Pengawasan Norma
Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan
Pengawasan Norma
Kerja (SMK3)
Kesehatan Kerja
0
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.
Perlindungan atas keselamatan dan kesehatan merupakan hak bagi tenaga kerja
dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi
dan produktivitas nasional. Dengan perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja
tersebut diharapkan akan lebih menjamin kondisi lingkungan kerja yang aman dan
tenaga kerjaselalu dalam keadaan sehat, selamat dan sejahtera sehingga pada
akhirnya dapat mencapai suatu tingkat produktivitas kerja yang tinggi. Untuk
mencapai kondisi tersebut maka diperlukan upaya kesehatan kerja.
Upaya kesehatan kerja perlu dilaksanakan karena di tempat kerja terdapat faktor-
faktor risiko bahaya yang dapat mengakibatkan timbulnya kecelakaan dan penyakit
akibat kerja. Sebagaimana diatur dalam pasal 3 ayat (1) Undang Undang No.1 Tahun
1970, bahwa pengurus perusahaan wajib untuk melaksanakan syarat-syarat
keselamatan kerja, dimana terdapat lebih dari 50 % merupakan syarat-syarat
kesehatan kerja. Dengan peraturan perundangan ditetapkan syarat-syarat
keselamatan kerja tersebut.
1
peningkatan jumlah ahli K3 melalui pembinaan calon Ahli Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
B. TUJUAN PEMBELAJARAN
C. RUANG LINGKUP
2
BAB II
POKOK BAHASAN
3
Berdasarkan paradigma baru diatas, di dunia international telah
dikembangkan beberapa sistem manajemen seperti Sistem Manajemen Mutu
(ISO 9000), Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14000) dan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Upaya kesehatan kerja mempunyai tujuan utama menciptakan tenaga kerja
yang sehat dan produktif. Dalam hal tujuan utama tersebut terdapat korelasi yang
erat antara derajat kesehatan tenaga kerja dengan produktivitas kerja. Apabila
tenaga kerja bekerja dengan beban pekerjaan yang dilakukan dengan cara dan
dalam lingkungan kerja yang memenuhi syarat-syarat kesehatan kerja serta
dengan derajat kesehatan tenaga kerja yang baik akan dicapai efesiensi kerja dan
produktivitas kerja yang optimal.
Dalam usaha mencapai tujuan kesehatan tenaga kerja guna mendapatkan
tenaga kerja yang produktif dan mempunyai derajat kesehatan yang setinggi-
tingginya perlu dilaksanakan berbagai upaya antara lain melalui penyelenggaraan
pelayanan kesehatan kerja.
a. Beban kerja:
Setiap pekerjaan merupakan beban dari pelakunya. Beban kerja tersebut
antara lain:
- Beban fisik; seperti pada mengangkat, memikul, menempa (pandai besi)
dan lain-lain.
- Beban mental; seperti pada manajer, pengusaha dan lain-lain.
Seorang tenaga kerja memiliki kemampuan tersendiri dalam
hubungannya dengan beban kerja. Pada umumnya mereka hanya mampu
memikul beban sampai batas tertentu, efisiensi dan produktivitas kerja
4
sangat ditentukan oleh tingkat beban optimal seorang tenaga kerja. Untuk
mendapatkan tingkat yang optimal, perlu menempatkan tenaga kerja pada
pekerjaan yang tepat. Tepat atau tidaknya suatu penempatan ditentukan
oleh faktor-faktor yang ada pada tenaga kerja seperti bakat, kecocokan,
pengalaman pengetahuan, ketrampilan, motivasi dan lain sebagainya.
b. Beban tambahan dari lingkungan kerja :
Suatu pekerjaan pada umumnya dilakukan dalam suatu lingkungan atau
keadaan yang dapat memberikan beban tambahan pada jasmani atau rohani
tenaga kerja. Secara garis besar faktor-faktor lingkungan kerja yang dapat
mengganggu kesehatan tenaga kerja adalah:
- Faktorfisikdapatberupa; kebisingan, suhu/iklim, radiasi, tekanan
udara, penerangan, getaran.
- Faktorkimiaberupa: gas dan uap, partikel / aerosol, debu, kabut, asap,
cairan, dll
- Faktor biologi dapat berupa; bakteri, virus, jamur, cacing, parasit, dll
- Faktor fisiologi ( Ergonomi )
- yaitu faktor yang mempengaruhi keserasian antara tenaga kerja dan
pekerjaannya (kontruksi mesin, sikap kerja dan cara kerja). Ketidak
serasian dari faktor di atas dapat menimbulkan kecelakaan kerja, sakit otot,
sakit pinggang, cedera punggung dan lain-lain.
- Faktor psikososial berupa :
Hubungan kerja yang kurang baik, sifat pekerjaan yang monoton, tak
sesuai bakat, kesejahteraan yang kurang dan lain-lain. Faktor ini selain
akan menurunkan produktivitas, juga dapat menimbulkan penyakit-penyakit
psikosomatik.
c. Kapasitas kerja:
Kapasitas kerja seseorang sangat dipengaruhi oleh :
- ketrampilan
- kesegaran jasmani
- keadaan kesehatan
- tingkat gizi
- jenis kelamin
- umur
5
- ukuran-ukuran tubuh (antropometri).
Kapasitas kerja akan maksimal, apabila seluruh faktor-faktor diatas dalam
keadaan optimal dan serasi dengan pekerjaan yang dihadapi. untuk itu perlu
pembinaan terus menerus, untuk meningkatkan ketrampilan dan tingkat
kesehatan tenaga kerja.
Untuk menghindari terjadinya kecelakaan dan gangguan kesehatan para
pekerja dan selalu dalam keadaan sehat dan produktif perlu dilakukan upaya-
upaya kesehatan kerja yaitu :
a. Optimalisasi beban kerja.
b. Pengendalian lingkungan kerja :
c. Peningkatan kapasitas kerja
UNDANG-UNDANG
1. Undang-undang No. 3 tahun 1969 tentang Persetujuan Konvensi
Organisasi Perburuhan International Nomor 120 Mengenai Higiene Dalam
Perniagaan dan Kantor-kantor.
Undang-undang ini menjelaskan bahwa dalam Konvensi No. 120 secara
garis besar mengatur kebersihan, ventilasi, suhu, penerangan, persediaan air
minum, kakus, tempat mencuci, tempat tukar pakaian dalam tempat kerja.
Selanjutnya Konvensi ini hendak melindungi pekerja terhadap bahaya getaran
dan sebagainya.
Setiap badan, lembaga atau dinas pemberi jasa atau bagiannya yang
tunduk kepada konvensi ini, dengan memperhatikan besarnya dan
kemungkinan bahaya yang akan terjadi, maka harus melaksanakan P3K di
tempat kerja.
6
b. memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja;
c. mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,
kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar
atau radiasi, suara dan getaran;
d. mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik fisik
maupun psikis, peracunan, infeksi dan penularan;
e. memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai;
f. menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik;
g. menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup;
h. memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban;
i. memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan cara
dan proses kerjanya.
KEPUTUSAN PRESIDEN
7
1. Keputusan Presiden RI. Nomor 22 Tahun 1993 Tentang Penyakit yang
Timbul Karena Hubungan Kerja.
PERATURAN MENTERI
8
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-
01/Men/1979 tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan,
Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Tenaga Para Medis
Perusahaan
9
7. Permennakertrans No. Per. 11/Men/2005 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba di
Tempat Kerja.
Peraturan Menteri ini ini mengatur tentang Kewajiban
pengusaha/Pengurus untuk melaksanakan program Pencegahan dan
Penanggulangan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkoba (P4GN)
di tempat kerja.
8. Permennakertrans No. Per. 25/Men/2008 tentang Pedoman Diagnosis
dan Penilaian Cacat Karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja.
Peraturan Menteri ini mengatur tentang pedoman untuk dapat
mendiagnosis penyakit akibat kerja dan untuk menilai kecacatan karena
kecelakaan dan penyakit akibat kerja, yang dibagi dalam bidang-bidang
disiplin ilmu kedokteran sehingga lebih mudah untuk diikuti dan digunakan
oleh berbagai pihak terutama dokter yang mengobati dan merawat tenaga
kerja.
KEPUTUSAN MENTERI
10
penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja. Setelah penyakit akibat kerja
didiagnosa harus dilaporkan dalam waktu 2 x 24 jam.
a. mengembangkan kebijakan
b. mengkomunikasikan kebijakan
c. memberikan perlindungan kepada pekerja/buruh dengan HIV/AIDS dari
tindak dan perlakukan diskriminatif, dan
d. Menerapkan prosedur K3 khusus.
Pengusaha dilarang melakukan tes HIV untuk digunakan sebagai
prasyarat suatu proses rekrutmen atau kelanjutan status pekerja/buruh
atau kewajiban pemeriksaan kesehatan rutin.
Tes HIV hanya dapat dilakukan terhadap pekerja /buruh atas dasar
kesukarelaan dengan persetujuan tertu;is dari pekerja /buruh yang
bersangkutan.
11
Pengujian Hepatitis B dalam pemeriksaan kesehatan tenaga kerja
tidak boleh digunakan untuk menentukan fit atau unfit terhadap tenaga
kerja.
12
c. Pelaksanaan P3K di tempat kerja yang meliputi Personil dan Fasilitas P3K
di tempat kerja.
d. Gizi kerja dan penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja (kantin dan
perusahaan katering pengelola makanan bagi tenaga kerja).
e. Personil bidang kesehatan kerja (dokter perusahaan, dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja, paramedis perusahaan, petugas dan pengelola
perusahaan katering bagi tenaga kerja, petugas P3K)
f. Program pencegahan dan penanggulangan penyakit di tempat kerja (HIV -
AIDS dan P4GN).
13
1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
b. Permennakertrans No. Per. 01/Men/1976 tentang . Peraturan Menteri Tenaga
Kerja, Transmigrasi dan Koperasi Nomor Per-01/Men/1976 tentang Kewajiban
Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Bagi Dokter
Perusahaan.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per-01/Men/1979
tentang Kewajiban Latihan Hygiene Perusahaan, Kesehatan Dan Keselamatan
Kerja Bagi Tenaga Para Medis Perusahaan.
d. Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan
Tenaga Kerja Dalam Penyelenggaraan Keselamatan Kerja.
e. Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja.
