01 Teknikpengelolaanjalan Volume1 110413045527 Phpapp02 PDF
01 Teknikpengelolaanjalan Volume1 110413045527 Phpapp02 PDF
TEKNIK
PENGELOLAAN
JALAN
SERI PANDUAN PEMELIHARAAN JALAN KABUPATEN
Cetakan Pertama, April 2005
ISBN: 979–95959–5–9
Penyiapan seri panduan pemeliharaan jalan ini dilakukan oleh Pusat Litbang Prasarana
Transportasi, Bandung bekerjasama dengan Pemerintah Jepang melalui Japan International
Coorporation Agency (JICA).
Penyusun :
Ir. Moch. Tranggono, M.Sc.
Editor :
Dr. Ir. Anwar Yamin, M.Sc.
Dr. Djoko Widajat, M.Sc.
Ir. Yohanes Ronny
Diterbitkan oleh :
Balai Bahan dan Perkerasan Jalan – Puslitbang Prasarana Transportasi
Jl. A.H. Nasution 264, Ujung Berung – Bandung 40294
Telp. (022) 7811878, Fax. (022) 7802726
e-mail: bbpj_p3j@melsa.net.id
bbpj_jaka@telkom.net
bbpj_jaka@telkom.net
ii
Kata Pengantar
Tim Penyusun
iii
Daftar Isi
v
Daftar Tabel
Tabel A.1 – Perbedaan Kegiatan Pembangunan dan Pemeliharaan Jalan......................4
Tabel A.2 – Jenis Kerusakan Perkerasan Beraspal.............................................................8
Tabel A.3 – Kategori Kegiatan Pemeliharaan Jalan (HDM IV: Odoki, 2000) ............13
Tabel A.4 – Tahapan dalam Pengelolaan Pemeliharaan Jalan........................................21
Tabel A.5 – Contoh Siklus Manajemen dari Tahapan Pengelolaan Pemeliharaan Jalan
27
Tabel A.6 – Potensial Penggunaan Peralatan dan Buruh Terampil...............................42
Tabel A.7 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal ....................................44
Tabel A.8 - Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Tidak Beraspal..........................53
Tabel A.9 - Standar Penanganan Pemeliharaan: Bangunan Pelengkap Jalan ...............54
Tabel A.10 - Standar Penanganan Pemeliharaan: Bangunan Pelengkap Jalan .................55
Tabel A.11 – Matriks Prioritas Pemeliharaan Jalan..........................................................57
Tabel A.12 – Kategori Lalu Lintas .....................................................................................57
Tabel B.1 – Panjang Jalan Menurut Status Tahun 2000..................................................71
Tabel B.2 – Jenis Permukaan Jaringan Jalan di Indonesia ..............................................72
Tabel B.3 – Klasifikasi Jalan Kabupaten. ..........................................................................88
Tabel B.4 – Ketentuan Jalan Desa......................................................................................89
Tabel B.6 – Ketentuan Dasar untuk bagian-bagian Jalan Kabupaten...........................90
Tabel B.5 – Batasan Penggunaan Kendaraan di Jalan Kabupaten.................................91
vi
Daftar Gambar
vii
Pendahuluan
Seiring dengan dilaksanakannya kebijakan otonomi daerah di
Indonesia, tanggung jawab administratif dalam pemeliharaan dan
pengembangan jaringan jalan regional beralih ke pemerintah daerah.
Peralihan tanggung jawab tersebut sudah sewajarnya harus dapat
dimbangi dengan kemampuan pemerintah daerah dalam
kemampuan teknik dalam penyelenggaraan jalan.
Untuk itu maka dilakukan pengembangan suatu buku panduan yang
dirasakan masih terbatas tersedia di daerah-daerah yang dilakukan
dengan bekerjasama dengan pemerintah Jepang melalui melalui
Japan International Coorporation Agency (JICA). Panduan yang disusun
ini adalah merupakan seri panduan pemeliharaan jalan kabupaten
yang diharapkan dapat mudah dipahami oleh tenaga teknis di daerah
dan seri yang diterbitkan tersebut terdiri atas:
- Teknik Pengelolaan Jalan;
- Teknik Evaluasi Kinerja Perkerasan Lentur;
- Teknik Pemeliharaan Perkerasan Lentur;
- Teknik Bahan Perkerasan Jalan.
Pada buku ’Teknik Pengelolaan Jalan’, diuraikan mengenai konsep
dasar mengenai pengelolaan jalan dan teknik jalan di Indonesia pada
umumnya, jalan kabupaten khususnya. Pada seri yang lain, yaitu
buku ’Teknik Evaluasi Kinerja Perkerasan Lentur’, diuraikan
mengenai cara-cara melakukan evaluasi kondisi perkerasan lentur
yang meliputi kegiatan inspeksi lapangan dan perencanaan teknis
pada pemeliharaan rutin dan periodik. Selanjutnya pada buku
’Teknik Pemeliharaan Perkerasan Lentur’, diuraikan mengenai
metode pemeliharaan standar. Namun untuk lebih mudah dipahami,
sebelumnya diurakan mengenai jenis struktur perkerasan berikut
dengan persyaratan masing-masing struktur. Pada buku terakhir,
yaitu ’Teknik Bahan Perkerasan Jalan’. Diuraikan mengenai jenis dan
persyaratan bahan dasar yang digunakan pada perkerasan jalan,
termasuk pelaksanaan produksi bahan campuran tersebut.
1
2
A. Konsep Pengelolaan Pemeliharaan Jalan
1. Umum
Jaringan jalan mempunyai peranan yang strategis dan penting dalam
pembangunan, untuk itu harus dikelola dengan baik agar dapat
berfungsi sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan
karakteristiknya, jaringan jalan selalu cenderung mengalami
penurunan kondisi yang diindikasikan dengan terjadinya kerusakan
pada perkerasan jalan. Maka untuk memperlambat kecepatan
penurunan kondisi dan mempertahankan kondisi pada tingkat yang
layak, jaringan jalan tersebut perlu dikelola pemeliharaannya dengan
baik agar jalan tersebut tetap dapat berfungsi sepanjang waktu.
Pengelolaan pemeliharaan jalan bukanlah pekerjaan yang mudah,
lebih-lebih pada saat kondisi anggaran yang terbatas serta beban
kendaraan yang cenderung jauh melampaui batas dan kondisi cuaca
yang kurang bersahabat. Disamping itu, makin meningkatnya
kesadaran masyarakat untuk menyampaikan tuntutannya atas
penyediaan prasarana jalan merupakan tantangan yang perlu
mendapat perhatian oleh penyelenggaran jalan.
Masalah didalam pemeliharaan jalan adalah merupakan masalah
umum yang selalu dihadapi negara-negara didunia, baik oleh negara-
negara sedang berkembang bahkan juga oleh negara-negara sudah
berkembang. Menurut hasil studi Bank Dunia, disebutkan bahwa
setiap pengurangan US$1 terhadap biaya pemeliharaan jalan akan
mengakibatkan kenaikan biaya operasional kendaraan sebesar US$2
sampai US$3 karena jalan menjadi lebih rusak. Kondisi ini akhirnya
akan membebani perekonomian secara keseluruhan.
2. Pemeliharaan Jalan
2.1. Pemeliharaan vs Pembangunan
Dengan selesainya pembangunan suatu jaringan jalan, maka kegiatan
penyelenggaraan jalan sekarang telah berubah penekanannya, yaitu
dari pekerjaan pembangunan jalan baru menuju ke pekerjaan
3
pemeliharaan jalan. Jalan yang selesai dibangun dan dioperasikan
akan mengalami penurunan kondisi sesuai dengan bertambahnya
umur sehingga pada suatu saat jalan tersebut tidak berfungsi lagi
sehingga mengganggu kelancaran perjalanan.
Beberapa perbedaan diantara pembangunan dan pemeliharaan jalan
dapat ditunjukan pada Tabel A.1. Dibandingkan dengan
pembangunan, permasalahan dalam pemeliharaan jaringan jalan
lebih rumit dan kompleks seperti yang dialami oleh berbagai negara
(World Bank, 1988; Schileser and Bull, 1993).
Pembangunan Pemeliharaan
4
2.2. Tujuan Pemeliharaan Jalan
Seperti yang ditunjukan pada Gambar A.1, dimana akibat kondisi
lalu lintas dan kondisi non lalu lintas lainnya maka jalan akan
mengalami penurunan kondisi yang diindikasikan terjadinya
kerusakan pada permukaan perkerasan jalan. Penurunan kondisi
tersebut mengakibatkan kemampuan jalan dalam mendukung beban
sumbu sumbu komulatif berkurang (garis A) atau dengan kata lain
umur rencana perkerasan jalan akan berkurang.
Sedangkan pada garis B ditunjukan pengaruh dari kegiatan
pemeliharaan, yaitu memperlambat tingkat kerusakan jalan (titik 1)
dan memperbaiki kondisi mendekati kondisi awal (titik 2 dan titik
3). Pemeliharaan yang dilakukan dengan baik, akan menjaga jalan
tidak menjadi rusak sehingga pengguna jalan akan mengalami
kenyamanan dalam mengendarai kendaraan. Sebaliknya bila
pemeliharaan tidak dilakukan dengan baik akan mengakibatkan jalan
cepat rusak dan pemakai jalan akan membayar lebih mahal untuk
perbaikan kendaraan dan penggunaan bahan bakar.
Secara umum dapat dijelaskan bahwa ada tiga tujuan utama dari
pemeliharaan jalan adalah sebagai berikut (World Bank, 1988):
5
a. Mempertahankan kondisi agar jalan tetap berfungsi.
Kegiatan pemeliharaan ini dilakukan adalah untuk menjaga jalan
dapat digunakan sepanjang tahunnya guna melayani kebutuhan
sosial ekonomi masyarakat setempat. Jika jalan tersebut putus/
tertutup sehingga tidak dapat digunakan, maka akan mengakibatkan
terisolasinya masyarakat setempat dan akan berdampak kepada
masalah sosial ekonomi dan bahkan keamanan/ integritas suatu
daerah.
Dengan terbukanya jalan sepanjang waktu maka kemungkinan
terjadinya penundaan pada angkutan dapat dihindari, sehingga
perekonomian tetap berjalan lancar. Terbukanya jalan secara terus
menerus sepanjang waktu adalah merupakan kepentingan
masyarakat luas antara lain yang melakukan perjalanan, industri,
pertanian, dan kepentingan ekonomi.
