Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
Rahmat dan Kasih Karunia-Nya. Sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Higiene PT. TBSM” tepat pada waktunya. Makalah ini disusun dalam rangka
memenuhi persyaratan pelatihan Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.

Kami mengucapkan terima kasih kepada narasumber dan pihak PT. TBSM untuk
ilmu serta kesempatan untuk kami menyusun makalah ini.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik yang
bersifat membangun dengan harapan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca
dalam peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja di tempat kita bekerja.

Jakarta, 09 Desember 2022


BAB I
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang
Keselamatan kesehatan kerja adalah bentuk upaya untuk menciptakan lingkungan
kerja yang aman, sehat dan sejahtera bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat
kerja serta bebas pencemaran lingkungan yang bertujuan agar produktivitas meningkat
sesuai dengan Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja.

Higiene industri adalah ilmu dan seni beserta penerapan dalam mengenali, menilai
dan mengendalikan faktor bahaya di tempat kerja yang dapat membahayakan gangguan
terhadap kesehatan kerja atau penyakit akibat kerja.

Menurut Suma’mur, Higiene Perusahaan adalah spesialisasi dalam ilmu higiene


beserta prakteknya dalam melakukan penilaian pada faktor penyebab penyakit secara
kualitatif dan kuantitatif dilingkungan serta pencegahan agar pekerja dan masyarakat
disekitar perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja.

Perkembangan nasional di sektor industri sekarang ini berkembang semakin pesat


sejalan dengan kemajuan teknologi ini telah mendorong mengangkatnya pengunaan
mesin, peralatan kerja dengan teknologi modern dan bahan-bahan kimia dalam proses
produksi.

Sektor industri yang berkembang pesat di Indonesia saat ini dapat mendatangkan
manfaat positif dari sisi perekonomian yaitu terciptanya lapangan pekerjaan yang lebih
luas. Namun, akibat percepatan proses industrialisasi dengan sendirinya akan
memperbesar resiko yang terkandung bahaya dalam industri, timbulnya Penyakit Akibat
Kerja (PAK). Kecelakaan yang terjadi di tempat kerja menimbulkan kerusakan di
lingkungan kerja.

Sampai saat ini angka kejadian kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi yaitu
pada tahun 2021 terjadi 234.270 kasus kecelakaan kerja, tahun 2020 terjadi 221.740
kasus kecelakaan kerja, tahun 2019 terjadi 182.835 kasus kecelakaan kerja, tahun 2018
terjadi 173.415 kasus kecelakaan kerja, tahun 2017 terjadi 123.040 kasus kecelakaan
kerja. Dengan tingginya angka kecelakaan yang terjadi, menunjukkan bahwa aspek
keselamatan dan kesehatan kerja belum terlaksana secara maksimal.
Menurut Undang-Undang No.1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja, setiap
tenaga kerja punya hak untuk selamat, karena itu setiap tenaga kerja harus dilindungi
dari potensi bahaya yang ada di tempat kerja. Agar tenaga kerja dapat bekerja dengan
selamat, maka perlu diterapkan aspek Higiene Industri, yaitu ilmu dan seni mengenal,
menilai/mengevaluasi mengendalikan poternsi berbahaya ditempat kerja.

Berdasarkan UU No.1 Tahun 1970 dan banyaknya angka kejadian kecelakaan kerja
yang semakin tinggi maka kelompok kami tertarik membuat makalah ini.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan kelompok kami menulis makalah, yaitu:
1. Sebagai sarana pengaplikasian dari materi yang telah diberikan
2. Sebagai laporan tertulis dari kegiatan yang telah dilakukan
3. Agar peserta mampu menjelaskan pengertian higiene perusahaan
4. Agar peserta mampu menjelaskan faktor-faktor bahaya di tempat kerja

C. Dasar Hukum
a. UU No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konferensi ILO No. 120
Mengetahui Higiene Dalam Perniagaan dan Kantor-Kantor.
b. UU No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja.
c. UU No. 10 Tahun 1977 Tentang Ketenaganukliran.
d. UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
e. Peraturan menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 Tentang Syarat
Kesehatan, Kebersihan Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.
f. PP 63 Tahun 2000 Tentang Keselamatan Kerja Terhadap Kemanfaatan
Radiasi Pengion.
g. Keputusan Presiden RI No. 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit Yang
Timbul Akibat Hubungan Kerja.
h. Kepmenaker No. 13/Men/2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
dan Kimia di Tempat Kerja.
i. Instruksi Menteri Tenaga Kerja No. 2/M/Bw/Bk/1984 Tentang
Pengesahan Alat Pelindung Diri.
j. Permenakertrans No. 01/Men/1981 Tentang Penyakit Akibat Kerja.
k. Peratutan Menteri Tenaga Kerja RI No. 13/Men/X/2011 Tentang Nilai
Ambang Batas Faktor Fisika dan Kimia di Tempat Kerja.
l. Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep 187/Men/1999 Tentang
Pengendalian Bahan Kimia Berbahaya.
m. Permenaker No.5 Tahun 2018 Tentang Pengukuran dan Pengendalian
Lingkungan Kerja Meliputi factor fisika, faktor kimia, faktor biologi, faktor
ergonomic, dan faktor psikologi

D. Profil Perusahaan

PT. TINTIN BOYOK SAWIT MAKMUR, merupakan anak perusahaan dari


LG Internasional Group dimana bergerak dalam divisi agrobisnis.
PT tersebut terletak di desa Tinting Boyok, kecamatan Sekadau Hulu,
Kabupaten Sekadanau, Kalimantan Barat dengan luas perkebunan 600Ha
dengan kontur perbukitan.
PT. TBSM memiliki jumlah karyawan yaitu ± 1000 orang.
Area kerja PT. TBSM meliputi ; perkantoran, pertambangan, pabrik
pengolahan kelapa sawit, perkebunan kelapa sawit, konservasi, dan
konstruksi.
E. Alur Produksi

Jang kos, pasir,


tanah

kernel

Biji kernel

Limbah cair CPO Ampas sawit


BAB II LANDASAN TEORI

A. Sejarah Higiene Perusahaan


Seperti halnya dengan perkembangan higiene industri di Negara-negra maju,
perkembangan higiene industri di Indonesia tidak diketahui secara pasti kapan tepatnya.
Kemajuan-kemajuan yang terjadi di eropa sangat dirasakan sejak timbulnya revolusi
industri, namun perkembangan higiene industri di Indonesia yang sesungguhnya baru
dirasakan (terjadi) beberapa tahun setelah kita merdeka yaitu pada saat munculnya
undang-undang kerja dan undang-undang kecelakaan. Pokok-pokok tentang higiene
industri dan kesehatan kerja telah dimuat dalam undang-undang tersebut, meskipun
tidak atau belum diberlakukan saat itu juga.

