Anda di halaman 1dari 34

INDIKASI KERUSAKAN JALAN AKIBAT BEBAN

BERLEBIH
SUB PEKERJAAN - PENYUSUNAN MODEL
INDIKASI KERUSAKAN JALAN AKIBAT BEBAN

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM


DIREKTORAT JENDERAL BINA MARGA

Fenomena banyaknya
kendaraan berat yang
membawa muatan
melebihi izin saat
melewati suatu jalan
tertentu

Perlunya model
perhitungan yang
dapat digunakan untuk
menganalisa indikasi
kerusakan jalan akibat
beban berlebih

LATAR BELAKANG

MAKSUD
DAN TUJUAN
Maksud dari pekerjaan ini adalah :
Menganalisa dan menentukan parameter-parameter yang terkait
dengan akibat muatan berlebih pada kondisi perkerasan jalan;
Menyusun model perhitungan yang digunakan untuk
menganalisa indikasi kerusakan jalan akibat beban berlebih.
Tujuan dari pekerjaan ini adalah :
Menganalisa hubungan antara beban sumbu kendaraan aktual
di lapangan dengan performa perkerasan jalan aktual di
lapangan;
Memberikan petunjuk mengenai indikasi terjadinya kerusakan
jalan yang diakibatkan oleh kelebihan muatan kendaraan;

SASARAN
Sasaran yang hendak dicapai adalah :
1. Dapat memprediksi tingkat kerusakan jalan jalan akibat
beban berlebih;
2. Dengan mengetahui indikasi kerusakan jalan akibat beban
berlebih, diharapkan terwujudnya peningkatan kualitas
rekomendasi penanganan jaringan jalan & jembatan;
3. Dengan peningkatan kualitas rekomendasi penanganan
jaringan jalan & jembatan, maka diharapkan terwujudnya
pengeluaran anggaran yang efektif dan efisien.

RUANG LINGKUP (1)


Untuk mencapai sasaran yang telah dikemukakan sebelumnya,
perlu dibuat lingkup kegiatan terkait dengan Analisa Kerusakan
Jalan Akibat Beban Berlebih pada Lintas Utara Pulau Jawa dan
Lintas Timur Pulau Sumatera. Fokus pekerjaan ini adalah pada
penyusunan Model Indikasi Kerusakan Jalan Akibat Beban Berlebih.
Telah dikumpulkan data sekunder terkait perkerasan jalan sebagai
bahan analisa, sebagai berikut:
1. Data IRI (berbagai ruas, berbagai tahun), sebagai data kondisi
jalan;
2. Data BB / FWD (berbagai ruas, berbagai tahun), sebagai data
kekuatan struktur jalan eksisting;
3. Data WIM (berbagai ruas, berbagai tahun), sebagai data beban
kendaraan melintas;
4. Data Traffic (berbagai ruas, berbagai tahun), sebagai data lalu
lintas kendaraan (terutama terkait kendaraan berat).

RUANG LINGKUP (2)


Dari data-data tersebut tim konsultan diharapkan melaksanakan:
1. Penyusunan metodologi pelaksanaan pekerjaan;
2. Melakukan Kajian Literatur & Standar Teknis terkait yang Berlaku;
3. Analisa data sekunder dengan menggunakan dasar literatur &
standar teknis yang berlaku;
4. Analisa hubungan/korelasi antara Kondisi Jalan, Sisa Umur
Rencana, Beban Kendaraan Melintas, dan Data Lalu Lintas yang
terjadi;
5. Penyusunan model perhitungan yang menggambarkan hubungan
antara kondisi perkerasan jalan dan beban sumbu kendaraan
melintas terhadap kinerja perkerasan jalan.

KELUARAN
1. Model Indikasi Kerusakan Jalan Akibat Beban Berlebih
2. Laporan Pelaksanaan Pekerjaan

PARAMETER
KERUSAKAN JALAN

IRI (International Roughness Index)

PSI (Present Serviceability Index) yaitu indeks yang


menggambarkan kondisi pelayanan ruas jalan atau
dengan kata lain nilai yang menyatakan ketidak-rataan
suatu permukaan suatu perkerasan dan terkait dengan
pelayanan terhadap lalulintas yang lewat.

SCI (Structural Condition Index)

SDI (Surface Distress Index) adalah nilai yang


dikembangkan dengan prinsip pembobotan untuk setiap
jenis kerusakan, agar selanjutnya dapat dilakukan
pembandingan atas tingkat kerusakan dari lebih dari satu
ruas dalam jaringan, yang memiliki jenis kerusakan yang
berbeda (Haas, 1994).

DETORIORATION MODEL

Menunjukkan
Penurunan
kondisi Jalan

Sumber Bina Marga

Proteksi

Pemeliharaan Rutin yaitu pada saat IRI <4


&
(Routine Maintenance)
Koreksi
Pemeliharaan Berkala yaitu pada saat IRI 4<IRI<8 (Perodic
Maintenance)

NILAI IRI

Dalam IRMS 2011 nilai IRI adalah fungsi dari waktu, Lintasan
beban kendaraan (ESAL) dan Nilai koefisien lapisan
perkerasan atas dan tebal lapis perkerasan atas.