2. PENGERTIAN/DEFINISI
a. Dokter Perusahaan : tenaga dokter yang bekerja untuk menjalankan higiene
perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja di suatau perusahaan.
b. Paramedis Perusahaan : tenaga dokter yang bekerja untuk menjalankan
higiene perusahaan, keselamatan dan kesehatan kerja di suatau perusahaan.
c. Dokter Pemeriksa Kesehatan Tenaga Kerja : dokter yang ditunjuk perusahaan
untuk melaksanakan pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dan telah
mendapatkan penunjukan dari Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan
Ketenagakerjaan.
d. Pelayanan Kesehatan Kerja (Occupational Health Services) adalah suatu
pelayanan yang dilakukan untuk pencegahan, diagnosa, menangani
kecelakaan kerja atau penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan serta
pemberian rehabilitasi terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan atau
penyakit di tempat kerja.
14
2) Pembinaan dan pengawasan atau penyesuaian pekerjaan terhadap tenaga
kerja
3) Pembinaan dan pengawasan terhadap lingkungan kerja
4) Pembinaan dan pengawasan terhadap sanitair
5) Pembinaan dan pengawasan terhadap perlengkapan kesehatan kerja
6) Pencegahan dan pengobatan terhadap penyakit umum dan penyakit akibat
kerja
7) Pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K)
8) Pendidikan kesehatan untuk tenaga kerja dan latihan untuk petugas P3K
9) Memberikan nasihat mengenai perencanaan dan pembuatan tempat kerja,
pemiihan alat pelindung diri yang diperlukan dan gizi serta penyelenggaraan
makanan di tempat kerja
10) Membantu usaha rehabilitasi akibat kecelakaan atau penyakit akibat kerja
11) Pembinaan dan pengawasan terhadap tenaga kerja yang mempunyai
kelainan tertentu dalam kesehatannya
12) Memberikan laporan berkala tentang pelayanan ksehatan kerja kepada
perusahaan
15
Unit pelayanan kesehatan di perusahaan (misalnya poliklinik atau rumah
sakit perusahaan)
Unit pelayanan kesehatan di luar perusahaan, baik milik pemerintah
(misalnya rumah sakit, poliklinik, puskesmas dll.) maupun milik swasta
(misalnya rumah sakit, poliklinik, balai pengobatan dll.)
Pengurus dari beberapa perusahaan secara bersama-sama
menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan Kerja (Pusat kesehatan kerja
gabungan) yang sering dibentuk pada kawasan-kawasan industri,
misalnya: Rumah sakit pekerja,Poliklinik pekerja, dan lain-lain
2) Pelayanan kesehatan kerja baik yang ada di perusahaan maupun di luar
perusahaan berbentuk lembaga yang mendapat pengesahan dari instansi di
bidang ketenagakerjaan sesuai wilayah kewenangannya.
3) Struktur lembaga pelayanan kesehatan kerja minimal meliputi :
Penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja,
Pelaksana pelayanan kesehatan kerja,
Petugas pencatatan dan pelaporan pelayanan kesehatan kerja
4) Lembaga pelayanan kesehatan kerja yang ada di perusahaan menjadi
bagian atau terintegrasi dengan struktur kelembagaan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) yang ada di perusahaan misalnya Departemen K3,
P2K3 atau lembaga sejenis lainnya;
16
3) Personil kesehatan kerja (dokter perusahaan, dokter pemeriksa kesehatan
tenaga kerja, perawat/paramedis perusahaan dll.) harus memenuhi
persyaratan profesi kesehatan dari instansi berwenang sesuai peraturan
perundangan yang berlaku;
4) Hal-hal yang menyangkut etika profesi dokter dan tenaga kesehatan lainnya
mengacu pada kode etik profesi dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
No Jenis Sarana
A SARANA DASAR :
1 Ruangan :
a. Ruang tunggu
b. Ruang periksa
c. Ruang/almari obat
d. Kamar mandi dan WC
2 Peralatan medis :
a. Tensimeter dan stetoskop
b. Termometer
c. Sarung tangan
d. Alat bedah ringan (minor set)
e. Lampu senter
f. Obat-obatan
g. Sarana/Perlengkapan P3K
h. Tabung oksigen dan isinya
3 Perlengkapan umum:
a. Meja dan kursi
b. Tempat tidur pasien
c. Wastafel
d. Timbangan badan
e. Meteran/pengukur tinggi badan
f. Kartu status
g. Register pasien berobat
B SARANA PENUNJANG :
Alat Pelindung Diri (APD)
1
Alat evakuasi : tandu, ambulance/kendaraan pengangkut korban dll.
2 Peralatan penunjang diagnosa : spirometer, audiometer dll.
Peralatan pemantau/pengukur lingkungan kerja : sound level meter, lux
3
meter, gas detector dll.
17
Catatan :
Sarana dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kerja pada poin A 1 sd 3 adalah
minimal yang harus dipenuhi, sedangkan sarana pada poin B 1 sd 3 merupakan
sarana penunjang, yang dapat disediakan sesuai kebutuhan perusahaan.
18
potensi bahaya tinggi (penentuan tingkat risiko suatu perusahaan/tempat
kerja mengacu pada standar atau peraturan perundangan yang berlaku).
Catatan :
*) Bentuk kegiatan pembinaan kepada tenaga kerja :
pendidikan/pelatihan/penyuluhan tentang kesehatan kerja kepada
tenaga kerja agar memahami masalah kesehatan kerja khususnya
yang berkaitan dengan risiko kesehatan yang dialami terkait dengan
pekerjaannya.
**)Pengawasan dan pembinaan lingkungan kerja :
melihat secara langsung kondisi lingkungan kerja dan memberikan
masukan-masukan dalam rangka perbaikan lingkungan kerja
khususnya dalam rangka menurunkan risiko kecelakaan dan
penyakit akibat kerja.
19
a) Dapat dalam bentuk kerjasama dengan :
Sarana pelayanan kesehatan pemerintah (Puskesmas, rumah sakit dan
poli klinik/ balai pengobatan dan lain-lain),
Sarana pelayanan kesehatan swasta (rumah sakit, poli klinik, dokter
praktek swasta, dan lain-lain),
Perusahaan Jasa K3 (PJK3) bidang kesehatan kerja.
b) Dapat dilaksanakan untuk perusahaan dengan jumlah tenaga kerja kurang
dari 1.000 orang dengan potensi bahaya rendah.
c) Memberikan pelayanan kesehatan kuratif dan rehabilitatif bagi tenaga kerja.
d) Memberikan pelayanan kesehatan preventif dan promotif dengan ketentuan:
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja lebih dari 500 s.d 1000 orang
dilakukan kunjungan perusahaan sekurang-kurangnya setiap 1 bulan
sekali;
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 200 s.d 500 orang dilakukan
kunjungan perusahaan sekurang-kurangnya setiap 3 bulan sekali;
perusahaan dengan jumlah tenaga kerja kurang dari 200 orang
dilakukan kunjungan perusahaan minimal setiap 6 bulan sekali.
Tabel 3. Cara pelayanan kesehatan kerja melalui ikatan kerja sama dengan
pelayanan kesehatan di luar perusahaan
20
3 s.d 200 orang Pelayanan kesehatan preventif dan promotif
melalui kunjungan perusahaan minimal
setiap 6 bulan sekali
Memberikan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif serta rujukan selama jam kerja
21
4) Surat pernyataan dokter penanggung jawab yang menyatakan akan
mematuhi peraturan perundangan di bidang kesehatan kerja (di atas materai
Rp. 6.000,-;
5) Salinan Surat Keputusan Penunjukan (SKP) Dokter Pemeriksa Kesehatan
Tenaga Kerja (yang dikeluarkan oleh Dirjen Binwasnaker) bagi dokter
penanggung jawab pelayanan kesehatan kerja;
6) Persyaratan lain sesuai ketentuan yang berlaku.
b. Pegawai pengawas ketenagakerjaan melakukan pemeriksaan administratif dan
pemeriksaan lapangan untuk membuat laporan sebagai bahan pertimbangan
kepala dinas/instansi ketenagakerjaan dalam menerbitkan surat keputusan
pengesahan Pelayanan Kesehatan Kerja.
c. Pelayanan kesehatan kerja yang telah memenuhi persyaratan diberikan
pengesahan oleh kepala dinas/instansi ketenagakerjaan, dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Pelayanan kesehatan kerja yang wilayah operasionalnya hanya di satu
wilayah kabupaten/kota, disahkan oleh kepala dinas/instansi
ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat;
2) Pelayanan kesehatan kerja yang wilayah operasionalnya di lebih dari satu
wilayah kabupaten/kota, disahkan oleh kepala dinas/instansi
ketenagakerjaan propinsi setempat;
3) Pelayanan kesehatan kerja yang wilayah operasionalnya di lebih dari satu
wilayah propinsi, pengesahannya oleh Departemen Ketenagakerjaan cq.
Direktur Jenderal Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan.
22
7) P3K, medical emergency respon, pengobatan, rehabilitasi, rujukan kesehatan,
pemberian kompensasi akibat kecelakaan dan PAK.
23
- Program pengendalian binatang penular (vektor) penyakit.
3) Upaya kesehatan kuratif, misalnya :
- Pengobatan dan perawatan
- Tindakan P3K dan kasus gawat darurat lainnya
- Respon tanggap darurat
- Tindakan operatif,
- Merujuk pasien dll.
4) Upaya kesehatan rehabilitatif, misalnya :
- Fisio therapi
- Konsultasi psikologis (rehabilitasi mental)
- Orthose/prothese (pemberian alat bantu misalnya : alat bantu dengar,
tangan/kaki palsu dll)
- Penempatan kembali dan optimalisasi tenaga kerja yang mengalami
cacat akibat kerja disesuaikan dengan kemampuannya.
- Rehabilitasi kerja.
Selain upaya-upaya tersebut di atas, Pelayanan Kesehatan Kerja juga
harus dapat menganalisa permasalahan K3 di perusahaan dan
mendiskusikannya dengan unit terkait untuk dirumuskan solusinya dan
dilaporkan ke pimpinan perusahaan (melalui forum P2K3) agar dilakukan upaya
tindak lanjut.
24
d. Agarfungsi dan peranan Pelayanan Kesehatan Kerja optimal maka :
1) Pengurus wajib memberikan kebebasan profesional kepada dokter yang
menjalankan Pelayanan Kesehatan Kerja.