B. Pengertian
Higiene adalah usaha kesehatan masyarakat yang mempelajari pengaruh kondisi
lingkungan terhadap kesehatan manusia atau suatu upaya untuk mencegah timbulnya
penyakit karena pengaruh lingkungan. Dengan ini maka sebenarnya higiene industri
dapat diartikan sebagai ilmu higiene yang dikembangkan dan diterapkan ditingkat atau
lingkungan kerja suatu industri.

Menurut Thomas J. Smith: Higiene industri atau perusahaan dianggap sebagai ilmu
dan seni yang mampu mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi dan mengendalikan
bahaya faktor-faktor yang timbul di dalam lingkungan kerja yang dapat mengakibatkan
penyakit atau gangguan kesehatan dan kesejahteraan atau ketidaknyamanan dan
ketidakefisienan kepada masyarakat yang berada di lingkungan kerja tersebut maupun
kepada masyarakat yang berada diluar industri”.
Jadi, higiene industri merupakan aspek perlindungan bagi kesehatan tenaga kerja
dan sarana untuk membina dan mengembangkan tenaga kerja
menjadi sumber daya manusia yang disiplin, dedikatif, penuh tanggung jawab
dan mampu bekerja secara produktif dan efisien.

C. Tujuan Higiene Perusahaan


Hakikat Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja adalah dua hal :

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-
tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negri, atau pekerja-pekerja
bebas, dengan demikian dimaksudkan untuk kesejahteraan tenaga kerja.

2. Sebagai alat untuk meningkatkan produksi, yang berlandaskan kepada


meningginya efisiensi dan daya produktivitas faktor manusia dalam produksi.
Oleh karena hakikat tersebut selalu sesuai dengan maksud dan tujuan
pembangunan didalam suatu negara maka Higene Perusahaan dan Kesehatan
Kerja selalu harus diikut sertakan dalam pembangunan tersebut.

Tujuan utama tersebut diatas dapat terperinci lebih lanjut sebagai berikut :
Pencegahan dan pemberantasan penyakit - penyakit dan kecelakaan - kecelakaan
akibat kerja, pemeliharaan dan peningkatan kesehatan dan gizi tenaga kerja, perawatan
dan mempertinggi efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia, pemberantasan
kelelahan kerja dan penglipatan gandaan kegairahan serta kenikmatan kerja,
pelindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar terhindar dari bahaya-
bahaya pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang bersangkutan, dan
perlindungan masyarakat luas dari bahaya-bahaya yang mungkin ditimbulkan oleh
produk-produk industri.

D. Ruang Lingkup Higiene Perusahaan


Ruang lingkup kegiatan atau aktifitas higiene industri, mencakup kegiatan
mengantisipasi, mengenal, mengevaluasi, dan mengendalikan.
1. Mengantisipasi
Antisipasi merupakan kegiatan untuk memprediksi potensi bahaya dan risiko
di tempat kerja. Tahap awal dalam melakukan atau penerapan higiene
industri/perusahaan di tempat kerja. Adapun tujuan dari antisipasi adalah :
a. Mengetahui potensi bahaya dan risiko lebih dini sebelum muncul menjadi
bahaya dan risiko yang nyata.
b. Mempersiapkan tindakan yang perlu sebelum suatu proses dijalankan
atau suatu area dimasuki.
c. Meminimalisasi kemungkinan risiko yang terjadi pada saat suatu proses
dijalankan atau suatu area dimasuki.

2. Mengenal
Mengenal atau rekognisi merupakan serangkaian kegiatan untuk mengenali
suatu bahaya lebih detil dan lebih komprehensif dengan menggunakan suatu
metode yang sistematis sehingga dihasilkan suatu hasil yang objektif dan bisa
dipertanggung- jawabkan. Dimana dalam rekognisi ini kita melakukan pengenalan
dan pengukuran untuk mendapatkan informasi tentang konsentrasi, dosis, ukuran
(partikel), jenis, kandungan atau struktur, dan sifat. Adapun tujuan dari
pengenalan, yaitu :
a. Mengetahui karakteristik suatu bahaya secara detil (sifat, kandungan, efek,
severity, pola pajanan, besaran).
b. Mengetahui sumber bahaya dan area yang berisiko.
c. Mengetahui pekerja yang berisiko.

3. Mengevaluasi
Pada tahap penilaian/evaluasi lingkungan, dilakukan pengukuran,
pengambilan sampel dan analisis di laboratorium. Melalui penilaian lingkungan
dapat ditentukan kondisi lingkungan kerja secara kuantitatif dan terinci, serta
membandingkan hasil pengukuran dan standar yang berlaku, sehingga dapat
ditentukan perlu atau tidaknya teknologi pengendalian, ada atau tidaknya korelasi
kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja dengan lingkungannya , serta
sekaligus merupakan dokumen data di tempat kerja. Tujuan dari pengukuran
dalam evaluasi, yaitu :
a. Untuk mengetahui tingkat risiko.
b. Untuk mengetahui pajanan pada pekerja.
c. Untuk memenuhi peraturan (legal aspek).
d. Untuk mengevaluasi program pengendalian yang sudah dilaksanakan.
e. Untuk memastikan apakah suatu area aman untuk dimasuki pekerja.
f. Mengetahui jenis dan besaran hazard secara lebih spesifik.

4. Pengendalian
Pengendalian faktor – faktor lingkungan kerja sesungguhnya dimaksudkan
untuk menciptakan atau memelihara lingkungan kerja agar tetap sehat dan aman
atau memenuhi persyaratan kesehatan dan norma keselamatan, sehingga tenaga
kerja terbebas dari ancaman gangguan kesehatan dan keamanan atau tenaga kerja
tidak menderita penyakit akibat kerja dan tidak mendapat kecelakaan kerja. Ada
beberapa bentuk pengendalian atau pengontrolan di tempat kerja yang dapat
dilakukan, yaitu :
a. Eliminasi : merupakan upaya menghilangkan bahaya dari sumbernya serta
menghentikan semua kegiatan pekerja di daerah yang berpotensi bahaya.
b. Substitusi : Modifikasi proses untuk mengurangi penyebaran debu atau asap,
dan mengurangi bahaya, Pengendalian bahaya kesehatan kerja dengan
mengubah beberapa peralatan proses untuk mengurangi bahaya, mengubah
kondisi fisik bahan baku yang diterima untuk diproses lebih lanjut agar dapat
menghilangkan potensi bahayanya.
c. Isolasi : Menghapus sumber paparan bahaya dari lingkungan pekerja dengan
menempatkannya di tempat lain atau menjauhkan lokasi kerja yang berbahaya
dari pekerja lainnya, dan sentralisasi kontrol kamar.
d. Engineering control : Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada
faktor lingkungan kerja selain pekerja.
e. Administrasi control: Pengendalian bahaya dengan melakukan modifikasi pada
interaksi pekerja dengan lingkungan kerja.
f. APD (Alat Pelindung Diri) : langkah terakhir dari hirarki pengendalian.
E. Manfaat Higiene Perusahaan