ANALISIS BEBAN SUMBU


KENDARAAN
AE untuk STRT= ..(II.19)
AE untuk STRG= (II.20)
AE untuk SDRG= ..(II.21)
AE untukSTrRG= ..(II.22)
Keterangan:
L= BebanKendaraan (Ton)
k = 1; untuksumbutunggal
k = 0,086; untuksumbu tandem
k = 0,053; untuksumbutridem

Akan dilihat berdasarkan


trenline dan disesuaikan
terhadap beban lalu
lintas yang lewat setiap
tahunnya apakah
pertumbuhan kendaraan
juga mempengaruhi
perubahan beban yang
melewati jalan tersebut

PERHITUNGAN VDF STANDAR

METODOLOGI
PEKERJAAN

Sasaran dari survai WIM adalah memperoleh nilai VDF yang akan
digunakan dalam analisis studi terhadap beban berlebih (overloading)
sebagai masukan dalam rangka desain perkerasan jalan.
Setiap jenis kendaraan mempunyai konfigurasi sumbu yang berbedabeda. Sumbu depan merupakan sumbu tunggal roda tunggal, sumbu
belakang dapat merupakan sumbu tunggal atapun sumbu ganda, maka
setiap jenis kendaraan akan mempunyai angka ekivalen yang
merupakan jumlah angka ekivalen dari sumbu depan dan sumbu
belakang.
Menurut Bina Marga:
VDF = VDFsb depan + VDFsb tengah + VDFsb belakang
VDF = Faktor Daya Rusak Kendaraan ( Vehicle Damage Factor )
Tujuan dari identifikasi persentase kelebihan beban ini adalah untuk
mendapatkan nilai Faktor Truk atau Vehicle Damage Factor (VDF) dari
setiap persentase kelebihan beban yang telah tercatat pada setiap
golongan kendaraan berat yang ada. Nilai VDF kendaraan yang berlebih
akan dibandingkan terhadap VDF standar masing-masing golongan
kendaraan untuk mendapatkan persentase peningkatan VDF terhadap VDF
standar

Hasil identifikasi dari setiap golongan kendaraan berdasarkan


persentase kelebihan muatannya juga menunjukkan persentase dan
jumlah kendaraan dengan beban berlebih yang dominan melewati dari
ruas tersebut sehingga dapat menunjukkan karakteristik kendaraan
setiap wilayah.
Setiap kendaraan dengan beban berlebih akan dihitung kumulatif ESAL
nya dari setiap persentase kelebihan beban sehingga didapatkan
kumulatif ESAL dengan VDF standar dan kumulatif ESAL dengan VDF
beban berlebih. Perhitungan ini bertujuan untuk membandingkan jumlah
ESAL setiap golongan kendaraan apabila menggunakan VDF standar
dengan ESAL menggunakan VDF beban berlebih. Hasil identifikasi ini
akan memudahkan untuk membuat model prediksi akibat pengaruh dari
beban berlebih terhadap peningkatan IRI dan dapat menentukan
penurunan nilai umur sisa akibat beban berlebih di ruas Jalintim
Sumatera dan Pantura Jawa

IDENTIKASI WIM KENDARAAN CIREBON-LOSARI


IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 6B

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7A

Ke ndaraan Truk 3 Sum bu/Tronton MST > 10 Ton (GOL 7A)


Ruas Jalan Cirebon - Los ari
Jum lah = 2.537 Ke nd

400%
0%

253300%
100%

< 10 Ton
> 10 Ton

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7C1

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7C2B

Kendaraan MST > 10 Ton Truk Trailer 1.2 - 2.2.2


Ruas Jalan Cirebon - Losari
60

56
49

50
Jum lah Kendaraan
40

38
33

30

32

30

22
18

20
8

10

3
0

M ST > 10 Ton (%)

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7C3

IDENTIKASI WIM KENDARAAN PALEMBANG


IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 6B

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7A

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7C1

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7C2B

IDENTIFIKASI KENDARAAN GOLONGAN 7C3

HASIL IDENTIFIKASI

Setiap Provinsi Memiliki Karakteristik Berat dan Nilai VDF (Vehicle


Damage Factor) kendaraan yang berbeda-beda
Nilai VDF akibat beban berlebih yang berbeda-beda akan
menghasilkan kumulatif ESAL yang berbeda tergantung dari
persentase kelebihan muatan
Persamaan model yang akan dibuat berdasarkan persentase
kelebihan beban masing-masing tiap jenis kendaraan

NILAI VDF WAKIL


PROVINSI
PROVINSI SUMSEL

PROVINSI JABAR

PROVINSI LAMPUNG

PROVINSI JATENG

PENGARUH KUMULATIF ESAL


BEBAN BERLEBIH
Sumatera Selatan

Lampung

Jawa Barat

Jawa Tengah

PEMODELAN KUMULATIF
BEBAN BERLEBIH
Dari tabel diatas terlihat pada kondisi beban berlebih memberikan pengaruh
yang cukup signifikan terhadap pertambahan CESAL pada tiap golongan.
Persentase kenaikan tersebut merupakan koefisien pengali yang akan
digunakan untuk menghitung pengaruh dari persen kelebihan beban sehingga
didapatkan CESAL beban standar ditambah dengan CESAL beban berlebih.
Dari kondisi ini diperoleh gambaran bahwa kenaikan nilai ESAL akibat beban
berlebih menghasilkan suatu persamaan ESAL beban berlebih pula sehingga
dapat dirumuskan :
TOTAL ESAL = ESALstandar + ESALbebanberlebih......................................(1)
ESAL Standar
ESALbebanberlebih

= Nilai ESAL dengan VDF standar


= Nilai ESAL dengan Peningkatan VDF

TOTAL ESAL Golongan = {A+(B x (1+C))}.{ LHR x TFstandar x DL x DA x 365 }


Keterangan:
A

: persen kendaraan tidak berlebih (%)

: persen kendaraan belebih (%)

: koefisien dari kelebihan beban

LHR

: Jumlah kendaraan suatu golongan kendaraan

TF : Truk Faktor atau VDF


DL : Distribusi Lajur
DA : Distribusi Arah

Anda mungkin juga menyukai