6
peningkatan ketidakrataan dari 2,5 m/km ke 4,0 m/km akan
menaikan biaya operasi kendaraan sebesar 15% dan bila kenaikan
besarnya ketidakrataan sampai dengan 10 m/km biaya operasi
kendaraan akan meningkat menjadi 50%. Jalan yang semakin rusak
akan menyebabkan ketidakrataan tinggi dan memberikan
konsekuensi keausan kendaraan dan konsumsi bahan bakar semakin
tinggi (Richard Robinson dkk, 1998).
8
2.3.2. Penyebab Kerusakan
Faktor penyebab kerusakan perkerasan jalan dapat dikelompokkan
sebagai berikut:
a. Faktor Lalu Lintas
Kerusakan pada konstruksi perkerasan jalan terutama disebabkan
oleh lalu lintas. Faktor lalu lintas tersebut ditentukan antara lain oleh
beban kendaraan, distribusi beban kendaraan pada lebar perkerasan,
pengulangan beban lalu lintas dan lain sebagainya. Damage Factor
(daya rusak) kendaraan biasanya dinyatakan terhadap daya rusak
kendaraan standar beban 8,16 ton. Untuk kendaraan dengan beban
lainnya, daya rusak kendaraan tersebut terhadap daya rusak
kendaraan beban standar dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
4
⎡ P ⎤
DF = ⎢ ⎥ , untuk sumbu tunggal
⎣ 8,16 ⎦
4
⎡ P ⎤
DF = 0.086 ⎢ ⎥ , untuk sumbu ganda
⎣ 8,16 ⎦
dimana:
P = Beban sumbu.
DF = Faktor daya rusak kendaraan (Damage Factor) atau sering
disebut dengan faktor ekivalensi.
Persamaan tersebut di atas menunjukkan bahwa daya rusak suatu
beban as meningkat secara eksponensial apabila beban ditambah.
Sehingga apabila suatu beban as tunggal dinaikkan dari 8.160 kg
menjadi 16.320 kg (kurang lebih 2 kalinya) maka kerusakkan pada
jalan yang akan terjadi adalah menjadi 16 kalinya. Dengan adanya
pertambahan volume beban lalu lintas yang ekponensial tersebut
maka akan mempercepat terjadinya kerusakan dan umur rencana
dari perkerasan tidak akan tercapai.
9
b. Faktor Non Lalu Lintas
Selain faktor lalu lintas, ada pengaruh lain yang memberikan
pengaruh yang besar dalam kerusakan jalan yang termasuk dalam
non lalu lintas. Faktor non lalu lintas tersebut adalah: bahan
perkerasan, pelaksanaan pekerjaan, dan lingkungan (cuaca).
Terjadinya kerusakan akibat faktor-faktor non lalu lintas ini dapat
disebabkan oleh:
- Kekuatan tanah dasar dan material perkerasan;
- Pemadatan tanah dasar dan lapis perkerasan;
- Faktor pengembangan dan penyusutan tanah dasar;
- Kedalaman muka air tanah;
- Curah hujan;
- Variasi temperatur sepanjang tahun.
10
RETAK
ALUR
(% luas)
(mm)
UMUR
UMUR
AIR MERESAP
PERCEPATAN
DEFORMASI
PENURUNAN KEKUATAN
DAN KEKAKUAN
AMBLAS/
SUNGKUR
PERBEDAAN MUTU
LUBANG PELEPASAN BUTIR DAN KINERJA
GELOMBANG/KERITING
PERUBAHAN
GESER & VOLUME
(TAMBALAN) (TAMBALAN) (TAMBALAN DALAM)
KETIDAKRATAAN
11
2.4.1. Waktu Penanganan
Menurut frekuensi penanganannya, pemeliharaan yang dilakukan
tersebut dapat dikelompokan atas beberapa kategori pemeliharaan
yang masing-masing jenis kegiatan pemeliharaan tersebut dapat
ditunjukkan pada Tabel A.3. Sedangkan untuk kegiatan pelebaran
jalan, perbaikan geometri jalan, dan sudah tentu juga dengan
pembangunan seksi jalan tidak termasuk dalam kegiatan
pemeliharaan jalan, melainkan masuk dalam kegiatan pembangunan
jalan.
Kategori kegiatan pemeliharaan berdasarkan waktu penanganan
tersebut adalah terdiri dari:
a. Pemeliharaan Rutin
Frekuensi pemeliharaan yang dilakukan adalah dengan interval
penanganan kurang dari 1 (satu) tahun. Kegiatan pemeliharaan
rutin ini dibedakan atas yang direncanakan secara rutin (cyclic) dan
tidak direncanakan yang tergantung pada kejadian kerusakan
(reactive).
b. Pemeliharaan Periodik
Frekuensi pemeliharaan yang dilakukan adalah secara periodik
dengan interval penanganan beberapa tahun. Kegiatan
pemeliharaan ini dilakukan baik untuk menambah nilai struktural
ataupun memperbaiki nilai fungsionalnya yang meliputi kegiatan-
kegiatan yang bersifat pencegahan (preventive), pelaburan
(resurfacing), pelapisan tambah (overlay), dan rekonstruksi
perkerasan (rehabilitation).
c. Pekerjaan Darurat
Frekuensi pemeliharaan darurat ini tidak dapat diperkirakan
sebelumnya karena kejadiannya tersebut tidak dapat diperkirakan
atau diprediksi. Pekerjaan pemeliharaan yang termasuk dalam
kegiatan ini adalah perbaikan sementara untuk jalan tertutup
akibat longsoran, banjir atau bekas kecelakaan kendaraan.
12
Tabel A.3 – Kategori Kegiatan Pemeliharaan Jalan (HDM IV: Odoki, 2000)
Pemeliharaan Rutin Mempunyai siklus Kegiatan pemeliharaan Jalan Beraspal/ Tdk Beraspal:
(Routine Maintenance) tertentu (Cyclic) rutin yang dilakukan
secara terjadwal dengan • Pembersihan jalan dan
• Pekerjaan tersebut interval tertentu untuk bangun pelengkap jalan.
dilaksanakan tiap mengantisipasi akibat • Pengendalian tanaman/
tahun. dari pengaruh pemotongan rumput.
lingkungan. • Pemeliharaan gorong-gorong
• Dananya dialokasikan
dan saluran drainase samping.
tiap tahun.
Keadaan/ kondisi Kegiatan perbaikan Jalan Beraspal:
kerusakan yang ada kerusakan jalan secara
(Reactive) responsif berdasarkan • Taburan Pasir (Sanding)
kondisi kerusakan yang • Laburan Aspal Pasir Setempat
terjadi untuk (local sealing)
mengantisipasi • Penyumbatan Retak (crack
kerusakan ringan akibat sealing)
pengaruh lalu lintas dan • Penambalan Permukaan/
lingkungan. Perataan Permukaan (skin
patching/ filling in)
• Penambalan struktural (deep
patching)
• Penambalan Kerikil Setempat
(spot regravelling/ patching)
• Perataan Bahu dan lereng
(filling on shoulder and slopes).
• Perbaikan Drainase
(improvement drainase)
• Perbaikan Bahu Jalan
(shoulder improvement)
Jalan Tidak Beraspal:
• Perbaikan Lubang (Potholes)
• Perbaikan Alur
• Dragging
• Grading
13
Tabel A.3 - Kategori Kegiatan Pemeliharaan Jalan (Lanjutan)
Pemeliharaan Khusus Pekerjaan Darurat Penanganan jalan Jalan Beraspal/ Tdk Beraspal:
(Special Works) (Emergency works) secara darurat untuk
jalan yang terhambat • Penanggulangan Kecelakaan
• Pekerjaan tsb tidak atau tertutup akibat kendaraan.
dapat dipastikan bencana alam atau • Penanggulangan Bencana
diawal. kecelakaan kendaraan. alam.
• Dibutuhkan dana
khusus/ dana
kontigensi & dapat
dimasukkan kedalam
pemeliharaan tahunan.
14
2.4.2. Fisik Pekerjaan
Berdasarkan bentuk fisik pekerjaan atau penanganan kegiatan
seperti yang ditunjukkan pada Gambar A.3, jenis kegiatan
pemeliharaan jalan berdasarkan fisik dalam kegiatan pelaksanaannya
dapat dikelompokan menjadi: perawatan, rehabilitasi, penunjangan,
dan peningkatan. Masing-masing jenis kegiatan pemeliharaan
tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Perawatan Jalan
Perawatan jalan adalah kegiatan merawat serta memperbaiki
kerusakan-kerusakan setempat yang terjadi pada jalan. Kegiatan
ini dilaksanakan secara terencana sesuai dengan kebutuhan agar
kondisi pelayanannya dapat dipertahankan dan menurun secara
wajar seperti yang diperhitungkan.
NILAI
KEMANTAPAN
Perawatan Jalan
`
Penunjangan Jalan
1
WAKTU
1 Batas kemantapan
2 Batas Kekritisan
15
b. Rehabilitasi
Rehabilitasi jalan merupakan kegiatan penanganan terhadap
setiap kerusakan yang tidak diperhitungkan dalam desain, yang
berakibat menurunnya kondisi kemantapan pada bagian/ tempat
tertentu dari suatu ruas jalan dengan kondisi pelayanan mantap.
Dengan rehabilitasi, maka penurunan kondisi kemantapan
tersebut dapat dikembalikan pada kondisi kemantapan sesuai
rencana yang diperkirakan. Kegiatan ini dilaksanakan untuk
mengatasi kerusakan-kerusakan pada segmen tertentu yang
mengakibatkan penurunan yang tidak wajar pada kemampuan
pelayanan jalan pada bagian-bagian tertentu.
c. Penunjangan Jalan
Penunjangan jalan merupakan kegiatan penanganan untuk dapat
meningkatkan kemampuan pelayanan pada ruas jalan pada
kondisi kemampuan pelayanan tidak mantap atau kritis, agar ruas
jalan tersebut tetap dapat berfungsi melayani lalu lintas dan agar
kondisi jalan pada setiap saat tidak semakin menurun. Kegiatan
ini merupakan kegiatan pemeliharaan jalan yang bersifat darurat/
sementara.
d. Peningkatan Jalan
Yang dimaksud dengan peningkatan jalan adalah suatu kegiatan
untuk memperbaiki kondisi jalan yang kemampuannya tidak
mantap atau kritis, sampai suatu kondisi pelayanan yang mantap
sesuai dengan umur rencana yang ditetapkan. Kegiatan ini
merupakan kegiatan penanganan jalan yang dapat meningkatkan
kemampuan strukturalnya sesuai dengan umur rencana jalan
tersebut.
16
diperhitungkan. Yang termasuk dalam kondisi ini adalah jalan
dengan kondisi Baik (B) dan Sedang (S).
