonsentrasi untuk investasi public di berbagai sector pembangunan,
kecuali pelayaran. Other Official Finance (OOF), kredit ekspor dari Jepang sedang
terjadwal ulang. Foreign Direct Investment (FDI), sejauh ini tidak ada anggaran
pemerintah hanya dialokasikan untuk pengadaan kapal pelayaran perintis. Pinjaman
Bank asing tersedia hanya untuk perusahaan pelayaran besar (credit worthby)
pinjaman Bank swasta nasional hanya disediakan dalam jumlah sangat kecil.
2. Tingkat suku bunga pinjaman domestic 15-17% p.a untuk jangka waktu pinjaman
5 tahun.
3. Jangka waktu pinjaman yang hanya 5 tahun terlalu singkat untuk industri
pelayaran.
4. Saat ini kapal yang dibeli tidak bisa dijadikan sebagai kolateral.
5. Tidak ada program kredit untuk kapal feeder termasuk pelayaran rakyat, kecuali
pinjaman jangka pendek berjumlah sangat kecil dari bank nasional.
6. Tidak ada kebijakan pendukung.
7. Prosedur peminjaman (appraisal, penyaluran, angsuran) kurang ringkas.
C. Perkembangan Transportasi Laut Hinterlands
 Usaha Angkutan Jasa Transportasi Laut
Usaha jasa angkutan memiliki beberapa bidang usaha menunjang, yaitu kegiatan
usaha yang menunjang kelancaran proses kegiatan angkutan, seperti di uraikan di
bawah ini:
1. Usaha bongkar muat barang, yaitu kegiatan usaha pembongkaran dan barang dan
atau hewan dari dan ke kapal.
2. Usaha jasa pengurusan transportasi (freight forwarding), yaitu kegiatan usaha untuk
pengiriman dan penerimaan barang dan hewan melalui angkutan darat, laut, dan
udara.
3. Usaha ekspedisi muatan kapal laut, yaitu kegiatan usaha pengurusan dokumen dan
pekerjaan yang berkaitan dengan penerimaan dan penyerahan muatan yang diangkut
melalui laut.
4. Usaha angkutan di perairan pelabuhan, yaitu kegiatan usaha pemindahan penumpang
dan atau barang atau hewan dari dermaga ke kapal atau sebaliknya dan dari kapal ke
kapal, di perairan pelabuhan.
5. Usaha penyewaan peralatan angkutan laut atau alat apung, yaitu kegiatan usaha
menyediakan dan penyewaan peralatan penunjang angkutan laut dan atau alat apung
untuk pelayanan kapal.
6. Usaha tally, yaitu kegiatan usaha perhitungan, pengukuran, penimbangan, dan
pencatatan muatan kepentingan pemilik muatan atau pengangkut.
7. Usaha depo peti kemas, yaitu kegiatan usaha penyimpanan, penumpukan,
pembersihan, perbaikan, dan kegiatan lain yang terkait dengan pengurusan peti
kemas.