Beberapa manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan higiene


perusahaan/industri, yaitu:
1) Mencegahan dan memberantasan penyakit-penyakit dan kecelakaan-
kecelakaan akibat kerja.
2) Dapat memelihara dan meningkatan kesehatan tenaga kerja.
3) Dapat memeliharaan dan meningkatan efisiensi dan daya produktifitas tenaga
manusia.
4) Memberantasan kelelahan kerja dan meningkatan kegairahan kerja.
5) Memeliharaan dan meningkatan higiene dan sanitasi perusahaan pada
umumnya seperti kebersihan ruangan-ruangan, cara pembuangan sampah,
atau sisa-sisa pengolahan dan sebagainya.
6) Memberikan perlindungan bagi masyarakat sekitar suatu perusahaan agar
terhindar dari pengotoran oleh bahan-bahan dari perusahaan yang
bersangkutan.
7) Memberikan perlindungan masyarakat luas (konsumen) dari bahaya-bahaya
yang mungkin di timbulkan oleh hasil-hasil produksi perusahaan.

F. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja


1. Faktor Fisika
 Kebisingan
a. Pengertian Kebisingan
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-
getaran melalui media elastis, dan manakala bunyi-bunyi tersebut tidak
dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan. Terdapat 2 hal yang
menentukan kwalitas suatu bunyi, yaitu frekuensi dan intensitas. Frekuensi
dinyatakan dalam jumlah getaran perdetik atau disebut Herzt (Hz). Intensitas
atau arus energi persatuan luas dinyatakan dalam suatu logaritmis yang
disebut dengan desibel ( dB ). Telinga manusia mampu mendengar frekuensi-
frekuensi antara 16- 20.000 Hz, sedangkan sensitifitas terhadap frekuensi-
frekuensi tersebut berbeda-beda.
Nilai Ambang Batas Kebisingan adalah besarnya level suara dimana tenaga
kerja masih berada dalam batas aman untuk bekerja 8 jam/hari atau 40
jam/minggu. Nilai Ambang Dengar adalah suara yang paling lemah yang masih
dapat di dengar telinga.

b. Jenis-Jenis Kebisingan

1) Kebisingan yang kontinyu (steady state) , misalnya : generator


2) Kebisingan terputus-putus ( = intermitent ), misalnya : lalu lintas,
suara kapal terbang di lapangan udara.
3) Kebisingan impulsif ( = impact or impulsive noise ), seperti
pukulan tukul, tembakan bedil atau meriam, ledakan.

c. Pengaruh Kebisingan
Pengaruh utama dari kebisingan pada kesehatan adalah kerusakan pada
indera pendengaran, yang menyebabkan ketulian progresif. Mula-mula efek
kebisingan pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara
cepat sesudah dihentikan kerja ditempat yang bising. Tetapi kerja terus
menerus ditempat bising berakibat kehilangan daya dengar yang menetap dan
tidak pulih kembali. Biasanya dimulai pada frekuensi sekitar 4000 Hz dan
kemudian meluas pada frekwesi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi-
frekuensi yang digunakan untuk percakapan. Di Indonesia, NAB kebisingan
adalah 85 dB (A) yang terus menerus dinilai oleh Panitia Teknik Nasional NAB.

d. Klasifikasi dampak negatif kebisingan

1) Auditory

 Acoustic trauma, menunjukkan kerusakan organik pada


pendengaran, merupakan kerusakan yang permanen, yang
dapat disebabkan oleh tingkat bunyi yang sangat tinggi
(Umumnya di atas 140 dBA).

 Noise Induced Temporary Threshold Shift (NITTS). yaitu


kehilangan sensitivitaspendengaran, tetapi sensitivitas
pendenagran ini dapat diperoleh kembali.
 Noise Induced Permanent Threshold Shift (NIPTS), yaitu
kehilangan sensivitas pendengaran yang tidak dapat kembali
(permanent) Hal inidapal disebabkan oleh Acoustic trauma atau
kebisingan yang kumulatif berlangsug tererus menerus selama
bertahun-tahun.
 Tinnitus, yaitu rasa berdengin pada telinga yang sangat menganggu.
 Presbicusis, yaitu menurunnya daya dengar karena usia lanjut
khususnya terjadi pada frekuensi 4000 - 6000 Hz. Dengan
pemajanan kebisingan maka penurunan daya dengar karena
usia lanjut itu akan makin cepat.

2) Non Auditory
Gangguan komunikasi
o Pada intensitas kebisingan yang tinggi seseorang harus
berteriak keras untuk bisa berkomunikasi.
Gangguan tidur
o Kebisingan yang terputus-putus akan lebih memngganggu
dari pada kebisingan kontinyu.
Gangguan dalam melaksanakan pekerjaan
o Akibat dari kebisingan yang tinggi tenaga kerja tidak bisa
konsentrasi secara penuh terhadap suatu pekerjaan
Gangguan fisiologis
o Meningkatnya kelenjar endokrin dalam tubuh sehingga
memacu denyut nadi bergerak cepat.

e. Pengendalian Kebisingan
 Secara teknis ( pengurangan kebisingan pada sumbernya ) dilakukan
dengan cara :
1) Pembatas akustik ( menempatkan peredam pada sumbernya )
2) harus baik, dijaga agar baut dan sambungan tidak ada yang goyang.
3) Pemeliharaan peralatan

 Secara Administratif :
1) Pengaturan jam kerja terpapar

2) Rotasi kerja

 Dengan penggunaan alat pelindung diri ( APD )

1) Sumbat telinga ( ear plug )

2) Tutup telinga ( ear muff )

 Dengan pendidikan dan penyuluhan (Trainning).