• Kondisi Pelayanan Tidak Mantap
Kondisi pelayanan berada diantara batas kemantapan sampai
dengan batas kritis. Termasuk dalam kondisi ini adalah jalan
dengan kondisi Rusak (R ) atau Kurang Baik.
• Kondisi Kritis
Kondisi pelayanan dengan nilai kemantapan mulai dari batas
kekritisan sampai dengan tidak terukur lagi, dimana kondisi
tersebut menyebabkan kapasitas jalan menurun. Termasuk dalam
kondisi ini adalah jalan dengan kondisi Rusak Berat (RB) atau
Buruk.
17
berat ini, memerlukan biaya yang besar dan biasanya pekerjaan
tanah yang besar pula.
• Pekerjaan Peningkatan
Pekerjaan ini untuk meningkatkan standar pelayanan dari jalan
yang ada; baik yang berupa membuat lapisan menjadi lebih
halus, seperti pengaspalan terhadap jalan yang belum diaspal
atau menambah Lapisan Tipis Aspal Beton-Lataston (Hot
Rolled Sheet); atau menambah lapisan struktur lain seperti Lapis
Penetrasi Makadam atau Lapis Aspal Beton (Asphalt Concrete)
guna memperkuat struktur perkerasannya; atau memperlebar
lapisan perkerasan yang ada.
• Pekerjaan Rehabilitasi
Pekerjaan ini dilaksanakan bila pekerjaan pemeliharaan yang
secara tetap dan seharusnya dilaksanakan tersebut diabaikan
atau pemeliharaan berkala/ pelapisan ulang terlalu lama
ditunda sehingga keadaan lapisan semakin memburuk.
Yang termasuk dalam kategori ini adalah perbaikan terhadap
kerusakan lapisan permukaan seperti lubang-lubang dan
kerusakan struktural seperti amblas, asalkan kerusakan tersebut
kurang dari 15-20% dari seluruh perkerasan yang biasanya
berkaitan dengan lapisan aus baru. Pembangunan kembali
secara total biasanya diperlukan bila kerusakan struktural sudah
tersebar luas sebagai akibat dari diabaikannya pemeliharaan,
atau kekuatan desain yang tidak sesuai, atau karena umur yang
telah terlampau.
21
Gambar A.4 – Tahapan dalam Pengelolaan Pemeliharaan Jalan
22
a. Perencanaan Umum (Planning)
Pada tahapan ini dilakukan ’identifikasi’ kebutuhan pemeliharaan
jalan yang ada pada suatu jaringan secara keseluruhan. Kegiatan
ini menyangkut analisis jaringan jalan (network analisys) secara
keseluruhan yang ditujukan untuk memperkirakan kebutuhan
biaya jangka menengah/ jangka panjang, sesuai dengan target
yang ditetapkan ataupun dana yang tersedia dan beberapa
skenario ekonomi yang dibuat.
Analisis yang dilakukan tersebut berdasarkan panjang jalan,
kelas/ hirarki jalan, lalu lintas kendaraan, tipe perkerasan dan
kondisi fisik lainnya. Kegiatan ini dilakukan dengan siklus
tertentu dan pada umumnya berkisar 3-5 tahun.
b. Pemrograman (Programming)
Pada tahapan ini dilakukan ’kelayakan’ pekerjaan pemeliharaan
untuk dilaksanakan satu tahun kedepan. Pada kegiatan ini
ditentukan program tahunan yang disesuaikan dengan kebutuhan
penanganan pada masing-masing ruas, baik berdasarkan biaya
yang telah diperkirakan ataupun berdasarkan biaya yang
ditetapkan (dialokasikan).
Analisis yang dilakukan adalah lebih detail untuk ruas peruas
yang ada guna menentukan biaya dan prioritas penanganan sesuai
dengan kondisi ruas dan dana yang tersedia.
Kegiatan pemrograman tahunan ini dilakukan untuk
mempersiapkan untuk usulan pengajuan dana pemeliharaan jalan
Kegiatan dilakukan secara rutin tahunnya (tipikal siklus tahunan).
c. Persiapan Pelaksanaan (Preperation)
Pada tahapan ini disiapkan ’desain’ untuk pekerjaan pemeliharaan
yang akan dilaksanakan satu tahu kedepan. Kegiatan yang
dihasilkan adalah perencanaan teknik secara detail dan persiapan
dokumen kontrak/ dokumen tender yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan.
Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan didasarkan pada alokasi
dana yang telah disetujui oleh pihak yang berwenang, sehingga
dengan demikian pembagian pekerjaan (paket) dapat dilakukan
dengan pertimbangan efektifitas pekerjaan.
23
Kegiatan persiapan ini dilakukan dengan siklus waktu yang
kurang dari satu tahun. Setelah dokumen tender itu siap, maka
dapat segera diserahkan kepada Panitia Tender untuk dilakukan
proses pengadaan kontraktor.
24
Gambar A.5 – Siklus Manajemen Pemeliharaan Jalan
25
Penentuan Biaya dan Prioritas (Determine costs and priorities)
Kegiatan yang telah dipilih tersebut harus dihitung biayanya
guna mengidentifikasikan kebutuhan sumberdaya. Pada
umumnya kebutuhan sumberdaya tersebut lebih besar dari
pada sumberdaya yang ada. Untuk itu diperlukan sistim
rasionalisasi untuk penentuan prioritas untuk mengalokasikan
sumberdaya secara sistimatis dan layak sehingga dapat dicapai
penggunaan nilai uang yang terbaik.
Implementasi Kegiatan (Implement Activities)
Kegiatan ini melibatkan semua kegiatan yang dikerjakan
selama pelaksanaan dari tahapan pengelolaan. Implementasi
kegiatan harus dilaksanakan sesuai dengan rencana atau
standar yang telah dibuat sehingga tujuan administrasi dapat
terlaksana dengan baik. Untuk itulah maka kegiatan
pengawasan merupakan hal terpenting dari implementasi
kegiatan ini.
Monitoring dan Audit
Proses kajian (review) adalah merupakan satu kesatuan dalam
pengelolaan pemeliharaan jalan. Kegiatan kajian ini terdiri
atas:
- Monitoring
Kegiatan ini merupakan fungsi terpenting untuk
mendapatkan umpan balik dalam tahapan pengelolaan
jalan sehingga jika dilakukan, siklus pengelolaan
pemeliharaan selanjutnya dapat diperbaiki/ disempurnakan
berdasarkan pengalaman yang telah diperolehnya. Sebagai
contoh: tujuan kegiatan dapat didefiniskan ulang
berdasarkan hasil pencapaian yang telah diperoleh, atau
metode teknis pemeliharaan dapat lebih ditingkatkan
berdasarkan hasil monitoring.
- Audit
Termasuk dalam kegiatan ini adalah audit teknis dan audit
keuangan, dan melakukan pemeriksaan lapangan terhadap
hasil pekerjaan yang telah dilakukan apakah sesuai dengan
standar dan rencana keuangan yang ada.
26
Siklus manajemen untuk setiap tahapan pengelolaan pemeliharaan
jalan berbeda. Hal ini disebabkan karena karakteristik dari masing-
masing tahapan juga berbeda. Pada Tabel A.5 ditunjukkan contoh
untuk siklus manajemen untuk berbagai tahapan dalam pengelolaan
pemeliharaan jalan.
Tabel A.5 – Contoh Siklus Manajemen dari Tahapan Pengelolaan Pemeliharaan Jalan
Penilaian kebutuhan Penilaian dilakukan Penilaian dilakukan (a) Penilaian Tingkat keparahan
dengan survai dengan dilakukan dan jumlah dari
kondisi pada membandingkan dengan pekerjaan
keseluruhan jaringan pengukuran kondisi melakukan dicantumkan
untuk ruas-ruas yang dengan standar survai untuk:
membutuhkan untuk pemeliharaan lapangan
Inspeksi secara
pemeliharaan periodik dan secara detail
detail untuk
periodik dan beberapa untuk menilai
kegiatan
perbaikan kerusakan pekerjaan kondisi dan
perbaikan
permukaan jalan. perbaikan jalan; membandingk
kerusakan
an dengan
Sedangkan untuk Sedangkan untuk permukaan dan
standar
pemeliharaan perawatan jalan pemeliharaan
desain untuk
perawatan jalan dan dan pemeliharaan periodik
pemeliharaan
pemeliharaan darurat khusus didasarkan
periodik. Pekerjaan
dipergunakan data pada catatan
perawatan
sekunder yanga ada historikal yang ada. (b) Format kontrak
perkerasan
(data sejarah yang sesuai
jalan
perawatan jalan). atau instruksi
kerja pilihan.
27
Tabel A.5 – (lanjutan)
Penentuan Aktivitas (a) Penanganan Pilihan pekerjaan (a) Desain pilihan Standar kinerja
Penanganan ditentukan yang tersedia untuk yang yang sesuai dipilih
dengan memulihkan menentukan sesuai dengan
mempergunakan kondisi sesuai aktifitas pekerjaan
(b) Pilihan untuk
kisaran standar dengan standar
spesifikasi yang
untuk yang ada sudah
menentukan
memberikan ditentukan jenisnya
kisaran kebutuhan
biaya
(b) Penganan
ditentukan
dengan
menggunakan
standar yang
tetap
Penentuan Biaya (a) Aplikasi tingkat Tingkat biaya (a) Tingkat biaya Melaksanakan
dan Prioritas biaya untuk digunakan dan dilakukan dan target yang sudah
memberikan dilakukan dengan proses prioritas ditentukan (buruh,
kebutuhan biaya pemilihan prioritas hanya dilakukan bahan, dan
dengan agar program yang untuk peralatan) sesuai
melakukan diusulan sesuai pengecekan dengan standar
prioritas pekerjaan dengan anggrana kembali apakah yang telah
agar sesuai yang tersedia sudah sesuai ditentukan
dengan dana dengan rencana
yang tersedia
(b) Mempersiapkan
(b) Aplikasi tingkat Daftar satuan
biaya untuk pekerjaan (Bill of
memperkirakan quantity)
kebutuhan biaya
dengan tanpa
proses prioritas
28
Tabel A.5 – (lanjutan)
Monitoring dan Audit Tinjauan ulang Tinjauan ulang Tinjauan ulang/ Tinjauan ulang
untuk perkiraan terhadap diperiksa terhadap
sebelum program yang kembali pencapaian
dimulainya siklus dihasilkan terhadap desain, target yg
perencanaan sebelum kontrak atau dihasilkan
umum selanjutnya dimulainya instruksi kerja
Tinjauan ulang
siklus yang
Tinjauan ulang Tinjauan ulang terhadap
selanjutnya
terhadap prosedur terahadap prosedur untuk
perencanaan Tinjauan ulang prosedur desain mengelola
umum yang ada terhadap ektifitas
prosedur pekerjaan
prpgram
tahunan yang
dilakukan
Panjang siklus Tipikal 3-5 tahun Tipikal satu tahun Tipikal kurang dari Tipikal dalam
satu tahun harian atau
mingguan
33
3.4.4. HDM IV
HDM IV (Highway Development and Management versi 4) adalah suatu
program aplikasi komputer yang dikembangkan oleh World Bank
dan digunakan sebagai alat bantu untuk melakukan analisa dalam
kegiatan pengelolaan dan pembangunan pada suatu jaringan jalan.