 Kronologi Ringkas Kebijakan Transportasi Laut Indonesia


Pada tahun 1985 diterbitkan Instruksi Presiden nomor 4 yang bertujuan
meningkatkan ekspor nonmigas menekan biaya pelayaran dan pelabuhan. Pelabuhan
yang melayani perdagangan luar negeri ditingkatkan jumlahnya secara drastis, dari 4
menjadi 127. Untuk pertama kalinya pengusaha pelayaran Indonesia harus
berhadapan dengan pesaing seperti feeder operator yang mampu menyewakan biaya
lebih rendah. Liberasi berlanjut pada tahun 1988 ketika pemerintah melongarkan
proteksi pasar domestic. Sejak itu, pendirian perusahaan pelayaran tidak lagi
disyaratkan memiliki kapal berbendera Indonesia. Jenis ijin pelayaran dipangkas,
dari lima hanya menjadi dua. Perusahaan pelayaran memiliki fleksibilitas lebih besar
dalam rute pelayaran dan penggunaan kapal (bahkan penggunaan kapal berbendera
asing untuk pelayaran domestic). Secara de facto , prinsip cabotage tidak lagi
diberlakukan.
Pada tahun ini pula diberlakukan keharusan men-scrap kapal tua dan
pengadaan kapal dari galangan dalam negeri. Undang-undang pelayaran nomor 21
tahun 1992, semakin memperkuat pelonggaran perlindungan tersebut. Berdasarkan
UU 21/92 perusahaan asing dapat melakukan usaha patungan dengan perusahaan
pelayaran nasional untuk pelayaran domestic. Melalui Peraturan Pemerintah Nomor
82 tahun 1999, pemerintah berupaya mengubah kebijakan yang terlalu longgar,
dengan menetapkan kebijakan sebagai berikut:
1. Perusahanaan pelayaran nasional Indonesia harus memiliki minimal satu kapal
berbendera Indonesia, berukuran 175 GT.
2. Kapal berbendera asing diperbolehkan beroperasi pada pelayaran domestic hanya
dalam jangka waktu terbatas (3 bulan).
3. Agen perusahaan pelayaran asing kapal harus memiliki satu kapal berbendera
Indonesia, berukuran 5,000 GT.
4. Di dalam perusahaan patungan, perusahaan nasional harus memiliki minimal satu
kapal berbendera Indonesia, berukuran 5,000 GT (berlipat dua dari syarat
deregulasi 1988 yang 2,500). Pengusaha agen kapal asing memprotes keras,
sehingga pemberlakuan ketentuan ini diundur hingga Oktober 2003.
5. Jaringan pelayaran domestic dibagi menjadi 3 jenis trayek, yaitu utama (main
route), pengumpan (feeder route) dan perintis (pioneer route). Jenis ijin operasi
pelayaran dibagi menurut jenis trayek tersebut dan jenis muatan (penumpang, kargo
umum, dan kontener).
Rangkaian regulasi dan deregulasi tersebut di atas menjadi salah satu faktor terhadap
kondisi dan masalah yang dihadapi sector transportasi Laut Indonesia, dari waktu ke
waktu.
 Profil Armada Transportasi Laut Di Indonesia
Dari sisi besaran DWT, kapasitas kapal konvesional dan tanker mendominasi
armada pelayaran yang uzur (umur rata-rata kapal di Indonesia 21 tahun, 2001,
dibandingkan dengan Malaysia yang 16 tahun, 2000, atau singapura yang 11 tahun,
2000). Meskipun demikian, justru pada kapasitas muatan dry-bulk dan liquid
bulk pangsa pasar domestic armada nasional paling kecil. Pada umunya, kapal
Indonesia mengangkut kargo umum, tapi sekitar setengah muatan dry-bulk dan
liquid-bulk diangkut oleh kapal asing atau kapal sewa berbendera asing. Secara
keseluruhan armada nasional meraup 50% pangsa pasar domestic. Sekitar 80%
liquid-bulk berasal dari PT Pertamina. Penumpang angkutan laut bukan feri terutama
dilayani oleh PT Pelni yang mengoperasikan 29 kapal (dalam lima tahun terakhir, PT
Pelni menambah 10 kapal). Perusahaan swasta juga membesarkan armada dari 430
(1997) menjadi 521 unit (2001).
Armada Pelayaran Rakyat, yang terdiri dari kapal kayu (misalnya jenis Pinisi,
seperti yang banyak berlabuh dipelabuhan Sunda Kelapa) membentuk mekanisme
industri transportasi laut yang unik. Kapal-kapal yang berukuran relatif kecil (tapi
sangat banyak) melayani pasar yang tidak diakses oleh kapal berukuran besar, baik
karena alasan finansial (kurang menguntungkan) atau fisik (pelabuhan dangkal).
Industri Pelayaran Rakyat berperan sangat penting dalam distribusi barang dan dari
pelosok Indonesia. Armada pelayaan rakyat mengangkut 1.6 juta penumpang(sekitar
8% penumpang bukan feri) dan 7.3 juta Metric Ton barang (sekitar 16% kargo
umum). Tapi kekuatan armada ini cenderung melemah, terlihat dari kapasitas
397,000 GRT pada tahun 1997 menjadi 306,000 GRT pada tahun 2001. (sumber
data: Stramindo, berdasarkan statistic DitJen HubLa).

