Anda di halaman 1dari 20

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 Perhitungan Tebal Perkerasan dengan Metode Bina Marga 2013


Pada analisis perencanaan tebal perkerasan lentur dengan menggunakan
metode Bina Marga 2013 terdapat beberapa analisis parameter perhitungan yaitu
analisis data LHR, dan perhitungan daya dukung tanah dasar CBR. Dalam
perhitungan tebal perkerasan ada beberapa analisis sebelum menentukan tebal
perkerasan lentur diantaranya yaitu faktor pertumbuhan lalu lintas, menentukan
faktor lajur dan kapasitas lajur, menentukan faktor ekivalen beban, dan
menghitung nilai CESAL setelah itu dapat ditentukan tebal perkerasan lentur
metode Bina Marga. Berikut data yang diperlukan untuk merencanakan lapisan
tebal perkerasan lentur dengan metode Bina Marga 2013.
1. Lokasi : Ruas Jalan Desa Selorejo, Kec. Dau, Kab. Malang
2. Jumlah lajur : 1 lajur
3. Panjang jalan : 2,9 km
4. Lebar jalan :5m
5. Peranan jalan : Jalan lokal kelas III
6. Tipe jalan : 1 lajur, 2 arah
7. Umur rencana : 20 tahun
8. Bahu jalan : Tidak
9. Rencana perkerasan : Perkerasan Lentr
10. Konus DCPT : 60°

4.1.1Data LHR
Data LHR (lalu lintas harian rata-rata) diperoleh berdasarkan hasil survei di
Desa Selorejo Kecamatan Dau Kabupaten Malang. Titik survey tepatnya di jalan
menuju Desa Selorejo. Data diperoleh dengan pencatatan setiap jenis kendaraan
dari kedua arah yang lewat dengan data lalu lintas seperti yang ditampilkan pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Data Survey LHR
Jenis Kendaraan LHR
No
(golongan) (kendaraan/hari/2 arah)

1 Sepeda Motor (1) 7373

2 Mobil Penumpang (3) 1495

3 Mobil Barang (4) 296

4 Bus Kecil (5a) 4

5 Truk 2 Sumbu (6a) 19

Dari data di atas akan didapat nilai sebagai berikut.


a. Faktor pertumbuhan lalu lintas
Faktor pertumbuhan lalu lintas dinyatakan dalam persen per tahun (%/tahun).
Dengan menggunakan rumus dari Persamaan 3.1 maka didapatkan presentasi
pertumbuhan lalu lintas pada umur 20 tahun sebesar 22,02%.
b. Rencana jumlah kendaraan dalam periode 20 tahun
1. Faktor distribusi lajur untuk kendaraan niaga ditetapkan dalam Tabel 5.3.
beban desain pada setiap lajur tidak boleh melampaui kapasitas lajur pada
setiap tahun selama umur rencana.
Tabel 5.3 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah Lajur Kendaraan niag apada jalur desain
Setiap Arah (% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber: Bina Marga (2013)
2. Jenis kendaraan selalu mempunyai angka ekuivalen atau VDF(Vehicle
Damage Factor) yang merupakan akumulasi angka ekuivalendari sumbu
depan dan sumbu belakang.
3. Nilai Traffic Multiplier (TM) untuk kondisi pembebanan berlebih di
Indonesia adalah sekitar 1,8-2. Digunakan nilai TM 2 untuk desain.
4. Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle
Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain
pada lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan dengan
Persamaan 3.2 dan 3.3.
4.1.2 Perhitungan CBR akan didapat nilai sebagai berikut.
Untuk perhitungan data CBR dari Pengujian DCP selengkapnya dapat
dilihat pada Lampiran 1 poin a dan b. Persamaan yang terdapat pada Gambar 4.1
digunakan untuk menghitung persentase CBR dengan menggunakan konus 60°
dikarenakan tanahnya yang berbutir halus. Berdasarkan Gambar 4.1 dapat
diketahui nilai CBR rata-rata dari pengujian DCP. Hasil dari perhitungan masing-
masing titik yang dikumulatifkan dan dirata-rata sehingga menghasilkan nilai
CBR rata-rata sebesar 7.18%.

