Sudarmin Harun
Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin
E-mail: sudarminhr@unhas.ac.id
Abstract
In this study, the primery data are diction and theme in three
poems of The Rose, namely “The Rose of The World”, “The Rose of
Peace”, and “The Rose of Battle”. The secondry data are found from some
books which are relevant to this study. The method used to analized
these three poems are intrinsic and extrinsic approaches.
The results of the study show that diction and theme expose the
poet mistic and religious experience which characterize the world of the
whole poems. It’s also found that the theme of “The Rose” is the
expression of the poet for a love, eternal beauty, and the nature of
immortal peace.
INTISARI
Pendahuluan
Karya sastra dapat mempunyai peranan positif yang sangat besar
dalam kehidupan manusia. la bisa menjadi perintis perubahan pikiran,
tata nilai dan kebangkitan kesadaran bangsa. Begitupun sebaliknya,
sikap dan tata nilai dalam kehidupan suatu bangsa sering tercermin
dalam karya-karya sastra yang lahir dari bangsa tersebut. Dengan kata
lain, karya sastra banyak menggambarkan semangat jaman dan
keadaan lingkungan, tempat ia diciptakan dan tumbuh. la
menyingkapkan nilai dan arti yang terdapat pada masyarakat
tertentu, baik secara tersirat maupun secara tersurat.
Aristotle, I have been told, has said, that poetry is the most
philosophic of all writings; it is so, its object is truth, not standing
upon external testimony, but carried alive into heart by passions. I
have said that poetry is spontaneous of powerful feelings...
(Kennedy, 1991: 112-118).
Pengertian lain mengenai puisi dikemukakan oleh Perrine
sebagai berikut:
Poetry might be defined as a kind of language that says ` more `
and say it ` more intensely ` than does ordinary language. In order
to understand this fully, we need to understand what it is that
poetry `say ` ( 1983: 553).
Seorang penyair Amerika Emily Dickinson dalam Highlight
American Literature memberikan definisi puisi sebagai berikut:
If I read a book and it makes my body so cold and no fire can ever
warm me, I know that is poetry. If I feel physically as if the top of
my head were taken off, I know that is poetry" (Bode, 1993: 90).
Sedangkan William Butler Yeats menganggap bahwa Puisi
itu adalah senjata, sehingga Yeats pernah menyatakan bahwa
seorang penyair harus sama keberaniannya dengan seorang
prajurit yang pergi berperang. Bedanya, penyair pikiran-pikiran
Taylor Colleridge adalah kata-kata yang sebaik-baiknya, misalnya
seimbang, satu unsur dengan unsur lain sangat erat
hubungannya dan sebagainya.
Dari definisi-definisi yang dipaparkan di atas, jelas
kelihatan adanya perbedaan-perbedaan pikiran mengenai
pengertian puisi. Namun, seperti dikemukakan Shannon Ahmad
dalam Pradopo bahwa bila unsur-unsur dari beberapa pendapat
tersebut dipadukan, maka akan didapat garis-garis besar
tergantung puisi yang sebenarnya. Unsur-unsur tersebut berupa
emosi, imajinatif pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera,
susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan dan perasaan yang
bercampur baur. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada tiga
unsur yang pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide
atau emosi; kedua, bentuknya, dan yang ketiga adalah kesannya.
Semuanya itu terungkap dengan media bahasa.
Diksi
Dalam karya sastra, utamanya dalam puisi, pengertian yang
tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna dalam hal ini
tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Atau
dengan kata lain, kata-kata adalah alat penyalur gagasan yang
akan disampaikan kapada orang lain.
Analisis
Dalam menghasilkan suatu analisis puisi yang baik, diperlukan
beberapa metode dan hakekat puisi, dimana unsur-unsur yang terdapat
di dalamnya saling berhubungan dan saling mengisi satu sama lainnya.
Seperti halnya penempatan diksi dalam puisi yang merupakan
gambaran ide-ide dari puisi William Butler Yeats dan sering pula
dikaitkan dengan masalah bahasa kiasan sebagai salah satu alat untuk
memperoleh efek puitis yang diciptakan. Oleh karena itu, maka diksi
atau pilihan kata (metode puisi) dalam upaya menentukan tema atau
makna (hakekat puisi) adalah tujuan utama dalam menganalisis puisi
William Butler Yeats yang berjudul: The Rose of The World, The Rose of
Peace, dan The Rose of Battle.
1. The Rose of The World
Parafrase Puisi
Dalam puisi The Rose of The World, William Butler Yeats ingin
mengungkapkan perasaan cinta dan kerinduannya yang mendalam
atas keindahan abadi di muka bumi ini, hal ini dilambangkan oleh
penyair dengan "The Rose". Kata-kata yang digunakan oleh penyair
dalam baris-baris puisinya ini memiliki makna yang cukup jelas, yang
dengan cepat pula menimbulkan kesan yang dalam untuk bisa
dipahami dan dihayati oleh para penikmat dan pembacanya. Cita-cita
kerinduan sang penyair akan suatu keindahan atau kecantikan abadi
tersebut dilukiskannya dalam bait-bait puisi:
Parafrase Puisi
Parafrase Puisi
Bagi semua orang, Rose of all Roses, Rose of all The World ! (Baris
1 bait 1 dan 2) yang merindukan datangnya kedamaian. Melalui pilihan
kata yang digunakan, penyair ingin memperingatkan manusia betapa
rugi dan sia-sianya akibat yang muncul dari setiap peperangan yang
mereka lakukan:
Danger no refuge holds, and war no peace,
For him who hears love sing and never cease,
Beside her clean-swept hearth, her quiet shade,
Dan pada akhirnya semuanya akan musnah, tidak akan lagi ada
kesedihan dan air mata:
And when at last, defeated in His wars,
They have gone down under the same white stars,
We shall no longer hear the little cry
Of our sad hearts, that may not live nor die.
(baris 9-12 bait 2)
Berdasarkan analisa di atas dapat disimpulkan bahwa tema
yang ingin diangkat dalam puisinya ini, adalah menentukan
kebenaran yang hakiki dan keindahan akan cinta kasih yang abadi
dari setiap peperangan yang dilakukan oleh manusia, bukan hanya
peperangan yang dilakukan dalam arti fisik akan tetapi juga secara
psikis melawan hawa nafsu secara peribadi, di mana nantinya kelak
mereka akan membpertanggungjawabkan segala perbuatannya pada
hari penghakiman yang terakhir.
Kesimpulan
Sebagaimana halnya karya-karya sastra lainnya, puisi juga
mempunyai konvensinya sendiri, yang secara umum antara lain berupa
bunyi, imaji, pemilihan kata, gaya bahasa, ritme, rima dan sebagainya.
Referensi