Anda di halaman 1dari 15

REFERAT

ENDOMETRIOSIS

Oleh :
Asmin

NIM 2003730010

Pembimbing Klinik
Dr. Susilawati, Sp.OG

RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA PUSAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2009
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum wr. wb

Alhamdulillah dengan mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT karena


dengan dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan
judul “Endometriosis”.

Penyusunan referat ini merupakan tugas prasyarat mengikuti ujian akhir di


Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan.

Penulis sangat menyadari bahwa referat ini jauh dari sempurna, baik mengenai
materi maupun teknik penyusunannya. Mengingat kemampuan penulis yang masih
dalam tahap belajar. Oleh karena itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
membangun dari berbagai pihak sebagai perbaikan dari referat ini.

Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang
sebesar-besarnya atas bimbingan, bantuan serta dukungan kepada pihak-pihak yang
telah membantu pembuatan referat ini.

Akhir kata, penulis mengharapkan penyusanan referat berjudul “Endometriosis”


ini dapat diterima dan bermanfaat bagi para pembaca.

Wassalamu ’alaikum Wr. Wb

Jakarta, 29 Juni 2009

Asmin

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ......................................................................................................... i


Daftar Isi ................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Tujuan ............................................................................................................. 2
1.3 Manfaat .......................................................................................................... 2
BAB II ENDOMETRIOSIS
2.1 Definisi endometriosis .................................................................................... 3
2.2 Lokasi endometriosis ...................................................................................... 3
2.3 Patogenesis .................................................................................................... 4
2.4 Patalogi ........................................................................................................... 5
2.5 Gambaran mikroskopik .................................................................................. 5
2.6 Gambaran klinis .............................................................................................. 5
2.7 Klasifikasi endometriosis ................................................................................ 6
2.8 Diagnosis ........................................................................................................ 8
BAB III PENGOBATAN ENDOMETRIOSIS
3.1 Pencegahan .................................................................................................... 9
3.2 Terapi medis ................................................................................................... 9
3.3 Terapi pembedahan ....................................................................................... 10
Daftar Pustaka

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Endometriosis sudah diketahui sejak berabad yang lampau berdasarkan catatan
pada Papyrus 1600 SM. Publikasi lengkap yang pertama dibuat oleh Sampson pada
tahun 1921. Namun demikian hingga kini etiologi endometriosis masih belum diketahui
secara pasti sehingga pengobatan maupun penanganan yang selama ini telah banyak
digunakan ternyata tidak ada satu pun yang benar-benar ampuh untuk semua keadaan
endometriosis.1
Pada tahun 1990-1998, endometriosis merupakan penyakit ginekologik ketiga
terbanyak pada perempuan berusia antara 15-44 tahun. Prevalensi endometriosis pada
populasi secara umum berkisar 10%. Prevalensi ini meningkat hingga 82% pada
perempuan dengan nyeri pelvik dan 21% pada perempuan infertil.4 Di Amerika Serikat,
endometriosis ditemukan 5-10% perempuan usia produktif.5 Dan di Indonesia,
ditemukan 15-25% perempuan infertil disebabkan oleh endometriosis, sedangkan
prevalensi endometriosis pada perempuan infertil idiopatik mencapai 70-80%.1
Endometriosis selama kurang lebih 30 tahun terakhir ini menunjukan angka
kejadian yang meningkat. Angka kejadian antara 5-15 % dapat ditemukan diantara
semua operasi pelvik. Endometriosis jarang didapatkan pada orang-orang Negro, dan
lebih sering didapatkan pada perempuan-perempuan dari golongan sosio-ekonomi yang
kuat. Yang menarik perhatian adalah bahwa endometriosis lebih sering ditemukan ada
perempuan yang tidak kawin pada umur muda, dan yang tidak mempunyai banyak anak.
Rupanya fungsi ovarium secara sikllis yang terus menerus tanpa diselingi oleh
kehamilan, memegang peranan dalam terjadinya endometriosis.2
Penanganan endometriosis yang baik memerlukan diagnosis yang tepat.
Pengobatan secara hormonal masih merupakan pilihan utama dan beberapa peneliti
menyatakan bahwa gabungan pengobatan hormonal dengan tindakan pembedahan
memberikan hasil yang lebih baik.1

1
1.2 Tujuan
Referat ini disusun sebagai salah satu tugas persyaratan mengikuti ujian akhir
dari serangkaian kegiatan kepaniteraan klinik Bagian Ilmu Kebidanan dan Kandungan.