Gambar 4. 1 Korelasi Pengujian DCP dengan CBR

4.1.3 Menentukan Umur Rencana (UR)


Penentuan umur rencana pada perkerasan jalan baru dengan metode Bina
Marga 2013 tergantung pada jenis perkerasan yang akan digunakan sesuai dengan
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Umur Rencana Perkerasan Jalan

Jenis Perkerasan Elemen Perkerasan Umur Rencana (tahun)


Lapisan aspal dan lapisan berbutir 20
dari CTB

Pondasi jalan

Perkerasan Lentur Semua lapisan perkerasan untuk


area yang tidak diizinkan sering
ditinggalkan akibat pelapisan
ulang, misal : jalan perkotaan,
underpass, jembatan, dan 40
terowongan

Perkerasan Kaku Lapis pondasi atas, lapis pondasi


bawah, lapis beton semen dan
pondasi jalan

Jalan Tanpa Penutup Semua elemen Minimum 10

Sumber: Bina Marga (2013)

4.1.4 Menentukan Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i)


Nilai faktor pertumbuhan lalu lintas (i) diperoleh 1,0 yang dapat dilihat dari
Tabel 4.3.
Tabel 4. 3 Faktor Laju Pertumbuhan Lalu Lintas (i) (%)
Jawa Sumatera Kalimantan Rata-rata Indonesia

Arteri dan Perkotaan 4.80 4.83 5.14 4.75

Kolektor Rural 3.50 3.50 3.50 3.50

Jalan Desa 1.00 1.00 1.00 1.00

Sumber: Bina Marga 2013

4.1.5 Menentukan Faktor Distribusi Arah dan Lajur


Untuk jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,50
kecuali pada lokasi-lokasi yang jumlah kendaraan niaga cenderung lebih tinggi
pada satu arah tertentu (Bina Marga, 2017). Penentuan nilai faktor distribusi lajur
dapat digunakan dengan menggunakan Tabel 4.4.
Tabel 4. 4 Faktor Distribusi Lajur (DL)
Jumlah Lajur setiap arah Kendaraan niaga pada lajur desain
(% terhadap populasi kendaraan niaga)
1 100
2 80
3 60
4 50
Sumber: Bina Marga 2017
4.1.6 Menentukan Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor)
Beban lalu lintas dikonversi ke beban standar (ESA) dengan menggunakan
Faktor Ekivalen Beban (Vehicle Damage Factor). Analisis struktur perkerasan
dilakukan berdasarkan jumlah kumulatif ESA pada lajur rencana sepanjang umur
rencana. Berikut adalah nilai VDF yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4. 5 Nilai VDF


Faktor Ekivalen Beban (VDF)
Jenis Kendaraan (Uraian) (ESA/kendaraan)
VDF 4 VDF 5
1 (Sepeda Motor) 0 0
2, 3, 4 (Sedan / Pickup) 0 0
5a (Bus kecil) 0,3 0,2
6a (Truk 2 sumbu) 0,8 0,8
Sumber: Bina Marga 2017
Untuk periode beban factual (sampai tahun 2020), digunakan nilai VDF
beban nyata. Setelah tahun 2020, diasumsikan beban kendaraan sudah terkendali
digunakan VDF beban normal (Bina Marga, 2017).

4.1.7 Menghitung Nilai Beban Sumbu Standar Kumulatif


Beban sumbu standar kumulatif atau Cumulative Equivalent Single Axle
Load (CESA) merupakan jumlah kumulatif beban sumbu lalu lintas desain pada
lajur desain selama umur rencana, yang ditentukan sebagai berikut:
Pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana dihitung dengan faktor
pertumbuhan kumulatif (Cumulative Growth Factor):
UR
(1+0 , 01 i) −1
R =
0 , 01i
20
(1+0 , 01 ×0 , 01) −1
R =
0 , 01 ×0 , 01
R = 20,02
Selanjutnya dilakukan perhitungan untuk mendapatkan nilai ESA4 dan
ESA5 berdasarkan masing-masing kendaraan seperti berikut:
Bus kecil (5a)
ESA4= (LHR × VDF) × 365 × DD × DL × R
= (4 × 0,3) × 365 × 0,5 × 1 × 20,02
= 4384,38
Adapun data perhitungan dapat dilihat pada Tabel 4.6.

Tabel 4. 6 Perhitungan Nilai CESA4 dan CESA5


LHR
Jenis Kendaraan VDF4 VDF5 ESA4 ESA5
2020
Sepeda motor 7373 0 0 0 0
Sedan / Pick Up 1791 0 0 0 0
Bus kecil 4 0,3 0,2 4384,38 2922,92
Truk 2 sumbu 55535,4
19 0,8 0,8 55535,48
8
59919,6
CESA 58458,40
8