 Manajemen Transportasi Laut

Dalam UU.No.17 Th.2008, Ttg Pelayaran :


1. Pelayaran adalah satu kesatuan system yang terdiri atas angkutan di
perairan, kepelabuhan, keselamatan dan keamanan, serta perlindungan
lingungan maritim.
2. Angkutan di perairan adalah kegiatan mengangkut dan/atau memindahkan
penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal kepelabuhan
adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pelaksanaan fungsi pelabuhan
untuk menunjang kelancaran, keamanan,dan ketertiban arus lau lintas kapal
dan/atau barang, keselamatan dan keamanan berlayar, tempat perpindahan
intra dan/atau antarmoda serta mendorong perekonomian nasional dan
daerah dengan tetap memperhatikan tata ruang wilayah.
3. Keselamatan dan keamanan pelayaran adalah suatu keadaan terpenuhnya
persyaratan keselamatan dan keamanan yang menyangkut angkutan
perairan, kepelabuhan dan lingkungan maritime.

 Masa Depan Transportasi Laut Indonesia


Di masa depan, kebutuhan transportasi laut di Indonesia pastilah meningkat. Ini
disebabkan naiknya kebutuhan perekonomian dan juga kebutuhan lainnya. Oleh
karena itu, saat ini pemerintah Indonesia sedang gencar merencanakan pembuatan tol
laut, memperjelas daerah batas maritim Indonesia, memperbaiki transportasi laut
Indonesia yang lebih layak, mempercepat pelayanan barang export-import dan
menindak lanjuti oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab dan masih banyak
upaya pemerintah untuk memperbaiki transportasi laut di Indonesia. Tapi, disamping
itu adapun juga kendala dalam menghadapi hal tersebut seperti, Undang-undang
yang masih belum dipakai secara maksimal, Oknum nakal yang sudah dibubarkan
masih saja kembali lagi dan tidak pernah jera, kurangnya masyarakat untuk
berpatisipasi dan supportive kepada pemerintah membuat rencana-rencana
pembangunan untuk laut juga terhambat. Tak hanya itu, pejabat pemerintah yang
melakukan tindak kriminal korupsi juga menghambat pembangunanan rencana
pemerintah. Oleh karena itu, Pemerintah Negara Indonesia beserta masyarakat
diharapkan bisa lebih bekerja-sama dan saling membantu untuk pembangunan
Indrustri perkapalan, infrastruktur laut dan lain-lain. Karena itu semua pada akhirnya
demi rakyat Indonesia bisa lebih terjamin kehidupannya.
D. Upaya Pengembangan Transportasi Laut Hinterlands

Banyak rencana Pemerintah Negara Indonesia untuk melakukan upaya


pengembangan Transportasi Laut Hinterlands seperti pembangunan Indrustri
perkapalan, infrastruktur laut, memperbaiki manajemen angkut barang dan masih
banyak lagi, berikut ini merupakan salah satu rencana pemerintah untuk
pengembangan Transportasi Laut Hinterlands.

