Laporan Walkthrough Survey HIGIENE Kelompok 1
Laporan Walkthrough Survey HIGIENE Kelompok 1
14 November 2018
HIGIENE INDUSTRI
Disusun oleh:
Kelompok 1
JAKARTA
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan
Kasih Karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
“Higiene Industri” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi
persyaratan pelatihan Hiperkes dan K3.
Dalam penulisan makalah ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan pengarahan baik
berupa materi maupun spiritual dari berbagai pihak.
Penulis menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat
membangun dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca umumnya dan
dokter khususnya dalam peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kita
bekerja.
Kelompok 1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Keselamatan kesehatan kerja adalah upaya untuk menciptakan lingkungan kerja yang
aman, sehat dan sejahtera bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
serta bebas pencemaran lingkungan yang bertujuan agar produktivitas meningkat
sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.
Sampai saat ini angka kejadian kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi yaitu pada
tahun 2010 terjadi 86.693 kasus kecelakaan kerja, tahun 2009 terjadi 96.314 kasus
kecelakaan kerja, tahun 2008 terjadi 92.823 kasus kecelakaan kerja, tahun 2007
terjadi 96.314 kasus kecelakaan kerja, tahun 2006 terjadi 96.624 kasus kecelakaan
kerja. Dengan tingginya angka kecelakaan yang terjadi, menunjukkan bahwa aspek
keselamatan dan kesehatan kerja belum terlaksana secara maksimal.
Hygiene perusahaan adalah suatu upaya pemeliharaan lingkungan kerja (fisik, kimia,
biologi, dan sebagainya) dan lingkungan perusahaan.Upaya ini terutama dilakukan
dalam hal pengamatan, pengumpulan data, merencanakan, dan melaksanakan
pengawasan terhadap segala kemungkinan gangguan kesehatan tenaga kerja dan
masyarakat di sekitar perusahaan. Dengan demikian, sasaran kegiatan perusahaan
adalah lingkungan kerja dan lingkungan perusahaan. Penyehatan lingkungan kerja dan
2
perusahaan merupakan upaya pencegahan timbulnya penyakit akibat kerja dan
pencemaran lingkungan proses produksi perusahaan.
B. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan kelompok kami menulis makalah, yaitu:
1. Mengetahui pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
di PT. Moreen Indonesia
2. Mengidentifikasi potensi bahaya faktor fisik, kima, dan biologis, higiene
perusahaan, serta masalah sanitasi di PT. Moreen Indonesia
3. Mengetahui pengelolaan limbah industri di PT. Moreen Indonesia
4. Melakukan analisis masalah terhadap data-data yang diperoleh yang kemudian
diharapkan dapat memberikan alternatif pemecahan masalah sehingga dapat
mengurangi potensi kecelakaan dan penyakit akibat kerja guna memaksimalkan
kinerja para karyawan.
C. DASAR HUKUM
1. UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
2. UUNo. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi organisasi perburuhan
international No. 120 mengenai higine dalam perniagaan dan kantor-kantor
3. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang Bahan
Kimia Berbahaya.
3
4. Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
dan Faktor Kimia di Tempat Kerja.
5. Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan dan
kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
6. Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86
dimana dikatakan bahwa pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh
perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
7. UUD 1945 pasal 27 ayat 2 tentang tiap-tiap warga Negara berhak atas pekerjaan
dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
8. UU No. 13 Tahun 2003 pasal 86 tentang hak setiap buruh atau pekerja untuk
memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.
9. UU No. 13 Tahun 2003 pasal 87 tentang setiap perusahaan wajib menerapkan
sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan
sistem manajemen perusahaan.
10. PP No. 50 Tahun 2012 tentang penerapan SMK3
D. PROFIL PERUSAHAAN
PT. Moreen Indonesia adalah perusahaan bersertifikasi ISO 9000 tahun 2015 dengan
sektor usaha Gas stove, dies, jig & automotive component manufacturi yang didirikan
tahun 2009. Beralamat di Jl. Raya Penggilingan PIK, Block D, No. 1-5 Cakung,
Jakarta Timur, Kode Pos 13940 (0214608553 / 02146825124). Perusahaan ini
didirikan dengan luas tanah 1500 m2 dan memiliki luas bangunan 1000 m2.
Saat ini PT. Moreen memiliki jumlah karyawan sebanyak 103 orang. Costumer tetap
perusahaan ini adalah PT. Yutaka Manufacturing Indonesia. Memiliki jam produksi
penuh dalam 24 jam setiap hari dengan rincian shift:
- Shift I :07.00 - 15.00 (8 jam)
- Shift II : 15.00 -23.00 (8 jam)
- Shift III : 23.00 - 07.00 (8 jam)
Setiap pekerja diberikan kesempatan untuk istirahat selama 10 menit ditambah 1 jam
per shift. Dalam seminggu setiap pekerja mendapat 5 shift yang sewaktu - waktu
dapat lembur bila orderan meningkat, dan setiap minggu pekerja diberi rotasi shift.
4
Perusahaan memberikan jaminan asuransi kesehatan berupa BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan. Perusahaan tidak memiliki dokter perusahaan dan tidak
memiliki klinik perusahaan sehingga perusahaan bekerjasama dengan Puskesmas
terdekat dan klinik langganan terdekat.