4.1.8 Menentukan Desain Pondasi Jalan


Penentuan desain fondasi jalan minimum ditentukan berdasarkan nilai CBR
tanah dasar, kelas kekuatan tanah dasar, prosedur desain fondasi, deskripsi
struktur fondasi jalan dan lalu lintas lajur desain umur rencana 40 tahun (CESA5).
Hasil CBR yang diperoleh dari pengujian adalah 7,18%, nilai ini kemudian
disesuaikan dengan tabel desain fondasi jalan minimum Bina Marga 2017 dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4. 7 Desain Fondasi Jalan Minimum
Perkerasan
Perkerasan Lentur
Kaku
Beban lalu lintas pada
Kelas lajur rencana dengan
CBR Tanah Kekuatan umur rencana 40
Uraian Struktur Fondasi tahun
dasar (%) Tanah Stabilisasi
Dasar (juta ESA5) Semen(6)
<2 2-4 >4
Tebal minimum
perbaikan tanah dasar
Tidak diperlakukan
6 SG6
Perbaikan tanah dasar dapat perbaikan
5 SG5 berupa stabilitas semen atau - - 100
material timbunan pilihan
4 SG4 100 150 200 300
(sesuai persyaratan
3 SG3 Spesifikasi umum, Divisi 3- 150 200 300
perkerasan Tanah)
2,5 SG2.5 175 250 350
Tanah ekspansif (potensi
(pemadatan lapisan 200 mm tebal gembur) Berlaku
400 500 600
pemuaian >5%) ketentuan
Perkerasan Lapis penopang 1000 1100 1200 yang sama
diatas tanah SG1 dengan
-atau- lapis penopang dan
lunak 650 750 850 fondasi
geogrid(4) (5)
jalan
Tanah gambut dengan Lapis penopang berbutir (4) (5) 1000 1250 1500
perkerasan
HRS atau DBST untuk
lentur
perkerasan untuk jalan
raya minor
(nilai minimum-
ketentuan lain berlaku)
Sumber: Bina Marga 2017

4.1.9 Menentukan Struktur Perkerasan


Penentuan struktur perkerasan dapat menggunakan Tabel 4.8. Pemilihan
jenis perkerasan mempertimbangkan biaya terendah selama rencana, pembatasan,
dan kepraktisan pelaksanaan. Pemilihan alternatif desain berdasarkan manual ini
harus berdasarkan pada discounted lifecycle cost terendah. Nilai CESA4 yang
didapat sebelumnya adalah 59919,86 ~ 0,06 juta ESA sehingga didapatkan jenis
perkerasan yaitu Burda atau Burtu dengan LPA kelas A atau batuan asli, Lapis
Fondasi Soil Cement, Perkerasan tanpa penutup (Japat, jalan kerikil).
Tabel 4. 8 Pemilihan Jenis Perkerasan
ESA (juta) dalam 20 tahun
Bagan
Struktur Perkerasan (pangkat 4 kecuali ditentukan lain)
Desain
0 - 0,5 0,1 – 4 >4 - 10 >10 - 30 >30 - 200

4 lintas berat
Perkerasan kaku dengan lalu - - tanah2dengan CBR
(di atas 2 2,5%) 2

Perkerasan kaku
dengan lalu lintas
rendah (daerah 4A - 1,2 - - -
pedesaan dan
perkotaan)
AC WC modifikasi
atau SMA modifikasi
3 - - - 2 2
dengan CTB (ESA
pangkat 5)
AC dengan CTB
(ESA 3 - - - 2 2
pangkat 5)

AC tebal 100 mm dengan lapis


fondasi berbutir 3B - - 1,2 2 2
(ESA
pangkat 5)
AC atau HRS tipis
diatas 3A - 1,2 - - -
lapis fondasi berbutir
Burda atau Burtu 5 3 3 - - -
dengan
LPA Kelas A atau
batuan asli
Lapis Fondasi Soil
6 1 1 - - -
Cement
Perkerasan tanpa
penutup (Japat, jalan 7 1 - - - -
kerikil)
Sumber: Bina Marga 2017
Catatan:
Tingkat kesulitan:
1 – kontraktor kecil – medium;
2 – kontraktor besar dengan sumber daya yang memadai;
3 – membutuhkan keahlian dan tenaga ahli khusus – kontraktor spesialis Burtu / Burda.