2) Dokter dan tenaga kesehatan kerja lainnya dalam melaksanakan Pelayanan
Kesehatan Kerja diberikan kebebasan profesional untuk mendiagnosis PAK
dan melakukan upaya-upaya pencegahan dan penanggulangannya,
termasuk dalam memasuki tempat-tempat kerja untuk melakukan
pemeriksaan-pemeriksan dan mendapatkan keterangan-keterangan yang
diperlukan.
25
b. Cara dan Alur Pelaporan
Pelaporan hasil penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan Kerja harus dibuat
oleh dokter penanggung jawab dan dilaporkan oleh pengusaha kepada Dinas
Ketenagakerjaan setempat dan Dirjen Binwasnaker Depnakertrans dengan alur
pelaporan sebagai berikut :
1) Dari perusahaan ke dinas/instansi ketenagakerjaan Kabupaten/Kota (setiap
satu bulan sekali);
2) Hasil rekapitulasi dinas/instansi ketenagakerjaan Kab./Kota dilaporkan ke
dinas/instansi ketenagakerjaan Provinsi (minimal setiap 3 bulan/triwulan);
3) Hasil rekapitulasi dinas/instansi ketenagakerjaan Provinsi dilaporkan ke
Depnakertrans u.p. Dirjen Binwasnaker (minimal setiap 3 bulan/triwulan).
1. DASAR HUKUM.
Peraturan perundangan yang terkait dengan pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja adalah :
a. pasal 8 Undang-undang No. 1 tahun 1970
b. Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980
c. Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982.
2. PENGERTIAN-PENGERTIAN:
a. Pemeriksaan kesehatan awal (sebelum kerja) adalah pemeriksaan
kesehatan yang dilakukan oleh dokter sebelum seorang tenaga kerja
diterima untuk melakukan pekerjaan.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) adalah pemeriksaan kesehatan
pada waktu-waktu tertentu terhadap tenaga kerja yang dilakukan oleh
dokter.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilakukan oleh dokter secara khusus terhadap tenaga kerja tertentu.
26
kerja lainnya dan cocok untuk pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
keselamatan dan kesehatan tenaga kerja yang bersangkutan dan tenaga
kerja lainnya dapat dijamin.
b. Pemeriksaan kesehatan berkala (periodik) dimaksudkan untuk
mempertahankan derajat kesehatan tenaga kerja sesudah berada dalam
pekerjaannya, serta menilai kemungkinan adanya pengaruh-pengaruh dari
pekerjaan sedini mungkin yang perlu dikendalikan dengan usaha-usaha
pencegahan.
c. Pemeriksaan kesehatan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya
pengaruh-pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau
golongan-golongan tenaga kerja tertentu.
a. Pelaksana
Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja dilaksanakan oleh lembaga dan
personil yang mempunyai kompetensi. Sesuai dengan pasal 8 Undang-undang
No. 1 tahun 1970, Permennakertrans No. Per. 02/Men/1980 dan
Permennakertrans No. Per. 03/Men/1982, diatur mengenai pelaksana
pemeriksaan kesehatan tenaga kerja, yaitu dilakukan oleh dokter yang
dibenarkan oleh Direktur. Dokter yang dimaksud adalah dokter pemeriksa
kesehatan tenaga kerja. Dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja adalah
dokter yang ditunjuk oleh pengusaha dan telah memenuhi syarat sesuai
dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Trankop No. Per. 01/Men/1976
27
dan syarat-syarat lain yang dibenarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Pengawasan Ketenagakerjan Depnakertrans.
Sedangkan lembaga pemeriksa kesehatan tenaga kerja dapat
dilaksanakan oleh pelayanan kesehatan kerja di dalam perusahaan atau di
luar perusahaan yaitu oleh Perusahaan Jasa bidang pemeriksaan/pengujian
dan atau pelayanan kesehatan kerja, yang telah mendapatkan pengesahan
sesuai dengan Permennaker No. Per. 04/Men/1995 tentang Perusahaan Jasa
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
28
Anamnesa (interview) khusus untuk penyakit-penyakit :
alergi
epilepsi
kelaianan jantung
tekanan darah (tinggi/rendah)
TBC
kencing manis
asma, bronchitis, pneumonia
gangguan jiwa
penyakit kulit
penyakit pendengaran
panyakit pinggang
hernia
hepatitis/penyakit hati
ulkus peptikum
anemia, dll.
Pemeriksaan klinis :
Seperti pemeriksaan klinis untuk penyakit umum, hanya lebih
memperhatikan kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam
lingkungan kerja.
pemeriksaan mental
keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
pemeriksaan fisik
fisik diagnostik dari seluruh bagian badan dengan inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah, nadi, pernafasan,
tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman penglihatan,
pendengaran, perabaan, refleks, kesegaran jasmani.
Pemeriksaan Laboratorium rutin dan Rongent dada.
Untuk membantu menegakkan diagnosis (darah, urine, faeces).
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan.
Pemeriksaan penunjang dilakukan untuk melihat dan menilai kondisi
kesehatan tenaga kerja dikaitkan dengan jenis dan sifat pekerjaan yang
29
akan dikerjakannya, misalnya; alergi test, spirometri test, buta warna dan
lain-lain.
30
lama kerja
gambaran tentang : yang dikerjakan, faktor-faktor bahaya di lingkungan
kerja, keluhan-keluhan yang diderita, kondisi kesehatan yang dirasakan.
Pemeriksaan klinis :
Pemeriksaan klinis pada pemeriksaan kesehatan berkala, sama dengan
pemeriksaan kesehatan awal, dimana harus lebih memperhatikan
kemungkinan adanya pengaruh dari faktor-faktor dalam lingkungan kerja
Pemeriksaan mental
Keadaan kesadaran, sikap dan tingkah laku, kontak mental, perhatian,
inisiatif, intelegensia dan proses berfikir.
Pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan fisik diagnostik dari dari seluruh bagian badan, khususnya
bagian badan yang mengalami kelainan/keluhan dengan metode
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi, pengukuran tekanan darah,
nadi, pernafasan, tinggi badan, berat badan, pemeriksaan ketajaman
penglihatan dan pendengaran.
Pemeriksaan laboratorium rutin (darah, urin dan faeces) dan rongent
Dada.
Pemeriksaan penunjang lainnya sesuai dengan jenis dan sifat pekerjaan.
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai pekerja setelah melakukan
pekerjaan dan untuk menilai kemungkinan pemajanan faktor berbahaya di
lingkungan kerja. Pemeriksaan penunjang lainnya seperti seperti;
spirometri test, pemeriksaan fungsi organ khusus, pemeriksaan
laboratorium khusus.
31
Jika ditemukan adanya penyakit akibat kerja perlu diberikan saran-saran
pengendalian.
2) Tenaga kerja yang berusia diatas 40 tahun (empat puluh) tahun atau
tenaga kerja wanita dan tenaga kerja cacat serta tenaga kerja muda yang
melakukan pekerjaan tertentu.
1. PENGERTIAN/DEFINISI
32
langsung maupun secara tidak langsung. Selain itu sebagai masyarakat, tenaga kerja
juga dapat menderita penyakit yang didapat di luar tempat kerja.
Terdapat 2 (dua) istilah terkait dengan penyakit yang berhubungan dengan
hubungan kerja yaitu : penyakit akibat kerja (PAK) atau occupational diseases dan
penyakit akibat hubungan kerja (PAHK) atau Work related diseases.
33
karena faktor penyebab hipertensi bersifat multi faktor, sedangkan
kebisingan yang tinggi hanya salah satu faktor yang memperberat.
a. Faktor fisik.
Faktor fisik misalnya karena suara yang tinggi/bising bisa menyebabkan
ketulian, temperatur/suhu yang tinggi dapat menyebabkan berbagai keluhan dan
penyakit mulai dari yang ringan sampai berat misalnya; hyperpireksi, heat cramp,
heat exhaustion, heat stroke, yang hal ini diakibatkan oleh keluarnya cairan
tubuh dan elektrolit yang berlebihan dari tubuh tenaga kerja. Faktor fisik lain
adalah radiasi sinar elektromagnetik misalnya; sinar infra merah menyebabkan
katarak, ultra violet menyebabkan conjungtivitis. Tekanan udara yang tinggi
menyebabkan Caisson's Disease, penerangan mempengaruhi daya penglihatan
dan getaran menyebabkan Reynaud's disease (penyempitan pembuluh darah).
b. Faktor Kimia.
Di dalam berbagai jenis industri misalnya industri pupuk, pestisida, kertas,
pengolahan minyak, gas bumi, obat-obatan dan lain sebagainya, banyak
mempergunakan bahan kimia sebagai bahan baku maupun bahan pembantu
dan atau memproduksi bahan kimia yang langsung dipakai oleh masyarakat.
Penggunaan bahan kimia tersebut berpotensi menimbulkan bahaya misalnya
kebakaran, peledakan, iritasi dan keracunan. Dilaporkan terdapat 70% penyakit
akibat kerja disebabkan oleh bahan kimia yang yang masuk melalui pernafasan,
kulit maupun termakan. Bahan kimia tersebut dapat berupa zat padat, cair, gas,
uap maupun partikel. Masuknya bahan kimia ke dalam tubuh dapat secara akut
maupun kronis. Keracunan akut sebagi akibat absorbsi bahan kimia yang dalam
34
jumlah besar dan waktu yang pendek dapat berupa keracunan gas, karbon
monoksida (CO), asam cianida (HCN). Keracunan kronis adalah absorbsi zat
kimia dalam jumlah sedikit tetapi dalam waktu yang lama, dapat berupa
keracunan benzene, uap Pb yang dapat berakibat leukemia, keracunan zat
karsinogenik dapat menyebabkan kanker.
c. Faktor Biologi.
Berbagai Faktor biologi misalnya virus, bakteri, parasit, cacing, jamur dan
lain-lain, dapat menyebabkan penyakit akibat kerja. Dilaporkan adanya pekerja
yang menderita penyakit malaria, filariasis pada pekerja di lapangan, penyakit
hepatitis, tbc pada petugas kesehatan dan lain-lain.
3. JENIS-JENIS PAK
Sepertihalnya penyakit pada umumnya, penyakit akibat kerja juga dapat
menyebabkan gangguan pada seluruh organ atau bagian tubuh. Dengan demikian
jenis-jenis PAK dapat dibedakan berdasarkan organ yang terkena (target organ).
35
a. Penyakit Kulit dan Penyakit paru.