E. ALUR PRODUKSI
Raw Material
Inspeksi
Mulai Produksi
Tandem Progresif
Blanking
Bending
Piercing
Single Part
Welding
Component
Inspeksi
Delivery
5
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Higiene Perusahaan
Seperti halnya dengan perkembangan higiene industri di Negara-negra maju,
perkembangan higiene industri di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan
tepatnya. Kemajuan-kemajuan yang terjadi di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya
revolusi industri, namun perkembangan higiene industri di Indonesia yang
sesungguhnya baru dirasakan (terjadi) beberapa tahun setelah kita merdeka yaitu pada
saat munculnya undang-undang kerja dan undang-undang kecelakaan. Pokok-pokok
tentang higiene industri dan kesehatan kerja telah dimuat dalam undang-undang
tersebut, meskipun tidak atau belum diberlakukan saat itu juga.
1. Pengertian
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi
lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk mencegah timbulnya
penyakit karena pengaruh lingkungan. Dengan ini maka sebenarnya higiene industri
dapat diartikan sebagai ilmu higiene yang dikembangkan dan diterapkan ditingkat
atau lingkungan kerja suatu industri.
Menurut Thomas J. Smith higiene industri atau perusahaan dianggap sebagai ilmu
dan seni yang mampu mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi dan mengendalikan
bahaya faktor-faktor yang timbul di dalam lingkungan kerja yang dapat
mengakibatkan penyakit atau gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau
ketidaknyamanan dan ketidakefisienan kepada masyarakat yang berada di lingkungan
kerja tersebut maupun kepada masyarakat yang berada diluar industri.
Jadi, higiene industri merupakan aspek perlindungan bagi kesehatan tenaga kerja
dan sarana untuk membina dan mengembangkan tenaga kerja menjadi sumber
daya manusia yang disiplin, dedikatif, penuh tanggung jawab dan mampu bekerja
secara produktif dan efisien.
6
2. Tujuan Higiene Perusahaan
Hakikat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah dua hal :
1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang
setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negri, atau
pekerja-pekerja bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga
kerja.
2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada
meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.
Oleh karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan tujuan
pembangunan dalam suatu negara maka Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja
selalu harus diikutsertakan dalam pembangunan tersebut.
Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut :
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit - penyakit dan kecelakaan
akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja,
perawatan dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia.
2. Pemberantasan kelelahan kerja dan penglipatan gandaan kegairahan serta
kenikmatan kerja, pelindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan
agar terhindar dari bahaya-bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan
yang bersangkutan, dan perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industri.
7
c. Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu
proses dijalankan atau suatu area dimasuki.
2. Mengenal
Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali suatu
bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu metode
yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bisa
dipertanggung- jawabkan. Dimana dalam rekognisi ini kita melakukan
pengenalan dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi,
dosis, ukuran (partikel), jenis, kandungan atau struktur, dan sifat.
Adapun tujuan dari pengenalan, yaitu :
a. Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek,
severity, pola pajanan, besaran).
b. Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko
c. Mengetahui pekerja yang berisiko.
3. Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran, pengambilan
sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan dapat
ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta
membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat
ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi
kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya,
sekaligus dokumen data di tempat kerja. Tujuan dari pengukuran dalam
evaluasi, yaitu :
a. Untuk mengetahui tingkat risiko
b. Untuk mengetahui pajanan pada pekerja
c. Untuk memenuhi peraturan (legal aspek)
d. Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan
e. Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja
f. Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.
8
4. Pengendalian
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan untuk
menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman atau
memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga kerja
terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja tidak
menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja. Ada
beberapa bentuk pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang dapat
dilakukan, yaitu :
a. Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya
serta menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi
bahaya.
b. Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau
asap, dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan
kerja dengan mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi
bahaya, mengubah kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses
lebih lanjut agar dapat menghilangkan potensi bahayanya.
c. Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja
dengan menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang
berbahaya dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
d. Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada faktor lingkungan kerja selain pekerja.
e. Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan
modifikasi pada interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
f. APD (Alat Pelindung Diri) : langkah terakhir dari hirarki pengendalian
9
4. Memberantasan kelelahan kerja dan meningkatan kegairahan kerja
5. Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada umumnya
seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah, atau sisa-sisa
pengolahan dan sebagainya.
6. Memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar
terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang
bersangkutan.
7. Memberikan perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-
bahaya yang mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.
1. Faktor Fisika
A. Kebisingan
Pengertian Kebisingan
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh
getaran-getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut
tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat 2 hal yang
menentukan kwalitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Herzt (Hz). Intensitas
atau arus energi persatuan luas dinyatakan dalam suatu logaritmis yang
disebut dengan desibel ( dB ). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-
frekuensi antara 16 - 20.000 Hz, sedangkan sensitifitas terhadap
frekuensi-frekuensi tersebut berbeda-beda.
Nilai Ambang Batas Kebisingan adalah besarnya level suara dimana tenaga
kerja masih berada dalam batas aman untuk bekerja 8 jam/hari atau 40
jam/minggu. Nilai Ambang Dengar adalah suara yang paling lemah yang
masih dapat di dengar telinga.
Jenis-Jenis Kebisingan
1. Kebisingan yang kontinyu (steady state) , misalnya : generator
2. Kebisingan terputus-putus ( = intermitent ), misalnya : lalu lintas, suara
kapal terbang di lapangan udara.
10
3. Kebisingan impulsif ( = impact or impulsive noise ), seperti pukulan
tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan.
Pengaruh Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan pada indera
pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif. Mula-mula efek
kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara
cepat sesudah dihentikan kerja ditempat yang bising. Tetapi kerja terus
menerus ditempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap
dan tidak pulih kembali. Biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz
dan kemudian meluas pada frekwesi sekitarnya dan akhirnya mengenai
frekuensi-frekuensi yang digunakan untuk percakapan. Di Indonesia, NAB
kebisingan adalah 85 dB (A) yang terus menerus dinilai oleh Panitia Teknik
Nasional NAB.