4.1.10 Menentukan Tebal Perkerasan


Untuk mendapatkan tebal perkerasan yang akan digunakan, dapat dilihat
pada Tabel 4.9, Tabel 4.10 dan Gambar 4.2.
Tabel 4. 9 Perkerasan Berbutir dengan Laburan
STRUKTUR PERKERASAN
SD1 SD2 SD3 SD4 SD5
Beban sumbu 20 tahun pada lajur desain
(ESA4×106)
< 0,1 0,1 – 0,5 >0,5 - 4 > 4 - 10 > 10 - 30
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
Burda Ukuran agregat nominal 20 mm
Lapisan Fondasi Agregat
200 250 300 320 340
Kelas A
Lapis Fondasi

Agregat kelas A, atau kelas100 110 alam, 140


B, atau kerikil 160
atau stabilisasi 180> 10%, pada subgrade den
dengan CBR

Sumber: Bina Marga 2017


Catatan:
1. Ketentuan-ketentuan struktur fondasi jalan Tabel 4.7 berlaku untuk Tabel 4.9
2. Dibutuhkan pengendalian mutu yang baik untuk semua lapis perkerasan

Tabel 4. 10 Perkerasan dengan Stabilisasi Tanah Semen (Soil Cement)


STRUKTUR PERKERASAN
SC1 SC2 SC3
Beban sumbu 20 tahun pada lajur desain
(ESA4×106)
< 0,1 0,1 – 0,5 >0,5 - 4
Ketebalan lapis perkerasan (mm)
HRS WC, AC WC (halus), Burtu
Ukuran agregat nominal 20 mm
atau Burda
Lapisan Fondasi Agregat Kelas A 160 220 300
Lapis Fondasi Agregat kelas A,
110 150 200
atau B
160 CBR 3%)200
Tanah distabilisasi (CBR 6% pada tanah dengan 260
Sumber: Bina Marga 2017
Catatan:
1. Diizinkan untuk area dengan sumber agregat atau kerikil terbatas
2.
Digunakan untuk semua tanah dasar dengan CBR 3%. Ketentuan Tabel 4.7 tetap berlaku untuk tanah
3. Dalam hal terdapat kendala untuk menerapkan Tabel 4.9 atau Tabel 4.10 dapat
digunakan prosedur grafik Gambar 4.2

Gambar 4. 2 Perkerasan Tanpa Penutup Beraspal dan Lapis Permukaan Beraspal


Tipis
Sumber: Austroads 2017
Metode desain perkerasan secara empiris berlaku untuk perkerasan dengan
lapis agregat (unbounded) tanpa lapis penutup, atau dengan lapis penutup berupa
laburan (burtu atau burda), atau dengan penutup berupa lapisan beraspal dengan
tebal kurang dari 40 mm (Bina Marga, 2017). Permukaan aspal tipis dapat
dimasukkan dalam ketebalan butiran total. Dengan ketebalan dasar butiran
minimum adalah 100 mm (Austroads, 2017).
Dari perhitungan menggunakan metode Bina Marga 2017, didapatkan
beberapa alternatif pilihan tebal lapis perkerasan yang ditampilkan pada Tabel
4.11.
Tabel 4. 11 Tebal Perkerasan Jalan Lentur Metode Bina Marga 2017
Tebal Lapisan
Struktur Perkerasan
(mm)
Burda 20
Lapisan Fondasi Agregat Kelas A 200
Perkerasan Lapis Fondasi
Berbutir dengan
Laburan 100
Agregat kelas A, atau kelas B, atau kerikil alam, atau stabilisasi dengan C

Perkerasan HRS WC, AC WC (halus), Burtu atau


20
dengan Burda
Stabilisasi Tanah Lapisan Fondasi Agregat Kelas A 160
Semen (Soil
Lapis Fondasi Agregat kelas A, atau B 110
Cement)
Perkerasan AC WC 40
Tanpa Penutup Lapisan Fondasi Agregat Kelas A 120
Beraspal dan
Lapis
Lapisan Fondasi Agregat Kelas B 80
Permukaan
Beraspal Tipis

Gambar 4. 3 Perkerasan Berbutir dengan Laburan

Gambar 4. 4 Perkerasan dengan Stabilisasi Tanah Semen (Soil Cement)


Gambar 4. 5 Perkerasan Tanpa Penutup Beraspal dan Lapis Permukaan Beraspal
Tipis
BAB V
PEMBAHASAN

Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Selorejo Metode Bina Marga 2017