Kulit dan paru-paru dan organ pernafasan lainnya sering menjadi organ
sasaran (targen organ) PAK yang berupa penyakit alergi/hipersensitivitas, antara
lainpada hidung dan rongga tulang sekitar hidung/sinus berupa rinitis,
rinosinusitis; pada paru-paru dan batang tenggorok/bronkus berupa asma,
pneumonitis/alveolitis ekstrinsik alergi, aspergilosis; pada kulit berupa dermatitis
kontak alergi, dermatitis kontak iritan, hipersensitivitas lateks, penyakit jamur dll.
Dermatitis kontak merupakan penyakit kulit akibat hubungan kerja yang
paling sering ditemukan. Dermatitis kontak ada 2 jenis yaitu dermatitis kontak
iritan dan alergi. Kedua jenis dermatitis ini dapat menjadi kronik bila
penyebabnya tidak diketahui dan tidak disingkirkan.
Contoh beberapa penyakit paru akibat kerja adalah asma, bisinosis, alviolitis
alergi, bronchitis kronis, emfisema, karsinoma bronkus, fibrosis noduler atau
difus, sarkoidosis, tuberkulosis, pneumonitis, pneumonia, fibrosis pleura atau
mesotelioma.
36
Gangguan kesuburan (infertilitas), keguguran dan kelainan janin/fetus kadang
dapat terjadi oleh bahan dalam lingkungan kerja. Kerja fisis selama hamil,
paparan radiasi mengion, timah hitam (pada pria dan wanita), merkuri organik
(pada wanita) dapat menimbulkan gangguan reproduksi.
37
pendengaran (membrana tymphani), sedangkan paparan kebisingan dalam
jangka lama sering mengakibatkan kehilangan pendengaran (noise induced
hearing loss).
Kehilangan pendengaran akibat bising dapat bersifat sementara (temporary) yang
masih dapat disembuhkan, dan dapat bersifat permanen yang tidak dapat
disembuhkan. Gangguan pendengaran lain akibat bising dapat berupa telinga
terasa berdenging (tinitus).
Gangguan pendengaran yang belum permanen dapat disembuhkandengan
memindahkan pekerja ke tempat kerja yang tidak/kurang bising. Tanda-tanda
gangguan pendengaran akibat bising antara lain dini ialah kesulitan untuk
mengikuti percakapan di tempat yang ramai dan tidak menyukai percakapan
orang banyak.
j. Stres
Stres di tempat kerja dapat menyebabkangangguan kejiwaan (psikis)
misalnya kecemasan (ansietas), depresi ringan sampai berat, psikosis dan
psikosomatis.
k. Infeksi
38
Infeksi akibat kerja dapat terjadi pada pekerja di laboratorium klinik (misalnya
hepatitis virus, TBC, HIV/AIDS). Pekerja di ruangan ber AC dilaporkan dapat
menimbulkan infeksi kuman Legionella yang dapat menimbulkan pneumonia
(radang paru-paru). Infeksi kuman leptospira dapat terjadi pada petani dan sering
menimbulkan kematian akibat gagal hepatorenal, kuman brucella pada peternak
dan dokter hewan.
l. Keracunan (intoksikasi)
Keracunan di tempat kerja sering terjadi bersifat kronik akibat paparan
dengan bahan kimia dalam jangka lama misalnya logam berat (timah hitam,
kadmium, merkuri) organik solven (benzen, toluen, xilene), pestisida dan
larutannya. Keracunan akut terjadi bila dalam waktu pendek terpapar bahankimia
dalam jumlah atau konsentrasi yang besar.
Petani sering terkontaminasi dengan insektisida yang mengandung carbamat
atu organophosphate dan menunjukkan tanda keracunan antikolinesterase
dengan gejala antara lain gangguan visus, lemah, keringatan, tremor, sakit
kepala dan rasa mabuk danmuntah-muntah.
4. DETEKSIPENYAKIT AKIBAT KERJA (PAK)
Penyakit akibat kerja (PAK) adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan
atau lingkungan kerja. Oleh karena itu, untuk mendeteksi atau mendiagnosa PAK
perlu dilakukan 2 hal yaitu monitoring kesehatan tenaga kerja melalui pemeriksaan
kesehatan dan pemantauan/monitoring lingkungan kerja terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi kesehatan tenaga kerja. Pemantauan lingkungankerja dapat
dilengkapi dengan pemeriksaan kadar pajanan di dalam tubuh tenaga kerja yang
dapat diukur dari sampel darah,urine, rambut dan kuku.
Pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan melalui pengukuran kwantitatif
dengan peralatan lapangan atau analisa laboratorium agar diperoleh data yang
obyektif. Kadang kala pemantauan lingkungan kerja dapat dilakukan secara
subyektif.
5. DAMPAK PAK
a. Bagi tenaga kerja :
1) Akibat langsung :
Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB)
Cacat sebagian atau cacat total untuk selama-lamanya fisikatau mental.
39
Meninggal dunia
2) Akibat tidak langsung :
Kehilangan/menurunnya kemampuan kerja
Kehilangan pekerjaan
b. Bagi pengusaha :
1) PAK yang tidak terdeteksi sering dianggap penyakit umum sehingga :
memerlukan biaya pengobatan yang tinggi
mengurangi banyak waktu kerja
kegiatan lebih banyak kuratif
2) Kasus PAK terdeteksi mengakibatkan :
Terbuangnya waktu untuk mengurus pengobatan dan pembayaran
kompensasi
Meningkatnya waktu kerja yang hilang
Menurunkan image perusahaan
Menurunkan motivasi kerja
6. PENCEGAHAN PAK
Pencegahan PAK dilakukan melalui berbagai upaya mulai dari
perencanaan pembuatan tempat kerja,pengukuran faktor bahaya, pembuatan
sistim pengendalian pengaman terhadap faktor bahaya, penggunaan sistem
pengaman dan alat perlindung diri (APD) dan program program K3 lainnya.
menurut organisasi perburuhan international (ILO) pencegahan PAK dan
kecelakaan kerja dapat dilakukan melalui :
a. Peraturan-perundangan
b. Standarisasi
c. Pengawasan
d. Penelitian teknis
e. Riset Medik
f. Penilitian Psikologik
g. Penelitian secara statistik
h. Pendidikan
i. Pelatihan
j. Persuasi
k. Asuransi
40
l. Penerangan/sosialisasi1 s/d 11
41
Pasal 4:
Penyakit akibat kerja yang ditemukan sebagaimana dimaksudkan pasal 2
harus dilaporkan oleh pengurus tempat kerja yang bersangkutan bekerja,
selambat-lambatnya 2 x 24 jam kepada kepala Kantor Wilayah
Departemen Tenaga Kerja melalui Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat.
Laporan medik tentang penyakit akibat kerja sebagaimana dimaksud ayat
1 disampaikan oleh pengurus kepada Kantor Departemen Tenaga Kerja
setempat dalam amplop tertutup dan bersifat rahasia untuk dievaluasi
oleh dokter penasehat sebagaimana dimaksud Undang-Undang No. 2
tahun 1951.
1. DASAR HUKUM
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan kerja
b. PMP No. 7 Tahun 1964 tentang Syarat Kesehatan, kebersihan dan
Penerangan Dalam Tempat Kerja.
c. Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. SE.
01/Men/1979 tentang Pengadaan Kantin dan Ruang Makan, menyatakan.
d. SE Dirjen Binwasnaker No. 86 tahun 1989 tentang Perusahaan Ketering
Pengelola Makanan Bagi Tenaga Kerja.
42
2. PENGERTIAN/DEFINISI:
a. Gizi adalah kesehatan seseorang yang dihubungkan dengan makanan yang
dikonsumsinya sehari-hari
b. Gizi kerja adalah penyediaan dan pemberian masukan zat gizi kepada tenaga
kerja sesuai dengan jenis pekerjaan yang dilakukan selama berada di tempat
kerja guna mendapatkan tingkat kebutuhan dan produktivitas kerja setinggi-
tingginya.
c. Penyelenggaraan makanan bagi tenaga kerja adalah rangkaian kegiatan yang
meliputipenyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu,
pengadaan atau pembuatan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan
bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian,
pengemasan, distribusi dan penyajian makanan bagi tenaga kerja.
3. GIZI KERJA
a. Jenis-Jenis Zat Gizi dan Fungsinya
1) Hidrat arang (Karbohidrat) adalah zat gizi sebagai sumber tenaga utama.
Hidrat arang banyak terdapat pada tumbuh-tumbuhan seperti padi-padian,
umbi-umbian seperti padi, gandum, jagung, ubi, singkong, kentang, sagu
dan lain-lain serta hasil olahannya.
2) Lemak adalah zat gizi yang selain sebagai sumber tenaga juga sebagai
pelarut vitamin yang diperlukan tubuh. Lemak dapat berasal dari tumbuh-
tumbuhan disebut lemak nabati dan dari hewan disebut lemak hewani serta
hasil olahannya seperti minyak goreng, margarin, keju dan mentega.
3) Protein adalah zat gizi yang berfungsi sebagai pembangun tubuh dan
selain itu dapat berfungsi sebagai sumber tanaga. Protein dapat berasal
dari tumbuh-tumbuhan disebut protein nabati dan dari hewan disebut
protein hewani. Protein tersusun dari 22 (duapuluh dua) macam asam
amino yang dapat digolongkan menjadi 2 golongan, yaitu :
Asam amino esensiel yaitu asam amino yang sangat dibutuhkan
oleh tubuh, sehingga harus diperoleh dari makanan sehari-hari;
Asam amino non esensiel yaitu asam amino yang dapat dibentuk
oleh tubuh sesuai dengan kebutuhan.
Mutu protein ditentukan oleh jumlah asam amino esensial yang terkandung
di dalamnya. Dikenal 3 macam protein :
43
Protein sempurna yang mengandung semua asam amino esensial
yang diperlukan oleh tubuh, terdapat pada bahan makanan yang
berasal dari hewan seperti; daging, susu, ikan, telur dan hasil
olahannya.
Protein setengah sempurna mengandung sebagian saja asam
amino esensial yang diperlukan tubuh, terdapat pda bahan makanan
yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti; kacang-kacangan, biji-
bijian dan hasil olahannya.
Protein tidak sempurna yang tidak mengandung asam amino
esensial, terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan.
4) Vitamin adalah suatu zat yang senantiasa diperlukan setiap saat untuk
metabolisme tubuh, oleh karena harus selalu ada dalam makanan yang
dimakan setiap hari. Vitamin berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan
dan dapat dikelompokkan menjadi 2 golongan yaitu :
Vitamin yang larut dalam air tetapi tidak larut dalam lemak seperti
vitamin B komplek dan vitamin c.
Vitamin yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam lemak seperti
vitamin A, D, E dan K.
5) Mineral adalah suatu zat yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai zat pengatur
dalam tubuh. Mineral berasal dari tumbuh-tumbuhan, hewan maupun alam
sekitar yang diperlukan tubuh dalam jumlah banyak maupun sedikit.
Diperlukan dalam jumlah banyak seperti Ca, P, Mg, Na, K, Cl, S.
Diperlukan dalam jumlah sedikit tetapi mutlak harus ada seperti Cu,
Co, Mn, Zn dan Y.
Diperlukan dalam jumlah sedikit sekali, seperti Al, As dan Br.
6) Air adalah salah satu unsur yang sangat diperlukan oleh tubuh dalam
jumlah besar, lebih kurang 60% berat badan manusia adalah air. Oleh
karena itu masalah penyediaan air minum penting pula diperhatikan
disamping makanan.
44
ukuran tubuhnya makin rendah pula kebutuhan kalorinya. Kebutuhan kalori
yang ditentukan oleh oleh ukuran tubuh ini disebut kebutuhan dasar.
2) Usia yang dinyatakan dengan tahun, dimana makin tua usia makin
berkurang kebutuhan kalori dan zat gizi lainnya. Anak-anak memerlukan
kalori yang relatif lebih besar karena selain untuk memberikan tenaga juga
diperlukan untuk pertumbuhan.
3) Jenis kelamin yang dinyatakan dengan laki-laki dan perempuan dimana
laki-laki memerlukan kalori dan zat gizi lebih banyak dibandingkan dengan
perempuan karena laki-laki mempunyai otot lebih besar dan lebih aktif.
4) Kondisi tubuh tertentu misalnya baru sembuh dari sakit, baru operasi,
sedang hamil dan menyusui memerlukan gizi lebih besar dibanding
dengan kondisi biasa.
5) Iklim dan kondisi lingkungan kerja berpengaruh terhadap kebutuhan gizi.
Tempat kerja yang dingin memerlukan zat gizi lebih besar dari tempat kerja
yang panas. Di musim hujan diperlukan kalori lebih besar dibanding di
musim panas karena diperlukan tambahan kalori untuk mempertahankan
suhu tubuh.
6) Tingkat aktivitas yang dilakukan digolongkandalam tiga tingkatan yaitu :
kerja berat, kerja sedang dan kerja ringan. Makin berat tingkat aktivitas
kerja makin besar kebutuhan kalorinya.
45
d. Mematuhiperaturan perundanganyang berlaku
Pemberian Makan Bagi Tenaga Kerjamemberikan keuntungan baikbagi
tenaga kerja maupun perusahaan, antara lain yaitu :
a. Meningkatkan dan mempertahankan kemampuan kerja
b. Meningkatkan produktivitas
c. Meningkatkan derajat kesehatan
d. Menurunkan absensi
e. Terciptanya hubungan timbal balik pengusaha dan pekerja maupun antar
pekerja
f. Suasana kerja menyenangkan dan meningkatkan motivasi dan gairah kerja
g. Mengatasi kelelahan dan persiapan tenaga untuk kerja kembali
h. Pengawasan relatif lebih mudah
46
1) Syarat penyelenggaraan makanan di tempat kerja sesuai pasal 8 PMP No.
7 tahun 1964 :
a) Dapur, kamar makan dan alat keperluan makan harus selalu bersih dan
rapih
b) Dapur dan kamar makan tidak boleh berhubungan langsung dengan
tempat kerja
c) Menu makanan yang disediakan harus memenuhi syarat-syarat
kesehatan.
d) Pegawai penjamah makanan & minuman harus bebas penyakit menular
dan harus selalu menjaga kebersihan badannya.
e) Majikan harus menyediakan pakaian/schort & tutup kepala yang bersih
bagi pegawai penjamah makanan untuk dipakai waktu melayani
makanan.
f) Pegawai penjamah makanan harus mendapat didikan kebersihan &
kesehatan.
g) Pegawai penjamah makanan sebelum bekerja harus diperiksa
kesehatan badannya disertai pemeriksaan rontgen paru-paru
h) Pemeriksaan kesehatan berkala sekali/tahun
i) Pegawai penjamah makanan tidak boleh melayani makanan selama
menderita suatu penyakit sampai dinyatakan sehat kembali oleh dokter.
47
e) Tidak boleh melayani makanan selama menderita suatu penyakit
sampai dinyatakan oleh dokter bahwa ia sudah sehat kembali
(khususnya infeksi pada kulit, mata, telinga, hidung dan tenggorokan).
Selain syarat-syarat tersebut, sebaiknya petugas pengelola makanan bagi
tenaga kerja sebaiknya :
a) Mendapat pelatihan tentang cara penggunaan alat pemadam api ringan
(APAR);
b) Tidak mempunyai kebiasaan buruk yang tidak sehat dalam bekerja,
misalnya; bicara waktu menyediakan makanan, bersin/batuk di depan
makanan, menggaruk bagian tubuh tertentu, merokok, mabuk dll.
c) Tidak mengunakan perhiasan selama mengolah makanan;
d) Disiplin memakai Alat pelindung (pakaian kerja, celemek, sarung tangan,
tutup kepala, masker, topi);
e) Segera melapor kepada supervisor apabila yang bersangkutan muntah
dan diare di tempat kerja, di rumah atau di tempat lain dan menderita
infeksi.
48
d. Syarat Perusahaan Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja
Sesuai Surat Edaran Direktur Jenderal Binawas No. SE. 86/BW/1989 tentang
Perusahaan Catering yang mengelola Makanan bagi Tenaga Kerja,
perusahaan catering pengelola makanan bagi tenaga kerja, harus memenuhi
ketentuan-ketentuan sebagai berikut :
1) Setiap perusahaan catering yang mengelola makanan pada perusahaan-
perusahaan harus terlebih dahulu mendapatkan rekomendasi dari
Depnaker.
2) Rekomendasi diberikan berdasarkan persyaratan-persyaratan kesehatan,
hygiene dan sanitasi.
3) Setiap Kantor Departemen Tenaga Kerja agar melaksanakan
pembinaan/penataran kepada perusahaan-perusahaan catering yang
beroperasi di daerahnya, khususnya mengenai hygiene, sanitasi dan
penanggulangan keracunan makanan.
1. DASAR HUKUM
Pelaksanaan pertolongan Pertama Pada Kecelakaan (P3K) di tempat kerja telah
telah diatur dalam ketentuan-ketentuan Peraturan perundangan dalam rangka
penanggulangan kecelakaan termasuk sakit di tempat kerja dengan pelaksanaan
P3K, antara lain :
a. Undang-undang No. 1 tahun 1970:
Di dalam Pasal 3 diatur mengenai syarat-syarat Keselamatan Kerja untuk
memberikan P3K. Begitu juga di dalam Pasal 9 ayat (3) diatur mengenai
kewajiban pengurus untuk membina tenaga kerja dalam pemberian P3K
b. Permennakertrans No.Per.03/Men/1982:
Di dalam pasal 2 yang mengatur tentang tugas pokok pelayanan kesehatan
kerja, dimana salah satu tugasnya adalah dalam pelaksanaan P3K dan
pendidikan petugas P3K.
c. Undang-undang No. 3 tahun 1969:
49
Pada pasal 19 mengatur tentang kewajiban setiap badan, lembaga atau dinas
pemberi jasa, atau bagiannya yang tunduk kepada konvensi ini, dengan
memperhatikan besarnya dan kemungkinan bahaya untuk:
- Menyediakan Apotik atau pos P3K sendiri atau
- Memelihara apotik atau pos P3K bersama-sama dengan badan, lembaga
atau kantor pemberi jasa atau bagiannya.
- Mempunyai satu atau lebih lemari, kotak atau perlengkapan P3K
d. Permennakertrans No. Per. 15/Men/VIII/2008 tetang Pertolongan pertama
Pada Kecelakaan di Tempat Kerja
Di dalam Peraturan Menteri ini berisi ketentuan umum yaitu :
- Pengusaha wajib menyediakan petugas dan fasilitas P3K di tempat kerja
- Pengurus wajib melaksanakan P3K di tempat kerja.
Persyaratan petugas dan fasilitas di atur dalam pasal-pasal peraturan menteri
ini.
2. PENGERTIAN-PENGERTIAN
a. Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut
dengan P3K di tempat kerja adalah upaya memberikan pertolongan pertama
secara cepat dan tepat kepada pekerja dan atau orang lain yang berada di
tempat kerja, yang mengalami sakit//cidera di tempat kerja.
b. Petugas P3K di tempat kerja adalah pekerja yang ditunjuk oleh
pengurus/pengusaha dan diserahi tugas tambahan untuk melaksanakan P3K
di tempat kerja.
c. Fasilitas P3K adalah semua peralatan, perlengkapan dan bahan yang
digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja.
50
e. mencarikan pertolongan yang lebih lanjut.
Dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja harus ditunjuk Petugas P3K dengan
memperhatikan jumlah, seleksi, pelatihan/training dan tanggungjawab
personil/petugas.
Apabila tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih, masing-
masing unit kerja harus terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah
pekerja dan tingkat faktor risiko di tempat kerja. Apabila tempat kerja pada lantai
yang berbeda di gedung bertingkat, maka masing-masing unit kerja harus
terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah pekerja dan faktor risiko di
tempat kerja. Apabila tempat kerja dengan jadwal kerja shif, maka masing-masing
unit kerja tiap shif harus terdapat Petugas P3K di tempat kerja sesuai jumlah
pekerja dan tingkat faktor risiko di tempat kerja
Pada suatu tempat kerja bila ada pekerja yang bersama-sama bekerja dengan
pekerja lain yang pengusahanya berbeda, seperti; kontruksi, maka mereka dapat
51
membuat perjanjian dimana salah satu dari mereka dapat menggunakan fasilitas,
personel maupun obat-obat dari yang lain. Perjanjian tersebut seharusnya ditulis
dan salinannya dimiliki oleh semua pihak yang bersangkutan. Pimpinan
perusahaan harus memasang pemberitahuan pada tempat yang mudah terlihat
tentang nama dan lokasi petugas P3K.
b. Seleksi/Pemilihan
Pengusaha harus mengadakan seleksi atau pemilihan petugas P3K yang
cakap untuk dilatih P3K. Pengusaha harus selektif dalam memilih untuk ditunjuk
sebagai petugas P3K di tempat kerja.
Penunjukan Petugas P3K di tempat kerja harus memenuhi syarat sebagai
berikut :
- Bekerja pada perusahaan yang bersangkutan
- Berbadan sehat
- Bersedia ditunjuk menjadi petugas P3K
- Memiliki pengetahuan dan ketrampilan melaksanakan P3K di tempat kerja
yang dibuktikan dengan sertifikat pembinaan P3K di tempat kerja.
c. Latihan/Training
Seseorang dikatakan terlatih bila dia sudah selesai mengikuti kursus/ latihan
yang dilakukan oleh pelatih dan atau lembaga pelatihan yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi. Materi pelatihan P3K minimal meliputi :
- Peraturan Perundangan P3K di Tempat Kerja dan Dasar-dasar Kesehatan
Kerja
- Dasar-dasar P3K di tempat kerja
- Anatomi dan Fisiologi Manusia
- Bahaya dan Penanganan Terhadap Kejang, Pajanan Suhu Lingkungan dan
Bahan Kimia.
- Gangguan Lokal (Luka, Perdarahan, Luka Bakar, Patah Tulang) dan praktek
- Evakuasi Korban dan Praktek
- P3K Keadaan Tertentu (Di Ruang Terbatas/Confined Space dan Cedera
Akibat Sengatan Listrik)
- Gangguan umum (kesadaran, pernafasan, peredaran darah ) dan praktek
- Resusitasi Jantung Paru dan praktek
52
d. Tugas dan tanggung jawab
Petugas P3K di tempat kerja mempunyai tugas dan tanggung jawab :
- Melaksanakan tindakan P3K setiap terjadi kecelakaan di tempat kerja.
- Merawat fasilitas P3K di tempat kerja
- Mencatat semua kegiatan P3K di tempat kera
- Melaporkan kegiatan P3K di tempat kerja
(3) Ruang P3K harus bersih dan terang, ventilasi yang baik, memiliki pintu dan
jalan yang cukup lebar untuk memindahkan korban
(4) Ruang P3K diberi tanda yang jelas dengan papan nama yang jelas dan
mudah dilihat
53
- kotak P3K dan isi
- tempat tidur dengan bantal dan selimut
- tempat untuk menyimpan alat-alat, seperti: tandu dan kursi roda
- sabun dan sikat
- pakaian bersih untuk penolong
- tempat sampah
- kursi tunggu bila diperlukan.
b. Kotak P3K
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengadaan Kotak P3K adalah sebagai
berikut :
(1) Rancangan kotak P3K terbuat dari bahan yang kuat, mudah dipindah dan
diberi label P3K.
(2) berwarna dasar putih dengan label P3K berwarna merah.
(3) ditempatkan pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau, diberi tanda
arah yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila akan
digunakan.
(4) Isi kotak P3K sebagai berikut :
KOTAK A KOTAK B KOTAK C
(untuk 25 (untuk 50 (untuk100
No. ISI
pekerja atau pekerja atau pekerja atau
kurang) kurang) kurang)
1. Kasa steril terbungkus 20 40 40
2. Perban (lebar 5 cm) 2 4 6
3. Perban (lebar 10 cm) 2 4 6
4. Plester (lebar 1,25 cm) 2 4 6
5. Plester Cepat 10 15 20
6. Kapas (25 gram) 1 2 3
7. Kain segitiga/mittela 2 4 6
8. Gunting 1 1 1
9. Peniti 12 12 12
10. Sarung tangan sekali pakai (pasangan) 2 3 4
11. Masker 2 4 6
12. Pinset 1 1 1
13. Lampu senter 1 1 1
14. Gelas untuk cuci mata 1 1 1
15. Kantong plastik bersih 1 2 3
16. Aquades (100 ml lar. Saline) 1 1 1
17. Povidon Iodin (60 ml) 1 1 1
18. Alkohol 70% 1 1 1
19. Buku panduan P3K di tempat kerja 1 1 1
20. Buku catatan 1 1 1
21. Daftar isi kotak 1 1 1
(5) Kotak P3K tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan untuk
pelaksanaan P3K di tempat kerja.
(6) Penempatan kotak P3K harus memenuhi ketentuan :
54
- Jumlah dan tipe kotak P3K disesuaikan dengan jumlah pekerja, jumlah
unit kerja dan tataletak / lay out, sebagai berikut :
Jumlah Pekerja Tipe Kotak Jumlah Kotak Tiap 1 Unit Kerja
Kurang 25 Pekerja A 1 kotak A
26 s.d 50 pekerja B/A 1 kotak B, atau 2 kotak A
51 s.d 100 pekerja C/B/A 1 kotak C, atau 2 kotak B, atau 4
kotak A, atau 1 kotak B dan 2
kotak A
Setiap 100 pekerja C/B/A 1 kotak C, atau 2 kotak B, atau 4
kotak A, atau 1 kotak B dan 2
kotak A
Catatan :
- 1 kotak B setara dengan 2 kotak A.
- 1 kotak C setara dengan 2 kotak B
- Apabila tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih
masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah
tenaga kerja.
- Apabila tempat kerja pada lantai yang berbeda di gedung bertingkat,
maka masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai
jumlah tenaga kerja.
c. Tandu :
Tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ke tempat yang aman atau
rujukan.
d. Mobil Ambulance
Mobil Ambulance atau kendaraan yang dapat digunakan untuk pengangkutan
korban.
e. Fasilitas P3K tambahan
Bagi tempat kerja yang memiliki potensi bahaya khusus harus menyediakan
fasilitas P3K tambahan meliputi alat pelindung diri dan/atau peralatan khusus. Alat
Pelindung Diri disesuaikan dengan faktor risiko yang ada di tempat kerja, yang
diperlukan untuk melakukan pertolongan. Peralatan khusus meliputi safety shower
dan eyes shower yang diperlukan untuk melakukan pertolongan apabila korban
terpajan oleh bahan kimia, atau peralatan lain disesuaikan dengan potensi bahaya
yang ada di tempat kerja.
55
G. PENCEGAHAN PENYAKIT DI TEMPAT KERJA
Apabila HIV memasuki tubuh seseorang, maka tubuh akan terinfeksi dan virus
mulai memperbanyak diri (replikasi) dalam sel darah putih terutama dalam sel
56
Limfosit T-CD4 dan makrofag. HIV mempengaruhi sistem kekebalan tubuh
dengan menghasilkan antibodi khas untuk HIV. Masa antara masuknya virus
sampai terbentuknya antibodi tersebut disebut window periode yang diperkirakan
0 bulan 3 bulan yang belum terdeteksi pada pemeriksaan laboratorium.
Selama window periode atau periode jendela tersebut, seseorang dengan HIV
sangat infeksius, sangat mudah menularkan kepada orang lain meskipun hasil
pemeriksaan laboratoriumnya negatif.
Orang yang terinfeksi HIV (HIV +) sering tidak memberikan gejala dan tanda
untuk jangka waktu cukup lama bahkan sampai 10 tahun atau lebih. Jangka waktu
HIV positif ini bervariasi pada setiap orang, dimana virus bereplikasi dengan
sangat cepat dan diikuti oleh perusakan Limfosit T-CD4 dan sel kekebalan lainnya
sehingga terjadi sindroma penurunan daya tahan tubuh yang progresif yang
merupakan awal proses terjadinya AIDS (Acquired Immune Deficiency
Syndrome). Orang dengan AIDS akan memiliki gejala :
- demam
- penurunan berat badan secara drastis
- pembengkakan kelenjar getah bening
- bercak-bercak putih di rongga mulut
- batuk dan sesak napas
- diare berkepanjangan
- hilangnya nafsu makan
- gangguan pada susunan saraf berupa lamban berpikir, pelupa, pusing,
sakit kepala, kejang, libido menurun, dll.
Proses selanjutnya akan bermunculan infeksi oportunistik seperti infeksi jamur,
infeksi saluran napas termasuk TBC, infeksi saluran cerna, dll. Infeksi-infeksi
tersebut merupakan penyakit umum yang biasanya memperberat ODHA ( Orang
Dengan HIV & AIDS) akibat sangat menurunnya daya tahan/ kekebalan tubuh.
Pada tahap ini seseorang hanya dapat bertahan hidup paling lama 2 (dua) tahun.
Penularan HIV terjadi melalui kontak seksual, darah, ibu ke anak selama masa
kehamilan, persalinan dan pemberian ASI.
57
Penularan secara seksual
Penularan melalui hubungan seksual baik secara heteroseksual maupun
homoseksual adalah cara paling dominan dari semua cara penularan. Penularan
dapat terjadi selama sanggama antara laki-laki dengan perempuan ataupun laki-
laki dengan laki-laki dengan laki-laki. Sanggama berarti kontak seksual dengan
penetrasi vaginal, anal, oral seksual antara dua individu. Risiko tertinggi adalah
penetrasi vaginal atau anal yang tak terlindung dari individu yang terinfeksi HIV.
Kontak seksual langsung (mulut ke penis atau mulut ke vagina) masuk dalam
kategori risiko rendah tertular HIV. Risiko tertular akan meningkat bila terdapat
luka dalam mulut, perdarahan gusi dan atau penyakit gigi mulut atau pada alat
kelamin (genital).
HIV dapat ditularkan melalui seorang ibu yang terinfeksi HIV kepada janin
yang dikandung atau dilahirkan. Selama kehamilan virus dapat masuk melalui
aliran darah dari plasenta, pada persalinan darah ibu atau air ketuban dapat
terminum oleh bayi.
58
d. HIV - AIDS dan Ketenagakerjaan
Kelompok angkatan kerja produktif adalah kelompok kerja yang rentan tertular
HIV & AIDS disebabkan karena :
- Lebih dari 85% kasus pada kelompok usia produktif (tulang punggung
pembangunan dan bisnis)
- Tempat kerja adalah tempat strategis untuk melakukan intervensi, untuk
menjangkau usia kerja
- Epidemi AIDS berdampak terhadap dunia bisnis (produktivitas dan biaya
tenaga kerja).
- Banyak pekerja yang bekerja dengan situasi dan pola kerja yang berisiko
tinggi terhadap terjangkitnya HIV/AIDS.
59
- Banyak pekerja berisiko terinfeksi HIV dalam pekerjaan yang dilakukan;
misalnya pada institusi pelayanan kesehatan.
- Pengetahuan tentang HIV/AIDS masih rendah sehingga menimbulkan tindak
dan sikap stigma dan diskriminasi (mengancam prinsip dasar dan hak bekerja,
dan mengurangi upaya untuk pencegahan dan perawatan).
60
4) Keputusan Dirjen PPK No. 20/DJPPK/VI/2005 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di Tempat
Kerja
Keputusan ini bertujuan sebagai Pedoman Bagi Pengusaha dan
Pekerja/Buruh Dalam Pelaksanaan Pencegahan dan Penanggulangan
HIV/AIDS di Tempat Kerja melalui Program K3.
Adapun dampak penyebaran HIV & AIDS terhadap dunia kerja adalah :
- menurunnya produktifitas yang terlihat dengan meningkatnya absensi
kerja, tingginya absensi kerja dan berkurangnya pekerja/ buruh yag
berpengalaman.
- Munculnya konflik di tempat kerja yang menurunkan moral pekerja/ buruh
- Stigma dan diskriminasi terhadap pekerja/ buruh dengan HIV & AIDS
- Meningkatnya pengeluaran untuk biaya perawatan kesehatan dan
pengobatan, jaminan asuransi, biaya hidup, penguburan dan pensiun
dini.
- Waktu yang terbuang untuk merekrut dan melatih karyawan pengganti
hingga mencapai kompetensi yang diperlukan.
61
Konseling merupakan bagian pokok dari program perawatan dan dukungan
bagi pekerja dengan HIV & AIDS. Pihak pengusaha dan pekerja/ buruh harus
dimotivasi untuk melakukan pendekatan proaktif terhadap kebutuhan konseling .
pelayanan konseling harus dilaksanakan secara profesional dan dapat diakses
oleh semua pekerja. Konseling juga bertujuan memberikan informasi tentang
fasilitas pelayanan kesehatan dan kelompok dukungan di luar tempat kerja.
Tujuan umum konseling adalah :
1) Menyediakan dukungan psikologis, yang berkaitan dengan kestabilan
emosi,psikologi, sosial dan spiritual.
2) Menyediakan informasi tentang perilaku berisiko seperti seks yang tidak
aman atau penggunaan jarum sunti bersama.
3) Menjamin efektifitas rujukan kesehatan, pengobatan dan perawatan.
Sedangkan proseskonseling sendiri terdiri dari konseling pra-tes dan konseling
pasca-tes.
BerdasarkanKeputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep. 68
Tahun 2004 tentang Pencegahan dan Penanggulangan HIV/AIDS di tempat
Kerja, dinyatakan bahwa pekerja/ buruh berhak atas kebebasan pribadi dalam
konteks HIV & AIDS, yaitu terdapat hak untuk tidak mau mengikuti tes HIV yang
sifatnya wajib.
Keputusan untuk tes dapat didasarkan atas berbagai pertimbangan, dimana
tes sukarela harus dilakukan mutlak bersifat rahasia dan disertai konseling
profesional. Tes ini merupakan komponen penting dari strategi menyeluruh untuk
menanggulangi HIV & AIDS, sebab setelah orang mengetahui status HIV nya,
orang tersebut dapat dibantu untuk melakukan perubahan perilaku dari berisiko
menjadi tidak berisiko. Adapun tes HIV tersedia bermacam-macam tes antibodi
yaitu : ELISA Test, Western Blot Test dan Rapid Test.
62
dan AIDS di Tempat Kerja antara lain melaluipenyusunan kebijakan, penunjukan
personil dan pelaksanaan kegiatan sosialisasi, edukasi, tidak melakukan stigma
dan diskriminasi tetapi memberi dukungan terhadap pekerja dengan HIV dan
AIDS. Program ini dilaksanakan dengan tujuan untuk mencegah dan
menanggulangi HIV dan AIDS pada kalngan pekerja melalui program di tempat
kerja.
63
usia produktif dan bekerja. Penyalahgunaan narkoba di tempat kerja merupakan
permasalahan yang sangat kompleks dan hasil interaksi tiga faktor yaitu faktor
ketersediaan Narkoba; faktor individu; faktor pekerjaan dan lingkungan kerja dan
zat yang ada di dalam narkoba itu sendiri.
- Penetapan kebijakan;
(5) Pengusaha dapat menjatuhkan tindakan disiplin kepada pekerja/ buruh dalam
hal pekerja/ buruh tidak bersedia untuk mengikuti program pencegahan,
64
penanggulangan, perawatan dan atau rehabilitasi akaibat penyalahgunaan
narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya.
(6) Pengusaha atau pekerja/ buruh harus segera melaporkan kepada Kepolisian
Negara RI apabila ditemukan seseorang atau lebih memiliki atau
mengedarkan narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya di tempat kerja.
Pada umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana droplet ada dalam
waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah droplet, sementara cahaya
atau sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Droplet dapat bertahan
beberapa jam dalam kondisi gelap dan lembab.
65
orang yang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah pasien TB akan meningkat
juga.
Selain itu akibat para pekerja terinfeksi TB maka akan berdampak terhadap
sosial ekonomi, antara lain :
1) Diskriminasi
2) Kehilangan pekerjaan/PHK/pengangguran
3) Kemiskinan/kerugian ekonomi (20-30% pendapatan RT pertahun)
4) Terganggunnya pembangunan sektor ketenagakerjaan pada umumnya
Dampak lebih lanjut akibat TB di tempat kerja adalah penurunan produktifitas
bagi tenaga kerja, perusahaan dan nasional.
66
c. Program Pencegahan dan Penanggulangan TB di Tempat Kerja
- dokter perusahaan,
- dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja,
- ahli K3,
- Higienis Industri
- paramedis perusahaan,
- petugas K3 dll.
Selain itu dalam program ini dibutuhkan peran aktif untuk mendorong
peran unsur tripartit & pihak terkait :
67
- serikat pekerja/buruh (SP/SB)
- serta pihak pemeduli lainnya (asosiasi profesi K3, LSM, akademisi,
pakar kesehatan kerja dll.)
Promotif :
Sosialisasi/workshop tentang Penerapan buku Pedoman
Penanggulangan TB di Tempat Kerja bagi stake holder terkait
Pelatihan program DOTS bagi dokter dan paramedis perusahaan
Sosialisasi program TB di tempat kerja bagi pekerja (penyuluhan &
KIE) sebagai bagian dari promosi gaya hidup sehat
Advokasi program terhadap pengusaha
Peningkatan gizi kerja, olahraga dan program bebas rokok di tempat
kerja.
Preventif :
Penemuan kasus/suspek TB melalui pemeriksaan kesehatan tenaga
kerja (Awal, Berkala, Khusus)
Pengendalian lingkungan kerja
Penggunaan APD
Imunisasi pada anak2 pekerja
Petugas pengelola makan bagi tenaga kerja dipersyaratkan tidak
mengidap penyakit menular (TB, Typhoid, Cacingan).
Kuratif :
Pengobatan dan perawatan bagi pekerja yang mengidap TB dengan
penerapan standar DOTS (Direct Observed Treatment Short Course)
dalam Pelayanan kesehatan kerja dengan Petugas pengawas minum
obat (PMO) dan Tenaga kerja diistirahatkan 2-3 mg saat pengobatan
awal TB.
Rujukan pasien ke layanan kesehatan (laboratorium, diagnosis dan
pengobatan).
68
Rehabilitasi kerja :
Penyesuaian pekerjaan (jenis pekerjaan, beban kerja, lama kerja dan
kondisi lingkungan) pada pekerja yang sakit / dalam pengobatan TB.
69
Pengendalian lingkungan fisik di tempat kerja merupakan cara yang
efektif dalam mengendalikan penyebaran TB.
Pengembangan kemitraan
70
Juni 2009. Data WHO pada tanggal 15 Juli 2009 kasus Flu Baru H1N1 telah
mencapai 94.512 kasus dengan 429 orang diantaranya meninggal dunia. Di
Indonesia berdasarkan data departemen Kesehatan kasus Flu Baru H1N1
sebanyak 157 kasus.
Tenaga kerja dengan kondisi kerja dan lingkungan kerja melalui pajanan di
tempat kerja dapat berdampak kepada kesehatan tenaga kerja termasuk pajanan
virus influenza termasuk flu burung maupun virus A H1N1. Pandemi Influenza
adalah wabah raya yang disebabkan oleh virus influenza dan mempunyai
kemampuan menyebar dengancepat antar manusia ke seluruh dunia.
71
upaya dan syarat pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja
yang berisi aspek teknis, medis, prosedural dan kompetensi sumber daya
manusia. Secara teknis, syarat kesehatan kerja diatur melalui peraturan
pelaksanaannnya.
72
Bentuk Program/Kegiatan Pencegahan Pandemi Influenza Di Tempat
Kerja
73
BAB III
PENUTUP
74
TEST FORMATIF :
3. Jelaskan apa yang dimaksud dengan dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja.
4. Apa maksud dan tujuan dari pemeriksaan kesehatan tenaga kerja berkala
(periodik).
5. Apa pendapat saudara, apabila seorang pekerja tidak dilakukan pemeriksaan
kesehatan tenaga kerja.
6. Apa yang saudara ketahui tentang P3K di tempat kerja, Petugas P3K di tempat
kerja dan fasilitas P3K di tempat kerja
75
DAFTAR PUSTAKA
1. Sumamur PK, MSc.DR (1993) Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja edisi ke IX,
Jakarta PT Gunung Agung
7. Bag. Gizi RSCM & Persatuan Ahli Gizi Indonesia , 1986, Penuntun Diit, Jakarta,
Gramedia Pustaka Utama .
10. Sumakmur PK. : Keselamatan Kerja dan Pencegahan Kecelakaan, Penerbit Toko
Gunung Agung, Jakarta, 1981.
11. ( _________ ) (1983) Ergonomi dan produktivitas, Pusat Hiperkes dan
Keselamatan Kerja, Jakarta.
12. Pedoman Pemberian Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan, Palang Merah
Indonesia (PMI), Jakarta 1999.
13. Pedoman praktis Ergonomik, ILO Jenewa Terjemahan DK3N
14. Barry S.L., David H. W.: Occupional Health, 4 th Ed., Lippincott W & W.,
Philadelphia USA, 2000.
15. PT. Jamsostek (Persero) (1996) Kumpulan Peraturan Perundangan Pemerintah
Mengenai Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
76
Lampiran 1
Nomor :
Lampiran :
Perihal : Permohonan Pengesahan Penyelenggaraan
Pelayanan Kesehatan Kerja
Yth. *)
1. Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan Depnakertrans RI
2. Kepala Dinas (Ketenagakerjaan) Provinsi................................
3. Kepala Dinas (Ketenagakerjaan) Kab/Kota..............................
(NAMA JELAS)
Tembusan :
1. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI (bila permohonan diajukan ke Disnaker Provinsi)
2. Kepala Dinas ketenagakerjaan Provinsi (bila permohonan diajukan ke Disnaker Kab/kota)
3. Arsip
77
A. DATA PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
I. Data Perusahaan
1. Nama Perusahaan Induk :
2. Alamat Perusahaan :
3. Bidang Usaha : Nomor KLUI
4. Nama Perusahaan Cabang (bila ada)
a. Nama Perusahaan :
Alamat :
b. Nama Perusahaan :
A. Alamat :
78
V. Sarana Pelayanan Kesehatan Kerja :
Nomor Jenis Sarana Keterangan
(beri tanda V bila sudah ada
A. SARANA DASAR :
1. Ruangan :
a. Ruang tunggu ..........................................
b. Ruang periksa ..........................................
c. Ruang/almari obat ..........................................
d. Kamar mandi dan WC ..........................................
2. Perlengkapan umum:
a. Meja dan kursi ..........................................
b. Tempat tidur pasien ..........................................
c. Wastafel ..........................................
d. Timbangan badan ..........................................
e. Meteran/pengukur tinggi badan ..........................................
f. Kartu status ..........................................
g. Register pasien berobat ..........................................
3. Peralatan medis :
a. Tensimeter dan stetoskop ..........................................
b. Termometer ..........................................
c. Sarung tangan ..........................................
d. Alat bedah ringan (minor set) ..........................................
e. Lampu senter ..........................................
f. Obat-obatan ..........................................
g. Sarana/Perlengkapan P3K ..........................................
h. Tabung oksigen dan isinya ..........................................
B. SARANA PENUNJANG :
1. Alat Pelindung Diri (APD) ..........................................
2. Alat evakuasi : tandu, ..........................................
ambulance/kendaraan pengangkut
korban dll.
3. Peralatan penunjang diagnosa :
a. spirometer, audiometer ..........................................
b. Peralatan pemantau/pengukur ..........................................
lingkungan kerja : sound level
meter, lux meter, gas detector
.............................. 20..
Tanda tangan
Cap Perusahaan/Instansi
(NAMA JELAS)
79
B. BENTUK PERNYATAAN DOKTER PENANGGUNG JAWAB
Nama : .......................................................................
Tempat/tanggal lahir : .......................................................................
Jenis Kelamin : .......................................................................
Alamat Rumah : ........................................................................
Alamat Praktek : ........................................................................
Surat Izin Praktek No : .......................................................................
Kursus Hiperkes dan KK : Sudah/ Belum *)
80
LAMPIRAN 2
Perusahaan :
Nomor :
Tanggal :
81
Menetapkan :
KESATU : Pengesahan Penyelenggaraan Pelayan Kesehatan Kerja di
Perusahaan/Instansi ........................................................................
Dengan dokter perusahaan/Instansi yang bertanggung jawab dalam
Pelayanan Kesehatan Kerja,
Nama :
No Reg SKP Dokter Pemeriksa :
KEDUA : Pelayanan Kesehatan Kerja tersebut amar Pertama mempunyai tugas
memberikan bantuan kepada tenaga kerja dalam penyesuaian diri dengan
lingkungan kerja baik fisik maupun mental dan mencegah serta mengobati
penyakit akibat kerja dan penyakit lainnya demi meningkatkan kesehatan
kondisi mental dan kemampuan fisik tenaga kerja serta wajib
melaksanakan ketentuan-ketentuan yang terdapat pada :
1. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
02/MEN/1980 tentang Pemeriksaan Kesehatan Tenaga Kerja dalam
Penyelenggaraan Keselamatan Kerja
2. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
01/MEN/1981 tentang Kewajiban Melaporkan Penyakit Akibat Kerja
3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per.
03/MEN/1982 tentang Pelayanan Kesehatan Kerja
MEMUTUSKAN :
KETIGA : Pelayanan Kesehatan Kerja segera dapat melakukan tugas dan kegiatannya
sejak tanggal pengesahannya.
KEEMPAT : Pengurus wajib menyampaikan laporan Teknis Penyelenggaraan pelayanan
kesehatan kerja kepada Dinas yang membidangi ketenagakerjaan setempat
dengan tembusan kepada Dirjen Pembinaan Pengawasan Ketenagakerjaan
Depnakertrans RI
KELIMA : Semua pembiayaan yang berhubungan dengan kegiatan pelayanan
Kesehatan kerja dibebankan pada perusahaan/instansi yang bersangkutan
KEENAM : Surat Keputusan ini berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal
ditetapkannya dan apabila terdapat kekeliruan dalam penetapannya akan
diperbaiki sebagaimana mestinya.
Tembusan:
1. Dirjen Binwasnaker Depnakertrans RI
2. Gubernur/Bupati/Walikota .................... Ditetapkan Di :
3. Arsip. Pada tanggal :
KEPALA DINAS/INSTANSI
KETENAGAKERJAAN
NIP
82
LAMPIRAN 3
FORMULIR PELAPORAN
PENYELENGGARAAN PELAYANAN KESEHATAN KERJA
(KOP PERUSAHAAN/INSTANSI)
, .20
Nomor :
Lamp. : Kepada Yth :
Perihal. : 1. Kepala Dinas Tenaga Kerja ........
Laporan Penyelenggaraan 2. Direktur Pengawasan Norma Keselamatan dan
Pelayanan Kesehatan Kerja Kesehatan Kerja, Ditjen Binwasnaker
Bulan......... sd ......... Th....... DEPNAKERTRANS RI
Jl Gatot Subroto Kav 51 Jaksel
di-
A. Jakarta
Yang bertanda tangan dibawah ini kami selaku pimpinan perusahaan/Instansi
Nama Perusahaan/Instansi :
Alamat Perusahaan/Instansi :
Jenis Perusahaan :
Jumlah Tenaga Kerja
a. Laki-laki ` : ...................... orang
b. Perempuan : ....................... orang
Pimpinan Perusahaan/Instansi
( ...................................... )
= .=
83
I. DATA PENYAKIT YANG DIDERITA OLEH TENAGA KERJA YANG BERKUNJUNG KE
PELAYANAN KESEHATAN KERJA MAUPUN DARI HASIL PEMERIKSAAN
KESEHATAN BERKALA DAN KHUSUS
84
8.4. Infeksi/tumor alat kandungan dan lain-lain
termasuk fluor albus.
8.5. Lainnya sebutkan ...........................
9. PENYAKIT INFEKSI PARASIT
9.1. Malaria
9.2. Cacing
9.3. Schistozomiasis, Filariasis
9.4. Lainnya sebutkan ...........................
10. PENYAKIT/GANGGUAN GIZI
10.1 Kekurangan Kalori & Protein (KKP)
10.2 Defisiensi vitamin lain
10.3 Over weight/obesitas
11. PENYAKIT/GANGGUAN ENDOKRIN DAN
METABOTIK
11.1 Gondok Endemik
11.2 Hypertyroid
11.3 Kencing Manis (Diabetes Mellitus)
11.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
12. PENYAKIT KELAMIN
12.1 Infeksi Gonokokus
12.2 Syphilis
12.3 Non Gonokokus Urethritis (NGU)
12.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
13. PENYAKIT KULIT DAN JARINGAN
DIBAWAH KULIT
13.1 Dermatitis Kontak
13.2 Dermatitis Alergi
13.3 Kelainan Jaringan Dibawah kulit
13.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
14. PENYAKIT MATA
14.1 Conjungtivitis, Keratitis, Skleritis.
14.2 Katarak
14.3 Glaukoma
14.4 Gangguan tajam penglihatan/Visus
14.5 Lainnya sebutkan ..........................
15. PENYAKIT PADA TELINGA DAN
MASTOID
15.1 Radang telinga luar
15.2 Radang telinga tengah dan dalam
15.3 Penurunan pendengaran/tuli
15.4 Lainnya sebutkan ...........................
.
16. PENYAKIT GIGI DAN RONGGA MULUT
16.1 Stomatitis
16.2 Caries, Pulpitis
16.3 Gingivitis
16.4 Lainnya sebutkan ...........................
85
18. GANGGUAN JIWA
18.1 Psikosis
18.2 Gangguan kepribadian/tingkah laku
18.3 Lainnya sebutkan ...........................
.
19. NEOPLASMA
19.1 Tumor Jinak
19.2 Tumor Ganas
20. Kelompok penyakit lainnya sebutkan
a. ..........
b. ..........
c. dst.
21. Penyakit yang diperberat atau diperparah oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja, sebutkan
diagnosisnya (ICD10 code) :
a. ..................
b. ..................
c. dst.
22. Penyakit yang diduga akibat kerja (diduga
PAK), sebutkan diagnosisnya (ICD10 code) :
a. ...................
b. ...................
c. dst.
86
II. DATA KECELAKAAN KERJA
Jumlah Keterangan
Jumlah
Kasus (Penyebab
NOMOR Data Kecelakaan
utama
Laki-laki Wanita kecelakaan)
A. BAGIAN TUBUH YANG CIDERA
1 Kepala
2 Mata
3 Telinga
4 Badan
5 Lengan
6 Tangan
7 Telapak dan jari tangan
8 Paha
9 Kaki
10 Telapak dan jari kaki
11 Organ tubuh bagian dalam
B. CORAK KECELAKAAN
1 Terbentur, tertusuk, tersayat
2 Terpukul
3 Terjepit, tertimbun, tenggelam
4 Jatuh dari ketinggian yang sama dan tergelincir
5 Jatuh dari ketinggian berbeda
6 Keracunan
7 Tersentuh arus listrik
8 Lain-lain
C. AKIBAT KECELAKAAN
1 Jumlah korban yang meninggal
2 Jumlah korban yang cacat tetap
Jumlah korban sementara tidak
3 mampu bekerja
4 Jumlah hari kerja yang hilang
Jumlah korban yang langsung
5 mampu bekerja kembali
JUMLAH SELURUH KECELAKAAN
87
III. DATA KEGIATAN KESEHATAN KERJA LAINNYA :
= .=
*****
(Dr. . )
88