11
2. Non Auditory
Gangguan komunikasi
Pada intensitas kebisingan yang tinggi seseorang harus berteriak keras
untuk bisa berkomunikasi.
Gangguan tidur
Kebisingan yang terputus-putus akan lebih memngganggu dari pada
kebisingan kontinyu.
Gangguan dalam melaksanakan pekerjaan
Akibat dari kebisingan yang tinggi tenaga kerja tidak bisa konsentrasi
secara penuh terhadap suatu pekerjaan
Gangguan fisiologis
Meningkatnya kelenjar endokrin dalam tubuh sehingga memacu
denyut nadi bergerak cepat.
Pengendalian Kebisingan
Secara teknis ( pengurangan kebisingan pada sumbernya ) dilakukan
dengan cara :
1. Pembatas akustik ( menempatkan peredam pada sumbernya )
2. Fondasi mesin harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada
yang goyang.
3. Pemeliharaan peralatan
4. Secara Administratif :
a. Pengaturan jam kerja terpapar
b. Rotasi kerja
5. Dengan penggunaan alat pelindung diri (APD) berupa earplug dan ear
muff
6. Dengan pendidikan dan penyuluhan (Trainning).
12
Penilaian Kebisingan
Alat : Sound Level Meter (SLM) atau Docimeter
• NAB : 85 dBA
• Pengaturan waktu terpajan (Kep.51/1999 lamp.II)
8
T= ------------- (jam)
(SPL-85)/32
T : waktu terpapar yg diperkenankan
SPL : intensitas kebisingan yg pekerja terpajang
Suhu udara diukur dengan thermometer dan disebut suhu kering. Kelembaban
udara diukur dengan menggunakaan hygrometer. Sedangkan suhu
dan kelembaban udara dapat diukur bersama-sama dengan menggunakan
psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh suatu
thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain basah). Kecepatan
gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan
kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata Thermometer. Suhu radiasi
diukur dengan globe Thermometer. Suhu dingin mengurangi efisiensi atau
kurangnya koordinasi otot
13
2. Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB), yaitu dengan rumus :
ISBB = 0,7 suhu basah + 0,2 suhu radiasi + 0,1 suhu kering
(bekerja di luar ruangan dengan sinar matahari )
ISBB = 0,7 suhu basah + 0,3 suhu radiasi
(untuk dalam ruangan pekerjaan tanpa penyinaran matahari )
(8j am /hari )
14
bertambah. Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa
dari jantung ke organ-organ lain tidak cukup sehingga terjadi gangguan.
Gejalanya : kulit pucat, dingin, basah dan berkeringat banyak, merasa
lemah, sakit kepala, pusing, vertigo, badan terasa panas, sesak nafas,
palpitasi dan lain-lain.
C. Pencahayaan
Pada umumnya pekerjaan memerlukan upaya penglihatan.. Pencahayaan yang
kurang memadai dapat merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja. Dengan
demikian dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan) kerja,
produktivitas menurun serta pada akhirnya dapat memberikan pengaruh
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.
Pengaruh Pencahayaan
Pencahayaan yang buruk akan menimbulkan kelelahan mata yang
menyebabkan :
Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (Konjungtivitis).
Penglihatan rangkap dan sakit kepala
Ketajaman penglihatan merosot, demikian pula kepekaan terhadap
perbedaan (contras sensitifity) dan kecepatan pandangan.
Kekuatan menyesuaikan ( accomodation ) dan konvergensi menurun
Sumber-sumber Pencahayaan
Kepadatan pencahayaan ditentukan dari sumbernya, yang secara garis besar
dapat dibagi menjadi dua jenis :
Sumber pencahayaan alam (sinar matahari)
Sumber pencahayaan buatan (lampu)
15
Sistem penempatan lampu/pencahayaan dapat diatur sebagai :
a. Pencahayaan umum : dimana pencahayaan tersebut dapat menerangi
seluruh ruangan
b. Pencahayaan setempat (lokal) : dimana pencahayaan tersebut untuk
menerangi satu lokasi pekerja tersebut, misalnya pekerjaan reparasi jam
lebih memerlukan pencahayaan yang sifatnya lokal.
Langkah-langkah Pengendalian
Dalam melakukan pengaturan pencahayaan yang memenuhi syarat
perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Sumber pencahayaan yang meliputi : intensitas atau
kekuatan pencahayaan,jenis sumber cahaya, pengaturan lokasi atau
sumber cahaya, efisiensi dan efektifitas sumber cahaya.
Keadaan lingkungan atau tempat kerja, yang harus diperhatikan :
luas tempat kerja, banyaknya jendela dan genting kaca, langit-langit
dan dinding yang berwarna gelap dan terang, bangunan yang tinggi
disekitar tempat kerja.
16
Tingkat
Jenis pencahaya Keterangan
Kegiatan an minimal
(Lux) Ruang penyimpanan dan ruang
Pekerjaan peralatan/instalasi yang
kasar & tidak 100 memerlukan pekerjaan yang
terus-menerus kontinyu
Pekerjaan
kasar dan 200 Pekerjaan dengan mesin dan
terus-menerus perakitan kasar
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan rutin 300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau bekerja
Pekerjaan agak dengan mesin kantor pekerja
halus 500 pemeriksaan atau pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan 1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
halus perakitan halus
1500
Pekerjaan amat (tidak Mengukir dengan tangan, pekerjaan
halus menimbul mesin dan perakitan yang sangat
kan halus
bayangan)
3000
Pekerjaan (tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan
detail menimbul sangat halus
kan
bayangan)
D. Getaran
Definisi Getaran
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan
tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat
kompleks, sifatnya dapat periodik atau random, stady-state atau
intermitent (solid). Sistem/media : dapat berupa gas (udara), cairan (liquid)
dan padat (solid).
