Anda di halaman 1dari 28

PARAMETER PERANCANGAN

PERKERASAN LENTUR
Penentuan tebal perkerasan dengan cara ini hanya berlaku untuk
konstruksi perkerasan yang menggunakan material berbutir (granular
material, batu pecah) dan tidak berlaku untuk konstruksi perkerasan
yang mengunakan batu-batu besar.

ISTILAH – ISTILAH YANG DI PAKAI :

 Jalur rencana adalah salah satu jalur lalulintas dari suatu sistem jalan
raya, yang menampung lalulintas tersebut. Umumnya jalur rencana
adalah salah satu jalur dari jalan raya dua jalur tepi luar dari jalan raya
berjalur banyak

 Umur Rencana (UR) adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak
jalan tersebut mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat
atau dianggap perlu untuk diberi lapis permukaan yang baru

 Indeks Permukaan (IP) adalah suatu angka yang dipergunakan untuk


menyatakan kerataan/kehalusan serta kekokohan permukaan jalan
yang bertalian dengn tingkat pelayanan bagi lalu lintas yang lewat
 Lalulintas Harian Rata-rata (LHR) adalah jumlah rata-rata lalulintas
kendaraan bermotor beroda empat atau lebih yang dicatat selama 24
jam sehari untuk kedua jurusan

 Angka Ekivalen (E) dari suatu beban sumbu kendaraan adalah angka
yang menyatakan perbandingan tingkat kerusakan yang ditimbulkan
oleh suatu lintasan beban sumbu tunggal kendaraan terhadap tingkat
kerusakan yang ditimbulkan oleh satu lintasan beban standar sumbu
tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs).

 Lintas Ekivalen Permukaan (LEP) adalah jumlah lintas ekivalen harian


rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs) pada jalur
rencana yang diduga terjadi pada permulaan umur rencana

 Lintas Ekivalen Akhir (LEA) adalah jumlah lintas ekivalen harian rata-
rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000 lbs) pada jalur
rencana pada akhir umur rencana.
 Lintas Ekivalen Tengah (LET) adalah jumlah lintas ekivalen
harian rata-rata dari sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000
lbs) pada jalur rencana pada pertengahan umur rencana.

 Lintas Ekivalen Rencana (LER) adalah suatu besaran yang dipakai


dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan
jumlah lintas ekivalen sumbu tunggal seberat 8,16 ton (18.000
lb) pada jalur rencana

 Tanah Dasar adalah permukaan tanah semula atau permukaan


galian atau permukaan tanah timbunan, yang dipadatkan atau
merupakan dasar untuk perletakan bagianbagian perkerasan
lainnya
 Daya dukung Tanah Dasar (DDT) adalah suatu skala yang dipakai
dalam nomogram penetapan tebal perkerasan untuk menyatakan
kekuatan tanah dasar

 Faktor Regional (FR) adalah faktor setempat, menyangkut


keadaan, lapangan dan iklim, yang dapat mempengaruhi keadaan
pembebanan, daya dukung tanah dasar dan perkerasan.

 Indeks tebal Perkerasan (ITP) adalah suatu angka yang


berhubungan dengan penentuan tebal perkerasan
 PARAMETER PERANCANGAN
1. LALU LINTAS
2. DAYA DUKUNG TANAH (DDT)
3. FAKTOR REGIONAL (FR)
4. INDEK PERMUKAAN (IP)
5. KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF (a)
6. BATAS MINIMUM PERKERASAN
1. LALU LINTAS
 Jumlah Lajur Rencana
Lajur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu
ruang jalan raya, yang menampung lalu lintas terbesar. Jika
jalan tidak memiliki tanda batas lajur, maka jumlah lajur
ditentukan dari lebar perkerasan menurut tabel dibawah ini :
Tabel 1 Jumlah Lajur Berdasarkan Lebar Perkerasan

Lebar Perkerasan (L) Jumlah Lajur (n)

L < 5,50 m 1 jalur


5,50 m  L < 8,25 2 jalur
8,25 m  L < 11,25 3 jalur
11,25 m  L < 15,00 4 jalur
15,00 m < 18,75 5 jalur
18,75 m  L < 22,00 6 jalur
 Tentukan umur rencana dari jalan yang hendak direncanakan.
Umumnya jalan baru mempergunakan umur rencana 20
tahun, dapat dengan konstruksi bertahap (stage construction)
atau tidak. Jika dilakukan konstruksi bertahap, tentukan
tahapan pelaksanaannya.