 Tol Laut dalam Mendukung Indonesia Poros Maritim Dunia – 2045

Pengertian Tol Laut yang ditekankan oleh Presiden Joko Widodo merupakan
suatu konsep memperkuat jalur pelayaran yang dititikberatkan pada Indonesia bagian
Timur. Konsep tersebut selain untuk mengkoneksikan jalur pelayaran dari barat ke
timur Indonesia juga akan mempermudah akses niaga dari negara-negara Pasifik
bagian selatan ke negara Asia bagian Timur. Ide dari konsep tol laut tersebut akan
membuka akses regional dengan cara membuat dua pelabuhan besar berskala hub
international yang dapat melayani kapal-kapal niaga besar diatas 3.000 TEU atau
sekelas kapal panamax 6000 TEU. Melalui realisasi rencana tersebut diharapkan
Indonesia dapat memiliki peran yang signifikan dalam mendukung distribusi logistik
internasional.
Terbukanya akses regional melalui implementasi konsep tol laut dapat
memberikan peluang industri kargo/logistik nasional untuk berperan dalam distribusi
internasional, dimana saat ini 40% melalui wilayah Indonesia. Untuk menjadi
pemain di negeri sendiri serta mendukung asas cabotage serta beyond cabotage,
maka saat ini Pemerintah telah menetapkan dua pelabuhan yang berada di wilayah
depan sebagai hub-internasional, yaitu pelabuhan Kuala Tanjung dan pelabuhan
Bitung. Dengan posisi pelabuhan hub internasional di wilayah depan maka kapal
yang melakukan ekspor/impor dengan Indonesia akan berlabuh di wilayah depan.
Untuk melanjutkan distribusi logistik ke wilayah dalam akan menggunakan kapal
berbendera Indonesia/lokal. Konsep tersebut tidak hanya akan meminimalisir
pergerakan kapal dagang internasional (saat ini masih didominasi kapal berbendera
asing) di wilayah dalam Indonesia, namun juga meminimalisir penetrasi produk
asing hingga wilayah dalam Indonesia.
Distribusi logistik di wilayah depan (pelabuhan hub internasional) akan
dihubungkan ke wilayah dalam melalui pelabuhan-pelabuhan hub nasional
(pelabuhan pengumpul) yang kemudian diteruskan ke pelabuhan feeder (pelabuhan
pengumpan) dan diteruskan ke sub-feeder dan atau pelabuhan rakyat. Sesuai dengan
konsep wilayah depan dan wilayah dalam tersebut maka armada kapal yang
melayani pergerakan kargo/logistik internasional akan berbeda dengan armada kapal
yang melayani pergerakan kargo domestik.
Mendukung hal tersebut, kemudian juga dikembangkan rute armada
kapal/pelayaran yang menghubungkan kedua pelabuhan hub internasional serta
melalui pelabuhan hub nasional dari wilayah timur hingga wilayah barat Indonesia.
Kemudian kargo/logistik dari pelabuhan hub nasional akan didistribusikan ke
pelabuhan feeder menggunakan kapal yang berbeda pula. Konsep konektivitas laut
diatas kemudian dilayani oleh armada kapal secara rutin dan terjadwal dari barat
sampai timur Indonesia kemudian disebut sebagai konsep “Tol Laut”.

Pelabuhan Strategis Tol Laut Berdasarkan kajian diatas serta kajian-kajian


sebelumnya, kemudian pemerintah (Bappenas serta Kementerian Perhubungan)
bersama Pelindo menetapkan 24 pelabuhan strategis untuk merealisasikan konsep
Tol Laut yang terdiri dari 5 pelabuhan hub (2 hub internasional dan 3 hub nasional)
serta 19 pelabuhan feeder. Pelabuhan Sorong direncanakan sebagai hub masa depan
bersama pengembangan potensi wilayah hinterlandnya untuk meningkatkan potensi
muatannya.
Disamping kajian-kajian terdahulu, pertimbangan lain yang turut
diperhitungkan dalam penentuan pelabuhan strategis tersebut adalah sebaran
wilayah, kondisi dan kapasitas pelabuhan eksisting, potensi pengembangan
maksimum pelabuhan dan hinterlandnya, arus barang dan liners yang telah melayani,
serta kemampuan pemerintah dan BUMN dalam merealisasikannya. Untuk
merealisasikan rute/jaringan pelayaran tersebut, diperlukan kebijakan strategis yaitu:
1. Penataan jaringan trayek angkutan laut (revisi SK Trayek).
2. Perluasan jaringan trayek, peningkatan frekuensi layanan, serta peningkatan
keandalan kapal untuk angkutan laut dan keperintisan.
3. Optimalisasi penyelenggaraan PSO angkutan laut penumpang maupun barang,
mengingat jumlah muatan barang dari wilayah Indonesia Timur yang masih
rendah.

Pembangunan Pelabuhan Mendukung Tol Laut. Dengan memperhatikan


perkembangan ukuran armada kapal yang digunakan pada jalur perdagangan
internasional, maka juga perlu kesiapan pelabuhan dan alurnya untuk mendukung
kapal-kapal yang mampu melayani muatan yang lebih besar (kelas Panamax) dengan
kecepatan layanan yang lebih tinggi, khususnya pada rute pendulum Tol Laut. Oleh
sebab itu, ke-24 pelabuhan strategis direncanakan dikembangkan dengan konsep
sebagai berikut:
1. Pembangunan pelabuhan bertaraf Internasional yang berkapasitas besar dan
modern untuk ekspor berbagai komoditas dan berfungsi juga sebagai International
Seaport-Hub.
2. Pengerukan kolam dan alur pelabuhan Hub min -12,5m untuk mendukung
penggunaan kapal Panamax 4.000 TEUS yang bergerak dengan rute pendulum.
3. Peningkatan draft pelabuhan feeder min -7m, untuk mendukung penggunaan
kapal 3 in 1 dan atau kapal 2 in 1 yang mulai dikembangkan PT. PELNI.
4. Modernisasi fasilitas dan peralatan bongkar muat pelabuhan strategis tol laut
untuk meningkatkan produktifitas pelabuhan.
5. Perluasan penerapan INSW dalam rangka persiapan implementasi ASEAN Single
Windows.
6. Restrukturisasi dan rasionalisasi tarif jasa kepelabuhanan dalam rangka
meningkatkan daya saing.