Apabila media tersebut adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi
20-20.000 Hz akan menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari
suatu sistem (gas, cair, padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1. Mempunyai amplitudo
2. Mempuyai frekuensi
17
3. Mempunyai kecepatan
4. Mempunyai percepatan (akselerasi)
Pengaruh Getaran
Tubuh manusia dilihat baik secara fisik maupun biologis merupakan suatu
sistem yang sangat kompleks, dan secara mekanik tubuh terdiri
dari elemen-elemen yang linier dan non linier yang berbeda-beda pada setiap
orang. Beberapa studi eksperimental menunjukkan bahwa terpaparnya pekerja
terhadap getaran dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada tubuh manusia
baik bersifat mekanik, biologik, fisik dan psikis. Dampak getaran terhadap
tubuh manusia sangat tergantung pada sifat pemaparan, yaitu bagian tubuh
yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk pemaparan dapat dibagi dalam 2
katagori sebagai berikut :
1. Katagori I adalah pemaparan seluruh tubuh (Whole body
vibration) terhadap getaran, pada saat pekerja sedang berdiri, atau
getaran yang dirasakan pada saat pekerja duduk mengemudikan
traktornya.
2. Katagori II adalah pemaparan yang bersifat segmental (Hand and Arm
vibration) yaitu hanya bagian tubuh tertentu ( misalny : lengan dan
bahu ) yang mengalami kontak dengan sumber getaran. Sebagai contoh
pekerja yang menggunakan “chain saw” atau “jackhammer”.
Pengkatagorian ini tidak berarti bahwa bagian tubuh yang tidak kontak
langsung dengan sumber getaran tidak terpengaruh.
18
Pengaruh akibat pemaparan tubuh terhadap getaran tidak saja dirasakan
secara mekanikal tersebut diatas, tapi dirasakan juga pengaruhnya
secara fisiologis walaupun dampaknya kompleks dan sulit diukur.
4 - 8 jam 4
2 - 4 Jam 6
1 - 2 Jam 8
< 1 Jam 1
2
Alat pengukuran Getaran
Alat untuk mengukur intensitas getaran adalah vibration meter.
Pengendalian Getaran
Cara-cara pengendalian getaran antara lain adalah sebagai berikut :
1. Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya. Peralatan
tersebut adalah yang telah dilengkapi dengan damping didalamnya
(internal damping). Misalnya : Bor listrik yang dilengkapi dengan
damping piston.
2. Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan peralatan.
Misalnya :
19
- Memasang damping material diantara badan peralatan
- Membalut pegangan peralatan karet
- Memakai sarung tangan karet busa pada waktu mengoperasikan
peralatan
- Memakai remote controle
- Mengatur waktu kerja, sebagai berikut :
3. Rotasi jenis pekerjaan
4. Pengaturan jam kerja, sehingga sesuai dengan Threshold Limit Values.
E. Radiasi
Radiasi Sinar UV adl radiasi elektromagnetik dg panjang gelombang 180-
400 nanometer. Sumber radiasi sinar UV : sinar matahari, blue printing,
laundry, las listrik, sterilisasi makanan dan minuman
20
Penilaian
Alat : UV Radiometer
NAB : 0.1 mikro watt/cm2
Waktu pemajanan yg diperkenankan berdasar besarnya efek radiasi
3. Faktor kimia
Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja. Bahan
kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya yang
bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses industri.
Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat mengakibatkan
gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun panjang. Untuk
memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus memiliki
pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia. Identifikasi zat
kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan kimia dan
Material Safety Data Sheet (MSDS). Dari pelabelan bahan kimia dan MSDS, Ahli
21
K3 harus memberikan promosi kesehatan dan preventif pencegahan PAK (penyakit
akibat kerja).
22
Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.
23
tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut
mungkin baru muncul setelah beberapa tahun bervariasi antara 4 tahun
sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenik, asbestos, kromium, nikel
dapat menyebabkan kanker paru.
Bahan kimia fibrotik merupakan bahan kimia yang bila masuk ke dalam
tubuh dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti
pneumokoniosis. Pneumokoniosis adalah suatu keadaan yang
disebabkan oleh mengendapnya partikel-partikel debu halus daerah
pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya reaksi dari jaringan
paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-bahan yang
menyebabkan pneumokoniosis adalah crystalline silica, asbestos, talc,
batubara dan beryllium.
Pengukuran
Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi di tempat
kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia
yang memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang
selanjutnya akan dianalisis. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan
kerja diperlukan pengambilan sample yang dapat dilakukan secara terus
menerus dalam kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus
representatif dalam 8 jam kerja. Metode yang digunakan antara lain
Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH, AIHA, dan lain-lain.
24
Pengendalian
Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti:
Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan
tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke
tubuh, efek paparan, cara penggunaan yang aman dan pertolongan
pertama keracunan.
Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia
yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain
kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan
penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan,
gejala keracunan, pertolongan pertama keracunan, alamat dan nomor
telepon pabrik pembuat atau distributor.
Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai
kewajiban, melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja
aman, penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan
pengetahuan K3 di bidang kimia.
Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan dengan
tahapan sebaai berikut:
Pengendalian secara teknis: Substitusi, Isolasi, Ventilasi (alamiah
dan buatan)
Pengendalian administrasi:
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan
besar potensi bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
25
4. Faktor Biologis
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah Kepres
No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point) penyakit
infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat dalam suatu
pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.
Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan
produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor
biologis dapat dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis,
asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan
hewan invertebrata (protozoa, ascaris).
Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat dihindari
dengan pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat
debu yang mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung
dan mulut dengan tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10
mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat menuangkan
bahan baku;
26
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi.
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu
kali setiap bulan;
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci
tangan di air mengalir dan sabun;
11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan pendingin
ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. Salah
satunya kantin atau tempat makan para pekerja berada di ruangan tertutup
sehingga lalat tidak dapat keluar masuk dan hinggap pada makanan pekerja.
5. Sanitasi Industri
Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan;
Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);
Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan
lingkungan sekitar perusahaan;
Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalah,konsumen
terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan;
Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan
mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;
Mengurangi biaya recall.
Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan hygiene
pekerja yang terlibat.
27
Sanitasi industri meliputi:
1) Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya,
yaitu:
Domestik untuk karyawan, makan, minum, dll
Proses produksi
2) Pembuangan kotoran dan sampah: Sampah dibagi menjadi dua, yaitu:
Domestik berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
Sampah industri padat, cair
Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam
pengelolaannya.Sampah dapat diolah kembali untuk menghasilkan
sesuatu yang bermanfaat ataupun sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi dan
dikembalikan ke alam sebagai bahan yang tidak berbahaya dan mudah
terurai.
3) Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses
produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja
ataupun proses produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan
usaha pencegahan penyakit, dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam
penyediaan makanan dan merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Hal–
hal yang diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
Kebersihan makanan penyediaan bahan makanan, pengolahan
makanan, pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan
Kebersihan peralatan
Kebersihan fasilitas
Kantin dan ruang makan
Keracunan makanan
4) Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden: Vektor adalah binatang yang
berperan dalam pemindahan penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-
contoh vektor seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-
masing vektor membawa penyakit tertentu dan dapat mengenai tenaga kerja,
sehingga dapat menurunkan produktivitas.Pengendalian vektor dapat
dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian
vektor profesional.
28
5) Penyediaan fasilitas kebersihan: Fasilitas kebersihan merupakan hal yang
mutlak harus tersedia dalam industri. Memgang peranan penting dalam proses
produksi. Fasilitas kebersihan menjamin tenaga kerja untuk menjalankan
fungsi-fungsi biologis seperti buang air kecil, buang air besar, makan, tempat
ganti pakaian, dan lain-lain.Hal – hal yang termasuk fasilitas kebersihan, yaitu:
WC (kakus) memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding
dengan jumlah pekerja.
Tempat cuci.
Tempat mandi membersihkan badan sebelum pulang.
Tempat baju kerja (locker) tempat ganti pakaian sebelum dan sesudah
kerja.
Ruang makan dan kantin memenuhi syarat – syarat rumah makan sehat
atau kantin sehat.
6. Pengolahan Limbah
Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Peraturan
yang mengatur mengenai pengolahan limbah diatur dalam Keputusan Kepala
Bapedal No. 1 Th. 1995 tentang: Tata cara dan persyaratan teknis penyimpanan
dan pengumpulan limbah bahan berbahaya dan beracun. Limbah industri tersebut
dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu yang memiliki nilai ekonomis berupa
limbah yang dengan melakukan proses lanjut akan memberi nilai tambah, serta
limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis berupa limbah yang diolah dalam
bentuk proses apapun tidak dapat memberikan nilai tambah tetapi hanya dapat
mempermudah sistem pembuangan.
Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya
ditempatkan pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan
jenisnya serta apakah termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan
termasuk B3 perlu dipilah lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung
dibakar atau dikubur. Yang termasuk kedalam limbah B3 adalah limbah industri
yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya, dimana
limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit tetapi mempunyai
29
potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya.Limbah cair
yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu sesuai dengan
spesifikasinya.Kontainer tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3
tidak boleh bocor, sampah tidak boleh tercecer pada waktu pengumpulan dan
penyimpanan sementara sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir B3. Secara
umum, pengolahan limbah industri dapat dilakukan melalui 3 proses, yaitu:
1) Proses pengolahan secara fisika:
Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan secara
gravitasi.
Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan
aliran udara yang dimasukkan kedalam sistim.
Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak
dari aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan
spesifitas gravities anatara air dan minyak yang dibuang.
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata
menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam
air.
3) Proses pengolahan secara biologi
Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah
kedalam reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi
yang sangat tinggi.
Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme
dimasukkan kedalam beberapa media.
Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan
dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami
dengan melibatkan ganggang dan bakteri.
Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa
microbial aktif dalam lapisan sludge.
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu
yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya dapat
30
berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah bersama gas
tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani pencemaran udara
oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah bersamanya.
1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
- Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida,
dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa
metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil
pembakaran bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter
basah (wet scrubber);
- Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi
partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan
materi partikulat;
- Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas
karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik
(catalytic converter) untuk menyempurnakan pembakaran
- Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang juga dapat
dikurangi kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan
sumber bahan bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas
buang yang merupakan polutan.
31
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang
ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip
kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara / gas
buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon
sehingga partikel yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah.Ukuran partikel /
debu / abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin
besar ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.
Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja
filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari
bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka
debu akan ikut semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil yang
lebih baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah
digabungkan menjadi satu. Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut
menghasilkan suatu alat penangkap debu yang dinamakan:
Pegendap Sistem Gravitasi:
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang
ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara kerja alat
ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat
yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan
kecepatan secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah
akibat gaya beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung
pada dimensi alatnya.
Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor
dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah
aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara
yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.Alat pengendap elektrostatik ini
menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv.
Alat pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan
positif, sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder,
sejajar dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan
32
yang cukup besar akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat
silinder. Hal ini menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi.
Kotoran udara menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif
dan masing-masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang
menjadi ion negatif akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih
akan berada di tengah-tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.
33
BAB III
PELAKSANAAN
B. LOKASI PENGAMATAN
PT. Moreen Indonesia yang beralamtakan di Jl. Raya Penggilingan PIK, Blok D, No.
1-5 Cakung, Jakarta Timur, Kode Pos 13940.
34
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
A. FAKTOR FISIK
1. Bising
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, dan wawancara dengan manager
perusahaan PT. Moreen Indonesia, jenis kebisingan dari mesin – mesin produksi
berupa kebisingan yang kontinu. Paparan bising di tempat kerja kurang lebih 8
jam pada 1 shift, dikurangi 10 menit break dan 1 jam ISHOMA di tiap shift kerja.
Tidak ada pengukuran berkala untuk kebisingan di perusahaan ini, namun secara
kualitatif kebisingan di tempat kerja cukup tinggi, karena untuk mendengar
percakapan di dalam tempat bekerja saja cukup sulit. Para pekerja telah diberikan
APD berupa ear plug setiap 4 bulan, namun dari hasil pengamatan, tidak semua
pekerja menggunakan ear plug. Kebanyakan dari para pekerja merasa tidak
nyaman bila bekerja harus menggunakan ear plug.
2. Pencahayaan
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, penerangan di tempat kerja PT.
Moreen Indonesia secara kualitatif cukup memadai pada siang hari karena
adanya cahaya matahari yang masuk melalui ventilasi, namun pada malam hari
kurang memadai karena seharusnya untuk produksi material yang membutuhkan
ketelitian tinggi harus terang. Di tempat kerja yang kami temukan ada 16 buah
lampu dengan jarak antara lampu dan medan pekerjaan cukup jauh sehingga
untuk penerangan di satu area kerja menjadi kurang, walau memang pada
beberapa alat memiliki lampu tersendiri. Tidak dilakukan pengukuran intensitas
penerangan umum dan lokal secara berkala pada perusahaan ini. Menurut
pengamatan yang kami lakukan secara langsung, para pekerja tidak tampak
mengalami gangguan dalam hal pencahayaan/penerangan di tempat kerja
mereka.
3. Getaran
Beberapa alat yang digunakan untuk menunjang kegiatan perusahaan di PT.
Moreen Indonesia berpotensi menimbulkan getaran di dalam penggunaannya
35
oleh para pekerja. Salah satunya adalah alat-alat pada proses tandem yang
mampu menimbulkan getaran pada tangan pekerjanya, dan pada proses delivery
yang menimbulkan getaran pada seluruh tubuh. Untuk pengamanannya, pekerja
diberikan sarung tangan, namun ketebalan sarung tangan yang digunakan tidak
sesuai standar. Pada dudukan alat delivery juga tidak diberikan dudukan sebagai
peredam getaran. Tidak dilakukan pengukuran getaran pada perusahaan ini
secara berkala. Menurut hasil wawancara dengan manajer perusahaan, ada
beberapa pekerja yang dilaporkan memiliki masalah kulit berupa gatal-gatal
akibat getaran yang ditimbulkan oleh alat-alat tersebut.
4. Iklim Kerja
Berdasarkan hasil pengamatan secara langsung, tempat kerja di PT. Moreen
Indonesia cukup panas karena jumlah ventilasi udara yang kurang. Untuk
mengatasi suhu yang cukup panas, dipasang kipas angin di berbagai sudut dan
dipasang blower sebanyak 16 buah diatap pabrik. Dari informasi yang didapat,
pihak perusahaan sedang memperbaiki dan menambah fasilitas blower dan
exhausted sebagai upaya memperbaiki sirkulasi udara pabrik. Tidak ada
pengukuran iklim kerja dalam perusahaan ini secara berkala. Dari hasil
wawancara pekerja tidak mengalami masalah yang berkaitan dengan iklim kerja
di tempat mereka bekerja.
B. FAKTOR KIMIA
1. Debu
Sumber debu pada PT. Moreen Indonesia terutama terdapat pada proses welding
bahan baku. Pekerja welding hanya menggunakan masker berupa kain yang tidak
standar, sehingga berisiko untuk menghirup debu dari proses welding. Pabrik
memiliki ventilasi yang kurang. Penggunaan kipas juga bermaksud untuk
mengurai debu, jumlah kipas yang terpasang 8 buah yang dilakukan pengecekan
secara berkala setiap 2 bulan sekali. Perusahaan juga menggunakan blower di
atap pabrik sebagai usaha untuk mengurangi debu.
36
2. Gas
Dari hasil pengamatan, ada penggunaan gas kimia berupa Mixed Argon yang
digunakan dalam proses welding. Proses welding dilakukan oleh robot sehingga
mengurangi risiko terhirup gas Argon, namun pekerja welding berada pada jarak
yang cukup dekat dengan robot. Pekerja welding hanya menggunakan masker
berupa kain yang tidak standar sehingga berisiko untuk menghirup gas Argon.