Analisis yang dilakukan peneliti untuk perencanaan tebal perkerasan lentur


menggunakan metode Bina Marga 2017 ada beberapa tahap diantaranya yaitu
menentukan umur rencana, menentukan faktor pertumbuhan lalu lintas,
menentukan faktor ekivalen beban, menghitung nilai beban sumbu standar
kumulatif, menentukan desain fondasi jalan minimum, menentukan struktur
perkerasan, dan menentukan tebal perkerasan.
Umur rencana perkerasan dinyatakan pada Tabel 4.2 dengan jenis
perkerasan lentur dimana elemen perkerasan yang digunakan adalah lapisan aspal
dan lapisan berbutir yakni 20 tahun umur rencana. Faktor pertumbuhan lalu lintas
ditentukan berdasarkan data pada Tabel 4.3 dimana jalan Selorejo merupakan
jalan desa yang berada di Jawa dengan nilai pertumbuhan lalu lintas adalah 1
persen. Nilai ini lebih kecil dari penelitian yang dilakukan oleh Sastri (2019)
dimana jalan Sungai Dareh – Sikabau merupakan jalan arteri dan perkotaan
Sumatera dengan nilai faktor pertumbuhan lalu lintasnya 4,83 persen.
Pada jalan dua arah, faktor distribusi arah (DD) umumnya diambil 0,5
kecuali pada lokasi-lokasi yang jumlah kendaraan niaga cenderung lebih tinggi
pada satu arah tertentu. Sedangkan nilai faktor distribusi lajur ditentukan dengan
menggunakan Tabel 4.4 dimana jumlah lajur setiap arah adalah 1 dan kendaraan
niaga pada lajur desain bernilai 100 persen.
Faktor ekivalen beban (Vehicle Damage Factor) ditentukan berdasarkan
data nilai VDF masing-masing jenis kendaraan niaga pada metode Bina Marga
2017 dan didapatkan nilai sesuai Tabel 4.5 yakni jenis kendaraan seperti sepeda
motor, sedan atau pick up memiliki nilai 0 pada VDF 4 dan VDF 5. Pada daerah
Jawa, bus kecil memiliki nilai beban normal 0,3 untuk VDF 4 dan 0,2 VDF 5.
Truk 2 sumbu memiliki nilai beban actual 0,55 untuk VDF 4 dan 0,5 untuk VDF 5
sedangkan nilai beban normalnya 0,8 untuk VDF 4 dan VDF 5. Penelitian yang
dilakukan oleh Saputra (2022) memperoleh nilai VDF yang berbeda dimana pada
penelitian tersebut berada pada jalan Jalur Lintas Selatan (JLS) dilewati jumlah
dan jenis kendaraan niaga yang berbeda seperti truk 3 sumbu dan truk 4 sumbu.
Setelah didapatkan nilai VDF maka dapat dilanjutkan dengan menghitung nilai
beban sumbu standar kumulatif (CESA) menggunakan Persamaan 4.1. Hasil
CESA yang didapatkan sebesar 59919,86 untuk ESA4 dan 58458 untuk ESA5.
Desain pondasi jalan minimum ditentukan berdasarkan nilai CBR tanah
dasar yang diperoleh dari pengujian yakni 7,18%. Nilai CBR kemudian
disesuaikan dengan Tabel 4.7 dimana didapatkan CBR lebih dari sama dengan 6
% tidak diperlakukan perbaikan tanah dasar. Setelah itu dilanjutkan dengan
menentukan struktur perkerasan menggunakan nilai CESA4 yang telah dihitung
sebelumnya, sehingga didapatkan beberapa pilihan struktur perkerasan yakni
burda atau burtu dengan LPA kelas A atau batuan asli , lapis fondasi soil cement,
dan perkerasan tanpa penutup (japat, jalan kerikil). Lapisan dari perkerasan
berbutir dengan laburan pada Tabel 4.9 adalah burda dengan ketebalan 20 mm,
LFA kelas A 200 mm, dan LFA kelas B 100 mm. Lapisan dari perkerasan dengan
stabilisasi tanah semen pada Tabel 4.10 adalah HRS WC dengan ketebalan 20
mm, LFA kelas A 160 mm, LFA kelas B 110 mm, dan tanah distabilisasi tidak
digunakan karena CBR yang didapatkan lebih dari 6%. Lapisan perkerasan tanpa
penutup beraspal dan permukaan beraspal tipis pada Gambar 4.1 adalah AC WC
dengan ketebalan 40 mm, LFA kelas A 120 mm dan LFA kelas B 80 mm.