 Tentukan faktor pertumbuhan lalulintas (i %) selama masa


pelaksanaan dan selama umur rencana.
 Persentase kendaraan pada lajur rencana dapat ditentukan dengan
menggunakan koeffisien distribusi kendaraan yang direkomendasikan
oleh Bina Marga seperti tercantum dalam Tabel 2.

Tabel 2 : Koeffisien Distribusi ke Lajur Rencana (Bina Marga)


Jumlah Kendaraan Ringan* Kendaraan Berat**
Lajur 1 arah 2 arah 1 arah 2 arah
1 lajur 1,00 1,00 1,00 1,00
2 lajur 0,60 0,50 0,70 0,50
3 lajur 0,40 0,40 0,50 0,475
4 lajur 0,30 0,45
5 lajur 0,25 0,425
6 lajur 0,20 0,40
 Angka ekivalen Beban Sumbu Kendaraan

0,2923 0,0577
Angka EkivalenTruk = 0,3501
STRT STRG STdRG STrRG

Gambar 1. Konfigurasi sumbu dan roda


Konfigurasi Beban sumbu Angka Ekivalen
sumbu dan Jenis Kendaraan
roda
1 2 3 4 1 2 3 4 Jumlah
Mobil
Penumpang 1 1 0.0002 0.0002 0.00054
(1.1)
Bis
3 5 0.0183 0.1410 0.1593
(1.2)
Truk Ringan
4 6 0.0577 0.2923 0.3500
(1.2)
Truk Sedang
6 8 0.2923 0.9238 1.2161
(1.2)
Truk Berat
6 14 0.2923 0.7452 1.0375
(1.22)
Truk Gandengan
6 14 5 5 0.2923 0.7452 0.1410 0.1410 1.3195
(1.2+2.2)
Trailer
6 8 15 0.2923 0.9238 0.9820 2.1981
(1.2-22)
Trailer
6 8 20 0.2923 0.9238 1.9126 3.1287
(1.2-222)
Trailer
6 15 15 0.2923 0.9820 0.9820 2.2563
(1.22-22)
Trailer
6 15 20 0.2923 0.9820 1.9126 3.1869
(1.22-222)
Tabel 4. Angka Ekivalen Kendaraan
Beban Satu Sumbu Angka Ekivalen
Kg lbs Sumbu Tunggal Sumbu Ganda
1000 2205 0,0002 -
2000 4409 0,0036 0,0003
3000 6614 0,0183 0,0016
4000 8818 0,0577 0,0050
5000 11023 0,1410 0,0121
6000 13228 0,2923 0,0251
7000 15432 0,5415 0,0466
8000 17637 0,9238 0,0794
8160 18000 1,0000 0,0860
9000 19841 1,4798 0,1273
100000 22046 2,2555 0,1940
110000 24251 3,5022 0,2840
120000 26455 4,6770 0,4022
130000 28660 6,4419 0,5540
140000 30864 8,6647 0,7452
150000 33069 11,4148 0,9820
160000 35276 14,7815 1,2712
 Tentukan Lintas Ekivalen Rencana (LER)

 Menentukan lalu lintas harian rata-rata (LHR)

dimana,
LHRj = LHR untuk masing-masing jenis kendaraan
i = faktor pertumbuhan lalu lintas rata-rata
UR = umur rencana

 Menentukan Lintas Ekivalen Permulaan (LEP)

dimana,
C = Koef. Distribusi kendaraan
E = Angka ekivalen
 Menentukan Lintas Ekivalen Akhir (LEA)

 Menentukan Lintas EkivalenTengah (LET)

 Menentukan Lintas Ekivalen Rencana (LER)


LER = LET. FP FP = UR/10
2. DAYA DUKUNG TANAH (DDT)
 Tentukan nilai daya dukung tanah dasar, dengan menggunakan
pemeriksaan CBR.

 Dengan memperhatikan nilai CBR yang diperoleh, keadaan


lingkungan, jenis dan kondisi tanah dasar di sepanjang jalan,
tentukanlah CBR segmen.