Hasil welding berupa fume belum teratasi dengan baik. Karena perusahaan tidak
memiliki exhausted terutama ditempat-tempat produksi yang menghasilkan fume.
Emisi gas pada mesin pabrik tidak ditemukan, karena mesin yang digunakan
menggunakan tenaga angin dan listrik.
3. Bahan Kimia
Dari pengamatan secara langsung, tidak ada penggunaan bahan kimia dalam
proses pembuatan barang di PT. Moreen Indonesia karena bahan baku kasar
pabrik adalah stainlees steel.
C. FAKTOR BIOLOGI
Berdasarkan pengamatan secara langsung, tidak ada faktor biologi yang bermakna
pada PT. Moreen Indonesia yang bermakna yang dapat menyebabkan penyakit di
tempat kerja. Menurut hasil wawancara dengan manajer juga di daerah pabrik jarang
ditemukan adanya vektor nyamuk, tikus, ular, kecoa, dll.
D. KEBERSIHAN
Dari hasil kunjungan ke PT. Moreen Indonesia didapatkan tempat kerja yang kurang
bersih. Di lingkungan sekitar pabrik juga tidak diperhatikan kebersihannya. Meskipun
telah disediakan tempat sampah di sekitaran tempat kerja, tetapi masih ada beberapa
sampah berupa masker dan plastik.
37
karena perusahaan membagi 3 shift yang 1 shift nya teriri dari 23-26 orang, sehingga
jumlah WC yang berjumlah 3 masih sesuai standar, hanya saja kebersihannya yang
kurang diperhatikan.
Pabrik tidak memiliki loker pakaian untuk pekerja atau ruang ganti pakaian untuk
pekerja. Sehingga para pekerja langsung mengguankan pakaian kerja saat berangkat
dan menggunakan baju yang sama saat pulang kerja. Hal ini dapat meningkatkan
resiko penyakit akibat debu pabrik pada anggota keluarga pekerja.
F. PENGOLAHAN LIMBAH
Limbah industri yang dihasilkan dari proses penghasilan produk oleh PT.Moreen
Indonesia berupa limbah padat yang bukan termasuk golongan limbah B3 (beracun
dan berbahaya). Semua limbah padat dikumpulkan, ditimbang dan dijual kembali ke
pihak ketiga setiap 1 minggu sekali.
38
BAB V
PEMECAHAN MASALAH
4.1 PemecahanMasalahPerusahaan
No. Unit Kerja Hasil Pengamatan Dampak yang Upaya Standar/PP PemecahanMasala
Terjadi Perusahaan h
39
plug.Ketika ditanyakan SOP yang berlaku.
alasan tidak 4. Karyawan
menggunakan, sebaiknya saling
dikarenakan rasa tidak mengingatkan satu
nyaman. sama lain untuk
masalah
penggunaan APD.
5. Kemudian baiknya
perusahaan
memasukan materi
APD disetiap
brieffing mulai kerja
atau menempelkan
poster penggunaan
ear plug.
- Pencahayaan Tidak ada pengukuran Pencahayaan yang Perusahaan sudah 1. Dilakukan
berkala untuk menilai kurang dapat menyediakan pengujian berkala
cukup tidaknya menimbulkan beberapa lampu untuk intensitas
pencahayaan di kelelahan pada mata perusahaan dan penerangan lokal
lingkungan kerja yang dapat ventilasi sebagai dan umum
perusahaan. Terdapat meningkatkan potensi sumber 2. Diberikan lampu
40
16 lampu tipe TL kecelakaan kerja pencahayaan. lokal di area kerja
yangb pada siang hari yang membutuhkan
tidak di hidupkan ketelitian tinggi.
semuanya. Berdasarkan 3. Dilakukan
pengakuan petugas maintenance berkala
penanggungjawab pada dan pembersihan
malam hari semua lampu perusahaan.
lampu dihidupkan.
- Getaran Pekerja mesin bagian Jika dibiarkan terus- Perusahaan 1. pengukuran besar
produksi tandem menerus akan memberikan APD getaran untuk
memiliki risiko faktor menyebabkan berupa sarung mengetahui
getaran dan APD yang kelelahan yang lebih tangan besarnya potensi
digunakan bukan cepat dan gangguan bahaya yang
sarung tangan standar seperti CTS dan ditimbulkan getaran
Renaud Syndrome. mesin
2. Penggunaan APD
berupa sarung
tangan
terstandarisasi
3. Pemberian sarung
tangan peredam
41
getar terstandarisasi.
4. Penegasan aturan
untuk menggunakan
APD
- Iklim Kerja Iklim kerja di pabrik Jika terlalu panas Perusahaan 1. Menambah kipas
cukup panas tempat bekerja maka menaruh beberapa angin tambahan di
akan mudah terjadi kipas angin di area kerja dan selalu
dehidrasi pada para beberapa sudut menjadwalkan
bekerja dan tempat kerja maintenance alat
menimbulkan masalah 2. Dilakukan
lain yang parah bila pemeriksaan
berkepanjangan (syok, terhadap iklim kerja
gangguan ginjal, secara berkala
gangguan kulit, dll) 3. Pihak perusahaan
menyediakan
tempat istirahat
dengan suhu yang
nyaman dan cukup
pasokan minum
bersih.
4. Penyediaan air
42
minum bersih di
tempat yang mudah
dijangkau pekerja.
