Anda di halaman 1dari 19

ANALISIS DIKSI DAN TEMA DALAM

PUISI “THE ROSE”

Sudarmin Harun
Staf Pengajar Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Hasanuddin
E-mail: sudarminhr@unhas.ac.id

Abstract

This writing tries to discuss two elements in poem. These two


elements are diction and theme. The aim of this study is to expose the
setting and the ideas of the poem “The Rose” in which author particular
life had been expressed. The author is William Butler Yeats (1865-1939),
he was a famous poet in the early 20 th century. His nationality is Irland.
In 1890, he moved to London. His presence in English literature brought
a new characteristic in modern literature. His works present the reality of
life especially nationalism to his nation.

In this study, the primery data are diction and theme in three
poems of The Rose, namely “The Rose of The World”, “The Rose of
Peace”, and “The Rose of Battle”. The secondry data are found from some
books which are relevant to this study. The method used to analized
these three poems are intrinsic and extrinsic approaches.

The results of the study show that diction and theme expose the
poet mistic and religious experience which characterize the world of the
whole poems. It’s also found that the theme of “The Rose” is the
expression of the poet for a love, eternal beauty, and the nature of
immortal peace.

Keywords: Analysis of Diction and Theme

INTISARI

Tulisan ini membahas dua elemen dalam puisi. Kedua elemen


tersebut adalah diksi dan tema. Tujuan tulisan ini adalah mengekspos
setting dan ide-ide puisi “The Rose” di mana kehidupan pengarang
secara khusus telah diekspresikan. Pengarangnya adalah William
Butler Yeats (1865-1939), Ia adalah seorang penulis puisi yang terkenal
di awal abad ke-20an, berkebangsaan Irladia. Pada tahun 1890, Ia
pindah ke London. Keberadaannya di dalam kesusatraan Inggris
membawa suatu ciri-khas yang baru dalam kesusastraan moderen.
Karyanya menyuguhkan realita kehidupan terutama nasionalisme
kepada bangsanya.
Di dalam penelitian ini, data primer adalah diksi dan tema ketiga
puisi The Rose, yakni “The Rose of the World”, “The Rose of Peace”, dan
“The Rose of Battle”. Data sekunder diperoleh dari beberapa buku yang
relevan dengan penelitian ini. Metode yang digunakn untuk
menganalisa ketiga puisi tersebut adalah pendekatan intrinsik dan
ekstrinsik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa diksi dan tema mengekspos


pengalaman mistik dan agama penyair yang menandai dunia puisinya
secara menyeluruh. Ditemukan juga bahwa tema puisi “The Rose”
adalah ekspressi penyair terhadap cinta kasih yang hakiki, kecantikan,
dan perdamaian yang abadi.

Kata Kunci: Diksi dan Tema dalam puisi the Rose

Pendahuluan
Karya sastra dapat mempunyai peranan positif yang sangat besar
dalam kehidupan manusia. la bisa menjadi perintis perubahan pikiran,
tata nilai dan kebangkitan kesadaran bangsa. Begitupun sebaliknya,
sikap dan tata nilai dalam kehidupan suatu bangsa sering tercermin
dalam karya-karya sastra yang lahir dari bangsa tersebut. Dengan kata
lain, karya sastra banyak menggambarkan semangat jaman dan
keadaan lingkungan, tempat ia diciptakan dan tumbuh. la
menyingkapkan nilai dan arti yang terdapat pada masyarakat
tertentu, baik secara tersirat maupun secara tersurat.

Karya sastra diciptakan oleh sastrawan untuk dinikmati,


dipahami dan dimanfaatkan oleh masyarakat. Sastrawan itu
sendiri adalah anggota masyarakat yang terkait oleh status sosial
tertentu. Karya sastra yang menampilkan gambaran hidup dan
kehidupan itu sendiri adalah suatu kenyataan sosial. Dalam
pengertian ini, kehidupan itu mencakup hubungan antara
masyarakat dengan masyarakat, antara masyarakat dengan
individu dan antara manusia dengan peristiwa yang terjadi dalam
batin seseorang.

Dua hal penting dalam sastra yakni pengalaman dan daya


khayal. Kekuatan pikiran pengarang dalam membangun dunia
rekaan tentunya sangat dipengaruhi oleh pengalamannya. Melalui
bahasa sastra yang berirama, karena sangat memperhatikan
penggunaan diksi serta makna kias, seorang pengarang
mengungkapkan segi-segi kehidupan serta dunia nyata
lingkungannya atau kenyataan sosial yang paling menarik
perhatiannya. Dengan daya tanggapnya yang lebih peka dan jiwa
yang lebih jernih. Seorang sastrawan mampu melukiskan berbagai
peristiwa dan kejadian yang ditangkapnya ke dalam bentuk karya
sastra.