 Tentukan nilai Daya Dukung Tanah (DDT) dari setiap nilai


CBR segmen yang diperolah dengan mempergunakan
Gambar 3. Grafik CBR mempergunakan skala logaritma,
sedangkan grafik DDT mempergunakan skala linier.
Data CBR Rencana pada BeberapaTITIK yang Mewakili : 2,5-2,5-2-3-3-4-3-5-4-3-2-
3,5-4-4-5
Tabel 5. Analisis CBR Mewakili
CBR JumlahYang Sama atau Persen (%) yang sama atau lebih
Lebih Besar Besar

2 15 (15/15)x100 100
2,5 13 (13/15)x100 86,67
3 11 (11/15)x100 73,33
3,5 7 (7/15)x100 46,67
4 6 (6/15)x100 40,00
5 2 (2/15)x100 13,33
120
Persen yang sama atau lebih besar

100
90

80

60

40

20

2,4
0
0 1 2 3 4 5 6
CBR

Gambar 2. Grafik CBR


3,4

Gambar 3. Korelasi Antara Nilai CBR dan DDT


3. FAKTOR REGIONAL (FR)
 Tentukan faktor regional (FR). Faktor regional berguna untuk
memperhatikan kondisi jalan yang berbeda antara jalan yang satu
dengan jalan lain. Bina Marga memberikan angka yang bervariasi
antara 0,5 dan 4 seperti yang terlihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Faktor Regional
4. INDEK PERMUKAAN (IP)
 Tentukan indeks permukaan awal (IPO) dengan mempergunakan Tabel 6.
yang ditentukan sesuai dengan jenis lapis permukaan yang akan
dipergunakan.
Tabel 6. Indek Permukaan pada awal Umur Rencana (IPo)
 Tentukan Indeks Permukaan Akhir (IPt) dari perkerasan rencana. Lihat
Tabel 5.
Tabel 5. Indek Permukaan pada akhir Umur Rencana (IPt)

Ipt = 1,0 Menyatakaan permukaan jalan dalam keadaan rusak berat sehingga sangat
mengganggu lalu lintas kendaraan

Ipt = 1,5 Adalah tingkat pelayanan terendah yang masih mungkin (jalan tidak
terputus)

Ipt = 2,0 Adalah tingkat pelayanan terendah bagi jalan yang masih mantap

Ipt = 2,5 Menyatakan permukaan jalan masih cukup stabil dan baik
5. KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF (a)
 Tentukan jenis lapisan perkerasan yang akan digunakan.
Pemilihan jenis lapisan perkerasan ditentukan dari :
 Material yang tersedia.
 Dana awal yang tersedia.
 Tenaga kerja dan peralatan yang tersedia.
 Fungsi jalan.

 Tentukan koefisien kekuatan relatif bahan (a) dari setiap jenis


lapisan perkerasan yang dipilih. Besarnya koefisien kekuatan
relatif dapat dilihat dalam Tabel 6.
Tabel 7. Koefesien Kekuatan Relatif (a)
6. BATAS MINIMUM PERKERASAN
Tabel 8. Batas-batas Tebal Lapis Permukaan
Tabel 7. Batas-batas Tebal Lapis Pondasi Atas
 Dengan mempergunakan rumus :
ITP = al D1 + a2D2 + a3D3

Dapat diperoleh tebal dari masing-masing lapisan dimana :


 al, a2, a3 adalah kekuatan relatif dari Tabel 6. untuk lapis permukaan (al), lapis
pondasi atas (a2) dan lapis pondasi bawah (a3).
 D1, D2, D3 adalah tebal masing-masing lapisan dalam cm untuk lapis
permukaan (D1), lapis pondasi atas (D2), dan lapis pondasi bawah (D3).

 Perkiraan besarnya ketebalan masing-masing jenis lapis perkerasan ini tergantung


dari nilai minimum yang telah diberikan oleh Bina Marga. Tebal minimum dari
masingmasing jenis lapis perkerasan dapat dilihat pada Tabel 7.

 Kontrol apakah tebal dari masing-masing lapis perkerasan telah memenuhi ITP
yang bersangkutan
Perancangan Tebal Perkerasan Lentur dengan Metode
Analisa Komponen, Bina Marga (1987)

Diagram Alir

Anda mungkin juga menyukai