34
Activity Time Staff Spatial Data Mode of
horizon responsible coverage detail computer
operation
Planning Long term Senior Network-wide Coarse/ Automatic
(Strategic) Management summary
and
policy level
Programm- Medium Middle-level Network or
ing term professionals sub-network
(tactical)
Preparation Budget year Junior Scheme level/
Professional section
Fine/ Interactive
Operations Immediate/ Technicians/ Scheme level/ detailed
very short sub- Sub-section
term professionals
35
10 Years Analysis Period Run 1 Run 2 Run 3 Run 4 Run 5
Base Unlimited High Medium Low
Routine Only (Annual 10 (Annual 8 (Annual 6
Million Million Million
Constrain) Constrain) Constrain)
Gambar A.10 – Skenario Analisa dengan HDM IV pada Tingkat Penyusunan Program
16
14
12
10
IRI (Unconstrain)
8
Constrain (10M
6 Annual)
Constrain (8M
Annual)
4 Constrain (6M
Annual)
2 Routine Only
0
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Year
36
4. Pelaksanaan Kegiatan Pemeliharaan Jalan
4.1. Organisasi Pemeliharaan Jalan
Untuk melaksanakan kegiatan pengelolaan jalan didaerah
dibutuhkan suatu organisasi yang tetap dan bekerja sepanjang tahun.
Organisasi tersebut khusus menangani kegiatan pemeliharaan jalan
yang meliputi kegiatan-kegiatan antara lain:
- Melakukan inventarisasi jalan, yaitu mencatat daftar ruas-ruas jalan
yang menjadi tanggung jawab pengelolaannya dan karakteristis
dasar tiap seksi dari jaringan jalan yang ada;
- Melakukan inspeksi lapangan, untuk mengevaluasi jaringan jalan
dan mengukur dan mencatat kondisi yang ada;
- Melakukan penentuan kegiatan pemeliharaan yang dibutuhkan,
menganalisa akibat dan penyebab dari kerusakan yang ada dan
menentukan kegiatan pemeliharaan yang dibutuhkan untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut;
- Perkiraan kebutuhan sumber daya, yaitu memperkirakan
kebutuhan biaya untuk kegiatan pemeliharaan secara keseluruhan
dan juga biaya detail untuk masing-masing ruas jalan;
- Menentukan prioritas penentuan pekerjaan pemeliharaan yang
harus dilakukan mengingat dengan adanya keterbatasan dana yang
ada;
- Melakukan penjadwalan kerja dan pelaksanaan kegaitan
pemeliharaan, termasuk didalamnya adalah kegiatan persiapan
kontrak yaitu persiapan untuk dokumen kontrak dan penentuan
pemenang kontrak dan pengawasan kegiatan pemeliharaan jalan;
- Melakukan monitoring, dengan cara melakukan pengecekan mutu,
kemajuan dan efektifitas dari pekerjaan pemeliharaan jalan.
37
Gambar A.12 – Struktur Organisasi Pengelolaan Pemeliharaan Jalan
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa tidak ada staf khusus yang
yang bertugas untuk melaksanakan kegiatan pemeliharaan darurat.
Pada umumnya, personil yang nantinya ditugaskan untuk kegiatan
pemeliharaan darurat ini dapat diambilkan dari personil yang
bertugas pada pemeliharaan rutin dan periodik. Ketika kejadian
bencana tersebut muncul dan harus dilaksanakan kegiatan
pemeliharaan darurat, adalah normal mengurangi kegiatan rutin
sampai ke keadaan minimum dan menggunakan sumber daya yang
ada guna mengatasi kondisi darurat tersebut.
Karena sifat pekerjaan pemeliharaan jalan yang berbeda antara
pemeliharaan rutin dengan pemeliharaan periodik, maka mekanisme
yang dilakukan pada kegiatan pemeliharaan rutin dilakukan dengan
sistim Mandor Jalan. Sedangkan untuk pemeliharan periodik
diberlakukan sama seperti pada kegiatan pembangunan jalan dimana
menggunakan pengawas lapangan.
Pemeliharaan rutin yang meliputi kegiatan-kegiatan: pembersihan
jalan/ bangun pelengkap jalan, pengendalian tanaman/ pemotongan
rumput, dan pemeliharaan gorong-gorong/ saluran samping
dilakukan oleh Juru Jalan dan untuk beberapa juru jalan dikoordinir
oleh Mandor Jalan. Mandor Jalan tersebut juga melakukan
38
koordinasi dengan Unit Pemelihara Rutin (UPR) dalam melaksakan
kegaitan perbaikan jalan. Untuk beberapa Mandor Jalan
dikoordinasikan oleh seorang Mantri Jalan dan untuk beberapa
Mantri Jalan dikoordinasikan oleh seroang District Engineer (Direksi
Teknis).
Masing-masing personil didalam organisasi tersebut mempunyai
tugas-tugas antara lain sebagai berikut:
• District Engineer yang berfungsi sebagai Direksi Teknik yang
memimpin organisasi kegiatan pemeliharaan jalan dan
bertanggung jawab terhadap seluruh kegiatan pengelolaan jalan
pada tahap pelaksanaan. Tugasnya termasuk juga dalam
memperkirakan biaya keseluruhan yang dibutuhkan dalam
pengelolaan pemeliharaan jalan, penyiapan perkiraan biaya
operasioanal pemeliharaan rutin, persiapan kontrak dan
pengelolaan, dan juga termasuk kegiatan inspeksi lapangan.
• Penilik Jalan, mempunyai tanggung jawab terhadap penilikan jalan
yang dimaksudkan dalam rangka pemanfaatan jalan agar tercapai
secara maksimal, dan jalan dapat berperan sebagaimana mestinya.
Tugas yang dilaksanakan sebagai penilik jalan adalah penilikan atas
Rumaja, Rumija, dan Ruwasja yang menjadi wewenangnya. Tugas
Penilik Jalan tersebut adalah sbb:
- Mengawasi segala kejadian di Rumaja, Rumija, dan Ruwasja
yang dapat menggangu peranan jalan;
- Menyampaikan usul tindakan turun;
- Menyampaikan laporan hasil pengawasan.
• Staf Administrasi dan Keuangan, mempunyai fungsi untuk
mendukung kegiatan operasional pemeliharaan jalan dalam hal
pengadministrasian kegiatan dan keuangan;
• Pengawas Lapangan, dibutuhkan untuk mengawasi kegiatan
pekerjaan pemeliharaan periodik yang dilaksanakan oleh pelaksana
lapangan (kontraktor pelaksana). Personil ini bertanggung jawab
untuk memberikan instruksi kepada pekerja serta monitoring dan
pelaporan kemajuan pekerjaan.
• Pelaksana Lapangan, adalah yang bertanggung jawab
melaksanakan pekerjaan pemeliharaan periodik sesuai dengan
ketentuan yang berlaku;
39
• Mandor Lapangan, mempunyai fungsi untuk mengkoordinasikan
dan pengendalian kegiatan pemeliharaan rutin yang dilakukan oleh
Juru Jalan (pekerja jalan) dan Unit Pemeliharaan Rutin (UPR).
Mandor jalan tersebut bertanggung jawab terhadap sekelompok
ruas jalan yang ada pada satu suatu wilayah;
• Juru Jalan, adalah personil yang ditugaskan untuk melaksanakan
kegiatan pemeliharaan rutin pada ruas-ruas jalan tertentu.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah meliputi kegiatan-kegiatan
pemeliharaan jalan secara siklus seperti pemotongan rumput, dan
lain-lain.
• Unit Pemeliharan Rutin adalah merupakan unit pemeliharaan
dengan mobilitas tingi yang dilengkapai dengan peralatan dan
bahan untuk memperbaiki kerusakan permukaan perkerasan jalan,
sepertu lubang dan lain-lain.
42
• Perkerasan Jalan;
• Bahu Jalan
• Drainase selokan tepi jalan;
• Bangunan pelengkap jalan, seperti: gorong-gorong, jembatan,
patok jarak, tembok penahan tanah.
43
Tabel A.7 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal
Kerusakan Utama Kerusakan Lain
Luas Keparahan
Keparahan Kategori
(% (% Aktifitas Kegiatan Catatan
Jenis atau Cuaca & Jenis
panjang panjang
kedalaman Lalin
segmen) segmen)
Semua Laburan Aspal Pasir setempat
Pelepasan < 10 - -
kategori (Local Asphalt Sealing)
Butir -
(Ravelling) Semua Laburan Permukaan Aspal
> 20 - -
kategori (Surface dressing)
Laburan pasir (sanding), namun bila
menimbulkan masalah jalan tsb
Kegemukan Semua
- - - - Tidak diperlukan kegiatan menjadi licin (membahayakan), maka
(Bleeding) kategori
dilakukan Local Sealing atau Surface
Dressing.
Semua Penambalan permukaan (surface Banyaknya timbul lubang disebabkan
< 150 mm - - -
kategori patching) karena pemeliharaan kurang efektif
Lubang atau cepatnya kerusakan struktur
(potholes) Semua Penambalan struktural (deep perkerasan. Untuk itu penyebabnya
> 150 mm -
kategori patching) perlu dicari dan dilakukan kegiatan
yang sesuai.
Erosi tepi Penambalan permukaan (surface
Gompal Semua Jika kerusakan yang ditimbulkan parah
perkerasan > 20 - - patching) dan Perbaikan bahu
(Edge Break) kategori maka lakukan rekonstruksi bahu jalan.