Puisi, yang merupakan salah satu bentuk karya sastra, yang


menurut Matthew Arnold dalam Tarigan (1993: 35) adalah satu-
satunya cara yang paling indah, impresif dan paling efektif untuk
mendendangkan sesuatu. Dan dikatakannya pula bahwa salah
satu tujuan puisi bukan berbicara tetapi berdendang. Hal ini
berarti bahwa melalui puisi, segala sesuatu yang berhubungan
dengan kehidupan merupakan nyanyian penyair.
Suatu karya sastra, khususnya puisi, tidak dapat
dilepaskan dari makna, baik makna konotatif maupun makna
denotatif. Bahasanya lebih banyak memberikan kemungkinan
makna. Kepadatan bahasa yang terdapat di dalamnya secara
sengaja diolah sedemikian rupa oleh penyair. Seperti dikatakan
Waluyo (1987: 22) bahwa:
Puisi adalah karya sastra. Semua karya sastra bersifat imajinatif.
Bahasanya bersifat konotatif karena banyak digunakan makna
kias dan makna lambang (majas). Dibandingkan dengan bentuk
karya sastra yang lain, puisi lebih bersifat konotatif. Bahasanya
lebih berkemungkinan makna. Hal ini disebabkan terjadinya
pengkonsentrasian atau pemadatan segenap kekuatan bahasa
dulam puisi (1987: 22).

Selanjutnya, kepadatan kekuatan bahasa dalam puisi inilah,


penyair tidak asal menempatkan kata-kata dalam puisinya, tapi
diramu sedemikian rupa sehingga gagasan yang disampaikan serta
aspek puitik puisi tetap terjaga. Inilah yang disebut diksi. Diksi
sebagai salah satu unsur puisi berarti pemilihan kata yang dilakukan
oleh penyair untuk mengetengahkan perasaan-perasaan yang
bergejolak dalam dirinya. Selain itu, dengan penggunaan diksi yang
tepat akan dapat mencerminkan ruang, waktu, falsafah, amanat, efek,
dan nada sebuah puisi. Oleh karena itu, peranan diksi dalam sebuah
puisi sangatlah berarti, sebab kata-kata tersebut tidak sekedar
sebagai alat yang menghubungkan pembaca dengan intuisi penyair.

Penyair William Butler Yeats (1865-1939) adalah seorang


sastrawan terkenal pada periode awal abad 20-an. Yeats adalah
seorang berkebangsaan Irlandia. Pada tahun 1890-an, ia hijrah ke
London. Kehadiran Yeats dalam sejarah kesusastraan Inggris
membawa corak baru dalam kesustraan modern. Karya-karyanya
mempresentasekan realitas kehidupan yang ada, dan yang lebih
penting lagi bahwa puisi-puisinya menyiratkan nasionalisme terhadap
bangsanya. Nasionalisme Yeats inilah yang pertama-tama
mendorongnya untuk mencari penggunaan kata-kata (diksi) yang dapat
mengekspresikan perasaan batinnya. Bahkan Yeats merasa sangat
bersatu dengan tanah airnya, Irlandia sehingga dalam mitologi versinya
sendiri membuat tafsirannya tentang masa depan Irlandia (Wellek, 1993:
145).
Penyair William Butler Yeats menulis banyak puisi dengan gaya
penulisan yang menarik. Ketiga buah puisi yang dijadikan materi pokok
dalam tulisan ini adalah merupakan kumpulan puisi yang bertajuk "The
Rose", ditulis sejak tahun 1893-1899. Penulis mengangkat tiga puisi
karya William B. Yeats, yaitu "The Rose of the World", "The Rose of
Peace", dan "The Rose of Battle", untuk dikaji lebih lanjut. Dan sebagai
titik tumpu pembahasan, penulis akan menganalisis hanya dua unsur
yaitu diksi dan tema yang digunakan oleh penyair dalam ketiga puisi
tersebut.
Pengertian Puisi
Salah satu bentuk karya sastra yang populer adalah puisi.
Defenisi tentang puisi dikemukakan oleh sastrawan dan kritikus
menurut versinya masing- masing, sehingga untuk memberikan defenisi
yang tepat tergantung pada sudut mana kita menilai puisi.
Dalam bahasa Inggris padanan kata puisi adalah poetry yang ber-
hubungan dengan kata poet dan kata poem. Poet, dijelaskan oleh
Coulter, bahwa kata “poet” berasal dari kata Yunani yang berarti
membuat atau mencipta melalui imajinasinya. Dia adalah orang yang
berpenglihatan tajam, orang suci yang sekaligus merupakan seorang
filsuf, negarawan, guru, orang yang dapat menebak kebenaran yang
tersembunyi (Coulter dalam Tarigan, 1993 : 4).

Kedua keterangan di atas lebih bersifat etimologis terhadap kata


puisi. Untuk mendapat gambaran yang lebih jelas, masih dibutuhkan
keterangan yang lain. Emerson memberi penjelasan bahwa Puisi
merupakan upaya mengekspresikan jiwa sesuatu, untuk menggerakkan
tubuh yang kasar dan mencari kehidupan dan alasan yang
menyebabkannya ada. Karena bukannya irama melainkan
argumen yang membuat irama, yaitu ide atau agasan yang
menjelmakan suatu puisi. Sang penyair mempunyai suatu pikiran
baru. Dia mempunyai suatu keseluruhan pengalaman baru untuk
disingkapkan; dia ingin mengutarakan kepada kita betapa caranya
pengalaman itu bersatu dengan dia dan semua orang akan
mempunyai perbendaharaan yang lebih kaya dengan pengalaman
tersebut (Blair & Chandler dalam Tarigan 1993 : 4).

