Anda di halaman 1dari 90

MODUL PEMBINAAN

CALON AHLI KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UMUM


(AK3U)

Pengawasan Norma
Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
Pengawasan Norma
Kerja (SMK3)
Kesehatan Kerja

DIREKTORAT PENGAWASAN NORMA KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


DIREKTORAT JENDERAL PEMBINAAN PENGAWASAN KETENAGAKERJAAN DAN K3
KEMENTERIAN KETENAGAKERJAAN REPUBLIK INDONESIA
1
TAHUN 2015
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 1


BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................... 2
B. Tujuan Pembelajaran .......................................................................... 3
C. Ruang Lingkup .................................................................................... 3

BAB II. POKOK BAHASAN

A. Dasar-Dasar Kesehatan Kerja dan Peraturan Perundang-Undangan


di BidangKesehatan Kerja................................................................... 4
B. Pelayanan Kesehatan Kerja ................................................................. 14
C. Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja ............................................... 26
D. Penyakit Akibat Kerja ........................................................................... 32
E. Gizi Kerja dan Penyelenggaraan Makanan Bagi Tenaga Kerja ........... 43
F. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di Tempat Kerja ......... 49
G. Pencegahan Penyakit Di Tempat Kerja. 57
1. Program Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan
Peredaran Gelap Narkotika, Psokotropika dan Bahan Adiktif
Lainnya . 57
2. Program Pencegahan dan Penanggulangan Tuberculosis
di Tempat Kerja ... 68
3. Program Pencegahan dan Penanggulangan Pandemi Influenza
di Tempat Kerja 71

BAB III. PENUTUP............................................................................................. 57


DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 58
LAMPIRAN

0
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG.

Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan merupakan hak bagi tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
dan produktivitas nasional. Dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
tersebut diharapkan akan lebih menjamin kondisi lingkungan kerja yang aman dan
tenaga kerjaselalu dalam keadaan sehat, selamat dan sejahtera sehingga pada
akhirnya dapat mencapai suatu tingkat produktivitas kerja yang tinggi. Untuk
mencapai kondisi tersebut maka diperlukan upaya kesehatan kerja.

Upaya kesehatan kerja perlu dilaksanakan karena di tempat kerja terdapat faktor-
faktor risiko bahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) Undang Undang No.1 Tahun
1970, bahwa pengurus perusahaan wajib untuk melaksanakan syarat-syarat
keselamatan kerja, dimana terdapat lebih dari 50 % merupakan syarat-syarat
kesehatan kerja. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja tersebut.

Kondisi di masyarakat pelaku di tempat kerja baik pekerja maupun pengusaha


masih banyak yang belum menyadari dan memahami adanya sumber-sumber
bahaya di tempat kerja dan peraturan perundangan bidang kesehatan kerja,
sehingga masih banyak perusahaan yang belum menerapkan upaya kesehatan kerja
sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

Untuk meningkatkan penerapan peraturan perundangan di bidang kesehatan


kerja sebagai bagian dari keselamatan dan kesehatan kerja (K3), diperlukan
pembinaan dan pengawasan yang lebih intensif bagi ahli K3. Untuk memperluas
jangkauan pengawasan oleh pegawai pengawas yang jumlahnya terbatas diperlukan

1
peningkatan jumlah ahli K3 melalui pembinaan calon Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.

B. TUJUAN PEMBELAJARAN

1. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat memahami dan


menerapkan K3 bidang Kesehatan Kerja.

2. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan dapat mengetahui dan


menjelaskan:

a. Latar belakang pengawasan norma kesehatan kerja


b. Dasar-dasar kesehatan kerja dan peraturan perundangan bidang kesehatan
kerja
c. Ruang lingkup pengawasan norma kesehatan kerja
d. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja (PKK)
e. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
f. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
g. Gizi Kerja dan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja
h. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja
i. Pencegahan penyakit di tempat kerja

C. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup pembahasan mata pelajaran ini meliputi :


1. Dasar-dasar kesehatan kerja dan peraturan perundangan norma kesehatan kerja
2. Pelayanan Kesehatan Kerja (PKK)
3. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
4. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
5. Gizi kerja dan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja
6. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja
7. Pencehagan penyakit di tempat kerja

2
BAB II
POKOK BAHASAN

A. DASAR-DASAR KESEHATAN KERJA DAN PERATURAN PERUNDANGAN


KESEHATAN KERJA.

1. PENGERTIAN KESEHATAN KERJA

Menurut Joint ILO/WHO Committee on Occupational Health tahun 1995


pengertian kesehatan kerja adalah :
"Kesehatankerjabertujuanpadapromosidanpemeliharaanderajatyangsetinggi-
tingginyadarikesehatanfisik,mentaldansosialdaripekerjapadasemuapekerjaan;
pencegahangangguankesehatanpadapekerjayangdisebabkanolehkondisikerja
mereka; perlindunganpekerja dalam pekerjaan mereka dariresikoakibatfaktor-
faktoryangmengganggukesehatan;
penempatandanpemeliharaanpekerjadalamsuatulingkungankerja yangsesuai
dengan
kemampuanfisikdanpsikologisnya;dansebagaikesimpulan,penyesuaianpekerjaan,
terhadap manusiadansetiapmanusia terhadap pekerjaannya.
Fokusutamadarikesehatan
kerjaterletakpadatigaobyekyangberbeda:(i)pemeliharaandanpromosikesehatan
kerjadankapasitaskerja;(ii)perbaikanlingkungankerjadanpekerjaansehingga
kondusif
terhadapkeselamatandankesehatan;(iii)pengembanganorganisasidanbudaya
kerjadalamarahyangmendukungkesehatandankeselamatankerjadandalam
pelaksanaannya. Jugamempromosikaniklimsosialyangpositif dan
operasiyanglancar dan dapat meningkatkanproduktivitasperusahaan.Konsep dari
budayakerjadalamkonteks ini adalahrefleksidarisistem-
sistemnilaiyangessensialyang diterapkan dalamperusahaan.
Budayatersebuttercermindalamprakteksistemmanajemen,kebijakanpersonalia,
prinsip-prinsip partisipasi,kebijakanpelatihandanmanajemenmutu dari
perusahaan".

3
Berdasarkan paradigma baru diatas, di dunia international telah
dikembangkan beberapa sistem manajemen seperti Sistem Manajemen Mutu
(ISO 9000), Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14000) dan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Upaya kesehatan kerja mempunyai tujuan utama menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Dalam hal tujuan utama tersebut terdapat korelasi yang
erat antara derajat kesehatan tenaga kerja dengan produktivitas kerja. Apabila
tenaga kerja bekerja dengan beban pekerjaan yang dilakukan dengan cara dan
dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja serta
dengan derajat kesehatan tenaga kerja yang baik akan dicapai efesiensi kerja dan
produktivitas kerja yang optimal.
Dalam usaha mencapai tujuan kesehatan tenaga kerja guna mendapatkan
tenaga kerja yang produktif dan mempunyai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya perlu dilaksanakan berbagai upaya antara lain melalui penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja.

2. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KESEHATAN DAN


PRODUKTIVITAS PEKERJA.
Agar seorang pekerja dapat terjamin keadaan kesehatan dan produktivitas
pekerja yang setinggi-tingginya, maka perlu adanya keseimbangan yang serasi
diantara faktor-faktor:
a. Beban kerja.
b. Beban tambahan dari lingkungan kerja.
c. Kapasitas kerja.

a. Beban kerja:
Setiap pekerjaan merupakan beban dari pelakunya. Beban kerja tersebut
antara lain:
- Beban fisik; seperti pada mengangkat, memikul, menempa (pandai besi)
dan lain-lain.
- Beban mental; seperti pada manajer, pengusaha dan lain-lain.
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungannya dengan beban kerja. Pada umumnya mereka hanya mampu
memikul beban sampai batas tertentu, efisiensi dan produktivitas kerja

4
sangat ditentukan oleh tingkat beban optimal seorang tenaga kerja. Untuk
mendapatkan tingkat yang optimal, perlu menempatkan tenaga kerja pada
pekerjaan yang tepat. Tepat atau tidaknya suatu penempatan ditentukan
oleh faktor-faktor yang ada pada tenaga kerja seperti bakat, kecocokan,
pengalaman pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya.
b. Beban tambahan dari lingkungan kerja :
Suatu pekerjaan pada umumnya dilakukan dalam suatu lingkungan atau
keadaan yang dapat memberikan beban tambahan pada jasmani atau rohani
tenaga kerja. Secara garis besar faktor-faktor lingkungan kerja yang dapat
mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah:
- Faktorfisikdapatberupa; kebisingan, suhu/iklim, radiasi, tekanan
udara, penerangan, getaran.
- Faktorkimiaberupa: gas dan uap, partikel / aerosol, debu, kabut, asap,
cairan, dll
- Faktor biologi dapat berupa; bakteri, virus, jamur, cacing, parasit, dll
- Faktor fisiologi ( Ergonomi )
- yaitu faktor yang mempengaruhi keserasian antara tenaga kerja dan
pekerjaannya (kontruksi mesin, sikap kerja dan cara kerja). Ketidak
serasian dari faktor di atas dapat menimbulkan kecelakaan kerja, sakit otot,
sakit pinggang, cedera punggung dan lain-lain.
- Faktor psikososial berupa :
Hubungan kerja yang kurang baik, sifat pekerjaan yang monoton, tak
sesuai bakat, kesejahteraan yang kurang dan lain-lain. Faktor ini selain
akan menurunkan produktivitas, juga dapat menimbulkan penyakit-penyakit
psikosomatik.

c. Kapasitas kerja:
Kapasitas kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh :
- ketrampilan
- kesegaran jasmani
- keadaan kesehatan
- tingkat gizi
- jenis kelamin
- umur

5
- ukuran-ukuran tubuh (antropometri).
Kapasitas kerja akan maksimal, apabila seluruh faktor-faktor diatas dalam
keadaan optimal dan serasi dengan pekerjaan yang dihadapi. untuk itu perlu
pembinaan terus menerus, untuk meningkatkan ketrampilan dan tingkat
kesehatan tenaga kerja.
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan para
pekerja dan selalu dalam keadaan sehat dan produktif perlu dilakukan upaya-
upaya kesehatan kerja yaitu :
a. Optimalisasi beban kerja.
b. Pengendalian lingkungan kerja :
c. Peningkatan kapasitas kerja

3. PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN NORMAKESEHATAN KERJA


Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan bidang kesehatan kerja
antara lain:

UNDANG-UNDANG
1. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan International Nomor 120 Mengenai Higiene Dalam
Perniagaan dan Kantor-kantor.
Undang-undang ini menjelaskan bahwa dalam Konvensi No. 120 secara
garis besar mengatur kebersihan, ventilasi, suhu, penerangan, persediaan air
minum, kakus, tempat mencuci, tempat tukar pakaian dalam tempat kerja.
Selanjutnya Konvensi ini hendak melindungi pekerja terhadap bahaya getaran
dan sebagainya.
Setiap badan, lembaga atau dinas pemberi jasa atau bagiannya yang
tunduk kepada konvensi ini, dengan memperhatikan besarnya dan
kemungkinan bahaya yang akan terjadi, maka harus melaksanakan P3K di
tempat kerja.

2. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan Bab III pasal 3 dalam
peraturan perundangan ini menunjukan bahwa lebih dari 50% dari syarat-
syarat tersebut adalah syarat-syarat kesehatan kerja, yaitu :
a. memberi pertolongan pada kecelakaan;

6
b. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
c. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran;
d. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;
e. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
f. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
g. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
h. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
i. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara
dan proses kerjanya.

Di dalam pasal 8 menyebutkan kewajiban pengusaha untuk :


a. Memeriksakan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik dari
tenaga kerja yang akan diterimanya maupun yang akan dipindahkan,
sesuai dengan sifat pekerjaan yang akan diberikan kepadanya ;
b. Memeriksakan kesehatan dari semua tenaga kerja yang berada di bawah
pimpinannya secara berkala pada dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan
dibenarkan oleh Direktur.

PelaksanaanProgram Jaminan Sosial Tenaga Kerja terkait dengan


penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja terutama program jaminan
kecelakaan kerja dan jaminan pemeliharaan kesehatan tenaga kerja.

3. Undang-undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.


Di dalam undang-undang pada pasal 86 ini mengatur hak pekerja/buruh
untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas
kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Selain itu di dalam pasal 87 mengatur kewajiban setiap perusahaan
menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang
terintegrasi dengan sistem manajemen perusahaan.

KEPUTUSAN PRESIDEN

7
1. Keputusan Presiden RI. Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang
Timbul Karena Hubungan Kerja.

Di dalam Keputusan Presiden ini diatur mengenai penyakit-penyakit


yang timbul karena hubungan kerja yaitu penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Setiap pekerja yang menderita penyakit
yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapatkan Jaminan
Kecelakaan Kerja baik saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah
hubungan kerja berakhir apabila penyakit tersebut timbul dalam waktu
paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak hubungan kerja tersebut berakhir.

PERATURAN MENTERI

1. Peraturan Menteri Perburuhan (PMP) No. 7 tahun 1964 tentang Syarat


Kesehatan, Kebersihan, Serta Penerangan Dalam Tempat Kerja.

Di dalam Peraturan ini memuat ketentuan-ketentuan antara lain tentang :

Menghindarkan bahaya keracunan,


Penularan penyakit, atau timbulnya penyakit
Memajukan kebersihan dan ketertiban
Mendapat suhu yang layak dan peredaran udara yang cukup
Menghindarkan gangguan debu, gas, uap dan bauan yang tidak
menyenangkan,
Penanggulangan sampah
Persyaratan kakus (WC)
Kebutuhan loker ( tempat penyimpanan pakaian)
dll.

2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor


Per-01/Men/1976 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan,
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter Perusahaan.

Kewajiban dari perusahaan untuk mengirimkan setiap dokter


perusahaannya untuk mendapatkan latihan dalam bidang Hiperkes.

8
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-
01/Men/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan,
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis
Perusahaan

Setiap perusahaan yang mempekerjakan tenaga paramedis


diwajibkan untuk mengirimkan tenaga kerja tersebut untuk mendapatkan
latihan Hiperkes.

4. Permenaker No. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga


Kerja dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.

Memuat ketentuan dan tujuan mengenai pemeriksaan kesehatan


tenaga kerja awal (sebelum kerja), berkala (periodik) dan khusus.

5. Permenakertrans No. Per. 01/Men/1981 tentang Kewajiban Melapor


Penyakit Akibat Kerja

Penyakit akibat kerja harus dilaporkan secara tertulis


Paling lama 2 x 24 jam
Melakukan usaha-usaha preventif
Menyediakan alat pelindung diri.

6. Permennakertrnas No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan


Kerja.
Dalam Peraturan Menteri ini dinyatakan bahwa setiap tenaga kerja
berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan kerja. Pengurus wajib
memberikan pelayanan kesehatan kerja terhadap tenaga
kerjanya.Pelayanan kesehatan kerja dapat dilaksanakan dengan cara
menyediakan pelayanan kesehatan sendiri di perusahaan (misalnya rumah
sakit atau klinik perusahaan) dan dapat dilaksanakan dengan cara kerja
sama dengan unit pelayanan kesehatan di luar perusahaan (misalnya
rumah sakit pemerintah atau swasta, puskesmas, klinik swasta) dengan
syarat minimal sudah memiliki dokter dan paramedis yang telah memiliki
kompetensi di bidang kesehatan kerja.

9
7. Permennakertrans No. Per. 11/Men/2005 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di
Tempat Kerja.
Peraturan Menteri ini ini mengatur tentang Kewajiban
pengusaha/Pengurus untuk melaksanakan program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
di tempat kerja.
8. Permennakertrans No. Per. 25/Men/2008 tentang Pedoman Diagnosis
dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
Peraturan Menteri ini mengatur tentang pedoman untuk dapat
mendiagnosis penyakit akibat kerja dan untuk menilai kecacatan karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yang dibagi dalam bidang-bidang
disiplin ilmu kedokteran sehingga lebih mudah untuk diikuti dan digunakan
oleh berbagai pihak terutama dokter yang mengobati dan merawat tenaga
kerja.

9. Permennakertrans No. Per. 15/Men/2008 tentang Pertolongan pertama


Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
Peraturan Menteri ini diatur ketentuan mengenai kewajiban pengusaha
untuk menyediakan petugas P3K di tempat kerja dan fasilitas P3K di
tempat kerja. Pengurus wajib melaksanakan Pertolongan Pertama Pada
Kecelakaan (P3K) di tempat kerja.

Terkait dengan pengaturan P3K di tempat kerja diatur Petunjuk


Pelaksanaan tentang Pedoman Pelatihan dan Pemberian Lisensi Petugas
P3K di Tempat Kerja dengan Kepdirjen Pembinaan Pengawasan No.
53/DJPPK/VIII/2009.

KEPUTUSAN MENTERI

1. Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 333 Tahun 1989 Tentang


Diagnosa dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja
Diagnosa penyakit akibat kerja dapat ditemukan atau didiagnosa
sewaktu melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan sewaktu

10
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat kerja
didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.

2. Kepmennakertrans No. Kep. 68/Men/IV/2004 tentang Pencegahan dan


Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.
Pengusaha wajib melakukan upaya pencegahan dan penanggulangan
HIV/AIDS di tempat kerja, dengan melaksanakaan :

a. mengembangkan kebijakan
b. mengkomunikasikan kebijakan
c. memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari
tindak dan perlakukan diskriminatif, dan
d. Menerapkan prosedur K3 khusus.
Pengusaha dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan sebagai
prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh
atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.

Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja /buruh atas dasar
kesukarelaan dengan persetujuan tertu;is dari pekerja /buruh yang
bersangkutan.

SURAT EDARAN DAN INSTRUKSI MENTERI

1. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. SE.01/Men/1979 tentang


Pengadaan Kantin dan Ruang Makan .

Surat Edaran ini berisi anjuran kepada semua perusahaan untuk :

Menyediakan ruang makan untuk perusahaan yang mempekerjakan


buruh antara 50 200 orang.
Menyediakan kantin untuk perusahaan yang mempekerjakan lebih dari
200
Mengacu pelaksanaannnya dengan PMP No. 7 tahun 1964 khususnya
yang termaktub dalam pasal 8.

2. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 07/BW/1997 tentang Pengujian


Hepatitis B Dalam Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja

11
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
tidak boleh digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga
kerja.

3. Surat Edaran Dirjen Binawas No. SE. 86/BW/89 tentang Perusahaan


Catering Yang Mengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.

Surat Edaran ini mengatur kewajiban perusahaan catering yang


mengelola makanan bagi tenaga kerja untuk :
Mendapat rekomendasi dari Kandepnaker setempat dalam hal ini
adalah Dinas Tenaga Kerja.
Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan kesehatan, hygiene
dan sanitasi

4. SE 280/2010 tentang Pandemi Influenza

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BINWASNAKER


1. Kepdirjen PPK No. 20/DJPPK/2005 tentang Petunjuk Pelaksaan
Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja

2. Kepdirjen PPK No. 22/DJPPK/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan


Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja

3. Kepdirjen No. 44/DJPPK/2012 tentang Pedoman Pemberian Pengharaan


Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV-AIDS di Tempat Kerja

4. OBYEK PENGAWASAN NORMA KESEHATAN KERJA


Pengawasan Kesehatan Kerja adalah serangkaian kegiatan pengawasan
dari semua tindakan yang dilakukan oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan
atas pemenuhan pelaksanaan peraturan perundang-undangan atas objek
pengawasan kesehatan kerja.
Sedangkan objek pengawasan kesehatan kerja, yang harus diperhatikan
dan selalu dilakukan pembinaan dan pengawasan adalah:
a. Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja.
b. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan diagnosis penyakit akibat kerja

12
c. Pelaksanaan P3K di tempat kerja yang meliputi Personil dan Fasilitas P3K
di tempat kerja.
d. Gizi kerja dan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja (kantin dan
perusahaan katering pengelola makanan bagi tenaga kerja).
e. Personil bidang kesehatan kerja (dokter perusahaan, dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja, paramedis perusahaan, petugas dan pengelola
perusahaan katering bagi tenaga kerja, petugas P3K)
f. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit di tempat kerja (HIV -
AIDS dan P4GN).

B. PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

Pelayanan Kesehatan Kerja merupakan bagian penting dalam pelaksanaan


kesehatan kerja yang merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja di perusahaan memberikan pengaruh
terhadap aspek ekonomi dan sosial antara lain yaitu produktivitas dan kesejahteraan.
Sesuaidengan Permenakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja, menyatakan bahwa Pelayanan Kesehatan Kerja adalah suatu
usaha kesehatan yang dilaksanakan dengan tujuan :
a. Memberikan bantuan terhadap tenaga kerja dalam penyesuaian diri baik fisik
maupun mental terutama dalam penyesuaian dengan pekerjaannya
b. Melindungi tenaga kerja terhadap setiap gangguan kesehatan yang timbul dari
pekerjaan atau lingkungan kerjanya
c. Meningkatkan kesehatan badan, kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja
d. Memberikan pengobatan, perawatan dan rehabilitasi terhadap tenaga kerja yang
menderita sakit.
Ruang lingkup Pelayanan Kesehatan Kerja tersebut di atas selaras dengan
kesehatan kerja menurut Joint committee ILO - WHO tahun 1995, yaitu : Promosi
dan pemeliharaan derajat yang setinggi-tingginya dari kesehatan fisik, mental dan
sosial dari pekerja pada semua pekerjaan; pencegahan gangguan kesehatan pada
pekerja yang disebabkan oleh kondisi kerjanya, perlindungan pekerja dari risiko akibat
faktor-faktor yang mengganggu kesehatan, penempatan dan pemeliharaan pekerja
dalam suatu lingkungan kerja yang sesuai dengan kemampuan fisik dan
psikologisnya, dan sebagai kesimpulan adalah penyesuaian pekerjaan kepada
manusia dan penyesuaian setiap manusia kepada pekerjaannya.

13
1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
b. Permennakertrans No. Per. 01/Men/1976 tentang . Peraturan Menteri Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per-01/Men/1976 tentang Kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter
Perusahaan.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-01/Men/1979
tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.
d. Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
e. Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.

2. PENGERTIAN/DEFINISI
a. Dokter Perusahaan : tenaga dokter yang bekerja untuk menjalankan higiene
perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja di suatau perusahaan.
b. Paramedis Perusahaan : tenaga dokter yang bekerja untuk menjalankan
higiene perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja di suatau perusahaan.
c. Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja : dokter yang ditunjuk perusahaan
untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan telah
mendapatkan penunjukan dari Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
d. Pelayanan Kesehatan Kerja (Occupational Health Services) adalah suatu
pelayanan yang dilakukan untuk pencegahan, diagnosa, menangani
kecelakaan kerja atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan serta
pemberian rehabilitasi terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan atau
penyakit di tempat kerja.

3. TUGASPOKOK DAN FUNGSI PELAYANAN KESEHATAN KERJA

a. Tugas Pokok Pelayanan Kesehatan Kerja


Sesuai Permenakertrans No. 03 Tahun 1982, tugas pokok Pelayanan
Kesehatan Kerja meliputi :
1) Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja, pemeriksaan berkala dan
pemeriksan kesehatan khusus

14
2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga
kerja
3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
5) Pembinaan dan pengawasan terhadap perlengkapan kesehatan kerja
6) Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat
kerja
7) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
8) Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas P3K
9) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemiihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan di tempat kerja
10) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
11) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya
12) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan ksehatan kerja kepada
perusahaan

b. Fungsi pelayanan kesehatan kerja :


Fungsi utama pelayanan kesehatan kerja adalah sebagai sarana
perlindungan tenaga kerja melaluiprogram-program kesehatan kerjayang bersifat
komprehensif (meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif). Upaya-
upaya kesehatan kerja tersebut ditujukan terutama untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja (PAK) dan untuk menanggulangi masalah kesehatan kerja
lainnya yang dialami oleh tenaga kerja dalam rangka meningkatkan produktivitas
kerja.
Selain hal tersebut di atas, pelayanan kesehatan kerja juga dapat berfungsi
untuk pemberian P3K, pos informasi kesehatan bagi karyawan, penyelenggaraan
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala, khusus), pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan rehabilitasi tenaga kerja dan lain sebagainya.

4. SYARAT PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


a. Syarat kelembagaan pelayanan kesehatan kerja :
1) Pelayanan kesehatan kerja dapat berupa :

15
Unit pelayanan kesehatan di perusahaan (misalnya poliklinik atau rumah
sakit perusahaan)
Unit pelayanan kesehatan di luar perusahaan, baik milik pemerintah
(misalnya rumah sakit, poliklinik, puskesmas dll.) maupun milik swasta
(misalnya rumah sakit, poliklinik, balai pengobatan dll.)
Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Kerja (Pusat kesehatan kerja
gabungan) yang sering dibentuk pada kawasan-kawasan industri,
misalnya: Rumah sakit pekerja,Poliklinik pekerja, dan lain-lain
2) Pelayanan kesehatan kerja baik yang ada di perusahaan maupun di luar
perusahaan berbentuk lembaga yang mendapat pengesahan dari instansi di
bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya.
3) Struktur lembaga pelayanan kesehatan kerja minimal meliputi :
Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja,
Pelaksana pelayanan kesehatan kerja,
Petugas pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan kerja
4) Lembaga pelayanan kesehatan kerja yang ada di perusahaan menjadi
bagian atau terintegrasi dengan struktur kelembagaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) yang ada di perusahaan misalnya Departemen K3,
P2K3 atau lembaga sejenis lainnya;

b. Syarat Personil Dalam Pelayanan Kesehatan Kerja


Personil pelayanan kesehatan kerja sekurang-kurangnya terdiri dari
penanggung jawab dan pelaksana pelayanan kesehatan kerja.
1) Semua personil pelayanan kesehatan kerja baik yang ada di perusahaan,
maupun di instansi kesehatan di luar perusahaan wajib memiliki sertifikat
pelatihan hiperkes dan keselamatan kerja, sesuai peraturan perundang-
undangan yang berlaku;
2) Dokter penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Kerja baik yang ada di
perusahaan, maupun di instansi kesehatan di luar perusahaan, ditunjuk oleh
pimpinan perusahaan/kepala unit atau intsansinya dan wajib memiliki
lisensi/Surat Keputusan Penunjukan (SKP) sebagai Dokter Pemeriksa
Kesehatan Tenaga Kerja dari Dirjen Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan, Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi;

16
3) Personil kesehatan kerja (dokter perusahaan, dokter pemeriksa kesehatan
tenaga kerja, perawat/paramedis perusahaan dll.) harus memenuhi
persyaratan profesi kesehatan dari instansi berwenang sesuai peraturan
perundangan yang berlaku;
4) Hal-hal yang menyangkut etika profesi dokter dan tenaga kesehatan lainnya
mengacu pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.

c. Syarat sarana dan prasarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan Kerja

Sarana penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja disesuaikan dengan


jumlah tenaga kerja dengan sarana minimal sebagaimana tabel 1;
Tabel 1 : Sarana Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja di Perusahaan

No Jenis Sarana
A SARANA DASAR :
1 Ruangan :
a. Ruang tunggu
b. Ruang periksa
c. Ruang/almari obat
d. Kamar mandi dan WC
2 Peralatan medis :
a. Tensimeter dan stetoskop
b. Termometer
c. Sarung tangan
d. Alat bedah ringan (minor set)
e. Lampu senter
f. Obat-obatan
g. Sarana/Perlengkapan P3K
h. Tabung oksigen dan isinya
3 Perlengkapan umum:
a. Meja dan kursi
b. Tempat tidur pasien
c. Wastafel
d. Timbangan badan
e. Meteran/pengukur tinggi badan
f. Kartu status
g. Register pasien berobat
B SARANA PENUNJANG :
Alat Pelindung Diri (APD)
1
Alat evakuasi : tandu, ambulance/kendaraan pengangkut korban dll.
2 Peralatan penunjang diagnosa : spirometer, audiometer dll.
Peralatan pemantau/pengukur lingkungan kerja : sound level meter, lux
3
meter, gas detector dll.

17
Catatan :
Sarana dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja pada poin A 1 sd 3 adalah
minimal yang harus dipenuhi, sedangkan sarana pada poin B 1 sd 3 merupakan
sarana penunjang, yang dapat disediakan sesuai kebutuhan perusahaan.

5. BENTUK PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


Bentuk penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat berupa :
1) Pelayanan kesehatan kerja yang diselenggarakan di dalam perusahaan.
Bentuk dan cara penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dapat berupa
pelayanan kesehatan kerja di dalam perusahaan (berupa poliklinik/rumah sakit)
dan pelayanan kesehatan kerja di luar perusahaan (kekerja sama dengan
unit/instansi pelayanan kesehatan lain misalnya rumah sakit, poliklinik swasta,
Puskesmas, dan lain-lain.
2) Pelayanan kesehatan kerja yang diselenggarakan secara bersama.
Hal ini sering dilakukan pada suatu kawasan industri.
3) Pelayanan kesehatan kerja melalui kerja sama dengan fasilitas kesehatan di luar
perusahaan.
Untuk pelayanan kesehatan kerja yang dilakukan melalui kerja sama dengan unit
pelayanan kesehatan di luar perusahaan (misalnya rumah sakit, klinik, praktek
dokter dll.), maka upaya kesehatan preventif dan promotifnya dilakukan melalui
kunjungan dokter perusahaan pada pelayanan kesehatan kerja tersebut ke
perusahaan yang dilayaninya .

Terdapat perbedaan ketentuan antara bentuk penyelenggaraan pelayanan


kesehatan kerja yang diselenggarakan di dalam perusahaan dengan bentuk
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja melalui kerjasama dengan pihak di
luar perusahaan.

Ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja yang


diselenggarakan di dalam perusahaan :
a. Berbentuk klinik perusahaan atau rumah sakit perusahaan;
b. Memberikan pelayanan kesehatan promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif bagi tenaga kerja;
c. Wajib bagi perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1.000 orang atau lebih
atau jumlah tenaga kerja kurang dari 1.000 orang tetapi memiliki tingkat

18
potensi bahaya tinggi (penentuan tingkat risiko suatu perusahaan/tempat
kerja mengacu pada standar atau peraturan perundangan yang berlaku).

Tabel 2. Pelayanan kesehatan kerja melalui lembaga pelayanan kesehatan


kerja di perusahaan :
(Wajib untuk perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1.000 org atau lebih
atau perusahaan dengan tingkat risiko bahaya tinggi)

No Jenis Pelayanan Keterangan


1 Pelayanan kesehatan Pembinaan kepada tenaga kerja minimal 1
pencegahan dan bulan sekali *)
peningkatan (preventif Pengawasan dan pembinaan lingkungan
dan promotif) kerja minimal 2 bulan sekali **)
2 Pelayanan kesehatan Memberikan pelayanan kuratif dan
pengobatan dan rehabilitatif oleh dokter perusahaan selama
pemulihan (kuratif dan hari kerja
rehabilitatif) pelayanan kuratif dan rehabilitatif juga
diberikan selama ada shift kerja dengan 500
orang tenaga kerja atau lebih
Pelayanan oleh paramedis/perawat dapat
dilakukan untuk shif kerja ke 2 dan
seterusnya

Catatan :
*) Bentuk kegiatan pembinaan kepada tenaga kerja :
pendidikan/pelatihan/penyuluhan tentang kesehatan kerja kepada
tenaga kerja agar memahami masalah kesehatan kerja khususnya
yang berkaitan dengan risiko kesehatan yang dialami terkait dengan
pekerjaannya.
**)Pengawasan dan pembinaan lingkungan kerja :
melihat secara langsung kondisi lingkungan kerja dan memberikan
masukan-masukan dalam rangka perbaikan lingkungan kerja
khususnya dalam rangka menurunkan risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.

Ketentuan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja di luar perusahaan.


Pelayanan kesehatan kerja dapat diselenggarakan melalui kerja sama dengan
pihak penyelenggara pelayanan kesehatan di luar perusahaan, dengan
ketentuan:

19
a) Dapat dalam bentuk kerjasama dengan :
Sarana pelayanan kesehatan pemerintah (Puskesmas, rumah sakit dan
poli klinik/ balai pengobatan dan lain-lain),
Sarana pelayanan kesehatan swasta (rumah sakit, poli klinik, dokter
praktek swasta, dan lain-lain),
Perusahaan Jasa K3 (PJK3) bidang kesehatan kerja.
b) Dapat dilaksanakan untuk perusahaan dengan jumlah tenaga kerja kurang
dari 1.000 orang dengan potensi bahaya rendah.
c) Memberikan pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif bagi tenaga kerja.
d) Memberikan pelayanan kesehatan preventif dan promotif dengan ketentuan:
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 500 s.d 1000 orang
dilakukan kunjungan perusahaan sekurang-kurangnya setiap 1 bulan
sekali;
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 200 s.d 500 orang dilakukan
kunjungan perusahaan sekurang-kurangnya setiap 3 bulan sekali;
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 200 orang
dilakukan kunjungan perusahaan minimal setiap 6 bulan sekali.

Tabel 3. Cara pelayanan kesehatan kerja melalui ikatan kerja sama dengan
pelayanan kesehatan di luar perusahaan

No. Jumlah Tenaga Kerja Cara Pelayanan

Hanya untuk pelayanan kesehatan yang


bersifat kuratif dan rehabilitatif (bersifat
rujukan) yang dilakukan dengan kerjasama
1. > 1.000 orang dengan pihak luar, sedangkan pelayanan
kesehatan yang bersifat preventif dan kuratif
harus dilaksanakan secara tersendiri di
perusahaan
2. > 500 s.d 1.000 orang Pelayanan kesehatan preventif dan promotif
melalui kunjungan perusahaan minimal
setiap 1 bulan sekali
Pelayanan kuratif dan rehabilitatif serta
rujukan diberikan setiap hari kerja dan
selama ada shift kerja dengan 500 orang
tenaga kerja atau lebih
2 200 s/d 500 orang Pelayanan kesehatan preventif dan promotif
melalui kunjungan perusahaan minimal
setiap 3 bulan sekali
Memberikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif serta rujukan selama jam kerja

20
3 s.d 200 orang Pelayanan kesehatan preventif dan promotif
melalui kunjungan perusahaan minimal
setiap 6 bulan sekali
Memberikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif serta rujukan selama jam kerja

Apabila dilihat dari fungsi dan manfaatnya, maka penyelenggaraan


pelayanan kesehatan kerja yang dilaksanakan sendiri oleh pengurus dalam
bentuk poliklinik perusahaan atau rumah sakit perusahaan merupakan cara yang
lebih tepat, karena pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh pihak luar
kebanyakan hanya berupa pengobatan (kuratif) saja, sedangkan fungsi preventif
& promotif sering tidak dilaksanakan.
Perusahaan diperbolehkan untuk tidak mengikuti program Jaminan
Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Dasar Jamsostek, apabila perusahaan sudah
memberikan Pelayanan Kesehatan Kerja yang lebih baik dari program JPK Dasar
Jamsostek (Permenaker No 01 tahun 1998 tentang Penyelenggaraan
Pemeliharaan Kesehatan Bagi Tenaga Kerja Dengan Manfaat Lebih baik dari
Paket JPK Dasar Jamsostek). Selain itu, Pelayanan Kesehatan Kerja yang ada
diperusahaan juga dapat menjadi tempat penyelenggaraan JPK Dasar Jamsostek
(sesuai Kepmenaker No 147 Th 1989).
Perusahaan yang sudah mengikuti JPK Dasar Jamsostek tidak boleh
meninggalkan kewajiban untuk menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Kerja
sesuai ketentuan Permeakertrans No. 03 Tahun 1982, karena JPK Dasar
Jamsostek hanya memberikan pengobatan (kuratif) kepada tenaga kerja dan
keluarganya.

6. MEKANISME PENGESAHAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


a. Pimpinan perusahaan atau kepala instansi yang menyelenggarakan Pelayanan
Kesehatan Kerja mengajukan surat permohonan kepada kepala instansi di bidang
ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya dengan melampirkan :
1) Data perusahaan/instansi, personil dan sarana/prasarana penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja;
2) Struktur organisasi pelayanan kesehatan kerja;
3) Surat Penunjukan dokter penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Kerja
dari perusahaan/instansi yang bersangkutan,

21
4) Surat pernyataan dokter penanggung jawab yang menyatakan akan
mematuhi peraturan perundangan di bidang kesehatan kerja (di atas materai
Rp. 6.000,-;
5) Salinan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja (yang dikeluarkan oleh Dirjen Binwasnaker) bagi dokter
penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja;
6) Persyaratan lain sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan administratif dan
pemeriksaan lapangan untuk membuat laporan sebagai bahan pertimbangan
kepala dinas/instansi ketenagakerjaan dalam menerbitkan surat keputusan
pengesahan Pelayanan Kesehatan Kerja.
c. Pelayanan kesehatan kerja yang telah memenuhi persyaratan diberikan
pengesahan oleh kepala dinas/instansi ketenagakerjaan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Pelayanan kesehatan kerja yang wilayah operasionalnya hanya di satu
wilayah kabupaten/kota, disahkan oleh kepala dinas/instansi
ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat;
2) Pelayanan kesehatan kerja yang wilayah operasionalnya di lebih dari satu
wilayah kabupaten/kota, disahkan oleh kepala dinas/instansi
ketenagakerjaan propinsi setempat;
3) Pelayanan kesehatan kerja yang wilayah operasionalnya di lebih dari satu
wilayah propinsi, pengesahannya oleh Departemen Ketenagakerjaan cq.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.

7. PELAKSANAAN PROGRAM DAN KEGIATAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


a. Pelaksanaan program dan kegiatan kesehatan kerja terutama ditujukan untuk
pencegahan penyakit akibat kerja (PAK), peningkatan derajat kesehatan tenaga
kerja dan peningkatan kapasitas kerja melalui program/kegiatan utama berupa :
1) Pemeriksaaan kesehatan tenaga kerja;
2) Penempatan tenaga kerja disesuaikan dengan status kesehatannya;
3) Promosi/peningkatan kesehatan tenaga kerja;
4) Pencegahan Penyakit Akibat Kerja (PAK) melalui perbaikan lingkungan kerja
(program higiene industri);
5) Pencegahan PAK melalui perbaikan kondisi kerja (program ergonomi kerja);
6) Pengembangan organisasi, program dan budaya kesehatan kerja;

22
7) P3K, medical emergency respon, pengobatan, rehabilitasi, rujukan kesehatan,
pemberian kompensasi akibat kecelakaan dan PAK.

b. Program dan kegiatan pelayanan kesehatan kerja meliputi :


1) Upaya kesehatan promotif, misalnya :
- Pembinaan kesehatan kerja
- Pendidikan dan pelatihan bidang kesehatan kerja
- Pembinaan dan perbaikan gizi kerja
- Program olahraga di tempat kerja
- Penerapan ergonomi kerja
- Pembinaan gaya hidup sehat
- Program pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS dan Narkoba di
tempat kerja
- Penyebarluasan informasi kesehatan kerja melalui penyuluhan dan media
KIE (Komunikasi Informasi dan Edukasi), dengan topik yang relevan.
2) Upaya kesehatan preventif, misalnya :
- Melakukan penilaian terhadap faktor risiko kesehatan di tempat kerja
(health hazardrisk assesment) yang meliputi :
Identifikasi faktor bahaya kesehatan kerja melalui : pengamatan, walk
through survey, pencatatan/pengumpulan data dan informasi
kesehatan kerja
Penilaian/pengukuran potensi bahaya kesehatan kerja
Penetapan tindakan pengendalian faktor bahaya kesehatan kerja
- Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja (awal, berkala dan khusus)
- Survailans dan analisis PAK dan penyakit umum lainnya
- Pencegahan keracunan makanan bagi tenaga kerja
- Penempatan tenaga kerja sesuai kondisi/status kesehatannya
- Pengendalian bahaya lingkungan kerja
- Penerapan ergonomi kerja
- Penetapan prosedur kerja aman (SOP)
- Penggunaan APD yang sesuai
- Pengaturan waktu kerja (rotasi, mutasi, pengurangan jam kerja terpapar
faktor risiko dll);
- Program imunisasi

23
- Program pengendalian binatang penular (vektor) penyakit.
3) Upaya kesehatan kuratif, misalnya :
- Pengobatan dan perawatan
- Tindakan P3K dan kasus gawat darurat lainnya
- Respon tanggap darurat
- Tindakan operatif,
- Merujuk pasien dll.
4) Upaya kesehatan rehabilitatif, misalnya :
- Fisio therapi
- Konsultasi psikologis (rehabilitasi mental)
- Orthose/prothese (pemberian alat bantu misalnya : alat bantu dengar,
tangan/kaki palsu dll)
- Penempatan kembali dan optimalisasi tenaga kerja yang mengalami
cacat akibat kerja disesuaikan dengan kemampuannya.
- Rehabilitasi kerja.
Selain upaya-upaya tersebut di atas, Pelayanan Kesehatan Kerja juga
harus dapat menganalisa permasalahan K3 di perusahaan dan
mendiskusikannya dengan unit terkait untuk dirumuskan solusinya dan
dilaporkan ke pimpinan perusahaan (melalui forum P2K3) agar dilakukan upaya
tindak lanjut.

c. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja dan rujukan :


1) Program/kegiatan pelayanan kesehatan kerja lebih menitikberatkan pada
upaya kesehatan preventif dan promotif;
2) Upaya kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif minimal berupa
pelayanan kesehatan kerja yang bersifat dasar misalnya pemberian
Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) dan pengobatan (rawat jalan
tingkat pertama).
3) Untuk kasus/permasalahan kesehatan kerja yang tidak dapat dilayani
sepenuhnya di pelayanan kesehatan kerja di tingkat perusahaan, dilakukan
sistem rujukan ke pelayanan kesehatan kerja yang lebih lengkap.

24
d. Agarfungsi dan peranan Pelayanan Kesehatan Kerja optimal maka :
1) Pengurus wajib memberikan kebebasan profesional kepada dokter yang
menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja.
2) Dokter dan tenaga kesehatan kerja lainnya dalam melaksanakan Pelayanan
Kesehatan Kerja diberikan kebebasan profesional untuk mendiagnosis PAK
dan melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya,
termasuk dalam memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan
pemeriksaan-pemeriksan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang
diperlukan.

8. PELAPORAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA


Pelaporan hasil pelaksanaan program dan kegiatan dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja merupakan hal yang sangat penting untuk mengetahui
kondisi kesehatan kerja di suatu perusahaan. Bagi perusahaan, data laporan
pelayanan kesehatan kerja menjadi masukan yang sangat berharga untuk
mengevaluasi upaya dan program kesehatan kerja yang sudah dilakukan dan
kaitannya dengan produktifitas kerja.
Bagi pemerintah, data dari laporan tersebut akan menjadi masukan dalam
membuat kebijakan dan program di tingkat pusat dalam pengawasan
ketenagakerjaan umumnya dan kesehatan kerja khususnya. Bentuk dan tata cara
pelaporan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja mengacu pada pedoman
dan peraturan perundangan yang berlaku.
a. Isi laporan pelayanan kesehatan kerja meliputi :
1) Jumlah kunjungan pasien yang berobat, terdiri dari :
Kunjungan baru
Kunjungan lama (ulang)
Diagnosa penyakit
Data penyakit akibat kerja dan penyakit diduga akibat kerja
2) Data kecelakaan kerja
3) Data hasil pemeriksaan kesehatan tenaga kerja:
Pemeriksaan kesehatan sebelum kerja (pemeriksaan kesehatan awal),
Pemeriksaan kesehatan berkala dan Pemeriksaan kesehatan khusus
4) Data hasil pemantauan/pengukuran/pengujian lingkungan kerja
5) Data kegiatan kesehatan kerja lainnya

25
b. Cara dan Alur Pelaporan
Pelaporan hasil penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja harus dibuat
oleh dokter penanggung jawab dan dilaporkan oleh pengusaha kepada Dinas
Ketenagakerjaan setempat dan Dirjen Binwasnaker Depnakertrans dengan alur
pelaporan sebagai berikut :
1) Dari perusahaan ke dinas/instansi ketenagakerjaan Kabupaten/Kota (setiap
satu bulan sekali);
2) Hasil rekapitulasi dinas/instansi ketenagakerjaan Kab./Kota dilaporkan ke
dinas/instansi ketenagakerjaan Provinsi (minimal setiap 3 bulan/triwulan);
3) Hasil rekapitulasi dinas/instansi ketenagakerjaan Provinsi dilaporkan ke
Depnakertrans u.p. Dirjen Binwasnaker (minimal setiap 3 bulan/triwulan).

C. PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA

1. DASAR HUKUM.
Peraturan perundangan yang terkait dengan pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja adalah :
a. pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1970
b. Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980
c. Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982.

2. PENGERTIAN-PENGERTIAN:
a. Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja) adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) adalah pemeriksaan kesehatan
pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh
dokter.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.

3. TUJUAN PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA.


a. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum kerja) ditujukan agar
tenaga kerja yang diterima berada dalam kondisi kesehatan yang setinggi-
tingginya, tidak mempunyai penyakit menular yang akan mengenai tenaga

26
kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga
kerja lainnya dapat dijamin.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam
pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan sedini mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha
pencegahan.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan-golongan tenaga kerja tertentu.

Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilakukan untuk memenuhi 2


kebutuhan :
a. Untuk mendiagnosa dan memberikan terapi bagi tenaga kerja yang
menderita penyakit umum. Bagi negara-negara yang sudah maju, hal
seperti ini dilakukan oleh asuransi.
b. Untuk mengadakan pencegahan dan mendiagnosa penyakit akibat kerja
serta menentukan derajat kecacatan. Hal tersebut dilakukan oleh dokter
pemeriksa kesehatan tenaga kerja atau dokter yang mempunyai keahlian
dibidang kesehatan/kedokteran kerja.

4. PROSEDUR DAN MEKANISME PEMERIKSAAN KESEHATAN TENAGA KERJA

a. Pelaksana
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilaksanakan oleh lembaga dan
personil yang mempunyai kompetensi. Sesuai dengan pasal 8 Undang-undang
No. 1 tahun 1970, Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 dan
Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982, diatur mengenai pelaksana
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yaitu dilakukan oleh dokter yang
dibenarkan oleh Direktur. Dokter yang dimaksud adalah dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja. Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja adalah
dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Trankop No. Per. 01/Men/1976

27
dan syarat-syarat lain yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjan Depnakertrans.
Sedangkan lembaga pemeriksa kesehatan tenaga kerja dapat
dilaksanakan oleh pelayanan kesehatan kerja di dalam perusahaan atau di
luar perusahaan yaitu oleh Perusahaan Jasa bidang pemeriksaan/pengujian
dan atau pelayanan kesehatan kerja, yang telah mendapatkan pengesahan
sesuai dengan Permennaker No. Per. 04/Men/1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.

b. Prosedur dan Mekanisme pemeriksaan kesehatan tenaga kerja.


Sebelum dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja melaksanakan
pemeriksaan kesehatan maka harus membuat perencanaan dan pedoman
pemeriksaan. Perencanaan pemeriksaan kesehatan diharapkan dalam
pelaksanaan tidak mengganggu kelancaran proses produksi. Sedangkan
pedoman pemeriksaan kesehatan berkaitan dengan jenis pemeriksaan
kesehatan yang harus didasarkan pada unit kerja dan faktor risiko yang ada di
tempat kerja, sehingga akan diketahui jenis pemeriksaan dan jumlah yang
diperiksa.
1) Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum kerja)
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja awal (sebelum kerja)
dilaksanakan sebelum diterima untuk melaksanakan pekerjaan dan data hasil
pemeriksaan merupakan data dasar atau awal. Pemeriksaan ini meliputi :
Anamnese (interview).
Didalam anamnese perlu ditanyakan tentang :
riwayat penyakit, ditanyakan tentang semua penyakit yang diderita,
kondisi kesehatan yang dirasakan, riwayat perawatan di rumah sakit,
riwayat operasi, dan kebiasaan-kebiasaan seperti merokok, minuman
keras dan sebagainya
riwayat pekerjaan, ditanyakan tentang semua pekerjaan yang pernah
dilakukan dibagain apa saja, berapa lama dan apakah pernah diperiksa
kesehatannya
kecelakaan yang pernah diderita
umur
pendidikan
keadaan keluarga dan lain-lain.

28
Anamnesa (interview) khusus untuk penyakit-penyakit :
alergi
epilepsi
kelaianan jantung
tekanan darah (tinggi/rendah)
TBC
kencing manis
asma, bronchitis, pneumonia
gangguan jiwa
penyakit kulit
penyakit pendengaran
panyakit pinggang
hernia
hepatitis/penyakit hati
ulkus peptikum
anemia, dll.
Pemeriksaan klinis :
Seperti pemeriksaan klinis untuk penyakit umum, hanya lebih
memperhatikan kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam
lingkungan kerja.
pemeriksaan mental
keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
pemeriksaan fisik
fisik diagnostik dari seluruh bagian badan dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan,
tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan,
pendengaran, perabaan, refleks, kesegaran jasmani.
Pemeriksaan Laboratorium rutin dan Rongent dada.
Untuk membantu menegakkan diagnosis (darah, urine, faeces).
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk melihat dan menilai kondisi
kesehatan tenaga kerja dikaitkan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang

29
akan dikerjakannya, misalnya; alergi test, spirometri test, buta warna dan
lain-lain.

Hasil Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Awal


Sehat (tidak didapat kelainan) boleh bekerja tanpa syarat :
- boleh bekerja berat
- boleh bekerja ringan
- boleh bekerja di berbagai bagian.
Menderita sakit/ada kelainan :
- boleh bekerja pada kondisi kerja tertentu, seperti; kerja ringan saja,
kerja ditempat tak berdebu, tak ada kontak dengan bahan kimia dan
lain-lain.
- ditolak untuk bekerja :
ditolak permanen (tetap) atau ditolak sementara menunggu proses
pengobatan.

2) Pemeriksaan Kesehatan Berkala/Periodik dan Khusus.

Pemeriksaan kesehatan berkala/periodik dan khusus menurut ketentuan


dalam Peraturan Perundangan harus dilaksanakan paling tidak setahun sekali,
sesuai dengan faktor tingkat bahaya yang mengancam terhadap kesehatan
tenaga kerja, dokter perusahaan/dokter pemeriksaan dapat menentukan
lamanya diadakan pemeriksaan kesehatan berkala (lebih dari satu kali dalam
setahun).Data-data hasil pemeriksaan kesehatan berkala/periodik dan khusus
dapat digunakan untuk menemukan/menentukan adanya kapasitas kerja dan
menegakkan diagnosis penyakit akibat kerja.

Pemeriksaan ini meliputi :


Anamnesa (interview) :
nama
umur
jenis kelamin
unit kerja

30
lama kerja
gambaran tentang : yang dikerjakan, faktor-faktor bahaya di lingkungan
kerja, keluhan-keluhan yang diderita, kondisi kesehatan yang dirasakan.

Pemeriksaan klinis :
Pemeriksaan klinis pada pemeriksaan kesehatan berkala, sama dengan
pemeriksaan kesehatan awal, dimana harus lebih memperhatikan
kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam lingkungan kerja
Pemeriksaan mental
Keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik diagnostik dari dari seluruh bagian badan, khususnya
bagian badan yang mengalami kelainan/keluhan dengan metode
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah,
nadi, pernafasan, tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman
penglihatan dan pendengaran.
Pemeriksaan laboratorium rutin (darah, urin dan faeces) dan rongent
Dada.
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai pekerja setelah melakukan
pekerjaan dan untuk menilai kemungkinan pemajanan faktor berbahaya di
lingkungan kerja. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti seperti;
spirometri test, pemeriksaan fungsi organ khusus, pemeriksaan
laboratorium khusus.

Hasil Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja Periodik/Berkala:


sehat
sakit :
penyakit umum
penyakit akibat kerja
diduga penyakit akibat kerja, yang perlu dilakukan pemeriksaan khusus
lanjutan berupa pemeriksaan lingkungan kerja, laboratorium khusus dan
biological monitoring.

31
Jika ditemukan adanya penyakit akibat kerja perlu diberikan saran-saran
pengendalian.

3) Pemeriksaan Kesehatan Khusus.

Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya


pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu aterhadap tenaga kerja atau
golongan tenaga kerja tertentu. Pemeriksaan kesehatan khusus dilakukan pula
terhadap :
1) tenaga kerja yang telah mengalami kecelakaan atau penyakit yang
memerlukan perawatan yang lebih 2 (dua) minggu.

2) Tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahun (empat puluh) tahun atau
tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang
melakukan pekerjaan tertentu.

3) Tenaga kerja yang terdapat dugaan-dugaan tertentu mengenai


gangguan-gangguan kesehatan perlu dilakukan pemeriksaan khusus
sesuai kebutuhan.

Pemeriksaan kesehatan khusus diadakan pula apabila terdapat keluhan-


keluhan diantara tenaga kerja atau atas pengamatan pegawai pengawas
keselamatan dan kesehatan kerja atau atas penilaian Pusat Bina Hyperkes
dan Keselamatan Kerja dan Balai-balainya atau atas pendapat umum di
masyarakat.

D. PENYAKIT AKIBAT KERJA

1. PENGERTIAN/DEFINISI

Kondisi lingkungan kerja, pemakaian mesin-mesin dan bahan-bahan


berbahaya, zat kimia beracun, tuntutan pekerjaan yang menimbulkan tekanan fisik dan
psikis, telah menjadikan seseorang yang bekerja berhadapan dengan kemungkinan
yang makin besar terkena resiko penyakit yang disebabkan pekerjaan dan jabatannya.
Faktor bahaya di tempat kerja dapat menyebabkan penyakit pada tenaga kerja secara

32
langsung maupun secara tidak langsung. Selain itu sebagai masyarakat, tenaga kerja
juga dapat menderita penyakit yang didapat di luar tempat kerja.
Terdapat 2 (dua) istilah terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan
hubungan kerja yaitu : penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational diseases dan
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) atau Work related diseases.

a. Penyakit Akibat Kerja (Occupational diseases)


Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau
lingkungan kerja. Definisi PAK menurut ILO tahun 1996 : Penyakit akibat kerja
(Occupational disease) yaitu penyakit yang diderita sebagai akibat pemajanan
terhadap faktor-faktor resiko yang timbul dari kegiatan bekerja.
Dalam peraturan perundangan di Indonesia, terdapat 2 (dua) istilah dari penyakit
akibat kerja, yaitu :
1) Permennaker No. 01/Men/1981 tentang kewajiban melapor penyakit akibat
kerja : Penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja".
2) Penyakit yang timbul karena hubungan kerja (Undang-undang No. 3 tahun
1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan Keppres R.I No. 22 tahun
1993) : " Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja".

b. Penyakitakibat hubungan kerja (PAHK) atau Work related diseases


Penyakit akibat hubungan kerja(Work related diseases) atau penyakit terkait kerja,
yaitu penyakit yang dicetuskan, dipermudah atau diperberat oleh pekerjaan. Dalam
hal ini faktor pekerjaan bukan menjadi penyebab dasar, penyebab dasarnya
diperoleh di luar tempat kerja sedangkan faktor di tempat kerja hanya
memperberat, atau memicu timbul/kekambuhannya, sehingga penyebabnya sering
terdiri dari beberapa faktor (multi faktor).
Contoh :
Seorang tenaga kerja yangmemiliki faktor keturunan penyakit asma, setelah
bekerja di tempat kerja yang berdebu mengalami penyakit asmaatau
mengalami kekambuhan penyakit asma yang pernah dialami sebelumnya.
Seorang tenaga kerja di tempat kerja yang kebisingannya tinggi menderita
tekanan darah tinggi (hipertensi) adalah penyakit terkait kerja, bukan PAK,

33
karena faktor penyebab hipertensi bersifat multi faktor, sedangkan
kebisingan yang tinggi hanya salah satu faktor yang memperberat.

Dengan demikian terdapat 2 (dua) kelompok penyakit yang berhubungan


dengan pekerjaan yang harus dibedakan, yaitu penyakit akibat kerja (PAK) dan
penyakit terkait kerja. PAK adalah penyakit yang secara jelas semata-mata
disebabkan oleh penyebab dari pekerjaan atau lingkungan kerja. Sedangkan penyakit
yang berhubungan dengan pekerjaan adalah penyakit yang penyebab utama atau
penyebab dasarnya bukan faktor pekerjaan atau lingkungan kerja, tetapi dapat
diperberat olehnya.

2. FAKTOR PENYEBAB PAK

a. Faktor fisik.
Faktor fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan
ketulian, temperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan
penyakit mulai dari yang ringan sampai berat misalnya; hyperpireksi, heat cramp,
heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini diakibatkan oleh keluarnya cairan
tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja. Faktor fisik lain
adalah radiasi sinar elektromagnetik misalnya; sinar infra merah menyebabkan
katarak, ultra violet menyebabkan conjungtivitis. Tekanan udara yang tinggi
menyebabkan Caisson's Disease, penerangan mempengaruhi daya penglihatan
dan getaran menyebabkan Reynaud's disease (penyempitan pembuluh darah).

b. Faktor Kimia.
Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas,
pengolahan minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak
mempergunakan bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan pembantu
dan atau memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai oleh masyarakat.
Penggunaan bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya misalnya
kebakaran, peledakan, iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70% penyakit
akibat kerja disebabkan oleh bahan kimia yang yang masuk melalui pernafasan,
kulit maupun termakan. Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas,
uap maupun partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat secara akut
maupun kronis. Keracunan akut sebagi akibat absorbsi bahan kimia yang dalam

34
jumlah besar dan waktu yang pendek dapat berupa keracunan gas, karbon
monoksida (CO), asam cianida (HCN). Keracunan kronis adalah absorbsi zat
kimia dalam jumlah sedikit tetapi dalam waktu yang lama, dapat berupa
keracunan benzene, uap Pb yang dapat berakibat leukemia, keracunan zat
karsinogenik dapat menyebabkan kanker.

c. Faktor Biologi.
Berbagai Faktor biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan
lain-lain, dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja
yang menderita penyakit malaria, filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit
hepatitis, tbc pada petugas kesehatan dan lain-lain.

d. Faktor Fisiologi (Ergonomi).


Akibat posisi kerja/cara kerja yang salah seperti bekerja dengan
membungkuk akan menyebabkan sakit otot, sakit pinggang dan cedera
punggung, juga dapat mengakibatkan perubahan bentuk tubuh. Pada kontruksi
mesin yang kurang baik juga akan menyebabkan berbagai penyakit akibat kerja.
e. Faktor Psikososial.
Berbagai keadaan misalnya suasana kerja yang monoton, hubungan kerja
yang kurang baik, upah yang kurang, tempat kerja yang terpencil dapat
berpengaruh terhadap pekerja yaitu menimbulkan stress yang manifestasinya
antara lain berupa perubahan tingkah laku, tidak bisa membuat keputusan,
tekanan darah meningkat, yang selanjutanya dapat mengakibatkan timbulnya
penyakit lain atau terjadinya kecelakaan kerja.
Selain faktor penyebab sebagaimana tersebut di atas, terdapat faktor lain
yang mempengaruhi terjadinya PAK, yaitu :
1) Kerentanan Individu
2) Adanya kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition)
3) Adanya tindakan tidak aman (unsafe action)
4) Manajemen K3 yang kurang baik.

3. JENIS-JENIS PAK
Sepertihalnya penyakit pada umumnya, penyakit akibat kerja juga dapat
menyebabkan gangguan pada seluruh organ atau bagian tubuh. Dengan demikian
jenis-jenis PAK dapat dibedakan berdasarkan organ yang terkena (target organ).

35
a. Penyakit Kulit dan Penyakit paru.
Kulit dan paru-paru dan organ pernafasan lainnya sering menjadi organ
sasaran (targen organ) PAK yang berupa penyakit alergi/hipersensitivitas, antara
lainpada hidung dan rongga tulang sekitar hidung/sinus berupa rinitis,
rinosinusitis; pada paru-paru dan batang tenggorok/bronkus berupa asma,
pneumonitis/alveolitis ekstrinsik alergi, aspergilosis; pada kulit berupa dermatitis
kontak alergi, dermatitis kontak iritan, hipersensitivitas lateks, penyakit jamur dll.
Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit akibat hubungan kerja yang
paling sering ditemukan. Dermatitis kontak ada 2 jenis yaitu dermatitis kontak
iritan dan alergi. Kedua jenis dermatitis ini dapat menjadi kronik bila
penyebabnya tidak diketahui dan tidak disingkirkan.
Contoh beberapa penyakit paru akibat kerja adalah asma, bisinosis, alviolitis
alergi, bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis noduler atau
difus, sarkoidosis, tuberkulosis, pneumonitis, pneumonia, fibrosis pleura atau
mesotelioma.

b. Penyakit hati dan gastro-intestinal (lambung danusus)


Meskipun jarang dilaporkan, berbagai penyakit hati dapat ditimbulkan akibat
kerja misalnya kanker hati akibat uap vinilklorid. Prevalensi kanker lambung dan
oesofagus meningkat pada karyawan vulkanisasi karet dan tambang batu bara.
Hati berfungsi dalam transformasi bahan kimia yang larut dalam lipid dan
menjadikannya bahan yang larut dalam air. Proses ini biasanya menghasilkan
bahan yang kurang toksik, tetapi dapat terjadi sebaliknya.

c. Penyakit saluran urogenital (saluran kemih & organ reproduksi).


Gagal ginjal akut dapat terjadi akibat paparan dengan uap logam (cadmium,
merkury, timah hitam), pelarut organik dan pestisida. Carbon tetrachloride dan
berbagai bahan pelarut lainnya dapat menimbulkan kerusakan jaringan ginjal
(nefron) dan gagal ginjal kronik. Kanker vesika urinaria (kandung kemih) dapat
ditemukan pada pekerja industri karet dan pekerja manufaktur dan penggunaan
bahan pewarna organik misalnya benzidin. Benzidin dan 2-naphthylamin oleh
hati dikonversi menjadi bahan karsinogen yang dikeluarkan melalui urin dan
dapat menimbulkan keganasan pada kandung kemih.

36
Gangguan kesuburan (infertilitas), keguguran dan kelainan janin/fetus kadang
dapat terjadi oleh bahan dalam lingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil,
paparan radiasi mengion, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik
(pada wanita) dapat menimbulkan gangguan reproduksi.

d. Penyakit hematologik (darah).


Meskipun jarang, bahan toksik di lingkungan kerja dapat menimbulkan
berbagai gangguan hematologik. Kolik abdominal (kejang perut), paralisis saraf
motoris (kelumpuhan) dan anemia dapat terjadi oleh paparan uap Pb diatas 40
ug/ 100 ml.

e. Penyakit kardiovaskuler (jantung dan saluran darah).


Pada pekerja yang terpapar dengan karbon disulfida dan viscose rayon,
ditemukan peningkatan kematian oleh penyakit jantung koroner. Resiko tinggi
nyeri dada akibat jantung (angina) dan kematian jaringan jantung (infark
myocard) ditemukan pada pekerja yang terpapar dengan nitrat seperti gliceryl
trinitrat dan ethyline glycol dinitrate, misalnya pada manufaktur bahan peledak
dan obat-obatan. Paparan dengan bahan pelarut organik halogen seperti
trichloroethyline dapat menimbulkan kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel.

f. Penyakit muskuloskeletal (otot dan kerangka tubuh)


Sindroma Raynaud atau vibration white finger disebabkan oleh penyempitan
pembuluh darah (spasme vaskuler) sebagai akibat dari gangguan alat kerja yang
bergetar antara 20 - 400 Hz. Carpal tunnel syndrome berupa parestesi pada
nervus medianus dapat ditimbulkan oleh tekanan yang berulang-ulang pada
tangan (palmar dan pergelangan) sewaktu kerja.
Gangguan padapunggung dan dan tulang belakang misalnya nyeri pinggang
atau low back pain (LBP), hernia nucleus pulposus (HNP) dan kebanyakan
gangguan ortopedis lain sering terjadi akibat pekerjaan fisik yang berat
(mengangkat beban, mendorong, menahan beban dll.) yang kurang
memperhatikan prinsip ergonomi kerja.

g. Gangguan pada organ pendengaran (telinga)


Gangguan pendengaran sering terjadi akibat paparan kebisingan yang tinggi.
Kebisingan sangat tinggi dalam waktu singkat dapat memecahkan selaput

37
pendengaran (membrana tymphani), sedangkan paparan kebisingan dalam
jangka lama sering mengakibatkan kehilangan pendengaran (noise induced
hearing loss).
Kehilangan pendengaran akibat bising dapat bersifat sementara (temporary) yang
masih dapat disembuhkan, dan dapat bersifat permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Gangguan pendengaran lain akibat bising dapat berupa telinga
terasa berdenging (tinitus).
Gangguan pendengaran yang belum permanen dapat disembuhkandengan
memindahkan pekerja ke tempat kerja yang tidak/kurang bising. Tanda-tanda
gangguan pendengaran akibat bising antara lain dini ialah kesulitan untuk
mengikuti percakapan di tempat yang ramai dan tidak menyukai percakapan
orang banyak.

h. Gangguan pada organ penglihatan (mata)


Gangguan pada mata antara lain adalah katarak akibat sinar inframerah,
radang selaput mata (conjungtivitis) akibat sinar ultra violet dan penurunan tajam
penglihatan (visus) akibat tempat kerja kurang pencahayaan.
Rasa sakit pada mata dapat disebabkan oleh karena penataan pencahayaan
tempat kerja yang buruk. Mata gatal sering ditemukan pada karyawan terpapar
dengan bahan organik asal hewan dan debu asal padi-padian. Reaksi iritasi non-
alergi dapat ditimbulkan oleh chlor dan formaldehid.

i. Gangguan susunan syaraf


Painting, carpet-tile lining, laboratorium kimia, paparan petrolium dan oli
merupakan tempat kerja yang mengandung resiko terjadinya gangguan saraf.
Gejalanya dapat berupa pusing, tidak dapat konsentrasi, sering lupa, depresi,
demensia, neuropati perifer (kesemutan), ataksia serebelar dan penyakit motor
neuron (kelumpuhan).

j. Stres
Stres di tempat kerja dapat menyebabkangangguan kejiwaan (psikis)
misalnya kecemasan (ansietas), depresi ringan sampai berat, psikosis dan
psikosomatis.

k. Infeksi

38
Infeksi akibat kerja dapat terjadi pada pekerja di laboratorium klinik (misalnya
hepatitis virus, TBC, HIV/AIDS). Pekerja di ruangan ber AC dilaporkan dapat
menimbulkan infeksi kuman Legionella yang dapat menimbulkan pneumonia
(radang paru-paru). Infeksi kuman leptospira dapat terjadi pada petani dan sering
menimbulkan kematian akibat gagal hepatorenal, kuman brucella pada peternak
dan dokter hewan.

l. Keracunan (intoksikasi)
Keracunan di tempat kerja sering terjadi bersifat kronik akibat paparan
dengan bahan kimia dalam jangka lama misalnya logam berat (timah hitam,
kadmium, merkuri) organik solven (benzen, toluen, xilene), pestisida dan
larutannya. Keracunan akut terjadi bila dalam waktu pendek terpapar bahankimia
dalam jumlah atau konsentrasi yang besar.
Petani sering terkontaminasi dengan insektisida yang mengandung carbamat
atu organophosphate dan menunjukkan tanda keracunan antikolinesterase
dengan gejala antara lain gangguan visus, lemah, keringatan, tremor, sakit
kepala dan rasa mabuk danmuntah-muntah.
4. DETEKSIPENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk mendeteksi atau mendiagnosa PAK
perlu dilakukan 2 hal yaitu monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan
kesehatan dan pemantauan/monitoring lingkungan kerja terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. Pemantauan lingkungankerja dapat
dilengkapi dengan pemeriksaan kadar pajanan di dalam tubuh tenaga kerja yang
dapat diukur dari sampel darah,urine, rambut dan kuku.
Pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan melalui pengukuran kwantitatif
dengan peralatan lapangan atau analisa laboratorium agar diperoleh data yang
obyektif. Kadang kala pemantauan lingkungan kerja dapat dilakukan secara
subyektif.

5. DAMPAK PAK
a. Bagi tenaga kerja :
1) Akibat langsung :
Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
Cacat sebagian atau cacat total untuk selama-lamanya fisikatau mental.

39
Meninggal dunia
2) Akibat tidak langsung :
Kehilangan/menurunnya kemampuan kerja
Kehilangan pekerjaan
b. Bagi pengusaha :
1) PAK yang tidak terdeteksi sering dianggap penyakit umum sehingga :
memerlukan biaya pengobatan yang tinggi
mengurangi banyak waktu kerja
kegiatan lebih banyak kuratif
2) Kasus PAK terdeteksi mengakibatkan :
Terbuangnya waktu untuk mengurus pengobatan dan pembayaran
kompensasi
Meningkatnya waktu kerja yang hilang
Menurunkan image perusahaan
Menurunkan motivasi kerja

6. PENCEGAHAN PAK
Pencegahan PAK dilakukan melalui berbagai upaya mulai dari
perencanaan pembuatan tempat kerja,pengukuran faktor bahaya, pembuatan
sistim pengendalian pengaman terhadap faktor bahaya, penggunaan sistem
pengaman dan alat perlindung diri (APD) dan program program K3 lainnya.
menurut organisasi perburuhan international (ILO) pencegahan PAK dan
kecelakaan kerja dapat dilakukan melalui :
a. Peraturan-perundangan
b. Standarisasi
c. Pengawasan
d. Penelitian teknis
e. Riset Medik
f. Penilitian Psikologik
g. Penelitian secara statistik
h. Pendidikan
i. Pelatihan
j. Persuasi
k. Asuransi

40
l. Penerangan/sosialisasi1 s/d 11

7. TINDAK LANJUT KASUS PAK


a. Pelaporan
Penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja merupakan suatu
kecelakaan yang harus dilaporkan. Jika terdapat penyakit akibat kerja yang diderita
oleh tenaga kerja dalam suatu perusahaan, maka pengusaha atau dokter
perusahaan harus melaporkan kepada dinas atau instansi ketenagakerjaan.
Peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Pelaporan
Penyakit Akibat Kerja adalah :
1) Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 01/Men/1981
tentang kewajiban melapor Penyakit Akibat Kerja.
Pasal 2:
Apabila dalam pemeriksaan kesehatan berkala dan pemeriksaan
kesehatan khusus sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per. 02/Men/1980 di temukan
penyakit akibat kerja yang diderita oleh tenaga kerja, pengurus dan badan
yang ditunjuk wajib melaporkan secara tertulis kepada Kantor Direktorat
Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan Perlindungan Tenaga
Kerja setempat.
Penyakit akibat kerja yang wajib dilaporkan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) pasal ini adalah sebagaimana ditetapkan dalam lampiran
peraturan ini.
Pasal 3 :
Laporan sebagaimana dimaksud pasal 2 ayat (1) harus dilakukan dalam
waktu paling lama 2 x 24 jam setelah penyakit tersebut dibuat
diagnosanya.
Bentuk dan tata cara pelaporan sebagaimana dimaksud ayat (1) pasal ini
ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Perburuhan dan
Perlindungan Tenaga Kerja.
2) Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. Kpts 333/Men/1989 tentang Diagnosis
dan Pelaporan Penyakit Akibat Kerja.
Pasal 3 ayat (3):
Setelah ditegakkan diagnosis penyakit akibat kerja oleh dokter pemeriksa
maka dokter pemeriksa wajib membuat laporan medik.

41
Pasal 4:
Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksudkan pasal 2
harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja,
selambat-lambatnya 2 x 24 jam kepada kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat.
Laporan medik tentang penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud ayat
1 disampaikan oleh pengurus kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat dalam amplop tertutup dan bersifat rahasia untuk dievaluasi
oleh dokter penasehat sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 2
tahun 1951.

b. Kompensasi akibat PAK


Sebagai salah salah satu bentuk perlindungan K3 yang wajib diberikan
oleh pengusaha terhadap tenaga kerjanya pengusaha diwajibkan
untukmengikutkan tenaga kerjanya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.
Setiap tenaga kerja yang mengalami kecelakaan kerja termasuk di
dalamnya penyakit akibat kerja,yang bersangkutan atau ahli warisnya harus
mendapatkan jaminan sosial tenaga kerja yaitu Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
berupa biaya pengobatan, perawatan, rehabilitasi dan santunan cacat tetap.

E. GIZI KERJA DAN PENYELENGGARAAN MAKAN BAGI TENAGA KERJA

1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
b. PMP No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, kebersihan dan
Penerangan Dalam Tempat Kerja.
c. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.
01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan, menyatakan.
d. SE Dirjen Binwasnaker No. 86 tahun 1989 tentang Perusahaan Ketering
Pengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.

42
2. PENGERTIAN/DEFINISI:
a. Gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan yang
dikonsumsinya sehari-hari
b. Gizi kerja adalah penyediaan dan pemberian masukan zat gizi kepada tenaga
kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan selama berada di tempat
kerja guna mendapatkan tingkat kebutuhan dan produktivitas kerja setinggi-
tingginya.
c. Penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja adalah rangkaian kegiatan yang
meliputipenyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu,
pengadaan atau pembuatan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan
bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian,
pengemasan, distribusi dan penyajian makanan bagi tenaga kerja.

3. GIZI KERJA
a. Jenis-Jenis Zat Gizi dan Fungsinya
1) Hidrat arang (Karbohidrat) adalah zat gizi sebagai sumber tenaga utama.
Hidrat arang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti padi-padian,
umbi-umbian seperti padi, gandum, jagung, ubi, singkong, kentang, sagu
dan lain-lain serta hasil olahannya.
2) Lemak adalah zat gizi yang selain sebagai sumber tenaga juga sebagai
pelarut vitamin yang diperlukan tubuh. Lemak dapat berasal dari tumbuh-
tumbuhan disebut lemak nabati dan dari hewan disebut lemak hewani serta
hasil olahannya seperti minyak goreng, margarin, keju dan mentega.
3) Protein adalah zat gizi yang berfungsi sebagai pembangun tubuh dan
selain itu dapat berfungsi sebagai sumber tanaga. Protein dapat berasal
dari tumbuh-tumbuhan disebut protein nabati dan dari hewan disebut
protein hewani. Protein tersusun dari 22 (duapuluh dua) macam asam
amino yang dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu :
Asam amino esensiel yaitu asam amino yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh, sehingga harus diperoleh dari makanan sehari-hari;
Asam amino non esensiel yaitu asam amino yang dapat dibentuk
oleh tubuh sesuai dengan kebutuhan.
Mutu protein ditentukan oleh jumlah asam amino esensial yang terkandung
di dalamnya. Dikenal 3 macam protein :

43
Protein sempurna yang mengandung semua asam amino esensial
yang diperlukan oleh tubuh, terdapat pada bahan makanan yang
berasal dari hewan seperti; daging, susu, ikan, telur dan hasil
olahannya.
Protein setengah sempurna mengandung sebagian saja asam
amino esensial yang diperlukan tubuh, terdapat pda bahan makanan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti; kacang-kacangan, biji-
bijian dan hasil olahannya.
Protein tidak sempurna yang tidak mengandung asam amino
esensial, terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
4) Vitamin adalah suatu zat yang senantiasa diperlukan setiap saat untuk
metabolisme tubuh, oleh karena harus selalu ada dalam makanan yang
dimakan setiap hari. Vitamin berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan
dan dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu :
Vitamin yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam lemak seperti
vitamin B komplek dan vitamin c.
Vitamin yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak seperti
vitamin A, D, E dan K.
5) Mineral adalah suatu zat yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pengatur
dalam tubuh. Mineral berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun alam
sekitar yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak maupun sedikit.
Diperlukan dalam jumlah banyak seperti Ca, P, Mg, Na, K, Cl, S.
Diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi mutlak harus ada seperti Cu,
Co, Mn, Zn dan Y.
Diperlukan dalam jumlah sedikit sekali, seperti Al, As dan Br.
6) Air adalah salah satu unsur yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah besar, lebih kurang 60% berat badan manusia adalah air. Oleh
karena itu masalah penyediaan air minum penting pula diperhatikan
disamping makanan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat gizi


1) Ukuran tubuh (tinggi badan dan berat badan). Makin besar ukuran tubuh
seseorang makin besar pula kebutuhan kalorinya, sebaliknya makin kecil

44
ukuran tubuhnya makin rendah pula kebutuhan kalorinya. Kebutuhan kalori
yang ditentukan oleh oleh ukuran tubuh ini disebut kebutuhan dasar.
2) Usia yang dinyatakan dengan tahun, dimana makin tua usia makin
berkurang kebutuhan kalori dan zat gizi lainnya. Anak-anak memerlukan
kalori yang relatif lebih besar karena selain untuk memberikan tenaga juga
diperlukan untuk pertumbuhan.
3) Jenis kelamin yang dinyatakan dengan laki-laki dan perempuan dimana
laki-laki memerlukan kalori dan zat gizi lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan karena laki-laki mempunyai otot lebih besar dan lebih aktif.
4) Kondisi tubuh tertentu misalnya baru sembuh dari sakit, baru operasi,
sedang hamil dan menyusui memerlukan gizi lebih besar dibanding
dengan kondisi biasa.
5) Iklim dan kondisi lingkungan kerja berpengaruh terhadap kebutuhan gizi.
Tempat kerja yang dingin memerlukan zat gizi lebih besar dari tempat kerja
yang panas. Di musim hujan diperlukan kalori lebih besar dibanding di
musim panas karena diperlukan tambahan kalori untuk mempertahankan
suhu tubuh.
6) Tingkat aktivitas yang dilakukan digolongkandalam tiga tingkatan yaitu :
kerja berat, kerja sedang dan kerja ringan. Makin berat tingkat aktivitas
kerja makin besar kebutuhan kalorinya.

4. PENYELENGGARAAN MAKAN BAGI TENAGA KERJA

Penyelenggaraan makan di tempat kerja bertujuan untuk meningkatkan keadaan


kesehatan dan gizi tenaga kerja, sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
produktivitas kerja. Yang dimaksud penyelenggaraan makanan adalah semua
proses, dimulai dari merencanakan anggaran belanja sampai ke makanan
dikonsumsi oleh tenaga kerja.
Penyelenggaraan makan bagi tenaga kerja dapat diselenggarakan sendiri oleh
perusahaan atau dengan cara kerjasama/kontrak dengan perusahaan catering
pengelola makanan bagi tenaga kerja. Untuk menyelenggarakan makan tenaga kerja
secara umum diperlukan persyaratan minimal yang meliputi :
a. Mempunyai dapur
b. Mempunyai tenaga gizi
c. Mempunyai tenaga pelaksana

45
d. Mematuhiperaturan perundanganyang berlaku
Pemberian Makan Bagi Tenaga Kerjamemberikan keuntungan baikbagi
tenaga kerja maupun perusahaan, antara lain yaitu :
a. Meningkatkan dan mempertahankan kemampuan kerja
b. Meningkatkan produktivitas
c. Meningkatkan derajat kesehatan
d. Menurunkan absensi
e. Terciptanya hubungan timbal balik pengusaha dan pekerja maupun antar
pekerja
f. Suasana kerja menyenangkan dan meningkatkan motivasi dan gairah kerja
g. Mengatasi kelelahan dan persiapan tenaga untuk kerja kembali
h. Pengawasan relatif lebih mudah

a. Syarat-Syarat Penyelenggaraan Makanan bagi Tenaga Kerja

Peraturan perundangan terkait gizi kerja dan penyelenggaraan makan


bagi tenaga kerja antara lain :
1) Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan,
Kebersihan serta Penerangan Dalam Tempat Kerja;
2) Permennaker No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja;
3) Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.
01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan;
4) Surat Edaran Direktur Jenderal Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang
Perusahaan Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja.

Sesuai dengan ketentuan Peraturan Menteri Perburuhan No.7 tahun


1964, bahwa kantin, ruang makan di tempat kerja dan perusahaan catering
pengelola makanan bagi tenaga kerja harus memenuhi syarat-syarat
kesehatan, kebersihan serta penerangan dalam tempat kerja.
Sesuai Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan
Kesehatan Kerja, diatur mengenai tugas pokok pelayanan kesehatan, yang
salah satunya adalah mengenai gizi dan penyelenggaraan makanan di tempat
kerja.

46
1) Syarat penyelenggaraan makanan di tempat kerja sesuai pasal 8 PMP No.
7 tahun 1964 :
a) Dapur, kamar makan dan alat keperluan makan harus selalu bersih dan
rapih
b) Dapur dan kamar makan tidak boleh berhubungan langsung dengan
tempat kerja
c) Menu makanan yang disediakan harus memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
d) Pegawai penjamah makanan & minuman harus bebas penyakit menular
dan harus selalu menjaga kebersihan badannya.
e) Majikan harus menyediakan pakaian/schort & tutup kepala yang bersih
bagi pegawai penjamah makanan untuk dipakai waktu melayani
makanan.
f) Pegawai penjamah makanan harus mendapat didikan kebersihan &
kesehatan.
g) Pegawai penjamah makanan sebelum bekerja harus diperiksa
kesehatan badannya disertai pemeriksaan rontgen paru-paru
h) Pemeriksaan kesehatan berkala sekali/tahun
i) Pegawai penjamah makanan tidak boleh melayani makanan selama
menderita suatu penyakit sampai dinyatakan sehat kembali oleh dokter.

2) Persyaratantenaga kerja dalam penyelenggaraan makan bagi tenaga


kerja(food handler) :
Semua pegawai yang mengerjakan dan melayani makanan dan minuman
bagi tenaga kerja harus :
a) bebas dari penyakit menular (seperti TBC, typhus, cacingan) dan harus
selalu menjaga kebersihan badannya;
b) disediakan pakaian (schort) dan tutup kepala untuk digunakan sewaktu
melayani makanan;
c) telah mendapat pelatihan tentang kebersihan dan kesehatan khususnya
yang berkaitan dengan penyelengaraan makan bagi tenaga kerja;
d) Sebelum bekerja harus diperiksa kesehatan badannya minimal satu
tahun sekali disertai dengan pemeriksaan rontgent paru-paru dan
dinyatakan dengan surat keterangan dokter ;

47
e) Tidak boleh melayani makanan selama menderita suatu penyakit
sampai dinyatakan oleh dokter bahwa ia sudah sehat kembali
(khususnya infeksi pada kulit, mata, telinga, hidung dan tenggorokan).
Selain syarat-syarat tersebut, sebaiknya petugas pengelola makanan bagi
tenaga kerja sebaiknya :
a) Mendapat pelatihan tentang cara penggunaan alat pemadam api ringan
(APAR);
b) Tidak mempunyai kebiasaan buruk yang tidak sehat dalam bekerja,
misalnya; bicara waktu menyediakan makanan, bersin/batuk di depan
makanan, menggaruk bagian tubuh tertentu, merokok, mabuk dll.
c) Tidak mengunakan perhiasan selama mengolah makanan;
d) Disiplin memakai Alat pelindung (pakaian kerja, celemek, sarung tangan,
tutup kepala, masker, topi);
e) Segera melapor kepada supervisor apabila yang bersangkutan muntah
dan diare di tempat kerja, di rumah atau di tempat lain dan menderita
infeksi.

b. Ketentuan pengadaan kantin dan ruang makan :


Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE. 01/Men/1979
tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan, menyatakan :
1) Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh antara 50 sampai 200
orang supaya menyediakan ruang tempat makan di perusahaan yang
bersangkutan.
2) Semua perusahaan yang mempekerjakan buruh lebih dari 200 orang
supaya menyediakan kantin di perusahaan yang bersangkutan.

c. Ketentuan dapur dan ruang makan :


Untuk dapat berjalannya fungsi dapur dengan baik, maka perlu
diperhatikan beberapa hal antara lain :
1) Letak dapur tidak jauh dari ruang makan dan tidak berhubungan langsung
dengan tempat kerja.
2) Fasilitas dapur dan ruang makan cukup memadai
3) Keadaan/kondisi dapur dan ruang makan mudah dibersihkan, penerangan
cukup,ventilasi memadai, tidak menyebarkan panas/bau/uap, lantai tidak
licin, ruangan cukup dan bebas dari serangga dan binatang mengerat.

48
d. Syarat Perusahaan Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja
Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang
Perusahaan Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja,
perusahaan catering pengelola makanan bagi tenaga kerja, harus memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Setiap perusahaan catering yang mengelola makanan pada perusahaan-
perusahaan harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari
Depnaker.
2) Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan-persyaratan kesehatan,
hygiene dan sanitasi.
3) Setiap Kantor Departemen Tenaga Kerja agar melaksanakan
pembinaan/penataran kepada perusahaan-perusahaan catering yang
beroperasi di daerahnya, khususnya mengenai hygiene, sanitasi dan
penanggulangan keracunan makanan.

F. PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN (P3K) DI TEMPAT KERJA

1. DASAR HUKUM
Pelaksanaan pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja telah
telah diatur dalam ketentuan-ketentuan Peraturan perundangan dalam rangka
penanggulangan kecelakaan termasuk sakit di tempat kerja dengan pelaksanaan
P3K, antara lain :
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970:
Di dalam Pasal 3 diatur mengenai syarat-syarat Keselamatan Kerja untuk
memberikan P3K. Begitu juga di dalam Pasal 9 ayat (3) diatur mengenai
kewajiban pengurus untuk membina tenaga kerja dalam pemberian P3K
b. Permennakertrans No.Per.03/Men/1982:
Di dalam pasal 2 yang mengatur tentang tugas pokok pelayanan kesehatan
kerja, dimana salah satu tugasnya adalah dalam pelaksanaan P3K dan
pendidikan petugas P3K.
c. Undang-undang No. 3 tahun 1969:

49
Pada pasal 19 mengatur tentang kewajiban setiap badan, lembaga atau dinas
pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini, dengan
memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya untuk:
- Menyediakan Apotik atau pos P3K sendiri atau
- Memelihara apotik atau pos P3K bersama-sama dengan badan, lembaga
atau kantor pemberi jasa atau bagiannya.
- Mempunyai satu atau lebih lemari, kotak atau perlengkapan P3K
d. Permennakertrans No. Per. 15/Men/VIII/2008 tetang Pertolongan pertama
Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
Di dalam Peraturan Menteri ini berisi ketentuan umum yaitu :
- Pengusaha wajib menyediakan petugas dan fasilitas P3K di tempat kerja
- Pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja.
Persyaratan petugas dan fasilitas di atur dalam pasal-pasal peraturan menteri
ini.

2. PENGERTIAN-PENGERTIAN
a. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut
dengan P3K di tempat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama
secara cepat dan tepat kepada pekerja dan atau orang lain yang berada di
tempat kerja, yang mengalami sakit//cidera di tempat kerja.
b. Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja yang ditunjuk oleh
pengurus/pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K
di tempat kerja.
c. Fasilitas P3K adalah semua peralatan, perlengkapan dan bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja.

3. MAKSUD DAN TUJUAN


Pertolongan pertama tersebut dimaksudkan untuk memberikan perawatan
darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh
dokter atau petugas kesehatan lainnya.
P3K diberikan dengan tujuan untuk:
a. menyelamatkan nyawa korban
b. meringankan penderitaan korban
c. mencegah cedera/penyakit menjadi lebih parah
d. mempertahankan daya tahan korban

50
e. mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.

4. PETUGAS PERTOLONGAN PERTAMA PADA KECELAKAAN DI TEMPAT


KERJA.

Dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja harus ditunjuk Petugas P3K dengan
memperhatikan jumlah, seleksi, pelatihan/training dan tanggungjawab
personil/petugas.

a. Jumlah petugas/personil yang dibutuhkan :


Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan jumlah personil atau
petugas P3K adalah Rasio jumlah petuga P3K dengan jumlah TK, potensi bahaya
di perusahaan dan adanya pekerjaan yang memerlukan waktu Shift kerja dan
layout tempat kerja.
Sebagai pedoman, rasio rasio jumlah Petugas P3K di tempat kerja dengan
jumlah pekerja berdasarkan faktor risiko di tempat kerja adalah sebagai berikut:
Jumlah pekerja Jumlah petugas P3K

Tempat kerja dengan Kurang dari 150 1


potensi bahaya rendah >150 1 untuk setiap 150 orang
(2 untuk 300 orang, dst)
Tempat kerja dengan Kurang dari 100 1
potensi bahaya tinggi.. >100 1 untuk setiap 100 orang
(2 untuk 200 orang, dst)

Apabila tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih, masing-
masing unit kerja harus terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah
pekerja dan tingkat faktor risiko di tempat kerja. Apabila tempat kerja pada lantai
yang berbeda di gedung bertingkat, maka masing-masing unit kerja harus
terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah pekerja dan faktor risiko di
tempat kerja. Apabila tempat kerja dengan jadwal kerja shif, maka masing-masing
unit kerja tiap shif harus terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah
pekerja dan tingkat faktor risiko di tempat kerja
Pada suatu tempat kerja bila ada pekerja yang bersama-sama bekerja dengan
pekerja lain yang pengusahanya berbeda, seperti; kontruksi, maka mereka dapat

51
membuat perjanjian dimana salah satu dari mereka dapat menggunakan fasilitas,
personel maupun obat-obat dari yang lain. Perjanjian tersebut seharusnya ditulis
dan salinannya dimiliki oleh semua pihak yang bersangkutan. Pimpinan
perusahaan harus memasang pemberitahuan pada tempat yang mudah terlihat
tentang nama dan lokasi petugas P3K.

b. Seleksi/Pemilihan
Pengusaha harus mengadakan seleksi atau pemilihan petugas P3K yang
cakap untuk dilatih P3K. Pengusaha harus selektif dalam memilih untuk ditunjuk
sebagai petugas P3K di tempat kerja.
Penunjukan Petugas P3K di tempat kerja harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
- Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan
- Berbadan sehat
- Bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K
- Memiliki pengetahuan dan ketrampilan melaksanakan P3K di tempat kerja
yang dibuktikan dengan sertifikat pembinaan P3K di tempat kerja.

c. Latihan/Training
Seseorang dikatakan terlatih bila dia sudah selesai mengikuti kursus/ latihan
yang dilakukan oleh pelatih dan atau lembaga pelatihan yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi. Materi pelatihan P3K minimal meliputi :
- Peraturan Perundangan P3K di Tempat Kerja dan Dasar-dasar Kesehatan
Kerja
- Dasar-dasar P3K di tempat kerja
- Anatomi dan Fisiologi Manusia
- Bahaya dan Penanganan Terhadap Kejang, Pajanan Suhu Lingkungan dan
Bahan Kimia.
- Gangguan Lokal (Luka, Perdarahan, Luka Bakar, Patah Tulang) dan praktek
- Evakuasi Korban dan Praktek
- P3K Keadaan Tertentu (Di Ruang Terbatas/Confined Space dan Cedera
Akibat Sengatan Listrik)
- Gangguan umum (kesadaran, pernafasan, peredaran darah ) dan praktek
- Resusitasi Jantung Paru dan praktek

52
d. Tugas dan tanggung jawab
Petugas P3K di tempat kerja mempunyai tugas dan tanggung jawab :
- Melaksanakan tindakan P3K setiap terjadi kecelakaan di tempat kerja.
- Merawat fasilitas P3K di tempat kerja
- Mencatat semua kegiatan P3K di tempat kera
- Melaporkan kegiatan P3K di tempat kerja

5. FASILITAS P3KDI TEMPAT KERJA


Fasilitas P3K di tempat meliputi; ruang P3K, kotak P3K dan isi dan alat
evakuasi dan alat transportasi.
a. Ruang P3K
Tempat kerja dengan tenaga kerja 100 orang atau lebih, atau tenaga kerja
kurang dari 100 tetapi dengan potensi bahaya tinggi wajib mempunyai ruang P3K
di tempat kerja.
Hal-hal yang perlu diperhataikan dalam penyediaan Ruang P3K :
(1) Lokasi Ruang P3K harus mempertimbangkan faktor-faktor berikut :
- Dekat dengan toilet/kamar mandi
- Dekat dengan jalan keluar
- Mudah dijangkau dari area kerja.
- Dekat dengan tempat parkir kendaraan
(2) Luas ruang P3K minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur pasien
dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta
penempatan fasilitas P3K lainnya.

(3) Ruang P3K harus bersih dan terang, ventilasi yang baik, memiliki pintu dan
jalan yang cukup lebar untuk memindahkan korban

(4) Ruang P3K diberi tanda yang jelas dengan papan nama yang jelas dan
mudah dilihat

(5) Ruang P3K sekurang-kurangnya dilengkapi dengan :


- wastafel dengan air mengalir
- kertas tisue/ lap
- usungan/ tandu
- bidai/spalk
- thermometer/alat pengukur suhu badan

53
- kotak P3K dan isi
- tempat tidur dengan bantal dan selimut
- tempat untuk menyimpan alat-alat, seperti: tandu dan kursi roda
- sabun dan sikat
- pakaian bersih untuk penolong
- tempat sampah
- kursi tunggu bila diperlukan.
b. Kotak P3K
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Kotak P3K adalah sebagai
berikut :
(1) Rancangan kotak P3K terbuat dari bahan yang kuat, mudah dipindah dan
diberi label P3K.
(2) berwarna dasar putih dengan label P3K berwarna merah.
(3) ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda
arah yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila akan
digunakan.
(4) Isi kotak P3K sebagai berikut :
KOTAK A KOTAK B KOTAK C
(untuk 25 (untuk 50 (untuk100
No. ISI
pekerja atau pekerja atau pekerja atau
kurang) kurang) kurang)
1. Kasa steril terbungkus 20 40 40
2. Perban (lebar 5 cm) 2 4 6
3. Perban (lebar 10 cm) 2 4 6
4. Plester (lebar 1,25 cm) 2 4 6
5. Plester Cepat 10 15 20
6. Kapas (25 gram) 1 2 3
7. Kain segitiga/mittela 2 4 6
8. Gunting 1 1 1
9. Peniti 12 12 12
10. Sarung tangan sekali pakai (pasangan) 2 3 4
11. Masker 2 4 6
12. Pinset 1 1 1
13. Lampu senter 1 1 1
14. Gelas untuk cuci mata 1 1 1
15. Kantong plastik bersih 1 2 3
16. Aquades (100 ml lar. Saline) 1 1 1
17. Povidon Iodin (60 ml) 1 1 1
18. Alkohol 70% 1 1 1
19. Buku panduan P3K di tempat kerja 1 1 1
20. Buku catatan 1 1 1
21. Daftar isi kotak 1 1 1

(5) Kotak P3K tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan P3K di tempat kerja.
(6) Penempatan kotak P3K harus memenuhi ketentuan :

54
- Jumlah dan tipe kotak P3K disesuaikan dengan jumlah pekerja, jumlah
unit kerja dan tataletak / lay out, sebagai berikut :
Jumlah Pekerja Tipe Kotak Jumlah Kotak Tiap 1 Unit Kerja
Kurang 25 Pekerja A 1 kotak A
26 s.d 50 pekerja B/A 1 kotak B, atau 2 kotak A
51 s.d 100 pekerja C/B/A 1 kotak C, atau 2 kotak B, atau 4
kotak A, atau 1 kotak B dan 2
kotak A
Setiap 100 pekerja C/B/A 1 kotak C, atau 2 kotak B, atau 4
kotak A, atau 1 kotak B dan 2
kotak A
Catatan :
- 1 kotak B setara dengan 2 kotak A.
- 1 kotak C setara dengan 2 kotak B
- Apabila tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih
masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah
tenaga kerja.
- Apabila tempat kerja pada lantai yang berbeda di gedung bertingkat,
maka masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai
jumlah tenaga kerja.
c. Tandu :
Tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ke tempat yang aman atau
rujukan.
d. Mobil Ambulance
Mobil Ambulance atau kendaraan yang dapat digunakan untuk pengangkutan
korban.
e. Fasilitas P3K tambahan
Bagi tempat kerja yang memiliki potensi bahaya khusus harus menyediakan
fasilitas P3K tambahan meliputi alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus. Alat
Pelindung Diri disesuaikan dengan faktor risiko yang ada di tempat kerja, yang
diperlukan untuk melakukan pertolongan. Peralatan khusus meliputi safety shower
dan eyes shower yang diperlukan untuk melakukan pertolongan apabila korban
terpajan oleh bahan kimia, atau peralatan lain disesuaikan dengan potensi bahaya
yang ada di tempat kerja.

55
G. PENCEGAHAN PENYAKIT DI TEMPAT KERJA

1. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN HIV-AIDS DI TEMPAT


KERJA.

Program pencegahan dan penanggulangan HIV dan AIDS di tempat kerja


merupakan upaya agar seluruh pelaku di tempat kerja baik pengusaha, serikat
pekerja/serikat buruh dan seluruh tenaga kerja yang didukung oleh personil K3
dapat mengetahui dan memahami tentang HIV dan AIDS dan dapat
melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan di tempat kerja.

Pencegahan dan penanggulangan HIV-AIDS di tempat kerja telah diatur di dalam


Kepmennakertrans No. Kep. 68/Men/IV/2004 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja.

a. Pengetahuan Dasar HIV - AIDS dan Dampaknya di Dunia Kerja


Masalah HIV-AIDS merupakan salah satu tantangan terbesar bagi
pembangunan dan perkembangan diberbagai negara. Di Indonesia Masalah HIV-
AIDS lebih dari sekedar menyengsarakan individu dan keluarga, tetapi juga
menghancurkan tiang-tiang bangunan sosial dan ekonomi masyarakat pada
umumnya. HIV-AIDS juga tetapi juga telah menjadi ancaman serius di tempat
kerja karena mempengaruhi kinerja lapisan masyarakat yang produktif,
mengurangi tingkat pendapatan, memicu biaya tinggi bagi perusahaan di seluruh
sektor. Hal-hal tersebut dapat dilihat melalui kemerosotan produktivitas,
melonjaknya ongkos buruh, dan hilangnya keahlian dan ketrampilan SDM dan
pengalaman yang telah terbangun.

Virus HIV (Human Immunodeficiency Virus) pertama kali ditemukan pada


tahun 1983 oleh Dr. Luc Montagnier dari institut Pasteur Prancis. Namun
diperkirakan pada akhir tahun 1970 virus ini sudah berkembang dan meluas
didaerah Sub Sahara Afrika. HIV adalah virus yang sangat lemah dan mudah
mati di luar tubuh manusia.

b. Perjalanan Infeksi HIV

Apabila HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus
mulai memperbanyak diri (replikasi) dalam sel darah putih terutama dalam sel

56
Limfosit T-CD4 dan makrofag. HIV mempengaruhi sistem kekebalan tubuh
dengan menghasilkan antibodi khas untuk HIV. Masa antara masuknya virus
sampai terbentuknya antibodi tersebut disebut window periode yang diperkirakan
0 bulan 3 bulan yang belum terdeteksi pada pemeriksaan laboratorium.

Selama window periode atau periode jendela tersebut, seseorang dengan HIV
sangat infeksius, sangat mudah menularkan kepada orang lain meskipun hasil
pemeriksaan laboratoriumnya negatif.

Orang yang terinfeksi HIV (HIV +) sering tidak memberikan gejala dan tanda
untuk jangka waktu cukup lama bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Jangka waktu
HIV positif ini bervariasi pada setiap orang, dimana virus bereplikasi dengan
sangat cepat dan diikuti oleh perusakan Limfosit T-CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadi sindroma penurunan daya tahan tubuh yang progresif yang
merupakan awal proses terjadinya AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome). Orang dengan AIDS akan memiliki gejala :

- demam
- penurunan berat badan secara drastis
- pembengkakan kelenjar getah bening
- bercak-bercak putih di rongga mulut
- batuk dan sesak napas
- diare berkepanjangan
- hilangnya nafsu makan
- gangguan pada susunan saraf berupa lamban berpikir, pelupa, pusing,
sakit kepala, kejang, libido menurun, dll.
Proses selanjutnya akan bermunculan infeksi oportunistik seperti infeksi jamur,
infeksi saluran napas termasuk TBC, infeksi saluran cerna, dll. Infeksi-infeksi
tersebut merupakan penyakit umum yang biasanya memperberat ODHA ( Orang
Dengan HIV & AIDS) akibat sangat menurunnya daya tahan/ kekebalan tubuh.
Pada tahap ini seseorang hanya dapat bertahan hidup paling lama 2 (dua) tahun.

c. Cara Penularan HIV & AIDS

Penularan HIV terjadi melalui kontak seksual, darah, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI.

57
Penularan secara seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik secara heteroseksual maupun
homoseksual adalah cara paling dominan dari semua cara penularan. Penularan
dapat terjadi selama sanggama antara laki-laki dengan perempuan ataupun laki-
laki dengan laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan
penetrasi vaginal, anal, oral seksual antara dua individu. Risiko tertinggi adalah
penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
Kontak seksual langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) masuk dalam
kategori risiko rendah tertular HIV. Risiko tertular akan meningkat bila terdapat
luka dalam mulut, perdarahan gusi dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat
kelamin (genital).

Pajanan darah terinfeksi, produk darah atau transplantasi organ dan


jaringan.
Penularan melalui darah dapat terjadi jika darah donor tidak diuji saring untuk
antibodi HIV. Penggunaan ulang jarum dan spuit suntikan, alat medik lainnya
yang terkontaminasi HIV dapat terjadi di tempat layanan kesehatan seperti rumah
sakit, poliklinik, pengobatan tradisional melalui alat tajam/ jarum, juga pada
Injection Drug Users (IDU). Pajanan HIV pada organ dapat terjadi dalam proses
transplantasi jaringan/ organ di tempat layanan kesehatan.

Penularan dari ibu ke anak

HIV dapat ditularkan melalui seorang ibu yang terinfeksi HIV kepada janin
yang dikandung atau dilahirkan. Selama kehamilan virus dapat masuk melalui
aliran darah dari plasenta, pada persalinan darah ibu atau air ketuban dapat
terminum oleh bayi.

HIV tidak ditularkan melalui aktifitas kegiatan sehari-hari seperti berpelukan,


berjabat tangan, atau bersentuhan. Sampai saat ini belum ada data yang
menyatakan bahwa HIV & AIDS ditularkan melalui penggunaan toilet, kolam
renang, alat makan dan minum secara bersama-sama serta melalui gigitan
nyamuk atau serangga.

58
d. HIV - AIDS dan Ketenagakerjaan

International Labour Organization (ILO) memperkirakan bahwa paling sedikit


25 juta pekerja/ buruh berumur 15 49 tahun yang merupakan kelompok
angkatan kerja yang paling produktif telah terinfeksi HIV & AIDS.

Kelompok angkatan kerja produktif adalah kelompok kerja yang rentan tertular
HIV & AIDS disebabkan karena :

- usia produktif merupakan usia dimana secara hormonal merupakan periode


active sexually
- banyak pekerja dalam usia produktif tersebut merupakan migrant workers
yang menjadi perantau dan terpisah jauh dari istri dan keluarga
- maraknya bisnis-bisnis hiburan yang timbul di sekitar industri/ pabrik tempat
kerja
- sex merupakan salah satu kegiatan refreshing dari pekerja setelah melakukan
aktivitas pekerjaan di tempat kerja
- informasi dan sosialisasi tentang infeksi menular seksual yang sangat minim
sehingga pekerja tidak memiliki pengetahuan tentang IMS sebagai pintu
masuk HIV & AIDS
- adanya fenomena 3 M ( Man, Mobile, Money) dimana pekerja laki-laki yang
memiliki pekerjaan dengan mobilitas tinggi dan mempunyai uang sangat
rentan untuk melakukan perilaku berisiko
Berdasarkan hal-hal diatas, dapat dilihat bahwa sektor ketenagakerjaan
sangat rentan terhadap penularan HIV- AIDS. Oleh karena itu sangat diperlukan
program pencegahan dan penanggulangan HIV- AIDS di sektor ketenagakerjaan
dengan alasan :

- Lebih dari 85% kasus pada kelompok usia produktif (tulang punggung
pembangunan dan bisnis)
- Tempat kerja adalah tempat strategis untuk melakukan intervensi, untuk
menjangkau usia kerja
- Epidemi AIDS berdampak terhadap dunia bisnis (produktivitas dan biaya
tenaga kerja).
- Banyak pekerja yang bekerja dengan situasi dan pola kerja yang berisiko
tinggi terhadap terjangkitnya HIV/AIDS.

59
- Banyak pekerja berisiko terinfeksi HIV dalam pekerjaan yang dilakukan;
misalnya pada institusi pelayanan kesehatan.
- Pengetahuan tentang HIV/AIDS masih rendah sehingga menimbulkan tindak
dan sikap stigma dan diskriminasi (mengancam prinsip dasar dan hak bekerja,
dan mengurangi upaya untuk pencegahan dan perawatan).

Peraturan perundangan yang terkait program pencegahan dan


penanggulangan HIV - AIDS di tempat kerja adalah :

1) Undang-undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


Syarat-syarat keselamatan kerja sesuai dengan Bab III pasal 3 huruf c
dalam peraturan perundangan ini menyatakan bahwa pencegahan dan
penanggulangan terhadap timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan. Ini menunjukkan bahwa
HIV - AIDS yang merupakan penyakit infeksi menular wajib dicegah dan
dikendalikan sebagai salah satu perlindungan tenaga kerja yang
terintegrasi dalam program K3.

2) Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan


Di dalam undang-undang ini pada pasal 86 mengatur hak pekerja/buruh
untuk memperoleh perlindungan atas Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan
produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan
kesehatan kerja diantaranya program pencegahan dan penanggulangan
HIV - AIDS di Tempat Kerja.

3) Kepmennakertrans No. Kep. 68/Men/IV/2004 tentang Pencegahan dan


Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat Kerja
Kepmennakertrans ini mengatur tentang kewajiban untuk melakukan
upaya pencegahan dan penanggulangan HIV/AIDS di tempat kerja, baik
kepada pengusaha, pekerja dan pemerintah. Selain itu mengatur mengenai
tes HIV dan pelayanan kesehatan kerja bagi pekerja/buruh dengan
HIV/AIDS.

60
4) Keputusan Dirjen PPK No. 20/DJPPK/VI/2005 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat
Kerja
Keputusan ini bertujuan sebagai Pedoman Bagi Pengusaha dan
Pekerja/Buruh Dalam Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS di Tempat Kerja melalui Program K3.
Adapun dampak penyebaran HIV & AIDS terhadap dunia kerja adalah :
- menurunnya produktifitas yang terlihat dengan meningkatnya absensi
kerja, tingginya absensi kerja dan berkurangnya pekerja/ buruh yag
berpengalaman.
- Munculnya konflik di tempat kerja yang menurunkan moral pekerja/ buruh
- Stigma dan diskriminasi terhadap pekerja/ buruh dengan HIV & AIDS
- Meningkatnya pengeluaran untuk biaya perawatan kesehatan dan
pengobatan, jaminan asuransi, biaya hidup, penguburan dan pensiun
dini.
- Waktu yang terbuang untuk merekrut dan melatih karyawan pengganti
hingga mencapai kompetensi yang diperlukan.

5) Keputusan Dirjen PPK No. Kep. 44/PPK/VIII/ 2012 tentang Pedoman


Pemberian Penghargaan Program Pencegahan dan Penanggulangan
HIV-AIDS di tempat kerja.

e. Konseling dan Testing HIV Sukarela

Kaidah ILO menekankan bahwa perawatan dan dukungan yang menyeluruh


meliputi jangkauan layanan yang luas untuk memenuhi kebutuhan pekerja dengan
HIV - AIDS akan perawatan, dukungan material, psikosial dan perlindungan
terhadap stigma dan diskriminasi antara lalin adalah layanan konseling dan tes
HIV secara sukarela.
Pendekatan layanan VCT yang baik harus memenuhi syarat minimal sebagai
berikut :
1) Informed Consent (persetujuan tertulis)
2) Kerahasiaan (anonymous)
3) Penyuluhan Hukum untuk mencegah diskriminasi dan stigmatisasi
4) Jaminan mutu (Quality Assurance and Quality Control)

61
Konseling merupakan bagian pokok dari program perawatan dan dukungan
bagi pekerja dengan HIV & AIDS. Pihak pengusaha dan pekerja/ buruh harus
dimotivasi untuk melakukan pendekatan proaktif terhadap kebutuhan konseling .
pelayanan konseling harus dilaksanakan secara profesional dan dapat diakses
oleh semua pekerja. Konseling juga bertujuan memberikan informasi tentang
fasilitas pelayanan kesehatan dan kelompok dukungan di luar tempat kerja.
Tujuan umum konseling adalah :
1) Menyediakan dukungan psikologis, yang berkaitan dengan kestabilan
emosi,psikologi, sosial dan spiritual.
2) Menyediakan informasi tentang perilaku berisiko seperti seks yang tidak
aman atau penggunaan jarum sunti bersama.
3) Menjamin efektifitas rujukan kesehatan, pengobatan dan perawatan.
Sedangkan proseskonseling sendiri terdiri dari konseling pra-tes dan konseling
pasca-tes.
BerdasarkanKeputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 68
Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat
Kerja, dinyatakan bahwa pekerja/ buruh berhak atas kebebasan pribadi dalam
konteks HIV & AIDS, yaitu terdapat hak untuk tidak mau mengikuti tes HIV yang
sifatnya wajib.
Keputusan untuk tes dapat didasarkan atas berbagai pertimbangan, dimana
tes sukarela harus dilakukan mutlak bersifat rahasia dan disertai konseling
profesional. Tes ini merupakan komponen penting dari strategi menyeluruh untuk
menanggulangi HIV & AIDS, sebab setelah orang mengetahui status HIV nya,
orang tersebut dapat dibantu untuk melakukan perubahan perilaku dari berisiko
menjadi tidak berisiko. Adapun tes HIV tersedia bermacam-macam tes antibodi
yaitu : ELISA Test, Western Blot Test dan Rapid Test.

f. Penghargaan program Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS


(P2 HIV dan AIDS) di Tempat Kerja.

Penghargaan Program Pencegahan dan Penanggulangan HIV dan AIDS (P2-


HIV & AIDS) Di Tempat Kerja merupakan salah satu bentuk program
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang bertujuan untuk melindungi pekerja
dari HIV dan AIDS. Sesuai dengan Kepmenakertrans No. 68 Tahun 2004,
pengusaha wajib melaksanakan program pencegahan dan penanggulangan HIV

62
dan AIDS di Tempat Kerja antara lain melaluipenyusunan kebijakan, penunjukan
personil dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi, edukasi, tidak melakukan stigma
dan diskriminasi tetapi memberi dukungan terhadap pekerja dengan HIV dan
AIDS. Program ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mencegah dan
menanggulangi HIV dan AIDS pada kalngan pekerja melalui program di tempat
kerja.

Sebagai bentuk apresiasi pemerintah terhadap para pengusaha dan pemangku


kepentingan terkait dalam pelaksanaan program P2-HIV dan AIDS di Tempat Kerja,
maka Kementerian Tenaga Kerja dan Tramigrasi mengeluarkan Keputusan Dirjen
Binwasnaker No. Kep. 44/PPK/VIII/2012 tentang Pedoman Pemberian Penghargaan
Program P2-HIV dan AIDS (AIDS Award)di Tempat Kerja.

2. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PENYALAHGUNAAN


DAN PEREDARAN GELAP NARKOTIKA PSIKOTROPIKA DAN BAHAN
ADIKTIF LAINNYA (P4GN) DI TEMPAT KERJA

Kasus penyalahguanaan dan peredaran gelap narkotika, psikotropika dan bahan


adiktif lainnya (NARKOBA) lebih dari 70 % adalah usia produktif atau usia kerja
yang dapat memepengaruhi tingkat kecelakaan dan produktivitas. Untuk
mengantisipasi hal tersebut semua pelaku di tempat kerja perlu mengetahui dan
memahami dampak buruk narkoba dan upaya-upaya pencegahan dan
penanggulangganya.

a. Dampak Penyalahgunaan Narkoba Pada Sektor Ketenagakerjaan

Permasalahan penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba adalah


permasalahan seluruh umat manusia, yang penanggulangannya memerlukan
kerjasama antar negara dan penanganannnya memerlukan pendekatan
komprehensif, terpadu dan berkelanjutan serta partisipasi semua pihak, terutama
di dalam dunia kerja. Di Indonesia, ancaman narkoba dewasa ini sudah sangat
serius dan memprihatinkan dilihat dari jumlah dan proporsi penyalahgunanya,
peredaran gelap, penyelundupan, dan produksi.

Dengan perkembangan penyalahgunaan, peredaran, penyelundupan dan


produksi gelap narkoba di tanah air menunjukkan bahwa tempat kerja pun
terancam dari permasalahan penyalahgunaan narkoba. Hasil penelitian
Epidemiologi menunjukkan bahwa sebagian besar penyalahguna narkoba adalah
pada umumnya berusia di atas 25 tahun, 80% laki-laki dan 20% perempuan, di

63
usia produktif dan bekerja. Penyalahgunaan narkoba di tempat kerja merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan hasil interaksi tiga faktor yaitu faktor
ketersediaan Narkoba; faktor individu; faktor pekerjaan dan lingkungan kerja dan
zat yang ada di dalam narkoba itu sendiri.

b. Penerapan Kepmenakertrans No. Per. 11/Men/VI/2005.

Sebagaimana tercantum dalam Permenakertrans No. Per. 11/MEN/VI/2005


tantang Pencegahan dan Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran
Gelap Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya di tempat Kerja,

(1) Pengusaha wajib melakukan upaya aktif pencegahan dan penanggulangan


penyalahgunaan dan peredaran gelap narkotoka, psikotropika dan zat adiktif
lainnya, melalui :

- Penetapan kebijakan;

- Penyusunan dan pelaksanaan program.

(2) Dalam melaksanakan upaya pencegahan tersebut, pengusaha melibatkan


pekerja/buruh, Serikat Pekerja/ Serikat Buruh, ahli dibidang tersebut.

(3) Dalam melaksanakan upaya pencegahan, pengusaha, pekerja/buruh, Serikat


Pekerja/ Serikat Buruh Dapat berkonsultasi dengan instansi pemerintah
terkait.

(4) Tes Penyalahgunaan Narkoba,

- Pengusaha dapat meminta pekerja/buruh yang diduga menyalahgunakan


narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya untuk melakukan tes dengan
biaya ditanggung perusahaan.

- Tes harus dilaksanakan oleh sarana pelayanan kesehatan atau


laboratorium yang berwenang sesuai peraturan perundangan yang berlaku.

- Hasil tes harus dijaga kerahasiaannya.

- Berdasarkan hasil tes tersebut, dokter yang telah mendapatkan pelatihan


dibidang narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya dapat menetapkan
apakah pekerja/ buruh tersebut harus mengikuti perawatan dan atau
rehabilitasi.

(5) Pengusaha dapat menjatuhkan tindakan disiplin kepada pekerja/ buruh dalam
hal pekerja/ buruh tidak bersedia untuk mengikuti program pencegahan,

64
penanggulangan, perawatan dan atau rehabilitasi akaibat penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.

(6) Pengusaha atau pekerja/ buruh harus segera melaporkan kepada Kepolisian
Negara RI apabila ditemukan seseorang atau lebih memiliki atau
mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja.

3. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN TB DI TEMPAT KERJA


a. Informasi Umum Tuberkulosis

Tuberculosis (TB) merupakan penyakit menular yang disebabkan kuman


Mycobacterium Tuberculosis. Sebagian besar kuman ini menyerang paru-paru
(TB paru), dan dapat juga mengenai organ tubuh lainnya seperti (TB ekstra paru)
seperti pleura kelenjar lymphe, tulang dll. TB dapat disembuhkan dengan berobat
secara tepat dan teratur minimal 6 bulan. Kuman TB menular dari seseorang
pasien TB menular (BTA positif) yang batuk dan menyebabkan basil melalui
udara yang terhirup orang sehat.

Pada umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet ada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet, sementara cahaya
atau sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Droplet dapat bertahan
beberapa jam dalam kondisi gelap dan lembab.

Daya penularan dari seseorang pasien ditentukan oleh banyaknya kuman


yang dikeluarkan oleh parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan
dahak, makin infeksius pasien tersebut.

Faktor yang memungkinkan seseorang terpapar kuman TB ditentukan oleh


konsentrasi droplet dalam udara dan lamanya menghirup udara tersebut. Risiko
tertular tergantung dari tingkat terpapar dengan droplet nuclei dan kerentanan
terhadap penularan. Adanya infeksi dapat dibuktikan dengan terjadinya
perubahan reaksi tuberkulin dari negatif menjadi positif. Sebagian besar dari
orang yang terinfeksi tidak akan menjadi pasien TB, hanya sekitar 10% dari yang
terinfeksi akan menjadi pasien TB. Faktor risiko yang mempengaruhi
kemungkinan seseorang menjadi pasien TB adalah daya tahan tubuh, malnutrisi,
silikosis, merokok dan infeksi. Infeksi HIV merupakan faktor risiko yang paling
kuat bagi yang terinfeksi TB untuk berkembang menjadi pasien TB. Bila jumlah

65
orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat
juga.

Program nasional penanggulangan TB merupakan strategi DOTS (Directly


Observed Treatment Short-course chemotherapy) sesuai dengan rekomendasi
WHO. DOTS saat ini merupakan strategi yang cost effective, dan hal ini sudah
terbukti dalam program nasional maupun di beberapa negara lainnya.

b. Dampak TB di Sektor Ketenagakerjaan

Penyakit TB merupakan penyakit infeksi kronis yang memerlukan pengobatan


minimal 6 bulan. Penyakit ini mempunyai dampak akibat tenaga kerja terinfeksi,
antara lain:

1) Penularan antar pekerja


2) Biaya pengobatan meningkat
3) Penurunan kualitas sumber daya manusia
4) Motivasi kerja menurun
5) Absenteisme meningkat
6) Turn over pekerja meningkat
7) Kematian

Selain itu akibat para pekerja terinfeksi TB maka akan berdampak terhadap
sosial ekonomi, antara lain :

1) Diskriminasi
2) Kehilangan pekerjaan/PHK/pengangguran
3) Kemiskinan/kerugian ekonomi (20-30% pendapatan RT pertahun)
4) Terganggunnya pembangunan sektor ketenagakerjaan pada umumnya
Dampak lebih lanjut akibat TB di tempat kerja adalah penurunan produktifitas
bagi tenaga kerja, perusahaan dan nasional.

66
c. Program Pencegahan dan Penanggulangan TB di Tempat Kerja

(1) Penerapan Peraturan Perundangan & Program K3 Dalam Program


TB
Pemenuhan hak pekerja untuk mendapatkan perlindungan keselamatan
dan kesehatan kerja dan pemenuhan persyaratan K3 yang merupakan
kewajiban pengusaha dimana pengusaha wajib :

- memberikan informasi kondisi lingkungan kerja,


- menyediakan APD yang sesuai,
- pengendalian LK,
- pemeriksaan kesehatan tenaga kerja,
- pelayanan kesehatan kerja,
- penyelenggaraan makan/gizi kerja
- Kewajiban pelatihan dokter dan paramedis psh
- Penunjukan dokter pemeriksa kes TK
- Syarat petugas penyelenggara makanan di tpt kerja
- Membentuk dan menjalankan fungsi P2K3
- Mencegah dan pengobati penyakit Umum dan PAK.

(2) Prinsip Penanggulangan TB Melalui Program K3


Penanggulangan TB di tempat kerja merupakan bagian tak
terpisahkan dari program K3 di perusahaan, dimana pengembangan
program melalui lembaga P2K3 dan Pelayanan Kesehatan Kerja dengan
memberdayakan fungsi SDM K3 yaitu :

- dokter perusahaan,
- dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja,
- ahli K3,
- Higienis Industri
- paramedis perusahaan,
- petugas K3 dll.
Selain itu dalam program ini dibutuhkan peran aktif untuk mendorong
peran unsur tripartit & pihak terkait :

- Pemerintah khususnya Disnaker & Dinkes


- organisasi pengusaha (APINDO, KADIN),

67
- serikat pekerja/buruh (SP/SB)
- serta pihak pemeduli lainnya (asosiasi profesi K3, LSM, akademisi,
pakar kesehatan kerja dll.)

(3) Bentuk Program/Kegiatan Penanggulangan TB di Tempat kerja


Dalam kegiatan penanggulangan TB di tempat kerja, hendaknya
bersifat komprehensif yaitu meliputi kegiatan :

Promotif :
Sosialisasi/workshop tentang Penerapan buku Pedoman
Penanggulangan TB di Tempat Kerja bagi stake holder terkait
Pelatihan program DOTS bagi dokter dan paramedis perusahaan
Sosialisasi program TB di tempat kerja bagi pekerja (penyuluhan &
KIE) sebagai bagian dari promosi gaya hidup sehat
Advokasi program terhadap pengusaha
Peningkatan gizi kerja, olahraga dan program bebas rokok di tempat
kerja.

Preventif :
Penemuan kasus/suspek TB melalui pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja (Awal, Berkala, Khusus)
Pengendalian lingkungan kerja
Penggunaan APD
Imunisasi pada anak2 pekerja
Petugas pengelola makan bagi tenaga kerja dipersyaratkan tidak
mengidap penyakit menular (TB, Typhoid, Cacingan).

Kuratif :
Pengobatan dan perawatan bagi pekerja yang mengidap TB dengan
penerapan standar DOTS (Direct Observed Treatment Short Course)
dalam Pelayanan kesehatan kerja dengan Petugas pengawas minum
obat (PMO) dan Tenaga kerja diistirahatkan 2-3 mg saat pengobatan
awal TB.
Rujukan pasien ke layanan kesehatan (laboratorium, diagnosis dan
pengobatan).

68
Rehabilitasi kerja :
Penyesuaian pekerjaan (jenis pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan
kondisi lingkungan) pada pekerja yang sakit / dalam pengobatan TB.

(4) Prinsip Pencegahan dan Penanggulangan TB di Tempat Kerja


Perusahaan memiliki kemampuan manajemen untuk melaksanakan
kegiatan program pencegahan dan penanggulangan TB, karena
perusahaan mempunyai kemampuan dalam proses analisa dan
manajemen proyek, kemampuan dibidang pengadaandan hal-hal lain
terkait masalah kebutuhan dan suplai, serta dalam mencapai hasil/ target.
Beberapa keuntungan penanggulangan TB di tempat kerja adalah pekerja
berkumpul secara reguler pada waktu yang pasti, komunikasi yang relatif
mudah dan beberapa tempat kerja memiliki sistem pelayanan dan fasilitas
kesehatan kerja sehingga dapat digunakan untuk keperluan pencegahan,
penanganan pasien dan dukungan lainnya.

Dalam penerapan program pencegahan dan penanggulangan TB di


tempat kerja, sangat penting untuk memperhatikan prinsip-prinsip yang
dapat dijadikan pedoman oleh pemangku kepentingan (stakeholder)
khususnya bagi tenaga kesehatan yang terlibat langsung. Adapun prinsip-
prinsip tersebut adalah :

Perlindungan pasien, keluarga dan orang lain di tempat kerja.


Selalu berpihak kepada pasien, menjaga kerahasiaan kondisi medis
dan catatan medik pasien.
Memberikan manfaat kesejahteraan sosial bagi pasien dan
keluarganya.
Memberikan perlindungan kepada orang lain yang berada di tempat
kerja untuk tidak tertular oleh pasien TB di tempat kerja.
Membantu pasien TB menyesuaikan beban kerja/tugas dengan
kondisi kesehatannya.
Menjamin lingkungan tempat kerja yang aman
Menggunakan kampanye penyuluhan untuk mengurangi stigma
Mengembangkan dan menerapkan kebijakan manajemen yang jelas.
Menerapkan pengawasan lingkungan fisik.

69
Pengendalian lingkungan fisik di tempat kerja merupakan cara yang
efektif dalam mengendalikan penyebaran TB.
Pengembangan kemitraan

Kemitraan dilakukan sejak persiapan, pelaksanaan sampai dengan


monitoring dan evaluasi program. Tujuan kemitraan adalah untuk
meningkatkan komitmen, koodinasi, komunikasi, sumber daya dan
kemampuan serta terbukanya peluang untuk saling membantu.

(5) Penerapan Strategi dan DOTS di Tempat Kerja

Di tempat kerja, manajer menetapkan visi dan misi strategis untuk


perusahaan, mengembangkan budaya dan konsep untuk pertumbuhan,
keuntungan dan produktifitas. Dalam menerapkan dan mensosialisasikan
kebijakan pencegahan dan penanggulangan TB di perusahaan, strategi
utama nya adalah memprioritaskan kesehatan pekerja dan
mengintegrasikan program DOTS. Kegiatan DOTS TB di tempat kerja
memerlukan komitmen yang berkesinambungan dan kebijakan yang
konsisten. Untuk itu diperlukan usaha prakondisi untuk keberhasilan
program DOTS yaitu :

- Menjamin bahwa program dikembangkan menjangkau seluruh pekerja

- Menjamin bahwa program dilaksanakan bekerjasama dengan Dinas


Kesehatan, Dinas Tenaga Kerja dan pihak-pihak terkait setempat.

- Menyepakati garis besar tujuan program dan komit terhadap


pelaksanaan jangka panjang.

- Menjamin bahwa manajemen perusahaan memahami, respek dan


berperan terhadap pentingnya program

4. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN PANDEMI INFLUENZA


DI TEMPAT KERJA
Salah satu permasalah K3 saat ini adalah adanya penyebaran virus Infulenza
type A dengan sub type H1N1 yang lebih dikenal dengan Flu Baru H1N1 dan sub
type H5N1 yang lebih dikenal dengan Avian influenza atau flu burung yang akan
berdampak terhadap sektor ketenagakerjaan. Badan Kesehatan Dunia WHO telah
menetapkan penyakit Flu Baru H1N1 sebagai Pandemi Influenza pada tanggal 11

70
Juni 2009. Data WHO pada tanggal 15 Juli 2009 kasus Flu Baru H1N1 telah
mencapai 94.512 kasus dengan 429 orang diantaranya meninggal dunia. Di
Indonesia berdasarkan data departemen Kesehatan kasus Flu Baru H1N1
sebanyak 157 kasus.

Tenaga kerja dengan kondisi kerja dan lingkungan kerja melalui pajanan di
tempat kerja dapat berdampak kepada kesehatan tenaga kerja termasuk pajanan
virus influenza termasuk flu burung maupun virus A H1N1. Pandemi Influenza
adalah wabah raya yang disebabkan oleh virus influenza dan mempunyai
kemampuan menyebar dengancepat antar manusia ke seluruh dunia.

Berdasarkan kondisi tersebut, sektor ketenagakerjaan harus mengantisipasi


dampak pandemi influenza di Indonesia secara serius dan tepat, serta
meningkatkan kewaspadaan terhadap penyebaran penyakit influenza tersebut.

Pandemi influenza merupakan masalah kita bersama dan salah satu


tantangan bagi pembangunan bidang kesehatan dan bidang ketenagakerjaan,
karena dikhawatirkan penyebaran virus tersebut merambah ke tempat kerja yang
dapat berakibat buruk terhadap dunia kerja.

Dampak Influenza Pada Sektor Ketenagakerjaan Dan Upaya


Pencegahannya

(1) Dampak Flu Burung dan Pandemi Influenza.

Pandemi influenza termasuk avian flu burung dapat berdampak buruk


terhadap sektor ketenagakerjaan. Pandemi dapat menyebabkan absenteisme
dan biaya pengobatan meningkat serta penurunan produktivitas kerja, di
samping itu pandemi influenza secara tidak langsung dapat memicu
bertambahnya angka kemiskinan dan terganggunnya pembangunan sektor
ketenagakerjaan pada umumnya.

(2) Upaya pencegahan.

Upaya pencegahan pandemi influenza termasuk avian influenza pada


sektor ketenagakerjaan dapat dilakukan melalui,

- Penerapan norma keselamatan dan kesehatan kerja. UU No. 1 tahun 1970


telah mengatur atas keselamatan dan kesehatan kerja dengan upaya-
upaya identifikasi sumber bahaya yang merupakan potensi terjadinya
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Selain itu diatur juga mengenai

71
upaya dan syarat pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang berisi aspek teknis, medis, prosedural dan kompetensi sumber daya
manusia. Secara teknis, syarat kesehatan kerja diatur melalui peraturan
pelaksanaannnya.

Dalam implementasinya pelaksanaan syarat-syarat keselamatan kerja


diselenggarakan melalui Pelayanan Kesehatan Kerja (PKK) yang diatur
dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.
03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja sebagai sarana perlindungan tenaga kerja
dapat merupakan salah satu upaya pencegahan yang cukup efektif bila
dilaksanakan secara optimal. Melalui pelayanan kesehatan kerja, dapat
dilakukan sosialisasi, informasi dan edukasi kepada tenaga kerja serta
pengawasan terhadap setiap kasus influenza sehingga penyebaran
influenza di tempat kerja dapat diketahui secara dini.

- Upaya pencegahan yang efektif melalui penyelenggaraan Pelayanan


Kesehatan Kerja perlu melibatkan lembaga dan SDM K3 di tempat kerja
antara lain dokter perusahaan, dokter pemeriksa kesehatan tenaga
kerja, paramedis perusahaan, ahli K3, petugas K3.

- Upaya lain dapat dilakukan dengan meningkatkan peran serta


organisasi pengusaha dan serikat pekerja/buruh sehingga upaya
pencegahan dan kesiapsiagaan pandemi influenza dapat
diimplementasikan di setiap tempat kerja.

- Segera menyusun rencana tanggap darurat pandemi influenza di


tempat kerja.

- Menerapkan jejaring program dan berkoordinasi dengan instansi terkait.

Upaya-upaya tersebut dapat menciptakan tempat kerja yang aman,


nyaman, sehat, nihil kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja sehingga
dapat meningkatkan daya saing perusahaan baik di tingkat lokal, regional
maupun global

72
Bentuk Program/Kegiatan Pencegahan Pandemi Influenza Di Tempat
Kerja

Bentuk program pencegahan flu burung dan pandemi influenza di tempat


kerja dapat bersifat promotif berupa kegiatan pembinaan dan
sosialisasi/workshop/ seminar. Program yang bersifat preventif antara lain
pengendalian lingkungan kerja, penggunaan Alat Pelindng Diri (APD) yang
sesuai secara tepat dan benar, Imunisasi dan Isolasi penderita/suspect.
Sedangkan program yang bersifat kuratif antara lain pengobatan dan
observasi bagi pekerja yang mengidap influenza, perawatan dan rujukan
pasien ke layanan kesehatan yang lebih lengkap bagi pekerja yang mengidap
atau suspect Flu Burung serta rehabilitasi kerja/ penyesuaian pekerjaan (jenis
pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan kondisi lingkungan) pada pekerja
setelah perawatan/pengobatan Flu Burung.

Pelaksanaan program pencegahan flu burung dan pandemi influenza dapat


dilakukan berkoordinasi dengan pihak terkait dan lintas sektor serta
mendorong peran unsur tripartit.

Disamping program-program tersebut di atas, mendorong


pengusaha/pengurus perusahaan untuk segera menyusun rencana tanggap
darurat pandemi influenza dengan tujuan memperkecil risiko terhadap pekerja
dan keberlangsungan usaha dengan tingkat absensi pekerja mencapai 30%.
Selain itu dapat juga dilakukan antara lain peningkatan kesadaran level
manajer agar menerapkan kesiapsiagaan terhadap kemungkinan terjadinya
pandemi, mengantisipasi terjadinya tingkat absensi sebesar 30% untuk
periode minimal 3 (tiga) bulan dengan menyelesaikan matriks persentase
absensi untuk menentukan titik-titik rawan, menentukan pihak-pihak
terpenting serta kegiatan usaha yang vital dalam rangka menjaga
kelangsungan usaha dalam kondisi pandemi serta mempersiapkan proses
pendelegasian sederhana dalam pemberian persetujuan di perusahaan.

73
BAB III

PENUTUP

Demikian, modul ini dibuat agar dapat meningkatkan pemahaman pengawasan di


bidang kesehatan kerja dan diharapkan calon Ahli K3 nantinya di tempat kerja dalam
pembinaan dan pengawasan kesehatan kerja dapat dilaksanakan dengan baik dan
upaya kesehatan kerja secara aplikasi dapat dilaksanakan secara optimal di tempat
kerja, sehingga kecelakaan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah.

Selain membaca buku ini diharapkan dapat menambah wawasan dengan


membaca refensi lain yang bekaitan dengan kesehatan kerja.

74
TEST FORMATIF :

1. Jelaskan penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja secara komprehensif

2. Sebutkan dan jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan dan


produktivitas

3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja.
4. Apa maksud dan tujuan dari pemeriksaan kesehatan tenaga kerja berkala
(periodik).
5. Apa pendapat saudara, apabila seorang pekerja tidak dilakukan pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja.
6. Apa yang saudara ketahui tentang P3K di tempat kerja, Petugas P3K di tempat
kerja dan fasilitas P3K di tempat kerja

7. Apa syarat untuk ditunjuk menjadi petugas P3K di tempat kerja

8. Apa saja fasilitas P3K di tempat kerja.

9. Kenapa sektor ketenagaakerjaan rentan terhadap penyebaran HIV dan AIDS


10. Apa dampak penyalahgunaan narkoba di sektor ketenagakerjaan

75
DAFTAR PUSTAKA

1. Sumamur PK, MSc.DR (1993) Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja edisi ke IX,
Jakarta PT Gunung Agung

2. Training material K3 bidang kesehatan kerja, Depnaker RI Ditjen Binawas


(1996/1997)

3. Himpunan Peraturan perundangan Keselamatan dan Kesehatan kerja, Dit. PNK3 -


Ditjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan. Program perlindungan dan
Pengembangan Lembaga Tenaga Kerja Depnakertrans RI Tahun Anggaran 2006.

4. Standar pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, Ditjen Pembinaan Hubungan Industrial


dan Pengawasan Ketenagakerjaan, TA 1993/1994.

5. Pedoman Gizi kerja, Depnaker RI

6. Pedoman pengelolaaan makanan bagi pekerja, Depnakertrans, Ditjen Binawas, 1999

7. Bag. Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , 1986, Penuntun Diit, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama .

8. Dit. PNKK, 1999, Pedoman Pengelolaan Makanan Bagi Pekerja, Jakarta,


Depnakertrans.

9. Depnaker, 1995, Standar Gizi Kerja, Jakarta, Proyek Pengembangan Kondisi


Lingkungan Kerja dan Perlindungan Tenaga Kerja TA. 1994/1995

10. Sumakmur PK. : Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 1981.
11. ( _________ ) (1983) Ergonomi dan produktivitas, Pusat Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Jakarta.
12. Pedoman Pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, Palang Merah
Indonesia (PMI), Jakarta 1999.
13. Pedoman praktis Ergonomik, ILO Jenewa Terjemahan DK3N
14. Barry S.L., David H. W.: Occupional Health, 4 th Ed., Lippincott W & W.,
Philadelphia USA, 2000.
15. PT. Jamsostek (Persero) (1996) Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah
Mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

76
Lampiran 1

FORMULIR PERMOHONAN PENGESAHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN


KESEHATAN KERJA

Nomor :
Lampiran :
Perihal : Permohonan Pengesahan Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Kerja

Yth. *)
1. Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans RI
2. Kepala Dinas (Ketenagakerjaan) Provinsi................................
3. Kepala Dinas (Ketenagakerjaan) Kab/Kota..............................

Yang bertandatangan di bawah ini, kami pengurus dari :


Perusahaan/Instansi : ..................................................................
Alamat Perusahaan/Instansi : ..................................................................
Jenis Usaha : ..................................................................
Mengajukan permohonan pengesahan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja di
perusahaan/instansi kami. Bersama ini terlampir persyaratan yang diperlukan :
1. Data Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja Perusahaan/ Instansi
2. Data Cabang-cabang Pelayanan Kesehatan Kerja dalam satu manajemen perusahaan (untuk
skala provinsi atau nasional)
3. Pernyataan dokter penanggung jawab untuk mematuhi peraturan perundangan di bidang
kesehatan kerja
4. Salinan surat izin praktek dokter penanggung jawab
5. Salinan SKP dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja sebagai penanggung jawab pelayanan
kesehatan kerja
6. Pas foto dokter penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja (ukuran 4x6) sebanyak 2 lembar
Demikian pengajuan permohonan kami, mohon untuk diproses sesuai ketentuan yang berlaku. Atas
perhatian diucapkan terima kasih
*) sesuai wilayah operasional perusahaan/instansi
, ..., 20
Tanda tangan
Cap Perusahaan/Instansi

(NAMA JELAS)
Tembusan :
1. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI (bila permohonan diajukan ke Disnaker Provinsi)
2. Kepala Dinas ketenagakerjaan Provinsi (bila permohonan diajukan ke Disnaker Kab/kota)
3. Arsip

77
A. DATA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

I. Data Perusahaan
1. Nama Perusahaan Induk :
2. Alamat Perusahaan :
3. Bidang Usaha : Nomor KLUI
4. Nama Perusahaan Cabang (bila ada)
a. Nama Perusahaan :
Alamat :
b. Nama Perusahaan :
A. Alamat :

II. Jumlah Tenaga Kerja : Pria .......................................orang


Wanita .......................................orang
Jumlah ....................................... orang
III. Bentuk Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja

1. Diselenggarakan sendiri oleh Pengurus dalam bentuk :

a. Rumah Sakit perusahaan b. Klinik perusahaan


2. Diselenggarakan oleh Pengurus melalui kerja sama dengan pelayanan kesehatan di
luar perusahaan

3. Diselenggarakan secara bersama-sama oleh beberapa perusahaan

IV. Tenaga Medis


1. Dokter
a. Dokter Umum : ...................... orang
b. Dokter dengan sertifikat Hiperkes : ...................... orang
c. Dokter Spesialis : ................... orang
Jumlah : ................... orang
2. Dokter Penanggung jawab

Memiliki SKPdokter pemeriksa Belum memiliki SKP dokter pemeriksa


3. Paramedis perusahaan
a. Memiliki sertifikat hiperkes ............. orang
b. Belum memiliki sertifikat hiperkes ............. orang
Jumlah .............. orang

78
V. Sarana Pelayanan Kesehatan Kerja :
Nomor Jenis Sarana Keterangan
(beri tanda V bila sudah ada
A. SARANA DASAR :
1. Ruangan :
a. Ruang tunggu ..........................................
b. Ruang periksa ..........................................
c. Ruang/almari obat ..........................................
d. Kamar mandi dan WC ..........................................

2. Perlengkapan umum:
a. Meja dan kursi ..........................................
b. Tempat tidur pasien ..........................................
c. Wastafel ..........................................
d. Timbangan badan ..........................................
e. Meteran/pengukur tinggi badan ..........................................
f. Kartu status ..........................................
g. Register pasien berobat ..........................................

3. Peralatan medis :
a. Tensimeter dan stetoskop ..........................................
b. Termometer ..........................................
c. Sarung tangan ..........................................
d. Alat bedah ringan (minor set) ..........................................
e. Lampu senter ..........................................
f. Obat-obatan ..........................................
g. Sarana/Perlengkapan P3K ..........................................
h. Tabung oksigen dan isinya ..........................................
B. SARANA PENUNJANG :
1. Alat Pelindung Diri (APD) ..........................................
2. Alat evakuasi : tandu, ..........................................
ambulance/kendaraan pengangkut
korban dll.
3. Peralatan penunjang diagnosa :
a. spirometer, audiometer ..........................................
b. Peralatan pemantau/pengukur ..........................................
lingkungan kerja : sound level
meter, lux meter, gas detector

.............................. 20..

Tanda tangan
Cap Perusahaan/Instansi

(NAMA JELAS)

79
B. BENTUK PERNYATAAN DOKTER PENANGGUNG JAWAB

Yang bertandatangan di bawah ini :

Nama : .......................................................................
Tempat/tanggal lahir : .......................................................................
Jenis Kelamin : .......................................................................
Alamat Rumah : ........................................................................
Alamat Praktek : ........................................................................
Surat Izin Praktek No : .......................................................................
Kursus Hiperkes dan KK : Sudah/ Belum *)

Nomor Reg. SKP dokter pemeriksa bila sudah ada : .....................................


menyatakan bersedia menjadi penanggung jawab Pelayanan Kesehatan Kerja di
Perusahaan/Instansi ...................................................... dan bersedia memenuhi semua ketentuan
peraturan perUndang-Undangan K3 bidang kesehatan kerja.

*) Coret yang tidak perlu


........................, ......................20.

Mengetahui, Yang membuat pernyataan,


Pimpinan Perusahaan/Instansi
Td tangan

Td tangan dan cap


(NAMA JELAS)
(NAMA JELAS)

80
LAMPIRAN 2

BENTUK SURAT KEPUTUSAN PENGESAHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN


KESEHATAN KERJA
KOP DINAS/INSTANSI KETENAGAKERJAAN
SURAT KEPUTUSAN
KEPALA DINAS/INSTANSI KETENAGAKERJAAN
PUSAT/PROVINSI/KAB/KOTA
....................
NOMOR KEP. ..
TENTANG
PENGESAHAN PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
DI PERUSAHAAN
KEPALA DINAS KEPALA DINAS/INSTANSI KETENAGAKERJAAN
PUSAT/PROVINSI/KAB/KOTA
..............................................
Menimbang : 1. bahwa keselamatan tenaga kerja yang setinggi-tingginya dapat
dicapai bila kesehatan tenaga kerja berada dalam kondisi yang
sebaik-baiknya
2. bahwa untuk mencapai taraf kesehatan tenaga kerja yang sebaik-
baiknya perlu diselenggarakan Pelayanan Kesehatan Kerja

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1970 Nomor 1,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 1818);
2. Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2003 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4279);
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja;

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.


01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat
Kerja;
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja;
Memperhatikan : Surat Permohonan Pengesahan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan
Kerja dari :

Perusahaan :
Nomor :
Tanggal :

81
Menetapkan :
KESATU : Pengesahan Penyelenggaraan Pelayan Kesehatan Kerja di
Perusahaan/Instansi ........................................................................
Dengan dokter perusahaan/Instansi yang bertanggung jawab dalam
Pelayanan Kesehatan Kerja,
Nama :
No Reg SKP Dokter Pemeriksa :
KEDUA : Pelayanan Kesehatan Kerja tersebut amar Pertama mempunyai tugas
memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan kerja baik fisik maupun mental dan mencegah serta mengobati
penyakit akibat kerja dan penyakit lainnya demi meningkatkan kesehatan
kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja serta wajib
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada :
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja

MEMUTUSKAN :
KETIGA : Pelayanan Kesehatan Kerja segera dapat melakukan tugas dan kegiatannya
sejak tanggal pengesahannya.
KEEMPAT : Pengurus wajib menyampaikan laporan Teknis Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja kepada Dinas yang membidangi ketenagakerjaan setempat
dengan tembusan kepada Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Depnakertrans RI
KELIMA : Semua pembiayaan yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan
Kesehatan kerja dibebankan pada perusahaan/instansi yang bersangkutan
KEENAM : Surat Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal
ditetapkannya dan apabila terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.

Tembusan:
1. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI
2. Gubernur/Bupati/Walikota .................... Ditetapkan Di :
3. Arsip. Pada tanggal :

KEPALA DINAS/INSTANSI
KETENAGAKERJAAN


NIP

82
LAMPIRAN 3

FORMULIR PELAPORAN
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA

(KOP PERUSAHAAN/INSTANSI)

, .20
Nomor :
Lamp. : Kepada Yth :
Perihal. : 1. Kepala Dinas Tenaga Kerja ........
Laporan Penyelenggaraan 2. Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
Pelayanan Kesehatan Kerja Kesehatan Kerja, Ditjen Binwasnaker
Bulan......... sd ......... Th....... DEPNAKERTRANS RI
Jl Gatot Subroto Kav 51 Jaksel
di-
A. Jakarta
Yang bertanda tangan dibawah ini kami selaku pimpinan perusahaan/Instansi
Nama Perusahaan/Instansi :
Alamat Perusahaan/Instansi :
Jenis Perusahaan :
Jumlah Tenaga Kerja
a. Laki-laki ` : ...................... orang
b. Perempuan : ....................... orang

a. Jumlah : ....................... orang

Dengan ini menyampaikan laporan Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja Triwulan


....... bulan ......... sd. ........... Tahun ..........
Demikian disampaikan, atas perhatian diucapkan terima kasih.

Pimpinan Perusahaan/Instansi

( ...................................... )

= .=

83
I. DATA PENYAKIT YANG DIDERITA OLEH TENAGA KERJA YANG BERKUNJUNG KE
PELAYANAN KESEHATAN KERJA MAUPUN DARI HASIL PEMERIKSAAN
KESEHATAN BERKALA DAN KHUSUS

Jumlah Kasus Keterangan


No. (ditulis untuk
Jenis Penyakit Jumlah
Lama Baru yang
diduga PAK)
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. SALURAN PERNAFASAN
1.1. Infeksi saluran pernafasan bagian atas
termasuk influensa, Tonsilitis, Pharingitis,
Laringitis, Sinusitis, Rhinitis dan lainlain.
Infeksi saluran pernafasan lain termasuk
1.2. Bronchitis, Pleuritis, Pneumonia, Asma dan
lain-lain.
Tuberkulosa (TB)
1.3.
2. SALURAN PENCERNAAN
2.1. Gastritis/Tukak Lambung
2.2. Kolera
2.3. Diare, Dysentri
2.4. Typus Abdominalis, paratyphus
2.5. Radang hati
2.6. Lainnya sebutkan ...........................
3. GINJAL DAN SALURAN KEMIH
3.1. Radang ginjal dan saluran kencing
3.2. Batu ginjal dan saluran kencing
3.3. Lainnya sebutkan ...........................
4. PENYAKIT JANTUNG DAN
TEKANAN DARAH
4.1. Hypertensi
4.2. Hypotensi
4.3. Penyakit Jantung
4.4. Lainnya sebutkan ...........................
5. KELAINAN PEMBULUH DARAH
5.1. Wasir
5.2. Varises
5.3. Phlebitis
Lainnya sebutkan ...........................
6. KELAINAN DARAH
6.1. Anemia
6.2. Kelainan darah lainnya sebutkan
.................
PENYAKIT OTOT DAN KERANGKA
Myalgia, athralgia
(1) Arthitis, Rhematoid termasuk Gout
Hernia Nukleus Pulposus
Lainnya sebutkan ...........................
8. PENYAKIT KANDUNGAN DAN ALAT
KANDUNGAN
8.1. Kehamilan, persalinan dan nifas normal.
8.2. Kehamilan, persalinan dan nifas dengan
kelainan termasuk pendarahan toxemia dan
lain-lain.
8.3. Keguguran/abortus

84
8.4. Infeksi/tumor alat kandungan dan lain-lain
termasuk fluor albus.
8.5. Lainnya sebutkan ...........................
9. PENYAKIT INFEKSI PARASIT
9.1. Malaria
9.2. Cacing
9.3. Schistozomiasis, Filariasis
9.4. Lainnya sebutkan ...........................
10. PENYAKIT/GANGGUAN GIZI
10.1 Kekurangan Kalori & Protein (KKP)
10.2 Defisiensi vitamin lain
10.3 Over weight/obesitas
11. PENYAKIT/GANGGUAN ENDOKRIN DAN
METABOTIK
11.1 Gondok Endemik
11.2 Hypertyroid
11.3 Kencing Manis (Diabetes Mellitus)
11.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
12. PENYAKIT KELAMIN
12.1 Infeksi Gonokokus
12.2 Syphilis
12.3 Non Gonokokus Urethritis (NGU)
12.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
13. PENYAKIT KULIT DAN JARINGAN
DIBAWAH KULIT
13.1 Dermatitis Kontak
13.2 Dermatitis Alergi
13.3 Kelainan Jaringan Dibawah kulit
13.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
14. PENYAKIT MATA
14.1 Conjungtivitis, Keratitis, Skleritis.
14.2 Katarak
14.3 Glaukoma
14.4 Gangguan tajam penglihatan/Visus
14.5 Lainnya sebutkan ..........................
15. PENYAKIT PADA TELINGA DAN
MASTOID
15.1 Radang telinga luar
15.2 Radang telinga tengah dan dalam
15.3 Penurunan pendengaran/tuli
15.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
16. PENYAKIT GIGI DAN RONGGA MULUT
16.1 Stomatitis
16.2 Caries, Pulpitis
16.3 Gingivitis
16.4 Lainnya sebutkan ...........................

17. PENYAKIT SUSUNAN SYARAF


17.1 Gangguan syaraf tepi
17.2 Gangguan syaraf pusat
17.3 Lainnya sebutkan ...........................

85
18. GANGGUAN JIWA
18.1 Psikosis
18.2 Gangguan kepribadian/tingkah laku
18.3 Lainnya sebutkan ...........................
.
19. NEOPLASMA
19.1 Tumor Jinak
19.2 Tumor Ganas
20. Kelompok penyakit lainnya sebutkan
a. ..........
b. ..........
c. dst.
21. Penyakit yang diperberat atau diperparah oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja, sebutkan
diagnosisnya (ICD10 code) :
a. ..................
b. ..................
c. dst.
22. Penyakit yang diduga akibat kerja (diduga
PAK), sebutkan diagnosisnya (ICD10 code) :
a. ...................
b. ...................
c. dst.

23. Penyakit akibat kerja (PAK), sebutkan


diagnosisnya (ICD10 code)
a. ..................
b. ..................
c. dst.
JUMLAH KESELURUHAN

86
II. DATA KECELAKAAN KERJA

Jumlah Keterangan
Jumlah
Kasus (Penyebab
NOMOR Data Kecelakaan
utama
Laki-laki Wanita kecelakaan)
A. BAGIAN TUBUH YANG CIDERA
1 Kepala
2 Mata
3 Telinga
4 Badan
5 Lengan
6 Tangan
7 Telapak dan jari tangan
8 Paha
9 Kaki
10 Telapak dan jari kaki
11 Organ tubuh bagian dalam

B. CORAK KECELAKAAN
1 Terbentur, tertusuk, tersayat
2 Terpukul
3 Terjepit, tertimbun, tenggelam
4 Jatuh dari ketinggian yang sama dan tergelincir
5 Jatuh dari ketinggian berbeda
6 Keracunan
7 Tersentuh arus listrik
8 Lain-lain

C. AKIBAT KECELAKAAN
1 Jumlah korban yang meninggal
2 Jumlah korban yang cacat tetap
Jumlah korban sementara tidak
3 mampu bekerja
4 Jumlah hari kerja yang hilang
Jumlah korban yang langsung
5 mampu bekerja kembali
JUMLAH SELURUH KECELAKAAN

87
III. DATA KEGIATAN KESEHATAN KERJA LAINNYA :

Nomor Nama Kegiatan Jenis Kegiatan Keterangan


1 Pemeriksaan Kesehatan ................ orang
Tenaga Kerja a. Pemeriksaan Kesehatan Awal ................ orang
b. Pemeriksan Kesehatan Berkala ................ orang
c. Pemeriksaan Kesehatan Khusus

2 Pengukuran/pengujian a. Faktor bahaya fisik : ......... <, = / > NAB


b. Faktor bahaya kimia : ........
lingkungan kerja
c. Faktor bahaya biologi : .......
(hasil pengukuran d. Faktor bahaya psikologi : .......
e. Faktor bahaya ergonomi/fisiologi :
dilampirkan)
....
3 Monitoring biologis Jenis bahan kimia/sampel yang diukur : <, = / > standar
(hasil pemeriksaan a. ......
dilampirkan) b. .......
4 Penyediaan APD a. Pelindung kepala (..........) ............... buah
b. Sepatu keselamatan
c. dst.
5 Penyelenggaraan makan di a. Pemeriksaan penjamah makanan ............. orang
tempat kerja (petugas pengelola makanan yang .............. kali
menangani secara langsung proses
dari penerimaan bahan makanan
sampai dengan penyajian)
b. Pengawasan
6 P3K a. Pelatihan petugas P3K .............. orang
b. Pengawasan fasilitas P3K .............. kali
c. ......
7 Penyuluhan dan pelatihan Topik penyuluhan :
kesehatan kerja bagi a. .......... ............. orang
tenaga kerja b. .
8 Pelayanan Kontrasepsi a. Suntik ............. orang
b. Pil ............. orang
c. IUD ............. orang
d. Implant ............. orang
e. Sterilisasi ............. orang
f. Lain-lain ............. orang
9. Lain-lain sebutkan
a. .............
c. .............
d. dst
., , 20.
Mengetahui, Penyusun,
Pimpinan Perusahaan/Instansi Penanggung Jawab
Pelayanan Kesehatan Kerja

= .=
*****
(Dr. . )

88

Anda mungkin juga menyukai