> 150 mm jalan
Penurunan
Semua
Tepi (Edge > 50 mm > 50 - - Rekonstruksi bahu jalan
kategori
Drop)
44
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
45
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
46
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
47
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
48
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
49
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
>5 Semua Semua Laburan aspal pasir setempat Jika tingkat kerusakan alur lambat
kategori retak (Local sealing) atau
(cracks) Penyumbatan retak (Crack
yang sealing)
terjadi
Diperlukan penyelidikan lebih jika tingkat kerusakan alur cepat
lanjutan
50
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
5-10 mm > 10 Semua Semua - Laburan aspal pasir setempat Jika tingkat kerusakan alur lambat
kategori retak (Local sealing) atau
(cracks) Penyumbatan retak (Crack
yang sealing)
terjadi
Diperlukan penyelidikan lebih jika tingkat kerusakan alur cepat
lanjutan
51
Tabel A.6 – Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Beraspal (Lanjutan)
52
Tabel A.8 - Standar Penanganan Pemeliharaan: Jalan Tidak Beraspal
Kepa- Keparahan
Luas (% Kategori Aktifitas Kegiatan Catatan
rahan/ (%
Jenis panjang Cuaca & Jenis
keda- panjang
segmen) Lalin
laman segmen)
Perubahan - - Semua - - Grading/ Dragging (dengan Karena jalan tidak beraspal lebih
bentuk kategori alat/ buruh) cepat rusak dibandingkan dengan
(Deformation) jalan beraspal, maka untuk jalan tidak
dan cacat beraspal diperlukan penanganan
permukaan dengan interval tertentu dan
(Surface perhatian yang sistimatik.
deffect)
53
Tabel A.9 - Standar Penanganan Pemeliharaan: Bangunan Pelengkap Jalan
Luas
(% Aktifitas Kegitan
Bagian Jalan Kerusakan Keparahan Catatan
panjang Pemeliharaan
segmen)
Perkerasan Jalan Kotoran penghalang pada Setiap kejadian - Pembersihan kotoran Kotoran penghalang tersebut
permukaan perkerasan penghalang longsoran yang kemungkinan berupa
lumpur, batuan ataupun tanaman.
Penghalang tersebut segera
dibersihkan oleh tim survey, namun
jika tdk memungkinkan segera
laporkan dgn terlebih daulu menaksir
kebutuhan sumberdaya.
Tergerus
54
Tabel A.10 - Standar Penanganan Pemeliharaan: Bangunan Pelengkap Jalan
Luas
(% Aktifitas Kegitan
Bagian Jalan Kerusakan Keparahan Catatan
panjang Pemeliharaan
segmen)
Tergerus pada
pembuangan
Kerusakan struktur
Rusak
Hilang
Tergerus
55
4.5. Prioritas Kegiatan Pemeliharaan
Dalam hal terdapatnya kondisi dimana dana pemeliharaan terbatas,
maka perlu dilakukan penentuan prioritas agar dapat diketahui
kebutuhan mendesak khususnya yang harus dilakukan untuk
pelaksanaan kegiatan pemeliharaan rutin. Sedangkan untuk
pelaksanaan periodik tidaklah demikian, karena pada jenis kegiatan
penanganannya telah ditentukan pada tahapan pemrograman dan
tahapan persiapan pelaksanaan.
Secara ideal pemeliharaan dilakukan pada seluruh ruas jaringan jalan
yang ada. Namun karena adanya keterbatasan sumber daya, maka
perlu diadakan penentuan prioritas agar dapat dicapai pemanfaatan
sumber daya secara efektif. Sebagai pedoman, penentuan prioritas
untuk operasional kegiatan pemeliharaan dapat ditentukan dengan
menggunakan matrik hubungan antara hirarki lalu lintas dengan
hirarki aktifitas pemeliharaan seperti yang ditunjukkan pada Tabel
A.11 (Road Note 1, 1987 & Richard R., 1998). Prioritas
pemeliharaan dilakukan dengan urutan 1 (prioritas tertinggi:
pemeliharaan darurat pada jalan yang strategis) ke 48 (prioritas
terendah: Pekerjaan Overlay pada lalu lintas yang sangat rendah).
Menurut kepentingannya, prioritas untuk aktifitas pemeliharaan
yang utama harus adalah berturut-turut: Pekerjaan darurat,
Perkerjaan Pemeliharaan Saluran Drainase, Perbaikan Kerusakan
Perkerasan, Pekerjaan Pelapisan Ulang dan Pencegahan Perkerasan
Secara Periodik, Perawatan Rutin Lainnya, dan Pelapisan Tambah
secara Periodik/Rehabilitasi Perkerasan. Sedangkan urutan prioritas
untuk lalu lintas tersebut ditunjukkan pada Tabel A.12, dengan
pertimbangan bahwa untuk ruas jalan dengan lalu lintas yang tinggi,
biasanya jalan tersebut adalah jalan yang penting dari sudut ekonomi
dan jalan tersebut seringkali cepat rusak/aus. Untuk itu jalan
tersebut harus diprioritaskan untuk dipelihara agar kondisinya tetap
baik.
56
Tabel A.11 – Matriks Prioritas Pemeliharaan Jalan
Prioritas
57
4.6. Pola Penanganan
Penanganan pekerjaan pemeliharaan di daerah dapat dilakukan
secara swakelola ataupun dikontrakkan dengan menggunakan
kontraktor lokal/ daerah. Pemilihan penanganan pekerjaan tesrebut
harus diseuaikan dengan kondisi dan keadaan setempat. Masing-
masing pola penanganan tersebut mempunyai kelebihan dan
kekurangan, untuk itu pemilihan pola penanganan harus dilakukan
dengan hati-hati dan juga dilakukan dengan petunjuk pengelolaan
dana yang berlaku.
Pada kondisi tertentu perlu dipertimbangkan pola penanganan
secara swakelola dan dikontrakan. Untuk pekerjaan yang
dikontrakkan, mempunyai keterbatasan untuk kegiatan operasional
di luar kontrak antara lain untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya
mendadak, pemanfaatan tenaga personil dinas teknis yang
berpengalaman dan pemanfaatan peralatan yang tersedia. Namun
sebaliknya, pada umumnya pekerjaan yang diswakelola belum dapat
menjamin penggunaan dana secara efisien karena
pengadministrasiannya mudah terjadi kesalahan.
4.6.1. Swakelola
Pola penanganan pekerjaan pemeliharaan dengan swakelola adalah
merupakan cara yang terbaik untuk pelaksanaan pekerjaan
pemeliharaan rutin Hal ini dikarenakan memudahkan dalam
pemanfaatan sumber daya yang ada di dinas teknis masing-masing
dengan sistim UPR dan Mandor Jalan. UPR tersebut meliputi
penggunaan peralatan, pengerahan tenaga kerja, penyediaan bahan dan
penjadwalan waktu. Mandor mengkoordinir bebeberapa Juru jalan
yang melaksanakan pekerjaan perawatan dibayarkan dengan sistem
lenght/ man. Satu Mantor mengkoordinir 6-7 juru jalan.
Unit Pemeliharaan Rutin (UPR). Satu UPR direncanakan mampu
untuk menangani panjang jalan lebih kurang 100-200 km. Adapun
klasifikasi peralatan UPR yang dimaksud tersebut adalah sebagai
berikut:
58
• UPR untuk Perkerasan Beraspal, terdiri atas peralatan-peralatan:
- Dump Truck untuk pengangkut material & peralatan;
- Pickup untuk pengangkut material penambalan;
- Kompressor Udara (pavement breaker dan nozel udara) atau
dapat pula diganti dengan belincong dan sapu lidi;
- Asphalt Sprayer atau dapat diganti dengan ember penyiram
aspal yang dibuat sendiri dan tungku untuk pembakaran
aspal;
- Tamping rammer;
- Peralatan kerja dan keselamatan;
- Peralatan mekanik.
59
4.6.2. Dikontrakkan
Pada umumnya pola penanganan ini dilakukan untuk pekerjaan
pemeliharaan periodik, namun dimungkinkan juga untuk pekerjaan
pemeliharaan rutin apabila dinas teknis yang bersangkutan belum
mempunyai UPR atau peralatan yang dimiliki kurang memadai.
60
B. Jalan di Indonesia
1. Umum
Jalan merupakan satu kesatuan sistim jaringan jalan dapat
didefinisikan sebagai prasarana transportasi darat yang meliputi
segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan
perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas lalu lintas, yang
berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah
permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali
jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel.
Jalan sebagai salah satu prasarana transportasi yang merupakan urat
nadi kehidupan masyarakat mempunyai peranan penting dalam
usaha pengembangan kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam
rangka tersebut, jalan mempunyai peranan untuk mewujudkan
sasaran pembangunan seperti pemerataan pembangunan dan hasil-
hasilnya, serta pertumbuhan ekonomi.
Sebagai bagian sistem transportasi nasional, jalan mempunyai
peranan yang sangat penting terutama dalam mendukung bidang
ekonomi, sosial budaya, lingkungan, politik, serta pertahanan dan
keamanan. Dari aspek ekonomi, jalan sebagai modal sosial
masyarakat merupakan katalisator diantara proses produksi, pasar,
dan konsumen akhir. Dari aspek sosial budaya, keberadaan jalan
membuka cakrawala masyarakat yang dapat menjadi wahana
perubahan sosial, membangun toleransi, dan mencairkan sekat
budaya. Dari aspek lingkungan, keberadaan jalan diperlukan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan, Dari aspek politik,
keberadaan jalan menghubungkan dan mengikat antardaerah,
sedangkan dari aspek pertahanan dan keamanan, keberadaan jalan
memberikan akses dan mobilitas dalam rangka penyelenggaraan
sistem pertahanan dan keamanan.
Peranan-peranan tersebut diatas sangatlah vital bagi kehidupan
bangsa karena dengan adanya jalan akan dicapai kemudahan-
kemudahan dan keseimbangan pertumbuhan antar daerah.
61
2. Pengelompokan Jalan
Menurut Undang-undang No. 38 tahun 2004 tentang jalan, sesuai
dengan peruntukannya, jalan dibedakan atas:
• Jalan Khusus
Jalan ini dibangun oleh instansi, badan usaha, perseorangan, atau
kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri dan bukan
diperuntukkan bagi lalu lintas umum dalam rangka distrubusi
barang dan jasa yang dibutuhkannya. Termasuk Jalan khusus
tersebut antara lain adalah: jalan dalam kawasan pelabuhan, jalan
kehutanan, jalan perkebunan, jalan inspeksi pengairan, jalan di
kawasan industri, dan jalan di kawasan permukiman yang belum
diserahkan kepada pemerintah.
• Jalan Umum
Jalan ini diperuntukkan bagi lalu lintas umum; jalan umum dapat
dikelompokkan menurut: sistem, fungsi, status, dan kelas.