Perencanaan Tebal Perkerasan Jalan Selorejo Metode Austroads 2017

Analisis yang dilakukan peneliti untuk perencanaan tebal perkerasan lentur


menggunakan metode Austroads 2017 ada beberapa tahapan diantaranya yaitu
menentukan faktor distribusi lajur serta menentukan rencana lalu lintas seperti
tahun perencanaan dan tipe jalan, menghitung nilai ESA, menentukan faktor
pertumbuhan lalu lintas, menghitung nilai DESA (Design Equivalent Standard
Axle) dan kemudian menentukan ketebalan perkerasan lentur berdasarkan design
chart yang telah tersedia dalam pedoman Austroads 2017.
Periode dalam perencanaan tebal perkerasan metode Austroads 2017
sesuai dengan metode Bina Marga 2017 ditentukan pada Tabel 4.12 yaitu 20
tahun. Perencanaan lalu lintas dengan menggunakan Metode Austroads 2017
untuk memperoleh faktor distribusi jalur (LDF) sudah ditentukan seperti yang
terdapat pada Tabel 4.13, faktor distribusi lajur untuk perkotaan dan pedesaan
sudah diatur jalur maksimal yang dapat digunakan adalah 3 lajur. Pada penelitian
ini diperoleh faktor distribusi jalur dengan lokasi jalur pedesaan dan 2 lajur LDF
pada jalur kanan diperoleh nilai 0,5 dan untuk jalur kiri diperoleh nilai 1,00.
Perhitungan nilai ESA didapatkan dari survei Lalu Lintas Harian Rata-rata
(LHR) yang sudah dibedakan berdasarkan tiap jenis golongan kendaraan.
Penggolongan kendaraan pada perhitungan nilai ESA berdasarkan kendaraan
dengan kriteria jumlah sumbu dan beban standar. Hasil perhitungan ESA untuk
beban standar dapat dilihat pada Tabel 4.14 dimana untuk golongan kendaraan 3
bernilai 0,0026, golongan 4 bernilai 0,1429, golongan 5a bernilai 0,3314, dan
golongan 6a bernilai 0,3843.
Faktor pertumbuhan lalu lintas pada metode Austroads 2017 dengan
tingkat pertumbuhan tahunan 1% didapatkan kumulatif pertumbuhan selama 20
tahun yaitu 20,02%. Hal ini berbeda dengan pertumbuhan lalu lintas per tahun
sebesar 4,4%, sehingga nilai CGF periode desain perkerasan selama 20 tahun
didapatkan sebesar 20,08% (Rahmawati, 2020). Nilai DESA pada metode
Austroads 2017 membutuhkan data LHR untuk setiap jenis kendaraan, nilai ESA
dan CGF. Hasil perhitungan nilai DESA untuk beban standar pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 4.15. Sehingga nilai DESA sebesar 400532,8 ~ 4,0 x 10 5.
Perhitungan nilai DESA oleh Rahmawati (2020) memperoleh nilai yang lebih
besar disebabkan oleh pertumbuhan tahunan, CGF, dan LHR yang lebih tinggi,
sehingga mendapatkan nilai DESA senilai 44487842,27 ~ 4,4 x 106.
Desain tebal perkerasan jalan menggunakan grafik pada Gambar 4.5
dengan mempertemukan nilai CBR dan DESA didapatkan ketebalan total 270
mm. Dimana nilai AC WC adalah 40mm, LFA kelas A senilai 120 mm, dan LFA
kelas B senilai 110 mm.