1.3 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penyusunan referat ini, yaitu:
a) Bagi Institusi Pendidikan:
Sebagai bahan masukan bagi institusi pendidikan untuk menjadi kepustakaan
untuk penyusunan karya ilmiah lainnya.
b) Bagi mahasiswa:
1. Mahasiswa mampu mengaplikasikan semua ilmu yang telah diperoleh
selama proses penyusunan referat ini.
2. Menambah wawasan mahasiswa dalam memahami ilmu yang diperoleh
selama proses penyusunan referat ini.

2
BAB II
ENDOMETRIOSIS

2.1 Definisi
Endometriosis adalah jaringan ektopik (tidak pada permukaan dalam uterus)
yang memiliki susunan kelenjar atau stroma endometrium atau kedua-duanya dengan
atau tanpa makrofag yang berisi hemosiderin dan fungsinya mirip dengan endometrium
karena berhubungan dengan haid dan bersifat jinak, tetapi dapat menyebar ke organ-
organ dan susunan lainnya.1
Endometriosis merupakan suatu keadaan dimana jaringan endometrium yang
masih berfungsi terdapat baik diluar endometrium kavum uteri maupun di miometrium
(otot rahim).4 Bila jaringan endometrium tersebut berimplantasi di dalam miometrium
disebut endometriosis interna atau adenomiosis, sedangkan jaringan endometrium yang
berimplantasi di luar kavum uteri disebut endometriosis eksterna atau endometriosis
sejati.1-3 Pembagian ini sekarang sudah tidak dianut lagi karena baik secara patologik,
klinik ataupun etiologik adenomiosis dan endometriosis berbeda.2

2.2 Lokasi Endometrosis


Berdasarkan urutan tersering endometrium ditemukan ditempat-tempat
sebagai berikut :
1) Ovarium;
2) Peritoneum dan ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dinding
belakang uterus, tuba Fallopi, plika vesiko uterina, ligamentum rotundum,
dan sigmoid.
3) Septum rektovaginal;
4) Kanalis inguinalis;
5) Apendiks;
6) Umbilikus;
7) Serviks uteri, vagina, kandung
kencing, vulva, perineum;
8) Parut laparotomi;

3
9) Kelenjar limfe; dan
10) Walaupun sangat jarang, endometriosis dapat ditemukan di lengan, paha,
pleura, dan perikardium.

2.3 Patogenesis
Sampai saat ini belum ada yang dapat menerangkan secara pasti penyebab
terjadinya endometriosis. Namun demikian beberapa ahli mencoba menerangkan
kejadian endometriosis, antara lain :
2.3.1 Teori implantasi dan regurgitasi (John A. Sampson)
Endometriosis terjadi karena darah haid mengalir kembali (regurgitasi) melalui
tuba ke dalam rongga pelvis.1,2 Sudah dibuktikan bahwa dalam darah haid ditemukan
sel-sel endometrium yang masih hidup. Sel-sel yang masih hidup ini kemudian dapat
mengadakan implantasi di pelvis.2 Teori ini paling banyak penganutnya, tetapi teori ini
belum dapat menerangkan kasus endometriosis di luar pelvis.
2.3.2 Teori metaplasia (Rober Meyer)
Endometriosis terjadi karena rangsangan pada sel-sel epitel yang berasal dari
selom yang dapat mempertahankan hidupnya di dalam pelvis. Rangsangan ini akan
menyebabkan metaplasi dari sel-sel epitel itu, sehingga terbentuk jaringan
endometrium.2 Secara endokrinologis, epitel germinativum dari ovarium, endometrium
dan peritoneum berasal dari epitel selom yang sama.1 Teori Robert Meyer akhir-akhir ini
semakin banyak ditentang. Disamping itu masih terbuka kemungkinan timbulnya
endometroisis dengan jalan penyebaran melalui darah atau limfe, dan dengan
implantasi langsung dari endometrium saat operasi.2
2.3.3 Teori penyebaran secara limfogen (Halban)
Teori ini dikemukakan atas dasar jaringan endometrium menyebar melalui
saluran limfatik yang mendrainase rahim, dan kemudian diangkut ke berbagai tempat
pelvis dimana jaringan tersebut tumbuh secara ektopik. Jaringan endometrium
ditemukan dalam limfatik pelvis pada sampai 20% dari penderita endometriosis.7
2.3.4 Teori imunologik
Banyak peneliti berpendapat bahwa endometriosis adalah suatu penyakit
autoimun karena memiliki kriteria cenderung lebih banyak pada perempuan, bersifat
familiar, menimbulkan gejala klinik, melibatkan multiorgan, dan menunjukkan aktivitas

4
sel B-poliklonal. Di samping itu telah dikemukakan bahwa danazol yang semula dipakai
untuk pengobatan endometriosis yang disangka bekerja secara hormonal, sekarang
ternyata telah dipakai untuk mengobati penyakit autoimun atas dasar bahwa danazol
menurunkan tempat ikatan IgG pada monosit, sehingga mempengaruhi aktivitas
fagositik.1

2.4 Patologi
Lokasi yang sering terdapat endometriosis ialah pada ovarium, dan biasanya di
dapati pada kedua ovarium. Pada ovarium tampak kista-kista biru kecil sampai kista
besar berisi darah tua menyerupai coklat (disebut kista coklat atau endometrioma).
Darah tua dapat keluar sedikit-sedikit karena luka pada dinding kista, dan dapat
menyebabkan perlekatan antara permukaan ovarium dengan uterus, sigmoid dan
dinding pelvis. Kista coklat kadang-kadang dapat mengalir dalam jumlah banyak ke
dalam rongga peritoneum karena robekan dinding kista, dan menyebabkan acute
abdomen. Tuba pada endometriosis biasanya normal. Pada salah satu atau kedua
ligamentum sakrouterinum, kavum Douglasi, dan permukaan uterus sebelah belakang
dapat ditemukan satu atau beberapa bintik sampai benjolan kecil yang berwarna kebiru-
biruan. Juga pada permukaan sigmoid atau rektum seringkali ditemukan benjolan yang
berwarna kebiru-biruan ini. Sebagai akibat dari timbulnya perdarahan pada waktu haid
dari jaringan endometriosis, mudah sekali timbul perlekatan antara alat-alat di sekitar
kavum Douglasi.2

2.5 Gambaran Mikroskopik


Pada pemeriksaan mikroskopik ditemukan ciri-ciri khas bagi endometriosis yakni
kelenjar-kelenjar dan stroma endometrium, serta perdarahan bekas dan baru berupa
eritrosit, pigmen hemosiderin dan sel-sel makrofag berisi hemosiderin. Disekitarnya
tampak sel-sel radang dan jaringan ikat, sebagai reaksi dari jaringan endometriosis.2

2.6 Gambaran Klinis


Aktivitas jaringan endometriosis sama halnya dengan endometrium yakni sangat
bergantung pada hormon. Aktivitas jaringan endometriosis akan terus meningkat
selama hormon masih ada dalam tubuh, setelah menopause gejala endometriosis akan
menghilang.1 Gejala-gejala yang dapat ditemukan pada penyakit endomeriosis berupa :

5
1) Dismenorea adalah nyeri haid siklik merupakan gejala yang sering dijumpai.
Terjadi 1-3 hari sebelum haid dan dengan makin banyaknya darah haid yang
keluar keluhan dismenorea pun akan mereda.1 penyebab dari dismenorea ini
belum diketahui, tetapi diduga berhubungan dengan adanya vaskularisasi dan
perdarahan dalam sarang endometriosis pada waktu sebelum dan semasa haid.2
2) Dispareunia merupakan gejala tersering dijumpai setelah dismenorea, keluhan
ini disebabkan adanya endometriosis di dalam kavum Douglasi.2
3) Diskezia atau nyeri waktu defekasi terutama pada waktu haid, disebabkan
adanya endometriosis pada dinding rektosigmoid.2
4) Gangguan miksi dan hematuria bila terdapat endometriosis di kandung kencing,
tetapi gejala ini jarang terjadi.2
5) Gangguan haid dan siklusnya dapat terjadi pada endometriosis apabila kelainan
pada ovarium demikian luasnya sehingga fungsi ovarium terganggu.2
6) Infertilitas juga merupakan suatu gejala endometriosis yang masih sulit
dimengerti.7 Tetapi faktor penting yang menyebabkan infertilitas pada
endometriosis ialah mobilitas tuba terganggu karena fibrosis dan perlekatan
jaringan disekitarnya.2
Pada pemeriksaan ginekologik, khususnya pada pemeriksaan vagino-rekto-
abdominal, ditemukan pada endometriosis ringan benda-benda padat sebesar butir
beras sampai butir jagung di kavum Douglasi, dan pada ligamentum sakrouterinum
dengan uterus dalam retrofleksi dan terfiksasi. Ovarium mula-mula dapat diraba sebagai
tumor kecil, akan tetapi dapat membesar sampai sebesar tinju.2

2.7 Klasifikasi Endometriosis


2.7.1 Klasifikasi endometriosis menurut Acosta (1973)3
1) Ringan
− Endometriosis menyebar tanpa perlekatan pada anterior atau posterior
kavum Douglasi atau permukaan ovarium atau peritoneum pelvis.
2) Sedang
− Endometriosis pada satu atau kedua ovarium disertai parut dan retraksi
atau endometrioma kecil.

6
− Perlekatan minimal juga di sekitar ovarium yang mengalami
endometriosis.
− Endometriosis pada anterior atau posterior kavum Douglasi dengan
parut dan retraksi atau perlekatan, tanpa implantasi di kolon sigmoid.
3) Berat
− Endometriosis pada satu atau dua ovarium, ukuran lebih dari 2 x 2 cm2.
− Perlekatan satu atau dua ovarium atau tuba atau kavum Douglasi karena
endometriosis.
− Implantasi atau perlekatan usus dan/ atau traktus urinarius yang nyata.

2.7.2 Klasifikasi endometriosis menurut Revisi American Fertility Society (1985)7

7
2.8 Diagnosis
Diagnosis biasanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik, dipastikan
dengan pemeriksaan laparoskopi. Pada endometriosis yang ditemukan pada lokasi
seperti forniks vaginae posterior, perineum, parut laparotomi dan sebagainya, biopsi
dapat memberi kepastian mengenai diagnosis. Pemeriksaan laboratorium pada
endometriosis tidak memberi tanda yang khas, hanya apabila ada darah dalam tinja atau
air kencing pada waktu haid dapat menjadi petunjuk tentang adanya endometriosis
pada rektosigmoid atau kandung kencing.2
Diagnosis banding endometriosis berdasarkan gejala, yakni 4:
1) Dismenorea : dismenorea primer, dismenorea sekunder yang disebabkan antara
lain adenomiosis, mioma, infeksi, dan stenosis servikalis.
2) Dispareunia : kurangnya lubrikasi,kelainan gastrointestinal (irritable bowel
syndrome), kongestif vaskular pelvik, dan sebagainya.
3) Infertilitas : anovulasi, defisiensi fase luteal, infeksi atau penyakit tuba.

8
BAB III
PENGOBATAN ENDOMETRIOSIS

3.1 Pencegahan
Kehamilan adalah cara pencegahan yang paling baik untuk endometriosis.
Gejala-gejala endometriosis memang berkurang atau hilang pada waktu dan sesudah
kehamilan karena regresi endometrium dalam sarang-sarang endometriosis. Oleh sebab
itu hendaknya perkawinan jangan ditunda terlalu lama, dan sesudah perkawinan
hendaknya diusahakan supaya mendapat anak-anak yang diinginkan dalam waktu yang
tidak terlalu lama. Sikap demikian itu tidak hanya merupaka profilaksis yang baik
terhadap endometriosis, melainkan menghindari terjadinya infertilitas sesudah
endometriosis timbul. Selain itu jangan melakukan pemeriksaan yang kasar atau
melakukan kerokan pada waktu haid, karena dapat menyebabkan mengalirnya darah
haid dari uterus ke tuba dan ke rongga panggul.2

3.2 Terapi Medis


Standar terapi medis pada pasien endometriosis meliputi : analgesik (NSAID atau
acetaminophen), pil kontrasepsi oral, agen androgenik (danazol [Danocrine]), agen
progestogen (medroksiprogesteron asetat [Provera]), hormon pelepas-gonadotropin
(GnRH) misalnya leuprolid [Lupron], goserelin [Zoladex], triptorelin [Trelstar Depot],
nafarelin [Synarel]), and antiprogestogen (gestrinone).4

9
Dasar pengobatan hormonal endometriosis ialah bahwa pertumbuhan dan
fungsi jaringan endometriosis sama seperti jaringan endometrium yang normal, dimana
jaringan endometriosis juga dikontrol oleh hormon-hormon steroid. Data laboratorium
menunjukkan bahwa jaringan endometriosis mengandung reseptor estrogen,
progesteron dan androgen, yakni estrogen merangsang pertumbuhan jaringan
endometriosis, androgen menyebabkan atrofi, sedang progesteron masih
diperdebatkan, namun progesteron sintetik yang mengandung efek androgenik
tampaknya menghambat pertumbuhan endometriosis.2
Dari dasar tersebut, prinsip pertama
pengobatan hormonal endometriosis adalah
menciptakan lingkungan hormon rendah
estrogen dan asiklik, sehingga diharapkan
kadar estrogen yang rendah menyebabkan
atrofi jaringan endometriosis dan keadaan
yang asiklik mencegah terjadinya haid yang
berarti tidak terjadinya pelepasan jaringan
endometrium yang normal maupun jaringan
endometriosis. Kemudian prinsip kedua adalah
menciptakan lingkungan hormon tinggi
androgen atau tinggi progestogen yang secara
langsung menyebabkan atrofi jaringan
endometriosis. Di samping itu, prinsip tinggi
androgen atau tinggi progestogen juga
menyebabkan keadaan rendah estrogen yang
asiklik karena gangguan pada pertumbuhan
folikel.2