Sedangkan beberapa hal yang perlu ditindaklanjuti agar pelabuhan-pelabuhan


lainnya (non-komersil) sehingga dapat bersinergi dengan konsep tol laut adalah:
1. Optimalisasi pelabuhan hub internasional (Pelabuhan Kuala Tanjung dan Bitung),
termasuk melalui peningkatan pangsa muatan angkutan luar negeri (perubahan term-
of-trade).
2. Evaluasi optimalisasi pemanfaatan pelabuhan yang telah dibangun (khususnya
pelabuhan umum Pemerintah).
3. Kajian efektivitas penyediaan terminal khusus (TERSUS)/terminal untuk
kepentingan sendiri (TUKS), termasuk dampaknya terhadap operasional dan
pengembangan terminal/pelabuhan umum.
4. Evaluasi efektivitas kebijakan pelabuhan yang terbuka untuk perdagangan
internasional untuk mendukung konsep wilayah depan dan wilayah dalam.
5. Penguatan landasan hukum dan kelembagaan dalam koordinasi
penyelenggaraan pelabuhan perikanan dan pelabuhan penyeberangan.
6. Revitalisasi pelabuhan pelayaran rakyat di Indonesia.

Memperhatikan potensi muatan yang tumbuh seiring dengan pemerataan


pengembangan wilayah yang didukung oleh penguatan konektivitas, maka potensi
industri berbagai jenis dan ukuran kapal dan jasa perawatan kapal (galangan kapal)
sangat besar dengan proyeksi mencapai 1.000 unit per-tahun. Kemampuan galangan
saat ini baru mencapai 200-300 unit per-tahun dengan jumlah docking kapal sekitar
250 unit yang terkonsentrasi di wilayah barat Indonesia.

Armada kapal Indonesia saat ini didominasi oleh kapal kecil berumur diatas
25 tahun. Keadaan tersebut disebabkan pelaku industri jasa pelayaran cenderung
membeli kapal bekas guna menekan biaya investasi dan depresiasi. Oleh sebab itu,
kebijakan strategis pengutamaan pembangunan kapal di dalam negeri perlu
direalisasikan untuk mengambil peluang dari kebutuhan peremajaan dan
penambahan berbagai jenis/ukuran kapal.
Untuk merealisasikan hal terebut, maka diperlukan:
1. Pembangunan galangan kapal baru yang berteknologi canggih dan effisien di
wilayah yang tersebar.
2. Penyusunan payung hukum agar dapat dikembangkan Galangan Kapal milik
Pemerintah.
3. Insentif dan perhatian khusus dari pemerintah (Kementerian Perindustrian) untuk
meningkatkan kapasitas dan kualitas industri galangan kapal nasional.
Melalui implementasi seluruh elemen yang dikembangkan dalam konsep Tol
Laut diatas, maka terciptanya keunggulan kompetitif bangsa, terciptanya perkuatan
industri nasional di seluruh hinterland pelabuhan strategis, serta tercapainya PDB
tertinggi di Asia Tenggara yang disertai pemerataan nasional dan disparitas harga
yang rendah dapat direalisasikan. Namun keberhasilan implementasi tol laut
memerlukan langkah-langkah lain dalam kerangka mengefisienkan sistem
transpsortasi maritim Indonesia.
Selain elemen utama seperti pengembangan pelabuhan, pengembangan
hinterland, penyusunan rute terjadwal dan rutin dengan konsep pendulum,
pembangunan galangan kapal, juga diperlukan elemen pendukung tol laut seperti
sarana prasarana navigasi, patroli, SDM, serta infrastruktur pendukung lainnya untuk
keberhasilan implementasi tol laut.
Peningkatan jumlah serta kualitas SDM sesuai kompetensi standar
keselamatan dan keamanan transportasi, khususnya SDM Perhubungan Laut
(khususnya awak kapal negara dan penjaga menara suar) diperlukan guna memenuhi
potensi kebutuhan SDM laut yang tinggi. Target lulusan 5 tahun hingga 2019 dalam
Renstra perhubungan mencapai 1.347.641 lulusan.