Perbandingan Perencanaan Tebal Metode Bina Marga 2017 dan Metode Austroads 2017

Berdasarkan Tabel 4.17 diketahui perbandingan perencanaan tebal


perkerasan jalan dengan menggunakan Metode Bina Marga 2017 dan Metode
Austroads 2017. Perencanaan tebal perkerasan lunak menggunakan metode Bina
Marga 2017 dan Metode Austroads 2017 tidak memiliki perbedaan secara
signifikan, proses analisis hampir sama namun ada beberapa proses analisis yang
berbeda. Seperti analisa komponen beban sumbu kendaraan pada Metode Bina
Marga faktor ekivalen beban kendaraan telah ditentukan sesuai jenis kendaraan
begitu juga metode Austroads 2017 konfigurasi beban sudah ditetapkan pada
Pedoman Metode Austroads 2017 namun ada sedikit perbedaan diantara keduanya
faktor ekivalen beban pada metode Bina Marga tidak dikelompokkan berdasarkan
jenis sumbu sedangkan metode Austroads 2017 dikelompokkan berdasarkan jenis
sumbu, yaitu sumbu depan dan belakang.
Perbedaan yang signifikan yaitu perhitungan beban sumbu standar
kumulatif, pada Metode Bina Marga perhitungan beban sumbu standar kumulatif
diperoleh dari jumlah lalu lintas harian dikalikan dengan beban sumbu kendaraan
sedangkan pada metode Austroads perhitungan beban sumbu standar kumulatif
diperoleh dari hasil pembagian antara beban kendaraan sumbu depan dan sumbu
belakang yang sudah ditetapkan metode Austroads dengan standar setiap axle
grup type. Perbedaan lain yaitu pada perhitungan DESA/CESA. Acuan Pedoman
Manual Perkerasan Jalan Bina Marga 2017 adalah Austroads sehingga banyak
persamaan dalam perencanaan tebal perkerasan lentur.
Dari perhitungan yang telah dilakukan dapat dilihat hasil tebal perkerasan
yang perkerasan yang dihasilkan metode Bina Marga 2017 lebih rendah
dibandingkan dengan metode Austroads 2006. Dimana dari empat segmen yang
diteliti tiga diantaranya metode Austroads 2006 lebih tebal dibandingkan metode
Bina Marga 2017 (Brilianto, 2018). Begitu juga dengan hasil dari perbandingan
tebal perkerasan lentur antara metode Bina Marga 2017 dan metode Austroads
2017 menggunakan prosedur perkerasan tanpa penutup beraspal dan lapis
permukaan beraspal tipis yaitu perkerasan Austroads 2017 lebih tebal dari metode
Bina Marga 2017. Dimana struktur lapisan metode Bina Marga 2017 terdiri dari
lapisan AC WC dengan tebal 40 mm, LFA kelas A dengan tebal 120 mm, lapisan
LPA Kelas B dengan tebal 80 mm, sedangkan struktur lapisan metode Austroads
2017 terdiri dari lapisan AC WC dengan tebal 40 mm, LFA kelas A dengan tebal
120 mm, lapisan LPA Kelas B dengan tebal 110 mm.
Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh (Mantiri et al., 2019) dengan
perbandingan tebal perkerasan lentur menggunakan Metode Bina Marga 2017 dan
Metode AASHTO dan diperoleh hasil lebih tebal menggunakan Metode Bina
Marga 2017 dibandingkan menggunakan metode Aashto, perbandingan tebal
kedua metode tersebut sebesar 2 cm. perencanaan tebal perkerasan lentur dengan
Metode Analisa Komponen menghasilkan tebal 30 cm sedangkan metode
Austroads menghasilkan tebal 68, selisih kedua metode tersebut sebesar 38 cm.
dari penelitian tersebut didapat kesimpulan bahwa metode AASHTO selalu
memperoleh tebal yang paling tipis jika dibandingan dengan Metode Analisis
Komponen dan Metode Bina Marga 2017. Sedangkan jika perbandingan Metode
Analisis komponen dan Metode Austroads diperoleh hasil lebih tebal metode
Austroads. Dalam penelitian ini diperoleh hasil lebih tebal metode Bina Marga
2017 dengan metode Austroads 2017.
BAB VI
PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian untuk perencanaan tebal perkerasan lentur


pada ruas jalan Desa Selorejo, Dau Kabupaten Malang dengan menggunakan
Metode Bina Marga 2017 dan Metode Austroads 2017 didapat beberapa
kesimpulan yaitu:
1. Hasil desain tebal perkerasan berdasarkan metode Bina Marga 2017 pada Tabel
4.11, yaitu:
Prosedur perkerasan berbutir dengan laburan didapatkan:
a. Lapisan Burda = 20 mm
b. LFA Kelas A = 200 mm
c. LFA Kelas B = 100 mm
Prosedur perkerasan dengan stabilisasi tanah semen didapatkan:
a. Lapisan HRS WC = 20 mm
b. LFA Kelas A = 160 mm
c. LFA Kelas B = 110 mm
Prosedur perkerasan tanpa penutup beraspal dan lapis permukaan beraspal tipis
didapatkan:
a. Lapisan AC WC = 40 mm
b. LFA Kelas A = 120 mm
c. LFA Kelas B = 80 mm
2. Hasil perhitungan berdasarkan metode Austroads nilai desain ESA (Equivalent
Standard Axles) kemudian nilai DESA dicocokkan ke design traffic in ESA
(DESA) atau disebut sebagai prosedur perkerasan tanpa penutup beraspal dan
lapis permukaan beraspal tipis menghasilkan lapisan sebagai berikut:
a. Lapisan AC WC = 40 mm
b. LFA Kelas A = 120 mm
c. LFA Kelas B = 110 mm
3. Tebal perkerasan lentur dengan menggunakan metode Bina Marga 2017 dan
Austroads 2017 pada prosedur perkerasan tanpa penutup beraspal dan lapis
permukaan beraspal tipis memiliki perbedaan tebal, selisih tebal perkerasan
lentur kedua metode tersebut apabila dibandingkan adalah 30 mm lebih tipis
metode Bina marga 2017. Perbandingan tebal perkerasan tersebut juga
didapatkan dari proses perhitungan beban sumbu standar yang berbeda.