2.1. Sistem Jaringan Jalan
Sistem jaringan jalan adalah merupakan satu kesatuan jaringan jalan
yang saling menghubungkan dan mengikat pusat-pusat
pertumbuhan dengan wilayah yang berada dalam pengaruh
pelayanannya dalam satu hubungan hierarkis. Penyusunan sistim
jaringan jalan dilakukan dengan mengacu pada rencana tata ruang
wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar dan/ atau
di dalam kawasan perkotaan, dan kawasan pedesaan. Sistim jaringan
jalan tersebut dibedakan atas:
62
• Menghubungkan secara menerus pusat kegiatan nasional,
pusat kegiatan wilayah, pusat kegiatan lokal sampai ke pusat
kegiatan lingkungan; dan
• Menghubungkan antar kegiatan nasional.
63
Fungsi jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal dan jalan lingkungan
yang terdapat pada sistem jaringan jalan primer dan sistem jaringan
jalan sekunder dibedakan atas:
2.2.1. Jalan Arteri Primer
Jalan arteri primer mengubungkan antar pusat kegiatan nasional atau
antara pusat kegiatan nasional dengan pusat kegiatan wilayah.
Persyaratan teknis untuk jalan ini adalah:
- Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 60 km/ jam,
lebar badan jalan paling rendah adalah 11 meter;
- Mempunyai kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata;
- Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal;
- Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
- Tidak boleh terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan/
pengembangan perkotaan.
2.2.2. Jalan Kolektor Primer
Jalan kolektor primer menghubungkan antarpusat kegiatan wilayah
atau menghubungkan antar pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lokal. Persyaratan teknis untuk jalan ini adalah:
- Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 40 km/ jam,
lebar badan jalan paling rendah adalah 9 meter;
- Mempunyai kapasitas lebih besar dari volume lalu lintas rata-
rata;
- Lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh lalu lintas
ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal;
- Jumlah jalan masuk dibatasi secara efisien;
- Tidak boleh terputus walaupun memasuki kawasan perkotaan/
pengembangan perkotaan.
2.2.3. Jalan Lokal Primer
Jalan lokal primer menghubungkan pusat kegiatan nasional dengan
pusat kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan wilayah dengan pusat
kegiatan lingkungan atau pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan
lokal, pusat kegiatan lokal dengan pusat kegiatan lingkungan, dan
64
antarpusat kegiatan lingkungan. Persyaratan teknis untuk jalan ini
adalah:
- Didesain berdasarkan kecepatan paling rendah 20 km/ jam,
lebar badan jalan paling rendah adalah 7,5 meter;
- Tidak boleh terputus walaupun memasuki desa.
66
Jalan tol adalah jalan umum yang merupakan bagian sistem jaringan
jalan dan sebagai jalan nasional yang penggunanya diwajibkan
membayar tol guna pengembalian investasi, pemeliharaaan, dan
pengembangan jalan tol. Tujuan diselenggarakan jalan tol adalah
antara lain untuk meringankan beban dana pemerintah melalui
partisipasi pengguna jalan. Persyaratan jalan tol mempunyai
spesifikasi dan pelayanan yang lebih tinggi dari pada jalan umum
yang ada. Jalan tol sebagai bagian dari sistem jaringan jalan umum
merupakan lintas alternatif dan dalam keadaan tertentu, jalan tol
dapat tidak merupakan lintas alternatif.
Wewenang penyelenggaraan jalan tol berada pada Pemerintah Pusat
dan sebagian dari wewenang tersebut dilaksanakan oleh badan yang
dibentuk oleh Menteri, berada di bawah, dan bertanggung jawab
kepada Menteri. Badan tersebut adalah Badan Pengatur Jalan Tol
(BPJT) yang anggotanya terdiri atas unsur pemerintah pusat, unsur
pemangku kepentingan, dan unsur masyarakat. Sedangkan untuk
pengusahaan jalan tol dilakukan oleh Pemerintah dan/atau badan
usaha yang memenuhi persyaratan tertentu.
2.3.2. Jalan Provinsi
Merupakan jalan kolektor dalam sistem jaringan jalan primer yang
menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten/kota,
atau antaribukota kabupaten/kota, dan jalan strategis provinsi.
Wewenang penyelenggaraan jalan ini dilakukan oleh Pemerintah
Provinsi.
68
• Jalan Kelas III B
yaitu jalan kolektor yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, dan muatan sumbu
terberat yang diizinkan 8 ton;
• Jalan Kelas III C
yaitu jalan lokal yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk
muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran
panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat
yang diizinkan 8 ton.
2.4.2. Berdasarkan Spefisikasi
Menurut undang-undang jalan yang ada, pengelompokkan kelas
jalan berdasarkan spefisikasi penyediaan prasarana jalan ini adalah
sebagai berikut:
• Jalan Bebas Hambatan (Freeway)
adalah jalan umum untuk lalu lintas menerus yang memberikan
pelayanan menerus/ tidak terputus dengan pengendalian jalan
masuk secara penuh, dan tanpa adanya persimpangan sebidang,
serta dilengkapi dengan pagar ruang milik jalan, paling sedikit 2 lajur
setiap arah, lebar lajur sekurang-kurangnuya 3,5 meter dan
dilengkapi dengan median.
• Jalan Raya (Highway)
adalah jalan umum bagi lalu lintas menerus dengan pengendalian
jalan masuk terbatas dan dilengkapi dengan median, paling sedikit 2
lajur setiap arah, lebar lajur sekurang-kurangnya 3,5 meter.
• Jalan Sedang (Road)
adalah jalan umum dengan lalu lintas sedang dengan pengendalian
jalan masuk tidak dibatasi, paling sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan
lebar paling sedikit 7 meter.
• Jalan Kecil (Street)
adalah jalan umum untuk melayani lalu lintas setempat, paling
sedikit 2 lajur untuk 2 arah dengan lebar paling sedikit 5,5 meter.
69
2.5. Panjang Jalan
Total panjang jalan keseluruhan berdasarkan statusnya di Indonesia,
yang merupakan data gabungan untuk tahun 2000 yang bersumber
dari Ditjen Prasarana Wilayah, Dept. Kimpraswil, Kepmen PU
No. 236A/KPTS/1997, dan Kepmen Kimpraswil No.
376A/KPTS/2004 adalah sekitar 565.200 kilometer dimana terdiri
atas sekitar 4.6% Jalan Nasional, 8.2% Jalan Propinsi, 39.5% Jalan
Kabupaten, 4.5% Jalan Kota, dan 43.2% Jalan Desa seperti yang
ditunjukkan pada Gambar B.1 dan Tabel B.1.
Jalan Jalan
Nasional Propinsi
5% 8%
Jalan
Desa
43%
Jalan
Kabupaten
39%
Jalan Kota
5%
70
Tabel B.1 – Panjang Jalan Menurut Status Tahun 2000
Catatan:
Untuk Propinsi Bangka Belitung Gabung Dengan Sumatera Selatan
Untuk Propinsi Banten Gabung Dengan Jawa Barat
Untuk Propinsi Gorontalo Gabung Dengan Sulawesi Utara
Untuk Propinsi Maluku Utara Gabung Dengan Maluku
Sumatera 99,60 0,40 100 88,80 11,20 100 36,86 63,14 100
Kalimantan 64,10 35,90 100 73,20 26,80 100 39,46 60,54 100
Sulawesi 93,80 6,20 100 91,10 8,90 100 39,57 60,43 100
Irian 41,40 58,60 100 65,50 34,50 100 17,34 82,66 100
Indonesia 88,30 11,70 100 88,20 11,80 100 43,09 56,91 100
Bagian-Bagian Jalan
2.1. Tipikal Penampang Jalan
Secara tipikal bagian-bagian jalan beraspal dan jalan tidak beraspal
dapat ditunjukan pada Gambar B.2 dan Gambar B.3. Berdasarkan
peraturan pemerintah di bidang jalan yang ada, bagian-bagian jalan
yang dimaksud tersebut meliputi ruang manfaat jalan, ruang milik
jalan, dan ruang pengawasan jalan seperti yang akan dijelaskan
berikut ini.
72
Gambar B.2 – Tipikal Penampang Jalan Beraspal
73
SALURAN PENANGKAP
PENGENDALI ARUS
SALURAN ALAM
GORONG-GORONG
SALURAN PEMBUANG
SALURAN SAMPING
BAHU
LAJUR LALU LINTAS
74
2.2. Ruang Manfaat Jalan (Rumaja)
Adalah suatu ruang yang dimanfaatkan untuk konstruksi jalan dan
terdiri atas:
Badan Jalan, adalah meliputi jalur lalu lintas, dengan atau tanpa
jalur pemisah dan bahu jalan, termasuk jalur pejalan kaki.
Badan jalan hanya diperuntukkan bagi pelayanan lalu lintas dan
angkutan jalan serta pengamanan konstruksi jalan. Untuk itu
maka badan jalan dilengkapi dengan ruang bebas sbb:
- Lebar ruang bebas adalah sesuai dengan lebar badan jalan;
- Tinggi ruang bebas untuk jalan arteri dan jalan kolektor
paling rendah 5 meter;
- Kedalaman ruang bebas bagi jalan arteri dan jalan kolektor
paling rendah 1,5 meter dari permukaan jalan.
Bahu Jalan, adalah bagian dari daerah manfaat jalan yang
berdampingan dengan jalur lalu lintas untuk menampung
kendaraan berhenti untuk keperluan darurat, dan juga
digunakan untuk mendukung samping bagi lapis pondasi
bawah, lapis pondasi, dan lapis permukaan.
Jalur Lalu Lintas, adalah bagian jalur jalan yang direncanakan
khusus untuk lintasan kendaraan roda empat.
Saluran Tepi Jalan, hanya diperuntukkan bagi penampungan
dan penyaluran air, agar badan jalan bebas dari pengaruh air.
Saluran tepi jalan dibangun denga konstruksi yang mudah
dipelihara secara rutin. Jika saluran tersebut diperuntukkan
sebagai saluran lingkungan, maka dinding saluran tersebut
harus dilapis dengan pasangan batu kali. Ukuran saluran tepi
jalan ditetapkan sesuai dengan lebar permukaan jalan dan
keadaan lingkungan.
Ambang Pengaman Jalan adalah berupa bidang tanah dan/
atau konstruksi bangunan pengaman yang berada diantara tepi
badan jalan dan batas ruang manfaat jalan yang hanya
diperuntukkan bagi pengamanan konstruksi jalan.
Penempatan bangunan utilitas harus ditempatkan diluar Rumaja,
namun bila keadaan tidak memungkinkan, bangunan utilitas dapat
diletakkan di Rumaja dengan ketentuan tidak akan menimbulkan
hambatan samping bagi pemakai jalan dan juga tidak mengganggu
75
keamanan konstruksi jalan. Sedangkan untuk penanaman pohon
pada jaringan jalan nasional/ propinsi/ kabupaten harus ditanam di
luar Rumaja.
Menurut UU Jalan, dinyatakan bahwa setiap orang dilarang
menggunakan dan memanfaatkan ruang manfaat jalan yang
mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang manfaat
jalan.
77
Pengelolaan Jalan di Kabupaten
2.1. Penyelenggaraan Jalan di Kabupaten
Wewenang penyelenggaraan umum ada pada pemerintah pusat dan
pemerintah daerah, sedangkan penguasaan atas jalan ada pada negara
dan dengan bertujuan agar peran jalan dalam melayani kegiatan
masyarakat dapat tetap terpelihara dan keseimbangan pembangunan
antar wilayah dapat terjaga, maka negara mengadadakan pengaturan
tentang pemberian kewenangan penyelenggaraan jalan. Negara
memberikan wewenang kepada pemerintah propinsi dan pemerintah
kabupaten untuk melaksanakan penyelenggaraan jalan. Pada UU 38/
2004 tentang jalan juga menyebutkan bahwa masyarakat berperan serta
dalam penyelenggaraan jalan.
Khususnya untuk pemerintah kabupaten, negara memberikan
wewenang penyelenggaraan jalan yang meliputi penyelenggaraan jalan
kabupaten dan jalan desa. Selanjutnya sesuai dengan sistem
pemerintahan yang berlaku di Indonesia wewenang tersebut
dilimpahkan kepada instansi yang ditunjuk di daerah.
Wewenang penyelenggaraan jalan tersebut meliputi kegiatan
penyelenggaraan jalan yang meliputi kegiatan-kegiatan yang meliputi
seluruh siklus kegiatan dan perwujudan jalan yang meliputi pengaturan,
pembinaan, pembangunan, dan pengawasan jalan.
78
Perumusan kebijakan penyelenggaraan ini harus berdasarkan
kebijakan nasional di bidang jalan dengan memperhatikan
keserasian antardaerah dan antarkawasan. Perumusan kebijakan
penyelenggaraan jalan di kabupaten meliputi hal-hal sebagai
berikut:
- Pemantapan kondisi jalan yang ada melalui pemeliharaan dan
rehabilitasi;
- Pembangunan ruas jalan merupakan kegiatan mewujudkan
ruas jalan baru agar jaringan jalan dapat segera berfungsi
melayani angkutan sebagai salah satu sistim jaringan
transportasi;
- Penyerasian sistim jaringan jalan terkait pengembangan
wilayah agar terpadu dalam membentuk struktur ruang dan
memberikan pelayanan jasa distribusi dalam konteks
pemeberian layanan yang handal dan prima serta berpihak
kepada kepentingan masyarakat;
- Pengembangan alternatif pembiayaan melalui sistim
kontribusi langsung pengguna ajalan dan reformasi
penyelenggaraan jalan;
- Meningkatkan tanggung jawab dan peran serta dunia usaha
dan masyarakat dalam penyelenggaraan prasarana dan sarana
jalan.
79
jalan kepada penyelenggaran jalan lain yang akan menerimanya.
Perubahan fungsi jalan tersebut dilakukan bila:
- ruas jalan tersebut berperan penting dalam pelayanan
terhadap wilayah yang lebih luas dari wilayah semula;
- ruas jalan tersebut makin dibutuhkan oleh masyarakat dalam
rangka pengembanagan sistem transportasi;
- ruas jalan tersebut oleh sebab-sebab tertentu, menjadi
berkurang peranannya dan menjangkau wilayah terbatas,
lebih sempit dari wilayah semula;
- ruas jalan tersebut lebih banyak melayani masyarakat dalam
wilayah wewenang penyelengaraan jalan yang baru.
80
4.1.2. Pembinaan Jalan
Yang dimaksud dengan pembinaan jalan adalah kegiatan penyusunan
pedoman dan standart teknis, pelayanan, pemberdayaan sumber daya
manusia, serta penelitian dan pengembangan jalan.
Pembinaan jalan yang harus dilaksanakan di kabupaten meliputi:
- Pemberian bimbingan, penyuluhan, serta pendidikan dan pelatihan
para aparatur penyelenggara jalan kabupaten dan jalan desa;
- Pemberian izin, rekomendasi, dispensasi, dan pertimbangan
pemanfaatan ruang manfaat jalan, ruang milik jalan, dan ruang
pengawasan jalan untuk semua status jalan yang ada di wilayah
kabupaten kecuali jalan tol;
- Pengembangan teknologi terapan di bidang jalan untuk jalan
kabupaten dan jalan desa.
82
pekerjaan baru dapat dilaksanakan setelah pengadaan tanah
dilaksanakan.
d. Pelaksanaan Konstruksi
Pelaksanaan konstruksi jalan merupakan kegiatan penagangana jalan
untuk mewujudkan jalan. Pelaksanaan konstruksi ini harus
didasarkan atas rencana teknis yang tercantum dalam dokumen
rencana teknis yang dibuat oleh perencana teknis jalan dan dalam
pelaksanaannya harus diawasi oleh pengawas yang memenuhi
persyaratan keahlian.
Selama pelaksanaan konstruksi, penyelenggara jalan mempunyai
kewajiban untuk menjaga kelancaran dan keselamatan lalu lintas
demikian juga dengan menjaga fungsi bangunan utilitas.
g. Penilikan Jalan
Jalan umum yang dioperasikan harus dilakukan penilikan jalan.
Untuk itu penyelenggara jalan berwenang mengadakan penilikan
jalan yang ada di bawah wewenangnya dengan mengangkat orang
sebagai penilik jalan diruas-ruas yang menjadi tanggung jawab
penyelenggara jalan yang bersangkutan.
Penilik yang diangkat tersebut mempunyai tugas-tugas antara lain:
- Setiap hari mengamati pemanfaatan dan kondisi bagian-bagian
jalan;
- Menyampaikan laporan hasil pengamatannya secara tertulis
kepada penyelenggara jalan setiap bulannya sekurang-
kurangnya satu kali; dan
- Menyampaikan usul tindakan turun tangan kepada
penyelenggara jalan atau instansi yang berwenang.
86
e. Peta lokasi jalan
f. Data ruang milik jalan
88
Tabel B.4 – Ketentuan Jalan Desa
Lebar Badan Jalan (m)
Tipe
Fungsi Jalan Untuk roda 4 Untuk Roda 3/ Keterangan
Permukaan
Roda 2
Untuk jalan yang dapat dilalui roda 4, LHR direncanakan < 500 smp.
III B
Pusat Kecamatan Pusat Kecamatan
Lokal Sekunder
III C III C
Lokal Sekunder
89
Ketentuan-ketentuan dasar untuk dimensi pada bagian-bagian jalan
kabupaten dapat dilihat pada Tabel B.5. Pada tabel tersebut, diberikan
alternatif-alternatif pemilihan batasan yang dibagi atas batasan-batasan
minimum, disarankan, maupun maksimum.
90
• Tuntutan tingkat pelayanan relatif tinggi
• Biaya yang tersedia relatif longgar
• LHR mencapai nilai maksimum pada kelas jalan yang
bersangkutan.
• Prosentase kendaraan berat cukup tinggi.
91
Lampiran
Daftar NSPM yang terkait dengan pemeliharaan
93
Dengan Cara Setara Pasir
30. SNI 03-4804-1998 Metode Pengujian Bobot Isi Dan
Rongga Udara Dalam Agregat
31. SNI 06-2432-1991 Metode Pengujian Bahan-Bahan Aspal
32. SNI 06-2433-1991 Metode Pengujian Titik Nyala Dan
Titik Bakar Dengan Cleveland Upen
Cup
33. SNI 06-2434-1991 Metode Pengujian Titik Lembek Aspal
Dan Ter
34. SNI 06-2438-1991 Metode Pengujian Kadar Aspal
35. SNI 06-2439-1991 Metode Pengujian Kelekatan Aspal
Terhadap Agregat
36. SNI 06-2440-1991 Metode Pengujian Kehilangan Berat
Minyak Dan Aspal Padat
37. SNI 06-2441-1991 Metode Pengujian Berat Jenis Aspal
Padat
38. SNI 06-2456-1991 Metode Pengujian Penetrasi Bahan-
Bahan Bitumen
39. SNI 06-2488-1991 Metode Pengujian Fraksi Aspal Cair
Dengan Penyulingan
40. SNI 06-2489-1991 Metode Pengujian Campuran Aspal
Dengan Alat Marshall
41. SNI 06-2490-1991 Metode Pengujian Kadar Air Aspal
Dan Bahan Yang Mengandung Aspal
42. SNI 03-3639-1994 Metode Pengujian Kadar Parafin Lilin
Dalam Aspal
43. SNI 03-3640-1994 Metode Pengujian Kadar Beraspal
Dengan Cara Ekstraksi Menggunakan
Soklet
44. SNI 03-3641-1994 Metode Pengujian Kadar Air Aspal
Emulsi
45. SNI 03-3642-1994 Metode Pengujian Kadar Residu Aspal
Emulsi Dengan Penyuingan
94
46. SNI 03-3643-1994 Metode Pengujian Aspal Emulsi
Tertahan Saringan No. 200
47. SNI 03-3644-1994 Metode Pengujian Jenis Muatan
Partikel Aspal Emulsi
48. SNI 03-3645-1994 Metode Pengujian Pelekatan Dan
Ketahanan Aspal Emulsi Terhadap Air
49. SNI 03-4797-1998 Metode Pengujian Pemulihan Aspal
Dengan Alat Penguap Putar
50. SNI 03-6440-2000 Metode Pengujian Aspal Dengan
Viskometer Pipa Kapiler Hampa
51. SNI 03-6476-2000 Metode Penentuan Sifat Regangan
Tekan Permanen Campuran Beraspal
Dengan Pengujian Rangkak Dinamis
52. SNI 03-6442-2000 Tata Cara Pengujian Sifat Reologi
Aspal Dengan Alat Reometer Geser
Dinamis (Rgd)
53. SNI 06-6472-2000 Tata Cara Penyiapan Contoh Uji
Pencampuran Pembagian Cara
Penempatan Dan Pengkondisian
Campuran Beraspal Di Laboratorium
Untuk Pengujian Berdasarkan Kinerja
54. SNI 06-6441-2000 Metode Pengujian Viskositas Aspal
Minyak Dengan Alat Brookfield
Termosel
55. SNI 03-6399-2000 Tata Cara Pengambilan Contoh Aspal
56. SNI 06-6400-2000 Tata Cara Penentuan Koreksi Volume
Aspal Terhadap Volume Pada
Temperatur Standar
L.1.2. Spesifikasi
95
Sedang
3. SNI 03-4800-1998 Spesifikasi Aspal Cair Penguapan
Cepat
4. SNI 03-6388-2000 Spesifikasi Agregat Lapis Pondasi
Bawah, Lapis Pondasi Atas Dan Lapis
Permukaan
96
Portland Untuk Jalan Raya
13. SNI 03-3439-1994 Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah
Dengan Kapur Untuk Jalan Raya
14. SNI 03-3440-1994 Tata Cara Pelaksanaan Stabilisasi Tanah