Nilai Ambang Batas kebisingan didasarkan pada waktu pemajanan terhadap


bising, sesuai Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : 51/Men/1999. setiap
kenaikan 3 dBA intensitas bising maka akan turun waktu pemajanan ½ nya (waktu
paruh).

f. Penilaian Kebisingan

Alat : Sound Level Meter (SLM) atau Docimeter


• NAB : 85 dBA
• Pengaturan waktu terpajan (Kep.51/1999 lamp.II)
8
T =--------------------( jam )
(SPL-85)/3
2
T : waktu terpapar yg diperkenankan
SPL : intensitas kebisingan yg pekerja terpajang

A) Tekanan Panas / Iklim Kerja

a. Pengertian Iklim Kerja


Iklim kerja adalah suatu kondisi kerja yang merupakan perpaduan antara
suhu udara, kelembaban udara, kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi.
Kombinasi keempat faktor tersebut dihubungkan dengan produksi panas oleh
tubuh disebut tekanan panas.
Suhu udara diukur dengan thermometer dan disebut suhu kering.
Kelembaban udara diukur dengan menggunakaan hygrometer. Sedangkan suhu
dan kelembaban udara dapat diukur bersama-sama dengan menggunakan
psychrometer. Suhu basah adalah suhu yang ditunjukkan oleh suatu
thermometer yang berbola basah (reservoir dibungkus kain basah). Kecepatan
gerakan udara yang besar dapat diukur dengan suatu anemometer, sedangkan
kecepatan udara yang rendah diukur dengan Kata Thermometer. Suhu radiasi
diukur dengan globe Thermometer.
Suhu nikmat bagi orang-orang Indonesia adalah sekitar 24 - 26 oC. Suhu
dingin mengurangi efisiensi atau kurangnya koordinasi otot

b. Pengukuran Iklim Kerja Panas


Terdapat beberapa cara untuk menetapkan besarnya tekanan panas, yaitu
antara lain :
1) Suhu effektif, yaitu indeks sensoris dari tingkat panas yang dialami oleh
seorang tanpa baju dan kerja enteng dalam berbagai kombinasi suhu,
kelembaban dan kecepatan aliran udara.

2) Indeks Suhu Basah dan Bola (ISBB), yaitu dengan rumus :


(i) ISBB = 0,7 suhu basah + 0,2 suhu radiasi + 0,1 suhu kering (
bekerja di luar ruangan dengan sinar matahari )
(ii) ISBB = 0,7 suhu basah + 0,3 suhu radiasi ( untuk dalam ruangan
pekerjaan tanpa penyinaran matahari )
Pengaturan waktu kerja setiap hari ISBB (C)
Beban Kerja
Waktu Kerja Waktu istirahat Ringan Sedang Berat
Bekerja terus - 30.0 26.7 25.0
menerus (8
jam/hari)
75 % Kerja 25% Istirahat 30.6 28.0 25.9

50% Kerja 50% Istirahat 31.4 29.4 27.9

25% Kerja 75% Istirahat 32.2 31.1 30.0

c. Gangguan yang disebabkan Tekanan Panas


1) Kejang Panas ( Heat Cramps )
Dapat terjadi sebagai kelainan sendiri atau bersama-sama kelelahan panas.
Kejang otot timbul secara mendadak, terjadi setempat atau menyeluruh,
terutama pada otot ekstremitas dan abdomen. Penyebab utamanya adalah
defisiensi garam. Kejang otot yang berat dalam udara panas menyebabkan
keringat diproduksi banyak, bersama dengan keluarnya keringat, hilamg
sejumlah air dan garam.
Gejalanya adalah gelisah, kadang-kadang berteriak kesakitan, suhu tubuh dapat
normal atau sedikit meninggi.

2) Kelelahan Panas ( Heat Exhaustion )


Kelelahan panas timbul akibat kolaps sirkulasi darah perifer karena dehidrasi dan
defisiensi garam. Dalam usaha menurunkan panas, aliran darah ke perifer
bertambah, yang mengakibatkan pula produksi keringat bertambah.
Penimbunan darah perifer menyebabkan darah yang dipompa dari jantung ke
organ-organ lain tidak cukup sehingga terjadi gangguan.
Gejalanya : kulit pucat, dingin, basah dan berkeringat banyak, merasa lemah,
sakit kepala, pusing, vertigo, badan terasa panas, sesak nafas, palpitasi dan lain-
lain.
3)Sengatan Panas ( Heat Stroke, Heat Pyrexia, Sun Stroke )
Jarang terjadi di industri, namun bila terjadi sangat hebat, biasanya yang
terkena laki-laki yang pekerjaannya berat dan belum beraklimatisasi.
Gejala yang terpenting adalah suhu badan yang naik sedangkan kulit kering
dan panas.

B) Pencahayaan
Pada umumnya pekerjaan memerlukan upaya penglihatan.. Pencahayaan
yang kurang memadai dapat merupakan beban tambahan bagi tenaga kerja.
Dengan demikian dapat menimbulkan gangguan performance (penampilan)
kerja, produktivitas menurun serta pada akhirnya dapat memberikan pengaruh
terhadap kesehatan dan keselamatan kerja.

a. Pengaruh Pencahayaan
Pencahayaan yang buruk akan menimbulkan kelelahan mata yang menyebabkan :
 Iritasi, mata berair dan kelopak mata berwarna merah (Konjunctivitis).
 Penglihatan rangkap dan sakit kepala.
 Ketajaman penglihatan merosot, demikian pula kepekaan terhadap
perbedaan (contras sensitifity) dan kecepatan pandangan.
 Kekuatan menyesuaikan ( accomodation ) dan konvergensi menurun.

b. Sumber-sumber Pencahayaan.
Kepadatan pencahayaan ditentukan dari sumbernya, yang secara garis besar dapat
dibagi menjadi dua jenis :
 Sumber pencahayaan alam (sinar matahari)
 Sumber pencahayaan buatan (lampu)

Sistem penempatan lampu/pencahayaan dapat diatur sebagai :

A. Pencahayaan umum : dimana pencahayaan tersebut dapat menerangi


seluruh ruangan
B. Pencahayaan setempat (lokal) : dimana pencahayaan tersebut untuk
menerangi satu lokasi pekerja tersebut, misalnya pekerjaan reparasi jam lebih
memerlukan pencahayaan yang sifatnya lokal.

c. Beberapa faktor yang harus diperhatikan dalam pengaturan pencahayaan


buatan:
1) Pembagian cahaya dalam lapangan penglihatan.
2) Kesilauan.
3) Arah cahaya.
4) Warna cahaya.
5) Panas akibat sumber cahaya.

d. Langkah-langkah Pengendalian.
Dalam melakukan pengaturan pencahayaan yang memenuhi syarat perlu
diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
Tingkat
Jenis
pencahayaan Keterangan
Kegiatan
minimal (Lux)
Ruang penyimpanan dan
Pekerjaan kasar
100 ruang peralatan/instalasi
& tidak terus-
menerus
yang memerlukan pekerjaan
yang
kontinyu
Pekerjaan kasar
Pekerjaan dengan mesin
dan 200
dan perakitan
terus-menerus
kasar
Pekerjaan
Pekerjaan rutin 300
kantor/administrasi, ruang
kontrol dan pekerjaan mesin
dan perakitan atau penyusun
Pembuatan gambar atau
Pekerjaan agak 500 bekerja dengan mesin kantor
halus pekerja pemeriksaan atau
pekerjaan dengan
mesin
Pemilihan warna,
Pekerjaan
1000 pemrosesan,
halus
tekstil, pekerjaan mesin
halus dan
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan,
Pekerjaan amat (tidak
pekerjaan mesin dan perakitan
halus menimbulkan
yang sangat halus
bayangan)
3000
Pekerjaan (tidak Pemeriksaan pekerjaan,
detail menimbulkan perakitan sangat halus
bayangan)
 Sumber pencahayaan yang meliputi : intensitas atau kekuatan
pencahayaan,jenis sumber cahaya, pengaturan lokasi atau sumber
cahaya, efisiensi dan efektifitas sumber cahaya.
 Keadaan lingkungan atau tempat kerja, yang harus diperhatikan : luas
tempat kerja, banyaknya jendela dan genting kaca, langit-langit dan
dinding yang berwarna gelap dan terang, bangunan yang tinggi disekitar
tempat kerja.

C) Getaran
a. Definisi Getaran.
Getaran dapat diartikan sebagai gerakan dari suatu sistem bolak-balik, gerakan
tersebut dapat berupa gerakan yang harmonis sederhana dapat pula sangat
kompleks, sifatnya dapat periodik atau random, stady-state atau intermitent
(solid).
Sistem/media : dapat berupa gas (udara), cairan (liquid) dan padat (solid).
Apabila media tersebut adalah udara dan getaran yang terjadi dalam frekuensi 20 -
20.000 Hz akan menimbulkan suara (bunyi). Gerakan partikel-partikel dari suatu
sistem (gas, cair, padat) mempunyai karakteristik sebagai berikut :
1) Mempunyai amplitudo
2) Mempuyai frekuensi
3) Mempunyai kecepatan
4) Mempunyai percepatan (akselerasi)

b. Pengaruh Getaran.
Tubuh manusia dilihat baik secara fisik maupun biologis merupakan suatu
sistem yang sangat kompleks, dan secara mekanik tubuh terdiri dari elemen-
elemen yang linier dan non linier yang berbeda-beda pada setiap orang.
Beberapa studi eksperimental menunjukkan bahwa terpaparnya pekerja
terhadap getaran dapat mengakibatkan pengaruh negatif pada tubuh manusia
baik bersifat mekanik, biologik, fisik dan psikis.
Dampak getaran terhadap tubuh manusia sangat tergantung pada sifat
pemaparan, yaitu bagian tubuh yang kontak dengan sumber getaran. Bentuk
pemaparan dapat dibagi dalam 2 katagori sebagai berikut :

1) Katagori I adalah pemaparan seluruh tubuh (Whole body vibration)


terhadap getaran, pada saat pekerja sedang berdiri, atau getaran yang dirasakan
pada saat pekerja duduk mengemudikan traktornya.
2) Katagori II adalah pemaparan yang bersifat segmental (Hand and Arm
vibration) yaitu hanya bagian tubuh tertentu ( misalny : lengan dan bahu ) yang
mengalami kontak dengan sumber getaran. Sebagai contoh pekerja yang
menggunakan “chain saw” atau “jackhammer”. Pengkatagorian ini tidak berarti
bahwa bagian tubuh yang tidak kontak langsung dengan sumber getaran tidak
terpengaruh.

Beberapa studi penelitian yang digunakan menunjukkan bahwa ambang


toleransi tubuh terhadap getaran bagi seorang yang sedang duduk adalah
Pada frekuensi 3 - 14 Hz. Studi ini juga memberikan indikasi bahwa resonansi
tubuh akan terjadi pada frekuensi 3 - 6 Hz, dan 10 - 14 Hz.
Dampak resonansi pada bagian kepala dan bahu dirasakan pada frekuensi 20
- 30 Hz sedangkan gangguan resonansi yang dirasakan pada bola mata terjadi
pada frekuensi 60 - 90 Hz dan efek pada rahang bawah dan tengkorak terjadi
pada frekuensi 100 - 200 Hz.
Pengaruh akibat pemaparan tubuh terhadap getaran tidak saja dirasakan
secara mekanikal tersebut diatas, tapi dirasakan juga pengaruhnya secara
fisiologis walaupun dampaknya kompleks dan sulit diukur.

c. Pada umumnya getaran mekanis menyebabkan :


1) Gangguan kenyamanan kerja.
2) Mempercepat terjadinya kelelahan.
3) Gangguan kesehatan
d. Penilaian Terhadap Getaran
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : KEP-51/MEN/1999
tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika di tempat Kerja, untuk Getaran
adalah :

Lama Pemaparan Acceleration ( m/dtk2 )

4 - 8 jam 4
2 - 4 Jam 6
1 - 2 Jam 8
< 1 Jam 12

e.Alat pengukuran Getaran.


Alat untuk mengukur intensitas getaran adalah vibration meter. Satuan
percepatan getaran adalah m/detik2 satuan kecepatan getaran adalah m/detik.

f. Pengendalian Getaran.
Cara-cara pengendalian getaran antara lain adalah sebagai berikut :
1) Memilih peralatan kerja yang rendah intensitas getarannya. Peralatan
tersebut adalah yang telah dilengkapi dengan damping didalamnya (internal
damping). Misalnya : Bor listrik yang dilengkapi dengan damping piston.
2) Menambah/menyisipkan damping diantara tangan dan peralatan. Misalnya :
 Memasang damping material diantara badan peralatan dan pegangan
peralatan .
 Membalut pegangan peralatan karet.
 memakai sarung tangan karet busa pada waktu mengoperasikan peralatan.
 Memakai remote controle.
 Mengatur waktu kerja, sebagai berikut :
 Rotasi jenis pekerjaan
 Pengaturan jam kerja, sehingga sesuai dengan Threshold Limit Values.
NILAI AMBANG BATAS GETARAN

UNTUK PEMEJANAN LENGAN DAN TANGAN


Jumlah waktu Nilai Percepatan pada frekuensi dominan
pemejanan per hari kerja
Meter per detik Gram
kuadrat
(m/det )
4 jam dan kurang dari 8 4 0.40
jam

2 jam dan kurang dari 4 6 0.61


jam

1 jam dan kurang dari 2 8 0.81


jam

Kurang dari 1 jam 12 1.22


D) Radiasi
Radiasi Sinar UV adl radiasi elektromagnetik dg panjang gelombang 180-400
nanometer

Sumber radiasi sinar UV : sinar matahari, blue printing, laundry, las listrik,
sterilisasi makanan dan minuman

Akibat radiasi sinar UV :


- akut: ketdknyamanan pd mata, katarak, kerusakan lensa mata, kulit terbakar
- kronis : kanker kulit

Penilaian
• Alat : UV Radiometer
• NAB : 0.1 mikro watt/cm2
• Waktu pemajanan yg diperkenankan berdasar besarnya efek
radiasi (Kep.51/Men/1999)

Waktu Pemajanan Radiasi Ungu yang diperkenankan

Masa Pemenajan per hari Iradiasi Efektif (Eeff)


µW/cm²

8 jam 0.1
4 jam 0.2
2jam 0.4
1 jam 0.8
30 menit 1.7
15 menit 3.3
10 menit 5
5 menit 10
1 menit 50
30 detik 100
10 detik 300
1 detik 3000
0.5 detik 6000
0.1 detik 30000
2. FAKTOR KIMIA
Ffaktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja.
Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya
yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses
industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun
panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus
memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia.
Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan
bahan kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS). Dari pelabelan bahan kimia
dan MSDS, Ahli K3 harus memberikan promosi kesehatan dan preventif
pencegahan PAK (penyakit akibat kerja).

1) Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):


 Partikulat, yaitu setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang
mendispersi di udara yang mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga
kecepatanjatuhnya mempunyai stabilitas cukup sebagai suspensi di udara. Bentuk ini
memiliki ukuran 0.02-500µm.Yang termasuk dalam bentuk partikulat diantaranya
adalah sebagai berikut.
 Debu: merupakan suspensi partikel benda padat di udara. Butiran debu ini
dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan
gerinda, pemboran, pemecahan, dan penghancuran material padat. Ukuran
debu dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata telanjang
(50µm) sampai dengan yang tidak terlihat. Partikel debu yang berukuran kurang
dari 10µm dapat membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke
dalam paru-paru, dan yang berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada alveolus
paru, seperti debu kapas, silica, dan asbes.
 Fume: adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari
bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair. Uap dari logam
cair terkondensasi menjadi partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair
tersebut, misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau peleburan
logam. Contoh: metal fume pada peleburan logam seperti ZnO dan PbO.
 Kabut (fog): adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil proses
kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses electroplanting dan
penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel
buih yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama operasi
memotong dan gerinda.
 Asap (smoke):adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran kurang
dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa hidrokarbon sebagai hasil
pembakaran tidak sempurna dari bahan bakar, seperti hasil pembakaran
batubara.
 Smog: adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di udara.
Smog terdapat pada pekerjaan pembuihan.
 Non Partikulat
- Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup
dan dapat diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari
gabungan kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan
cara menjalar atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen, nitrogen, atau
karbon dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat diubah
bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.
- Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal
berbentuk padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat dirubah
kembali menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan atau menurunkan
suhu. Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap
dari pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh bentuk uap adalah uap air,
uap minyak, uap merkuri, uap toluen.

2) Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:


 Bahan kimia iritatif adalah bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi atau
menimbulkan bahaya apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh
yang terkena biasanya kulit, mata, dan saluran pernapasan.
Iritasi melalui kulit apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan
kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung. Keadaan
ini disebut dermatitis (peradangan kulit).
Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia dengan
mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai kerusakan
permanen.
Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-
bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada
daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan kerongkongan).
Bahan kimia bersifat asfiksian merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan
asfiksia, yaitu keadaan sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses
oksigensi dalam jaringan tubuh, sehingga menimbulkan sensasi tercekik dan
dapat menyebabkan kematian. Terdapat dua jenis asfiksia, yakni:
o Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini
berhubungan dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan
didominasi oleh gas seperti nitrogen, karbon dioksida, ethana,
hidrogen atau helium yang kadar tertentu mempengaruhi
kelangsungan hidup.

o Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia).


Pada situasi ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi
dan mengganggu kemampuan tubuh untuk mengangkut dan
menggunakan zat asam, sebagai contoh adalah karbon monoksida,
nitrogen, propan, argon, dan metana.

 Bahan kimia bersifat zat pembius dapat mehilangkan kesadaran dan mati rasa.
Paparan terhadap konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu
seperti ethyl dan prophyl alcohol (aliphatic alcohol), dan methylethyl keton
(aliphatic keton), acetylene hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat
menekan susunan saraf pusat.
 Bahan kimia beracun/toksin merupakan bahan kimia yang dalam kosentrasi
relatif sedikit dapat mempengaruhi kesehatan manusia atau bahkan
menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem yang komplek. Keracunan
sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu sistem atau lebih dari tubuh
terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini merugikan dan dapat
menyebar ke seluruh tubuh. Contoh bahan kimia toksin antara lain pestisida,
benzene, dan sianida.
 Bahan kimia karsinogenik. Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa
menyebabkan pertumbuhan sel-sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor
(benjolan-benjolan) yang bersifat karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru
muncul setelah beberapa tahun bervariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun.
Bahan kimia seperti arsenik, asbestos, kromium, nikel dapat menyebabkan
kanker paru.
 Bahan kimia fibrotik merupakan bahan kimia yang bila masuk ke dalam tubuh
dapat menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti pneumokoniosis.
Pneumokoniosis adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya
partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya
reaksi dari jaringan paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-
bahan yang menyebabkan pneumokoniosis adalah crystalline silica, asbestos,
talc, batubara dan beryllium.

3) Pengukuran
Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi di tempat
kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia yang
memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang selanjutnya
akan dianalisis. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan kerja diperlukan
pengambilan sample yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam kurun
waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam kerja.
Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI), NIOSH,
AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan dalam
pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam, GC untuk kadar
hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organik, dan X-Ray
deffractometer. Nilai Ambang Batas (NAB), diatur berdasarkan surat edaran
Permenakertrans No.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor kimia dan faktor fisika
di tempat kerja. Kategori nilai ambang batas:
 NAB rata-rata selama jam kerja
 NAB pemaparan singkat
 NAB tertinggi

4) Pengendalian
Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti:
 Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan
tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke tubuh,
efek paparan, cara penggunaan yang aman dan pertolongan pertama keracunan.
 Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia
yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain kandungan/komposisi,
sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan penyimpanan, informasi APD sesuai
NAB, efek terhadap kesehatan, gejala keracunan, pertolongan pertama
keracunan, alamat dan nomor telepon pabrik pembuat atau distributor.
 Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai
kewajiban, melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja aman,
penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan K3 di
bidang kimia.

 Prinsip pengendalian bahan kimia di lungkungan kerja dilakukan


dengan tahapan sebaai berikut:
- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar potensi
bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya
adalah keputusan menteri tenaga kerja RI, No. Kep. 187/MEN/1999.

3. FAKTOR BIOLOGI
Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah
Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point)
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.
Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup dan
produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan. Faktor
biologis dapat dikategorikan menjadi:
1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);
2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak,
rhinitis, asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern)
dan hewan invertebrata (protozoa, ascaris).

 Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:


1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut
.
 Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat
dihindari dengan pencegahan antara lain dengan:
1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,
pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;
2. Dilarang makan dan minum di area produksi;
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat debu yang
mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung dan mulut dengan
tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10 mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat menuangkan
bahan baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi;
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak
satu kali setiap bulan;
8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya
mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;
9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk
menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;
10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci
tangan di air mengalir dan sabun;
11.Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan
pendingin ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;
12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.
Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan
mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari. Salah

satunya kantin atau tempat makan para pekerja berada di ruangan tertutup
sehingga lalat tidak dapat keluar masuk dan hinggap pada makanan pekerja.

4. FAKTOR PSIKOSOSIAL
Caplan (1984) mengatakan bahwa faktor-faktor psikososial adalah interaksi
yang terjadi antara dan di tengah-tengah lingkungan kerja, isi pekerjaan, kondisi
organisasi dan kapasitas serta kebutuhan pekerja, budaya dan pertimbangan-
pertimbangan pribadi dengan pekerjaan yang berlebih. melalui persepsi dan
pengalaman serta berpengaruh pada kesehatan, kinerja dan kepuasan kerja.
Sedangkan Nitisemito (1996) mendefinisikan lingkungan kerja dengan segala
sesuatu yang berada di sekitar karyawan dan yang dapat mempengaruhi dirinya
dalam menjalankan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya.
Dimberg (dalam Johansson dick., 1993) menyatakan bahwa dalam suatu
penelitian yang melibatkan sekitar 3.759 pekerja dari lingkungan pabrik diketahui
bahwa betapa besar peran faktor psikososial dalam lingkungan kerja. Secilra jelas
dikatakan bahwa ternyata peran faktor psikososial dalam lingkungan kerja begitu
penting untuk meningkatkan dukungan sosial dan menciptakan kesempatan bagi
karyawan atau pekeJja untuk mengendalikan situasi kerja dan juga meningkatkan
motivasi kerja.
Johansson & Rubenowitz (1994) menjelaskan faktor-faktor psikososial dalam
lingkungan kerja yang memiliki pengaruh dalam kinerja sebagai berikut :

a. Pengaruh dan kontrol pekerjaan Dalam hal ini ada beberapa hal yang bisa
dilihat antara lain seperti pengaruh tingkatan kerja, pengaruh metode kerja,
pengaruh aIokasi kerja dan kontrol teknis serta pengaruh peraturan kerja
b. Iklim terhadap penyelia Iklim yang bisa dilihat adalah kontak dengan
penyeJia, saat penyelia meminta saran dan masukan terbadap masalah-masalah
yang dengan pekerjaan. saat penyeJia memberikanpertimbangan sudut pandang
tertentu dan memberikan informasi yang dibutuhkan serta iklim berkomunikasi
dalam organisasi atau perusahaan

c. Rangsang dari kerja itu sendiri Hal-hal yang diperhatikan adalah apakah
pekerjaan tersebut menarik dan menstimulasi individu untuk bekerja atau tidak,
apakah pekerjaan tersebut bervariasi dan terbagi-bagi atau tidak, kesempatan
untuk mempergunakan bakat dan keterampilan, kesempatan untuk belajar
banyak hal baru dari pekerjaan dan perasaan keseluruhan tentang pekerjaan
yang dilakukan

d. Hubungan dengan rekan kerja Hal-hal yang diperhatikan antara lain


adalah hubungan dan kontak dengan rekan kerja, pembicaraan tentang halhal
yang berkaitan dengan pekerjaan dengan rekan kerja, perluasan pengalaman
dalam suasana kerja yang menyenangkan, diskusi tentang masalah yang
berkaitan dengan pekerjaan dan penghargaan rekan kerja sebagai seorang
teman yang baik atau bukan e. Beban kerja secara psikologis Beberapa hal yang
dipertimbangkan adalah stres kerja, beban kerja, perasaan lelah dan kejenuhan
sehabis bekerja yang meningkat, ada atau tidaknya kemungkinan untuk relaksasi
dan beristirahat saat bekerja dan beban mental yang ditimbulkan oleh pekerjaan
itu sendiri

Konsekuensi dari Kurang Diperhatikannya Faktor Psikososial dalam


Lingkungan Kerja

Menurut Sitaniapessy (2000), paling tidak ada dua hal yang bisa dilakukan
untuk mempertahankan keberadaan karyawan atau pekerja.
Dua hal tersebut adalah :
• Pemberian upah yang layak. Karyawan bukan sesuatu yang
tidak ada nilainya sehingga perlakuan yang diterima
menjadi eksploitatif. Pemberian upah harus sebanding
dengan stan dar dan kesejahteraan karyawan pun harus
diperhatikan.
• Penghargaan non finansial. Penghargaan seperti ini bisa
berupa pujian dan penghargaan secara formal. Peran
Faktor-Faktor Psikososial .(Wahyu Rahardjo)

Penghargaan ini dapat berguna meningkatkan rasa memiliki, kebanggaan dan


menimbulkan harapanharapan yang positif.
Paling tidak perusahaan atau organisasi menyadari bahwa manusia memiliki
sisi psikologis, bukan mesin yang dapat diganti serta dibongkar pasang oleh
pemiliknya atau digunakan nonstop selama beberapa tahun (Sitaniapessy, 2000).
Berdasarkan beberapa uraian di atas dapat dipahami betapa sisi psikologis
memang harns lebih diperhatikan oleh perusahaan sebab tak banyak yang
menyadari bahwa konsekuensi buruk yang akan ditimbulkan kelak akan sangat
merugikan karyawan itu sendiri.

Caplan (1984) mengatakan bahwa jika tercipta interaksi yang negatif antara
kondisi pekerjaan dengan faktor manusia atau pekerja maka akan terjadi
keguncangan emosi, masalah perilaku, perubahan biokimia dan neohormonal
sampai pada resiko sakit secara mental dan psikis.
Secara lebih jauh, konsekuensi-konsekuensi psikologis yang bisa terjadi
antara lain adalah
(1) perasaan kesepian dan terpencil,
(2) pasrah dan merasa trurang atau tidal( dihargai dengan pantas,
(3) perasaan jenuh dan lelah yang berlebih,
(4) timbulnya leamed heIpIesness,
(5) penurunan motivasi kerja sampai pada
(6) kioerja yang buruk dan
(7) penurunan produktivitas kerja.

Sedangkan dari sisi konsekuensi yang dapat terjadi adaIah


(1) kelelahan yang sifatnya nyata dan terjadi secara dini,
(2) nyeri pada bagian-bagian tubuh tertentu seperti leber, bahu dan
punggung bagian bawah yang sering disebut dengan musculoskeletal
symptoms (Johansson & . Nonas, 1994; Johansson & Bemowitz, 1994),
dan kemudian jatuh sakit. Musculoskeletal symptoms sendiri menurut
Everly & Girdano (dalam Munandar. 2001) ditandai dengan tanda-tanda
seperti
(I) jarijari dan tangan gemetar,
(2) tidak dapat duduk diam atau berdiri di tempat,
(3) mengembangkan tic,
(4) kepala mulai sakit,
(5) merasa otot menjadi tegang atau kaku,
(6) berbicara gagap. dan
(7) leher menjadi kaku

H) Sanitasi Industri
Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:
 Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan;
 Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam
menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);
 Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan
lingkungan sekitar perusahaan;
 Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalah konsumen
terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan;
 Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan
mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;
 Mengurangi biaya recall;
 Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene
pekerja yang terlibat.

Sanitasi industri meliputi:


1) Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan
penggunaannya, yaitu:
 Domestik  untuk karyawan, makan, minum, dll
 Proses produksi
2) Pembuangan kotoran dan sampah: sampah dibagi menjadi dua, yaitu:
 Domestik : berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
 Sampah industri : padat, cair
Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam pengelolaannya. Sampah
dapat diolah kembali untuk menghasilkan sesuatu yang bermanfaat ataupun
sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi dan dikembalikan ke alam sebagai bahan yang
tidak berbahaya dan mudah terurai.
3) Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam
proses produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja
ataupun proses produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan
usaha pencegahan penyakit, dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam
penyediaan makanan dan merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Hal–hal
yang diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:
 Kebersihan makanan; penyediaan bahan makanan, pengolahan makanan,
pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan
 Kebersihan peralatan
 Kebersihan fasilitas
 Kantin dan ruang makan
 Keracunan makanan

4) Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden: Vektor adalah binatang


yang berperan dalam pemindahan penyakit dari sumbernya ke manusia. Contoh-
contoh vektor seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa, kutu dan lain-lain. Masing-
masing vektor membawa penyakit tertentu dan dapat mengenai tenaga kerja,
sehingga dapat menurunkan produktivitas. Pengendalian vektor dapat dilakukan
oleh pihak perusahaan sendiri ataupun memakai jasa pengendalian vektor
profesional.
5) Penyediaan fasilitas kebersihan: Fasilitas kebersihan merupakan hal yang
mutlak harus tersedia dalam industri dan memegang peranan penting dalam
proses produksi. Fasilitas kebersihan menjamin tenaga kerja untuk menjalankan
fungsi-fungsi biologis seperti buang air kecil, buang air besar, makan, tempat
ganti pakaian, dan lain-lain. Hal – hal yang termasuk fasilitas kebersihan, yaitu:
 WC (kakus) : memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding
dengan jumlah pekerja
 Tempat cuci
 Tempat mandi : membersihkan badan sebelum pulang
 Tempat baju kerja (locker) : tempat ganti pakaian sebelum dan
sesudah kerja
 Ruang makan dan kantin memenuhi syarat – syarat rumah makan
sehat atau kantin sehat.

I) Pengolahan Limbah
Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat
tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai
ekonomi. Limbah industri tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu,
yang memiliki nilai ekonomis berupa limbah yang dengan melakukan proses
lanjut akan memberi nilai tambah, serta limbah yang tidak mempunyai nilai
ekonomis berupa limbah yang diolah dalam bentuk proses apapun tidak dapat
memberikan nilai tambah tetapi hanya dapat mempermudah sistem
pembuangan.
Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya
ditempatkan pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan
jenisnya serta apakah termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan
termasuk B3 perlu dipilah lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung
dibakar atau dikubur. Yang termasuk ke dalam limbah B3 adalah limbah industri
yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya, di mana
limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit tetapi mempunyai
potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Limbah cair
yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu sesuai dengan
spesifikasinya. Kontainer tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3
tidak boleh bocor, sampah tidak boleh tercecer pada waktu pengumpulan dan
penyimpanan sementara sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir B3.
Secara umum, pengolahan limbah industri dapat dilakukan melalui 3 proses,
yaitu:
1) Proses pengolahan secara fisika:
 Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan
secara gravitasi.
 Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan
aliran udara yang dimasukkan kedalam sistim.
 Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak
dari aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan
spesifitas gravities anatara air dan minyak yang dibuang.
2) Proses pengolahan secara kimiawi:
 Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata
menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar.
 Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam air.
3) Proses pengolahan secara biologi:
 Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah ke
dalam reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi yang
sangat tinggi.
 Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme
dimasukkan kedalam beberapa media.
 Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan
dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami
dengan melibatkan ganggang dan bakteri.
 Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa
mikrobial aktif dalam lapisan sludge.
Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat bantu
yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya
dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah
bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani
pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah
bersamanya.
1) Mengontrol Emisi Gas Buang:
 Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida,
dan hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa
metode. Gas sulfur oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran
bahan bakar dengan cara desulfurisasi menggunakan filter basah (wet
scrubber);
 Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada
pembahasan berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi
partikulat, karena filter basah juga digunakan untuk menghilangkan
materi partikulat;
 Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan
bermotor dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas
karbon monoksida dan hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor
dapat dikurangi dengan cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic
converter) untuk menyempurnakan pembakaran;
Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi
kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan
bakar alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan
polutan.
2) Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan:
 Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau stack, agar
tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang saja yang
keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap diamati
(dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/debu) harus segera
diganti dengan yang baru. Jenis filter udara yang digunakan tergantung pada sifat
gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak, apakah
bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya

 Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu yang ikut
dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu. Prinsip kerja
pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara/gas buangan
yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon sehingga partikel
yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah. Ukuran partikel/debu/abu yang bisa
diendapkan oleh siklon adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin besar ukuran debu makin
cepat partikel tersebut diendapkan.
 Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip kerja
filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara
menyemprotkan air dari bagian atas alat, sedangkan udara yang kotor dari
bagian bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu
akan ikut semprotkan air turun ke bawah. Untuk mendapatkan hasil yang lebih
baik dapat juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan
menjadi satu.
 Pegendap Sistem Gravitasi:
Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor yang
ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara kerja alat ini
sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat yang
dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan
secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya
beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi
alatnya.
Pengendap Elektrostatik:
Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang kotor
dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah aerosol
atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara yang
keluar dari alat ini sudah relatif bersih. Alat pengendap elektrostatik ini
menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv. Alat
pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif,
sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar
dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup
besar akan menimbulkan corona discharge di daerah sekitar pusat silinder. Hal
ini menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara
menjadi ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-
masing akan menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif
akan ditarik oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-
tengah silinder dan kemudian terhembus keluar.

Anda mungkin juga menyukai