Sedangkan untuk menjawab kebutuhan sarana prasarana navigasi guna


menjamin keselamatan transportasi laut, maka terdapat beberapa hal yang perlu
ditindaklanjuti, yaitu:
1. Penyusunan kajian kebutuhan sarana bantu navigasi pelayaran (SBNP) dinamis.
2. Pembangunan, optimalisasi sistem pengawasan dan pemeliharaan SBNP.
3. Penyusunan kajian kebutuhan kapal negara kenavigasian sesuai karakteristik
wilayah operasi setiap distrik navigasi.
4. Optimalisasi lokasi, pembangunan dan peremajaan kapal negara kenavigasian.
5. Pemenuhan kebutuhan awak serta sarana prasarana penunjang pengoperasian
kapal negara kenavigasian.
6. Pengadaan dan peningkatan keandalan Stasiun Radio Pantai (SROP) sesuai
standar yang ditetapkan.
7. Pengembangan dan optimalisasi operasi vessel traffic services (VTS).
8. Peningkatan operasional sistem long-range identification and tracking (LRIT).
9. Penyusunan kajian sistem dan prosedur telekomunikasi pelayaran.

Dan infrastruktur pendukung lainnya yang perlu dikembangkan untuk


mendukung implementasi transportasi laut adalah:
1. Pembangunan jaringan listrik hingga ke seluruh pelabuhan
2. Pembangunan jalan akses menuju pelabuhan
3. Integrasi kereta api dengan pelabuhan
4. Layanan distribusi logistik dari/ke pelabuhan menggunakan jaringan pipa
5. Pengembangan akses pelabuhan ke hinterland melalui angkutan sungai
6. Pengembangan coastal shipping/short sea shipping
7. Pengembangan skema pembiayaan inovatif untuk implementasi tol laut
8. Perkuatan linkage dengan perguruan tinggi sebagai basis penelitian dan
pengembangan perhubungan laut.

Peningkatan konektivitas nasional utnuk mencapai keseimbangan


pembangunan yang dituangkan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) 2015-2019 menekankan pada terintegrasinya pembangunan tol
laut untuk mewujudkan daya saing dan kedaulatan wilayah kepulauan Indonesia
sebagai negara maritim, menunjang pertumbuhan sektor pariwisata, serta
mempersempit kesenjangan wilayah.
Sementara itu, moda transportasi laut juga sangat penting untuk
dikembangkan, terutama untuk angkutan jarak jauh. Namun, masih terdapat
permasalahan dimulai dari keterpurukan peran armada pelayaran nasional, dimana
sekitar 50% dari angkutan kargo domestik sudah berusia lebih dari 25 tahun,
sehingga secara tidak langsung mempengaruhi sektor perdagangan dan
perekonomian. Selain itu, biaya ekonomi yang tinggi juga menyebabkan turunnya
minat pengguna transportasi laut, terlebih kurangnya fasilitas prasarana bongkar
muat di pelabuhan juga masih menjadi masalah di sektor ini.
Dari aspek logistik untuk angkutan laut, terdapat permasalahan tidak
efisiennya pengangkutan barang yang diangkut terutama untuk angkutan laut ke
Indonesia bagian timur. Pada saat ini angkutan laut dari Pulau Jawa ke Papua terisi
penuh, namun kembali dalam keadaan kosong. Salah satu penyebabnya adalah
karena wilayah di timur Indonesia masih memiliki konektivitas yang rendah. Hal ini
menyebabkan biaya logistik yang dibebankan kepada komoditi menjadi tinggi,
sehingga diperlukan keberpihakan dalam penyelenggaraan layanan angkutan laut
dari Barat ke Timur.
Oleh karena itu, diperlukan dukungan insentif fiskal maupun nonfiskal
sehingga mampu menekan biaya transportasi dan logistik. Penyediaan PSO untuk
angkutan barang disamping PSO angkutan penumpang yang selama ini ditugaskan
pada PT.PELNI juga perlu direalisasikan. Selain itu, upaya regional balancing harus
dilakukan melalui keseimbangan pembangunan konektivitas global dan nasional,
perkotaan dan perdesaan, pusat-pusat pertumbuhan dan daerah tertinggal, serta
pembangunan transportasi intra-pulau dan antar pulau.
Definisi pelayaran rakyat umumnya identik dengan kapal kayu tradisional yang
dioperasikan oleh pelaut alami dengan manajemen sederhana (UU 17 /2008 tentang
pelayaran pasal 15 ayat 1 dan 2). Menurut PM 93/2013 tentang penyelenggaraan
angkutan laut, Pelayaran Rakyat (PELRA) adalah kegiatan angkutan laut yang
menggunakan kapal:
1. Kapal Layar tradisional yang sepenuhnya digerakkan oleh tenaga angin
2. Kapal Layar Motor berukuran sampai 500 GT (gross tonnage) yang digerakkan
oleh tenaga angin sebagai penggerak utama dan motor sebagai tenaga penggerak
bantu
3. Kapal motor dengan ukuran antar 7 GT sampai 35 GT.