3.3 Terapi Pembedahan


Endometriosis yang cukup berat (stadium III atau IV) dapat menyebabkan
kelainan anatomis pelvis, dimana hal tersebut sangat memungkinkan merusak fertilitas
(kesuburan) dengan cara mengganggu jangkauan oosit dan transportasi sepanjang tuba
fallopi. Keadaan ini umumnya diterapi dengan cara pembedahan.6

10
Pada umumnya terapi pembedahan pada endometriosis bersifat bedah
konservatif yakni mengangkat saranng-sarang endometriosis dengan mempertahankan
fungsi reproduksi dengan cara meninggalkan uterus dan jaringan ovarium yang masih
sehat, dan perlekatan sedapat mungkin dilepaskan.1,2 pembedahan konservatif dapat
dilakukan dengan dua cara pendekatan yakni laparotomi atau laparoskopi operatif.2
Pembedahan konservatif pada pasien usia duapuluhan akhir dan awal empatpuluhan
terutama bila fertilitas di masa depan dikehendaki, maka endometriosis yang cukup luas
diterapi dengan 1) reseksi endometriomata; 2) melepaskan perlekatan tuba dengan atau
tanpa neurektomi presakral (untuk mengurangi dismenorea); 3) suspensi uterus
(melepaskan fiksasi retroversi fundus uteri dari kavum Douglasi akibat perlekatan
endometriotik); 4) menghilangkan apendiks dikarenakan tidak jarang sarang-sarang
endometriosis terdapat pada serosa apendiks.2,7
Pembedahan radikal dilakukan pasien usia 40 tahun dengan menderita
endometriosis yang luas disertai banyak keluhan. Pilihan pembedahan radikal
histerektomi total, salpingo-ooforektomi bilateral dan pengangkatan sarang-sarang
endometriosis yang ditemukan.2,7,8
Komplikasi tersering pembedahan adalah pecahnya kista, tidak dapat
terangkatnya seluruh dinding kista secara baik dan sempurna. Hal ini mengakibatkan
tingginya perlekatan pasca-pembedahan. Untuk mencegah pecahnya kista, dianjurkan
pengobatan terapi hormonal praoperatif selama beberapa bulan. Cara lain untuk
mencegah pecahnya kista dengan pungsi kista per-laparaskopi yang kemudian
dilanjutkan terapi hormonal selama 6 bulan, tetapi cara ini masih belum banyak
dilakukan dan masih diperdebatkan.1

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Baziad A, Jacoeb TZ, Basalamah A, Rachman IA. Endometriosis. Dalam : Baziad A,


Jacoeb TZ, Surjana EJ, Alkaff Z, editor. Endokrinologi Ginekologi. Kelompok Studi
Endokrinologi Reproduksi Indonesia (KSERI), Edisi Ke-1, Jakarta 1993; 107-23.
2. Prabowo, Raden P. Endometriosis. Dalam : Wiknjosastro H, Saifuddin AB,
Rachimhadhi T, editor. Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Edisi Ke-2, Jakarta 2005; 314-27.
3. Manuaba, Ida Bagus G. Endometriosis. Dalam : Manuaba, editor. Kapita Selekta
Penatalaksanaan Rutin Obstetri Ginekologi dan KB. Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta 2001; 526-32.
4. Mounsey A, Wilgus A, Slawson DC. Diagnosis and Management of
Endometriosis. Dalam : American Academy of Family Physician 2006, Vol. 74,
No. 4; 594-602.
5. Bulun SE. Mechanisms of Disease Endometriosis. Dalam : The New England
Journal of Medicine 2009, Vol. 360, No. 3; 268-79.
6. Olive DL, Pritts EA. Treatment Endometriosis. Dalam : Wood AJ, editor. The New
England Journal of Medicine 2001, Vol. 345, No. 4; 266-75.
7. Moore JG. Endometriosis dan Adenomiosis. Dalam : Christina Y, editor. Esensial
Obstetri dan Ginekologi. Penerbit Buku Hipokrates, Edisi Ke-2, Jakarta 2001;
401-9.
8. Taber B. Endometriosis. Dalam : Melfiawati, editor. Kapita Selekta Obstetri dan
Ginekologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta 1994; 200-5.

Anda mungkin juga menyukai