5. Mengingatkan
pekerja untuk
minum lebih sering
2. Faktor Kimia - Permenakertrans
No. 13/MEN/X/2011
- Keputusan menteri
tenaga kerja RI,
No.Kep.187/MEN/1
999
- Debu Pada pengamatan Bila debu terhirup dan Perusahaan Penegasan aturan untuk
didapatkan debu yang terkena mata maka memberikan APD menggunakan APD
dihasilkan dari proses dapat menyebabkan berupa masker Dilakukan pengukuran
welding yang masalah pernapasan kepada pekerja terhadap kadar debu
dikerjakan oleh robot dan keluhan mata welding secara berkala
merah atau gangguan
penglihatan
- Fume Pada pengamatan Bila fume terhirup Perusahaan Sebaiknya perusahaan
didapatkan fume hasil dapat menyebabkan memberikan APD menyediakan exhausted
43
pengelasan masalah pernapasan berupa masker dan di area kerja yang
dan keluhan mata google. menghasilkan fume.
merah atau gangguan
penglihatan
- Gas Pada pengamatan Bila terhirup gas Perusahaan Penegasan aturan untuk
didapatkan adanya Argon tersebut dalam memberikan APD menggunakan APD
penggunaan gas Argon waktu yang lama, akan berupa masker Dilakukan pengecekan
Mixedpada proses menimbulkan masalah kepada pekerja kadar gas Argon secara
welding. Berdasarkan pernapasan dan pada welding berkala
hasil wawancara, mata.
dikatakan bahwa
pekerja bagian welding
mengalami keluhan
perih pada mata jika
terpapar gas dari proses
pengelasan.
Para pekerja hanya
memakai masker kain
yang tidak standar
walaupun sebenarnya
perusahaan telah
44
menyediakan masker
khusus. Alasan tidak
memakai karena rasa
tidak nyaman yang
ditimbulkan.
- Bahan Kimia - - - - -
4. Kebersihan Didapatkan tempat Menyebabkan Disediakan 3 buah Permenkes No. 70 1. Menambah tong
kerja yang tidak bersih lingkungan kerja yang tong sampah Th. 2016 sampah di setiap
karena ditemukan tidak kondusif karena sudut
sampah di sekitaran kotor 2. Menegaskan untuk
tempat kerja berupa menjaga kebersihan
masker dan plastik agar kesehatan
dapat terjaga
Tidak terdapat kantin Risiko makanan luar 3. Menyarankan untuk
makanan sehat yang terkontaminasi bekerjasama dengan
sehingga pegawai sehingga dapat catering sehat
makan di warung menyebabkan 4. Mempekerjakan
sekitar gangguan cerna petugas kebersihan
yang bertanggung
jawab penuh
45
terhadap kebersihan
area perusahaan,
tidak hanya
mengandalkan
karyawan.
5. Petugas Hygiene Tidak didapatkan Hygiene perusahaan - Permenkes No. 70 1. Mengangkat
Industri petugas hygiene khusus menjadi sulit untuk Th. 2016 petugas hygiene
dikontrol industri
Kamar mandi tidak 2. Penyuluhan rutin
dibersihkan rutini. untuk meningkatkan
pengetahuan pekerja
tentang pentingnya
kebersihan diri
maupun lingkungan
kerja
6. Pengolahan Limbah padat berupa Limbah padat tersebut Mengangkut Keputusan Kepala Terus bekerjasama
Limbah sisa besi tidak terpakai dapat terhirup oleh limbah padat ke Bapedal No. 1 Th. dengan pusat
akan dikumpulkan saluran napas dan Madura. 1995 pengolahan limbah
perminggunya untuk dapat menybebabkan setempat untuk
dilebur kembali di gangguan saluran merecycle limbah padat
Madura. napas tersebut
46
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
PT. Moreen Indonesia merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang komponen
otomotif dengan sistem semi otomatis yaitu tenaga mesin dan tenaga manusia. Seluruh cara
penggunaan mesin telah dicantumkan SOP. Secara umum, penatalaksanaan sistem K3 di
perusahaan tersebut dari penilaian hygiene industri masih belum berjalan dengan baik.
Tingkat sanitasi dan hygiene yang rendah dalam perusahaan ini perlu ditingkatkan agar dapat
menjaga kesehatan para pekerjanya.
Berdasarkan pengamatan dalam bidang hygiene industri yang telah dilakukan ke PT.
Moreen Indonesia didapatkan adanya faktor risiko baik dibidang fisika dan kimia, selain itu
juga kebersihan juga masih belum terjaga. Masalah lain yang ditemukan yaitu tidak adanya
petugas khusus untuk hygiene industri yang menyebabkan pengawasan hygiene perusahaan
belum terjaga dengan baik.Untuk pengendalian risiko faktor-faktor dari perusahaan tersebut
juga masih kurang baik yang dapat dilihat dari pengadaaan dan penggunaan APD yang masih
kurang baik.
5.2 SARAN
1) Memberi penyuluhan berkala tentang Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja terutama
terkait lima faktor yang dibahas diatas kepada tenaga kerja mengenai pemaparan faktor
tersebut dan dampak kesehatan yang dapat ditimbulkan. Penyuluhan dapat dilakukan
dengan bekerja sama dengan dokter di Puskesmas wilayah untuk melakukan penyuluhan
kepada para tenaga kerja mengenai Self-Hygiene.
2) Menegaskan pentingnya penerapan K3 kepada para pekerja.
3) Mengadakan maintenance gedung dan peralatan secara berkala.
4) Melakukan pengukuran faktor-faktor bahaya secara berkala.
47
BAB VI
PENUTUP
48