Selanjutnya, Tarigan menuliskan pendapat pengarang Edgar


Allan Poe yang menyatakan bahwa : “ . . . puisi kata sebagai kreasi
keindahan yang berirama The Rhythmical Creation of Beauty (Blair &
Chandler dalam Tarigan 1993: 4).
Ukuran satu-satunva untuk itu intelek ataupun kesadaran,
puisi itu hanyalah memiliki hubungan-hubungan sekunder saja.
Kalau tidaklah bersifat insidental, maka puisi itu tidaklah
mempunyai hubungan apapun baik dengan kewajiban maupun
dengan kebenaran. (Blair & Chandler dalam Tarigan 1993 : 4).

Adapula beberapa pengarang yang menghubungkan puisi


dengan musik. John Dryden mengatakan bahwa "Poetry is articulate
music"dan Issac Newton mengatakan bahwa "Poetry is ingenius fiddle-
faddle" (Blair & Chandler dalam Tarigan, 1993: 5). Jadi jelaslah bahwa
hubungan antara puisi dengan musik amat erat lagi pula salah satu
maksud utama puisi pada umumnya "not to speak but to sing".
Lain lagi dengan pendapat penyair romantik terbesar, William
Wordsworth yang memberikan defenisi puisi merupakan bentuk
pengungkapan ekspresi spontan dan sebagai filsafat kehidupan ,
seperti berikut :

Aristotle, I have been told, has said, that poetry is the most
philosophic of all writings; it is so, its object is truth, not standing
upon external testimony, but carried alive into heart by passions. I
have said that poetry is spontaneous of powerful feelings...
(Kennedy, 1991: 112-118).
Pengertian lain mengenai puisi dikemukakan oleh Perrine
sebagai berikut:
Poetry might be defined as a kind of language that says ` more `
and say it ` more intensely ` than does ordinary language. In order
to understand this fully, we need to understand what it is that
poetry `say ` ( 1983: 553).
Seorang penyair Amerika Emily Dickinson dalam Highlight
American Literature memberikan definisi puisi sebagai berikut:
If I read a book and it makes my body so cold and no fire can ever
warm me, I know that is poetry. If I feel physically as if the top of
my head were taken off, I know that is poetry" (Bode, 1993: 90).
Sedangkan William Butler Yeats menganggap bahwa Puisi
itu adalah senjata, sehingga Yeats pernah menyatakan bahwa
seorang penyair harus sama keberaniannya dengan seorang
prajurit yang pergi berperang. Bedanya, penyair pikiran-pikiran
Taylor Colleridge adalah kata-kata yang sebaik-baiknya, misalnya
seimbang, satu unsur dengan unsur lain sangat erat
hubungannya dan sebagainya.
Dari definisi-definisi yang dipaparkan di atas, jelas
kelihatan adanya perbedaan-perbedaan pikiran mengenai
pengertian puisi. Namun, seperti dikemukakan Shannon Ahmad
dalam Pradopo bahwa bila unsur-unsur dari beberapa pendapat
tersebut dipadukan, maka akan didapat garis-garis besar
tergantung puisi yang sebenarnya. Unsur-unsur tersebut berupa
emosi, imajinatif pemikiran, ide, nada, irama, kesan pancaindera,
susunan kata, kata-kata kiasan, kepadatan dan perasaan yang
bercampur baur. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada tiga
unsur yang pokok. Pertama, hal yang meliputi pemikiran, ide
atau emosi; kedua, bentuknya, dan yang ketiga adalah kesannya.
Semuanya itu terungkap dengan media bahasa.

Puisi mengekspresikan pemikiran yang membangkitkan


perasaan, yang merangsang imjinasi pancaindera dalam sususnan
yang berirama. Semua itu merupakan sesuatu yang penting, yang
direkam dan diekspresikan, dinyatakan menarik dan memberi
kesan. Puisi itu merupakan rekaman dan interpretasi pengalaman
manusia yang penting, digubah dalam wujud yang paling
berkesan.

Hakekat dan Tema Puisi


Richards, seorang krtikus sastra yang terkenal telah
menunjukkan bahwa suatu puisi mengandung suatu makna
keseluruhan yang merupakan perpaduan dari tema penyair, yaitu
mengenai inti pokok puisi itu, perasaannya yaitu sikap sang
penyair terhadap bahan atau objeknya; nadanya yaitu sikap sang
pemyair terhadap pembaca atau penikmatnya, dan amanat yaitu
maksud atau tujuan sang penyair (Morris dalam Tarigan 1993 :
9).
Tema yang merupakan pokok atau inti cerita suatu karya
satra, adalah pengalaman yang dibeberkan dalam sebuah karya
sastra yang mempunyai suatu permasalahan. Permasalahan itu
banyak sehingga dapat menimbulkan bermacam-macam tema.
Misalnya tema percintaan, kepahlawanan, ketuhanan, kejiwaan,
kemasyarakatan, ataupun tema kemanusiaan. Tema-tema
tersebut dipersempit oleh sastrawan sehingga permasalahannya
menjadi semakin jelas.

Theme is the central concept developed in a poem. It is the


basic idea which the poet trying to convey and which,
accoedingly, he always to direct his imagery. Most of the
images, in other words, are designed to present the central
theme, or main idea, of the poem (Reaske, 1966: 42).
Berdasarkan kutipan di atas tema adalah sentral konsep
yang dikembangkan dalam sebuah karya puisi. Selanjutnya
Leonard dan Joanne (1984, 38) mengemukakan pendapatnya
tentang tema: “Theme is the main idea after all the reason people
read your writing is to learn your idea, to hear what you have to
say”.
Jadi, yang dimaksud tema adalah ide utama yang
merupakan alasan masyarakat untuk membuat tulisan dan untuk
mempelajari ide, dan untuk mendengar apa yang ingin diketakan
penulis. Menurut Waluyo (1987: 106) tema adalah gagasan pokok
atau subject matter yang di kemukakan oleh penyair. Pokok
pikiran atau pokok persoalan itu begitu kuat mendesak dalam
jiwa penyair sehingga menjadi landasan utama pengucapannya.
Jika desakan yang kuat itu berupa balas kasih atau
kemanusiaan, maka puisinya bertema kemanusiaan. Jika kuat
adalah dorongan untuk memperotes ketidak adilan, maka tema
puisinya adalah kritik social. Jika perasaan cinta kasih atau
patah hati yang kuat maka akan melahirkan tema cinta atau tema
kedukaan hati karena cinta.

Diksi
Dalam karya sastra, utamanya dalam puisi, pengertian yang
tersirat dalam sebuah kata itu mengandung makna dalam hal ini
tiap kata mengungkapkan sebuah gagasan atau sebuah ide. Atau
dengan kata lain, kata-kata adalah alat penyalur gagasan yang
akan disampaikan kapada orang lain.

Untuk menyampaikan sesuatu dengan tepat, maka


diperlukan pilihan kata atau diksi, karena dengan adanya
pengetahuan tentang pilihan kata, maka dapat membantu
seseorang untuk mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya, baik secara lisan maupun secara tulisan. Diksi
berkaitan dengan cara memilih kata-kata yang cocok untuk
dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan dan cara
membentuk pengelompokan kata yang tepat, menggunakan
ungkapan-ungkapan yang tepat. Definisi diksi dikemukakan oleh
Reaske sebagai berikut:

Diction is the use of words in poetry. When we ask about the


diction of a poem, we are inquiring into the stylistic and tonal
qualities of the words which the poet has chosen. We are
concerned with the vocabulary of the poem. A poet should
always try to select the word which most appropriately
conveys his attended meaning. This good diction begins with
this process of selection. If we find a group of words in poem
or absurd taste, then we refer usually to the ‘bad diction’. In
discussing diction, we are much more interested in selecting
of words are presented. Analyzing diction, in summary, is no
more than examining the appropriateness of the vocabulary
within a given poem (Reaske, 1966: 31-32).

Ketepatan pilian kata mempersoalkan sebuah kata untuk


menimbulkan gagasan-gagasan yang tepat pada imajinasi
pembaca atau pendengar, sebab itu persoalan ketepatan kata
akan menyangkut pula persoalan makna kata dan kosakata
seseorang. Kaya kosakata akan memungkingkan penulis atau
pembicara lebih bebas memilih kata yang dianggap paling tepat
mewakili pikirannya. Ketepatan makna kata juga mempersoalkan
bagai mana hubungan antara bentuk kata dengan referensinya.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa


diksi menyangkut pemilihan kata-kata yang tepat dalam puisi,
daya kata-kata yang dipilih dan ketepatan kata-kata yang dipilih.

Selanjutnya, diksi tidak bisa dipisahkan dengan pemaknaan


dari kata-kata itu sendiri, dalam hal ini adalah denotasi dan
konotasi. Dalam memilih kata-kata penyair harus mengerti
denotasi dan konotasi sebuah kata supaya tepat dan
menimbulkan gambaran yang jelas dan padat (Perrine, 1983:
585).
Sebuah kata mempunyai dua aspek, yaitu denotasi artinya
menunjuk, dan konotasi yaitu arti tambahannya. Denotasi sebuah
kata adalah definisi kamusnya, yaitu pengertian yang menunjuk
benda atau hal yang diberi nama dengan kata itu, disebutkan
atau diceritakan. Bahasa yang denotative adalah bahasa yang
menuju korespondensi satu lawan satu antara tanda atau kata
dengan hal yang ditujukan. Jadi, satu kata hanya mengandung
aspek denotasinya saja. Bukan hanya berisi arti yang ditunjukkan
saja tapi masih ada arti tambahannya, yang ditimbulkan oleh
asosiasi-asosiasi yang keluar dari denotasinya.

Makna denotasi biasa juga disebut dengan beberapa istilah


lain seperti makna kognitif, makna ideasional, makna referensial
atau makna proposisional. Disebut makna denotasi dan
referensial karena makna itu menunjuk (denote) kepada suatu
referen. Selanjutnya disebut makna kognitif karena makna itu
bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan stimulus dari
pihak pembicara dan respon dari pihak pendengar menyangkut
hal-hal yang dapat diserap pancaindra (kesadaran) dan rasio
manusia. Makna ini disebut juga makna proposisional karena
bertalian dengan informasi atau pernyataan yang bersifat factual.
Makna ini yang diacu dengan bermacam-macam nama, adalah
makna yang paling dasar pada suatu kata (Keraf, 2006: 28).

Selain itu, makna konotasi biasa juga disebut makna


konotasional, makna emotif atau makna evaluatif. Makna
konotatif adalah suatu jenis makna dimana stimulus dan respon
mengandung nilai-nilai emosional. Makna konatif sebagian terjadi
karena pembicara ingin menimbulkan persaan setuju, senang,
tidak senang dan sebagainya. Pada pihak pendengar, dipihak lain,
kata yang dipilih itu memperlihatkan bahwa pembicaranya juga
memendam perasaan yang sama (Keraf, 2006: 29).

Dengan demikian memahami puisi, selain harus dimengerti


arti kamus atau arti denotatifnya juga harus diperhatikan
konotasi atau arti konotasinya yang timbul dari asosiasi-asosiasi
arti denotatifnya.

Analisis
Dalam menghasilkan suatu analisis puisi yang baik, diperlukan
beberapa metode dan hakekat puisi, dimana unsur-unsur yang terdapat
di dalamnya saling berhubungan dan saling mengisi satu sama lainnya.
Seperti halnya penempatan diksi dalam puisi yang merupakan
gambaran ide-ide dari puisi William Butler Yeats dan sering pula
dikaitkan dengan masalah bahasa kiasan sebagai salah satu alat untuk
memperoleh efek puitis yang diciptakan. Oleh karena itu, maka diksi
atau pilihan kata (metode puisi) dalam upaya menentukan tema atau
makna (hakekat puisi) adalah tujuan utama dalam menganalisis puisi
William Butler Yeats yang berjudul: The Rose of The World, The Rose of
Peace, dan The Rose of Battle.
1. The Rose of The World

Parafrase Puisi

The Rose of The World


Who dreamed that the beauty passes like a dream?
For these red lips, with all their mournful pride,
Mournful that no new wonder may betide,
Troy passed away in one high funeral gleam,
And Usna's children died.

We and the labouring world are passing by:


Amid men's souls, that waver and give place
Like the pale waters in their wintry race,
Under the passing stars, foam of the sky,
Lives on this lonely face.
Bow down, archangels, in your dim abode:
Before you were, or any hearts to beat,
Weary and kind one lingered by His seat;
He made the world to be a grassy road
Before her wandering feet.
Bait pertama puisi ini menceritakan tentang harapan dan
kerinduan sang penyair dan kecantikan abadi. Dan begitu pula pada
bait kedua, penyair menekankan harapannya tersebut melalui
rangkaian syair-syairnya.

Selanjutnya pada bait ketiga penyair mengungkapkan perasaan


akan harapan-harapannya tersebut secara religious dan penuh
kepasrahan kepada Tuhannya.

Diksi yang digunakan oleh penyair dalam puisinya bertujuan


untuk menyatakan atau mengetengahkan perasaan yang bergejolak
dalam dirinya. Dalam hal ini tidak seluruhnya bergantung pada makna
denotatif, akan tetapi lebih cenderung pada makna konotatif.

Dalam puisi The Rose of The World, William Butler Yeats ingin
mengungkapkan perasaan cinta dan kerinduannya yang mendalam
atas keindahan abadi di muka bumi ini, hal ini dilambangkan oleh
penyair dengan "The Rose". Kata-kata yang digunakan oleh penyair
dalam baris-baris puisinya ini memiliki makna yang cukup jelas, yang
dengan cepat pula menimbulkan kesan yang dalam untuk bisa
dipahami dan dihayati oleh para penikmat dan pembacanya. Cita-cita
kerinduan sang penyair akan suatu keindahan atau kecantikan abadi
tersebut dilukiskannya dalam bait-bait puisi:

Who dreamed that the beauty passes like a dream?


For these red lips, betide, with all their mournful pride,
Mournful that no new wonder may betide,
Troy passed away in one high funeral gleam,
And Usna's children died.
We and the laboring world are passing by:
Amid men’s souls, that waver and give place
Like the pale waters in their wintry race,
Under the passing stars, foam of the sky,
Lives on this lonely face.
Perasaan cinta penyair yang mempertanyakan itu
diungkapkannya dalam beauty passes like a dream (Bait I, baris 1), dan
ungkapan penyesalan seperti yang diumpamakannya dalam mournful
pride (baris 2). Dalam hal ini pengarang menggunakan kata-kata yang
bersifat konotatif seperti beauty dan the rose , dimana tujuannya ialah
ingin mendeskripsikan isi atau kandungan makna yang juga
merupakan pesan yang hendak disampaikan pengarang kepada
pembaca melalui puisinya ini, seperti yang terlihat dalam pernyataan
Kennedy (1991: 36) yang menyatakan : "Words process not only
dictionary meanings-denotation but also many association and
suggestion-conotation".

Walaupun demikian, masih ada beberapa kata yang memerlukan


pengertian atau penjelasan lebih lanjut, dalam hal ini beberapa makna
denotatif disamping makna-makna konotatif beberapa kata yang
terdapat pada puisi tersebut. Seperti kata Troy dan Amid, yang
merupakan nama tempat dan tokoh dalam mitologi Yunani Romawi
kuno, serta Usna's children (In old Irish legend, the ulster Warrior Naoise
son of Usna or Usnach, Carried off the beautiful Deirdre, whom King
conchubar of Ulster had infended to marry, and with his two brothers
took her Scotland. Eventually Conchubar lured the four of them back to
Ireland and killed the brothers (Northon Anthology of English Literature,
1586).
Pada bait yang ketiga puisinya, penyair ingin lebih menekankan
kerinduannya tersebut secara lebih religious:
Bow down, archangels, in your dim abode: Before you
were, or any hearts to beat, Weary and kind one
lingered by His seat; He made the world to be a
grassy road Before her wandering feet.
Kata-kata seperti Bow down, archangels (baris 1) secara konotatif
menyiratkan sebuah suasana disuatu tempat yang "tertinggi" (surga)
dimana secara religius merupakan tempat keindahan yang abadi dan
hakiki di antonimkan dengan kata-kata "..., in your dim abode" (baris 2)
yang secara konotatif menggambarkan keadaan dibumi yang fana ini.
Dalam kata His (baris 3) dan He (baris 4) yang secara konotatif
merupakan kata ganti dari Tuhan, dimana Tuhan-lah yang merupakan
pusat segala sesuatunya, Weary and kind on lingered by His seat (baris
3) menjadi tumpuan dan harapan yang terakhir kalinya bagi sang
penyair dalam mewujudkan impian-impiannya tersebut, hal ini jelas
pada:

He made the world to be a grassy road Before her


wandering feet.
Suatu penggunaan kata her yang merupakan kata ganti dia
(perempuan) pada kamus Inggris-Indonesia (Echols & Hassan Shadily
1996: 296), merupakan sinonim makna dari The Rose.
Pemakaian makna denotatif pada puisi di atas, walaupun
mungkin sudah dimengerti dan dipahami bagi sebagian orang, namun,
bagi yang lain tentu saja masih ada yang kurang jelas , sehingga makna
denotatif dalam hal ini memegang peranan yang amat besar untuk
memperjelas maksud dan tujuan pengarang dengan kata-kata yang
dipergunakannya.

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis menyimpulkan tema


atau makna dari puisi The Rose of The World ini adalah ungkapan
kerinduan hati penyair akan suatu keindahan dan kecantikan yang
abadi.

2. The Rose of Peace

Parafrase Puisi

The Rose of Peace


If Michael, leader of God's host
When Heaven and Hell are met,
Looked down on you from Heaven's door- post
He would his deeds forget
Brooding no more upon God's wars
In his divine homestead,
He would go weave out of the stars
Chaplet for your head.
And all folk seing him bow down,
And white stars tell your praise,
Would come at last to God's great town,
Led on by gentle ways;
And God would bid His warfare cease,
Saying all things were well;
And softly make a rosy peace,
A peace of Heaven with Hell.

Bait pertama puisi ini menceritakan tentang bagaimana sang


penyair mengungkapkan harapan-harapan akan datangnya seorang ratu
adil untuk mendamaikan yang jahat dan yang baik.

Selanjutnya pada bait kedua penyair mengungkapkan


perasaannya yang tidak ingin bila kedamaian itu adalah sebuah impian
belaka. Pada bait ketiga penyair mengungkapkan rasa suka citanya yang
dalam bila impiannya tersebut menjadi sebuah kenyataan.

Dan pada bait keempat penyair menegaskan bahwa kenyataan


hidup masa lalu yang penuh liku-liku perjuangan antara yang haq dan
yang bathil, telah berlalu dan berganti dengan dunia yang penuh dengan
kebenaran.

The Rose merupakan simbolisasi dari perasaan cinta dan kasih


sayang, kecantikan dan keindahan, juga dilambangkan sebagai suatu
simbol perdamaian dipadankan dengan kata Peace yang secara denotatif
menggambarkan suatu situasi yang damai dan tenteram tanpa adanya
keributan dan kekacauan, digunakan oleh penyair sebagai judul
puisinya ini. Namun penggunaan kata-kata dalam baris-baris puisi
tersebut disetiap baitnya banyak sekali menggunakan kata-kata yang
bermakna konotatif dan sarat akan nuansa historis dan religius, yang
mana hal tersebut merupakan gaya atau kesukaan dari penyair William
Butler Yeats dalam usahanya menyampaikan dan mengungkapkan
perasaan hatinya melalui karya-karya puisinya.

Dalam puisinya ini, William Butler Yeats ingin mengungkapkan


harapan-harapan akan datangnya seorang Ratu Adil, seorang
pendamai antara kekuatan jahat dan kekuatan baik, kuasa gelap dan
kuasa terang. Bila kita melihat baris puisinya pada bait pertama:
If Michael, leader of God's host
When Heaven and Hell are met,
Looked down on you from Heaven's door- post
He would his deeds forget
William Butler Yeats menggunakan kata Michael yang merupakan
pimpinan pasukan malaikat ‘Tuhan’ (baris 1), yang dalam cerita Alkitab
(berdasarkan latar belakang religi penyair) selalu memimpin
pasukannya untuk berperang melawan roh-roh jahat dan kuasa-kuasa
kegelapan. Dalam hal ini roh-roh jahat dan kuasa-kuasa kegelapan
tersebut dilambangkan dengan kata Hell (baris 2). Penyair secara
tersirat mengimpikan sang Michael (baris 4, the pronoun of He), yang
merupakan lambang kebenaran dan kekuasaan adil, memandang ke
bawah kepada sang pendamai, impian penyair, "Looked down on you...
(baris 3), dan memulai sebuah era baru, melupakan masa lalu yang
kelam, menyongsong masa depan yang lebih baik..... "He would his
deeds forget (baris 4)

Pada bait puisinya yang kedua :


Brooding no more upon God's wars
In his divine homestead,
He would go weave out of the stars
A chaplet for your head.
Penyair tidak hanya menginginkan hal tersebut (kedamian) hanya
merupakan sebuah impian seperti yang tertulis pada baris 1 dan 2:
Brooding no more upon God's wars
In his divine homestead,
Akan tetapi segera merealisasikan impian tersebut menjadi
sebuah kenyataan:
He would go weave out o the stars
A chaplet for your head
Sebuah langkah awal yang dilakukan, menentukan seorang Ratu
Adil, dimana semua makhluk menaruh hormat dan menaruh sebuah
penghargaan yang besar akan adanya suatu kedamaian. A chaplet ...
(baris 4) merupakan simbolisasi atas kekuasaan yang tertinggi dan
kedudukan yang terhormat dalam suatu kerajaan atau kekuasaan.

Lebih jauh dalam bait puisinya yang ketiga :

And all folk seing him bow down,


And white stars tell your praise,
Would come at last to God's great town,
Led on by gentle ways;

Penyair ingin mengungkapkan rasa suka citanya yang dalam


bila realisasi mimpinya tersebut yang menjadi kenyataan pada
saatnya nanti dimana segala bangsa, And all folk seing him bow down
(baris 1), dan segala penghuni alam semesta ini, And white stars tell
your praise (baris 2), akan tercipta sebuah kota yang besar, ...God's
great town (baris 3), yang didalamnya akan hidup seluruh makhluk
dengan penuh kedamaian, rasa cinta dan kasih sayang yang abadi
dan hakiki dengan tatanan kehidupan yang berdasarkan atas
kebenaran dan keadilan, Led on by gentle ways (baris 4).

Dan akhirnya penyair ingin menegaskan kenyataan tersebut di


atas dalam bait keempat:
And God would bid His warfare cease,
Saying all things were well;
And softly make a rosy peace,
A peace of Heaven with Hell.
Bahwa kenyataan hidup masa lalu , masa yang penuh dengan
liku-liku perjuangan antara yang haq dan yang bathil, telah berlalu:

And God would bid His warfare cease,


Saying all tings were well;

Berganti dengan dunia yang baru, dunia yang penuh dengan


kedamaian:

And softly make a rosy peace,


A peace of Heaven with Hell.

William Butler Yeats, dalam puisinya ini ingin mengangkat tema


perdamaian yang hakiki, lebih dari sekedar perdamaian semu
menyebabkan terjadinya kekacauan dan perang antar bangsa
disebabkan oleh dalil-dalil kebenaran dan pembenaran pribadi yang
egoistis demi kepentingan mereka sendiri, termasuk didalamnya dalil-
dalil keagamaan palsu yang semata-mata merupakan kedok demi
memuaskan hawa nafsu kekuasaan belaka. Penyair ingin
mengembalikan citra kebenaran dan keadilan yang hakiki tersebut
pada tempat yang semestinya.

3. The Rose of Battle

Parafrase Puisi

The Rose of Battle


Rose of all Roses, Rose of all the World!
The tall thought-woven sails, that flap unfurled
Above the tide of hours, trouble the air,
And God's bell buoyed to be the water's care;
While hushed from fear, or loud with hop(e, a band
With blown, spray-dabble d hair gather at hand.
Turn if you may from battles never done,
I call, as they go by me one by one,

Danger no refuge holds, and war no peace,


For him who hears love sing and never cease,
Beside her clean-swept hearth, her quiet shade:
But gather all for whom no love hath made
A woven silence, or but came to cast
A song into the air, and singing passed
To smite on the pale down; and gather you
Who have sought more than is in rain or dew,
Or in the sun and moon, or on the earth,
Or sighs amid the wandering, starry mirth,
Or comes in laughter from the sea's sad ships.
The sad, the lonely, the insatiable,
To these Old Night shall all her mistery tell;
God's bell has claimed them by the little cry
Of their sad hearts , that may not live nor die.
Rose of all roses, Rose of all of the World!
You, too, have come where the dim tides are hurled
Upon the wharves of sorrow, and heard ring
The bell that calls us on; the sweet far thing
Beauty grown sad with its eternity
Made you of us, and of the dim grey sea.
Our long ships loose thought-woven sails and wait,
For God has bid them share an equal fate;
And when at last, defeated inHis wars,
They have gone down under the same white stars,
We shall no longer hear the little cry
Of our sad hearts, that may not live nor die

Pada bait pertama puisi ini penyair memaparkan tentang betapa


rugi dan sia-sianya manusia yang melakukan peperangan. Dan betapa
indahnya bila dunia ini penuh dengan kedamaian. Kita semua
penduduk bumi pasti menginginkan adanya kedamain yang hakiki.

Dan pada bait kedua diungkapkannya tentang akan adanya


penghakiman antara yang benar dan yang salah dan pada akhirnya
semua akan sirna tanpa ada lagi kesedihan dan air mata.
Pada puisi ini, penyair menggunakan kata-kata yang
mengandung makna denotatif dan sekaligus konotatif, misalnya kata
The Rose dan kata Battle untuk memudahkan pembaca mengetahui
makna dan pesan yang hendak disampaikan oleh penyair melalui
puisinya. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Kennedy (1991: 543)
bahwa :
...Denotation : a meaning as defined in dictionary..., and ...
Connotation : a meaning as overtones or suggestions of additional
meaning that it gains from all the context in which we have met it
in the past ....

Penyair ingin mengungkapkan kerinduan dan harapannya yang


besar terhadap panggilan dan teguran Tuhan:
And God's bell buoyed to be the water's care; While hushed
from fear, or loud with hope, a band With blown, spray-
dabbled hair gather at hand. Turn if you may from battles
never done, I call, as they go by me one by one,
(baris 4-8, bait 1).

Bagi semua orang, Rose of all Roses, Rose of all The World ! (Baris
1 bait 1 dan 2) yang merindukan datangnya kedamaian. Melalui pilihan
kata yang digunakan, penyair ingin memperingatkan manusia betapa
rugi dan sia-sianya akibat yang muncul dari setiap peperangan yang
mereka lakukan:
Danger no refuge holds, and war no peace,
For him who hears love sing and never cease,
Beside her clean-swept hearth, her quiet shade,

Pada bait kedua, puisi di atas, penyair makin mempertegas


himbauan-himbauannya dan mengingatkan pada manusia di seluruh
penjuru bumi bahwa saatnya akan segera . tiba , dimana penghakiman
antara yang benar dan yang salah akan dilakukan.
The bell that calls us on; the sweet far thing.
Beauty grown sad with its eternity
Made you of us, and of the dim grey sea.
Our long ships loose thought-woven qails and wait,
(baris 4-8 bait 2)

Dan pada akhirnya semuanya akan musnah, tidak akan lagi ada
kesedihan dan air mata:
And when at last, defeated in His wars,
They have gone down under the same white stars,
We shall no longer hear the little cry
Of our sad hearts, that may not live nor die.
(baris 9-12 bait 2)
Berdasarkan analisa di atas dapat disimpulkan bahwa tema
yang ingin diangkat dalam puisinya ini, adalah menentukan
kebenaran yang hakiki dan keindahan akan cinta kasih yang abadi
dari setiap peperangan yang dilakukan oleh manusia, bukan hanya
peperangan yang dilakukan dalam arti fisik akan tetapi juga secara
psikis melawan hawa nafsu secara peribadi, di mana nantinya kelak
mereka akan membpertanggungjawabkan segala perbuatannya pada
hari penghakiman yang terakhir.

Kesimpulan
Sebagaimana halnya karya-karya sastra lainnya, puisi juga
mempunyai konvensinya sendiri, yang secara umum antara lain berupa
bunyi, imaji, pemilihan kata, gaya bahasa, ritme, rima dan sebagainya.

Diksi yang merupakan salah satu dari beberapa metode dalam


menganalisis puisi, secara imaji (imagery), kata nyata (concrete word),
gaya bahasa (Figurative Language), serta rima dan ritme (rime and
rhythm), sehingga menghasilkan analisis puisi yang baik. Merupakan
satu hal yang samgat penting dalam penciptaan puisi agar kata-kata
dalam puisi kelihatan indah. Oleh karena itu, maka pilihan kata (diksi)
adalah fokus utama dalam menganalisis puisi William Butler Yeats yang
berjudul "The Rose Of The World", "The Rose Of Peace, dan "The Rose Of
Battle".
Setelah menganalisis ketiga puisi karya William Butler Yeats,
dapat disimpulkan bahwa tema dari ketiga puisi tersebut adalah
ungkapan perasaaan rindu sang penyair akan sebuah cinta, keindahan
abadi, dan perdamaian yang hakiki.

Selain itu dapat pula disimpulkan bahwa sangpenyir ingin


menyampaikan kepada seluruh umat manusia di dunia ini betapa
indahnya hidup dalam perdamaian tanpa ada kekerasan dan
peperangan yang hanya merugikan kehidupan umat manusia di
permukaan jagat raya ini.

Referensi

Bode , Carl. 1993. Highlights of American Literature. English


Teaching Division Educational and Cultural Affairs of
United States Information Agency. USA: Harcoart Brace Inc.
Echols, John M. Dan Hasan Saddily. 1996. Kamus Inggris
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
________, 1994. kamus Indonesia Inggris. Edisi Ketiga. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.

Kennedy, X. J. 1991. Literature: An Introduction to Fiction,


Poetry, and Drama. New York: Harper Collins Publisher.
Keraf. Gorys. 2006. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.

Lessing, Doris et al. 1947. Guide to Literature in English.


Cambridge: Cambridge Universitv Press.
Perrine, A. Laurence. 1983. Literature: Stucture, Sound and
Sense. USA: Harcoart Brace Jovanwich, Inc.
Reaske, Christopher Russel. 1966. How to Analyze Poetry. USA:
Monarch Press.

Tarigan, Henry Guntur. 1993. Prinsip-prinsip Dasar Sastra.


Bandung: Angkasa Press.

Waluyo, Hermnan J. 1987. Teori dan Apresiasi Puisi. Jakarta:


Airlangga.
Wellek, Rene and Austin Warren. 1993. Teori Kesusatreaan.:
Jakarta: PT. Gramedia Pustaha Utama.
Yeats, W. B. 1961. The Collected Poems of William Butler Yeats.:
London: Macmilan Co. Ltd.

Anda mungkin juga menyukai