Dengan Semen Portland Untuk Jalan
Raya
15. SNI 03-3978-1995 Tata Cara Pelaksanaan Beton Aspal
Campuran Dingin Dengan Aspal
Emulsi Untuk Perkerasan Jalan
16. SNI 03-3979-1995 Tata Cara Pelaksanaan Laburan Aspal
Satu Lapis Untuk Permukaan Jalan
17. SNI 03-3980-1995 Tata Cara Pelaksanaan Laburan Aspal
Dua Lapis Untuk Permukaan Jalan
18. SNI 03-4147-1996 Spesifikasi Kapur Untuk Stabilisasi
Tanah
19. SNI 03-4427-1995 Metode Pengujian Kekesatan
Permukaan Perkerasan Dengan Alat
Pendulum
20. SNI 03-4814-1998 Spesifikasi Bahan Penutup Sambungan
Beton Tipe Elastis Tuang Panas
21. SNI 03-4815-1998 Spesifikasi Pengisi Siar Muai Siap Pakai
Untuk Perkerasan Dan Bangunan
Beton
22. SNI 03-4818-1998 Spesifikasi Pipa Beton Berlubang
Untuk Saluran Drainase Bawah
Permukaan
97
2. Pd M-30-1998-03 Metoda Pengujian Analisis Saringan
Agregat Hasil Ekstraksi
3. SK SNI M-07-1994- Metode Pengujian Pengendapan Aspal
03 Emulsi
4. SK SNI M-08-1994- Metode Pengujian Kadar Residu Aspal
03 Emulsi Dengan Cara Penguapan
5. SK SNI M-09-1994- Metode Pengujian Kerusakan
03 Campuran Aspal Emulsi Dengan
Semen
6. SK SNI M-10-1994- Metode Pengujian Pelekatan Aspal
03 Emulsi Terhadap Agregat M-50
7. Pd M-15-1998-03 Metode Pengujian Kandungan Bahan
An-Organik Atau Abu Dalam Aspal
8. Pd M-27-1998-03 Metode Pengujian Konsistensi Aspal
Dengan Cara Apung
9. Pd M-06-1999-03 Metode Pengujian Pengaruh Panas Dan
Udara Terhadap Lapisan Tipis Aspal
Yang Diputar
10. Pd M-10-1999-03 Metode Penentuan Modulus Resilien
Campuran Beraspal Dengan Cara Tarik
Tak Langsung
11. Pd T-01-1999-03 Tata Cara Mempercepat Pelapukan
Aspal Dengan Menggunakan Tabung
Pelapuk Bertekanan
12. Pd T-04-1999-03 Tata Cara Penyiapan Contoh Uji
Pemadatan Benda Uji Campuran
Beraspal Dengan Menggunakan Alat
Pemadat Gyratori
13. Pd M-05-1997-03 Metode Pengujian Kadar Air Dan
Kadar Fraksi Ringan Dalam Campuran
Perkerasan Beraspal
14. Pd M-06-1997-03 Metode Pengujian Pengaruh Air
Terhadap Kuat Tekan Campuran
Beraspal Yang Dipadatkan
98
15. Pd M-07-1997-03 Metode Pengujian Rongga Udara
Dalam Campuran Perkerasan Beraspal
Gradasi Rapat Dan Terbuka Yang
Dipadatkan
16. Pd M-08-1997-03 Metode Pengujian Berat Jenis Nyata
Campuran Beraspal Yang Dipadatkan
Dengan Menggunakan Benda Uji
Berlapiskan Parafin
17. Pd M-14-1998-03 Metode Pengujian Untuk Menentukan
Tingkat Kepadatan Perkerasan Beraspal
18. Pd M-31-1998-03 Metode Pengujian Berat Jenis Nyata
Campuran Beraspal Dipadatkan
Menggunakan Benda Uji Kering
Permukaan Jenuh
19. Pd M-32-1998-03 Metode Pengujian Kuat Tekan
Campuran Beraspal
20. 026/T/BM/1999 Pedoman Perencanaan Bubur Aspal
Emulsi (Slurry Seal)
21. 032/T/BM/1996 Petunjuk Pemeriksaan Peralatan
Pencampur Aspal
22. 030/T/BM/1996 Petunjuk Pemeriksaan Peralatan
Pemecah Batu
23. 030A/T/BM/1996 Buku Pemeriksaan Peralatan Pemecah
Batu
24. 031A/T/BM/1996 Buku Pemeriksaan Peralatan
Penghampar Campuran Aspal
25. 034/T/BM/1997 Petunjuk Pemeriksaan Peralatan
Penyemprot Aspal Tangan
26. 035/T/BM/1997 Petunjuk Pemeriksaan Peralatan
Pemadat Roda Karet
27. 032A/T/BM/1996 Buku Pemeriksaan Peralatan
Pencampur Aspal
28. 03/Mn/B/1983 Manual Pemeliharaan Jalan (Perawatan
Jalan)
99
29. 01/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Penetrasi
Makadam (LAPEN)
30. 02/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal
Pasir (LATASIR)
31. 03/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal
Beton Pondasi Atas (LASTON ATAS)
32. 04/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal
Beton Pondasi Bawah (LASTON
BAWAH)
33. 05/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Laburan Aspal
(BURAS)
34. 06/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan
Tipe B (TUK B)
35. 07/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Jalan Agregat
Padat Tahan Cuaca (JAPAT)
36. 08/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Laburan Aspal
Satu Lapis (BURTU)
37. 09/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Asbuton
Agregat (LASBUTAG)
38. 10/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan
Tipe A (TUK A)
39. 11/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Pembentukan
Lapis Tipis Asbuton Murni
(LATASBUM)
40. 12/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Tipis Aspal
Beton Flexible (LATASTON)
41. 13/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Lapis Aspal
Beton (LASTON)
42. 14/PT/B/1983 Petunjuk Pelaksanaan Laburan Aspal
Dua Lapis (BURDA)
L.2.2. Spesifikasi
100
Lapis Dan Bahan Laburan Dua Lapis
2. Pd S-16-1996-03 Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi
Macadam
3. SK SNI S-02-1993- Spesifikasi Agregat Halus Untuk
03 Campuran Perkerasan Beraspal
4. Pd S-01-1997-03 Spesifikasi Aspal Emulsi
5. Pd S-15-1996-03 Spesifikasi Bahan Laburan Aspal Satu
Lapis (Burtu) Dan Bahan Laburan
Aspal Dua Lapis (Burda)
6. Pd S-16-1996-03 Spesifikasi Bahan Lapis Penetrasi
Makadam
101
Kepadatan Mutlak
9. 023/T/BM/1999 Pedoman Pelaksanaan Campuran
Beraspal Dingin Untuk Pemeliharaan
L.3. Lain-lain
102
Daftar Pustaka
103
TRRL (2003), Overseas Road Note 20, Management of rural road networks,
Crowthorne Berkshire, UK.
TRRL (1993), Overseas Road Note 31, Guidelines to the structural design of
bitumen-surfaced roads in tropical and sub-tropical countries, Crowthorne
Berkshire, UK.
TRL (1994), Maintenance of Roadside Areas and Drainage, International Road
Maintenance Handbook Volume I, United Kingdom.
TRL (1994), Maintenance of Unpaved Road, International Road Maintenance
Handbook Volume II, United Kingdom.
TRL (1994), Maintenance of Paved Road, International Road Maintenance
Handbook Volume III, United Kingdom.
TRL (1994), Maintenance of Structures and Traffic Control Design,
International Road Maintenance Handbook Volume IV, United Kingdom.
United Nations Economic Commission for Africa (1982), Road Maintenance
Handbook, Practical Guidelines For Road Maintenance in Africa, Volume III
Paved Road, Ministere de la Cooperation et du Development, Paris.
104
105
Indeks
Aspal Beton ......................... 110 Pekerjaan Darurat ... 13, 16, 21,
Audit................................. 28, 32 64
banjir........................................14 Pelaburan......16, 46, 50, 51, 52,
bekas kecelakaan kendaraan14, 53, 54, 55, 56, 57
60 Pelaksana Lapangan.............. 44
biaya operasi kendaraan7, 8, 12 Pelaksanaan103, 104, 107, 108,
cacat permukaan ......................9 109
cacat tepi perkerasan ...............9 Pelapisan Tambah...........16, 63
cyclic ................................... 13, 64 pelayanan mantap.................. 18
Damage Factor ..........................10 Pemeliharaan Berkala ............... 20
Dampak...................................22 Pemeliharaan Rutin .... 13, 14, 21,
daya rusak ...............................10 44, 65, 109
deformasi ..................................9 Pengawas Lapangan. 23, 26, 43
District Engineer .............. 43, 110 Penilik Jalan ........................... 43
Equipment-Intensive Methods ....44 Penunjangan Jalan .................... 18
HDM .....vii, viii, 14, 37, 38, 39, Penurunan kondisi .................. 6
110 Perawatan Jalan................17, 107
inspeksi lapangan........1, 41, 43 Perkerasan Lentur................... 1
inventarisasi jalan...................41 Planning...........25, 29, 30, 32, 37
IRMS .......................................36 Preperation.......25, 29, 30, 32, 37
Jalan Kabupaten.......................ii Programming....25, 29, 30, 32, 37
Juru Jalan.................................44 reactive ................................13, 64
Kerusakan fungsional..............8 Rehabilitasi.......... 18, 20, 63, 64
Kerusakan struktural ...............8 rehabilitation ............................. 13
ketidakrataan ..................... 8, 12 Rekonsruksi Perkerasan ....... 16
kondisi Baik ............................19 rekonstruksi .....................13, 49
longsoran ......................... 14, 60 retak .......................................... 9
Mandor Jalan...... 26, 42, 43, 65 roughness................................... 12
Mandor Lapangan .................44 Rumaja..........................v, 43, 82
MMS ........................................36 Rumija......................... vi, 43, 83
Monitoring....................... 28, 32 Ruwasja................. vi, 43, 83, 84
Operation............... 29, 30, 32, 37 SIMJAKA............................... 37
overlay.............................8, 13, 64 URMS ..................................... 37
workshop..............................iv, 45
106