Saran

Berdasarkan hasil analisis evaluasi perencanaan tebal perkerasan metode


Bina Marga 2017 dan metode Austroads 2017, penulis memberikan saran sebagai
berikut:
1. Sebelum melaksanakan pembuatan tugas akhir ini, diharapkan terlebih dahulu
untuk mempelajari kembali ilmu–ilmu yang berkaitan dengan Perencanaan
Perkerasan lentur jalan baru seperti yang terdapat pada mata kuliah
perkerasan jalan lentur.
2. Perencanaan tebal perkerasan lentur jalan sangat dipertimbangkan hasil tebal
perkerasan yang didapat dengan faktor-faktor yang ada, seperti pertumbuhan
lalu lintas harus dilakukan dengan sebaik mungkin sehingga hasil yang
diperoleh dapat dipertanggung jawabkan.
3. Untuk perencanaan jalan raya haruslah ditetapkan sedemikian rupa agar jalan
yang direncanakan nantinya akan memberikan pelayanan yang baik terhadap
kegiatan lalu lintas sesuai dengan fungsinya.
4. Diharapkan perencanaan tebal perkerasan metode Bina Marga 2017 dan
metode Austroads 2017 dapat dikembangkan lagi pada proyek konstruksi
jalan.
5. Untuk penelitian yang lebih lanjut disarankan agar bisa dikembangkan lagi
dengan memilih lokasi studi kasus yang memiliki tingkat lalu lintas tinggi
seperti jalan poros antar provinsi yang bisa mempengaruhi hasil perbandingan
antara metode perkerasan.
DAFTAR PUSTAKA

American Assosiation of State Highway and Transportation Officials (AASHTO). 1993.


Guide For Design Of Pavement Structures. Washington, DC: The American
Association of State Highway Transportation Officials.

Aji, A. H. F., Subagio, B. S., Hariyadi, E. S., & Weningtyas, W. 2015. Evaluasi
Struktural Perkerasan Lentur Menggunakan Metode AASHTO 1993 dan
Metode Bina Marga 2013 Studi Kasus: Jalan Nasional Losari-
Cirebon. Jurnal Teknik Sipil ITB. 22 (2): 147-164.

Alfianti, F. 2017. Analisis perbandingan perencanaan tebal lapis tambah dengan


metode manual desain perkerasan bina marga 2013 dan AASHTO 1993
(Studi Kasus: Ruas Jl. Kalianak Osowilangun, Kecamatan Benowo,
Surabaya). Rekayasa Teknik Sipil, 3 (3/REKAT/17): 202-208.

Maulana, D. A. 2019. Perencanaan Perkerasan Kaku Dengan Metode Manual


Desain Perkerasan Jalan 2017 Dan AASHTO 1993 di Jalan Alternatif
Ajung–Rambipuji. Skripsi. Jember: Program Strata 1 Fakutas Teknik
Universitas Jember.

Munggarani, N. A., & Wibowo, A. 2017. Kajian Faktor-Faktor Penyebab


Kerusakan Dini Perkerasan Jalan Lentur Dan Pengaruhnya Terhadap
Biaya Penanganan. Jurnal Infrastruktur, 3(01): 9-18.

Murad, W., & Novera, M. 2019. Desain Perkerasan Lentur Berdasarkan Metode
Bina Marga Ruas Jalan Simpang Seling–Muara Jernih Kabupaten
Merangin. Jurnal Talenta Sipil, 2(1): 16-23.

Muyasyaroh, S. L. 2017. Analisis Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode


Analisa Komponen SKBI 1987 Bina Marga Dan Metode AASHTO 1993
(Studi Kasus: Peningkatan Ruas Jalan Siluk—Kretek, Bantul, DIY).
Doctoral Dissertation. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Badan Standarisai Nasional, SNI 8547:2017. Rancangan Tebal Jalan Beton Untuk
Lalu Lintas Rendah.

Moerwanto, A. S. 2017. Penyampaian Manual Desain Perkerasan Jalan Revisi


2017 Di Ligkungan Direktorat Jenderal Bina Marga. Kementrian
Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Direktorat Jenderal Bina Marga.

Ramadhani, R. I. 2018. Evaluasi Tebal Perkerasan Lentur Dengan Metode Bina


Marga 2013 Dan Metode Mekanistik-Empirik Menggunakan Program
Kenpave Pada Ruas Jalan Jogja–Solo (Evaluation Of Flexible Pavement
Thickness By Using Bina Marga 2013 Methods And Mechanistic-Empiric
Methods By Using Kenpave Program On Jogja–Solo Roads). Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Islam
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai