Anda di halaman 1dari 59

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil

menyelesaikan makalah laporan kunjungan ini dengan judul “Survey di

Perusahaan PT. Primarindo Aspek Higiene” dengan tepat waktu.

Penyusunan laporan ini dibuat dalam rangka memenuhi persyaratan

kelulusan pelatihan Hiperkes dan sebagai implementasi hasil pelatihan Hiperkes

dan Keselamatan Kerja di Balai K3 Bandung.

Dalam penyusunan laporan ini, kami banyak mendapatkan semangat,

bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, sehingga pada kesempatan ini

perkenankan kami meyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kepala Balai Keselamatan dan Kesehatan Kerja Bandung

2. Seluruh Panitia dan Pengajar Pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja bagi

Dokter/Dokter Perusahaan.

3. Pimpinan, Manajemen dan seluruh karyawan PT Primarindo Asia Infrastruktur

Tbk.

4. Rekan-rekan FK UNISBA dalam pelatihan Hiperkes dan Keselamatan Kerja.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak

terdapat berbagai kekurangan. Oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi menyempurnakan laporan ini. Akhirnya

kami berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembacanya.

Bandung, 1 Agustus 2016

Penyusun

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..................................................................................................1

DAFTAR ISI.................................................................Error! Bookmark not defined.2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................4

1.1 Latar Belakang......................................................................................................4

1.2 Dasar Hukum.........................................................................................................6

1.3 Profil Perusahaan................................................................................................11

1.4 Landasan Teori....................................................................................................13

BAB II PELAKSANAAN........................................................................................38

2.1.Tanggal dan Waktu Pelaksanaan.......................................................................38

2.2.Lokasi Pengamatan.............................................................................................38

2.3.Dokumen Pengamatan........................................................................................40

BAB III HASIL PENGAMATAN............................................................................44

3.1.Hasil Pengamatan di Perusahaan......................................................................44

BAB IV PEMECAHAN MASALAH.......................................................................60

4.1.Pemecahan Masalah Aspek Higiene

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.....................................................................64

5.1.Kesimpulan..........................................................................................................64

2
5.2.Saran.....................................................................................................................65

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................66

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menghadapi era globalisasi, ketenagakerjaan semakin diharapkan

konstribusinya dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang

akan tercermin dengan meningkatnya profesionalisme, kemandirian, etos

kerja dan produktivitas kerja. Untuk mendukung itu semua diperlukan

tenaga kerja dan lingkungan kerja yang sehat, selamat, nyaman dan

menjamin peningkatan produktivitas kerja.

3
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah segala kegiatan

untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja

melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja

(PAK). K3 adalah kepentingan pengusaha, pekerja dan pemerintah di seluruh

dunia. Menurut International Labour Organization (ILO), setiap tahun terjadi 1,1

juta kematian yang disebabkan oleh karena penyakit atau kecelakaan kerja.

Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250 juta kecelakaan dan sisanya adalah

kematian karena penyakit akibat kerja, dimana diperkirakan terjadi 160 juta

penyakit akibat hubungan pekerjaan baru setiap tahunnya.

Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran

beserta praktiknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja

memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental,

maupun sosial, dengan usaha-usaha promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif

terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan kesehatan yang

diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap

penyakit-penyakit umum.

Tujuan kesehatan kerja adalah berusaha meningkatkan daya guna dan hasil

guna tenaga kerja dengan mengusahakan pekerjaan dan lingkungan kerja yang

lebih serasi dan manusiawi.

Higiene pada perusahaan pun berpengaruh pada daya dan hasil guna

tenaga kerja. Pengertian dari Higiene Perusahaan sendiri adalah spesialisasi dalam

ilmu higiene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penilaian kepada

faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif & kuantitatif dalam lingkungan kerja

dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar

4
tindakan korektif kepada lingkungan tersebut serta lebih lanjut pencegahan agar

pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari akibat bahaya

kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.

Higiene pada perusahaan pun dipengaruhi oleh lingkungan kerja.

Lingkungan kerja adalah lingkungan tempat tenaga kerja melakukan kegiatan

yang ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan. Ada beberapa golongan

lingkungan kerja, antara lain:

1. Lingkungan Fisik, misalnya kualitas cahaya, pertukaran udara, tekanan,

suhu dan kelembaban udara, serta berbagai perangkat kerja (mesin dan

bukan mesin)

2. Lingkungan kimia, misalnya bahan baku, bahan jadi dan bahan sisa yang

ada hubungannya dengan kegiatan perusahaan, terutama sekali bahan

kimia yang mempunyai sifat fisiko-kimia radiasi dan sebagainya.

3. Lingkungan biologi, misalnya flora dan fauna yang ada hubungannya

dengan kegiatan perusahaan.

4. Lingkungan sosial, misalnya terhadap sesama pekerja, masyarakat sekitar

perusahaan, keluarga tenaga kerja, dan lain-lain.

PT. Primarindo , yang merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang

industri sepatu. Faktor higiene dalam perusahaan tersebut menjadi sorotan yang

dapat disebabkan karena sarana yang tidak memadai, tidak adanya keserasian

ukuran dan bentuk sarana kerja terhadap tenaga kerja yang digunakan dalam

proses produksi itu sendiri. Oleh karena itu diperlukan tindakan pencegahan dan

pengendalian terhadap bentuk higiene dari pihak PT. Primarindo, baik dari segi

5
manajerial, operasional dan juga sarana bagi karyawannya untuk mengurangi

risiko penyakit akibat kerja karena faktor higiene.

Atas dasar tersebut, kami akan melakukan penelitian mengenai bentuk

ergonomi yang diduga berpengaruh terhadap kesehatan tenaga kerja di PT.

Primarindo.

1.2 Dasar Hukum

Beberapa peraturan menjadi dasar hukum adalah sebagai berikut


 UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja
 UU No. 3 Tahun 1969 tentang persetujuan konvensi organisasi perburuhan

international No. 120 mengenai higine dalam perniagaan dan kantor-

kantor
 Keputusan Menteri Tenaga Kerja RI No. Kep. 187/MEN/1999 tentang

Bahan Kimia Berbahaya


 Permenakertrans No. 13/MEN/X/2011 tentang Nilai Ambang Batas Faktor

Fisika dan Faktor Kimia di Tempat Kerja


 Peraturan Menteri Perburuhan No. 7 Tahun 1964 tentang syarat kesehatan

dan kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja


 Undang-Undang No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan pada pasal 86

dimana dikatakan bahwa pekerja/buruh mempunyai hak untuk

memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja.

1.1.1. Peraturan Menteri nomor 13 tahun 2011


Nilai Ambang Batas
Pasal 1
Ayat 8
Nilai ambang batas adalah standar faktor bahaya di tempat kerja sebagai

kadar/intensitas rata-rata tertimbang waktu (time weighted average) yang

dapat diterima tenaga kerja tanpa mengakibatkan penyakit atau gangguan

6
kesehatan, dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak melebihi 8 jam

sehari atau 40 jam seminggu.

Ayat 9
Kadar Tertinggi Diperkenankan yang selanjutnya disingkat KTD adalah

kadar bahan kimia di udara tempat kerja yang tidak boleh dilampaui

meskipun dalam waktu sekejap selama tenaga kerja melakukan pekerjaan.

Ayat 10
Faktor fisika adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat fisika yang

dalam keputusan ini terdiri dari iklim kerja, kebisingan, getaran,

gelombang mikro, sinar ultra ungu, dan medan magnet.

Ayat 11
Faktor kimia adalah faktor di dalam tempat kerja yang bersifat kimia yang

dalam keputusan ini meliputi bentuk padatan (partikel), cair, gas, kabut,

aerosol dan uap yang berasal dari bahan-bahan kimia.

Ayat 13
Iklim kerja adalah hasil perpaduan antara suhu, kelembaban, kecepatan

gerakan udara dan panas radiasi dengan tingkat pengeluaran panas dari

tubuh tenaga kerja sebagai akibat pekerjaannya, yang dimaksudkan dalam

peraturan ini adalah iklim kerja panas.

Ayat 24
Terpapar adalah peristiwa seseorang terkena atau kontak dengan faktor

bahaya di tempat kerja.

Ayat 25
Paparan Singkat Diperkenankan yang selanjutnya disingkat PSD adalah

kadar zat kimia di udara di tempat kerja yang tidak boleh dilampaui agar

tenaga kerja yang terpapar pada periode singkat yaitu tidak lebih dari 15

menit masih dapat menerimanya tanpa mengakibatkan iritasi, kerusakan

7
jaringan tubuh maupun terbius yang tidak boleh dilakukan lebih dari 4 kali

dalam satu hari kerja.


.
Pasal 2
Ayat 1
Pengurus dan/atau pengusaha wajib melakukan pengendalian faktor fisika

dan faktor kimia di tempat kerja sehingga di bawah NAB.

Ayat 2
Jika faktor fisika dan faktor kimia pada suatu tempat kerja melampaui

NAB, pengurus dan/atau pengusaha wajib melakukan upaya-upaya teknis-

teknologi untuk menurunkan sehingga memenuhi ketentuan yang berlaku.

Nilai Ambang Batas Faktor Fisik


Pasal 4
NAB iklim kerja menggunakan parameter ISBB sebagaimana tercantum

dalam Lampiran I nomor 1 Peraturan Menteri ini.

Pasal 5
(1) NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 decibel A (dBA).
(2) Kebisingan yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 2 Peraturan Menteri ini.

Pasal 6
(1) NAB getaran alat kerja yang kontak langsung maupun tidak langsung

pada lengan dan tangan tenaga kerja ditetapkan sebesar 4 meter per detik

kuadrat (m/det2).
(2) Getaran yang melampaui NAB, waktu pemaparan ditetapkan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 3 Peraturan Menteri ini.

Pasal 7
NAB getaran yang kontak langsung maupun tidak langsung pada seluruh

tubuh ditetapkan sebesar 0,5 meter per detik kuadrat (m/det2)

Pasal 8
NAB radiasi frekuensi radio dan gelombang mikro ditetapkan

sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 4 Peraturan Menteri ini.

8
Pasal 9
(1) NAB radiasi sinar ultra ungu ditetapkan sebesar 0,0001 milliWatt per

sentimeter persegi (mW/cm2).


(2) Radiasi sinar ultra ungu yang melampaui NAB waktu pemaparan

ditetapkan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I nomor 5 Peraturan

Menteri ini.

Pasal 10
NAB medan magnit statis untuk seluruh tubuh ditetapkan sebesar 2 Tesla.

Pasal 11
NAB medan magnit statis untuk bagian anggota tubuh (kaki dan tangan)

ditetapkan sebesar 600 milli tesla (mT). NAB medan magnit untuk

masing-masing anggota badan tercantum dalam Lampiran I nomor 6

Peraturan Menteri ini.

Nilai Ambang Batas Faktor Kimia

Pasal 12
NAB Faktor Kimia di udara tempat kerja tercantum dalam Lampiran II

Peraturan Menteri ini.

Pasal 13
(1) Pengukuran dan penilaian faktor fisika dan faktor kimia di tempat kerja

dilaksanakan oleh Pusat Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Balai

Keselamatan dan Kesehatan Kerja, serta Balai Hiperkes dan Keselamatan

Kerja atau pihak-pihak lain yang ditunjuk Menteri.


(2) Persyaratan pihak lain untuk dapat ditunjuk sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri atau Pejabat yang

ditunjuk.

1.3 Profil Perusahaan

1.3.1. Visi
Menjadi pemimpin dalam industri Sepatu Di Indonesia

9
1.3.2. Misi
Mempunyai proses produksi yang efisien, menghasilkan produk kualitas
tinggi untuk memenuhi kepuasan pelanggan, menjadi mitra usaha terpercaya
dalam menghadapi tantangan saat ini dan masa depan, mempunyai sepatu merek
sendiri yang menjadi pasar nomor satu di dalam negri.
1.3.3. Sejarah
PT Primarindo didirikan pada tanggal 1 Juli 1988 dengan nama PT Bintang
Kharisma, dengan status penanaman modal dalam negri (PMDN) dan bergerak
dalambidang industri sepatu. Pada tahun 1999 telah mencatatkan dan menjual
sahamnya di bursa efek Jakarta dan menjadi PT. Bintang Kharisma. Pada tahun
1997 perusahaan merencanakan untuk melakukan diserfikasi usaha ke bidang lain
yang juga mempunyai prospek erah. Untuk itu, perusahaan mengganti nama
menjadi PT. Primarindo Asia Insfrastukture, Tbk. Sebelum direncanakan
diserfikasi dapat terealisasi, kondisi ekonomi di Indonesia mulai memburuk.
Sehingga perusahaan memutuskan untuk menunda hal tersebut.
Pada tahun 2001, perseroan memproduksi hanya satu banded buyer yaitu
merek Rebbok. Untuk mengantisifasi pemutusan kerjasama oleh
Rebbok,perseroan memutuskan untuk menjadikan tahun 2001 sebagai tahun
konsolidasi dan mulai mempersiapkan usaha pengembangan pasar domestic.
Pada bulan April 2002 perseroan menerima pemberitahuan dari Rebbok
international limited.
PT. Primarindo Asia Insfrastukture Tbk bergerak dalam bidang industri
sepatu, khususnya sepatu olah raga dan memproduksi dalam berbagai pungsi dan
ukuran, selama ini produksi PT. Primarindo Asia Insfrastukture didasarkan atas
pesanan dari pelanggan yang berasal dari luar negri dengan demikian hampir
seluruh sepatu olah raga hasil produksi perseroan adalah untuk diekspor dan harus
memenuhi setandar mutu yang telah ditetapkan oleh pembeli dengan desain yang
dibuat perusahaan atau pelanggan yang merupakan pemenang merek atau
pemegang lisensi dari merek terkemuka.

PT. Primarindo Asia Insfrastukture telah dipercaya memproduksi merek


terkenal seperti : oskhos, Bigos B’Gosh, Cheasephks, Puma Tahun 1996 dari

10
dua bayer besar yaitu rebok dan fila, pada tahun 2000 dalam pengembangan pasar
domestik telah memproduksi merek TOMKINS.

1.4 Landasan Teori


1.4.1. Hygiene Industri
Hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mengajarkan tata cara untuk

mempertahankan kesehatan jasmani, rohani, dan sosial untuk mencapai tingkat

kesejahteraan yang lebih tinggi, serta sebagai suatu usaha pencegahan penyakit

yang menitik beratkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta

lingkungannya. Menurut Suma'mur (1976) Higiene perusahaan adalah spesialisasi

dalam ilmu higiene beserta prakteknya yang melakukan penilaian pada faktor

penyebab penyakit secara kualitatif dan kuantitatif di lingkungan kerja

perusahaan, yang hasilnya digunakan untuk dasar tindak korektif pada

lingkungan, serta pencegahan, agar pekerja dan masyarakat di sekitar perusahaan

terhindar dari bahaya akibat kerja, serta memungkinkan mengecap derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya. Kegiatan higiene perusahaan bertujuan untuk

tenaga kerja terlindung dari berbagai resiko akibat lingkungan kerja.

1.4.2. Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Kerja


Beberapa faktor mempengaruhi kesehatan kerja daripada tenaga kerja

antara lain faktor fisik, faktor biologis, faktor kimia, sanitasi industry, dan

pengolahan limbah.

1.4.2.1. Faktor Fisik


1.4.2.1.A. Kebisingan
Kebisingan diartikan sebagai suara / bunyi yang tidak diinginkan. telinga

manusia mampu mendengarkan frekuensi antara 16 - 20.000 Hz.


• Jenis kebisingan:
- Kebisingan terus-menerus: dihasilkan oleh mesin-mesin yang

berputar.

11
- Kebisingan terputus-putus: seperti suara pesawat terbang di

udara.
- Kebisingan menghentak: seperti suara dentuman meriam, bom

meledak.
• Akibat kebisingan:

Tipe Uraian

Perubahan ambang batas sementara akibat


Akibat Kehilangan
kebisingan, perubahan ambang batas
lahiriah pendengaran
permanen akibat kebisingan
Rasa tidak nyaman atau stress meningkat,

Akibat fisiologis tekanan darah meningkat, sakit kepala,

bunyi dering
Akibat Gangguan
Kejengkelan, kebingungan
psikologis emosional
Gangguan tidur atau istirahat, hilang
Gangguan
konsentrasi waktu bekerja, membaca dan
gaya hidup
sebagainya.
Merintangi kemampuan mendengarkan
Gangguan
TV, radio, percakapan, telpon dan
pendengaran
sebagainya.

Kebisingan yang dapat diterima oleh tanaga kerja tanpa mengakibatkan

penyakit atau gangguan kesehatan dalam pekerjaan sehari-hari untuk waktu tidak

melebihi 8 jam sehari atau 40 jam seminggu, yaitu 85 dB (A) (Permenakertrans

No. 13/MEN/X/2011). Agar kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau

12
membahayakan, perlu diambil tindakan seperti penggunaan peredam pada sumber

bising, penyekatan, pemindahan, pemeliharaan, penanaman pohon, pembuatan

bukit buatan ataupun pengaturan tata letak ruang dan penggunaan alat pelindung

diri sehingga kebisingan tidak mengganggu kesehatan atau membahayakan.

1.4.2.1.B. Getaran
Getaran adalah gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah

bolak-balik dari kedudukan keseimbangan. Getaran terjadi saat mesin atau alat

dijalankan dengan motor sehingga pengaruhnya bersifat mekanis.


Jenis getaran:
- Getaran seluruh tubuh, mempunyai frekuensi 1-80 Hz, akibat goncangan

dari mesin, kendaraan, atau traktor.


- Vibrasi segmental, dapat memapari tubuh pekerja seperti lengan dan

tangan. Getaran ini mempunyai frekuensi 5 – 1500 Hz.


Pengaruh getaran :
- Pengaruh getaran pada tenaga kerja dapat di bedakan yaitu gangguan

kenikmatan dalam bekerja, mempercepat kelelahan, gangguan

kesehatan.
- Getaran seluruh badan dapat memicu terjadinya yaitu penglihatan

kabur,sakit kepala, gemetaran, dan kerusakan organ bagian dalam.


- Getaran pada lengan dan tangan dapat mengakibatkan sakit kepala, dan

sakit pada persendian otot lengan, indera perasa pada jari - jari menurun

fungsinya menurun, dan terbentuk noda putih pada punggung jari/

telapak tangan.

1.4.2.1.C. Iklim dan Suhu


Seorang tenaga kerja akan mampu bekerja secara efisien dan produktif bila

lingkungan tempat kerjanya nyaman. Suhu nyaman bagi orang indonesia adalah

24°C-26°C. Bila iklim kerja panas dapat menimbulkan ketidaknyamanan dalam

bekerja dan gangguan kesehatan.

1.4.2.1.D. Penerangan

13
Penerangan di tempat kerja adalah salah satu sumber cahaya yang

menerangi benda- benda di tempat kerja. Penerangan berasal dari cahaya alami

dan cahaya buatan


• Sifat-sifat pencahayaan yang baik:
- Pembagian iluminasi pada lapangan penglihatan;
- Pencegahan kesilauan
- Arah sinar
- Warna
- Panas penerangan terhadap keadaan lingkungan.
• Pengaruh pencahayaan yang kurang terhadap penglihatan:
- Kelelahan mata sebagai akibat dari berkurangnya daya dan efisiensi

kerja.
- Memperpanjang waktu kerja
- Kerusakan indera mata
- Kelelahan mental
- Menimbulkan terjadinya kecelakaan.
• Intensitas cahaya di ruang kerja adalah sebagai berikut.

Tingkat
Jenis
pencahayaan Keterangan
Kegiatan
minimal (Lux)
Ruang penimpanan dan ruang
Pekerjaan
peralatan/instalasi yang
kasar & tidak 100
memerlukan pekerjaan yang
terus-menerus
kontinyu
Pekerjaan
Pekerjaan dengan mesin dan
kasar dan 200
perakitan kasar
terus-menerus
Pekerjaan kantor/administrasi,
Pekerjaan
300 ruang kontrol dan pekerjaan mesin
rutin
dan perakitan atau penyusun

14
Pembuatan gambar atau bekerja

Pekerjaan dengan mesin kantor pekerja


500
agak halus pemeriksaan atau pekerjaan dengan

mesin
Pemilihan warna, pemrosesan,
Pekerjaan
1000 tekstil, pekerjaan mesin halus dan
halus
perakitan halus
1500
Mengukir dengan tangan, pekerjaan
Pekerjaan (tidak
mesin dan perakitan yang sangat
amat halus menimbulkan
halus
bayangan)
3000

Pekerjaan (tidak Pemeriksaan pekerjaan, perakitan

detail menimbulkan sangat halus

bayangan)

• Beberapa hal yang dapat menurunkan intensitas penerangan:


- Adanya debu atau kotoran pada bola lampu;
- Bola lampu yang sudah lama;
- Kotornya kaca jendela, untuk penerangan alami;
- Perubahan letak barang-barang.

1.4.2.1.E. Faktor Kimia


Faktor kimia merupakan salah satu sumber bahaya potensial bagi pekerja.

Bahan kimia yang didefinisikan sebagai unsur kimia, senyawa, dan campurannya

yang bersifat alami maupun buatan (sintetis) selalu terdapat di setiap proses

industri. Paparan terhadap zat-zat kimia tertentu di tempat kerja dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan, baik dalam jangka waktu pendek maupun

panjang. Untuk memahami faktor kimia di tempat kerja, seorang ahli K3 harus

15
memiliki pengetahuan tentang efek toksik dan sifat dari suatu zat kimia.

Identifikasi zat kimia berbahaya dapat dilakukan dengan melihat pelabelan bahan

kimia dan Material Safety Data Sheet (MSDS).

1. Klasifikasi (berdasarkan bentuknya):


A. Partikulat
Setiap sistem titik-titik cairan atau debu yang mendispersi di udara yang

mempunyai ukuran demikian lembutnya sehingga kecepatan jatuhnya mempunyai

stabilitas cukup sebagai suspensi di udara. Bentuk ini memiliki ukuran 0.02-

500µm.Yang termasuk dalam bentuk partikulat diantaranya adalah sebagai

berikut.
- Debu merupakan suspensi partikel benda padat di udara. Butiran debu ini

dihasilkan oleh pekerjaan mekanisasi, seperti pekerjaan yang berkaitan dengan

gerinda, pemboran, pemecahan, dan penghancuran material padat. Ukuran debu

dapat bervariasi mulai dari yang dapat terlihat dengan mata telanjang (50µm)

sampai dengan yang tidak terlihat. Partikel debu yang berukuran kurang dari

10µm dapat membahayakan kesehatan karena dapat terhirup dan masuk ke dalam

paru-paru, dan yang berukuran 0.5 – 4 µm dapat terdeposit pada alveolus paru,

seperti debu kapas, silica, dan asbes.


- Fume adalah partikel-partikel benda padat hasil kondensasi bahan-bahan dari

bentuk uap, biasanya terjadi setelah penguapan dari logam cair. Uap dari logam

cair terkondensasi menjadi partikel-partikel padat di dalam ruangan logam cair

tersebut, misalnya pada pekerjaan penyolderan, pengelasan, atau peleburan logam.

Contoh: metal fume pada peleburan logam seperti ZnO dan PbO.
- Kabut (fog) adalah sebaran partikel-partikel cair di udara sebagai hasil proses

kondensasi dari bentuk uap atau gas melalui proses electroplanting dan

penyemprotan di mana cairan tersebar, terpercik atau menjadi busa partikel buih

16
yang sangat kecil. Contoh: kabut minyak yang dihasilkan selama operasi

memotong dan gerinda.


- Asap (smoke):adalah partikel-partikel karbon yang mempunyai ukuran kurang

dari 0.5µm dan bercampur dengan senyawa hidrolarbon sebagai hasil pembakaran

tidak sempurna dari bahan bakar, seperti hasil pembakaran batubara.


- Smog adalah bentuk suspense antara smoke dan fog bersama di udara. Smog

terdapat pada pekerjaan pembuihan.


B. Non Partikulat
- Gas adalah molekul dalam udara yang menempati ruang yang tertutup dan dapat

diubah menjadi cairan atau keadaan padat dengan pengaruh dari gabungan

kenaikan tekanan dan pengurangan suhu. Gas dapat berdifusi dengan cara

menjalar atau menyebar. Contoh : bahan seperti oksigen, nitrogen, atau karbon

dioksida dalam bentuk gas pada suhu dan tekanan normal, dapat diubah

bentuknya hanya dengan kombinasi penurunan suhu dan penambahan tekanan.


- Uap adalah bentuk gas dari suatu bahan yang dalam keadaan normal berbentuk

padat atau cairan pada suhu dan tekanan ruang. Uap dapat dirubah kembali

menjadi padat atau cair dengan menambah tekanan atau menurunkan suhu.

Bahan-bahan yang memiliki titik didih yang rendah lebih mudah menguap dari

pada yang memiliki titik didih yang tinggi. Contoh bentuk uap adalah uap air, uap

minyak, uap merkuri, uap toluen.

2. Pengaruh Fisiologis dan Patologis Bahan Kimia:


A. Bahan kimia iritatif
Bahan kimia yang dapat menyebabkan iritasi atau menimbulkan bahaya

apabila tubuh kontak dengan bahan kimia. Bagian tubuh yang terkena biasanya

kulit, mata, dan saluran pernapasan.


- Iritasi melalui kulit  apabila terjadi kontak antara bahan kimia tertentu dengan

kulit, bahan itu akan merusak lapisan yang berfungsi sebagai pelindung. Keadaan

ini disebut dermatitis (peradangan kulit).

17
- Iritasi melalui mata  kontak yang terjadi antara bahan-bahan kimia dengan

mata bisa menyebabkan rusaknya mulai yang ringan sampai kerusakan permanen.
- Iritasi saluran pernapasan oleh karena bahan-bahan kimia berupa bercak-

bercak cair, gas atau uap akan menimbulkan rasa terbakar apabila terkena pada

daerah saluran pernapasan bagian atas (hidung dan kerongkongan).


B. Bahan kimia bersifat asfiksian
Merupakan bahan kimia yang dapat menyebabkan asfiksia, yaitu keadaan

sesak napas dihubungkan dengan gangguan proses oksigensi dalam jaringan

tubuh, sehingga menimbulkan sensasi tercekik dan dapat menyebabkan kematian.

Terdapat dua jenis asfiksia, yakni:


- Simple asphyxiation (sesak napas yang sederhana) karena ini berhubungan

dengan kadar oksigen di udara yang digantikan dan didominasi oleh gas seperti

nitrogen, karbon dioksida, ethane, hydrogen atau helium yang kadar tertentu

mempengaruhi kelangsungan hidup.


- Chemical asphyxiation (sesak napas karena bahan-bahan kimia). Pada situasi

ini, bahan-bahan kimia langsung dapat mempengaruhi dan mengganggu

kemampuan tubuh untuk mengangkut dan menggunakan zat asam, sebagai contoh

adalah karbon monoksida, nitrogen, propan, argon, dan metana.


C. Bahan kimia bersifat zat pembius
Zat yang dapat mehilangkan kesadaran dan mati rasa. Paparan terhadap

konsentrasi yang relatif tinggi dari bahan kimia tertentu seperti ethyl dan prophyl

alcohol (aliphatic alcohol), dan methylethyl keton (aliphatic keton), acetylene

hydrocarbon ethyl dan isoprophyl ether, dapat menekan susunan syaraf pusat.
D. Bahan kimia beracun/toksin
Bahan kimia yang dalam kosentrasi relatif sedikit dapat mempengaruhi

kesehatan manusia atau bahkan menyebabkan kematian. Manusia memiliki sistem

yang komplek. Keracunan sistemik dihubungkan dengan reaksi dari salah satu

sistem atau lebih dari tubuh terhadap bahan-bahan kimia yang mana reaksi ini

18
merugikan dan dapat menyebar keseluruh tubuh. Contoh bahan kimia toksin

antara lain pestisida, benzene, dan sianida.


E. Bahan kimia karsinogenik.
Paparan bakan-bahan kimia tertentu bisa menyebabkan pertumbuhan sel-

sel yang tidak terkendali, menimbulkan tumor (benjolan-benjolan) yang bersifat

karsinogen. Tumor tersebut mungkin baru muncul setelah beberapa tahun

bevariasi antara 4 tahun sampai 40 tahun. Bahan kimia seperti arsenic, asbestos,

kromium, nikel dapat menyebabkan kanker paru-paru.


F. Bahan kimia fibrotic
Merupakan bahan kimia yang bila masuk ke dalam tubuh dapat

menyebabkan terbentuknya jaringan fibrotik, seperti pneumoconiosis.

Pneumoconiosis adalah suatu keadaan yang disebabkan oleh mengendapnya

partikel-partikel debu halus daerah pertukaran gas dalam paru-paru dan adanya

reaksi dari jaringan paru dan membentuk jaringan fibrotik. Contoh bahan-bahan

yang menyebabkan pneumoconiosis adalah crystalline silica, asbestos, talc,

batubara dan beryllium.


3. Pengukuran
Untuk mengetahui kondisi real tentang kadar kontaminan kimiawi di

tempat kerja, maka perlu dilakukan pengukuran/pengujian terhadap faktor kimia

yang memapari tempat tersebut dengan cara pengambilan sample yang

selanjutnya akan dianalisa. Dalam melakukan pengukuran pada lingkungan kerja

diperlukan pengambilan sample yang dapat dilakukan secara terus menerus dalam

kurun waktu tertentu yang pada prinsipnya harus representatif dalam 8 jam

kerja.Metode yang digunakan antara lain Standar Nasional Indonesia (SNI),

NIOSH, AIHA, dan lain-lain. Beberapa instrument analisis yang digunakan dalam

pengujian faktor kimia adalah AAS untuk analisis kadar logam, GC untuk kadar

hidrokarbon, spectrophotometer UV/Vis untuk analisis gas organic, dan X-Ray

19
deffractometer.Nilai Ambang Batas (NAB), diatur berdasarkan surat edaran

Permenakertrans No.13/MEN/X/2011 tentang NAB faktor kimia dan faktor fisika

di tempat kerja. Kategori nilai ambang batas:


• NAB rata-rata selama jam kerja
• NAB pemaparan singkat
• NAB tertinggi
4. Pengendalian
Pengendalian potensi bahaya kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara

seperti:
• Pemberian label dan simbol pada wadah untuk bahan yang berisikan

tentang: nama bahan kimia, resiko yang ditimbulkan, jalan masuknya ke

tubuh, efek paparan, cara penggunaan yang aman dan pertolongan pertama

keracunan.
• Memiliki MSDS, yaitu semua informasi mengenai suatu bahan kimia

yang dibuat oleh seuatu perusahaan, berisikan antara lain

kandungan/komposisi, sifat fisik dan kmia, cara pengankutan dan

penyimpanan, informasi APD sesuai NAB, efek terhadap kesehatan, gejala

keracunan, pertolongan pertama keracunana, alamat dan nomer telepon

pabrik pembuat atau distributor.


• Memiliki petugas K3 kimia dan ahli K3 kimia yang mempunyai

kewajiban , melakukan identifikasi bahaya melaksanakan prosedur kerja

aman, penganggulangan keadaan darurat dan mengembankan pengetahuan

K3 di bidang kimia.
• Prinsip pengendalian bahan kimia di lingkungan kerja dilakukan dengan

tahapan sebaai berikut:


- Pengendalian secara teknis
a. Substitusi
b. Isolasi
c. Ventilasi (alamiah dan buatan)
- Pengendalian administrasi
a. Pemilihan bahan produksi potensi bahaya serendah mungkin
b. Labelling. Telah dijelaskan sebelumnya.

20
c. Penyimpanan bahan sesuai dengan kelompok sifat dan besar potensi

bahaya
d. Penanganan limbah dan sampah kimia secara khusus dan benar.
Dasar hukum yang mengatur pengendalian bahan kimia berbahaya adalah

keputusan menteri tenaga kerja RI, No. Kep. 187/MEN/1999.

1.4.2.1.F. Faktor Biologis

Dasar hukum faktor biologis yang mempengaruhi lingkungan kerja adalah

Kepres No. 22/1993 tentang penyakit yang timbul karena hubungan kerja (point)

penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri, atau parasit yang didapat

dalam suatu pekerjaan yang memiliki resiko kontaminan khusus.

Biological hazard adalah semua bentuk kehidupan atau mahkluk hidup

dan produknya yang dapat menyebabkan penyakit pada manusia dan hewan.

Faktor biologis dapat dikategorikan menjadi:

1. Mikroorganisme dan toksinnya (virus, bakteri, fungi, dan produknya);


2. Arthopoda (crustacea, arachmid, insect);
3. Alergen dan toksin tumbuhan tingkat tinggi (dermatitis kontak, rhinitis,

asma);
4. Protein alergen dari tumbuhan tingkat rendah (lichen, liverwort, fern) dan

hewan invertebrata (protozoa, ascaris).

 Faktor biologis dapat masuk ke dalam tubuh dengan cara:


1. Inhalasi/ pernafasan (udara terhirup)
2. Ingesti/ saluran pencernaan
3. Kontak dengan kulit
4. Kontak dengan mata, hidung, mulut.

 Faktor biologi dan juga bahaya-bahaya lainnya di tempat kerja dapat

dihindari dengan pencegahan antara lain dengan:

1. Administrasi kontrol seperti administrasi kesehatan awal karyawan baru,

pemeriksaaan kesehatan secara berkala bagi karyawan lama;


2. Dilarang makan dan minum di area produksi;

21
3. Menjaga kebersihan kebersihan perseorangan/individu;
4. Penggunaan masker yang baik untuk pekerja yang berisiko tertular lewat

debu yang mengandung organisme patogen dengan cara menutupi hidung

dan mulut dengan tujuan untuk menghindari debu respirabel (< 10

mikrometer);
5. Menggunakan sarung tangan yang menutupi sampai siku saat menuangkan

bahan baku;
6. Desinfeksi secara teratur terhadap lantai, dinding dan peralatan produksi;
7. Membersihkan semua debu yang ada di sistem pendingin paling tidak satu

kali setiap bulan;


8. Membuat sistem pembersihan yang memungkinkan terbunuhnya

mikroorganisme yang patogen pada sistem pendingin;


9. Menggunakan alas kaki dan baju khusus dalam area produksi untuk

menghindari kontaminasi mikroorganisme dari luar;


10. Sebelum dan sesudah bekerja dalam area produksi diharuskan mencuci

tangan di air mengalir dan sabun;


11. Pengontrolan suhu dan kelembaban udara dengan menggunakan pendingin

ruangan untuk menekan pertumbuhan dari mikroorganisme;


12. Melakukan pengolahan terhadap limbah produksi.

Dengan mengenal bahaya dari faktor biologi dan bagaimana mengotrol dan

mencegah penularannya diharapkan efek yang merugikan dapat dihindari.

Salah satunya kantin atau tempat makan para pekerja berada di ruangan

tertutup sehingga lalat tidak dapat keluar masuk dan hinggap pada makanan

pekerja.

1.4.2.1.G. Sanitasi Industri

Prinsip dasar sanitasi terdiri dari:

Sanitasi adalah serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga kebersihan;

22
 Sanitasi ini merupakan hal penting yang harus dimiliki oleh industri dalam

menerapkan Good Manufacturing Practices (GMP);


 Sanitasi dilakukan sebagai usaha mencegah penyakit pada tenaga kerja dan

lingkungan sekitar perusahaan;


 Manfaat yang diperoleh bagi konsumen bila industri pangan adalah,konsumen

terhindar dari penyakit atau kecelakaan karena keracunan makanan;


 Manfaat yang diperoleh bagi produsen adalah produsen dapat meningkatkan

mutu dan umur simpan produk, mengurangi komplain dari konsumen;


 Mengurangi biaya recall;
 Praktik sanitasi meliputi pembersihan, pengelolaan limbah, dan higiene pekerja

yang terlibat.

Sanitasi industri meliputi:

1. Water supply: Suplai air dibagi menjadi dua berdasarkan penggunaannya,

yaitu:
 Domestik untuk karyawan, makan, minum, dll
 Proses produksi

2. Pembuangan kotoran dan sampah: Sampah dibagi menjadi dua, yaitu:


 Domestik berasal dari karyawan, bukan dari proses produksi
 Sampah industri berupa padat, cair

Sampah ini memerlukan manajemen khusus dalam pengelolaannya.

Sampah dapat diolah kembali untuk menghasilkan sesuatu yang

bermanfaat ataupun sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi dan dikembalikan

ke alam sebagai bahan yang tidak berbahaya dan mudah terurai.

3. Sanitasi makanan: Sanitasi makanan memegang peranan penting dalam proses

produksi. Sanitasi makanan berhubungan langsung kepada tenaga kerja

ataupun proses produksi dalam industri pangan. Sanitasi makanan merupakan

usaha pencegahan penyakit, dapat menjadi pertimbangan ekonomi dalam

23
penyediaan makanan dan merupakan pencegahan penyakit yang efektif. Hal–

hal yang diperhatikan dalam sanitasi makanan adalah:


 Kebersihan makanan. Penyediaan bahan makanan, pengolahan makanan,

pengangkutan bahan makanan dan penyajian makanan


 Kebersihan peralatan
 Kebersihan fasilitas
 Kantin dan ruang makan
 Kercunan makanan
4. Pencegahan dan pembasmian vektor dan roden.
Vektor adalah binatang yang berperan dalam pemindahan penyakit dari

sumbernya ke manusia. Contoh-contoh vektor seperti tikus, lalat, nyamuk, kecoa,

kutu dan lain-lain. Masing-masing vektor membawa penyakit tertentu dan dapat

mengenai tenaga kerja, sehingga dapat menurunkan produktivitas.Pengendalian

vektor dapat dilakukan oleh pihak perusahaan sendiri ataupun memakai jasa

pengendalian vektor profesional.


5. Penyediaan fasilitas kebersihan.
Fasilitas kebersihan merupakan hal yang mutlak harus tersedia dalam

industri. Memgang peranan penting dalam proses produksi. Fasilitas kebersihan

menjamin tenaga kerja untuk menjalankan fungsi-fungsi biologis seperti buang air

kecil, buang air besar, makan, tempat ganti pakaian, dan lain-lain. Hal – hal yang

termasuk fasilitas kebersihan, yaitu:


 WC (kakus). Memenuhi syarat-syarat wc sehat, jumlah wc sebanding dengan

jumlah pekerja
 Tempat cuci
 Tempat mandi. Membersihkan badan sebelum pulang
 Tempat baju kerja (locker). Tempat ganti pakaian sebelum dan sesudah kerja
 Ruang makan dan kantin. Memenuhi syarat – syarat rumah makan sehat atau

kantin sehat.

1.4.2.1.H. Pengolahan Limbah


Limbah industri merupakan buangan yang keberadaannya di tempat

tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi.

Limbah industri tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 2 jenis yaitu yang

24
memiliki nilai ekonomis berupa limbah yang dengan melakukan proses lanjut

akan memberi nilai tambah, serta limbah yang tidak mempunyai nilai ekonomis

berupa limbah yang diolah dalam bentuk proses apapun tidak dapat memberikan

nilai tambah tetapi hanya dapat mempermudah sistem pembuangan.

Limbah padat dan cair yang dihasilkan akibat proses produksi sebaiknya

ditempatkan pada bak sampah tersendiri yang telah dipilah-pilah berdasarkan

jenisnya serta apakah termasuk limbah B3 atau bukan. Untuk limbah yang bukan

termasuk B3 perlu dipilah lagi apakah bisa didaur ulang atau bisa langsung

dibakar atau dikubur. Yang termasuk kedalam limbah B3 adalah limbah industri

yang mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan berbahaya, dimana

limah B3 tersebut merupakan bahan dalam jumlah sedikit tetapi mempunyai

potensi mencemari dan merusak lingkungan hidup dan sumber daya. Limbah cair

yang dihasilkan industri harus diolah terlebih dahulu sesuai dengan spesifikasinya.

Kontainer tempat menampung limbah yang termasuk kategori B3 tidak boleh

bocor, sampah tidak boleh tercecer pada waktu pengumpulan dan penyimpanan

sementara sebelum dibawa ke tempat pembuangan akhir B3. Secara umum,

pengolahan limbah industri dapat dilakukan melalui 3 proses, yaitu:

1. Proses pengolahan secara fisika:


Sedimentasi,yaitu suatu proses pemisahan bahan padat dari cairan secara

gravitasi.
Flotasi, yaitu memisahkan partikel dengan densitasnya, menggunakan

aliran udara yang dimasukkan kedalam sistim.


Separasi minyak-air, yaitu dengan memisahkan bagian terbesar minyak

dari aliran limbah dengan menggunakan prinsip dasar perbedaan spesifitas

gravities anatara air dan minyak yang dibuang.

2. Proses pengolahan secara kimiawi:

25
Koagulasi-presipitasi, yaitu pencampuran bahan kimia secara merata

menjadi gumpalan-gumpalan yang cukup besar.


Netralisasi, yaitu proses untuk menurunkan sifat asam atau basa dalam air.

3. Proses pengolahan secara biologi:


Aerobic suspended growth process, yaitu memasukkan air limbah kedalam

reaktor concrete steel earthen tank dengan aliran konsentrasi yang sangat

tinggi.
Aerobic attached growth process, yaitu proses mikroorganisme

dimasukkan kedalam beberapa media.


Aerobic lagoons (kolam stabilisasi), yaitu kolam tanah yang luas dan

dangkal untuk mengolah air limbah dengan menggunakan proses alami

dengan melibatkan ganggang dan bakteri.


Anaerobic lagoons, yaitu air limbah mentah bercampur dengan massa

microbial aktif dalam lapisan sludge.

Pengolah limbah gas secara teknis dilakukan dengan menambahkan alat

bantu yang dapat mengurangi pencemaran udara. Pencemaran udara sebenarnya

dapat berasal dari limbah berupa gas atau materi partikulat yang terbawah

bersama gas tersebut. Berikut akan dijelaskan beberapa cara menangani

pencemaran udara oleh limbah gas dan materi partikulat yang terbawah

bersamanya.

1. Mengontrol Emisi Gas Buang:

 Gas-gas buang seperti sulfur oksida, nitrogen oksida, karbon monoksida, dan

hidrokarbon dapat dikontrol pengeluarannya melalui beberapa metode. Gas sulfur

oksida dapat dihilangkan dari udara hasil pembakaran bahan bakar dengan cara

desulfurisasi menggunakan filter basah (wet scrubber);

 Mekanisme kerja filter basah ini akan dibahas lebih lanjut pada pembahasan

26
berikutnya, yaitu mengenai metode menghilangkan materi partikulat, karena filter

basah juga digunakan untuk menghilangkan materi partikulat;

 Gas nitrogen oksida dapat dikurangi dari hasil pembakaran kendaraan bermotor

dengan cara menurunkan suhu pembakaran. Produksi gas karbon monoksida dan

hidrokarbon dari hasil pembakaran kendaraan bermotor dapat dikurangi dengan

cara memasang alat pengubah katalitik (catalytic converter) untuk

menyempurnakan pembakaran;

 Selain cara-cara yang disebutkan diatas, emisi gas buang jugadapat dikurangi

kegiatan pembakaran bahan bakar atau mulai menggunakan sumber bahan bakar

alternatif yang lebih sedikit menghasilkan gas buang yang merupakan polutan.

2. Menghilangkan Materi Partikulat Dari Udara Pembuangan


 Filter Udara:
Filter udara dimaksudkan untuk yang ikut keluar pada cerobong atau

stack, agar tidak ikut terlepas ke lingkungan sehingga hanya udara bersih yang

saja yang keluar dari cerobong. Filter udara yang dipasang ini harus secara tetap

diamati (dikontrol), kalau sudah jenuh (sudah penuh dengan abu/ debu) harus

segera diganti dengan yang baru.Jenis filter udara yang digunakan tergantung

pada sifat gas buangan yang keluar dari proses industri, apakah berdebu banyak,

apakah bersifat asam, atau bersifat alkalis dan lain sebagainya

 Pengendap Siklon:
Pengendap Siklon atau Cyclone Separators adalah pengedap debu / abu

yang ikut dalam gas buangan atau udara dalam ruang pabrik yang berdebu.

Prinsip kerja pengendap siklon adalah pemanfaatan gaya sentrifugal dari udara /

gas buangan yang sengaja dihembuskan melalui tepi dinding tabung siklon

sehingga partikel yang relatif “berat” akan jatuh ke bawah.Ukuran partikel / debu

27
/ abu yang bisa diendapkan oleh siklon adalah antara 5 µ - 40 µ. Makin besar

ukuran debu makin cepat partikel tersebut diendapkan.

 Filter Basah:
Nama lain dari filter basah adalah Scrubbers atau Wet Collectors. Prinsip

kerja filter basah adalah membersihkan udara yang kotor dengan cara

menyemprotkan air dari bagian atas alt, sedangkan udara yang kotor dari bagian

bawah alat. Pada saat udara yang berdebu kontak dengan air, maka debu akan ikut

semprotkan air turun ke bawah.Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dapat

juga prinsip kerja pengendap siklon dan filter basah digabungkan menjadi satu.

Penggabungan kedua macam prinsip kerja tersebut menghasilkan suatu alat

penangkap debu yang dinamakan.

 Pegendap Sistem Gravitasi:


Alat pengendap ini hanya digunakan untuk membersihkan udara kotor

yang ukuran partikelnya relatif cukup besar, sekitar 50 µ atau lebih. Cara kerja

alat ini sederhana sekali, yaitu dengan mengalirkan udara yang kotor ke dalam alat

yang dibuat sedemikian rupa sehingga pada waktu terjadi perubahan kecepatan

secara tiba-tiba (speed drop), zarah akan jatuh terkumpul di bawah akibat gaya

beratnya sendiri (gravitasi). Kecepatan pengendapan tergantung pada dimensi

alatnya.

 Pengendap Elektrostatik:

Alat pengendap elektrostatik digunakan untuk membersihkan udara yang

kotor dalam jumlah (volume) yang relatif besar dan pengotor udaranya adalah

aerosol atau uap air. Alat ini dapat membersihkan udara secara cepat dan udara

yang keluar dari alat ini sudah relatif bersih.Alat pengendap elektrostatik ini

menggunakan arus searah (DC) yang mempunyai tegangan antara 25-100 kv. Alat

28
pengendap ini berupa tabung silinder di mana dindingnya diberi muatan positif,

sedangkan di tengah ada sebuah kawat yang merupakan pusat silinder, sejajar

dinding tabung, diberi muatan negatif. Adanya perbedaan tegangan yang cukup

besar akan menimbulkan corona discharga di daerah sekitar pusat silinder. Hal ini

menyebabkan udara kotor seolah-olah mengalami ionisasi. Kotoran udara menjadi

ion negatif sedangkan udara bersih menjadi ion positif dan masing-masing akan

menuju ke elektroda yang sesuai. Kotoran yang menjadi ion negatif akan ditarik

oleh dinding tabung sedangkan udara bersih akan berada di tengah-tengah silinder

dan kemudian terhembus keluar.

1.4.2.1.I. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Manajemen adalah suatu proses kegiatan yang terdiri atas perencanaan,

pengorganisasi, pelaksanaan, pengukuran dan tindak lanjut yang dilakukan untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan menggunakan manusia dan sumber

daya yang ada.

Sistem Manajemen adalah kegiatan yang teratur dan saling berhubungan

untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Sistem Manajemen K3 merupakan bagian dari sistem manajemen

perusahaan secara keseluruhan, dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan

dengan kegiatan kerja guna tercipta tempat kerja yang aman, efisien dan

produktif.

Bila SMK3 tidak diperhatikan, terdapat kerugian perusahaan akibat

kecelakaan dan penyakit akibat kerja antara lain, hilang dan rusaknya

29
material/produk, terhentinya proses produksi , hilangnya tenaga terampil dan

pengalaman, menurunnya kredibilitas perusahaan, hilangnya keuntungan,

hilangnya waktu kerja dan pengeluaran biaya pengobatan dan perawatan.

Keselamatan adalah kebutuhan setiap manusia dan menjadi naluri dari

setiap makhluk hidup. Alat teknologi buatan manusia disamping bermanfaat juga

dapat menimbulkan bencana dan kecelakaan. Di tempat kerja, penggunaan mesin,

alat kerja, material dan proses produksi menjadi sumber bahaya yang dapat

mencelakakan tenaga kerja. Oleh karena itu aspek keselamatan menjadi tuntutan

dan kebutuhan umum.

Dasar hukum SMK3 antara lain UUD 45 pasal 27 ayat 2, UU No.1 tahun

1970, UU No.13 tahun 2003, PP No.50 tahun 2012 dan Permenaker

No.05/Men/1996.

Manfaat penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja

bagi perusahaan adalah :

a. Pihak manajemen dapat mengetahui kelemahan-kelemahan unsur sistem

operasional sebelum timbul gangguan operasional, kecelakaan, insiden dan

kerugian-kerugian lainnya.

b. Dapat diketahui gambaran secara jelas dan lengkap tentang kinerja K3 di

perusahaan.

c. Dapat meningkatkan pemenuhan terhadap peraturan perundangan bidang K3.

d. Dapat meningkatkan pengetahuan, ketrampilan dan kesadaran tentang K3,

khususnya bagi karyawan yang terlibat dalam pelaksanaan audit.

e. Dapat meningkatkan produktivitas kerja.

30
Penerapan sistem manajemen kesehatan dan kesalamatan kerja bagi duni

industri/usaha memiliki banyak manfaat antara lain:

a. Mengurangi jam kerja yang hilang akibat kecelakaan kerja.

b. Menghindari kerugian material dan jiwa akibat kecelakaan kerja.

c. Menciptakan tempat kerja yang efisien dan produktif karena tenaga kerja

merasa aman dalam bekerja.

d. Meningkatkan image market terhadap perusahaan.

e. Menciptakan hubungan yang harmonis bagi karyawan dan perusahaan.

f. Perawatan terhadap mesin dan peralatan semakin baik, sehingga membuat

umur alat semakin lama

BAB II
PELAKSANAAN

2.1 Tanggal dan Waktu


Pengamatan terkait aspek kesehatan dan ergonomi ini dilakukan pada hari

Senin, tanggal 1 Agustus 2016

2.2 Lokasi Pengamatan


Pengamatan terkait aspek faktor hygiene industri ini dilakukan di

perusahaan PT. Primarindo Asia Infrastruktur, yang beralamat di di Jalan Raya

Rancabolang no. 98 Kecamatan Gedebage Kota Bandung

2.3 Dokumen Pengamatan

31
DOKUMEN PENGUKURAN FAKTOR FISIK
Penerangan
1. Apakah di tempat kerja penerangan alami/buatan?
2. apakah penerangan yang ada cukup dan merata?
3. apakah ada kesilauan?
4. Apakah ada kontras antara tempat kerja dan sekelilingnya?
5. Apakah ada bayangan di area tempat kerja?
6. Apakah cahaya terlalu suram/terang?
7. Apakah bekerja dalam waktu lama di depan computer?
8. Apakah ada jadwal pemeliharaan penerangan di tempat kerja?
9. apakah ada jadwal rutin pemeriksaan kesehatan untuk mata?
10. Apakah ada pemeriksaan awal untuk mata?
11. Apakah pernah erdapat kasus kecelakaan kerja akibat penerangan

kurang baik?

Kebisingan
1. apakah di tempat kerja kebisingan melebihi NAB?
2. Apakah di setiap area tempat kerja, kebisingannya sama atau berbeda?
3. apakah ada jadwal pemeliharaan alat/mesin di tempat kerja?
4. Apakah ada jadwal pemeriksaan kesehatan untuk telinga/
5. Apakah tenaga kerja menggunakan APD?
6. Apakah tenaga kerja terpapar 8 jam terhadap sumber bising/
7. apakah terdapat pemeriksaan awal kesehatan untuk pendengaran?

Iklim kerja
1. Apakah iklim kerja di tempat kerja termasuk iklim kerja panas / dingin?
2. Apakah ISBB di tempat kerja melebihi NAB?
3. Berapa lama tenaga kerja terpapar sumber panas?
4. Apakah tenaga kerja menggunakan APD?
5. Apakah ada jadwal pemeriksaan kesehatan untuk tenaga kerja?

DOKUMEN PENGAMATAN FAKTOR BIOLOGI

1.Apakah pernah terjadi penyakit-penyakit yang disebakan oleh

mikroorganisme, hewan maupun tumbuhan di perusahaan ini ?


2.Apakah pernah ada hewan yang ditemukan di lokasi kerja dan dirasakan

mengganggu ?
3.Pencegahan apa saja yang telah dilakukan perusahaan untuk mengatasi

hewan-hewan tersebut ?

32
4.Sejauh mana perusahaan mengetahui tentang pencegahan penyakit

menular melalui mahluk hidup ?


5.Terkait dengan penularan penyakit melalui udara, bagaimana perawatan

sistem sirkulasi di perusahaan ini ?


6.Apakah pernah terjadi keracunan makanan akibat pengolahan makanan

yang tidak bersih sehingga terinfeksi oleh bakteri ?


7.Bagaimana kondisi air minum diperusahaan ? Pernahkan terdapat kasus

akibat keracunan air minum ?


8.Bagaimana keadaan toilet di tempat kerja, berhubungan dengan

kemungkinan penyakit yang ada ?


9.Bagaimana keadaan lokasi kerja secara keseluruhan di perusahaan ?

DOKUMEN PENGAMATAN FAKTOR KIMIA

1. Apakah di pabrik PRIMARINDO ASIA INFRASTRUKTUR ini

menggunakan bahan kimia?


2. Adakah bahan kimia yang bersifat B3?
3. Pernahkah terjadi kejadian membahayakan yang disebabka oleh bahan kimia

tersebut?
4. Apakah semua bahan kimia di pabrik PRIMARINDO ASIA

INFRASTRUKTUR ini diberi label dan keterangan komposisi?

DOKUMEN PENGAMATAN FAKTOR SANITASI

1. Bagaimana pengadaan air bersih?


2. Bagaimana pengadaan air minum?
3. Bagaimana penampungan air buangan?
4. Bagaimana pembuangan sampah?
5. Bagaimana pengadaan makanan dan minuman di lingkungan kerja?
6. Bagaimana penanganan pembasmian serangga dan binatang pengerat?
7. Bagaimana penyediaan fasilitas kebersihan?
8. Bagaimana keadaan bangunan/gedung?

DOKUMEN PENGAMATAN FAKTOR K3

33
1. Apakah yang dilakukan petugas K3 dalam menerapkan prinsip K3 di

perusahaan?
2. Apakah program rutin yang dilakukan oleh petugas K3 terhadap karyawan di

perusahaan dalam menrapkan K3? (Seperti medical check up)


3. Apakah ada petugas K3 yang dibentuk di perusahaan?
4. Apakah kendala yang dihadapi petugas K3 selama ini?
5. Apakah program yang diadakan oleh petugas K3 sudah efektif dalam

menerapkan prinsip K3 di perusaan ini?


6. Apakah yang telah dicapai oleh perusahaan ini dalam mencapai penerapan

K3?
7. Apakah menurut anda penerapan K3 itu penting di setiap perusahaan ?

BAB III

HASIL PENGUKURAN DAN PENGAMATAN

3.1 Hasil Pengukuran dan Pengamatan di Perusahaan

3.1.1 Tabel Hasil pengukuran pencahayaan di lingkungan kerja

Nama Perusahaan : PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk

Tanggal : 01 Agustus 2016

Alamat : Jl. Raya Ranca Bolang No. 98 Gedebage-Bandung

Nama Alat : Lux Meter Light Meter

Merk/Buatan : Lutron

Model/Type : Lx-1108

Sumber Cahaya : Alami, Buatan, Alami + Buatan

Intensitas Penerangan Keterangan NAB HASIL


No Lokasi/kode lokasi (Lux)

Umum Lokal

34
Jam 300 kurang
88, 104, pemeriksaan
75, 89 15.40
Ruang Bahan Baku 89,93,76 (range : Cuaca cerah
1 (Range 76- 75-104)
93) Penerangan
(Rata- berasal dari
rata: 89) lampu dan
cahaya alami

180, Jam 300 kurang


248, pemeriksaan
232, 250 15.50
Ruang Cutting (Meja No. 145, 80,
118, 90 (range : Cuaca cerah
2 03)
(range: 80- 180-250)
145) Penerangan
(Rata- berasal dari
rata: lampu dan
227,75) cahaya alami

1013, Jam 200 cukup


268, pemeriksaan
250, 293 16.05
95, 37, 38 (range:
250- Cuaca cerah
3 Ruang Printing & Emboss (range : 37-
95) 1013) Penerangan
(rata- berasal dari
rata: lampu dan
456) cahaya alami

1322, Jam 200 cukup


971, pemeriksaan
170, 325 16.10
2325, 255 , (range :
Ruang Penjahitan 170- Cuaca cerah
4 345 (range :
(sewing) 1322)
255-2325) Penerangan
(Rata berasal dari
rata : lampu dan
697) cahaya alami

35
530, Jam 100 cukup
273, pemeriksaan
188, 306 16.20

Bagian (range : Cuaca cerah


assembling 188-530)
Penerangan
(rata-rata berasal dari
: 324, lampu dan
25) cahaya alami

Jam 100 cukup


238, pemeriksaan
258, 16.22
196, 964
Bagian (range : Cuaca cerah
cementing 196-964)
Penerangan
(rata rata berasal dari
185, 44, 56 : 414) lampu dan
Ruang (range : 44- cahaya alami
5 185)
Produksi Jam 100 cukup
139 316, pemeriksaan
302, 16.25
201, 251
Bagian (range : Cuaca cerah
penempelan 210-316)
Penerangan
(rata rata berasal dari
: 269,75) lampu dan
cahaya alami

391, Jam 100 cukup


370, pemeriksaan
328, 328 16.30

Bagian (range : Cuaca cerah


pencucian 328-391)
Penerangan
(rata berasal dari
rata: lampu dan
341,75) cahaya alami

Bagian 582, Jam 100 cukup


Packing 201, pemeriksaan
218, 205

36
16.35
(range : Cuaca cerah
201-582)
Penerangan
(rata-rata berasal dari
:301,5) lampu dan
cahaya alami

Jam 200 kurang


107, pemeriksaan
125, 16.40
38, 46, 48 103, 130
6 Ruang Keneder ( Range : Cuaca cerah
(range 38- 103-130)
48) Penerangan
(rata-rata berasal dari
: 116,25) lampu dan
cahaya alami

Jam 200 cukup


205, pemeriksaan
221, 16.43
40, 50, 48 230, 223
(range : Cuaca cerah
7 Ruang Press line (Range: 40-
50) 205-230)
Penerangan
(rata rata berasal dari
: 219,75) lampu dan
cahaya alami

Jam 200 cukup


330, pemeriksaan
352, 16.45
40, 55, 53 320, 312
(range : Cuaca cerah
8 Solder (Range : 40-
55) 312-352)
Penerangan
(rata-rata berasal dari
: 328,5) lampu dan
cahaya alami

3.1.2. Hasil Pengamatan Dan Wawancara Fisik Penerangan


 Apakah di tempat kerja penerangan alami/buatan?

37
Pada hasil pengamatan perusahaan ini menggunakan penerangan alami (cahaya
matahari) dan buatan (lampu)
 apakah penerangan yang ada cukup dan merata?
Pada hasil pengamatan, penerangan di perusahaan ini tidak merata karena hanya
sebagian ruangan yang terkena cahaya
 apakah ada kesilauan?
Menurut pegawai perusahaan tersebut, mengatakan penerangannya sudah cukup
baik, karena sampai saat ini tidak ada yang membahayakan bagi produksi maupun
kesehatan para pegawai
 Apakah ada jadwal pemeliharaan penerangan di tempat kerja?
Pada hasil pengamatan di perusahaan, ketika pada pagi sampai sore hari hanya
menggunakan cahaya matahari dan hanya beberapa bagian yang menggunakan
lampu.
 apakah ada jadwal rutin pemeriksaan kesehatan untuk mata?
Menurut pegawai perusahaan tersebut, tidak ada jadwal pemeriksaan kesehatan
untuk mata
 Apakah pernah terdapat kasus kecelakaan kerja akibat penerangan
kurang baik?
Menurut pegawai perusahan tidak pernah terjadi kecelakaan akibat kerja karena
penerangan yang kurang.

Gambar. Salah satu ruangan produksi yang menggunakan penerangan cahaya


alami

38
Gambar. Salah satu ruangan produksi yang menggunakan penerangan cahaya
alami dan buatan

Gambar. Salah satu ruangan produksi yang menggunakan pencahayaan cahaya


buatan

Pengendalian Potensi Bahaya yang sudah dilakukan oleh perusahaan

1. Memperkerjakan pekerja berusia muda untuk jenis pekerjaan teliti atau


malam hari
2. Perawatan dinding, langit-langit serta lampu dan perangkatnya
• Minimal 2 X dalam 1 tahun
• Kebersihan lampu dapat mempengaruhi intensitas hingga kira-kira
30 - 35%

3.2. Tabel hasil Pengukuran Kebisingan di Lingkungan Kerja

39
1. Alat : Sound Level Meter
2. Merk ; Lutron
3. Model : SL
4. Nomor Seri : 4011
No Lokasi Kebisingan Keterangan
1 R. bahan baku 55,9-68,8 dBA Jam 15.40
2 R. cutting mesin 75-85 dBA Jam 15.50
3 R. printing dan emboss 70-75 dBA Jam 16.05
4 R. sewing 75-78 dBA Jam 16.10
5 R. Assembling 74-82 dBA Jam 16.20
R. Cementing 74-76 dBA
R. Penempelan 73-75 dBA
R.Pencucian 74-76 dBA
(pembersihan sepatu)
R. Packing 76-78 dBA
6 R. Knedder 92-95 dBA Jam 16.45
7 R. Press line 82-85 dBA Jam 16.50
8 R. Solder dan trimming 86-91 dBA Jam 16.55

Dari hasil pengukuran kebisingan patut dicurigai di ruang knedder dan ruang
solder serta trimming melebihi NAB yaitu didapatkan hasil 92-95 dan 86-91.

3.2.1. Pengendalian Potensi Bahaya Bising yang Sudah Dilakukan oleh


Perusahaan
Pengendalian potensi bising yang sudah dilakukan perusahaan beberapa
diantaranya adalah pengendalian secara teknis dengan menggunakan APD berupa
ear plug dan ear muff, dan menghindari kebisingan yaitu setiap 15 menit pegawai
yang bekerja di ruang knedder keluar dari ruangan untuk menghindari kebisingan.
Pemakaian alat pelindung diri khususnya ear plug dan ear muff hanya digunakan
pada salah satu ruangan yang menimbulkan kebisingan tinggi yaitu pada ruang
knedder dan ruang solder serta trimming. Penggunaan ear muff dan ear plug tidak
dilakukan oleh beberapa pegawai terutama di ruang solder dan trimming
dikarenakan sudah menjadi kebiasaan sehingga pegawai tidak merasa terganggu
dengan bising yang didengar. Perusahaan juga telah melakukan pengendalian
secara administratif dengan cara melakukan shift kerja.

3.3 Tabel hasil Pengukuran Iklim di Lingkungan Kerja


1. Nama Alat : Heat Stress Area Monitor

40
2. Nama Perusahaan : PT Primaindo Asia infrastructure tbk.
3. Merk/Buatan : LSI
4. Tanggal : 1 Agustus 2016

5. Nomor Seri : HSAM 6/043/SMPL

Parameter Ket
No. Lokasi/Kode Lokasi
Ta (ºC) Tw (ºC) Tg (ºC) RH (%) ISBB (ºC)
1 Gudang bahan baku 30,8 23,9 31,5 51,9 26,1 03.45-03.49 (4’)
2 Ruang cutting 30,8 23,3 31,7 49,8 25,9 03.53-03.58(5’)
3 Ruang printing dan embos 31,6 24,1 32,2 48,3 26,5 04.00-04.05 (5’)
4 Ruang jahit dan sewing 31,1 24,2 31,9 49,3 26,6 04.11-04.15 (4’)
5 Ruang lasting 32,4 24,1 33 43,7 26,7 04.17-04.22 (5’)
6 Ruang asembling 31,4 23,6 32,3 45,1 26,2 04.25-04.29(4’)
7 Ruang finishing 30,8 23,1 32,1 49,3 25,9 04.31-04.35(4’)
8 Ruang press 31,3 23,5 32,6 45,1 26,1 04.38-04.41(3’)

3.3.1. Hasil Pengamatan Iklim Kerja di Lingkungan Kerja


1. Apakah iklim kerja di tempat kerja termasuk iklim panas atau dingin ?
Iklim kerja ditempat kerja termasuk iklim panas
2. Apakah ISBB melebihi dari batas NAB?
Untuk ruang bahan baku, ruang cutting, ruang printing, emboss, ruang jahit, ruang
sewing, urnag lasting, ruang assembling dan finishing termasuk kedalam aktifitas
sedang. Tidak melebihi NAB. Untuk aktifitas di ruang press melebihi NAB.
3. Berapa lama tenaga kerja terpapar sumber panas?
Tenaga kerja yang berada di ruang press terpapar panas selama 8 jam perhari.
4. Apakah semua tenaga kerja memakai APD?
Rata rata tenaga kerja tidak memakai APD
5. Bagaimana jadwal pemeriksaan kesehatan untuk tenaga kerja ?
Tidak ada jadwal pemeriksaan kesehatan di pabrik.

3.3.2. Pengendalian Iklim Kerja di Lingkungan Kerja yang telah dilakukan


Perusahaan.

1. Perusahaan telah memastikan bahwa pegawai terutama yang kerja di bagian


press untuk menggunakan APD untuk menghindari kontak langsung dengan

41
sumber panas seperti apron dan sarung tangan, namun kebanyakan setelah
diberikan kepada pegawai alat-alat tersebut hilang.
2. Perusahaan menyediakan minum kepada pegawai sehingga menghindari
pegawai atau pekerja dehidrasi
3. Pendingin ruangan tidak ada.
3.4. Hasil Pengamatan Faktor Biologi
Dari hasil wawancara dan pengamatan mengenai faktor biologi, didapatkan
bahwa pernah terjadi penyakit yang diakibatkan oleh faktor biologi, yaitu ISPA. ISPA
banyak terjadi pada pekerja yang bekerja di divisi sewing dan assemblyng sepatu, hal ini
dikarenakan sirkulasi pada lokasi tersebut tidak cukup baik, selain itu bau menyengat
juga menjadi faktor yang bisa mempengaruhi dan memperberat penyakit saluran
pernapasan pada pekerja. Beberapa tahun kebelakang banyak kucing liar yang berkeliaran
tetapi tidak sampai menimbulkan suatu penyakit, dan perusahaan menanggulanginya
dengan cara menangkap hewan hewan tersebut. Hal ini kemungkinan disebabkan karena
lokasi perusahaan yang dekat dengan pesawahan. ISPA yang sering terjadi belum dapat
dipastikan penyebabnya. Namun penularan ISPA antar pekerja tidak pernah terjadi karena
penggunaan APD.

Masalah keracunan makanan dan minuman ditemukan pada 20 tahun yang lalu,
saat itu pihak perusahaan memesan makanan dari luar yang menyebabkan 500
karyawannya mengalami keracunan. Sekarang perusahaan tidak memberikan fasilitas
makan siang di waktu istirahat tapi diberikan uang pengganti. Hal ini berpotensi untuk
menyebabkan penyakit saluran pencernaan akibat pengolahan makanan yang tidak
terjamin kebersihannya, namun hingga saat ini belum ada pegawai yang melaporkan
mengalami gangguan pencernaan akibat makanan yang dikonsumsinya. Sedangkan
kondisi air minum dirasakan kurang diperhatikan kebersihannya, yakni dengan
penggunaan air minum pada galon yang tidak dibersihkan dengan baik, galon yang sama
digunakan berulang ulang.

3. Penyediaan fasilitas toilet kurang, dari segi jumlah sudah mencukupi, tetapi
kebersihan belum terjaga dengan baik. Hal ini dapat meningkatkan potensi
infeksi saluran kemih dan penurunan higiene perorangan.

3.4.1. Pengendalian Potensi Bahaya Biologi Yang Sudah Dilakukan

42
Untuk mengendalikan hal tersebut perusahaan telah mencoba beberapa cara,
seperti menangkap kucing secara langsung, sejauh ini cara tersebut sudah berhasil dan
tidak terlihat lagi adanya kucing yang berkeliaran di dalam pabrik.

Pengendalian terhadap ISPA dan penyakit paru lainnya di perusahaan ini dirasa
sudah baik. Sirkulasi alami yang ada di setiap ruangan sudah baik dan pabrik pun
melakukan perawatan exhaust berkala setiap 1 minggu sekali, meskipun tidak semua
exhaust berfungsi dengan baik. Hal ini ditandai dengan adanya beberapa exhaust yang
tidak menyala dan tidak semua ruangan disertai dengan fasilitas exhaust, sehingga
memungkin tumbuhan lumut dan jamur dan berpotensi mengganggu kesehatan tenaga
kerja.

Gambar 1
Toilet Wanita

43
Gambar 2

Air di Toilet Wanita

Gambar 3
Sirkulasi Alami

44
Gambar 4

3.4.1. Hasil Pengamatan Sanitasi dan limbah di Lingkungan Kerja dan


Pengendalian yang Telah Dilakukan Perusahaan

a. Penyediaan Air Bersih

Air bersih didapatkan dari sumur bor.

Air bersih untuk kebutuhan industry


tidak berbau, berwarna, berasa.
Air bersih untuk kebutuhan kakus
tidak berbau, berwarna, berasa.

b. Pengadaan air minum


Air minum di perusahaan ini didapatkan dari air mineral dalam
hasil pengolahan sendiri di kawasan pabrik. Sumber air didapatkan dari air

45
gunung lalu dibawa dengan tangki ke ke kawasan pabrik untuk di olah
kembali dengan sistem filter dan ozonisasi lalu didistribusikan dalam
bentuk air galon ke masing masing ruangan.

c. Penampungan Air Buangan


Pada perusahaan ini, air buangan dari pabrik langsung dialirkan ke
sungai di belakang pabrik. Pihak pabrik mengklaim bahwa air buangan
yang langsung dialirkan ke sungai tidak memiliki zat-zat berbahaya bagi
kesehatan..

d. Pembuangan sampah
Perusahaan ini tidak mengolah sampah sendiri, namun bekerja
sama dengan pihak lain dalam pembuangannya yaitu dengan LPM
(lembaga pemberdayaan masyarakat). Setiap hari sampah akan diangkut
oleh pihak pabrik lalu diberikan ke pihak LPM. Saat ini pabrik hanya
memiliki tempat pengumpulan sampah sementara. Pengolahan sampah
dilakukan oleh pihak lain yaitu LPM.

e. Pengadaan makanan dan minuman di lingkungan kerja


Perusahaan tidak menyediakan kantin dan ruang makan bagi
tenaga kerjanya. Saat jam makan tiba, para tenaga kerja memilih untuk
makan di rumah masing-masing atau membeli makanan diluar kawasan
pabrik dan pabrik tidak memberikan uang makan. Perusahaan
menyediakan air mineral dalam kemasan galon di setiap ruangan
f. Pembasmian binatang
Pekerja pabrik menangkap kucing yang banyak menyebabkan
kotornya ruangan pabrik akibat kotoran kucing, dengan menangkap nya
lalu membuangnya ke area pasar sekitar pabrik namun penagngkapan tidak
secara periodik.
g. Pengadaan kakus di pabrik
Terdapat sekitar 48 wc untuk 1015 pegawai pabrik. Idealnya setiap
100 pegawai disediakan 6 wc.

h. Keadaan bangunan pabrik


Lantai, dinding, loteng dan atap berada dalam keadaan terpelihara
dan bersih Dinding tidak basah dan lembab. Tidak ada ruangan yang
memiliki lantai yang basah
i. Limbah

46
Limbah pabrik berupa sisa lem dan sisa bahan baku sepatu
dikumpuilkan oleh pabrik lalu akan diambil alih oleh LPM untuk diolah
kembali jika ada yang masih memiliki nilai ekonomis. Jadi pabrik tidak
ikut campur mengelola limbah.
3.5. Hasil Pengamatan K3

1. Yang dilakukan oleh bagian K3 ini masih berupa merekrut pekerja untuk
menjadi anggota asuransi kesehatan seperti BPJS (Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial) ketenagakerjaan.
2. Belum ada program rutin yang dilakukan oleh bagian K3, seperti medical
check up rutin. Pekerja hanya melakukan pemeriksaan apabila sedang
tidak sehat dan apabila terjadi kegawat daruratan seperti kecelakaan kerja.
3. Petugas K3 hanya ada 1 orang, namun tidak dalam keadaan aktif
4. Kendala yang dihadapai oleh bagian K3 adalah berupa kesadaran pekerja
yang masih belum menyadari pentingnya memakai APD (Alat Pelindung
Diri). Kadang-kadang mereka menganggap apabila memaki APD saat
bekerja, mereka menjadi tidak nyaman, contohnya seperti petugas sewing
merasa kegiatan mereka terganggu apabila memakai sarung tangan
sehigga pekerjaan mereka merasa tidak maksimal. Dan kurangnya biaya
yang dialokasikan untuk K3
5. Selama ini masih efektif, tetapi mungkin harus dibutuhkan bagian K3
khusus untuk kedepannya.
6. Pencapaian khusus untuk bagian K3 secara resmi belum ada. Tetapi dari
hasil wawancara petugas K3 dan pegawai sangat jarang sekali terjadi
keadaan kecelakaan kerja..
7. K3 sangat penting diterapkan di perusahaan karena mempunyai tujuan
akhir berupa mencapai produktivitas yang maksimal dengan tenaga kerja
serta lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

47
Gambar persediaan air gallon pada setiap ruangan

Gambar mesin pengolahan air

48
Gambar tumpukan limbah padat

Gambar tumpukan sampah

49
Gambar kaskus ruangan produksi

Gambaran salah satu bangunan di perusahaan

50
BAB IV
PEMBAHASAN DAN PEMECAHAN MASALAH

4.1 Pembahasan dan Pemecahan Masalah Kebisingan di Lingkungan


Kerja
Berdasarkan hasil pengukuran kebisingan patut dicurigai di ruang knedder
dan ruang solder serta trimming melebihi NAB yaitu didapatkan hasil 92-95 dB
dan 86-91 dB. Tentunya hal ini berperngaruh buruk terhadap pendengaran para
pekerja. Meskipun beberapa di antara pekerja sudah menjadi terbiasa dengan
paparan kebisingan ini, tetapi perlu dilakukan intervensi untuk menjaga kesehatan
pendengaran para pekerja sehingga diharapkan efek jangka panjang dari paparan
ini tidak mengakibatkan penurunan kemampuan mendengar secara signifikan di
kemudian hari.
Beberapa alternatif dalam upaya mengurangi kebisingan di ruangan
tersebut antara lain perawatan mesin dan alat secara periodik dalam hal
meminimalisir gesekan ataupun getaran yang dihasilkan sumber suara bising,
pengendalian secara medis dengan pemeriksaan audiometri secara
berkesinambungan, dan juga dengan peningkatan disiplin kerja di tempat bising
terkait adanya APD yang tidak digunakan oleh para pekerja.

4.2 Pembahasan dan Pemecahan Masalah Pencahayaan di Lingkungan


Kerja
Berdasarkan hasil pengamatan faktor fisik pencahayaan di perusahaan ini
cukup bagus serta tidak adanya keluhan yang berat dari pekerja mengenai
kecelakaan kerja yang dialami karena pencahayaan yang kurang. Terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi pencahayaan didalam ruangan produksi
diantaranya cahaya alami yang masuk kedalam ruangan saat kami lihat sedang
cerah. Intensitas cahaya yang berasal dari matahari menimbulkan adanya
bayangan di sekitar tempat kerja, sehingga masih terdapat beberapa spot yang
gelap, sementara ruang lingkup area kerja mendapat pencahayaan yang sudah
baik.

51
Permasalahan Upaya Pemecahan Masalah

Cahaya yang masuk kedalam tempat Melihat prioritas mana yang lebih mebutuhkan
pekerja tidak merata cahaya lebih banyak karena cuaca tidak dapat
dijadikan acuan untuk memberikan penerangan
yang cukup untuk para pekerja

52
4.3 Pembahasan dan Pemecahan Masalah Iklim Kerja
Permasalahan di ruang produksi yaitu sebagai berikut:
Permasalahan Upaya Pemecahan Masalah
ISBB pada bagian press melebihi ISBB yang Mengurangi jam kerja dan menambah shift pegawai
telah ditentukan.

4.4 Pembahasan dan Pemecahan Masalah Bahan Kimia di Lingkungan


Kerja
Pengelolaan bahan kimia pada umumnya sudah baik. Pada umumnya para
pekerja sudah mengetahui apa yang harus dilakukan agar terhindar dari bahan
kimia berbahaya dan juga cara penanggulangannya, ditunjang dengan adanya
pengurus bidang kimia sehingga diharapkan dapat menunjang keselamatan serta
kesehatan pekerja dan lingkungannya. Meskipun demikian ada beberapa hal yang
perlu diperhatikan, antara lain:

Permasalahan Upaya Pemecahan Masalah

Debu yang jarang dibersihkan Good housekeeping dengan pembersihan


secara rutin setelah selesai bekerja.

Bau menyengat yang berasal dari bahan Isolasi: penutupan wadah berisi cairan
pewarna sablon dan juga perekat menyengat setiap sehabis digunakan

APD: masker berfilter

Bahan pewarna sablon yang tidak Substitusi: mengganti dengan bahan yang
diketahui kandungannya berlabel

Sarung tangan kain Subtitusi: mengganti dengan sarung tangan


karet

4.5 Pembahasan dan Pemecahan Masalah Bahan Kimia di Lingkungan


Kerja

Permasalahan Upaya Pemecahan Masalah

 Sering terjadi ISPA namun ISPA yang mempunyai dokter perusahaan untuk

53
sering terjadi belum dapat dipastikan memecahkan kasus yang terjadi di
penyebabnya perusahaan.
 Pihak perusahaan memesan makanan dari Mempunyai kantin sendiri agar kualitas
luar yang menyebabkan 500 karyawannya makanan untuk pekerja lebih terjamin.
mengalami keracunan. Membersihkan dan mengganti gallon air
 Kondisi air minum dirasakan kurang minum setiap hari jika digunakan
diperhatikan kebersihannya, yakni dengan berulang kali dapat menyebabkan
penggunaan air minum pada galon yang penyakit pada saluran pencernaan seperti
tidak dibersihkan dengan baik, galon yang diare.
sama digunakan berulang ulang.

4.6 Pembahasan dan Pemecahan Masalah Sanitasi dan Limbah

 Perusahaan tidak menyediakan kantin dan  menyediakan kantin untuk tenaga


ruang makan bagi tenaga kerjanya. kerja.
 Terdapat sekitar 48 wc untuk 1015 pegawai  Menambahkan jumlah jamban
pabrik. Idealnya setiap 100 pegawai disediakan perusahaan
6 wc

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
A. Dari hasil pengukuran yang telah kami lakukan dapat diketahui bahwa

tingkat kebisingan di perusahaan ini patut dicurigai adanya ruangan yang

nilainya melebihi NAB yaitu ruangan knedder dan ruangan solder serta

trimming

54
B. Dari hasil pengukuran yang telah kami lakukan dapat diketahui bahwa

pencahayaan pada beberapa ruangan cukup baik, namun patut dicurigai

adanya ruangan yang nilainya kurang dari NAB yaitu ruang bahan baku,

cutting, dan knedder.


C. Dari hasil pengukuran yang telah kami lakukan dapat diketahui bahwa nilai

ISBB pada sebagian besar tidak melebihi NAB, namun patut dicurigai

adanya nilai ISBB yang melebihi NAB yaitu ruangan press.


D. Pengendalian faktor kimia di PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk sudah

cukup baik
E. Pengendalian faktor biologi di PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk sudah

cukup baik
F. Perusahaan PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk sudah memiliki tingkat

sanitasi yang cukup baik


G. Perusahaan PT. Primarindo Asia Infrastructure Tbk sudah memiliki klinik

namun saat ini tidak berfungsi dikarenakan tidak adanya petugas kesehatan

yang bekerja di perusahaan. Perusahaan sudah memiliki petugas K3 namun

hanya berjumlah satu orang dan dalam keadaan tidak aktif

5.2 Saran
a. Dilakukan penyuluhan mengenai bahaya bagi kesehatan yang ditimbulkan

dari tingkat kebisingan yang tinggi. Meningkatkan kesadaran pegawai

terhadap penggunaan APD pada bagian trimming dan solder seperti

penggunaan ear plug dan ear muff. Dilakukan pemeriksaan kesehatan

telinga secara berkala pada pegawai yang memiliki tingkat kebisingan lebih

tinggi.
b. Dilakukan peningkatan perawatan dinding, langit-langit serta lampu dan

perangkatnya. Dilakukan pemeriksaan mata secara berkala pada pegawai

dengan ruangan yang intensitas cahayanya kurang.

55
c. Merekrut tenaga kesehatan sehingga klinik yang sudah ada dapat

difungsikan kembali. Menambah tim K3 khusus sehingga dapat membentuk

program-program yang bertujuan untuk meningkatkan K3 di kalangan para

pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Aztanti,SR. Higiene Peraturan Perundang-undangan Berkaitan dengan


Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Modul Pelatihan Hiperkes Bagi
Dokter/Dokter Perusahaan 2014.
Cristian dermawan dan lestari puspakes uma. 1991.Teknik Pencahayaan
dan tata letak lampu .jilid 1 .PT. Gramedia mediasarana Indonesia : Jakarta

Peraturan Mentri (Permen) Perburuhan No. 7 Tahun 1964

Standar Pengukuran intensitas perorangan di tempat kerja. 1996. Pusat


hiperkes Keselamatan kesehatan kerja dan badan perencanaan dan pengembangan
Depnaker

A.M Sugeng, dkk. 2009. Hiperkes & KK. Semarang: badan Penerbit
Universitas Diponegoro Semarang.

Anonim. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja Sarana untuk


Produktivitas. International Labour Organization, Indonesia.
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/---asia/---ro-bangkok/---ilo-
jakarta/documents/publication/wcms_237650.pdf di akses jam 15.41 tanggal 3
oktober 2015.

Corie, I.P.2005.Pengaruh kualitas udara dalam ruangan ber-AC


terhadap gangguan kesehatan.Jurnal Kesehatan Lingkungan 2(1):160-169.

56
Ekowati, A.D. 2009. Upaya pengendalian factor bahaya biologi di instalasi
rawat inap I bagian penyakit dalam RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Thesis.
Universitas Negeri Sebelas Maret.

Fitria, L.2008. Kualitas Udara dalam Ruang Perpustakaan Universitas X


ditinjau dari Kualitas Biologi, Fisik dan Kimiawi.Makara Kesehatan 2(12):77-
83.

Jeyaratnam, J. dan D. Koh. 1996. Buku Ajar Praktik Kedokteran


Indonesia. Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Kepmenkes RI, 2007. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit. Jakarta,


Menkes.

Lindell, M. K., C. Prater, dan R. W. Perry. 2007. Wiley Pathways


Introduction to Emergency Management. John Wiley and Sons, Inc., Hoboken.

Lay, Bibiana. W, dan Hastowo Sugoyo 1992. MIKROBIOLOGI. Jakarta :


CV Rajawali.

Newman-Martin, G. (2012). Biological Hazards. In HaSPA (Health and Safety


Professionals Alliance), The Core Body of Knowledge for Generalist OHS Professionals.
Tullamarine, VIC. Safety Institute of Australia

Nusa I. S., R. Marsidi. 2005. Mikroorganisme Patogen dan Parasit di


dalam Air Limbah Domestik serta Alternatif Teknologi Pengolahan. JAI. 1(1) :
65-81.

Pedoman Klinik Di Tempat Kerja Perusahaan, Direktorat Bina Kesehatan


Kerja Departemen Kesehatan tahun: 2009.

Ryan KJ; Ray CG (editors) (2004). Sherris Medical Microbiology.


McGraw Hill

57
Rikawati, et al.,2013. Analisis Faktor Bahaya Lingkungan Kerja
Biologis,Ergonomi dan Psikologis Pada Proses Pembuatan Produk Minuman “Teh
Botol Sosro” di PT Sinar Sosro. Paper Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Jember.

Romy W., Purnamasari I. 2012. Gambaran Pengetahuan Ibu Hamil tentang


Manfaat Imunisasi Toxsoid di Desa Tambusai Tengah Wilayah Kerja Puskesmas
Tambusai Kabupaten Rokan Hulu. Jurnal Ilmiah Kebidanan. 3(2):89-99

Rusli Mustar.2008. Pengaruh Kebisingan Dan Getaran Terhadap


Perubahan Tekanan Darah Masyarakat Yang Tinggal Di Pinggiran Rel Kereta Api
Lingkungan Xiv Kelurahan Tegal Sari Kecamatan Medan Denai Tahun
2008.Managemen Kesehatan Lingkungan Industri.USU, Sumatera Utara

Safe Work Australia. 2011. National Hazard Exposure Worker


Surveillance: Exposure to Biological Hazards and The Provision of Controls
Against Biological Hazard in Australian Workplaces.
(http://www.safeworkaustralia.gov.au/swa/AboutUs/Publications/2008ResearchRe
ports.htm). Diakses 3 Oktober 2015.

Suma’mur (1993). HIgiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: Haji


Masagung

Sutaryono. 2002. Hubungan antara tekanan panas, kebisingan dan


penerangan dengan kelelahan pada tenaga kerja di PT. Aneka Adho Logam Karya
Ceper klaten, Skripsi. Semarang : UNDIP

Staf pengajar FKUI. 1994. Mikrobiologi Kedokteran. Binarupa Aksara:


Jakarta

Wheller dan Volk. 1990. Mikrobiologi Dasar Edisi Kelima Jilid 2.


Jakarta : P.T. Gelora Aksara Pratama

58
59

Anda mungkin juga menyukai