Pengadaan armada pelayaran terhambat oleh sulitnya penyediaan kayu


gelondongan sehingga perlu dicarikan alternatif lain misalnya dengan pengadopsian
cara perancangan dan pembangunan kapal kayu modern untuk diterapkan kepada
kapal armada pelayaran rakyat. Untuk menjamin keselamatan dan pelayanan yang
baik dari pelayaran rakyat, diperlukan pembinaan dan pengawasan yang lebih
konsisten dan menyeluruh oleh pemerintah yang bekerja sama dengan asosiasi atau
koperasi yang ada. Pemerintah juga diamanatkan untuk mengembangkan PELRA
dengan langkah-langkah dalam PM 93/2013, yang termasuk didalamnya berupa
penyediaan pelabuhan yang memadai, kemudahan pengembangan serta penyediaan
BBM bersubsidi.
INPRES No. 5 2005 tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional:
1. Menata kembali jaringan trayek angkutan laut dengan memberikan insentif kepada
kapal dengan trayek tetap dan teratur. Dapat ditambahkan juga untuk kapal
dengan umur dibawah 25 tahun;
2. Mempercepat ratifikasi konvensi internasional tentang Piutang Maritim yang
didahulukan dan hipotik atas kapal (Maritime Liens and Mortgages, 1993) dan
menyelesaikan undang-undang serta peraturan yang terkait;
3. Mempercepat ratifikasi konvensi Penahanan Kapal (Arrest Ship) beserta undang-
undang dan peraturan terkait;
4. Memberikan dukungan untuk pengembangan pelayaran rakyat (dan pelayaran
lain) dalam bentuk fasilitas pendanaan.
Rencana tinfak lanjut dalam pemberdayaan pelayaran rakyat
1. Perlunya kebijakan afirmatif untuk menyelesaikan seluruh permasalah PELRA.
2. Perlunya ditindaklanjuti surat KEMENHUB ke BUMN tentang kewajiban untuk
memberikan distribusi produk BUMN tertentu menggunakan PELRA, terutama
untuk distribusi pelayanan publik (obat-obatan, buku BOS, dsb).
3. Perlunya percepatan perumusan Dana Alokasi Khusus (DAK) mendukung PELRA
dan percepatan penyusunan skema pembiayaan lainnya.
4. Diperlukannya konsesi hutan tanaman industri kayu kapal. Masih terdapat 22
juta hektar hutan yang boleh dikonversi (bukan lindung). Setidaknya 100 ribu
hektar boleh dikonversi menjadi bahan baku ulin.
5. Perlunya pengembangan teknologi untuk dapat menggunakan kayu secara efektif
dan efisien, serta aturan mengenai pengklasifikasian kapal kayu. Sehingga
nantinya tercipta standar sparepart kayu (fabrifikasi), sehingga akan terjadi
efektifitas dan efisiensi pemanfaatan kayu.
6. Perlunya rebranding PELRA untuk meningkatkan perhatian dan kebanggaan
erhadap PELRA sebagai bagian dari realisasi Bangsa Indonesia sebagai Poros
Maritim Dunia.
Sementara permasalahan dwelling time, double-handling dan integrasi
multimoda masih dalam proses penanganan, inisiasi SSS dapat dilakukan
memanfaatkan armada RoRo dan dengan memperkuat pelabuhan RoRo Paciran dan
Kendal untuk mempercepat penurunan biaya logistik Indonesia.
Insentif yang diperlukan untuk pengembangan SSS antara lain:
1. Kebijakan Pemerintah:
a) Subsidi untuk BBM kapal (equal treatment dengan angkutan jalan raya);
b) Penurunan biaya bunker (Biaya operasional kapal 60% untuk bahan bakar);
c) Penertiban angkutan barang truk yang melebihi beban jalan.
2. Penyusunan sistem dan prosedur yang dapat meminimalisasi antrian serta
mekanisme pembayaran yang terintegrasi antara pelabuhan muat dan pelabuhan
tujuan (satu kali bayar). Diperlukan koordinasi antara operator Ro-Ro dan
operator kedua pelabuhan (muat dan tujuan).
3. Insentif fiskal yang dibutuhkan pelaku pelayaran untuk mendukung terwujudnya
coastal shipping/short sea shipping antara lain:
• Bunga Bank – Interest Rate serendah mungkin, apabila dalam mata uang Rupiah
tidak lebih dari 10%. Selain biaya, Perbankan harus menyalurkan dana sebanyak
mungkin;
• PPN (0%), Biaya sewa kapal, BBM, Bongkar Muat, material kapal, dan spare
parts;
• Insentif pada galangan kapal;
• Local Content, peningkatan penggunaan local content bila perlu dipaksakan
untuk memfasilitasi pendirian UKM untuk pembuatan suku cadang dan mesin
kapal;
• Bebas bea masuk untuk alat-alat yang terkait industri pelayaran.
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN

 Umum
Industri pelayaran, bahkan transportasi Laut yang merupakan salah satu
bagiannya memiliki banyak aspek yang saling terkait. Karena itu, upaya peningkatan
daya saing pada aspek yang relevan perlu dilakukan secara simultan. Aspek relevan
tersebut meliputi : Pembenahan administrasi dan manajemen pemerintahan di laut,
termasuk keselamatan dan keamanan Laut serta perlindungan laut.
 Finansial
Industri transportasi laut menghadapai situasi pelik, yaitu timbulnya masalah
ketergantungan pada kapal sewa asing dan kelebihan kapasitas armada secara
bersamaan. Pangkal pelik situasi tersebut berasal dari lingkungan investasi
perkapalan yang tidak kondusif. Perusahaan pelayaran yang ingin meremajakan
armadanya, sulit memperoleh dukungan dana. Jika dibiarkan, kepelikan tersebut
akan seperti spiral yang menyeret perusahaan pelayaran kearah keterpurukan yang
semakin dalam. Maka dari itu, diperlukan beberapa usaha untuk memberdayakan
perusahaan pelayaran, sehingga perusahaan pelayaran tersebut memiliki beberapa
karakteristik kemampuan dalam hal mengakses sumber dana keuangan untuk
pengadaan kapal yang dibutuhkan dan menghindari kemrosotan asset kapal dalam
jangka menengah maupun panjang, melakukan reinvestasi pada armada yang lebih
berdaya saing.

SARAN

Agar terciptanya hal-hal diatas, maka pemerintah dan masyarakat harus saling
bekerja-sama membangun seperti memastikan kawasan kepabeanan yang steril,
adanya pelayanan terpadu satu pintu dipelabuhan untuk mencegah pemungutan liar
dan ketidak jelasan pelayanan, lalu membuat badan otoriter tunggal yang dapat
mengatur semua kegiatan yang berada dipelabuhan, dan membuat standar-standar
pelayanan publik yang saat ini masih terabaikan.
DAFTAR PUSTAKA

http://industri.bisnis.com/read/20150318/98/413235/ini-5-saran-ombudsman-atasi-
karut-marut-pelabuhan-indonesia

maritime ekonomi: http://www.pemudamaritim.com/2013/09/maritim-potensi-


ekonomi-masa-depan.html
http://nusantarainitiative.com/wp-content/uploads/2016/02/150915-Buku-Tol-Laut-
bappenas.pdf

Anda mungkin juga menyukai